BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA, Menimbang
:
a. bahwa retribusi adalah salah satu sumber pendapatan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menyatakan bahwa pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura tentang Retribusi Perizinan Tertentu;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonsia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 5234);
1
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 8. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 8 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Jayapura (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2008 Nomor 8); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JAYAPURA dan BUPATI JAYAPURA MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN TERTENTU.
DAERAH
TENTANG
RETRIBUSI
PERIZINAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Jayapura. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Jayapura. 3. Bupati adalah Bupati Jayapura. 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Kas Daerah adalah kas Daerah Kabupaten Jayapura. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Jayapura. 7. Bendahara Penerimaan adalah Pejabat Fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Satuan Kerja Perangkat Daerah. 8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk Badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 9. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2
10. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 11. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pembayaran atas pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. 12. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pembayaran atas Pemberian Izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tententu. 13. Retribusi Izin Gangguan adalah pembayaran atas pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. 14. Retribusi Izin Trayek adalah pembayaran atas Pemberian Izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. 15. Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan. 16. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 17. Masa Retribusi adalah satu jangka waktu tertentu merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan izin mendirikan bangunan. 18. Bangunan adalah bangunan gedung beserta bangunan-bangunan yang secara langsung merupakan kelengkapan dari bangunan gedung tersebut dalam batas satu pemilikan. 19. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. 20. Merubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti bangunan yang ada, termasuk pekerjaan, membongkar dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut. 21. Garis Sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jalan dengan as jalan, as sungai, as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh dan tidak boleh dibangun bangunan. 22. Koefisien Lantai Bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara jumlah luas lantai bangunan dengan luas kapling/pekarangan. 23. Koefisien Tingkat Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas dasar tinggi bangunan yang diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik teratas dari bangunan tersebut. 24. Koefisien Guna Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas dasar jenis manfaat bangunan. 25. Koefisien Konstruksi Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas dasar jenis konstruksi bangunan. 26. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol yang terbagi dalam 3 golongan, yaitu Golongan A, Minuman berkadar alkohol/etnahol (C2H50H) 1 %
3
s.d 5 %, Golongan B minuman berkadar alkohol/ethanol (C2H50H) lebih dari 5 % s.d 20 %, dan Golongan C minuman berkadar alkohol/ethanol (C2H50H) lebih dari 20 % s.d 55 %. 27. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan dilokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 28. Angkutan Penumpang Umum adalah kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. 29. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, mobil penumpang yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun berjadwal dalam wilayah Daerah. 30. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyakbanyaknya 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan perlengkapan bagasi maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 31. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan perlengkapan bagasi maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 32. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 33. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk menyimpan, mendinginkan dan mengawetkan ikan- ikan untuk tujuan komersial. 34. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya. 35. Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP, adalah Ijin tertulis yang harus dimiliki oleh orang atau Badan Hukum Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. 36. Surat Ijin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI adalah Ijin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang bagian tidak terpisahkan dari SIUP. 37. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang. 38. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan, pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 39. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 40. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi. 41. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4
42. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana (bidang retribusi Daerah) yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU Pasal 2 (1) Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri atas : a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek; e. Retribusi Izin Usaha Perikanan. (2) Jenis Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam golongan Retribusi Perizinan Tertentu. BAB III NAMA, OBYEK, CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA, DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
STRUKTUR
Bagian Kesatu Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 3 Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dipungut retribusi atas pemberian izin mendirikan bangunan. Pasal 4 (1) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. (2) Pemberian izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan : a. peninjauan desain; b. pemantauan pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang dengan memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian Bangunan (KKB); dan c. pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. (3) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. tempat peribadatan, sarana kepentingan sosial yang bersifat nirlaba, dan rumah sangat sederhana;
5
b. bangunan berupa tiang, pergola tanaman hias, bak sampah, shelter bis, sumur resapan dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL); c. bangunan milik pemerintah atau pemerintah daerah. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 5 (1) Tingkat penggunaan jasa diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, rencana penggunaan bangunan dan konstruksi bangunan. (2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan koefisien. (3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai berikut : a. Koefisien Luas Lantai Bangunan (KLB) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
LUAS BANGUNAN Bangunan dengan luas s/d 100 M2 Bangunan dengan luas 101 s/d 250 M2 Bangunan dengan luas 251 s/d 1000 M2 Bangunan dengan luas 1001 s/d 2000 M2 Bangunan dengan luas s/d 2000 M2 Bangunan dengan luas s/d 3000 M2 Bangunan dengan luas > 3000 M2
KOEFISIEN 1,00 1,50 2,50 3,50 4,00 4,50 5,00
b. Koefisien Tingkat Bangunan (KTB) NO 1. 2. 3. 4. 5.
