Provinsi Kalimantan Selatan 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
1. 1.1. 1.2.
KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
1 1 4
2. 2.1. 2.1.1. 2.1.2. 2.1.3. 2.1.4.
ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA Pendidikan Kesehatan Perumahan Mental/Karakter
8 8 8 9 11 12
2.2. 2.2.1. 2.2.2. 2.2.3. 2.2.4.
ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pengembangan Sektor Pangan Pengembangan Sektor Energi Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri
14 14 18 19 21
2.3. 2.3.1. 2.3.1.1 2.3.1.2 2.3.2.
ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN Pusat Pertumbuhan Wilayah Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan Industri Kesenjangan intra wilayah
24 24 24 25 25
3.
ISU STRATEGIS WILAYAH
27
4.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
35
5.
PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016
36
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~i~
Provinsi Kalimantan Selatan 2015
ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 1.
KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH
Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.
1.1.
PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.
1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan terus menurun selama periode 2011 – 2014, selama kurun waktu 2011-2014. Kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan memiliki laju pertumbuhan rata-rata 5,79 persen, berada di bawah rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 5,90 persen (Gambar 1). Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional terutama sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki komoditas utama kelapa sawit dan karet. Gambar 1 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 8 7 6 Persen / Tahun
5 4 3 2 1 0
2011
2012
2013
2014
Kalimantan Selatan
6,97
5,97
5,36
4,85
Nasional
6,16
6,16
5,74
5,21
Sumber: BPS, 2014
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~1~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Selama kurun waktu 2010-2014 pendapatan per kapita di Provinsi Kalimantan Selatan cenderung meningkat. Jika pada tahun 2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Kalimantan Selatan dan PDB Nasional sebesar 81,38 persen, maka pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi 79,06 persen (Gambar 2). Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Gambar 2 PDRB Per Kapita ADHB 45.000,00 40.000,00
Ribu Rupiah
35.000,00 30.000,00 25.000,00 20.000,00 15.000,00 10.000,00 5.000,00 0,00
2010 2011 2012 2013 2014 Kalimantan Selatan 23.418,47 26.594,38 28.197,08 30.062,76 33.545,74 Nasional 28.778,17 32.336,26 35.338,48 38.632,67 42.432,08
Sumber: BPS, 2014
1.1.2. Pengurangan Pengangguran. Tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Selatan berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun pada tahun 2008-2013, namun kembali meningkat pada tahun 2014-2015, yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun 2008-2013 masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2008-2015 berkurang sebesar 1,13 persen (Gambar 3). Perbandingan secara nasional menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Kalimantan Selatan tergolong rendah. Dengan PDRB per kapita yang relatif rendah, kondisi ini menyiratkan rendahnya produktivitas tenaga kerja dan terbatasnya nilai tambah yang diciptakan perekonomian daerah. Tantangan yang harus dihadapi adalah peningkatan produktivitas sektor pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan yang dapat menyerap teanga kerja relatif tinggi.
~2~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Gambar 3 Tingkat Pengangguran Terbuka 9,00 8,00 persen
7,00 6,00 5,00 4,00 3,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kalimantan Selatan 6,91 6,75 5,89 5,62 4,32 3,91 4,03 4,83 Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,81
Sumber: BPS, 2015
1.1.3. Pengurangan Kemiskinan Sejalan dengan petumbuhan ekonomi dan penurunan pengangguran, tingkat kemiskinan di daerah berhasil ditekan. Selama kurun waktu 2007-2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Selatan telah berkurang sebesar 2,33 persen dan berada di bawah kemiskinan nasional (Gambar 4). Tantangan yang harus dihadapi adalah tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan dengan laju penurunan yang relatif lambat. Hal ini menunjukkan adanya stagnasi pertumbuhan sektor pertanian dan kegiatan ekonomi lainnya di perdesaan. Selain itu, laju penurunan kemiskinan di perkotaan yang relatif lambat juga perlu dipercepat.
Persen
Gambar 4 Persentase Penduduk Miskin 2008-2015 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 -
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Perkotaan
6,01
5,79
4,82
4,54
3,84
3,56
3,25
3,79
Perdesaan
7,72
6,97
5,33
5,69
6,34
6,07
5,88
5,33
Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,12 5,21 5,29 5,01 4,77 4,68 Nasional 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 10,96 Sumber: BPS, 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~3~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan 1.2.
KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA
Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.
1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, dan Tanah Bumbu termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kuadran ini dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (progrowth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan. Gambar 5 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
~4~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Kedua, Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Utara, Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Barito Kuala terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan dan jasa. Ketiga, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Banjar, Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah memningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013. Pertama, Kabupaten Tanah Bumbu, Tanah Laut dan Kota Banjarbaru masuk daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, prohuman development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua, Kabupaten Barito Kuala dan Hulu Sungai Utara yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan. Ketiga, Hulu Sungai Selatan, Balangan, dan Tapin terletak di kuadaran III dengan ratarata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah. Keempat, Kabupaten Banjar, Tabalong, Kota Baru, Hulu Sungai Tengah dan Kota Banjarmasin terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~5~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 6 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 20082012. Pertama, Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu, Kota Banjar Baru dan Kota Banjarmasin termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan. Kedua, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Barito Kuala, dan Balangan di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.
~6~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Gambar 7 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
Ketiga, Kabupaten Tabalong, Kotabaru, dan Tanah Laut terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah ratarata (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~7~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan 2.
ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH
Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.
2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA 2.1.1. Pendidikan Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan sektor pendidikan di Kalimantan Selatan memiliki peran penting dan strategis, pendidikan menjadi sektor prioritas yang berada pada urutan pertama diantara sektor-sektor prioritas lainnya. Suatu wilayah relatif lebih mudah berkembang apabila kualitas pendidikan pendudduknya memadai. Di sisi lain pendidikan merupakan ha warga negara yang harus dipenuhi sehingga Pemerintah Kalimantan Selatan menempatkan pendidikan sebagai target penting dalam setiap kebijakannya Capaian pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan telah menunjukkan kemajuan hingga saat ini, namun harus terus dioptimalnya karena terdapat beberapa indikator yang pencapaiannya masih rendah. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun (pendidikan dasar) tahun 2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan belum merata (Gambar 8). Rata-rata APS Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013 sebesar 98,8 persen untuk usia 7-12 tahun dan 86,31 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan dengan APS terendah meliputi Kota Banjarmasin (81,56 persen), Kabupaten Tabalong (82,35 persen), dan Kabupaten Kotabaru (85,75 persen). Gambar 8 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen) 120 100
98,8 86,31
80 60 40 20 0
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun
Sumber: BPS, 2013
~8~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Gambar 9 Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013 8,2
99
8,1 96,89
97,05
97
7,9
96
7,8
95 94,14 94
7,7 7,6 7,5
92,58
92,91
93,25
92,99
93 92
7,4
91
7,3
90
7,2
AMH (%)
RLS (tahun)
8
97,95 98
97,55
97,21
89 2009
2010
2011
2012
2013
RLS_Provinsi (tahun)
RLS Nasional (tahun)
AMH_Provinsi (%)
AMH Nasional (persen)
Sumber: BPS, 2013
Peningatan jumlah penduduk yang bersekolah menunjukkan keberhasilan dalam upaya memperluas layanan pendidikan. Perkembangan RLS dan AMH Kalimantan Selatan menunjukkan peningkatan (Gambar 9). RLS di Provinsi Kalimantan Selatan 7 – 8 tahun, lebih rendah dari RLS nasional. Dari RLS terlihat bahwa pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah baru berjalan sekitar 7 sampai 8 tahun. AMH Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009-2013 berkisar pada angka 97 persen dan tidak banyak peningkatannya, namun lebih tinggi dari APS nasional. Dampak dari rendahnya APS, AMH, serta RLS mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di daerah. Provinsi Kalimantan Selatan perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan.
