PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN IMS,HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA, Menimbang : a. bahwa IMS, HIV dan AIDS merupakan ancaman bagi perkembangan penduduk di Kabupaten Jayapura sehingga untuk memutus mata rantai penyebaran IMS, HIV dan AIDS diperlukan partisipasi semua pihak baik Lembaga Pemerintah, Badan Usaha, LSM, Para Tokoh, maupun masyarakat; b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS pada saat ini, maka perlu diubah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut huruf a,huruf b, dan huruf c diatas, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1818); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 12Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3551); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698); 6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671);
1
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 8. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2008 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4842); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5063); 14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5587); 15. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 17. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan AIDS(Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2010 Nomor 8); 18. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Jayapura (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2008 Nomor 8);
Dengan Persetujuan Bersama 2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JAYAPURA dan BUPATI JAYAPURA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAHTENTANGPENANGGULANGAN HIV DAN AIDS.
IMS,
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah adalah yang selanjutnya disebut Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Daerah adalah Kabupaten Jayapura. 4. Bupati adalah Bupati Jayapura. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jayapura. 6. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah Perangkat Daerah yang menjalankan sebagian tugas pemerintahan dibidang masing-masing. 7. Komisi Penganggulangan AIDS Kabupaten Jayapura yang selanjutnya disebut KPA Kabupaten Jayapura adalah Komisi yang dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Jayapura yang mempunyai tugas memimpin, mengelola, mengkoordinasikan, dan melaksanakan kegiatankegiatan dalam rangka penanggulangan IMS, HIV dan AIDS di Kabupaten Jayapura. 8. Penanggulangan adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif, preventif, diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif yang dimaksudkan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah tidak menyebar ke daerah lain serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkanya. 9. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus yang menyebabkan menurunnya sistim kekebalan tubuh penderita yang kemudian dapat berakibat terjadinya (AIDS)Acquired Immune Deficiency Syndrom. 10. Acquired Immune Deficiency Syndrome selanjutnya disingkat AIDS adalah sekumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV kedalam tubuh seseorang. 11. Infeksi Menular Seksual selanjutnya disingkat IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui transaksi seksual secara vaginal, anal/melalui dubur, dan oral/melalui mulut.
3
12. Layanan Komprehensip Berkesinambungan yang selanjutnya disingkat LKB adalah upaya yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMSsecara paripurna, yaitu sejak dari rumah atau komunitas, ke fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik dan rumah sakit dan kembali ke rumah atau komunitas. 13. Fasilitas Layanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Fasyankes adalah unit-unit yang melaksanakan pelayanan kesehatan baik layanan kesehatan dasar (Puskesmas, Klinik) maupun layanan kesehatan lanjutan (rumah sakit). 14. Konseling dan Tes Sukarela yang selanjutnya disingkat KTS, sebagai alih bahasa dari Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah tes darah secara sukarela atas inisiatif sendiri untuk mengetahui status HIV seseorang. 15. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu kepada Anak yang selanjutnya disebut (PPIA) sebagai alih bahasa dari Preventions of Mother to Child Transmition (PMTCT) yaitu upaya pencegahan penularan HIV dari seorang ibu kepada bayinya baik selama mengandung, dalam proses persalinan maupun selama menyusui. 16. Konseling dan Tes HIV secara Sukarela atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP) sebagai alih bahasa Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) adalah deteksi dini HIV dan AIDS atas inisiatif Petugas Kesehatan. 17. Orang yang terinfeksi HIV dan AIDS selanjutnya disingkat dengan OTHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV dan AIDS baik yang sudah menampakan gejala maupun belum. 18. Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) sebagai alih bahasa dari Care, Suport and Treatment (CST) adalah serangkaian pelayanan terhadap orang yang terinfeksi HIV dan AIDS yang meliputi pemberian perhatian, pemberian dukungan dalam rangka meningkatkan semangat, baik berupa fisik, non fisik, maupun moral, dan pengobatan sesuai standart pelayanan kesehatan. 19. Konselor HIV dan AIDS adalah seseorang yang telah mengikuti pelatihan khusus sehingga mampu memberikan konseling HIV dan AIDS. 20. Perilaku beresiko adalah perilaku seseorang yang berpotensi tertular dan atau menularkan IMS atau HIV dari atau kepada orang lain. 21. Pekerja Seks Komersial yang selanjutnya disingkat PSK adalah seorang yang menyediakan dirinya (perempuan, laki-laki, atau waria) untukmelakukan transaksi seksual dengan mendapat imbalan. 22. Pacar/Kiwir-kiwir atau sebutan lain yang oleh seorang PSK dianggap sebagai yang dapat melindungi dirinya serta dipandang dapat membantu memecahkan persoalan yang sedang dihadapi, atau tempat curhat, sehingga jika melakukan transaksi seks tanpa harus membayar. 23. Mucikari adalah seseorang yang mengambil keuntungan dengan menyediakan fasilitas dan mempekerjakan orang lain untuk melakukan transaksi seks dengan memperoleh imbalan berupa uang sebagai mata pencahariannya. 24. Kondom adalah sarung karet yang dipasang pada alat kelamin laki-laki (Penis) maupun perempuan (Vagina) pada waktu melakukan hubungan seks dengan maksud untuk mencegah penularan penyakit akibat hubungan seks maupun pencegahan kehamilan.
4
25. Sunat atau sirkumsisi (sayatan melingkar) adalah suatu tindakan memotong preputium/kulup/kulit pada kepala penis secara melingkar sehingga glans/kepala penis tidak tertutup kulit. 26. Lembaga Swadaya Masyarakat selanjutnya disingkat LSM adalah lembaga non pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan penyadaran masyarakat dalam upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. 27. Peran serta masyarakat adalah keikut sertaan masyarakat dalam upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS dengan manjaga diri sendiri, keluarga dan masyarakat. 28. Forum dialog masyarakat adalah suatu pertemuan antara masyarakat dengan pihak-pihak berkompetan dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. 29. Tempat Kerja adalah semua tempat yang terdapat aktifitas untuk memproduksi sesuatu barang atau jasa, baik dalam rangka kegiatan ekonomi maupun sosial. 30. Pegawai/Pekerja/Buruhadalah setiap orang yang bekerja pada seseorang atau perusahaan atau negara untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan secara terus menerus dengan menerima upah. 31. Pegawai/Pekerja/Buruh dengan HIV dan AIDS (Buruh OTHA) adalah Pegawai/Pekerja/Buruh yang sudah terinfeksi HIV dan AIDS. 32. Lembaga pendidikan adalah tempat dilakukannya proses belajar dan mengajar baik formal, informal dan non formal. 33. Asrama, Rumah Kos/Rumah Sewa adalah bangunan yang dihuni oleh orang banyak sebagai tempat tinggal yang bukan merupakan satu keluarga. 34. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jayapura yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atau kelalaian sebagimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. 35. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jayapura. BAB II AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Peraturan Daerah ini disusun berdasarkan azas yaitu : a. Perikemanusiaan; b. Keseimbangan; c. Manfaat; d. Perlindungan; e. Penghormatan terhadap hak dan kewajiban; f. Keadilan gender; g. Non diskriminatif; h. Norma agama; dan
5
i. Budaya masyarakat. Pasal 3 Pengaturan penanggulangan IMS, HIVdan AIDS bertujuan untuk : a. Menurunkan hingga meniadakan infeksi IMS dan HIV baru; b. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS; c. Meniadakan diskriminasi terhadap OTHA; d. Meningkatkan kualitas hidup OTHA; dan e. Mengurangi dampak sosial ekonomi dari pengidap IMS. HIV dan AIDS baik secara individu keluarga maupun masyarakat.
