Vol. V Agustus - September 2010 Edisi 59 www.bakti.org
RADIO YANG MENGUBAH KEHIDUPAN DI PAPUA LIFE-CHANGING RADIO IN PAPUA
PEREMPUAN DAN ABORSI WOMEN AND ABORTIONS
SALAM DARI MAKASSAR
GREETINGS FROM MAKASSAR
D
BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas. BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand Indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTINews is sent by post to readers and the main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.org and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.
Editor MILA SHWAIKO VICTORIA NGANTUNG Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU Events at BaKTI SHERLY HEUMASSE Website of the Month STEVENT FEBRIANDY Info Book & Database AFDHALIYANNA MA’RIFAH Website AKRAM ZAKARIA
alam edisi kali ini, kami senang sekali dapat mengumumkan bahwa Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia akan kembali digelar di Kota Ambon bulan November 2010. Dibangun dari keberhasilan Forum tahun lalu dan promosi serta pencarian praktik cerdas melalui BaKTINews, kami yakin acara tahun ini akan jauh lebih baik. Pada kesempatan ini kami juga mengumumkan praktik-praktik cerdas yang akan dipresentasikan dalam pertemuan Forum nantinya. Kami ucapkan terimakasih kepada semua yang telah mengirimkan informasi tentang praktik cerdas kepada kami. Kami harap Anda sama setuju dengan kami bahwa yang terpilih adalah yang ”tercerdas di antara yang cerdas”. Edisi bulan ini juga mengangkat beberapa inisiatif komunikasi kreatif, dimulai dengan TEDxMakassar pertama yang diinisiasi oleh BaKTI, juga kisah luar biasa tentang Radio Pikon Ane di Papua. Juga ada artikel tentang pekerja anak di Lombok dan tentang aborsi dan dampaknya terhadap perempuan di Indonesia. Kami ucapkan terimakasih kepada semua yang telah mengirimkan artikel.Tetaplah mengkontribusikan artikel Anda dan membantu pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur Indonesia! This month we are very happy to announce the 5th Eastern Indonesia Forum will be held in Ambon in November 2010. Improving on last year’s Forum and our continued promotion and search for smart practices in the pages of BaKTINews, we believe this year will be even better. We also announced the smart practices selected to be presented at the Forum meeting. Thank you to everyone who submitted their smart practice articles over the past year. We hope you agree with us that the practices selected are the “smartest of the smart”. This month’s edition also highlights some very creative communication initiatives, beginning with the first TEDxMakassar hosted by BaKTI, as well as the remarkable story of Radio Pikon Ane in Papua. We also have an article about child labor in Lombok and about abortion and the effects on women in Indonesia. Once again, thank you to everyone who sent articles. Keep sending them and help support knowledge-based development in eastern Indonesia!
Berkontribusi untuk BaKTINews Contributing to BaKTINews BaKTINews menerima artikel tentang informasi program pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan,dan teknologi tepat guna dari berbagai kalangan dan daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata, menggunakan Bahasa Indonesia maupun Inggris, ditulis dengan gaya populer. Artikel sebaiknya dilengkapi dengan foto-foto penunjang.Tim editor BaKTINews akan melakukan editterhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa.Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuksetiapartikel dimuat. BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles. Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat pos yang jelas dan disertai dengan kode pos melalui email
[email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, kami menganjurkan Anda untuk dapat mengambil sendiri BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja. To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization, position, HP number and email address) with full postal address to
[email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.
Smart Practices CHRISTY DESTA PRATAMA Design Visual & Layout ICHSAN DJUNAID
BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia dan Kanada. BaKTINews is published byThe BaKTI Foundation with support of the Government of Australia and Canada.
Pertanyaan dan Tanggapan Redaksi JI. DR.Sutomo No.26 Makassar 90113 P : 62-411-3650320-22 F :62-411-3650323 SMS BaKTINews 085255776165 E-mail:
[email protected]
Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia dan Kanada.
The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI, the Australia Indonesia Partnership, the Australian Government, Canadian International Development Agency or the Canadian Goverment.
Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook : www.facebook.com/yayasanbakti
1
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
DAFTAR ISI CONTENTS 1
Salam dari Makassar Greetings from Makassar
2
Tanggapan Anda Your Feedback
3
Radio yang Mengubah Kehidupan di Papua Life-Changing Radio in Papua
6
TEDX Makassar
8
Roadshow BaKTI di Ternate BaKTI Roadshow in Ternate
10 12 15
16 18
20
22
22
Perempuan dan Aborsi Women and Abortionsi
Ikhtiar Mengurangi Risiko Bencana, dari Hulu sampai Hilir DAS Benanain Disaster Risk Reduction Effort: Upstream to Downstream on Benanain River Universitas Negeri Papua Mempelopori Pendirian Pusat Penelitian Biodiversitas Indonesia Universitas Negeri Papua Pioneers the Establishment of the Indonesian Biodiversity Research Center
26
PengumumanForum Kawasan Timur Indonesia Ambon, 1-2 November 2010 Announcement The 5th Eastern Indonesia Forum Ambon, 1-2 November 2010 Peluang Opportunity
28
Batukar.info Update
29
Profil LSM Lembaga Studi Masyarakat Manna (LSM Manna) Papua
25
Sangat ingin bekerja: Pekerja Anak di Lombok Eager to Work: Child Labor in Lombok Semangat Berbagi Pengetahuan: Berbagi Pengalaman dan Diskusi tentang Kesehatan Sekolah oleh JICA dan BAPPEDA The Spirit of Knowledge Sharing: Experience Sharing and Discussion of School Health by JICA and BAPPEDA Batu Sandungan bagi Ketahanan Pangan Lombok Tengah Food Security Challenges in Central Lombok Sistem insentif dalam tata kelola pemerintahan: Cerita dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo Incentives in the system of governance: The Story of Boalemo District, Gorontalo
Pengarusutamaan Gender bagi Dosen Universitas Nusa Cendana,Kupang Gender Mainstreaming for Lecturers in Nusa Cendana University, Kupang
Events in BaKTI Info Book
TANGGAPAN ANDA YOUR FEEDBACK Salah satu hasil dari Sensus Nasional BPS 2010 adalah 10 provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi. Informasi ini BaKTI sebarkan melalui mailing list BaKTI dan mendapat tanggapan yang menarik dari para anggota milis. Berikut adalah email yang kami kirim dan tanggapannya. Sensus Nasional BPS 2010: 7 dari 10 provinsi yang angka kemiskinannya tertinggi ada di KTI. Sangat ironis, justru terjadi di wilayah dengan sumber alam melimpah. 1. Papua Barat 36,80 % 2. Papua 34,88 % 3. Maluku 27,74% 4. Sulawesi Barat 23,19 % 5. Nusa Tenggara Timur 23,03% 6. Nusa Tenggara Barat 21,55 % 7. Aceh 20,98 % 8. Bangka Belitung 18,94 % 9. Gorontalo 18,70 % 10. Sumatera Selatan 18,30%
kawasan timur indonesia?SDA yg melimpah belumlah menjamin kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat setempat....
Infomasi lengkap di/More information at: http://batukar.info/news/10-provinsi-paling-miskin-di-indonesia
More detail information can be downloaded at http://batukar.info/news/10-provinsi-paling-miskin-di-indonesia
Tanggapan Anggota Milis BaKTI/ From the BaKTI Mailing List Feizarina Fahmi
[email protected]
Feedback Date: Thu, 26 Aug 2010 14:45:50 +0700 From: Feizarina Fahmi
Sungguh membuat sedih di hati dengan kemerdekaan 65 tahun belum bisa mewujudkan apa yang menjadi cita cita bangsa ini sepert termaktub UUD 45. Sementara ada negara lain bisa bangkit dari keterpurukannya. Dimanakah yang salah bangsaku ?
It is makes me very sad, especially after being independent for 65 years, that we are unable to achieve our dreams as nation as stated in the Constitution. Other countries survived the economic crash. What is wrong with our country? Arfan Habibie <[email protected]> I’m terribly sad. Hearing such news, who is responsible for this? Why are most of the poorest provinces in eastern Indonesia? Rich in natural resources is not a guarantee of local community prosperity and welfare.
Arfan Habibie ([email protected]) aku sedih banget yach...menerima dan mendengar berita ini,siapa yg harus bertanggung jawab?knpa justru sbagian besar trdapat di
Agustus - September 2010
One result of the BPS National Census for 2010 showed the ten provinces with the highest poverty rates. BaKTI sent this information to the BaKTI mailing list and received some interesting responses. 2010 National Census: 7 of 10 of the poorest provinces are in eastern Indonesia. 1. West Papua 36.80% 2. Papua 34.88% 3. Maluku 27.74% 4. Sulawesi Barat 23.19% 5. Nusa Tenggara Timur 23.03% 6. Nusa Tenggara Barat 21.55% 7. Aceh 20.98% 8. Bangka Belitung 18.94% 9. Gorontalo 18.70% 10. Sumatera Selatan 18.30%
Volume V - edisi 59
2
RADIO YANG MENGUBAH KEHIDUPAN DI PAPUA Life-Changing Radio in Papua I
de awal pendiriannya sederhana saja:. untuk menghadirkan akses informasi bagi penduduk terpencil di wilayah This is a good/smart P e g u n u n g a n Te n g a h P a p u a , practice in: Indonesia. Namun survey terkini Komunikasi membuktikan bahwa Radio Pikon Ane Communication ternyata berperan lebih besar lagi, yaitu Pemberdayaan sebagai sarana yang sangat efektif Masyarakat Community dalam membangun wilayah tersebut. Empowerment Riset dilakukan dengan wawancara mendalam ter hadap puluhan pendengar Radio Pikon Ane dan orang-orang yang berperan dalam pendirian radio tersebut pada November 2009. Hasil riset mengungkap hal-hal unik dari sebuah realita kehidupan yang keras di salah satu wilayah paling tertinggal di Indonesia, sekaligus dampak luar biasa dari pendirian radio tersebut. Data menunjukkan Distrik Kurima tempat radio Pikon Ane berdiri sebagai salah satu wilayah termiskin di Indonesia. Separuh dari populasi distrik berada di bawah garis kemiskinan secara nasional. Kekurangan gizi biasa terjadi, dan kekurangan pangan menjadi hal yang rutin. Hanya 12% penduduk distrik yang lulus sekolah dasar. Di daerah di mana pelayanan masyarakat yang mendasar tidak tersedia, survey menemukan fakta bahwa Radio Pikon Ane hadir untuk menjawab masalah-masalah tersebut sekaligus meningkatkan kualitas kehidupan pendengarnya.
Praktik Cerdas di bidang
3
Agustus - September 2010
The initial idea was simple: provide access to information for residents in the remote area of Pegunungan Tengah, Papua, Indonesia. However, a recent survey shows that Radio Pikon Ane’s role is even larger, and is a highly effective tool in developing the area. Research and in-depth interviews were conducted with dozens of radio listeners of the Pikon Ane station and the people who played a role in the establishment of the station in November 2009. Research results reveal unique facts about the harsh reality of life in one of the most lagging regions in Indonesia, as well as the extraordinary impact of the radio station. Data show that Kurima sub-district, the home of Pikon Ane, is one of the poorest regions in Indonesia. Half the population of the sub-district lives under the national poverty line. Nutritional deficiencies are common and food shortages are routine. Only 12% of the population has had elementary school education. In areas where basic public services are not available, the survey found that Radio Pikon Ane was able to provide answers to problems while improving the quality of life of its listeners. For farmers, the point at which they sell their agricultural products to the market is critical to their livelihoods. But during this time they are often unable to act against the unilateral actions of middlemen who apply low prices. By broadcasting information on prices of agricultural and plantation goods being offered in the capital of the province, the station became a tool for farmer groups to coordinate over the 'air'. Radio Pikon Ane has improved the farmers’ selling power and enhanced their ability to determine the price of their goods.
Volume V - edisi 59
Bagi masyarakat petani penjualan hasil perkebunan ke pasar menjadi titik yang sangat menentukan untuk mendapat penghasilan. Tetapi selama ini mereka tidak mampu berbuat apa-apa terhadap tindakan sepihak para tengkulak yang menerapkan harga rendah. Dengan menyiarkan informasi harga-harga hasil pertanian dan perkebunan yang berlaku di ibu kota provinsi, dan menjadi alat kelompok-kelompok tani untuk berkoordinasi melalui ‘udara’, Radio Pikon Ane telah memperbaiki daya jual petani dan meningkatkan kemampuan mereka untuk ikut menentukan harga. Radio Pikon Ane juga berperan penting dalam bidang kesehatan masyarakat bagi distrik yang tidak memiliki fasilitas kesehatan mendasar ini. Tingkat kematian ibu dan anak tinggi, setengah populasi distrik menderita penyakit infeksi saluran pernafasan, dan hampir 100% menderita diare setiap tahunnya. Radio Pikon Ane mencoba mendidik masyarakat tentang kesehatan. Seorang perempuan yang diwawancara dalam rangka riset menjelaskan “Radio sering mengingatkan kami untuk mencuci tangan sebelum makan…karena kita bisa sakit…” Papua adalah provinsi di Indonesia dengan tingkat penularan HIV/AIDS tertinggi, untuk itu radio juga berperan vital dalam meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap penyakit tersebut. Seorang pria setempat berkata kepada tim riset “Saya sudah dengar tentang HIV/AIDS di radio.
Pikon Ane Radio also played a role in the field of public health for sub-districts which do not have basic health facilities. The maternal and child death rates are high, half the population of the sub-districts suffers from respiratory tract infections, and nearly 100% suffer from diarrhea each year. Radio Pikon Ane tries to educate the public about health. One woman interviewed explained that "the radio often reminded us to wash our hands before eating because otherwise we get sick ." Papua is a province in Indonesia with a the highest transmission rate of HIV / AIDS and Piko Ane also plays a vital role in improving consciousness and awareness of the disease. A local man told the research team, "I've heard about HIV / AIDS on the radio. The program was talking about how dangerous the disease is, and how we can catch and pass it to our wives. We must be cautious and keep our families safe." Another breakthrough which was unexpected was the growing awareness and acceptance among both men and women regarding women's emancipation.
RINGKASAN HASIL SURVEY Summary of Survey Results
S
ebuah penelitian untuk menggambarkan dampak kehadiran Radio Pikon Ane bagi masyarakat di daerah Kurima, Kabupaten Yahukimo diadakan pada bulan Oktober dan November 2009. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal berikut. Radio Pikon Ane membuka akses informasi yang lebih luas. Mendengarkan siaran Radio Pikon Ane, masyarakat Kurima dapat mengetahui apa yang terjadi di Kurima, Papua, bahkan Jakarta. Siaran Radio Pikon Ane menjadi media pembelajaran. Masyarakat belajar dari kemajuan yang telah dicapai masyarakat di daerah lain. Mereka juga menjadi terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia setelah tiap hari mendengarkan Radio Pikon Ane. Masyarakat Kurim dapat bertukar informasi lebih cepat. Lewat Radio Pikon Ane, berita tentang adanya wabah penyakit, pencurian di kebun, hingga harga barang dan sayur mayur, lebih cepat diketahui oleh masyarakat dan membantu mereka melakukan antisipasi dan penanganan yang diperlukan.
A study to illustrate the impact of the presence of ANE Pikon Radio on the community in Kurima, Yahukimo was held in October and November 2009. Results show the following points. Radio Pikon Ane opens wider access to information Listening to radio broadcasts from Pikon Ane, Kurima community members can know what is happening in Kurima, Papua, and even Jakarta . Radio Pikon Ane is a medium for learning. The community learns from the progress achieved in other areas.They also become more accustomed to using Indonesian after listening to Radio Pikon Ane every day. Kurim communities can exchange information more quickly. Through Radio Pikon Ane, news about the outbreak of disease, theft, and the price of goods and vegetables, is more quickly known by the public and helps them to anticipate and manage the issues
Radio Pikon Ane menjadi sarana kontrol bagi masyarakat. Masalah ketiadaan guru di Anyelma mendapat repon penanganan dari Dinas Pendidikan Yahukimo setelah diinformasikan melalui radio ini.
Radio Pikon Ane as a means of monitoring for the community. The problem of the lack of teachers in Anyelma got an immediate response from the Education Department after it was broadcast.
Masyarakat terpicu untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Setelah mendengarkan mendengarkan aneka sosialisasi melalui Radio Pikon Ane, masyarakat mulai menyadari pentingnya pendidikan, menjaga kebersihan dan kesehatan, hingga perlindungan terhadap hak-hak perempuan.
Radio Pikon Ane improves the quality of community life. After listening to the radio, the public began to realize the importance of education, maintaining cleanliness and health, and protection of the rights of women.
Masyarakat menggunakan Radio Pikon Ane untuk meningkatkan perekonomian mereka. Masyarakat membentuk Perkumpulan Petani Wortel dan menyebarkan informasi terkait harga wortel dan teknik-teknik bercocok tanam wortel yang dapat meningkatkan kualitas produksi mereka.
Community uses Radio Pikon Ane to improve the economy. The Carrot Farmers' Association formed and disseminates information related to the price of carrots and planting techniques that carrots can improve the quality of their production.
Tim peneliti/Research Team : Eriyanto (peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia, penulis buku tentang media dan komunikasi), Esti Wahyuni (peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan ekonomi dan Sosial)
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
4
Program itu bicara tentang betapa bahayanya penyakit itu, dan bagaimana kita bisa tertular dan menularkannya kepada istri-istri kita. Kita harushati-hati dan menjaga keluarga kita” Gebrakan lain yang tidak terduga sebelumnya adalah tumbuhnya kesadaran dan penerimaan di antara laki-laki dan perempuan tentang emansipasi perempuan. Pendengar setia Radio Pikon Ane, Kores Weitipo menjelaskan bagaimana program acara radio tentang hak-hak perempuan telah mengubah perilakunya. “Saya dengar (program acara itu), dan banyak perkataan mereka yang masuk akal. Sekarang saya tidak lagi memukuli istri saya…Banyak lakilaki disini yang tidak mengerti hak-hak perempuan. Banyak yang suka memukul istri mereka sendiri. Seharusnya ada banyak program tentang hakhak perempuanjadi laki-laki bisa mengerti.” Dampak positif keberadaan Radio Pikon Ane di berbagai bidang sangat menggembirakan, namun kesuksesan yang paling berkesan adalah membuat sekolah lokal yang sebelumnya telah tutup selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dibuka dan aktif kembali. Laporan mengenai hampir lumpuhnya sistem pendidikan di daerah tersebut akibat ketiadaan guru yang membolos tidak pernah mendapatkan respon dari pejabat yang berwenang. Namun, setelah kondisi tersebut disiarkan oleh Kantor Berita Radio 68H secara nasional dinas pendidikan setempat akhirnya bertindak. Mereka memanfaatkan radio juga untuk memanggil guru-guru dengan cara menyiarkan peringatan bahwa para guru yang tidak kembali bekerja akan diganjar sanksi administratif. Cara ini berhasil. “Lokasi yang terpencil dan tidak berkembang membawa banyak tantangan saat mendirikan radio ini.” Ujar Santoso, Direktur Utama KBR68H. “Bahkan kami harus mendirikan pembangkit listrik mikrohidro agar ada listrik. Tapi kami bangga dengan hasil kerjasama dengan para penduduk setempat.” Eni Mulia, Direktur Eksekutif Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), lembaga yang bersama-sama KBR68H membangun Radio Pikon Ane menyatakan,“Radio Pikon Ane yang berhasil membuat perubahan positif dan kemajuan nyata bagi warga bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain yang masih berjuang untuk mempercepat proses pembangunan. Tidak hanya mengandalkan tindakan pemerintah, warga yang ingin maju bisa berupaya untuk akhirnya mampu menjadi partner pemerintah dan juga pengawas jalannya pemerintahan yang efektif dan bersih.” Radio Pikon Ane didirikan pada September 2007 oleh satu-satunya kantor berita radio independen di Indonesia KBR68H, dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), sebuah lembaga non profit yang didirikan untuk profesionalisme media dan membuka akses informasi di daerah terisolir, dengan dukungan Media Development Loan Fund (MDLF) dan Pemerintah Kerajaan Belanda.