2.1.2. Kesehatan Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Selatan. Tingkat kesehatan masyarakat Kalimantan Selatan belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di atas nasional. Angka kematian bayi di Kalimantan Selatan pada tahun 2012 sebanyak 44 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, angka kematian bayi Kalimantan Selatan 58 kematian per 1000 kelahiran hidup. Faktor penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk penanganan persalinan yang kurang memadai, kesehatan lingkungan yang buruk, serta wawasan masyarakat terhadap kesehatan.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~9~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 10 Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan Selatan 70 60 50 AKB
40 30 20 10 0
2007
2010
2012
Kalimantan Selatan
58
34
44
INDONESIA
39
26
34
Sumber: BPS, 2012
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah mengajukan program prioritas untuk percepatan pembangunan kesehatan di Kalimantan Selatan. Sasaran pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Selatan adalah program peningkatan sarana prasarana alat RS rujukan regional di RSUD Ulin Kota Banjarmasin, RSUD Ansari Saleh Kota Banjarmasin, RSUD Ratu Zalecha Kab. Banjar, RSUD Hasan Basri Kandangan Kab. Hulu Sungai Selatan, RSUD Kab. Kotabaru. Jumlah fasilitas kesehatan di Kalimantan terbanyak adalah posyandu, yaitu sebanyak 3.772 buah, sedangkan rumah sakit jumlahnya 32 buah. Praktek dokter dan puskesmas merupakan layanan kesehatan yang paling banyak diakses oleh penduduk Sulawesi Selatan. Jumlah puskesmas di Kalimantan Selatan tahun 2014 sebanyak 228 puskesmas yang tersebar di kecamatan-kecamatan Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 1). Keberadaan puskesmas paling banyak di Kabupaten Kotabaru sebanyak 27 puskesmas, sedangkan paling sedikit berada di Kota Banjarbaru sebanyak 8 puskesmas. Tabel 1 Jumlah Puskesmas dan Perawatan (Unit) Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Selatan
~10~
No.
Kabupaten/Kota
Puskesmas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kab. Tanah Laut Kab. Kotabaru Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Tapin Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Tabalong Kab. Tanah Bumbu Kab. Balangan
18 27 23 19 13 21 19 13 16 14 11
Puskesmas Perawatan 3 9 3 10 2 5 1 2 3 4 2
Puskesmas Non Perawatan 15 18 20 9 11 16 18 11 13 10 9
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 No. 12 13
Kabupaten/Kota Kota Banjarmasin Kota Banjarbaru Provinsi Nasional Sumber: BPS, 2014
Puskesmas 26 8 228 9.731
Puskesmas Perawatan 0 1 45 3.378
Puskesmas Non Perawatan 26 7 183 6.336
Untuk masalah gizi buruk, banyak faktor yang menyebabkan tingginya penderita gizi buruk di Kalimantan Selatan. Hal ini terkait dengan status ekonomi masyarakat setempat yang tidak menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Selama tahun 2015 sedikitnya terdapat 70 kasus penderita gizi buruk yang mayoritas adalah balita. Jumlah ini sudah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya namun tidak bisa dijadikan pedoman bahwa gizi buruk dan krang gizi telah berkurang. Terdapat empat faktor yang menyebabkan terjadinya kurang gizi dan gizi buruk di Kalimantan Selatan, diantaranya aspek produksi panan, aspek distribusi pangan, akses masyarakat terhadap pangan yang bergizi, serta aspek konsumsi. Daerah dengan prevalensi gizi kurang antara lain Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan dan Barito Kuala. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.
2.1.3. Perumahan Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah layak huni di Kalimantan Selatan sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk yang belum memiliki rumah yang layak ditempati, kepemilikan pemukiman yang belum tertata, serta terdapat keterbatasan lahan yang disebabkan oleh kondisi fisik wilayah Kalimantan Selatan. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus. Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Kalimantan Selatan yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat, meskipun masih di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Kalimantan Selatan meningkat tajam pada tahun 2010 ke tahun 2013, yaitu dari 48,95 persen menjadi 57,54 persen; dan masih berada dibawah rata-rata nasional. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Kalimantan Selatan selama 2010-2013 sedikit peningkatannya, dan masih jauh di bawah rata-rata nasional.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~11~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 11 Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum Sanitasi Air Minum 65
persen
persen
60 55 50 45 40
70 65 60 55 50 45 40 35 30
2010
2011
2012
2013
57,54
Kalimantan Selatan
48,97
59,39
61,39
62,07
60,91
Nasional
44,19
63,48
65,05
67,73
2010
2011
2012
2013
Kalimantan Selatan
48,95
48,38
49,72
Nasional
55,53
55,6
57,35
Sumber: BPS, 2013
Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan). Indikator lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah berkurangnya kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Kalimantan Selatan banyak tersebar di daerah perkotaan. Belum optimalnya pembangunan prasarana dasar pada permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan kumuh di perkotaan.
2.1.4. Mental/Karakter Pembangunan karakter di setiap wilayah berbeda, tergantung dari budaya, agama, serta kehidupan masyarakatnya. Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi. Pembangunan wilayah Kalimantan Selatan menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang
~12~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 materinya terkait langsung dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan. Peran lembaga adat juga dapat memberikan pemahaman tentang kearifan lokal yang memiliki nilai positif untuk pembangunan. Tabel 2 Jumlah Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah Provinsi Kalimantan Selatan Uraian Jumlah pemeluk agama Jumlah Tempat peribadatan
Islam 3.772.700 2.590
Kristen 49.277 48
Katholik 22.234 31
Budha 13.109 18
Hindu 63.073 90
Sumber: Kementerian Agama Kanwil Kalimantan Selatan, 2015
Pendidikan karakter di Kalimantan Selatan dapat dikembangkan melalui budaya lokal berbasis masyarakat adat dan agama. Pendidikan agama dalam masyarakat dan lingkungan sekolah juga menjadi dasar pada terbentuknya karakter masyarakat. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2) Pembentukan karakter bisa dilakukan melalui pemuka agama dan penyuluh agama di Kalimantan Selatan. Gambar 12 Bidang Organisasi Kepemudaan di Provinsi Kalimantan Selatan kepartaian 4% kegamaan 17%
kesiswaan 50%
kebangsaan 29%
Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014 (diolah)
Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Melalui peran organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan karena dapat melatih rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat. Jumlah organisasi kepemudaan yang terdaftar pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 24
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~13~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan organisasi (Gambar 12) yang menjadi wadah aspirasi generai muda dalam menjalankan aktivitas kepemudaan. Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan. Pembangunan karakter di Kalimantan Selatan dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya dan agama menuju masyarakat Kalimantan Selatan yang maju dan cerdas.
2.2.
ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Kalimantan Selatan karena potensi sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Kalimantan Selatan. Produksi padi di Provinsi Kalimantan Selatan di mengalami kenaikan sebesar 2,87 persen dibandingkan dengan tahun 2014 atau meningkat sebanyak 60 ribu ton dengan total produksi sebesar 2,15 juta ton, dimana luas panen mengalami kenaikan sebesar 21.123 hektar meskipun produktivitas menurun dari 42,05 ku/ha menjadi 41,50 ku/ha (Gambar 13). Kenaikan ini disebabkan karena adanya upaya–upaya khusus untuk meningkatkan luas panen yang dilakukan oleh Instansi terkait dengan peningkatan areal tanam meskipun produkstivitas menurun karena adanya pengaruh musim kemarau yang cukup panjang. Kontribusi produksi padi di provinsi Kalimantan Selatan tahun 2015 sebesar 3 persen terhadap produksi padi Nasional. Gambar 13 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Kalimantan Selatan 2.180.000 2.160.000 2.140.000 2.120.000 2.100.000 2.080.000 2.060.000 2.040.000 2.020.000 2.000.000 1.980.000 1.960.000
2.154.683
60 50
2.094.590
2.086.221
40 30
2.038.309
2.031.029
20 10 0
2011 Produksi Padi
2012
2013
Produktivitas Padi
2014
2015
Produktivitas Nasional
Sumber: BPS, Tahun 2014
Produksi jagung di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 9,48 persen atau produksi sebesar 129.175 ton pipilan kering (Gambar 14). Kenaikan ini dikarenakan ada penambahan luas panen sebesar 917 hektar atau 4,40 persen dan terjadi kenaikan produktivitas sebesar 2,75 ku/ha atau sebesar 4,86 persen
~14~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Gambar 14 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Kalimantan Selatan 140.000 120.000 100.000
112.066 99.779
107.043
117.986
129.175
70 60 50
80.000
40
60.000
30
40.000
20
20.000
10
0
0 2011
2012
2013
Produksi Jagung
2014
2015
Produktivitas Jagung
Produktivitas Nasional
Sumber: BPS, 2015
Untuk komoditas kedelai, produksi kedelai mengalami peningkatan mencapai 10.757 ton atau meningkat 20,24 persen dibandingkan produksi tahun 2014 (Gambar 15). Peningkatan ini karena adanya peningkatan produktivitas sebesar 1,09 ton/hektar atau meningkat 8,35 persen dan kenaikan luas panen sebesar 756 hektar atau 11,04 persen. Gambar 15 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Kalimantan Selatan 12.000
10.757
10.000
8.946
15,5 15
8.000 6.000
16
14,5 14 4.376
4.000
3.860
13,5
4.072
13 12,5
2.000
12
0
11,5 2011 Produksi Kedelai
2012
2013
Produktivitas Kedelai
2014
2015
Produktivitas Nasional
Sumber: BPS, 2014
Kondisi agroekosistem Kalimantan Selatan sangat mendukung untuk pengembangan komoditas pertanian. Produksi padi Kalimantan Selatan terdiri atas padi sawah dan padi ladang,
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~15~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan dengan produksi terbesar di Kabupaten Barito Kuala dan Banjar. Kedua kabupaten ini menyuplai lebih dari sepertiga produksi padi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin dan Banjarbaru juga memproduksi padi secara total 11 ribu ton lebih. Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi. Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya. Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga berasal dari peternakan. Kebutuhan konsumsi daging di di Provinsi Kalimantan Selatan dipenuhi dari produksi sendiri dan pasokan daerah lain. Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru merupakan penyuplai daging terbesar di wilayah Kalimantan Selatan. Terdapat kendala pada aspek produksi dan produktivitas ternak dalam penyediaan daging di Kalimantan Selatan khususnya daging sapi, yaitu jumlah kepemilikan ternak yang tidak ekonomis dan sistem pemeliharaan ternak dengan subsistem. Produksi daging di Provinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh daging sapi yang terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya (Gambar 16). Produksi daging sapi di Kalimantan Selatan tahun 2015 berkontribusi sebesar 1,69 persen terhadap produksi daging sapi nasional. Gambar 16 Produksi Daging Provinsi Kalimantan Selatan (Ton) 12.000 9.770
9.610
10.000
9.514
8.459
8.000 7.058 6.000 4.000 2.000
1.221
675
0
71
785 741
2010
2011
56
784 730
2012
124
825 663
933 135
2013
Daging Sapi
Daging Kerbau
Daging Kuda
Daging Kambing
Daging Domba
Daging Babi
500
133
2014
Sumber: BPS, 2014
Peternakan unggas di Provisi Kalimantan Selatan juga mengalami peningkatan dengan hasil produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Kalimantan Selatan adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 63 juta ekor pada tahun 2014, meningkat dari tahun sebelumnya 51 juta ekor (Gambar 17). Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari pemerintah. ~16~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Gambar 17 Populasi Ternak Unggas Provinsi Kalimantan Selatan (Ribu Ekor) 70.000,00
63.669,90
60.000,00
51.860,70
50.000,00 40.000,00
39.947,50
43.647,80
40.603,20
30.000,00 20.000,00 13.702,60 10.000,00 0,00
13.651,80
12.847,60
10.012,40 8.779,40 4.089,80 4.615,50 4.488,50 4.412,00 5.004,40 4.354,10 3.233,00 2.631,10 2.782,80 2.765,30
2010 Ayam Kampung
2011
2012
Ayam Petelur
2013
2014
Ayam Pedaging
Itik
Sumber: BPS, 2014
Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Kalimantan Selatan juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Kalimantan Selatan cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Kabupaten Banjar, Barito Kuala, dan Tapin merupakan wilayah yang potensial untuk perluasan areal tanaman pangan. Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya. Untuk mendukung ketahanan pangan di Kalimantan Selatan diperlukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3). Tabel 3 Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan Desa Mandiri Benih
Cetak Sawah (Ha)* 40
40.000
Target Produksi 2019 (ribu ton) Padi 2.430.871
Jagung 131.757
Kedelai 11.619
Daging Sapi dan kerbau 14.337
Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015
Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~17~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik.
2.2.2. Pengembangan Sektor Energi Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Berdasarkan hal tersebut beberapa negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis. Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum begitu menggembirakan. Sebagian besar kebutuhan energi di Kalimantan Selatan baik untuk sektor ekonomi maupun sebagai pembangkit tenaga listrik masih mengandalkan potensi migas yang sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi komoditas ekspor. Pemanfaatan sumber energi terbarukan bersifat lokal dan tidak ekonomis jika ditransportasikan antar wilayah. Kondisi ini menyebabkan pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok dalam peningkatan pemanfaatan energi di wilayah terpencil dan terisolasi. Kondisi energi Provinsi Kalimantan Selatan yang meliputi sistem kelistrikan Kalimantan Selatan saat ini didukung oleh Sistem Barito, Sistem Kotabaru, dan Sistem Batu Licin. Sistem Barito terdiri atas PLTD Tanjung 7 MW, PLTD Panangkalaan 6,5 MW, PLTD Selat 4 MW, PLTG Trisakti 17 MW, PLTD Trisakti 64 MW, PLTA Riam Kanan 10 x 3 MW, PLTU Asam-Asam Unit 1 dan 2: 2 x 65 MW, PLTU Asam-Asam Unit 3 dan 4 (2 x 65 MW). Total daya terpasang dari Sistem Barito adalah 396,9 MW dan daya mampu 329,36 MW. Sistem Kota Baru terdiri atas PLTD dengan daya terpasang 15,1 MW dan daya mampu 10.80 MW; sedangkan Sistem Batulicin terdiriatas PLTD dengan daya terpasang 16,0 MW dan daya mampu 15.36 MW. Sebagai daerah penghasil batu bara, namun sebagian besar pembangkit lisrik Kalimantan Selatan menggunakan tenaga diesel. Pemadaman listrik menjadi fenomena yang biasa terjadi di Kalimantan Selatan. PLN hanya mampu menyediakan daya sebesar 250 MW, sementara beban puncak untuk Kalimantan Selatan dan Tengah mencapai 320 MW. Akibatnya pada masa-masa beban puncak di petang dan malam hari, pelanggan industri seperti pabrik dan hotel harus keluar dari sistem listrik PLN dan menggunakan generator sendiri. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2014 masih di bawah 100 persen, namun lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat.