BAB III OBYEK DAN SUBYEK Bagian Kesatu Obyek Pasal 4 Obyek dalam Peraturan Daerah ini adalah semuaaktivitas atau perilaku yang memungkinkanterjadinya penularanIMS maupun HIV dari seseorang kepada orang lain. Bagian Kedua Subyek Pasal 5 Subyek penanggulangan IMS,HIV dan AIDS dalam Peraturan Daerah ini adalah semua orang, lembaga pemerintah, lembaga/organisasi swasta, pimpinan tempat kerja, dan organisasi kemasyarakatan lainnya diwilayah Kabupaten Jayapura. BAB IV RUANG LINGKUP Pasal 6 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi penanggulangan IMS, HIV dan AIDS secara komprehensif dan berkesinambungan yang terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.
6
BAB V TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB Bagian Kesatu Bupati Pasal7 Bupati dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. Menyusun kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif diagnosis, PDP (perawatan, dukungan, danpengobatan), dan rehabilitasi; b. Bekerjasama dengan Pemerintah, PemerintahProvinsi Papua, Pemerintah Daerah lainnya, DPRD, Pimpinan Partai Politik, Pimpinan adat, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan, Pimpinan Lembaga Agama, Pimpinan Perusahaan, LSM, dan Lembaga Donor dalam mengimplementasikan kebijakan serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan; c. Menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; d. Mengembangkan sistem informasi penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; e. Menjamin ketersediaan dana untuk penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; f. Membuka ruang dialog Pemerintah Daerah, masyarakat dan stakeholders. Pasal 8 (1) Untuk memimpin, mengkoordinasikan, memobilisasi semua komponen masyarakat dalam penanggulangan AIDS Bupati membentuk KPA. (2) Pembentukan keangotaan pengurus KPAsebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (3) Pengangkatan pengurus KPAsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh Sekretaris Daerah berdasarkan saran dan masukan dari Kepala Dinas Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Ketua KPA mengangkat dan memberhentikan staf sekretariat KPA. (5) Jumlah, jenis ketrampilan dan jenjang pendidikan staf sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disesuaikan dengan kebutuhan. (6) Penjabaran tugas secara rinci pengurus KPA ditetapkan dengan Peraturan Bupati atas usul Ketua KPA. (7) Penjabaran tugas secara Peraturan Ketua KPA.
rinci
Sekretariat
KPA
ditetapkan
dengan
Bagian Kedua DPRD Pasal 9 DPRD dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. Bersama Bupati menyusun regulasi tentang penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; b. Mendukung kebijakan Bupati dalam bidang penanggulangan IMS, HIV dan AIDS;
7
c. Mengawasi, memonitor dan mengevaluasi penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
kebijakan
Bupati
dalam
Bagian Ketiga Tokoh Adat dan Tokoh Agama Pasal 10 Tokoh adat dan tokoh agama dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. Menumbuh-kembangkan norma adat yang positif dan norma agama dalam upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS dilingkungan adat dan jamaahnya masing-masing; b. Berperan sebagai tokoh kunci dalam upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; c. Berperan sebagai pemberi informasi dan penggerak perubahan perilaku sehat bagi masyarakat dilingkungan masing-masing. Bagian Keempat Individu, Keluarga dan Masyarakat Pasal 11 Individu, Keluarga, dan Masyarakat dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. Berperan aktif dalam upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; b. Berperan aktif memantau dan melaporkan setiap aktifitas/usaha dilingkungan tempat tinggal masing-masing yang dapat menjadi penyebab terjadinya penularan IMS, HIV dan AIDS; c. Setiap keluarga bertanggungjawab atas keselamatan anggota keluarganya masing-masing dari penularan IMS, HIV; d. Setiap orang yang mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi IMS, HIV dan AIDS wajib untuk melakukan upaya pencegahan bagi dirinya sendiri dan orang lain agar tidak tertular dan menularkan kepada orang lain; e. Setiap Kepala Keluarga bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai keagamaan, moral, etika, dan norma adat demi keselamatan anggota keluarganya dari ancaman penularan IMS dan HIV. Bagian Kelima LSM Pasal 12 LSM dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. Melakukan penjangkauan kepada masyarakat melakukan pendampingan terhadap OTHA;
yang
berisiko
b. Bekerjasama dengan unit layanan kesehatan dalam rangka LKB;
8
dan
c. Bekerjasama dengan pemerintah, tokoh adat, tokoh agama dan pemangku kepentingan lainnya. Bagian Keenam Pemangku Kepentingan Lainnya Pasal 13 Pemangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. Mendukung kebijakan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS; b. Menyebarluaskan informasi IMS, HIV dan AIDS secara komprehensif. Pasal 14 Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam penanggulangan IMS, HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 harus memperhatikan nilai-nilai agama, budaya, norma adat setempat, dan hak azasi manusia. BAB VI Penanggulangan Bagian Kesatu Promosi Pasal 15 (1) Pemerintah Daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, pimpinan perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya wajib menyebarluaskan informasi atau promosi kaesehatan yang benar dan dilakukan secara terus menerus tentang IMS, HIV dan AIDS kepada seluruh anggota masyarakat. (2) Penyebarluasan informasi yang benar dan terus menerus tentang IMS, HIV dan AIDS dilaksanakan agar ada perubahan perilaku masyarakat menuju hidup sehat. (3) Pelaksanaan penyebarluasan informasi tentang IMS, HIV dan AIDS dapat dilakukan dengan cara dialog dengan media gambar, film dan alat peraga lainnya. (4) KPA berkewajiban mengkoordinasikan upaya penyebarluaan informasi mengenai IMS, HIV dan AIDS yang benar dan terus menerus dan/atau mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyebarluasan informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepada seluruh anggota masyarakat.
Bagian Kedua Pencegahan Paragraf 1 Umum Pasal 16 Pemerintah Daerah,Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat,Pimpinan LSM, Pimpinan Perusahaan dan Pemangku Kepentingan lainnya wajib 9
melakukan upaya pencegahan terhadap penularan IMS dan HIV baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Pasal 17 Pencegahan penularan IMS dan HIV sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16adalah dalam rangka menurunkan hingga meniadakan penularan IMS, HIV dan AIDS. Paragraf 2 Tanggung Jawab Pencegahan Penularan IMS, HIV Melalui Transmisi Seksual Pasal 18 Pencegahan penularan IMS dan HIV melalui transmisi seksual dilakukan di : a. Dalam lokasi; b. Luar lokasi; c. Tempata kerja; d. Lingkungan kantor SKPD; e. Lingkungan pendidikan formal dan non formal; f. Lingkungan perguruan tinggi; g. Lingkungan asrama, dan rumah kost/rumah sewa h. Lingkungan RT dan RW; i. Lingkungan organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan; j. Lingkungan lembaga pemasyarakatan; dan k. Komunitas LSL, Waria, dan pria beresiko tinggi. Pasal 19 Pencegahan penularan IMS dan HIV di dalam lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a menjadi tanggung jawab mucikari, PSK, pelanggan dan pacar. Pasal 20 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV terhadap komunitas yang memiliki masalah sosial di luar lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b menjadi tanggung jawab Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, LSM, dan KPA. (3) SKPD terkait bertanggungjawab memberikan perhatian khusus kepada : a. anak yatim piatu yang orang tuanya meningggal karena AIDS; dan b. OTHA yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki masalah sosial. Pasal 21 LSM memiliki tanggung jawab melakukan penjangkauan, pendampingan dan pembinaan terhadap PSK dan komunitas lainnya yang beresiko tertular IMS dan HIV di luar lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b.
