Analisis Implementasi Kebijakan Pemberian Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan (Studi Kasus: Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013) Putrasyah Utama, Tafsir Nurchamid Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok ,16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membandingkan implementasi dari pemberian hak pembahasan dengan tim quality assurance pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013 dengan model implementasi Edward III. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian untuk menjelaskan implementasi berdasarkan Standard Operating Procedure. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, penelitian lapangan, dan juga dengan wawancara mendalam dengan berbagai narasumber yang berkaitan. Analisis dalam skripsi ini menggambarkan implementasi yang telah dilakukan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013 dengan model implementasi Edward III. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi yang telah dilakukan oleh Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013 berdasarkan model implementasi Edward III telah dilaksanakan dengan baik
Analysis of Policy Implementation of Giving Right to Confer with Quality Assurance Audit Team (Case Study: Large Taxpayer Regional Office Year 2011-2013) Abstract This thesis compares the implementation of The Taxpayer’s Right to Confer with Quality Assurance Team in Large Taxpayer Regional Office for Year 2011-2013 with Edward III’s implementation model. This thesis uses qualitative approach as research method to explain the implementation based on Standard Operating Procedure. Data used in this thesis was collected through literature studies, field studies, and interview with relevant informan. The analysis of this thesis depicts the implementation that has been done by Large Taxpayer Regional Office for Year 2011-2013 based on Edward III’s implementation model. The findings of this thesis is all of the factors that Edward III asserted have been implemented well by Large Taxpayer Regional Office.
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
I PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia di tahun 2010 telah menetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi yang akan berlangsung dalam tahun 2010-2025. Grand Design ini dijadikan panduan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Indonesia. Beberapa instansi-instansi pemerintah dalam Reformasi Birokrasi ini mencoba untuk menganut beberapa nilai yang ada pada New Public Management (NPM). Penerapan unsur-unsur New Public Management di Kementerian Keuangan dan BPK tercermin dengan dilakukannya manajemen profesional di sektor publik, penekanan terhadap pengendalian output dan outcome, pemecahan unit-unit kerja di sektor publik, menciptakan persaingan di sektor publik, mengadopsi gaya manajemen sektor bisnis ke sektor publik, disiplin dan penghematan penggunaan sumber daya. Sebagai bagian dari Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disebut DJP) sudah melaksanakan reformasi birokrasi dari tahun 2002. Penerapan Reformasi Birokrasi dalam DJP ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan dan peningkatan pelayanan. Untuk melaksanakan reformasi birokrasi
dengan efektif maka DJP juga harus
mempertimbangkan sistem pemungutan pajak yang dianutnya. Karena sistem pemungutan pajak yang dianut oleh DJP adalah sistem self-assessment dimana pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan sendiri pajak yang terutang dan kemudian melunasinya, maka sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan DJP dalam hubungannya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Peningkatan pelayanan DJP yang selama ini dilakukan dapat meningkatkan kesadaran pajak wajib pajak tetapi tidak serta merta meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu diperlukan peningkatan fungsi pengawasan DJP Fungsi pengawasan yang dijalankan DJP meliputi pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. Fungsi pengawasan ini dilakukan karena sistem self assessment seringkali dapat memberikan celah bagi wajib pajak untuk tidak patuh dari kewajiban perpajakannya. Maka dari itu, sistem self assessment juga mengharuskan wajib pajak untuk siap menghadapi pengujian kepatuhan atas pajak yang dilaporkan dengan menjalani salah satu fungsi pengawasan yaitu menghadapi pemeriksaan. Tujuan utama dari dilaksanakannya pemeriksaan pajak adalah untuk menumbuhkan perilaku kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan (tax compliance) yaitu dengan jalan penegakkan hukum (law enforcement) sehingga akan berdampak pada peningkatkan penerimaan pajak yang akan masuk dalam kas negara.
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
Usaha DJP untuk
meningkatkan fungsi pengawasan terutama pada proses
pemeriksaan dalam reformasi birokrasi DJP ini meminjam salah satu doktrin dari NPM yaitu penekanan pada pengendalian nilai output. Hal tersebut tercermin dengan diberikannya hak kepada wajib pajak yang menjalani pemeriksaan untuk mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sehubungan dengan masih terdapatnya hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara pemeriksa pajak dengan wajib pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan - 82/PMK.03/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan - 17/PMK.03/2013. Sampai saat dirampungkannya karya ini, peneliti belum menemukan penelitian yang bertemakan implementasi atas kebijakan pemberian Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan atau mengevaluasi implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Penelitian ini menitik-beratkan pada implementasi kebijakan pemberian Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan hambatan-hambatan yang terjadi dalam implementasi kebijakan pemberian Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar merupakan tempat yang dijadikan lokasi penelitian mengenai implementasi pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Melihat paparan di atas, maka dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan tahun 2011-2013 di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar? 2. Apakah hambatan-hambatan dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan tahun 2011-2013 di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar? Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari peneliatian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis implementasi kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan tahun 2011-2013 di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar beserta hambatan-hambatan di dalam implementasi tersebut. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam implementasi kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan tahun 2011-2013 di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