A loyal listener of Pikon Ane, Kores Weitipo explained how radio programs about women's rights have changed behavior. "I heard (that program), and many words made sense. Now I no longer beat my wife. Many men here do not understand women's rights. Many like to beat their wives .There should be a lot of programs about women's rights so men can understand." The positive impact from Radio Pikon Ane in various fields is very encouraging, but the most memorable success is the local schools that previously had been closed for months and even years are now open and active again. The report on the nearly paralyzed education systems in the area, due to lack of teachers who play truant, never received a response from the authorities before. However, after the situation was broadcast by the Radio 68H News Agency, the national local education department finally acted. They also utilized the radio to reach teachers by way of broadcast and warn them that teachers who did not return to work would be sanctioned by the department. It worked. "The remote location brought many challenges when we were developing this radio station,” said Santoso, President Director of KBR68H. "Even our power had to be generated by building microhydro power plants because there was no electricity. But we are proud of the result of cooperation with the local people. " Eni Mulia, Executive Director of the Nusantara Association of Media Development (PPMN), an institution which jointly developed Radio Pikon Ane with KBR68H, stated, "Radio Pikon Ane managed to make positive changes and real progress for the citizens and can be an inspiration for other regions still struggling to accelerate development processes. Not relying on government action, residents who want progress can endeavor to become partners of government and monitors of the road to effective and clean governance. " Radio Pikon Ane was founded in September 2007 by the independent radio news station in Indonesia KBR68H, and the Nusantara Association of Media Development Media Nusantara (PPMN), a non-profit institution established to uphold the professionalism of the media and open access to information in isolated areas, with the support of the Media Development Loan Fund (MDLF) and the Government of the Kingdom of the Netherlands.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Santoso, Direktur Utama KBR68H HP: 0811149916 Eni Mulia, Direktur Eksekutif PPMN HP: 0816942178 Anda bisa mengunduh hasil survey lengkap di / Download the survey results at: (Bahasa Indonesia) http://www.ppmn.or.id/index.php?option=com_banners&task=cl ck&bid=6&lang=en (Bahasa Inggris) http://www.mdlf.org/attachment/000000064.pdf?g_download=1 Video klip (bahasa Indonesia dengan teks bahasa Inggris) tentang Radio Pikon Ane bisa dilihat di/ View a video about Radio Pikonane at : http://www.mdlf.org/en/main/multimedia/171
Jangan tutup pintu maaf, dihari yang penuh maaf dan ampunan... agar kembali fitrah.
Keluarga Besar Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia dan Forum Kawasan Timur Indonesia Mengucapkan
Selamat Hari Raya
Idul Fitri 1 Syawal 1431 H
Minal Aidin Wal Faizin 5
Agustus - September 2010
Mohon Maaf Lahir dan Batin Volume V - edisi 59
Menarikan tari berjudul Kalengku (Diriku), Andi Ummu Tunru menceritakan perjalanan hidupnya diiringi alunan rebab Dg. Basri, suami tercinta yang setia mendukung dan menguatkan.“Mimpi saya adalah para praktisi seni juga sejajar dengan profesi lain seperti arsitek, dokter, atau birokrat.. dan kegiatan kesenian dapat kembali diaktifkan, lebih banyak sanggar dan ruang untuk berkesenian di Makassar” Dancing a piece called Kalengku (Diriku), Andi Ummu Tunru told the story of her life to music played by her husband, Dg. Basri, who has faithfully supported and given her strength.“My dream is that performers will be considered equal to other professions, such as architects, doctors, or bureaucrats, and that the performing arts will be reborn, with more companies and spaces for the arts in Makassar”
Oleh Victoria Ngantung
A
pa yang menginspirasi Anda dalam mengerjakan suatu karya yang luar biasa dan mengapa itu layak untuk disebarluaskan? Pertanyaan ini dijawab di TEDxMakassar oleh enam figur yang mendedikasikan dirinya dalam berbagai bidang. Motivasi, kegigihan, dan ide mereka memukau hampir seratus orang yang memadati halaman belakang Kantor BaKTI, Makassar. TEDx adalah sebuah diskusi untuk berbagi ide yang layak disebarluaskan. TEDx merupakan bagian dari diskusi global bertajuk ’TED’ yang menampilkan berbagai figur dari tiga bidang yang membentuk masa depan dunia, yakni Technology, Entertainment, dan Design. Pada akhir Juli kemarin, Makassar menjadi kota ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Ubud, yang menyelenggarakan diskusi TEDx.
Agustus - September 2010
What inspires you to do outstanding work and why it is worthy to be communicated and disseminated? This question was answered in TEDxMakassar by six people who have dedicated themselves to their professions and passions. Their motivation, persistence, and riveting ideas were presented to nearly a hundred people who crowded into the back yard of BaKTI in Makassar. TEDx is about “ideas worth sharing”. TEDx is part of a global event called 'TED' which presents various speakers in the three areas that shape the future of the world: Technology, Entertainment, and Design. At the end of July, Makassar became the third city in Indonesia after Jakarta and Ubud to hold a TEDx event.
Volume V - edisi 59
6
Syaifullah Dg. Gassing tentang bagaimana blogger membangun komunitas kreatif Syaifullah Dg. Gassing speaking on how bloggers develop creative communities
Yosi Karyadi tentang Obrolan Warung Kopi Mercurius mengungkat rahasia di balik keberhasilan talkshow ini : visi, gizi, dan konsistensi Yosi Karyadi on the secret behind the success of the Mercurius Coffee Shop Discussions
Arfan Sabran “Saat kita memberi kamera kepada anak-anak di daerah pasca konflik, apa yang direkam dan dikomunikasikan oleh mereka sungguh membuka mata kita akan berbagai hal terlupakan yang membutuhkan perhatian kita: trauma dan hak-hak dasar mereka yang terserabut” “When we gave cameras to children in post-conflict areas, what they recorded and wanted to communicate really opened our eyes to many forgotten things that need our attention: trauma and violations of their basic rights”
Tema yang diangkat dalam TEDxMakassar adalah Komunikasi Kreatif. Dimulai dengan menampilkan dua presentasi memukau dari David Griffin, seorang editor foto majalah Luna Vidya “Mementaskan monolog adalah National Geographic, dan Amy Tan, sebuah terapi bagi saya, seorang seorang novelis, TEDxMakassar perempuan, ibu yang bekerja dan dilanjutkan dengan presentasi dari mencintai keluarga” Luna Vidya “Performing monologues is blogger Syaifullah Dg. Gassing, a type of therapy for me, as a woman, pencetus Obrolan Warung Kopi mother, as someone who works and Mercurius, Yosi Karyadi, maestro tari loves her family” tradisional, Andi Ummu Tunru, dokumentaris Arfan Sabran, dan fasilitator kreatif, Dani Wahyu Munggoro, dan ditutup oleh penampilan monolog yang luar biasa oleh Luna Vidya, seorang pemain teater dan konsultan komunikasi. Mempersembahkan diskusi TEDxMakassar adalah sebuah pengalaman menarik bagi BaKTI yang untuk pertama kalinya menggaet Kiri Depan dan Rumah Ide, dua lembaga kreatif yang berani tampil beda. Mempersiapkannya dan melihatnya sukses besar menjadi pengalaman tak terlupakan dan membuat tidak sabar Menjadi kreatif a la Dani Wahyu Munggoro: ubah cara untuk mengulanginya lagi segera!
berpikir Anda! Becoming creative a la Dani Wahyu Munggoro: change the way you think!
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION
The theme of TEDxMakassar was Creative Communication. The evening began with showing two fascinating presentations from previous TED events: the first from David Griffin, a National Geographic magazine photo editor, and the second from Amy Tan, a novelist. Then the TEDxMakassar presentations began, beginning with blogger Syaifullah Dg. Gassing; then the founder of the Mercurius Coffee Shop Discussions, Yosi Karyadi; traditional dance maestro, Andi Ummu Tunru; documentary maker Arfan Sabran; creative facilitator, Dani Wahyu Munggoro; and finally the extraordinary monologue performance by Luna Vidya, an actor and communications consultant. The TEDxMakassar discussions was an interesting experience for BaKTI who teamed up for the first time with Kiri Depan and Rumah Ide, two creative organizations who dare to be different. Preparing for it and seeing it become a huge success was an unforgettable experience and we can't wait to do it again soon!
Zainal Beta mengabadikan TEDxMakassar dalam sebuah lukisan tanah liat yang mengagumkan sementara Muhary mengajak peserta untuk merangkai puisi bersama Zainal Beta immortalized TEDxMakassar in a painting using clay while Muhary invited particpants to participate in a joint poem
[email protected]
7
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
Roadshow BaKT Roads BaKTI KTI KT T di Ternate BaKTI Roadshow in Ternate Oleh Akram Zakaria
M
elanjutkan Roadshow Yayasan BaKTI di Kendari dan Manado, kali ini Yayasan BaKTI berkunjung ke Kota Ternate di Maluku Utara. Masih dengan tujuan yang sama yakni memperkenalkan BaKTI dan layanannya sekaligus menjadi ajang temu langsung dengan mitra BaKTI di Ternate. Acara berlangsung tanggal 27 Juli 2010 bertempat di Aula Lantai 4 Gedung Perpustakaan Universitas Khairun (UNKHAIR). Acara pengenalan BaKTI dan diskusi Praktik Cerdas KTI dipadati oleh sekitar 50 peserta peserta yang adalah perwakilan Dinas Kehutanan Ternate, KADIN Ternate, pengajar dan peneliti dari UNKHAIR, dan LSM setempat yang antusias dalam mengikuti sesi presentasi. Acara dibagi ke dalam Pengenalan BaKTI dan Diskusi Praktik Cerdas Kemitraan Hutan Lestari Lambusango yang dipresentasikan pada pertemuan Forum KTI IV 2009 lalu. Berikut adalah cinderamata yang kami bawa dari kota Ternate.
Interview di Radio Master FM diisi perbincangan menarik tentang bagaimana BaKTI bekerja sebagai media pertukaran pengetahuan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. The Radio FM interview included an interesting discussion of how BaKTI is a media for development related information and knowledge in eastern Indonesia
Agustus - September 2010
Continuing the BaKTI Foundation Roadshow, which first went to Kendari and Manado, this time BaKTI visited Ternate in North Maluku. BaKTI went with the same goals: to introduce its services and to meet directly with BaKTI partners in Ternate.The event took place on July 27, 2010 at the Auditorium on the 4th Floor of the Library, University Khairun (UNKHAIR). The event included an introduction to BaKTI and a discussion on Eastern Indonesia Smart Practices and was attended by about 50 participants representing the Forestry Department of Ternate, Ternate Chamber of Commerce, teachers and researchers from UNKHAIR, and local NGOs. All were enthusiastic during the sessions. After the introduction to BaKTI, a discussion on the Lambusango Sustainable Forest Partnership smart practice was held. This smart practice was presented at the meeting of Eastern Indonesia Forum IV in 2009. Participants who attended received the latest BaKTINews, the Identification, Documentation and Promotion of Smart
Ivan A. Hadar, aggota Pokja Forum KTI wilayah Maluku Utara menekankan peran penting BaKTI dalam mendorong pembangunan berbasis pengetahuan di Kawasan Timur Indonesia. Melalui roadshow ini, BaKTI dapat merangkul lebih banyak stakeholder untuk bekerjasama membangun KTI. Ivan A Hadar, member of the Eastern Indonesia Forum Working Group for North Maluku, emphasizes the important role of BaKTI in encouraging knowledge-based development in eastern Indonesia. Through the roadshow event, BaKTI brings more stakeholders together to cooperate for eastern Indonesian development
Volume V - edisi 59
8
Direktur Eksekutif BaKTI, Caroline Tupamahu menjelaskan tentang Yayasan BaKTI dan bagaimana BaKTI bekerja. Dukungan dari mitra pembangunan lokal sangat penting bagi BaKTI dalam menjalankan misinya. Executive Director of BaKTI, Caroline Tupamahu, elaborates about BaKTI and how BaKTI works. Support from local development partners is vital to carrying out BaKTI’s mission.
Akram Zakaria menjelaskan Batukar.Info adalah produk online terkini BaKTI yang merupakan pendekatan baru dalam mendorong pertukaran pengetahuan antar pelaku pembangunan. Menjadi bagian dari komunitas online di Batukar.Info memungkinkan pengguna berinteraksi dengan pengguna lain dalam forum diskusi, mengirim tulisan dan mengkases berbagai informasi pembangunan terkini dari Kawasan Timur Indonesia. Akram Zakaria explains about Batukar.Info, the newest online product from BaKTI and a new approach in encouraging knowledge exchange between development stakeholders. Joining the online community at Batukar.Info allows users to interact with other users in online forums, post articles, and access up-to-date information about development in eastern Indonesia
Peserta yang hadir mendapatkan oleh-oleh berupa BaKTI News terbaru, Buku Panduan Identifikasi, Dokumentasi, dan Promosi Praktik Cerdas dan Buku Sejarah Kepulauan Maluku yang diterbitkan oleh BaKTI. Di akhir acara, beberapa peserta menyatakan kesediaannya untuk ikut dalam layanan BaKTI, baik itu sebagai penerima BaKTI News, menjadi kontributor untuk BaKTI News dan menjadi anggota dari media pertukaran pengetahuan online, batukar.info. Sehari sebelum menggelar acara roadshow, Tim BaKTI juga berkesempatan untuk memperkenalkan BaKTI kepada pendengar radio di Ternate melalui acara “Satu Jam Bersama”, salah satu acara TalkShow Live di Radio Master FM. Kami mengucapkan terimakasih atas sambutan yang hangat dan bersahabat dari crew Radio Master FM dan seluruh peserta Roadshow BaKTI di Ternate.
Program Konservasi Hutan Lambusango, yang dilaksanakan oleh Operation Wallacea Trust berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan hutan dan juga mendorong pengembangan bisnis pedesaan melalui pembentukan Lembaga Ekonomi Desa, sebagaimana dijelaskan Edi Purwanto dalam Diskusi Praktik Cerdas. The Lambusango Forest Conservation Program, implemented by Operation Wallacea Trust, has successfully raised awareness in the community of forest conservation and has also encouraged the development of local businesses through the establishment of the Village Economy Institution. This was explained in detail by Edi Purwanto during the Smart Practice discussion.
Practices Handbook, and the History of Maluku Islands, a book published by the BaKTI. At the end of the event, participants expressed willingness to participate, either as recipients of BaKTINews, contributors to BaKTINews, or as members of the online knowledge exchange, Batukar.Info. The day before the a roadshow event, the BaKTI team also had the opportunity to introduce BaKTI to radio listeners in Ternate through the "One Hour Together" show, a talk show on Master FM Radio. We thank you for the warm and friendly welcome from the crew of Master FM Radio and all the participants of the BaKTI Roadshow in Ternate.