10
Pasal 22 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c menjadi tanggung jawab pimpinan perusahaan atau pimpinan tempat usaha. (2) Untuk mempercepat usaha pencegahan penularan IMS dan HIV di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan perusahaan atau pimpinan tempat usaha dapat membentuk Satuan Tugas Pencegahan Penularan IMS dan HIV. (3) Dalam melaksanakan tugasnya satuan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bekerja sama dengan tenaga di luar perusahaan atau tempat usaha yang ahli di bidang IMS, HIV dan AIDS. (4) Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Dinas Pariwisata berkewajiban melakukan pembinaan terhadap usaha pencegahan penularan IMS dan HIV di tempat kerja. Pasal 23 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan kantor SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d menjadi tanggung jawab kepala SKPD. (2) Untuk mewujudkan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada setiap SKPD dapat dibentuk Kelompok Kerja Pencegahan Penularan IMS dan HIV. (3) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, KPA, LSM, dan pihak lain yang berkompeten dalam pencegahan penularan IMS dan HIV. (4) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas kelompok kerja sebagaimana dimaskud pada ayat (2) dibebankan pada SKPD masingmasing. Pasal 24 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan pendidikan formal dan non formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e menjadi tanggung jawab Kepala atau sebutan lain dari pendidikan formal dan non formal yang bersangkutan. (2) Guna memberikan pengetahuan tentang IMS, HIV dan AIDS kepada peserta didik pendidikan formal, Pemerintah Daerah wajib menjadikan pembelajaran tentang IMS, HIV dan AIDS dalam kurikulum pembelajaran. (3) Kurikulum pembelajaran tentang IMS, HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam panduan umum dan teknis yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Papua. (4) Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan berkewajiban melakukan bimbingan teknis, pengawasan dan mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tentang IMS, HIV dan AIDS pada jenjang pendidikan formal dan non formal.
11
(5) Satuan pendidikan yang memiliki keterbatasan sumber daya dalam memberikan pembelajaran tentang IMS, HIV dan AIDS dapat bekerja sama dengan lembaga lain yang memiliki kompetensi di bidang IMS, HIV dan AIDS. (6) Pembelajaran tentang IMS, HIV dan AIDS pada jenjang pendidikan non formal dapat dilakukan melalui sosialisasi pada awal kegiatan/pembelajaran. (7) Petunjuk teknis tentang pembelajaran pencegahan penularan IMS dan HIV pada jenjang pendidikan formal ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 25 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f menjadi tanggung jawab Rektor atau sebutan lainnya. (2) Kebijakan pencegahan penularan IMS, HIV dan AIDS di lingkungan perguruan tinggi ditetapkan oleh rektor atau sebutan lainnya masingmasing. (3) Kebijakan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada kaidah promosi dan pencegahan IMS, HIV dan AIDS. (4) Dalam menetapkan kebijakan dan pembelajaran tentang IMS, HIV dan AIDS perguruan tinggi yang bersangkutan dapat bekerja sama dengan instansi atau lembaga yang memiliki kompetensi tentang penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. Pasal 26 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan Asrama, dan rumah kost/rumah sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf g menjadi tanggung jawab pimpinan asrama atau sebutan lain dan pemilik rumah kost/rumah sewa. (2) Dalam tata tertib pada asrama, dan di rumah kost/rumah sewa wajib dicantumkan himbauan upaya pencegahan IMS, HIV dan AIDS. Pasal 27 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan RT dan RW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf h menjadi tanggung jawab Ketua RT dan Ketua RW. (2) Ketua RT dan Ketua RW dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, KPA, LSM, atau pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang Pencegahan penularan IMS dan HIV. (3) Kegiatan Pencegahan penularan IMS dan HIV dilingkungan RT dan RW dilakukan bersama dengan warga masyarakat setempat. Pasal 28 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf i
12
menjadi tanggung jawab pimpinan organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan. (2) Pimpinan organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan dalam melaksanakan tanggung jawab pencegahan penularan IMS dan HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, KPA, LSM, atau pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang Pencegahan penularan IMS dan HIV. Pasal 29 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan lembaga pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf j menjadi tanggung jawab Kepala Lembaga Pemsyarakatan. (2) Kepala Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, KPA, LSM, atau pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang Pencegahan penularan IMS dan HIV. (3) Konseling, pendampingan dan pengobatan terhadap OTHA warga binaan dilaksanakan sesuaidengan ketentuan yang berlaku. Pasal 30 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan komunitas LSL, waria dan lelaki berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf k menjadi tanggung jawab pimpinan dan anggota kumunitas yang bersangkutan. (2) Pimpinan komunitas dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, KPA, LSM, atau pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang Pencegahan penularan IMS dan HIV. Paragraf 3 Pencegahan Penularan HIV dan AIDS Bukan Melalui Transmisi Seksual Pasal 31 (1) Untuk mencegah penularan HIV dari Ibu kepada anak bayinya petugas kesehatan wajib menawarkan untuk melakukan KTS kepada setiap ibu hamil yang memeriksakan kandungannya. (2) Dalam melaksanakan program PPIA terhadap ibu hamil, syarat-syarat umum dan standar dalam melaksanakan KTS harus dipenuhi. Pasal 32 (1) Petugas kesehatan yang bekerja pada unit transfusi darah, produk darah, cairan sperma, organ dan/atau jaringan tubuh wajib mentaati standar prosedur penapisan (screening) IMS dan HIV. (2) Setiap orang yang mengetahui dirinya telah terinfeksi HIV dilarang mendonorkan darah, cairan sperma, organ dan/atau jaringan tubuhnya kepada orang lain.
13
(3) Darah, produk darah, cairan sperma, organ dan/atau jaringan tubuh yang akan didonorkan harus diambil/diperoleh dari tempat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah. (4) Tes HIV untuk keperluan pengamatan dan penapisan pada darah, produk darah, cairan sperma, organ dan/atau jaringan tubuh wajib dilakukan hanya dengan cara pemberian kode tertentu (unlinked anonymous). Pasal 33 (1) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan pecandu Narkoba dilaksanakan bersamaan dan/atau bekerja sama dengan upaya pencegahan penggunaan Narkoba oleh pihak terkait. (2) Pencegahan penularan IMS dan HIV di lingkungan pecandu narkoba berpedoman pada Peraturan Daerah ini. Pasal 34 Penggunaan kondom dalam hubungan seks dapat mencegah penularan IMS dan HIV. Pasal 35 (1) Kondom wajib digunakan bagi pasangan suami-istri yang salah satu atau keduanya telah terinfeksi IMS dan/atau HIV. (2) Setiap orang yang melakukan hubungan seks beresiko dan/atau yang sering berganti-ganti pasangan seks beresiko wajib menggunakan kondom saat akan melakukan hubungan seks. (3) Kampanye pengguaan kondom dilaksanakan secara arif dan bijaksana disesuaikan dengan norma agama, norma adat, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Pasal 36 (1) Sunat dapat mengurangi resiko penularan IMS dan HIV melalui hubungan seks. (2) Seorang pria yang telah melakukan sunat tetap wajib berperilaku sehat dalam aktifitas seksualnya. (3) Sunat dalam rangka pencegahan penularan IMS dan HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terkait dengan agama tertentu. (4) Sunat dilakukan secara suka rela. Bagian Ketiga Dianogsis Paragraf 1 Konseling dan Tes Sukarela Pasal
37
(1) Setiap orang yang berisiko terinfeksi HIV atau secara medis telah menunjukkan gejala-gejala terinfeksi HIV disarankan untuk melakukan KTS.
