PROSPEK DAN APLIKASI TEKNOLOGI IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PERBAIKAN MUTU BENIH DAN BIBIT TANAMAN HUTAN Oleh : Muhammad Zanzibar dan Dede J. Sudrajat Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO Box. 105 Bogor 16001, Telp/Fax:(0251)8327768 Email :
[email protected]
ABSTRACT Ionizing radiation is currently a very important way to create genetic variability that is not exists in nature or that is not available to the breeder. Therefore, there are many papers aimed to determine the best radiation dose to be applied in plant breeding work. As a result it has been defined intervals gamma radiation useful for many cultivated species, though the determination of the radiosensitivity of tissues by exposure to different intensities of radiation. However, most studies have been conducted have been designed to evaluate the biological response to high doses of radiation, while in relatively few studies have used low doses to stimulate physiological processes (radiostimulation) although the ionizing radiation hormesis has been widely supported. Hormesis is the excitation, or stimulation, by small doses of any agent in any sistem. The beneficial effect of hormesis has been well documented in species of agricultural importance. However, there is limited information about its use in forestry, especially in Indonesia. Keywords: forestry, genetic variability, hormesis, ionizing radiation, plant breeding.
I. PENDAHULUAN Iradiasi adalah suatu proses ionik sebagai salah satu metode modifikasi fisik polisakarida alami (Hai et al., 2003; Rombo et al., 2004; Relleve et al., 2005). Proses ini juga sangat berguna dalam memecahkan berbagai permasalahan pertanian, seperti penanganan pasca panen (menekan perkecambahan dan kontaminasi), eradikasi dan pengendalian hama dan penyakit, mengurangi penyakit yang terbawa bahan makanan, dan pemuliaan varietas tanaman unggul dan tahan penyakit (Andress, 1994; Emovon, 1996).
Dalam hubungannya dengan perbaikan mutu benih dan bibit, iradiasi sinar gamma telah banyak diaplikasikan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Piri et al., 2011; Iglesias-Andreu et al., 2012) dan meningkatkan keragaman genetik dalam rangka pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul pada banyak jenis tanaman (de Mico et al., 2011; Santosa et al., 2014), terutama jenis-jenis tanaman pertanian. Penggunaan radiasi seperti sinar X, Gamma, dan neutrons serta mutagen kimiawi untuk menginduksi variasi pada tanaman telah banyak dilakukan. Induksi 1
mutasi telah digunakan untuk peningkatan variasi tanaman penting seperti gandum, padi, barley, kapas, kacang tanah, dan kacang-kacangan lainnya yang diperbanyak melalui biji (Ahlowalia dan Maluszynski, 2001). Menurut data FAO/IAEA hingga tahun 2009, sekitar 3100 mutan dari 190 jenis telah dibudidayakan. Jumlah varietas mutan terbesar dihasilkan negara-negara Asia (1858 mutan, terutama di India, Jepang dan China), dikuti Eropa (899 mutan), Amerika Utara (202 mutan), Afrika (62 mutan), Amerika Latin (48 mutan) dan Kawasan Australia/Pasifik (10 mutan) (Poster and Shu, 2012). Di Indonesia, pemuliaan mutasi telah diaplikasikan pada berberapa jenis tanaman, seperti padi (Sobrizal, 2007; Ishak, 2010), sorghum (Surya dan Soeranto, 2006), kedelai (Soeranto dan Sihono, 2010), pisang (Indrayanti et al., 2011), tanaman hias seperti mawar dan krisan (Hutami et al., 2006; Handayani, 2013). Untuk jenis tanaman kehutanan, khususnya jenis-jenis tropik Indonesia, teknologi ini belum banyak dikembangkan. Induksi mutasi menggunakan iradiasi menghasilkan mutan paling banyak (sekitar 75%) bila dibandingkan menggunakan perlakuan lainnya seperti mutagen kimia. Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik pendek dengan energi tinggi berinteraksi dengan atom-atom atau molekul untuk memproduksi radikal bebas dalam sel. Radikel bebas tersebut akan menginduksi mutasi dalam tanaman sebab radikel tersebut akan menghasilkan kerusakan sel atau pengaruh penting dalam komponen sel tanaman (Kovacs dan Keresztes, 2002). Keuntungan menggunakan sinar gamma adalah dosis yang digunakan lebih akurat dan penetrasi penyinaran ke dalam sel bersifat homogen. Tidak seperti pemuliaan konvensional yang melibatkan kombinasi gen-gen yang ada pada tetuanya (di alam), iradiasi sinar gamma menyebabkan kombinasi gen-gen baru dengan frekwensi mutasi tinggi. Mutasi digunakan untuk memperbaiki banyak karakter yang bermanfaat yang mempengaruhi ukuran tanaman, waktu berbunga dan kemasakan buah, warna buah, ketahanan terhadap penyakit dan karakter-karakter lainnya. Karakter-karakter agronomi penting yang berhasil dimuliakan dengan mutasi pada beberapa jenis tanaman di antaranya adalah tanaman tahan penyakit, buah-buahan tanpa biji, tanaman buah-buahan yang lebih pendek dan genjah (IAEA, 2009). Sebagian besar penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma dirancang untuk mengevaluasi respons biologi terhadap dosis radiasi tinggi, dan penelitian yang relatif terbatas juga telah dilakukan dengan menggunakan iradiasi pada dosis rendah untuk 2
