Stock Call
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk Telecommunication Sector Lifting Up
14 Januari 2016
Kami memberikan rekomendasi BUY kepada TBIG dengan target price sebesar IDR 7.050 yang merefleksikan kenaikan potensial sebesar 25%. Hal ini didasarkan pada dua investment thesis berikut: 1. Pergeseran tren dari voice ke data yang mendorong pertumbuhan sektor telekomunikasi. 2. Posisi TBIG sebagai salah satu leader dalam sektor penyewaan menara dengan pertumbuhan pendapatan yang stabil.
Price (14/01/2016) Target Price Ticker Industry
Potensi peningkatan penggunaan data di Indonesia Indonesia telah mengalami pertumbuhan penggunaan telepon selular secara signifikan. Hanya dalam lima tahun (2005 – 2015), pengguna telepon selular di Indonesia meningkat hingga lima kali lipat menjadi 308 juta pengguna pada tahun 2015. Seiring dengan penggunaan telepon selular, pembangunan tower juga mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5% selama lima tahun terakhir. Saat ini terdapat sekitar 30 ribu menara yang tersebar di seluruh Indonesia dan sekitar 30% dimiliki oleh TBIG.
Buy IDR 5.625 IDR 7.050 TBIG Infrastruktur
Genio Bian Treba Alifianda
[email protected] TBIG
Target Price
11,000
10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 12/10/2014
3/10/2015
6/10/2015
9/10/2015
12/10/2015
Company Description
Posisi TBIG dalam bisnis penyewaan menara telekomunikasi Selama lima tahun terakhir, TBIG telah berhasil mencatatkan pertumbuhan menara sebesar 50% per tahun. Pertumbuhan menara tersebut diikuti oleh pertumbuhan penyewaan (tenancy) yang signifikan sebesar 54%. Meskipun sempat mengalami penurunan dalam rasio kolokasi (rasio antara jumlah menara dengan jumlah penyewaan), hal tersebut tidak menghambat ekspansi TBIG dalam mengakuisisi menara milik operator telekomunikasi. Valuasi Kami menetapkan target price 12 bulan ke depan untuk TBIG sebesar IDR 7.050 yang mencerminkan PE FY2016E sebesar 19,9x dan PS FY2016E sebesar 8,7x. Asumsi yang kami gunakan untuk mencapai target price tersebut adalah beta sebesar 0.7, equity risk premium sebesar 9.5%, risk-free rate sebesar 8,6%, serta terminal growth rate sebesar 4%. Dari berbagai asumsi tersebut, kami sampai pada weighted average cost of capital (WACC) sebesar 9.5%. Key Metrics Revenue (IDR bn) EBITDA (IDR bn) Net Income (IDR bn) EPS (IDR bn) ROA ROE P/E P/S P/B EV/EBITDA Interest coverage Debt to Equity
2012 1,715 1,398 842 176 5.9% 19.8% 33.3 16.4 7.0 25.6 2.7 2.06
2013 2,691 2,205 1248 260 6.7% 30.3% 23.1 10.7 7.2 18.3 2.4 3.16
2014 3,307 2,717 1301 276 5.9% 31.5% 34.9 13.7 11.4 22.5 1.8 3.89
2015E 3,461 2,935 1807 383 7.2% 32.4% 15.4 8.0 5.0 15.7 2.9 3.15
2016E 3,803 3,399 1673 355 6.7% 23.8% 19.9 8.7 4.7 14.0 2.8 2.31
2017E 4,373 4,208 2029 430 7.4% 23.0% 21.4 9.9 4.9 12.5 3.5 1.87
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) adalah salah satu market leader dalam bisnis penyewaan menara komunikasi. Saat ini, TBIG memiliki lebih dari 10.000 site komunikasi yang tersebar diseluruh Indonesia. Pelanggan TBIG terdiri dari pemain besar operator telekomunikasi seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Telkom, Tri, dan lain-lain.
Shareholders (3Q15) PT Wahana Anugerah Sejahtera PT Provident Capital Indonesia Masyarakat
27,52% 24,67% 47,81%
Stock Data 52-week range (IDR) Market Cap (IDR T) Shares O/S (IDR bn) JCI Weight Shares Float YTD Change Beta
5.775-9.800 32.137 4.718 0,7% 47,8% -30,9% 0,7
Sumber: MCI Research, Bloomberg
Your Trusted Professional 1
Investment Thesis Telecommunication Sector Opportunity: Indonesia Broadband Plan Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan penetrasi internet yang rendah. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan Indonesia Broadband Plan yang bertujuan untuk menyediakan layanan broadband internet kepada 30% dari populasi Indonesia pada tahun 2019. Target lain yang termasuk dalam rencana ini adalah peningkatan rasio koneksi rumah tangga ke internet broadband (20Mbps) menjadi 71% pada tahun 2019. Penetrasi mobile broadband juga ditargetkan akan mencapai 100%.