14
(2) Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan KTS ; a. ada konseling dari seorang konselor yang terlatih baik sebelum tes (pra tes) maupun sesudah tes (pasca tes); b. dilaksanakan secara sukarela atas kemauan sendiri atau unsur paksaan;
tidak ada
c. identitas dan hasil tes harus dijamin kerahasiaannya oleh konselor; d. adapersetujuan tertulis dari yang bersangkutan; e. dalam keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan konseling sendirian, konseling dapat didampingi suami atau istri dan/atau keluarga terdekat. Paragraf 2 Konseling dan Tes Sukarela atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP) Pasal 38 (1) Apabila seorang dokter atau petugas kesehatan menemukan pasien dengan TBC, IMS, Pneumonia, atau pasien dengan gejala/penyakit yang berulang-ulang diwajibkan menawarkan kepada pasien untuk melakukan KTS. (2) KTIP terhadap pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berpedoman pada syarat-syarat yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2). Paragraf 3 Konselor Pasal 39 (1) Untuk menjadi konselor seseorang harus telah lulus pelatihan konselor sesuai standar yang telah ditetapkan dari Kementerian Kesehatan. (2) Seorang konselor harus memegang teguh etika dan ketentuan yang berlaku bagi seorang konselor. (3) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pembinaan kepada konselor. Pasal 40 (1) Setiap konselor diwajibkan menyarankan seseorang yang dinyatakan positif HIV agar beredia mengikuti program LKB. (2) Program LKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjaga keberlanjutan pengobatan. Pasal 41 Setiap OTHA berhak menentukan sendiri konselornya.
15
Paragraf 4 Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan Pasal 42 (1) Pemerintah Daerah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, obat IMS, ARV, dan obat-obatan infeksi opotunistik lainnya yang diperlukan dalam rangka penanggulangan IMS, HIV dan AIDS dalam jumlah yang cukup. (2) Obat-obatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada OTHA melalui fisilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah. Pasal 43 (1) Pengobatan dilaksanakan di fayankes milik Pemerintah Daerah maupun milik swasta. (2) Pelayanan pengobatan di fayankes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan sesuai petunjuk program LKB. (3) Pengobatan menjadi pelayanan kesehatan.
tanggungjawab
pasien,
keluarga,
dan
fasilitas
(4) Tanpa mempertimbangkan nilai CD4, ARV harus segera diberikan kepada ibu hamil, pasien koinfeksi TB, LSL, pasien koinfeksi hepatitis B dan C, wanita pekerja seks, penggguna narkoba suntik yang HIV positif, dan OTHA yang pasangan tetapnya memiliki status HIV negative, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 44 Pengobatan bertujuan untuk : a. Meningkatkan kualitas hidup penderita IMS, HIV dan AIDS; b. Mencegah dan menurunkan hingga meniadakan penularan IMS, dan HIV baru; c. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS. Pasal 45 Fasilitas pelayanan kesehatan memberikan pelayanan kesehatan kepada OTHA yang meliputi : a. Layanan medik dan keperawatan terhadap infeksi oportunistik dan/atau terapi pencegahan; b. Dukungan psikososial yang meliputi konseling dan konseling lanjutan, dukungan spiritual, dan dukungan masyarakat; c. Mengupayakan dukungan sosio-ekonomi yang meliputi dukungan materi, makanan yang bergizi, dan bantuan usaha. Pasal 46 (1) OTHA warga binaan tetap mendapatkan pendampingan di dalam lembaga pemasyarakatan sampai dengan masa hukumannya berakhir.
16
(2) Pembinaan terhadap warga binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar PDP yang berlaku umum. (3) Kepala lembaga pemasyarakatan wajib menyediakan kemudahan bagi terselenggaranya pendampingan OTHA yang berstatus sebagai warga binaan. Pasal 47 (1) Confidensial buruh yang terinfeksi HIV dan AIDS harus tetap dijaga oleh konselor maupun Tim LKBkepada pimpinan perusahaan. (2) Konselor, Tim LKBdan pimpinan perusahaan wajib membina buruh OTHA agar tidak melakukan kegiatan yang beresiko terjadinya penularan HIV kepada orang lain. (3) Pimpinan perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan buruh yang bersangkutan telah terinfeksi HIV. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila pemberhentian tersebut berkaitan dengan disiplin sesuai ketentuan yang berlaku. Bagian Keempat Perlindungan dan Pemberdayaan OTHA Pasal 48 (1) Pemerintah Daerah menyediakan rumah penunjang bagi penderita HIV dan AIDS.
singgah
beserta
fasilitas
(2) Pengelolaan rumah singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerjasama dengan LSM yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam pengelolaan rumah singgah. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan rumah singgah diatur dalam Peraturan Bupati. Pasal 49 Setiap orang wajib memperlakukan OTHA secara manusiawi tanpa stigma dan diskriminasi. Pasal 50 OTHA yang sudah membuka diri dan telah mendapatkan pelatihan dapat diberdayakan sebagai fasilitator, narasumber, teman sebaya atau fungsi lain dalam upaya penanggulanganHIV dan AIDS. BAB VII KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 51 Dalam rangka penanggulangan IMS dan AIDS kewajiban dan larangan Mucikari adalah sebagai berikut : 1. Kewajiban : a)
menyusun dan menjaga daftar nama PSK asuhannya dan membuat laporan tentang perpindahan, baik masuk maupun keluar dari PSK asuhannya yang dikoordinir oleh Pokja Elmo Sehat kepada Bupati Jayapura melalui Dinas Kesehatan; 17
b) berperan secara aktif menyebarluaskan informasi tentang IMS. HIV dan AIDS kepada PSK, Pelanggan dan Pacar; c)
menandatangani pernyataan tertulis untuk mengikuti pemakaian kondom 100 % bagi para pelanggan dari dipekerjakan;
program PSK yang
d) melakukan pembinaan terhadap PSK tentang penggunaan kondom baik kondom laki-laki maupun kondom perempuan; e)
memerintahkan PSK untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin;
f)
selalu menyediakan kondom bagi pelanggan PSK yang dipekerjakan;
g)
mengistirahatkan dan membantu pengobatan bagi PSK yang menderita IMS, HIV dan AIDS atau sedang sakit;
h) bersedia menjadi pendamping PSK asuhanya yang terinfeksi dan AIDS; i)
mengikut sertakan PSK asuhanya dalam program LKB;
yang
terinfeksi
j)
menjadi Pengawas Minum Obat bagi PSK asuhanya;
HIV
HIV dan AIDS
k) memberi perlindungan kepada PSK dari tindakan pelanggan yang memaksakan kehendaknya untuk melakukan transaksi seks tanpa menggunakan kondom dengan melaporkan kepada aparat keamanan setempat; l)
mewajibkan PSK yang baru datang atau memulai profesinya untuk mendapat surat keterangan tidak mengidap IMS dan HIV dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura melalui Fasyankes yang di tunjuk;
m) mengembalikan PSK yangbaru datang dalam keadaan sudah mengidap HIV ketempat asal, dalam kondisi telah diberi pengobatan; n) mengikuti pelatihan pendampingan dan LKB. o)
selalu mencari dan menyampaikan informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepda PSK asuhanya.
