Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
PROSPEK PROPERTI DI KAWASAN PECINAN SURABAYA (Studi Kasus: Kya-Kya Surabaya) Ni Wayan Anantasia Saraswati1), Purwanita Setijanti2), Murni Rachmawati2) 1) Program Studi Magister Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arif Rahman Hakim, Indonesia, e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK Kawasan Kembang Jepun sempat menjadi pusat perdagangan terbesar dimasanya. Namun saat ini kondisinya sepi dan rawan kejahatan terutama saat malam hari. Hal ini disebabkan karena menurunnya nilai pelayanan sarana dan prasarana kawasan sehingga menyebabkan produktifitas ekonomi kawasan menurun. Kondisi ini memerlukan sebuah penelitian mengenai properti paling sesuai yang dapat dikembangkan berdasarkan keinginan masyarakat di koridor Jalan Kembang Jepun dan dapat menghidupkan kembali jiwa kawasan yang ‘mati’. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan analisa pasar. Jenis analisa yang digunakan menggunakan Statistika Deskriptif yaitu melalui media grafik, diagram, dan tabel. Dari hasil wawancara ditemukan retail sebagai properti yang prospektif bagi masyarakat di Koridor Jalan Kembang Jepun. Analisa selanjutnya yang dilakukan sebagai pembanding terhadap hasil survey adalah Analisa Pasar pada lima bangunan properti yaitu retail, hotel, museum, restoran, dan residensial. Setelah melakukan analisa pasar ditemukan kesimpulan bahwa properti Hotel lebih prospektif dibandingkan properti retail, museum, restoran, dan residensial dengan pertimbangan supply hotel yang dominan di Surabaya Pusat, Surabaya Timur, dan Surabaya Barat, serta kompetitor hotel yang lebih sedikit dengan jumlah peminatnya (demand) cukup tinggi. Kata kunci: Analisa Pasar, Bisnis Properti, Cagar Budaya, Properti, Manajemen Estat.
PENDAHULUAN Banyak kawasan pecinan dari berbagai Negara telah dikembangkan. Dari berbagai pengembangan tersebut banyak pula yang menjadi destinasi utama perjalanan wisata, salah satunya adalah China Town di Singapura. Di Indonesia kawasan pecinan juga dibangun di beberapa kota. Salah satu kawasan pecinan yang ada di kota Surabaya adalah kawasan kampung cina Kembang Jepun Surabaya. Jalan Kembang Jepun adalah tempat yang dulunya ramai sebagai pasar malam di Jalan Kembang Jepun yang merupakan kawasan pecinan kota Surabaya. Di sepanjang jalan kembang jepun didirikan kios-kios yang menjual berbagai macam makanan dan souvenir. Kawasan ini merupakan kawasan penting di kota Surabaya dimana memiliki karakteristik budaya Cina yang kental dimasanya. Pemerintah kota Surabaya pernah berkeinginan untuk menjadikan kawasan kembang jepun menjadi semacam Malioboro yang berada di kota Yogyakarta. Di Indonesia kawasan pecinan juga dibangun di beberapa kota. Menurut Handinoto (2010), lingkungan pecinan selalu ada hampir di semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan ini sudah semakin kabur, tapi pada beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa sekali. Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran klenteng sebagai pusat ibadah dan sosial, serta bentuk-bentuk bangunan
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
yang khas pula sangat mudah untuk ditengarai. Selama orde baru, karena alasan sosial dan politik, kehadiran pecinan di kota-kota Indonesia mulai dihapuskan. Kembang Jepun merupakan kawasan Pecinan dengan fungsi sentra perdagangan pertama yang terdapat di Surabaya pada masa kepemimpinan Daendels pada abad ke 18. Menurut Sari, Kartika dalam Diana Gracea dan Rima Dewi Suprihardjo (2014), kawasan Kembang Jepun merupakan salah satu kawasan kota lama yang dikenal dengan nama Kota Bawah atau Beneden Stad. Sejarah panjang Kota Bawah dapat dilihat melalui keberadaan bangunan yang didirikan pada periode yang berbeda, mulai tahun 1870-an sampai dengan tahun 1900-an dengan langgam arsitektur yang beragam. Salah satu ciri kota lama bentukan Pemerintah Kolonial Belanda adalah pembagian cluster berdasarkan etnis. Kota bawah atau beneden Stad terdiri dari Kawasan Eropa, Pelestarian cagar budaya pada Kawasan Kembang Jepun merupakan upaya untuk mewujudkan keberlanjutan kawasan dengan fungsi kawasan yang sudah terbentuk sejak awal. Walaupun mengetahui mengenai pelestarian cagar budaya, namun upaya pelestarian yang dilakukan masih sangat terbatas sehingga banyak cagar budaya yang terdapat pada kawasan pecinan Kembang Jepun. Kawasan Kembang Jepun menjadi kawasan menarik untuk sentra perdagangan. Namun saat ini kawasan tersebut tidak memiliki citra dan fungsi yang sama seperti saat awal dibukanya kawasan pecinan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kondisi bangunan di sepanjang koridor jalan Kembang Jepun yang tidak terawat sehingga mengalami penurunan fungsi. Banyak fungsi rumah dan toko yang tidak lagi menunjukkan ciri kawasan pecinan. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terjadi maka perlu dikaji lebih mendalam tentang hal tersebut. Penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya dimana akan dianalisa jenis properti apa yang akan dibangun pada empat bangunan kunci koridor Jalan Kembang Jepun. Dalam penelitian ini akan dikaji tentang jenis properti real estate yang sesuai dengan keinginan masyarakat di Kawasan Jalan Kembang Jepun untuk dibangun di beberapa titik di kawasan Jalan Kembang jepun. METODE Metode yang digunakan berupa deskripsi kualitatif dan Cross-Tabulation dengan mengumpulkan data-data lapangan saat ini yang menjadi titik tolak waktu penelitian dan teori yang terkait untuk dikaji lebih mendalam. Metode tersebut juga menggabungkan perilakuperilaku konsumen pada saat pembelian produk yang dijual di dalam properti tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggambarkan kondisi fisik saat ini dilapangan. Analisa pertama yang dilakukan adalah analisa keinginan masyarakat di Koridor Jalan Kembang Jepun. Dalam analisa ini dilakukan pengolahan informasi untuk interpretasi data kuisioner dan wawancara. Analisa kedua adalah analisa pasar properti. Analisa ini menggunakan teori analisa pasar untuk mengidentifikasi jenis properti yang memiliki prospek terbaik. Setelah kedua proses analisa dilakukan barulah dilakukan analisa pembanding. Dalam hal ini adalah membandingkan hasil kuisioner dan wawancara dengan teori analisa pasar properti. Dalam penelitian ini menggunakan populasi semua orang (penjual, pembeli, dan penyedia jasa yang memahami kondisi di kawasan Jalan Kembang Jepun) yang melakukan aktivitas di kawasan Jalan Kembang Jepun pada tahun 2015. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah sampel random (sampel acak) yang dilaksanakan pada bulan Januari, 2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dari objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer diambil dengan wawancara dan survey serta foto-foto lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diambil
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
melalui dokumen-dokumen pendukung penelitian seperti, teori yang didapat dalam kajian pustaka seperti teori analisa pasar dan dokumen-dokumen pemerintah. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam mengetahui karakter dan sifat suatu properti cagar budaya diperlukan tiga aspek utama yaitu aspek fisik, ekonomi, dan sosial. Karakter fisik menujukkan keberagaman pada keindahan bentuk masing-masing bangunan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga dapat terjadi sebuah kerusakan dan penurunan kualitas bangunan. Karakteristik ekonomi dapat menunjukkan adanya potensi nilai ekonomi yang bisa dikembangkan oleh bangunan cagar budaya. Sedangkan aspek sosial menunjukkan adanya nilai-nilai sejarah yang patut dipertahankan dan dilestarikan agar tidak hilang begitu saja. Berdasarkan keinginan masyarakat di koridor Jalan Kembang Jepun, properti yang diminati adalah Retail. Aspek Arsitektural meliputi segala hal mengenai kondisi fisik bangunan saat ini dan yang diinginkan oleh masyarakat di Koridor Jalan Kembang Jepun Surabaya. Terdapat 90,3% responden menganggap bahwa beberapa bangunan di koridor Jalan Kembang Jepun Surabaya perlu mendapat perhatian karena sudah terjadi penurunan kualitas bangunan seperti cat mengelupas dan buruknya kualitas pedestrian way. Sebagian besar responden menginginkan adanya revitalisasi pada beberapa bangunan di koridor Jalan Kembang Jepun Surabaya.Revitalisasi yang diinginkan adalah kegiatan pengecatan ulang terutama pada bagian eksterior bangunan.Kegiatan revitalisasi (menghidupkan kembali kawasan) dilakukan dengan kegiatan pembaruan eksterior dan interior bangunan terutama kegiatan pengecatan ulang.
