1. FENOMENA KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Untuk mengetahui buah pendidikan dan kebijakan publik di bidang sosial dan ekonomi maka perlu dilihat fenomena sosial yang mencuat. Fenomena kehidupan sosial bangsa setelah reformasi menunjukkan gejala-gejala negatif seperti dimuat di Kompas 20 Juni 2011 [1] yang menjadi head line adalah “Kerusakan Moral”, Peraga 1. Dalam head line tersebut dipaparkan indikator masalah moral yang bisa digunakan untuk menyimpulkan terkikisnya moral bangsa yaitu:
Peraga 1: Degradasi Moral bangsa
a. DI RANAH EKSEKUTIF Selama kurun waktu 2004-2011 Kementerian Dalam negeri mencatat 158 Kepala daerah yang terdiri dari Gubernur, Wali Kota dan Bupati tersangkut perkara Korupsi, Kasus korupsi. b. DI RANAH YUDIKATIF.
Selama 2010, Mahkamah Agung memberikan sangsi kepada 107 hakim mulai dari pemberhentian hingga teguran. Pada tahun 2009 sebanyak 181 orang dikenai sangsi dan di tahun 2010 menjadi 288 orang dimana 192 yang dikenai sangsi adalah Jaksa. Di Kepolisian, selama 2010 sebanyak 294 orang polisi dipecat dari dinas dan terdiri dari 18 orang Perwira, 272 Bintara, dan sisanya 4 orang Tamtama. c. DI RANAH LEGISLATIF. Selama 2008-2011 paling sedikit 42 anggota DPR tersangkut kasus korupsi. Selama periode 1999-2004 sebanyak 30 anggota partai politik tersangkut kasus penyuapan Gubernur BI. Dari fakta-fakta di tiga bidang Trias politika tersebut tampak para pejabat bermasalah admnistratif di Birokrasi dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara tidak terkecuali Mahkamah Agung, Kejaksan Agung DPR, Kepolisian dan Esekutif. Berarti seluruh Trias Politika tidak terkecuali tergerus oleh masalah moral. Penegak Hukum telah melahirkan mafia hukum, mafia pengadilan, mafia perkara, mafia politik, dan berbagai mafia lain yang saling bertali-temali. Bagaimana mungkin tiga bidang Trias Politika yang menjadi pilar negara dan sekaligus fondasi panutan bangsa justru menjadi tempat benalu yang merusak negara dan bangsanya dan bahkan menjadi contoh dan pendidik yang tidak baik bagi warga masyarakat. d. DI RANAH KEKERASAN TERHADAP ANAK. Selama tahun 2008 terjadi 1736 kasus dan 2009 menjadi 1998, artinya ada peningkatan yang cukup signifikan yaitu 15.10% dimana 62.7% dari kasus tersebut adalah kekerasan seksual. e. DI RANAH KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN.
Kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus dan pada tahun 2008 menjadi 54.425 kasus. Artinya kekerasan terhadap perempuan menjadi semakin biasa dengan tingkat kenaikan sebesar lebih dari dua kali lipat itu.
f. DI RANAH PENDIDIKAN. Tawuran antar pelajar dan antara mahasiswa terus terjadi baik di Jawa maupun di luar Jawa. Plagiarisme terjadi di perguruan tinggi Bandung, Gorontalo, Makasar, , dan Jakarta. g. PERMISIF TERHADAP KORUPTOR. Pelaku koruptor memenangkan pilkada. FENOMENA NASIONAL a. FENOMENA NASIONAL Disamping fenomena yang disampaikan oleh Kompas tersebut juga ada fenomena lain yang bisa menjelaskan berbagai permasalahan bangsa dalam kaitannya dengan kehidupan ekonomi, sosial, dan pendidikan dan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu fenomena Nasional dan Indikator Global.
b. RADIKALISME, TERORISME, DAN SEPARATISME Berbagai fenomana kekerasan radikal [2] yang berlatar keyakinan dimana 24 dari 33 provinsi menurut BNPT potensial untuk radikalisme [3], [4]. Juga berbagai kekerasan dan pertarungan pelajar dan mahasiswa atau masyarakat karena masalah sepele terus menghiasi pemberitaan media, baik elektronik maupun cetak [5]. Masalah kebangsaan juga digugat ketika pemberitaan media elektronik dan cetak memuat sekolah-sekolah tidak pernah melakukan upacara bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya misal di Karanganyar Jawa Tengah [6]. dan sekolah yang menolak untuk menaikkan bendera [7]. Disamping itu, Indonesia merupakan lahan subur di Asia
Tenggara untuk cincin transnational crime seperti illegal logging, human trafficking, illicit drugs, arms smuggling yang berakar di
jaringan Indonesia’s underground
economy [8].
c. MORAL KEJUJURAN DI BIDANG PENDIDIKAN Kisah Air Mata Guru yang membongkar kecurangan pelaksanaan UN di Medan [9], [10] yang menyita pemberitaan media cetak dan elektronik telah membuka ke publik bagaimana ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN pertama kali terjadi [11]. Seakan sebagai sebuah tragedi tiada henti, peristiwa di SD Gadel 2, Tandes [12] menggugat nalar ketika keluarga dari anak yang melaporkan kecurangan sekolah dalam hal UN justru dimusuhi dan diusir oleh warga kampung [13]. Disamping itu, ini yang ironis, Korupsi di Kementrian Pendidikan, yang mestinya menjunjung tinggi misi yang agung dan mulia serta kejujuran, juga terjadi [14].
d. BENCANA ALAM Bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan alam akibat ulah manusia secara sengaja telah menimbulkan banjir dan tanah longsor [15] yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat kecil [16] di bidang pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, sarana dan prasarana bagi kelangsungan hidup. Kesadaran tentang pendidikan lingkungan tentu saja hal yang sangat esensial dalam pendidikan.
Peraga 2: Corruption's layers at The Ministry of Education
e. PENGANGGURAN Angka pengangguran terbuka semakin meningkat [17] karena lapangan kerja yang terbatas dan tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja baik di pedesaan maupun di perkotaan [18]. Pengangguran akademik bahkan melampaui angka dua juta orang dan menjadi tantangan mahasiswa [19].
f. KEMISKINAN Data Departemen Sosial menunjukkan bahwa 53.26% penduduk kategori miskin ada di Pulau Jawa yaitu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta Daerah Istimewa Yogyakarta [20]; bahkan ada kenaikan cukup signifikan sejak tahun 2007 [21]. Menurut Kantor Pusat Muhammadiyah, tingginya angka kemiskinan itu disebabkan oleh kurangnya akses ekonomi [22]. Padahal Pendidikan adalah ice breaker bagi kemerdekaan untuk perubahan sosial dan pembebaskan diri dari kemiskinan seperti Dr Wahidin Soediro Hoesodo sudah pernah melakukan di awal tahun 1900 yang menginspirasi kelahiran Boedi Oetomo.
g. PERILAKU SEX DI KALANGAN REMAJA Kesejahteraan dan kualitas pendidikan tidak bisa dipisahkan, sebesar 42% penduduk Indonesia hidup dengan $ 1.00 - $ 2.00 per hari [23] maka dengan 40% dari pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan berarti penduduk Indonesia harus hidup dengan sisanya [24]. Secara berturut-turut, lima besar wilayah kemiskinan relatif terhadap Indonesia adalah Jawa Tengah , Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatara Utara [25], . Menurut data BPS lima besar dengan nilai Index PemBangunan Manusia tertinggi di Indonesia berturut-turut adalah DKI Jakarta, Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Disamping itu, gizi buruk sebagai salah satu target perbaikan MDG Indonesia pada 2015 sebesar 3.5%, ternyata terdapat di seluruh wilayah Indonesia dan bahkan terjadi di ibukota negara [26], dan juga di provinsi terkaya [27]. Jadi, pemerataan pendidikan dan pemerataan kesejahteran masih menjadi masalah bagi bangsa Indonesia [28].
h. KESEJAHTERAAN DAN URBANISASI
Hasil penelitian KOMNAS Perlindungan Anak (2007) dan BKKBN (2010), mengenai hubungan seks pra nikah oleh para remaja, berkecenderungan meningkat. Bahkan hasil riset BKKBN mendapati 50% remaja perempuan yang tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah dan tidak sedikit yang mengalami kasus hamil di luar nikah. Ironisnya temuan serupa ternyata juga terjadi di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan, Bandung, dan Yogyakarta [29]. Penelitian Komnas Perlindungan Anak terhadap 14726 siswa SMP dan SMA di 12 kota besar menunjukkan bahwa 93.7% pernah melakukan hubungan sex pra nikah dan 21.2% mengaku pernah melakukan aborsi [30]. Penelitian di kalangan mahasiswa dan karyawan yang dilakukan di Jawa tengah dengan 1000 sampel dari dua kalangan masyarakat yang berbeda menunjukkan bahwa peranan perkembangan sosial signifikan [31]. Fenomena perkembangan budaya seperti ini tentu saja sangat memprihatinkan dan menjadi tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia.
