Pterygium surgery with conjunctival autograft without suture or fibrin glue
60
ORIGINAL ARTICLE
Pterygium Surgery with Conjunctival Autograft without Suture or Fibrin Glue Indira Silviandari Palang Merah Indonesia (PMI) Hospital, Bogor, West Java
ABSTRACT Background: To research the efficacy of pterygium excision with conjunctival autograft without suture or fibrin glue. Methods: After pterygium excision and preparing of autologous conjunctival graft, the recipient bed is encouraged to achieve natural haemostasis before graft placement. Excessive haemorrhage in the graft bed is tamponaded without cautery. Graft adherence and positioning is examined 15 minutes after surgery. Cases were reviewed to obtain details of complications and recurrence. Results: Twenty seven eyes of 27 patients with pterygium underwent conjunctival autograft with natural patient’s own blood acting as bioadhesive or fixative, without suture. The mean age is 54 years old (SD 9.86), 13 males and 14 females. Mean follow up time was 4.0 months (SD 1.85). The rate of recurrences which followed up for 6 months is 8.33% (1 patient), 9.09% (1 patient) which followed up for 3 months and no recurrences in patients which followed up for 1 month. The complications regarding graft displacement was 2 patients (7.4%), 2 patients with graft retraction (7.4%), and 1 patient with loss of graft (3.7%). The other complications were not found and cosmesis was excellent. Conclusion: This study suggests that autologous fibrin in blood works as bioadhesive and can be used as alternative method for graft fixation in pterygium surgery.
P
terygium berasal dari kata Pterygion, bahasa Yunani yang berarti sayap kecil.1 Penyakit ini sering dijumpai pada negara tropis dan subtropis antara 30o bagian utara dan selatan equator.1 Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang muncul dari subkonjungtiva menuju kornea pada area fisura palpebra. Penyebab penyakit ini masih menjadi perdebatan, diduga akibat defisiensi sel stem limbus akibat paparan konjungtiva oleh sinar ultraviolet, debu, panas dan angin.2 Banyak penelitian tentang patogenesa dan terapi pterygium mulai dari tekhnik bare sclera (D’Ombrian, 1948), obat antimetabolit (Meachom, 1962), dan transplantasi autologus konjungtiva (Kenyon, 1985).2 Meskipun pterygium ini
dengan mudah dapat dieksisi (tekhnik bare sclera), namun angka rekurensinya berkisar 24-29%.1 Tekhnik operasi yang populer adalah autograft konjungtiva dan penggunaan antimetabolit seperti mitomycin C dan 5-fluorourasil. Tekhnik tersebut dapat menurunkan angka rekurensi sampai 12%.1,3 Namun demikian, penggunaan obat antimetabolit dapat menimbulkan komplikasi seperti nekrosis sklera dan kornea, katarak, dan defek epitelial persisten.1,3 Tekhnik operasi autograft konjungtiva dengan menggunakan jahitan membutuhkan waktu operasi yang panjang dapat menimbulkan komplikasi seperti infeksi, rasa tidak nyaman pasca operasi, abses pada jahitan, ataupun granuloma.1,3,4,5 Penggunaan fibrin glue sudah dilaporkan
Ophthalmol Ina 2016;42(1):60-64
meningkatkan kenyamanan, mempersingkat waktu operasi, menurunkan angka rekurensi dan komplikasi.1,6,7 Namun demikian, plasma derivat fibrin glue berpotensial menyebabkan reaksi anafilaksis dan transmisi penyakit.1,6,7 Tekhnik operasi pterygium dengan autograft konjungtiva tanpa jahitan dan fibrin glue (suture-glue free) telah dilakukan oleh beberapa peneliti (De Wit, Shaaban AM Elwan, Kulthe, Malik) dan memberikan hasil yang baik dengan komplikasi yang minimal serta menurunkan angka rekurensi. Angka rekurensi yang didapat dari penelitian tersebut berkisar 0-2,5%.1,5,8,9