2. Larangan a)
mempekerjakan PSK yang terinfeksi IMS, maupun HIV;
b) mempekerjakan menjadi PSK; c)
seseorang yang berumur kurang dari 18 Tahun
mempekerjakan seseorang untuk menjadi PSK;
Pasal 52 Dalam rangka penanggulangan IMS dan AIDS kewajiban, dan larangan PSK ada sebagai berikut : 1. Kewajiban : a) mewajibkan pelanggannya menggunakan kondom atau menggunakan kondom perempuan jika pelanggannya tidak mau memakai kondom pada saat melakukan transaksi seksual; b) menolak melayani pelanggan dan pacar yang tidak mau menggunakan kondom atau menolak pelanggan yang tidak memperbolehkan PSK menggunakan kondom perempuan;
18
c)
memeriksakan diri ke fayankes secara rutin paling sedikit satu kali dalam satu bulan untuk menjaga kesehatannya dari ancaman penularan IMS maupun HIV;
d) seorang PSK yang pada jadwal pemeriksaan sedang haid diwajibkan memeriksakan kesehatanya segera sesudah masa haidnya berakhir; e)
Berobat sampai sembuh yang dinyatakan oleh Dokter, jika hasil pemeriksaan klinis dinyatakan menderita IMS;
f)
PSK yang positif HIV dan AIDS harus bersedia didampingi dan dirujuk ke LKB, dan berjanji untuk selalu menggunakan kondom jika melakukan transaksi;
g)
memahami informasi tentang IMS, HIV dan AIDS;
h) memberi penjelasan tentang manfaat penggunaan kondom kepada pelanggan. 2. Larangan a)
melayani pelanggan dan pacar yang tidak bersedia kondom;
menggunakan
b) melayani pelanggan pada saat sedang menderita IMS; c)
tidak melakukan pemeriksaan kesehatan ke Fasyankes sesuai jadwal yang telah di tentukan. Pasal 53
Dalam rangka penanggulangan IMS dan laranganPelanggan dan Pacar sebagai berikut :
AIDS
kewjiban
dan
1. Kewajiban : a) menggunakan kondom atau meminta agar PSK menggunakan kondom setiap kali melakukan transaksi seks; b) memeriksakan diri pada Fasyankes terkait dengan HIV bulan sekali;
paling sedikit 4
c) memahami informasi tentang IMS, HIV dan AIDS. 2. Larangan. pelanggan atau pacar dilarang memaksa PSK untuk melakukan transaksi seks tanpa menggunakan kondom. Pasal 54 Pimpinan perusahan dan pemilik usaha dalam rangka penanggulangan IMS dan AIDS mempunyai kewjiban dan hak sebagai berikut : 1. Kewajiban a. pimpinan Perusahaan wajib melakukan upaya pencegahan penularan IMS dan HIV di tempat kerjanya; b. untuk melaksanakan upaya pencegahan IMS dan HIV di tempat kerjanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pimpinan Perusahaan berkewajiban : a). menetapkan kebijakan tentang upaya pencegahan IMS dan HIV di perusahaannya yang dituangkan dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja ;
19
b). mengkomunikasikan kebijakan sebagaimana dimaksud huruf a dengan cara menyebar luaskan informasi antara lain dengan menggunakan leaflet, selebaran, ceramah, dan atau menyelenggarakan pelatihan untuk menambah pengetahuan Pekerja/Buruh tentang IMS. HIV dan AIDS; c). memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh yang menderita IMS. HIV dan AIDS dari stigma dan perlakuan diskriminatif; d). menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) termasuk didalamnya upaya untuk penanggulangan IMS. HIV dan AIDS sesuai peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku. e). memberi dukungan dan kemudahan kepada petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan ditempat sebagai akibat kelalaian pimpinan sebagaimana dimaksud (ayat 1). 2. Hak a. pimpinan Perusahaan berhak menetapkan kebijaksanaan dalam rangka pencegahan penularan IMS, HIV dan AIDS; b. pimpinan Perusahaan berhak melakukan pengawasan terhadap Buruh terkait dengan pencegahan penularan IMS, HIV dan AIDS. 3. Larangan a. perusahaan dilarang memanfaatkan hasil KTS sebagai salah satu persyaratan dalam proses penerimaan pegawai atau kelanjutan status pekerja/buruh yang sudah bekerja; b. perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja / buruh dengan alasan pekerja/buruh terinfeksi IMS, HIV dan AIDS. Pasal 55 Buruh/Pekerja dalam rangka penanggulangan IMS dan AIDS mempunyai kewajiban dan hak sebagai berikut : 1. Kewajiban a. pekerja/buruh wajib tunduk dan patuh kepada aturan perusahaan yang berkaitan dengan pencegahan IMS, HIV dan AIDS; b. pekerja /buruh pada usaha jasa hiburan atau kebugaran diwajibkan memeriksakan kesehatnya ke Fasyankes paling kurang sekali dalam 6 (enam) bulan; c. kelalaian terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud huruf b dapat mengakibatkan dilakukan pemeriksaan ditempat oleh petugas Kesehatan. 2. Hak a. pekerja/buruh berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. b. pekerja/buruh berhak memperoleh ijin karena sakit , sesuai ketentuan yang berlaku. c. pekerja/buruh berhak memperoleh informasi tentang IMS,HIV dan AIDS. 3. Larangan pekerja/buruh dengan OTHA dilarang menjadikan IMS, HIV sebagai alasan untuk mendapat keringanan tugas.
