PROSIDING Workshop Strategi Nasional “Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang” ISBN : 978-602-9096-11-8
Penanggung Jawab : Ir. Ahmad Saerozi Ir. Nina Juliaty, MP Tata Letak : Iin Syahfitri, S.Sos Maria Anna Raheni, S.Sos Dipublikasikan Oleh : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja Samarinda – Kalimantan Timur Telp. 0541- 206364 Fax. 0541 – 742298 Email.
[email protected] Website http://www.diptero.or.id
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dari buku ini dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, micro film dan cetak, tanpa izin penerbit
PROSIDING Workshop Strategi Nasional “Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang” Pontianak, 14 Mei 2014
Editor: Dr. Rizki Maharani
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014
i
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
KATA PENGANTAR Prosiding “Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang” ini disusun sebagai salah satu inisiasi penyusunan strategi nasional terhadap perlindungan jenis Shorea penghasil Tengkawang. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan dalam ITTO Project PD 586/10 Rev. 1 (F) “Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan” hasil kerjasama antara Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) dan International of Tropical Timber Organization (ITTO).
Workshop ini diselenggarakan berdasarkan hasil-hasil penelitian Tengkawang terintegrasi yang telah dilakukan sepanjang kegiatan ITTO PD 586/10 Rev.1 (F) dan dukungan penelitian awal dalam kegiatan DIPA (B2PD). Semua hasil penelitian tersebut terangkum dalam sebuah formulasi yang diawali dengan assesment berbagai referensi hasil-hasil penelitian tentang tengkawang termasuk hasil-hasil pelatihan, sosialisasi dan diseminasi yang diadakan di berbagai tempat di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Assesment dengan menguraikan faktorfaktor biofisik, sosial ekonomi, konservasi dan pendukung yakni tentang kearifan lokal dan peraturan. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung kegiatan workshop ini. Harapannya agar di masa datang, seluruh kegiatan yang terangkum dalam Workshop ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Kepala Balai Besar Ir. Ahmad Saerozi NIP. 19591016 198802 1 001
Pontianak, 14 Mei 2014
i
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
DAFTAR ISI Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………. i Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………………………… ii Laporan Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa ……………………………………………. iv Sambutan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat …………………………………………………… vi Arahan dan Pembukaan Kepala Badan Litbang Kehutanan …………………………………… ix
PELAKSANAAN WORKHOP I. Rumusan Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas Dan Beberapa Indikator Terkait …………………………………………………………………….. 1 II. Materi Diskusi ……………………………………………………………………………………………… 18 III. Diskusi …………………………………………………….………………………………………………….. 24 IV. Kesimpulan Diskusi Kelompok …………………………………………………….……………….. 30 MAKALAH PENUNJANG 1. Agroforestri Tengkawang Dalam Pembangunan Berkelanjutan Oleh : Sri Purwaningsih dan Abdurachman …………………………………………………… 47 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Asosiasi Jenis Pohon Tengkawang Di Hutan Penelitian Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur Oleh : Amiril Saridan …………………………………………………….……………………………. 54
Pengaruh Dosis Dan Kolonisasi Hifa Pada Penambahan Inokulan Alami (Ektomikoriza) Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea Pinanga Asal KHDTK Labanan Di Persemaian Oleh : Karmilasanti dan Nilam Sari ………………………………….……………………………. 61
Pengemasan Lemak Tengkawang dalam Bambu Oleh : Andrian Fernandez dan Rizki Maharani ………………………………….………….. 69
Potensi Lemak Tengkawang sebagai Alternatif Pembuatan Permen Cokelat Oleh : Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes ………………………………….……… 73
Riap Diameter Tengkawang Rambai (Shorea Pinanga Scheff) di Hutan Alam Labanan Berau, Kalimantan Timur Oleh : Abdurachman ………………………………….…………………………….…………………… 78 Serangan Hama Buah dan Daun pada Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Oleh : Ngatiman dan Andrian Fernandez ………………………………….………….………. 83
Evaluasi Awal Uji Spesies-Provenan Jenis-Jenis Shorea Penghasil Tengkawang di KHDTK Labanan, Kalimantan Timur Oleh : Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan ………………………………….………………… 88
Pontianak, 14 Mei 2014
ii
ii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
9.
Potensi Pohon Tengkawang, Tingkat Generasi Alaminya dan Pola Sebaran Pohon Tengkawang di Kalimantan Barat Oleh : M. Fajri dan Nilamsari ………………………………….…………………………….……… 95
LAMPIRAN JADWAL ACARA …………………………….…………………………….………………………………….. 103 DAFTAR HADIR PESERTA …………………………….…………………………….…………………… 104
Pontianak, 14 Mei 2014
iii
iii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
LAPORAN PENYELENGGARAAN KEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang Pontianak, 14 Mei 2014
Bismilahirrohmanirrohim, Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili oleh Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, Perwakilan Lembaga Donor “International Tropical Timber Organization (ITTO)”, para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang yang kami muliakan. Assalamu’alaikum Wr.Wb. (Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian). Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, karena hari ini atas perkenan-Nya kita dapat hadir dan berkumpul di tempat ini, dalam rangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatan Pengembangan Tengkawang, yaitu “Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang”. Workshop ini merupakan salah satu Rangkain Program Kerjasama antara Kementerian Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) bekerjasama dengan lembaga internasional “International Tropical Timber Organization (ITTO)”. Program ini merupakan program pengembangan Tengkawang secara terpadu melalui judul kerjasama : “Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan”, dengan durasi waktu tiga tahun (Juli 2011-Juni 2014). Dalam pelaksanaannya seluruh ragkaian kegiatan pengembangan Tengkawang dilakukan di 5 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Barat (Bengkayang, Sekadau, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu), 3 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Timur (Samarinda, Kutai Kartanegara dan Berau) dan 1 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Utara (Malinau). Pemilihan lokasi pilot project tersebut didasarkan pada pertimbangan potensi penyebaran alami Tengkawang dan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat lokal.
Meskipun tengkawang telah nyata berkontribusi dan layak untuk diprioritaskan, bahkan dilindungi dan terlarang untuk ditebang (PP No. 7/1999 dan Keputusan Menteri Kehutanan No.692/Kpts-II/1998), namun kelestarian keragaman genetik tengkawang masih terancam. Pengaruh pemanenan hutan dan biji tengkawang serta fragmentasi hutan mengarahkannya pada penurunan atau bahkan lenyapnya keragaman genetik di tingkat spesies dan populasi, merubah struktur interpopulasi, meningkatkan kemungkinan inbreeding dan penyimpangan genetik. Kondisi ini mengakibatkan rentannya kelestarian keragaman genetik.
Pontianak, 14 Mei 2014
iv
iv
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Keterlibatan dan komitmen semua pihak diperlukan untuk membangun perlindungan/ konservasi jenis tengkawang secara terintegrasi dan masif. Strategi dan tindakan yang tepat bagi upaya konservasi jenis tengkawang sangat penting untuk segera dikembangkan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menyusun suatu formulasi khusus dalam rangka mendukung upaya strategi nasional yang jelas dan aplikatif bagi kepentingan konservasi genetik jenis tengkawang. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan dari kegiatan workshop ini adalah : 1. Membangun pemahaman melalui berbagi (sharing) gagasan dan informasi antar pihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagai tambahan referensi penyusunan formula strategi perlindungan tengkawang dalam rangka mendukung action plan strategi nasional konservasi genetik tengkawang 2. Membangun kesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strategi nasional perlindungan jenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuk setiap tindakan terintegrasi yang merupakan bagian dari usaha konservasi jenis tengkawang di Indonesia 3. Memperkenalkan beberapa output terkait konservasi jenis tengkawang yang merupakan inisiasi dari action plan pendukung Workshop ini akan dilaksanakan hari ini selama 1 hari penuh dengan jumlah peserta sebanyak 70 orang yang meliputi kalangan stakeholder, civitas akademika, LSM Lokal serta para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang.
Sedangkan untuk narasumber akan disampaikan dari Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat; Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, Balitbanghut, Kemenhut, dengan LSM Lokal (PRCF) sebagai Fasilitator. Demikian yang dapat kami sampaikan, besar harapan kami agar acara ini dapat berjalan lancar dan mampu memberikan kontribusi nyata pada upaya pengembangan dan perlindungan Tengkawang di masa yang akan datang. Terima Kasih. Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Salam Sejahtera dan Salam Tengkawang.