TINGKAT BANGUNAN Bangunan 1 lantai Bangunan 2 lantai Bangunan 3 lantai Bangunan 4 lantai Bangunan 5 lantai keatas
KOEFISIEN 1,00 1,50 2,50 3,00 4,00
c. Koefisien Guna Bangunan (KGB) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
GUNA BANGUNAN Bangunan perumahan Bangunan fasilitas umum Bangunan pendidikan Bangunan kelembagaan/kantor Bangunan perdagangan dan jasa Bangunan industri Bangunan khusus Bangunan campuran Bangunan lain-lain
KOEFISIEN 1,00 1,00 1,00 1,50 2,00 2,00 2,50 2,75 3,00
d. Koefisien Konstruksi Bangunan (KKB) NO 1. 2. 3. 4.
JENIS KONSTRUKSI Konstruksi Sederhana Konstruksi Semi Permanen Konstruksi Permanen Konstruksi Lux
6
KOEFISIEN 0,50 1,50 2 3
Pasal 6 Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b berupa pembangunan baru maupun perbaikan atau mengubah fungsi bangunan. Pasal 7 (1) Fungsi bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terdiri dari fungsi hunian, fungsi sosial, fungsi usaha, fungsi keagamaan, fungsi budaya serta fungsi khusus. (2) Jenis bangunan terdiri dari : a. bangunan permanen I (P I) yaitu bangunan yang mempunyai spesifikasi : pondasi berupa batu kali atau sumuran beton bertulang atau pondasi lainnya, dinding berupa tembok bata atau tembok setengah bata diperkuat dengan rangka konstruksi beton/baja, dengan rangka kap berupa kayu atau konstruksi beton/baja; b. bangunan permanen II (P II) yaitu bangunan yang mempunyai spesifikasi : pondasi berupa batu kali, dinding berupa tembok setengah bata diperkuat dengan plesteran, dengan rangka kap berupa kayu; c. bangunan semi permanen (SP) yaitu bangunan yang mempunyai spesifikasi : pondasi berupa tetapakan batu kali/kayu, dinding berupa bilik/papan atau tembok sampai duduk jendela dan ke atasnya berupa bilik/papan, dengan rangka kap berupa kayu atau bambu. (3) Jenis bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a antara lain : a. pagar; b. menara; c. bangunan reklame; d. Sistem Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU); e. kolam renang; f.
lapangan olahraga terbuka;
g. Instalasi Pengolahan Air (IPA); h. perkerasan halaman; i.
tembok penahan tanah (turap);
j.
sumur;
k. instalasi/utilitas; l.
jembatan;
m. reservoar. Paragraf 3 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 8 Struktur dan besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut: 1.
Tarif dasar ditetapkan seragam untuk setiap bangunan sebesar Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah);
2.
Besarnya retribusi terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, yaitu: Retribusi terutang = Tarif Dasar X KLB X KTB X KGB X KKB.
7
Bagian Kedua Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 9 Dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, dipungut retribusi atas pemberian izin penjualan minuman beralkohol. Pasal 10 Objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di : a. Hotel; b. Restoran; c. Bar; d. Klab malam; e. Diskotik; dan f.
Tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 11
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis tempat penjualan minuman beralkohol.
Paragraf 3 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 12 Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : a. b.
Hotel, restoran, bar, klab malam, diskotik Rp. 50.000.000,- per tahun; dan Tempat tertentu lainnya Rp. 35.000.000,- per tahun. Bagian Ketiga Retribusi Izin Gangguan Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 13
Dengan nama Retribusi Izin Gangguan, dipungut retribusi atas pemberian izin gangguan.