i. KEADILAN DAN PEMERATAAN PENDIDIKAN Keadilan dan pemerataan pendidikan bila ditala dengan rasio pengajar tampak bahwa pemerataan pendidik masih timpang. Di wilayah rural dan urban terjadi over supply sedang di wilayah remote terjadi undersupply [32]. Ketimpangan ini juga berdampak pada ketimpangan kualitas ouput pendidikan pada berbagai wilayah di Indonesia [33], dimana private cost untuk pendidikan bagi masyarakat termiskin adalah 40% dari pengeluaran rumah tangga, dan beda Per capita district expenditure (rp) beda antara wilayah termiskin dan terkaya hanya sekitar Rp 54.294,- atau sekitar 0.6%. Temuan lain adalah ada wilayah yang mengalami kesulitan untuk menggunakan higher level of input guna menghasilkan higher level of output. Namun ada pula wilayah yang sebaliknya yaitu mampu mentransformasi lower level of input guna menghasilkan higher level of output. Keadaan menjadi lebih rumit ketika korupsi di Indonesia menggerogoti uang
publik baik di penerimaan maupun di pengeluaran dengan korupsi terbesar justru di Public work contracts and construction [34]. Yang menarik, unemployment adalah sebuah luxury good [35]. Ini berarti mereka yang unemployed adalah bukan mereka yang miskin dan trend unemployement akan korelatif dengan house hold consumption. Padahal. Menurut, Ps 31:1 “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, dan menurut Ps 31:2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Ini sesuai dengan tiga hak anak menurut Education for all UNICEF [36], yaitu : 1. The right of access to education 1. Education throughout all stages of childhood and beyond 2. Availability and accessibility of education Equality of opportunity 2. The right to quality education 1. Broad, relevant and inclusive curriculum 2. Rights-based learning and assessment 3. Child-friendly, safe and healthy environments 4. The right to respect in the learning environment 1. Respect for identity 2. Respect for participation rights 3. Respect for integrity
Namun demikian, pemenuhan ketiga hak yang telah dijamin oleh konstitusi dan UNICEF tersebut serta dijabarkan ke dalam UU No 20 tahun 2003 masih menjadi persoalan besar di seluruh tiga puluh tiga provinsi di Indonesia; pemerataan Pendidikan dalam hal sarana dan prasana, Guru dan Siswa, lingkungan pendidikan serta kualitas proses yang tidak lepas kaitannya dengan pembangunan bidang sosial dan ekonomi bangsa [37].
j. BERBAGAI PERMASALAHAN BANGSA
Survei Kehidupan Bernegara yang dilakukan oleh BPS [38] pada tanggal 27-29 Mei 2011 dengan sampel yang diambil sebanyak 12.056 responden dan tersebar di 181 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi di seluruh Indonesia menemukan fenomena : 1) Degradasi budi pekerti, 2) Kurangnya kecintaan terhadap negara RI 3) Pengaruh Asing 4) Ketidakadilan dalam pembangunan 5) Kemiskinan 6) Hilangnya Wibawa/kepercayaan pada tokoh masyarakat 7) Hilangnya wibawa/kepercayaan pada aparat pemerintah.
Butir pertama hingga ke tiga berkaitan langsung dengan Pendidikan sedang butir empat hingga tujuh berkaitan tidak langsung dengan pendidikan yaitu melalui kebijakan Sosial dan Ekonomi.
INDIKATOR-INDIKATOR GLOBAL Indikator-indikator global memberi gambaran mengenai posisi suatu negara secara relatif terhadap negara-negara lain di dunia berdasar indikator tertentu yang dihasilkan oleh metodologi tertentu. Meskipun indikator itu menilai fenomena secara spesifik dan dilakukan oleh institusi yang berbeda namun relasi antar indikator tersebut konsisten. a. GLOBAL CORRUPTION INDEX GCI atau Global Corruption Index yang dikeluarkan oleh Transparency International [39] untuk menilai persepsi publik terhadap korupsi di suatu negara secara global dengan menggunakan indikator [1] bribery of public officials, [2] kickbacks in public procurement, embezzlement of public funds, [3] questions that probe the strength and effectiveness of public sector anti-corruption effort. GCI Indonesia pada tahun 2011 di
urutan ke 100 dengan score 3 bersama Benin, Nurkina Faso, Djibouti, Gabon, Malawi, Mexico, Sao Tome & Principe, Suriname, dan Tanzania dari 182 negara. Score ini naik 0.2 dari tahun 2010 yaitu 2.8. Bila dibanding dengan BRIC + United States yang menjadi anggota G20 dimana Indonesia juga menjadi anggotanya, maka Indonesia dalam CPI menempati posisi paling bawah. Artinya, dalam komunitas G20 atau BRIC+United States yang comparable, CPI Indonesia pada posisi terendah. Lingkungan yang koruptif tentu bukan lingkungan yang baik untuk pendidikan karena akan terjadi proses reproduksi korupsi yang akan membuat korupsi semakin ekskalatif. Di samping itu, korupsi juga mengambil bagian dana yang mestinya bisa digunakan untuk pendidikan dan kesejahteraan.
b. FAILED STATE INDEX Failed State Index yang dikeluarkan oleh Foreign Policy memberikan index kegagalan suatu negara berdasar dua belas indikator,
yaitu: [1] Demographic Pressures, [2]
Refugees/IDPs, [3] Group Grievance, [4] Human Flight, [5] Uneven Development, [6] Economic Decline, [7] Delegitimization of the State, [8] Public Services, [9] Human Rights, [10] Security Apparatus, [11] Factionalized Elites, and [12] External Intervention. Pada tahun 2011 posisi Indonesia di Rank 64 dengan Score 81.6 pada status warning [40]. Kondisi ini lebih jelek dari kondisi tahun 2010. Negara-negara yang memiliki pendidikan baik ada di status high moderate hingga sustainable atau dari rank 155 (Korea Selatan)-177 (Findland) dengan pendidikan terbaik di dunia. Artinya, tantangan dunia pendidikan ternyata tidak lepas dari peranan infrastruktur pendidikan, apalagi dengan kondisi demografi Indonesia. Sebagai Pembanding Somalia adalah The Top Failed State Index Country dengan rank 1 dan Score 113.4.
c. HUMAN DEVELOPMENT INDEX
UNDP atau Human Development Program Development mengeluarkan cara baru untuk mengukur pembangunan sosial dan ekonomi melalui komposisi tiga dimensi yaitu life expectancy, educational attainment, dan income yang mengukur empat indikator yaitu Life expectancy at birth, Mean years of schooling and Expected years of schooling, dan Gross national per capita [41]. HDI Terdiri atas empat tingkat yaitu Very High, High, Medium, dan Low. Indonesia pada tahun 2011 di posisi Medium yaitu urutan 124 yang mulai mulai dari urutan 95 Jordan hingga urutan 141 Bhutan [42]. Posisi di urutan 124 itu menjelaskan bahwa Education dan GNI per Capita yang membuat HDI Indonesia di posisi tersebut. d. NEW STATE WORLD ATLAS New State of The World Atlas adalah Peta yang dibuat oleh Michel Kidron and Ronald Segal [43] mengenai kondisi ekonomi sosial dunia, Peraga 3. Dalam peta ini, Kidron and Seagal membuat peta baru yaitu perdagangan luar negeri suatu negara dibagi dengan luas wilayah negara itu dan menghasilkan sebuah bentuk peta baru yang menunjukkan produktivitas suatu bangsa. Jepang, sebagai misal, yang secara pisik luas wilayahnya tidak lebih besar dari kepulauan Halmahera namun dalam peta baru tersebut menjadi sebesar Amerika. Peta ini bukan hanya memberi gambaran umum mengenai kesejahteraan dan kekayaan suatu negara tetapi juga bagaimana produktivitas suatu bangsa. Indonesia yang secara pisik sebesar 13% wilayah dunia menjadi kecil sekali dan sebesar Singapore.
e. GLOB AL
Peraga 3: Produktivitas suatu bangsa HUNGER INDEX GHI atau Global Hunger Index adalah indikator kelaparan global yang dibuat oleh IFPRI atau International Food Policy and Research Institute [44].
