Prolog Punahnya Bangsa Raksasa 1 3000 tahun yang lalu adalah sebuah masa kejayaan sebuah kehidupan Dewa Dewi peretas alam semesta. Hidup diatas sebuah pijakan luarbiasa yang melayang diatas tanah hidupnya para manusia. Merekalah para bangsa raksasa yang memiliki kemampuan diluar kewajaran manusia. Mereka hidup dari sebuah benih murni dari jiwa-jiwa bintang penguasa langit malam. Hidup dalam sebuah koloni besar yang tidak mengizinkan bangsanya untuk turun ke bumi. Turun ke bumi adalah sebuah dosa besar dari mereka bila melanggar sebuah aturan dasar kehidupan ini. Sebuah kerajaan koloni yang seluruhnya dihuni oleh para jiwa-jiwa bintang ini temaram pada tebalnya langit bumi. Dalam daratan luas yang melayang dengan kehidupan yang luarbiasa, merekalah para raksasa yang memiliki sayap-sayap keperkasaan sebagai tanda-tanda seorang jiwa bintang yang telah sempurna. Belantara hutan yang hijau subur dengan bangunan megah besar ala dewa-dewi Yunani menjadi sebuah pesona mematikan bagi mereka yang lemah. Kehidupan mereka yang dipenuhi dengan pertarungan
dan adu kekuatan menjadikan mereka bangsa raksasa yang haus akan kekuasaan. Terpilihlah mereka kedubelas bintang terkuat yang dijuluki dengan para raksasa. Sebutan yang layak untuk pemegangnya, karena sseluruhnya adalah jiwa-jiwa bintang yang sangat kuat. Namun karena kekuatan inilah yang membuat mereka semakin lama semakin sulit memertahankan kedamaian hidup di dunia langit. Bahkan diantara para raksasa terkuat saling bertarung demi kekuasaan diantara sesamanya. Kini dunia langit yang indah itu telah lenyap, puing-puing kehidupan sedikitpun tak terlihat. Hanyut dan lenyap didasar laut. Semuanya hancur oleh kekuatan mereka sendiri. Seolah mereka lenyap tak satupun peninggalan mereka tak ada yang tersisa.
2
Kolaborasi Kelam 2 Pada zaman dahulu, orang-orang menyembah benda-benda mati karena dianggapnya memiliki sesuatu mistis yang mampu memberikan anugerah kepada mereka yang meyakininya. Banyak suatu kepercayaan keyakinan yang telah menyembah matahari, bulan, bumi, bintang, meteor, air, api, pohon, batu dan semacamnya karena diyakini di dalamnya terdapat roh agung yang akan selalu melindungi mereka, memberkati mereka, dan memberikan ketentraman hidup kepada mereka. Merupakan kenyataan bahwa manusia pernah meyakini adanya hal gaib semacam itu didalamnya. Karena keyakinan yang diberikan oleh manusia, maka hal tersebut menjadi benar adanya. Sesuatu yang terlihat mati, namun didalamnya mengandung suatu kekuatan besar yang tak pernah dilihat manusia. Mereka yang pernah mendapat keyakinan telah menjadi hidup dalam sebuah jiwa yang tak bisa di asingkan lagi. Di bumi, manusia tak pernah menyadari bahwa yang mereka lakukan itu adalah salah. Kesadaran mereka yang telah tertidur lama dalam kegelapan kini terbangun dengan sebuah jiwa besar yang memiliki kesadaran. Mulanya mereka polos namun semakin waktu berjan, mereka menjadi semakin mengerti dengan keberadaan mereka. Masa-masa kejayaan dimana mereka di sembahsembah oleh umat manusia di setiap zamannya mulai 3
berubah dan bergantian. Merupakan masa-masa yang singkat, saling berganti, dan akhirnya dilupakan. Keyakinan-keyakinan yang telah mereka tanamkan dalam jiwa manusia, kini luntur perlahan-lahan dan terlupakan oleh masa. Ratusan tahun, ribuan tahun, dan jutaan tahun berlalu hingga orang-orang yang mereka harapkan untuk kembali yakin kepada keberadaan mereka, kini telah hanyut dalam keyakinan baru yang memang lebih kekal. Sekarang yang mampu mereka banggakan adalah kejayaan yang pernah mereka dapatkan dan keunggulankeunggulan yang selalu ditonjolkan kepada mahluk hidup. Mereka menganggap diri mereka lebih baik. Mereka menganggap dialah yang terbaik dan mampu memberikan semua yang dibutuhkan oleh manusia. Yah… merekalah matahari, bulan, bumi, dan bintang yang kini selalu bersaing dengan angkuh menyombongkan diri