Peserta Roadshow BaKTI di kota Ternate tampak antusias mengikuti seluruh sesi presentasi tentang Yayasan BaKTI. BaKTI Roadshow Participants in Ternate were enthusiastic in following all presentations about BaKTI Foundation.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION [email protected]
9
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
Perempuan dan Women and Abortions Oleh Sartika Nasmar dan Inna Hudaya
P
erempuan selalu dikait-kaitkan pada setiap permasalahan aborsi. Bahkan, perempuan kerap dijadikan sebagai pelaku ketika kasus aborsi terkuak di media massa. Perempuan akan mendapatkan perlakuan negatif melalui penghakiman sebagai orang yang minim akan moral dan etika atau orang yang penuh dengan dosa. Tak banyak yang memahami isu aborsi sebagai sebuah permasalahan global. Aborsi tidak hanya melibatkan satu orang yakni perempuan sebagai orang yang ditubuhnya terdapat rahim, tapi ini adalah persoalan kita bahkan negara. Aborsi menjadi salah satu fenomena sosial yang semakin sering terjadi di Indonesia. Data WHO pada tahun 2003 menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi per tahun terjadi di Indonesia. Data ini diperoleh dari Puskesmas, Rumah Sakit, dan berbagai lembaga medis lainnya di Indonesia, dan belum mencatat kasus aborsi yang terjadi di luar dari tempat-tempat tersebut, seperti aborsi yang dilakukan secara tradisional di tempat-tempat tersembunyi atau di dukun. Sungguh bisa dipastikan bahwa jumlah aborsi tentunya lebih tinggi dari angka tersebut. Prihatin terhadap maraknya kasus aborsi di Indonesia, SAMSARA terpanggil untuk menangani permasalahan aborsi. Kami menyediakan beberapa program yakni konseling dan pendampingan untuk pra dan paska aborsi, termasuk melakukan advokasi, edukasi, serta penelitian. Hingga saat ini, dalam konseling dan dilakukan, kami banyak menangani klien baik perempuan maupun laki-laki dari Kawasan Barat dan Tengah Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang pernah melakukan aborsi atau orang yang dekat dengan isu aborsi serta mereka yang mengalami permasalahan Kehamilan Yang Tidak Direncanakan (KTD). Selain itu, dalam kegiatan advokasi dan edukasi dengan perspektif Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi, kami memberi penguatan tidak hanya perempuan namun juga laki-laki. Memasuki Agustus 2010, kami berupaya untuk dapat menjangkau lebih banyak perempuan dan laki-laki yang membutuhkan informasi mengenai isu aborsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). SAMSARA Goes to Makassar Kota Makassar, salah satu gerbang ke Kawasan Timur Indonesia, adalah kota pertama yang kami kunjungi. Bahagia rasanya akhirnya SAMSARA bisa melakukan sosialisasi dan edukasi di Kawasan Timur Indonesia. Dalam rangkaian
Agustus - September 2010
Women are closely tied to the issues of abortion. In fact, women often are painted as the perpetrators when abortion cases are uncovered in the mass media. Women receive negative treatment and are painted as persons with poor judgment, morals and ethics and a person who is full of sin. There's not much understanding of the global issue of abortion. Abortion does not just involve one person, namely the woman with a uterus, but it is our collective problem and even that of the state. Abortion is a growing social phenomenon in Indonesia. WHO Data in 2003 showed 2.3 million abortions per year in Indonesia. This data was obtained from health centers, hospitals, and various other medical institutions in Indonesia, and does not recorded abortions that take place outside the system, such those traditionally performed underground or by traditional healers. The true number of abortions is undoubtedly higher. Concerned about the proliferation of abortions in Indonesia, Samsara was drawn to the issue and provides counseling and mentoring programs for pre and post-abortion, including advocacy, education, and research. Recently, Samsara clients, both women and men, have mainly come from the western and central regions of Indonesia. They are people who have had abortions or who are close to the issue of abortion and those who have experienced an unplanned pregnancy (KTD). In addition to advocacy and educational activities regarding Sexuality and Reproductive Health, we're providing support to both women and men. As of August 2010, we are striving to reach more women and men who need information on the issue of abortion in eastern Indonesia (KTI). Samsara Goes to Makassar Makassar, as a gateway to eastern Indonesia, was the first city we visited. Samsara is very pleased to be undertaking socialization and education in eastern Indonesia. In a series of discussions in Makassar, Samsara promoted and provided information on abortion using the perspective of Sexuality and Reproductive Health. We hope that the efforts to expand this program to Makassar can help even more people who need information about this issue. We held discussions in several different places: in the Taman Macan with young people, Fajar University Campus with students and activists from Komunitas Sehati dan Komunitas
Volume V - edisi 59
10
diskusi di Makassar ini, SAMSARA mempromosikan dan menyediakan informasi mengenai aborsi melalui perspektif Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi. Kami berharap, upaya mengembangkan program ini ke Makassar dapat membantu lebih banyak lagi orang yang membutuhkan informasi mengenai isu ini. Berbagai diskusi kami lakukan di beberapa tempat berbeda. Mulai dari Taman Macan bersama orang-orang muda, Kampus Universitas Fajar bersama mahasiswa dan aktivis Komunitas Sehati dan Komunitas Perempuan Serumpun (KIPAS), dan Kantor BaKTI bersama beberapa pekerja sosial dari organisasi dan lembaga sosial yang ada di Makassar. Dengan melihat audiens yang kami undang untuk menghadiri Diskusi, kami menentukan dua tema berbeda, yakni Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi untuk didiskusikan bersama mahasiswa dan mahasiswi serta pekerja untuk komunitas dan tema Perempuan dan Aborsi untuk dibahas bersama para pekerja sosial. Banyak pertanyaan dasar mengenai Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi yang diajukan dalam setiap diskusi yang digelar. Isu Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi memang belum banyak dibicarakan di masyarakat umum, begitu pula Aborsi yang masih dikategorikan sebagai sebuah tema pembicaraan yang sensitif. Selama ini kita semua tidak dibiasakan untuk belajar memahaminya lebih jauh. Setiap mengawali diskusi, kami selalu mencari tahu bagaimana peserta diskusi memahami kata seks. Tidak mengherankan lagi bagi kami saat hampir semua tanggapan yang kami terima menunjukkan betapa peserta diskusi memahami seks sebatas hubungan seks, sesuatu yang tabu atau sesuatu yang dekat dengan kenikmatan, hal-hal yang ‘kotor’ bahkan sesuatu yang didefinisikan sebagai sebuah kebebasan dalam konotasi negatif. Kami selalu sadar dan siap merespon dengan keyakinan bahwa persepsi tentang seks bagi sebagian besar masyarakat kita, terutama orang muda, masih perlu dibenahi agar kita tidak lagi memandang kata itu sebagai sesuatu yang tidak sopan ketika dibicarakan. Tapi, memahaminya sebagai sebuah ilmu pengetahuan dimana setiap orang bisa diberikan pemahaman untuk lebih mengenali tubuh dan setiap perubahannya. Serta, memberikan otoritas dan kontrol atas tubuh mereka. Diskusi bertema Perempuan dan Aborsi berlangsung di sebuah ruang terbuka dan menyenangkan di kantor Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) dihadiri oleh 15 orang yang berasal dari beberapa lembaga yakni Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI) Sulsel, LBH-P2I, YAPERMATA, Global Inklusi Perlindungan AIDS Sulsel, dan Komunitas Sehati Makassar. Diskusi berlangsung selama dua jam dan banyak membahas isu perempuan dan aborsi dari banyak perspektif, mulai dari Hak Azasi Manusia, Kesehatan Reproduksi, Agama, Hukum dan lain-lain. Ini menarik karena kami banyak mendapatkan hal-hal baru dari diskusi tersebut. Melihat lebih jauh mengenai permasalahan aborsi, perempuan seharusnya tidak hanya diasumsikan sebagai pelaku namun juga sebagai korban. Korban atas minimnya informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi serta tidak meratanya akses pelayanan kesehatan terhadap perempuan. Selain itu, banyak perempuan yang melakukan aborsi bukan karena keputusan mereka melainkan beban yang diberikan kepada mereka dari pasangan, keluarga bahkan masyarakat akibat buruknya persepsi sosial mengenai aborsi. Perempuan muda, tidak menikah, berpenghasilan rendah, berpendidikan rendah dan berada di daerah pedesaan adalah mereka yang paling terkena dampak paling parah ketika menghadapi pilihan aborsi. Pada kelompok ini, aborsi tidak aman adalah pilihan yang tersedia dengan mudah dan murah. Sementara itu, layanan aborsi ilegal dan tidak aman menjadi lahan yang sangat subur bagi para penyedia layanan aborsi yang tidak bertanggung jawab dan hanya mencari untung dari kesulitan bertumpuk yang dialami perempuan. Penjualan obat aborsi yang meminta transfer uang banyak berakhir dengan penipuan. Dalam posisi ini, perempuan tidak memiliki perlindungan hukum untuk menuntut hak mereka. Diskusi yang menarik ini bersama-sama menyatukan persepsi untuk melihat bahwa perempuan adalah korban. Seharusnya laki-laki dan perempuan punya peran dan tanggung jawab yang sama dalam permasalahan aborsi. Begitu pula negara yang memiliki tanggung jawab besar dimana adanya ketidakseimbangan kebijakan dalam mencari solusi permasalahan aborsi.
Perempuan Serumpun (KIPAS), and at BaKTI with social workers from organizations and social institutions in Makassar. By looking at the audience invited to attend the discussions, we could define two different themes, namely Sexuality and Reproductive Health during the discussion with students and community activists, and the theme of Women and Abortion for the social workers. Many basic questions about sexuality and reproductive health were broached at every discussion held. Sexuality and reproductive health issues are not often discussed in public and abortion are still categorized as a sensitive issue to discuss. So far, not all of us have been able to learn about the issue in depth. At each discussion session, we always inquire as to how the participants understand the word sex. It’s not surprising for us when almost all the responses we receive show just how limited the understanding of participants regarding sex is limited to sexual relations, a taboo, or enjoyment, something 'dirty' and even as something that is defined as a freedom with a negative connotation. We are always aware and ready to respond that perceptions of sex for most of society, especially young people, still need to be addressed so that we no longer view it as something that is not polite if spoken about. Instead, it should be understood as a science in which every person can be given a better understanding of their body and identify any changes that occur., thus giving people authority and control over their bodies. The discussion of the theme of Women and Abortion was held in an open and relaxedspace in the office of the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI) and it was attended by 15 people from several institutions, including the Disabled Women's Association of Indonesia (HWPCI) of South Sulawesi, LBH-P2I, YAPERMATA, Global Inclusion AIDS Protection of South Sulawesi, Sehati Community Makassar. The discussion lasted for two hours and covered women's issues and abortion from many perspectives, ranging from human rights, reproductive health, religion, law and others. It was interesting because we learned many new things from the discussions. Examining the issues of abortion, women should not be assumed to be perpetrators but victims; victims of the lack of information about sexuality and reproductive health, as well as poor access to health services for women. In addition, many women who have abortions do so not because of their own choice, but because of the burden passed to them from partners, families and even communities because of social perceptions of abortion. Young women, unmarried, with low incomes, poorly educated and residing in rural areas are those most affected when faced with a choice of abortion. In this group, unsafe abortion is a choice that is easily and inexpensively available. Meanwhile, illegal and unsafe abortions are very fertile land for the abortion providers who not responsible and only make a profit from the many difficulties experienced by women. Requesting upfront money transfers for abortion drugs ends up creating a lot of scams. In this position, women have no legal protection of their rights. Within the discussion, we hope to consolidate the perception that women are the victims and that men and women have the equal roles and responsibilities in dealing with abortion. Similarly, countries have a great responsibility where there is an imbalance of policy in finding a solution to the problems surrounding abortion.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION SAMSARA Hotline : 081 9889 240 - Email : [email protected] - Website : http://samsara.or.id - http://samsaraindonesia.blogspot.com
11
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
SANGAT INGIN BEKERJA: PEKERJA ANAK DI LOMBOK
Eager to Work: Child Labor in Lombok Oleh Maria Florencia Amigo
S
elama musim tembakau, Isa bergegas pulang ke rumah seusai sekolah, cepat-cepat menyantap makan siang, dan langsung berangkat kerja, menghabiskan hari mengikat daun-daun tembakau dan diletakkan di tungku untuk dikeringkan. Masih berseragam sekolah, ia duduk bekerja dengan sabar hingga hari gelap. Ia mengatakan dapat bekerja lebih lama jika ia bisa, namun tidak memungkinkan untuknya tanpa cahaya yang cukup. Isa baru berumur delapan tahun. Isa diberi upah berdasarkan jumlah gulungan yang dibuatnya, jadi semakin banyak gulungan daun tembakau yang diikatnya, semakin banyak pula uang yang diperolehnya. Setiap sore ia dapat memperoleh Rp. 8.000. Ia menyisihkan Rp. 1.000 untuk tabungannya, dan memberi sisanya kepada orangtuanya untuk membantu membiayai keperluan keluarga. Kedua kakak isa juga mendapatkan uang selama musim tembakau, begitu pula kebanyakan temanteman sekolahnya. Isa menjalani hidup dalam konteks ekonomi ia hampir tak berpengaruh. Ia tergolong miskin, dan bekerja di perkebunan tembakau adalah satu-satunya yang dapat ia lakukan. Uang yang dibawanya ke rumah adalah hal terpenting untuk kelangsungan hidup keluarganya. Isa juga dapat menyimpan uang untuk dirinya sendiri dan memutuskan bagaimana memanfaatkannya, meminjamkannya atau menabungnya.
Agustus - September 2010
During the tobacco season, Isa rushes home after school at noon, has a quick lunch, and goes straight to work, where she spends the afternoon tying tobacco leaves onto poles to be placed in the kilns for drying. Still dressed in her school uniform, she sits patiently working until it gets too dark for her to see. She told me she would work longer if she could, but it’s not possible to do the work properly without enough light. Isa is around eight years of age. Isa is paid a per piece rate, so the more poles she can tie, the more money she earns. Each afternoon she makes about Rp 8,000 (A$ 1). She keeps Rp 1,000 for her own treats or savings, and gives the rest to her parents to help with household expenses. Both her brothers also earn money during the tobacco season, as do most of her school friends. Isa lives her life within an economic context in which she has very little influence. She is poor, and the jobs in the tobacco plantations are the only ones she has access to. The money she brings home is crucial to the survival of her household. Isa is also able to keep some money for herself and decide how she will spend it, lend it or save it. Working for the family Tobacco cultivation has come to dominate the economy of the eastern part of Lombok since the early 1990s. In line with the liberalization of the economy, agricultural transformation and the expansion of multinationals, the introduction of the commercial
Volume V - edisi 59
12
13
Bekerja untuk keluarga Perkebunan tembakau telah mendominasi ekonomi wilayah Timur Lombok sejak awal 90an. Sejalan dengan liberalisasi ekonomi, transformasi pertanian dan ekspansi perusahaan multinasional, introduksi perkebunan tembakau komersial di era tersebut telah memicu rangkaian perubahan sosial dan ekonomi. Walaupun peluang bekerja dengan upah (yang rendah) terus meningkat drastis juga kemandirian ekonomi tunai, konsumerisme dan k ekurangan pekerjaan dan uang tetap terjadi di luar musim tembakau. Perkebunan tembakau adalah usaha yang beresiko finansial dan membutuhkan tenaga kerja intensif. Pekerjaannya berat dan upahnya rendah. Namun karena pekerjaan ini menawarkan kemungkinan mendapatkan untuk yang signifikan, pemilik lahan skala kecil kemudian mau terlibat untuk keluar dari siklus subsisten. Petani-petani tembakau memerlukan banyak sekali tenaga kerja yang dapat menyelesaikan berbagai pekerjaan kasar dengan harga yang murah. Anak-anak menjadi bagian yang signifikan dari tenaga kerja yang dibutuhkan karena banyaknya tenaga yang diperlukan untuk perkebunan tembakau. Juga karena upah untuk pekerjaan ini sangat rendah sehingga tidak diperuntukkan untuk orang dewasa yang berhak atas pendapatan yang lebih layak. Di daerah ini, dan di banyak daerah perkebunan tembakau di dunia, anakanak menjadi sepertiga dari jumlah tenaga kerja. Karenanya setiap tahun dari April hingga Oktober, anak laki-laki dan perempuan, orang dewasa dan orang tua, terlihat bekerja di ladang tembakau, pengeringan, dan di truk pengangkut di sepanjang jalan di Lombok mengangkut tumpukan tembakau ke gudang. Dengan cara yang sama dengan introduksinya, tembakau juga mengubah struktur ekonomi lokal, juga mendorong perubahan sosial ekonomi baik dari luar maupun dalalam rumah tangga di Lombok Timur. Ketersediaan upah pekerja dan ketergantungan dana mengintensifkan stratifikasi keluarga di pedesaan. Uang yang diterima telah memenuhi keinginan individual untuk mendapatkan berbagai barang, membuat unit-unit keluarga lebih mandiri dan juga kemudian menambah tekanan bagi anggota keluarga untuk mencari uang. Kisah tentang Marriuni, seorang anak kecil yang lain, menunjukkan hal ini. Ia berkata, ’Ayah saya tidak pernah memberi kami uang. Dia sangat pelit. Saat dia menceraikan ibu saya, ibu saya menjadi gila, benar-benar gila, sebab kami tujuh bersaudara dan kami tidak punya uang. Satu dari adik laki-laki saya meninggal dunia.’ Saat ditanyakan apa yang ia lakukan dengan uang yang diperolehnya dari mengikat daun tembakau, ia menjawab, ’Saat menerima upah saya ambil dua ratus rupiah dan sisanya saya serahkan kepada ibu. Kalau dapat Rp. 3.000 dari mengikat daun, saya ambil Rp. 200 untuk membeli penganan dan sisanya saya serahkan ke ibu. Kami perlu uang itu untuk membeli beras.’ Marriuni sadar bahwa ia juga menjadi beban biaya bagi keluarganya dan karenanya berkomitmen untuk memberi kontribusi finansial untuk menutupi beban tersebut. Anaka-anak di pedesaan Lombok Timur bekerja di perkebunan tembakau sebab – bersama dengan ibu, ayah, dan saudara-saudaranya – mereka sangat sadar akan kesulitan hidup dan karenanya berkomitmen untuk berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarganya. Anak-anak tau bahwa keluarga mereka perlu uang dan bahwa mereka dapat membantu mendapatkannya dengan cara bekerja. Bekerja di perkebunan tembakau menolong mereka untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya.
cultivation of tobacco in the area triggered a series of social and economic changes. Although opportunities for (poorly) paid work expanded exponentially, so did dependence on a cash economy, consumerism, and a lack of work and money during the rest of the year. The cultivation of tobacco is a very labor intensive and financially risky business. The work is hard and the pay is low. But because it does offer the possibility of significant profits, small landholders got involved in order to escape the subsistence cycle. Tobacco farmers need lots of workers who can complete labor-intensive tasks cheaply. Children have become a significant part of the workforce because a very large number of workers is needed to cultivate tobacco. Also, the returns for labor are so low that it does not provide adults with an adequate income. In this region, and in many other tobacco cultivation areas in the world, children are about one third of the labor force. So every year from April to October, boys, girls, men and women, young and old, are seen working in the tobacco fields and kilns, and in trucks on the roads of Lombok transporting the tobacco bales to the warehouses. In the same way as the introduction of tobacco transformed the structure of the local economy, it also provoked socio-economic changes both outside and within the household in East Lombok. The availability of wage employment and the dependence on cash has intensified the stratification of households in the village. The cash economy has fed the individual desire to acquire consumer goods, making family units more dependent on it and thus putting pressure on the members of households to bring in money. The story of Marriuni, another young child, exemplifies this. She said, ‘My father never gives us money. He is extremely stingy. When he divorced my mother, she went crazy, really crazy, because we were seven children and we had no money. One of my little brothers died.’ When asked what she does with the money she earns from tying up tobacco leaves she answered, ‘When I get money I take a couple of hundred rupiahs and I give the rest to her. If I get Rp 3000 from binding leaves, I take Rp 200 to buy snacks and I give the rest to her.We need that money to buy rice.’ Marriuni is aware that she represents a cost to her family and is committed to contributing financially to cover this. Children in rural East Lombok work in tobacco plantations because-along with their mothers, fathers and older siblings-they are very aware of the difficulties of making a living and are committed to contributing with the economic well-being of their households. Children know that their households need cash and that they can help obtain it by working. Their employment on the tobacco plantations helps guarantee the survival of their households.
Bekerja untuk diri sendiri Anak-anak tidak hanya bekerja untuk keluarganya. Mereka juga bekerja untuk dirinya sendiri. Kemampuan untuk mendapatkan penghasilan dari bekerja telah memberikan anak-anak semacam emansipasi yang belum pernah ada
Working for themselves But children do not just work for their families. They also work for themselves. The availability of paid work has given children a sort of emancipation that did not
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
sebelumnya. Sejumlah uang yang anak-anak peroleh biasanya diberikan kepada orangtua atau saudara untuk menutupi kebutuhan biaya untuk dirinya, seperti pakaian, makanan, atau uang sekolah. Namun kebanyakan dari anak-anak itu – bahkan anak yang terkecil dan termiskin seperti Isa dan Marriuni – mengambil keputusan sendiri tentang apa yang akan mereka lakukan dengan uangnya. Fakta ini sangat dipungkiri oleh model-model konvensional pekerja anak, yang melihat keluarga sebagai yang mengatur waktu sang anak. Ir anak berumur sepuluh tahun yang berasal dari keluarga yang lebih mampu. Ia bekerja sebagai penjaga api tungku, membantu mengawasi tungku di malam hari. Ini adalah tugas yang sangat melelahkan, khususnya bagi seorang anak yang harus bersekolah, karena penjaga api harus tidur di dekat tungku dan bangun beberapa kali untuk memeriksa bahan bakar. Setiap penjaga tungku mengeluh tentang betapa melelahkannya pekerjaan ini. Kemampuan istimewa Ir diketahui oleh para orang dewasa saat ia bekerja paruh waktu sebagai penjaga tungku dalam tiga tahun terakhir. Ir terlihat punya komitmen yang tinggi dan senang dengan pekerjaan ini. Namun saat ditanyakan apakah dia menyukai tugas, ia menjawab ’iya’ sambil memberi tanda dengan jarinya menunjukkan ia melakukan pekerjaan ini untuk uang. Pada akhir musim tembakau, Ir diberi upah Rp. 125.000 untuk pekerjaannya sebagai penjaga tungku. Ia memberi Rp. 100.000 kepada ibunya untuk membeli baju baginya di hari raya, menyimpan Rp. 5.000 untuk membeli penganan dan menitipkan sisa uang kepada gurunya untuk keperluan sekolahnya. Anak-anak memiliki berbagai cara untuk menabung uang mereka. Celengan adalah benda yang biasa mereka miliki. Beberapa celengan terbuat dari tanah liat atau bambu dan selama musim tembakau, anak-anak mencoba untuk mengisinya sehingga mereka punya cukup banyak uang setelah musim usai. Beberapa anak, seperti Ir, juga menyimpan uang mereka pada guru sekolah. Yang lain sedapat mungkin menyembunyikan uangnya. Seorang anak laki-laki beurmur delapan tahun bernama Rodi, menyimpan uang tabungannya di dalam bilah bambu dan menyembunyikannya di dalam sebuah tungku. Menurut Ir, orang-orang akhirnya bisa menemukan tabungannya saat ia pingsan akibat terjatuh dari tungku. ’Ia menyembunyikan uang itu di sana supaya tidak ada seorang pun termasuk orang tuanya yang bisa meminta uan tersebut’, kata Ir. Beberapa anak bahkan memberikan pinjaman bergilir dalam kelompok, atau melakukan arisan-sebuah strategi menabung yang kerap dilakukan orang dewasa di Indonesia. Atuna, berumur sebelas tahun, dan delapan teman kelasnya membuat arisan yang beranggotakan enam perempuan dan dua laki-laki. Mereka mengumpulkan Rp. 200 setiap hari, yang berarti setiap anggota dapat memperoleh total Rp. 1.400 setiap minggu. Anak-anak jelas menjalani hidupnya dengan berbagai sistem yang membatasi otonomi mereka, dan karena posisi minor mereka, berbagai pembatasan tersebut bisa lebih besar daripada orang dewasa. Mereka terperangkap dalam keluarga dan rumah tangga, sistem kekerabatan dan agama dan sekolah, biasanya sebagai anggota yang hampir tidak punya pengaruh. Motivasi, keputusan, dan tindakan mereka didorong dan dikontrol oleh sistem dan institusi-institusi ini. Adalah penting untuk menetahui batasan-batasan tersebut. Sama pentingnya juga dengan kesadaran anak-anak akan peran aktif mereka dalam mereproduksi dan transformasi kondisi struktural ini. Sebagai bagian dari ini, adalah krusial untuk memperhitungkan nilai dari anak-anak yang bekerja tidak hanya bagi keluarganya, namun juga bagi masyarakat, dalam konteks ketergantungan biaya dan konsumerism, namun juga bagi mereka sendiri.