Tabel 1: Sasaran dari Kecepatan Akses Indonesia Broadband Plan Jaringan Akses
2014
2015E
2016E
2017E
2018E
2019E
Perkotaan Rumah
3 Mbps
3 Mbps
3 Mbps
5 Mbps 10 Mbps 20 Mbps
Gedung
100 Mbps
384 Mbps
512 Mbps
1 Gbps
1 Gbps
1 Gbps
Akses Bergerak
512 Kbps
512 Kbps
1 Mbps
1 Mbps 1 Mbps
1 Mbps
Rumah
1 Mbps
2 Mbps
2 Mbps
3 Mbps 5 Mbps
10 Mbps
Akses Bergerak
128 Kbps
256 Kbps
512 Kbps
1 Mbps 1 Mbps
Pedesaan 1 Mbps Sumber: Kominfo
Grafik 1: Sasaran dari Penetrasi Akses 120% 100%
93%
100%
100%
100%
100%
100%
80% 60%
40% 20%
27% 16%
0%
3%
2014
35%
31%
40%
18%
21%
23%
25%
3%
4%
4%
5%
2015
2016
2017
52%
45%
2018
30%
6% 2019
Akses Tetap Perkotaan
Akses Bergerak Perkotaan
Akses Tetap Pedesaan
Akses Bergerak Pedesaan
Sumber: Kominfo
Dari sasaran pembangunan infrastruktur pada Indonesia Broadband Plan, akses bergerak memiliki presentase yang lebih besar meskipun kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan akses tetap. Harga yang lebih terjangkau serta jangkauan yang lebih luas membuat akses bergerak menjadi prioritas utama pemerintah untuk menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Your Trusted Professional 2
Investment Thesis Terdapat tiga faktor yang mendukung prospek pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia: 1. Kondisi demografi Indonesia dengan kelas menengah yang tumbuh pesat. Pertumbuhan kelas menengah merupakan katalis utama dari pertumbuhan layanan telekomunikasi dan data. 2. Penetrasi internet yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, sementara di sisi lain, masyarakat semakin terbuka akan gaya hidup digital yang ditunjukkan oleh meningkatnya penggunaan smartphone dengan harga yang semakin terjangkau. Seiring dengan popularitas smartphone, layanan internet yang semakin terjangkau juga turut mendukung perkembangan industri telekomunikasi. 3. Persaingan antar operator telekomunikasi yang semakin terbuka dan ketat, yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan, efisiensi industri yang lebih tinggi, maupun munculnya inovasi-inovasi pada produk dan layanan, sehingga pada akhirnya akan mendorong semakin tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia. Pemerintah juga telah mengubah pola pengelolaan sektor telekomunikasi di Indonesia dari monopoli menjadi kompetisi dengan UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Sejak saat itu, industri telekomunikasi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pertumbuhan tersebut juda diakselerasi oleh kemajuan teknologi komunikasi yang menggunakan spektrum radio frekuensi sebagai alternatif dari jaringan kabel dan satelit.
1. Pertumbuhan kelas menengah: Pasar utama sektor telekomunikasi Kelas menengah, yang oleh Asian Development Bank digolongkan sebagai seseorang dengan pengeluaran $2-$4 per hari, tumbuh dengan pesat. Sedangkan Bank Dunia menggolongkan kelas menengah berdasarkan pendapatan dengan rentang Rp 2,6 juta 5,2 juta (kelas I), Rp 5,2 - 7,8 juta (kelas II), Rp 7,8 - 13 juta (kelas III), dan Rp 13 - 26 juta (kelas IV). Berdasarkan data Bank Dunia, pada tahun 2013, jumlah penduduk dengan pendapatan kelas menengah di Indonesia hanya 37,7 persen dari populasi. Namun pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai 134 juta jiwa atau 56,5 persen dari populasi.Setiap tahun kelas menengah tumbuh tujuh juta, sehingga Bank Dunia menilai pertumbuhan kelas menengah di Indonesia sangat cepat. Boston Consulting Group (BCG) merilis proyeksi jumlah kelas menengah di Indonesia. Gambar berikut menunjukkan proyeksi jumlah kelas menengah di Indonesia dari tahun 2012 hingga tahun 2020.
Your Trusted Professional 3
Investment Thesis Grafik 2: Proyeksi Kelas Menengah di Indonesia 2012
2020
80 70
60 50 40 30 20 10
0 Elite
Affluent
Upper Middle
Middle
Emerging Aspirant Middle
Poor
Sumber: Boston Consulting Group
Keterangan: Elite: pengeluaran bulanan lebih besar dari Rp 7.500.000 Affluent: pengeluaran bulanan antara Rp 5.000.000 sampai dengan Rp 7.500.000 Upper Middle: pengeluaran bulanan antara Rp 3.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000 Middle: pengeluaran bulanan antara Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 3.000.000 Emerging Middle: pengeluaran bulanan antara Rp 1.500.000 sampai dengan Rp 2.000.000 Aspirant Middle: pengeluaran bulanan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 1.500.000 Poor Middle: pengeluaran bulanan lebih kecil dari Rp 1.000.000
Kelas menengah merupakan sasaran utama industri telekomunikasi karena kelas menengah merupakan golongan yang mampu membelanjakan penghasilannya secara lebih. Euromonitor menyatakan bahwa pertumbuhan kelas menengah yang pesat di Indonesia akan mendorong industri-industri seperti turisme, healthcare, entertainment, tak terkecuali industri telekomunikasi.
2. Penetrasi internet dan smartphone yang relatif lebih rendah Penetrasi internet dan smartphone Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya infrastruktur yang mendukung. Meskipun demikian, pada tahun 2015, pertumbuhan akses internet di Asia Pasifik tumbuh sekitar 8% dan stabil sebesar 7% hingga tahun 2019. Emarketer memproyeksikan Indonesia akan memiliki 90 juta pengguna smartphone pada tahun 2019, naik 66% dari tahun 2015. Indonesia juga diprediksi akan memiliki pengguna internet sebesar setengah dari jumlah penduduk atau sekitar 123 juta pada tahun 2018. Pertumbuhan permintaan internet tersebut ditambah dengan komitmen pemerintah dalam menjalankan Indonesia Broadband Plan 2019 akan memberikan ruang yang luas kepada operator telekomunikasi dan perusahaan penyewa menara telekomunikasi untuk berkembang. Pemerintah menunjuk PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Sebagai agent of development yang menjalankan fungsi operasi pemerataan akses telekomunikasi. Portofolio menara TBIG yang mayoritas adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. turut memberikan katalis positif.