Kepala Balai Besar
Ir. Ahmad Saerozi NIP. 19591016 198802 1 001
Pontianak, 14 Mei 2014
v
v
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN BARAT Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang Pontianak, 14 Mei 2014
Selamat Pagi, Salam Damai dan Sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili oleh Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Kepala Balai Besar Peneltian Dipterokarpa, Perwakilan Lembaga Donor “International Tropical Timber Organization (ITTO)”, para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang yang saya cintai dan yang saya banggakan. (Alhamdullillah) Puji syukur atas berkat dan rahmat Tuhan YME (Allah SWT), hari ini kita hadir di tempat ini, dalam rangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatan Pengembangan Tengkawang, yaitu “Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang”. Melalui kegiatan ini, diharapkan agar Tengkawang yang merupakan “Primadona” dan”Maskot” Kalimantan Barat dapat kembali “Bersinar” , sekaligus untuk membulatkan tekad dan langkah-langkah nyata kita dalam mendukung program perlindungan/konservasi jenis Tengkawang yang hampir punah dan terlupakan ini . Oleh karena itu, pada kesempatan pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan terhadap Kementerian Kehutanan, dimana melalui Program Kegiatan Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Tengkawang antara Balai Besar Penelitian Dipterokarpa dan International Tropical Timber Organization (ITTO) ini, merupakan suatu prakarsa dan inisiasi untuk menggerakkan kita semua agar Tengkawang yang kita cintai benar-benar bisa memiliki potensi atau nilai tambah yang layak untuk diprioritaskan . Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, termasuk lembaga pemerintah terkait yang juga telah berupaya sekuat tenaga dalam mendukung program ini, dan tentunya tak lepas dukungan dari organisasi kemasyarakatan serta para penggiat, pemerhati dan pelopor Pengembangan Tengkawang yang selama ini tak kenal lelah dalam perjuangannya menjadikan Tengkawang untuk tetap eksis di tengah kuatnya terpaan konversi maupun eksploitasi yang mengancam keberadaannya. Para Hadirin yang saya hormati, Jika kita berbicara tentang Tengkawang, maka Tengkawang sangat identik dengan lambang kebanggaan (Maskot) masyarakat setempat (warga Dayak) di Kalimantan Barat. Selain jenisnya beragam, potensi keberadaannya juga sangat besar dan tersebar hampir di seluruh daerah di Kalimantan Barat. Tengkawang (terutama buah Tengkawang) sudah sejak lama mampu mendatangkan nilai tambah yang cukup penting dalam kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Secara tradisional,
Pontianak, 14 Mei 2014
vi
vi
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
lemak/minyak Tengkawang digunakan untuk memasak (pengganti minyak goreng), penyedap masakan dan untuk ramuan obat-obatan. Dalam perkembangannya, di dunia industri, Tengkawang diekspor ke manca negara karena minyak tengkawang sangat berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan kosmetika. Pada masa lalu tengkawang juga dipakai dalam pembuatan lilin, sabun, margarin, pelumas dan sebagainya. Untuk itulah mengapa Tengkawang sempat menjadi “Primadona”/kebanggaan warga kami, selain nilai ekonominya yang tinggi dan merupakan cash income bagi masyarakat setempat, keseluruhan pohonnya dapat dimanfaatkan dan mengandung nilai-nilai penting diantaranya nilai sosial, budaya dan ekologi yang sangat tinggi, bahkan mengandung nilai sakral khusus bagi masyarakat setempat.
Saudara-saudara sekalian, Di Kalimantan Barat masih banyak ditemukan pohon Tengkawang yang dipelihara dalam suatu kawasan hutan masyarakat yang dikenal dengan Tembawang (sebutan masyarakat setempat/Dayak). Pada daerah ini pohon Tengkawang dipelihara dengan baik untuk diambli buahnya. Setiap kali musim pohon Tengkawang berbuah, hutan tersebut ramai dikunjungi oleh masyarakat pemilik Tembawang tersebut. Umumnya Tengkawang hidup berdampingan dengan tanaman buah-buahan maupun tanaman perkebunan yang sengaja ditanam oleh masyarakat pemilik tembawang. Tembawang ini telah ada ratusan tahun yang lalu dan diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa Tengkawang melalui Tembawang telah diupayakan pelestariaannya. Upaya pelestarian hutan masyarakat (Tembawang) ini, secara tradisional merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat sekitar hutan. Tanpa adanya kearifan lokal tersebut, kemungkinan besar pohon Tengkawang sulit dijumpai lagi. Hal ini mengingat maraknya konversi hutan menjadi areal perkebunan dalam skala besar di Kalimantan. Saudara sekalian yang berbahagia, Adanya dilema antara upaya pelestarian dan godaan kuat untuk mengkonversi lahan Tengkawang, menuntut kita memikirkan langkah-langkah konkrit dalam hal melindungi pohon Tengkawang dari terancam punah, serta mendorong peningkatan nilai tambah Tengkawang sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat. Untuk itu, maka dipandang perlu untuk membangun pemahaman melalui berbagi (sharing) gagasan dan informasi antar pihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagai tambahan referensi penyusunan formulasi langkah-langkah konkrit dalam wujud “action plan” strategi nasional perlindungan jenis tengkawang; membangun kesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strategi nasional perlindungan jenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuk setiap tindakan terintegrasi yang merupakan bagian dari usaha konservasi jenis tengkawang di Indonesia. Saudara-saudara, itulah sebagian besar poin yang ingin saya sampaikan karena yang hadir di tempat ini sesungguhnya adalah pahlawan-pahlawan Tengkawang. Oleh
Pontianak, 14 Mei 2014
vii
vii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
karena itu, saya bangga, saya berterima kasih tapi tugas belum rampung. Mari terus kita tingkatkan upaya kita, kerja keras kita, bangun koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi sebaik-baiknya. Saya mengajak organisasi internasional, lembaga pemerintahan terkait dan para pejuang Tengkawang untuk bekerja sama dan saling mendukung agar tugas mulia tetapi penuh tantangan ini dapat kita laksanakan dengan baik. Demikian kata sambutan yang dapat kami sampaikan, semoga segala tujuan dan harapan kita diberi kelancaran dan dikabulkan oleh Tuhan YME (Allah SWT). Aamiin (Ya Robbal 'Alamiin). Pada kesempatan ini saya Gubernur Provinsi Kalimantan Barat menyatakan “Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang” dibuka dengan resmi. Terima kasih…… Selamat Pagi dan Salam Tengkawang. Gubernur Provinsi Kalimantan Barat ttd
Drs. Cornelis, MH
Pontianak, 14 Mei 2014
viii
viii
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
ARAHAN DAN PEMBUKAAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang Pontianak, 14 Mei 2014 Selamat Pagi Salam damai dan sejahtera bagi kita semua
Yang saya hormati Bapak Gubernur Prov. Kalimantan Barat (mewakili) beserta jajarannya Saudara Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Daerah Propivinsi dan Kabupaten/Kota seKalimantan Barat Para Dosen, Mahasiswa dan segenap Civitas Akademika Para pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan tengkawang, serta Para peserta workshop dan Hadirin sekalian yang saya muliakan, Puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan ridhoNya, pada hari ini kita dapat berkumpul bersama dalam keadaan sehat dan penuh semangat untuk mengikuti acara “Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang”.
Terlebih dahulu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi terhadap dukungan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan semua pihak terkait terhadap keseluruhan rangkaian program pengembangan tengkawang yang merupakan program kerjasama penelitian pengembangan terpadu antara Kementerian Kehutanan dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) melalui judul program kerjasama: “Operational Strategies for the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan”. Saya menyambut baik penyelenggaraan workshop ini sebagai salah satu wujud nyata dari upaya bersama, antara pemerintah, civitas akademika, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha serta masyarakat, untuk terus mencari upaya dan peluang guna memanfaatkan secara optimal HHBK jenis tengkawang di samping tingginya pemanfaatan tegakan/kayu tengkawang. Keterlibatan dan komitmen semua pihak inilah yang diperlukan untuk membangun perlindungan/konservasi jenis tengkawang secara terintegrasi dan masif. Dimana pada masa mendatang dapat Pontianak, 14 Mei 2014
ix
ix
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
mendorong pengambilan strategi dan tindakan yang tepat bagi upaya konservasi jenis tengkawang.