exist before. The bulk of the money children earn is usually given to a parent or older sibling to help alleviate the costs the child incurs, such as clothing, food or schooling. But most children-even the youngest and the poorest like Isa and Marriuni-make their own decisions about what they do with their money.This fact is totally ignored by conventional models of child labour, which see the household as allocating the child’s time. Ir is a ten-year-old who comes from a better off family. He works as a stoker, helping supervise a kiln’s brazier at night.This is a very wearying task, especially for someone attending school, as the stokers sleep by the kiln and have to get up several times to check the fuel. Every stoker stresses how tiring it is. Ir’s unusual abilities are recognized by adults for he has been working as a part-time stoker for the past three years. Ir seems very committed to his job and happy to have it. But when asked if he liked the task, he answered with a laconic ‘yes’, while gesturing with his fingers and insinuating that he does it for the money. At the end of the tobacco season, Ir was paid Rp 125,000 for his work as a stoker. He gave Rp 100,000 (A$ 12.5) to his mother to buy clothes for him for the upcoming holiday, kept Rp 5,000 (A$ 0.62) to buy snacks for the weeks to come and saved the rest with his school teacher. Children have a variety of ways of saving their cash. Moneyboxes are common in all houses. Some are homemade from clay or bamboo and during the tobacco season, children try to fill them so that they have a substantial amount when it is over. Some children, like Ir, also ‘bank’ money with their school teacher. Others decide to keep their savings secret as possible. One eight year old boy called Rodi hid his savings from his work in the crack of a bamboo pole inside a kiln. According to Ir, people only discovered his savings when he fell from the pole and was knocked unconscious. ‘He hid this money there so that no one would know and his parents would not ask him for it’, Ir said. Some children even form rotating credit groups, or arisan – a common saving strategy among Indonesian adults. Atuna, an eleven year old, and eight of her classmates had organized an arisan involving six girls and two boys, who had agreed to contribute Rp 200 (A$ 0.02) each day, meaning that each member would get a lump sum of Rp 1,400 (A$ 0.18) each week. Children clearly live their lives within systems that limit their autonomy, and because of their subordinate position, these limitations may be more imposing than they are for adults. They are embedded in families and households, kinship and religious systems and schools, usually as the least influential members. Their motivations, decisions and actions are both triggered and controlled by these institutions and systems. It is important to acknowledge these constraints. Equally important, however, is an awareness of children’s active role in the reproduction and transformation of these structural conditions. As part of this, it is crucial to take into account the value children’s paid work has not only for their families and their communities, in the context of cash dependency and consumerism, but also for themselves.
Artikel ini pertama kali dipublikasikan di Inside Indonesia (www.insideindonesia.com). Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia pertama kalinya untuk BaKTINews./ This article was first published on Inside Indonesia (www.insideindonesia.com). It was translated into Bahasa Indonesia for the first time for BaKTINews.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION [email protected] Penulis adalah seorang Peneliti Post-Doktoral pada Pusat Penelitian Anak dan Keluarga, di Universitas Macquarie / The author is a Postdoctoral Research Fellow at the Children and Families Research Centre, Macquarie University
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
14
Semangat Berbagi Pengetahuan: Berbagi Pengalaman dan Diskusi tentang Kesehatan Sekolah oleh JICA dan BAPPEDA The Spirit of Knowledge Sharing: Experience Sharing and Discussion of School Health by JICA and BAPPEDA Oleh Stevent Febriandy
J
apan International Cooperation Agency (JICA) dan BAPPEDA mengadakan pertemuan untuk berbagi pengalaman mengenai hasil training tentang Kesehatan Sekolah yang diikuti oleh M.Ilyas perwakilan BAPPEDA dan Sri Wahyuni, staf Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan di Jepang tanggal 16 Mei-3 Juli 2010. Acara ini diadakan pada 23 Juli 2010 di Ruang Rapat Kantor BAPPEDA Provinsi Sulawesi Selatan. Pertemuan diawali sambutan oleh Kepala BAPPEDA Provinsi Sulsel Bapak Ir. H.Tan Malaka Guntur, Msi serta Mr. Nakagawa Kazuo, Kepala JICA MFO Makassar. Ini adalah pertemuan pertama yang diinisiasi BAPPEDA, dimana staf yang telah mengikuti training, di dalam maupun luar negeri, membagikan pengalamannya kepada stakeholder lain tentang ilmu dan keterampilan yang diperolehnya dari pelatihan yang diikuti. ”Setelah pelatihan selesai, peserta yang mewakili BAPPEDA akan membuat rencana aksi dan membagikan hal tersebut kepada stakeholder lain pada saat mereka pulang”, jelas Mr. Nakagawa Kazuo. ”Pelatihan mereka akan sukses apabila rencana aksi tersebut bisa dilaksanakan dengan baik dan didukung oleh stakeholder lain,” tambah Mr. Nakagawa. Sri Wahyuni, seorang staf Dinas Kesehatan, dan M. Ilyas, seorang staff BAPPEDA, yang mengikuti pelatihan mengenai pengembangan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) di Tokyo, Jepang, menyampaikan bahwa berbagi pengalaman dengan peserta negara lain serta menemukan hal-hal kunci yang bermanfaat bagi penyempurnaan kebijakan, sistem dan implementasi Program UKS. Selama mengikuti pelatihan, banyak hal unik dan berbeda yang ia dapatkan, diantaranya adalah tentang Yogo Teacher (Guru UKS). Di Jepang, Yogo Teacher adalah salah satu profesi di dunia pendidikan dimana mereka harus memperoleh lisensi khusus, dan memiliki jenjang sampai pendidikan perguruan tinggi. ”Kesehatan juga merupakan hal penting di sekolah dasar Jepang”, jelas Sri Wahyuni. Program School Lunch adalah program yang sudah diterapkan sejak tahun 1952 dan menyediakan makanan yang bergizi dengan menu yang berbeda-beda setiap harinya. Untuk mendukung hal itu, sekolah membuat dapur sekolah yang benar-benar bersih dan higienis. Setiap anak wajib untuk sikat gigi dan cuci tangan sebelum dan sesudah makan. Sekolah juga menerapkan budaya disiplin kepada muridnya dalam hal membersihkan kelas dan ruangannya masingmasing. Selain itu, sekolah mengadakan uji kesehatan secara reguler dengan cara memeriksa setiap murid secara komprehensif untuk mencegah penularan berbagai penyakit. Sri Wahyuni juga menjelaskan bagaimana seorang Yogo Teacher dan muridnya membuat media promosi kesehatan yang interaktif dengan menggunakan berbagai alat peraga yang dari bahan sederhana namun menarik bagi anak-anak. Selanjutnya Sri Wahyuni dan M.Ilyas memaparkan rencana aksi mereka yakni ”Peningkatan Kemampuan Guru UKS dan Dokter Kecil untuk membuat media promosi kesehatan khususnya tentang Cuci Tangan”. Program ini bertujuan menyediakan media untuk mengajak membiasakan diri cuci tangan. ”Target dari proyek ini adalah guru UKS dan Dokter Kecil di 5 Sekolah Dasar sebagai proyek perintis,” jelas Sri Wahyuni. Berbeda dengan Sri, program tindak lanjut dari M. Ilyas adalah ”Meningkatkan Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Sanitasi di Sekolah”.
15
Agustus - September 2010
Japan International Cooperation Agency (JICA) and BAPPEDA held a meeting to share experiences on the results of the Health of Schools training, attended by M. Ilyas, a BAPPEDA representative, and Sri Wahyuni, staff of the South Sulawesi Provincial Health Department in Japan from May 16 to July 3, 2010.The event was held on July 23, 2010 in the meeting room of the BAPPEDA of South Sulawesi Province. The meeting with speeches from the Head of BAPPEDA South Sulawesi Province, Ir H. Tan Malaka Guntur, Msi, and Mr. Kazuo Nakagawa, head of JICA Makassar MFO. This is the first time, after staff received training, within and outside the country, that an event in BAPPEDA was held to share training experiences, knowledge and skills with other stakeholders. "After the training was complete, participants representing BAPPEDA created an action plan and distributed it to other stakeholders when they got home", explained Kazuo Nakagawa. "The training will be considered successful if the action plan is implemented well and supported by other stakeholders," he added. Sri Wahyuni, from the Health Department, and M. Ilyas, from BAPPEDA, participated in the training on development of School Health Units in Tokyo, Japan and both said that the participants shared their experiences with participants from other countries and were able to identify the key things useful to improve policies, systems and implementation of the program. During the training, one of the many unique and different things they learnt about included the Yogo Teachers. In Japan, a Yogo or School Heatlh Unit teacher is a specialization which requires a special license, and is a ladder to higher education. "Health is an important thing in Japanese elementary schools," explained Sri Wahyuni. The School Lunch Program is a program that has been implemented since 1952 and provides nutritious food with a different menu every day. To support this, the school makes the school kitchen very clean and hygienic. Each child is required to brush his or her teeth and wash their hands before and after meals. School culture includes discipline in the classroom and office for cleanliness. In addition, the school holds health tests on a regular basis by checking each student in a comprehensive manner to prevent the spread of various diseases. Sri Wahyuni also explained how a Yogo Teacher and their students create an interactive media for health promotion using a variety of props that were simple but attractive for children. Sri Wahyuni and M. Ilyas presented their action plans for the "Teacher Upgrading and Little Doctors for Health Promotion, especially Hand Washing." This program aims to provide the media to encourage good habits of hand washing. "The target of this project is healthy schools teachers and Little Doctors in five elementary schools chosen for the as pilot project," explained Sri Wahyuni. Unlike Sri’s program, the follow-up program from M. Ilyas is "Improving the Total Health and Sanitation Facilities in Schools". This program targets Provincial School Health Committees. This will be possible because BAPPEDA has been coordinating with the
Volume V - edisi 59
Program ini menyasar Komite Kesehatan Sekolah Tingkat Provinsi. Hal ini memungkinkan untuk dilaksanakan karena BAPPEDA telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. BAPPEDA dan Dinas Kesehatan akan bekerja sama lebih erat untuk mendukung program ini. Kedua instansi pemerintah ini akan mendapat dukungan dari JICA. Berbagai pihak yang mengikuti diskusi ini sependapat bahwa program yang bersifat pertukaran informasi seperti ini perlu lebih sering diadakan, terutama karena dapat meningkatkan kerjasama antar berbagai pihak untuk pembangunan yang lebih baik.
Department of Health and the Department of Education. BAPPEDA and the Health Department will work together more closely to support this program and both government agencies will have the support of JICA. Various parties that attended this discussion agree that the exchange of information like this is needed more, especially because it can increase cooperation among various stakeholders for better development.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION [email protected]
JARINGAN PENELITI KTI EI RESEARCHER NETWORK FORUM KTI
Batu Sandungan bagi Ketahanan Pangan Lombok Tengah Food Security Challenges in Central Lombok Oleh Maharani
A
khir bulan Maret yang lalu, sekelompok petani yang berasal dari Kecamatan Praya Timur dan Janapria Lombok Tengah mendatangi kantor Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Tengah. Mereka menyampaikan permasalahan mengenai 80% tanaman padi mereka yang mengalami kerusakan. Harian KOMPAS, pada Kamis 25 Maret 2010 turut memberitakan kegagalan panen di Nusa Tenggara Barat ini. Dalam berita itu disebutkan luas lahan pertanian yang mengalami gagal panen atau puso di Nusa Tenggara Barat adalah 1.169 hektare. Hanya dalam tiga bulan saja, yakni Januari hingga Maret 2010, kegagalan panen telah dialami oleh 974 hektare lahan pertanian di Kabupaten Sumbawa Barat dan 195 hektare di Lombok Tengah Para petani menduga kerusakan tanaman mereka disebabkan oleh penyakit dan kekurangan air, sedangkan petugas Dinas Pertanian yang ditemui belup dapat memastikan penyebab banyaknya lahan yang mengalami kerusakan. Namun keduanya sama-sama menduga distribusi curah hujan yang tidak merata di bagian timur pulau Lombok, turut menjadi alasan kuat mengapa kerusakan tanaman padi terjadi. Air merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman padi dan produktivitas tanaman padi. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman ini mati, namun kelebihan air pun dapat mematikan tanaman ini. Sehubungan dengan produktivitas, kekurangan air akan menurunkan produktivitas air, begitu juga dengan kelebihan air akan menyebabkan puso atau gagal panen. Kasus kekeringan yang dialami petani di berbagai daerah sentra produksi padi Timur Pulau Lombok ini tidak cukup diatasi hanya dengan retorika bahwa produksi padi kita tahun ini surplus. Terjadinya surplus produksi lebih menggambarkan kondisi makro sehingga pemerintah terkesan menganggap kecil angka gagal panen yang diderita petani. Padahal surplus produksi belum tentu menjamin kebutuhan pangan secara merata karena tidak adanya akses langsung petani terhadap kebutuhan pangan mereka.
Agustus - September 2010
At the end of March, a group of farmers from Praya Timur and Janapria sub-districts in Central Lombok came to the Central Lombok Agricultural Department’s office. They reported the 80% of rice field in their area are destroyed. KOMPAS daily, on 25 March 2010, also reported that harvest failure occurred in West Nusa Tenggara. The newspaper also mentioned that this affected 1,169 hectares of agricultural land in that area. Since January 2010, harvest failures have occurred in 974 hectares of rice fields in West Sumbawa District and in 195 hectares in Central Lombok. Farmers calculated that the destruction was due to disease and water scarcity, while Agricultural Department staff would not state their conclusions. However, both sides agreed that uneven rain distribution in Lombok Island is a cause of the failure. Water is an important factor in rice cultivation and productivity. Both water scarcity and too much water can cause crop death. In relation to productivity, a lack of water and an excess of water can both decrease productivity. The problem of water scarcity in many central production areas in eastern Lombok requires more than just rhetorical speeches that annual rice production must be increased. Surplus in rice production describe the macro condition rather than local and show that the Government underestimates the extent of harvest failure suffered by small farmers. The production surplus is not a guarantee that food stores are evenly distributed because there is no direct access for farmers to the food supply. Leaving Local Culture Behind History had shown us that we once had a good self-sustainable food security system in the past. Decades ago, farmers’ and village rice barns could fulfill the community demand for food. However,
Volume V - edisi 59
16
Meninggalkan Budaya Lokal Sejarah menunjukkan, kita pernah memiliki sistem ketahanan pangan secara swadaya yang sangat baik. Beberapa dekade lalu, lumbung petani dan lumbung desa mampu mengatasi kebutuhan pangan petani secara swadaya. Namun belakangan ini sistem tersebut menjadi berantakan. Perubahan varietas tanaman telah mengubah sistem panen dan sistem irigasi. Terkendalinya harga beras dengan jumlah yang memadai merupakan faktor penyebab kemunduran fungsi lumbung sebagai sumber utama cadangan makanan pokok petani. Keadaan ini telah menggeser gaya hidup petani. Jika dulu mereka adalah produsen, kini mereka menjadi konsumen. Segera setelah dipanen, padi dijual kepada tengkulak atau tempat-tempat penggilingan. Ini karena komoditas padi tidak bisa lagi dijadikan bahan spekulasi, mereka dituntut untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Menjelang musim tanam berikutnya, mereka harus menyiapkan bibit, pupuk, pestisida, dan biaya penggarapan tanah. Belum lagi menyangkut biaya dan kebutuhan hidupnya sampai musim tanam berikutnya. Karena sebagian besar petani tersebut hanya menanam satu jenis tanaman saja (monokultur) semua kebutuhan pengelolaan lahannya hanya bisa dipenuhi dengan menjual seluruh hasil panennya. Tidak jarang mereka menggadaikan hasil panen padi musim tanam berikutnya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sekarang. Untuk Dilaksanakan Harian Kompas pada 25 Maret silam menuliskan bahwa Kepala Dinas Pertanian Nusa Tenggara Barat, Pending Dadih Permana telah mengusulkan agar daerah yang sawahnya mengalami puso untuk menerima cadangan benih nasional, dan jika masih ada peluang untuk menanam ulang, diharapkan agar betani dapat menanam kacang hijau. Di lain tempat, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lombok Tengah juga menenangkan para petani yang mendatangi Dinas Sosial dengan memberikan bantuan sosial. Tidak satu pun pejabat tersebut di atas menyatakan gagal panen yang dialami para petani adalah sebuah kerawanan. Pola pikir aparat yang mengatasi masalah semacam ini dengan memberikan bantuan sesaat hanya akan menyebabkan para petani semakin manja dan tak berdaya. Tidak menyelesaikan akar permasalahan. Ketua Serikat Petani Indonesia, Saragih, menyatakan tiga hal penting yang mesti diperhatikan dalam mengatasi masalah krisi pangan yakni produksi pangan, luas lahan, dan tata niaga pangan. Berdasarkan ketiga hal itu, Pemerintah dapat memilih beberapa solusi jangka pendek dan menengah seperti mematok harga dasar pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Harga lokal sedapat mungkin tidak tergantung pada harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan. Penetapan harga sebaiknya mempertimbangkan ongkos produksi dan keuntungan petani, serta kemampuan konsumen. Pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif harga kepada petani komoditas pangan (beras, kedelai, jagung, singkong, tebu, dan kelapa sawit) jika terjadi fluktuasi harga untuk tetap menggairahkan produksi pangan dalam negeri. Selain itu Pemerintah perlu mengatur kembali tata niaga pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Bulog semestinya dapat menjalankan peran ini namun perlu melakukan koordinasi yang baik dengan Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Keuangan. Terkait lahan dan petani, Pemerintah sebaiknya dapat memproyeksi dan meningkatkan produksi pangan secara berkesinambungan. Salah satu cara menjamin hal ini adalah dengan segera meredistribusikan tanah obyek land reform yang dapat segera dipakai untuk pertanian pangan. Selain itu, bagi para petani, Pemerintah perlu menyediakan insentif untuk bibit, pupuk, teknologi dan kepastian beli dan memberikan dukungan pelembagaan organisasi petani komoditas pangan, yakni kelompok tani, koperasi, dan ormas tani.