8
Pasal 14 (1) Objek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat usaha yang lokasinya telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 15 (1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan perkalian antara luas ruang tempat usaha dengan indeks gangguan, indeks lokasi, indeks modal, dan indeks luas tempat usaha. (2) Luas ruang tempat usaha (LRTU) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luas bangunan yang dihitung sebagai jumlah setiap lantai. (3) Indeks Gangguan (IG) yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha ditetapkan sebagai berikut : -
Gangguan Besar Gangguan Sedang Gangguan Kecil Gangguan Sangat Kecil
indeks ...... 10 indeks ...... 5 indeks ...... 2 indeks ……. 1
(4) Indeks Lokasi (IL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : - Jalan Utama - Jalan Sekunder - Jalan Lingkungan
indeks ...... 3 indeks ...... 2 indeks ...... 1
(5) Indeks Modal (IM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : -
Modal 0,1 – 5 juta Modal 5,1 – 15 juta Modal 15,1 – 25 juta Modal 25,1 – 50 juta Modal 50,1 – 100 juta Modal 100,1 – 200 juta Modal 200,1 – 500 juta Modal 500,1 – 1000 juta
indeks ...... 2 indeks ...... 4 indeks ...... 6 indeks ……. 8 indeks …….10 indeks …… 12 indeks …… 14 indeks …… 16
(6) Indeks Luas Tempat Usaha (ILTU) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : -
Luas 1 – 10 m2 Luas 11 – 25 m2 Luas 26 – 50 m2 Luas 51 – 100 m2 Luas 101 – 200 m2 Luas 200 – 500 m2 Luas 501 – 1000 m2 Luas lebih dari 1000 m2
indeks …… 2 indeks …… 4 indeks …… 6 indeks …… 8 indeks ….. 10 indeks ….. 12 indeks ….. 14 indeks ….. 16
9
Paragraf 3 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 16 Struktur dan besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut: 1.
Tarif ditetapkan sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah)/M2;
2.
Besarnya retribusi terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 15, yaitu: Retribusi terutang = Tarif LRTU X IG X IL X IM X ILTU. Pasal 17 Bagian Keempat Retribusi Izin Trayek Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 18
Dengan nama Retribusi Izin Trayek, dipungut Retribusi atas pemberian izin. Pasal 19 Objek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 20 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kendaraan dan kapasitas angkut (tempat duduk). Paragraf 3 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 21 Struktur dan besarnya tarif Retribusi ditetapkan sebagai berikut :
Jenis Angkutan
Kapasitas Tempat Duduk
Tarif (Rp/5 tahun)
Mobil Penumpang Umum dan Angkutan Perdesaan
Mobil Bus
s/d 8 orang
1.000.000,-
9 s/d 12 orang
1.500.000,-
13 s/d 18 orang
2.000.000,-
Lebih dari 19 orang
3.000.000,-
10
Bagian Kelima Retribusi Izin Usaha Perikanan Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 22 Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan, dipungut retribusi atas pemberian izin usaha perikanan. Pasal 23 (1) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pemberian izin usaha perikanan oleh Pemerintah Daerah kepada setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan usaha perikanan di daerah, yang terdiri dari: a. Surat Izin Usaha Perikanan Tangkap, untuk usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal perikanan yang berukuran 5 (lima) GT sampai dengan 10 (sepuluh) GT yang berdomisili di wilayah daerah dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan daerah, serta tidak menggunakan modal dan/atau tenaga kerja asing, dengan kegiatan usaha meliputi: 1) Penangkapan ikan; 2) Penangkapan dan pengangkutan ikan dalam satu kesatuan armada; 3) Pengangkutan ikan. b. Surat Izin Usaha Perikanan Budidaya, untuk setiap orang yang melakukan usaha di bidang pembudidayaan ikan yang berdomisili di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing, dengan lokasi pembudidayaan ikan sampai dengan 4 (empat) mil laut. c. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), untuk setiap kapal penangkapan ikan yang berukuran 5 GT sampai dengan 10 GT. d. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), untuk setiap kapal pengangkut ikan yang berukuran 5 GT sampai dengan 10 GT. (2) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Kegiatan penangkapan ikan sepanjang menyangkut kegiatan penelitian/eksplorasi perikanan. b. Kegiatan usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan oleh pembudidaya ikan kecil dengan luas lahan atau perairan tertentu, yaitu: 1) Usaha Pembudidayaan ikan di air tawar: a) Pembenihan dengan areal lahan tidak lebih dari 0,5 (nol koma lima) hektar; b) Pembesaran dengan areal lahan di: -
kolam air tenang tidak lebih dari 2 (dua) hektar;
-
kolam air deras tidak lebih dari 5 (lima) unit dengan ketentuan 1 unit=100 m2
-
keramba jaring apung tidak lebih dari 4 (empat) unit dengan ketentuan 1 unit = 4 x (7x 7x 2,5 m3);
