DESKRIPSI
KARYA TARI ORATORIUM
“PURUSADA SANTHA”(BABAK I)
Oleh : I Gede Oka Surya Negara, SST.,M.Sn.
Produksi ISI Denpasar dipergelarkan dalam rangka Dharma Santi Nasional,Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 Di Gor A.Yani MABES TNI Cilangkap Jakarta 21 Maret2011
JURUSAN SENI TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011
KATA PENGANTAR
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka skrip Oratorium Tari ”Purusada Santha” dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Oratorium Tari ini dipentaskan dalam rangka Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933, tanggal 21 Maret 2011, di GOR A,Yani MABES TNI CilangkapJakarta. Didalam mewujudkan garapan tari ini, sudah tentu banyak diperoleh bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Rai, S, M.A sebagai Rektor ISI Denpasar, atas segala fasilitas dan tugas yang diberikan sehingga garapan ini bisa berjalan dengan lancar. 2. Panitia Nasional Dharma Santi Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933, atas bantuan moril dan materiil selama proses latihan sampai pada pementasan. 3. Para pendukung Oratorium Tari Purusada Santha, atas tanggung jawabnya dengan penuh disiplin di dalam mengikuti latihan-latihan sehingga pementasan berlangsung dengan lancar. Akhirnya, deskrip karya ini dipersembahkan semoga ada manfaatnya.
Denpasar, Maret 2011 Penata
PENDAHULUAN
Latar Belakang Garapan:
Dharma Santi Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933, diadakan di Gor A.Yani MABES TNI Cilangkap-Jakarta tanggal 21 Maret 2011. Tema yang diangkat adalah “Dengan Melaksanakan Catur Brata Nyepi Kita Wujudkan Kehidupan Yang Harmonis, Damai, Dan Sejahtera”. Tema ini mengandung makna harmonisasi dan keseimbangan alam semesta, dengan tujuan; 1) meningkatkan Sradha dan Bhakti Umat Hindu sebagai perwujudan dan pengamalan ajaran agama. 2) meningkatkan kualitas hubungan antar warga bangsa guna membangun kebersamaan dan persatuan, menuju kehidupan yang harmonis dan damai dengan mengamalkan nilai-nilai etika, moral dan budi pekerti. 3) meningkatkan kualitas pengabdian dan peran aktif Umat Hindu bersamasama umat beragama lainnya dalam memajukan dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Melalui Dharma Santi, menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas diri dan kinerja dalam bidang masing-masing serta meningkatkan kualitas pengabdian dalam pembangunan bangsa dan negara. Tema ini dipilih untuk mengingatkan semua pihak mengenai berbagai tindak kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini dengan harapan agar kejadian seperti ini tidak terus berulang ditengah kehidupan masyarakat. Bhineka Tunggal Ika sebagai lambang Negara dan Pancasila mengandung nilai filosofi bahwa Bangsa Indonesia yang majemuk dituntut untuk hidup dalam harmoni, bersatu dalam perbedaan, penuh kedamaian, guna mewujudkan masyarakat yang diliputi oleh kebenaran, keadilan dan kesejahteraan. Untuk memaknai situasi terkini di Indonesia, Tim Nasional Dharma Santi bekerja sama dengan ISI Denpasar
menampilkan oratorium tari dengan judul “Purusada Santha“, yang
menggambarkan keteguhan dan kearifan Raja Sutasoma dalam menghadapi kebathilan serta kerelaan
berkorban untuk kepentingan rakyat. Nilai-nilai filosofi yang ingin
diungkap dalam karya ini memberi pesan kepada segenap komponen Bangsa Indonesia agar melayani semua orang dengan penuh kasih sayang, tidak mementingkan diri sendiri dan golongan, berdisiplin dan bekerja penuh pengabdian untuk kemanusiaan.
