KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) IN VITRO DAN IN VIVO KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) IN VITRO DAN IN VIVO
KEMAS USMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) In Vitro dan In Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Kemas Usman NIM A351130494
RINGKASAN KEMAS USMAN. Keefektifan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) In Vitro dan In Vivo. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan DADAN HINDAYANA. Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis penting dalam pasar lokal maupun ekspor. Dalam rangka akselerasi ekspor, Indonesia harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh World Trade Organization-Sanitary and Phytosanitary (WTO-SPS). Salah satu OPT pada komoditas jambu biji adalah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock). Salah satu upaya membebaskan komoditas ekspor dari OPT melalui tindakan perlakuan karantina berupa iradiasi sinar gamma [60Co]. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis lethal dan dosis efektif iradiasi sinar gamma [60Co] untuk mengeradikasi lalat buah B. carambolae, serta mengamati implikasi terhadap keloloshidupannya. Penelitian ini dilakukan di di Laboratorium Phytosanitary, Pusat Aplikasi Isotop Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-Batan), Jakarta pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2014. Pelaksanaan penelitian meliputi metode pengujian in vitro dan in vivo, masing-masing diaplikasikan terhadap telur dan larva instar 3 B. carambolae hasil perbanyakan laboratorium. Sebelas dosis perlakuan iradiasi diaplikasikan berturut-turut: 0, 30, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 300, 450, dan 600 Gy. Tingkat mortalitas 99% (LD99) ditentukan melalui program probit, dan kemampuan keloloshidupan larva, pupa, dan imago dibedakan melalui uji Tukey pada taraf 5%. Hasil perlakuan menunjukkan bahwa dosis lethal iradiasi efektif pada tingkat (LD99) berhasil mengeradikasi telur dan larva instar 3 berturut-turut sebesar 2225 dan 2343 Gy in vitro, serta 3165 dan 3177 Gy in vivo. Hampir seluruh larva perlakuan yang lolos hidup berhasil berkembang menjadi pupa, namun hanya dosis iradiasi terendah, yaitu 30 Gy saja yang dapat berkembang menjadi imago. Kata kunci: Bactrocera carambolae, eradikasi, iradiasi, LD99
SUMMARY KEMAS USMAN. Effect of Gamma Irradiation against Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) In Vitro and In Vivo. Supervised by ENDANG SRI RATNA and DADAN HINDAYANA. Guava (Psidium guajava L.) is one of the economic important horticultural commodities mainly for fresh consumption in local and international markets. In the last few years, the export volume of guava in Indonesia is increasing. Related to export acceleration of horticultural commodities, Indonesia must follow the World Trade Organization-Sanitary and Phytosanitary (WTO-SPS) regulation. One of the most important pests on guava fruit, principally fruit flies, Bactroceracarambolae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae). According to a quarantine regulation in export-import commodities, irradiation treatment is a suitable method for eradicating infested organism. The aim of this research to perform mortality doses and an effective dose of [60Co] gamma ray irradiation for the eradication purposed, and its implication on the survival of fruit fly B. carambolae. Two irradiation methods of in vitro dan in vivo were carried out, by exposing egg and 3rd instar larvae of B. carambolae obtained from the laboratoryreared insects. Elevent doses of gamma ray irradiation of 0, 30, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 300, 450, and 600 Gy were applied, respectively. The level of 99% frut fly mortality was estimated by the value of LD99 using probit analysis and the number of larvae, pupae and adult survival were evaluated by analysis of variance (ANOVA), and the means compared by Tukey’s test, at 5% of significance level. This result showed that the effective lethal dose (LD99) of irradiation that could be successful to eradicate eggs and 3rd instar larvae in vitro were 2225 and 2343 Gy and in vivo were 3165 dan 3177 Gy, respectively. Almost all treatments resulted in the pupae survivorship, therefore the only minimum irradiation dose of 30 Gy allowed the pupae developed into adults.
Keywords: Bactrocera carambolae, eradication, irradiation, LD99
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) IN VITRO DAN IN VIVO
KEMAS USMAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Teguh Santoso, DEA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Desember 2014 ini ialah perlakuan karantina, dengan judul Keefektifan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) In Vitro dan In Vivo. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Endang Sri Ratna, PhD dan Bapak Dr Ir Dadan Hindayana selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Antarjo Dikin, MSc selaku Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati-Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kepala dan segenap pegawai Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP), Ibu Ir Indah Arastuti Nasution, Ibu Dra Murni Indarwatmi MSi, Bapak Dr Irawan Sugoro, dan Bapak Rochmani di Laboratorium Phytosanitary, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-Batan). Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Pudjianto, MSi selaku Ketua Program Studi Entomologi, Ibu Prof Dr Ir Sri Hendrastuti MSc selaku Ketua Program Studi Fitopatologi, dan Bapak Dr Ir Teguh Santoso, DEA selaku dosen penguji tamu, serta segenap staf pengajar dan staf administrasi Departemen Proteksi Tanaman atas dukungannya selama penulis mengikuti pendidikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, dan seluruh keluarga tercinta, atas segala doa dan dukungannya, serta rekan-rekan mahasiswa S2 kelas khusus karantina tumbuhan angkatan ke-3 atas saran serta bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2015 Kemas Usman
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Permasalahan Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) Klasifikasi Taksonomi Morfologi Tanaman Potensi Ekspor Bactocera carambolae (Drew & Hancock) Sistematika Lalat Buah B. carambolae Persebaran Biologi dan Morfologi Kisaran Inang Gejala Kerusakan Pengendalian Perlakuan Iradiasi Iradiasi sebagai Alternatif Tindakan Perlakuan Karantina METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Periode dan Lokasi Oviposisi B. carambolae Pengaruh Iradiasi terhadap Mortalitas Telur dan Larva Instar 3 Pengaruh Iradiasi terhadap Sintasan Pradewasa Pengaruh Iradiasi terhadap Morfologi Tubuh Lalat SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x xi xi 1 1 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 6 6 7 8 8 9 11 12 12 12 12 13 21 21 23 25 28 31 32 37
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Komposisi bahan media pakan buatan larva lalat buah B. carambolae Waktu pemaparan berdasarkan dosis perlakuan iradiasi Periode oviposisi B. carambolae Kapasitas peneluran B. carambolae berdasarkan kombinasi pelepasan pasangan dan lama pemaparan imago Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap mortalitas telur dan larva instar 3 B. carambolae secara in vitro dan in vivo Dosis lethal iradiasi sinar gamma [60Co] pada stadia telur dan larva instar 3 B. carambolae secara in vitro dan in vivo Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] pada stadia telur dan larva instar 3 B. carambolae terhadap kegagalan pembentukan pupa secara in vitro dan in vivo Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] pada stadia telur dan larva instar 3 B. carambolae terhadap kegagalan pembentukan imago secara in vitro dan in vivo
13 17 22 22 24 25 26 27
DAFTAR GAMBAR 1 Ciri morfologi spesies B. carambolae: (a) imago; (b) sayap; (c) femur; (d) kepala; (e) toraks; (f) abdomen 2 Perangkat iradiator gamma chamber 4000 A PAIR-Batan: (a) perangkat keseluruhan; (b) chamber; (c) panel kontrol 3 Perangkat pemeliharaan dan perbanyakan lalat buah: (a) kurungan; (b) tempat tabung peneluran; (c) tabung peneluran; (d) ayakan pupa 4 Skema pengujian oviposisi B. carambolae 5 Skema perlakuan in vitro 6 Skema perlakuan in vivo 7 Telur B. carambolae pada buah jambu biji: (a) tampak luar; (b) irisan membujur lubang tusukan; (c) kelompok telur 8 Perubahan morfologi lalat buah B. carambolae setelah perlakuan iradiasi: A = telur, B = larva instar 3, C = pupa, D = imago, I = perlakuan iradiasi, K = perlakuan kontrol (tanpa iradiasi)
8 12 14 16 18 20 23 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 Skema irradiator gamma chamber 4000 A 2 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas telur secara in vitro 3 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas larva instar 3 secara in vitro 4 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas telur secara in vivo 5 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas larva instar 3 secara in vitro 6 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan telur) secara in vitro 7 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan larva instar 3) secara in vitro 8 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan telur) secara in vivo 9 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan larva instar 3) secara in vivo 10 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan telur) secara in vitro 11 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan larva instar 3) secara in vitro 12 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan telur) secara in vivo 13 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan larva instar 3) secara in vivo 14 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap telur B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vitro 15 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap larva instar 3 B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vitro 16 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap telur B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vivo 17 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap larva instar 3 B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vivo
39 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 77 78 79
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis penting karena tingkat kesukaan penduduk dalam negeri dan luar negeri terhadap buah ini cukup tinggi. Cita rasa yang enak dan kandungan vitamin A dan C yang tinggi pada buah menyebabkan buah jambu biji digemari masyarakat (Sujiprihati 1985). Kandungan vitamin C buah jambu biji dapat mencapai dua kali lipat dari buah jeruk manis. Satu buah jambu biji seberat 275 gram dapat mencukupi kebutuhan harian akan vitamin C pada tiga orang dewasa atau anak-anak (Parimin 2007). Beberapa manfaat buah jambu biji, meliputi: menurunkan kadar kolesterol, antioksidan, serta memperlancar sistem pencernaan, memicu peningkatan trombosit dan sirkulasi darah. Daun jambu biji juga bermanfaat untuk memperbaiki sistem pencernaan, sehingga masyarakat Indonesia banyak menggunakannya sebagai obat diare (Soetopo 1992; Ashari 2006; Parimin 2007). Pada umumnya, di Indonesia, selain dikonsumsi secara langsung, buah jambu biji diolah menjadi manisan yang banyak digemari (Parimin 2007). Di banyak negara buah jambu biji dimanfaatkan dalam bentuk konsumsi buah segar atau dalam bentuk produk olahan seperti sirup, jus, jeli, selai, dan dodol (Popenoe 1974; Rismunandar 1989; Soetopo 1992; Gould dan Raga 2002). Selain menjadi komoditas hortikultura yang populer di dalam negeri, buah jambu biji menjadi komoditas unggulan yang diekspor ke beberapa negara diantaranya Arab Saudi, Belanda, Hongkong, Malaysia, Singapura, Swiss, dan Uni Emirat Arab. Data Biro Pusat Statistik (BPS 2014) menyatakan bahwa volume ekspor total buah jambu biji Indonesia mencapai 48 911 kg pada tahun 2013 atau senilai US $ 105 025. Dengan demikian, buah jambu biji merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan Indonesia. Dalam rangka akselerasi ekspor komoditas hortikultura, termasuk buah jambu biji, berbagai faktor sering mempengaruhi penghambatan kelancaran dan perkembangan volume ekspor. Faktor-faktor tersebut seperti mahalnya biaya transportasi, sewa gudang penyimpanan, dan lainnya mulai ditemukan dari aspek hulu atau produksi pertanaman sampai hilir atau pascapanen. Faktor lain yang menjadi kendala produksi buah jambu biji adalah terdapatnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau aspek kesehatan tumbuhan (Parimin 2007). Pengiriman komoditas ekspor buah jambu biji dari Indonesia harus memenuhi ketentuan kesehatan tumbuhan yang ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO-SPS) dari negara tujuan ekspor (negara pengimpor) yang mempersyaratkan komoditas tersebut bebas dari OPT Karantina (OPTK) yang belum terdapat di negara tujuan. Ketentuan ini akan saling bertautan dengan kesepakatan timbal balik dari Indonesia yang memiliki sudut kepentingannya di bidang penerapan pasar global. Dalam hal ini Indonesia bergabung atau bernaung sebagai anggota WTO-SPS maupun konvensi lainnya (International Plant Protection Convention (IPPC), ASEAN-China Free Trade Agreement, ASEANCanada Trade and Investment Framework Arrangement, ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area, ASEAN-EU Free Trade Agreement, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership, dan ASEAN Trade in Goods Agreement)
2
baik saat ini maupun mendatang (Barantan 2014). Kesepakatan perjanjian tersebut menjadikan Indonesia harus membuat suatu sistem perkarantinaan yang kompleks, efektif, dan efisien dalam pengaturan sistem pengawasan lalu lintas barang termasuk komoditas pertanian. Hal ini mengingat resiko masuk dan juga menyebarnya OPTK dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia yang semakin meningkat. Salah satu OPT yang banyak menyerang buah jambu biji dan terdapat di Indonesia namun belum terdapat di beberapa negara lain (dapat berstatus OPTK bagi negara tujuan) adalah lalat buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae) (CAB International 2007). Lalat buah B. carambolae merupakan salah satu OPT pada buah. Lalat buah ini berperilaku polifag, banyak menyebabkan kerusakan pada berbagai buah seperti jambu biji (Psidium guajava L.) dan mangga (Mangifera indica L.), walaupun inang utamanya dilaporkan pada belimbing (Averrhoa carambola L.) dan jambu air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L. M. Perry)) (Kapoor 2005; Siwi et al. 2006; Lemos et al. 2014). Berdasarkan daerah persebarannya, lalat buah ini merupakan serangga karantina penting berkaitan dengan ekspor buah-buahan (CAB International 2007). Dalam upaya membebaskan komoditas ekspor buah jambu biji dari infestasi lalat, maka tindakan eradikasi diberlakukan dalam peraturan karantina untuk menghindari perkembangan populasi lebih lanjut hingga pelabuhan tujuan (IPPC 2008; Hallman 2011). Perlakuan eradikasi yang umum digunakan terhadap OPTK pada komoditas pertanian adalah fumigasi metil bromida (MB), namun berdasarkan Protokol Montreal, fumigan MB dikategorikan sebagai bahan perusak ozon. Oleh karena itu, International Standard Phytosanitary Measures (ISPM) merekomendasikan beberapa alternatif teknik perlakuan yang dapat dilakukan terhadap komoditas buah dan sayuran yang akan diekspor, antara lain: perlakuan udara panas, perlakuan air panas, perlakuan uap panas, perlakuan suhu dingin, dan perlakuan iradiasi. Perlakuan iradiasi merupakan salah satu tindakan perlakuan yang potensial untuk mengeradikasi lalat buah, menurut ISPM nomor 18 tahun 2003 tentang Guidelines for the Use of Irradiation as Phytosanitary Measures (petunjuk penerapan perlakuan iradiasi sebagai tindakan phytosanitary) yang dijadikan acuan standar tindakan kesehatan tanaman (phytosanitary) (IPPC 2008). Perlakuan pemaparan sinar radioaktif (iradiasi) pancaran sinar gamma merupakan metode eradikasi yang cepat dan praktis diaplikasikan bagi buah kemasan ekspor, relatif tidak menyebabkan fitotoksisitas atau kerusakan bahan seperti pada perlakuan suhu panas dan dingin, dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya seperti perlakuan fumigasi, sehingga relatif lebih aman terhadap kesehatan dan lingkungan (Dόria et al. 2007; Follet et al. 2008; Hallman 2011). Besarnya paparan iradiasi biasanya dinyatakan dalam satuan dosis Gray (Gy). Hallman (2011) melaporkan bahwa beberapa negara telah mengadopsi metode perlakuan iradiasi untuk tindakan phytosanitary terhadap beberapa lalat buah, antara lain: Amerika Serikat, Australia, India, Pakistan, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan dokumen konvensi internasional standar penggunaan iradiasi, dosis minimum iradiasi untuk lalat buat Tephritidae adalah sebesar 150 Gy (Hallman 2012). Kinerja iradiasi sinar gamma telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Odai et al. (2014) melaporkan bahwa iradiasi sinar gamma efektif digunakan untuk mengeradikasi lalat buah karantina B. invadens pada buah mangga. Menurut
3
Mansour dan Franz (1996), iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan sterilitas telur, kegagalan pembentukan pupa dan imago Ceratitis capitata pada buah mangga. Perlakuan dosis minimum iradiasi sinar gamma dilaporkan mampu menghambat perkembangan telur dan instar pradewasa, serta reproduksi imago Anastrepha spp., B. jarvisi, B. tryoni (Hallman dan Loaharanu 2002), dan perkembangan pupa C. capitata pada buah mangga (Torres-Rivera dan Hallman 2007). Iradiasi sinar gamma dilaporkan menghambat perkembangan pupa B. correcta (Puanmanee et al. 2010) dan menekan infestasi larva Ceratitis spp. dan Bactrocera sp. pada buah jambu biji (Dόria et al. 2007; Kabbashi et al. 2012). Pengujian penerapan dosis perlakuan iradiasi sinar gamma untuk tindakan karantina terhadap B. carambolae pada buah jambu biji belum pernah dilaporkan di Indonesia, sehingga pengujian efikasi iradiasi terhadap keberadaan lalat tersebut perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan dosis lethal dan mengevaluasi keefektifan dosis minimum iradiasi sinar gamma [60Co] untuk keperluan eradikasi lalat buah B. carambolae.
Rumusan Permasalahan Perlakuan karantina yang umum diaplikasikan pada komoditas pertanian adalah fumigasi MB, namun dikarenakan sifatnya sebagai perusak ozon, maka dibutuhkan alternatif perlakuan lain. Iradiasi sinar gamma merupakan proses fisika yang dapat diterapkan untuk mengendalikan B. carambolae karena sifatnya yang efektif, tidak meninggalkan residu pada komoditas yang diberi perlakuan, dan relatif aman terhadap lingkungan. Iradiasi dapat digunakan sebagai alternatif perlakuan karantina pengganti fumigasi MB pada komoditas pertanian.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menentukan dosis lethal dan dosis efektif iradiasi sinar gamma [60Co] untuk mengeradikasi lalat buah B. carambolae, serta mengamati implikasi terhadap sintasannya.
Hipotesis Dosis efektif iradiasi sinar gamma [60Co] dapat diterapkan sebagai tindakan perlakuan untuk mengeradikasi B. carambolae pada komoditas buah jambu biji berdasarkan acuan dosis generik iradiasi sesuai dengan konvesi IPPC.
Manfaat Penelitian Data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pustaka acuan untuk mendukung kebijakan penentuan dosis minimum iradiasi perlakuan sinar gamma [60Co] pada buah jambu biji sebagai dosis generik pada perlakuan karantina lalat buah B. carambolae di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) Klasifikasi Taksonomi Buah jambu biji (Psidium guajava L.) adalah tanaman buah jenis semak atau perdu yang berasal dari Brazilia (Amerika tengah), kemudian menyebar dan dapat tumbuh di daerah tropis seperti Thailand dan negara benua Asia lainnya termasuk Indonesia (Popenoe 1974; Soetopo 1992). Klasifikasi taksonomi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub. Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium Spesies : Psidium guajava L. Pada awalnya, jambu biji di Indonesia ditanam sebagai tanaman pekarangan atau pembatas kebun saja sehingga tidak mendapat banyak perhatian. Kemudian di Pasar Minggu (Jakarta Selatan) tanaman ini ditanam dalam skala komersial. Pada tahun 1970-an mulai banyak ditanam jambu biji yang berukuran besar, terkenal dengan sebutan “jambu Bangkok” (Semangun 1994). Morfologi Tanaman Tanaman jambu biji merupakan tanaman jenis perdu bercabang banyak yang memiliki batang berwarna hijau sampai merah muda dengan bentuk penampang membujur segiempat (Popenoe 1974; Rismunandar 1989; Soetopo 1992). Batang tua berbentuk bulat, berkayu keras, tidak mudah patah, kuat, padat, dan kulit batang licin berwarna coklat kemerahan dengan lapisan yang tipis dan mudah terkelupas jika sudah mengering. Apabila kulit batang dikelupas, maka akan terlihat bagian dalam batang berupa jaringan yang berwarna hijau dan sukulen (Ashari 2006; Parimin 2007). Tanaman jambu biji dapat dibudidayakan dengan cara stek, okulasi, dan ditanam dari biji. Tanaman yang berasal dari hasil stek dan okulasi memiliki kanopi pendek dengan pola percabangan bebas dari bawah ke atas batang, dan sering tumbuh tunas liar di dekat pangkal batang. Tinggi tanaman dapat mencapai 3-10 m. Tanaman yang tumbuh dari biji biasanya berumur lebih panjang dibandingkan hasil stek dan okulasi. Tanaman tumbuh baik pada kondisi suhu 2328 °C. Tanaman jambu biji berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Umumnya umur tanaman dapat mencapai 30 hingga 40 tahun (Parimin 2007). Daun berbentuk jorong (oval) dengan ujung yang melancip, berupa daun tunggal, dan bertangkai pendek. Warna daun beragam mulai dari hijau muda, hijau tua, hijau berbelang kuning, hingga merah tua. Kedudukan daun pada tangkai daun berhadapan. Panjang daun berkisar 5-15 cm sedangkan lebar daun berkisar 3-6 cm. Panjang tangkai daun berkisar 3-7 cm (Rismunandar 1989; Parimin 2007).
