QUO VADIS JAMKESDA KULON PROGO? Drg. Hunik Rimawati , M.Kes
LATAR BELAKANG Sebagaimana kita ketahui bahwa Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Berbagai penelitian menyimpulkan secara bermakna dan tidak terbantahkan ada hubungan langsung antara status kesehatan dengan produktivitas penduduk suatu Negara, semakin baik status kesehatan penduduk suatu wilayah semakin baik tingkat ekonominya dengan demikian akan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat diwilayah tersebut. Demikian juga Undang Undang Dasar 1945 masih mengamanatkan di Pasal 28 H ayat (3) :"Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.". Konstitusi negara dan UndangUndang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanatkan untuk memberikan perlindungan bagi fakir miskin, anak dan orang terlantar serta orang tidak mampu yang pembiayaan kesehatannya dijamin oleh Pemerintah, dengan diundangkannya UU No. 40 Tahun 2004 yang mengatur tentang pembentukan skema pembayar tunggal (single payer) untuk asuransi kesehatan sosial yang berlaku nasional, maka Undang-undang ini menjadi dasar pembentukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan sejak awal Januari 2014. Undang-Undang
No
24/2011
menjadi
dasar
dibentuknya
badan
penyelenggara/pembayar tunggal (single payer) yang lebih dikenal dengan nama BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang menggabungkan beberapa program jaminan/asuransi kesehatan nasional yang dirancang untuk melayani berbagai jenis pengguna yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Pada saat ini ada sekitar 460 skema serupa di tingkat daerah, atau yang dikenal dengan nama Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah) yang masih bertahan. Berdasarkan studi terbaru, Jamkesda memberikan perlindungan bagi 65 s.d. 70 juta orang. Dalam studi ini menjelaskan berbagai hal tentang Jamkesda serta memaparkan bagaimana Jamkesda, dalam proses integrasinya dengan JKN, dapat turut berkontribusi pada tercapainya Jaminan Kesehatan Semesta (UHC, atau Universal Health Care) yang merupakan tujuan nasional sampai dengan tahun 2019.
Untuk menindak lanjuti UU No 24/2011 tersebut, disusun PP No. 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran jaminan Kesehatan yang berisi: anggaran PBI berasal dari APBN, peserta Jamkesmas mulai tanggal 1 Januari 2014 menjadi peserta PBI dan Pemerintah telah mengalokasikan APBN sebesar 16,07 T untuk membayar iuran PBI bagi 86,4 juta masyarakat miskin dan tidak mampu, disusun juga Peraturan Presiden no 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang berisi tentang : 1. Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap hingga mencakup seluruh penduduk. 2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan. 3. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan kepada swasta dalam penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan.
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Kulon Progo Jamkesda merupakan upaya untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan kepada masyarakat yang pengelolaannya mengintegrasikan antara pembiayaan dan pelayanan kesehatan agar diperoleh biaya yang efisien tanpa mengorbankan mutu pelayanan, hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah. Tujuan diselenggarakannya Sistem Jamkesda di Kabupaten Kulon Progo adalah untuk menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan terhadap kerugian finansial akibat sakit dengan pelayanan yang berkesinambungan, merata dan bermutu dalam bentuk suatu paket pemeliharaan kesehatan. Pada awal diimplementasikan
Sistem Jamkesda diKulonProgo yaitu pertengahan
tahun 2010 menjamin 25.000 jiwa penduduk miskin Kulon Progo yang belum tercakup di Jamkesmas (dana APBN) dan Jamkesos (dana APBD tk I) , dana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp 1,5 M Pada Tahun 2011 pemerintah Kabupaten Kulon Progo menetapkan kebijakan baru sebagai upaya mengembangkan Jamkesda menuju pencapaian cakupan semesta yaitu meningkatkan cakupan kepesertaan Jamkesda. menjadi seluruh warga Kulon Progo yang belum memiliki kartu jaminan pemeliharaan kesehatan. Perubahan kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Jamkesda.. Pada tahun 2011 Pemerintah Propinsi DIY menetapkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta),