Saya juga memberikan penghargaan yang sangat tinggi atas inisiatif dari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD), yang ditunjuk sebagai executing agency, yang mempelopori kegiatan Pengembangan dan Perlindungan tengkawang, baik melalui program rutin (DIPA) maupun dukungan dari lembaga donor Internasional, ITTO. Hasil-hasil yang dicapai workshop ini sangat ditunggu oleh masyarakat, khususnya di Kalimantan Barat yang merupakan host dari program ini. Saya sungguh berharap dalam kesempatan yang baik ini agar B2PD sebagai sebuah center of excellence, mampu bertindak lebih kreatif, lebih inovatif menawarkan gagasan-gagasan segar dalam menciptakan teknologi tepat guna yang baru. Semua itu sangat besar artinya bagi kembalinya tengkawang sebagai salah satu primadona dan sekaligus mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali “memperjuangkan” tengkawang sebagai salah satu penopang perekonomian mereka. Hadirin yang saya hormati, HHBK memang bagian yang sangat penting dari sumber daya kekayaan alam yang berpotensi tinggi. Fokus kehutanan yang di masa lalu memang ada pada kayu, yang berkontribusi signifikan untuk pemasukan negara dan penyedia lapangan kerja. Sejalan dengan potensi dan produksi, potensi kayu pun berkurang, dan perhatian mulai dialihkan pada HHBK. HHBK sekarang dianggap setara, bahkan merupakan produk masa depan kehutanan. Sebuah studi mengklaim, bahwa dari seluruh potensi hutan, kontribusi kayu hanya kurang dari 5%. Oleh karena itu Menhut membuat pokja, untuk mengembangkan HHBK di sentra-sentra HHBK. Karena setelah diidentifikasi dan telah diputuskan dalam Kepmen, ada lebih dari 400 jenis HHBK. Dipilihlah HHBK prioritas yang terbatas, yang dianggap sangat potensial. HHBK juga penting karena ke depannya, produk kehutanan yang penting adalah produk-produk yang disebut sebagai biomaterial, seperti obat-obatan, herbal, kosmetik, dll. Karena kayu sebenarnya adalah produk yang mudah disubstitusi, mudah diganti oleh produk lain walau suatu saat kayu langka. Contoh subsitusi adalah adanya baja ringan, furnitur dari bahan sintesis dll. Biomaterial akan makin tinggi prospek ke depannya, karena kesadaran kita yang mulai muncul bahwa produk keseharian kita lebih diharapakan berasal dari produk-produk alami daripada yang berbahan sintetis. Misalnya kulit manggis sebagai penghalus kulit dan obat-obatan. tengkawang adalah salah satu yang sangat berpotensial untuk biomaterial. HHBK juga penting karena sangat berkaitan erat dengann pendapatan masyarakat. Kayu umumnya diusahakan oleh perusahaan besar, sementara HHBK biasanya diusahakan oleh masyarakat atau perusahaan kecil. HHBK juga penting dengan adanya rencana trend ke depan yaitu ekonomi hijau yang menjadi sasaran dunia. Ekonomi hijau berarti baik bahan baku, proses, produk, da pengolahan limbahnya, semua ramah lingkungan. HHBK penting untuk penyedia energi ramah lingkungan. Pontianak, 14 Mei 2014
x
x
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Dari 4 provinsi di Kalimantan, Kalimantan Barat memiliki potensi tengkawang tertinggi diikuti oleh Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Namun hanya Kalimantan Barat yang dari dulu sampai sekarang masih memiliki pasar tengkawang sekaligus pabrik pengolahannya. Selain secara tradisional, beberapa komoditas dihasilkan oleh masyarakat setempat. Dalam dunia industri, minyak tengkawang (green butter) biasa diekspor ke mancanegara dan digunakan sebagai pengganti lemak coklat, bahan farmasi dan bahan kosmetik. . Ironisnya harga buah tengkawang hanya Rp 1000 sam Rp 2000 per kilo, hal ini lah yang menyebabkan daya tarik bisnis tengkawang menjadi berkurang. Seiring dengan berjalannya waktu, pengusahaan tengkawang dianggap kurang menjanjikan dan kalah bersaing dengan kompetitor baru lainnya, yaitu karet dan sawit. Namun bila mengingat potensinya, harusnya tak terjadi hal demikian. Persoalan mungkin terletak pada mekanisme tata niaga tengkawang yang mengakibatkan harga tengkawang di tingkat petani menjadi rendah. Jika dibenahi, tengkawang pasti tak kalah dengann karet dan sawit. Tidak salah jika akhirnya para petani memilih sawit dan karet dibanding tengkawang. Pemerintah harus mencari penyebabnya. Hal demikian bukan hanya terjadi pada HHBK tengkawang, HHBK lain juga demikian. Contohnya getah jernang yang memiliki harga puluhan juta di Singapura tapi rendah di tingkat petani. Demikian juga dengan gemor atau menyan. Tak dapat dipungkiri jika tengkawang memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat lokal, baik berupa pemanfaatan HHBK maupun kayunya. Target utama dari program pengembangan dan perlindungan ini adalah masyarakat. Oleh karena itu perlu pemikiran dan perumusan yang mendalam agar masyarakat dapat turut serta memberikan/membangun informasi sekaligus penerima manfaat (dari, oleh dan untuk masyarakat). Masyarakat demikian akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan informasi serta menjadikan informasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan kualitas kehidupan. Kita menyakini bahwa penciptaan teknologi tepat guna yang inovatif adalah salah satu kunci pengembangan tengkawang saat ini, sebagai upaya pemulihan ekonominya. Kontribusi perekonomian ini tentunya tidak lepas dari upaya perlindungan terhadap tegakan pohon jenis tengkawang itu sendiri, agar pemanfaatan HHBK dimaksud dapat terus lestari dan berkesinambungan. Workshop ini harus disambut baik dan hendaknya menjadi awal langkah nyata yang mempertemukan stakeholder tengkawang untuk menemukan cara dan upaya bagaimana meningkatkan profile potensi tengkawang dalam bentuk strategi nasional konservasi tengkawang dan perannya dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Jangan sampai menyesal jika suatu saat tengkawang punah padahal akhirnya diketahui bahwa tengkawang sangat dibutuhkan. Gemor misalnya, sudah langka, dan bahkan dicari oleh Jepang, yang berarti gemor mempunyai suatu potensi tertentu yang belum diketahui oleh kita. Pontianak, 14 Mei 2014
xi
xi
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Proyek ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan progam-program selanjutnya dan tak harus tergantung pada proyek ITTO saja. Diakui bahwa dana penelitian hanyalah kurang dari 10% dari anggaran dan HHBK masih mendapat perhatian yang kurang. Diharapkan ke depannya semua itu akan berubah ke arah yang lebih proporsional. Langkah awalnya adalah, agar pemerintah daerah dapat memberi suntikan teknologi yang dapat mensinergikan antara energi dan industri. Untuk itu pada kesempatan ini, diharapkan para pihak yang terlibat dalam proses diskusi (masyarakat, pemerintah, NGO, entrepreneur dan masyarakat lokal) dapat mengetahui dan perlindungan tengkawang dalam rangka mendukung action plan strategi nasional konservasi genetik tengkawang. Demikian prakata dari saya, semoga bermanfaat. Selamat pagi dan salam sejahtera. membuka pemikiran serta ide tentang upaya perumusan formula strategi
Kepala Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan ttd
Putera Parthama, Ph.D NIP. 19580502 198603 1 001
Pontianak, 14 Mei 2014
xii
xii
Makalah Utama Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
1
RUMUSAN FORMULASI STRATEGI PERLINDUNGAN TENGKAWANG BERDASARKAN PRIORITAS DAN BEBERAPA INDIKATOR TERKAIT PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
MEMBANGUN KOMITMEN Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya (1)
Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang di dalamnya termasuk menyebutkan 13 species tengkawang yang dilindungi.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(2)
Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998, bahwa tengkawang termasuk species yang dilindungi dan tidak boleh ditebang, sekalipun penebangan tersebut dilakukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, proyek transmigrasi, kegiatan usaha budidaya perkebunan dan pertanian.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
Pontianak, 14 Mei 2014
1
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
2
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
(3)
Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357/Kpts-II/1998 tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutan produksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perlu dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(4)
Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutan alam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknya terhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pengguna
fleksibel
Utama sebagai pelaksana
Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati (5)
Penerbitan aturan mengenai perlindungan jenis tengkawang yang seharusnya menyebut semua species Shorea spp. yang menghasilkan tengkawang.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(6)
Penerbitan aturan teknis pada tingkat Kementerian Kehutanan mengenai
Utama Pemerintah Pusat sebagai
Utama sebagai pengguna dan
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan
Pontianak, 14 Mei 2014
2
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
3
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik di areal hutan alam.
pembuat kebijakan
pelaksana
(7)
Penerbitan aturan mengenai pembangunan hutan tanaman produksi tengkawang yang dikelola secara lestari.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(8)
Penerbitan aturan mengenai pemanenan tengkawang dari hutan tanaman produksi.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(9)
Penerbitan aturan mengenai peredaran hasil hutan kayu dan non kayu tengkawang yang berasal dari hutan tanaman produksi yang dikelola secara lestari.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(10)
Peninjauan kembali peraturan pemerintah terkait dengan konservasi genetik, pemasaran dan eksport biji tengkawang
Utama sebagai penyusun kebijakan dan fasilitator
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
(11)
Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentang konservasi tengkawang dari budidaya, pemasaran, dan konservasi di tingkat propinsi dan dapat diturunkan di tingkat kabupaten.