menstimulasi proses fisiologi (radiostimulation) tanaman melalui eksitasi, atau stimulasi dengan dosis rendah, atau dikenal dengan istilah hormesis (Luckey, 1980). Pengaruh yang menguntungkan dari hormesis telah banyak dilakukan pada jenis-jenis tanaman pertanian (Luckey, 2003; Piri et al., 2011), namun informasi penggunaan teknologi tersebut dalam bidang kehutanan masih terbatas (Iglesias-Andreu et al., 2012). Meskipun masih sedikit informasi mengenai fenomena hormosis ini, Vaiserman (2010) memberi indikasi adanya kemungkinan hubungan antar hormosis dengan pengaruh epigenetik (perubahan yang diturunkan pada fungsi genom, yang terjadi tanpa perubahan susunan urutan DNA) sebagai suatu respons adaptif. Efigenetik bersifat sementara dan individu yang termutasi dapat kembali normal. Tulisan ini akan memberikan tinjauan penggunaan iradiasi sinar gamma jenisjenis
tanaman,
khususnya
untuk
memberbaiki
perkecambahan
benih
dan
pertumbuhan, serta potensinya untuk mendapatkan variaetas mutan unggul pada beberapa jenis tanaman hutan .
II. PENGARUH IRADIASI TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN Ketika radiasi ionisasi diserap ke dalam material biologis, radiasi tersebut akan beraksi secara langsung terhadap target sel kritis atau secara tidak langsung melalui pembangkitan metabolit yang dapat memodifikasi komponen-komponen sel penting. Penggunaan irasiasi sinar gamma dengan berbagai dosis dalam hubungannya dengan perkecambahan benih telah dicoba pada berbagai tanaman (Tabel 1). Hasilhasil tersebut menunjukkan bahwa dosis yang digunakan dan pengaruhnya terhadap perkecambahan benih berbeda-beda untuk tiap jenis dan genotipe. Namun secara umum, dosis iradiasi yang lebih tinggi cenderung menghambat perkecambahan.
Tabel 1. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma pada beberapa jenis tanaman pertanian Jenis Sorghum vulgare (L) Salix nigra Marsh. Allium cepa L.
Dosis sinar gamma 1-10 kR 0,1-100 kR 10, 20, 40, 80, dan 100 kR
Pengaruh
Pustaka
Pengurangan rata-rata tinggi bibit Dosis rendah meningkatkan kecepatan pertumbuhan Persentase bibit abnormal meningkat dengan meningfkatnya dosis iradiasi
Iqbal (1980) Gehring (1985) Amjad dan Akbar (2003)
3
Jenis Triticum aestivum L.
Sesamum indicum L.
Dosis sinar gamma 10, 20, 30, dan 40 kR
Capsicum annuum L.
200, 400, 600 dan 800 Gy 0,5 dan 1 kR 2, 4, 8, dan 16 Gy
Triticum durum
10, 20 Gy
Lactuca sativa
5, 30 Gy
Terminalia arjuna
25 Gy
Daucus carota L.
Pengaruh
Pustaka
Benih teriradiasi menunjukkan lebih superior dibandingkan kontrol untuk beberapa karakter Pengaruh mutagenik oleh penyusunan kembali kromosom intergenomik Iradiasi mempercepat perkecambahan benih Dosis rendah merangsang pertumbuhan dan resitensi cekaman Meningkatkan daya dan kecepatan berkecambah
Singh dan Balyan (2009)
Merangsang parameter pertumbuhan (perkecambahan, panjang akar dan hipokotil) Meningkatkan daya berkecambahn, indeks vigor, laju rata-rata pertumbuhan
Kumar dan Singh (2010) Bassam dan Simon (1996) Kim et al. (2005) Melki dan Marouani (2009) Marcu et al. (2012) Akshatha et al. (2013)
Peningkatan atau penurunan persentase perkecambahan sebagai akibat dari perlakuan sinar gamma pada beberapa jenis tanaman telah banyak diteliti. Chan dan Lam (2002) melaporkan juga bahwa iradiasi benih pepaya dosis 10 Gy meningkatkan persentase perkecambahan menjadi 50% dari kontrol 30%. Sementara itu, Habba (1989) melaporkan bahwa peningkatan dosis iradiasi hingga 100 Gy, secara gradual meningkatkan perkecambahan benih, namun kemudian perkecambahan benih menurun sejalan dengan meningkatnya dosis iradiasi. Hasil tersebut juga sama dengan yang ditemukan Hell et al. (1974), Marcu et al. (2012) dan yang menyatakan bahwa iradiasi dosis tinggi dapat mengurangi perkecambahan benih. Fenomena ini dikenal dengan istilah pengaruh hormesis yang didefinisikan Luckey (2003) sebagai stimulasi dengan dosis rendah iradiasi ionisasi dan penghambatan pada dosis yang tinggi. Dosis rendah didefinisikan sebagai suatu dosis di antara tingkat radiasi lingkungan dan ambang batasnya yang menandai batas antara pengaruh biopositif dan bionegatif. Respon iradiasi ionisasi bervariasi antar tanaman, tergantung dari morfologi dan fisiologi tanaman, jenis, umur, ukuran dan komposisi genom, dosis irradiasi, tipe iradiasi, dan sebagainya. Pengaruh stimulasi sinar gamma terhadap perkecambahan mungkin disebabkan oleh aktivasi sintesa RNA atau sintesa protein, yang terjadi selama tahap awal perkecambahan setelah benih diradiasi (Kuzin et al., 1975; Kuzin et al., 1976; Abdel-Hady et al., 2008). 4
Hipotesa lainnya menyatakan adanya
percepatan pembelahan sel (Zaka et al., 2004) atau stimulasi langsung/tidak langsung gen-gen yang responsif terhadap auksin (Kovalchuk et al., 2007).