Your Trusted Professional 4
Investment Thesis Grafik 3: Penetrasi internet di berbagai negara Indonesia
11% 9% 13%
India
18% 12% 11% 11% 10% 12%
Phillippines Malaysia China
6% 8% 6% 4%
Hong Kong Singapore 0%
20%
40% 2015
60%
80%
100%
2019 Sumber: EMarketer
Penetrasi penggunaan smartphone juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada tahun 2014, penetrasi internet di Indonesia sebesar 32,6% atau setara dengan 44 juta pengguna. Emarketer memproyeksikan pada tahun 2019, Indonesia akan memiliki pengguna smartphone sebesar 92 juta atau naik sebesar 47,3 juta. Salah satu pendorong pertumbuhan penggunaan smartphone adalah murahnya biaya internet melalui mobile broadband dibandingkan dengan fixed line. Meskipun demikian, segmen fixed line masih lukratif karena pada segmen ini terdapat kelas menengah keatas yang mengkonsumsi high speed internet. Sedangkan segmen yang lebih besar ukurannya terletak pada mobile broadband. Grafik 4: Pelanggan telepon nirkabel dan telepon kabel Indonesia Mobile subscribers
Fixed Subscribers
350 300 250 200 150 100 50 0 2011
2012
2013
2014
2015 Sumber: EMarketer
Your Trusted Professional 5
Investment Thesis Grafik 5: Jumlah pengguna smartphone di Indonesia Smartphone users
Smartphone penetration
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
50.0% 45.0% 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% 2014
2015
2016
2017
2018
2019 Sumber: EMarketer
3. Persaingan yang kompetitif antara operator telekomunikasi Pada bulan Maret 2004, Menteri Perhubungan menerbitkan Keputusan No.33/2004, yang berisi larangan untuk melakukan penyalahgunaan oleh para penyedia layanan dan jaringan yang memiliki posisi dominan. Sebuah penyedia dinilai memiliki posisi dominan berdasarkan faktor seperti cakupan bisnis, jangkauan wilayah layanan dan apakah salah satu penyelenggara mengendalikan pasar tertentu. Persaingan di sektor telekomunikasi, sebagaimana seluruh sektor usaha di Indonesia, diatur secara lebih umum dalam UU No.5/1999 tanggal 5 Maret 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Bisnis Tidak Sehat (“UU Anti Monopoli”). UU Anti Monopoli melarang perjanjian dan kegiatan yang mengarah pada persaingan bisnis tidak sehat, serta penyalahgunaan posisi dominan di pasar. Persaingan yang kompetitif tersebut mendorong setiap operator untuk berinovasi dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Hal tersebut mendorong terjadinya perang harga antara operator telekomunikasi dan akuisisi baik konsumen baru maupun konsumen lama secara agresif. Dalam hal ini, TBIG sangat diuntungkan karena posisinya sebagai penyedia menara independen.
Your Trusted Professional 6
Industry Overview Tower Leasing Business Kebutuhan akan menara Base Transreceiver Station (BTS) serta mahalnya biaya perawatan membuat bisnis penyewaan menara tumbuh subur di Indonesia. Model bisnis penyewaan menara dapat digambarkan pada gambar dibawah dimana operator menara melakukan beberapa tahapan pembangunan yaitu: i. identifikasi site, ii. akuisisi site, iii. konstruksi, mekanis, dan kelistrikan, iv. instalasi. Gambar 1: Proses pembangunan menara
Dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi Sumber: Company
Identifikasi merupakan bagian dimana perusahaan telekomunikasi memberitahu pihak TBIG tentang kebutuhan site baru dalam radius di lokasi tertentu. Setelah proses konstruksi selesai, sebuah pemberitahuan dikirim kepada pelanggan (operator telekomunikasi). Selanjutnya, perjanjian dibuat terpisah berdasarkan penerimaan/ persetujuan pelanggan terhadap konstruksi menara (BAUK). Setelah itu, akkrual sewa dan fee pemeliharaan dimulai pada saat pengeksekusian BAUK. Rata-rata periode penyewaan adalah 10 tahun. Dari sisi competitiveness, bisnis penyewaan menara didominasi oleh beberapa pemain besar dengan TBIG dan TOWR (PT Sarana Menara Nusantara Tbk.) yang mendominasi pasar. Dari jumlah menara, jumlah penyewaan, dan pendapatan, TOWR lebih unggul dibandingkan dengan TBIG. Klien utama TBIG yang menjadi key driver adalah TLKM (PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.) dan ISAT ( PT Indosat Tbk.). Sedangkan key driver TOWR adalah TLKM dan PT Hutchison Indonesia. Grafik 6: Porter’s Five Forces Model
Bargaining Power of Supplier
Bargaining Power of Customers
Threat of New Entrants 5 4 3 2 1 0
Threat of Substitutes
Industry Rivalry
Sumber: MCI estimate
Your Trusted Professional 7