5
Bunga jambu biji berpangkal pada ketiak daun atau pada ujung ranting berjumlah satu atau dapat lebih dalam kelompok kecil. Jumlah bunga di setiap tangkai 1-3 bunga. Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak harum. Kelopak dan mahkota bunga masing-masing berjumlah lima helai. Waktu yang diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29 hari. Bunga akan mekar penuh pada pagi hari (Sujiprihati 1985; Morton 1987; Parimin 2007). Bunga jambu biji termasuk bunga sempurna (hermaprodit) yaitu benang sari (sekitar 250 helai) dan putik terdapat pada satu bunga, sehingga pembuahan terjadi melalui penyerbukan. Ada pula yang tanpa penyerbukan (partenokarpi) yang menghasilkan buah tanpa biji. Penyerbukan bunga pada tanaman jambu biji dapat bersifat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Sujiprihati 1985; Nakasone dan Paull 1999; Parimin 2007). Penyerbukan dapat terjadi melalui bantuan faktor luar seperti angin, serangga, dan manusia (Rismunandar 1989). Buah jambu biji umumnya bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, maupun warnanya. Ukuran diameter buah berkisar antara 2.5-10 cm. Buah jambu biji berbentuk bulat atau lonjong. Kulit buah berwarna hijau saat muda dan berubah menjadi kuning muda mengkilap setelah matang. Untuk jenis tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang kuning saat muda dan berubah menjadi kuning saat matang. Ada pula yang berkulit merah muda saat muda dan menjadi merah tua saat matang (Nakasone dan Paull 1999; Panhwar 2005; Parimin 2007). Variasi buah tersebut bergantung pada sifat bawaan (genetik), umur pohon, kesuburan tanah, dan ketersediaan air (Rismunandar 1989). Daging buah bagian luar bertekstur kasar, berwarna putih, kuning, merah muda, merah menyala, atau merah tua, dan rasanya asam hingga manis (Soetopo 1992; Parimin 2007). Daging buah bagian dalam bertekstur lunak, berwarna lebih gelap, berasa lebih manis dibanding daging luarnya, dan umumnya dipenuhi biji-biji yang keras berwarna kuning. Buah jambu biji matang 90 hingga 150 hari setelah pembungaan, hal ini bergantung pada kondisi suhu selama perkembangan buah serta varietas buah (Morton 1987). Potensi Ekspor Buah jambu biji pascapanen dapat bertahan disimpan sampai dengan 12 bulan pada kondisi suhu 8 °C dalam kelembapan rendah (Soetopo 1992; Ashari 2006). Buah jambu biji termasuk ke dalam buah-buahan unggulan ekspor Indonesia, selain buah lainnya seperti: pisang, nenas, alpukat, mangga, manggis, jeruk, pepaya, rambutan, duku (langsat), durian, semangka, dan melon (BPS 2014).
Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) Sistematika lalat buah B. carambolae Bactrocera merupakan genus dari famili Tephritidae yang banyak menyerang dan berasosiasi dengan komoditas buah tropis. Famili Tephritidae yang tersebar di kawasan Asia terdiri atas 160 genus, yang beranggotakan 180 spesies. Beberapa anggota spesies dari genus tersebut di atas memiliki kemiripan morfologi, sehingga dikelompokkan ke dalam spesies B. dorsalis complex (Hardy 1977 dalam Siwi et al. 2006). Lalat B. carambolae termasuk di antara kelompok
6
spesies ini dan sebelumnya sempat dikenal sebagai Bactrocera sp. near B. dorsalis (Siwi et al. 2006). Lalat buah B. carambolae dikelompokkan ke dalam sistem tata nama sebagai berikut: Kingdom : Animalia Divisi : Artropoda Sub. Divisi : Entognatha Kelas : Insecta Ordo : Diptera Famili : Tephritidae Genus : Bactrocera Spesies : Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) Persebaran Lalat buah B. carambolae diketahui tersebar di Malaysia, Thailand bagian tenggara, dan Indonesia bagian Barat (CAB International 2007). Lalat buah ini merupakan hama penting di Indonesia disamping spesies lainnya seperti B. albistrigata (de Meijere), B. caudata (Fabricius), B. cucurbitae (Conquillet), B. dorsalis Hendel, B. papayae (Drew and Hancock), B. umbrosa (Fabricius), dan Dacus longicornis (Orr 2002). Status B. carambolae telah teridentifikasi meluas di beberapa kawasan benua Asia seperti: India terbatas di Kepulauan Andaman dan Nicobar, Thailand, Malaysia termasuk semenanjung Malaysia dan Sabah, Singapura, Brunei Darussalam, dan Indonesia terbatas di Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Persebaran serangga kini dilaporkan lebih meluas lagi ke beberapa kawasan terbatas di Amerika selatan seperti Guyana, French Guiana, Suriname dan Brazilia daerah Amapa. Namun, lalat ini ditetapkan sebagai hama karantina di Guyana (CAB International 2007). Biologi dan Morfologi B. carambolae memiliki tipe perkembangan sempurna (holometabola), yang terdiri atas telur, larva, pupa, dan imago. Siklus hidup B. carambolae membutuhkan waktu 14-27 hari dari telur hingga imago (Siwi et al. 2006). Telur. Telur B. carambolae diletakkan oleh imago betina dengan cara disisipkan sebagian pada jaringan di bawah permukaan kulit buah yang telah matang. Bentuk telur silindris, berwarna putih, berukuran 0.8 × 0.2 mm. Salah satu ujung telur yang berbatasan dengan permukaan udara meruncing dan pada bagian tersebut terdapat lubang mikropil (Siwi et al. 2006). Stadia telur 2-4 hari. Imago betina dapat menghasilkan telur dengan kisaran 300 hingga 1000 butir (Ditlin Hortikultura 2006; Noor et al. 2011). Larva. Larva B. carambolae terdiri atas tiga instar dengan tipe vermiform. Secara umum larva berbentuk jorong, berwarna putih keruh kekuningan, dengan bagian ujung kepala meruncing tempat melekat alat mulutnya yang berbentuk kait. Tubuh larva terdiri atas bagian kepala, toraks, dan delapan ruas abdomen. Larva yang muncul dari telur melakukan aktifitas makan di dalam jaringan buah. Larva membuat saluran-saluran di dalam buah dan mengisap cairan buah sehingga dapat menyebabkan buah menjadi busuk. Keberadaan larva dalam buah juga dapat menstimulasi pertumbuhan dan kehidupan mikrorganisme pembusuk lainnya
7
(Drew dan Lloyd 1987; Siwi et al. 2006; CAB International 2007). Larva instar 3 paling aktif makan dan membuat lubang pada jaringan buah tempat jalan keluar loncatan prepupa sebelum menjadi pupa di tanah. Larva instar 3 berukuran panjang 7.0-9.0 mm dan lebar 1.5-1.8 mm (White dan Harris 1994). Stadium larva berkisar antara 6-11 hari, setiap instar membutuhkan waktu dua hari atau lebih, bergantung jenis buah sebagai inangnya (Siwi et al. 2006; CAB International 2007). Menurut Noor et al. (2011), stadium larva pada buah jambu biji adalah sekitar 12 hari. Pupa. Pupa B. carambolae bertipe eksarata terbungkus di dalam puparium. Puparium berbentuk oval, berukuran panjang 5-6 mm, berwarna kuning kecoklatan (Ditlin Hortikultura 2006). Stadium pupa berkisar antara 4-10 hari. Di alam, pupa terdapat pada tanah atau media tumbuh tanaman inang (Siwi et al. 2006; CAB International 2007; Noor et al. 2011). Imago. Imago B. carambolae berwarna oranye kecoklatan dan berukuran 8-10 mm. Mata dan kepala berwarna coklat gelap. Bagian kepala terdapat bintik hitam di sekitar garis antena, 2-3 pasang seta di bagian depan (frons) kepala. Bagian toraks berwarna coklat gelap, scutum berwarna coklat kemerahan dengan garis lateral dan medial berwarna kuning, dan scutelum berwarna kuning. Postpronotal lobe berwarna kuning atau oranye pucat. Abdomen umumnya memiliki dua pola pita melintang dan satu pola pita membujur warna hitam atau bentuk huruf „T‟ yang jelas pada tergum III-V dengan garis hitam tipis melintang pada anterior margin dari tergum III dan melebar menutupi sisi bagian samping. Tergum V berwarna coklat kemerahan, memiliki sepasang bintik (ceromae) berbentuk oval berwarna coklat hingga oranye mengkilap. Ujung abdomen imago betina meruncing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan pada imago jantan ujung abdomennya membulat. Stadium imago berkisar antara 10 bulan hingga bertahun-tahun (Siwi et al. 2006; CAB International 2007). Lalat buah B. carambolae dikenali dengan tanda khas ciri morfologi spesies yang ditunjukkan pada Gambar 1. Sayap tembus pandang (transparan) dengan panjang 12-15 mm dan terdapat bagian pola pita berwarna coklat buram mulai dari costa menuju ke ujung (apex) sayap. Letak pola pita ini sedikit melewati R2+3 dan sedikit melebar di ujung (apex) dari R2+3 yang juga melewati ujung (apex) dari R4+5. Pola pita ini juga terdapat antara garis anal dan cubitus dan vena melintang dm-cu (Siwi et al. 2006; CAB International 2007). Bagian preapical dari permukaan femur depan memiliki bintik hitam berbentuk jorong. Semua tibia berwarna hitam kecoklatan kecuali tibia tengah lebih pucat di bagian apical (Siwi et al. 2006; AQIS 2008; CAB International 2007). Kisaran Inang B. carambolae bersifat polifag (Kapoor 2005; Ginting 2009; Faridah 2011; Lemos et al. 2014). Lalat buah ini hidup pada inang utama belimbing (Averrhoa carambola), jambu air (Syzgium jambos) (Kapoor 2005; Siwi et al. 2006;). Inang lainnya adalah jambu biji (Psidium guajava), kluwih (Artocarpus altilis), cabai (Capsicum annuum), nangka (Artocarpus heterophyllus), jambu bol (S. malaccense), tomat (Lycopersicon esculentum), mangga (Mangifera indica), dan pepaya (Carica papaya) (Siwi et al. 2006).
8
b
a
d
c
e
f
Gambar 1 Ciri morfologi spesies B. carambolae: (a) imago; (b) sayap; (c) femur; (d) kepala; (e) toraks; (f) abdomen (sumber: Ginting 2009) Gejala Kerusakan Imago B. carambolae betina meletakkan telur dalam jaringan buah tanaman atau terkadang juga dalam jaringan batang, sehingga larva yang keluar dari telur akan hidup dalam jaringan buah serta memakan jaringan buah tersebut. Tempat peletakan telur ditandai dengan adanya noda atau titik kecil hitam. Akibat aktivitas makan larva tersebut pada jaringan buah, bercak-bercak kecil pada daging buah akan berkembang menjadi bercak yang lebih luas dan berwarna kecoklatan. Selanjutnya larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk dan gugur sebelum masak (sering disebut buah berulat). Buah yang gugur ini, apabila tidak segera dikumpulkan dan dimusnahkan, akan menjadi sumber infeksi atau perkembangan lalat buah generasi berikutnya. Pembusukan buah tersebut terjadi seiring berkembangnya bakteri yang terbawa bersama telur dari tubuh lalat. Pada umumnya B. carambolae lebih memilih buah matang, namun dapat juga menyerang buah yang masih muda terutama bila kondisi kelembapan tinggi. Hal ini dikarenakan buah matang memiliki berbagai kandungan nutrisi, seperti gula, asam, dan lain-lain dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan buah muda. Selain itu, pada buah muda lebih banyak terdapat kandungan senyawa fenol yang dapat bersifat racun bagi stadia pradewasa lalat buah (Drew dan Lloyd 1987; Siwi et al. 2006; CAB International 2007). Pengendalian Pengendalian lalat buah B. carambolae dibedakan menjadi pengendalian ketika buah masih di pertanaman (pre harvest) dan setelah buah dipanen (post harvest). Pengendalian ketika buah masih di pertanaman (pre harvest) dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya: mekanis (penyungkupan buah), sanitasi (membersihkan lahan dari sumber lalat buah), biologis (mendatangkan musuh alami), dan kimiawi (insektisida) (Siwi et al. 2006; CAB International 2007). Pengendalian pasca panen (post harvest) adalah semenjak buah dipanen sampai dengan hendak didistribusikan ke pasaran, termasuk diekspor. Teknik pengendalian yang dilakukan biasanya berupa perlakuan. Perlakuan buah untuk mengeradikasi lalat buah famili Tephritidae, meliputi: perlakuan udara panas, perlakuan air panas, perlakuan uap panas, perlakuan suhu dingin, dan perlakuan iradiasi. Teknik perlakuan harus disesuaikan dengan hama sasaran, komoditas buah, kondisi lingkungan, dan lain-lain (IPPC 2008).
9
Perlakuan Iradiasi Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber energi. Iradiasi adalah perlakuan pemaparan sinar terhadap suatu bahan untuk berbagai keperluan khusus, dimana besarnya paparan radiasi dapat ditentukan dalam suatu dosis tertentu. Dengan kata lain, iradiasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara terukur dan terarah (Batan 2008). Pengendalian hama pasca panen dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, biologi dan sistem pengendalian hama terpadu. Sejak tahun 1986, teknik iradiasi sudah diterapkan sebagai perlakuan untuk membunuh atau mengeradikasi OPT suatu komoditas pertanian (Hallman 2012). Iradiasi yang berkaitan dengan pengendalian OPT pada komoditas pertanian dilakukan dengan cara memaparkan sumber radioaktif (misalnya partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar X, atau berkas elektron) tanpa merusak kualitas materi. Partikel α dan β memiliki daya tembus yang pendek dibandingkan sinar gamma, sinar X, dan berkas elektron (electron beam). Hal ini berarti daya rusak partikel α dan β terhadap materi lebih tinggi dibandingkan sinar gamma, sinar X, dan berkas elektron (electron beam) (Batan 2008). Prinsip kerja antara sinar gamma dan sinar X berbeda, berkas sinar X terkonsentrasi pada arah yang sama (searah), sedangkan sinar gamma dipancarkan ke segala arah secara merata (Hallman 1999). Keefektifan penyinaran materi dipengaruhi oleh dosis lintasan penyinaran dari sumber radio aktif tertentu misalnya sinar gamma di dalam kamar contoh (sample chamber) yang berada dalam sistem instalasi mesin irradiasi sinar gamma (Gambar Lampiran 1). Dampak perlakuan iradiasi akan muncul melalui fungsi ionisasi pada materi yang diberi penyinaran. Sinar yang dipancarkan akan menembus ke bagian dalam materi yang disinari dan akan merusak molekul sel organisme hidup di dalamnya (Crowder 1986). Muatan-muatan listrik yang dihasilkan memiliki potensi untuk mematikan organisme atau mikroorganisme sasaran, yakni melalui pemutusan DNA sel-sel organisme atau mikroorganisme sasaran secara langsung yang berakibat pada ketidakmampuan untuk bereplikasi atau berkembangbiak (Marnada 2010). Sasaran perlakuan sinar biasanya berpengaruh pada jaringan reproduksi serangga (Ferrier 2010; Kuswadi 2011). ISPM nomor 18 tahun 2003 telah merekomendasikan iradiasi sebagai salah satu teknik yang dapat digunakan dalam tindakan karantina untuk kesehatan tumbuhan (phytosanitary). Variabel sasaran dalam perlakuan iradiasi meliputi: kematian (mortalitas), kegagalan perkembangan imago, kemandulan (sterilitas), dan sifat dorman (inaktivasi) (IPPC 2003). Saat ini lebih dari 46 negara di dunia telah mengizinkan penerapan iradiasi, antara lain: Amerika Serikat, Australia, India, Pakistan, Thailand, dan Vietnam Hallman (2011), termasuk Indonesia (Diehl 2001). Landasan peraturan iradiasi pangan di Indonesia antara lain Peraturan Menteri Kesehatan RI yaitu Permenkes No: 826/MENKES/PER/XII/1987 dan diperbaharui pada tahun 1995 yaitu Permenkes No: 152/MENKES/SK/II/1995. Peraturan tersebut dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No: 7 tahun 1996.
10
Penerapan iradiasi terhadap komoditas pertanian biasanya berupa pemaparan gelombang elektromagnetik sinar gamma. Gelombang elektromagnetik sinar gamma dapat berasal dari beberapa unsur radioaktif, antara lain Cobalt [60Co], Cesium [137Cs], sinar X berenergi lebih dari 50 MeV, dan mesin berkas elektron berenergi lebih dari 10 MeV (Kuswadi 2008). Seperti yang telah diketahui bahwa besarnya paparan perlakuan iradiasi dinyatakan dalam suatu dosis. Dosis iradiasi yaitu jumlah energi radiasi yang diserap kedalam bahan, untuk setiap jenis bahan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Hermana 1991). Dosis iradiasi dikenal dengan istilah Gray (Gy) (Batan 2008). Metode pengukuran besarnya dosis yang diserap oleh suatu materi (serangga, buah, dan lain-lain) dikenal dengan istilah dosimetri (McLauhlin et al. 1989). Sejak tahun 1986 banyak laporan penelitian yang merekomendasikan dosis iradiasi untuk serangga hama. Dosis yang direkomendasikan bersifat generik dimana suatu dosis iradiasi berlaku untuk suatu kelompok serangga hama tertentu (Tephritidae, Curculionidae, Agromyzidae, Lepidoptera, Hemiptera, dan lain-lain) (Hallman 2012). Menurut data yang dilaporkan Hallman (2012) terdapat beberapa dosis generik di antaranya: IPPC merekomendasikan dosis generik 150 Gy untuk lalat buah Tephritidae. Mitcham (1999) melaporkan negara USA mempersyaratkan dosis iradiasi 250 untuk lalat buah pada komoditas jambu biji yang masuk ke negara bagian California. United States Department of Agriculture - Animal and Plant Health Inspection Service (USDA-APHIS) merekomendasikan dosis generik 400 Gy untuk seluruh serangga kecuali pupa dan larva Lepidoptera. IPPC tahun 2011 merekomendasikan dosis generik 165 Gy untuk serangga hama famili Curculionidae. Puanmanee et al. (2010) melaporkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma 30 Gy dapat menyebabkan sterilitas B. correcta 98.37%. ISPM nomor 28 tahun 2007 tentang Phytosanitary Treatments for Regulated Pests annex 14 merekomendasikan bahwa dosis 100 Gy dapat mencegah munculya imago C. capitata (IPPC 2007). Berdasarkan prinsip dosis generik tersebut, beberapa negara mempersyaratkan tindakan perlakuan iradiasi pada komoditas pertanian yang dilalulintaskan dengan sasaran utama OPTK yang terdapat pada komoditas tersebut. Australia menerapkan tiga dosis generik yakni pada komoditas mangga dan pepaya yang diekspor ke New Zealand (250 Gy), mangga ke Malaysia (300 Gy), dan lychee ke New Zealand (350 Gy). Hal ini dikembangkan untuk pelaksanaan ekspor dari Australia ke negara tertentu yang mempersyaratkan. Dosis minimum 300 Gy untuk komoditas mangga yang dikirimkan ke Malaysia lebih tinggi dibandingkan ke New Zealand, yakni 250 Gy, karena negara Malaysia mempersyaratkan hal tersebut. Dosis generik 350 Gy untuk lychee ke New Zealand bertujuan untuk mencegah salah satu spesies tungau pada lychee yang belum terdapat di New Zealand (Hallman 2012). Seiring dengan berkembangnya penelitian mengenai perlakuan iradiasi, terdapat pemikiran bahwa penelitian selanjutnya difokuskan terhadap dosis efektif yang spesifik terhadap suatu spesies serangga hama karantina sehingga dapat menjadi bahan rekomendasi pada protokol perlakuan karantina (phytosanitary). Hal ini dapat meyakinkan bahwa perlakuan tersebut dapat diaplikasikan. Selain itu, pengujian dosis efektif ini akan menunjang penerapan dosis generik dalam skala komersial.
11
Dosis iradiasi dapat mempengaruhi kualitas komoditas pertanian atau bahan makanan yang diberi penyinaran. World Health Organization (WHO) pada tahun 1992 menyatakan bahwa makanan hasil iradiasi bahan pangan di bawah dosis 10 KGy dinyatakan aman dari infestasi OPT dan masih memiliki kandungan gizi yang layak. Bahan pangan yang telah diberi perlakuan iradiasi akan diberi label (Delincee 1998; IPPC 2003; Ferrier 2010).