Perubahan
biokimia mempengaruhi proses metabolisma sel yang pada tingkat tertentu dapat menguraikan bahan kimia penghambat perkecambahan (Busby, 2008) dan meningkatkan pembelahan sel sehingga tidak hanya berpengaruh terhadap perkecambahan tetapi juga terhadap pertumbuhan bibit (Piri et al., 2011). Fan et al. (2003) memberi indikasi bahwa radikel bebas yang dibangkitkan dalam tanaman yang disebabkan iradiasi sinar gamma akan bertindak sebagai sinyal stres dan merangsang respon stres dalam tanaman, yang menghasilkan peningkatan sintesa asam polifenol yang notabenenya mempunyai kegunaan antioksidatif. Sjodin (1962) melaporkan bahwa bahan dan energi yang diperlukan selama pertumbuhan awal tersedia dalam benih, sehingga dosis iradiasi rendah mungkin meningkatkan aktivasi enzim dan membangkitkan embrio muda, yang menghasilkan stimulasi terhadap laju pembelahan sel dan meningkatkan tidak hanya proses perkecambahan, tetapi jga pertumbuhan vegetatif. Selain terhadap perkecambahan, pengaruh iradiasi sinar gamma pun telah dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator respon tanaman berbeda. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sering dijadikan ukuran respon terhadap dosis radiasi berbeda. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan irradiasi dosis rendah, seperti pada padi yang memberikan pengaruh positif terhadap perakaran dan pertumbuhannya. Radiasi gamma dosis rendah (10-30 Gy) merangsang kemunculan persentase tunas kentang (Solanum tuberosum), sedangkan pada 40-50 Gy, tinggi dan panjang akar secara signifikan terhambat, dan pada dosis tingi (60 Gy) tidak ada tunas yang muncul (Cheng et al. 2010). Kuzin (1997) menyimpulkan bahwa penyinaran jaringan tanaman dengan radiasi atomik dosis rendah akan menginduksi radiasi sekunder yang merangsang pembelahan sel-sel dan mendisain radiasi ini sebagai radiasi biogenik sekunder yang mengaktifkan reseptor membran sel. Radiasi ini membawa informasi yang diterima reseptor membran dan informasi tersebut diperlukan untuk memfungsikan dan mengembangkan sel-sel organisme hidup. Sementara, radiasi benih dengan sinar gamma dosis tinggi mengganggu sintesa protein, keseimbangan hormon, pertukaran gas, pertukaran air dan aktivitas enzim (Hameed et al., 2008), yang memicu gangguan
5
terhadap morfologi dan fisiologi tanaman dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
III. PENGGUNAAN IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH PADA BENIH TANAMAN HUTAN Pada jenis-jenis tanaman hutan, perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis rendah mampu memperbaiki perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit (IglesiasAndreu et al., 2012; Akshatha et al., 2013). Selain itu, radiasi sinar gamma juga mampu menunda pembusukan buah (WHO, 1988), mengurangi populasi bakteri, jamur, serangga dan pathogen lainnya (Gruner et al., 1992) sehingga potensial diaplikasikan untuk meningkatkan daya simpan benih. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pegaruh iradiasi terhadap perbaikan mutu benih dan bibit seperti pada jenis jati, suren, jabon putih, tembesu, bambang lanang, kayu bawang dan jenis-jenis tanaman hutan lainnya (Tabel 2). Tabel 2. Penerapan dosis rasiasi sinar gamma pada beberapa jenis tanaman hutan Jenis Jati (Tectona grandis) Suren (Toona sinensis) Tembesu (Fagraea fragrans) Jabon putih (Anthocephalus cadamba) Jabon merah (Anthocephalus macrophylus) Bambang lanang (Magnolia champaca)
Dosis sinar Pengaruh gamma 10, 20, 30, 40, Memperbaiki laju perkecambahan dan 50 kR benih 5, 20 Gy 5 dan 10 Gy 15 dan 20 Gy 10 – 30 Gy
10 Gy
Pustaka
Meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit Meningkatkan daya berkecambah dan daya simpan benih Meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit
Bhargava dan Khalatkar (1987) Zanzibar, et al. (2008) Zanzibar, et al. (2015) Zanzibar, et al. (2014)
Meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit
Zanzibar, et al. (2014)
Meningkatkan perkecambahan benih (daya dan indeks berkecambah) dan meningkatkan daya simpan benih
Zanzibar dan Sudrajat, 2015
Pada benih bambang lanang, perlakuan iradiasi pada dosis 10 Gy (LD50 = 3035 Gy) menghasilkan peningkatan perkecambahan (indeks perkecambahan dan nilai perkecambahan) (Gambar 1b-c). Namun, pada dosis yang lebih tinggi cenderung mengalami penurunan. Benih yang diiradiasi yang disimpan selama 3 bulan juga 6
memberikan perkecambahan yang lebih baik dibanding kontrol hingga dosis 20 Gy, dan kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi.