sebagai wujud kekekalan energi yang mampu menghidupi mahluk hidup. Karena itulah, mereka selalu bermusuhan, saling membenci dan ingin menghancurkan satu sama lain. Satu masalah itu hingga sekarang masih belum terpecahkan. Mereka belum mengerti untuk apa mereka hidup, belum memahami betapa berartinya hidupa dan saling menjaga. Tiap terjadi pertemuan, tiap itu pula terjadi perang diantara mereka. Seringkali terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan, seringkali pula mereka bertengkar seperti anak kecil yang memperebutkan mainan mereka. Namun hal ini tak pernah disadari oleh mahluk hidup, terutama manusia. Dimata mereka, banyak anggapan yang muncul, seperti saat terjadi 4
gerhana merupakan sesuatu yang wajar karena memang begitulah hasil dari proses perputaran rotasi antara bumi, bulan, dan matahari. Pada masa-masa tertentu ada yang menganggap bahwa saat terjadinya salah satu gerhana merupakan hasil dari ulah jahat Iblis yang berusaha melenyapkan bulan atau pun matahari dan disaat gerhana itu berakhir, mereka menganggap bahwa Dewa berhasil menghentikan ulah jahat Iblis yang ingin menghancurkan bulan atau pun matahari. Namun terdapat banyak sekali versi dari masingmasing cerita terjadinya gerhana di mata manusia. Pada masyarakat jawa di Indonesia pernah menganggap bahwa saat terjadi gerhana bulan, saat itulah bulan tengah di makan oleh Buto dan untuk menghentikannya mereka memukul benda-benda perabot rumah yang mampu menimbulkan suara bising. Berbeda lagi kisah yang dimunculkan di Negeri cina, orang percaya bahwa seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana “chih” artinya memakan. Sampai abad ke 19 mereka biasanya membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga. Orang Indian juga percaya bahwa seekor naga lah yang membuat gerhana bulan. Mereka lalu menyembah sang naga dengan berendam sampai sebatas leher. Di Jepang, orang-orang percaya bahwa waktu gerhana muncul ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun, mereka menutupi sumur-sumur mereka.
5
Di Perancis, Kaisar Louis dari Perancis wafat setelah mengamati gerhana di tahun 840. Konon ia begitu bingung saat kegelapan selama 5 menit dan meninggal karena begitu takut. Dan ada pula sebuah cerita Columbus yang menceritakan Columbus dalam pelayaran terakhirnya ke Amerika, 1503. Ia berlabuh di Jamaica lebih dari setahun karena kapalnya rusak parah. Penduduk asli setempat lama-lama kesal karena harus menyuplai makanan untuk kru kapal. Columbus tahu bahwa tidak lama lagi akan terjadi gerhana bulan. Dia dengan akal bulusnya mengatakan bahwa Tuhan marah terhadap mereka karena tidak memberi makan, dan karena itu bulan akan lenyap. Ketika gerhana terjadi, mereka lalu memohon Columbus untuk menyampaikan kepada Tuhan agar memaafkan mereka dan mengembalikan bulan. Setelah gerhana, Columbus mengatakan kepada mereka bahwa Tuhan sudah memaafkan dan bulan akan kembali. Dahulu, saat manusia masih sering menggunakan penanda alam untuk menentukan apa yang mereka tuju. Para nelayan-nelayan zaman dulu sering menggunakan pertanda-bintang-bintang. Mereka bahkan bisa menentukan arah dari keberadaan bintang itu. Bisa meramalkan apa yang akan terjadi dan bahkan bisa melihat keberuntungan yang akan mereka raih. Ratusan tahun berlalu dan kisah-kisah macam itu telah dilupakan. Kebiasaa-kebiasaan macam itu telah terjawab dengan ilmu pengetahuan. Dimata manusia cerdas di abad duapuluh dua ini. Terjadinya gerhana merupakan kejadian alami yang memang layak untuk terjadi. 6