Sinopsis Bhineka Tunggal Ika adalah sasanti Negara Indonesia yang telah menyalakan api kesadaran masyarakatnya sebagai sebuah bangsa yang dirajut dari keberagaman.Sejak cikal bakal negeri yang disatukan dalam bentangan Jambrut Khatulistiwa ini bertumbuh, benih-benih perbedaan itu telah dikelola secara bijaksana. Perbedaan bukan dipandang dan ditakuti akan melahirkan perpecahan, namun sebaliknya menjadi dorongan yang bertenaga untuk bertemu, mengenal dan menerima. Tersebutlah pada abad ke-14, zaman kejayaan Majapahit dinasti Maharaja Rajasanegara atau Hayam Wuruk. Buah ikrar Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada berhasil mengukuhkan mosaik Nusantara. Untuk merekat keragaman wilayah taklukan Majapahit, Raja Hayam Wuruk menitahkan pujangga keraton, Mpu Tantular mempersembahkan karya ciptanya sebuah puisi lirik berjudul ”Purusada” yang bertutur tentang seorang pangeran bernama Sutasoma yang memerangi kekerasan dan permusuhan dengan kebeningan nurani dan kasih persahabatan. Sasanti Bhineka Tunggal Ika pada awal lirik ”Tan Hana Dharma Mangrwa” dalam bait kakawin karya Tantular yang bermakna berbeda-beda namun tetap satu jua itu, pada era republik menyemangati rasa persatuan dan kesatuan generasi pewaris negeri. Bhineka Tunggal Ika terhampar harmonis dalam ungkapan budaya dan ekspresi keindahan cipta, rasa, karsa masyarakatnya. Sebuah anugrah kemajemukan dalam kesetaraan, dibawah panji-panji Merah Putih Indonesia tercinta, dalam naungan kepak gagah Burung Garuda Pancasila perkasa. Pada pementasan oratorium ”Purusada Santha”, dibagi dalam beberapa babak. Masing-masing babak terdiri atas beberapa adegan, yaitu:
BABAK I: Mengisahkan puncak kejayaan zaman Majapahit pada pemerintahan Maharaja Rajasanegara atau Hayam Wuruk yang disokong penuh dedikasi oleh Mahapatih Hamengkubumi Gajah Mada. Namun keberagaman Nusantara yang dicanagkan Gajah Mada lewat ikrar Sumpah Palapanya dirasakan oleh Hayam Wuruk memerlukan perekat
persatuan. Pujangga kerajaan, Mpu Tantular, kemudian mengisahkan kepada sang maha raja tentang seorang Pangeran Sutasoma yang memperjuangkan perdamaian dengan cinta kasih. Alur/pepeson: - Para Prajurit Wilwatikta - Perjalanan Hayam Wuruk dan Prapanca (Budaya Nusantara) - Mpu Tantular bercerita kepada Hayam Wuruk (mengisahkan cerita Sutasoma)
BABAK II: Alkisah seorang Pangeran Hastina yang bernama Sutasoma putra Raja Sri Mahaketu ini tidak mau hidup dalam gelimang kemewahan kraton melainkanan memilih menjadi pertapa di hutan untuk mencari kehidupan sejati. Setelah memperoleh anugrah dewata, dengan penuh kasih, Sutasoma berhasil menundukkan kebuasan gajah, naga dan macan. Sementara itu, Purusada seorang raja raksasa mencari Sutasoma untuk dipersembahkan kepada Bhatara Kala. Sutasoma tak melawan dan menyerahkan dirinya dengan ikhlas. Dewa Siwa yang menitis dalam tubuh Purusada terpesona dengan ketulusan Sutasoma. Bhatara Kala juga terharu dan membatalkan niatnya memangsa Sutasoma. Purusada sadar dan insaf (Purusada Santha) akan kezalimannya dan berguru pada Sutasoma(Sang Budha). Alur/pepeson: - Di Astina. - Sutasoma roman dengan Candrawati (adik Dasabahu). - Datang Dasabahu, melapor bahwa Purusada datang menyerang Astina. - Dasabahu diutus untuk memerangi Purusada. - Perang pasukan Dasabahu dengan Purusada. - Perang Sutasoma dengan Purusada. - Sutasoma diserahkan pada Dewa Kala (perang Sutasoma dengan Dewa Kala). - Dewa Kala merubah wujudnya menjadi naga. - Sutasoma tidak mampu ditelan oleh Naga, membuat Dewa Kala menjadi sadar. - Purusada dan Dewa Kala akhirnya berguru pada Sutasoma.
BABAK III: Kisah Sutasoma yang digubah menjadi kekawin oleh Mpu Tantular itu, inti sarinya kemudian dipakai lambang persatuan Negara Indonesia. Sasanti Bhineka Tunggal Ika yang terbentang di kaki Burung Garuda dipetik dari kekawin Sutasoma, pupuh 139, bait 5. Kisah penuh kasih Sutasoma dan kandungan pesan toleransi keberagaman Bhineka Tunggal Ika itu, dalam masyarakat Indonesia yang berbangsa, berbahasa dan bertanah air satu di implementasikan dalam ekspresi budaya dan ungkapan damai jagat seni. Alur/pepeson: - Hayam Wuruk dan Mpu Prapanca, tentang implementasi Bhineka Tunggal Ika. - Burung Garuda Pancasila Lambang Negara dan Bendera Merah Putih (Ending).