Iradiasi sebagai Alternatif Tindakan Perlakuan Karantina ISPM nomor 18 tahun 2003 merupakan salah satu kebijakan yang merekomendasikan teknik iradiasi sebagai salah satu tindakan perlakuan karantina. Parameter sasaran perlakuan iradiasi meliputi kematian (mortalitas), kegagalan perkembangan imago, kemandulan (sterilitas), dan sifat dorman (inaktivasi) (IPPC 2003). Perlakuan iradiasi mulai banyak diminati karena memiliki beberapa keunggulan antara lain: aplikasi cepat, dapat diaplikasikan pada komoditas dalam kemasan, tidak bersifat meninggalkan residu bahan kimia (non residual), dan berbagai jenis buah toleran pada aplikasi dosis yang sesuai (Hallman dan Martinez 2001; Kuswadi 2008). Pada tahun 1986, badan pengawasan obat dan makanan Amerika (Food and Drug Administration) telah menyatakan keamanan perlakuan iradiasi hingga 1000 Gy pada buah-buahan dan sayuran. Penggunaan iradiasi pada buah-buahan dan sayuran diketahui bertujuan memperpanjang masa simpan dan mengurangi pembusukan karena iradiasi efektif dalam membunuh, mensterilkan atau mencegah perkembangan lebih lanjut berbagai hama serangga penting karantina (Mitcham 1999). Implementasi perlakuan iradiasi di Indonesia telah dikembangkan terhadap bahan pangan dengan tujuan mengeradikasi OPT dan memperpanjang masa simpan. Dosis perlakuan iradiasi terhadap buah segar berkisar antara 150 hingga 1000 Gy untuk tujuan eradikasi OPT, sedangkan dosis 1000 hingga 7000 Gy dapat diterapkan pada rempah-rempah dan sayuran kering untuk tujuan memperpanjang masa simpan dan mencegah pembusukan akibat mikroorganisme (Irawati 2008). Semakin berkembangnya manfaat perlakuan iradiasi maka teknik ini dianggap sebagai alternatif perlakuan karantina. Pada tahun 2006, USDA-APHIS mempublikasikan petunjuk peraturan dalam menyediakan generik radiasi sebagai perlakuan karantina. Iradiasi telah diakui sebagai perlakuan karantina terhadap produk bahan segar oleh The International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI) dan The Regional Plant Protection Organizations (RPPO). RPPO yang mendukung iradiasi untuk keperluan karantina adalah The North American Plant Protection Organization (NAPPO), The European Plant Protection Organization (EPPO), The Asia and Pacific Plant Protection Commission (APPPC) (Limohpasmanee et al. 2005; Hossain et al. 2011). Kendati demikian, perlakuan iradiasi memiliki beberapa kelemahan, antara lain: membutuhkan biaya besar dalam membangun fasilitas iradiasi, aplikasi pada komoditas dalam kemasan membutuhkan dosis yang lebih tinggi sehingga resiko kerusakan komoditas cukup besar, dan untuk alasan keamanan dan biaya yang tinggi iradiasi dilaksanakan di lokasi yang terpusat (sentralisasi), sehingga tidak dapat dilaksanakan di lokasi pengemasan setempat, misalnya pelabuhan atau bandar udara (Hallman dan Martinez 2001).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Phytosanitary, Pusat Aplikasi Isotop Radioaktif - Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR-Batan), Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014 sampai dengan Desember 2014.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri atas lalat buah spesies B. carambolae, buah jambu biji (P. guajava) berdaging buah merah muda (pink guava), sumber iradiasi sinar gamma [60Co], pakan buatan untuk perbanyakan lalat buah (Tabel 1), dan bahan laboratorium lainnya. Lalat buah diperoleh dari hasil pembiakan massal di Laboratorium Fitosanitari, PAIR-Batan, Jakarta.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas perangkat iradiator gamma chamber 4000 A BRIT‟s Laboratory Irradiators milik PAIR-Batan, instalasi tahun 1992 (kapasitas 4 liter atau 4000 cc dengan sumber radiasi gamma [60Co] Shelf shield/portable dengan laju dosis 45.0763 krad/jam) (Gambar 2), kurungan lalat buah, peralatan pakan lalat buah, miskroskop stereo, dan alat laboratorium lainnya.
b
a
c
Gambar 2 Perangkat iradiator gamma chamber 4000 A PAIR-Batan: (a) perangkat keseluruhan; (b) chamber; (c) panel kontrol
13
Prosedur Persiapan Penelitian Persiapan media pemeliharaan. Buah jambu biji, P. guajava, berdaging buah merah muda (pink guava) dengan kematangan 75% diambil dari perkebunan petani di daerah Bojong Gede, Jawa Barat. Buah jambu biji dibungkus di dalam kantung plastik, kemudian disimpan di dalam lemari es pada suhu 15 °C. Buah dengan umur simpan satu hari digunakan sebagai media peneluran lalat pada pengujian in vitro. Pemeliharaan dan perbanyakan serangga uji. Serangga uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies lalat buah B. carambolae yang diperoleh dari stok pemeliharaan di Laboratorium Fitosanitari, PAIR-Batan. Lalat buah kemudian dipelihara di laboratorium yang sama. Pemeliharaan dan perbanyakan lalat buah dilakukan dengan metode pembiakan massal mengacu pada teknik yang telah dimodifikasi oleh Kuswadi et al. (1999). Dalam rangkaian kegiatan perbanyakan lalat buah dilakukan beberapa kegiatan, di antaranya: pemeliharaan telur, pemeliharaan larva, pemeliharaan pupa, dan pemeliharaan imago. Khusus untuk pemeliharaan larva, diperlukan media pakan buatan yang diformulasikan khusus seperti tertera pada Tabel 1. Pemeliharaan lalat buah dilakukan dalam kondisi suhu ± 26 °C dan kelembapan nisbi 70%. Tabel 1 Komposisi bahan media pakan buatan larva lalat buah B. carambolae Bahan Satuan Bekatul gandum (Wheat germ) 223.00 g Ragi roti 28.00 g Gula tebu 1000.00 g Sodium benzoat 0.79 g Nipagin 0.79 g HCl (sampai pH 4-4.5) 0.75 g Air 0.60 ml Sumber: Kuswadi et al. (1999).
Kurungan perbanyakan terbuat dari terbuat dari kawat kasa pada bagian samping dan atas, sedangkan bagian bawah dan belakang terbuat dari triplek. Imago yang terbentuk dipelihara hingga bertelur dan menghasilkan telur yang usianya sama (homogen) dalam jumlah yang besar dengan pemberian pakan buatan. Bagian dalam kurungan dipasang rumbai-rumbai kertas secukupnya, sebagai tempat hinggap lalat. Dinding depan berbentuk pintu untuk memasukkan pupa dan makanan lalat. Pada pintu/dinding tersebut dibuat dua buah lubang bulat berukuran diameter 5 cm, tempat pemasangan botol pengumpul telur (Gambar 3). Pemeliharaan telur dilakukan dengan terlebih dahulu mengumpulkan telur yang dihasilkan imago betina dari kurungan perbanyakan. Botol pengumpul telur dipasang pada lubang yang telah tersedia pada kurungan. Botol pengumpul telur, yang dianggap sebagai buah tiruan, adalah botol plastik berukuran diameter 5 cm dan tinggi 30 cm, pada bagian dinding tabung dibuat lubang berukuran diameter ± 0.3 mm dengan kerapatan 1 cm × 1 cm. Sebelum dipasang, botol diisi potongan karet busa jenuh air atau jus buah untuk menarik lalat buah dan mempertahankan
14
kelembapan di dalam botol, sehingga telur yang diletakkan tidak mengalami kekeringan. Botol dipasang pada pagi hari (mulai 08:00) selama 24 jam. Telur diletakkan oleh imago lalat buah betina dengan ovipositornya kedalam lubanglubang pada dinding botol tersebut. Panen telur dilakukan pagi hari berikutnya. Telur dikumpulkan dengan cara membasuh permukaan dalam botol, dan menampungnya di atas nampan, kemudian disaring. Massa telur yang dihasilkan dapat diukur secara volumetrik, satu cc telur berisi ± 18 000 butir. Pemeliharaan larva lalat buah dilakukan pada media pakan buatan. Media pakan buatan sebanyak 1.5 kg ditempatkan dalam sebuah nampan plastik berukuran 20 cm × 30 cm × 4 cm sehingga membuat lapisan setebal ± 2.5 cm. Sebanyak 1.5-2.0 cc massa telur lalat buah diinokulasikan pada permukaan media pakan buatan secara merata. Nampan-nampan yang telah diinokulasi diletakkan berlapis-lapis di dalam rak yang berada dalam ruangan dengan suhu 26-27 ºC. Proses inkubasi telur dilakukan sampai berkembang menjadi larva instar 3. Stadia larva lalat buah membutuhkan waktu 5-7 hari pada media pakan buatan sebelum membentuk pupa. Larva instar 3 yang hendak berpupa akan melenting keluar pakan sehingga dibutuhkan serbuk gergaji kayu sebagai media pupasi. Pupa yang terbentuk dipisahkan dengan cara diayak dengan ayakan halus berukuran panjang 25 cm dan lebar 20 cm.
b
c
a
d
Gambar 3 Perangkat pemeliharaan dan perbanyakan lalat buah: (a) kurungan; (b) tempat tabung peneluran; (c) tabung peneluran; (d) ayakan pupa
15
Pemeliharaan pupa lalat buah dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan pupa ke dalam wadah tersendiri yakni nampan plastik. Selanjutnya Pupa tersebut dimasukkan ke dalam kurungan imago berbahan kain kasa berukuran 20 cm × 20 cm × 20 cm dan diinkubasikan selama 10 hari sampai berkembang menjadi imago dan menghasilkan telur kembali. Pengujian pendahuluan oviposisi B. carambolae Pengujian terdiri atas: pengujian periode oviposisi (siang hari dan malam hari) dan pengujian oviposisi dengan kombinasi waktu dan jumlah pasangan imago lalat buah. Tujuan pengujian ini adalah menentukan jumlah pasangan imago dan waktu oviposisi yang digunakan pada perlakuan iradiasi in vivo. Pertama-tama permukaan buah jambu biji dibagi menjadi tiga area terdiri atas: bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Area tersebut dibatasi menggunakan parafilm. Permukaan daging buah pada setiap area tersebut dibuat pelukaan (berupa lubang tusukan) menggunakan jarum steril sebanyak masing-masing lima lubang. Setelah itu, dipilih 15 pasang imago berumur 10 hari yang siap kopulasi pada suatu kurungan imago berukuran sama seperti di atas. Lalat buah tersebut diasumsikan telah berkopulasi pada hari ke-7. Menurut Dumalang dan Lengkong (2011), kematangan seksual Bactrocera sp. adalah pada saat umur imago 10-14 hari setelah keluar dari pupa. Setelah imago betina siap meletakkan telur (umur 17 hari), lalat buah jantan dikeluarkan dari dalam kurungan dan dimasukkan satu buah jambu biji tersebut ke dalam kurungan. Imago betina dibiarkan melakukan oviposisi pada buah jambu biji tersebut pukul 05:00-17:00 (pengujian oviposisi siang hari) dan pukul 19:00-06:00 (pengujian oviposisi malam hari). Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Setelah periode oviposisi maka buah jambu biji dikeluarkan dari kurungan. Variabel pengamatan meliputi jumlah telur pada lubang di bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Metode perlakuan ini merujuk pada penelitian Putri (2014). Pengujian periode dan lokasi oviposisi B. carambolae Setiap 5 pasang, 10 pasang, dan 15 pasang imago lalat buah B. carambolae berumur 10 hari yang siap kawin masing-masing dimasukkan ke dalam kurungan imago berisi media oviposisi berupa jambu biji yang telah dibungkus parafin dan diberi penususkan seperti di atas. Setelah imago betina siap meletakkan telur (umur 17 hari), lalat buah jantan dikeluarkan dari dalam kurungan dan dimasukkan satu buah jambu biji tersebut ke dalam kurungan. Imago betina dibiarkan melakukan oviposisi pada buah jambu biji tersebut mulai pukul 06:00. Pemaparan oviposisi dilakukan selama 1, 2, dan 3 jam berturut-turut untuk 5, 10, dan 15 pasang. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Setelah periode oviposisi maka buah jambu biji dikeluarkan dari dalam kurungan. Variabel pengamatan meliputi jumlah telur pada lubang di masingmasing area permukaan buah yakni bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Skema pengujian oviposisi pada siang dan malam hari, serta pengujian kombinasi waktu dan jumlah pasangan imago tertera pada Gambar 4.
16
Perlakuan Iradiasi terhadap Telur dan Larva Instar 3 In Vitro Telur lalat buah B. carambolae berumur satu hari diisolasi dari populasi stok perbanyakan dan diletakkan di permukaan kertas saring basah. Telur yang berada di atas kertas saring basah tersebut dihitung dengan bantuan mikroskop stereo dan kaca pembesar serta alat bantu hitung tangan secara hati-hati dengan meminimalisir kontak fisik pada telur. Telur yang akan diberi perlakuan dipilih hingga mencapai 100 butir. Kertas berisi setiap seratus butir telur diletakkan di permukaan media pakan buatan yang berada di dalam sebuah kotak plastik bertutupkan kain kasa, berukuran 8 cm × 8 cm × 5 cm.
pangkal
tengah ujung
Pembagian area permukaan buah
Lokasi oviposisi melalui penusukan buah
Pemaparan media oviposisi di dalam kurungan
Gambar 4 Skema pengujian oviposisi B. carambolae Media pakan buatan berupa campuran bahan-bahan dan komposisi seperti tertera pada Tabel 1. Wadah plastik berisi media pakan buatan yang telah mengandung telur lalat buah ditutup dengan kain kasa. Metode yang digunakan merujuk pada Kuswadi dan Indarwatmi (2010) serta Puanmanee et al. (2010). Penghitungan jumlah telur yang tidak menetas dilakukan pada hari ke-4 setelah oviposisi. Perlakuan iradiasi pada telur lalat buah secara in vitro ini dilakukan 24 jam setelah proses inokulasi telur pada media pakan buatan (umur telur satu hari), sedangkan perlakuan pada larva instar 3 dilakukan lima hari setelah proses inokulasi karena pada hari ke-5 telur lalat buah akan berkembang menjadi larva instar 3 (Putri 2014). Setiap wadah media pakan buatan yang telah berisi telur dan larva uji di dalamnya, satu persatu dimasukkan ke dalam mesin iradiator. Dosis perlakuan iradiasi sinar gamma [60Co] yang diberikan meliputi 0, 30, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 300, 450, dan 600 Gy masing-masing sebanyak tiga kali ulangan. Besaran dosis perlakuan di atas disetarakan dengan waktu pemaparan yang secara otomatis ditera oleh mesin iradiator (Tabel 2). Segera setelah selesai penyinaran, media pakan buatan mengandung serangga uji dikeluarkan dari mesin iradiator. Kain kasa penutup dibuka dan wadah berisi media pakan buatan ditempatkan dalam tabung plastik berukuran diameter 15 cm dan tinggi 20 cm yang berisi serbuk gergaji kayu sebagai alas
17
wadah. Tabung tersebut juga ditutup dengan kain kasa lalu ditempatkan di dalam ruangan suhu ± 26 °C dan kelembapan nisbi ± 70%. Pengamatan perkembangan telur dilakukan 24 jam setelah perlakuan (dengan asumsi bahwa telur mulai menetas menjadi larva instar 1) sedangkan pengamatan perkembangan larva instar 3 dilakukan mulai hari ke-4 setelah perlakuan (dengan asumsi bahwa lalat buah mulai berkembang menjadi pupa). Larva yang berhasil hidup akan berpindah dari media pakan ke dalam serbuk gergaji untuk berpupa yang selanjutnya diamati keberhasilan hidup imagonya. Tabel 2 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu pemaparan berdasarkan dosis perlakuan iradiasi Dosis Waktu pemaparan 10 Gy 1 menit 19 detik 20 Gy 2 menit 39 detik 30 Gy 3 menit 59 detik 40 Gy 5 menit 19 detik 50 Gy 6 menit 39 detik 60 Gy 7 menit 59 detik 70 Gy 9 menit 19 detik 80 Gy 10 menit 38 detik 90 Gy 11 menit 58 detik 100 Gy 13 menit 18 detik 150 Gy 19 menit 57 detik 200 Gy 26 menit 37 detik 300 Gy 39 menit 55 detik 400 Gy 53 menit 14 detik 600 Gy 79 menit 51 detik
Ket: iradiator gamma chamber 4000 A, laju dosis 45.0763 krad/jam.
Selanjutnya jumlah larva yang gagal membentuk pupa dan pupa yang ganti kulit (eklosi) menjadi imago dihitung dengan membongkar media pakan buatan dan serbuk gergaji di akhir percobaan. Perubahan morfologi telur dan larva akibat iradiasi juga diamati. Pupa yang terbentuk dihitung setiap hari pengamatan dengan cara diayak menggunakan ayakan berkasa halus berukuran 25 cm × 20 cm. Pupa yang telah dihitung ditempatkan pada kurungan imago sampai eklosi. Skema perlakuan iradiasi terhadap telur dan larva instar 3 secara in vitro tertera pada Gambar 5. Variabel pengamatan yang diamati adalah persentase kematian (mortalitas) telur dan larva instar 3, dan sintasan stadia pupa serta imago berdasarkan rumus di bawah ini: Jumlah telur/larva instar 3 mati/pupa mati % Mortalitas = -----------------------------------------------------------------------× 100 Jumlah seluruh telur/larva instar 3/pupa
Perlakuan Iradiasi terhadap Telur dan Larva Instar 3 In Vivo Media oviposisi yang digunakan pada penelitian ini berupa buah jambu biji yang pada permukaan ujung buahnya terbuka atau tidak terbungkus plastik
18
parafilm sesuai hasil pengujian pendahuluan. Setiap 15 pasang imago lalat buah berumur 17 hari setelah eklosi (yang merupakan periode awal peletakan telur) dimasukkan ke dalam kurungan kasa yang telah berisi media oviposisi berupa buah uji. Jumlah pasangan imago yang dilepas dan variasi lamanya waktu pemaparan disesuaikan berdasarkan hasil pengamatan oviposisi lalat buah terbanyak pada pengujian pendahuluan. Perlakuan pemaparan imago ini merujuk pada metode yang diuraikan Odai et al. (2014).
2. Penampungan telur
3. Peletakkan telur di kertas saring
5. Media pakan buatan ditutup kain kasa
4. Peletakkan kertas saring (yang terdapat telur) pada pakan buatan
7. Penghitungan persentase penetasan telur: - setelah perlakuan (perlakuan telur) - sebelum perlakuan (perlakuan larva instar 3)
8. Media pakan mengandung telur dalam tabung plastik dialasi serbuk gergaji)
9. Tabung plastik (poin no.8) ditutup kain kasa dan ditempatkan pada rak
12. Pupa ditempatkan dalam kurungan kasa untuk pengamatan imago
11. Pupa yang muncul ditempatkan dalam wadah khusus
10. Pengamatan perkembangan lalat buah
1. Panen telur dari tabung peneluran
6. Perlakuan iradiasi : - dilakukan setelah 24 jam inkubasi - dilakukan setelah lima hari inkubasi (perlakuan larva instar 3)
Gambar 5 Skema perlakuan in vitro
19
Pemaparan dilakukan selama tiga jam, mulai pukul 06.00 hingga 09.00 untuk memberi kesempatan imago meletakkan telurnya. Setelah selesai pemaparan, buah yang telah diteluri dikeluarkan dari kurungan kasa dan siap digunakan untuk perlakuan iradiasi sinar gamma. Perlakuan iradiasi pada telur lalat buah secara in vivo ini diberikan 24 jam setelah proses inokulasi telur pada media buah, sedangkan perlakuan pada larva instar 3 dilakukan lima hari setelah proses inokulasi. Setiap wadah media pakan buatan yang telah berisi telur dan larva uji di dalamnya, satu persatu dimasukkan ke dalam mesin iradiator. Dosis perlakuan iradiasi sinar gamma [60Co] yang diberikan berturut-turut adalah: 0, 30, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 300, 450, dan 600 Gy, masing-masing dilakukan empat kali ulangan. Segera setelah selesai penyinaran, buah jambu biji dikeluarkan dari mesin iradiator. Kain kasa penutup dibuka dan buah ditempatkan dalam tabung plastik bertutupkan kain kassa, berukuran diameter 15 cm dan tinggi 20 cm yang dialasi serbuk gergaji kayu. Kemudian tabung tersebut ditempatkan di dalam ruangan pada suhu ± 26 °C dan kelembapan nisbi ± 70%. Pengamatan perkembangan telur dilakukan 24 jam setelah perlakuan (dengan asumsi bahwa telur mulai menetas menjadi larva instar 1) sedangkan pengamatan perkembangan larva instar 3 dilakukan mulai hari ke-4 setelah perlakuan (dengan asumsi bahwa lalat buah mulai berkembang menjadi pupa). Larva yang berhasil hidup akan berpindah dari buah ke dalam serbuk gergaji untuk berpupa yang selanjutnya diamati keberhasilan hidup imagonya. Jumlah larva yang gagal membentuk pupa dan pupa yang ganti kulit (eklosi) menjadi imago dihitung dengan membongkar buah dan serbuk gergaji di akhir percobaan. Perubahan morfologi telur dan larva akibat iradiasi juga diamati. Pupa yang terbentuk dihitung setiap hari pengamatan dengan cara diayak menggunakan ayakan berkasa halus berukuran 25 cm × 20 cm. Pupa yang telah dihitung ditempatkan pada kurungan kasa berukuran 20 cm × 20 cm × 20 cm sampai berkembang menjadi imago. Skema perlakuan iradiasi terhadap telur dan larva instar 3 secara in vivo tertera pada Gambar 6. Variabel pengamatan yang diamati adalah persentase kematian (mortalitas) telur dan larva instar 3, dan sintasan stadia pupa serta imago berdasarkan rumus sama seperti di atas. Analisis Data Setelah didapatkan data hasil pengujian, maka dilakukan pengolahan dan analisis data. Data mortalitas dan perkembangan pradewasa ditabulasi pada program komputer Microsoft Excel 2007, kemudian dianalisis pada program Minitab versi 16 dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL). Untuk membedakan rata-rata hasil perlakuan iradiasi, persentase data kegagalan pembentukan pupa dan imago ditransformasi menggunakan arcsin untuk menormalisasikan distribusi dalam analisis ANOVA, dilanjutkan dengan uji Tukey pada tingkat kepercayaan 95%. Penentuan dosis lethal yang menyebabkan kematian (mortalitas) pada tingkat 50% (LD50) dan pada tingkat 99% (LD99) diukur melalui analisis probit menggunakan program SAS (SAS Institute 2002). Data mortalitas perkembangan pradewasa dikoreksi menggunakan formula Abbott‟s (Finney 1971). Mortalitas terkoreksi digunakan untuk mengeliminasi faktor di luar perlakuan yang mungkin mengakibatkan kematian serangga uji.