Pada dosis 10 Gy juga
memberikan rata-rata bertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan dosis lainnya (Gambar 1d). Penggunaan dosis 2,5 Gy sampai 120 Gy pada benih tembesu yang disimpan selama 2 bulan mampu meningkatkan jumlah kecambah, sedangkan penggunaan dosis 240 Gy mengalami penurunan jumlah kecambah (Gambar 2). Pada perlakuan benih iradiasi tanpa penyimpanan, jumlah kecambah yang muncul sebagian besar tidak berbeda nyata dengan benih tanpa iradiasi (kontrol). Pada perlakuan iradiasi benih tanpa penyimpanan, dosis 5 Gy memberikan jumlah kecambah terbanyak (303 kecambah per 0.1 gram), sedangkan pada perlakuan iradiasi benih dengan penyimpanan selama 2 bulan, dosis 10 Gy menghasilkan jumlah kecambah terbanyak (346 kecambah per 0.1 gram).
7
Germination percentage (%)
70
60 50 40
LD50
30 20
10 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gamma irradiation (Gy)
(a)
(b)
(b)
(c)
Gambar 1. Lethal dosis (a), indek perkecambahan benih (b), nilai berkecambah benih yang disimpan 3 bulan (c), dan penampilan bibit umur 6 bulan pada dosis iradiasi sinar gamma 0, 5 dan 10 Gy (d).
8
(d)
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Jumlah kecambah benih tembesu pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma (a); Pertumbuhan kecambah pada umur 40 hari setelah tabur: dosis 10 Gy (b) dan dosis 240 Gy (c) Benih tembesu yang telah diiradiasi mengalami perubahan komposisi biokimia, seperti energi total, kadar abu, lemak total, protein dan karbohidrat total (Tabel 3). Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan maka benih tembesu akan mengalami peningkatan kadar protein dan penurunan kadar karbohidrat total serta energi total, terutama pada dosis 240 Gy. Kadar karbohidrat dan energi total yang lebih rendah membuat proses perkecambahan menjadi terhambat dan banyak kecambah abnormal yang tumbuh. 9
Tabel 3. Komposisi biokimia benih tembesu akibat perlakuan iradiasi dengan sinar gamma Parameter Energi total (kkal/100 g) Kadar abu (%) Lemak total (%) Protein (%) Karbohidrat total (%)
0 Gy
20 Gy
60 Gy
240 Gy
362.67 1.76 1.11 14.55 73.62
356.28 1.83 0 15.6 73.47
359.61 1.78 0.73 15.74 72.52
260.18 1.87 0.70 15.97 72.50
Umumnya pada jenis-jenis tanaman hutan, dosis iradiasi rendah mampu memperbaiki perkecambahan benih. Beberapa penelitian lainnya juga melaporkan kecenderungan yang sama, yaitu terjadi perbaikan perkecambahan benih pada perlakuan sinar gamma dosis rendah dan cenderung menurun pada dosis yang tinggi, seperti pada Pinus sylvestris (Sokolov et al., 1998), Tectona grandis (Bhargava and Khalatkar, 2004), Cicer arietinum (Khan et al., 2005; Toker et al., 2005), Triticum aestivum (Singh dan Balyan, 2010), dan Terminalia arjuna (Akshatha et al. 2013). Iradiasi sinar gamma dalam dosis yang tinggi umumnya menghasilkan pengaruh inhibitor terhadap perkecambahan (Kumari dan Singh, 1996), menurunnya kadar auksin atau kerusakan kromoson (Sparrow, 1961), sedangkan radiasi dengan dosis rendah umumnya menghasilkan pengaruh stimulasi terhadap perkecambahan melalui peningkatan aktivitas enzim, perbaikan sel-sel respirasi, dan meningkatkan produksi struktur reproduksi (Luckey, 1998).