Siang ini daratan terasa meleleh oleh panasnya mata api raksasa. Melihat matahari dari bumi bak sebuah korek api menyala yang di dekatkan pada setitik pupil hitam manusia. Menyilaukan, panas, dan mematikan. Manusia telah memperkirakan pada pukul 14.30 hari ini akan terjadi gerhana matahari. Informasi ini telah disiarkan diseluruh penjuru dunia. Jutaan manusia keluar dari kandang merka membawa teleskop dan mencoba mengamatinya dari bumi. Mereka menganggap fenomena ini adalah fenomena yang menakjubkan yang tidak boleh terlewatkan. Tapi dibalik itu semua mereka tidak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Terlihat dari bumi bahwa bulan semakin menempel menutupi terangnya matahari. Semua mata terpana melihatnya. Takjub akan tragedi gelap yang akan segera mereka lihat. Langit terang di sekitar mulai redup oleh tubrukan cahaya itu. Sudut pertemuan sejajar inilah yang mampu mereka manfaatkan. Sudut hidupnya sebuah keinginan-keinginan dari sebuah benda mati. Tapi mereka, para gundul-dundul hitam tak tahu menahu mengenai peristiwa yang terjadi di balik gerhana ini. Kolaborasi kelam para dedengkot-dedengkot raksasa tengah beradu mulut dengan membusungkan jidat mengagungkan yang telah mereka perbuat untuk manusia. Kedatangan bulan di sambut dengan penuh semangat oleh matahari. Api di sekujur tubuhnya memanas jutaan derajan celcius hingga menjulang-julang menyembur takkaruan. Bulan dengan tenang menghadapi Matahari. 7
“Kali ini dengarkan aku Bulan, siang adalah pesonaku, siang adalah kekuasaanku, kau punya apa?” dengan sombongnya mengawali perbincangan basi yang telah berulang kali mereka perdebatkan. “Malam adalah martabatku, malam adalah harta pelindungku, sekarang kau mau apa?” menantangnya menyombongkan pesona lain yang ia miliki. “Tapi aku lebih lama hidup dan aku lebih banyak bermanfaat dari pada kau!” tudingnya menekankan suaranya. “Kau fikir aku tidak? Aku pun sama sepertimu!” terheran-heran dan kembali menantangnya. “Tidak, kau ini jelas berbeda denganku!” sambil berpaling dari wajahnya. “Lalu kenapa? apa kau tidak terima?” “Tentu! Bulan, aku jelas tidak....” kata-katanya terputus oleh Bulan. “Lalu kau mau apa? Tidak usah sombong kamu. Kamu fikir kamu lebih baik dariku. lihat itu, lihat...! Bumi menjadi kering karenamu. Hutan sering terbakar karena kesombonganmu. Para mahluk hidup kekurangan air karena tingkahmu. Kau cuma bencana! Kau hanyalah neraka dunia. Di balik wajah tangguhmu, kau menyimpan racun yang tak tertawar. Dari manfaat yang kau tebarkan, kau mengundang malapetaka. Kau sumber kehancuran!” tegas Bulan berteriak. Menanggapi pertengkaran mereka Bumi hanya mengangung-anggukkan hatinya dalam dada. Dalam pertengkaran mereka, Bumi tak pernah ikut campur. Ia 8
hanya beberapa kali menanggapi dan kemudian mendengarkan lagi pertikaian busuk yang telah berulang ribuan kali ia dengar. Bahkan kadang ia hanya tersenyum remeh mendengarkan mereka. “Dasar Bodoh.” Acuh Bumi. “Cukup! Tapi karena akulah Bumi dan manusia mampu hidup dan bertahan hingga sekarang ini. karena aku....karena aku! Memang benar aku yang mengirim bencana. Tapi apa iya? Mahluk hidup harus selalu hidup tentram! Kadang mereka juga perlu bencana! Agar mereka bersyukur telah hidup dan masih mampu menikmati kehangatanku. Lagi pula mereka telah melupakanku. Mereka hanya menganggapku….Mengagapku….Arrrrgh…Tapi kamu! Kamu itu apa! Kamu hanya setitik kenikmatan yang tak menghasilkan apa-apa. Kau hanyalah peran protagonis yang seharusnya mendukungku! Bahkan kau telah memanfaatkanku! Tapi apa! Bahkan sekarang kau menghinaku! Kau meremehkanku! Kau benar-benar tak tahu diri! Benar aku sombong. Tapi wajar bila aku sombong. Karena posisiku inilah yang mengharuskan aku untuk sombong. Hahahahahaha…… Sekarang kau mau berkata apa, Bulan!” tantang Matahari. “Jadi ternyata kau seperti ini. Keterlaluan! Aku tidak terima jika kau bilang aku ini tidak tahu diri! Yang tidak tahu diri itu kau! Kau diberi kekuasaan lebih. Tapi kau menyelewengkannya! Sekarang lihat! Siapa yang tidak tahu diri! Dengarkan aku wahai matahari yang sombong! Kita itu sebenarnya sama. Kita sama-sama dibutuhkan dan di pentingkan oleh mahluk hiup. Kita…!” 9