20
1. Bagian bawah buah dibuat sebanyak 5 tusukan menggunakan jarum steril
2. Buah ditutup parafilm, kecuali pada bagian yang ditusuk
3. Buah dimasukkan ke dalam kurungan lalat buah untuk inokulasi alami telur
6. Perlakuan iradiasi:
5. Pengamatan dan pemberian tanda pada tusukan yang diteluri oleh lalat buah
4. Setelah 3 jam inokulasi, buah dikeluarkan dari kurungan
- dilakukan setelah 24 jam (perlakuan telur) - - dilakukan setelah 5 hari (perlakuan larva instar 3)
7. Penghitungan persentase penetasan telur (4 hari setelah perlakuan, untuk perlakuan telur)
8. Buah ditempatkan dalam 9. Tabung plastik (poin no.8) tabung plastik dialasi ditutup kain kasa dan ditempatkan pada rak HASIL serbuk DANgergaji PEMBAHASAN
12. Pupa ditempatkan dalam kurungan kasa untuk pengamatan imago
11. Pupa yang muncul ditempatkan dalam wadah khusus
10. Pengamatan perkembangan lalat buah
Gambar 6 Skema perlakuan in vivo
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Periode dan Lokasi Oviposisi B. carambolae Dalam pengujian iradiasi untuk kepentingan karantina terdapat beberapa metode inokulasi antara lain: (1) pemeliharaan, inokulasi dan iradiasi lalat buah dalam media pakan buatan atau secara in-vitro, (2) inokulasi buatan dengan pemindahan lalat buah dari media pakan buatan ke dalam media buah atau in-situ, dan (3) inokulasi telur secara alami dengan oviposisi lalat buah (Hallman dan Loaharanu 2002). Di antara ketiga metode tersebut, Hallman dan Thomas (2010) menyebutkan bahwa metode yang paling akurat adalah metode yang mendekati kondisi alami, yakni melalui oviposisi langsung oleh lalat buah betina walaupun kelemahannya adalah tidak diketahui jumlah telur yang diinokulasikan secara tepat Dalam penelitian perlakuan iradiasi terhadap telur dan larva instar 3 B. carambolae selain secara in vitro juga dilakukan secara in vivo dengan metode inokulasi telur secara alami melalui oviposisi lalat pada buah jambu biji. Oleh karena itu, untuk mendapatkan teknik oviposisi yang efektif dan efisien terlebih dahulu dilakukan pengujian oviposisi imago B. carambolae berdasarkan waktu pemaparan oviposisi (perbandingan waktu siang dan malam hari), jumlah imago (perbandingan jumlah pasangan imago jantan dan betina), dan berapa lama pemaparan oviposisi pada buah. Hasil pengujian oviposisi berdasarkan waktu menunjukkan imago betina B. carambolae lebih memilih siang hari untuk melakukan peletakkan telur (Tabel 3). Rata-rata jumlah telur yang diletakkan per satu ekor imago betina selama 12 jam pada siang hari jauh lebih besar dibandingkan malam hari yakni berturut-turut sebesar 13.2 dan 0.3 butir. Pada pengujian yang dilakukan tidak mengamati perilaku dan waktu kopulasi, melainkan waktu optimal oviposisi. Dumalang dan Lengkong (2011) melaporkan bahwa waktu optimal kopulasi B. dorsalis adalah pukul 17:00-18:00, sedangkan Rattanapun et al. (2009) mengobservasi perilaku oviposisi optimal mulai pukul 07.00-17:00. Setelah diketahui bahwa siang hari merupakan waktu yang lebih disukai oleh imago lalat buah betina B. carambolae untuk melakukan oviposisi maka dilakukan pengujian oviposisi berdasarkan jumlah imago, waktu pemaparan oviposisi, dan lokasi buah mana yang paling disukai oleh imago untuk meletakkan telur. Hasil pengujian menunjukkan jumlah imago 15 pasang dan waktu 3 jam merupakan kombinasi yang menghasilkan jumlah telur yang optimal untuk pengujian secara in vivo. Hasil pengujian menunjukkan jumlah telur pada kombinasi jumlah pasangan imago 15 ekor dan pemaparan oviposisi selama 3 jam pada pukul 06:00-09:00 lebih tinggi dibandingkan jumlah pasangan imago 10 ekor selama 2 jam dan 5 ekor selama 1 jam (Tabel 4). Rata-rata jumlah telur yang diletakkan per satu ekor imago betina pada kombinasi 5 pasang-1 jam, 10 pasang2 jam, dan 15 pasang-3 jam berturut-turut adalah 1.9, 3.1, dan 3.8 butir. Putri (2014) melaporkan bahwa kombinasi yang optimal untuk mendapatkan telur B. papayae pada suatu percobaan in vivo pada buah mangga gedong adalah 15 pasang imago selama 3 jam, yaitu pada pukul 06:00-09:00. Hasil pengujian menunjukkan jumlah telur cenderung paling banyak adalah pada area ujung buah dan paling sedikit pada area pangkal (dekat tangkai
22
buah) (Tabel 4). Pengujian oviposisi menggunakan 5 pasang imago selama 1 jam menunjukkan jumlah telur per satu ekor imago betina pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah berturut-turut adalah 0.6, 0.6, dan 0.8 butir. Pengujian pemaparan oviposisi dengan 10 pasang imago selama 2 jam menunjukkan jumlah telur per satu ekor imago betina pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah adalah 0.6, 1.2, dan 1.3 butir. Pengujian pemaparan oviposisi dengan 15 pasang imago selama 3 jam menunjukkan jumlah telur per satu ekor imago betina pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah adalah 0.0, 0.2, dan 0.5 butir. Bagian ujung buah merupakan bagian buah yang lebih cepat masak dan memiliki permukaan buah yang lebih lunak dibandingkan dengan area tengah atau pangkal buah. Rattanapun et al. (2009) melaporkan bahwa B. dorsalis lebih memilih buah mangga masak yang memiliki permukaan lebih lunak dan kadar air tinggi. Selain itu, kandungan senyawa gula, pati, dan asam yang lebih banyak terdapat pada tekstur buah masak memberi pengaruh terhadap kesukaan B. dorsalis. Adanya senyawa fenol yang bersifat toksik bagi perkembangan telur lebih banyak terdapat pada tekstur buah mentah. Tabel 3 Periode oviposisi B. carambolae No. 1. 2.
Waktu oviposisi Siang hari Malam hari
Rata-rata jumlah telur (butir/ betina/12 jam) 13.2 ± 2.4 a 0.3 ± 0.1 b
Rata-rata jumlah yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji tukey dengan taraf 5%.
Tabel 4 Kapasitas peneluran B. carambolae berdasarkan kombinasi pelepasan pasangan dan lama pemaparan imago Kombinasi Rata-rata jumlah telur perlakuan imago (butir) Rata-rata jumlah telur No. dan lama (butir/betina/jam) Pangkal Tengah Ujung pemaparan 1. 5 pasang, 1 jam 0.6 0.6 0.8 1.9 ± 0.9 a 2. 10 pasang, 2 jam 0.6 1.2 1.3 3.1 ± 3.4 b 3. 15 pasang, 3 jam 0.0 0.2 0.5 3.8 ± 2.0 b Rata-rata jumlah yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji tukey dengan taraf 5%.
Berdasarkan hasil pengujian, diketahui bahwa pada dasarnya imago betina B. carambolae tertarik untuk meletakkan telur pada lubang tusukan pada buah. Telur diletakkan satu per satu atau berkelompok pada setiap lubang tusukan. Letak telur pada setiap lubang tusukan dapat mencapai 15 mm (Gambar 7). Ketertarikan imago betina meletakkan telur pada lubang tusukan kemungkinan dikarenakan aroma buah yang keluar dari lubang tusukan tersebut. Himawan et al. (2013) melaporkan bahwa rangsangan aroma yang dikeluarkan jambu biji dapat menarik B. carambolae untuk meletakkan telur. Aroma tersebut tergolong senyawa kimia hasil metabolism sekunder. Pernyataan tersebut diperkuat juga oleh Mudjiono (1998), yaitu serangga dapat menuju ke tanaman inang jika tanaman inang tersebut mengasilkan bau.
23
A
B
C
15 mm
Gambar 7 Telur B. carambolae pada buah jambu biji: (a) tampak luar; (b) irisan membujur lubang tusukan; (c) kelompok telur Pengaruh Iradiasi terhadap Mortalitas Telur dan Larva Instar 3 Hasil pengujian menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma [60Co] berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas telur dan larva instar 3. Berdasarkan hasil pengujian iradiasi sinar gamma in vitro dan in vivo terhadap B. carambolae diketahui bahwa semakin tinggi dosis iradiasi yang diaplikasikan menyebabkan semakin tinggi tingkat kematian telur dan larva instar 3. Tingkat mortalitas telur dan larva instar 3 secara in vitro dan in vivo dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil kedua pengujian in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa dosis perlakuan iradiasi terendah 30 Gy terhadap telur berturut-turut telah menunjukkan tingkat kematian telur 47.0% dan 35.8% yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Tingkat mortalitas telur nyata tertinggi dicapai mulai dosis 300 Gy sebesar 99.7% hingga 98.8% dan pada dosis 450 Gy lebih tinggi lagi yakni tidak satupun telur yang hidup dan berkembang. Kemampuan iradiasi dalam menekan penetasan telur lalat buah B. carambolae relatif hampir mirip terjadi pada dosis terendah yang diaplikasikan oleh Mansour & Franz (1996) yang melaporkan bahwa dosis 20 Gy perlakuan in vivo telah dapat menekan penetasan telur lalat C. capitata pada buah mangga. Hasil percobaan iradiasi sinar gamma terhadap larva instar 3 menunjukkan tingkat ketahanan yang relatif meningkat dibandingkan terhadap telur. Tingkat kematian larva pada perlakuan in vitro maupun in vivo dengan nilai setara atau relatif sedikit lebih tinggi dari tingkat kematian telur, yaitu 50.3% dan 53.9% berturut turut terjadi pada perlakuan dosis iradiasi sinar gamma sebesar 200 Gy dan 300 Gy. Menurut Hallman dan Loaharanu (2002), tingkat toleransi serangga terhadap iradiasi pada umumnya meningkat seiring dengan perkembangan stadia pertumbuhannya. Mansour dan Franz (1996) menyatakan bahwa telur lalat C. capitata yang baru menetas dan telur berumur 24 jam lebih rentan terhadap perlakuan iradiasi dibandingkan telur yang berumur 48 jam. Dosis minimum penghambat pembentukan pupa juga dilaporkan efektif pada 160 Gy saat diaplikasikan pada larva instar pertama dan dosis tersebut meningkat menjadi lebih besar dari 600 Gy saat diaplikasikan pada larva instar 3. Dória et al. (2007)
24
melaporkan bahwa ketahanan perlakuan iradiasi paling tinggi terjadi pada larva instar 3 C. capitata yang diinfestasikan pada buah jambu biji dibandingkan larva instar 1 dan 2, dan paling rentan pada telur. Oleh karena itu, dosis perlakuan iradiasi yang ditujukan untuk larva instar 3 tersebut sesuai digunakan untuk keperluan eradikasi dalam tindakan karantina buah terinfestasi lalat B. carambolae (Hallman & Loaharanu 2002). Tabel 5 Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap mortalitas telur dan larva instar 3 B. carambolae secara in vitro dan in vivo Mortalitas telur ± SD (%) Mortalitas larva instar 3 ± SD (%) Dosis (Gy) In vitro In vivo In vitro In vivo 0 1.7 ± 0.6 a 0.6 ± 0.7 a 2.3 ± 2.1 a 0.6 ± 0.1 a 30 47.0 ± 3.6 b 35.8 ± 1.5 b 14.0 ± 4.0 b 1.1 ± 0.3 a 50 48.0 ± 3.5 bc 43.4 ± 6.1 b 17.3 ± 0.6 bc 1.9 ± 0.1 ab 75 49.0 ± 4.0 bcd 45.2 ± 7.6 b 18.8 ± 1.7 cd 5.2 ± 3.4 ab 100 49.7 ± 1.5 bcd 46.0 ± 6.8 b 34.1 ± 12.1 cde 11.7 ± 4.9 ab 125 55.0 ± 1.7 cde 48.7 ± 9.6 b 39.0 ± 14.1 cde 15.8 ± 10.6 ab 150 56.0 ± 0.0 de 56.3 ± 17.0 b 40.2 ± 12.5 cde 17.4 ± 9.2 abc 175 56.0 ± 2.0 de 57.5 ± 22.0 b 41.2 ± 8.0 de 27.5 ± 10.4 b2cd 200 61.7 ± 1.1 e 62.1 ± 10.5 b 50.3 ± 7.6 def 28.2 ± 22.3 bcd 300 99.7 ± 0.6 f 98.8 ± 2.4 c 76.2 ± 5.8 def 53.9 ± 29.0 cde 450 100.0 ± 0.0 f 100.0 ± 0.0 c 79.8 ± 1.5 ef 59.3 ± 14.2 de 600 100.0 ± 0.0 f 100.0 ± 0.0 c 95.4 ± 0.6 f 72.1 ± 5.9 e Rata-rata persentase yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji tukey dengan taraf 5%.
Kemampuan iradiasi sinar gamma dalam membunuh telur maupun larva instar 3 B. carambolae lebih jelas lagi ditunjukkan dengan dosis lethal yang tertera pada Tabel 6. Berdasarkan hasil perlakuan iradiasi in vitro dan in vivo, menunjukkan bahwa dosis lethal yang dapat membunuh larva secara umum ditunjukkan dengan nilai LD50, yaitu untuk telur berkisar 71.2-82.7 Gy dan larva berkisar 129.9-311.4 Gy. Dosis iradiasi ini relatif lebih tinggi dibandingkan dosis yang diaplikasikan terhadap lalat C. capitata pada buah jambu biji dengan nilai LD50 sebesar 103 Gy (Dória et al. 2007). Berdasarkan dokumen konvensi internasional standar penggunaan iradiasi terhadap keamanan buah dan sayuran, dinyatakan bahwa dosis minimum keamanan karantina sebesar 150 Gy merupakan dosis perlakuan iradiasi yang dapat diterima di Amerika Serikat untuk menghindari infestasi serangga berkembang menjadi imago (ICGFI 1991, 1999; USDA-APHIS 2006). Dosis minimum iradiasi umumnya bervariasi bergantung pada jenis serangga dan buah yang terinfestasi. Sebagai contoh iradiasi larva instar 3 lalat buah C. capitata pada jeruk, pepaya, dan mangga berturut turut memerlukan dosis minimum 40->200 Gy, 80-150 Gy, dan 100-225 Gy untuk menghindari pembentukan imago (Torres-Rivera dan Hallman 2007). Dosis efektif untuk tingkat keamanan karantina buah pada genus Anastrepha berkisar 50-60 Gy untuk buah mangga dan belimbing, genus Bactrocera berkisar 100-150 Gy dan 250 Gy untuk buah mangga dan pepaya, dan genus Ceratitis berkisar 100-150 Gy dan 218-500 Gy untuk buah mangga dan pepaya (Hallman & Loaharanu 2002). Pada percoban ini, nilai LD50 telah memenuhi kriteria dosis minimum yaitu pada perlakuan larva instar 3 in vitro, sebaliknya pada perlakuan in vivo nilai LD50
25
relatif lebih besar dari dosis minimum standar. Walaupun demikian, dosis perlakuan in vivo tersebut masih diharapkan efektif setelah keberhasilan stadia perkembangan serangga pasca iradiasi lebih lanjut diamati. Tabel 6 Dosis lethal iradiasi sinar gamma [60Co] pada stadia telur dan larva instar 3 B. carambolae secara in vitro dan in vivo Stadia
LD50 (Gy) In Vitro In vivo
LD90 (Gy) In Vitro In vivo
LD99 (Gy) In Vitro
In vivo
Telur
71.2 (25.3-113.4)
82.7 (47.0-122.7)
474.3 (250.7-4014)
615.7 (313.0-4165)
2225.0 (704.9-169363.3)
3165.0 (961.9-112470.0)
Larva instar 3
158.1 (129.9-195.0)
334.3 (311.4-361.6)
698.3 (484.7-1254)
1156 (997.0-1373)
2343.0 (1295.0-6261.0)
3177.0 (2549.0-4113.0)
Perlakuan fitosanitari merupakan upaya keamanan karantina untuk mengeradikasi atau membebaskan organisme yang terinfestasi ke dalam bahan komoditas ekspor-impor. Untuk memenuhi kriteria tersebut, perlakuan iradiasi terhadap telur dan larva B. carambolae baik in vitro dan in vivo pada percobaan ini dinyatakan dengan nilai LD90 berturut-turut berkisar 474.3-698.4 Gy dan 6151156 Gy, dan nilai LD99 berkisar 2225-2343 Gy dan 3165-3177 Gy (Tabel 6). Pada dasarnya iradiasi sinar gamma terhadap organisme yang akan dibebaskan menghendaki nilai probit 9 atau LD99 untuk menentukan dosis yang menyebabkan kematian 99.9968%, sehingga tidak satupun organisme sasaran dapat lolos hidup dari komoditas tersebut, walaupun demikian nilai LD90 sering digunakan untuk menentukan dosis peracunan efektif dalam manajemen pengendalian organisme pengganggu tanaman (IPPC 2003). Dória et al. (2007) melaporkan bahwa Nilai LD90 perlakuan iradiasi terhadap larva instar 3 lalat buah C. capitata sebesar 1862 Gy. Kabbashi et al. (2012) menyatakan bahwa tingkat eradikasi (infestasi-zero) lalat Ceratitis spp. dan Bactrocera spp. untuk buah-buah pascapanen dicapai pada 2000 Gy. Nilai tersebut relatif masih tinggi dibandingkan perlakuan terhadap instar yang sama pada B. carambolae. Perlakuan dosis lethal berdasarkan nilai LD90 dan LD99 yang relatif tinggi seringkali menimbulkan kerusakan pada media perlakuan, contohnya batas tingkat kemananan kerusakan terhadap mutu dan kualitas buah jambu biji dilaporkan sebesar 300 Gy (Reyes-Campos et al. 2013) dan sayuran sebesar 1000 Gy (Mitcham 1999). Oleh karena itu, penentuan dosis efektif fitosanitari diperlukan upaya toleransi penilaian bukan dari standar mortalitas akut, melainkan lebih ditujukan kepada implikasi perlakuan iradiasi terhadap kegagalan perkembangan dan pertumbuhan serangga.
Pengaruh Iradiasi terhadap Sintasan Pradewasa Iradiasi sinar gamma in vitro dan in vivo terhadap telur dan larva instar 3 B. carambolae berpengaruh terhadap kegagalan berganti kulit dan metamorfosis (Tabel 7). Pada perlakuan telur in vitro, dosis iradiasi yang menyebabkan kegagalan pembentukan pupa terendah terjadi pada 30 Gy yaitu mencapai 77.6%. Pada dosis 50-100 Gy, kegagalan pembentukan pupa meningkat hingga melebihi 90% dan pada dosis yang lebih tinggi lagi yaitu 125-600 Gy, tidak terbentuk pupa sama sekali. Kegagalan pembentukan pupa terendah juga dijumpai pada perlakuan
26
in vivo yaitu 30 Gy, namun kerentanan terhadap iradiasi meningkat hingga kisaran 50-175 Gy dibandingkan perlakuan in vivo, dan kegagalan pembentukan pupa absolut terjadi pada dosis iradiasi 200-600 Gy. Menurut Thomas dan Hallman (2011), pemaparan iradiasi seringkali berakibat terhadap perubahan perkembangan serangga termasuk ekdisis yang umumnya terjadi pada masa transisi, yaitu perubahan stadia larva ke pupa atau pupa ke imago. Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan, maka sintasan larva semakin rendah. Pemberian iradiasi dosis terendah 15 Gy dan tertinggi 30 Gy terhadap telur A. ludens menyebabkan kegagalan pembentukan pupa berturut-turut 65% hingga 81%. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pembentukan pupa relatif lebih lemah terhadap larva instar 3 ditunjukkan dengan kegagalan pembentukan pupa yang tidak mencapai 100% seperti terjadi pada telur (Tabel 7). Dosis terendah yang dapat dicapai untuk penghambatan pembentukan pupa di atas 50% terjadi pada 300 Gy pada kedua perlakuan in vitro maupun in vivo. Namun penghambatan yang melebihi 70% baru terjadi pada dosis 450 Gy pada perlakuan in vitro dan dosis tertinggi 600 Gy pada perlakuan in vivo. Perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap penghambatan perkembangan imago pada nilai probit 9 semakin meningkat seiring dengan perkembangan stadia serangga, seperti misalnya pada telur, larva instar pertama, dan larva instar 3 B. latifrons memerlukan dosis minimum berturut-turut 13.4, 17.5, dan 88.1 Gy (Follet et al. 2011). Teknik artificial (in vitro dan in vivo) tidak menunjukkan perbedaan kegagalan pembentukan imago pada pemberian dosis 25 Gy berturut-turut sebesar 99 dan 98.5% (Hallman dan Thomas 2010). Tabel 7 Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] pada stadia telur dan larva instar 3 B. carambolae terhadap kegagalan pembentukan pupa secara in vitro dan in vivo Dosis (Gy) 0 (kontrol) 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
Kegagalan pembentukan pupa ± SD (%) Perlakuan telur Perlakuan larva instar 3 In vitro In vivo In vitro In vivo 31.7 ± 9.1 a 47.7 ± 2.1 a 30.7 ± 3.2 a 36.4 ± 6.6 a 77.5 ± 1.2 b 77.7 ± 0.3 b 6.7 ± 2.0 ab 7.4 ± 4.9 ab 93.4 ± 2.9 c 90.5 ± 1.5 c 9.3 ± 1.8 ab 11.8 ± 3.5 ab 95.7 ± 0.9 c 91.1 ± 0.8 c 10.0 ± 0.8 abc 10.9 ± 10.5 ab 99.6 ± 0.7 d 99.4 ± 1.1 d 23.2 ± 5.8 bcd 14.9 ± 4.4 abc 100.0 ± 0.0 d 97.5 ± 4.3 d 27.6 ± 13.7 bc 16.8 ± 14.4 abc 100.0 ± 0.0 d 100.0 ± 0.0 d 27.6 ± 5.0 bc 21.9 ± 12.3 abc 100.0 ± 0.0 d 96.9 ± 2.8 d 25.6 ± 4.7 bc 32.7 ± 3.3 bcd 100.0 ± 0.0 d 100.0 ± 0.0 d 29.9 ± 4.6 c 42.1 ± 11.7 cde 100.0 ± 0.0 d 100.0 ± 0.0 d 52.9 ± 1.2 d 60.2 ± 24.2 de 100.0 ± 0.0 d 100.0 ± 0.0 d 76.9 ± 0.6 e 64.8 ± 5.7 e 100.0 ± 0.0 d 100.0 ± 0.0 d 96.7 ± 0.6 f 71.1 ± 0.5 e
Rata-rata persentase (data terkoreksi Abbott‟s formula, dilanjutkan dengan transformasi arcsin) yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan jenis perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey dengan taraf 5%.