Industry Overview Shifting Towards Data Through Long-Term Evolution Broadband Network Pada bulan Juli 2015, pemerintah secara resmi mengesahkan tahap kedua implementasi jaringan 4G LTE dengan frekuensi 1.800 MHz di Indonesia. Lima operator yang telah secara resmi mendapatkan izin operasi 4G LTE adalah Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, dan Smartfren. Secara keseluruhan, lebar pita di frekuensi 1800 MHz adalah 75 MHz. Telkomsel memiliki total 22,5 MHz dengan 3 blok frekuensi yang terpisah, XL memiliki 22,5 MHz dalam 2 blok terpisah, Indosat memiliki total 20 MHz dengan 2 blok frekuensi yang terpisah, dan Tri memiliki total 10 MHz yang sudah bergabung. Telkomsel dan Indosat merupakan dua klien terbesar TBIG dengan revenue share sebesar 38% dan 28%. Melihat lebih dalam kontribusi pendapatan, Telkomsel memberikan pertumbuhan pendapatan sebesar 64,7% y-o-y pada FY2014 sementara Indosat memberikan kenaikan pendapatan sebesar 16,2% y-o-y pada FY2014. Meskipun pada 3Q15 mengalami penurunan laba sebesar 54% y-o-y akibat dari kenaikan biaya suku bunga (biaya lindung nilai), pertumbuhan pendapatan yang lemah (4,5% y-o-y), serta harga saham yang terus turun sebesar 39% year-to-date, kami mengestimasi akan ada momentum pertumbuhan yang signifikan dari penggunaan data 4G LTE sehingga dapat meningkatkan akuisisi dan pembangunan tower sebesar 9% pada FY2016E dan pertumbuhan penyewaan sebesar 10% FY2016E. Estimasi tersebut merupakan nilai konservatif dan jika implementasi re-farming spektrum 1.800 MHz untuk 4G LTE bisa berjalan dengan mulus pada 2H16, kami percaya bahwa pertumbuhannya akan lebih dari nilai tersebut. Grafik 7: Indonesia Data Connections (mn) 180 160
140 120 100 80 60 40 20 0 2011
2016 Sumber: Kominfo
Your Trusted Professional 8
Company Overview Dalam sub sektor konstruksi non bangunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat beberapa emiten yang memiliki lini bisnis serupa yaitu penyedia menara independen. Selain itu, operator telekomunikasi yang memiliki menara sendiri juga menyewakan menaranya ke pihak lain sehingga secara tidak langsung menjadi pesaing penyedia menara independen. Diantara penyedia menara independen, TBIG merupakan salah satu pemain besar dengan market share sekitar 35%. Dengan menggunakan strategi build-to-suit, TBIG mampu memfasilitasi pengadaan menara kepada klien dengan waktu yang tepat. Hal tersebut ditujukan untuk mendukung pertumbuhan organik (organic growth) yang sedang menjadi fokus TBIG. Grafik 8: Jumlah Menara dan Penyewaan
Grafik 9: Tenancy Ratio (Rasio Kolokasi) FY2014
Sumber: Company, MCI Research
BALI IBST TOWR SUPR TBIG 1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
Sumber: Annual Report, MCI Research
Grafik 10: Revenue 3Q2015 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 TBIG
SUPR
TOWR
IBST
BALI
Sumber: Annual Report, MCI Research
Your Trusted Professional 9
Financial Financial Performance: Stable Earnings TBIG mengalami pertumbuhan pendapatan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Sejak tahun 2010, TBIG mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 39% CAGR. Sampai tahun 2017, kami mengestimasi TBIG akan mampu mencatatkan pertumbuhan CAGR pendapatan sebesar 12,4%. Selama lima tahun terakhir TBIG juga mampu mencatat profit margin rata-rata sebesar 50%. Return on Equity (ROE) pada FY2014 sebesar 32%. Growth of Key Customers Jika dibagi menjadi berdasarkan kontribusi pendapatan, tiga besar customer utama TBIG mengalami pertumbuhan yang signifikan lima tahun terakhir. Pada tahun 2015, Telkomsel mampu memberikan pertumbuhan pendapatan sebesar 64,7%, Indosat sebesar 16,2%, dan XL Axiata sebesar 47,2%. Pada tahun 2016, XL Axiata akan melakukan tender offer 2.000—2.500 menaranya melalui mekanisme sale and lease back kepada beberapa operator menara termasuk TBIG. Hal tersebut dapat menjadi katalis positif terutama bagi TBIG yang berencana akan melakukan kegiatan akuisisi menara pada tahun 2016. Grafik 11: Revenue & Profitability
Revenue
Net Income
Profit Margin
60%
5,000,000
50%
4,000,000
40%
3,000,000
R AG
C 39%
30%
2,000,000
20%
1,000,000
10%
0%
0 2010 2011 2012 2013 2014 2015E 2016E 2017E Grafik 12: Revenue Breakdown
3% 3% 1%
PT Telekomunikasi Selular
8%
PT Indosat Tbk 38%
10%
PT XL Axiata Tbk
14%
PT Hutchison 3 Indonesia
23%
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
Sumber: Company, MCI Research
Your Trusted Professional 10
Financial Grafik 13: Revenue Breakdown 100% 90%
1.46% 5.48%
1.70% 5.37%
1.78% 6.35%
11.35%
8.71%
4.86%
1.72% 6.02% 2.84% 4.15%
2.25% 1.07% 2.48% 3.06%
12.05%
10.13%
7.85%
6.42%
80%
11.11% 13.52% 20.88%
70%
Others 10.47%
16.51%
60% 50%
38.92%
9.75%
PT Bakrie Telecom Tbk
12.77%
PT XL Axiata Tbk
PT Indosat Tbk
16.88% 7.94%
PT Telekomunikasi Selular
20% 9.85%
10%
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
PT Hutchison 3 Indonesia
23.48%
2.77%
30%
PT Axis Telekom Indonesia PT Smartfren Telecom Tbk
11.79% 22.19%
10.78%
40%
10.12%
14.15%
36.81%
33.29%
1.46%
27.48% 19.95%
10.02%
0% 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Company, MCI Research