the system is now shattered. Plant varieties have changed, as have harvest seasons and irrigation systems. Unpredictable price of rice is another factor that decreases the function of community rice barns, which guarantee the farmers’ food supply. The situation now has influenced farmers’ lifestyles. Nowadays, they are food consumers rather than producers. Soon after harvest, farmers sell their rice to money lenders and mill-owners. This is because they cannot bargain or speculate and have to fulfill their basic needs first. Before the next planting season, they have to provide seeds, fertilizer, pesticide, and money to their land workers. They also have to be able to save money for their daily expenses until the next season. Most farmers in the area only grow a single crop over a wide area (monoculture) thus all land needs can only be answered by selling the entire harvest. Sometimes farmers have to mortgage their future harvest to fulfill their family needs now. Solutions Kompas also reported that the Head of the Agriculture Department for West Nusa Tenggara, Pending Dadih Permana, suggested that farmers who suffer unsuccessful harvests should receive seeds from national stocks, and if there are any chances to replant crops, then they should grow green beans. In other places, the Head of the Food Security Board in Central Lombok distributed social aid to farmers. Both high-level officers failed to mention that harvest failure creates insecurity. The way they resolve these problems by providing aid will only make the farmers more spoiled and weaker. It won’t resolve the roots of the problem. The Head of the Indonesian Farmer Association, Saragih, stated that three important fators must be considered in resolving food insecurity: crop production, land, and trade. Based on these three factors, the government can choose short or mid-term solutions, such as determining minimum price for crops that will provide more benefit for farmers and consumers. Local prices should not depend on international prices because there is no correlation with production costs and profit. Price determination should consider production costs and profit for farmers, and consumer capacity. Government will hopefully give price incentives for farmers who grow crops (rice, soya bean, corn, cassava, sugar cane, and oil palm) to keep up good domestic crop production. Crops should be monitored better by the state and evenly distributed for the sake of community. The National Food Logistic Agency (Bulog) should be able to play this role but it requires good coordination with related institutions such as the Ministry of Agriculture, Ministry of Trade, and Ministry of Finance. In relation to land and farmers, the government should be able to project and increase crop production in a sustained manner. One way to guarantee this is to conduct land reform so agriculture is optimized. Government also should provide incentive for farmers to buy seeds and fertilizer, and to utilize new technology. Beside that Government should support farmers’ groups and associations.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah anggota Jaringan Peneliti KTI (JiKTI) dan petani yang berasal dari Lombok Tengah. Dapat dihubungi melalui email : [email protected] atau [email protected]
17
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
TATA PEMERINTAHAN GOOD GOVERNANCE FORUM KTI
Sistem insentif dalam tata kelola pemerintahan: Cerita dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo Incentives in the system of governance: The Story of Boalemo District, Gorontalo Oleh Desta Pratama
M
emasuki wilayah Kecamatan Paguyaman dalam perjalanan dari Bandara Jalaluddin menuju Kabupaten Boalemo, hal pertama yang terbersit adalah bersih dan rapinya pemandangan di sepanjang jalan utama. Pagar-pagar kayu yang membatasi rumah dengan jalanan tersusun rapi dengan warna seragam merah dan putih. Jajaran pepohonan dan aneka tumbuhan menambah asri suasana. Suasana Piala Dunia begitu terasa lewat bendera-bendera negara peserta yang dipasang di muka hampir setiap rumah. Yang juga dengan mudah dapat ditemui sepanjang perjalanan adalah berbagai baliho, spanduk serta billboard mengenai program-program pemerintah kabupaten. Banyak sektor kehidupan masyarakat terwakili dalam reklame-reklame tersebut: kesehatan, pendidikan, kebersihan, pemberdayaan masyarakat, sampai budaya anti korupsi. Hal ini memancing rasa ingin tahu mengenai tata kelola pemerintahan di kabupaten ini. Sistem insentif dan disinsentif Sering terjadi, jargon-jargon kesejahteraan rakyat atau perbaikan tata kelola pemerintahan hanya sekedar berdengung, tapi begitu sulit untuk direalisasikan. Banyak daerah menemui kendala dalam mewujudkan janji tersebut, namun tidak sedikit pula yang mampu menemukan cara untuk mengatasinya. Kabupaten Boalemo sendiri memiliki jawaban yang kreatif atas tantangan tata kelola pemerintahan yang dihadapinya. Banyak program dan inovasi yang dijalankan oleh pemerintah kabupaten, tapi seluruhnya memiliki satu kesamaan. Program-program tersebut memasukkan skema-skema insentif yang mendorong para pelakunya untuk meraih target yang sudah ditentukan bersama, serta menyertakan disinsentif sedemikian rupa sehingga para pelakunya enggan untuk berbuat menyimpang.Insentif-insentif tersebut bukan dalam bentuk pemberian uang, tapi berupa dorongan moral yang disesuaikan dengan karakter dan budaya masyarakat Boalemo. Menilik jalannya birokrasi di Boalemo, beberapa hal menarik bisa ditemui. Yang pertama, kediaman bupati selalu terbuka untuk masyarakat yang ingin bertemu dan menyampaikan aspirasinya.Tidak ada pagar, dan hanya ada satu orang petugas jaga yang mencatat kunjungan hari itu. Di teras, berjejer kursikursi untuk pertemuan atau warga yang menunggu giliran. Jalur komunikasi tanpa birokrasi yang berbelit juga terlihat di kantorkantor pemerintahan dan pusat-pusat layanan masyarakat. Misalnya, di Paguyaman Medical Center (PMC), sebuah puskesmas yang beroperasi sejak Januari 2010, terdapat kotak survei kepuasan publik. Masyarakat yang puas atau tidak puas dengan pelayanan di PMC bisa menggunakan kertas saran dengan kode-kode warna tertentu untuk menyampaikan pendapatnya. Untuk setiap ketidakpuasan, pengelola PMC akan menindaklanjutinya. Setiap bulannya, hasil survei ini disajikan kepada publik, sehingga kinerja PMC bisa dipantau bersama. Tidak hanya hasil survei kepuasan yang disajikan kepada publik. Di setiap kantor pemerintahan, sebagai bentuk transparansi, ringkasan laporan keuangan serta anggaran pemerintah dan dinas-dinas dipajang lewat baliho dan poster-poster. Akan sulit bagi masyarakat untuk tidak mengetahui ke mana saja penggunaan uang rakyat oleh pemerintah kabupaten. Di sini masyarakat ikut serta dalam mengawasi penggunaan keuangan daerah dan berhak untuk mengusulkan penggunaan anggaran apabila terlihat masih ada sisa anggaran untuk periode tertentu. Selain oleh masyarakat, pengawasan kinerja pemerintah daerah juga dilakukan oleh para pelaku pemerintahan. Selain ada institusi resmi, yaitu
Agustus - September 2010
Entering Paguyaman subdistrict on the way from Jalaluddin Airport and heading towards Boalemo District, the first thing that is apparent is the clean and neat scenery along the main road. Wooden fences outside houses are neatly painted a uniform red and white. The many trees and plants add to the beautiful atmosphere. World Cup atmosphere is also strong as participating countries’ flags are mounted on the face of nearly every home. Also easily found along the way are various billboards and banners from the district government programs. Many sectors of society are represented in billboard advertisements, including: health, education, sanitation, community empowerment, and anti-corruption. All of this triggers curiosity about the government in this district. System of incentives and disincentives Often, jargon about welfare or improvement of governance are just buzz words and very hard to realize. Many areas encounter obstacles in realizing their promises, but more than a few find ways to overcome the challenges. Boalemo District has a creative answer to the challenges of governance it’s facing. Many programs and innovations are run by the district, but all have one thing in common. These programs all include incentive schemes to encourage participants to achieve the targets set, and include disincentives so that perpetrators are reluctant to deviate again. Incentives are not in the form of money, but the form of moral encouragement, adjusted to the character and culture of the Boalemo community. Judging by the bureaucracy in Boalemo, there are some interesting things to be found. The first, the residence of the district head is always open to people who want to meet and communicate their aspirations. There is no fence, and only one person is there to record the visitors of the day. On the patio, chairs are lined up for meetings or citizens who are waiting. Lines of communication without bureaucracy red type are also evident in government offices and community service centers. For example, in Paguyaman Medical Center (PMC), a clinic that has operated since January 2010, there are boxes for public satisfaction surveys. Community members, who are satisfied or not satisfied with the services in PMC, use papers with specific color codes to convey their opinions. For every complaint, the manager of the PMC will act on it immediately. Each month, the results of this survey are presented to the public, so that performance can be monitored. Not only the satisfaction survey results are presented to the public; in every government office, as a form of transparency, a summary of financial reports and budgets from government agencies are displayed on billboards and posters. With these measures in place, it is difficult for people to not know where public funds is going in the district government. Communities here participate in overseeing public finance and have the right to propose how budget is used if there are still remaining funds for a certain period. In addition to the community, local government performance monitoring is also conducted by government actors. Besides the official institution, the Boalemo District Inspectorate, the government also holds meetings for regular staff where they gather
Volume V - edisi 59
18
Inspektorat Kabupaten Boalemo, para staf pemerintahan memiliki agenda rutin di mana mereka berkumpul untuk saling mempresentasikan kemajuan yang sudah dicapai serta saling mengevaluasi. Secara tidak langsung, tercipta kompetisi yang sehat antara instansi-instansi pemerintahan untuk terus meningkatkan kinerjanya. Sistem kompetisi yang sehat serta transparansi pengelolaan pemerintahan terjadi karena cara-cara yang digunakan mampu meng-insentif para pelakunya untuk meningkatkan kinerja. Lebih luas lagi, skema insentif ini juga diterapkap di program-program lain yang bersentuhan langsung dengan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Satu contoh yang menarik adalah pembagian beras untuk rakyat miskin (raskin). Raskin selalu dibagikan di masjid setempat pada saat shalat subuh. Masyarakat Boalemo memang masih kental dengan nuansa budaya Islam, dan metode ini juga dimaksudkan agar sesama warga saling melakukan kontrol sosial. Kontrol sosial juga terjadi di sektor kesehatan. Selain rutin mengadakan Lomba Perilaku Hidup Bersih, di mana setiap lingkungan berkompetisi untuk hidup sehat, pemerintah memberlakukan sistem ‘kartu sehat’ di beberapa wilayahnya. Kartu sehat ini digantung di pintu depan setiap rumah dan menggambarkan kondisi kesehatan keluarga dengan menggunakan simbol dan warna. Misalnya, warna hijau berarti rumah tersebut sudah berperilaku sehat, sementara warna merah menggambarkan banyak perilaku yang perlu diperbaiki oleh penghuninya. Dinas-dinas terkait kemudian menyesuaikan pelayanan dan penyuluhan untuk warga dengan kode-kode warna tersebut. Bantuan-bantuan pemerintah juga jarang sekali yang berbentuk uang. Pemberian uang dikhawatirkan akan habis untuk konsumsi dan penggunaannya pun sulit diawasi. Cara yang ditempuh pemerintah Boalemo adalah memberikan bantuan ternak kepada beberapa kelompok masyarakat, yang mana mereka bertanggung jawab untuk menggulirkan hasil dari ternak itu kepada kelompok masyarakat penerima bantuan berikutnya. Sebagai contoh, dua kelompok masyarakat di Kecamatan Wonosari menerima bantuan 40 ekor sapi. Mereka bertanggung jawab untuk memelihara sapi-sapi tersebut hingga melahirkan keturunan. Keturunan pertama dari sapi-sapi tersebut akan diberikan kepada kelompok penerima bantuan lain, yang mana mereka juga harus melakukan kegiatan yang serupa. Sementara, keturunan-keturunan berikutnya berhak dimanfaatkan oleh kelompok yang memelihara untuk memperoleh pendapatan finansial. Skema ini bergulir terus ke kelompok penerima bantuan berikutnya. Di sini lagi-lagi kontrol sosial menjadi disinsentif bagi mereka untuk tidak memelihara ternaknya dengan asal-asalan. Selain ternak sapi, skema serupa juga dijalankan untuk ternak ayam potong dan petelur. Strategi komunikasi Program-program pembangunan yang sudah direncanakan dan yang sedang dijalankan akan sulit berjalan apabila pemerintah tidak dapat menyampaikan maksud dan tujuannya kepada masyarakat. Masyarakat sendiri akan kesulitan untuk mengikuti arah dari program-program tersebut apabila tidak ada informasi yang jelas dan berkelanjutan. Strategi komunikasi yang dijalankan oleh pemerintah Boalemo cukup beragam, dan yang pasti, tepat sasaran. Selain seringnya frekuensi tatap muka antara masyarakat dengan para birokrat, pemerintah juga menyasar kelompok-kelompok masyarakat untuk menyampaikan idenya. Informasi disampaikan dengan cara dan pendekatan yang spesifik untuk masingmasing kelompok masyarakat, sehingga mereka bisa memahami dan turut berkontribusi untuk mencapai hasil yang baik. Kelompok-kelompok masyarakat yang disasar antara lain kelompok tani dan ternak, ibu-ibu rumah tangga, posyandu, bahkan jajaran pegawai pemerintahan. Sebelum mengusulkan satu rancangan Perda atau program ke DPRD pun, pemerintah kabupaten akan lebih dahulu mengumpulkan pendapat dan persetujuan masyarakat. Dengan demikian DPRD Boalemo dapat melihat bahwa memang Perda atau program tersebut baik untuk masyarakat. Pemerintah Kabupaten Boalemo sendiri telah beberapa kali memperoleh penghargaan tingkat nasional atas berbagai prestasi yang telah dicapai. Ini tentunya merupakan publisitas tersendiri yang mengangkat nama kabupaten ini. Namun yang lebih penting dari itu, penghargaan-penghargaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena hasilnya dapat dengan mudah ditemui apabila kita berkunjung ke sana.
to present their progress and achievements and evaluate each other. Indirectly, this has created a healthy competition between government agencies to continuously improve performances. The system of fair competition and transparency in government occurs because of incentives offered to improve performance. More broadly, this incentive scheme is also implemented in other programs, which have direct impact on the local economy and community empowerment. One interesting example is the distribution of rice to the poor (Raskin). Raskin is always distributed in the local mosques during dawn prayers. Boalemo society is full with nuances of Islamic culture and this method is also effective to ensure social overview and control. Social control also exists in the health sector. In addition to regular Clean Life Competitions, where communities compete in creating healthy living environments, the government imposed a system of 'health cards' in some areas. A card is hung at the front door of each house and describes the health condition of the family by using symbols and colors. For example, green means that the house is healthy, while red depict behaviors that need to be improved by the inhabitants. Relevant agencies then customize their services and provide counseling for people with these color codes. Government assistance is also rarely in the form of money. Giving money is no longer practiced because its use is difficult to control. In Boalemo the government instead provides livestock assistance to several community groups and they are then responsible for rolling profits onto to the next recipient communities. For example, two communities in Wonosari receive assistance in the form of cows. They were responsible for caring for the cows until they gave birth to offspring. The first offspring of the cows were given to groups of other aid recipients, and they then had to follow the same procedure. Meanwhile, the next descendants of the aid cows are able to be used by the original groups to earn incomes. This scheme keeps giving. Here again, social control is in practice because it’s a clear disincentive for them to not look after their livestock poorly. In addition to cattle, a similar scheme was also implemented for slaughter and laying chickens. Communication strategy Planned and ongoing development programs will be hampered if the government cannot convey their intent and purpose to the public. The community will find it difficult to follow the programs if there is no clear information. Communication strategies implemented by the government of Boalemo are quite diverse, and right on target. In addition to the frequency of face-to-face meetings with the bureaucrats, the government is also targeting community groups. Information is submitted in specific ways and approaches appropriate for their respective communities, so they can understand and contribute to achieving good results. Community groups targeted, among others, include groups of farmers and livestock breeders, mothers, neighborhood health centers, and even the ranks of government employees. Before proposing a draft law to parliament, the district first gleans public opinion and approval. Thus, the Parliament of Boalemo has proof if it is a good piece of legislation or program for the community. Boalemo received national awards for its various achievements several times. This has made a name for this district. But more importantly, these awards are justified because the results easily were seen when we visited.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION [email protected]
19
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
GENDER DAN PEMBANGUNAN GENDER AND DEVELOPMENT FORUM KTI
Pengarusutamaan Gender bagi Dosen Universitas Nusa Cendana, Kupang Gender Mainstreaming for Lecturers in Nusa Cendana University, Kupang Oleh Prof.Dr. Mien Ratoe Oedjoe, M.Pd.
K
omitmen Internasional maupun Nasional telah menyepakati satu strategi untuk menghapus kesenjangan gender dalam segala segi kehidupan. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Beijing Platform of Action dengan istilah Gender Mainstreaming (GMS) dan di Indonesia melalui kesepakatan Nasional. Gubernur Nusa Tenggara Timur telah memberikan respon melalui SK Gubernur No. 8 Tahun 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di Prov NTT No: 20 Tahun 2009 tentang Tata Cara Koordinasi Pelaksanaan PUG di lingkungan pemerintahan. Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematik untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan laki-laki & perempuan ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai kehidupan dan pembangunan. Strategi PUG dipergunakan karena kenyataannya pendekatan pembangunan yang selama ini dijalankan belum memberikan manfaat yang adil dan setara bagi laki-laki dan perempuan. Pengarusutamaan Gender mensyaratkan bahwa perlu menggunakan analisis gender dan anggaran yang responsive gender yang menjadi startingpoint dalam setiap tahapan sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring evaluasi kebijakan, program dan kegiatan dan penentuan anggaran pembangunan. Agar tujuan Keadilan dan Kesetaraan Gender dapat tercapai, maka isu gender menjadi critical point dalam setiap aktivitas pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Meskipun secara tegas telah diatur sejak tahun 2000, namun sampai saat ini belum dapat diintegrasikan secara optimal dalam kebijakan, program maupun kegiatan pembangunan (hasil penelitian Pusat Penelitian Wanita UNDANA-PPW) Sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui kegiatan penguatan kapasitas bagi pengembangan sumber daya manusia, agar memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan PUG. Pusat Penelitian Wanita UNDANA merasa berkewajiban untuk melakukan penguatan kapasitas PUG bagi para dosen di lingkungan Universitas Nusa Cendana dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Penguatan kapasitas dilaksanakan di PPW- UNDANA selama dua hari yaitu dari tanggal 21-22 Juli 2010, bertepatan dengan liburan semester genap. Nara sumber yang juga sebagai fasilitator adalah pakar gender dan pakar management pendidikan seperti Prof.Dr. Mien Ratoe Oedjoe, M.Pd, Lady Cindy Soewarlan, S.Pi.M.Pi dan Reny R. Masu, SH.MH. Materi dikemas sedemikian rupa sehingga PUG yang ada dari konsep gender, penganggaran yang responsive gender sesuai SK MenKeu No. 119 tahun 2009, merupakan satu kesatuan sistem penyajian yang terintegrasi. Adapun materi yang diberikan adalah: Konsep Gender, Pengarusutamaan Gender, Model – Model Tehnik Analisis Gender, Gender Analysis Pathway (GAP), Anggaran yang Responsif Gender (Gender Budged Statement dan Rencana Anggaran Belanja). Pelatihan diikuti oleh 24 orang dosen (7 laki-laki dan 17 perempuan) yang berasal dari fakultas- fakultas di lingkungan UNDANA yaitu: FKIP, FISIP, FH, FAPERTA, FST, dan FKM, dengan panitia pelaksana Noya Letuna S.Sos., M.A dan Wellem Linggi Turupadang, S.Pi.