Implikasi radiasi sinar gamma juga berpengaruh pada sintasan pupa untuk berkembang dan ganti kulit (eklosi) menjadi imago. Hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh dosis perlakuan iradiasi terhadap telur, termasuk dosis terendah 30
27
Gy nyata efektif dapat mengeradikasi lalat B. carambolae baik in vitro maupun in vivo, sedangkan pada perlakuan larva instar 3, dosis efektif eradikasi terjadi pada dosis 50 Gy (Tabel 8). Thomas dan Hallman (2011), melaporkan bahwa pemaparan iradiasi pada dosis 30 Gy terhadap telur Anastrepha ludens mampu memberikan sintasan imago sebesar 0.4%. Odai et al. (2014) melaporkan bahwa hasil uji konfirmasi probit 9 dinyatakan tidak ada satupun imago yang berhasil keluar dari pupa setelah larva instar 3 B. invadens dipaparkan dengan dosis iradiasi 68.5 Gy. Beberapa peneliti lain pun melaporkan hasil penelitian terkait penghambatan perkembangan pupa menjadi imago. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vijaysegaran et al. (1992) melaporkan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis 25-50 Gy terhadap telur, larva instar 1, 2, dan 3 B. dorsalis complex pada media wortel dapat mencegah terbentuknya imago. Hal yang sama dilaporkan oleh von Windeguth (1982), bahwa larva A. suspensa yang diiradiasi dosis 50 Gy pada stadia L3 dan kemudian dipelihara selama 1-7 hari dalam media buatan, tidak terbentuk imago hidup. Berdasarkan nilai penghambatan 99,9968% (probit 9) terhadap empat spesies lalat, dosis minimum 100 Gy untuk spesies lalat A. ludens, A. oblique, A. serpentine, dan 150 Gy terhadap C. capitata pada buah mangga, dan 150 Gy B. latifrons pada buah cabai paprika pascapanen direkomendasikan sebagai dosis generik terhadap pembebasan infestasi lalat (Bustos et al. 2004). Seperti telah diuraikan di atas bahwa dosis minimum yang dianjurkan untuk keamanan karantina adalah 150 Gy (ICGFI 1991, 1999; USDA-APHIS 2006). Dosis yang diperoleh dari hasil percobaan ini sesuai dengan kebutuhan dosis generik untuk membebashamakan imago lalat B. carambolae pada buah jambu biji, yaitu sebesar 50 Gy. Tabel 8 Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] pada stadia telur dan larva instar 3 B. carambolae terhadap kegagalan pembentukan imago secara in vitro dan in vivo Dosis (Gy) 0 30 50
Perlakuan telur (%) In vitro In vivo 32.7 ± 8.1 a 52.0 ± 1.8 a 100.0 ± 0.0 b 100.0 ± 0.0 b 100.0 ± 0.0 b 100.0 ± 0.0 b
Perlakuan larva instar tiga (%) In vitro In vivo 28.3 ± 1.5 a 37.0 ± 0.4 a 98.7 ± 0.6 b 99.1 ± 1.1 b 100.0 ± 0.0 b 100.0 ± 0.0 b
Rata-rata persentase (data terkoreksi Abbott‟s formula, dilanjutkan dengan transformasi arcsin) yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan jenis perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey dengan taraf 5%.
Pada prinsipnya, dosis aplikasi yang rendah diharapkan dapat mengurangi biaya perlakuan, serta tidak menyebabkan kerusakan pada komoditas yang diberi perlakuan apabila diaplikasikan dalam skala komersial. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Hallman (1999) dan Follet et al. (2008) bahwa aplikasi iradiasi diupayakan menggunakan dosis serendah mungkin dengan tingkat efikasi yang cukup untuk keamanan karantina, agar aplikasi dapat mengurangi biaya perlakuan, mempercepat waktu perlakuan, dan tidak menyebabkan kerusakan pada komoditas.
28
Pengaruh Iradiasi terhadap Morfologi Tubuh Lalat Teknik iradiasi sinar gamma ini sangat sesuai digunakan untuk perlakuan karantina. Pada dosis yang relatif rendah, iradiasi telah menyebabkan penggelapan atau melanisasi integumen yang biasanya diikuti dengan abnormalitas morfologi tubuh dan kematian organisme hidup (Gambar 8). Hasil percobaan iradiasi terhadap lalat B. carambolae menyebabkan penggelapan warna pada permukaan telur, larva, dan pupa, yaitu berubah menjadi cokelat dibandingkan kontrol yang tidak diberi iradiasi relatif berwarna putih kekuningan (Gambar 8 a, b, c). Pupa yang lolos hidup dan dapat eklosi menjadi imago, namun hanya sebagian kepala atau tubuhnya saja yang menjorok keluar dari puparium. Bentuk tubuh imago yang berhasil eklosi seutuhnya dari pupa menjadi tidak sempurna, yaitu tampak bagian kepala, tungkai dan abdomen mengkerut dengan sayap keriput atau tidak membentang sempurna, dan beberapa saat setelah eklosi imago tersebut mati (Gambar 8 d). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupa yang terbentuk dari hasil perlakuan iradiasi terhadap telur pada seluruh tingkat dosis tidak berganti kulit menjadi imago, sedangkan perlakuan terhadap larva instar 3 dosis 30 Gy masih menghasilkan imago dengan abnormalitas morfologi. Imago dapat eklosi hanya pada perlakuan dosis rendah iradiasi gama terhadap L3, berturut-turut untuk in vitro dan in vivo sebesar 1.3 dan 0.9%. Walaupun pupa tersebut lolos hidup menjadi imago, namun terjadi abnormalitas morfologi. Dari seluruh L3 yang lolos dari perlakuan iradiasi dosis 30 Gy, tiga bentuk abnormalitas terdapat pada imago B. carambolae, antara lain: imago yang berhasil molting memiliki kedua sayap tidak berkembang sempurna, pupa tidak berhasil molting sempurna (bagian kepala berhasil ganti kulit, tetapi bagian tubuh lainnya tetap di dalam selongsong pupa (Gambar 8 d). Tingkat melanisasi akibat perlakuan iradiasi sinar gamma juga telah dilaporkan pada larva kumbang penggerek kacang hijau Callosobruchus sinensis (Supawan et al. 2005) dan telur serta larva lalat buah jambu B. correcta (Puanmannee et al. 2010). Perlakuan iradiasi terhadap lalat buah A. ludens pada dosis rendah telah menyebabkan terhambatnya proses ekdisis dari larva ke pupa, yaitu hanya sampai terbentuk pupa kriptosepalik (larva berhasil metamorfosis dari larva ke pupa namun kepala belum berkembang dan masih invaginasi, bakal tungkai dan sayap terbentuk tetapi tidak menyatu dengan bagian toraks) atau pupa fanerosefalik (larva berhasil ekdisis, kepala pupa sudah terbentuk dan bakal tungkai dan sayap berkembang sempurna) (Hallman dan Thomas 2010; Thomas dan Hallman 2011). Apabila pupa berhasil eklosi menjadi imago, maka hanya sebagian tubuhnya saja yang mampu keluar dari puparium atau terbentuk imago, namun mati sebelum sayapnya membentang. Thomas dan Hallman (2011), melaporkan bahwa kinerja iradiasi terutama berawal pada penghambatan perkembangan otot larva saat proses metamorfosis bersamaan dengan hal tersebut terjadi penurunan kadar protein. Perlakuan iradiasi sinar gamma pada dosis 30 Gy menurunkan sepuluh kali lipat jumlah hemosit normal yang tidak diberi perlakuan iradiasi (Puanmanee et al. 2010).
29
Gambar 8 Perubahan morfologi lalat buah B. carambolae setelah perlakuan iradiasi: A = telur, B = larva instar 3, C = pupa, D = imago, I = perlakuan iradiasi, K = perlakuan kontrol (tanpa iradiasi) Pengaruh iradiasi khususnya terjadi pada jaringan diakibatkan oleh adanya pemutusan DNA sel-sel organisme sasaran, sehingga terjadi ketidak sempurnaan replikasi atau pembelahan sel (Crowder 1986; Sardjono dan Wibowo 1987;
30
Ferrier 2010). Akibat lanjut dari kerusakan tersebut sel kehilangan kemampuan untuk memperbanyak diri dan individu tidak mampu bertahan hidup. Perlakuan iradiasi sinar gamma sumber [60Co] dosis 90 Gy terhadap stadium pradewasa lalat buah menyebabkan abnormalitas bentuk organ sensori apada antenna dan sayap sehingga menyebabkan disorientasi perilaku kawin dan pencarian inang imago B. zonata (El-Akhdar dan Afia 2009) dan menyebabkan kerusakan sel germinal jaringan reproduksi imago jantan peach B. carambolae (Kuswadi 2011). Perlakuan irradiasi dosis minimum terhadap lalat buah B. carambolae dapat memberikan keamanan tingkat sterilitas serangga yang lolos dari kematian akibat perlakuan radiasi.
31
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dosis lethal iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap mortalitas telur dan larva instar 3 B. carambolae secara in vitro dicapai pada nilai LD50 berturut-turut sebesar 77,2 dan 158,1 Gy, dan LD99 sebesar 2225 dan 2343 Gy, dan secara in vivo terjadi pada nilai LD50 berturut-turut sebesar 82,7 dan 334,3 Gy, dan LD99 sebesar 3165 dan 3177 Gy. Dosis minimum iradiasi sinar gamma [60Co] sebesar 50 Gy termasuk dosis yang efektif mengeradikasi infestasi telur dan larva instar 3 B. carambolae. Iradiasi sinar gamma [60Co] berimplikasi pada melanisasi integumen, abnormalitas morfologi tubuh imago dan kematian lalat B. carambolae.
Saran Dosis efektif hasil iradiasi sinar gamma pada percobaan ini telah memenuhi standar dosis generik terhadap keamanan buah dengan nilai lebih kecil dari standar yang berlaku internasional yaitu 150 Gy. Dengan demikian, perlu dilakukan uji konfirmasi keefektifan perlakuan iradiasi sinar gamma [60Co] dan uji skala komersial iradiasi dalam buah kemasan, sehingga dapat menentukan dosis minimum iradiasi yang mampu diaplikasikan sebagai dosis generik untuk mengeradikasi B. carambolae sebagai tindakan perlakuan karantina yang berpedoman pada ISPM No. 18 tahun 2003.
32
DAFTAR PUSTAKA [AQIS] Australian Quarantine and Inspection Service. 2008. Friut Flies Indonesia: Their Identification, Pest Status and Pest Management. Conducted by the international center for the management of pest fruit flies. Griffith University, Brisbane, Australia, and ministry of Agriculture, Republic of Indonesia. Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. [Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2014. Laporan Tahunan Badan Karantina Pertanian Tahun 2013. Jakarta (ID): Barantan. [Batan] Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2008. Radiasi. Jakarta (ID): Pustaka Media Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Data Volume Produksi Total Buah Jambu Biji [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik; [diunduh 2014 Apr 24]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php. Bustos ME, Enkerlin W, Reyes J, Toledo J. 2004. Irradiation of mangoes as a postharvest quarantine treatment for fruit flies (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 97(2): 286-292. [CAB International] Commonwealth Agricultural Bureau International. 2007. Crop Protection Compendium (CD-Rom). Wallingford (UK): CAB International. Crowder LV. 1986. Mutagenesis. Pp 322-356 in: Soetarso, eds. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. Delincee H. 1998. Detection of food treated with ionizing radiation. Trends in Food Sci Tech. 9:73-82. [Ditlin Hortikultura] Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2006. Panduan lalat buah. http://ditlin hortikultura.go.id/buku-peta/bagian-3.htm. [3 Jul 2014]. Diehl JF. 2001. Achievements in Food Irradiation during the 20th Century. Di dalam: Loaharanu P, Thomas P, editor. Irradiation for Food Safety and Quality. Proceedings of FAO/IAEA/WHO International Conference on Ensuring the Safety and Quality of Food through Radiation Processing. Lancaster, Pennsylvania; 2004 Jun 17; Pensylvania (USA): Technomic Publishing Co, Inc. Dória HOS, Albergaria NMMS, Arthur V, de Bortoli SA. 2007. Effect of gamma radiation against the Mediteranean fruit fly Ceratitis capitata (Diptera: Tephritidae) in guava fruits. Bol. Sun. Veg. Plagas 33:285-288. Drew RAI, Lloyd AC. 1987. Relationship of fruit flies (Diptera: Tephritidae) and theor bacteria to host plants. Ann. Entomol. Soc. Am. 80:629-636. Dumalang S, Lekong M. 2011. Perilaku kawin, uji respon dan identifikasi spesies lalat buah belimbing, ketapang, dan paria. Eugenia 17(3): 192-202. El-Akhdar EAH, Afia YE. 2009. Functional ultrastructure of antennae, wings and their associated sensory receptors of peach fruit fly, Bactrocera zonata (Saunders) as influenced by the sterilizing dose of gamma irradiation. J. Rad. Res. Appl. Sci. 2(4): 797-817.
33
Faridah D. 2011. Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan Kampus IPB Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ferier PA. 2010. Irradiation as a quarantine treatment. Food Policy 35:548-555. Finney DJ. 1971. Probit Analysis 3rd Edition. Cambridge (UK): Cambridge University. Follet PA, Phillips TW, Armstrong JW, Moy JH. 2011. Generic phytosanitary radiation treatment for tephritid fruit flies quarantine security for Bactrocera latifrons (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 104(5): 1509-1513. http://dx.doi.org/. DOI: 10.1603/EC11141. [diakses 25 Februari 2015]. Follet PA, Willink E, Gastaminza G, Kairiyama E. 2008. Irradiation as an alternative quarantine treatment to control fruit flies in exported blueberries. Rev. Ind. y Agric. de Tucuman 85(2):43-45. Ginting R. 2009. Keanekaragaman lalat buah (Diptera: Tephritidae) di Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai bahan kajian penyusunan analisis resiko hama [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Gould WP, Raga A. 2002. Pest of guava. Di dalam: Pena JE, Sharp JL, Wysoki M, editor. Tropical Fruit Pests and Pollinators: Biology, Economic Importance, Natural Enemies, and Control. New York (US): CABI. hlm 295- 313. Hallman GJ. 1999. Ionizing radiation quarantine treatments against tephritid fruit flies. Postharvest Biol Tech. 16:93-106. Hallman GJ. 2011. Phytosanitary applications of irradiation. Comprehen. Rev. Food Sci. Food Saf. (10): 143–151. Hallman GJ. 2012. Generic phytosanitary iradiation treatments. Radiation Physics and Chemistry 81: 861–866. Hallman GJ, Loaharanu P. 2002. Generic ionizing radiation quarantine treatment against fruit flies (Diptera: Tephritidae) proposed. J Econ Entomol. 95(5):893-901. Hallman GJ, Martinez LR. 2001. Ionizing irradiation quarantine treatment against Mexican fruit fly (Diptera: Tephritidae) in citrus fruits. Postharvest Biol Tech. 23:71-77. Hallman GJ, Thomas D. 2010. Ionizing radiation as a phytosanitary treatment against fruit flies (Diptera: Tephritidae): efficacy in naturally versus artificially infested fruit. J. Econ. Entomol. 103(4): 1129-1134. Tersedia pada http://dx.doi.org/. DOI: 10.1603/EC09438. [diakses 24 Februari 2015]. Hermana. 1991. Iradiasi Makanan. Bandung (ID): Penerbit ITB. hal 11-13. Himawan T, Wijayanto P, Karindah S. 2013. Pengaruh beberapa aroma buah terhadap preferensi oviposisi Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae). Jurnal HPT 1(2): 72-80. Hossain MA, Hallman GJ, Khan AS, Islam MS. 2011. Phytosanitary irradiation in South Asia. J Ento Nemat. 3(3): 44-53. [ICGFI ] International Consultative Group on Food Irradiation. 1991. Irradiation as a quarantine treatment of fresh fruits and vegetables. ICGFI Document No. 13, International Atomic Energy Agency. Vienna: Austria.
34
[ICGFI] International Consultative Group on Food Irradiation. 1999. Enhanching food safety through irradiation. ICGFI Document International Atomic Energy Agency. Vienna: Austria. [IPPC] International Plant Protection Convention. 2003. International Standards for Phytosanitary Measures No.18: Guidelines for the Use of Irradiation as a Phytosanitary Measure. Rome: FAO. [IPPC] International Plant Protection Convention. 2007. International Standards for Phytosanitary Measures No.28: Irradiation Treatment for Ceratitis capitata. Rome: FAO. [IPPC] International Plant Protection Convention. 2008. Replacement or reduction of the use of methyl bromide as a phytosanitary measure. Recommendation for the Implementation of the IPPC. Rome: FAO. Irawati Z. Implementasi iradiasi pangan: keamanan mutu, daya simpan, dan regulasi. Di dalam: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, editor. Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi; 2008 Agustus 5-6; Jakarta: PATIR. Hal 101-112. Kabbashi EEBM, Nasr OE, Musa SK, Roshdi MAH. 2012. Use of gamma irradiation for disinfestation of guava fruit flies Ceratitis spp. And Bactrocera sp. (Diptera: Tephritidae) in Khartoum State, Sudan. Agricultural Science Research Journal. 2(4): 177-182. Kapoor VC. 2005. Taxonomy and biology of economically important fruit flies of India. Isr. J. Entomol. 35-36 (6): 459-475. Kuswadi AN. 2008. Teknik iradiasi dalam pengendalian hama lalat buah pra dan pascapanen. Di dalam: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, editor. Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi; 2008 Agustus 5-6; Jakarta: PATIR. Hal 129-135. Kuswadi AN. 2011. Kerusakan morfologis dan histologis organ reproduksi lalat buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera; Tephritidae) jantan yang dimandulkan dengan iradiasi gamma. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 7 (1):1-9. Kuswadi AN, Indarwatmi M. 2010. Uji in-vitro dosis iradiasi gamma untuk perlakuan fitosanitari terhadap hama lalat buah Bactrocera carambolae (Diptera: Tephritidae). Di dalam: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, editor. Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi; 2010 Oktober 27-28; Jakarta. Jakarta: PATIR. Hal 333-340. Kuswadi AN, Nasution IA, Indarwatmi M, Darmawi. 1999. Pembiakan massal lalat buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) dengan makanan buatan. Di dalam: Pusat Studi Pengendalian Hayati Universitas Gadjah Mada, editor. Panduan Seminar Nasional pengendalian Hayati; 1999 Juli 12-13; Yogyakarta. Lemos LDN, Adaime R, Barros CRDJ, Deus EDG. 2014. New hosts of Bactrocera carambolae (Diptera: Tephritidae) in Brazil. Florida Entomologist 97(2): 841-843. Limohpasmanee W, Keawchoung P, Segsarnviriya S, Malakrong A, Kongratarpon T. 2005. Irradiation as quarantine treatment of fruits. Di dalam: Radiation Entomology Group, editor. Irradiation for Agriculture Research Program Office of Atoms for Peace. International Symposium
35
New Frontier of Irradiated Food and Non-food Products; 2005 September 22-23; Bangkok. Thailand. McLaughlin WL, Boyd AW, Chadwick KH, Mcdonald JC, Miller A. 1989. Dosimetry for Radiation Processing. London: Taylor & Francis Ltd. Mansour M, Franz G. 1996. Gamma radiation as a quarantine treatment for the Mediterranean fruit fly (Diptera: Tephritidae). J Econ Entomol. 89(5):1175-80.Marnada N. 2010. Fasilitas Iradiasi Sebagai Alternatif Perlakuan Karantina. Jakarta (ID): Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional. Marnada N. 2010. Fasilitas Iradiasi Sebagai Alternatif Perlakuan Karantina. Jakarta (ID): Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional. Mitcham B. 1999. Iradiation as a Quarantine Treatment. Perishables Handling Quarterly Issue. Department of Pomology UCD August 1999. Pp 99. Morton J. 1987. Guava. Di dalam: Morton JF & Miami FL, editor. Fruits of Warm Climates. Creative Resources Systems, Inc. Hlm 356-363. Http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/guava.html. Mudjiono G. 1998. Hubungan Timbal Balik Serangga-Tumbuhan. Malang (ID): Penerbitan Fakultas Pertanian Brawijaya. Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical Fruits. Wallingford (US): CAB International. Noor MAZM, Azura AN, Muhamad R. 2011. Growth dan development of Bactrocera papayae (Drew & Hancock) feeding on guava fruits. Aust J Basic Appl Sci. 5(8): 111-117. Odai BT, Wilson DD, Bah FBA, Torgby-Tetteh W, Osae MY. 2014. Irradiation as a quarantine treatment against Bactrocera invadens, in Mangifera indica L. in Ghana. African J. Agric. Res. 9(21): 1618-1622. http://www.academicjournals.org/AJAR. DOI: 10.5897/AJAR2013.2161. [diakses 10 Februari 2015]. Orr A 2002. The importance of fruit fly taxonomy in Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Panhwar F. 2005. Genetically evolved of guava (Psidium gaajava) and its future in Pakistan. Virtual Lybrary Chemistry. Http://www.ChemLin.com. Parimin. 2007. Jambu Biji, Budidaya dan Ragam Pemanfatannya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Popenoe W. 1974. Manual of Tropical and Subtropical Fruits. New York (US): Hafner Press. Puanmanee K, Wongpiyasatid A, Sutantawong M, Hormchan P. 2010. Gamma irradiation effect on guava fruit fly, Bactrocera correcta (Bezzi) (Diptera: Tephritidae). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 44 : 830-836. Putri YD. 2014. Pertumbuhan dan perkembangan larva lalat buah Bactrocera papayae (Drew dan Hancock) (Diptera: Tephritidae) pada pakan buatan dedak gandum, larutan minyak jagung modifikasi dan buah mangga gedong (Mangifera indica L.) [skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Rattanapun W, Amornsak W, Clarke A. 2009. Bactrocera dorsalis preference for and performance on two mango varieties at three stages of ripeness. Entomologia Experimentalis et Applicata (131): 243-253.