belum selesai ia bicara, kata-katanya diserobot oleh Matahari. “Dasar Bulan bodoh! Apa kau baru menyadari sifatku yang seperti ini. Selama ini kita telah ribuan kali bertengkar dan kau baru kali ini menyadari sifatku! Hei Bumi…..kenapa kau hanya diam saja? Seharusnya kau ikut membelaku karena kaulah yang paling banyak meraup keuntungan dariku!” teriak matahari. “Kau bicara apa Matahari? Sudah berulang kali aku katakan. Aku tak mau ikut campur. Aku tak pernah membela kalian berdua. Karena adanya kalian atau tidak, aku masih akan tetap hidup. Yang membutuhkan kalian itu mahluk hidup dan para manusia. Jadi hentikanlah pertengkaran konyol kalian itu. Lebih baik mulai sekarang kalian lebih peduli pada mahluk hidup. Dengan begitu kalian bisa lebih bermanfaat untuk mereka.” Jelas Bumi tenang mencoba menghentikan pertengkaran konyol mereka berdua. “Hah! Kau memang tak tahu diri Bumi.” Gertaknya sinis dan berpaling darinya. “Matahari. Mungkin yang dikatakan Bumi itu benar juga. Untuk apa kita hidup bila hanya untuk mencari pengakuan. Apa kau tak lelah seperti ini terus. Lihatlah para mahluk hidup itu. mereka hidup dalam tentram karena kita masih ada. Tapi apa yang kita lakukan? Para Bintang, mereka juga hidup tenang berbaur dengan manusia sejak lama. Kenapa kita tidak mencoba menirunya.” Terang Bulan tenang. “Memang benar. Mungkin juga kita yang bodoh. Apa utnungnya saling menjatuhkan. Di bawah sana para 10
mahluk hidup itu bisa tentram meski kita berselisih.” Ujar Matahari geram. “Hem…hem…” Bumi menganggukangguk. “Setelah kusadari, semua yang hidup adalah nikmat. Untuk apa hidup bila tak mampu membagi kejayaan dengan yang lain. untuk apa hidup bila terus meraup untung tanpa mempedulikan yang lain. lamalama kau akan hidup sendiri. Kau akan terkucilkan oleh sendirinya.” “Benar yang kau katakan Matahari. Ada baiknya kita meniru para bintang. Berbaur dengan manusia. Dengan begitu kita bisa tahu seperti apa mahluk yang selalu kita lindungi itu. dengan begitu kita jadi tahu seperti apa nikmat hidup itu.” jelas Bumi meyakinkan mereka berdua. “Jadi?” tanya Bulan. “Jadi tunggu apa lagi.” ujar Matahari.
11
Keturunan Pertama 3 Bumi yang dikediami oleh milyaran mahluk hidup adalah tempat paling indah di tatasurya ini. Lihatlah pesonanya. Lihatlah! Campuran warna alami yang tercipta dalam kurun waktu milyaran tahun silam yang telah mengubahnya menjadi sesuatu yang begitu indah untuk tempat hidup beragam sepesies dan mahluk hidup lainnya. Selubung warna yang memenuhi seluruh dataran dan penjuru bumi terikat kental oleh beberapa unsur alami yang membuatnya semakin elok tuk dinikmati. Bumi adalah satu dari sekian planet di tata surya yang memiliki pesona paling indah. Gemuruh kehidupan berkecamuk di dalamnya dalam suatu alur sandiwara kehidupan yang masih terus mereka jalani. Semua ini dapat dihayati dari hadirnya berbagai nyawa yang menghiasi beragam wujud hidup aneka spesies bumi. Entah itu benda mati maupun hidup semuanya saling mengisi dan teraduk satu dalam aluran waktu yang tak kunjung henti. Manusia yang menjadi mahluk paling cerdas yang menguasai bumi dan seisinya tak pernah menyadari bahwa selama ini mereka selalu dalam pengamatan dan penilaian ketiga bola raksasa. Malam ini di dalam inti bumi tengah mengalami gejolak yang luarbiasa dari sesuatu yang direncanakannya. Di dalam intinya yang begitu gelap. Seluruh kegelapan datang menyelimutinya, membungkam semua celah cahaya tuk masuk menerobos 12