Maintenance of Coverage and Leverage Pada tahun 2015, kami mengestimasi TBIG mampu mencatatkan rasio interest rate coverage sebesar 4. Nilai tersebut lebih tinggi dari rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 2,36. Peningkatan EBIT di Q32015 seiring dengan penurunan leverage mampu meningkatkan kemampuan TBIG dalam melunasi kewajiban utangnya. Tren deleveraging diperkirakan akan terjadi meskipun terjadi perlambatan akibat batalnya share swap dengan Mitratel. Outlook yang diberikan oleh Moody’s sebesar AA– menunjukkan performa bisnis yang kuat. Grafik 14: Leverage and Coverage 450% 400% 350% 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0%
6.00
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 2011
2012
2013
Tot Debt/Equity
2014 2015E 2016E 2017E Interest Coverage Ratio Sumber: Company, MCI Research
Your Trusted Professional 11
Financial Grafik 15: Tower and Tenancy 30,000
1.80
25,000
1.75 1.70
20,000
1.65
15,000
1.60 10,000
1.55
5,000
1.50
-
1.45 2011
2012
2013
Tower Tenants
2014
2015F
2016F
Tower Sites
2017F
Tenancy Ratio
Sumber: Company, MCI Research
Solid Cash Flow for Future Expansion Dengan proyeksi pendapatan kontrak baru yang memiliki jangka waktu 10 tahun, TBIG akan mampu menghasilkan cash flow yang solid untuk mendukung pertumbuhan organik. Pada FY2015E, kami mengestimasi TBIG dapat menghasilkan Rp 488 miliar cash flow setelah menggunakan capital expenditure sebesar Rp 2,6 triliun untuk akuisisi 2.000 menara baru. Hingga kini, perseroan memiliki fasilitas kredit yang belum ditarik senilai US$ 300 juta. Fasilitas pendanaan tersebut merupakan bagian dari Fasilitas Pinjaman Unsecured Term dan Revolving yang ditandatangani pada November 2014 senilai US$ 1 miliar. Dana tersebut masih cukup untuk ekspansi di tahun depan. Grafik 16: Cash Flow 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 -2,000,000
2011
2012
2013
2014 2015E 2016E 2017E
-4,000,000 -6,000,000 -8,000,000 Cash From Financing Activities Cash From Investing Activities Cash Flow From Operating Activities Sumber: Company, MCI Research
Your Trusted Professional 12
Investment Risk Financial Risk Tenant Credit Quality Risk Karena sifat penyewaan menara yang berjangka panjang (rata-rata 10 tahun), TBIG sangat bergantung kepada kondisi keuangan pelanggan dalam hal ini adalah operator telekomunikasi. Ketika pelanggan mengalami kesulitan keuangan, terdapat potensi tidak tertagihnya piutang usaha. Hal tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap kinerja keuangan TBIG yang selanjutnya mempengaruhi target price kami. Risiko kualitas kredit merupakan risiko utama yang dihadapi oleh TBIG. Interest Risk Karena sifat perusahaan yang padat modal, TBIG banyak mengandalkan utang bank dan obligasi untuk membiayai ekspansinya. Dengan rata-rata rasio utang terhadap ekuitas sebesar 2.4 serta proporsi biaya bunga terhadap pendapatan sebesar 30% membuat profit margin TBIG sangat dipengaruhi oleh perubahan suku bunga. Operational and Strategic Risk Land and Building Lease Risk Sebagian besar site telekomunikasi dibangun di atas lahan atau bangunan yang disewa. Ketika pemilik lahan tidak bersedia untuk memperpanjang sewa lahan bangunan, hal tersebut dapat merugikan TBIG. Natural Disaster Risk Site telekomunikasi yang dimiliki oleh TBIG tersebar dipulau-pulau utama di wilayah kepulauan Indonesia. Keadaan tersebut berpotensi terkena dampak dari bencana alam yang kemudian akan mempengaruhi kondisi site telekomunikasi. Site telekomunikasi yang rusak atau tidak berfungsi akan dapat merugikan operator telekomunikasi dan selanjutnya akan memberikan dampak pada pendapatan TBIG. Competition Risk Pelanggan TBIG dapat menempatkan peralatan telekomunikasi pada operator menara lain atau bahkan pada perusahaan telekomunikasi yang memiliki site. Dilihat dari sektornya, bisnis penyewaan menara merupakan bisnis dengan kompetisi yang cukup besar terutama setelah pemerintah mengeluarkan peraturan yang menghapuskan monopoli dalam industri telekomunikasi.
Your Trusted Professional 13
Valuation & Recommendation Kami menggunakan metode discounted cash flow (DCF) untuk mencapai nilai fair value sebesar IDR 7.050 yang mencerminkan 19,9x PE FY2016E, 8,7x PS FY2016E, dan 4.73 PBV FY2016E. Angka tersebut mencerminkan upside potential sebesar 25% dari harga sekarang. Metode DCF kami gunakan untuk melihat nilai wajar TBIG dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas di masa depan. Sebagai tambahan, kami juga menggunakan relative valuation dimana kami membandingkan TBIG dengan peers nya di sektor yang sama. Dibandingkan dengan rata-rata peers, TBIG diperdagangkan dengan discount PE sebesar 9%. Discount PE ini merupakan keuntungan dari TBIG jika melihat nilai ROE sebesar 31,5% dan ROA sebesar 5,9%. Profitabilitas tersebut lebih tinggi dari rata-rata ROE peers yang hanya sebesar 10,2% dan ROA sebesar 3,4%.