20
BAB VIII PERLINDUNGAN Bagian Kesatu Petugas Kesehatan dan Pendamping Pasal 56 (1) Dokter, perawat, petugas kesehatan non medis lainnya dan tenaga pendamping yang melayani atau merawat penderita IMS, HIV dan AIDS berhak mendapat perlindungan kesehatan dan perlindungan sosial dari Pemerintah Kabupaten. (2) Perlindungan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) penyediaan fasilitas medis yang dapat melindungi kemungkinan tertular IMS, HIV, dan AIDS; b) peralatan medis yang aman, dan berkualitas.
petugas dari
tersedia dalam jumlah yang memadai
(3) Untuk mengantisipasi kemungkinan dokter, perawat, petugas kesehatan non medis lainnya, sebagaimana disebut pada ayat (1) tertular IMS dan HIV, setiap 6 bulan disarankan untuk memeriksakan Kesehatanya terkait dengan HIV. (4) Ketentuan pada ayat (3)berlaku pula bagi petugas yang berhenti melayani penderita IMS, HIV dan AIDS, khususnya pada 6 (enam) bulan pertama sesudah berhenti. (5) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada dokter, perawat, petugas kesehatan non medis lainnya dan tenaga pendamping yang terinfeksi IMS maupun HIV sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugasnya, berupa bantuan pengobatan, dan bantuan sosial lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pekerja Seks Komersial Pasal 57 Mucikari wajib memberikan perlindungan keamanan dan keselamatan diri pekerja seks komersial yang menjadi asuhannya dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelanggan atau pacar. Pasal 58 (1) Pekerja seks komersial berhak menolak pelanggan yang tidak bersedia menggunakan kondom saat akan berhubungan seks. (2) Pekerja seks komersial wajib melaporkan pelanggan yang tidak bersedia menggunakan kondom saat akan berhubungan seks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada mucikari atau petugas keamanan setempat. (3) Mucikari atau petugas keamanan setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan saran kepada pelanggan disertai penjelasan kewajiban menggunakan kondom.
21
Pasal 59 Apabila setelah diberikan penjelasan, pelanggan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) tetap tidak bersedia menggunakan kondom, maka mucikari atau petugas keamanan setempat berhak mengeluarkan pelanggan tersebut keluar dari lokasi dan memerintahkan kepada pekerja seks komersial asuhannya untuk tidak memberikan pelayanan kepada orang tersebut. Pasal 60 Mucikari atau petugas keamanan setempat wajib melaporkan kepada yang berwajib, apabila ada pelanggan yang melakukan kekerasan kepada pekerja seks komersial dikarenakan tidak bersedia memakai kondom saat akan melakukan hubungan seks. BAB IX KERJASAMA DALAM PENGANGGULANGAN IMS, HIV DAN AIDS Pasal 61 (1) Dalam Penanggulangan IMS, HIV dan AIDS, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan LSM, Lembaga Donor,lembaga lain yang berkompeten, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah. (2) LSM, Lembaga Donor, yang bergerak dalam kegiatan Penanggulangan IMS. HIV dan AIDS dikoordinasikan oleh KPA Kabupaten Jayapura dan SKPD terkait. BAB X ANGGARAN Pasal 62 (1) Anggaran untuk membiayai program penanggulangan AIDS dan kegiatan Sekretariat KPA Kabupaten dianggarkan tersendiri pada APBD Kabupaten Jayapura. (2) KPA dapat menerima bantuan keuangan baik dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Daerah lainya, KPA Papua, KPA Nasional, dan lembaga-lembaga lain yang tidak bertentangan dengan perundangundangan. Pasal 63 Pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
dilaksanakan
sesuai
BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 64 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap tempat-tempat dan atau aktivitas masyarakat yang berpotensi terjadinya penularan IMS. HIV dan AIDS.
22
(2) Dalam rangka menjalankan tugas menegakan peraturan daerah, menyelenggarakan ketertiban umum, dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja atas perintah Bupati berkewajiban melakukan pengawasan dan penertiban terhadap tempat-tempat yang dianggap rawan terjadinya penularan IMS dan HIV. (3) Teknis pembinaan dan pengawasansebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XII LARANGAN Pasal 65 (1) Setiap orang dilarang menyuruh, menyediakan fasilitas atau membiarkan seseorang yang diketahui terinfeksi IMS dan HIV untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang berisiko terjadinya penularan IMS dan HIV. (2) Pemilik hotel, losmen, penginapan, bar, panti pijat, salon, dan tempat lain yang sejenis dilarang menyediakan faslitas untuk aktifitas yang memungkinkan terjadinya penularan IMS maupun HIV. (3) Setiap orang dilarang menjajakan diri untuk suatu transaksi seks komersial di tempat yang tidak memperoleh pengawasan dari Pemerintah Daerah. (4) Rumah Sakit, Puskesmas, Poliklinik maupun fayankes lainnya baik milik Pemerintah maupun Swasta dilarang menolak untuk merawat seseorang pasien dengan alasan karena terinfeksi IMS, HIV dan AIDS. (5) Setiap orang, lembaga swasta atau instansi pemerintah dilarang memperlakukan secara tidak manusiawi, diskriminatif dan memberikan citra buruk (stigma) kepada penderita IMS, HIV dan AIDS. (6) Setiap orang dilarang memobilisasi pekerja seks dari satu lokasi ke lokasi lain, dengan alasan untuk memenuhi permintaan dari sekelompok pelanggan atau orang yang membutuhkan. (7) Setiap orang dilarang menyebarluaskan identitas orang IMS, HIV dan AIDS.
yang terinfeksi
(8) Pengecualian terhadap ayat (7), dalam batas-batas yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan Petugas Kesehatan dapat membuka identitas seorang OTHA.
BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal
66
(1) Polisi Negara Republik Indonesia maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil berhak dan berkewajiban untuk melakukanpenyidikan terhadap pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini. (2) Wewenang menyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang meliputi :
23
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar suatu keterangan atau laporan menjadi lebih lengkap; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti perbukuan, pencatatan dan dokumen lainya, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. mengadakan penghentian penyidikan; dan k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapt dipertanggungjawabkan. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 67 (1) Pelanggaran terhadap Pasal 52dikenakan sanksi berupa : a. peringatan tertulis satu kali b. apabila peringatan sebagaimana tersebut pada huruf a dalam waktu 2 X 24 jam sejak diterimanya peringatan tidak diindahkan, yang bersangkutan dikenai sanksi berupa penutupan tempat kegiatan selama 5 hari. (2) Pelanggaran terhadap Pasal 53 angka 1dan dikenai sanksi berupa : a. peringatan tertulis satu kali; b. apabila peringatan sebagaimana tersebut pada huruf a tidak diindahkan, yang bersangkutan dilarang praktek selama 5 hari; (3) Apabila sanksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diindahkan dan atau yang bersangkutan melakukan pelanggaran ulang, maka dikenakan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (4) Pelanggaran terhadap Pasal 65 dipidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,000,- (lima puluh juta rupiah). 24
BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 68 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya akan diaturdengan Peraturan Bupati. (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Penaggulangan IMS, HIV dan AIDS dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 69 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura. Ditetapkan di Sentani pada tanggal 20 April 2015 BUPATI JAYAPURA, ttd MATHIUS AWOITAUW, SE.,M.Si. Diundangkan di Sentani pada tanggal 20 April 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JAYAPURA ttd Drs. YERRY FERDINAND DIEN PEMBINA UTAMA MADYA NIP 195901141984101002 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA TAHUN 2015 NOMOR 4 Salinan sesuai dengan aslinya, a.n. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JAYAPURA KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
MURSALIM, SH PEMBINA Tk.I NIP. 19580825 199202 1 001 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA, PROVINSI PAPUA: 04/2015
25
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN IMS, HIV DAN AIDS I.