II TINJAUAN TEORITIS 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik dalam arti sempit diartikan sebagai tindakan yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi (Dwijowijoto, 2003:23). Tahaptahap kebijakan publik umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Formulasi Kebijakan 2. Implementasi Kebijakan 3. Evaluasi Kebijakan (Widodo, 2007). 2. Implementasi Kebijakan Menurut Edward III (1980), faktor penentu kebijakan publik adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, atau perilaku, dan struktur birokrasi. Keempat faktor itu bekerja secara simultan dan berkaitan satu sama lain guna mencapai tujuan implementasi kebijakan. Menurut Edward III (1980), dalam komunikasi, persyaratan pertama untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang efektif adalah pihak-pihak yang mengimplementasikan keputusan harus mengetahui apa yang mereka harus lakukan. Kemudian, dalam sumber daya, perintah implementasi
mungkin sudah akurat, jelas, dan
konsisten tapi jika dalam
pelaksanaannya tidak didukung oleh sumber daya yang memadai, implementasi hal tersebut cenderung tidak efektif. Selanjutnya adalah disposisi dimana jika implementor sudah terdisposisi dengan baik maka implementasi akan cenderung sesuai dengan yang dimaksudkan pembuat kebijakan, tetapi jika pengertian implementor beda dengan pembuat kebijakan maka implementasi akan menjadi kompleks. Terakhir adalah struktur birokrasi, implementor kebijakan dapat terhadang dalam melakukan implementasi oleh struktur organisasi. 3. Sistem Self Assessment International Bereau of Fiscal Documentation dalam Tax Glossary selanjutnya dikutip oleh Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto mendefinisikan self assessment sebagai sistem dimana wajib pajak diwajibkan untuk mengemukakan basis objek pajaknya dan juga menyertakan perhitungan pajak terutangnya dan biasanya disertakan juga pembayarannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam bukunya yaitu : “ Under self assessment system meant the system which the taxpayer is required not only to declare his basis of assessment (e.g. taxable income) but also to submit a calculation with payment of the amount he regards as due”(Rosdiana dan Irianto, 2011: 56). Sistem self assessment berarti suatu sistem dimana wajib pajak tidak hanya diwajibkan untuk mengemukakan dasar pengenaannya tetapi juga menyerahkan perhitungan dengan pembayaran pajak terutangnya.
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
4. Pemeriksaan Pajak Menurut John Hutagaol (2007), Pemeriksaan pajak adalah : “Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, informasi dan atau keterangan lainnya yang berguna untuk menguji kepatuhan wajib pajak di dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan dan tujuan lain”. 5. Quality Assurance Quality assurance adalah proses pendekatan sistematis terhadap pencapaian suatu kualitas. Hal ini dikutip dari jurnal Naceur Jabnoun yang menjelaskannya dengan lebih rinci sebagai berikut: “Quality assurance (QA) is a systematic approach to the pursuit of quality). The purpose of QA is the conformance of products, services and processes with given requirements and standards. This conformance is achieved through systematic measurement and control to detect special causes of variation and achieve process standardisation. QA includes, and is an extension of quality control“(Jabnoun, 2002:4). QA (Quality Assurance) adalah pendekatan sistematis terhadap pencapaian suatu kualitas. Tujuan dari QA adalah pemastian pemenuhan standar dan prasyarat suatu produk, jasa, dan proses. Pemastian ini dicapai melalui pengukuran dan pengawasan sistematis untuk mendeteksi penyebab khusus dari adanya suatu variasi dan pencapaian suatu standarisasi proses. QA meliputi dan merupakan suatu perluasan dari quality control.
III METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Sesuai pertanyaan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian, maka jenis penelitian adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan peneliti karena pendekatan kualitatif dapat menggambarkan analisis implementasi pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dengan akurat dengan hasil data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang, perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan fakta yang dapat diterima. 2. Jenis Penelitian Menurut tujuannya, penelitiannya ini merupakan penelitian deskriptif karena deskriptif menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk ke
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