Tabel 2: DCF Assumptions Equity Weigh Debt Weigh Beta Equity Risk Premium Risk Free Rate Cost of Equity Cost of Debt Cost of Capital Terminal Growth Rate
26% 74% 0.7 9.5% 8.6% 15.3% 6.0% 8.4% 4%
Sumber: Company, MCI Estimate
Kriteria rekomendasi kami dimana Buy jika upside potensial +15%, hold jika antara – 15% dan +15%, dan sell jika downside potential lebih dari –15%. Oleh karena itu, kamu merekomendasikan Buy untuk TBIG dalam Stock Call ini. Grafik 17: Return Against JCI TBIG (%)
JCI (%)
110 100 90 80 70
60 50 1/2/2015
3/2/2015
5/2/2015
7/2/2015
9/2/2015 11/2/2015
Sumber: Bloomberg, MCI Research
Grafik 18: Relative Valuation Field Diagram
52 Week Range DCF 11-15% WACC, 5-9x Terminal Multiple
2015E P/BV 2014 P/BV 2015E P / E:
2014 P / E: 2015E EV / EBITDA: 2014 EV / EBITDA: 2015E P/S:
2014 P/S: -
5,000
10,000
Minimum to 25 Percentile
15,000
20,000
25 Percentile to Median
25,000
30,000
35,000
Median to 75 Percentile
40,000
45,000
50,000
55,000
60,000
75 Percentile to Maximum
Sumber: Bloomberg, MCI Research
Your Trusted Professional 14
Appendix I: Balance Sheet and Income Statement Income Statement Revenue - Cost of Goods Sold Gross Income - Operating Expenses (Research & Dev Costs) EBIT - Interest Expense - Foreign Exchange Losses (Gains) - Net Non-Operating Losses (Gains) Pretax Income - Income Tax Expense Income Before XO Items - Extraordinary Loss Net of Tax - Minority Interests Net Income EBITDA
Balance Sheet Total Assets Total Current Assets + Cash & Near Cash Items + Short Term Investments + Accounts & Notes Receivable + Inventories + Other Current Assets Total Long-Term Assets + Long Term Investments Gross Fixed Assets Accumulated Depreciation + Net Fixed Assets + Other Long Term Assets Total Current Liabilities + Accounts Payable + Short Term Borrowings + Other Short Term Liabilities Total Long Term Liabilities + Long Term Borrowings + Other Long Term Borrowings Total Liabilities + Long Preferred Equity + Minority Interest + Share Capital & APIC + Retained Earnings & Other Equity Total Shareholders Equity Total Liabilities & Equity Book Value Per Share
2011 970 143 827 119 707 247 14 (66) 513 21 492 18 474 764
2012 1,715 264 1,452 171 1,280 467 84 (184) 913 (14) 927 85 842 1,398
2013 2,691 396 2,295 242 2,052 862 799 (786) 1,177 (174) 1,352 104 1,248 2,205
2014 3,307 510 2,797 292 2,505 1,417 192 (535) 1,431 58 1,372 71 1,301 2,717
2015E 3,461 518 2,942 288 2,654 929 (535) 2,261 339 1,921 115 1,807 2,935
2016E 3,803 570 3,233 297 2,936 1,043 (535) 2,427 364 2,063 390 1,673 3,399
2017E 4,373 655 3,718 320 3,398 981 (535) 2,952 443 2,509 481 2,029 4,208
2011 6,880 1,186 500 17 149 34 487 5,694 4,283 437 53 384 1,027 870 77 244 549 3,305 3,254 52 4,175 193 1,640 873 2,705 6,880 551
2012 14,317 2,301 507 1 154 229 1,410 12,016 10,364 154 66 87 1,565 2,182 253 858 1,071 7,890 7,871 19 10,072 251 2,397 1,598 4,245 14,317 833
2013 18,719 2,599 647 1 603 328 1,019 16,121 12,965 310 91 220 2,936 3,931 126 2,331 1,475 10,674 10,650 24 14,605 126 1,819 2,169 4,114 18,719 831
2014 22,034 3,152 901 2 491 404 1,355 18,882 15,041 598 125 474 3,367 9,124 178 7,314 1,632 8,779 8,748 31 17,903 150 1,264 2,717 4,131 22,034 844
2015E 24,965 3,829 1,455 2 606 411 1,355 21,136 16,987 957 175 782 3,367 7,511 181 5,698 1,632 11,884 11,853 31 19,395 1,264 4,306 5,570 24,965 1,181
2016E 25,104 3,808 1,334 2 666 452 1,355 21,296 16,638 1,579 289 1,290 3,367 3,097 199 1,266 1,632 14,982 14,951 31 18,079 1,264 5,761 7,025 25,104 1,489
2017E 27,292 5,621 2,979 2 766 520 1,355 21,670 16,046 2,764 506 2,258 3,367 3,226 229 1,365 1,632 15,229 15,199 31 18,455 1,264 7,572 8,836 27,292 1,873
Your Trusted Professional 15