Gambar 1. Keinginan Masyarakat terhadap Jenis Properti di Koridor Jalan Kembang Jepun (Peneliti, 2015).
Analisa penawaran dan permintaan dilakukan kepada jenis barang properti yaitu ritel, hotel, residensial, restoran, dan museum. Kelima properti ini merupakan hasil wawancara dan penyebaran kuisioner yang sudah dilakukan sebelumnya pada bulan Januari 2015. A. Retail. Pertumbuhan retail terutama di kota-kota besar mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini di sebabkan karena kegiatan bisnis yang terjadi di kota besar jauh lebih besar dibanding kota lainnya dan padatnya jumlah penduduk yang selalu membutuhkan jasa ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
penjual dan penyalur untuk memenuhi kebutuhan primer mereka. Tingkat penjualan properti retail di Surabaya mencapai 800.000-900.000 m² ( procon indah, 2008 ). Jumlah ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat pembelian properti retail di Surabaya yang mencapai 600.000-700.000 m². Kondisi ini tidak berarti bahwa produsen properti retail mengalami kerugian dan tidak prospektif karena kondisi penawaran lebih besar daripada permintaan. Jumlah yang ditawarkan selalu lebih besar dibandingkan permintaan karena tingkat keterisian properti tidak mungkin 100%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada sekitar 100.000-200.000 m² retail yang tidak terjual atau tersewa, namun hal ini dapat dikatakan normal karena jika mengalami kekurangan maka yang terjadi adalah kelangkaan properti retail yang mengakibatkan harga tidak stabil dan cenderung naik sehingga memungkinkan terjadinya buble. Dalam hal tingkat keterisian retail di kota Surabaya mencapai 60%-80%. Kondisi ini sangat prospektif karena dengan tingkat occupancy rate yang tinggi maka membuktikan bahwa properti retail sangat diminati oleh konsumen. Kompetitor retail atau pertokoan di sekitar Jalan Kembang Jepun yang memiliki potensi besar, serupa dengan Koridor Jalan Kembang Jepun adalah Koridor Jalan Kapasan. Lokasinya berada tepat di sisi timur Koridor Jalan Kembang Jepun. Bentuk bangunan dan kapasitas ruangan cenderung lebih besar dibandingkan bangunan yang berada di Koridor Jalan Kembang Jepun. Pusat Grosir untuk Garment terlengkap dan tertua di Surabaya. Berada di daerah pecinan Surabaya yang juga merupakan pusat perekonomian Surabaya sama seperti Pasar Kembang Jepun dan Pasar Pabean, banyak pembeli dari dalam kota Surabaya dan ada juga dari luar kota maupun luar pulau. Lokasinya 200 meter arah timur dari pertigaan jalan (Kampung Seng-Kapasan) dengan luas bangunan 16.491 m², jumlah stand mencapai 1460 buah, jumlah pedagang sebanyak 770 jiwa. Transportasi yang dapat digunakan untuk menuju Pasar Kapasan adalah dengan angkutan kota (angkot) kode R naik dari Kalimas Barat dan turun di Kapasan. Apabila berada di daerah Benowo, dapat naik angkot kode IM dengan jalur Benowo – Simokerto turun di Pasar Kapasan. Atau bisa juga menggunakan kendaraan pribadi dan tidak perlu khawatir dengan kondisi parkir di pasar ini karena lahan parkir cukup banyak tersedia. B. Hotel. Surabaya merupakan pusat bisnis yang harus menyediakan hotel bisnis (budget hotel) cukup banyak untuk menampung para pembisnis yang datang ke Surabaya dalam beberapa hari. Oleh karena itu tidak jarang kita dapat melihat hotel bintang 3 dengan fasilitas bisnis menjamur di kota Surabaya. Persaingan hotel bintang 3 semakin tinggi karena semakin banyak hotel serupa berdiri di kota Surabaya terutama Surabaya Pusat ( Colliers International Indonesia, 2015). Hal ini menyebabkan tingkat keterisian kamar hotel menjadi rendah dengan Occupancy rate kamar hotel bintang 3 di Surabaya hanya 35%-45% (Januari, 2015). Kondisi permintaan dan penawaran hotel bintang 3 di Surabaya tidak jauh berbeda dengan kondisi permintaan dan penawaran retail di Surabaya. Permintaan konsumen terhadap hotel bintang 3 naik 10% sedangkan tingkat penawarannya naik 35% (Colliers International Indonesia,2015). Jumlah ini tidak seimbang sehingga menyebabkan