dalam penelitian murni. Penelitian ini dilakukan dalam waktu tertentu dan hanya dilakukan dalam sekali waktu saja dan tidak akan melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dijadikan perbandingan, oleh karena itu penelitian ini tergolong ke dalam crosssectional research. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam / in-depth interview, observasi, dan studi kepustakaan IV HASIL PENELITIAN Peneliti di dalam tahap analisis menggunakan analisis berdasarkan wawancara dan observasi yang menilai bagaimana implementasi yang terjadi di lapangan dengan suatu ideal berdasarkan teori yang dikemukakan Edward III. Berikut adalah paparan mengenai temuan penelitian berdasarkan hasil analisa tentang implementasi dan hambatan implementasi kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013. Komunikasi Komunikasi terdiri dari tiga dimensi yaitu transformasi, kejelasan, dan konsistensi. Berdasarkan dimensi transformasi, Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP tidak hanya disampaikan kepada implementor tetapi juga disampaikan kepada Wajib Pajak. Penyampaian peraturan-peraturan yang membahas Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh DJP terlebih dahulu terhadap setiap Kanwil DJP di seluruh Indonesia termasuk ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Yang kemudian disampaikan kepada fungsional pemeriksa di KPP oleh Bidang P4 di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Sasaran dari kebijakan pemberian hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan lainnya adalah Wajib Pajak. Wajib Pajak disampaikan hak untuk mengajukan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance pada awal pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak. Kejelasan dalam kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 82/PMK.03/2011 jo. Per 34/PJ/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.03/2013. Peraturan-peraturan ini mengatur tata-cara pemeriksaan yang di dalamnya termasuk tata-cara Pembahasan Tim Quality Assurance, tata-cara pengajuan permohonan, susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dan tugas Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Peraturan-peraturan ini
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
disampaikan dengan tata bahasa yang mudah dimengerti dan karena sifatnya yang lebih mengatur tata-cara maka tidak ada narasi-narasi yang memerlukan pemahaman mendalam dan tidak ada yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Beberapa fiskus di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar mengatakan bahwa bagian-bagian pada peraturan-peraturan yang mengatur Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sudah cukup jelas. Nandang Hidayat mengatakan: “Cukup jelaslah, aturan yang mengatur tentang apa tugas QA, bagaimana permohonan QA, dari awal ya kita mengetahui dengan jelas, disitu tidak ada narasi yang perlu di perdebatkan dan tidak ada perbedaan pendapat.” (Nandang Hidayat, Wawancara, 03 Mei 2013). Andjar Susanto juga mengatakan hal yang serupa dengan menambahkan bahwa peraturan-peraturan yang ada cukup sederhan sebagai berikut:“Udah cukup jelas karena peraturannya juga cukup simpel ya” (Andjar Susanto, Wawancara, 02 Mei 2013) Kejelasan dari bagian-bagian peraturan-peraturan yang mengatur Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan ini juga dapat diindikasikan dari tidak ada perbedaan penafsiran. Jika peraturan tidak jelas maka rawan akan timbul perbedaan penafsiran. Berdasarkan observasi perbandingan pemahaman peneliti dan pemahaman fiskus dan konsultan pajak, peneliti tidak menemukan perbedaan penafsiran. Anggota-anggota Tim Quality Assurance di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak tidak memiliki perbedaan penafsiran akan peraturanyang terkait. Hal ini diutarakan Nandang Hidayat sebagai berikut: “Kita tidak pernah ada perbedaan selama ini terkait aturan mengenai QA sendiri. Dari mulai kita ditunjuk sampai tanda tangan berita acara kita sepakat semua.” (Nandang Hidayat, Wawancara, 03 Mei 2013) Dimensi konsistensi adalah bagian penting dalam implementasi kebijakan. Sebagai bagian dalam pemeriksaan, pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus konsisten dengan kebijakan perpajakan lainnya terutama dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undangundang No. 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-undang No. 16 Tahun 2009) Pasal 31 telah memberikan kewenangan untuk mengatur tata-cara pemeriksaan untuk diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance yang merupakan bagian dari pembahasan pemeriksaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tatacara pemeriksaan yaitu Peraturan Menteri Keuangan 82/PMK.03/2011 jo. Per - 34/PJ/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.03/2013. Dalam hal bagian-bagian peraturanperaturan yang mengatur Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, fiskus di Kanwil DJP Wajib Pajak besar berpendapat bahwa tidak ada peraturan lain yang
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
bertentangan. Andjar Susanto mengatakan bahwa pembuat peraturan yang bersangkutan telah melakukan harmonisasi dengan peraturan yang ada dimana salah satu contohnya adalah menyesuaikan waktu pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan agar tidak melewati batas waktu pemeriksaan, yang dikemukakannya sebagai berikut: Pembuat peraturan pasti sudah mengharmonisasi istilahnya, bahwa ini jangan sampai melanggar di Undang-Undang misalkan seperti permohonan mengajukan QA nya sendiri itu ga boleh setelah ditandatanganinya Berita Acara Pemberitahuan hasil pemeriksaan, terus pasti pelaksanaan QA itu berada
dalam jangka waktu
pemeriksaan,misalkan pemeriksaan satu tahun, nah enggak boleh dia di hari ke tiga ratus tujuh puluh, jadi sudah diatur dari sananya bahwa tidak ada aturan yang dilanggarlah (Andjar Susanto, Wawancara, 02 Mei 2013) Selain itu, Edi Mangkuprawira selaku akademisi mengatakan bahwa kebijakan pemberian Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance tidak bertentangan dengan peraturan yang ada dan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan atas penyalahgunaan wewenang. Hal ini dikatakannya sebagai berikut: Tidak, jadi adanya Tim Quality Assurance itu justru untuk mendukung dan menjaga agar jangan sampai terjadi abuse of power , jangan sampai yang dibilang John Marshall :
The power to tax is the power to destroy, itu jangan sampai terjadi. (Edi
