PUBLIC POLICY WAYNE PARSONS
AnalisisMeso Analisis Definisi Problem, Penentuan Agenda, dan perumusan Kebijakan 1
2.1 Pendahuluan Analisis meso adalah level analisis menegah atau analisis perantara yang berfokus pada kaitan antara definisi problem, penentuan agenda, dan proses pengambilan keputusan pengambilan keputusan serta implementasinya. Pendekatan kebijakan adalah penelitian yang berfokus pada problem, dan dalam buku ini akan membahas bagaimana problem disusun dan dipikirkan, dan bagaimana problem tersebut menjadi atau tidak menjadi item atau isu dalam agenda kebijakan. 2
2.1.1 Analisis Atas Definisi persoalan dan Penentuan Agenda Genesis kebijakan berkaitan dengan pengenalan problem. Apa yang dianggap sebagai sebuah problem dan bagaimana problem didefinisikan akan tergantung pada cara pembuat kebijakan menangani isu atau kejadian. Misalnya, ISU
PROBLEM
KEBIJAKAN
(orang tidur di jalanan)
(tunawisma)
(perumahan lebih banyak)
Kita bisa sepakat pada isunya tapi tidak sepakat pada apa yang sesungguhnya menjadi persoalan, dan karena itu kita juga bisa berbeda pendapat soal kebijakan yang harus diambil. Respon kebijakannya bisa dengan penegakan hukum dan ketertiban.
3
1. 2. 3. 4. 5.
Biasanya masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan masalah tersebut harus menjadi isu terlebih dahulu. Isu akan mejadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik dan bila masalah tersebut mendapat perhatian yang memadai, maka ia akan masuk ke dalam agenda kebijakan. (Lester dan Stewart dalam Budi winarno:60)Isu akan mendapat perhatian apabila Isu Melampaui proporsi suatu krisis Mempunyai sifat partikularis, mendramatisir isu yang lebih besar Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media karena faktor human interest Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi masyarakat Isu tersebut sedang jadi trend. BW. Hal.58
4
Kuhn dan Popper mengatakan realitas dipahami melalui teori atau kerangka pemikiran, dan teori yang kita pilih akan menentukan problem yang kita lihat. Dari data indra yang sama, mungkin beberapa orang melihat seorang perempuan tua atau seorang perempuan muda pada satu sosok dan waktu yang sama (Ilustrasi terkenal dari poin ini adalah lukisan terkenal dari W E. Hill pada 1915) Sebuah definisi suatu problem adalah bagian dari problem itu Sendiri. Fakta bahwa kita mungkin punya data yang sama bukan berarti kita melihat hal yang sama. Nilai, kepercayaan, kepentingan, dan bias, semuanya membentuk Persepsi kita tentang realitas.
5
Setiap keputusan yang dibuat oleh organisasi maupun individu tak hanya merupakan konsekwensi logis dari realitas empirik. Ketidaktepatan atau ketidaksesuaian suatu kondisi dengan sebuah nilai akan mengundang sekelompok orang atau masyarakat untuk menganggap kondisi tersebut sebagai suatu masalah. Ada relativime dalam pemahaman manusia tentang suatu “masalah”. SW Hal. 56 6
2.2 Pendekatan Problem Sosial 2.2.1 Pendekatan Positivis Pembahasan problem sosial yang berkembang di abad ke-19 bisa dikatakan menandai awal analisis kebijakan modern. Para pembaru sosial era Victorian sangat percaya pada ide bahwa produksi pengetahuan merupakan mesin perbaikan. Mereka sangat optimis terhadap kemungkinan kemampuan data empiris ilmiah untuk memecahkan persoalan. Seperti dikatakan Florence Nightingale :”Fakta adalah segalanya dokrin bukan apa-apa”. Ini adalah fase penting dalam sejarah aplikasi “sains” untuk problem sosial.
7
Tradisi survei sosial • Charles Booth (1840-1916) Booth terkenal karena bukunya Life and Labour of the people of london (1899-1903) tulisan dalam rangka menganalisis sebab-sebab kemiskinan dan konsekuensinya. Karyanya sangat memperngaruhi perkembangan sosiologi aliran Chicago dan menjadi inspirasi bagi survei-survei sosial di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. • Seebohm Rowntree (1871-1 954) Kriteria kemiskinan menurut Rowntree lebih tegas ketimbang kriteria Booth, dan kriterinya itu didasarkan pada diskusinya dengan pakar-pakar makanan di Inggris dan Amerika Dia mendefinisikan kemiskinan menjadi kemiskinin primer dan kemiskinan sekunder, dan dia mengemukakan tentang konsep “garis 8 kemiskinan”.