GHI menggunakan
komposisi indikator PUN: Proportion of the population that is undernourished (in %), CUW: Prevalence of underweight children younger than five (in %), dan CM: Proportion of children dying before the age of five (in %0, dimana GHI = (PUN + CUW + CM)/3 . Kategori GHI dari > 30.0 Extremely alarming, 20.0–29.9 Alarming, 10.0–19.9 Serious, 5.0–9.9 Moderate, < 4.9 Low. Nilai GHI Indonesia pada tahun 2011 adalah 12.2, artinya masuk kategori Serious. Padahal, gizi anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan pada usia 0 – 7 tahun sangat kritis bagi perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya dalam proses pendidikan.
f. GLOBAL COMPETITION INDEX Sejak 2005 WEF atau World Economic Forum telah menggunakan alat komprehensif untuk mengukur fondasi microeconomic dan macroeconomic bagi daya saing nasional dan dikenal dengan GCI atau Global Competitiveness Index. Yang dimaksud dengan Competitiveness adalah susunan kelembagaan, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktifitas suatu negara [45]. Ada dua belas pilar yang
mendorong productivity and competitiveness dan terbagi dalam tiga kelompok yang menandai state of development yaitu, Kelompok pertama: [1] Institutions, [2] Infrastructure, [3] Macroeconomic Environment, [4] Health and Primary Education, menjadi kunci bagi factor driven; Kelompok ke dua: [5] Higher Education and Trainning, [6] Goods Market Efficiency, [7] Labor Market Efficiency, [8] Financial and Market Development, [9] Technological Readiness, [10] Market size, menjadi kunci bagi efficiency driven; Kelompok ke tiga : [11] Business Sophistication, [12] Innovation, menjadi innovation driven. Hasil nilai GCI untuk masing-masing negara kemudian diklasifikasi menjadi lima tingkatan yaitu tingkat 1 untuk tingkat Factor Driven; tingkat 1-2 atau peralihan dari tingkat 1 ke tingkat 2; tingkat 2 untuk tingkat Efficieny Driven; tingkat 2-3 atau tingkat peralihan dari tingkat 2 ke tingkat 3; dan tingkat 3 untuk menandai tingkat Innovation Driven. GCI Indonesia pada tahun 2011-2012 pada posisi Efficiency driven. Dari ketiga kelompok tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, Pendidikan memegang peran sentral, integral, dan dominan bila ingin menaikkan GCI yang menandai proses pembangunan dan perkembangan suatu negara. Hingga 2012, menurut WEF, Indonesia masih menempati tingkat 2 dengan nilai inovasi yang rendah.
g. GLOBAL PEACE INDEX Global Peace Index dikeluarkan oleh Insitute for Economics and Peace yang mendefinisikan peace sebagai “the absence of violence” [46]. Ada dua puluh tiga indikator yang digunakan untuk menilai GPI suatu negara dan dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu [1] Ongoing domestic and international conflict ; [2] Safety and security in society; dan [3] Militarisation . Pada tahun 2011 ada 153 negara yang dinilai. Indonesia pada urutan 68 dengan nilai 1.979. Urutan pertama adalah Iceland dengan
nilai 1.148, sedang urutan terakhir adalah Somalia dengan nilai 3.379. Untuk membandingkan, Findland urutan 7 score 1.352, Brazil urutan 74 score 2.040, China urutan 80 score 2.054, USA urutan 82 score 2.06, India urutan 135 score 2.570, Russia urutan 147 score 2.966. [47] Disamping itu, di area Asia Pasific, Indonesia berada diatas rata-rata .
Karena GPI juga memperhitungkan internal dan external conflict maka
mudah dipahami kalau urutan USA dibawah China karena USA hampir selalu terlibat dalam external conflict. Internal conflict bukan hanya mempengaruhi sosial dan ekonomi juga lingkungan pendidikan.
h. WORLD'S HAPPIEST COUNTRY Forbes mengeluarkan Table: The World's Happiest Countries [48] dengan mengukur kepuasan masyarakat di 155 negara terhadap tiga komponen yaitu Thriving, Struggling, dan Daily Experience. Secara umum, negara kaya lebih berbahagia dan itu bukan koinsidensi. Indonesia berada pada posisi 85 dari 155 negara, Peraga 5. Di ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke tiga dibawah Thailand dan Singapore. Sedang posisi Indonesia di negara-negara BRICS+USA+Findland berada di urutan ke lima diatas India dan China, Peraga 4. Ini menarik karena kekayaan suatu negara tidak otomatis membuat rakyatnya bahagia. Brazil di urutan ke dua dalam perbandingan ini diatas USA dan China dengan pertumbuhan ekonomi menempati urutan tertinggi dunia. Yang menarik lagi adalah Finland yang menempati urutan tertinggi pendidikan terbaik di dunia juga menempati urutan pertama dalam the happiest country. Korelasi antara Pendidikan terbaik dan rasa bahagia ini juga terjadi di negara-negara Scandinavia yang menempati urutan pertama hingga ke empat. Kalau dalam ungkapan Jawa “toto titi tentrem kertaraharja, gemah ripah loh jinawi” adalah prasarana bagi pendidikan yang baik.
RANK (BY % THRIVING) COUNTRY 79 Thailand 81 Singapore 85 Indonesia 94 Malaysia 94 Philippines 96 Vietnam
REGION Asia Asia Asia Asia Asia Asia
PERCENT PERCENT PERCENT DAILY THRIVING STRUGGLING SUFFERING EXPERIENCE 20 75 5 8 19 75 6 6.9 18 72 10 8.2 15 80 5 8.1 15 68 18 7.2 14 76 10 6.9
Peraga 4: ASEAN Happiest Country RANK (BY % THRIVING) COUNTRY 2 Finland 12 Brazil 14 United States 73 Russia 85 Indonesia 115 India 125 China
REGION Europe Americas Americas Europe Asia Asia Asia
PERCENT PERCENT PERCENT DAILY THRIVING STRUGGLING SUFFERING EXPERIENCE 75 23 2 7.8 58 40 2 7.5 57 40 3 7.3 21 57 22 7 18 72 10 8.2 10 69 21 6.9 9 77 14 7.6
Peraga 5: World's Happiest Country Kedelapan indikator global dari berbagai perspektif tersebut menunjukkan bagaimana posisi Indonesia di bidang sosial dan ekonomi yang menjadi infrastruktur lingkungan pendidikan tidak menguntungkan dan sekaligus tidak kompetitif di tingkat global. Dengan kata lain, sebenarnya gambaran bangsa Indonesia secara global dalam posisi dibawah atau tidak semestinya, berdasar data yang ada. Di sisi yang lain, indikator global tersebut juga memberi gambaran secara tidak langsung mengenai kondisi pendidikan di Indonesia yang tidak menggembirakan. Secara teoritik, Central Limit Theorem [49] menjelaskan bahwa apapun bentuk distribusi suatu data entah itu discrete atau continuous, bila n atau jumlah data bertambah maka distribusi data tersebut akan cenderung mendekati distribusi Gauss atau Normal. Artinya, data itu akan membentuk kecenderungan umum distribusi simetrik dengan µ dan ± σ. Oleh karena itu, indikator-indikator nasional dan global tersebut signifikan untuk memberi gambaran mengenai Indonesia berdasar fenomena-fenomena tertentu baik secara nasional maupun indikator-indikator tertentu secara global. ANCAMAN GLOBAL
GEO POLITIK Geopolitik bertumpu pada hukum geografis mengenai konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu negara dimana kebijakan dan strategi nasional negara didorong oleh kepentingan geografi, wilayah dan teritori negara tersebut [50]. Indonesia secara geo-politik sangat strategis karena terletak di lintasan jalur perdagangan dunia serta memiliki berbagai kekayaan sumber daya alam yang memenuhi syarat sebagai sebuah negara besar dan maju. Sejak Deklarasi Juanda 1957 hingga Exclusive Economy Zone atau EEZ yang dideklarasikan oleh United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Part V Article 55-75, yang menjelaskan bahwa NKRI adalah satu kesatuan wilayah meskipun 2/3 wilayah adalah lautan, sehingga wilayah lautan NKRI diakui secara internasional sebagai bagian kedaulatan NKRI dan bukan merupakan teritori internasional serta diakui sebagai Archipelagic State, Peraga 6. Meskipun EEZ telah diakui secara internasional dan Indonesia diakui pula sebagai Archipelagic State pada Part IV Article 56-54, United Nation Convention On The Law Of The Sea, maka disamping muncul masalah overlapping territory dengan negara tetangga yang perlu diselesaikan, juga bukan berarti wilayah perairan dalam teritori NKRI tertutup secara internasional seperti diatur dalam Part V Article 53:12 dan 54, bila NKRI tidak menetapkan jalur yang boleh dilewati secara internasional.
Peraga 6: NKRI sebagai Archipelagic State dalam ZEE
Oleh karena itu, Seskoal menanggapi hasil UNCLOS 1982 dan melalui Forum Strategi TNI AL mengusulkan tiga Alur Laut Kepulauan atau ALK melalui Negara Kepulauan Republik Indonesia dan disebut sebagai ALKI, yaitu ALKI Kawasan Barat, ALKI Kawasan Tengah, ALKI Kawasan Timur yang kemudian disetujui oleh Sidang Pleno MSC-69 IMO* pada 19 Mei 1998 , dan itu berarti 41 tahun sejak deklarasi Juanda, Peraga 7, dimana setiap pelayaran internasional harus memperoleh persetujuan dari pemerintah Indonesia.
Peraga 7: Indonesia Archipelagic Sea Lanes And Other Normal Routes
Maka, arti strategis tersebut berarti ancaman terhadap defense and security NKRI [51] karena perdagangan oil akan memuncak pada 2030, termasuk smuggling route yang akan menaikkan ketegangan wilayah Asia-Pasific. Selanjutnya, mulai terjadi lack of oil supply karena world oil demand melebihi world oil supply sehingga harga oil per barrel akan naik [52] dan perburuan terhadap oil untuk cadangan akan semakin meningkat.