Mangkuprawira, Wawancara, 15 Mei 2013) Sumber Daya Sumber daya yang dapat dijadikan indikator dalam kecukupan sumber daya dalam mengimplementasikan suatu kebijakan adalah sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya fasilitas, dan sumber daya informasi dan kewenangan. Pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan berbeda-beda untuk setiap tahunnya karena ditunjuk melalui Surat Penunjukan. Tidak ada pegawai yang terlibat pada tahun 2011 karena Kanwil DJP belum menerima Surat Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance pada tahun 2011, hal ini dikatakan Teguh Purwanto sebagai berikut: “Kalo untuk tahun 2011 blom ada ya, kalo tahun 2012 ada 29, kalo tahun 2013 sampai Mei ini ada 19.” (Teguh Purwanto, Wawancara, 03 Mei 2013) Berdasarkan Surat Penunjukan dalam pelaksanaan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dipilih 20 orang sebagai pegawai yang dapat ditunjuk menjadi anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Kedua puluh orang ini nantinya akan dipilih satu Tim Quality Assurance Pemeriksaan untuk membahas setiap permohonan pembahasan
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Peraturan-peraturan yang berkaitan mengatur bahwa Tim Quality Assurance berisi lima orang dan terdiri atas satu orang ketua, satu orang sekretaris, dan tiga orang anggota. Berdasarkan Surat ini, diketahui bahwa yang dipilih menjadi Tim Quality Assurance Pemeriksaan berdasarkan jabatan adalah Kepala Bidang sebagai Ketua Tim Quality Assurance Pemeriksaan, yang menjadi Sekretaris Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah Kepala Seksi, dan yang menjadi Anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah fungsional. Jabatan Kepala Bidang yang dipilih menjadi Ketua Tim Quality Assurance Pemeriksaan tahun 2012 ada tiga orang, untuk Kepala Seksi sebagai Sekretaris Tim Quality Assurance Pemeriksaan ada lima orang, dan untuk Fungsional sebagai Anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan ada dua belas orang. Pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan Tahun 2013 dipilih melalui Surat Penunjukan yang ditunjukan Gambar 5.3 yang terdiri dari 28 orang. Berdasarkan Jabatan, yang dipilih sebagai Ketua Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tiga orang Kepala Bidang, yang dipilih menjadi Sekretaris Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah lima orang Kepala Seksi, dan yang dipilih menjadi Anggota Tim Quality pemeriksaan adalah dua puluh fungsional. Pemilihan Tim Quality Assurance ini dibentuk atas usulan dari Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak dalam bentuk lisan dan Nota Dinas yang disampaikan kepada Kepala Kanwil yang kemudian akan didisposisi. Teguh Purwanto mengatakan: Itu kalo anggota dipilih dari usulan bidang P4 ke Kepala Kanwil lalu Kepala Kanwil membuat surat penunjukan berdasarkan saran yang diberikan. Ya kita pertama ada penyampaian secara lisan dulu baru abis itu ada ND (nota dinas) nya yang diserahkan kepada Kepala Kanwil yang berisi usulan atau konsep anggota Tim QA, kalau Kepala Kanwil setuju maka berdasarkan ND itu Kepala Kanwil membuat surat penunjukan, kalau Kepala Kanwil tidak setuju maka ND nya akan dibalikkan dan akan dipertimbangkan kembali. (Teguh Purwanto, Wawancara, 5 Juli 2013) Pemilihan pegawai yang terlibat pembahasan dengan Tim Quality Assurance ini tidak memiliki kriteria yang tertulis dalam peraturan. Peraturan memberikan kewenangan terhadap Kepala Kanwil untuk membentuk Tim Quality Assurance dan berdasarkan observasi, Kepala Kanwil membentuk berdasarkan usulan dari Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak. Usul yang diberikan dari Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak didasari atas riwayat pegawai yang bersangkutan yang diaanggap menguasai secara ahli di bagian-bagian tertentu tentang perpajakan. Riwayat ini dapat ditelusuri dari aktivitas pegawai
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
yang bersangkutan selama bekerja di DJP seperti keterlibatan sebagai pembicara dalam seminar, training, dan sosialisasi yang diadakan. Teguh Purwanto mengatakan: Itu berdasarkan dari orang-orang yang dianggap ahli dalam permasalah perpajakan, contohnya ada yang ahli tentang Transfer Pricing dari KPP LTO nah kita mengusulkan agar dia menjadi anggota Tim QA. Dari pengalaman lah ya..kita kan istilahnya lebih tahu ya, sudah dianggap ahli di kalangan DJP sendiri seperti misalnya orang yang sering mengadakan seminar, sering menjadi pembicara, sering menjadi trainer-trainer yang dipake kantor pusat. Jadi berdasarkan riwayatnya istilahnya track record nya. (Teguh Purwanto, Wawancara, 5 Juli 2013) Berdasarkan segi sumber daya keuangan dalam implementasi kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, tidak terdapat insentif khusus untuk pencapaian target tertentu. Hal ini dikarenakan tidak ada target yang spesifik secara internal dan tujuan dari Pembahasan dengan Tim Quality Assurance ini hanya membahas sebagai penengah antara perbedaan Tim Pemeriksa dan Wajib Pajak. Nandang Hidayat mengatakan bahwa tidak ada target yang diberikan dalam peraturan sebagai berikut: ”Ya di dalam peraturan tidak ada target, kita hanya membahas dan memberiksan sikap antara perbedaan pendapat wajib pajak dan pemeriksa pajak.” (Nandang Hidayat, Wawancara, 03 Mei 2013) Maka dari itu, sampai saat ini tidak ada insentif dari implementasi Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP WP Besar. Namun terdapat reward terhadap pegawai-pegawai yang melakukan target dalam Indikator Kinerja Utama yang telah disepakati setiap awal semester termasuk pegawai yang terlibat dalam Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yaitu dapat dinaikkan tingkat jabatannya. Hal ini sesuai yang diutarakan Nandang Hidayat sebagai berikut: “Kita itu sebelum tanda tangan jadi pegawai , di dalam perincian tugas ada yang namanya tugas lainnya yang diperlukan, Tim QA termasuk ke dalam itu, jadi udah termasuk tugas wajib ya, insentifnya ya dari gaji itu.” (Nandang Hidayat, Wawancara, 03 Mei 2013) Teguh Purwanto dalam hubungannya dengan insentif mengatakan kompensasi dari kinerja yang baik diberikan dalam bentuk kenaikan tingkat jabatan yang mempunyai besar take-home pay yang berbeda: Kalo kita kan secara take-home pay yang dibedakan oleh tingkat jabatan, terus kalau penilaian kinerja IKU nya kan ada buruk, sedang, dan baik ya. Ketika kita berturut-turut bisa baik nanti bisa diusulkan tingkat jabatan sehingga penghasilan yang baik. Kalu yang tidak