Utama sebagai penyusun kebijakan dan fasilitator
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan penilai
Pontianak, 14 Mei 2014
penilai
3
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
4
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
(12)
Penerbitan aturan mengenai perlindungan status plot konservasi eks-situ dan in-situ yang telah dibangun/ditetapkan sebagai sumber penghasil tengkawang (khususnya hutan alam) dari alih fungsi lahan
Utama sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(13)
Penerbitan dan penegakan aturan hukum yang pasti terhadap para pelaku penebang tengkawang di areal hutan/yang dilindungi, mulai dari pekerja lapangannya hingga pembeli dari produk kayu.
Utama sebagai pembuatan kebijakan dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Fleksibel
Utama sebagai pelaksana
Menginisiasi dan mengembangkan pasar international dalam bentuk rantai pasar (marketchain) ke pasar-pasar Eropa dengan isu produk ramah lingkungan
Utama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator
utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasi harga untuk menjamin kualitas dan pasar.
Utama sebagai Pembuat Kebijakan
Utama sebagai pelaksana kebijakan
utama sebagai pelaksana kebijakan
utama sebagai pendamping
Pembuatan Surat Edaran (SE) mengatur perdagangan dan pelaporan biji tengkawang agar dapat terdata secara baik dengan harga yang layak di tingkat petani.
Utama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi
utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
utama sebagai fasilitator dan penilai
(14)
(15)
(16)
Pontianak, 14 Mei 2014
utama sebagai fasilitator dan penilai (Perg. Tinggi dan Masyarakat Sipil, termasuk Badan Internasional)
4
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
5
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang (17)
Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semua species tengkawang (revisi IUCN redlist).
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
(18)
Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untuk menetapkan base line sumberdaya genetik.
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
(19)
Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif.
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
(20)
Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikan komponen ekosistem alami.
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
(21)
Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yang representatif.
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan
Pontianak, 14 Mei 2014
5
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
6
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI pelaksana
(22)
Pembentukan Desa/kabupaten konservasi genetik tengkawang
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat)
(23)
Peremajaan kembali pohon-pohon tengkawang, agar ada regenerasi pertumbuhan tengkawang
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Pelaksana
(24)
Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, agar memiliki kewajiban memelihara dan membudidayakan tengkawang pada areal yang telah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Utama (Dinas Kehutanan) sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana Utama sebagai Pembuat kebijakan
Utama sebagai Penerima dan Pelaksana kebijakan
Utama sebagai Penerima
Utama sebagai pelaksana
(25)
Pengembangan pola agroforestri atau tumpang sari, dengan tanaman utama tengkawang yang dikombinasi dengan tanaman karet atau sawit, bahkan dengan tanaman padi dan palawija.
Utama Sebagai Pelaksana
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Pelaksana
Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (26)
Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dan
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan
6
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
7
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
kandungan lemak nabati.
PERGURUAN TINGGI pelaksana
(27)
Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(28)
Pembangunan populasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(29)
Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(30)
Memberdayakan masyarakat melalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang.
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator
(31)
Pendampingan dari lembaga masyarakat, pemerintah dan BUMN lembaga untuk kegiatan usaha pengusahaan tengkawang di tingkat petani: pemanenan, pengolahan, dan pemasaran agar terbentuk kemandiri masyarakat dalam mengelola produk biji tengkawang. Pendampingan tersebut dalam bentuk: (1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama dan memfasilitasi Rutin dan kontinyu sebagai penunjang
Utama dan memfasilitasi dan sebagi pendukung (1) Kerjasama
-
-
Utama dan memfasilitasi berpartisipasi aktif sebagai penerima manfaat (1) Rutin dan kontinyu
Mediasi : (1) Masy. sipil
7
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
8
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH sebagai bahan baku multi produk (2) Analisa usaha ekonomi tengkawang (3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam konservasi tengkawang
(32)
(33)
(34)
Perlu adanya teknologi efisien dan efektif untuk diversifikasi produk buah tengkawang, sehingga mempunyai nilai jual dan daya saing yang lebih baik di pasaran dan terhindar dari permainan harga oleh tengkulak. Peningkatan kapasitas masyarakat dengan mengadakan penyuluhan teknologi Tepat Guna (TTG) pengolahan buah tengkawang dan memfasilitasi pelatihan pengolahan buah tengkawang diantaranya pengembangan produk turunan dan peningkatan mutu produk berbasis tengkawang Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, membantu pengolahan produksi dan tataniaganya (program Bapak Asuh). Mengingat panen tengkawang yang tidak rutin. Skala
Pontianak, 14 Mei 2014
-
SWASTA
Dinas Kehutanan (2) Kerjasama Koperasi (3) kerjasama Dinas terkait lainnya
MASYARAKAT -
(2) – sda -(3) -- sda ---
PERGURUAN TINGGI (2) Perg Tinggi, kerjasama (3) Masy. Adat dan masy. sipil Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat)
Fasilitator
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Fasilitator
Utama sebagai Penerima
Utama sebagai Penerima
Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat Sipil)
Fasilitator
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat)
8
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
9
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
dan lokasi pabrik lebih cocok yang bersifat menengah (di kecamatan) dan kecil (di desa). Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik (35)
Pemahaman peran keragaman genetik untuk konservasi genetik tengkawang perlu ditingkatkan
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(36)
Pemahaman tentang konservasi genetik dari para pihak perlu disamakan
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama sebagai mitra dan pengguna
Utama sebagai mitra dan pengguna
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama sebagai mitra dan pengguna
Utama sebagai mitra dan pengguna
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
Meningkatkan kerjasama para pihak (37)
(38)
Meningkatkan dan memperluas keterlibatkan para pihak dalam berbagai bentuk jejaring, pertemuan, riset, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain Memperkuat kemitraan dalam konservasi genetik dan pengembangan tengkawang antara pemerintah, lembaga pendidikan/penelitian, perusahaan, lembaga masyarakat dan masyarakat berdasarkan kapasitas masing-masing dan mengacu pada komitmen
Pontianak, 14 Mei 2014
9
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
10
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
(39)
Meningkatkan kerjasama kegiatan konservasi tengkawang dari para pihak
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang (40)
Pembentukan lembaga konservasi tingkat propinsi/ kabupaten dan masyarakat untuk kegiatan konservasi tengkawang, termasuk mengelola plot/areal konservasi genetik tengkawang
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
(41)
Pembentukan forum komunikasi yang mewadahi semua stakeholder pada tingkat pusat dan daerah untuk mendukung kegiatan konservasi tengkawang
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
(42)
Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi seperti kelompok usaha bersama atau Koperasi Unit Desa (KUD) dan CU, termasuk pemantapan koperasi/kelompok usaha, CU yang sudah ada, terutama di sentra-sentra pemasaran biji tengkawang di tingkat petani penghasil.
Fasilitator
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Pelaksana
Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat dan Masyarakat Sipil)
Pontianak, 14 Mei 2014
10
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
11
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
(43)
Pembentukan sekretariat bersama komoditas biji tengkawang dan hasil hutan non kayu lainnya di tingkat kabupaten, untuk: - mengkoordinasikan aktivitas produksipemasaran-termasuk pendataan hasil. - memantapkan informasi tentang hasil hutan secara komprehensive akan lebih terdata dengan baik.
Utama (Pemda setempat) sebagai fasilitator dan pengguna
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
utama sebagai mitra dan pengguna
utama sebagai pengguna
utama sebagai fasilitator dan pengguna
PEMUTAKHIRAN DATA Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang (44)
Perbaikan/pemantapan data (Updating-data) tengkawang baik potensi pohon/tegakannya maupun hasil biji tengkawang, volume produk olahan (salai) sampai ke pemasaran dalam negeri dan ekspor
Utama sebagai fasilitator
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Utama sebagai fasilitator pelaksana
(45)
Inventarisasi plot konservasi in-situ dan ekssitu tengkawang yang telah dibangun , dan populasi tengkawang yang mempunyai potensi cukup tinggi sebagai calon lokasi plot konservasi in-situ
Utama sebagai fasilitator dan penerima
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Pontianak, 14 Mei 2014
11
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
12
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang (46)
Inventarisasi informasi keragaman genetik tengkawang yang telah dilakukan
Utama sebagai fasilitator
Fleksibel sebagai pemberi informasi
Fleksibel sebagai pemberi informasi
Utama sebagai pelaksana
(47)
Koleksi materi genetik yang mewakili sebaran dan potensi sebaran tengkawang
Utama sebagai fasilitator
Fleksibel sebagai pelaksana
Fleksibel sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Analisis keragaman genetik populasi tengkawang dilakukan menggunakan penanda molekuler
Utama sebagai fasilitator
Fleksibel
Fleksibel
Utama sebagai pelaksana
Potensi variasi genetik dan sebarannya dievaluasi untuk pemetaan sebaran keragaman genetik tengkawang
Utama sebagai fasilitator
Fleksibel
Fleksibel
Utama sebagai pelaksana
(48)
(49)
SOSIALISASI DAN DISEMINASI Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (50)
Pemberian pemahaman mengenai selukbeluk jenis tengkawang.