tejadinya situasi dimana supply lebih besar daripada demand. Kompetitor utama bila memilih untuk berinvestasi properti hotel bintang 3 di Jalan Kembang Jepun Surabaya adalah Hotel Ibis Rajawali. Hotel Ibis telah memiliki jaringan yang luas, telah dikenal masyarakat, dan cenderung memasang harga yang murah. Hotel Ibis Rajawali memiliki unsur kesejarahan penting bagi kota Surabaya karena sebelum menjadi hotel, bangunan ini adalah Gedung Cerutu peninggalan kolonial Belanda bahkan sempat terbengkalai selama bertahun-tahun. Bentuk dan tampilan eksterior tetap dipertahankan agar terlihat serasi dengan bangunan di sekitarnya. Ketersediaan hotel di sekitar Jalan Kembang Jepun didominasi oleh hotel bintang 1 sampai dengan bintang 2. Hotel Ibis Rajawali adalah satu-satunya hotel bintang 3 yang memiliki jarak cukup dekat dengan kawasan Kembang ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Jepun. Situasi ini memungkinkan dibangunnya hotel bintang 3 baru untuk memfasilitasi penginapan bagi para pengunjung Kya-Kya yang datang dari luar kota Surabaya. C. Residensial. Semakin banyak tingkat kelahiran yang tidak diikuti dengan tingkat kematian yang seimbang, menyebabkan kebutuhan akan rumah tinggal terus meningkat. Di kota Surabaya, rumah tidak lagi hanya sekedar untuk ditinggali dan memenuhi kebutuhan primer namun juga sebagai alat investasi yang menjanjikan. Bank Dunia memperkirakan ada sekitar 900.000 rumah tangga baru lahir di Indonesia. Kenyataan ini membuat banyak pengembang perumahan berlomba-lomba untuk memenuhi kondisi pasar ini. Berdasarkan data BPS tahun 2011, pengeluaran perumahan terhadap penghasilan mencapai 50% untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan 25% untuk masyarakat berpenghasilan menengah. Hanya 18% pembeli rumah menggunakan KPR perumahan dan sisanya mengalami kesulitan mengakses kredit atau KPR dari lembaga keuangan formal. Berdasarkan data yang diambil dari Biro Pusat Statistik tahun 2013, terjadi pertumbuhan demand yang cukup tinggi yaitu sekitar 12 juta unit rumah tinggal. Sedangkan supply perumahan baik landed house dan vertical house sebesar 400.000 unit/tahun (Studi Bank Dunia, 2013). Kondisi ini menimbulkan peristiwa kelangkaan properti residensial yang mengakibatkan tingginya harga unit sebuah hunian. Namun bagi pengembang perumahan, kondisi ini merupakan lahan subur untuk mengembangkan properti residensial di Surabaya. Kompetitor bagi properti residensial baru di sekitar koridor Jalan Kembang Jepun adalah rumah susun sewa Sombo yang berada di kecamatan Simokerto. Target pasar yang di cari oleh rumah susun Sumbo tentunya adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Tipe pasar seperti ini memang menjadi masyarakat yang dominan di Surabaya Utara. Properti residensial selain rumah susun sewa Sombo adalah properti yang berdiri secara individu dan tidak terintegrasi dengan suatu pengelola atau sering disebut perumahan. Properti tersebut didominasi oleh rumah yang tergabung bersama unit toko dan biasa disebut dengan rumah toko (ruko). D. Restoran. Untuk membantu memenuhi kebutuhan makanan dan minuman terutama di kota besar seperti Surabaya, kehadiran gerai makanan cukup membantu terutama di saat masyarakat mengalami kesibukan. Keberadaan restoran di kota Surabaya saat ini juga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan primer tetapi juga erat kaitannya dengan life style atau gaya hidup masyarakat di kota besar. Banyak restoran menjamur dengan keunikan yang diusung masingmasing restoran yang di tunjukkan melalui makanan dan minuman yang di sajikan serta konsep eksterior dan interior bangunannya. Kedua faktor ini menjadi faktor pendukung selain faktor utama sebuah restoran yang seharusnya mengutamakan kelezatan masakannya. Namun pasar restoran di kota Surabaya cenderung memiliki indikator lain selain kelezatan masakan akibat tuntutan gaya hidup. Hal ini membuat kondisi beberapa restoran tidak dapat bertahan lama memenuhi permintaan pasar karena selalu ada