IV. POTENSI IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PEMULIAAN MUTASI TANAMAN HUTAN Metode pemulian pada prinsipnya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 sistem, yaitu pemuliaan rekombinasi, pemuliaan mutasi, dan pemuliaan transgenik. Setiap sistem mempunyai cara yang unik untuk mendapatkan keragaman dan menseleksi individu target (Tabel 4). Pada pemuliaan mutasi, pembangkitan alel-alel termutasi baru merupakan dasar dan karakter yang unik. Genetik dibalik pemuliaan mutasi meliputi perbedaan dalam sensitivitas genotipe berbeda dan jaringan tanaman terhadap mutagen berbeda, yang sering diukur dengan “lethal doses”; genetik yang terbentuk setelah perlakuan mutagenik berpengaruh terhadap alel-alel dan segregasi pada generassi berikutnya (Shu, 2013). 10
Mutasi merupakan salah satu teknik yang telah dikembangkan secara luas sebagai upaya untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman untuk mendapatkan sifat baru sebagai sarana untuk perbaikan genetik tanaman, terutama pada tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif sehingga keragaman genetiknya rendah atau untuk mendapatkan karakter baru dimana sifat tersebut tidak dijumpai pada gene poll yang ada. Kerugian dari pemuliaan mutasi adalah terbatasnya kemampuan untuk membangkitkan alel-alel dominan yang mungkin diharapkan, dan juga kurang efektif dibandingkan perkawinan silang untuk suatu sifat-sifat kombinasi multi alel, seperti toleran terhadap cekaman lingkungan. Frekwensi mutasi yang rendah juga memerlukan populasi yang besar untuk menyeleksi mutan-mutan yang diharapkan (Shu, 2013).
Tabel 4. Perbedaan tiga sistem pemuliaan tanaman berdasarkan beberapa tolok ukur pemuliaan
Sumber variasi genetik Transmisi, ekspresi dan sifat penurunan Sifat aksi gen Generasi pemuliaan
Pemuliaan konvensional/ rekombinan Rekombinasi alel-alel gen dari tetuanya
Pemuliaan mutasi Alel-alel baru dibuat secara acak dari endogenous gen Menginduksi mutasi untuk seleksi diploid dan haploid
Tidak ada transmisi, berhubungan dengan segregasi alel-alel berkerabat Dominan, alel-alel yang resesif Sekitar 10 generasi
Sebagian besar alelalel resesif 2-3 generasi
Pemuliaan transgenik Memasukan gen baru atau memodikasi endogenous gen Ekpresi transgenik
Sebagian besar alel dominan Sekitar 3 generasi
Mutasi buatan untuk tujuan pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan memberikan mutagen. Mutagen yang dapat digunakan untuk mendapatkan mutan ada dua golongan yaitu mutagen fisik (sinar x, sinar gamma dan sinar ultra violet) dan mutagen kimia (Ethyl Methan Sulfonat, Diethyl sulfat, Ethyl Amin dan kolkisin). Perubahan yang ditimbulkan karena pemberian mutagen baik fisik maupun kimia dapat terjadi pada tingkat genom, kromosom, dan DNA. Mutasi dibedakan menjadi mutasi kecil (mutasi gen) dan mutasi besar (mutasi kromosom). Mutasi kecil adalah perubahan yang terjadi pada susunan molekul gen (DNA), sedangkan lokus gennya tetap, sedangkan mutasi besar adalah perubahan yang terjadi pada struktur dan susunan kromosom. Mutasi gen disebut juga mutasi titik. Mutasi ini terjadi karena perubahan urutan basa pada DNA atau dapat dikatakan sebagai perubahan nukleotida 11
pada DNA. Mutasi Kromosom terjadi pada kromosom yang merupakan struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA yang menghubungkan gen sebagai kelompok satu rangkaian. Kromosom memiliki dua lengan, yang panjangnya kadangkala sama dan kadangkala tidak sama, lengan-lengan itu bergabung pada sentromer (lokasi menempelnya benang spindel selama pembelahan mitosis dan meiosis). Pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom (chromosome breakage atau chromosome aberration). Mutasi kromosom meliputi perubahan jumlah kromosom dan perubahan struktur kromosom mutasi pada tingkat kromosom disebut aberasi. Menurut van Harten (1998), keberhasilan program induksi mutasi sangat bergantung pada materi tanaman yang mendapat perlakuan mutagen. Qosim (2006) dalam penelitiannya terhadap kalus nodular manggis, menyebutkan bahwa induksi radiasi sinar gamma menghasilkan keragaman genetik dengan menggunakan teknik RAPD dengan keragaman genetik antara 60-91%. Sementara Harahap (2005) dalam penelitian dengan menggunakan biji manggis hasil iradiasi sinar gamma yang di tanan secara in vitro, didapat keragaman genetik yang diperoleh sebesar 62-100%. Sobir dan Poerwanto (2007) menyatakan berdasarkan analisis RAPD pada bibit manggis hasil iradiasi sinar gamma menggunakan lima primer acak, terbukti keragaman genetik tanaman hasil iradiasi lebih besar (62%) dibandingkan variabilitas aksesi manggis di Jawa (27%). Dalam penelitian ini, keragaman genetik yang diperoleh dari hasil iradiasi sinar gamma sebesar 77-95%, meningkat sebesar 5% dibandingkan kontrol. Untuk jenis-jenis tanaman kehutanan, pemuliaan mutasi sangat potensial, terutama untuk membangkitkan keragaman baru pada jenis-jenis yang keragaman di alamnya relatif sempit atau untuk mendapatkan karakter-karakter tanaman yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Pada tingkat bibit, peningkatan tinggi bibit hasil iradiasi sinar gamma untuk jenis bambang lanang mampu mencapai 77% pada dosis 80 Gy (Zanzibar dan Sudrajat, 2015), sementara pada jenis suren, peningkatannya mencapai 600% dibandingkan dengan kontrol (Zanzibar dan Witjaksono, 2011) (Gambar 3).