2.2.2. Studi Problem sosial : pendekatan sosiologis Ada dua sumber dari pendekatan ini: Emile Durkheim dan Talcott parsons. • perspektif Durkhemian, problem sosial adalah sesuatu yang niscaya : mereka yang menyimpang dari espektasi perilaku normal dapat dipakai untuk mendefinisikan apa-apa yang bisa diterima dan yanq tidak, yang baik atau yang buruk. Persoalannya adalah bagaimana cara menjaga agar tingkat penyimpangan itu berada dalam skala yang tidak sampai mengancam ketertiban sosial. Jadi, penyimpangan yang dikendalikan bisa bermanfat bagi masyarakat karena bisa memberikan patokan untuk hal-hal dianggap sebagai “normal” dan memampukan kita menyusun kriteria untuk hal-hal yang dianggap problem. • Talcott parsons Parsons menganalisis masyarakat yang dianggapnya cenderung ke arah ekuilibrium: dari perspektif ini problem sosial merupakan penyesuaian dan kemungkinan 'disfungsi" dalam 'sistem" sosial.
9
Interaksionisme simbolik Studi masyarakat dalam pendekatan ini melibatkan pengkajian cara simbol- simbol dipakai dalam komunikasi. Blumer mengatakan bahwa pendekatan ini mengandung tiga premis utama: • manusia bertindak bendasarkan makna yang menurut mereka ada dalam sesuatu hal; • makna adalah hasil dari interaksi sosial; • makna dimodifikasi dan ditangani melalui proses interpretasi yang dipakai oleh individu dalam menghadapi “tanda-tanda" yang dijumpainya.
10
Pendekatan sejarah alam untuk problem sosial Richard C. Fuller dan Richard R. Myers, "The natural history of a social problem,“ 1941 Kedua pengarang ini berpendapat bahwa problem sosial adalah kondisi penyimpangan dari norma yang diterima secara luas dan ia mengandung dimensi objektif dan subjektif. Dengan demikian problem sosial selalu berada dalam keadaan dinamis. Mereka menunjukkan bagaimana problem bergerak melalui tiga tahap yang berbeda, • Kesadaran, ketika nilai-nilai dianggap mulai mengancam; • Penentuan kebijakan: perdebatan tentang opsiopsi kebijakan; • Reformasi: menerapkan kebijakan dalam aksi. 11
Tahap-tahap daur hidup problem menurut f.H.S. Bossard 1. 2. 3.
pengenalan problem; diskusi tentang tingkat keseriusannya; usaha untuk perbaikan: biasanya secara intuitif, tidak ditopang dengan yang bagus, dan dilakukan dengan pendekatan “mari kita lakukan sesuatu"; 4. Disarankan dilakukan studi yang lebih cermat- “kita perlu sebuah survei”; 5. Kemudian muncul beberapa perubahan di dalam diri orang-orang yang tertarik dengan problem; 6. Penekanan pada faktor dasar yang luas; 7. Menghadapi kasus-kasus individual' 8. Perubahan lain dalam diri personel; 9. Program disusun secara induktif; 10. Penyempurnaan teknik studi dan pembahasan; 11. Penyempurnaan konsep; 12. Perubahan lain dalam personel 12
Tahap-Tahap Perumusan Masalah META MASALAH Pencarian Masalah
Pendifinisian Masalah
SITUASI MASALAH
MASALAH SUBSTANTIF
Pengenalan Masalah
Sfesifikasi Masalah MASALAH FORMAL Sumber : Dunn Dlm Subarsono:50
13
• Anthony A. vass, Aids a plague in USA social perspective, 1986 • Vass menggunakan model Fuller dan Myers untuk mengeksploitasi kondisi sosial medis saat ini. Kendati dia merasa model itu valid untuk mengkaji Aids namun dia memberikan beberapa keberatan, yaitu Model analisis ini gagal mendukung proposisi bahwa problem sosial berkembang secara davelopmental progresif - bertahap. Tahap-tahap perkembangan dari suatu problem sosial sering kali sulit untuk diklasifkasi dan diidentifkasi dalam tahap-tahap yang mudah diidentifikasi.