MATERIAL DAN METODE Material Dilakukan penelitian pada semua pasien yang menjalani operasi pterygium dengan autograft konjungtiva tanpa jahitan dan tanpa fibrin glue di RS Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor pada bulan April 2014 sampai dengan Februari 2015. Semua pasien yang dilakukan operasi adalah pasien dengan pterygium grade 2 dan 3 menurut kriteria Tan.10 Pasien tidak mengalami hipertensi, dengan tekanan darah maksimum 140/90 mmHg. Pasien menjalani operasi dengan tekhnik autograft konjungtiva tanpa jahitan dan tanpa fibrin glue seperti yang diterangkan pada tekhnik operasi. Penilaian yang dilakukan meliputi: keadaan graft, komplikasi yang terjadi, dan ada tidaknya rekurensi. Rekurensi didefinisikan sebagai adanya jaringan fibrovaskuler yang tumbuh melewati limbus menuju kornea seperti yang didefinisikan oleh Sebban dan Hirst.11 Pemeriksaan dilakukan pada 1 hari, 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan pasca operasi. Tekhnik Operasi Sebelum dilakukan operasi, mata ditetes dengan tetrakain 2%. Setelah dilakukan antiseptik dengan iodine, dilakukan pengukuran dengan menggunakan kaliper Castroviejo lebih kurang 3 mm dari limbus dan diberi tanda
61
dengan tryphan blue. Tahap selanjutnya dilakukan anestesi dengan injeksi lidokain 2% subkonjungtiva. Bada pterygium dieksisi sampai bare sclera mengikuti tanda yang telah dibuat. Kepala pterygium dieksisi dengan menggunakan pisau cresent sampai bersih. Perdarahan yang terjadi dibiarkan berhenti secara spontan tanpa kauter; apabila ada perdarahan yang berlebihan dapat ditampon dengan kapas lidi atau absorber. Lapisan darah segar dibiarkan menutupi area bare sclera. Donor graft konjungtiva disiapkan dari bagian superior dengan ukuran 1 mm lebih besar dari ukuran bare sclera. Tepi limbal dari graft ditempatkan pada tepi limbal resipien. Donor ditekan dengan ujung forsep arteri secara perlahan sampai graft menempel secara merata dan dibiarkan selama 15 menit. Pasca operasi diberi tetes mata yang mengandung tobramisin dan deksametason 4x/hari selama 2 minggu, dan diturunkan dosisnya menjadi 2x/hari hingga 1 bulan.
A
B
C
D
E
F
G Gambar 1. Tekhnik operasi: a) keadaan pre-operasi, pterygium grade 2; b) diberi tanda dengan tryphan blue 3 mm dari limbus; c) eksisi pterygium hingga bare sclera, perdarahan tidak dikauter; d) donor graft konjungtiva diukur 1 mm lebih besar; e) eksisi graft konjungtiva sampai limbus; f) fiksasi graft konjungtiva pada bare sclera dengan bantuan ujung forsep tumpul secara perlahan dan merata; dan g) gambaran post-operasi
Pterygium surgery with conjunctival autograft without suture or fibrin glue
62
HASIL Terdapat 27 mata dari 27 pasien yang menjalani operasi pterygium dengan autograft konjungtiva tanpa jahitan dan tanpa fibrin glue. Jumlah pasien tersebut terdiri dari 13 pasien laki-laki dan 14 pasien perempuan dengan rata-rata usia 54 tahun (SD 9,86) dan rata-rata follow up 4,2 bulan (SD 1,85). Komplikasi yang terjadi: 1 pasien (3,7%) dengan graft yang lepas atau hilang; 2 pasien (7,4%) dengan graft yang bergeser; dan 1 pasien (3,7%) dengan graft yang mengalami retraksi. Tidak terdapat komplikasi lain seperti infeksi, granuloma, nekrosis konjungtiva, edema konjungtiva, ataupun jaringan parut kornea. Tabel 1. Data klinis pasien Jumlah (n-27) Mata yang dioperasi: Kanan Kiri Lokasi pterygium: Nasal Lateral Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan Rata-rata usia Rata-rata follow up Tabel 2. Angka rekurensi Lama Jumlah Follow Up Pasien 1 bulan 3 3 bulan 11 6 bulan 13 Tabel 3. Komplikasi Jenis komplikasi Graft lepas Graft bergeser Retraksi graft Granuloma Nekrosis konjungtiva Edema konjungtiva Jaringan parut Infeksi
14 13 27 0 13 14 54 tahun (SD 9,86) 4,2 bulan (SD 1,85)
Jumlah Pasien dengan rekurensi (%) - (0%) 1 (9,09%) 1 (8,33%)
Jumlah Pasien (%) 3 11 13
DISKUSI Terdapat bermacam-macam tekhnik pada operasi pterygium, meliputi tekhnik bare sclera, penggonaan obat antimetabolit,
transplantasi membran amnion, graft autologus konjungtiva dengan jahitan ataupun dengan menggunakan fibrin glue. Tahun 1985, Kenyon dkk menyatakan bahwa operasi pterygium dengan autoconjunctival graft merupakan metoda yang efektif untuk mencegah rekurensi serta dapat digunakan pada pterygium grade 3 dan 4.2 Graft autokonjungtiva dengan jahitan membutuhkan pengalaman dan waktu operasi yang cukup lama. Selain itu dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pasca operasi serta komplikasi seperti pembentukan simblefaron, infeksi, dan granuloma.1,3-7 Suzuki dkk melaporkan bahwa benang silk atau nilon yang dipakai dapat menyebabkan infeksi dan migrasi sel Langerhan ke kornea.12 Metoda lain yang digunakan adalah penggunaan fibrin glue untuk fiksasi graft