pesaing baru dengan konsep dan makanan baru yang diikuti oleh pasar. Selain faktor pasar, terdapat faktor lain yang dapat mendukung perkembangan restoran di kota Surabaya yaitu faktor percepatan pembangunan infrastruktur di kota Surabaya. Properti restoran merupakan properti pendukung bagi properti lainnya seperti mall, hotel, perkantoran, dan industri. Setiap tahun rata-rata pertambahan jumlah restoran mencapai 10% (Apkrindo, 2014). Pertambahan jumlah restoran tersebut diikuti dengan pesatnya pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan raya dan jembatan. Selain itu adanya tempat wisata baru di kota Surabaya dapat ikut membantu pertambahan jumlah restoran. Dengan jumlah restoran yang ada di kota Surabaya jika dibandingkan dengan demand pasar terhadap restoran sebesar 3.110.187 jiwa ( www.surabaya.go.id), maka dapat disimpulkan ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
bahwa kebutuhan akan properti restoran masih sangat tinggi. Hal ini merupakan peluang bagi pengembang properti restoran baru di kota Surabaya. Banyak aktivitas bisnis dan hiburan sempat tumbuh di sekitar Jalan Kembang Jepun. Hal tersebut sangat terasa dimana bangsa Tionghoa menjadi bagian penting sebuah gerbang perekonomian di kota Surabaya. Hingga saat ini masih terdapat beberapa bangunan yang bertahan dengan membawa eksistensinya pada zaman dahulu. Salah satu properti restoran yang masih ada hingga saat ini adalah restoran Kiet Wan Kie. Selain itu terdapat restoran dengan kelas serupa berdiri di sekitar koridor Jalan Kembang Jepun yaitu depot Harmonis dan depot Hongkong. Ketiga restoran ini secara umum menyediakan makanan khas Tionghoa dan sudah berdiri sejak lama. Restoran yang sudah berdiri sejak lama ini memanfaatkan aspek kesejarahan properti sebagai daya tarik utama konsumen. Restoran lainnya dengan konsep berbeda yaitu memilih menjadi spesialis suatu jenis makanan adalah depot mie 55 dan mie Kembang Jepun. E. Museum. Museum merupakan sarana pariwisata yang menjadi pilihan untuk media edukasi. Banyak jenis museum yang dapat ditemui di Kota Surabaya yang tidak hanya sekedar sarana edukasi tapi juga memberi hiburan dan wisata belanja yang menyediakan ruang untuk perputaran roda perekonomian. Di Surabaya terdapat empat museum terkenal yaitu museum Sepuluh Nopember, museum House of Sampoerna, museum Kesehatan, dan museum TNI AL Jala Crana. Rata-rata pengunjung museum di kota Surabaya mencapai ±6.750 orang per tahun (Dinas Pariwisata,2010). Dengan jumlah pengunjung sekitar 562 orang per bulan, menunjukkan bahwa keinginan masyarakat terhadap museum cukup tinggi. Kondisi supply museum di kota Surabaya memberi peluang bagi pengembang museum baru untuk ikut berkembang di kota Surabaya. Museum merupakan sarana pariwisata yang tidak hanya memberi edukasi bagi pengunjungnya tetapi juga dapat menjadi potensi sarana perputaran ekonomi yang pesat. Untuk membangun properti museum baru di sekitar koridor Jalan Kembang Jepun, perlu diperhatikan terdapat museum House of Sampoerna yang sempat menjadi perbincangan beberapa waktu yang lalu. Bangunan ini bukanlah bangunan baru karena sudah berdiri semenjak 1858 dan sekarang menjadi situs cagar budaya. Gedung ini sebelumnya digunakan sebagai gedung panti asuhan yang dikelola Belanda kemudian dibeli oleh Liem Seeng Tee pada tahun (1932). Liem Seeng Tee adalah seorang yang mendirikan perusahaan rokok Sampoerna dengan maksud akan menjadikan bangunan tersebut tempat produksi rokok pertama Sampoerna. Museum House of Sampoerna tidak hanya menyajikan beberapa koleksi untuk di tunjukkan kepada pengunjung tetapi juga menyediakan banyak fasilitas hiburan seperti kafe, kios cenderamata, dan galeri seni. Disebelah bangunan museum masih berdiri rumah tinggal yang dihuni oleh keluarga pendirinya. Tariff masuk museum gratis dan tidak dikenakan biaya apapun kecuali pengunjung yang ingin menikmati pula fasilitas hiburan disana. Jumlah pengunjung museum ini sekitar 7621/tahun (2010) dengan luasan museum 1.358 m².