merupakan upaya sinkronisasi, koordinasi, dan sinergi menuju integrasi antara Pemerintah, pemerintah Daerah tk I dan Pemerintah Kabupaten/kota dalam pengembangan dan penyelenggaraan program jaminan kesehatan guna memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan kepada masyarakat. Pada tahun 2014, pemerintah pusat berkomitmen menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang Kesehatan yang ditandai dengan beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bidang Kesehatan. Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah diharapkan memiliki berkontribusi demi keberhasilan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pemerintah
Pusat
mengeluarkan
kebijakan
bahwa
hanya
ada
satu
badan
penyelenggara jaminan kesehatan, sehingga dalam road map JKN telah dinyatakan bahwa secara bertahap mulai tahun 2015 Program Jamkesda diharapkan dapat berintegrasi ke Program JKN. Pemerintah Pusat menargetkan pada tahun 2019, seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN. Pemerintah Pusat menetapkan besaran premi bagi peserta JKN PBI sebesar Rp. 19.225,-. Sebagai upaya menyelaraskan kebijakan jamkesda menuju program JKN, maka Pemerintah Daerah secara bertahap perlu mengalokasikan pembiayaan jamkesda berbasis pada perhitungan premi peserta dengan tetap mempertimbangkan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2012, kita mengusulkan seluruh penduduk Kulon Progo yang belum memiliki jaminan kesehatan untuk menjadi peserta COB Jamkesta yaitu sebanyak 133.603 jiwa. Dengan adanya Program COB (Sistem Pembiayaan Bersama) maka dapat mengurangi beban anggaran APBD Kabupaten, adanya program COB ini, maka skema kepesertaan jaminan kesehatan di Kulon Progo tidak memiliki peserta jaminan yang dibiayai jamesda murni (PBI Jamkesda). Peta kepesertaan dan pembiayaan total coverage Jamkesda di Kulon Progo , sebagai berikut : A. KEPESERTAAN
Perkembangan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan masyarakat yang ada di kabupaten Kulon Progo dengan berbagai sumber dana baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Pemerintah Daerah tingkat II dari tahun 2014 sd 2016 adalah sbb:
N O
JENIS KEPESERTAAN
2014 jml
2016
2015 %
jml
% 10,9
JKN NON PBI (PNS, TNI, POLRI) 1 2
JKN NON PBI (JAMSOSTEK )
3
JKN PBI (JAMKESMAS )
4
JKN MANDIRI
45,654
10.97
45,654
10
45,654
3,013
0.72
3.013 232.514
0,7
3.013 232.514
232,514
55.86
820
0.20
3939
0.95
-
-
0,7 55,7
55.7 1,9
JAMKESOS Disabilitas 5
8.151
2.0
4.305
1,1
8151
-
6
JamkesosPBI (maskin,jamkesus,cob)
7
JAMKESOS Kader
8
JAMKESDA (COB)
130,269
31.30
53908
13,0
86.507
JML PDDK KULON PROGO
416,209
100
417473
100
417473
64419
15,4
5506
1,3
36.128
8,7 1,3
-
5506 20,72 100
Keterangan : data JKN Mandiri per 26 Maret 2015 dan sewaktu waktu bisa berubah dan untuk 2016 , untuk peserta Jamkesos PBI, sudah di kuota dengan mempertimbangkan data kemiskinan per kabupaten
A. ANGGARAN Dalam kurun waktu 4 tahun implementasi Program Jamkesda, Pemerintah Daerah Kulon Progo telah mengalokasikan anggaran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tabel Pembiayaan Jamkesda pada tahun 2010 s.d 2014
TAHUN
ALOKASI DANA
REALISASI
%
2010
1,500,000,000
511,032,786
34.07
2011
1,500,000,000
1,099,910,286
73.33
2012
9,000,000,000
7,061,519,213
78.46
2013
9,000,000,000
6,452,373,416
71.69
15.599.777.164 2014
15.600.000.000
ket
dimulai smst II
Masih ada hutang, 99.99
2,6 M
Berdasarkan perhitungan selisih jumlah penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan dari total penduduk Kulon Progo, maka terdapat sejumlah 130.269 orang (2014)
53.908 orang (2015) dan prediksi 86.507 orang (2016) yang menjadi tanggungan Jamkesda., jika melihat pengalaman selama ini tidak ada pembiayaan kesehatan yang menurun pasti akan selalu naik, dengan keterbatasan APBD apakah kebijakan total coverage dengan pembeayaan dari APBD Kulon Progo tidak akan semakin memberatkan?, walau seluruh peserta Jamkesda tsb di reasuransikan (COB) ke Jamkesos yang dibiayai oleh APBD tk I. namun perlu diketahui bahwa peserta Jamkesda tsb adalah penduduk Kulon Progo yang belum mempunyai jaminan kesehatan dan sebetulnya bukan termasuk kategori penduduk miskin , karena yang miskin sudah ditanggung oleh JKN PBI, sebesar 232 517 orang ,jadi angka tersebut terdiri dari orang kaya, sedang dan mungkin rentan miskin. Pemerintah Pusat mentargetkan pada tahun 2019, seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN, bahkan DIY mungkin mendahului yaitu pd tahun 2017, apa yang perlu dilakukan Pemerintah Daerah Kulon Progo untuk mensikapi itu?. Pemda Kulon Progo sejak September 2011 telah membuat kebijakan untuk menjamin seluruh warganya yang belum mempunyai jaminan kesehatan jadi sejak itu sebetulnya total coverage sudah tercapai walau jaminannya maksimal baru sebesar 5 juta /orang /tahun apabila sakit dan direasuransikan (COB) ke jamkesos (tk I) sebesar 5 juta lagi dan mekanisme pembayarannya dengan sistem klaim yang secara teknis dilaksanakan oleh UPTD Jamkes.Lantas bagaimana langkah yang harus dilakukan Pemda untuk integrasi ke JKN itu? Ada beberapa alternatif: A. Semua peserta Jamkesda dibayarkan preminya oleh Pemda untuk ikut JKN dan tentu saja untuk kelas III (seperti DKI Jakarta). Keuntungan : -