12
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Pertumbuhan bibit suren umur 6 bulan yang berasal dari benih yang diperlakukan dengan penuan dan iradiasi. Bibit dari benih dengan perlakuan penuaan selama 2 hari - iradiasi 5 Gy (a), penuaan 0 hari tanpa iradiasi (b) dan penuaan 0 hari-iradiasi 5 Gy (c). Penggunaan iradiasi sinar gamma untuk pemuliaan mutasi tanaman hutan telah dilakukan pada jenis jati malabar pada tingkat kalus (invitro) dosis 2.5 – 30 Gy. Perlakuan mampu meningkatkan keragaman populasi dasar serta diperolehnya klon yang produktivitasnya lebih tinggi melalui seleksi yang ketat, baik pada tingkat bibit maupun pertumbuhan tanaman melalui uji multi lokasi. Pertumbuhan hingga umur 8 tahun di Muna (jarak tanam 4 x 4 m2) diperoleh rata-rata diameter dan tinggi, masingmasing 32 cm dan 19 meter (lokal Muna, diameter = 16 cm dan tinggi 13.6 meter)(Gambar 4).
13
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4. Penampilan tegakan jati lokal Muna umur 5 dan 8 tahun (a dan c) dan jati hasil pemuliaan mutasi pada umur yang sama (b dan d) di Muna.
KESIMPULAN Dosis iradiasi sinar gamma dengan dosis rendah dapat dijadikan sebagai perlakuan benih (seed treatment) yang mampu memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan bibit beberapa jenis tanaman hutan. Bagaimana pun, untuk mencapai hasil tersebut sangat penting untuk menseting ambang batas hormetik suatu jenis yang juga tergantung dari tipe jaringan yang diiradiasi dan jumlah kelembaban di dalam jaringan.
Radiasi hormesis memberikan kemampuan kepada benih untuk
memperbaiki metabolismenya dan meningkatkan viabilitas serta vigor benih dan bibit. Selain itu, iradiasi juga mampu menciptakan keragaman baru yang sangat penting untuk proses seleksi (pemuliaan mutasi) terhadap individu-individu tanaman dengan karakter-karakter yang diinginkan yang mampu meningkatkan produktivitas hutan.
14
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Hady, M.S., Okasha, E.M., Soliman, S.S.A., and Tallat, M. 2008. Effect of gamma radiation and gibberellic acid on germination and alkaloid production in Atropa belladonna L. Australian Journal of Basic and Applied Sciences 2:401-405. Ahlowalia, B.S. and M. Maluszynski. 2001. Induced mutation-A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118:167-173. Akshatha, Chandrashekar, K.R., Somashekarappa, H.M., and Souframanien, J. 2013. Effect of gamma irradiation on germination, growth, and biochemical parameters of Terminalia arjuna Roxb. Radiat Prot Environ 36:38-44. Amjad, M. and Akbar, A. 2003. Effect of post-irradiation storage on the radiationinduced damage in onion seeds. Asian Journal of Plant Science 2(9):702-707. Andress, E.L., Delaplane, K.S., and Schuler, G.A. 1994. Food Irradiation. Fact sheet HE 8467 (Institute of Food and Agricultural Sciences University of Florida, USA). Bhargava, Y. and Khalatkar, A. 2004. Improve performance of Tectona grandis seeds with gamma irradiation. Acta Hortic. 215:51-54. Chan, Y.K. and Lam, P.F. 2002. Irradiation-induced mutations in papaya with special emphasis on papaya ringspot resistance and delayed fruit ripening. Working Material – Improvement of tropical and subtropical fruit trees through induced mutations and biotechnology. IAEA, Vienna, Austria. pp 35 – 45. De Micco, V., C. Arena. D. Pignalosa, and M. Durante. 2011. Effects of sparsely and densely ionizing radiation on plants. Radiat. Environ. Biophys. 50:1-19. Emovon, E.U. 1996. Keynote Address: Symposium Irradiation for National Development (Shelda Science and Technology Complex, SHESTCO, Abuja, Nigeria). pp. 156-164. Fan, X., Toivonen, P.M.A., Rajkowski, K.T., and Sokorai, K.J.B. 2003. Warm water treatment in combination with modified atmosphere packaging reduces undesirable effects of irradiation on the quality of fresh-cut iceberg lettuce. Journal of Agricultural and Food Chemistry 51:1231–1236. Gehring, R. 1985. The effect of gamma radiation on Salix nigra Marsh. Cuttings. Arkansas Academy of Science Proceedings, 39:40-43. Gruner, M.M., Horvatic, D., Kujundzic, and Magdalenic, B. 1992. Effect of gamma irradiation on the lipid components of soy protein products. Nahrung, 36: 443450. Habba, I.E. 1989. Physiological effect of gamma rays on growth and productivity of Hyoscyamus muticus L. and Atropa belladonna L. Ph.D. Thesis, Fac. Agric. Cairo Univ., Cairo, Egypt. 65-73. Hai, L., Diep, T.B., Nagasawa, N., Yoshii, F., and Kume, T. 2003. Radiation depolymerization of chitosan to prepare oligomers. Nucl. Instrum. Methods Phys. Res. B, 208: 466–470.