UMUM Infeksi Menular Seksual atau disingkat IMS adalah infeksi atau penyakit yang penularannya terutama melalui transaksi seksual. Jika tidak segera diobati hingga sembuh, IMS dapat mengakibatkan penderita sakit-sakitan atau bahkan kematian. Efek samping lainnya dari IMS dapat berupa kemandulan, Penyakit Kanker (kanker Rahim), bayi lahir cacat, lahir muda, bahkan lahir mati. IMS dapat terjadi tidak hanya terbatas pada alat kelamin, tetapi bisa menjalar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan getah bening. IMS merupakan pintu masuknya HIV, dalam arti penderita IMS lebih mudah tertular HIV. Human Imunodefisiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV juga termasuk IMS, bahkan termasuk IMS yang paling berbahaya karena selain belum dapat disembuhkan, sampai saat ini ini juga belum ada vaksin yang dapat mencegah masuknya HIV de dalam tubuh seseorang. Di dalam tubuh seseorang HIV aka merusak sistim kekebalan tubuh penderita. HIV tidak menimbulkan gejala sehingga banyak orang yang tidak mengetahui bahwa di dalam tubuhnya sudah ada HIV. Seseorang yang terinfeksi IMS mudah sekali terinfeksi HIV dan seseorang yang telah terinfeksi HIV daya tahan tubuhnya secara perlahan tetapi pasti akan terus menurun. Muara dari penderitaan penderita HIV adalah Acquried Immune Defesiency Syndrome atau disingkat AIDS, yaitu suatu keadaan dimana seorang penderita akan terinfeksi oleh beberapa jenis penyakit oportunis. Penyakit oportunis pada seseorang penderita HIV sukar untuk disembuhkan, karena system kekebalan tubuhnya tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya dalam waktu 1 sampai 2 tahun penderita tersebut dapat meninggal dunia dengan kondisi badan yang biasanya sangat memprihatinkan antara Penyakit pada sesorang penderita HIV yang disebut penyakit oportunistik, antara lain radang paru-paru, pneumonia, malaria, diare, jamur pada mulut dll, sukar untuk disembuhkan. Padahal bagi orang yang tidak terinfeksi HIV penyakit tersebut akan mudah disembuhkan. Hal ini diserbabkan karena sistim kekebalan tubuh pengidap HIV sudah lemah. Akibatnya dalam waktu 1 sampai 2 tahun penderita tersebut dapat meninggal dunia dengan kondisi badan yang biasanya sangat memprihatinkan antara lain badanya kurus kering, dan di beberapa bagian badanya ada luka atau pembekakan. Obat-obatan yang ada sampai saat ini yaitu Anti Retroviral atau ARV baru sebatas untuk menekan kecepatan perkembangbiakan virus. Penderita yang rajin minum obat dan dapat menjaga pola hidup sehat laju penurunan kekebalan tubuhnya dapat dihambat, sehingga penderita HIV dapat bertahan hidup lebih lama. Disamping itu, OTHA yang minum obat dengan benar virusnya dapat tidak terdeteksi(undetecable) karena virusnya tidak lagi berada dalam cairan tubuh, tetapi sudah berada dalam jaringan tubuh. Dalam keadaan
26
seperti ini virus yang ada dalam tubuhnya dapat tidak menular kepada orang lain. Walapun demikian OTHA tersebut harus terus minum obat, karena jika minum obat dihentikan virusnya akan kembali berkembang dan berada dalam cairan tubuh kembali sehingga kembali dapat menular kepada orang lain. Mengingat sifat dan karakteristik HIV, maka dalam menghadapi HIV sikap yang paling bijaksana adalah berusaha menjaga diri agar tidak tertular. Sehubungan dengan hal tersebut maka setiap orang perlu memiliki pengetahuan yang benar tentang cara pencegahan penularan HIV. KPA Provinsi Papua melalui bukunya tentang Informasi Dasar HIV/AIDS menyebutkan bahwa HIV menular melalui : a. Darah yang mengandung HIV; b.
Transaksi seks yang tidak aman/beresiko dengan orang terinfeksi HIV;
c.
Penggunaan alat suntik, alat tusuk lain (Akupuntur/tusuk jarum, tato, alat-alat kedokteran lain)bekas pakai yang terinfeksi HIV;
d. Air susu Ibu, proses persalinan mengidap HIV kepada anaknya.
dari seorang ibu
hamil yang
HIV tidak menular melalui : a. Bersentuhan dengan pakaian atau barang yang habis dipakai oleh orang dengan IMS, HIV dan AIDS (OTHA); b. Air mata, ingus, keringat, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipi, ngobrol dengan OTHA; c. Gigitan nyamuk dan serangga lain; d. Berenang bersama dengan orang yang terinfeksi HIV/AIDS dalam kolam renang yang sama; e.
Hidup serumah dengan OTHA, makan bersama, tidur bersama.
Berdasarkan data dari Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, sekitar 97,5 % penularan HIV disebabkan karena transaksi seks. Oleh karena masalah seks adalah masalah pribadi, maka tanggungjawab pencegahan HIV pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap orang secara pribadi. Dan mengingat setiap orang pada dasarnya selalu merupakan bagian dari suatu komunitas, maka secara moral setiap pimpinan komunitas perlu berperan aktif dalam upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. Jumlah kasus HIV dan AIDS dari tahun ke tahun terus meningkat. Sampai bulan Juni 2013, jumlah kasus HIV dan AIDS secara kumulatif sejak tahun 1997 adalah sebanyak 1374, dengan perincian kasus HIV sebanyak 589 Kasus dan AIDS sebanyak 785 Kasus, dan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 189 Orang. Sementara pada tahun 2013 jumlah kasus baru adalah sebanyak 257 Kasus. Untuk kepentingan penanggulangan, semakin banyak kasus yang terungkap akan semakin baik, karena dengan demikian akan semakin banyak OTHA yang dapat diobati, sekaligus semakin banyak pula OTHA yang mendapat penjelasan yang benar tentang HIV dan AIDS, sehingga semakin banyak penularan dapat dicegah. Suatu penderita
keadaan yang sangat mengkawatirkan adalah bahwa HIV dan AIDS sebagian besar terdiri dari tenaga kerja
27
produktif ( usia 20 – 49 tahun) yang jumlahnya mencapai 84,4 %. Disamping itu kasus HIV dan AIDS dari kalangan Ibu Rumah Tangga dari tahun ketahun terus meningkat. Sampai akhir tahun 2013 jumlah sudah mencapai 366 kasus atau 26,64 %, Apabila hal ini tidak segera diatasi maka dalam jangka panjang populasi penduduk di Kabupaten Jayapura, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dapat terpengaruh. Efek ini akan mengakibatkan efek domino yang akan terus menerus berkembang apabila penularan HIV dan AIDS tidak dapat dihentikan atau paling tidak di kendalikan dalam arti angka penderita HIV dapat ditekan serendah mungkin. Yang tidak kalah mengkawatirkan adalah kasus baru pada anak anak balita yang sejak taun 2010 jumlahnya terus meningkat secara signifikan. Sampai akhir tahun 2013 jumlah kasus HIV dan AIDS pada anak usia 1-4 tahun adalah 31 kasus. Hal ini sangat memprihatinkan, karena pada keadaan normal saja anak-anak dibawah usia lima tahun (BALITA) berada pada masa-masa yang memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Apabila balita dengan HIV/AIDS sudah barang tentu memerlukan perhatian yang lebih ekstra. Tujuan pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Undang tentang Sistim Pendidikan adalah bekembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kratif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehubungan dengan hal tersebut dan mengingat bahwa generasi muda/Pelajar dan Mahasiswa menjadi harapan Bangsa, maka generasi muda, pelajar dan mahasiswa harus di bebaskan dari kemungkinan tertular IMS maupun HIV dan AIDS. Sedangkan jika dilihat dari penyebaran kasusnya ternyata kasus HIV/AIDS sudah ada di hampir semua distrik. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 : Obyek dari Perda ini adalah aktivitas atau perilaku bukan tempat. Dengan demikian jika ada tempat yang disamping usaha yang resmi ada aktivitas atau perilaku lain yang dapat menjadi penyebab terjadinya penularan IMS atau HIV maka yang menjadi obyek adalah aktivitas atau perilaku lain yang dapat menjadi penyebab terjadinya penularan IMS atau HIV. Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7
