Ramadhan Adalah “Universitas Kehidupan” dan Bekal Hadapi Perang Kolektif Sesungguhnya UNAIR NEWS – Setelah diresmikan pada akhir Mei 2016 lalu, untuk pertama kali Masjid “Ulul ‘Azmi” di Kampus C Universitas Airlangga, menyelenggarakan Salat Iedul Fitri 1437-H pada hari Rabu pagi 6 Juli 2016. Salat tersebut digelar di halaman masjid Ulul ‘Azmi dengan khatib Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., MCA., Rektor Universitas Airlangga Surabaya. Dalam kutbah salat Ied yang diikuti oleh ratusan sivitas akademika UNAIR dan masyarakat sekitar kampus C Mulyorejo tersebut, khatib Prof. Moh Nasih mengatakan, bahwa bulan Ramadhan itu merupakan universitas kehidupan. Pada universitas itulah mengajarkan bagaimana cara mengendalikan hawa nafsu, dimana caranya bukan hanya dengan secara teoritikal klasikal, tetapi langsung dengan metode praktikal. ”Diharapkan pada hari ini kita semua sudah lulus dari ‘Madrasah Ramadhan’ dan kita lulus sebagai pemenang atas hawa nafsu, sehingga kita kembali kepada kesucian fitrah,” tandas Guru Besar Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR ini. Bekal training di bulan Ramadhan inilah yang diharapkan bisa kita gunakan dalam perang yang sesungguhnya untuk melawan hawa nafsu di sepanjang tahun yang akan kita jalani. Perang disini bukan hanya secara individu, tetapi juga secara kolektif, berjamaah, bersama-sama sebagai masyarakat, dan sebagai kesatuan bangsa.
Jamaah salat Ied di Masjid Ulul ‘Azmi, kampus C Universitas Airlangga. (Foto: Yitno) Menurut Rektor UNAIR itu dalam khutbahnya, bahwa perang kolektif yang kita hadapi adalah perang pemikiran (ghozwul fikri) asymetri war. Yaitu perang melawan atheisme, perang melawan individualisme, perang melawan liberalisme, dan untuk menuju maqashidus syariah. ”Jadi bekal terbaik untuk berjuang tersebut juga untuk menghadapi kehidupan yang penuh dengan cobaan, fitnah, rintangan, dan halangan. Jadi, bekal tersebut adalah taqwa. Dari taqwa inilah yang diharapkan kita akan mendapatkannya dari ’Madrasah Ramadhan’ tersebut,” kata Rektor UNAIR Prof. Moh Nasih. Seorang anggota takmir Masjid Ulul ‘Azmi, Agoes Widiastono menjelaskan rasa syukurnya atas terselenggaranya pelaksanaan salat Ied di halaman masjid dan halaman Rektorat Kampus C UNAIR ini. Rasa syukur itu mengingat banyaknya jamaah sivitas akademika UNAIR yang hadir untuk mengikuti salat bersama warga masyarakat sekitar kampus C. Selain itu karena semalam baru
saja terjadi hujan, tetapi seakan jemaah tidak terpengaruh dengan situasi tersebut. Selain itu juga ini merupakan pengalaman pertama dan relatif sukses. “Semoga kedepannya kami senantiasa menjadi lebih baik,” kata Agoes. (*) Penulis : Bambang Bes
Memetik Manfaat dan Amalan dari Iktikaf di Masjid Ulul ‘Azmi UNAIR UNAIR NEWS – Dalam rangka meningkatkan amalan di bulan Ramadhan sekaligus mengantisipasi hadirnya malam Lailatul Qodar, Universitas Airlangga menyelenggarakan Iktikaf di Masjid Ulul ‘Azmi, Kampus C UNAIR, Kamis (30/6) hingga Jumat (1/6) Subuh. Jika iktikaf sebelum-sebelumnya diselenggarakan di Masjid Nuruzzaman, Kampus B UNAIR, maka untuk kali pertama pada Ramadhan 1437-H ini dilaksanakan di Masjid Ulul ‘Azmi. Dibuka oleh Wakil Rektor III UNAIR Prof. Dr. Mohammad Amin Alamsyah, Ir., M.Si., iktikaf ini diikuti sekitar 200 jamaah sivitas akademika UNAIR, baik unsur pimpinan, dosen/Guru Besar, mahasiswa, tenaga kependidikan, dan beberapa warga sekitar kampus C UNAIR. Dalam iktikaf ini diisi dengan kajian-kajian tentang agama yang disampaikan oleh Ustadz Prof. Dr. Ir. Abdullah Shahab pada sesi pertama, kemudian dilanjutkan dengan kajian agama yang kedua oleh Ustadz Drs. Mohammad Taufik AB. Setelah melewati tengah malam dilanjutkan dengan berbagai salat malam.