-
keramba tidak lebih dari 50 (lima puluh) unit dengan ketentuan 1 unit = 4 x 2 x 1,5 m3;
2) Usaha Pembudidayaan ikan di air payau: - Pembesaran dengan areal lahan tidak lebih dari 5 (lima) hektar;
11
3) Usaha Pembudidayaan Ikan di laut: a. Pembenihan dengan areal lahan tidak lebih dari 0,5 hektar; b. Pembesaran: - Ikan bersirip: o
Kerapu Bebek/Tikus dengan menggunakan tidak lebih dari 2 (dua) unit keramba jaring apung, dengan ketentuan 1 unit = 4 kantong ukuran 3 x 3 x 3 m3/kantong, kepadatan antara 300-500 ekor per kantong;
o
Kerapu lainnya dengan menggunakan tidak lebih dari 4 (empat) unit keramba jaring apung, dengan ketentuan 1 unit = 4 kantong ukuran 3 x 3 x 3 m3/kantong, kepadatan antara 300-500 ekor per kantong;
o
Kakap Putih dan Baronang serta ikan lainnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) unit keramba jaring apung, dengan ketentuan 1 unit = 4 kantong ukuran 3 x 3 x 3 m/kantong, kepadatan antara 300-500 ekor per kantong.
- Rumput laut dengan menggunakan metode: o
Lepas Dasar tidak lebih dari 8 (delapan) unit dengan ketentuan 1 unit berukuran 100 x 5 m2;
o
Rakit Apung tidak lebih dari 20 (dua puluh) unit dengan ketentuan 1 unit = 20 rakit, 1 rakit berukuran 5 x 2,5 m2;
o
Long Line tidak lebih dari 2 (dua) unit dengan ketentuan 1 unit berukuran 1 (satu) ha;
- Abalone dengan menggunakan o
Kurungan pagar (penculture) 1 unit = 10 x 2 x 0,5 m3;
30
unit
dengan
ketentuan
o
Karamba Jaring Apung (5 mm) 60 unit dengan ketentuan berukuran 1 x 1 x 1 m3 Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 24
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis izin, GT kapal, dan luas usaha.
Paragraf 3 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 25 (1) SIUP Tangkap dan SIUP Budidaya berlaku selama perusahaan melakukan kegiatan usaha perikanan. (2) SIPI (Tangkap) dan SIKPI (Tangkap dan Budidaya) berlaku selama 1 (satu) tahun. (3) Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan (IUP) ditetapkan sebagai berikut :
12
Jenis Perizinan A.
B.
Tarif
1
Untuk Usaha Perikanan Tangkap : 1. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) 2. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dengan kapal (5-10 GT) dengan alat tangkap sebagai berikut : a. Pancing Tonda b. Hand Line c. Rumpon d. Sero Apung e. Purse Seine: - Purse Seine Polgis Kecil - Purse Seine Polgis Besar f. Gillnet g. Long Line h. Pole and Line i. Squid Jigging j. Pancing Rawai dasar k. Long Beach Set Net 3. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dengan kapal (5-10 GT) Untuk usaha perikanan budidaya - Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP): 1) Di Air Tawar a. Pembenihan dengan luas areal : 0,75 Ha - 1 Ha > 1 Ha b. Pembesaran - Kolam Air Tenang 2 Ha - Kolam Air Deras 5 unit (1 unit = 100 m2) - Keramba 50 unit (1 unit = 4 x 2 x 1,5 m3) - Keramba Jaring Apung 4 unit (1 unit = 7 x 7 x 2,5 m3) 2) Di Air Payau a. Pembenihan dengan luas areal 0,5 Ha > 0,5 Ha b. Pembesaran dengan luas areal 5 Ha > 5 Ha 3) Di Air Laut - pembesaran a) Ikan bersirip (1) Kerapu Tikus/bebek 3 unit (@ unit=4 kantong ukuran 3 x 3 x 3 m3) (2) Kerapu lainnya 5 unit (@ unit=4 kantong ukuran 3 x 3 x 3 m3) (3) Kakap putih, Baronang dan ikan lainnya 11 unit (@ unit = 4 kantong ukuran 3 x 3 x 3 m3)
13
2
Rp 1.000.000/izin
Rp 30.800/GT/Tahun Rp 24.000/GT/Tahun Rp 40.000/Unit/Tahun Rp 50.000/Unit/Tahun Rp 27.000/GT/Tahun Rp 35.000/GT/Tahun Rp 24.000 /GT/Tahun Rp 30.000/GT/Tahun Rp 20.000/GT/Tahun Rp 25.000/GT/Tahun Rp 20.000/GT/Tahun Rp 25.000/GT/Tahun Rp 1.000.000/Izin
Rp 500.000/izin Rp 750.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.000.000/izin
Rp 750.000/izin Rp1.000.000/izin Rp1.000.000/izin Rp 1.500.000/izin
Rp 1.000.000/izin Rp 1.000.000/izin
Rp 1.000.000/izin
b)
1
Rumput laut dengan menggunakan metode : (1) Lepas dasar - 9 - 15 unit - Di atas 15 unit (2) Rakit apung - 21 -25 unit - 26 -30 unit (3) Long line - 3 – 5 unit - Di atas 5 unit c) Abalone dengan menggunakan : (1) Kurungan pagar (penculture) - 30 – 35 unit - Di atas 35 unit (2) Keramba jaring apung - 61 – 65 unit - Di atas 65 unit C. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIPI) dengan kapal 5-10 GT D. Pungutan Hasil Perikanan Budidaya
2
Rp 1.000.000/izin Rp 1.200.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.500.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.500.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.500.000/izin Rp 1.000.000/izin Rp 1.500.000/izin Rp 500.000/GT/Tahun 1% x harga jual seluruh ikan hasil pembudidayaan di lokasi pembudidayaan