autokonjungtival. Tekhnik ini mengurangi komplikasi dan rasa tidak nyaman pasca operasi.2,6,7,9 Keuntungan lain dari fibrin glue adalah memudahkan fiksasi graft dan durasi operasi yang lebih singkat.1,2,6,7,9 Namun demikian, fibrin glue yang dibuat dari plasma manusia secara teori dapat menularkan penyakit seperti hepatitis A dan parvovirus B19.5 Sedangkan fibrin yang dibuat dari darah autologus membutuhkan waktu yang lama dan sebaiknya dilakukan operasi pterygium pada hari yang sama saat pengambilan fibrin autologus.5 Menurut De Wit, fibrinogen yang dibuat dapat mengalami degradasi apabila terkena zat iodine yang dipakai untuk tindakan aseptik sebelum operasi.5 Metode graft autokonjungtival tanpa jahitan dan tanpa fibrin glue telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.1,5,8,9 Komplikasi yang didapat dengan metode ini pada beberapa penelitian sebelumnya adalah graft yang hilang pada awal pasca operasi, retraksi graft, dan graft bergeser ke medial. Pada penelitian ini didapat komplikasi berupa graft yang hilang pada 1 hari pasca operasi yang terjadi pada 1 pasien (3,7%), sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Bhalchandra Kultha, komplikasi graft yang hilang terdapat pada 2 dari 79 pasien (2,5%).8 Setelah ditanyakan pada pasien, ternyata pasien membuka dan menutup
Ophthalmol Ina 2016;42(1):60-64
matanya dengan keras dan membuka verban beberapa jam setelah operasi akibat salah informasi yang didapat dari apotek. Follow up 3 bulan pada pasien tersebut didapat rekurensi pterygium. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shaaban AM Elwan, kasus seperti ini dikeluarkan dari penelitian; namun penulis tetap memasukkan ke dalam penelitian agar bisa mengevaluasi jumlah komplikasi yang terjadi. Komplikasi lain adalah 2 pasien (7,4%) mengalami pergeseran graft yang kemudian direposisi 1 hari pasca operasi. Komplikasi graft yang bergeser pada penelitian Shaaban AM Elwan terdapat pada 4 dari 50 pasien (8%) yang diteliti, pada penelitian Malik dkk terdapat 2 dari 40 pasien (5%) yang diteliti, sedangkan pada penelitian Bhalchandra Kulthe terdapat 1 dari 79 pasien (1,2%). Komplikasi yang lain adalah retraksi graft yang terjadi pada 1 pasien (3,7%). Penelitian Shaaban AM Elwan mendapatkan 6 dari 50 mata (12%) mengalami retraksi graft, Malik mendapatkan 3 dari 40 mata (7,5%), sedangkan Bhalchandra Kulthe mendapatkan 1 dari 79 pasien (1,2%).1,8,9 Pada penelitian De Wit terhadap 15 mata, tidak ada komplikasi yang terjadi pada graft.5 Pada penelitian ini tidak terdapat komplikasi yang lain seperti granuloma, nekrosis konjungtiva, edema konjungtiva, infeksi, dan jaringan parut kornea. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh De Wit, Bhalchandra Kulthe, Malik, dan Shaaban AM.1,5,8,9 Dua faktor keberhasilan pada operasi pterygium adalah: (1) pengambilan pterygium secara komplit dan (2) menempatkan graft pada bare sclera sehingga berfungsi sebagai penahan atau barrier untuk pertumbuhan baru. Adanya ruang subkonjungtiva akan menimbulkan pertumbuhan jaringan fibroblas. Rekurensi didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler yang melewati limbus.11,13 Angka rekurensi pada graf autokonjungtival dengan jahitan dilaporkan oleh Karanyi dkk sebesar 20%, sedangkan dengan fibrin glue sebesar 8% pada follow up 6 bulan.3,4 Jiang melaporkan angka rekurensi pada penggunaan fibrin glue adalah
63
5% dan 10% pada grup autokonjungtival graft dengan jahitan.7 Bahar dkk menemukan angka rekurensi sebesar 11,9% pada penggunaan fibrin glue dan 7,7% pada grup dengan autokonjungtival graft dengan jahitan.6 Pada penelitian autokonjungtival graft tanpa jahitan dan tanpa fibrin glue, angka rekurensi dilaporkan sebesar 0% oleh De Wit dengan rata-rata follow up 9,2 bulan dari 15 mata.5 Pada penelitian Bhalchandra Kulthe didapat angka rekurensi 0% pada follow up 6 bulan.8 Pada penelitian Shaaban AM Elwan, angka rekurensi adalah 0% dengan waktu follow up 24 bulan; sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Malik, angka rekurensi sebesar 2,5% dalam waktu follow up 12 bulan.9 Pada penelitian ini didapat angka rekurensi sebesar 9,09% pada follow up 3 bulan dan 8,33% pada follow up 6 bulan.