~18~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Gambar 18 Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014 120 100
82,68
80
81,70
60 40
Rasio Elektrifikasi
Papua
Papua Barat
Maluku
Maluku Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur dan Utara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Nusa Tenggara Timur
BALI
Nusa Tenggara Barat
Banten
Jawa Timur
D.I Yogyakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Kepulauan Riau
DKI Jakarta Tangerang
Lampung
Kep Bangka Belitung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Riau
Jambi
Sumatera Barat
Aceh
0
Sumatera Utara
20
Nasional
Tidak termasuk pelanggan non PLN Sumber: Statistik PLN, 2014
Salah satu bentuk antisipasi dari pemerintah untuk mencegah krisis listrik agar tidak semakin berkepanjangan, dan juga untuk menghindari kerugian yang semakin dirasakan oleh masyarakat adalah mewajibkan pembangunan power plant. Apabila perusahaan besar pertambangan yang menanamkan investasi di Kalimantan Selatan tidak membuat power plant untuk membantu mengatasi krisis energi listrik, Kalimantan Selatan akan semakin mengalami krisis listrik. Salah satu pemanfaatan EBT di Kalimantan Selatan adalah dari PLTA. Namun apabila musim kemarau PLTA menjadi terganggu dan tidak bisa memasok daya listrik maksimal sebesar 30 MW karena hanya bisa beroperasi di bawah 10 MW. Apabila curah hujan tinggi PLTA bisa beroperasi lancar.
2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan Sasaran pengembangan ekonomi maritim dan kelautan diantaranya termanfaatkannya sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitas laut. Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Kalimantan Selatan memiliki posisi strategis untuk pengembangan poros maritim. Beberapa pengembangan pelabuhan laut untuk mendukung transportasi laut di Kalimantan Selatan antara lain pengembangan pelabuhan laut Batulicin, Pelabuhan Sebuku, Pelabuhan Pelaihari, Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, dan Pelabuhan Marabatuan. Aktivitas di dermaga Pelabuhan terdiri atas pelayaran lokal, pelayaran antarpulau, dan pelayaran samudera. Dermaga Pelabuhan Banjarmasin dan Kotabaru merupakan pelabuhan utama di Kalimantan Selatan yang disinggahi oleh kapal penumpang dan kapal perintis. Volume bongkar muat terbesar terdapat di Kabupaten Kotabaru dan Kota Banjarmasih, sedangkan
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~19~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan paling kecil terdapat di Pelabuhan Tanjung Batu (Tabel 4). Jumlah kunjungan kapal dapat digunakan untuk menganalisis aktivitas suatu pelabuhan karena data jumlah kunjungan kapal di suatu pelabuhan menunjukkan tingkat kesibukan aktivitas pelabuhan. Semakin rendahnya aktivitas pelabuhan, biaya logistik semakin tinggi sehingga biaya operasional kurang efisien. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah makin rendah. Tabel 4 Aktivitas Pelabuhan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014 Pelabuhan Banjarmasin Kintap Sungai Danau/Satui Kotabaru Pulau Sebuku Tanjung Batu Jumlah
Bongkar Antar Antar Pulau Negara 80.957.983 164.945 221.419 9.890.500 27.443.921 9.787.280 187.747 48.514 118.750.084 9.952.225
Muat Antar Antar Pulau Negara 4.649.015 71.023.928 47.063.040 3.918.843 10.740.367 24.191.834 3.461.619 38.707.960 18.354.504 4.914.470 1.867.566 2.160.899 86.136.111 144.917.934
Sumber: Statistik Perhubungan Provinsi Kalimantan Selatan, 2014
Kalimantan Selatan memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut karena berada di posisi laut yang strategis dan memiliki potensi bahari yang melimpah. Hal ini didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap laut mencapai 52 persen dari total produksi perikanan di Kalimantan Selatan. Sementara untuk perikanan budidaya meliputi budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi), produksi perikanan budidaya terbesar meliputi kolam, tambak, dan keramba (gambar 19). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain udang windu, udang galah, gurame, mujair, nila dan ikan mas. Sementara itu, jumlah nelayan laut di perairan umum, pembudaya ikan di tambak, kolam, dan keramba serta budidaya ikan lainnya di Kalimantan Selatan berjumlah 166.330 orang. Untuk meningkatkan produksi perikanan pemerintah memberikan bentuk pelatihan berupa pelatihan peralatan tangkap ikan, pengawasan pembudidayaan kelautan, dan budidaya ikan air tawar maupun budidaya ikan air laut. Hasil produksi perikanan tangkap laut Kalimantan Selatan menyumbang 2,1 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar 5.707.012 ton pada tahun 2013. Potensi perikanan yang besar di Kalimantan Selatan terdapat di Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru dengan potensi perikanan cukup tinggi. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Kalimantan Selatan antara lain belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta budidaya perikanan lainnya, dan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan yang belum memadai. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini antara lain pemberian kredit mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di pasar lokal dan untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan ikan.
~20~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Gambar 19 Produksi Perikanan (ton) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013
8%
2%
11%
7% 52%
1% 19%
Tangkap Laut
Perairan Umum
Budidaya Laut
Tambak
Kolam
Keramba
Jaring Apung
Sawah
Sumber: BPS, 2013
2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas. Pariwisata di daerah Kalimantan Selatan termasuk sektor yang potensial untuk dikembangkan. Daerah Kalimantan Selatan memiliki beberapa obyek wisata yang menarik, baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Kalimantan Selatan memiliki potensi besar untuk pengembangan wisata bahari mengingat masih banyak wilayah bahari di provinsi ini yang belum diberdayakan. Salah satu misi pembangunan pariwisata di Provinsi Kalimantan Selatan adalah mengembangkan dan mempromosikan produk pariwisata yang berwawasan lingkungan, kebudayaan, sejarah, dan pesona alam yang memiliki daya saing sebagai salah satu devisa. Pemerintah terus akan mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Provinsi
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~21~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan agar menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang potensial bagi pengembangan pariwisata. Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan masih rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Kalimantan Selatan belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Kalimantan Selatan meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu asing dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Kalimantan Selatan mengalami peningkatan dari 1 juta pengunjung pada tahun 2013 menjadi 1,4 juta pengunjung pada tahun 2014. Target peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Kalimantan Selatan adalah 10 persen, sedangkan untuk wisatawan nusantara sebesar 20 persen. Gambar 20 Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014 1.600.000
1.489.316
100.000.000 90.000.000
1.400.000
80.000.000
1.200.000
1.033.374
1.000.000
1.017.488
1.069.211
70.000.000 60.000.000
852.346
800.000
50.000.000
600.000
40.000.000 30.000.000
400.000
20.000.000
200.000 -
8.661
2010
11.808
7.659
2011
2012
9.007
2013
8.569
10.000.000 -
2014
Jumlah Tamu Asing (Provinsi)
Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi)
Jumlah Tamu Asing (Nasional)
Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)
Sumber: BPS, 2014
Pengembangan destinasi dan kawasan strategis pariwisata sesuai potensi yang dimiliki Kalimantan Selatan, khususnya wisata alam berbasis sungai, kawasan Pegunungan Meratus atau Loksado, dan wisata bahari. Kalimantan Selatan memiliki kawasan pantai dengan berbagai kekayaan dan keundahan biotalautnya yaitu Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Pelaihari yang sudah dikenal adanya Pantai Angsana, Pulau Samber Gelap, Pulau Teluk Tamiang, Pantai Batakan, dan Pantai Takisung. Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Objek wisata yang dimiliki Kalimantan Selatan belum ditata dengan baik menjadi daya tarik wisata unggulan, padahal potensinya sangat besar untuk dikembangkan.