Antara lain salat tasbih, salat hajad, salat tahajud, dan salat witir. Usai salat-salat malam tersebut dilanjutkan makan sahur bersama, yang dilaksanakan di lantai I (lantai dasar) Masjid Ulul ‘Azmi. Kemudian kegiatan iktikaf malam itu diakhiri dengan salat Subuh berjamaah. Dalam sambutannya, Wakil Rektor III Universitas Airlangga Prof. Moh Amin Alamsyah mengatakan bahwa kegiatan yang rutin diselenggarakan Universitas Airlangga setiap bulan Ramadhan seperti ini pantas untuk dilestarikan. Ada banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan seperti Iktikaf ini, yakni selain meningkatkan amalan-amalan kegiatan di bulan yang penuh berkah ini, juga menambah ilmu pengetahuan dan ketauhitan tentang Islam. “Dengan demikian kita berharap dapat menambah pengetahuan dan ilmu tentang Islam, dan kemudian diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari,” demikian Prof. Moh Amin, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR ini. Dalam kajian ceramahnya, Prof. Abdullah Shawab, Guru Besar ITS ini menyampaikan dengan tema “Spiritual dan Menggali Potensi Diri di Bulan Puasa”. Dikatakan, puasa di bulan Ramadhan itu tujuan utamanya ada dua, yaitu agar kita (umat Islam) bertaqwa, dan yang kedua agar kita bisa bersyukur.
USTADZ Drs.M. Taufik AB ketika menyampaikan kajian agama dalam Iktikaf di UNAIR, Kamis (30/7). (Foto: UNAIR NEWS) ”Itu intinya, karena kalau kita sudah bertaqwa maka yang lain sudah selesai. Yang kedua agar kita bisa tersyukur karena Allah telah memberi kita keimanan, karena memberi kesehatan, kenikmatan, dan bersyukur karena diberikan kemampuan untuk bersyukur. Kelihatannya sepele untuk bisa bersyukur, tetapi nyatanya banyak orang yang tidak bisa bersyukur. Bayangkan, bersyukur saja tidak bisa,” kata Prof. Abdullah Shahab. Sedangkan Ustadz M. Taufik AB antara lain menjelaskan tentang makna dan arti malam Lailatur Qodar, yang lazim disebut sebagai malam yang lebih indah dari pada seribu bulan. Termasuk pula disampaikan doa-doa yang sebaiknya dibaca ketika mengharapkan malam seribu bulan pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. “Dalam berdoa itu maka seseorang musti bersikap iklas, sehingga doa akan menopang rasa iklas. Doa-doa yang disampaikan adalah doa memohon maaf dan memaafkan orang lain, sehingga hati kita akan bersih. Karena tidak mungkin Allah
akan memberikan lailatul qodar kepada orang yang hatinya tidak bersih. Jadi doa ini penting, minta keimanan, minta maaf, dengan sepenuh iklas,” kata Ustadz Taufik. (*) Penulis: Bambang Bes
Memaknai Kebersamaan Idul Fitri
dalam
UNAIR NEWS – Hari raya Idul Fitri merupakan salah satu momen penting bagi umat muslim di seluruh penjuru dunia. Sebagai tradisi yang sudah lama dilakukan oleh sebagian besar umat muslim di Indonesia, salah satu kegiatan untuk menyambut dan merayakan hari kemenangan yakni mudik ke kampung halaman. Mudik tidak sekedar untuk bersilaturahmi dengan sanak kerabat di kampung halaman, namun mudik juga bisa menjadi momen mengingat kembali hakekat menjadi seorang umat manusia, bahwa sejauh dia pergi, kampung halamanlah tempat kembali. Begitulah yang dirasakan oleh Muchtar Lutfi, S.S., M.Hum., dosen Sastra Indonesia UNAIR. Lutfi memiliki kisah tersendiri saat ditanya mengenai makna Idul Fitri. Baginya, momen yang paling indah saat perayaan Idul Fitri adalah ketika memiliki peluang dan kesempatan untuk bisa berkunjung ke rumah sanak saudara dan tetangga. “Waktu itu, silaturahmi adalah sebuah keharusan dengan saling berkunjung dari rumah ke rumah, tidak sekedar bertemu di jalan, dan momen tersebut sekarang sangat berat, meski fasilitas sekarang sudah semakin lengkap,” kenangnya. Lutfi dan keluarga yang juga turut mudik ke Pacitan dan Temanggung tersebut menilai, bahwa tradisi mudik saat hari