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
bisa memenuhui itu atau buruk, bisa di grounded atau diturunkan jabatannya. (Teguh Purwanto, Wawancara, 03 Mei 2013) hal implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013 juga memakai fasilitas yang secara umum disediakan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar bagi semua karyawannya seperti komputer, software-software pendukung, alat tulis kantor, telefon, dan faksimili. Dalam Peraturan Menteri Keuangan 82/PMK.03/2011 jo. Per - 34/PJ/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.03/2013 tidak diatur mengenai fasilitas khusus yang harus disediakan dalam pelaksanaan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Berdasarkan hasil observasi peneliti di Bidang Penyuluhan dan Pelayanan Hubungan Masyarakat, seluruh komputer fiskus dilengkapi dengan fasilitas elektronik yang didesain khusus untuk pegawai pajak yang berupa aplikasi dan website internal. Aplikasi dan website internal ini juga berhubungan dengan pelaksanaan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 2011-2013. Aplikasi dan website internal ini adalah: • Approweb • Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) • Tax Knowledge Base Berdasarkan segi sumber daya kewenangan dan informasi, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dalam mengimplementasikan kebijakan pemberian hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan tahun 2011-2013 menggunakan sumber daya informasi yang berada dalam peraturan pelaksana. Peraturan pelaksana ini telah mengatur segala tata-cara mengimplementasikan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Peraturan pelaksana ini untuk tahun 2012 adalah Per. 34/PJ/2012, sedangkan untuk tahun 2013, peraturan pelaksananya sudah termasuk di dalam PMK. 17/PMK.03/2013. Untuk informasi atas kesanggupan/kerelaan dari berbagai pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan, dari segi pegawai yang terkait, Kanwil DJP WP Besar menempatkan tugas untuk mengimplementasikan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance sebagai tugas pokok lainnya yang sudah disetujui pegawai sebelumnya. Hal ini serupa yang dikatakan Nandang Hidayat sebagai berikut:“Kita itu sebelum tanda tangan jadi pegawai , di dalam perincian tugas ada yang namanya tugas lainnya yang diperlukan, Tim QA termasuk ke dalam itu, jadi udah termasuk tugas wajib ya” (Nandang Hidayat, Wawancara, 03 Mei 2013)
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
Sedangkan dari sisi Wajib Pajak, karena Pembahasan dengan Tim Quality Assurance merupakan hak Wajib Pajak yang boleh digunakan atau tidak maka hanya Wajib Pajak yang bersedia untuk mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang terlibat dalam implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Disposisi Baik di dalam Peraturan Menteri Keuangan 82/PMK.03/2011 jo. Per - 34/PJ/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.03/2013 menjelaskan bahwa Pembahasan dengan Tim Quality Assurance adalah untuk menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas. Berdasarkan observasi peneliti, pemahaman akan tujuan kebijakan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah sesuai dengan maksud dan tujuan dari pembuat peraturan (Menteri Keuangan). Machrijal memberikan pendapat bahwa Pembahasan dengan Tim Quality Assurance diadakan untuk menjamin hasil koreksi pemeriksaan, hal ini dikatakannya sebagai berikut: Kalau latar belakangnya saya tidak tahu persis tapi kalau kita lihat dari tujuan yang akan dicapai adalah memberikan satu kualitas terhadap hasil pemeriksaan maka mungkin dilatarbelakangi oleh, istilahnya bahwa pemeriksaan ini jangan dikatakan terkesan untuk dilakukan koreksi yang tanpa dasar. Jadi semua pemeriksaan harus punya dasar. Jadi dengan Tim Quality Assurance itu kira-kira dijamin lah bahwa wajib pajak punya hak loh..kalau anda koreksinya asal-asalan,saya minta dibahas oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, jadi ada unsur pengawasan sebenarnya, jadi teman-teman pemeriksa hatihati jika tidak mengikuti prosedur, kami punya hak ke Quality Assurance. Sesungguhnya jadi menjamin kedua belah pihak, dari haknya sendiri terjamin dan pemeriksaan bermutu dari segi wajib pajak dan pemeriksa. (Machrijal
Desano,
Wawancara, 10 Mei 2013)
Birokrasi Berhubungan dengan fragmentasi dalam birokrasi untuk implementasi kebijakan pemberian hak pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, administrasi dan pelaksanaannya berada di bawah Seksi Bimbingan Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal. Hal ini karena Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan merupakan salah satu
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
bagian dalam proses pemeriksaan. Seksi Bimbingan Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal ini dibawahi oleh Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak yang dibawahi langsung oleh Kepala Kanwil. Berdasarkan Profil Kanwil DJP Wajib Pajak Besar yang peneliti dapatkan dari hasil observasi di Seksi Hubungan Pelayanan Masyarakat, Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak, pemantauan pelaksanaan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak, penelahaan hasil pelaksanaan pekerjaan Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak (peer review). Bantuan pelaksanaan penagihan, serta pelaksanaan urusan administrasi penyidikan termasuk pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar adalah Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Angota Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berasal dari Bidang/ Seksi lain dan dari KPP Wajib Pajak Besar. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya di bagian Sumber Daya Manusia, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar mempunyai peran untuk menentukan Anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan membentuk Tim Quality Assurance Pemeriksaan untuk setiap permohonan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Fragmentasi birokrasi yang terdapat dalam implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance tidak luas karena implementasinya sudah ditugaskan pada Seksi yang tepat. Hal ini serupa dengan yang dikatakan Andjar Susanto sebagai berikut: “Yah kalau menurut saya sudah mendukung semua di sini dari awal kan memang struktur kita dari by function kan. Ya kita karena dari fungsi ya pasti sudah sesuai.” (Andjar Susanto, Wawancara, 02 Mei 2013) Aspek lainnya dalam birokrasi adalah SOP. SOP digunakan sebagai pedoman, petunjuk, tuntunan, dan referensi para pelaku kebijakan agar dapat mengetahui yang harus dipersiapkan dan dilakukan, siapa sasarannya, dan hasil yang ingin dicapai. SOP
yang
dimiliki dalam implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar tahun 2011-2013 adalah peraturan-peraturan terkait yaitu pada tahun 2011-2012 adalah PMK 82/PMK.03/2011 jo. Per 34/PJ/2011 sedangkan untuk tahun 2013 adalah PMK 17/PMK 03/2013. Peraturan-peraturan ini sudah mencakup tugas, petunjuk pelaksanaan, dan tata-cara. Hal ini disampaikan oleh fiskus-fiskus yang terlibat seperti Andjar Susanto sebagai berikut: Kalau SOP itu terkait sama tugas rutin kita. Tapi kalau QA itu kan bukan tugas rutin kan jadi SOP untuk QA tidak ada. Tapi kalau prosedurnya ada misalnya wajib pajak
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
harus melakukan permohonan, berapa lama waktunya, ya itu ada peraturan, peraturan jadi SOP nya. (Andjar Susanto, Wawancara, 02 Mei 2013) SOP-SOP tersebut juga tidak sulit dilaksanakan seperti yang disampaikan Andjar Susanto: “Kalau sampe dengan sekarang saya pikir si sulit sih tidak karena kita ga ada kesulitan sama sekali ketika menerapkan prosedur yang ada di peraturan.” (Andjar Susanto, Wawancara, 02 Mei 2013) Hambatan-hambatan (i) Hambatan yang pertama adalah menumpuknya permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di saat bulan – bulan mendekati habisnya jangka waktu pemeriksaan atau jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan. Menumpuknya permohonan ini mengakibatkan kesulitan dalam penyelesaian proses pembahasan karena terdapat jangka waktu untuk proses pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan selama 3 hari dalam Per 34/PJ/2011 dan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan dalam PMK 17/PMK.03/2013. (ii) Hambatan kedua yang berkaitan dengan waktu adalah kesulitan dalam menetapkan jadwal agar Wajib Pajak dapat menghadiri Pembahasan dengan Tim Quality Assurance. Di dalam peraturan-peraturan terkait memang tidak diatur tentang pelaksana harus menyesuaikan jadwal dengan fiskus, tetapi dalam kaitannya dengan pelayanan, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar berusaha agar Wajib Pajak menghadiri Pembahasan dengan Tim Quality Assurance. Hal ini dikarenakan Wajib Pajak memiliki urusan lain. Hal ini menyebabkan terundurnya jadwal Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang dapat mengakibatkan sedikitnya waktu yang tersisa karena jangka waktu yang ada. Machrijal Desano mengungkapkan bahwa hambatan yang pernah terjadi adalah penyesuaian jadwal pembahasan dengan Wajib Pajak (iii) Hambatan ketiga yang dihadapi Kanwil DJP Wajib Pajak besar berkaitan dengan dengan peraturan yang baru (PMK 17/PMK 03/2013), hal ini adalah wewenang dan jangka waktu untuk menjaga kualitas dari pemeriksaan tidak sebanding dengan tugas yang diberikan. Keputusan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang bersifat mengikat dalam PMK 17/PMK 03/2013 ini tidak disertai dengan tugas yang dapat menjamin kualitas pemeriksaan. Tim Quality Assurance hanya membahas perbedaan pendapat dan tidak meneliti semua prosedur pemeriksaan. Hal ini dapat mengakibatkan beberapa pos koreksi atau pos yang tidak dikoreksi dalam Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan hanya berdasarkan pendapat Tim Quality
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
Assurance Pemeriksaan. Teguh Purwanto menjelaskan bahwa tidak ada hambatan dari segi pelaksanaan tetapi ada hambatan dalam menjamin kualitas pemeriksaan yang berasal dari pengaturan baru dari PMK 17/PMK.03/2013 yang mengatur bahwa keputusan Tim Quality Assurance bersifat mengikat dan hal ini tidak selaras dengan praktik pemeriksaan yang membutuhkan banyak pengujian dan Tim Quality Assurance hanya memutus berdasarkan laporan pemeriksaan.
PEMBAHASAN Menurut Edward III implementasi suatu kebijakan didasari dan dinilai dari beberapa faktor, yaitu: komunikasi, sumber-daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Komunikasi Komunikasi
merupakan
faktor
penentu
pertama
dalam
keberhasilan
suatu
implementasi kebijakan, kebijakan harus disampaikan dengan efektif oleh pembentuk kebijakan kepada administrator maupun pihak lain yang berkepentingan dalam kebijakan itu. Menurut Edward III, pihak-pihak yang bertanggung-jawab mengimplementasikan suatu keputusan harus mengetahui apa yang mereka harus lakukan. Perintah-perintah untuk melaksanakan implementasi harus disampaikan kepada pihak-pihak yang relevan dan harus jelas, akurat, dan konsisten. Jika pembuat kebijakan tidak melakukan hal yang telah disebutkan, kebijakan tersebut dapat disalah-mengerti oleh pihak yang terkait. Berdasarkan observasi peneliti dan wawancara, baik pihak DJP dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah berhasil mengkomunikasikan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Hal ini dikarenakan terdapat komunikasi yang terstruktur yang memang menjadi agenda DJP dan tugas Kanwil DJP Wajib Pajak besar beserta KPP yang berada di bawahnya. Hal ini juga didasari dengan temuan peneliti bahwa peraturan-peraturan yang ada sudah tersampaikan dengan baik kepada pihak yang terkait, peraturan-peraturan yang ada sudah cukup jelas, dan sudah cukup konsisten dengan kebijakan lainnya dalam pemeriksaan.