KESIMPULAN Tekhnik operasi pterygium dengan menggunakan graft autokonjungtival tanpa jahitan dan tanpa fibrin glue cukup efektif. Keuntungan yang didapat adalah tekhnik operasi yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan jahitan, mengurangi rasa tidak nyaman pasca operasi akibat benang, dan secara kosmetik lebih baik. dibandingkan dengan fibrin glue, tekhnik ini lebih murah karena fibrin glue yang dipasarkan cukup mahal dan harus dilakukan operasi dengan jumlah pasien yang banyak untuk menghemat biaya operasi. Sedangkan fibrin glue yang dibuat dari darah pasien sendiri membutuhkan waktu yang lebih lama, harus bekerja sama dengan laboratorium, dan membutuhkan biaya yang tidak murah. Namun demikian, masih perlu penelitian lebih lanjut terhadap tekhnik ini, terutama untuk mencegah komplikasi pada graft, seperti graft yang hilang, graft yang bergeser, dan retraksi graft. Selain itu dibutuhkan sampel yang lebih banyak dan waktu follow up yang lebih panjang untuk menganalisa keefektifan tekhnik ini, serta indikator keberhasilan yang lebih lengkap,
64
Pterygium surgery with conjunctival autograft without suture or fibrin glue
seperti durasi operasi, kenyamanan pasca operasi, dan komplikasi lain.
Referensi 1. Shaaban AM Elwan. Comparasion between suturless and glue free versus sutured limbal conjunctival autograft in primary pterygium surgery. Saudi Journal of Ophthalmology 2014;28:292-8 2. Borda Yüksel, Sultan Kaya Ünsal, Sevgi Onat. Comparison of fibrin glue and suture techniquein pterygium surgery performed with limbal autograft. Int J Ophthalmol 2010;3(4): 316-20 3. Koranyi G, Seregard S, Kopp ED. Cut and paste: a no suture, small incision approach to pterygium surgery. Br J Ophthalmol 2004;88:911-4 4. Koranyi G, Seregard S, Kopp ED. The cut-and-paste method for primary pterygium surgery: long-term follow-up. Acta Ophthalmologica Scandinavica 2005;83:298-301 5. De Wit, I Athanasiadis, A Sharma, J Moore. Sutureless and glue-free conjunctival autograft in pterygium surgery: a case series. Eye 2010;24:1474-7 6. Bahar I, Weinberger D, Gaton DG, Avisar R. Fibrin glue versus vicryl sutures for primary conjunctival
7.
8.
9.
10. 11. 12. 13.
closure in pterygium surgery: long term results. Curr Eye Res 2007; 32(5):399-405 Jiang J, Yang Y, Zhang M, Fu X, Bao X, Yao K. Comparison of fibrin sealant and sutures for conjunctival autograft fixation in pterygium surgery: one year follow up. Ophthalmologica 2008;222(2):105-111 Sayli Bhalchandra Kulthe, Amit P Bhasale, Prachi U Patil, Harshal T Pandre. Is the surgical technique of sutureless and glue-free conjunctivolimbal auto graft after pterygium excision complications free? Medical Journal of Dr DY Patil University 2015;8(3):308-12 Malik KP, Goel R, Gupta SK, Kamal S, Mallik VK, Singh S. Efficacy of sutureless and glue free limbal conjunctival autograft for primary pterygium surgery. Nepal J Ophthalmol 2012;4(2):230-5 Tan D. Conjunctival grafting for ocular surface disease. Curr Opin Ophthalmol 1999;10:277-81 Sebban A, Hirst LW. Pterygium recurrence rate at the Princess Alexandra Hospital. Aust NZJ Ophthalmol 1991;19:203-6 Suzuki T, Sano Y, Kinoshita S. Conjunctival inflammation induces Langerhans’ cell migration into the cornea. Curr Eye Res 2000;21(1):550-3 John A Hovanesian. Three newer methods for treating pterygium: a look at autografting, fibrin adhesives and amnion, and a combined approach to improve outcomes. Review of Ophthalmology; 2009