Agustus - September 2010
The international and national community has committed to and agreed on a strategy to eliminate the gender gap known as gender mainstreaming, as stated in the Beijing Platform for Action. In Indonesia, gender mainstreaming is a national commitment. The Governor of East Nusa Tenggara has committed and responded to this through Governor Decree No. 8/2001 about Guidelines for Gender Mainstreaming Implementation in East Nusa Tenggara, and Decree No. 2 0 / 2 0 0 9 o n Co o r d i n a t i o n G u i d e l i n e s f o r G e n d e r Mainstreaming Implementation. Gender mainstreaming is a strategy that must be conducted rationally and systemically to achieve gender equality and justice in all aspects of human life through policies and programs that take into account the experiences, aspirations, needs, and problems between men and women into planning, during implementation, monitoring and evaluation of all policies and development programs. Gender mainstreaming strategy must be implemented because the existing development approach does not deliver equal benefits for both men and women. Gender mainstreaming requires gender analysis and gender responsive budgeting as a starting point for all development programs and policies, including planning, implementing, monitoring and evaluation stages. To achieve gender equality and justice, gender issues must be considered a critical point in all development activities. Although it has been regulated since 2000, research conducted by UNDANA Women’s Research Center shows that gender mainstreaming has not been fully integrated in development programs and policies. Capacity building is one solution to this problem so people can acquire the ability and desire to implement gender mainstreaming. To increase knowledge and awareness about gender mainstreaming, UNDANA Women’s Research Center conducted a gender mainstreaming workshop for lecturers of Nusa Cendana University. The activity was held for two days, 21-22 July 2010, in UNDANA Women’s Research Center. All the speakers were gender and education management experts, including Prof.Dr. Mien Ratoe Oedjoe, M.Pd; Lady Cindy Soewarlan, S.Pi.M.Pi; dan Reny R. Masu, SH.MH. Materials for the seminar included the concept of and integrated gender responsive budgeting. Topics addressed during the workshop included Concept of Gender, Gender Mainstreaming, Models and Techniques of Gender Analysis, Gender Analysis Pathway (GAP), and Gender Responsive Budgeting (Gender Budget Statement and Budgeting). The workshop was attended by 24 lecturers (7 men and 17 women) from various faculties in Nusa Cendana University: Faculty of Education, Faculty of Social Sciences and Politics, Faculty of Law, Faculty of Agriculture, Faculty of Science and
Volume V - edisi 59
20
Dengan metoda partisipatory andragogi melalui diskusi kelompok, tugas, kasus dan curah pendapat, para dosen mendapat peningkatan pengetahuan, pemahaman dan mampu mengaplikasikan dan mengintregasikan materi yang disampaikan dalam setiap sesi penyampaian melalui diskusi yang mendalam. Selain itu, kepekaan dalam menganalisis isu gender dan mengintegrasikan setiap sesi menunjukkan bahwa para peserta mampu mengeksplor sensitifitas gendernya sehingga mudah untuk menerapkannya dalam proses pelatihan. Peserta sangat aktif dalam berdiskusi dan memiliki kemampuan memahami dan analisis yang sangat baik sehingga mudah menerjemahkan konsep gender dan PUG, serta mampu merumuskan perencanaan dengan mempergunakan alat analisis gender yang telah disampaikan dan mampu memahami dan menyusun Gender Budged Statement secara optimal. Selain itu peserta memiliki komitmen yang kuat untuk menyerap materi yang disampaikan, walaupun hanya mendapatkan sertifikat sebagai penghargaan, dalam suasana keakraban, saling menghargai dan tim kerja yang solid serta disiplin merupakan potensi bagi pengembangan Gender Focal Point dalam menyuarakan PUG di lingkungan UNDANA. Pada gilirannya diharapkan dapat membentuk satu Pokja Gender dibawah koordinasi PPW UNDANA guna memfasilitasi mitra lain. Pada akhirnya peserta memberikan apresiasi yang tinggi kepada kegiatan ini dan akan berupaya mengimplementasikan dalam tugas sebagai dosen dalam mengemban misi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION
Technology , and Faculty of Community Health. Facilitators for the workshop were Noya Letuna S.Sos, M.A. and Wellem Linggi Turupadang, S.Pi. Using an participatory andragogy method through group discussions, tasks, case studies, and idea sharing, the lecturers gained better perspective and better understanding of applying and integrating the knowledge acquired. The sensitivity in analyzing gender issues and integrated sessions proved that participants were able to explore their gender sensitivity and that they were able to implement it during the training process. Participants were enthusiastic in discussion and understood the issues addressed in the workshop. They have good analysis skills so it helped them to translate the gender concept and gender mainstreaming and enabled them develop a plan using gender analysis tools. They also understood and were able to develop Gender Budget Statements. The participants had strong commitment to learn the materials presented during the workshop. Respecting each other is a good sign for the development of a Gender Focal Point to implement gender mainstreaming in Nusa Cendana University. It is hoped that a Gender Working Group will be established soon under the coordination of UNDANA Women’s Research Center to reach a wider audience. By the end, the participants appreciated the opportunity to join the workshop and stated they would implement the materials in their tasks as lecturers and in their missions of education, research and dedication to community.
Penulis adalah Ketua Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana Kupang, Anggota Pokja Forum KTI Wilayah NTT dan dapat dihubungi pada [email protected] / The author is Head of Nusa Cendana University Research Institute and a member of Eastern Indonesia Forum Working Group East Nusa Tenggara Region. She can be contacted at [email protected]
FORUM KAWASAN TIMUR INDONESIA EASTERN INDONESIA FORUM
F
orum Kawasan Timur Indonesia (Forum KTI) adalah Forum yang bersifat independen dan terbuka yang secara aktif mendorong dan mengembangkan kemitraan para pihak serta mendorong inovasi sosial dalam menjawab tantangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Forum ini dibentuk pada tahun 2004 dan berupaya mendukung efektivitas dan keberlanjutan pembangunan yang berbasis pengetahuan dan kerja sama antar pihak. Anggota Forum KTI berasal dari unsur pemerintah, legislatif, akademisi, organisasi non pemerintah, dan sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan di 12 provinsi di wilayah Papua, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Forum KTI berfungsi dan berperan menjalin hubungan multi-pihak dan memfasilitasi upaya berbagi pengalaman dalam menciptakan perubahan positif dan solusi cerdas dalam mengatasi berbagai masalah pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
FORUM KTI
The Eastern Indonesia Forum (Forum KTI) is an independent and open forum which actively encourages and develops stakeholder partnerships and drives social innovation to answer development challenges in eastern Indonesia. The forum was established in 2004 and supports development effectiveness and sustainability based on knowledge and stakeholder cooperation. Members of Forum KTI come from the government, legislative, academic, NGO, and private sectors and are involved in development in the 12 provinces of Papua, Maluku, Nusa Tenggara and Sulawesi. Forum KTI’s function and role is to facilitate multi-stakeholder relationships and sharing of experiences to achieve positive change and find smart solutions to overcome the development issues in eastern Indonesia.
Forum Kawasan Timur Indonesia Wilayah Papua Barat Johanes Paulus Koromath, SE Kantor Pusat Pemberdayaan Fiskal dan Ekonomi Daerah (P3FED UNIPA) Jl. Gunung Salju Amban, Manokwari Papua Barat-98314 T./F. 0986 - 214993 [email protected]
Gorontalo Aryanto Husain, MSi (Bappeda Provinsi Gorontalo) Jl. Sapta Marga Botu Kota Gorontalo Gorontalo T. 0435 - 831586 F. 0435 - 831587 [email protected]
Sulawesi Utara Lily Djenaan/ Vivi George Yayasan Swara Parangpuan (SWAPAR) Kantor KAPET Manado Jl. Diponegoro No. 51, Manado 95112 Sulawesi Utara T. 0431-846685 F. 0431-834564 [email protected]
Nusa Tenggara Barat H.M. Rosikhan,SE Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan UNRAM (P2BK UNRAM) Jl. Pendidikan No.37 Mataram Nusa Tenggara Barat T./F. 0370 - 623207 [email protected]
Maluku Utara Aziz Marsaoly Pusat DIAHI Jl. Kayu Manis Tabahawa No.9 Kelurahan Santiong, Ternate Maluku Utara T./F. 0921 - 326733 [email protected]
Sulawesi Tengah Eva Susanty Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulteng (KPKPST) Komp. BTN Tavanjuka Mas Blok C/1 Palu - Sulawesi Tengah T./F. 0451 - 487052 [email protected]
Sulawesi Tenggara Mitzan Yayasan Cinta Alam (YASCITA) Jl. Laute III No.9, Kendari Sulawesi Tenggara 93111 T./F. 0401 - 322381 [email protected]
Nusa Tenggara Timur Johannes Melky Subani Sekretariat Bersama NTT (Sekber NTT) Jl. Polisi Militer No.2 Kupang Nusa Tenggara Timur T./F. 0380 - 831712 [email protected]
Papua Drs. Samuel J. Renyaan, M.Sc Universitas Cendrawasih Papua Kampus UNCEN, Waena Jayapura Papua T./F. 0967 - 572108 [email protected]
Sulawesi Selatan Drs. Diagusta B. Randa, MSi Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Urip Sumoharjo No. 269 Makassar Sulawesi Selatan T.0411 - 453486 F. 0411 - 453869 [email protected]
Sulawesi Barat Kahar Ali Nur Lembaga Penelitian Analisis Sosial dan Lingkungan (L-PAS-L) Pakkabatang Kanang Kel. Amassangan Kec. Binuang, Kab. Polewali Mandar Sulawesi Barat T./F. 0428 - 22422 [email protected]
Maluku Michael Siahaya Bappeda Provinsi Maluku Sekber Aula Bappeda Provinsi Maluku Lt. 3 Jl. Pattimura No. 1, Ambon Maluku T./F. 0911 - 349423 [email protected]
Sekretariat Forum Kawasan Timur Indonesia JI. DR.Sutomo No. 26, Makassar 90113 Sulawesi Selatan, Indonesia P 62-411-3650320-22 F 62-411-3650323
21
Agustus - September 2010
[email protected] www.bakti.org
Volume V - edisi 59
Oleh Saverrapall Sakeng Korvando
Ikhtiar Mengurangi Risiko Bencana, dari Hulu sampai Hilir DAS Benanain Disaster Risk Reduction Effort: Upstream to Downstream on Benanain River
D
aerah aliran sungai (DAS) Benanain terletak di Nusa Tenggara Timur mencakup tiga wilayah kabupaten, yaitu Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Bellu. Luas daerah aliran sungai ini adalah sekitar 384.330 hektar dan di dalamnya mengalir sebelas anak sungai. Daerah aliran sungai Benanain didominasi oleh topografi berbukit dan bergunung. Karakteristik daerah aliran sungai Benanain yang berbukit-bukit dengan lereng yang cukup curam (26 – 40%) memiliki risiko bencana yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk pengelolaannya. Beberapa ancaman bencana alam di daerah aliran sungai ini adalah banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Ancaman tanah longsor diperkuat dengan banyaknya anak sungai yang mengalir di dalam daerah aliran sungai ini yang menyebabkan bentuk aliran Sungai Benanain sebagai sungai utama memiliki banyak percabangan dan aliran air sering berpindah-pindah. Potensi terjadinya longsor terbesar di daerah hulu dan tengah. Parahnya lagi dua muara Sungai Benanain (muara Abudenok dan Motadikin), tertutup sedimen sepanjang 4 kilometer. Kerusakan hutan di bagian hulu DAS Benanain akibat penebangan kau liar, sistem ladang berpindah, dan aktivitas pertambangan, turut memperparah kondisi DAS Benanain. Aktivitas ini semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya persoalan kemiskinan yang dihadapi masyarakat di daerah tersebut. Berbagai aktivitas ilegal ini diproyeksikan akan semakin meningkat, terutama karena belum efektifnya upaya penegakan hukum. Kondisi fisik DAS Benanain yang rentan ini diperparah dengan minimnya kerjasma lintas kabupaten dan lintas sektoral. Masih terdapat inkonsistensi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten di wilayah DAS Benanain dengan fakta dan implementasi di lapangan. Padahal potensi bencana di daerah ini sangat membahayakan masyarakat yang tinggal di desa-desa pada daerah tengah dan hilir, khususnya di tepi sungai. Mereka terancam kematian, gagal panen, kemiskinan yang semakin besar, berbagai penyakit seperti diare, malaria, dan infeksi saluran pernapasan. Bias Perundang-Undangan Penanganan DAS Benanain saat ini memang masih belum komperehensif. Hasil dokumen penelitian bertajuk pengelolaan DAS secara terpadu yang dikeluarkan World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara Project (WWF-NTP) dan Unit Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Nusa Tenggara Timur menunjukkan terjadi bias regulasi dalam penanganan DAS Benanain. Pertama, kebijakan-kebijakan yang ada memiliki beberapa celah yang dapat disalahgunakan oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terbukti dengan munculnya pemanfaatan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan dalam kawasan lindung yang berada dalam kawasan DAS Benain. Kedua, belum sepenuhnya terdapat sinkronisasi dan konsistensi antara beberapa peraturan perundangan. Hal ini dapat dilihat dari kasus Taman Suaka Margasatwa Kateri yang ditetapkan dengan SK Menhut No 89/1983, SK
Agustus - September 2010
The Benanain Watershed (DAS) in East Nusa Tenggara covers three districts,Tengah Selatan,Timor Tengah Utara, and Bellu. This watershed area is approximately 384,330 hectares and includes eleven tributaries. The Benanain watershed is dominated by hilly and mountainous topography. Watershed characteristics of Benanain include a fairly steep slope (26-40%), meaning risk reduction needs special attention and management. Some of the threats of natural disasters in this watershed area are floods, droughts, and landslides. The threat of landslides is strengthened by the number of tributaries that flow in this area; Benanain River as the main river has a lot of branches and the flow of water changes often. Landslide potential is greatest in the the upper and middle sections. Even worse, two Benanain River estuaries (Abudenok and Motadikin), are cut off by sediment over a 4 kilometer stretch. Deforestation in the upstream catchment area is due to logging, shifting cultivation systems, and mining activities, all aggravating the worsening condition of the Benanain watershed. These activities increase with the growing problem of poverty facing communities in the area. Various illegal activities are projected to increase, especially since law enforcement is not effective. The physical condition of the Benanain watershed is vulnerable and exacerbated by the lack of cross-district and cross-sectoral cooperation. There are still inconsistencies in facts and implementation of the Spatial Plan of the Province of Nusa Tenggara Timur and districts in watershed area. The potential for disaster in this area is very dangerous for people living in villages in the middle and downstream areas, especially on the riverbanks. They are threatened with death, crop failure, greater poverty, and diseases such as diarrhea, malaria and respiratory infections. Legislation Bias Benanain watershed management is not comprehensive. Results of a research document titled Integrated Watershed Management issued by World Wide Fund Nusa Tenggara Project (WWF-NTP) and the Natural Resources Conservation Unit (KSDA) show that there are biases in the Benanain watershed regulations. First, existing policies have gaps that can be misused by various irresponsible parties. This is evident with increasing land use not in accordance with laws and regulations in protected areas within the catchment area.
Volume V - edisi 59
22
Gubernur N0 64/1996, Kep Menhut No 423/1999, SK Mentan No 394/1981, tidak konsisten dengan realitas di lapangan. Sejak tahun 2000 hingga saat ini telah terjadi pembukaan lahan untuk pertanian oleh masyarakat pengungsi dari Timor Timur. Selain itu dalam kawasan Cagar Alam Maubesi yang ditetapkan dengan SK Menhut No 89/1983, SK Gubernur N0 64/1996, Kep Menhut No 423/1999, SK Mentan No 394/1981, telah dibangun jalan oleh Pemda Bellu untuk keperluan pariwisata. Lebih ironis lagi adalah kasus eksploitasi bahan tambang galian C di Kabupaten TTS yang harus dilihat kesesuaiannya dengan RTRW maupun peraturan lainnya. Ironisnya, pihak pertambangan cenderung mengejar PAD yang diperoleh dari retribusi perusahaan yang telah mengantongi surat ijin penambangan daerah (SIP D) tanpa melakukan pengawalan kegiatan penambangan sampai pada kegiatan reklamasi DAS. Akibatnya, kerusakan DAS dipastikan terjadi setiap tahun dan jika dikrucutkan penyebab kerusakan juga adalah kontribusi dari aktivitas penambangan galian C. Bahkan kegiatan penambangan galian C sampai menyentuh basis produksi pangan masyarakat. Ketiga, kebijakan pemerintah pusat dan lokal belum memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat adat, kelembagaan adat, dan aturanaturan lokal, termasuk kearifan lokal, untuk berperan serta dalam upaya mencegah dan mengendalikan kerusakan dan pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup di DAS Benanain. Dalam konteks ini, belum ada sinergi antara komunitas dan pemerintah. Hal ini merupakan potensi konflik dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di DAS Benanain. Keempat, masih terdapat peraturan perundangan yang perlu dicermati. Sebut saja SK Menteri Kehutanan No.89/Kpts-II/1983 tentang penunjukkan areal hutan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur seluas1.667.962 ha sebagai kawasan hutan, SK Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 64 Tahun 1996 tentang Penetapan hasil paduserasi rencana tata ruang wilayah provinsi dan tata guna hutan kesepakatan Nusa Tenggara Timur. Lalu SK bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur bersama Bupati Kupang, Bupati TTS, Bupati TTU dan Bupati Bellu Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Noelmina dan Benenain dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 9 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Peraturan daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 1994 tentang Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur. Kelima, proses penyebaran informasi, membangun komunikasi, pemahaman dan komitmen mengenai peraturan perundangan tata ruang yang belum maksimal. Pengaturan wilayah Sub DAS dan regulasi seharusnya melibatkan semua stakeholder sampai kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk di aras akar-rumput. Akan tetapi kenyataan di lapangan, materi dan substansi dalam kebijakan dan peraturan perundangan tersebut belum dapat dipahami sampai pada tataran terendah dalam masyarakat. Indikasinya tampak dari berbagai aktivitas dan proses pembangunan yang cenderung terus berjalan meskipun sebenarnya telah melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Kesadaran Multi Pihak Mencermati berbagai lika-liku persoalan pengelolan DAS Benanain tersebut di atas, kesadaran berbagai pihak sangatlah dibutuhkan untuk belajar dari pengalaman dan mulai membenahi hal-hal yang berpotensi menghasilkan bencana, dan mengantisipasi dan kebutuhan penanganan yang sesuai. Parapihak perlu berpikir untuk mengurangi resiko bencana sambil mendorong tanggung jawab bersama yang lebih baik dalam pengelolaan DAS Benanain. Untuk membangun kembali kesadaran berbagai pihak dapat dilakukan dengan berbagai program peningkatan kapasitas pemerintah berkaitan dengan kesiapan bencana dan Program Penguatan Kapasitas Masyarakat di wilayah hilir Benanain. Hal ini akan membangun kesadaran berbagai pihak, terlebih para pemangku kebijakan untuk menyatukan komitmen bahwa penanggulangan banjir DAS Benanain perlu dilakukan lintas kabupaten dan lintas sektor. Pada tingkat pemerintah perlu diaktifkan diskusi antar pihak dan lintas sektoral di tiga wilayah kabupaten yang masuk dalam satuan DAS Benanain. Sementara pada tingkat masyarakat di wilayah hilir DAS Benanain perlu digulirkan program-program peningkatan kapasitas
23
Agustus - September 2010
Second, there is no synchronization or consistency between the different laws and regulation, as can be seen from the case of the Kateri Park which is designated as such by Decree No. 89/1983 from the Ministry of Forestry, Governor Decree N0 64/1996, Decree No. 423/1999 from Forestry Department, and Ministry of Agriculture Decree No. 394/1981, but all are inconsistent compared with the reality on the ground. From 2000 until now there is ongoing land clearance for agriculture by a community of refugees from East Timor. Also in the Nature Reserve Area of Maubesi (as established by decree No. 89/1983 from Ministry of Forestry, Decree of the Governor N0 64/1996, Minister of Forestry Decree No 423/1999, Ministry of Agriculture Decree No. 394/1981) the Local Government of Bellu has built roads for tourism purposes. More ironically is a case of exploitation of mine C in TTS, which should be reviewed for compliance with RTRW or other regulations. People tend to pursue mining revenue derived from companies that have pocketed mining permits (SIP D) without guarding mining operations or undertaking watershed reclamation activities. As a result, watershed damage occurs every year and certainly the cause of damage is from mining activities at mine C. These activities have even had an impact on community food production. Third, the central and local government policies have not provided enough space for indigenous peoples, indigenous institutions, and traditional laws, including local wisdom, to participate in efforts to prevent and control degradation and pollution of natural resources and environment in the watershed area. In this context, there is no synergy between community and government. This is a potential conflict in the management of natural resources and environment in the watershed area. Fourth, there are still laws which need to be enforced, such as Forestry Ministerial Decree No.89/Kpts-II/1983 on the designation of the of 1,667,962 ha of forest area in East Nusa Tenggara Province; East Nusa Tenggara Governor Decree Number 64 Year 1996 regarding Synchronization of Spatial Planning and Utilization of Forest in East Nusa Tenggara. There is also the Govenor’s Decree also signed by the Head of Kupang District, the Head of TTS District, the Head of TTU District and the Head of Bellu District in 2002 on Watershed Management (DAS) for Noelmina and Benenain and the surrounding areas in the province of East Nusa Tenggara; the East Nusa Tenggara Provincial Regulation No. 9 of 2005 regarding the Spatial Plan of the Province of East Nusa Tenggara; and the Regulation Level 1 No. 5 of 1994 on Protected Areas in the Province of East Nusa Tenggara. Fifth, the process of dissemination of information, development of communication, understanding and commitment regarding spatial planning legislation has not been maximized. Setting subwatershed areas and regulations should involve all stakeholders at all levels of society, including at the grassroots level. The reality on the ground is that the materials and substance of the policies and regulations cannot be understood at the lowest level of society. This is indicated by the fact that the processes of development keep going on even if you have violated applicable legislation. Multi-stakeholder Awareness Looking at the various twists in the management of the Benanain watershed and the problems mentioned above, awareness of various stakeholders is needed to learn from experiences and begin to fix the things that have the potential to create disasters, and to anticipate needs and provide appropriate solutions. Stakeholders need to think about reducing disaster risks while encouraging a shared responsibility for better watershed management in Benanain. Building awareness can be done by various government capacity building programs in relation to disaster preparedness. This will build awareness amongst various stakeholders, especially decision makers, to emphasize a commitment to Benanain watershed area flood prevention, which must also be
Volume V - edisi 59
pemerintah desa untuk membangun kembali kesadaran dan menjadikan konsep reduksi risiko bencana yang terintegrasi dalam keseluruhan perencanaan program pembangunan di tingkat desa. Jika demikian maka akan ditindak-lanjuti dengan peraturan-peraturan desa yang mereduksi risiko bencana. Untuk mendorong proses tersebut, Perkumpulan Masyarakat Penanganan Bencana yang disingkat PMPB-NTT, selaku sebuah LSM lokal yang sejak tahun 1999 konsen terhadap kerja-kerja penanggulangan bencana di NTT, tengah meluncurkan berbagai program berkolaborasi dengan pemerintah di Kab. Bellu, Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan. Misalnya, membangun diskusi terfokus, menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bersama untuk meningkatkan kapasitas baik pemerintah maupun masyarakat di di tiga wilayah kabupaten dan membentuk tim siaga bencana di desadesa di wilayah hilir DAS yang dipastikan setiap tahun terkena dampak bencana banjir di DAS Benanain . Proses ini akan melahirkan agenda bersama di tiga kabupaten untuk mereduksi risiko bencana sesuai dengan tingkat kerentanan dan jenis ancaman, yang pada gilirannya akan secara bersama-sama akan merancang rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana (RAD-PRB).