model ini akan lebih praktis tinggal membuat daftar semua peserta Jamkesda by name ,by adress, berbasis NIK,
-
paket manfaat lebih luas
Kelemahan: -
tidak ada azas keadilan karena baik kaya, sedang, rentan miskin maupun miskin semua disubsidi,
-
akan membebani APBD karena secara tetap pemda harus menyediakan anggaran lumayan besar untuk membayar premi, walau mungkin yang sakit hanya sedikit
-
jika ada bayi baru lahir yang belum didaftarkan dan kebetulan miskin butuh bantuan tidak ada yang menanggung
Anggaran yang harus disiapkan dengan model seperti ini adalah:
86.507 orang x Rp 19225,-x 12 bulan =Rp 19,957,164,900,-/ tahun
B. Subsidi berjenjang untuk peserta Jamkesda, model ini memberikan subsidi kepada peserta Jamkesda secara berjenjang, seandainya ada data valid mengenai struktur penduduk berdasarkan status sosial di Kulon Progo mungkin lebih mudah, namun jika data terbatas mungkin dengan cara asumsi.kita kategorikan peserta Jamkesda ini menjadi 3 kategori: I .Kategori kaya/mampu II. Kategori Sedang/menengah III. Kategori Rentan miskin Kita asumsikan struktur status sosial peserta Jamkesda di Kulon Progo yang kaya /mampu 20% (17301 0rang) , 60 %,(51,.904) kategori sedang/ menengah ,dan rentan miskin 20 %(17301 orang), Kategori kaya/ mampu kita dorong untuk ikut JKN mandiri, walau untuk ini tidak mudah dilakukan , karena masyarakat selama ini sudah merasakan nyaman tidak perlu membayar premi sudah dijamin kalau sakit walau baru berupa bantuan biaya 10 juta/orang/tahun bersumber dana (APBD I +II). Kategori sedang/ menengah disubsidi preminya sebanyak 25%-50% dan Kategori rentan miskin di subsidi penuh Keuntungan: -
Azas keadilan terpenuhi
-
Tidak terlalu membebani APBD
-
Masyarakat mampu dan menengah
ikut bertanggung jawab terhadap
pembeayaan kesehatannya -
Ada unsur pendidikan bagi masyarakat untuk selalu mememelihara kesehatan
Kelemahan: -
Harus
ada
indikator
yang
jelas
untuk
menentukan
kategori
mampu,menengah dan rentan miskin -
tidak mudah dilakukan , karena masyarakat selama ini sudah merasakan nyaman tidak perlu membayar premi sudah dijamin kalau sakit walau baru berupa bantuan biaya 10 juta/orang/tahun bersumber dana (APBD I +II).
-
Perlu upaya yang lebih kuat dari berbagai sektor untuk mensosialisasikan ini
-
Butuh waktu lebih lama
-
juga perlu dipikirkan, bagaimana mekanisme pemberian subsidi atau penarikan iur biaya untuk kategori sedang yg 50 %, apakah lewat pembayaran rekening listrik/pajak atau langsung
Anggaran yang harus disiapkan dengan model seperti ini adalah
a. jadi sebanyak 17.301 orang di dorong untuk menjadi peserta JKN mandiri b. Sejumlah 51,904 x yang disubsidi preminya sebesar 25%-50% Untuk subsidi kategori sedang :51904 orang x 50%x Rp 19225,-x 12 bln =Rp 5.987.126,400,-c. Sejumlah 17.350 orang disubsidi penuh Untuk subsidi kategori rentan miskin :17.301 x Rp 19225,-x12 bulan =Rp 3991,340,700,Jadi untuk model ini dibutuhkan anggaran Rp 9,978,467,100,Kedua model diatas hanya sekedar kemungkinan untuk mengintergrasikan Jamkesda ke JKN mungkin masih ada cara lain, namun yang terpenting apapun modelnya pemerintah daerah tetap harus mengalokasikan dana untuk masa transisi missal untuk membiayai bayi baru lahir dari keluarga miskin yang belum didaftarkan ke BPJS atau selama menunggu masa aktifasi kartu jaminan, dan yang pasti proses Integrasi antara Jamkesda dan JKN melalui BPJS kesehatan harus dilakukan mengingat peserta program Jamkesda hanya mendapatkan keuntungan ketika berada di daerahnya sendiri, sedangkan sebagai peserta BPJS Kesehatan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Meskipun demikian pemerintah daerah masih memiliki kesempatan untuk tetap menjalankan program Jamkesda sampai tanggal 1 Januari 2019, namun perlu dikaji lebih mendalam mengenai alokasi anggaran yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk program Jamkesda tersebut ,apakah lebih menguntungkan langsung integrasi atau bertahap, ketika memutuskan untuk mengikuti program JKN. Pemerintah Daerah juga harus meningkatkan besaran iuran premi peserta Jamkesda,yaitu setara iuran PBI (19.225). untuk kedua model ini butuh dukungan semua pihak karena tidak mudah untuk mengimplementasikan terutama untuk mendorong masyarakat yang mampu untuk ikut program JKN mandiri.