raya merupakan khas asli nusantara. Baginya, kebersamaan yang ada bisa menjadi satu langkah untuk menyatukan dan meningkatkan kerukunan bangsa. “Mudik saat Idul Fitri ini kan khas Indonesia, ini momen menyatukan semua elemen masyarakat, karena mayoritas negeri ini muslim, secara otomatis seakan menyatukan bangsa, terlebih bagi perantau pulang ke kampung halaman merupakan waktu yang tepat untuk mengenang tanah kelahiran,” tegasnya. Meski demikian, ia juga menyayangkan beberapa masyarakat yang masih salah dalam memaknai silaturahmi. Pergeseran tradisi silaturahmi dari rumah ke rumah yang kini beralih ke tempat wisata dan hiburan. Baginya, hal tersebut telah menghilangkan nilai dari Idul Fitri itu sendiri. “Pergeseran sekarang ini, silaturahmi lebih dibawa ke menghibur diri ke tempat wisata, jadi ruh silaturahmi dan Idul Fitri ini menjadi hilang,” imbuhnya. Dosen minat Ilmu Filologi tersebut menambahkan, hari raya adalah momen yang sangat berharga, pasalnya hampir semua orang bisa bertemu dan saling bertegur sapa. Ditanya mengenai esensi Bulan Syawal, ia menegaskan bahwa lanjut dari Ramadan.
Syawal menjadi momen tindak
“Nenek kita dulu sering langsung puasa Syawal di hari ke dua, karena Syawal ini sebagai bentuk pendinginan agar ruh Ramadan bisa tetap hadir saat puasa Syawal,” pungkasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila
Regine Tak Menyangka Raih Nilai Tertinggi SBMPTN Bidang Soshum UNAIR NEWS – Regine Wiranata atau karib disapa Regine tak menyangka dirinya menjadi peserta ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan nilai tertinggi nasional bidang Sosial Humaniora. Alumni SMA Cita Hati Surabaya ini berhasil lolos seleksi SBMPTN dengan score 842. Pada seleksi SBMPTN itu, ia mendaftar pada Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga. Dihubungi UNAIRNews pada Minggu (3/7), Regine mengaku tak ada persiapan khusus ketika akan mengikuti SBMPTN. Ia hanya belajar secara mandiri dan tidak mengikuti program bimbingan belajar seperti kebanyakan siswa lain. “Sebenarnya sebelum pelaksanaan SBMPTN itu waktunya aku ujian International Baccalaureate, program yang diadakan sekolahku. Alhasil, persiapan mepet banget, baru bisa belajar SBMPTN setelah ujian kurang dari dua minggu. Apalagi waktu mengerjakan soal sempat kaget karena format soal berbeda dengan tahun lalu,” ujar gadis kelahiran Surabaya, 30 Mei 1998 ini. Diakui Regine, ia memang berkeinginan untuk masuk FH UNAIR sejak dirinya mengikuti ALSA Courtlike Debate Championship (ACDC), ajang lomba debat yang diadakan FH UNAIR. Ketika itu Regine masih duduk di bangku kelas dua SMA. Ditambah lagi, orangtua Regine yang selalu mensupport cita-cita putrinya. “Orang tua mendukung banget. Mereka nggak pernah menekan aku buat dapat prestasi. Tapi kalau aku mau ngejar sesuatu, mereka selalu dukung,” ujar Regine mengenai dukungan orangtua terhadap studinya.