cross-district and cross- sector. At the government level, cross-sectoral discussions between the parties needs to be activated in the three districts included in the Benanain DAS. The community level in the downstream catchment areas, community empowerment programs are needed need to increase the capacity of village government to rebuild awareness and include the concept of integrated disaster risk-reduction in overall development program planning at the village level. This can then be followed up with village regulations to reduce disaster risks. To encourage this process, PMPB-NTT, a local NGO, which has concentrated on disaster management in the province since 1999, launched various programs in collaboration with the government in the districts. For example, focused discussions, joint training to enhance the capacity of both governments and communities in the three districts, and formation of a standby team for disasters in villages in downstream areas that flood each year. This process will create a shared agenda in three districts to reduce disaster risks in accordance with the level of vulnerability and the type of threat, which in turn will create a joint regional action plan on disaster risk reduction (DRR-RAD).
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Aktivis LSM Animasi dan dapat dihubungi melalui e-mail [email protected] / The author is an activist working for NGO Animasi and he can be contacted on email [email protected]
Universitas Negeri Papua Memelopori Pendirian Pusat Penelitian Biodiversitas Indonesia Universitas Negeri Papua Pioneers the Establishment of the Indonesian Biodiversity Research Center Oleh Abdul Hamid A. Toha
U
niversitas Negeri Papua (UNIPA) merupakan salah satu dari empat perguruan tinggi yang mempelopori pendirian Pusat Penelitian Biodiversitas Indonesia (Indonesian Biodiversity Research Center) yang berkedudukan di Denpasar (Bali). Bertempat di Hotel Inna Bali, pada tanggal 10 Agustus 2010 UNIPA, UNDIP, UNUD, dan UCLA, telah ditandatangani nota kesepahaman pendirian IBRC. Pusat penelitian ini didukung lembaga Smithsonian Institute, The National Museum of Natural History, USA. Pendirian IBRC bertujuan untuk mengembangkan riset dan pendidikan keragaman hayati di Indonesia. IBRC didanai oleh United States Agency For International Development (USAID) selama tiga tahun (2010-2013). Beberapa kegiatan yang akan dan telah dilakukan di IBRC antara lain adalah pelatihan, kuliah, dan penelitian aspek biodiversitas untuk mahasiswa dan staf akademik dalam dan luar negeri. Saat ini IBRC berfokus pada keragaman genetik organisme laut. Di masa yang akan datang kajian IBRC akan diperluas untuk tingkatan keragaman hayati dan organisme yang lebih luas. IBRC dibangun atas kerjasama antara peneliti Indonesia-Amerika Serikat. Pimpinan Peneliti IBRC adalah Paul Barber dari UCLA, dan untuk operasional sehari-hari dipimpin oleh seorang koordinator program dari Indonesia. Pendirian IBRC merupakan pengembangan kerjasama penelitian antara Prof. Ambariyanto (Universitas Diponegoro), Prof. Ngurah Mahardika (Universitas Udayana), Abdul Hamid Toha (UNIPA) dan Prof. Paul Barber (University of California, Los Angeles) melalui PIRE Project (http://sci.odu.edu/ impa/ctpire.html). Saat itu penandatangan MoU berlangsung antara UCLA dan LIPI.
The University of Papua (UNIPA) is one of four universities which pioneered the establishment of the Indonesian Biodiversity Research Center (IBRC) located in Denpasar, Bali. At the Hotel Inna Bali on August 10, 2010, UNIPA, Diponegoro University, Udayana University, and UCLA, signed a memorandum of understanding establishing the IBRC. The Research Center of the Smithsonian Institute is a supporting institution, as is the National Museum of Natural History, USA. The establishment of the IBRC aims to develop biodiversity research and education in Indonesia. The IBRC is funded by the United States Agency for International Development (USAID) for the next three years (2010-2013). IBRC activities will include training, lectures, and research into biodiversity for students and academic staff within and outside the country. Currently, IBRC focuses on genetic diversity of marine organisms. In the future, IBRC studies will be extended to biodiversity and other organisms. IBRC builds on cooperation between Indonesian and United States researchers. The Principal Investigator is Paul Barber from UCLA, and daily operations are under the management of the coordinator of the Indonesian program. IBRC is developing research collaboration between Prof. Ambariyanto (Diponegoro University), Prof. Ngurah Mahardika (Udayana University), Abdul Hamid Toha (UNIPA) and Prof. Paul Barber (University of California, Los Angeles) through the Empire Project (http://sci.odu.edu/impa/ctpire.html). The signing of this MoU took place between UCLA and LIPI.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Abdul Hamid A. Toha Laboratorium Genetika UNIPA, Laboratorium Perikanan - Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua Jl. Gunung Salju Amban, Manokwari-Papua Barat 98314, HP. 081381903136
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
24
Pengumuman
Forum Kawasan Timur Indonesia V Ambon, 1-2 November 2010 Announcement The 5th Eastern Indonesia Forum Ambon, 1-2 November 2010
25
aKTI menjadi sekretariat bagi Forum Kawasan Timur Indonesia (Forum KTI), sebuah Forum yang bersifat independen dan terbuka yang secara aktif mendorong dan mengembangkan kemitraan para pihak serta mendorong inovasi sosial dalam menjawab tantangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Anggota Forum KTI berasal dari unsur pemerintah, legislatif, akademisi, organisasi non pemerintah, dan sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan di 12 provinsi di wilayah Papua, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. FORUM KTI telah mengadakan empat kali pertemuan sejak tahun 2004. Pertemuan ini menjadi satu-satunya kesempatan bagi pelaku pembangunan dari berbagai sektor dan daerah berkumpul untuk saling belajar dan berdiskusi tentang isu dan solusi untuk pembangunan di kawasan timur Indonesia. Mulai tahun 2009, dalam pertemuan tahunan diangkat praktik cerdas dari seluruh provinsi di KTI. Pertemuan Forum ini menekankan pada menemukan dan menyajikan solusi, ketimbang memetakan isu dan permasalahan yang dihadapi oleh para stakeholder. Ini menjadikan Pertemuan Tahunan Forum KTI sebagai kesempatan yang sangat baik untuk bertukar solusi dalam kaitan mengefektifkan upaya pembangunan KTI. Forum ini unik karena juga memasukkan berbagai metode komunikasi kreatif untuk menangkap pesan-pesan kunci dan memperkaya pengalaman pembelajaran dan pertukaran pengetahuan dari seluruh peserta. Tahun ini Pertemuan Forum KTI akan dilaksanakan pada November 2010 di Ambon, Provinsi Maluku, dan akan melanjutkan keberhasilan dari berbagai acara Forum untuk menciptakan platform yang efektif dalam berbagi praktik cerdas dan pengetahuan di antara para pesertanya.
B
The Eastern Indonesia Forum is an independent network of key stakeholders actively encouraging and developing multistakeholder partnerships and social innovation to overcome development challenges in eastern Indonesia. Forum members are reformers from regional government, central government, legislative, academia, NGOs, private sector, international development partners, and other members of civil society. Since 2004, the Eastern Indonesia Forum has hosted an annual meeting with around 200 participants drawn from development stakeholders in eastern Indonesia. The Eastern Indonesia Forum conference is one of the only opportunities for stakeholders from all sectors to come together and discuss and learn about development issues and solutions in eastern Indonesia. In the 2009 conference, local smart practices providing solutions for development challenges were presented and promoted from all provinces in eastern Indonesia. The Forum event emphasizes finding and presenting solutions, instead of merely reiterating issues and problems that most stakeholders are already familiar with. This was a great opportunity for participants to trade solutions to make development more effective in the region. The Forum is unique in that it also incorporates creative communication methods to capture key messages and enhance the learning experience and knowledge exchange for all participants. This year the Forum will be held in November 2010 in Ambon, Maluku province, and it will build upon the successes of past Forum events to create a truly effective platform for good practice and knowledge sharing for all participants.
Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia ke-5
The 5th Eastern Indonesia Forum
Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia yang ke-5 akan mengusung tema ’Praktik Cerdas untuk Kkemajuan Kawasan Timur Indonesia’
The 5th Eastern Indonesia Forum (EI Forum) will celebrate the successes and innovation in development in Indonesia and
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
Pertemuan ke-5 Forum KTI akan menggunakan pendekatan kreatif untuk mendorong terjadinya interaksi yang lebih dalam di antara pesertanya. Acara-acara dalam Pertemuan Forum KTI ini akan mencakup presentasi praktik cerdas dari 12 provinsi di Kawasan Timur Indonesia serta curah ide dan pengalaman kreatif para pelaku pembangunan. Bentuk kegiatan seperti poster market dan resolusi kreatif juga akan menjadi bagian penting dari acara ini yang memungkinkan peserta untuk lebih memahami berbagai inovasi yang ditampilkan dan mendorong terjadinya replikasi
have the theme of “Smart Practices for Eastern Indonesia’s Development”. The 5th meeting will use a creative approach to encourage greater interaction between participants. The two-day meeting will include presentations of smart practices, as well as interviews and presentations from key development reformers. Creative resolution sessions, a poster market, and short films will be an important part of the event to help participants achieve a deeper understanding of the innovations presented and how to adopt or replicate these practices in their own communities.
Pameran Forum KTI
EI Forum Exhibition
Bagian yang menarik dari rangkaian Pertemuan Forum KTI, adalah pameran yang menjadi kesempatan dari berbagai organisasi untuk menunjukkan hasil kerja. Pada Pertemuan Forum KTI yang lalu, pameran ini terbuka untuk umum. Pameran ini merupakan peuang yang sangat strategis bagi berbagai organisasi untuk mempromosikan kerja dan program mereka kepada audiens yang lebih luas. Pameran ini adalah sebuah pertukaran pengetahuan yang efektif bagi para pelaku pembangunan dari tingkat lokal, regional, nasional, bahkan internasional.
One of the most popular features of the EI Forum, the exhibition is a chance for any organization to present their work to attendees. As during last year’s Forum, the exhibition will be open to the public. The exhibition is a very strategic opportunity for organizations to promote their work and programs to a wider audience. The exhibition is an effective knowledge exchange for development stakeholders from a local, regional, national and international level.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Jika Anda ingin menghadiri Forum KTI V silakan menghubungi / If you would like to attend the 5th Eastern Indonesia Forum, please contact : [email protected] for information. Seats are limited. Jika Anda ingin mengikuti pameran, silakan mengirimkan email ke / If you would like to participate in the Exhibition, please email : [email protected] for information and costs. Jika Anda ingin menjadi sponsor Forum KTI V dan ingin tau keuntungan menjadi sponsor, silakan menghubungi / If you would like to sponsor the 5th Eastern Indonesia Forum and learn about the benefits of sponsorship, please contact [email protected]
PELUANG OPPORTUNITY
Penawaran Khusus bagi Mahasiswa PhD penerima beasiswa DIKTI Special Offer for Indonesian Government DIKTI PhD Scholarships Charles Darwin University menawarkan dukungan untuk biaya kuliah dan kursus bahasa Inggris bagi penerima beasiswa Dikti tingkat PhD, sebagai berikut: •
Kursus bahasa Inggris Intensif selama 10 minggu gratis di kampus CDU-untuk menerima fasilitas ini, calon mahasiswa harus memiliki nilai keseluruhan IELTS minimal 6.
•
Pembebasan biaya kuliah tahun keempat, yang tergantung pada dua hal, yaitu: 1) kemajuan akademis di tiga tahun pertama dibawah skema beasiswa DIKTI, dan 2) penerima beasiswa DIKTI memiliki dana yang mencukupi untuk biaya hidup yang berasal dari sumber lain (seperti: universitas asal, pemerintah Negara asal ataupun lembaga sponsor yang lainnya).
Agustus - September 2010
PENDAFTARAN CDU tidak memungut biaya pendaftaran bagi calon mahasiswa PhD penerima beasiswa DIKTI. Anda harus menyiapkan dokumendokumen berikut: 1. Siapkan proposal penelitian tertulis, sebisa mungkin konsultasikan terlebih dahulu dengan calon pembimbing riset dari CDU yang bisa dilihat di www.cdu.edu.au/research/profiles/ 2. Menyertakan daftar referensi berikut surat rekomendasi dari masing-masing referensi. Contoh rekomendasi dapat dilihat di : www.cdu.edu.au/international/attachments/ 3. Menyertakan salinan transkrip akademis yang telah di dilegalisir, juga semua piagam penghargaan yang pernah diterima. 4. Memiliki nilai keseluruhan IELTS 6 (6 di setiap band). Catatan: Diperlukan Nilai IELTS 6.5 untuk langsung masuk ke program PhD. 5. Melengkapi formulir pendaftaran bagi Mahasiswa Penelitian Internasional. Formulir dapat diambil di : [email protected] +61 8 8946 7215 www.cdu.edu.au/international International Office Charles Darwin University Darwin NT 0909 Volume V - edisi 59
26
PELUANG OPPORTUNITY CALL FOR PAPERS AND PARTICIPATION THE 4TH INTERNATIONAL SEMINAR
BRINGING LINGUSTICS AND LITERATURE INTO EFL CLASSROOMS The Faculty of Language and Literature in cooperation with the Language Training Center Satya Wacana Christian University November 24 - 25, 2010
Linguistics and Literature have played a very significant role in the development of second or foreign language teaching. Research findings in Linguistics and Literature influence second or foreign language teaching practices all over the world, including the teaching of English. Within this context, the Faculty of Language and Literature in cooperation with the Language Training Center, Satya Wacana Christian University is going to hold its Fourth International Seminar in the hope of bringing Linguistics and Literature into EFL Classrooms. Venue: SATYA WACANA CHRISTIAN UNIVERSITY Jl. DIPONEGORO 52-60 SALATIGA 50711 JAWA TENGAH - INDONESIA
WEBSITE BULAN INI WEBSITE OF THE MONTH GEF Small Grants Programme http://sgp.undp.org/
G
EF Small Grants Programme adalah program yang memberikan bantuan kepada komunitas dunia untuk bergerak dalam bidang penyelamatan lingkungan yang dianggap sudah kritis dan bisa mendemonstrasikan keberhasilan mereka dalam mengatasi hal tersebut. Isu lingkungan memang menjadi perhatian yang sangat khusus oleh Global Environment Facility (GEF). Diharapkan dengan bantuan yang diberikan, komunitas tersebut dapat membawa perubahan yang signifikan dalam menangani masalah-masalah lingkungan. Program ini didukung oleh Global Environment Facility sebagai pengelola program dan bekerjasama dengan UNDP (United Nations Development Programme) yang mengimplementasi program ini, kemudian dilaksanakan oleh United Nations Office for Project Services (UNOPS). Sampai saat ini program bantuan sudah mencapai $401 juta. Sebagai tambahan, program ini sudah berhasil mengumpulkan dana sebesar $407 juta dari beberapa mitra lainnya. Di Indonesia sendiri sudah ada 343 proyek yang didukung oleh GEF Small Grants Programme, mulai dari bantuan untuk masyarakat pesisir sampai pendidikan konservasi lingkungan untuk guru dan muridnya. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang bagaimana mendapatkan bantuan, silahkan lihat dan kunjungi laman ‘What does SGP do?’. Selamat mencoba! GEF Small Grants Programme is a program that provides assistance to communities engaged around the world in saving environments that are considered critical and can demonstrate their success in providing solutions. Environmental issues are the focus of the Global Environment Facility (GEF). Hopefully, with the assistance provided, communities chosen can bring about significant changes in environmental problems. This program is supported by the Global Environment Facility, as program manager, and in cooperation with UNDP (United Nations Development Programme), which implements the program with the United Nations Office for Project Services (UNOPS). Until now, aid has reached $401 million. In addition, this program has succeeded in raising funds of $407 million from several other partners. In Indonesia alone there are 343 projects already supported by the GEF Small Grants Programme, ranging from assistance for coastal communities, to environmental conservation education for teachers and students.To get more information about how to get aid, please visit the page 'What does SGP do?'. Good luck!