14
Tahun 1940-an dua jalur umum perkembangan studi problem sosial: positif / fungsionalis dan fenomenologis. • Pendekatan positif / fungsionalis memandang problem sosial sebagai “fakta-fakta” yang mesti diukur, dan fakta itu mengandung suatu fungsionalitas untuk mempertahankan masyarakat. Ilmuwan sosial adalah “kesadaran sekaligus pelindung masyarakat" • Pendekatan fenomenologis yang berasal dari aliran interaksionisme simbolik memandang problem pada dasarnya adalah konstruksi sosial subjektif. Di sini Peran ilmu sosial adalah mengklarifikasi definisi & asumsi, menunjukken definisi mana yang benar, sudut pandang alternatif apa yang ada, dan mengidentifikasi poin-poin intervensi. 15
• 1970-an: BIumer, Spector, dan Kitsuse Pada 1970-an, Herbet Blumer mengembangkan lebih jauh model problem sosial menurut aliran konstruktivis dengan memperbarui “tahap-tahap" formasi problem. Dia mengatakan bahwa problem eksis ketika problem itu dilihat sebagai sesuatu yang tak diinginkan oleh sekelompok orang. Sebuah problem muncul melalui siklus definisi, bukan melalui “penemuan": 1. munculnya problem sosial; 2. legitimasi problem; 3. mobilisasi aksi; 4. formasi rencana resmi atau formal; 5. implementasi rencana resmi tersebut.
16
Aspek penting dari tahap-tahap dalam perumusan problem ini adalah bahwa problem itu bukan realitas objektif melainkan produk dari perilaku kolektif": Mauss (1975) memperluas ide problem sosial sebagai persepsi subjektif ini. Dia berpendapat bahwa karena problem sosial bukan realitas objektif, maka problem sosial pada dasarnya adalah sejenis gerakan sosial yang dihasilkan oleh perilaku publik, kelompok kepentingan dan atau kelompok penekan. 17
• • • •
Problem dan gerakan sosial: Feminisme dan kebijakan publik Elfen Boneparth dan Emily Stoper (eds), Women, Power, and Policy, edisi kedua, 1988 Buku ini menawarkan “kerangka analisis kebijakan” yang tepat untuk memahami kedudukan kebijakan perempuan (terutama di Amerika) dan memberikan beberapa variabel yang memengaruhi pembentukan agenda: Enviromental: iklim sosial; iklim ekonomi; iklim politik; Sistemis: pemerintah yang terdesentralisasi; peran pengadilan; pembuatan kebijakan inkremental; Politik lobbying, koalisi politik; kepemimpinan; Karakteristik kebijakan: tipe kebijakan (distributif, regulatif, dan redistributif; dan kesetaraan peran 18 versus perubahan peran.
• • •
• • •
Joyce Gelb dan Marion Leif Palley, 'Women and interest group politics' 1979 Kedua penulis menganalisis hal-hal yang menyukseskan isu kebijakan perempuan. Mereka mengemukakan enam faktor. Isu tersebut: harus didukung luas; harus cukup sempit agar tidak mengurangi dukungan dan mengganggu nilai dari para pendukung; Harus punya jaringan kebijakan yang baik untuk memberikan informasi dan akses pada pembuat kebijakan; harus mampu berkompromi selama proses; harus mendefinisikan keberhasilan secara inkremental; harus merupakan isu yang berfokus pada 19 kesetaraan ketimbang perubahan Peran.
1.
2. 3. 4.