15
Hameed, A., Shah, T.M., Atta, M.B., Haq, M.A., and Sayed, H. 2008. Gamma irradiation effects on seed germination and growth, protein content, peroxidase and protease activity, lipid peroxidation in desi and kabuli chickpea. Pakistan Journal of Botany 40:1033–1041. Handayati, W. 2013. Perkembangan pemuliaan mutasi tanaman hias di Indonesia. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 9 (1): 67- 80. Harahap, F. 2005. Induksi variasi genetik tanaman manggis (Garcinia mangostana) dengan radiasi sinar gamma. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hell, K.G., and Silveira, M. 1974. Imbibition and germination of gamma irradiation Phaseolus vulgaris seeds. Field Crop Abst., 38(6): 300. Hutami, S., Mariska, I., dan Yati Supriati. 2006. Peningkatan keragaman genetik tanaman melalui keragaman somaklonal. Jurnal Agro Biogen 2(2):81-88. IAEA. 2009. Induced Mutation in Tropical Fruit Trees. IAEA-TECDOC-1615. Plant Breeding and Genetics Section. International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria. p161. Iglesias-Andreu, L.G., Octavio-Aguilar, P. and Bello-Bello, J. 2012. Current importance and potential use of low doses of gamma radiation in forest species. In Gamma radiation (Adrovic, F., Ed.). InTech Europe. Rijeka, Croatia. p. 265-280. Indrayanti, R., N.A. Mattjik, A. Setiawan, Sudarsono. 2011. Radiosensitivity of banana cv. Ampyang and potential application of gamma irradiation for variant induction. J. Agron. Indonesia 39:112-118. Iqbal, J. 1980. Effects of acute gamma irradiation, developmental stages and cultivar differences on growth and yiel of wheat and sorghum plants. Environmental and Experimental Botany, 20(3):219-231. Ishak. 2012. Agronomic traits, heritability and G x E interaction of upland rice (Oryza sativa L.) mutant lines. J. Agron. Indonesia 40:105-111. Khan M.R., Qureshi, A.S., Syed, A.H. and Ibrahim, M. 2005. Genetic variability induced by gamma irradiation and its modulation with gibberellic acid in M2 generation of Chickpea (Cicer arietinum L.). Pakistan J. Bot. 37(2):285-292. Kim, J.; Chung, B.; Kim, J. and Wi, S. 2005). Effects of in planta gamma-irradiation on growth, photosynthesis, and antioxidative capacity of red pepper (Capsicum annuum L.) plants. Journal of Plant Biology, 48(1): 47-56. Kovacs E, and Keresztes A. 2002. Effect of gamma and UV‑B/C radiation on plant cell. Micron, 33:199‑210. Kovalchuk, I., Molinier, J., Yao, Y., Arkhipov, A., and Kovalchuk, O. 2007. Transcriptome analysis reveals fundamental differences in plant response to acute and chronic exposure to ionizing radiation. Mutation Research 624:101–113. Kumar, G. and Singh, Y. 2010. Induced intergenomic chromosomal rearrangements in Sesamum indicum L. CYTOLOGIA, 75 (2):157-162. Kumari, R. and Singh, Y. 1996. Effect of gamma rays and EMS on seed germination and plant survival of Pisum sativum L., and Lens culinaris. Med. Neo Botanica, 4(1): 25-29. 16
Kuzin, A.M., Vagabova, M.E., and Revin, A.F. 1976. Molecular mechanisms of the stimulating action of ionizing radiation on seeds. 2. ctivation of protein and high molecular RNA synthesis. Radiobiologiya, 16: 259-261. Kuzin, A.M., Vagabova, M.E., and Prinak-Mirolyubov, V.N. 1975. Molecular mechanisms of the stimulating effect of ionizing radiation on seed. Activation of RNA synthesis. Radiobiologiya., 15: 747-750. Kuzin, A.M. 1997. Natural atomic radiation and pehnomenon of life. Bulletin of Experimental Biology and Medicine 123:313–315. Luckey, T. 2003. Radiation hormesis overview. RSO Magazine 4:19–36. Luckey, T. 1998. Radiation hormesis: Biopositive effect of radiation. Radiation Science and Health. CRC press. Boca Raton, FLO, USA. Marcu, D., Cristea, V., and L. Daraban. 