Saat ini, Regine sedang mempersiapkan diri melakukan pendaftaran ulang dengan mengumpulkan berkas dan persyaratan yang dibutuhkan. Diakuinya, ia telah mantap dengan pilihan studinya di FH UNAIR. Untuk mempersiapkan diri menjalani kuliah di UNAIR, saat ini ia lebih rajin untuk membaca buku dan menambah wawasan. “Lebih banyak baca sih, sekarang. Tentang berita nasional dan internasional. Juga buku-buku filsuf dan pemikir,” ujar gadis yang memilih How to Win Friends and Influence People karya Dale Carnegie sebagai buku favoritnya saat ini. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh. Editor: Bambang Bes
Smart Phone Membuat Balita Sulit Merekam Ekspresi Manusia UNAIR NEWS – Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi jangan sampai menjadi bumerang. Kecanggihan piranti tidak boleh justru membawa keburukan pada manusia dan kehidupan sosialnya. Terlebih, bagi anak-anak. Hal itu disampaikan oleh Dr Dewi Retno Suminar MSi, wakil dekan III Fakultas Piskologi. Orang tua berperan penting untuk memastikan anak-anak tidak kecanduan smart phone dan segala aplikasi di dalamnya. “Sejak dini, anak-anak harus dikondisikan agar tidak tergantung pada smart phone. Bahkan, di usia 0 sampai masuk SD, jangan biarkan mereka menikmati kecanggihan layar ponsel,” ungkap dia.
Alasannya, pada usia itu balita sedang berlatih untuk merekam ekspresi manusia. Khususnya, orang-orang yang ada di sekitarnya. Bila di masa tersebut mereka lebih banyak melihat layar ponsel, kepekaan terhadap ekspresi wajah menjadi tergerus. Padahal, dalam interaksi sosial, kepedulian terhadap ekspresi orang lain merupakan keniscayaan. Sebab, ekspresi berhubugan dengan perasaan dan kondisi jiwa. Bila kemampuan reflektif dari memahami perasaan orang lain buruk, komunikasi pun ikut menjadi jelek. Kalau komunikasi yang terjalin jelek, interaksi pun jadi kacau. Sehingga, hubungan dengan orang lain tidak bisa berjalan lancar. “Nantinya, anak-anak sendiri yang kesulitan dalam kehidupan. Baik di sekolah, kampus, maupun tempat kerja,” kata Dewi. Bahkan, di usia sekolah dasar, anak-anak mesti diberi pengertian. Bahwa, smart phone maupun ponsel merupakan sarana, bukan kebutuhan primer. Sarana apa? Sarana untuk belajar. Jadi, kalau mereka menggunakan ponsel, belajar mesti jadi lebih maksimal. Bukan terbalik: gara-gara pakai ponsel, lupa dengan belajar. Selain itu, ponsel merupakan sarana berkomunikasi. Jadi, saat ingin berkomunikasi jarak jauh, gunakan ponsel. Bukan terbalik: gara-gara lagi main ponsel, lupa menjalin komunikasi dengan orang lain. Penggunaan piranti teknologi informasi dan komunikasi anakanak harus dalam pantauan orang tua. Ayah, Ibu, atau wali anak, tidak boleh abai dan menyerahkan situasi ini semata pada perkembangan zaman yang tak dapat ditawar. Harus digarisbawahi, anak selalu butuh bimbingan dan arahan dari orang yang lebih tua. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Inilah Keunikan Jurusan Sastra
Mahasiswa
UNAIR NEWS – Tiap jurusan di sebuah kampus memiliki kekhasan. Begitu pula, para mahasiswanya. Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Kukuh Yudha Karnanta menuturkan, jurusan sastra memiliki mahasiswa dengan karakterisktik unik. “Ini mungkin dikarenakan atmosfer perkuliahan dan topik bahasan di jurusan sastra yang modelnya berbeda dengan jurusan lain,” ujar dia. Apa saja keunikannya? Berikut sekelumit informasi tentang itu. Memiliki Banyak Alternatif Solusi Mahasiswa di jurusan sastra diwajibkan membaca banyak referensi berupa buku sastra. Karya-karya tersebut kerap kali memunyai ragam tafsir, plot melompat-lompat, dan konteks yang tidak linier. Mahasiswa dirangsang untuk tidak hanya berpikir melalui satu jalan. Sebaliknya, mereka diarahkan untuk terus mempertebal imajinasi. Oleh karena selalu dilatih untuk berwawasan luas, para mahasiswa pun cenderung memikirkan banyak alternatif solusi saat menghadapi persoalan di kehidupan sehari-hari. Berteman dengan mahasiswa jurusan sastra sangat menyenangkan. Karena, dia pasti memiliki aneka perspektif yang menarik untuk disimak. Yang terpenting, mereka bukan golongan yang saklek, suka menyalahkan, dan kolot. Sikap toleransinya tinggi. Mereka lebih gampang menerima perbedaan. Empati
Karya sastra hanya bisa dipahami dengan melibatkan perasaan. Karena memang, sisi humanisme yang diolah sedemikian rupa. Baik cerpen, novel, puisi, drama, dan lain sebagainya, merupakan hasil kontemplasi mendalam. Ditulis dari hati dan pikiran yang jernih, guna menyentuh hati dan pikiran yang jernih pula. Kondisi ini ikut mengasah rasa empati para mahasiswa sastra. Mereka gampang tersentuh dan responsif terhadap perasaan orang lain. Kontan, mereka gemar menolong orang-orang di sekitar. Sering Baper Karakter ini adalah kebalikan dari keunikan sebelumnya. Oleh karena selalu bermain dan belajar dengan karya-karya yang melibatkan perasaan, mahasiswa sastra kerap terjebak Baper (terbawa perasaan, Red). Muaranya, mereka menjadi alay alias lebay terhadap suatu kondisi. “Selalu ada tarik-menarik antara rasa empati dan baper. Seharusnya, rasa empati mendominasi. Karena muatannya pasti positif,”ujar Kukuh.