*
MSC: Maritime Safety Committee; IMO: International Maritime Organization.
Disamping itu, posisi strategis wilayah NKRI tersebut juga berada dalam US Control Line [53] sebagai pengguna oil terbesar di dunia yang menunjukkan trend kenaikan positif. Konsumsi oil per hari USA adalah 18,810.01 ribu barell per hari dan sebagai pembanding diurutan kedua adalah China dengan 8,324.00 ribu barell per hari sedang Indonesia 1,268.00 ribu barell per hari [54]. Dalam US Control Line, diselatan selat Sunda Diego Garcia adalah pangkalan militer USA dan di kawasan ASEAN berada di Singapore, lalu di sebelah timur ada Guam dan baru saja Darwin Deployment. Chinese Diaspora juga membawa konsekuensi ketegangan regional baru di wilayah laut China Selatan, The New Big Game-Agar Mare Pacificum tetap terjaga dimana Indonesia dikepung oleh kekuatan negara-negara Commonwealth dan USA [55], apalagi Blok Natuna yang memiliki kandungan gas alam besar dan dikuasai oleh Exxon akan diambil alih oleh Pertamina [56]. Juga, pengalihan sebagian besar armada laut AS ke Asia dalam 10 tahun mendatang serta Washington akan menempatkan 60% kapal penjelajah, kapal perusak, kapal selam, dan kapal perang lain di Pasifik pada 2020 [57] dan ajakan US kepada Asean untuk menghadapi China [58] harus dibaca sebagai pesan bagi Indonesia yang memilik posisi strategis dengan ZEE dan apa yang akan terjadi dalam 10-20 tahun yang akan datang. Yang terakhir, pembelanjaan dunia terbesar didominasi oleh persenjataan dan drugs dimana negara-negara Arab adalah pembelanja persenjataan terbesar yang dibayar dengan oil [59]. Sebuah pelajaran berharga dari Sadam di Irak dan Khadafi di Libya dengan krisis energi dan juga perang teluk. Oleh karena itu, ancaman kawasan terhadap keamanan dan pertahanan NKRI akan semakin meningkat dan membutuhkan generasi tangguh karena pertahanan negara disamping bukan hanya menjadi tanggung jawab militer juga setiap warga negara dalam Sistem Hankamrata. Artinya, mengeliminasi potensi ancaman dari dalam negeri juga bagian dari sistem pertahanan dan keamanan. Disini Pendidikan berperan untuk menghadirkan generasi tangguh masa depan yang
mencintai bangsa dan negaranya serta mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan serta siap mengabdi kepada bangsa dan negara seperti Warga Sejati dalam UU No 4 Th 1950 dan 10 Pedoman Guru 1946.
NATION DEVELOPMENT, DAN BRAIN DRAIN Perkembangan peradaban sebuah bangsa ditandai oleh estafet antar generasi dalam penguasaan ilmu pengetahuan. Ketika nilai perdagangan luar negeri suatu negara dibagi jumlah penduduk negara tersebut, atau export per kepala, seperti dipetakan dalam New State of The World Atlas yang dibuat oleh Michel Kidron and Ronald Segal [60], maka tampak bahwa hanya negara-negara yang produktif dalam penguasaan teknologi seperti Jepang yang dalam peta tersebut menjadi lebih besar dari peta aslinya dan bahkan mendekati USA. Hal yang sama juga terjadi dengan Jerman, Belanda, Perancis, dan Inggris, bahkan Singapore. Artinya, luas wilayah tidak berarti dan faktor manusia adalah faktor penentu atau yang memegang kunci. Indonesia, meskipun memiliki garis pantai terpanjang dan berbatasan dengan sepuluh negara serta, namun
di peta ini
menjadi kecil dan bahkan lebih kecil dari Singapore. Peraga 3. Bahkan, Wapres Prof Boediono mengemukakan kekecewaannya mengenai posisi Indonesia di G20 yang menempati urutan terbawah karena GDP disumbang oleh sumber daya alam dan bukan oleh inovasi atau produktivitas manusia [61]. Berdasar Interactive Infographic Newsweek [62], Peraga 8, baik di tingkat G20 maupun dunia ternyata posisi Indonesia di tingkat global tidak berbeda, Peraga 9. Menurut OECD, konsep Human Development dipahami sebagai index Human Well-Being termasuk Education , Health, dan Income [63]. sedang menurut Amartya Sen: "Human development, as an approach, is concerned with what I take to be the basic development idea: namely, advancing the richness of human life, rather than the richness of the economy in which human beings live, which is only a part of it." [64]
Selanjutnya, Amartya Sen dalam The Idea of Justice mempertanyakan mengenai demokrasi dan keadilan dalam global demokrasi ketika keragaman global itu ada, termasuk keragaman aneka sumber alam dan kemampuan untuk mengakses sumber ekonomi [65].
Dan, menurut UNDP, “the concept of human development emphasizing empowerment, equity and sustainability in expanding people’s choices”.
Peraga 8: Posisi Indonesia di G20, Innovation Index 3.57 Jadi , Human Development memang menjadi isu sentral pada setiap negara untuk mewujudkan Human Well Being dan Economic Well Being. Human development sebagai sebuah investasi manusiawi untuk menuju ke era negara industri harus menjadi alternatif pilihan agar bangsa Indonesia bukan lagi tergantung kepada bangsa lain dan bukan lagi pengadopsi teknologi agar jumlah penduduk 237,641,326 dan laju pertumbuhan penduduk 1.49 [66] bukan menjadi beban tetapi menjadi modal bangsa [67], seperti amanat Trisakti yaitu [1] Mandiri di bidang Ekonomi, [2] Berdaulat di bidang Politik, [3] Berkepribadian di bidang Kebudayaan.
Peraga 9: Posisi Indonesia di tingkat Global, Innovation Index 3.57 , India 3.73
Yang menarik, seperti ditayang pada Peraga 10, meskipun Macroeconomic environment Indonesia bagus, demikian pula dengan Health and Primary Education serta Market size, namun itu semua tidak korelatif dengan Innovation, Technological Readiness, dan Higher Education and Trainning sehingga posisi Indonesia tampak seperti dijelaskan oleh Interacrive Infographic Newsweek Peraga 9. Fenomena GCI atau Global Competition Index seperti ditayangkan pada Peraga 10 semakin memperkuat penjelasan bahwa kebijakan Pendidikan disamping merupakan bagian integral dari pembangunan sebuah bangsa juga membutuhkan kebijakan di bidang Sosial dan Ekonomi yang terintegrasi untuk membangun bangsa.
Peraga 10: Posisi Indonesia di G20 dan Global. Kebijakan Pendidikan adalah bagian integral dari kebijakan pembangunan bangsa, maka integrasi Kebijakan Pendidikan dengan Kebijakan di bidang Sosial dan Ekonomi adalah sebuah kemutlakan. Sebagus apapun kebijakan Pendidikan tanpa integrasi tersebut maka tidak akan ada artinya. Maka, UNDP mengeluarkan MPI atau Multidimensional Poverty Index yang menilai kesejahteraan rumah tangga lebih dekat melalui variabel health, education, and living standards [68]. Jadi, meskipun Indonesia dinilai paling tinggi dalam hal Entrepreneurship-friendly culture dan disusul oleh USA, Canada, India, Australia, Italy, Turkey, Egypt, dan Columbia [69], namun Innovation, Institutions, Infrastructutre, dan Technology Readyness masih rendah bila dibandingkan dengan posisi benchmark partners di posisi Transition atau Innovation driven. Fenomena added value per kepala yang telah dipetakan oleh Kildron and Segal menjelaskan hal ini. Fenomena kemajuan ekonomi China bukan tanpa perencanaan atau terjadi sekonyong-konyong. Paling sedikit lima strategi pemerintah
China, yaitu [1] Expand domestic demand , [2] Continually improve the economic structure , [3] Maintain the protection of environmental resources as a basic state policy , [4] Continue the balanced development of urban and rural areas, and different regions , [5] Persist in the strategy of development rooted in technology and education [70] bisa menjelaskan. Ketika manusia adalah pelaku dan Pendidikan adalah means and ends, maka strategi butir ke lima adalah capstone strategy , yaitu Technology dan Education. Dengan menetapkan negara-negara BRIC + USA + Findlandia sebagai benchmark partners karena interseksi luas wilayah net dan jumlah penduduk dan ditambah dengan Findland sebagai negara dengan pendidikan terbaik di dunia, seperti pada tayangan Peraga 11, maka pertanyaan Noeng Muhadjir mengenai 237 juta penduduk sebagai modal atau beban untuk menuju negara industri terjawab dengan satu syarat yaitu kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Sosial dan Ekonomi harus terintegrasi dan memiliki visi yang sama. Jumlah penduduk itu akan menjadi beban bila pendidikan dan lingkungan mereka atau MPI [71] tidak digarap sesuai dengan Visi pembangunan bangsa yaitu "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" sehingga % Living on < $ 2/day menurun dan akses pendidikan dari dasar hingga menengah menaik dan merata di seluruh negeri sehingga menjadi pasar input produktif bagi industri sekaligus pasar potensial output industri. Meskipun Macroeconomic environment bagus seperti ditunjukkan oleh Global Competition Index UNDP, namun itu tidak akan berarti bila indikator tersebut ternyata tidak korelatif dengan kondisi riil.