BAB IV SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI Pasal 26 (1) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. (2) Wajib Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan Peraturan Daerah ini diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI Pasal 27 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. BAB VI WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 28 Retribusi Perizinan Tertentu yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat izin diberikan.
14
BAB VII SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 29 Saat terutangnya retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB VIII TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 30 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi terutang dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. (4) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN Pasal 31 (1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Bupati dapat menerbitkan STRD jika Wajib Retribusi tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang membayar. (2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran. (3) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. (4) Tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB X TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 32 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang merupakan tanggal jatuh tempo pembayaran Retribusi. (3) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. (4) Tatacara pembayaran, pembayaran dengan angsuran dan penundaan pembayaran Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
15
Pasal 33 (1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati. (2) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan SSRD. (3) Bentuk, jenis, ukuran dan tatacara pengisian SSRD, ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB XI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 34 Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. BAB XII KEBERATAN Pasal 35 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKRDLB. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan Retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, dari SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 36 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan. (2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
16
BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 37 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak retribusi diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 38 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan : a. nama dan alamat Wajib Retribusi; b. masa retribusi; c. besarnya kelebihan pembayaran; d. alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) retribusi di sampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati. Pasal 39 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XIV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 40 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain untuk mengangsur.
17
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain diberikan kepada masyarakat yang ditimpa bencana alam dan atau kerusuhan. (4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB XV KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 41 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi,menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan surat teguran; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 42 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 43 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.
18
BAB XVII PENYIDIKAN Pasal 44 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi Daerah; i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka: 1. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 1999 Nomor 104); 2. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 1999 Nomor 105); 3. Pasal 27 dan Pasal 28 Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2003 tentang Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2003 Nomor 25);
19
4. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Trayek (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2000 Nomor 32); 5. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2000 Nomor 36); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 46 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura.
Ditetapkan di Sentani pada tanggal 20 November 2012 BUPATI JAYAPURA, ttd. MATHIUS AWOITAUW, SE., M.Si Diundangkan di Sentani pada tanggal 20 November 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JAYAPURA, ttd. Drs. EDISON MUABUAY, M.Si PEMBINA UTAMA MUDA NIP 195905021984101003. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA TAHUN 2012 NOMOR 10 untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya, a.n. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JAYAPURA KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN,
T R I O N O, S.H. PEMBINA NIP. 19630906 199303 1 005
20