yang
Baper bisa menjadi tidak baik bila kemudian mengarahkan pribadi untuk gampang melamun dan terlalu sensitif. Sebab, bila diteruskan, sifat ini bakal menjerumuskan diri pada karakter gampang tersinggung dan banyak berprasangka. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Kerjasama BEM UNAIR dan Dishub Jatim Fasilitasi Mudik
Gratis UNAIR NEWS – Sebagai bentuk perhatian dengan kebutuhan para pemudik menjelang lebaran, Kementerian Pengabdian Masyarakat, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univeresitas Airlangga memberi fasilitas mudik gratis. Kegiatan ini merupakan kerjasama BEM UNAIR dengan Dinas Perhubungan (Dishub) dan Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Provinsi Jawa Timur. Upacara pelepasan pemudik dilakukan di hall Kantor Manajemen UNAIR, Sabtu (2/7), dan dihadiri tak kurang 344 pemudik. Hadir pula dalam pelepasan ini Kurniawan Hary, ST, MM, Kepala Bidang Pengembangan Transportasi Dinas Perhubungan DLLAJ Provinsi Jawa Timur, dan Pulung Siswantara perwakilan dari Direktorat Kemahasiswaan UNAIR. “Hari Raya Iedul Fitri yang dirayakan setiap satu tahun sekali merupakan momentum masyarakat untuk pulang ke kampung halaman. Karena kami memikirkan bahwa mayoritas mahasiswa juga berasal dari luar Kota Surabaya. Maka dari itu, kami dan rektorat berusaha untuk memfasilitasi hal ini,” ujar Fardhan Setyo alamsyah, Menteri Pengabdian Masyarakat BEM UNAIR Fasilitas mudik gratis ini bukan hanya untuk mahasiswa namun juga terbuka untuk umum. BEM UNAIR menyediakan 344 kursi untuk semua jalur Sejumlah delapan bus diberangkatkan dengan trayek kota/kabupaten di Jawa Timur. Hingga keberangkatan mudik, sejumlah 220 kursi diisi oleh mahasiswa UNAIR, dan 124 kursi diisi masyarakat umum. “Total armada delapan bus, dengan enam rute tujuan. Dua rute dengan armada dobel, yaitu rute (Surabaya – Kertosono – Kediri – Tulungagung – Trenggalek) dan (Surabaya – Jombang – Nganjuk – Madiun – Ponorogo),” tambah Fardhan. Kepala Bidang Pengembangan dan Transportasi Dishub LLAJ Kurniawan Harry mengatakan, kerjasama pemberian fasilitas mudik gratis ini telah lama dijalin antara UNAIR dengan Dishub
Jawa Timur. Dikatakan, tahun ini untuk memenuhi kebutuhan para pemudik pulang ke kampung halaman Dishub Jawa Timur menyediakan armada transportasi gratis menyambut dan dan pasca lebaran. “Ada 510 bus yang melayani mudik gratis di Jawa Timur, baik mudik maupun balik,” ujar Harry. Fasilitas armada tersebut bukan hanya bus, melainkan armada transportasi kereta api. Tahun 2016 ini merupakan tahun keempat pemberian fasilitas mudik gratis yang diberikan untuk mahasiswa maupun masyarakat. Sebelumnya, mudik gratis ditangani oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam (UKMKI) UNAIR. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Bambang Bes