~22~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu. Kontribusi sektor industri pengolahan di Kalimantan Selatan tidak setinggi sektor pertambangan. Potensi sumberdaya alam Kalimantan Selatan yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Kalimantan Selatan, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 5). Tabel 5 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tahun 2014 Tahun 2012 2013
Unit Usaha (Buah) 63.554 66.544
Tenaga Kerja (orang) 184.270 207.773
Nilai Investasi (Rp. 000)
Nilai Produksi (Rp. 000)
Nilai Tambah (Rp. 000)
10.680.798.337 11.550.010.060
26.451.103.404 29.490.437.256
19.884.343.934 20.722.211.329
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan, 2014
Pada tahun 2013 jumlah industri mikro menurun dari 66.544 unit menjadi 66.544, namun untuk nilai tambah, serapan tenaga kerja, dan nilai investasi menajdi meningakat dari tahun sebelumnya. elatihan dan ketrampilan berwirausaha perlu diberikan kepada masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan daya saing saat memiliki industri mandiri. Pengembangan usaha industri manufaktur mikro, kecil dan menengah belum menunjukkan hasil maksimal karena masih terkendala keterbatasan modal, bahan baku, serta pemasaran. Jenis industri yang paling banyak menghasilkan nilai output antara lain industri minyak makan dan kelapa sawit, karet reman, dan kayu lapis (Tabel 6). Ketiga industri tersebut juga menyerap tenaga kerja terbesar di Kalimantan Selatan Tabel 6 Jenis Industri , Nilai Output, dan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2013 Jenis Industri Industri Minyak Makan Kelapa Sawit Industri Karet Reman (Crumb Rubber) Industri Kayu Lapis Industri Semen Industri Perekat/Lem Industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya Industri Konsentrat Makanan Hewan Industri Pembekuan Biota Air Lainnya
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Output 10.400.578.018 3.524.536.563 2.071.325.906 1.622.143.602 1.058.654.080 664.214.066 543.713.177 252.898.271
Tenaga Kerja 5.368 2.008 6.662 733 185 779 306 1.448
~23~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Jenis Industri
Output
Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan Bangunan Terapung Industri Barang Anyaman dari Rotan dan Bambu
Tenaga Kerja
165.553.044 159.809.326
290 1.013
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan, 2014
2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.
2.3.1.1.
Kawasan Ekonomi Khusus
Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun saat ini belum ada pengembangan KEK di Kalimantan Selatan. Untuk mempercepat pengembangan ekonomi wilayah dan menjaga keseimbangan kemajuan daerah perlu dikembangkan kawasan prioritas yaitu pengembangan kawasan metropolitan Banjarkuala Kota Banjarmasin, Kab. Banjarbaru, Kab. Banjar, Baritokuala dan Tanah laut yang berfungsi untuk memantapkan keterkaitan dengan pusat-pusat wilayah Pulau Kalimantan Bagian Selatan. Pengembangan Kawasan Marabahan dan sekitarnya dengan pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya, kawasan transmigrasi, dan kota otom dengan komoditas unggulan ikan patin, ikan haruan, padi dan jeruk. Untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi membutuhkan penguatan konektivitas di masing-masing wilayah. Kebutuhan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di pusat pertumbuhan ekonomi antara lain mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara, pembangunan ruas jalan strategis nasional, dan mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Beberapa pembangunan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di Provinsi Kalimantan Selatan antara lain: 1. Pengembangan jaringan transportasi darat: jaringan jalur kereta lintas selatan antarkota, pembangunan jalur kereta api Bajarmasin Pelaihari Batu Licin engayam Tanah Grogot, pembangunan jalur KA Tanjung-Balikpapan, dan pengembangan jalur KA Banjarmasin-Palangkaraya; pembangunan jembatan penghung Pulau Laut, pembangunan jalan lingkar Sei Ulin dan Batu licin; 2. Pengembangan perhubungan darat: pengembangan sistem transit dan semi BRT Kota Banjarmasin; pembangunan jalan akses ke kawasan Industri Batulicin, 3. Pengembangan Bandara udara Gusti Syamsir Alam, dan Syamsudin Noor Banjarmasin
~24~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 2.3.1.2.
Kawasan Industri
Kawasan Industri (KI) bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. KI di Kalimantan Selatan terletak di Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu dan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Fokus fokus kegiatan utama KI Batu Licin adalah industri besi dan baja, KI Jorong adalah industri bauksit. Pada KI Batulicin, pasokan bahan baku untuk industri besi dan baja terdapat di Batulicin, berupa pertambangan mineral dan batu bara. PT Batulicin Steel akan membangun pabrik baja ulir dan besi beton di Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dengan total nilai investasi mencapai US$ 1,5 miliar (14 T rupiah). Keberadaan KI Batulicin di Kalimantan Selatan akan memperkuat industri baja tanah air karena memacu realiasi investasi baru. Hal tersebut bertujuan meningkatkan volume produksi baja tanah air sehingga mengurangi ketergantungan impor. Pemerintah pun telah memperketat ekspor guna mengamankan pasokan bahan haku bijih besi sesuai dengan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mendorong industri baja. Di sektor hilir baja, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan, seperti penetapan standar nasional Indonesia wajib untuk produk baja keperluan umum (Kementerian Perindustrian, 2015) KI Jorong lahannya tidak dibebaskan oleh pemerintah namun mengijinkan konversi peruntukan lahan menjadi kawasan industri besar. Saat ini lahan di KI Jorong adalah milik pemerintah daerah Tanah Laut, Swasta, dan masyarakat. Berdasarkan data yang didapat dari Pusat Sumber Daya Geologi tahun 2008, bijih besi sebagai bahan baku industri hilir besi/baja di Kabupaten Tanah Laut tersebar di beberapa tempat. Tempat yang memiliki cadangan terkira (probable) besi primer (bijih dan logam) yang besar di Kabupaten Tanah Laut adalah Riampinang, Gunung Tembaga dan Tanjung. Sumber daya besi primer terukur (measured) jumlahnya melebihi 1,5 juta ton, berada di daerah Pontain dan Tebing Siring; sedangkan sumber daya besi primer tereka (inferred) lebih dari seratus tujuh puluh ribu ton. Penambang bijih besi yang dapat menjadi pemasok bahan baku bagi calon investor industri hilir besi adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan produksi per bulan sebanyak 30.000 ton dan masyarakat dengan luas tambang 1.907 ha yang memiliki potensi bijih besi sebesar 50 juta ton. Jika investor mampu mendapatkan bahan baku sebanyak 1 juta ton dari penambang di Kabupaten Tanah Laut, maka nilai investasi yang dibutuhkan yang dibutuhkan berkisar antara 10 - 700 juta USD (BKPM, 2015)
2.3.2. Kesenjangan intra wilayah Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 cenderung sama dan berada di bawah rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Kalimantan Selatan tergolong pada kelompok ketimpangan sedang (Gambar 21). Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial di Provinsi Kalimantan Selatan adalah kurangnya investasi, kurangnya keberadaan sektor industri besar, serta kualitas tenaga kerja di Kalimantan Selatan. Pendidikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi kesenjangan di daerah. Keberadaan sektor pertambangan turut meningkatkan perekonomian di Kalimantan Selatan
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~25~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan sehingga meninggalkan daerah lain yang struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian. Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 7). Pendapatan perkapita tertinggi adalah di Kabupaten Kotabaru, Tabalong, dan Balangan. Tingginya pendapatan perkapita di daerah ini terutama didukung potensi pertambangan terutama batu bara sehingga semakin meningkatkan kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian Gambar 21 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013 0,90 0,80
0,78
0,78
0,80
0,80
0,78
0,43
0,43
0,43
0,43
0,43
0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 Kalimantan Selatan
0,10
Nasional
0,00 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
Tabel 7 Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013 (000/jiwa) Kabupaten/Kota Tanah Laut Kotabaru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Tanah Bumbu Balangan Kota Banjarmasin Kota Banjar Baru Kalimantan Selatan Sumber: BPS, 2013
~26~
2008 11.286 27.038 10.848 11.208 10.989 8.233 6.861 5.642 17.712 18.906 19.081 12.380 8.205 13.114
2009 12.254 29.486 12.288 11.961 12.042 9.187 7.940 6.467 20.552 21.810 21.075 14.159 8.697 14.399
2010 13.915 33.152 13.636 13.068 13.173 10.166 8.798 7.373 23.863 24.030 25.547 15.518 9.382 16.423
2011 15.620 36.767 14.888 14.202 14.149 10.980 9.724 8.446 27.484 25.905 30.362 17.650 10.195 18.358
2012 17.464 39.964 16.275 15.672 15.266 11.856 10.647 9.236 31.182 27.696 32.546 19.621 11.059 20.051
2013 19.429 43.027 17.402 16.951 16.302 13.058 11.503 10.158 34.044 29.223 35.781 21.940 12.079 21.627
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 3.