di dalamnya. Menciptakan sebuah ruang gelap kelam tak berdinding dan tanpa batas. Dari kegelapan yang semakin mengumpul dan memadat di intinya, hadir sebuah titik kecil berwarna biru terang yang semekin lama membentuk sebuah bola kecil yang mulai menyerap berbagai unsur-unsur bumi. Lava pijar berwarna merah terang membuyar di sekelilingnya, perlahan menyelimuti bola biru tersebut. Di susul oleh cairan besi, air, emas, angin yang membuyar di sekitarnya, memadat, dan menyatu. Turut mengaduknya hingga berputar-putar mencampur semua unsur menjadi sebuah inti baru yang berwarna sangat terang. Berpendar-pendar dalam selimut kegelapan. Dan yang terakhir disusul oleh kedatangan tanah leleh yang muncul secara luarbiasa di seluruh kegelapan. Butiran cair yang dengan cepat memampatkan cahaya dan menyelimutinya. Perlahan namun pasti kemudian membentuk suatu wujud yang di dalamnya tertanam roh bumi. Semua unsur tadi menjadikannya wujud bayi yang sempurna. Lalu kegelapan yang sejak awal menyelimutinya kini mulai memadatkan pilar-pilarnya yang kemudian menyatu dengan cepat hingga semuanya putih tanpa noda, kosong, hampa tanpa apa-apa. Di sebuah kota kecil yang damai dalam suasana malam kliwon yang mendekati tahajud. Benar-benar sepi oleh hadirnya manusia. Hanya suara serangga yang berulangkali terdengar menangis kelaparan dalam dunia yang kaya raya ini. Bahkan deru angin semilir di malam hari tak terdengar sedikit pun meski menggoyangkan tubuh pohon bersama ranting dan daunnya. 13
Disini, di sebuah komplek perumahan mewah. Seonggok rumah agung yang besar dan luas dilindungi tembok beton yang mengelilingi rumah dengan pagar besi kokoh. Tengah tenang tanpa gemuruh kemanusiaan. Rumah besar berlantai dua ini hanya di huni oleh pasangan suami istri yang telah tujuh tahun menikah dan hingga sekarang masih belum dikaruniai seorang anak. Sepasang suami istri yang baik dan telah lama mengharapkan seorang keturunan dari istri yang ia nikahi namun hingga sekarang ia belum bisa memberikannya. Panjatan doa-doa dan lirik-lirik indah dari kitab suci al Qur’an selalu mereka iramakan. Lantunan melodi sendu dalam setiap sujudnya menentramkan seisi rumah. Tepat pukul dua malam di saat semua orang sedang terjaga dalam mimpinya menikmati kesegaran tidur bersama dekapan keluarga tercinta. Seorang bayi tergeletak dalam tempurung reot batang bamboo yang dianyam seperti keranjang buah. Di atas keramik lekat pada lantai depan pintu rumah. Bayi mungil itu tergeletak tak berdaya dengan senyumnya yang terkembang saat matanya masih kesulitan untuk terbuka. Seolah kegelapan dan cahaya bagai asap muncul mengelilinginya. Memadat, menyatu, dan kemudian merasuk ke dalam dada bayi itu. Masuknya cahya dan kegelapan kemudian diikuti oleh isak jerit tangisnnya. Di dalam kamar, pasangan suami istri tengah tidur bedekapan saling menjaga dan menghangatkan. Di atas sebuah springbad besar dengan sprei warna merah muda yang tebal. Terselimuti selimut putih lebat dengan bulu lembut mendekap tubuh mereka. Televise flat 14
berukuran besar terpajang di dekat pintu masuk. Di samping kasur tidurnya, ada meja kecil dengan lampu meja dengan leher kecil dan panjang yang menyala redup. Jendela kaca di kedua sisinya berwarna gelap oleh kegelapan malam yang pekat. Gordin putih di sampingnya terumbai lurus rapi tak tertutup. Tangis bayi menerjang sandiwara malam. Menyusup dari dinding-dinding kokoh yang tak berserat. Menapaki ruang gelap tanpa suara. Mendekati kedua pasang suami istri itu dan memanggilnya untuk bangkit dari tidur. Tangisan keras menggoyahkan ketenangan. Kepala sang suami bergerak-gerak, risih dengan suara tangis bayi yang tak pernah ia dengar. Kesadaran mulai menggelayutinya. Matanya terbuka perlahan, tak percaya dengan yang ia dengar, ia kembali tidur. Namun tangis itu semakin jelas, dengan cepat ia terbagun dalam tidur nyenyak yang ia pelihara sejak awal. Terheran-heran mendengar suara bayi menangis di lingkungan rumahnya. Ia duduk dan mengusap-usapkan tangannya untuk membuka hati dan matanya yang masih sayu-sayu oleh rasa kantuk. Ia gerakkan tanganan kanannya meraba istrinya dengan lebut dan menguncangnya. “Mah….mah, bangun mah!” ujarnya lesu kantuk suaranya serak. “Ada apa sih, Pah. Malem-malem gini ribut. Mamah capek nih.” kembali meringkuk menghadap ke lain arah dan menutup matanya. “Mah!” bentaknya ngotot jengkel.
15