Education Country Finland United States Brazil Russia China Indonesia India
Literacy Rate
100.00% 99.00% 88.70% 99.40% 91.00% 90.50% 61.40%
Economic Dynamism
Overall
Avg Years Innovat Ease of Time to Productive Service % Mfg % of of ion doing resolve Rank Growth of GDP GDP Schooling Index Business insolvency
17.1 $34.9K 64.91% 13.37% 15.8 46.4K 76.86% 18.46% 13.8 $10.2K 65.34% 13.25% 13.6 $15.1K 57.75% 16.26% 11.2 $6,600.00 40.07% 25.95% 12.7 $4,000.00 37.47% 18.54% 10.3 $3,100.00 53.70% 14.69%
5.53 5.77 3.52 3.35 3.93 3.57 3.73
16 0.9yrs 4 1.5yrs 129 120days 120 3.8yrs 89 37days 122 5.5yrs 133 7.0yrs
1 11 48 51 59 73 78
Score 89.4 85.61 64.20 63.28 62.10 57.12 55.7
Quality of life Income Percent Consumpti Homicide Environm Unemplo Gender Inequality living on on per per ental yment gap GINI < $2/day capita 100,000 health rate
26.90% 40.80% 55.00% 37.50% 41.50% 39.40% 36.80%
0.825 1.99% $25,3K 0.717 1.99% $33.9K 0.669 12.69% $6,706.00 0.699 2.00% $5,326.00 0.691 36.26% $1,461.00 0.658 59.99% $1,684.00 0.615 75.60% $632.00
2.2 6.0 29.2 20.2 2.1 9.3 5.5
Peraga 11: Global Competition Index
Maka, UNDP dalam menghitung HDI atau Human Development Index mengunakan tiga variabel utama yaitu Long and Healthy Life, Knowledge, dan A Decent Standard of Living yang menjadi Dimension Index : Life Expectancy index, Education index, dan GNI atau Gross National income index. Dua dari ketiga index tersebut sebenarnya tercermin pula dalam education Index. Namun, penelitian UNDP menunjukkan fenomena menarik yaitu [72]: "One of the most surprising results of human development research in recent years, confirmed in this Report, is the lack of a significant correlation between economic growth and improvements in health and education. Our research shows that this relationship is particularly weak at low and medium levels of the HDI."
Di Indonesia fenomena ini juga dijumpai, yaitu indikator Makro tidak tercermin dalam realita kehidupan. Kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan itu semakin jauh dari harapan rakyat kecil. Secara implisit, posisi HDI Indonesia di urutan 108 ini dialamatkan ke seluruh tiga Index tersebut dimana seluruh bentuk investasi Human Capital berperan [73]. Indonesia sejak kemerdekaan, Soekarno sudah mempunyai mimpi mengenai industrialisasi Indonesia dengan mulai mengirim ratusan anak bangsa terbaik untuk belajar di negara lain, termasuk membangun Krakatau Steel tahun 1962. Namun, seiring pergantian rezim pemerintahan, ratusan anak bangsa yang dipersiapkan untuk membangun Indonesia masa depan menjadi stateless di negara lain. Akhirnya, yang
98.8 88.3 71.6 68.6 58.7 44.6 41.6
8.50% 9.30% 7.40% 8.90% 4.30% 7.70% 10.70%
paling merasakan adalah ratusan anak pilihan yang punya intelektualitas tinggi, yang sedang belajar di luar negeri ketika peristiwa itu terjadi menjadi stateless. Yang paling merasakan adalah mahasiswa yang kala itu studi di negara-negara sosialis seperti China, Rusia, dan negara-negara Eropa Timur lainnya seperti Hongaria atau Cekoslovakia [74] [75]. Tidak sedikit dari mereka bahkan menjadi tokoh atau ilmuwan di negara lain sesuai dengan bidang keahliannya yang mengharumkan nama negara-negara "baru"nya. Tersebut nama Dr Manuaba, peletak dasar-dasar pengembangan nuklir di Hongaria, DR Warunojati, peneliti di Max Planc Institute Jerman yang juga penyusun kamus bahasa Melanesia, Bambang Soeharto lulusan Institut Pertelevisian Cekoslovakia yang pernah menjadi satu-satunya orang kelahiran non Jerman yang sempat menjadi Direktur WDR (TVRI -nya Jerman), Prof Ernoko Adiwasito yang menjadi mahaguru ilmu ekonomi di Venezuela, atau apoteker sukses lulusan Bulgaria yang kini mukim di Berlin, Sri Basuki [76]. Namun, ini bukan kisah yang terakhir mengenai human development yang gagal karena kebijakan politik. Meskipun dalam nuansa berbeda namun modus serta esensinya tetap sama, yaitu human development yang menjadi tidak produktif karena kebijakan politik. Habibie adalah salah satu generasi yang dikirim belajar ke LN. Ketika kembali ke tanah air di jaman pemerintahan Soeharto, Habibie memiliki konsep pengembangan industri strategis dirgantara dan laut sesuai dengan kondisi geografis NKRI. Konsep ini kemudian diimplementasikan dengan mulai mengirim anak bangsa terbaik untuk belajar ke luar negeri di bidang engineering dan technology. Sebelumnya IPTN di Lipnur Husein Satra Negara telah dihasilkan pesawat buatan Indonesia seperti Kumbang, Belalang, dan Gelatik [77]. Kemudian IPTN, selama 20 tahun pertama telah memulai dengan tahap transformasi teknologi dan pertumbuhan sumber daya manusia teknologi. Strategi ini telah membuat jumlah designer dan technical operator yang semula berjumlah 200 menjadi 1598 pada tahun 1998 dan insinyur pada 1980 menjadi
1578 pada 1998. Ini belum doktor di bidang kedirgantaraan yang dihasilkan dalam program human development untuk mengimplementasikan strategi Industri Strategis Nasional dan juga belum termasuk PT PAL, PT PINDAD, LAPAN, dll. Tahap pertama ini menghasilkan NC 212 yang roll out dan first flight 1978. Tahap kedua menghasilkan CN 235 yang roll out dan first flight 1983. Tahap ke tiga menghasilkan CN 250 dengan fly by wire dan rool out 1994 dan first flight 1995. Tahap ke empat, IPTN sebenarnya akan meluncurkan N 2130 namun keburu terhadang oleh krisis moneter dan atas saran direktur IMF subsidi ke IPTN dihapus [78]. Tragedi ini membuat mimpi para tenaga muda itu pupus dan menjadi pragmatis untuk hidup dengan bekerja di berbagai negara seperti Malaysia, Eropa seperti Domier, Fairchild, Airbus, EAD, BAc, Amerika Serikat seperti BOEING dan NASA, Canada seperti De Havilland, dan Brazil yaitu Embraer. Bahkan Brazil kini memproduksi RI 170 dimana ex PT DI /IPTN 70 orang di structural design dan 20 orang di test flght. Juga, di Fairchild Jerman pesawat Jet 728 yang melibatkan 100 teknisi senior PT DI / IPTN bekerja selama tiga tahun untuk menghasilkan pesawat tersebut [79]. Disamping dua fenomena di atas ada fakta empirik yang lain yaitu Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional atau I-4 yang dibentuk tahun 2007. Mereka selain masih muda juga berjumlah ratusan yang tersebar di seluruh dunia dan berasal dari lulusan berbagai universitas papan atas dunia dan menjadi ilmuwan papan atas dunia pula di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan keahlian langka di dunia. Bahkan ada yang menjadi Profesor termuda di Amerika. [80] Meskipun mereka bekerja di negara lain namun rasa kebangsaan mereka sangat tinggi. Ini Visi dan Misi mereka: Visi :
I-4 sebagai wadah untuk mengakomodasi dan mengorganisasikan seluruh potensi ilmuwan Indonesia di seluruh dunia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia demi kemajuan Indonesia. •
Misi
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar ilmuwan di luar negeri dengan ilmuwan di dalam negeri, elemen pemerintahan, institusi pendidikan tinggi, institusi riset, dunia usaha dan masyarakat.
Meningkatkan kompetensi dan peran internasional ilmuwan Indonesia dengan berbagai kegiatan ilmiah untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Memperkuat kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan proses alih dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang disesuaikan dengan identitas dan kearifan nasional.