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Tabel 1. Kesimpulan alternatif properti berdasarkan anlisa pasar. No.
1.
Jenis Properti
Retail.
Analisa
Analisa
Supply
Demand
Kompetitor
Kesimpulan
800.000-
600.000-
Koridor Jalan
Masih terdapat
900.000 m²
700.000 m²
Kapasan.
prospek untuk mempertahankan properti eksisting di koridor Jalan Kembang Jepun.
2.
Residensial.
400.000
12 juta unit.
unit.
Rumah Susun
Tidak terdapat
Sewa Sombo.
prospek untuk membangun properti residensial meskipun selisih permintaan dan penawarannya besar karena demand yang mendominasi bukan di kawasan Surabaya Utara.
3.
Restoran.
Naik 10%.
3 juta orang.
Restoran Kiet
Tidak terdapat
Wan Kie, Depot
kesempatan
Harmonis,
membangun
Depot
properti restoran
Hongkong, Mie
baru karena sudah
Kembang
terlalu banyak
Jepun, dan Mie
kompetitor sekelas
55.
dan sejenis di sekitar Koridor Jalan Kembang Jepun.
4.
Hotel.
Naik 35%.
Naik 10%.
Hotel Ibis
Masih terdapat
Rajawali.
kesempatan untuk membangun properti hotel karena pembangunan properti hotel di dominasi di Surabaya Pusat,
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Surabaya Timur, dan Surabaya Barat. 5.
Museum.
4
buah
6.750 orang.
museum.
Museum House
Terdapat peluang
of Sampoerna.
untuk membangun museum karena kawasan penelitian merupakan kawasan bersejarah.
DAFTAR PUSTAKA Hardinoto.(2010). Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial.Yogyakarta : Graha Ilmu. Moughtin, C. (1992). Urban Design Sreet and Square. Oxford: British Library Catalogoing. Simarmata, Dj.A. (1997). Ekonomi Pertahanan dan Properti di Indonesia. Jakarta: Center For Policy and Implementation Studies. Kotler, P. (2006). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta : Erlangga. Burns, R (2000). Introduction to Research Methods.Sage, London, Hal 3. Evans, D.G. (1995). How to write a better thesis or report.Melbourne : National Australia Catalouging.
Library of
Blaxter, Loraine et al (2001). How to Research(Terjemahan), Indeks, Jakarta. Simatupang, L.R. (1993). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Silas,J. (1996). Kampung Surabaya Menuju Metropolitan.Surabaya : Surabaya Post. Soeharto, I. (1999). Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional). Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama. Sari, Kartika et al (2012). Pelestarian Kawasan Pecinan Kembang Jepun Kota Surabaya Berdasakan Persepsi Masyarakat.Tesis.Universitas Kristen Petra Surabaya. Ernawati. (2011, Juni). Karakteristik interior ruko di kawasan kampung Manado. Inovasi, 8, 237-252. Akbar, et al (2008, April). Manajemen Aset Sebagai Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Bandung. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol 19/No.I, 5-6. Yow, L.K. (1995, Maret). From Architectural Heritage to Identity in Singapore. 7, 145-146. Marjanto, D.K. (2013, Juni). Permasalahan dan upaya pelestarian kawasan kota lama di Medan. Jurnal Penelitian dan Kebudayaan. 8, 5-20. Arini, D.A. (2012). Konsep pelestarian koridor jalan kembang jepun Surabaya.Tesis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Rosiana, M. (2002). Kajian pola morfologi kawasan pecinan, Tesis, Universitas Dipenogoro Semarang.
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-27-9