36
Reyes-Campos R, Julieta, Guillen S, Bustos-Griffin E, Valdivia-Lopez MaA. 2013. Irradiation effects on the chemical quality of guavas. Journal of Food Science and Technology. 5(2): 90-98. Rismunandar. 1989. Tanaman Jambu Biji. Bandung (ID): Sinar Baru. Sardjono, Wibowo D. 1987. Mikrobiologi Pengelolaan Pangan. Yogyakarta (ID): PAU Pangan dan Gizi UGM. SAS Institute. 2002. SAS 9.1 TS Level 1 M3. SAS Institute, Cary, NC. Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Laporan Kerjasama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Indonesia dan Departement of Agriculture, Fisheries, and Forestry, Australia. Bogor. Soetopo L. 1992. Psidium guajava L. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE, editor. Plant Resources of South-East Asia: Edible Fruits and Nuts. Bogor: Prosea Foundation. hlm 266-270. Sujiprihati S. 1985. Studi keragaman berbagai sifat agronomis dan pola pembungaan/pembuahan jambu Bangkok [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Supawan J, Hormchan P, Sutantawong M, Wongpiyasatid A. 2005. Effects of gamma radiation on azuki been weevil (Callosobruchus chinensis (L.)). Kasetsart J. (Nat. Sci,) 38: 57-64. Thomas DB, Hallman GJ. 2011. Developmental arrest in Mexican fruit fly (Diptera: Tephritidae) irradiated in Grapefruit. Ann. Entomol. Soc. Am. 104(6): 1367-1372. http://dx.doi.org/ DOI: 10.1603/ANI1035. [diakses 24 Februari 2015]. Torres-Rivera Z, Hallman GJ. 2007. Low-dose irradiation phytosanitary treatment against Mediterranean fruit fly (Diptera: Tephritidae). Florida Entomol. 90(2): 343-346. http://www.bioone.org/doi/. DOI: 10.1653/00154040(2007)90 [343:LIPTAM] 2.0.CO;2. [diakses 25 Februari 2015]. [USDA-APHIS] US Department of Agriculture-Animal and Plant Health Inspection and Services. 2006. Treatments for Fruits and Vegetables. Federal Register 71: 4451-4464. Von Windeguth DL. 1982. Effects of gamma irradiation on mortality of the caribbean fruit fly on the grapefruit. Proc. Fla. State Hort. Soc. 95:235237. White IM, Harris EM. 1994. Fruit flies of economic significance: Their Identification and Bionomics. CAB International, Wallingford, Oxon Ox 108DE UK. ACIAR.
37
LAMPIRAN
38
39
Lampiran 1
Skema irradiator gamma chamber 4000 A
Sumber: BRITs Irradiator Laboratory
40
Lampiran 2
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas telur secara in vitro
One-way ANOVA: mortalitas versus dosis Source Perlakuan Error Total S = 1.900
Level A (0) B (30) C (50) D (75) E (100) F (125) G (150) H (175) I (200) J (300) K (450) L (600)
DF SS MS F P 11 26326.97 2393.36 662.78 0.000 24 86.67 3.61 35 26413.64 R-Sq = 99.67% R-Sq(adj) = 99.52%
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Mean 1.67 47.00 48.00 49.00 49.67 55.00 56.00 56.00 61.67 99.67 100.00 100.00
StDev 0.58 3.46 3.46 3.46 1.53 1.73 0.00 0.00 1.15 0.58 0.00 0.00
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------(* (* (*) *) (* *) (* (* (* (*) *) *) +---------+---------+---------+--------0 30 60 90
Pooled StDev = 1.90 Grouping Information Using Tukey Method Perlakuan N Mean Grouping L (600) 3 100.00 A K (450) 3 100.00 A J (300) 3 99.67 A I (200) 3 61.67 B H (175) 3 56.00 C G (150) 3 56.00 C F (125) 3 55.00 C D E (100) 3 49.67 D E D (75) 3 49.00 E C (50) 3 48.00 E B (30) 3 47.00 E A (0) 3 1.67 F Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Perlakuan Individual confidence level = 99.86% Perlakuan = A (0) subtracted from: Perlakuan B (30) C (50) D (75) E (100) F (125) G (150) H (175) I (200) J (300) K (450) L (600)
Lower 39.74 40.74 41.74 42.40 47.74 48.74 48.74 54.40 92.40 92.74 92.74
Center 45.33 46.33 47.33 48.00 53.33 54.33 54.33 60.00 98.00 98.33 98.33
Upper 50.93 51.93 52.93 53.60 58.93 59.93 59.93 65.60 103.60 103.93 103.93
--+---------+---------+---------+-----(*) (*) (*-) (-*) (*) (*) (*) (*) (-*) (*) (*) --+---------+---------+---------+------50 0 50 100
41
Lampiran 2 (lanjutan) Perlakuan = B (30) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------C (50) -4.60 1.00 6.60 (*) D (75) -3.60 2.00 7.60 (*-) E (100) -2.93 2.67 8.26 (-*) F (125) 2.40 8.00 13.60 (-*) G (150) 3.40 9.00 14.60 (*) H (175) 3.40 9.00 14.60 (*) I (200) 9.07 14.67 20.26 (*) J (300) 47.07 52.67 58.26 (-*) K (450) 47.40 53.00 58.60 (-*) L (600) 47.40 53.00 58.60 (-*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = C (50) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------D (75) -4.60 1.00 6.60 (*) E (100) -3.93 1.67 7.26 (*) F (125) 1.40 7.00 12.60 (*-) G (150) 2.40 8.00 13.60 (-*) H (175) 2.40 8.00 13.60 (-*) I (200) 8.07 13.67 19.26 (*) J (300) 46.07 51.67 57.26 (*) K (450) 46.40 52.00 57.60 (*-) L (600) 46.40 52.00 57.60 (*-) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = D (75) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------E (100) -4.93 0.67 6.26 (*) F (125) 0.40 6.00 11.60 (*) G (150) 1.40 7.00 12.60 (*-) H (175) 1.40 7.00 12.60 (*-) I (200) 7.07 12.67 18.26 (-*) J (300) 45.07 50.67 56.26 (*) K (450) 45.40 51.00 56.60 (*) L (600) 45.40 51.00 56.60 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = E (100) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------F (125) -0.26 5.33 10.93 (*) G (150) 0.74 6.33 11.93 (*) H (175) 0.74 6.33 11.93 (*) I (200) 6.40 12.00 17.60 (*-) J (300) 44.40 50.00 55.60 (*) K (450) 44.74 50.33 55.93 (*) L (600) 44.74 50.33 55.93 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = F (125) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------G (150) -4.60 1.00 6.60 (*) H (175) -4.60 1.00 6.60 (*) I (200) 1.07 6.67 12.26 (*) J (300) 39.07 44.67 50.26 (*) K (450) 39.40 45.00 50.60 (*) L (600) 39.40 45.00 50.60 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100
42
Lampiran 2 (lanjutan) Perlakuan = G (150) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------H (175) -5.60 0.00 5.60 (*) I (200) 0.07 5.67 11.26 (*) J (300) 38.07 43.67 49.26 (*) K (450) 38.40 44.00 49.60 (*) L (600) 38.40 44.00 49.60 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = H (175) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------I (200) 0.07 5.67 11.26 (*) J (300) 38.07 43.67 49.26 (*) K (450) 38.40 44.00 49.60 (*) L (600) 38.40 44.00 49.60 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = I (200) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------J (300) 32.40 38.00 43.60 (-*) K (450) 32.74 38.33 43.93 (*) L (600) 32.74 38.33 43.93 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = J (300) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------K (450) -5.26 0.33 5.93 (*) L (600) -5.26 0.33 5.93 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100 Perlakuan = K (450) subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------L (600) -5.60 0.00 5.60 (*) --+---------+---------+---------+-------50 0 50 100
Residual Plots for respon Versus Fits
99
5.0
90
2.5
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1 -5.0
-2.5
0.0 Residual
2.5
0.0 -2.5 -5.0
5.0
0
25
Histogram
100
Versus Order
12
Residual
Frequency
75
5.0
16
8
2.5 0.0 -2.5
4 0
50 Fitted Value
-4
-2
0 Residual
2
4
-5.0
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
43
Lampiran 3
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas larva instar 3 secara in vitro
One-way ANOVA: respon versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 7.577
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 27438.9 2494.4 43.44 0.000 1378.0 57.4 28816.9 R-Sq = 95.22% R-Sq(adj) = 93.03%
Mean 2.33 14.00 17.33 18.67 34.00 39.00 40.33 41.33 50.33 76.33 80.33 95.33
StDev 2.08 4.00 0.58 1.15 12.17 14.18 12.74 8.02 7.37 5.86 1.53 0.58
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+------(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) --+---------+---------+---------+------0 30 60 90
Pooled StDev = 7.58 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 95.33 A 450 3 80.33 A 300 3 76.33 A 200 3 50.33 B 175 3 41.33 B 150 3 40.33 B C 125 3 39.00 B C D 100 3 34.00 B C D E 75 3 18.67 C D E F 50 3 17.33 D E F 30 3 14.00 E F 0 3 2.33 F Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-30 -10.64 11.67 33.98 (---*---) 50 -7.31 15.00 37.31 (---*--) 75 -5.98 16.33 38.64 (---*--) 100 9.36 31.67 53.98 (--*---) 125 14.36 36.67 58.98 (---*---) 150 15.69 38.00 60.31 (--*---) 175 16.69 39.00 61.31 (---*--) 200 25.69 48.00 70.31 (---*---) 300 51.69 74.00 96.31 (--*---) 450 55.69 78.00 100.31 (---*---) 600 70.69 93.00 115.31 (---*--) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120
44
Lampiran 3 (lanjutan) dosis = 30 subtracted from: dosis Lower Center Upper 50 -18.98 3.33 25.64 75 -17.64 4.67 26.98 100 -2.31 20.00 42.31 125 2.69 25.00 47.31 150 4.02 26.33 48.64 175 5.02 27.33 49.64 200 14.02 36.33 58.64 300 40.02 62.33 84.64 450 44.02 66.33 88.64 600 59.02 81.33 103.64 dosis = 50 subtracted from: dosis Lower Center Upper 75 -20.98 1.33 23.64 100 -5.64 16.67 38.98 125 -0.64 21.67 43.98 150 0.69 23.00 45.31 175 1.69 24.00 46.31 200 10.69 33.00 55.31 300 36.69 59.00 81.31 450 40.69 63.00 85.31 600 55.69 78.00 100.31
-------+---------+---------+---------+-(---*--) (---*--) (--*---) (---*---) (--*---) (---*--) (---*---) (--*---) (---*---) (---*--) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 -------+---------+---------+---------+-(--*---) (---*--) (---*--) (---*---) (---*---) (---*--) (---*---) (---*--) (---*---) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120
dosis = 75 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-100 -6.98 15.33 37.64 (---*--) 125 -1.98 20.33 42.64 (--*---) 150 -0.64 21.67 43.98 (---*--) 175 0.36 22.67 44.98 (---*--) 200 9.36 31.67 53.98 (--*---) 300 35.36 57.67 79.98 (---*--) 450 39.36 61.67 83.98 (--*---) 600 54.36 76.67 98.98 (---*--) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 dosis = 100 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-125 -17.31 5.00 27.31 (---*---) 150 -15.98 6.33 28.64 (---*---) 175 -14.98 7.33 29.64 (--*---) 200 -5.98 16.33 38.64 (---*--) 300 20.02 42.33 64.64 (---*---) 450 24.02 46.33 68.64 (---*--) 600 39.02 61.33 83.64 (--*---) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 dosis = 125 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-150 -20.98 1.33 23.64 (--*---) 175 -19.98 2.33 24.64 (--*---) 200 -10.98 11.33 33.64 (---*---) 300 15.02 37.33 59.64 (--*---) 450 19.02 41.33 63.64 (---*---) 600 34.02 56.33 78.64 (--*---) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120
45
Lampiran 3 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -21.31 1.00 200 -12.31 10.00 300 13.69 36.00 450 17.69 40.00 600 32.69 55.00
from: Upper 23.31 32.31 58.31 62.31 77.31
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -13.31 9.00 300 12.69 35.00 450 16.69 39.00 600 31.69 54.00
from: Upper 31.31 57.31 61.31 76.31
-------+---------+---------+---------+-(---*---) (---*--) (---*---) (---*--) (---*---) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 -------+---------+---------+---------+-(---*--) (---*---) (---*--) (---*---) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120
dosis = 200 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-300 3.69 26.00 48.31 (--*---) 450 7.69 30.00 52.31 (---*---) 600 22.69 45.00 67.31 (---*--) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 dosis = 300 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-450 -18.31 4.00 26.31 (---*--) 600 -3.31 19.00 41.31 (---*---) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-600 -7.31 15.00 37.31 (---*--) -------+---------+---------+---------+--60 0 60 120 Residual Plots for respon Normal Probability Plot
Versus Fits
99
20
Residual
Percent
90 50
10 0
10 -10
1
-10
0 Residual
10
20
0
25
Histogram
75
100
Versus Order 20
12 9
Residual
Frequency
50 Fitted Value
6
10 0
3 0
-10 -10
-5
0 5 Residual
10
15
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
46
Lampiran 4
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas telur secara in vivo
One-way ANOVA: mortalitas versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 8.618
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 28897.3 2627.0 35.37 0.000 1782.3 74.3 30679.6 R-Sq = 94.19% R-Sq(adj) = 91.53%
Mean 0.64 35.76 43.41 45.16 46.04 48.70 56.28 57.47 62.15 98.83 100.00 100.00
StDev 0.72 1.53 6.14 7.61 6.77 9.59 16.97 15.80 10.55 2.42 0.00 0.00
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*-) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 35 70 105
Pooled StDev = 8.62 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.00 A 450 3 100.00 A 300 3 98.83 A 200 3 62.15 B 175 3 57.47 B C 150 3 56.28 B C 125 3 48.70 B C 100 3 46.04 B C 75 3 45.16 B C 50 3 43.41 B C 30 3 35.76 C 0 3 0.64 D Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis Lower Center Upper -----+---------+---------+---------+---30 9.95 35.32 60.70 (---*---) 50 16.40 41.78 67.15 (---*---) 75 19.12 44.50 69.87 (---*----) 100 19.99 45.36 70.73 (----*---) 125 21.47 46.85 72.22 (---*---) 150 30.51 55.88 81.26 (---*----) 175 31.27 56.65 82.02 (---*----) 200 36.48 61.85 87.22 (---*----) 300 72.07 97.44 122.81 (---*---) 450 74.21 99.58 124.96 (----*---) 600 74.21 99.58 124.96 (----*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120
47
Lampiran 4 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 -18.92 6.45 75 -16.20 9.17 100 -15.34 10.04 125 -13.85 11.52 150 -4.81 20.56 175 -4.05 21.32 200 1.15 26.53 300 36.74 62.12 450 38.88 64.26 600 38.88 64.26
from: Upper 31.83 34.55 35.41 36.90 45.93 46.70 51.90 87.49 89.63 89.63
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -22.65 2.72 100 -21.79 3.58 125 -20.31 5.07 150 -11.27 14.11 175 -10.51 14.87 200 -5.30 20.07 300 30.29 55.66 450 32.43 57.81 600 32.43 57.81
from: Upper 28.09 28.96 30.44 39.48 40.24 45.45 81.04 83.18 83.18
dosis = 75 subtracted dosis Lower Center 100 -24.51 0.86 125 -23.03 2.35 150 -13.99 11.39 175 -13.23 12.15 200 -8.02 17.35 300 27.57 52.94 450 29.71 55.09 600 29.71 55.09
from: Upper 26.24 27.72 36.76 37.52 42.73 78.32 80.46 80.46
dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -23.89 1.48 150 -14.85 10.52 175 -14.09 11.28 200 -8.88 16.49 300 26.71 52.08 450 28.85 54.22 600 28.85 54.22
from: Upper 26.86 35.90 36.66 41.86 77.45 79.60 79.60
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -16.34 9.04 175 -15.57 9.80 200 -10.37 15.01 300 25.22 50.60 450 27.36 52.74 600 27.36 52.74
from: Upper 34.41 35.17 40.38 75.97 78.11 78.11
-----+---------+---------+---------+---(---*---) (----*---) (----*---) (---*---) (---*----) (----*---) (---*----) (---*----) (----*---) (----*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 -----+---------+---------+---------+---(---*----) (----*---) (---*---) (---*----) (---*----) (---*----) (---*----) (----*---) (----*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 -----+---------+---------+---------+---(---*---) (---*----) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 -----+---------+---------+---------+---(---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (----*---) (---*---) (---*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 -----+---------+---------+---------+---(----*---) (----*---) (----*---) (---*----) (---*---) (---*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120
48
Lampiran 4 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -24.61 0.76 200 -19.41 5.97 300 16.18 41.56 450 18.33 43.70 600 18.33 43.70
from: Upper 26.14 31.34 66.93 69.07 69.07
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -20.17 5.20 300 15.42 40.79 450 17.56 42.94 600 17.56 42.94
from: Upper 30.58 66.17 68.31 68.31
-----+---------+---------+---------+---(---*---) (---*---) (---*---) (---*----) (---*----) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 -----+---------+---------+---------+---(---*---) (---*---) (---*---) (---*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120
dosis = 200 subtracted from: dosis Lower Center Upper -----+---------+---------+---------+---300 10.22 35.59 60.96 (---*---) 450 12.36 37.73 63.11 (---*----) 600 12.36 37.73 63.11 (---*----) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 dosis = 300 subtracted from: dosis Lower Center Upper -----+---------+---------+---------+---450 -23.23 2.14 27.52 (---*----) 600 -23.23 2.14 27.52 (---*----) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper -----+---------+---------+---------+---600 -25.37 0.00 25.37 (---*---) -----+---------+---------+---------+----60 0 60 120 Residual Plots for respon Versus Fits
99
20
90
10
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1
-20
-10
0 Residual
10
0 -10 -20
20
0
25
20
15
10
10
100
0 -10
5 0
75
Versus Order
20
Residual
Frequency
Histogram
50 Fitted Value
-15
-10
-5
0 5 Residual
10
15
20
-20
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
49
Lampiran 5
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data mortalitas larva instar 3 secara in vivo
One-way ANOVA: mortalitas versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 12.64
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 19949 1814 11.35 0.000 3836 160 23785 R-Sq = 83.87% R-Sq(adj) = 76.48%
Mean 0.60 1.09 1.90 5.23 11.72 15.78 17.41 27.47 28.21 53.88 59.27 72.08
StDev 0.53 0.35 0.12 3.36 4.94 10.56 9.17 10.46 22.38 28.97 14.22 5.90
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+---(----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) -----+---------+---------+---------+---0 30 60 90
Pooled StDev = 12.64 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 72.08 A 450 3 59.27 A B 300 3 53.88 A B C 200 3 28.21 B C D 175 3 27.47 B C D 150 3 17.41 C D 125 3 15.78 D 100 3 11.72 D 75 3 5.23 D 50 3 1.90 D 30 3 1.09 D 0 3 0.60 D Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
Lower -36.74 -35.93 -32.60 -26.11 -22.05 -20.41 -10.36 -9.62 16.05 21.44 34.25
Center 0.49 1.29 4.62 11.11 15.17 16.81 26.87 27.61 53.28 58.66 71.48
Upper 37.71 38.52 41.85 48.34 52.40 54.04 64.10 64.83 90.50 95.89 108.70
--------+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (------*-----) (-----*-----) (-----*------) (------*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120
50
Lampiran 5 (lanjutan) dosis = 30 subtracted from: dosis Lower Center Upper 50 -36.42 0.81 38.03 75 -33.09 4.14 41.36 100 -26.60 10.63 47.85 125 -22.54 14.68 51.91 150 -20.90 16.32 53.55 175 -10.84 26.38 63.61 200 -10.10 27.12 64.35 300 15.56 52.79 90.02 450 20.95 58.18 95.40 600 33.76 70.99 108.21 dosis = 50 subtracted from: dosis Lower Center Upper 75 -33.90 3.33 40.55 100 -27.41 9.82 47.04 125 -23.35 13.88 51.10 150 -21.71 15.52 52.74 175 -11.65 25.58 62.80 200 -10.91 26.31 63.54 300 14.76 51.98 89.21 450 20.15 57.37 94.60 600 32.96 70.18 107.41 dosis = 75 subtracted from: dosis Lower Center Upper 100 -30.74 6.49 43.71 125 -26.68 10.55 47.77 150 -25.04 12.19 49.41 175 -14.98 22.25 59.47 200 -14.24 22.98 60.21 300 11.43 48.65 85.88 450 16.82 54.04 91.27 600 29.63 66.85 104.08 dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -33.17 4.06 150 -31.53 5.70 175 -21.47 15.76 200 -20.73 16.50 300 4.94 42.16 450 10.33 47.55 600 23.14 60.36
from: Upper 41.28 42.92 52.98 53.72 79.39 84.78 97.59
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -35.59 1.64 175 -25.53 11.70 200 -24.79 12.44 300 0.88 38.11 450 6.27 43.49 600 19.08 56.30
from: Upper 38.87 48.92 49.66 75.33 80.72 93.53
--------+---------+---------+---------+(-----*-----) (------*-----) (-----*-----) (-----*------) (-----*-----) (-----*------) (------*-----) (-----*-----) (------*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(------*-----) (------*-----) (-----*------) (------*-----) (-----*-----) (-----*------) (------*-----) (------*-----) (------*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(------*-----) (-----*-----) (------*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*------) (-----*-----) (-----*------) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120
51
Lampiran 5 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -27.17 10.06 200 -26.43 10.80 300 -0.76 36.47 450 4.63 41.85 600 17.44 54.67