Kisah-kisah patriotik empirik ini telah menunjukkan bagaimana sebenarnya kualitas genuine bangsa Indonesia di kelas dunia. Namun akibat kebijakan publik di bidang sosial, ekonomi, dan politik maka aset bangsa yang sangat berharga itu tidak terkelola dengan baik sehingga potensi bangsa tidak teraktualisasikan dan akhirnya negara lain yang memanfaatkan. Padahal Human Development itu membutuhkan waktu yang lama dan tidak instan, bahkan dimulai sebelum pre natal [81]. Sehingga, Wapres Profesor Boediono [82] tidak perlu merasa heran dan berkata di media bahwa GDP Indonesia tidak berasal dari inovasi bangsanya, karena berbagai indikator dari berbagai lembaga dunia yang berbeda telah mengindikasikan hal yang sama. Dengan demikian, berdasar [1] Fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini di Kompas, yang menjelaskan betapa moralitas bangsa sangat memprihatinkan, [2] Sembilan fenomena nasional yang memberi gambaran menyedihkan mengenai kehidupan sosial dan pendidikan, [3] Delapan fenomena Indonesia dalam Indikator Global yang memberi gambaran mengenai posisi Indonesia dibawah negara-negara G20 atau yang sepadan diperbandingkan seperti Brazil, China, India, Russia, dan USA di bidang pembangunan sosial, ekonomi, dan manusia, juga posisi strategis dari sisi Geopolitik menghadapi ancaman global terkait dengan perdagangan, kelangkaan sumber daya alam, dan potensi konflik regional dan internasional serta tiga fakta empirik human
development tersebut maka peran pendidikan menempati posisi strategis bukan hanya untuk membangun bangsa Indonesia yang bermoral dan siap mengabdi bagi nusa dan bangsa namun juga untuk membangun ketahanan dan keamanan nasional. Apakah 237 juta penduduk itu akan menjadi beban atau modal sangat tergantung kepada strategi dan kebijakan pembangunan bangsa dimana Pendidikan adalah isu sentral dan bagian integral dari pembangunan bangsa Indonesia. Jumlah 237 juta penduduk itu bisa menjadi pasar potensial yang bisa dimanfaatkan bangsa asing namun juga bisa menjadi modal untuk membangun bangsa dengan kekuatan sendiri ketika potensi natural capital dan cultural capital serta intelectual capital sebagai social capital demikian besar, sekaligus menjadi pasar bagi produk dan jasa yang dihasilkan.
House hold atau rumah tangga menawarkan atau menjadi pasokan sumber daya manusia atau human resources bagi firm atau perusahaan. Sedang perusahaan menawarkan barang dan jasa kebutuhan rumah tangga. Kualitas sumber daya manusia, dimana pendidikan menjadi bagian integral yang membentuk kualitas itu, tentu saja akan sangat mempengaruhi produktivitas perusahaan. Disamping itu, bagaimana produktivitas siklus itu kemudian akan tercermin dalam GDP atau Gross Domestic Product. Dalam siklus tersebut tampak bahwa GDP yang tinggi belum tentu mencerminkan kesejahteraan rumah tangga bila sumber daya alam yang dieksploitasi menjadi sumber utama sedang sumber daya manusia berkontribusi kecil. Ini terjadi dengan situasi
Indonesia saat ini seperti diungkap oleh Wapres Boediono ketika melihat posisi Indonesia di G20 pada posisi terbawah. Kesejahteraan rumah tangga akan meningkat bila dan hanya bila nilai tambah atau added value itu dihasilkan di dalam negeri oleh bangsa sendiri dan menjadi bagian terbesar dari GDP. Maka, founding fathers telah mencanangkan Trisakti, yaitu : •
Berdikari di bidang Ekonomi
•
Berdaulat di bidang Politik
•
Berkepribadian di bidang Budaya
Trisakti sebenarnya merupakan semangat untuk memupuk jiwa nasionalisme bangsa Indonesia yang berdasar semangat gotong royong untuk membangun bangsa Indonesia agar “ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurinda.”, sehingga jumlah penduduk 237 juta itu akan menjadi input produktif dan sekaligus pasar potensial bagi produksi dalam negeri. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa bangsa Indonesia saat ini menghadapi empat masalah besar dimana Pendidikan, sesuai dengan hakekatnya dan sesuai pula dengan konstitusi, harus mengambil peran, yaitu: •
Fenomena degradasi moral penyelenggara negara
•
Fenomena degradasi kehidupan berbangsa
•
Fenomena Indikator Global.
•
Ancaman global, geopolitik 2030.
Pertanyaan yang harus dijawab terkait dengan bidang Pendidikan adalah : •
Bilamana fenomena-fenomena tersebut muncul ?
•
Mengapa fenomena-fenomena tersebut muncul ?
•
Bagaimana Pendidikan mengeliminasi kemunculan fenomena tersebut ?
C. FOKUS PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan di bidang pendidikan mengenai berbagai fenomena masalah bangsa, baik nasional maupun global , dengan mengevaluasi strategi dan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Karena strategi dan kebijakan bersifat multidimention dan multifacet maka isolasi terhadap permasalahan perlu dilakukan. Fasa dan dimensi sebelum dan sesudah tahap Strategi dan kebijakan tidak menjadi obyek penelitian, Peraga 12
Peraga 12: Obyek Penelitian Lebih lanjut, dengan menggunakan teori sistem, pemerintah membutuhkan dana yang dituangkan kedalam anggaran untuk menjalankan strategi dan kebijakan guna mewujudkan tujuan. Anggaran itu tidak lain adalah impelementasi strategi yang berupa moneter. Maka, output yang berupa hasil yang bisa dilihat dan dirasakan adalah output strategi dan kebijakan pemerintah dan akan menjadi obyek penelitian serta menjadi feedback.
Dalam sistem tata negara dan administrasi pemerintahan, output implementasi Strategi dan kebijakan itu berupa APBN, APBD, DAU, DAK, kemudian fenomena empirik sebagai feedback adalah indikator-indikator sosial dan ekonomi, secara tidak langung berelasi dengan software atau perangkat lunak pendidikan, indikator-indikator pendidikan yang berupa perangkat keras, dan pendidik. Parameter-patrameter tersebut akan menjadi data obyek penelitian yang kemudian di komparasi dengan tujuan pembangunan bangsa dalam tiga mazab pemerintahan, yaitu Soekarno, Soeharto, dan Reformasi. Ketika symptom menjadi detektor mengenai kemunculan fenomena perubahan [83] maka symptom itu perlu diidentifikasi untuk menemukan penyebab masalah perubahan. Artinya, setiap masalah yang muncul pasti ada penyebabnya dan penyebab itu dideteksi melalui symptom. Dalam Peraga 13, t0 adalah symptom dimana abnormality atau abnormalitas memulai. Maka setiap perubahan, apapun itu, yang terjadi sebelum t 0, harus menjadi kecurigaan untuk dianalisis tanpa apriori. Meskipun demikian, menurut Kepner dan Tregoe, ada masalah yang tidak didahului oleh symptom yaitu masalah abadi.
Peraga 13: Kepner and Tregoe analysis and problem solving model. Dalam chronosystem NKRI hingga 2012, terkait dengan strategi dan kebijakan pemerintah, ada tiga perubahan rezim yang perlu di-identifikasi, yaitu rezim Soekarno, rezim Soeharto, dan rezim Reformasi, lihat Peraga 17. Artinya, ada tiga perubahan rezim pemerintahan untuk mendeteksi symptom perubahan guna mencari jawab terhadap abnormalitas yang berupa : ◦ Fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjelaskan betapa moralitas bangsa sangat memprihatinkan. ◦ Sembilan fenomena nasional yang memberi gambaran menyedihkan mengenai kehidupan sosial dan pendidikan. ◦ Delapan fenomena Indonesia dalam Indikator Global. ◦ Tantangan 2030.
Maka, sesuai dengan Kepner and Tregoe, symptom itu adalah tiga kali perubahan rezim pemerintahan era kolonial ke Soekarno, era Soekarno ke Soeharto, dan era Soeharto ke era Reformasi. Dari ketiga symptom tersebut kemudian akan disibak perubahan-perubahan sebelumnya guna mendeteksi kemungkinan-kemungkinan penyebab masalah.