Appendix II: Key Ratios & Peers Comparison Ratios Valuation Ratios (x) Price Earnings Price to Sales Price to Book Profitability Ratios (%) Gross Margin EBITDA Margin Operating Margin Profit Margin Return on Assets Return on Equity Leverage & Coverage Ratios (x) Current Ratio Quick Ratio Interest Coverage Ratio Tot Debt/Capital Tot Debt/Equity Turnover Ratios (x) Asset Turnover Accounts Receivable Turnover Accounts Payable Turnover Inventory Turnover Growth (%) Sales EBIT Net Income
2011
2012
2013
2014
2015E
2016E
2017E
22.8 11.2 4.3
33.3 16.4 7.0
23.1 10.7 7.2
34.9 13.7 11.4
15.4 8.0 5.0
19.9 8.7 4.7
21.4 9.9 4.9
85.2% 78.7% 72.9% 48.9% 6.9% 17.5%
84.6% 81.5% 74.6% 49.1% 5.9% 19.8%
85.3% 82.0% 76.3% 46.4% 6.7% 30.3%
84.6% 82.2% 75.8% 39.4% 5.9% 31.5%
85.0% 84.8% 76.7% 52.2% 7.2% 32.4%
85.0% 89.4% 77.2% 44.0% 6.7% 23.8%
85.0% 96.2% 77.7% 46.4% 7.4% 23.0%
1.36 0.77 2.87 0.51 1.29
1.05 0.30 2.74 0.61 2.06
0.66 0.32 2.38 0.69 3.16
0.35 0.15 1.77 0.73 3.89
0.51 0.27 2.86 0.70 3.15
1.23 0.65 2.81 0.65 2.31
1.74 1.16 3.46 0.61 1.87
0.14 6.93 1.81 3.54
0.12 11.31 1.60 2.01
0.14 7.10 2.09 1.42
0.15 6.04 3.36 1.39
0.14 6.31 2.89 1.27
0.15 5.98 3.00 1.32
0.16 6.11 3.07 1.35
44.5% 52.6% 45.2%
76.8% 81.0% 77.5%
56.8% 60.3% 48.2%
22.9% 22.1% 4.3%
4.6% 5.9% 38.8%
9.9% 10.6% -7.4%
15.0% 15.7% 21.3%
ROE (%) 2014 2015E 31.5% 32.4% -18.3% 11.6% 20.2% 26.1% 7.1% 8.2% 11.4% 14.1% 5.2% 6.4% 17.4% 16.3% 16.9% 14.8% 1.7% 5.9% 12.9% 9.2% 6.2% 5.2% 10.2% 13.7% -18.3% 5.2% 5.4% 6.9% 9.2% 10.4% 15.9% 14.6% 20.2% 26.1%
ROA (%) 2014 2015E 5.9% 7.2% -4.0% 9.2% 5.1% 9.3% 5.3% 6.2% 7.1% 8.5% 3.1% 2.1% 5.0% 5.6% 6.1% 4.6% 0.4% 5.8% 3.0% 2.5% 0.6% 2.2% 3.4% 5.8% -4.0% 2.1% 1.2% 3.0% 4.1% 5.7% 5.2% 7.9% 7.1% 9.3%
Valuation Statistics Company Name TOWER BERSAMA INFRASTRUCTURE: TBIG IJ Equity SOLUSI TUNAS PRATAMA: SUPR IJ Equity SARANA MENARA NUSANTARA: TOWR IJ Equity CHANGSHU FENGFAN POWER EQU-A: 601700 CH Equity BHARTI INFRATEL LTD: BHIN IN Equity BEIJING MITENO COMMUNICATI-A: 300038 CH Equity CHINA CAMC ENGINEERING CO -A: 002051 CH Equity CHINA MACHINERY ENGINEERIN-H: 1829 HK Equity NCC LTD: NJCC IN Equity CH. KARNCHANG PUBLIC CO LTD: CK TB Equity ASHOKA BUILDCON LTD: ASBL IN Equity Average Peers Minimum 25th Percentile Median 75th Percentile Maximum
P/S 2014 2015E 13.89x 8.73x 5.70x 5.00x 10.31x 10.69x 2.62x 4.09x 6.24x 5.99x 4.78x 14.00x 2.20x 2.16x 0.85x 0.84x 0.51x 0.45x 1.30x 1.39x 1.20x 1.29x 4.51x 4.97x 0.51x 0.45x 1.22x 1.31x 2.41x 3.13x 5.47x 5.74x 10.31x 14.00x
EV/EBITDA 2014 2015E 22.48x 15.74x 16.09x 10.91x 14.53x 14.86x 23.84x NA 14.17x 13.14x 33.30x NA 12.65x 8.14x NA NA 8.76x 7.47x 29.93x 31.59x 15.07x 9.85x 19.08x 13.96x 8.76x 7.47x 14.17x 9.00x 15.07x 10.91x 23.84x 14.00x 33.30x 31.59x
P/E P/BV 2014 2015E 2014 2015E 35.29x 23.67x 11.50x 5.99x NA 24.42x 3.28x 1.96x 50.61x 35.89x 9.05x 8.44x 31.14x 37.29x 2.20x 1.24x 36.53x 31.32x 4.28x 4.33x 56.67x 149.16x 2.83x NA 24.18x 18.60x 3.99x 3.00x 9.32x 9.53x 1.51x 1.30x 91.10x 20.17x 1.83x 1.17x 18.57x 32.57x 2.24x 2.32x 34.15x 34.60x 2.06x 1.81x 38.75x 37.93x 4.07x 3.15x 9.32x 9.53x 1.51x 1.17x 24.18x 21.23x 2.09x 1.30x 34.15x 31.95x 2.53x 1.96x 50.61x 35.57x 3.81x 3.00x 91.10x 149.16x 9.05x 8.44x
Your Trusted Professional 16
Appendix III: Cash Flow Cash Flow Net Income Depreciation & Amortization Non-Cash Adjustment Cash Flow From Operating Activities + Disposal of Fixed Assets + Capital Expenditures + Increase in Investments + Decrease in Investments + Other Investing Activities Cash From Investing Activities + Dividends Paid + Increase in Short Term Borrowings + Increase in Long Term Borrowings + Decrease in Long Term Borrowings + Increase in Capital Stocks + Decrease in Capital Stocks + Other Financing Activities Cash From Financing Activities Net Changes in Cash Cash at the beginning of the year Cash and cash equivalents Restricted cash in banks - beginning Ending year cash Restricted cash in banks - end
2011 474 56 101 631