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
12
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
13
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
(51)
Pemberian pemahaman kesesuaian habitat untuk berbagai jenis tengkawang.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(52)
Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(53)
Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(54)
Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang ramah lingkungan.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(55)
Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(56)
Pelaksanaan workshop tingkat nasional para penyusun kebijakan konservasi genetik tanaman
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Pontianak, 14 Mei 2014
13
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
14
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
(57)
Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator
(58)
Sosialisasi tentang kebijakan pemerintah dan peraturan yang terkait kepada para pelaksana konservasi genetik tengkawang tentang perlindungan tengkawang dengan segala konsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta dan para terkait
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana dan evaluator
(59)
Sosialisasi tentang peran penting konservasi genetik tengkawang terhadap kegiatan konservasi tengkawang secara keseluruhan
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai p
(60)
Penyusunan manual pembangunan plot konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(61)
Pembuatan buku saku mengenai Peraturanperaturan yang berhubungan dengan konservasi genetik
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Pontianak, 14 Mei 2014
14
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
15
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
(62)
Penyusunan metode pemanenan berbasis konservasi genetik
(63)
Tersedianya guideline untuk pemantauan dan inventarisasi populasi tengkawang
(64)
Pembuatan website tentang konservasi tengkawang yang memuat berbagai informasi tentang tengkawang, termasuk peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan
(65)
Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desa tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
(66)
Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
(67)
Pertemuan multi pihak di tingkat propinsi Utama tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek
Pontianak, 14 Mei 2014
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama Sebagai Pelaksana dan Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat sipil dan Prguruan Tinggi)
Utama sebagai Pelaksana
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Fasilitator
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Pelaksana
15
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
16
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran agar dapat mendorong pembuatan PERDA Tengkawang (68)
(69)
Pembuatan dokumen dalam bentuk buku Utama laporan ini dari bidang pengembangan budidaya yaitu bidang provenance, bidang genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Pelaksana; Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda
Menyebar-luaskan dokumen: Peraturanperaturan, PERDA, buku-laporan
Utama Sebagai Pelaksana dan Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
MONITORING DAN EVALUASI (70)
Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi.
Pontianak, 14 Mei 2014
16
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
17
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR PEMERINTAH
(71)
Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan konservasi genetik tengkawang dan pemasaran, meliputi budidaya, penanaman dan pemanenan tengkawang serta terhadap seluruh kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan ekssitu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetik
Utama sebagai fasilitator dan penerima
SWASTA Utama sebagai pemberi informasi
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Utama sebagai pemberi informasi
Utama sebagai pelaksana
Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)
Pontianak, 14 Mei 2014
17
13
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
(51)
Pemberian pemahaman kesesuaian habitat untuk berbagai jenis tengkawang.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(52)
Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(53)
Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(54)
Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang ramah lingkungan.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(55)
Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Pelaksanaan workshop tingkat nasional para penyusun kebijakan konservasi genetik tanaman
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
(56)
Pontianak, 14 Mei 2014
13
14
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR
(57)
Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
Utama sebagai pelaksana
Sosialisasi tentang kebijakan pemerintah dan peraturan yang terkait kepada para pelaksana konservasi genetik tengkawang tentang perlindungan tengkawang dengan segala konsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta dan para terkait
(58)
(59)
(60) (61)
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana dan evaluator
Sosialisasi tentang peran penting konservasi genetik tengkawang terhadap kegiatan konservasi tengkawang secara keseluruhan
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai p
Penyusunan manual pembangunan plot konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Pembuatan buku saku mengenai Peraturanperaturan yang berhubungan dengan konservasi genetik
Pontianak, 14 Mei 2014
PEMERINTAH
SWASTA
14
15
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR
PEMERINTAH
(62)
Penyusunan metode pemanenan berbasis konservasi genetik
(63)
Tersedianya guideline untuk pemantauan dan inventarisasi populasi tengkawang
(64)
Pembuatan website tentang konservasi tengkawang yang memuat berbagai informasi tentang tengkawang, termasuk peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan
(65)
Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desa tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
(66)
Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
(67)
Pertemuan multi pihak di tingkat propinsi Utama tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek
Pontianak, 14 Mei 2014
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama Sebagai Pelaksana dan Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama sebagai Pelaksana (Masyarakat sipil dan Prguruan Tinggi)
Utama sebagai Pelaksana
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Fasilitator
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Pelaksana
15
16
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PRIORITAS PADA NO
INDIKATOR
PEMERINTAH
SWASTA
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran agar dapat mendorong pembuatan PERDA Tengkawang (68)
(69)
Pembuatan dokumen dalam bentuk buku Utama laporan ini dari bidang pengembangan budidaya yaitu bidang provenance, bidang genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Pelaksana; Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda
Menyebar-luaskan dokumen: Peraturanperaturan, PERDA, buku-laporan
Utama Sebagai Pelaksana dan Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama Sebagai Penerima
Utama sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
MONITORING DAN EVALUASI (70)
Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi.
Pontianak, 14 Mei 2014
16
17
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PRIORITAS PADA NO (71)
INDIKATOR Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan konservasi genetik tengkawang dan pemasaran, meliputi budidaya, penanaman dan pemanenan tengkawang serta terhadap seluruh kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan ekssitu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetik
PEMERINTAH Utama sebagai fasilitator dan penerima
SWASTA Utama sebagai pemberi informasi
MASYARAKAT
PERGURUAN TINGGI
Utama sebagai pemberi informasi
Utama sebagai pelaksana
Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)
Pontianak, 14 Mei 2014
17
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
II. MATERI DISKUSI Pembicara: • Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) • Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) • Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko (BPPTH Yogyakarta) Fasilitator: • Imanul Huda
Sejak jaman dahulu kita sudah sering mendengar dan akrab dengan tengkawang, mungkin orang tua kita jaman dulu ada yang petani, pengumpul pengolah atau pemasar tengkawang dan pemakai. Saat ini jika kita bicara tentang tengkawang seperti bernostalgia, karena dulu cerita dan berita tentang tengkawang sangat sering kita dengar, misalnya penelitian tentang tengkawang, seminar tentang tengkawang, penebangan hutan tengkawang dll. Kondisi sekarang, tengkawang digunakan secara lebih luas misalnya untuk kosmetik, bahan pencampur farmasi dan coklat, pelumas dan bahkan untuk bahan bakar pesawat. Pemaparan materi akan disampaikan oleh 3 pemateri tentang formulasi perlindungan tengkawang berdasarkan prioritas dan beberapa indikatornya: • Bidang Ekonomi : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc • Bidang Konservasi Ekosistem : Dr. Sapto Indrioko • Bidang Konservasi Genetik : Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko A. Bidang ekonomi Generasi sekarang sudah mengkonversi hutan tengkawang dengan tanaman lain karet dan bahkan sawit, tanaman pangan, hal ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan. Pertumbuhan tengkawang di asia tenggara terutama di hutan Indonesia masih banyak, ada 10 s/d 13 jenis tengkawang yang potensial untuk dikembangkan (lampiran slide). Proses penyalaian yang sangat sederhana menyebabkan buah salai tidak terlalu bersih dan kering betul sehingga hasil akhirnya masih ada aroma tengik. Ini berpengaruh pada harga jual, selain itu ditingkat petani rantai pemasarannya sangat panjang belum lagi soal pungutan pembayaran di dalam perjalanan. Kontrak penjualan dari pedagang antara, ada perjanjian di Sanggau, di Bodok, sistem kontraknya harga Rp 9000/kg kalau perjanjiannnya bisa menghasilkan 1000 ton, ini dilihat dari hasil panen, tapi bagaimana kalau tidak bisa memenuhi kontrak, sangat variatif sekali baik di tingkat petani maupun di penyalur (lihat lampiran slide).