M. specctor dan J.J. kitsuse, constructing social problems, 1977 Kelompok berusaha menilai eksistensi dari beberapa kondisi, mendifinisikannya, kemudian mempublikasikannya, memicu kontroversi, dan menciftakan isu publik. Pengakuan atas legitimasi dari kelompok ini oleh beberapa organisasi resmi, agen atau instiusi resmi. Kemunculan kembali klaim tuntutan dari kelompok tadi yang mengekpresikan ketidakpuasan terhadap prosedur yang ditetapkan. Penolakan oleh kelompok penuntut atas respons institusi atau agen terhadap klaim dan tuntutan mereka. Jika pada 1960-an dan l970-an muncul kekhawatiran bahwa yang akan melakukan kalkulasi dan evaluasi adalah para profesional, pakar, teknokrat, birokrat, dan yang lainnya, maka pada 1990-an kita bisa mengatakan bahwa kekuasaan [untuk melakukan evaluasi dan kalkulasi] itu telah bergeser ke tangan 4 M: market (pasar), manajer, moralis, dan media. 20
2.2.3 Media dan Konstruksi Problem Dari perspektif pendekatan 'konstruktivis," dampak media terhadap problem sosial adalah aspek kunci dari proses"labelling" karena media bisa menambah “sensitif" dan “memperkuat" sesuatu yang dilabeli sebagai problem. Cohen berpendapat bahwa media massa sesungguhnya menciptakan sebuah problem, mendistorsi isu menciptakan ancaman stereotipe ini, media massa dapat membentuk konteks untuk respons kebijakan, dan memengaruhi “opini publik" dengan menentukan agenda publik dari sudut pandang insiden atau peristiwa. *Sebuah insiden *Media mengangkat ceritanya *Insiden digambarkan sebagi poblem Sosial yang lebih besar/lebih luas *Muncul steereotipe, Distorsi isu. Liputan "yang melebihi proporsi' (out of proportion) *Kepanikan publik *Tuntutan agar pembuat kebijakan melakukan sesuatu
21
2.3
Opini Publik dan Kebijakan publik 2.3.1 Opini Publik dan agenda kebijakan • Dari sudut pandang ini fokus utamanya adalah bagaimana opini publik dan media masa berinterksi dengan pembuat kebijakan • Kebijakan Publik merupakan suatu Fungsi dari Opini Publik • Agenda kebijakan sangat dipengaruhi oleh opini publik dan kekuatan publik diperkuat oleh fakta bahwa opini di ukur dan diperlukan dengan penuh perhatian oleh pembuat kebijakan. 22
Penetapan Agenda dan Media Peran isu dalam pembentukan agenda (Agenda setting) berdasarkan dua model 1. Model satu arah (unidirection) media mempengaruhi agenda konsumen yang dibuat oleh pemerintah 2. Model Banyak Arah (Multidiectional) Agenda kebijakan pemerintah mempengaruhi liputan media dan opini publik Robert N Mayer “ Gone yesterdai,here today “ 1991
23
Lanjutan • Pada tahun 1970-an muncul focus baru teradap dampak dari media terhadap proses politik dan pada hubungan media dengan opini publik dan kebijakan publik (Mc Combs dan shaw 1972) • Semakin besar perhatian kepada sebuah isu semakin besar publik mengangapnya sebagai agenda penting
24
Lanjutan Gambar . Dapak perhatian media terhadap agenda kebijakan
Tinggi
Perhatian Media Terhadap isu
Isu di anggap tidak Penting oleh publik
Isu di anggap penting Oleh publik 25
Respon pembuat kebijakan • Respon pembuat kebijakan terhadap berita baru harus diletakkan dalam kontek faktor lainnya. Kontek adalah Hubungan wartawan dengan elit pembuat kebijakan , dan Vice versa, timing dari publikasinya, tekanan dari kelompok kepentingan urgensi politik.