SYMPTOM 1945 Berkaitan dengan pembangunan bangsa melalui pendidikan, peran dr Wahidin Soediro Husodo pada tahun 1900 dengan usahanya untuk mendidik kaum pribumi jelas menjadi tonggak awal
perubahan sosial masyarakat melalui pendidikan Peraga 14. Bagaimanapun juga. gerakan Dr Wahidin ini mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pemikiran gerakan perubahan sosial melalui pendidikan, disamping gerakan-gerakan politik. Bahkan ketika gerakan politik dilarang total oleh pemerintahan kolonial, aktifis founding fathers itu mendirikan PNI atau Pendidikan Nasional Indonesia. Kemudian, pada tahun 1922 Ki Hadjar mendirikan Taman Siswa yang bermula dari Yogyakarta dan akhirnya menyebar ke berbagai penjuru negeri. Perubahan sosial melalui pendidikan sebelum symptom 1945 tersebut, bagaimanapun juga, telah menjadi tonggak ekskalasi gerakan perubahan sosial melalui pendidikan hingga 1950. Kelahiran berbagai pendidikan berazas keagamaan juga muncul setelah kurun 1922 hingga 17 Agustus 1945. Perkembangan pemikiran mengenai pembangunan pendidikan dan pembangunan bangsa yang dilakukan oleh para founding fathers berjalan seiring. Sehingga, mudah dipahami bahwa akumulasi pemikiran tersebut bermuara pada bukan hanya konstitusi UUD 1945 tetapi juga fondasi pendidikan yang sesuai dengan konstitusi. Ki Hadjar Dewantara adalah Menteri Pangajaran pertama NKRI setelah proklamasi kemerdekaan di kabinet presidensial. Selanjutnya, selama kurun waktu 1945-1950, kabinet presidensial kemudian berganti-ganti dengan kabinet Syahrir I hingga kabinet RI Jogjakarta dengan Menteri Pendidikan Pengajaran Ki Mangunsarkara 1950. Meski secara politik terjadi turbulensi luar biasa pasca kemerdekaan, termasuk clash II 19 Desember 1948, namun fondasi pendidikan untuk membangun bangsa ditata semakin kokoh dengan :
Peraga 14: Symptoms The Education Problem of Indonesia
•
Membentuk PPPRI atau Panitia Persiapan Pengajaran Republik Indonesia yang melahirkan 10 Pedoman Guru Untuk Mendidik Warga Sejati di jaman Menteri Pengajaran
•
Menata peralihan pendidikan kolonial ke republik seperti tingkat pendidikan SR 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun.
•
Menata Pendidikan kejuruan sejak tingkat SLTP atau Sekolah lanjutan Tingkat Pertama hingga SLTA atau Tingkat Pendidikan Tingkat Atas.
•
Menata Pendidikan Guru sejak Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Guru Atas, termasuk Sekolah Guru Pendidikan Jasmani.
•
Menyusun kurikulum atau leer plan yang disebut sebagai Rencana Pengajaran 1947 dan sarat dengan pembentukan karakter agar sejajar dengan bangsa lain, serta peralihan dari leer plan Belanda ke republik yang berazaskan Pancasila.
•
Mendirikan UGM pada 19 Desember 1949 tepat setahun setelah clash II.
•
Mendirikan Konservatori Karawitan dan Kesenian ASRI.
•
Membentuk UU Pertama Pendidikan NKRI yaitu UU No 4 Tahun 1950 Jogja karena dibentuk oleh Republik Jogja. UU Pendidikan ini kemudian dikokohkan menjadi UU Pendidikan NKRI No 12 TAHUN 1954 yang menytakaan bahwa UU No 4 th 1950 berlaku untuk seluruh Indonesia. UU ini berlaku selama 35 tahun setelah UU No 2 1989 keluar.
Lebih lanjut, sebelum 17 Agustus 1945 dan setelah symptom tersebut hingga 1950, telah terjadi perubahan-perubahan yang semakin memperkokoh landasan pendidikan untuk membangun bangsa Indonesia. Output pendidikan pada kurun tersebut didisain berwawasan kebangsaan sangat kuat dan dijuluki sebagai warga sejati, yaitu warga yang siap mengabdikan dirinya pada kepentingan bangsa dan negara serta mendahulukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan sendiri, dan mengisi pembangunan bangsa secara kolektif. Disini sangat jelas paham integritas Soepomo dalam UUD 1945 menjadi acuannya. Sehingga, mudah sekali dipahami bahwa output pendidikan masa itu dan para profresor serta generasi masa itu sangat kuat wawasan kebangsaannya, karena disain pendidikannya. Oleh karena itu, rezim Soekarno, adalah tonggak perubahan dari sistem pendidikan kolonial ke pendidikan NKRI. Sistem pendidikan kolonial ditata kembali oleh pemerintah NKRI yang berdaulat. Periode t0-t1 Peraga 14, dengan demikian, adalah masa perubahan untuk memancangkan tonggak pendidikan nasional. Pada saat itu pula pergolakan politik terus terjadi dan Belanda belum sepenuhnya keluar dari bumi pertiwi, namun fondasi yang sangat berharga yaitu pendidikan telah diutamakan dibangun karena arti pentingnya. Pada posisi t0, pemerintahan Soekarno, pasca proklamasi kemerdekaan dengan menteri Pendidikan Mr Soewandi telah meletakkan tonggak perkembangan peradaban pendidikan untuk membangun bangsa. Tonggak-tonggak tersebut adalah : 1. Menetapkan profil Warga Sejati, sebagai “gegayuhan” atau foresight bagi tujuan pendidikan. 2. Pembentukan PPPRI atau panitia Persiapan Pengajaran Kemerdekaan Republik yang meletakkan guru sebagai pendidik dan sebagai values transformer dengan menetapkan 10 pedoman guru bagi seluruh guru di Indonesia. Tonggak ini sangat penting mengingat pada saat itu sekolah-sekolah di bekas jajahan Hindia Belanda ini bermaca-macam, demikian pula gurunya. Dengan 10 pedoman guru tersebut Visi dan Misi para Guru di seluruh Indonesia disamakan.
3. Merumuskan UU Pendidikan NKRI pertama yaitu UU Pendidikan No 4 tahun 1950, di jaman Menteri PP dan Ki Mangun Sarkara yang memuat tujuan pendidikan sesuai dengan nafas dan cita-cita proklamasi.
Tonggak-tonggak tersebut adalah dasar yang sangat fundamental bagi arah Pendidikan untuk membangun bangsa masa depan dan tentu mempengaruhi perkembangan manusia dan
peradaban selanjutnya serta layak dan pantas untuk menjadi tonggak atau
“tetenger” atau penanda awal perjalanan bangsa setelah merdeka di bidang Pendidikan. Bukan hanya menata kembali sistem pendidikan kolonial ke sistem pendidikan NKRI dengan membentuk PPPRI, namun juga menetapkan profile siswa yang disebut sebagai Warga Sejati, yaitu warga yang mencintai bangsa, negara, dan tumpah darahnya serta siap untuk mengabdikan hidupnya bagi bangsa dan negara. Semangat nation and character building untuk membangun jiwa patriotisme di generasi muda sangat kental. Maka, ini adalah foresight atau gegayuhan yang telah dideklarasikan oleh para founding fathers. SYMPTOM 1967 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli, UU Pendidikan No 4 tahun 1950 dikukuhkan sebagai UU Pendidikan NKRI. UU ini, de jure, ini masih berlaku hingga UU no 2 tahun 1989 keluar. Perubahan rezim Seokarno ke Soeharto membawa perubahan paradigma bangsa. Nation and Character Building dianggap sudah selesai dan diganti dengan State building yang berakibat pada reduksi terminologi pendidikan menjadi sekolahan yang dilanjut hingga rezim reformasi. Sebagai akibatnya, garapan kognitif lebih mendominasi dan perubahan makna pendidikan sebagai pembudayaan juga berubah. Selanjutnya, sebagai turunan dari perubahan paradigma bangsa tersebut adalah urusan budaya dikomersialkan dan disatukan dengan departemen pariwisata untuk dijual. Juga, euforia pembangunan ekonomi telah mengesampingkan pembangunan bidang sosial dan budaya, termasuk melibas setiap pemikiran kritis bangsanya. Sempurna penyimpangan makna hakekat pendidikan.
SYMPTOM 1998 Era reformasi tidak ada perubahan yang substansial dalam bidang pendidikan dan lebih kelihatan menonjol bagaimana dampak empat lapis globalisasi pada tiga bidang kebijakan pendidikan. Bahkan muncul fenomena UU BHP yang dibatalkan oleh MK karena menyimpang dari UUD 1945. Demikian pula dengan UN yang telah dibatalkan oleh MA, serta RSBI yang juga dibatalkan oleh MK. Di sisi yang lain, geo politik NKRI tahun 2030 mengalami tekanan luar biasa dari dampak kehabisan sumber daya alam dan mineral serta konflik regional dan global di bidang ideologi dan perdagangan. Maka, Pertahanan dan Keamanan, sesuai dengan UUD menjadi tangungjawab setiap wara negara dan pendidikan berperan disini untuk menghadirkan generasi yang patriotik mencintai bangsa dan negaranya dan bukan sebaliknya. Peraga 15 memvisualkan garis besar perubahan strategi ke tiga mazab pemerintahan termasuk tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2030 sebagai kalibrasi arah pendidikan.