Pontianak, 14 Mei 2014
18
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Di Ensaid Panjang ada pohon tengkawang yang dikelola secara komunal masyarakat, tengkawang tumbuh di tembawang yang mereka miliki secara adat. Artinya ini bisa dikelola dengan kelembagaan yang diperkuat sistem administrasi dan manajemennya. Unsur penunjang ini sudah cukup kuat, ada potensi, ada pengelolaan dan dilengkapi lagi dengan adanya pemasaran yang terkelola dengan baik, sehingga kita bisa sekaligus melakukan pelestarian tengkawang yang bisa menjamin sektor ekonominya. Oleh karena itu perlu disusun suatu formulasi strategi perlindungan tengkawang.
Perlu memperluas jejaring kerjasama pengelolaan tengkawang, baik dalam maupun luar, kemitraan antar dinas terkait dan pelaksana di lapangan dipandang penting. Matriks formulasi mencakup 5 indikator, yaitu: • Membangun komitmen - Kebijakan dan regulasi tengkawang berbasis masyrakat - Pembentukan, pemantapan lembaga ekonomi untuk tata niaga tengkawang - Kerjasama parapihak diatur dalam nota kesepemahaman di tingkat provinsi - Rehabilitasi dan pengembangan pohon tengkawang pada target lokasi • Sosialisasi - Lokakarya dan diskusi terfokus di desa - Lokakarya multipihak di tingkat kabupaten - Pertemuan multipihak di tingkat provinsi • Penyusunan dokumen dan Deseminasi - Pembuatan dokumen dalam bentuk laporan - Menyebar luaskan dokumen • Perbaikan atau pemantapan data - Perbaikan up dating data tengkawang - Penelusuran informasi2 sebelumnya - Di tingkat petani pengumpul, pedagang antara dan exporter - Produksi biji tengkawang ditingkat petani • Monitoring dan evaluasi - Kegiatan budidaya pemasaran dan konservasi terus dipantau dan dievaluasi B. Bidang Konservasi Ekosistem
Beberapa indikator terkait bidang konservasi ekosistem mencakup 3 indikator berdasarkan prioritas: • Membangun komitmen - Penegakan aturan terkait pelestarian sumber daya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya - Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati - Menghilangkan tekanan atau gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang Pontianak, 14 Mei 2014
19
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
- Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi • Sosialisasi dan Diseminasi Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi • Monitoring dan evaluasi
Bidang konservasi Pengelolaan Sumber Daya Alam perlu dikelola dan dijaga pada semua tingkatan mulai dari ekosisten, spesies dan genetik. Di hutan khusus seperti di Kalimantan dengan potensi terbesar tengkawang memiliki ekosistem yang menunjang untuk pemuliaan tanaman, walaupun demikian di Kalimantan pun beberapa tipe daerah yang tergenang air, ditepi sungai, di daerah yang tapak agak atas, tengkawang hidup dengan beberapa jenis tanaman lain, diperlukan hara dan penyinaran matahari penuh. Kalau ingin melestarikan tengkawang, dibuat kondisi hutan alam tegakan yang hampir sama dengan ekosistem yang bagus.
Sudah ada aturannya bahwa tidak boleh melakukan penebangan jenis-jenis Shorea, ada 13 jenis, semestinya bisa ditegakkan, jika sudah aturan bahwa jenis tanaman yang dilindungi, maka setiap yang mengusahakan tengkawang harus memperhatikan hal ini, perguruan tinggi akan memfasilitasinya. Tengkawang termasuk spesies yang dilindungi dan tidak boleh di tebang, oleh karena itu sangat diistimewakan harus dilindungi. Keputusan Menteri Kehutanan melindungi kawasan pelestarian plasma nutfah, yang dikelola untuk KPH, meliputi pengawasan dan pengecekan, ada study mengenai pemanenan. Ada pengusaha pemilik HPH di dalam kawasan ada potensi tengkawang sehingga perlu pengamanan, saat penebangan, penyaradan sehingga anakan alam tengkawang baik tingkat semai, tiang dan pancang, tidak akan rusak akibat pembalakan, terutama soal keragaman genetik. Kalau ada yang mati maka akan berpengaruh pada keragaman genetik, sehingga berakibat pada kelestariannya. Perlu juga penerbitan aturan yang mencakup apakah semua shorea, termasuk tengkawang, karena ada sekitar 13 Shorea penghasil tengkawang yang ada di Indonesia. Tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutan produksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perlu dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah. Tengkawang dihutan alam, maka ekosistemnya harus di jaga, aturan tentang ini sebenarnya dalam keputusan Kemenhut sudah termaktub dalamnya ex-situ, in-situ, seed-bank, dan sumber benih. Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutan alam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknya terhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya. Kalau kita bicara tentang kelestarian hasil, maka kita melakukan pemuliaan dengan memperhatikan kelestarian hasil, dengan adanya pelarangan terhadap penebangan tengkawang perlu diwadahi dengan aturan yang khusus, perspektif ke depan mengenai Pontianak, 14 Mei 2014
20
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
potensi tengkawang perlu di siapkan aturan pemanenannya, terutama di dalam hutan tanaman produksi. Misalnya ada log trading, maka perlu peredaran hasil hutan kayu non tengkawang, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pembuat kebijakannya. Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semua species tengkawang (revisi IUCN redlist). Kita perlu menghilangkan tekanan, pengaruh manusia secara langsung dan tidak langsung, terutama terhadap hutan alam, sebagai penyanggah kehidupan, secara optimun hutan bisa dilestarikan, mestinya kita plot hutan tanaman, perlu memberikan data aktual kepada lembaga IUCN. Lembaga ini menerbitkan berbagai jenis tumbuhan yang termasuk katagori langka dan memiliki prospek punah atau tidak dan kritis. Supaya kita semua memberikan perhatian bahwa sebetulnya tengkawang kita dalam kondisi bagaimana, secara umum di Kalimantan di Indonesia bagaimana kondisinya. Dikatakan jika dalam kondisi kritis maka dikhawatirkan dalam 10 thn kedepan punah, maka probility kepunahannya, ada beberapa kriteria dari daftar kondisi. Perlu upaya konservasi, kita juga mengupayakan pembudidayaan supaya tidak berharap saja pada hutan alam untuk melakukan pemuliaan. Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untuk menetapkan base line sumberdaya genetik. Menetapkan base line, supaya punya gambaran kondisinya sekarang, dulu bisa menjadi maskot dan kondisi sekarang bagaimana sebarannya, sehingga bisa memastikan apa yang akan dilakukan ke depan. Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif. Penanaman kembali areal bekas kegiatan pembalakan dengan tanaman tengkawang kembali atau areal lain dengan tengkawang harus memperhatikan hara tanah. Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikan komponen ekosistem alami. Pengelolaan areal dengan kondisi ekologis dan genetis secara alami, semua komponen harus di jaga, sementara jenis-jenis yang mengganggu harus dihilangkan. Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yang representatif. Diperlukan untuk melihat kemampuan tanaman beradaptasi dengan lingkungannya untuk tumbuh dan berkembang.
Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dan kandungan lemak nabati, perlu penanganan yang serius dan komitmen yang tinggi. Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. Jika dalam jumlah banyak ketersediaan jenisnya di alam maka akan mudah. Pembangunan populasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan. Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang. Memberdayakan masyarakat melalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang. Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanaman produksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. Pelatihan teknik silvikultur intensif tengkawang. Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang Pontianak, 14 Mei 2014
21
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
ramah lingkungan. Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat.
Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. Pemberian pemahaman mengenai seluk beluk tengkawang, yang masuk dalam daftar kemenhut diperjelas jenisjenisnya sehingga bisa diketahui dengan jelas mana yng terancam punah dan tidak C. Bidang Konservasi Genetik Konservasi genetik merupakan indikatornya. Strategi konservasi genetik untuk tengkawang pasti berbeda dengan konservasi jenis tanaman lainnya. Karena tengkawang di ambil buahnya sehingga strategi konservasinya juga berbeda, kalau tengkawang diambil buahnya sehingga kalau buahnya banyak kita lupa menanam atau meninggalkan buah dengan variasi yang baik untuk pemuliaan tanaman, harus disisakan yang terbaik. Variasi genetik dilihat dari : • Pertumbuhan • Daya Tahan/adaptasi • Kandungan • Sifat kayu • Morfologi Variasi genetik dimulai dari : • Antar genis • Satu jenis • Antar populasi • Dalam populasi • Antar individu Status suatu jenis, tanaman yang punah biasanya memiliki 4 faktor • Jumlahnya /ukuran populasinya sedikit • Jumlah individunya • Meregenerasinya lemah • Penebangan/pemanenn yang besar tidak sebanding dengan kemampuan meregenerasi/budidayanya lambat Variasi genetiknya, kalau semua klon artinya tidak ada variasinya, jika terserang hama maka akan lama, tapi jika variasinya besar ada atau tinggi maka kita tidak khawatir Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konservasi genetik: • Besaran variasi genetik, • Distribusi variasi genetik • Degradasi variasi genetik. Umumnya semakin tinggi tanaman di atas tanahnya, semakin banyak populasi tingkat semainya, Pontianak, 14 Mei 2014
22
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Keragaman genetik dan jarak genetik pohon-pohon yang tersisa dalam tegakan alam, baik dari sebaran individunya dan populasi maupun sebaran alamnya antar populasi misalnya Ramin, Ulin, Kalau keragaman genetiknya sudah berkurang, maka lihat lagi distribusinya, jarak genetiknya, kalau tinggi maka kita masih bisa merasa aman. Contohnya: • keragaman dan jarak genetik ramin berdasarkan penanda RAPD • keragaman dan jarak genetik ulin Formulasi kebijakan Bidang Konservasi Genetik perlu keterlibatan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, akademisi, peneliti, pelaku, pendamping, sehingga kita tidak perlu takut lagi tengkawang hilang dari bumi Borneo ini. Indikatornya: • Pemutakhiran data, inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang • Membangun komitmen, membangun kesepahaman tentang konservasi genetik • Kegiatan konservasi genetik, pembangunan dan penetapan konservasi insitu dan eksitu, pembentukan desa konservasi, membangun plot pemanenan berbasis konservasi genetik • Sosialisasi, workhsop para penyusun kebijakan nasional dan provinsi/kabupaten, sosialisasi peraturan pemerintah, peran penting konservasi, • Penyusunan buku dan deseminasi, manual pembangunan plot insitu dan eksitu, guidline untuk pemantauan inventarisasi, website ttg konservasi tengkawang • Monitoring dan evaluasi, kegiatan budidaya penananman, dan pemanenan tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
23
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
III. DISKUSI A. Sesi Pertama • Pertanyaan dan tanggapan peserta
Disperindagkop Sanggau: Bagaimana hasil pertemuan hari ini bisa ditindaklanjuti dengan masyarakat, yang kita sampaikan hari ini sangat baku, teoritis, kita lupa bagaimana mempraktekkannya di luar. Jika tidak salah tengkawang di larang eksport, lalu apa opsi yang dilakukan masyarakat, mau suplai kemana, harga tidak terlalu tinggi, sejak ada pembatasa berupa pasal yang mengatakan hasil hutan pertanian dan hasil hutan lainnya sebenarnya free. Jadi artinya dilematis, kalau semua warga Sanggau tanam tengkawang kemana menjualnya, opsinya bagaimana kalau sudah menanam. Khawatir menjadi persoalan, kita anti sawit tapi ternyata sawit mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, masyarakata perlu solusi, apa jalan keluarnya, jangan hanya ada litbang (sulit berkembang) analisis sosialnya bagaimana menjadikan masyarakat sejahtera. Bagaimana hasil hari ini bisa ditindaklanjuti, jangan hanya menjadi konsep formulasi yang tidak ditindaklanjuti. Pak Sugiri (Disperindag Provinsi): Menarik karena buah ini dikatakan akan punah karen tidak ada aksi konservasinya, tengkawang tentunya menjadi ellip nut mengapa menjadi komuditi yang tinggi karena diminati pasar, karena bisa menjadi kebutuhan hidup untuk kosmetik, lipgloss, di Malaysia 3300/kg di Amerika 75 rb berarti mempunyai nilai, sementara itu pemerintah melarang eksport biji tengkawang, minyak boleh, karena masuk dalam PP no 7 dasar utama untuk memayungi itu, kita perlu atur tataniaga minyak tengkawng dari petani sampai ekportir, perlu hasil riset, yang mendorong kebijakan-kebijakan baik tingkat perda dari petani sampai provinsi sampai ekspor, pola pikir petani dan pedagang berbeda. Petani genjot di produksi sedangkan penjual di pasarnya yang digenjot. Peluang kerjasama dengan Malaysia yang bisa menghambat transaksi bebas, tapi jika ada pelarangan maka ada penyelundupan, karena permintaan terus ada. Kemarin ada kunjungan dari buyer Belanda dan Malaysia, yang datang bertamu dengan kami, maka perlu pembinaan kerjasama di kabupaten, difasilitasi stakeholder baik tingkat kabupaten dan pusat. Jangan ekspor kalau banjir berlimpah, harga bisa turun nilainya 4 000 an kalau sudah dalam bentuk minyak skala industri ikm saja jangan industri besar kita kejar, nah yang untung besar pasti masyarakat/petani pengolahnya. Sebelumnya saya mengharapkan ada tata niaga, kebijakan nasional provinsi dan daerah bagaimana mengerem yang keluar ke Malaysia tanpa ijin dan dokumen, apalagi menghadapi MEA 2015, kita harus bisa menelorkan kegiatan nyata Harus komitmen dan kesepemahaman, untuk bersama, petani dimainkan oleh pasar tidak ada protek. Pontianak, 14 Mei 2014
24
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Harus ada tata niaga dan regulasi yang jelas mengenai pemasaran tengkawang kedepannya, ada pasar /permintaan tengkawang dari Belanda dan Malaysia, hanya saja kita belum tahu kualitas, kwantitas dan kontinuitas produksi tengkawang secara pasti shng belum bisa menjamin dan memastikan kerjasamanya.
Pak Khairul (desa Nanga Yen): Kalau dibilang hampir punah, memang sudah hampir punah, sekarang kami sebagai masyarakat menanyakan bagaiman mengembangkan itu lagi, kami sudah membentuk koperasi Produsen, kami fokuskan penelitian tengkawang, tengkawang yang ada yang berumur 40 thn, kami menginginkan penelitian buahnya, kalau pokok-pokoknya di dalam hutan masih banyak menurut kami, pihak pemerintah mau mendampingi kami agar harga lebih baik. Lemaknya kemarin di tempat saya dibuat, jadi untuk lemaknya bagaiman caranya kami mengolahnya, kami minta pihak pemerintah turun ke masyarakat langsung bagaimana pengempresnya yang dijepit dengan kayu kami tidak mampu kalau jumlahnya bertonton. Potensi masih banyak di daerah, hanya saja perlu pendampingan baik dari NGO maupun pemerintah soal pemasaran produk dan pengolahan hasil yang masih menggunakan cara tradisional. • Tanggapan pembicara
Ibu Augustine: Analisa sosial dan formulasinya, nanti kita lihat sama-sama pas diskusi kelompok kita akan kemas semuanya satu persatu, termasuk siapa melakukan apa, supaya jelas tupoksinya. Pertanyaan Pak sugiri: Jangan sampai menjual dalam bentuk buah supaya ada nilai tambah, jangan sampai nanti harga jatuh karena kwalitasnya yang sudah menurun, jadi kita harus bisa buat rambu-rambu, wilayah pembuat kebijakan nantinya. Sawit karet dan hutan, saat ini sawit paling seksi, karet yang diinginkan, tengkawang tidak, tapi dulu ya, manusia ini memang begitu, saat ini kita kondisikan dimana tengkawang punyai nilai yang kita angkat. Kajian ini secara nasional akan kita angkat, bagaimana kita kemas lagi, bicara tengkawang jangan tanggung-tanggung basah, basahkan sekali. Tidak bisa kita menghambat masyarakat menjual dengan jalur tidak resmi, karena kemampuan pasar dalam negeri untuk membeli memang masih rendah. Pak Sapto: Tidak bisa diselesaikan dalam satu aspek saja harus beberapa 2 atau lebih aspek terkait misalnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga kita harus mendorong dari semua hal, kita berupaya melihat dari semua aspek, dan komitmen harus di yakinkan, kita tahu menjelang punah, tapi bagaimana bisa membuat nilai tambah sehingga bisa dikonservasi, bisa dimanfaatkan, bisa didiversifikasi produknya dan bisa diterima pasar dan berdampak pada peningkatan pendapatan petani, jadi komplek. Pontianak, 14 Mei 2014
25
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Tidak mengekspor dalam bentuk buah salai ini menjadi tantangan,buat kita bukan hanya menjual dalam bentuk buah salai, tapi harus bisa mengolahnya menjadi produk jadi dapat harga dengan nilai baik. Bagaimana kita buat pengolahan sederhana, bukan level pabrik, misalnya koperasi di gunung kidul yang mewadahi hasil hutan rakyat, ini legal dan dikelola masyarakat, terutama level kecamatan, seandainya koperasi di sini bisa diberdayakan bisa untuk meningkatkan pola olahan sampai penjualannya ini yang menjadi masalah utama, sehingga petani bisa mendapatkan posisi tawar tinggi. Tata niaga ini bisa kita menyiapkan stakholdernya, kalau ada pelakunya yang akan melakukan eksport, difasilitasi perijinannya, pengemasannya. Pak Anton: Soal barang produksi adalah antara suply dan demand, buyer dari luar datang kita tinggal mengatur bagaimana menjual, tapi kalau harus berbenturan dengan aturan pemerintah, mungkin status faktor karena misalnya jual biji tidak boleh, minyak boleh, artinya memang ada nilai tambah dulu baru menjual sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Kalau populasi tengkawang banyak maka bisa merubah regulasi ini, karena stok tengkawang saat ini kurang banyak, maka dibuat aturan untuk mengatur ini, saya ambil contoh misalnya China membangun perkebunan cendana, sehingga untuk memenuhi kebutuhan china sudah biss sendiri, bagaimana dengan tengkawang kalau akhirnya tingkat kebutuhan tinggi akan dikembangkan oleh negara lain, maka harga bisa turun, karena semua negara lain bisa memilih produk yang sama dari negara berbeda. Tentang tata niaga, dengan adanya koperasi atau kerjasama dengan pihak luar, tidak dalam bentuk biji tapi sudah di olah, sehingga petani bis meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, apalagi sudah di-diversifikasi produk sehingga bisa efektif dan efisien meningkat
Ibu Augustine: Belanda dan Jerman akan menampung hasil minyak tengkawang, teman-teman NGO akan sangat membantu ini. Karena tengkawang bukan hanya sebagai bahan pencampur kosmetik dan farmasi saja bahkan bisa pengganti bahan bakar pesawat, dan ini akan dilirik. Saya ingatkan Jerman dan Belanda lebih suka kerja dengan NGO jadi tolonglah pihak pemerintah bisa bangun kerjsama yang baik dengan pengiat-pengiat yang langsung melakukan pendampingan kepada masyarakat mulai dari kelembagaan, diversifikasi produk dan pemasarannya. Kita lihat secara lebih jelas lagi nanti pada matrik lebih baik, bagaimana peran-peran masing-masing untuk meningkatkan kesejahteraan.