ISU STRATEGIS WILAYAH
Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut: 1.
Tingginya Ketergantungan pada Sektor Primer (Pertambangan) Aktivitas ekonomi masih tergantung pada sumberdaya primer pertanian dan pertambangan. Pada strukur perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2014, sektor pertambangan berkontribusi sebesar 28,73 persen dan sektor pertanian sebesar 14,47 persen, serta industri pengolahan 12,71 persen. Sementara untuk sektor jasa kontribusi masih relatif kecil (Tabel 8). Tabel 8 Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 Lapangan Usaha 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Pengadaan Listrik dan Gas 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 6. Konstruksi 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8. Transportasi dan Pergudangan 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10. Informasi dan Komunikasi 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 12. Real Estat 13. Jasa Perusahaan 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17. Jasa lainnya Sumber: BPS, 2014
Distribusi Persentase (%) ADHK ADHB
14,47 28,73 12,71 0,09 0,37 7,19 8,06 5,53 1,80 3,30 3,16 2,15 0,54 5,20 4,03 1,65 1,03
14,32 27,03 13,15 0,06 0,36 7,28 8,60 5,79 1,80 3,11 3,27 2,09 0,57 5,95 3,97 1,63 1,02
Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, sektor pertambangan dan penggalian; pengadaan air, pengelolaan sampah dan limbah; jasa perusahaan; dan jasa lainnya merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Kalimantan Selatan memiliki proportional share lebih besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 9).
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~27~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Tabel 9 Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Kalimantan Selatan Lapangan Usaha 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Pengadaan Listrik dan Gas 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 6. Konstruksi 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8. Transportasi dan Pergudangan 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10. Informasi dan Komunikasi 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 12. Real Estat 13. Jasa Perusahaan 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17. Jasa lainnya
2010 0,59 1,37 0,29 0,13
2011 0,57 1,47 0,28 0,14
2012 0,57 1,52 0,29 0,15
2013 0,56 1,55 0,28 0,15
2014 0,57 1,61 0,28 0,17
2,27 0,40
2,19 0,39
2,16 0,38
2,14 0,38
2,25 0,38
0,29 0,77 0,05 0,38 0,27 0,09 1,72
0,28 0,74 0,05 0,36 0,27 0,09 1,71
0,28 0,74 0,05 0,35 0,28 0,09 1,70
0,29 0,76 0,05 0,36 0,30 0,09 1,67
0,30 0,75 0,05 0,35 0,30 0,09 1,63
0,55 0,27 0,57 18,71
0,53 0,26 0,54 18,36
0,54 0,26 0,51 18,40
0,57 0,27 0,49 18,30
0,59 0,27 0,50 18,08
Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010 Sumber: BPS, 2014(diolah)
Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan sesuai dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai kedaulatan pangan dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasilhasil pertanian. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan lapangan kerja. Selama periode 2011-2015, perubahan orang bekerja di sektor pertanian, perdaggangan, hotel dan restoran, industri pengolahan, dan jasa-jasa, dan menunjukkan peningkatan tertinggi, sementara orang bekerja di sektor pertambangan, angkutan dan komunikasi dan keuangan cenderung menurun (Tabel 10). Ke depan, sektor industri pengolahan non migas masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian dan jasa-jasa dengan yang kurang produktif.
~28~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Tabel 10 Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2011-2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Pekerjaan Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan & Telekomunikasi Keuangan Jasa-Jasa Total
2011 756.416 74.277 117.126 4.317 94.961 434.798 77.729 35.752 274.230 1.869.606
2015 (Feb) 778.633 52.912 146.473 8.604 100.219 488.025 65.196 32.772 295.662 1.968.496
Perubahan 22.217 -21.365 29.347 4.287 5.258 53.227 -12.533 -2.980 21.432 98.890
Sumber: BPS, 2014
2.
Kurangnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan Dari sisi pengeluaran (penggunaan) pendorong utama pertumbuhan ekonomi selama 2007-2014 adalah pada ekspor. Peningkatan penjualan komoditas perkebunan kelapa sawit menjadi pendorong utama peningkatan ekspor di Provinsi Kalimantan Selatan. Jika terjadi penurunan produksi, hal ini tentunya akan berdampak langsung terhadap kinerja ekspor impor dan mempengaruhi perekonomian daerah. Perekonomian daerah memiliki ketergantungan tinggi terhadap ekspor produk pertambangan (Tabel 11). Besarnya kontribusi ekspor, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi pemerintah mendominasi struktur perekonomian Kalimantan Selatan, sedangkan investasi (PMTB) yang sangat penting bagi pertumbuhan daerah kontribusinya berada di bawah ketiga sektor tersebut. Investasi berperan meningkatkan stok kapital di daerah yang digunakan untuk berproduksi. Tingkat investasi yang rendah akan diikuti oleh terbatasnya kemampuan daerah untuk memacu peningkatan produksi. Tabel 11 PDRB Menurut Penggunaan 2014 Kontribusi (%) Penggunaan ADHK 2010 ADHB 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 46,20 43,64 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 0,86 0,89 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerlntah 11,42 12,22 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 21,90 22,21 5. Perubahan Inventor! 0,22 0,21 6. Ekspor Luar Negeri 80,53 72,58 7. Impor Luar Negeri 24,12 25,39 8. Net Ekspor Antar Daerah -37,01 -26,36 Total 100 100 Sumber : BPS, 2014
Sejalan dengan kebijakan percepatan pembangunan di Kalimantan Selatan, kegiatan investasi perlu ditingkatkan dengan mengembangkan potensi wilayah, meliputi sumber daya
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~29~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan alam dengan kandungan minyak dan gas, kandungan mineral logam, sumber daya hutan dan perairan, pengembangan pertanian dan agribisnis, serta potensi pariwisata yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Mengingat pentingnya investasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah, hal yang perlu diperhatikan adalah kelembagaan yang ramah dunia usaha. Pencapaian nilai tambah pada komponen investasi diantaranya dipengaruhi oleh pembenahan sarana infrastruktur, pengurusan perizinan usaha, kepastian hukum dan kondisi keamanan suatu daerah.
3.
Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah
Pembangunan infrastruktur yang baik akan menjamin efisiensi, memperlancar pergerakan barang dan jasa, dan meningkatkan nilai tambah perekonomian. Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas daerah. Keberadaan infrastruktur seperti jalan raya dan jembatan akan mampu membuka akses bagi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Provinsi Kalimantan Selatan dilayani jaringan jalan sepanjang 11.687 km. Kerapatan jalan yang menunjukkan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di Provinsi Kalimantan Selatan tergolong rendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia (Tabel 12). Tabel 12 Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
~30~
Provinsi DKI Jakarta D.I Yogyakarta Bali Jawa Tengah Jawa Timur Banten Sulawesi Selatan Jawa Barat Kepulauan Riau Lampung Sumatera Barat Sumatera Utara Sulawesi Utara Nusa Tenggara Barat Bengkulu Gorontalo Nusa Tenggara Timur Sulawesi Barat Aceh Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Kep. Bangka Belitung Riau Jambi
PDRB Per Kapita (Ribu Rp) 136.407,58 21.873,72 29.666,48 22.858,32 32.703,80 29.961,85 27.760,65 24.961,05 76.753,11 23.648,76 25.963,24 30.482,59 27.804,68 15.351,54 19.631,40 18.627,37 10.742,42 19.211,14 23.199,49 27.898,88 25.316,32 27.230,80 32.868,70 72.331,01 36.088,33
Kerapatan Jalan 1068,36 136,19 133,20 90,56 89,03 70,84 69,98 69,55 60,40 56,85 54,57 50,41 49,14 43,52 43,06 42,76 42,10 41,93 39,86 31,32 30,38 30,16 29,62 28,27 26,65
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 No.
Provinsi
26 Maluku Utara 27 Sumatera Selatan 28 Maluku 29 Kalimantan Timur 30 Kalimantan Barat 31 Kalimantan Tengah 32 Papua Barat 33 Papua Sumber: BPS (2014)
PDRB Per Kapita (Ribu Rp) 16.872,31 30.627,55 14.230,08 123.985,45 22.707,79 30.220,97 59.156,84 38.891,99
Kerapatan Jalan 19,39 18,71 16,61 12,13 10,42 9,93 8,40 5,26
Berdasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian, dengan menggunakan data 33 provinsi terlihat hubungan positif antara PDRB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 22). Semakin tinggi pendapatan per kapita wilayah kerapatan jalannya cenderung tinggi pula. Provinsi-provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi Kalimantan Selatan relatif tidak lebih baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Dengan pendapatan perkapita tinggi, posisi Kalimantan Selatan masih mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Gambar 22 Hubungan antara Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Tahun 2014 3,50
Log Kerapatan Jalan
3,00 2,50 y = 0,2139x - 0,008 R² = 0,0149
2,00 1,50
Kalimantan Selatan
1,00 0,50 0,00 6,80
7,00
7,20
7,40 7,60 Log PDRB per kapita
7,80
8,00
8,20
Sumber: BPS (2014) - diolah
Secara kualitas, panjang jalan di Kalimantan Selatan sebagian besar sudah dalam kondisi baik (hampir 90 persen) pada jalan negara dan jalan provinsi. Kondisi jalan yang baik sangat kondusif untuk meningkatkan perekonomian. Kondisi jalan yang buruk akan meningkatkan waktu tempuh perjalanan dan membengkakkan biaya distribusi barang antar daerah, yang pada gilirannya menghambat perekonomian daerah.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~31~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 23 Konsumsi Listrik per Kapita (KWh) Tahun 2014 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Tangerang Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten BALI Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur dan… Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
0
787,60
533,60
Konsumsi Listrik
Rata-Rata Nasional
Sumber: Statistik PLN, 2014
Gambar 24 Hubungan Konsumsi Listrik dan Pendapatan Tahun 2014 4,00 3,50 y = 0,648x - 2,1557 R² = 0,3755
3,00 2,50 2,00
Kalimantan Selatan
1,50 1,00 0,50 0,00 6,80
7,00
7,20
7,40
7,60
7,80
8,00
8,20
Sumber: BPS (2014), Statistik PLN (2014) - diolah
Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik. Konsumsi listrik di Kalimantan Selatan termasuk rendah dan kurang dari rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 787,60 kWh (Gambar 23). Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita terlihat hubungan yang positif antara PDB per kapita dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 24). Wilayah yang memiliki posisi di bawah kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Semakin tinggi ~32~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 pendapatan perkapita suatu perekonomian, konsumsi listriknya cenderung semakin tinggi pula. Posisi Kalimantan Selatan berada di bawah kurva linier, menunjukkan konsumsi listrik Kalimantan Selatan jauh lebih rendah dari di provinsi lain yang memiliki pendapatan perkapita sama. Dengan demikian, ketersediaan jaringan listrik merupakan salah satu masalah di Kalimantan Selatan 4.
Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci pertumbuhan secara berkelanjutan. Kualitas sumber daya manusia di Kalimantan Selatan yang ditunjukkan melalui nilai IPM relatif meningkat tahun 2014 dibandingkan tahun 2010 namun masih berada di bawah IPM nasional sebesar 68,9 (Gambar 25). Nilai IPM ini sudah menerapkan metode baru yang lebih merepresentasikan kondisi saat ini. IPM Kalimantan Selatan termasuk dalam kategori sedang (60-70), yang didukung oleh pertumbuhan komponen indikator penyusunnya terutama harapan lama sekolah. IPM menjadi indikator alternatif untuk mengukur pembangunan, sebagai indikator pelengkap dari pertumbuhan ekonomi yanng sudah lama dijadikan indikator pembangunan. Gambar 25 Nilai IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2010 dan 2014
2010
Papua
Papua Barat
Maluku
Maluku Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Utara
68,9
Sulawesi Tengah
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
2014
Kalimantan Tengah
Nusa Tenggara Timur
BALI
Nusa Tenggara Barat
Banten
Jawa Timur
D.I Yogyakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Lampung
Kep Bangka Belitung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Riau
Jambi
Sumatera Barat
Aceh
67,63 65,2
Sumatera Utara
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Nasional
Nilai IPM menggunakan metode baru Sumber: BPS, 2014
Apabila dilihat dari struktur angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, proporsi angkatan kerja di Kalimantan Selatan dengan ijasah minimal SMA meningkat dari 28,92 persen pada tahun 2012 menjadi 31,41 persen pada tahun 2015 (Tabel 13). Angkatan kerja dengan pendidikan SD dan SMP masih mendominasi angkatan kerja di Kalimantan Selatan dan masih menunjukkan peningkatan yang besar. Perbaikan kualitas angkatan kerja merupakan modal berharga untuk mendukung industrialiasi berbasis sumber daya alam setempat.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~33~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan
Tabel 13 Angkatan Kerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan No. 1 2 3 4 5
Pendidikan yang ditamatkan ≤ SD SMTP SMTA Diploma I/II/III/Akademi Universitas Jumlah
2012 1.010.161 331.496 383.432 53.249 109.096 1.887.434
2015 perubahan 1028442 18.281 390250 58.754 450360 66.928 46205 7.044 153192 44.096 2068449 181.015
Sumber: BPS, 2015
5.