2012 842 118 317 1,277
2013 1,248 153 (696) 704
2014 1,301 212 (242) 1,271
2015E 1,807 280 (119) 1,968
2016E 1,673 463 (83) 2,053
2017E 2,029 810 (138) 2,701
0 (237) (1,248) (1,484)
15 (492) (305) (4,791) (5,572)
1 (41) (681) (1,870) (2,591)
0 (284) (1,498) (581) (2,363)
(2,685) (2,685)
(622) (622)
(1,184) (1,184)
(114) 1,142 (658) (3) 366
5,345 (958) (0) 4,387
(288) (288) 18,139 4,362 (2,311) (15,412) (459) 273 (841) 2,036 1,139
(218) (1,616) 3,105 1,271
(218) (4,432) 3,098 (1,552)
(218) 99 248 129
(487)
92
149
47
554
1,100 1,047 52 500 (114)
613 500 114 507 (198)
705 507 198 647 (207)
854 647 207 901 -
901 901 1,455 -
(121) 1,455 1,455 1,334 -
1,645 1,334 1,334 2,979 -
Your Trusted Professional 17
RESEARCH
+62 21 7917 5599
62431
Helen Vincentia Dimas Satria Hardianto Dida Fathdira
Head of Research, Economic, Infrastructure, Construction, Banking, Cement Consumer Goods, Retail Plantation, Media, Textile Property
[email protected] +62 21 7917 5599
[email protected] +62 21 7917 5599
[email protected] +62 21 7917 5599
62035 62035 62035
Genio Bian Fadlillah Qudsi
Mining, Telco, Transportation Technical Analyst
[email protected] [email protected]
+62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599
62425 62425
Danny Eugene
[email protected]
INSTITUTIONAL SALES
Hendry Kuswari Gunawan Sudrajat Ratna Wijayanti Suparman Rachmadian Iskandar Z Ety Sulistyowati Dewi Suryani Widianita Rinny Oktaviany Renita Anggraeni Rahayu Kusumaningsih
Head of Sales, Trading & Dealing Institutional Sales Institutional Sales Institutional Sales Institutional Sales Institutional Sales Institutional Sales Institutional Client Care Institutional Client Care Administrasi Equity HO Administrasi Equity HO
Fixed Income Sales & Trading Tel. +62 21 7995 795, 7917 5559-62 Fax. +62 21 7917 5965
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
+62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599 +62 21 7917 5599
62037 62046 62178 62058 62402 62408 62441 62439 62411 62037 62037
Investment Banking Tel. +62 21 7917 5599 Fax. +62 21 7919 3900
Head Office Menara Bank Mega Lt.2 Jl.Kapten P.Tendean. Kav 12-14A, Jakarta 12790 021-7917 5599 , 021-7919 3900
Bandung Menara Bank Mega Lt.3 Jl.Gatot Subroto No.283 Bandung 40273 022-8734 0972 , 022-8734 0985
Jakarta - Pondok Indah Plaza 5 Pondok Indah, Blok D No.15 Lt.2 Jl. Margaguna Raya Radio Dalam Pondok Indah, Jakarta Selatan 12420 021-723 4437 , 021-7279 8140
Surabaya Ruko Embong Kemiri Square No.2G-2H (Ruko Asuransi PT.Asuransi Umum Mega) Jl.Raya Embong Kemiri, Embong Kaliasin Genteng, Surabaya 60271 031 547 1200 , 031-547 2492
Jakarta - Roxy Ruko Gading Bukit Indah Lt.2 Jl. Raya Bukit Gading Raya Blok A, No.26 Kelapa Gading, Jakarta Utara 14240 021-4587 4243 , 021-4587 4246
Makasar Menara Bank Mega Lt.2 Kawasan Trans Studio Jl.Metro Tanjung Bunga, Makasar 90134 0411-811 8800 , 0411-811 8802
Jakarta - Kelapa Gading Ruko Gading Bukit Indah Lt.2 Jl. Raya Bukit Gading Raya Blok A, No.26 Kelapa Gading, Jakarta Utara 14240 021-451 5717 , 021451 5720
Yogyakarta Gedung Bank Mega 3rd Floor Jl.Gejayan (Affandi) No.22 Yogyakarta 55281 0274 - 582 929 , 0274 582 931
DISCLAIMER This Document is for information only and for the use of the recipient. It is not to be reproduced or copied or made available to others. Under no circumstances is it to be considered as an offer to sell or solicitation to buy any security. Any recommendation contained in this report may not be suitable for all investors and strictly a personal view and should not be used as a sole judgment for investment. Moreover, although the information contained herein has been obtained from sources believed to be reliable, its accuracy, completeness and reliability cannot be guaranteed. All rights reserved by PT Mega Capital Indonesia.
Your Trusted Professional 18