Peraga 15: Pendidikan di Tiga jaman dan tantangan 2030
Bibliography 1: Litbang Kompas, Kerusakan Moral mencemaskan, 2: Aditia Maruli, Radikalisme Sekarang Lebih Terbuka Dibandingkan Jaman Orba, 2011 3: Rasul Arasy, BNPT klaim separuh provinsi di Indonesia adalah kantong penyebaran "ideologi terorisme", Selasa, 26 Juli 2011 4: Inggried Dwi Wedhaswary, Indonesia "Surga" Teroris, 4 April 2011 5: Maria Natalia dan Heru Margianto , Negeri yang Dibajak Radikalisme, 4 Mei 2011 6: Tim Liputan/Sup, Sekolah Tanpa Upacara Bendera, , http://www.indosiar.com/fokus/sekolahtanpa-upacara-bendera--_90939.html 7: Tim Liputan 6, Delapan Tahun Sekolah Tak Menggelar Upacara Bendera, 25/10/2011, http://id.berita.yahoo.com/delapan-tahun-sekolah-tak-menggelar-upacara-bendera-212500766.html 8: Edward Aspinall and Gerry van Klinken, The State and Illegality in Indonesia, 2011 9: Mei Indah, Kapitalisme Merusak Pendidikan , 19 juni 2012 10: Edi Iriawan, FOKUSPelaksakaan UAN SMP Sejumlah Kasus Kembali Ditemukan di Sumut, 11: Komunitas Air Mata Guru, Laporan Lengkap Kecurangan UN 2007 , 12: Benny N Joewono, Ada Gladi Resik Contek Massal di Gadel 2, 13: Indra Akuntono dan Inggried, Kronologi "Nyontek" Massal di SD Pesanggrahan, 14: Edward Aspinall and Gerry van Klinken, The State and Illegality in Indonesia, 2011 15: Badan Nasional Penanggulan Bencana, Data dan Informasi Bencana Indonesia, 2011, http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp 16: AA Ariwibowo, Walhi: 359 Bencana Alam di Indonesia, 5 Juni 2009, http://www.antaranews.com/view/?i=1244199032 17: Muchamad Nafi – Tempo News Room , Tiap Tahun, Angka Pengangguran Indonesia Naik, 05 Mei 2004 | 18: Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Informasi, Angkatan Kerja 2008-2011, 2008-2011, http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/? section=ak&period=2008-08-01#gotoPeriod 19: Latif, Angka Pengangguran Akademik Lebih dari Dua Juta!, Kamis, 18 Februari 2010 | 20: Depsos RI, Rumah Tangga Miskin, 2011, http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=tabulasi 21: Antaranews, Memprihatinkan Angka Kemiskinan di Indonesia 33 Juta KK, 13 Agustus 2007, http://www.antaranews.com/view/?i=1186971337&c=EKB&s 22: majelis pemberdayaan masyarakat pp muhammadiyah, Kurangnya Akses Ekonomi, Sebabkan Angka Kemiskinan di Indonesia Tinggi, Rabu, 18-05-2011, http://www.muhammadiyah.or.id/news191-detail-kurangnya-akses-ekonomi-sebabkan-angka-kemiskinan-di-indonesia-tinggi.html 23: The Board of Executive Directors of the World Bank, Making The New Indonesia Work For The Poor, 2006 24: The Board of Executive Directors of the World Bank, Investing In Indonesia's Education at district Level , 2009 25: BPS, Data Strategis BPS, 2011 26: Bunga Pertiwi Adek Putri, Pemda tidak optimal atasi gizi buruk, 19 Oktober 2012 27: Syahrul Karim, 60 Balita di DaerahTerkaya Bergizi Buruk, 22 OKTOBER 2012 28: The Board of Executive Directors of the World Bank, Making The New Indonesia Work For The Poor, 2006 29: Andy Noya, Ancaman Sex Bebas Di Kalangan Remaja, 04 Februari 2011, http://kickandy.com/theshow/1/1/2026/read/ANCAMAN-SEKS-BEBAS-DI-KALANGANREMAJA.html 30: Deden Gunawan, Ngeri... 1 dari 5 Remaja Melakukan Aborsi , Senin, 25/06/2012 09:27 WIB 31: Antono Suryoputro, Nicholas J. Ford, Zahroh Shaluhiyah, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan Dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi, 2006 32: The World Bank, Investing In Indonesia's Education, January 2007 33: World Bank, Investing In Indonesia's Education at district Level , 2009
34: Transparency International, Bribe Payers Index 2011, 2011 35: World Bank , Making The New Indonesia Work For The Poor, 2006 36: , A Human Rights-Based Approach to Education, 37: THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA, Investing in Indonesia’sEducation at the DistrictLevel, 2009 38: BPS, Laporan hasil Survey Pandangan masyarakat Terhadap Kehidupan Bernegara , 2011 39: Transparency International, Corruption Perception Index 2012, 2012 40: Foreign Policy, Failed State Index 2011, FEBRUARY 10, 2012 41: Human Development Report Office, Human Development Report, 2011 42: , Human Development Report 2011, 2011 43: Micahel Kidron and Ronald Segal, The New State of The World Atlas, 1987 44: IFPRI, 2011 Global Hunger Index, 2011 45: , The Global Economic Report 2011-2012, 2011 46: GPI, New Dimensions of Peace –Society, Economy, and the Media, 2011 47: GPI, Methodology, Results & Findings , 2011 48: Francesca Levy, Table: The World's Happiest Countries, July 10, 2010, http://www.forbes.com/2010/07/14/world-happiest-countries-lifestyle-realestate-gallup-table.html 49: Taro Yamane, Statistics An Introductory Analysis, 1973 50: Connie Rahakundini Bakri, Pertahanan Negara Dalam Perspektif Kedaulatan Dan Masa Depan Kekuatan Bangsa, November 6, 2011 51: Connie Rahakundini Bakri, Pertahanan Negara Dan Postur TNI Ideal, 2007 52: , World Oil Production Forecast - Update November 2009, November 23, 2009, http://www.theoildrum.com/node/5979 53: Connie Rahakundini Bakri, China-Indonesia-Asean Cooperation; Challenges on Regional Maritime Security and Strategy, July 6th 2011. 54: , World Crude Oil Consumption by Year, 2011, http://www.indexmundi.com/energy.aspx 55: Connie Rahakundini Bakri, Pertahanan Negara Dalam Perspektif Kedaulatan Dan Masa Depan Kekuatan Bangsa, November 6, 2011 56: The Oil Drum, World Oil Production Forecast - Update November 2009, November 23, 2009, http://www.theoildrum.com/node/3607 57: Julian E. Barnes, AS Kerahkan Kekuatan Militer ke Asia, June 4, 2012, 1:01 PM SGT 58: Tony Cartalucci, Dangerous Crossroads: America Pressures ASEAN Bloc to Contain China, September 04, 2012 59: Connie Rahakundini Bakri, Pertahanan Negara Dalam Perspektif Kedaulatan Dan Masa Depan Kekuatan Bangsa, November 6, 2011 60: Micahel Kidron and Ronald Segal, The New State of The World Atlas, 1987 61: Prof Boediono MEc, Kemajuan Ekonomi RI Bukan karena Inovasi, Rabu 9 Mei 2012 62: Newsweek, Interactive Infographic of the World's Best Countries, 2012, http://www.thedailybeast.com/newsweek/2010/08/15/interactive-infographic-of-the-worlds-bestcountries.html 63: 2001, The Well Being of a nation, 64: Amartya Sen, About Human Development, 2011, http://hdr.undp.org/en/humandev/ 65: Amartya Sen, The Idea of Justice, 2009 66: BPS, Kependudukan : Jumlah Pe3nduduk Indoensia menurut Provinsi 1971-2010, 2011, 67: Muhadjir, Alternatif Kebijakan Pendidikan Menuju Era Negara Industri : Suatu Analisis Makropedagogik, 1986 68: UNDP, Human DevelopmentReport 2011, 2011 69: Andrew Walker, Entrepreneurs face global challenges, 25 May 2011, http://www.bbc.co.uk/news/business-13547505#story_continues_1 70: United Nations System in China, China's Progress Towards theMillennium Development Goals, 2008 Report , 2008 71: UNDP, Human Development Report 2011, 2011
72: United Nations Development Programme, The Real Wealth of Nations:Pathways to Human Development, 2010 73: Tom Healy and Sylvain Côté, The Well Being of a Nation, The Role of Human and Social Capital , 2001 74: Rustika Herlambang, Kisah Orang Terbuang, September 23, 2008 , http://rustikaherlambang.wordpress.com/2008/09/23/kisah-orang-orang-terbuang/ 75: AS. Umar Said, Terbuang akibat G-30-S, 29 September 2005, http://annabelle.aumars.perso.sfr.fr/Terbuang%20akibat%20G30S%20%28Alii%20Chanafiah%20%20Tom%20Ilyas%29.htm 76: Ari Junaedi, Dari Bandung, Ari Junaedi Ungkap Para Eksil, Minggu, 23 November 2008, http://arijunaedi.blogspot.com/2008/11/dari-bandung-ari-junaedi-ungkap-para.html 77: Chappy Hakim, Berdaulat di Udara : Membangun Citra Penerbangan Nasional, 2010 78: Chappy Hakim, Berdaulat di Udara : Membangun Citra Penerbangan Nasional, 2010 79: Chappy Hakim, Berdaulat di Udara : Membangun Citra Penerbangan Nasional, 2010 80: I-4, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional [I-4], , http://www.i-4.or.id/web/index.php/mediai4/neswletter 81: Editors: Jack P. Shonkoff and Deborah A. Phillips, From Neurons to Neighborhoods, 2000 82: Prof Boediono MEc, Kemajuan Ekonomi RI Bukan karena Inovasi, Rabu 9 Mei 2012 83: Charles Higgins Kepner and Benjamin Tregoe, New Rational Manager: An Updated Edition for a New World, 1981