Sumber Daya Faktor penentu kedua dalam suksesnya suatu implementasi kebijakan adalah sumber daya. Menurut Edward III jika suatu pelaksana implementasi kurang akan sumber daya maka implementasi akan cenderung tidak efektif. Edward III mengatakan bahwa kurangnya sumber
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
daya akan berpengaruh kepada efektifitas implementasi suatu kebijakan. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar memiliki sumber daya-sumber daya yang telah memadai untuk mendukung efektifitas Hak Pelaksanaan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang ditunjuk berdasarkan pengalaman dan kompetensi, sumber daya keuangan yang diberikan ke pegawai berupa take-home pay, sumber daya fasilitas (peralatan kantor,komputer,software, dan ruang meeting) yang layak, dan sumber daya kewenangan dan informasi yang telah diberikan melalui peraturan-peraturan yang bersangkutan adalah indikator bahwa sumber daya yang dimiliki oleh Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah mendukung efektifitas Hak Pelaksanaan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Disposisi Menurut Edward III jika pelaksana kebijakan telah terdisposisi dengan baik maka pelaksana kebijakan akan cenderung mengimplementasikan sesuai dengan niat pembuat kebijakan. Namun jika sikap atau perspektif antara keduanya berbeda maka proses implementasi menjadi kompleks. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, pegawai yang terlibat di Tim Quality Assurance Pemeriksaan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar memiliki sikap yang positif tentang pelaksanaan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Pengetahuan para pegawai yang terlibat dalam Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance tergolong baik. Berdasarkan hal itu, disposisi yang berupa kemauan, keinginan, dan kecenderungan pegawai yang terlibat dalam Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar untuk melaksanakan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan telah menunjukan suatu posisi yang mendukung pelaksanaan Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Pemahaman akan tujuan kebijakan di Lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak besar telah serupa dengan maksud pembuat kebijakan (Menteri Keuangan) dimana dapat diambil kesimpulan bahwa menurut Model Edward III, pelaksana kebijakan Pembahasan dengan Tim Quality Assirance di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah terdisposisi dengan baik sehingga tidak ada perbedaan sikap antara implementor (Kanwil DJP Wajib Pajak Besar) dan pembuat kebijakan (Menteri Keuangan) Birokrasi
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
Faktor ke empat yang merupakan penentu keberhasilan implementasi sebuah kebijakan menurut Edward III adalah Birokrasi. Struktur Birokrasi menggambarkan arah hubungan, garis komando dan pola koordinasi antar unit kerja dalam koordinasi. Aspek-aspek yang terkait dalam birokrasi antara lain adalah fragmentasi dan SOP. Berdasarkan observasi peneliti, fragmentasi yang ada di birokrasi Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah mendukung implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar tahun 2011-2013. Hal ini didasari oleh penempatan tugas administrasi dan pelaksanaan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang sudah terpusatkan dan tidak banyak pihak lain yang terlibat di dalamnya yang dapat menyebabkan kompleksitas koordinasi dan komunikasi. Aspek lainnya dalam birokrasi adalah SOP. SOP digunakan sebagai pedoman, petunjuk, tuntunan, dan referensi para pelaku kebijakan agar dapat mengetahui yang harus dipersiapkan dan dilakukan, siapa sasarannya, dan hasil yang ingin dicapai. Berdasarkan observasi peneliti dan wawancara, SOP yang dimiliki sudah jelas dan tidak sulit dilakukan. Hambatan-hambatan Berhubungan dengan hambatan yang peratama sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yaitu permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan menumpuk di saat bulan – bulan mendekati habisnya jangka waktu pemeriksaan atau jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan. Keadaan ini disebabkan oleh banyaknya pemeriksaan yang penyelesaian sampai proses penyampaian SPHPnya mendekati habisnya jangka waktu pemeriksaan. Pada masa PMK 82/PMK.03/2012 terdapat jangka waktu pemeriksaan dan terdapat jangka waktu pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan pada masa PMK 17/PMK.03/2013 terdapat jangka waktu pemeriksaan dan pembahasan akhir, hal ini berpotensi bahwa pemeriksaan yang dilakukan di tingkat KPP diselesaikan dalam waktu yang mendekati akhir jangka waktu yang tersedia. Idealnya pemeriksaan yang dilakukan diselesaikan dengan waktu yang bervariasi. Hambatan kedua yaitu kesulitan menentukan jadwal pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dikarenakan berhalangnya waktu dari Wajib Pajak. Waktu yang berhalangan dari Wajib Pajak secara esensi adalah bukan hambatan yang berasal dari Kanwil DJP Wajib Pajak Besar tetapi lebih kepada jangka waktu yang diberikan yang terlalu sempit. Jika jangka waktu yang diberikan lebih panjang maka baik dari sisi fiskus dan Wajib Pajak akan lebih mudah untuk menentukan jadwal
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
Hambatan ketiga yang dihadapi Kanwil DJP Wajib Pajak besar berkaitan dengan dengan peraturan yang baru (PMK 17/PMK 03/2013), hal ini adalah wewenang dan jangka waktu untuk menjaga kualitas dari pemeriksaan tidak sebanding dengan tugas yang diberikan. Peraturan-peraturan yang bersangkutan mengatur bahwa mutu pemeriksaan adalah Standar Pemeriksaan yang terdiri dari Standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan Standar Pelaporan
Pemeriksaan.