Terbatasnya Mobilitas Tabungan Masyarakat Salah satu sumber pendanaan investasi dan usaha ekonomi masyarakat adalah tabungan masyarakat. Melalui fungsi intermediasi perbankan, tabungan masyarakat akan berkembang apabila dikonversi menjadi investasi di sektor-sektor produktif. Imbal hasil dari investasi ini sebagian akan dikonsumsi dan sebagian akan ditabung oleh masyarakat. Demikian seterusnya sehingga terjadi perputaran dan pertumbuhan ekonomi. Rasio pinjaman terhadap simpanan di Kalimantan Selatan nilainya lebih besar dari satu, menunjukkan potensi simpanan masyarakat di provinsi ini rendah atau terdapat keterbatasan tabungan sebagai sumber modal masyarakat. Rasio tersebut berada di atas rata-rata nasional sebesar 0.92, menunjukkan sumber permodalan masyarakat cukup memadai secara nasional (Tabel 14). Tabel 14 Rasio Simpanan dan Pinjaman di Bank Umum dan BPR Tahun 2014
Wilayah Kalimantan Selatan Nasional
Posisi Pinjaman di Posisi Simpanan di Bank Umum dan bank Umum dan BPR BPR (Milyar Rp) (Milyar Rp) 49.326,56 37.396,65 3.707.916,34
4.013.816,57
Rasio Pinjaman terhadap Simpanan 1,32
Rasio PMTB terhadap Simpanan 0,78
0,92
0,85
Sumber: Bank Indonesia, 2014
Rasio PMTB terhadap simpanan di Kalimantan Selatan nilainya kurang dari satu, menunjukkan masih rendahnya investasi fisik di daerah. PMTB biasa disebut investasi fisik karena dihitung dari penanaman modal yang benar-benar menghasilkan nilai tambah dan bukan dihitung dari realisasi penanaman modal yang tercatat pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 6.
Rendahnya Kualitas Belanja Daerah Investasi pemerintah yang umumnya merupakan pembangunan dan pemeliharaan prasarana publik yang bersifat non excludable dan atau non rivalry memiliki peran yang tidak tergantikan dibandingkan dengan peran swasta. Peran pemerintah semakin penting di daerahdaerah relatif tertinggal, di mana tingkat investasi swasta masih rendah. Pada daerah-daerah ini investasi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daerah melalui pembangunan
~34~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik, irigasi, dan prasarana transportasi lainnya, serta peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Tanpa itu, sulit diharapkan dunia usaha daerah dapat berkembang. Komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan investasi publik dapat ditunjukkan melalui rasio belanja modal pemerintah daerah terhadap total belanja pemerintah kabupaten/kota dan provinsi di Kalimantan Selatan. Rasio belanja modal di Kalimantan Selatan pada tahun 2014 sebesar 25,38 persen, dan rasio belanja pegawai sebesar 16,46 (Gambar 26). Kondisi ini belum cukup memacu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM. Pemerintah perlu melakukan upaya pengembangan program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan SDM secara tepat dan berkelanjutan, dengan alokasi alokasi anggaran yang memadai.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
Gambar 26 Komposisi Belanja Pemerintah Daerah 2014
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Pegawai
Belanja Lain-lain
Sumber: BPS, 2013
Beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya indikator kinerja tercapainya realisasi keuangan di Kalimantan Selatan adalah karena belum terlaksananya sistem pengendalian internal pemerintah di lingkungan SKPD, adanya pemekaran wilayah yang belum masuk dalam rencana pembiayaan, dan beberapa faktor alam yang menghambat pelaksanaan program kegiatan. Proporsi dana otonomi khusus wilayah Kalimantan Selatan dialokasikan untuk berbagai belanja pembangunan yang telah diprogramkan oleh pemerintah daerah, mencakup pembangunan infrastruktur, pembangunan sektoral, belanja modal dan belanja rutin dalam memacu pembangunan di wilayah Kalimantan Selatan dan berdampak nyata terhadap kebutuhan pembangunan di wilayah Kalimantan Selatan.
4.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Penanganan isu-isu di atas diperkirakan dapat meningkatkan kinerja perekonomian daerah secara keseluruhan. Salah satu agenda prioritas pembangunan adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu disarankan beberapa kebijakan operasional sebagai berikut: a. Pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi khususnya dalam hal akses permodalan dan penguasaan teknologi tepat guna;
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~35~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan b. Pemberdayaan petani dan nelayan khususnya dalam hal perbaikan akses faktor produksi (pupuk, benih, pestisida) termasuk peningkatan jaringan irigasi, penyuluhan dan promosi brand/citra komoditas unggulan daerah; c. Peningkatan kemudahan perijinan usaha; d. Perbaikan kualitas jaringan jalan; e. Peningkatan kapasitas/suplai listrik wilayah; f. Peningkatan akses pendidikan khususnya pendidikan menengah (umum dan kejuruan); g. Peningkatan porsi belanja modal APBD yang diprioritaskan pada sektor infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah; h. Peningkatan koordinasi antara pemerintah daerah dan otoritas moneter di tingkat wilayah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif: peningkatan fungsi intermediasi perbankan di daerah, penjaminan kredit dan pengendalian inflasi daerah.
5.
PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016
Perkembangan perekonomian di Kalimantan Selatan secara makro relatif baik meskipun belum diikuti perkembangan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Tingkat kesenjangan konsumsi masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan (indeks gini) selama periode 2008-2013 mengalami sedikit peningkatan dari angka 0,33 menjadi 0,36, lebih rendah dari angka nasional yang sebesar 0,35 pada tahun 2008 menjadi 0,41 pada tahun 2013. Kesenjangan output antarkabupaten/kota di Kalimantan Selatan tergolong sedang secara nasional, namun hal ini dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian wilayah. Percepatan pengembangan ekonomi Kalimantan Selatan diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan. Perekonomian Kalimantan Selatan memiliki prospek tumbuh membaik didorong oleh berkurangnya kontraksi di sektor pertambangan mulai beroperasinya pabrik smelter. Manfaat dari proyek-proyek infrastruktur utama di kota-kota pusat pertumbuhan diperkirakan tak hanya memberi manfaat kota bersangkutan tetapi juga wilayah sekitarnya. Namun demikian hal ini sangat bergantung pada aksesibilitas di dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, serta konektivitasnya dengan Provinsi di Pulau Kalimantan Bagian Selatan. Berdasarkan modal pembangunan yang dimiliki dan semakin meningkatnya kinerja pembangunan, prospek pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 dalam mendukung pencapaian target RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Sasaran pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 5,0 – 8,6 persen dimungkinkan dapat tercapai dengan meningkatkan optimalisasi potensi sumberdaya yang dimiliki daerah, sejalan dengan peningkatan pembangunan infrastruktur. Selama tahun 2015 investasi di Kalimantan meningkat dan Provinsi Kalimantan Selaran tercatat mengalain kenaikan investasi tertinggi. Selain itu realisasi investasi penanaman modal asing juga mengindikasikan terjadinya peningkatan. Investasi Kalimantan diperkirakan relatif stabil pada level yang tinggi, yang didukung penyelesaian proyek infrastruktur dan pembangunan smelter di Kalimantan Selatan hingga mendorong investasi. 2. Upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Kalimantan Selatan harus dilakukan dengan optimal agar sesuai dengan Buku III RPJMN 2015-2019. Sasaran pengurangan tingkat kemiskinan dalam Buku III RPJMN 2015-2019 adalah 4,5 – 3,2 persen, sedangkan pada tahun 2014 tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 4,77 persen,
~36~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
Provinsi Kalimantan Selatan 2015 untuk itu diperlukan upaya konsisten untuk menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini. Selama kurun waktu 2015-2019 Provinsi Kalimantan Selatan harus menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 1,57 poin persentase atau 0,31 poin persentase per tahun. 3. Prospek pencapaian sasaran-sarasan utama pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan akan sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan baik internal daerah Kalimantan Selatan maupun lingkungan eksternal. Dampak krisis di Eropa dan pelambatan arus perdagangan global merupakan ancaman eksternal yang bisa mengganggu kinerja perekonomian daerah, antara lain melalui transmisi perdagangan komoditas ekspor sektor kehutanan dan perikanan.
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015
~37~
2015 Provinsi Kalimantan Selatan
~38~
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2015