from: Upper 47.29 48.02 73.69 79.08 91.89
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -36.49 0.74 300 -10.82 26.41 450 -5.43 31.79 600 7.38 44.61
from: Upper 37.96 63.63 69.02 81.83
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -11.56 25.67 450 -6.17 31.06 600 6.64 43.87
from: Upper 62.89 68.28 81.09
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -31.84 5.39 600 -19.03 18.20
from: Upper 42.61 55.42
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -24.41 12.81 50.04
--------+---------+---------+---------+(------*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*------) (-----*------) (-----*------) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*-----) (-----*------) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-----*-----) (-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-----*-----) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120
Residual Plots for respon Normal Probability Plot
Versus Fits
99
40
Residual
Percent
90 50
20 0
10 1
-20 -20
0 Residual
20
40
0
20
Histogram
60
80
Versus Order
16
40
12
Residual
Frequency
40 Fitted Value
8
20 0
4 0
-20 -20
-10
0
10 Residual
20
30
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
52
Lampiran 6
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan telur) secara in vitro
One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan pupa versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 2.796
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 13099.96 1190.91 152.39 0.000 187.56 7.81 13287.51 R-Sq = 98.59% R-Sq(adj) = 97.94%
Mean 31.67 77.55 93.41 95.69 99.57 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
StDev 9.07 1.24 2.92 0.91 0.74 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+--(-*) (-*) (-*) (-*-) (-*) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) ------+---------+---------+---------+--40 60 80 100
Pooled StDev = 2.80 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.000 A 450 3 100.000 A 300 3 100.000 A 200 3 100.000 A 175 3 100.000 A 150 3 100.000 A 125 3 100.000 A 100 3 99.573 A 75 3 95.687 A 50 3 93.410 A 30 3 77.553 B 0 3 31.667 C Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted dosis Lower Center 30 37.655 45.886 50 53.512 61.743 75 55.789 64.020 100 59.675 67.906 125 60.102 68.333 150 60.102 68.333 175 60.102 68.333 200 60.102 68.333 300 60.102 68.333 450 60.102 68.333 600 60.102 68.333
from: Upper 54.117 69.975 72.252 76.137 76.565 76.565 76.565 76.565 76.565 76.565 76.565
+---------+---------+---------+--------(-*--) (--*-) (-*--) (--*-) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60
53
Lampiran 6 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 7.626 15.857 75 9.903 18.134 100 13.789 22.020 125 14.216 22.447 150 14.216 22.447 175 14.216 22.447 200 14.216 22.447 300 14.216 22.447 450 14.216 22.447 600 14.216 22.447
from: Upper 24.089 26.366 30.251 30.679 30.679 30.679 30.679 30.679 30.679 30.679
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -5.954 2.277 100 -2.069 6.163 125 -1.641 6.590 150 -1.641 6.590 175 -1.641 6.590 200 -1.641 6.590 300 -1.641 6.590 450 -1.641 6.590 600 -1.641 6.590
from: Upper 10.508 14.394 14.821 14.821 14.821 14.821 14.821 14.821 14.821
dosis = 75 subtracted dosis Lower Center 100 -4.346 3.886 125 -3.918 4.313 150 -3.918 4.313 175 -3.918 4.313 200 -3.918 4.313 300 -3.918 4.313 450 -3.918 4.313 600 -3.918 4.313
from: Upper 12.117 12.544 12.544 12.544 12.544 12.544 12.544 12.544
dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -7.804 0.427 150 -7.804 0.427 175 -7.804 0.427 200 -7.804 0.427 300 -7.804 0.427 450 -7.804 0.427 600 -7.804 0.427
from: Upper 8.659 8.659 8.659 8.659 8.659 8.659 8.659
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -8.231 0.000 175 -8.231 0.000 200 -8.231 0.000 300 -8.231 0.000 450 -8.231 0.000 600 -8.231 0.000
from: Upper 8.231 8.231 8.231 8.231 8.231 8.231
+---------+---------+---------+--------(-*--) (--*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) (-*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30
0
30
60
54
Lampiran 6 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -8.231 0.000 200 -8.231 0.000 300 -8.231 0.000 450 -8.231 0.000 600 -8.231 0.000
from: Upper 8.231 8.231 8.231 8.231 8.231
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -8.231 0.000 300 -8.231 0.000 450 -8.231 0.000 600 -8.231 0.000
from: Upper 8.231 8.231 8.231 8.231
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -8.231 0.000 450 -8.231 0.000 600 -8.231 0.000
from: Upper 8.231 8.231 8.231
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -8.231 0.000 600 -8.231 0.000
from: Upper 8.231 8.231
+---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60 +---------+---------+---------+--------(--*--) (--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -8.231 0.000 8.231
+---------+---------+---------+--------(--*--) +---------+---------+---------+---------30 0 30 60
Residual Plots for respon Versus Fits
99
10
90
5
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1
0 -5 -10
-10
-5
0 Residual
5
10
40
60 80 Fitted Value
Histogram
Versus Order 10
30
5
Residual
Frequency
100
20 10 0
0 -5 -10
-10.0 -7.5 -5.0 -2.5 0.0 Residual
2.5
5.0
7.5
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
55
Lampiran 7
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan larva instar 3) secara in vitro
One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan pupa versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 5.463
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 28368.1 2578.9 86.42 0.000 716.2 29.8 29084.4 R-Sq = 97.54% R-Sq(adj) = 96.41%
Mean 0.00 6.70 9.33 10.05 23.17 27.62 27.56 25.62 29.95 52.88 76.93 96.65
StDev 0.00 2.02 7.78 0.79 5.83 13.74 4.98 4.71 4.59 1.23 0.60 0.66
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+------(-*-) (-*-) (-*-) (-*--) (-*-) (-*-) (-*-) (--*-) (-*-) (--*-) (--*-) (-*-) --+---------+---------+---------+------0 30 60 90
Pooled StDev = 5.46 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 96.65 A 450 3 76.93 B 300 3 52.88 C 200 3 29.95 D 125 3 27.62 D 150 3 27.56 D 175 3 25.62 D E 100 3 23.17 D E F 75 3 10.05 E F G 50 3 9.33 F G 30 3 6.70 G 0 3 0.00 G Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+30 -9.39 6.70 22.78 (--*--) 50 -6.75 9.33 25.42 (--*-) 75 -6.04 10.05 26.13 (--*-) 100 7.09 23.17 39.26 (--*--) 125 11.53 27.62 43.70 (--*-) 150 11.47 27.56 43.64 (--*-) 175 9.54 25.62 41.71 (-*--) 200 13.86 29.95 46.03 (--*--) 300 36.79 52.88 68.96 (--*-) 450 60.85 76.93 93.02 (--*--) 600 80.57 96.65 112.74 (--*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120
56
Lampiran 7 (lanjutan) dosis = 30 subtracted from: dosis Lower Center Upper 50 -13.45 2.64 18.72 75 -12.74 3.35 19.43 100 0.39 16.47 32.56 125 4.83 20.92 37.00 150 4.77 20.86 36.95 175 2.84 18.93 35.01 200 7.17 23.25 39.34 300 30.09 46.18 62.26 450 54.15 70.23 86.32 600 73.87 89.96 106.04 dosis = 50 subtracted from: dosis Lower Center Upper 75 -15.37 0.71 16.80 100 -2.25 13.84 29.92 125 2.20 18.28 34.37 150 2.14 18.22 34.31 175 0.20 16.29 32.37 200 4.53 20.61 36.70 300 27.46 43.54 59.63 450 51.51 67.60 83.68 600 71.23 87.32 103.41 dosis = 75 subtracted from: dosis Lower Center Upper 100 -2.96 13.13 29.21 125 1.49 17.57 33.66 150 1.43 17.51 33.60 175 -0.51 15.58 31.66 200 3.82 19.90 35.99 300 26.74 42.83 58.92 450 50.80 66.89 82.97 600 70.52 86.61 102.69 dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -11.64 4.44 150 -11.70 4.39 175 -13.63 2.45 200 -9.31 6.78 300 13.62 29.70 450 37.67 53.76 600 57.40 73.48
from: Upper 20.53 20.47 18.54 22.86 45.79 69.84 89.57
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -16.14 -0.06 175 -18.08 -1.99 200 -13.75 2.33 300 9.17 25.26 450 33.23 49.32 600 52.95 69.04
from: Upper 16.03 14.09 18.42 41.34 65.40 85.12
--------+---------+---------+---------+(-*--) (--*-) (--*-) (-*--) (-*--) (--*--) (--*--) (--*-) (--*-) (--*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(--*--) (-*--) (--*--) (--*--) (--*-) (-*--) (-*--) (-*--) (--*-) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(-*--) (--*--) (--*--) (--*-) (-*--) (--*--) (--*--) (-*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(--*-) (--*-) (-*--) (--*--) (--*--) (--*--) (-*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(--*--) (--*-) (-*--) (-*--) (-*--) (--*-) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120
57
Lampiran 7 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -18.02 -1.93 200 -13.69 2.39 300 9.23 25.32 450 33.29 49.37 600 53.01 69.10
from: Upper 14.15 18.48 41.40 65.46 85.18
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -11.76 4.33 300 11.17 27.25 450 35.22 51.31 600 54.95 71.03
from: Upper 20.41 43.34 67.39 87.12
--------+---------+---------+---------+(--*-) (-*--) (-*--) (-*--) (--*-) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 --------+---------+---------+---------+(--*-) (--*-) (--*-) (--*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120
dosis = 200 subtracted from: dosis Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+300 6.84 22.93 39.01 (--*--) 450 30.90 46.98 63.07 (--*--) 600 50.62 66.71 82.79 (--*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 dosis = 300 subtracted from: dosis Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+450 7.97 24.06 40.14 (--*--) 600 27.69 43.78 59.86 (-*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+600 3.64 19.72 35.81 (-*--) --------+---------+---------+---------+-60 0 60 120 Residual Plots for respon Normal Probability Plot
Versus Fits
99 10
Residual
Percent
90 50
0
10 1
-10 -10
0 Residual
10
0
25
Histogram
50 Fitted Value
75
100
Versus Order 10
12
Residual
Frequency
16
8
0
4 0
-10 -10
-5
0 5 Residual
10
15
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
58
Lampiran 8
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan telur) secara in vivo
One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan pupa versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 1.724
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 7800.88 709.17 238.69 0.000 71.31 2.97 7872.18 R-Sq = 99.09% R-Sq(adj) = 98.68%
Mean 47.67 77.71 90.48 91.10 99.38 97.48 100.00 96.89 100.00 100.00 100.00 100.00
StDev 2.08 0.33 1.56 0.78 1.07 4.36 0.00 2.84 0.00 0.00 0.00 0.00
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------(-*) (-*) (*-) (-*) (*-) (*) (-*) (-*) (-*) (-*) (-*) (-*) +---------+---------+---------+--------45 60 75 90
Pooled StDev = 1.72 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.000 A 450 3 100.000 A 300 3 100.000 A 200 3 100.000 A 150 3 100.000 A 100 3 99.383 A 125 3 97.484 A 175 3 96.890 A 75 3 91.102 B 50 3 90.485 B 30 3 77.712 C 0 3 47.667 D Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted dosis Lower Center 30 24.970 30.045 50 37.743 42.818 75 38.360 43.436 100 46.641 51.716 125 44.742 49.818 150 47.258 52.333 175 44.148 49.224 200 47.258 52.333 300 47.258 52.333 450 47.258 52.333 600 47.258 52.333
from: Upper 35.121 47.894 48.511 56.791 54.893 57.409 54.299 57.409 57.409 57.409 57.409
-+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50
59
Lampiran 8 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 7.698 12.773 75 8.315 13.390 100 16.595 21.671 125 14.697 19.772 150 17.213 22.288 175 14.103 19.178 200 17.213 22.288 300 17.213 22.288 450 17.213 22.288 600 17.213 22.288
from: Upper 17.848 18.465 26.746 24.848 27.363 24.254 27.363 27.363 27.363 27.363
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -4.458 0.617 100 3.822 8.898 125 1.924 6.999 150 4.440 9.515 175 1.330 6.405 200 4.440 9.515 300 4.440 9.515 450 4.440 9.515 600 4.440 9.515
from: Upper 5.693 13.973 12.075 14.590 11.481 14.590 14.590 14.590 14.590
dosis = 75 subtracted from: dosis Lower Center Upper 100 3.205 8.280 13.356 125 1.307 6.382 11.457 150 3.822 8.898 13.973 175 0.713 5.788 10.863 200 3.822 8.898 13.973 300 3.822 8.898 13.973 450 3.822 8.898 13.973 600 3.822 8.898 13.973 dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -6.974 -1.898 150 -4.458 0.617 175 -7.568 -2.492 200 -4.458 0.617 300 -4.458 0.617 450 -4.458 0.617 600 -4.458 0.617
from: Upper 3.177 5.693 2.583 5.693 5.693 5.693 5.693
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -2.560 2.516 175 -5.669 -0.594 200 -2.560 2.516 300 -2.560 2.516 450 -2.560 2.516 600 -2.560 2.516
from: Upper 7.591 4.481 7.591 7.591 7.591 7.591
-+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50
60
Lampiran 8 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -8.185 -3.110 200 -5.075 0.000 300 -5.075 0.000 450 -5.075 0.000 600 -5.075 0.000
from: Upper 1.966 5.075 5.075 5.075 5.075
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -1.966 3.110 300 -1.966 3.110 450 -1.966 3.110 600 -1.966 3.110
from: Upper 8.185 8.185 8.185 8.185
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -5.075 0.000 450 -5.075 0.000 600 -5.075 0.000
from: Upper 5.075 5.075 5.075
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -5.075 0.000 600 -5.075 0.000
from: Upper 5.075 5.075
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -5.075 0.000 5.075
-+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) (-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50 -+---------+---------+---------+-------(-*-) -+---------+---------+---------+--------25 0 25 50
Residual Plots for respon Versus Fits
99
4
90
2
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1
0 -2 -4
-4
-2
0 Residual
2
4
40
60
Histogram
Versus Order 2
15
Residual
Frequency
100
4
20
10 5 0
80 Fitted Value
0 -2 -4
-4
-2 0 Residual
2
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
61
Lampiran 9
Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan pupa (perlakuan larva instar 3) secara in vivo
One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan pupa versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 10.36
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 19619 1784 16.62 0.000 2576 107 22194 R-Sq = 88.39% R-Sq(adj) = 83.08%
Mean 0.00 7.45 11.82 10.92 14.86 16.78 21.91 32.68 42.08 60.20 64.83 71.11
StDev 0.00 4.88 3.55 10.47 4.37 14.37 12.30 3.29 11.65 24.20 5.71 0.49
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+---(----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (----*----) (---*----) -----+---------+---------+---------+---0 25 50 75
Pooled StDev = 10.36 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 71.11 A 450 3 64.83 A 300 3 60.20 A B 200 3 42.08 A B C 175 3 32.68 B C D 150 3 21.91 C D E 125 3 16.78 C D E 100 3 14.86 C D E 50 3 11.82 C D E 75 3 10.92 D E 30 3 7.45 D E 0 3 0.00 E Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis Lower Center Upper 30 -23.06 7.45 37.95 50 -18.69 11.82 42.32 75 -19.58 10.92 41.42 100 -15.65 14.86 45.36 125 -13.72 16.78 47.29 150 -8.60 21.91 52.41 175 2.17 32.68 63.18 200 11.58 42.08 72.59 300 29.70 60.20 90.71 450 34.33 64.83 95.34 600 40.61 71.11 101.62
---------+---------+---------+---------+ (-----*------) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (------*-----) (-----*------) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100
62
Lampiran 9 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 -26.13 4.37 75 -27.03 3.47 100 -23.09 7.41 125 -21.17 9.34 150 -16.04 14.46 175 -5.27 25.23 200 4.13 34.64 300 22.25 52.76 450 26.88 57.39 600 33.16 63.67
from: Upper 34.88 33.98 37.91 39.84 44.96 55.73 65.14 83.26 87.89 94.17
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -31.40 -0.90 100 -27.47 3.04 125 -25.54 4.96 150 -20.42 10.09 175 -9.65 20.86 200 -0.24 30.27 300 17.88 48.39 450 22.51 53.02 600 28.79 59.29
from: Upper 29.61 33.54 35.47 40.59 51.36 60.77 78.89 83.52 89.80
dosis = 75 subtracted dosis Lower Center 100 -26.57 3.94 125 -24.64 5.86 150 -19.52 10.99 175 -8.75 21.76 200 0.66 31.16 300 18.78 49.28 450 23.41 53.91 600 29.69 60.19
from: Upper 34.44 36.37 41.49 52.26 61.67 79.79 84.42 90.70
dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -28.58 1.93 150 -23.45 7.05 175 -12.68 17.82 200 -3.27 27.23 300 14.85 45.35 450 19.48 49.98 600 25.75 56.26
from: Upper 32.43 37.55 48.32 57.73 75.85 80.48 86.76
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -25.38 5.12 175 -14.61 15.89 200 -5.20 25.30 300 12.92 43.42 450 17.55 48.05 600 23.83 54.33
from: Upper 35.63 46.40 55.80 73.92 78.55 84.83
---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*-----) (-----*------) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (------*-----) (-----*------) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*------) (------*-----) (-----*------) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100
63
Lampiran 9 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -19.73 10.77 200 -10.33 20.18 300 7.79 38.30 450 12.42 42.93 600 18.70 49.21
from: Upper 41.27 50.68 68.80 73.43 79.71
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -21.09 9.41 300 -2.97 27.53 450 1.66 32.16 600 7.93 38.44
from: Upper 39.91 58.03 62.66 68.94
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -12.38 18.12 450 -7.75 22.75 600 -1.48 29.03
from: Upper 48.62 53.25 59.53
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -25.87 4.63 600 -19.60 10.91
from: Upper 35.13 41.41
---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*-----) (-----*-----) (------*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (------*-----) (-----*------) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (------*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100 ---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -24.23 6.28 36.78
---------+---------+---------+---------+ (-----*-----) ---------+---------+---------+---------+ -50 0 50 100
Residual Plots for respon Versus Fits
99
30
90
20
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1
10 0 -10
-20
0 Residual
20
0
20
Histogram
80
Versus Order 20
7.5
Residual
Frequency
60
30
10.0
5.0 2.5 0.0
40 Fitted Value
10 0 -10
-10
0
10 Residual
20
30
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
64
Lampiran 10 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan larva telur) secara in vitro One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan imago versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 2.333
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 12467.89 1133.44 208.18 0.000 130.67 5.44 12598.56 R-Sq = 98.96% R-Sq(adj) = 98.49%
Mean 32.67 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
StDev 8.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+---(*-) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) -----+---------+---------+---------+---40 60 80 100
Pooled StDev = 2.33 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.000 A 450 3 100.000 A 300 3 100.000 A 200 3 100.000 A 175 3 100.000 A 150 3 100.000 A 125 3 100.000 A 100 3 100.000 A 75 3 100.000 A 50 3 100.000 A 30 3 100.000 A 0 3 32.667 B Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted dosis Lower Center 30 60.463 67.333 50 60.463 67.333 75 60.463 67.333 100 60.463 67.333 125 60.463 67.333 150 60.463 67.333 175 60.463 67.333 200 60.463 67.333 300 60.463 67.333 450 60.463 67.333 600 60.463 67.333
from: Upper 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204 74.204
---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75
65
Lampiran 10 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 -6.870 0.000 75 -6.870 0.000 100 -6.870 0.000 125 -6.870 0.000 150 -6.870 0.000 175 -6.870 0.000 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -6.870 0.000 100 -6.870 0.000 125 -6.870 0.000 150 -6.870 0.000 175 -6.870 0.000 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870
dosis = 75 subtracted dosis Lower Center 100 -6.870 0.000 125 -6.870 0.000 150 -6.870 0.000 175 -6.870 0.000 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870
dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -6.870 0.000 150 -6.870 0.000 175 -6.870 0.000 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -6.870 0.000 175 -6.870 0.000 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870