26
Proses Penetapan Agenda • Roger dan Dearing berpendapat ada tiga jenis Agenda,yaitu: • Media • Publik • Kebijakan Penetapan agenda lebih merupakan proses interaktif. • McCombs dan Shaw bahwa media masa mempengaruhi agenda publik. 27
gambar • Model Penetapan menurut model Rogre dan Dearing
Pengalaman personal dan komunikasi antar personal
Media berpengaruh Penjaga gerbang pius
Agenda media
Agenda publik
Agenda kebijakan
Indikator arti penting dari kejadian atau isu agenda di dunia nyat
28
Peran Kejadian Penetapan Agenda • Agenda Media dibentuk oleh dampak dari Isu Kejadian Dunia nyata peran kejadian dalam penetapan agenda dianggap Dearing dan Rogers berada dia area yang memerlukan riset yang lebih intensif 29
Siklus perhatian terhadap isu (Issue Antention cycles-IACs)
Mengkaitkan dengan isu lingkungan
• Tahap 1. Pra Problem. • Tahap 2. muncul kewaspadaan dan euforia antusiasme • Tahap 3. menghitung biaya keuntungan • Tahap 4. Penurunan perhatian publik terhadap isu • Tahap 5. hilangnya perhatian
Model Down 1972 30
Gambar siklus perhatian terhadap isu 2.Muncul kewaspadaan
1. Tahap Pra Problem 3.Menyadari Biaya Perbaikan 5.Tahap pasca problem
4.Penurunan gradual Perhatian publik 31
William Salesbury The Evironmental Agenda 1976 • Kunci untuk memahami prumusan agenda hubungan antara isu dan institusi. Sebuah isu mulai tampak penting ketika sebua institusi dalam sistem politik menjadi terkait dengan isu itu. • Isu harus mendapat perhatian publik ligitimasi dan perhatian pemerintah isu itu memunculkan tindakan publik.
32
Lanjutan • Area kebijakan yang di anggap penting oleh opini publik juga akan bervariasi karena pembuat kebijakan harus mendengarkan suara rakyat, puncak perhatian isu publik • Hubungan antara kemenonjolan isu publik dengan perubahan organisasional. Perubahan organisasional itu merupakan cara pembuat kebijakan untuk melakukan sesuatu agar mereka nampak telah melakukan sesuatu
33
Perhatian publik dan area kebijakan
Area kebijakan
1 2 Atensi Publik
3
Waktu 34
Peran Elit Penentu Kebijakan • Peran elit kebijakan lebih signifikan ketimbang opini publik (lihat, mislnya, sabatier 1993: 35-6) Dan disini tak ada yang menyangkal bahwa Media berperan dalam membentuk agenda kebijakan namun peranannya kurang menonjol dibandingkan dengan anggota yang terlibat dalam pembuatan kebijakan 35
Tiga faktor pendukung isu Ada tiga faktor pendukung perhatian terhadap isu, yaitu: • - Birokrasi Pemerintah • - Media • - Komunitas Kebijakan (Yang disebut belakangan yang terdiri dari orang dan organisasi yang terlibat atau menaruh perhatian dalam isu tertentu. 36
2.3.2 Marketing kebijakan dan dan pembuat kebijakan • Hubungan antara study opini publik dengan perdagangan (commerce) sangat dekat. Organisasi dan perusahaan yang mengkhususkan diri dalam reset opini telah menghasilkan karya untuk klen komersial, koran dan partai politik yang tertarik untuk mempengaruhi pemikiran pemilih (voterr) dan apa kenginginan mereka 37
Lanjutan • Isu yang muncul adalah sejauh mana marketing dari suatu partai atau kandidat bisa membentuk kebijakan. • Proses politik semakin ditentukan oleh orang - orang marketing yang menganalisis poling dan data pemilih lainnya dan melengkapi kebijakan serta memaksimalkan daya tarik partai atau kandidat dimata konsumen politik. 38
Manipulasi politik dan persentase kebijakan • Ada bukti yang menunjukkan bahwa Pemerograman agenda kebijakan telah menjadi kenytaan di amerika serikat kekuasaan riil untuk menyusun agenda kebijakan sedang bergeser ketangan staf dan kosultan politik yang menggunakan semua teknik marketing komersial baru.
39
Tema kuno dan modern dalam penciptaan mitra • Di era modern, dengan bantuan teknologi informasi baru serta pengetahuan psikoligis baru tentang bagai mana opini publik terbentuk bisnis semakin kompleks dan canggih. • Di era pasca perang khususnya reset psikologi dan sosiologi banyak mempengaruhi marketing dan periklanan bisnis (Galbraith 1967)
40
Lanjutan • Dalam setiap kasus agenda kebijakan adalah sesuatu yang lebih merupakan cara bisnis politik dan pilihan elitedalam menyusun parameter halhal yang didiskusikan ketimbang sebagai sesuatu yang di hasilkan dari opini pulik.di dunia ini mliaran uang dihabiskan untuk pemasaran partai dan kebijakan. Bisa di katakan proses politik di demokrasi libral semakin terlibat dalam kegiatan manipulasi pemilih
41
42