28
Huruf a Cukup Huruf b Cukup Huruf c Cukup Huruf d Cukup Huruf e Cukup Huruf f Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas jelas
Yang dimaksud dengan membuka ruang dialog Pemerintah Daerah, masyarakat dan stakeholders adalah bahwa Bupati Jayapura memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat dan stakeholdres untuk berkomunikasi baik dengan cara-tatap muka atau dengan menggunakan alat komunikasi yang umum digunakan dalam rangka penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. Pasal 8 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Setiap kesatuan masyarakat memiliki adat istiadat sendiri dan memiliki kearifan local. Oleh karena itu agar upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS berhasil maka normanorma yang berlaku di kalangan masyarakat harus khususnya yang dapat mencegah terjadinya penularan IMS maupun HIV harus tetap dipelihara dan di junjung tinggi. Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Yang dimaksud dengan Pemangku Kepentingan Lainya adalah Para Pemangku Kepentingan yang tidak termasuk didalam para Pemangku Kepentingan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 , 29
Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9, yaitu Tokoh pemuda, Tokoh Wanita, Pimpinan Organisasi Wanita dan Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan lainya. Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat 3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Ayat (1) Kriteria Masalah Sosial meliputi a. Kemiskinan; b. Keterlantaran; c. Kecatatan; d. Keterpencilan; e. Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku; f. Korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi; (UU Kesejahteraan Sosial) Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22
30
Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Pasal 23 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 24 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat 3) Cukup Jelas
31
Pasal 28 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 29 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Program PPIA merujuk pada Pasal 16 s/d Pasal 20 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan Unlinked anonymous artnya tidak mencantumkan nama akan tetapi hanya menggunakan kode tertentu Pasal 33 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Anjuran penggunaan kondom bukan dimaksudkan melegalkan seks bebas, akan tetapi semata-mata dalam rangka pencegahan penularan IMS dan HIV, baik bagi pasangan suami isteri yang salah satunya terinveksi IMS atau HIV (Konkordan). Maupun bagi orang yang melakukan hubungan seks beresiko ( berganti-ganti pasangan). Ayat (3) Cukup jelas Pasal 36 32
Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengertian: ”sunat dapat mengurangi penularan IMS dan HIV melalui hubungan seks”, adalah karena dengan melakukan sunat maka ”Kepala Penis” akan tetap bersih dan tidak lembab, berbeda dengan yang tidak sunat, sehingga kotoran tidak terkumpul di belakang kepala penis. Kotoran yang tersimpan dapa berupa bibit penyakit (IMS), yang dapat menyerang diri sendiri maupun pasangan seksnya. Dan orang yang menderita IMS akan mudah tertular HIV. Ayat (2) Yang dimaksud berperilaku sehat dalam aktifitas Seksual adalah : A = Abstinence artinya tidak melakukan hubungan seks B = Be fithful selalu setia dengan pasangannya ( tidak berganti-ganti pasangan Seks. C = using Condom menggunakan kondom bagi pasangan yang salah satunya atau kedua-duanya mengidap IMS atau HIV, atau berhubungan seks dengan orang yang tidak jelas staus HIV nya.. Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 38 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 39 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura. Pasal 40 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) 33
Cukup Jelas Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan tanggung jawab Pasien adalah bahwa selama dalam pengobatan pasien harus mematuhi anjuran/petunjuk Dokter. Tanggung jawab keluarga adalah mengawasi keseharian pasien baik dalam hal minum obatmaupun dalam menjaga pola hidup pasien. Sedang tanggung jawab Fasyankes adalah menyediakan obat serta memberi bimbingan dan petunjuk tantang tata cara minum obat. Ayat (4) Pemberian ARV kepada kelmpok pengidap HIV sebagaimana dimaksud ayat ini dilakukan secepat mungkin karena pemberian ARV kepada kelompok ini selain untuk kpenetingan pengidap juga untuk kepentingan orang lain. Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 47 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Rumah Singgah adalah bangunan Khusus untuk menampung OTHA. Tetapi OTHA yang dapat ditampung adalah : 1. OTHA yang tidak bisa tinggal di keluarganya baik karena tidak diterima atau belum berani membuka diri terhadap keluarganya 2. OTHA yang tidak mempunyai tempat tinggal. 3. OTHA yang sedang berobat jalan tetapi tempat tinggalnya jauh, sehingga waktu pergi dan pulang tidak dapat ditempuh dalam waktu 1 hari. Ayat (2) Cukup Jelas 34
Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 49 Yang dimaksud dengan memperlakukan OTHA secara manusiawi tanpa stigma dan diskriminasi adalah bahwa OTHA tidak boleh dianggap bebahaya sehingga perlu disihkan atau dikucilkan bahkan diisolasi, karena pada dasarnya OTHA tidak berbahaya bagi orang lain, sepanjang tidak melakukan aktivitas berisiko, antara lain melakukan hubungan Seks. Pasal 50, Cukup Jelas, Pasal 51 Angka 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Yang dimaksud dengan :” mempekerjakan seseorang untuk menjadi PSK” adalah mempekerjakan seseorang yang sebelumnya bukan PSK menjadi PSK. Huruf d Cukup Jelas Huruf e Cukup Jelas Huruf f Cukup Jelas Huruf g Cukup Jelas Huruf h Cukup Jelas Huruf i Cukup Jelas Huruf j Cukup Jelas Huruf k Cukup Jelas Huruf l Cukup Jelas Huruf m Cukup Jelas Huruf n 35
Cukup Jelas Huruf o Cukup Jelas Angka 2 Huruf a Cukup Jelas Huruf b Cukup Jelas Huruf c Cukup Jelas Pasal 52 Angka 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Angka 2 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Pasal 53 Angka 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Angka 2 Cukup jelas Pasal 54 Angka 1 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Angka 2 Huruf a Cukup jelas 36
Huruf b Cukup jelas Angka 3 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Pasal 55 Angka 1 Cukup jelas Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Cukup jelas Pasal 56 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Petugas Kesehatan Non Medis lainnya antara lain tenaga Laboratorium Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Yang dimaksud dengan “ terinfeksi sebagai akibat langsung dalam menjalankan tugasnya” adalah jika Dokter, Perawat, Petugas Kesehatan Non Medis dan Tenaga Pendamping terinfeksi HIV pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan tugasnya. baik pada jam kantor maupun diluar jam kantor, misalnya menolong pasien dirumah yang mengalami kecelakaan. Pasal 57 Cukup Jelas Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas 37
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan menyediakan fiasilitas adalah menyediakan tempat atau menyediakan peralatan, kurir untuk menghubungi seseorang untuk melakukan transaksi seksual. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 67 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 68 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 69 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 22 38
39