Berdasarkan
peraturan-peraturan
yang
bersangkutan
juga
menyatakan bahwa Tim Quality Assurance dibentuk untuk memberikan pemeriksaan yang berkualitas. Tidak diterangkan lebih lanjut mengenai kriteria pemeriksaan yang berkualitas tetapi hal ini dapat dikaitkan dengan mutu pemeriksaan. Jika keputusan Tim Quality Assurance Pemeriksaan bersifat mengikat dan disertai dengan maksud pembentukan Tim Quality Assurance pemeriksaan itu sendiri yaitu untuk memberikan pemeriksaan yang berkualitas, Tim Quality Assurance membutuhkan jangka waktu dan kewenangan yang lebih atau suatu proses yang dapat memudahkan akses dan informasi dari pemeriksaan yang bersangkutan.
SIMPULAN Implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013 secara keseluruhan telah berjalan dengan baik sesuai dengan faktor-faktor yang menentukan implementasi suatu kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III. a. Komunikasi, dalam faktor ini peneliti menemukan bahwa peraturan-peraturan yang ada sudah tersampaikan dengan baik kepada pihak yang terkait, peraturan-peraturan yang ada sudah cukup jelas, dan sudah cukup konsisten dengan kebijakan lainnya dalam pemeriksaan. Hal ini dikarenakan terdapat komunikasi yang terstruktur yang memang menjadi agenda DJP dan tugas Kanwil DJP Wajib Pajak besar beserta KPP yang berada di bawahnya. b. Sumber daya, sumber daya yang berupa SDM, fasilitas, anggaran, dan informasi / wewenang yang dimiliki Kanwil DJP Wajib Pajak Besar telah tersedia dengan memadai. Sumber daya manusia yang ditunjuk berdasarkan pengalaman, fasilitas yang memadai, tersedianya anggaran, dan pemberian wewenang dan informasi yang cukup mendasari penilaian ini
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
c. Disposisi, disposisi yang diperlihatkan fiskus yang terlibat dalam hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan merupakan tanggapan yang positif terhadap pelaksanaan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Fiskus yang terlibat telah terdisposisi dengan baik yaitu fiskus memiliki kesamaan tujuan dengan pembuat kebijakan. d. Birokrasi, fragmentasi di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar sudah mendukung. Penempatan tugas administrasi dan pelaksanaan Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang sudah terpusatkan dan tidak banyak pihak lain yang terlibat di dalamnya yang dapat menyebabkan kompleksitas koordinasi dan komunikasi. SOP yang dimiliki juga tidak sulit dilaksanakan karena telah didesain sedemikian rupa untuk pelaksanaan pada seluruh Kanwil DJP. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam Implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013 adalah a. Menumpuknya permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di musim pemeriksaan selesai yang mengakibatkan sulitnya penjadwalan pembahasan b. Halangan waktu dari Wajib Pajak yang tidak bersedia untuk diundang pada tanggal tertentu karena hal-hal tertentu. Khusus untuk implementasi pada tahun 2013 hambatan yang terjadi adalah kewenangan yang diberikan kepada Tim Quality Assurance dimana keputusannya bersifat mengikat tidak selaras dengan pemenuhan kualitas pemeriksaan karena praktik pemeriksaan yang membutuhkan banyak pengujian dan Tim Quality Assurance hanya memutus berdasarkan risalah pemeriksaan
SARAN Berdasarkan pada simpulan di atas maka dengan munculnya berbagai masalah dalam implementasi Implementasi Hak Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Tahun 2011-2013, terdapat berbagai saran untuk mengatasi permasalahan yang timbul, antara lain : a. Agar dapat melaksanakan pembahasan di saat menumpuknya permohonan maka diperlukan suatu batas waktu dalam pelaksanaan pembahasan karena dengan jangka waktu yang diberikan sangat singkat, sulit untuk menangani semua permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance yang diajukan.
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013
b. Agar dapat menjamin kualitas pemeriksaan maka diperlukan permintaan Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai informasi kepada Tim Quality Assurance untuk dapat memeriksa kualitas pemeriksaan.
DAFTAR REFERENSI Buku: Dwijowijoto, Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakarta : PT Elex Media Konputindo, 2003 Edward III, George. Implementating Public Policy. Washington DC: Congressional Quaterly Press, 1980 Hutagaol ,John. Perpajakan: Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007 Rosdiana, Haula., dan Edi Slamet Irianto. Panduan Lengkap tata cara perpajakan di Indonesia. Jakarta: Visimedia, 2011. Widodo, Joko. Analisa Kebijakan Publik. Malang:Bayu Media Publishing, 2007 Artikel: Jabnoun, N. Control processes for total quality management and quality assurance. Work Study. 182-182. 2002.
Analisis Implementasi..., Putrasyah Utama, FISIP UI, 2013