REDD-I (REDD in Indonesia) http://redd-indonesia.org/
S
itus ini adalah sumber informasi tentang REDD di Indonesia. Situs ini lebih mengutamakan berita dan informasi yang mengedepankan isu Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Situs ini dikelola oleh CIFOR bekerja sama dengan PILI-Green Network dan WWF-Indonesia, dengan dukungan dana dari David and Lucile Packard Foundation. Melalui situs ini, diharapkan semua pemangku kepentingan pada semua tingkatan untuk berbagi informasi, pengetahuan dan menciptakan komunitas pembelajaran. Situs ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya diskusi REDD, perubahan iklim dan konservasi hutan yang sedang tumbuh ditingkat nasional dan internasional. Ada beberapa informasi menarik yang disediakan dalam situs ini. Melihat laman inisiatif global maka kita diajak untuk mengetahui inisiatif-inisiatif negara berkembang dalam menghadapi isu deforestasi dan degradasi lahan hutan serta dapat melihat program kemitraan Karbon Hutan yang sudah dilaksanakan di 29 negara. Ada juga beberapa perangkat hukum pelaksanaan tentang implementasi REDD di Indonesia dan beberapa publikasi menarik tentang isu lingkungan, perubahan iklim serta kebijakan hutan. Situs ini cocok bagi para pemerhati lingkungan yang ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tentang beberapa program lingkungan di Indonesia. This site is a source of information on REDD in Indonesia. This site gives priorityto news and information on the issue of Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). This site is managed by CIFOR in collaboration with PILI-Green Network and WWF-Indonesia, with funding from the David and Lucile Packard Foundation. Through this site, hopefully stakeholders at all levels will share information and knowledge and create a learning community.The site is expected to contribute to enriching the discussion of REDD, forest conservation and climate change at a national and international level. There is some interesting information on this site. On the page of global initiatives, find out about the initiatives of developing countries in facing the issue of deforestation and degradation of forest land and read about the Forest Carbon Partnership Program, which was implemented in 29 countries.There are also several legal instruments concerning the implementation of REDD in Indonesia and some interesting publications on environmental issues, climate change and forest policies. This site is suitable for environmentalists who want to get more information about environmental programs in Indonesia.
19 27
Agustus Juli - Agustus - September 2010 2010
Volume V - edisi 59 58
Batukar.info Update
Batukar.info adalah bursa pengetahuan online yang menyediakan berita dan informasi seputar Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan menjadi media pertukaran pengetahuan antara para pelaku pembangunan yang terlibat dalam pembangunan di KTI. Pada saat ini www.batukar.info sudah menyediakan lebih dari 3000 konten mengenai berita, isu, referensi, direktori yang membantu para pemangku kepentingan di KTI mendapatkan informasi dan pengetahuan yang mereka butuhkan. Anda bisa menjadi penikmat informasi dan pengetahuan seputar KTI dengan menjadi anggota batukar.info. Semua fitur menarik di website ini akan bisa dinikmati bila anda sudah menjadi anggota. Ingin tahu lebih banyak lagi tentang batukar.info? Simak informasi terbaru dari batukar.info dibawah ini. Selamat menikmati!
Sejak diluncurkan bulan Januari 2010, situs ini semakin dikenal dan dirasakan manfaatnya oleh para pelaku pembangunan di KTI. Hal ini bisa dilihat dari data statistik (sumber: Google Analytics). Dimulai dari bulan Feb dengan 5,879 Absolute Unique Visitors (AUV), sampai terakhir bulan Agustus dengan 15,924 AUV. Total 89,151 AUV dan total 98,432 hits/visit sampai saat ini. Dari data tersebut membuktikan Batukar.info menjadi media yang efektif untuk promosi kegiatan dan penyebaran informasi di KTI. http://www.batukar.info/photo/content/statistik-batukarinfo
Fokus Multi Media Machine (M3) Sultra: Menginspirasi Orang untuk Melakukan Komunikasi yang Baik tentang Sumberdaya Alam http://www.batukar.info/content/multi-media-machinem3-sultra-menginspirasi-orang-untuk-melakukankomunikasi-yang-baik-tenta
Artikel Sebanyak 100 kabupaten, atau hampir sepertiga dari 346 kabupaten se-Indonesia, ternyata memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ketahanan pangan. Indikatornya, antara lain menyangkut aspek ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan kerentanan terhadap kerawanan pangan. Kenyataan tersebut, dikemukakan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Februari lalu. Dari 100 kabupaten tersebut, sekitar 30 kabupaten masuk kategori prioritas satu, tersebar di kawasan timur Indonesia, yakni Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua Barat. Sementara 40 kabupaten, masuk prioritas tiga, yaitu antara lain Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Organisasi Pangan Dunia (FAO) memperkirakan masalah ketahanan pangan masih akan mengganjal perekonomian Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, ketergantungan terhadap impor, terutama makanan dan buah segar, berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.(Media Indonesia,1/2/2010)
http://www.batukar.info/komunitas/articles/ indonesia-negara-rawan-pangan
Community Blog Mendidik Manusia
Tentu berbeda dari mendidik kambing. Kambing bukan manusia dan manusia bukan kambing, dan sebangsanya. Meskipun di kitab-kitab yang dianggap suci ada tertulis bahwa manusia itu seperti babi, keledai, serigala, domba, serigala berbulu domba, dan sebagainya, manusia tetaplah manusia. Dan kalau mau dididik juga mestinya pakai cara-cara manusia,bukan kambing. Bagaimana caranya? Tentu perlu tahu dulu apa itu manusia. Dan untuk tahu apa itu manusia, kita tidak harus baca buku-buku antropologi, biologi, antropobiologi, psikologi, dan logi-logi. Kalau kita yakin bahwa diri kita masih manusia-bukan jelmaan hewan, robot, atau jin-maka yang perlu kita lakukan adalah melihat ke dalam diri kita dan memahaminya. Di sanalah akan kita temukan kemanusiaan kita (kalau masih manusia). http://www.batukar.info/komunitas/blogs/ mendidik-manusia
Referensi Terbaru Indonesia Economic Quarterly: Continuity Amidst Volatility Melalui lingkungan yang tidak pasti, ekonomi Indonesia terus memantapkan pemulihannya dari krisis ekonomi dan keuangan dunia. Seperti diperkirakan, pertumbuhan menjinak pada triwulan pertama tahun 2010, tetapi tetap berada di atas rata-rata pra-krisis, dan tampaknya telah meningkat pada triwulan kedua. Pertumbuhan harga bertahan relatif jinak secara umum, mendukung daya belanja konsumen. http://www.batukar.info/referensi/indonesia-economic-quarterlycontinuity-amidst-volatility-0
Nothing But The Radio On Bagi sebagian orang profesi di stasiun radio (baca: penyiar) dipandang bukan bukan profesi yang menjanjikan dan tidak menjamin masa depan. Alasannya, tidak ada kepastian kalau profesi ini akan membawa kesejahteraan, terutama bila sudah berkeluarga. Apalagi saat ini industri penyiaran radio di Sulawesi Selatan tidak mampu menjawab keresahan tersebut. Melalui buku ini, Andyi Mangara ingin menggugah kita bahwa pendapat itu tidak sepenuhnya benar bila kita mampu memanfaatkan peluang dan potensi dibalik penyiar radio. http://www.batukar.info/referensi/nothing-radio
Universalism and Ethical Values for the Environment The report discusses the extent to which universal values can be agreed upon, exemplified by an empirical analysis of values contained implicitly and explicitly in UN treaties and international statements on the environment. The texts examined include the Universal Declaration of Human Rights (UDHR), the Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage (WHC), the United Nation's Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), The Kyoto Protocol, The Earth Charter, The Rio Declaration on Environment and Development, the Convention on Biological Diversity (CBD), and the Universal Declaration on Bioethics and Human Rights (UDBHR). Some of the ethical values found in the texts include: human rights, sustainability, equity, common but differentiated responsibilities, precaution, participation, vulnerability, state sovereignty, peace and solidarity http://www.batukar.info/referensi/universalism-and-ethical-valuesenvironment-0
PROFIL LSM NGO PROFILE
FOSHAL Yayasan Forum Studi Halmahera Maluku Utara
Y
ayasan Forum Studi Halmahera (FOSHAL) Maluku Utara adalah sebuah lembaga swadaya masyakat yang secara hukum Indonesia resmi didirikan pada Maret 1999. Meskipun demikian, kegiatan-kegiatan lembaga ini telah ada sejak tahun 1993. Lembaga ini bermula dari aktifitas sekumpulan pemuda di Ternate yang peduli terhadap lingkungan dengan membentuk kelompok studi. FOSHAL memfokuskan bidang minat dan kegiatannya pada pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Alam (SDA) pesisir dan laut yang lestari dan berkelanjutan, Demokrasi dan HAM, mendorong penguatan hak-hak perempuan, serta pengembangan ekonomi rakyat. Misi lembaga ini adalah melakukan pendampingan dan pemberdayaan serta mengembangkan masyarakat lokal demi terbangunnya kesadaran kritis; mendorong kebijakan yang berpihak kepada masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal; melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat; dan melaksanakan kajian kebijakan berkaitan pemenuhan hak hidup masyarakat terutama kelompok marginal. Dalam mewujudkan misinya, FOSHAL juga bekerja sama dengan pemerintah, serta beberapa LSM lokal dan nasional. Kegiatan yang telah dilaksanakan hingga saat ini antara lain meningkatkan perekonomian rakyat kecil dengan mendorong dan mendirikan beberapa lembaga keuangan alternatif (BMT) sejak tahun 2000, mengadakan lokakarya Peace Journalisme bagi wartawan Maluku Utara bekerja sama dengan British Council dan Yayasan PEKA Manado, melaksanakan training advokasi berpespektif feminisme di Tidore. Saat ini FOSHAL sedang melaksanakan program ”Anak Muda dan Perdamaian” bekerja sama dengan USAID-SERASI. Program ini, merupakan tahap kedua dan mengkampanyekan perdamaian di daerah-daerah bekas konflik, terutama di tiga kabupaten yakni Halmahera Timur, Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan dengan menggandeng anak-anak muda di tiga daerah tersebut sebagi duta perdamaian.
Halmahera Studies Forum Foundation (FOSHAL) of North Maluku is a non-governmental organization established in March 1999. However, this institution has been active since 1993.The institute began as a collection of youth activists in Ternate who cared about the environment and formed a study group based on this shared concern. FOSHAL’s field of interest and activities focus on the management and development of natural resources, especially coastal and marine sustainability, democracy and human rights, encouraging the strengthening of women's rights, and economic development. The mission of this institution are: • Conduct advocacy for, empower and develop local communities to awaken critical consciousness. • Encourage the realization of policies that favor the community and take into account local wisdom. • Implement community empowerment programs. • Carry out policy studies related to the fulfillment of the rights, especially for marginalized groups. In realizing its mission, FOSHAL also cooperates with the government and several local and national NGOs. Activities implemented to date include: • Empowering the grassroots economy by encouraging and establishing alternative financial institutions since 2000. • Peace journalism workshop for journalists in North Maluku in collaboration with the British Council and the PEKA Manado • Feminist advocacy training in Tidore Currently FOSHAL is implementing the program "Youth and Peace" in collaboration with USAID-SERASI. This program, which is in the second phase, is focused on campaigning for peace in former conflict areas, particularly in the three districts of East Halmahera, Central Halmahera, and South Halmahera, and through encouraging young people in these three regions to be peace ambassadors.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Aisyah Bafagih (Direktur) Jl. Sultan Khairun No. 01 RT 01/RW 001, Kel. Makassar Barat Kec. Ternate Tengah, Kota Ternate, Prov. Maluku Utara. Telp.: 0921 - 3121960 HP : 08124750333 E-mail: [email protected]
29
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
KEGIATAN DI BaKTI Events in BaKTI 2-3 Agustus 2010 Pelatihan Pinjaman Berkelompok Group Lending Training CIPSED Project – Micro Finance Program Component melaksanak an Pelatihan Group Lending bagi manager/ketua dan staf pemasaran koperasi pada tanggal, 2-3 Agustus 2010 bertempat di ruang pertemuan Kantor BaKTI Makassar. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengantar tentang konsep Group Lending; pemahaman tentang kondisi dan prakondisi bagi terbentuknya kelompok serta pemahaman tentang aplikasi dari Group Lending. Pelatihan ini diikuti oleh 25 orang peserta yang berasal dari Koperasi binaan CIPSED Project. CIPSED Project – Micro Finance Program Component held a Group Lending Training for managers/unit heads and marketing staff of cooperatives on 2-3 August 2010 at the meeting room in BaKTI. The training aimed to give an introduction to the concept of Group Lending, understanding of the conditions and preconditions for the formation of groups, as well as an understanding of the applications of Group Lending. The training was attended by 25 participants from CIPSED cooperative partners.
6 Agustus 2010 Pertemuan Koordinasi dan Sosialisasi Program-program KPDT dengan para Donor di Sulawesi Selatan Coordination Meeting and Socialization of KPDT Programs for Donors in South Sulawesi BaKTI memfasilitasi sebuah pertemuan koordinasi dan sosialisasi program-program Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dengan para lembaga/program donor yang ada di Sulawesi Selatan pada Jumat, 6 Agustus 2010 bertempat di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Selain untuk mensosialisasikan program KPDT, kegiatan ini juga bertujuan untuk mendapatkan masukan bagi penyelenggaraan kegiatan Donor Meeting Kerjasama Bilateral, Multilateral dan NGOs Regional II dan III di Manado pada bulan September 2010. Hadir dalam pertemuan ini 20 orang yang berasal dari sejumlah lembaga/program donor di Sulsel. BaKTI facilitated a meeting for coordination and dissemination of information regarding programs from the Ministry of Rural Development (KPDT) with agencies and donor programs in South Sulawesi on Friday, August 6, 2010 in Makassar. In addition to socializing KPDT programs, this activity also aimed to gain inputs for the Donor Meeting of Bilateral, Multilateral and Regional NGOs II and III in Manado in September 2010. Present at this meeting were 20 people from a number of agencies/donor programs in South Sulawesi.
6 Agustus 2010 Diskusi Publik : Perempuan dan Aborsi Public Discussion: Women and Abortion SAMSARA Jogjakarta, sebuah LSM yang fokus terhadap permasalahan aborsi melalui kerangka seksualitas dan kesehatan reproduksi di Indonesia bekerjasama dengan BaKTI mengadakan sebuah Diskusi Publik dengan tema “Perempuan dan Aborsi” pada tanggal 6 Agustus 2010 di ruang pertemuan outdoor Kantor BaKTI Makassar. Diskusi yang bertujuan untuk sharing isu perempuan dan aborsi dari banyak perspektif, mulai dari Hak Azasi Manusia, Kesehatan Reproduksi, Agama, Hukum dan lain-lain dihadiri oleh 20 orang berasal beberapa LSM di Makassar. SAMSARA Jogjakarta, an NGO that focuses on the issue of abortion through the framework of sexuality and reproductive health in Indonesia held a public discussion, in cooperation with BaKTI, with the theme of "Women and Abortion" on August 6, 2010 at BaKTI. The discussion was held to share about women's issues and abortion from many perspectives, ranging from human rights, reproductive health, religion, and law attended by 20 people from several NGOs in Makassar.
Agustus - September 2010
Volume V - edisi 59
30
INFO BUKU INFO BOOKS Best Practices : Menuju Kota Tanpa Kekumuhan Best Practices: Towards a City with No Slums Penerbit Publisher
Deskripsi fisik
National Management Consultant (NMC)- NUSSP
74 hal, 20 x 25 cm
Salah satu target Millennium Development Goals (MDGs) adalah meningkatnya kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020. Dalam rangka mencapai target tersebut, pada tahun 2001 pemerintah Indonesia mencanangkan “Gerakan Nasional Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh”. Mendukung upaya tersebut, pemerintah telah meluncurkan kegiatan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). Buku ini adalah laporan dari NUSSP dalam melaksanakan program peningkatan kualitas perumahan di kawasan kumuh, perbaikan rumah dan penyediaan perumahan bagi masyarakat miskin perkotaan yang dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dibeberapa kota di Indonesia. One target of the Millennium Development Goals (MDGs) is to increase the quality of life for 100 million people living in slums by 2020. In order to achieve these targets, in 2001 the Indonesian government launched the "National Movement for Handling Slum Environments." Supporting this, the government has launched the Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). This book is a report from NUSSP about implementing programs to improve the quality of housing in slum areas, home improvement, and providing housing for the urban poor through partnerships between government, private sector and communities in several cities in Indonesia.
Jejak Air Mata Tracks of Tears Penulis Author Abdul Rasyid Idris
Penerbit Publisher Nala Cipta Litera
Deskripsi fisik xx + 205 Hal, 13 x 20 cm
ISBN 978-602-8003-14-8
B
uku ini berisi esai dan puisi-puisi yang menggambarkan keprihatinan penulis terhadap kesenjangan sosial, ekonomi, politik dan dunia anak-anak di Indonesia.
Mengapa Jejak Air Mata? Karena buah pikiran Abdul Rasyid Idris ini sebagian besar menyajikan kisah miris, dan ironis. Air mata dimaksudkan sebagai manifestasi dari intuisi sosial kita, sebuah ajakan untuk ‘menangis’, berempati untuk kemudian beraksi. Namun Airmata tidaklah selamanya berarti duka ia juga berarti sebagi niat sungguhsungguh untuk melakukan perbaikan-perbaikan dari suatu kondisi sosial yang chaos sekalipun. Dengan buku ini kita bisa menguji kembali sejauh mana kepekaan sosial kita sebagai komitmen untuk melakukan
pencerahan –pencerahan. This book contains essays and poems that describe the concerns of the writers regarding social inequality, the economy, politics and the world of children in Indonesia. Why Tracks of Tears? Because this brainchild of Abdul Rashid Idris largely presents sad and ironic tales. The tears are a manifestation of our social intuition, a call to 'cry', empathize and act. But tears are not always of grief, but also a sign of intent to improve chaotic social conditions. With this book, we can reexamine the extent to which our social sensitivity can become a commitment to enlightenment.
Nothing But The Radio On Penulis Author Andy Mangara
Penerbit Publisher PT. Umitoha Ukhuwah Grafika & KPID Sulsel
Deskripsi fisik xx + 104 Hal, 14 x 19 cm
ISBN 978-602-8828-06-2
M
edia radio telah menjadi konsumsi umum yang murah dan berpengaruh luas, karenanya media ini harus memposisikan diri secara strategis dalam eksistensinya dan interdependisnya dengan negara, masyarakat dan bisnis. Manajemen penyiaran, terutama yang berjaringan, harus menyadari tanggung jawab sosialnya sebagai pelayan masyarakat . Dengan tanggung jawab yang besar tersebut media penyiaran radio perlu didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi. Dalam bukunya, Andy Mangara, seorang penyiar senior radio di Makassar, menguraikan bagaimana pentingnya standarisasi kompetensi SDM pengelola radio di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan dalam menghadapi tantangan global. Radio media is a cheap and powerful general consumer item and therefore the media should be positioning itself strategically in its existence and interdependence with the state, community and private sector. Broadcasting management, especially in the networks, must recognize their social responsibilities as public servants. With these major responsibilities, radio broadcasting must be supported by competent human resources.In his book, Andy Mangara, a senior radio announcer in Makassar, describes the importance of standardization of the competency of radio managers in Indonesia, especially in South Sulawesi, in facing global challenges.
Terima kasih kepada Bapak Abdul Rasyid Idris dan Bapak Andy Mangara atas sumbangan buku-bukunya untuk perpustakaan BaKTI.