---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75
66
Lampiran 10 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -6.870 0.000 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870 6.870
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -6.870 0.000 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870 6.870
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -6.870 0.000 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870 6.870
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -6.870 0.000 600 -6.870 0.000
from: Upper 6.870 6.870
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -6.870 0.000 6.870
---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75 ---+---------+---------+---------+-----(--*--) ---+---------+---------+---------+-----0 25 50 75
Residual Plots for respon Normal Probability Plot
Versus Fits
99 5
Residual
Percent
90 50 10 1
-10
-5
0 Residual
0 -5 -10
5
40
60 80 Fitted Value
Histogram
Versus Order 5
Residual
Frequency
30 20 10 0
100
-8
-4
0 Residual
4
8
0 -5 -10
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
67
Lampiran 11 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan larva larva instar 3) secara in vitro One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan imago versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 0.4936
SS MS F P 14067.36 1278.85 5247.93 0.000 5.85 0.24 14073.21 R-Sq = 99.96% R-Sq(adj) = 99.94% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ------+---------+---------+---------+--0 3 28.333 1.528 * 30 3 98.148 0.769 * 50 3 100.000 0.000 * 75 3 100.000 0.000 * 100 3 100.000 0.000 * 125 3 100.000 0.000 * 150 3 100.000 0.000 * 175 3 100.000 0.000 * 200 3 100.000 0.000 * 300 3 100.000 0.000 * 450 3 100.000 0.000 * 600 3 100.000 0.000 * ------+---------+---------+---------+--40 60 80 100 Pooled StDev = 0.494 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.000 A 450 3 100.000 A 300 3 100.000 A 200 3 100.000 A 175 3 100.000 A 150 3 100.000 A 125 3 100.000 A 100 3 100.000 A 75 3 100.000 A 50 3 100.000 A 30 3 98.148 B 0 3 28.333 C Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------30 68.361 69.814 71.268 (*) 50 70.213 71.667 73.120 (*) 75 70.213 71.667 73.120 (*) 100 70.213 71.667 73.120 (*) 125 70.213 71.667 73.120 (*) 150 70.213 71.667 73.120 (*) 175 70.213 71.667 73.120 (*) 200 70.213 71.667 73.120 (*) 300 70.213 71.667 73.120 (*) 450 70.213 71.667 73.120 (*) 600 70.213 71.667 73.120 (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60
68
Lampiran 11 (lanjutan) dosis = 30 subtracted from: dosis Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------50 0.399 1.852 3.306 (*) 75 0.399 1.852 3.306 (*) 100 0.399 1.852 3.306 (*) 125 0.399 1.852 3.306 (*) 150 0.399 1.852 3.306 (*) 175 0.399 1.852 3.306 (*) 200 0.399 1.852 3.306 (*) 300 0.399 1.852 3.306 (*) 450 0.399 1.852 3.306 (*) 600 0.399 1.852 3.306 (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 dosis = 50 subtracted from: dosis Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------75 -1.454 0.000 1.454 (*) 100 -1.454 0.000 1.454 (*) 125 -1.454 0.000 1.454 (*) 150 -1.454 0.000 1.454 (*) 175 -1.454 0.000 1.454 (*) 200 -1.454 0.000 1.454 (*) 300 -1.454 0.000 1.454 (*) 450 -1.454 0.000 1.454 (*) 600 -1.454 0.000 1.454 (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 dosis = 75 subtracted from: dosis Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------100 -1.454 0.000 1.454 (*) 125 -1.454 0.000 1.454 (*) 150 -1.454 0.000 1.454 (*) 175 -1.454 0.000 1.454 (*) 200 -1.454 0.000 1.454 (*) 300 -1.454 0.000 1.454 (*) 450 -1.454 0.000 1.454 (*) 600 -1.454 0.000 1.454 (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 dosis = 100 subtracted from: dosis Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------125 -1.454 0.000 1.454 (*) 150 -1.454 0.000 1.454 (*) 175 -1.454 0.000 1.454 (*) 200 -1.454 0.000 1.454 (*) 300 -1.454 0.000 1.454 (*) 450 -1.454 0.000 1.454 (*) 600 -1.454 0.000 1.454 (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 dosis = 125 subtracted from: dosis Lower Center Upper --+---------+---------+---------+------150 -1.454 0.000 1.454 (*) 175 -1.454 0.000 1.454 (*) 200 -1.454 0.000 1.454 (*) 300 -1.454 0.000 1.454 (*) 450 -1.454 0.000 1.454 (*) 600 -1.454 0.000 1.454 (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60
69
Lampiran 11 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -1.454 0.000 200 -1.454 0.000 300 -1.454 0.000 450 -1.454 0.000 600 -1.454 0.000
from: Upper 1.454 1.454 1.454 1.454 1.454
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -1.454 0.000 300 -1.454 0.000 450 -1.454 0.000 600 -1.454 0.000
from: Upper 1.454 1.454 1.454 1.454
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -1.454 0.000 450 -1.454 0.000 600 -1.454 0.000
from: Upper 1.454 1.454 1.454
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -1.454 0.000 600 -1.454 0.000
from: Upper 1.454 1.454
--+---------+---------+---------+------(*) (*) (*) (*) (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 --+---------+---------+---------+------(*) (*) (*) (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 --+---------+---------+---------+------(*) (*) (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60 --+---------+---------+---------+------(*) (*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -1.454 0.000 1.454
--+---------+---------+---------+------(*) --+---------+---------+---------+------0 20 40 60
Residual Plots for respon Normal Probability Plot
Versus Fits
99
2
Residual
Percent
90 50 10 1
1 0 -1
-1
0 Residual
1
2
20
40
Histogram
80
100
Versus Order 2
Residual
30
Frequency
60 Fitted Value
20 10
1 0 -1
0
-1.2 -0.8 -0.4
0.0 0.4 Residual
0.8
1.2
1.6
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
70
Lampiran 12 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan telur) secara in vivo One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan imago versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 0.5204
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 6336.000 576.000 2126.77 0.000 6.500 0.271 6342.500 R-Sq = 99.90% R-Sq(adj) = 99.85%
Mean 52.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
StDev 1.803 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+--(* (* (* (* (* (* (* (* (* (* (* (* ------+---------+---------+---------+--60 75 90 105
Pooled StDev = 0.520 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.000 A 450 3 100.000 A 300 3 100.000 A 200 3 100.000 A 175 3 100.000 A 150 3 100.000 A 125 3 100.000 A 100 3 100.000 A 75 3 100.000 A 50 3 100.000 A 30 3 100.000 A 0 3 52.000 B Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted dosis Lower Center 30 46.468 48.000 50 46.468 48.000 75 46.468 48.000 100 46.468 48.000 125 46.468 48.000 150 46.468 48.000 175 46.468 48.000 200 46.468 48.000 300 46.468 48.000 450 46.468 48.000 600 46.468 48.000
from: Upper 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532 49.532
-+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45
71
Lampiran 12 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 -1.532 0.000 75 -1.532 0.000 100 -1.532 0.000 125 -1.532 0.000 150 -1.532 0.000 175 -1.532 0.000 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -1.532 0.000 100 -1.532 0.000 125 -1.532 0.000 150 -1.532 0.000 175 -1.532 0.000 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532
dosis = 75 subtracted dosis Lower Center 100 -1.532 0.000 125 -1.532 0.000 150 -1.532 0.000 175 -1.532 0.000 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532
dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -1.532 0.000 150 -1.532 0.000 175 -1.532 0.000 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -1.532 0.000 175 -1.532 0.000 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532
-+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45
72
Lampiran 12 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -1.532 0.000 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532 1.532
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -1.532 0.000 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532 1.532
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -1.532 0.000 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532 1.532
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -1.532 0.000 600 -1.532 0.000
from: Upper 1.532 1.532
-+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45 -+---------+---------+---------+-------(*) (*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -1.532 0.000 1.532
-+---------+---------+---------+-------(*) -+---------+---------+---------+-------0 15 30 45
Residual Plots for respon Versus Fits
99
2
90
1
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1
0 -1 -2
-2
-1
0 Residual
1
2
50
75 Fitted Value
Histogram
100
Versus Order 2 1
Residual
Frequency
30 20 10 0
0 -1 -2
-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 Residual
0.5
1.0
1.5
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
73
Lampiran 13 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data kegagalan pembentukkan imago (perlakuan larva instar 3) secara in vivo One-way ANOVA: kegagalan pembentukkan imago versus dosis Source DF dosis 11 Error 24 Total 35 S = 2.133
Level 0 30 50 75 100 125 150 175 200 300 450 600
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
SS MS F P 11053.30 1004.85 220.88 0.000 109.18 4.55 11162.48 R-Sq = 99.02% R-Sq(adj) = 98.57%
Mean 36.50 98.75 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
StDev 7.20 1.65 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+-----(*-) (*-) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) (*) ---+---------+---------+---------+-----40 60 80 100
Pooled StDev = 2.13 Grouping Information Using Tukey Method dosis N Mean Grouping 600 3 100.000 A 450 3 100.000 A 300 3 100.000 A 200 3 100.000 A 175 3 100.000 A 150 3 100.000 A 125 3 100.000 A 100 3 100.000 A 75 3 100.000 A 50 3 100.000 A 30 3 98.750 A 0 3 36.500 B Means that do not share a letter are significantly different. Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of dosis Individual confidence level = 99.86% dosis = 0 subtracted from: dosis Lower Center Upper ----+---------+---------+---------+----30 55.970 62.250 68.530 (--*--) 50 57.220 63.500 69.780 (--*--) 75 57.220 63.500 69.780 (--*--) 100 57.220 63.500 69.780 (--*--) 125 57.220 63.500 69.780 (--*--) 150 57.220 63.500 69.780 (--*--) 175 57.220 63.500 69.780 (--*--) 200 57.220 63.500 69.780 (--*--) 300 57.220 63.500 69.780 (--*--) 450 57.220 63.500 69.780 (--*--) 600 57.220 63.500 69.780 (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60
74
Lampiran 13 (lanjutan) dosis = 30 subtracted dosis Lower Center 50 -5.030 1.250 75 -5.030 1.250 100 -5.030 1.250 125 -5.030 1.250 150 -5.030 1.250 175 -5.030 1.250 200 -5.030 1.250 300 -5.030 1.250 450 -5.030 1.250 600 -5.030 1.250
from: Upper 7.530 7.530 7.530 7.530 7.530 7.530 7.530 7.530 7.530 7.530
dosis = 50 subtracted dosis Lower Center 75 -6.280 0.000 100 -6.280 0.000 125 -6.280 0.000 150 -6.280 0.000 175 -6.280 0.000 200 -6.280 0.000 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280
dosis = 75 subtracted dosis Lower Center 100 -6.280 0.000 125 -6.280 0.000 150 -6.280 0.000 175 -6.280 0.000 200 -6.280 0.000 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280
dosis = 100 subtracted dosis Lower Center 125 -6.280 0.000 150 -6.280 0.000 175 -6.280 0.000 200 -6.280 0.000 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280
dosis = 125 subtracted dosis Lower Center 150 -6.280 0.000 175 -6.280 0.000 200 -6.280 0.000 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280
----+---------+---------+---------+----(---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) (---*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60
75
Lampiran 13 (lanjutan) dosis = 150 subtracted dosis Lower Center 175 -6.280 0.000 200 -6.280 0.000 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280 6.280 6.280
dosis = 175 subtracted dosis Lower Center 200 -6.280 0.000 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280 6.280
dosis = 200 subtracted dosis Lower Center 300 -6.280 0.000 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280 6.280
dosis = 300 subtracted dosis Lower Center 450 -6.280 0.000 600 -6.280 0.000
from: Upper 6.280 6.280
----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60 ----+---------+---------+---------+----(--*--) (--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60
dosis = 450 subtracted from: dosis Lower Center Upper 600 -6.280 0.000 6.280
----+---------+---------+---------+----(--*--) ----+---------+---------+---------+----0 20 40 60
Residual Plots for respon Versus Fits
99
8
90
4
Residual
Percent
Normal Probability Plot
50 10 1
-8
-4
0 Residual
4
0 -4 -8
8
40
60 80 Fitted Value
Histogram
Versus Order 8
30
4
Residual
Frequency
100
20 10 0
-8
-4
0 Residual
4
8
0 -4 -8
1
5
10
15 20 25 Observation Order
30
35
76
Lampiran 14 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap telur instar 3 B. carambolae berdasarkan mortalitas larva instar 3 secara in vitro The SAS System Goodness-of-Fit Tests Statistic Value DF Pr > ChiSq Pearson Chi-Square 302.4966 9 <.0001 L.R. Chi-Square 383.4482 9 <.0001 Standard 95% Confidence ChiParameter DF Estimate Error Limits Square Pr > ChiSq Intercept 1 -2.8841 0.8611 -4.5719 -1.1964 11.22 0.0008 Log10(Dose) 1 1.5566 0.4087 0.7555 2.3577 14.50 0.0001 Probit Analysis on Dose Probability Dose 0.01 2.28205 0.02 3.41544 0.03 4.41118 0.04 5.34733 0.05 6.25352 0.06 7.14484 0.07 8.03030 0.08 8.91585 0.09 9.80574 0.10 10.70319 0.15 15.38082 0.20 20.51769 0.25 26.27214 0.30 32.80305 0.35 40.29587 0.40 48.98256 0.45 59.16543 0.50 71.25151 0.55 85.80649 0.60 103.64460 0.65 125.98755 0.70 154.76544 0.75 193.23809 0.80 247.43413 0.85 330.07208 0.90 474.32395 0.91 517.73548 0.92 569.41051 0.93 632.20269 0.94 710.55140 0.95 811.82752 0.96 949.40506 0.97 1151 0.98 1486 0.99 2225
95% Fiducial Limits 0.00662 10.45579 0.01778 13.53376 0.03326 15.95107 0.05325 18.05740 0.07807 19.98038 0.10809 21.78313 0.14374 23.50226 0.18551 25.16127 0.23390 26.77633 0.28948 28.35924 0.69831 36.04898 1.40129 43.76963 2.53777 51.88599 4.30756 60.70721 6.99571 70.59153 11.00426 82.04036 16.88469 95.84893 25.34629 113.40671 37.17271 137.34144 52.93680 172.88604 72.57425 230.53611 95.47060 330.95160 121.55062 516.23313 152.38927 883.99784 192.12139 1708 250.75594 4014 266.74885 4946 285.05865 6210 306.40083 7982 331.85451 10575 363.15037 14587 403.30604 21307 458.26114 33989 542.22094 63334 704.99052 169363
77
Lampiran 15 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap larva instar 3 B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vitro The SAS System Goodness-of-Fit Tests Statistic Value DF Pearson Chi-Square 64.0758 9 L.R. Chi-Square 66.6080 9
Pr > ChiSq <.0001 <.0001
Standard 95% Confidence ChiParameter DF Estimate Error Limits Square Pr > ChiSq Intercept 1 -4.3705 0.4913 -5.3334 -3.4075 79.14 <.0001 Log10(Dose) 1 1.9873 0.2247 1.5469 2.4277 78.21 <.0001 Probit Analysis on Dose Probability 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.91 0.92 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98 0.99
Dose 10.68047 14.64743 17.89750 20.80953 23.52431 26.11229 28.61468 31.05809 33.46099 35.83685 47.60723 59.66258 72.41062 86.16421 101.23059 117.95613 136.76399 158.19922 182.99402 212.17204 247.22758 290.45693 345.62598 419.47555 525.69734 698.35913 747.94539 805.81223 874.62073 958.43718 1064 1203 1398 1709 2343
95% Fiducial Limits 4.23819 18.68214 6.45504 24.11330 8.42553 28.36652 10.29148 32.06505 12.10678 35.43620 13.89881 38.59233 15.68384 41.59862 17.47256 44.49687 19.27251 47.31590 21.08935 50.07669 30.55715 63.46614 40.88557 76.88984 52.28291 91.00292 64.90449 106.35660 78.87354 123.55963 94.28907 143.37139 111.24796 166.77487 129.89832 195.04639 150.52148 229.85913 173.62348 273.49576 200.03584 329.28137 231.07470 402.43092 268.87235 501.78958 317.14573 643.85040 383.21501 863.74468 484.66132 1254 512.74878 1373 545.03557 1515 582.80298 1688 627.98423 1906 683.68014 2189 755.29661 2575 853.47047 3147 1004 4109 1295 6261
78 Lampiran 16 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap telur B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vivo The SAS System Goodness-of-Fit Tests Statistic Value DF Pearson Chi-Square 121.7891 9 L.R. Chi-Square 161.6139 9
Pr > ChiSq <.0001 <.0001
Standard 95% Confidence ChiParameter DF Estimate Error Limits Square Pr > ChiSq Intercept 1 -2.8177 0.6774 -4.1454 -1.4899 17.30 <.0001 Log10(Dose) 1 1.4696 0.3306 0.8216 2.1176 19.76 <.0001 Probit Analysis on Dose Probability Dose 95% Fiducial Limits 0.01 2.15933 0.03704 8.31646 0.02 3.30989 0.08798 11.08799 0.03 4.34015 0.15225 13.31604 0.04 5.32156 0.22989 15.28880 0.05 6.28137 0.32134 17.11250 0.06 7.23355 0.42721 18.84009 0.07 8.18647 0.54826 20.50248 0.08 9.14574 0.68534 22.11965 0.09 10.11543 0.83939 23.70549 0.10 11.09866 1.01145 25.27020 0.15 16.29544 2.18362 33.00521 0.20 22.11208 4.00954 40.97098 0.25 28.73145 6.72284 49.54367 0.30 36.34868 10.63356 59.09235 0.35 45.19896 16.14068 70.10295 0.40 55.58175 23.72735 83.33053 0.45 67.89198 33.90383 100.07482 0.50 82.66605 47.04493 122.70515 0.55 100.65513 63.14056 155.54973 0.60 122.94820 81.76684 206.12028 0.65 151.19102 102.63494 286.94458 0.70 188.00341 126.26100 420.02215 0.75 237.84655 154.21492 648.75953 0.80 309.04714 189.45557 1071 0.85 419.36139 237.76424 1945 0.90 615.72085 313.01556 4165 0.91 675.56947 334.12606 5012 0.92 747.19756 358.54212 6131 0.93 834.75279 387.30211 7654 0.94 944.71998 421.98240 9811 0.95 1088 465.12930 13029 0.96 1284 521.21858 18190 0.97 1575 599.14460 27434 0.98 2065 720.43745 47413 0.99 3165 961.92079 112470
79 Lampiran 17 Analisis probit dengan program SAS untuk data dosis lethal iradiasi gamma terhadap larva instar 3 B. carambolae berdasarkan mortalitas secara in vivo The SAS System Goodness-of-Fit Tests Statistic Value DF Pr > ChiSq Pearson Chi-Square 9.1794 9 0.4209 L.R. Chi-Square 9.2524 9 0.4143 Standard 95% Confidence ChiParameter DF Estimate Error Limits Square Pr > ChiSq Intercept 1 -6.0047 0.2273 -6.4502 -5.5593 698.09 <.0001 Log10(Dose) 1 2.3789 0.0990 2.1848 2.5730 577.22 <.0001 Probit Analysis on Dose Probability 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.91 0.92 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 0.98 0.99
Dose 35.17709 45.79839 54.14446 61.41101 68.03528 74.23358 80.13120 85.80833 91.31995 96.70580 122.60012 148.04117 174.03565 201.24728 230.24700 261.61977 296.03618 334.32437 377.56462 427.23372 485.44731 555.40023 642.24075 755.01151 911.68580 1156 1224 1303 1395 1506 1643 1820 2064 2441 3177
95% Fiducial Limits 29.95674 40.38925 39.84831 51.64953 47.73910 60.39262 54.67519 67.94932 61.04153 74.80352 67.02917 81.19390 72.74890 87.25860 78.27155 93.08605 83.64561 98.73704 88.90595 104.25566 114.24041 130.81817 139.03515 157.12445 164.10201 184.37723 189.96312 213.39336 217.08500 244.86780 245.96714 279.49943 277.18950 318.08919 311.46032 361.64067 349.68625 411.48663 393.08553 469.47762 443.37973 538.29783 503.14126 622.04219 576.47908 727.36974 670.55160 866.08276 799.46565 1062 997.04921 1373 1052 1461 1114 1563 1187 1683 1275 1829 1382 2010 1520 2246 1709 2575 1996 3088 2549 4113
80
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Februari 1981 dari pasangan Bapak Muhammad Nur dan Ibu Zainab Husein. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan memperoleh gelar sarjana tahun 2003. Penulis merupakan Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian. Pertama kali penulis ditugaskan di Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II Palu, Sulawesi Tengah, pada tahun 2009. Penulis kemudian dipindahkan ke Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) tahun 2011 hingga sekarang. Pada tahun 2013 penulis berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana di Institut Pertanian Bogor Program Studi Entomologi.