2012. Dose-dependent effects of gamma radiation on lettuce (Lactuca sativa var. capitata) seedlings. International Journal of Radiation Biology, 1–5. Melki, M., and Morouani, A. 2009. Effects of gamma rays irradiation on seed germination and growth of hard wheat. Environ Chem Lett. 8:307-310. Piri, I., Babayan, M., Tavassoli, A. and Javaheri, M. 2011. The use of gamma irradiation in agriculture. African Journal of Microbiology Research 5(32):5806-5811. Poster, B.P., and Shu, Q.Y. 2012. Plant Mutagenesis in Crop Improvement: Basic Terms and Applications. In Plant Mutation Breeding and Biotechnology (Shu, Q.Y., Poster, B.P. and Nakagawa, Eds.). Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria. Qosim, W.A. 2006. studi Irradiasi Sinar Gamma Pada Kultur Kalus Nodular Manggis Untuk Meningkatkan Keragaman Genetik Dan Morfologi Regeneran. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Relleve, L., Nagasawa, N., Luan, L.Q., Yagi, T., Aranilla, C., and Abad, L. 2005. Degradation of carrageenan by radiation. Polymer Degradation and Stability, 87: 403–410. Rombo, G.O., Taylor, J.R.N., and Minnaar, A. 2004. Irradiation of maize and bean flours: Effects on starch physicochemical properties. J. Sci. Food Agric., 84: 350–356. Santosa, E., Pramono, S., Mine Y., and N. Sugiyama. 2014. Gamma Irradiation on Growth and Development of Amorphophallus muelleri Blume. J. Agron. Indonesia 42 (2) : 118-123. Shu, Q.Y. 2013. Plant Mutation Breeding. Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria. Singh, N. K. and Balyan H. S. 2009 Induced mutations in bread wheat (Triticum aestivum L.) CV. ”Kharchia 65” for reduced plant height and improve grain quality traits. Advances in Biological Research, 3(5-6):215-221. Sjodin, J. 1962. Some observations in X1 and X2 of Vicia faba L. after treatment with different mutagens. Hereditas 48:565–573. Sjodin J. 1962. Some observations 17
in X1 and X2 of Vicia faba L. after treatment with different mutagens. Hereditas 48:565–573. Sobir dan Poerwanto, R. 2007. Mangosteen genetic and improvement. Intl J Pl Breed 1(2): 105-111. Sobrizal. 2007. Rice mutation on candidate of restorer mutant lines. J. Agron. Indonesia 35:75-80. Soeranto, H. dan Sihono. 2010. Sorghum breeding for improved drought tolerance using induced mutation with gamma irradiation. J. Agron. Indonesia 38:95-99. Sokolov, M.; Isayenkov, S. and Sorochynskyi, B. 1998. Low-dose irradiation can modify viability characteritics of common pine (Pinus sylvestris) seeds. Tsitologiya Genetika, 32(4): 65- 71. Sparrow, A. and Woodwell, G. (1962). Prediction of the sensitivity of plants to chronic gammairradiation. Radiation Botany, 2(1): 9-12. Surya, M.I. dan Soeranto R. Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan Sorgum manis (Sorghum bicolor L.). Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi lsotop dan Radiasi, 2006. Pp206-215. Toker C., B. Uzen, H. Canci and F.O. Ceylan. 2005. Effects of gamma irradiation on the shoot length of Cicer seeds. Radiation Physics and Chemistry. 73:365-367. Vaiserman, A. (2010). Hormesis, adaptive epigenetic reorganization, and implications for human health and longevity. Dose Response, 8(1):16–21. Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding. Theory and Practical Aplication. Press Syndicate of the Univ. of Cambridge. UK. WHO (World Health Organization). 1988. Food irradiation: A technique for preserving and improving the safety of food (WHO Publication in Collaboration with FAO). pp. 144-149. Zaka, R., Chenal, C., and Misset, M.T. 2004. Effect of low doses of short-term gamma irradiation on growth and development through two generation of Pisum sativum. Science of the Total Environment 320:121–129. Zanzibar, M dan Witjaksono. 2011. Pengaruh Penuaan dan Iradiasi Benih dengan Sinar Gamma (60C) Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni Blume Merr). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8 (2):89-95. Zanzibar, M. and Sudrajat, D.J. 2015. Effect of Gamma Irradiation on Seed Germination, Storage, and Seedling Growth of Magnolia champaca (L.) Baill. ex Pierre. Belum dipublikasikan. Zanzibar, M., Sudrajat, D.J., Putra, P.G., dan Supardi, E. 2008. Teknik Invigorasi Benih Tanaman Hutan. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.
18