Pontianak, 14 Mei 2014
26
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
B. Sesi Kedua • Pertanyaan dan tanggapan peserta
Deman Huri: Saya membantu membuat film dokumenter dan tulisan di hutan alam Sangasit, Bengkayang, dimana tengkawang masih banyak sekali disini. Sebenarnya tengkawang dan kayu termasuk sumber daya alam yang resorsis, artinya bisa di pulihkan dengan cara penanaman kembali, kerusakan terbesar disebabkan oleh manusinya, kalau memang mau penanamannya sangat mudah, penanaman tengkawang yang dilakukan masyarakat sangat mudah dan terbukti berhasil tumbuh, hanya saja pengaturan tata niaganya yang mesti di fasilitasi, juga teknologi pengolahannya masih sangat sederhana hanya dengan alat kepit yang terbuat dari kayu belian, harus ada peralatan yang disiapkan untuk bisa memperbaiki hasil. Sedangkan pemasarannya masih pasar dengan sistim rentenir, buah dijual di Malaysia kemudian di ekspor ke Swiss, di Swiss digunakan sebagai pencampur coklat dan kita tahu bahwa Swiss adalah produsen coklat terbaik di dunia. Seharusnya kalau kita bisa kelola dengan baik, maka petani tengkawang akan bisa lebih baik lagi. Di Bengkayang tengkawang banyak hidup di kawasan hutan adat, bagaimana ijin pengelolaan kawasan, saat ini di Bengkayang sudah masuk HTI dan sawit sudah masuk kedalam kawasan hutan adat, bagaimana akan mempertahankannya Pak Sulaiman (YPSBK Sanggau): Upaya konservasi menyusun rencana aksi, budidaya, kebijakan semua sudah dibuat dan semua saya setuju, ada masyarakat yang melakukan perlindungan terhadap hutan adat yang sekaligus memelihara tengkawang yang ada didalamnya, yang terpenting ada insentiflah untuk pelaku2 pelestari ini yang bisa mendorong semangat pelestari tengkawang. Kalau hutan kota, taman kota, kalau ada kegiatan diakitkan dengan penanaman kembali dengan tanaman tengkawang ini, yang saya inginkan adasedikit insentif buat pelestari tengkawang.
Pak Rupinus (Sanggau): Tengkawang bukan hanya dilihat dari sisi ekonomi, ekologi tetapi yang terpenting nilai sosial budayanya nilai eksotiknya bahwa masyarakat dayak, ini menentukan sistem kekerabatan didalam keluarga besar mereka, tengkawang ini ditanam oleh komunal masyarakat, mereka bersama-sama menanamnya dan ketika panen juga bersama, baik yang dilakukan dulu oleh ortua mereka jaman dulu maupun sekarang, ini nilai pentingnya. Dampak tengkawang bagaiman bisa memberi nilai tambah, perlu kita bahas bersama sehingga bisa kita perkirakan kondisinya di 5 atau 10 tahun kedepan, karena kemarin kami menyalainya banyak tapi binggung mau menjualnya kemana. Kita lihat memang sekarang sawit berdampak langsung dan bagus bagi perekonomian masyrakat, jadi bagaimana jika tengkawang bisa juga seperti itu. Pontianak, 14 Mei 2014
27
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pak Suhartian (LEH): Tadi dikatakan bahwa akan ada Launching alat pengolahan tengkawang, dulu kita pernah mendiskusikan alat ini di Sanggau, Workshop juga. Alat yang akan dilaunchingkan ataupun yang akan di buat nantinya harus disesuaikan dengan kapasitas produksi tengkawang itu sendiri sehingga bisa efektif, dan mudah dalam penggunaannya oleh masyarakat. Apakah ini baru prototype, sudah dalam pengujiankah kapasitasnya, karena masyarakat sangat berharap sekali dengan alat ini, dan saat ini masyarakat juga sangat berharap akses pasarnya kemana, kalau ada tolong beri rekomendasi. Pak Damianus (Bengkayang): Berita tentang perkembangan tengkawang pasti berbeda menurut daerah dan kabupaten, tidak ada tata petani tengkawang, Bengkayang ada petani dan sadar menanam tengkawang, tengkawang ini di dalam hutan berdekatan 200 ha pull tengkawang usianya, banyaknya, kami pertahankan, dengan Bupati dan Dinas kehutanan, sehingga hutan ini dikukuhkan di thn 2002 jadi hutan adat oleh menteri kehutanan, posisinya masih utuh sampai sekarang, bahkan mau digusur oleh HTI Malaysia untuk sawit, kami tidak mau. Perekonomian di daerah kami seluas ditunjang dengan pertanian dan perkebunan, sahang, jagung, padi, karet dan tengkawang, di tahun ini berbuah 2 kali, padahal dari teorinya 3 thn sampai 5 thn. tengkawang ini ada yang ditanam masyarakat ada yang ditanam Tuhan, kami tidak ada nanam memang sudah ada, di pinggir2 sungai, dari ukuran kecil sampai yang besar. Meskipun belum dapat harga yang baik tapi kami tidak akan menebang pohon apalagi hanya karena sawit
Pak Hendra (Kepala Desa Nanga Yen): Kayu tengkawang biasa digunakan untuk bangunan fasilitas umum, kami tidak tahu ada aturan mengenai pelarangan penebangan pohon tengkawang, mungkin perlu disosialisasikan lagi peraturan tersebut karena kalau tidak banyak dari kami disalahkan karena melanggar aturan yang ada. Pada tahun 2010 ada proyek gerhan di Kapuas Hulu, bibit yang ditanam adalah bibit gaharu, karet dan tengkawang, tapi yang banyak ditanam masyarakat adalah karet dan gaharu, perlu ditindaklanjuti lagi untuk penanaman tengkawang lagi. Kesepakatan pembuatan peta pemukiman dan hutan lindung • Tanggapan pembicara
Pak Anton: Kekhawatiran kami dengan semakin berkurangnya pohon tengkawang jadi sirna karena bapak sudah menyakinkan kami tidak akan menebang hutan pohon tengkawang. Kita tahu potensinya sangat besar, apalagi ada permintaan yang bagus akan minyak tengkawang, jadi memang harus kita perbaiki tata kelola dan mengatur sistemnya. Pontianak, 14 Mei 2014
28
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Daerah yang akan kita tunjuk sebagai in-situ untuk pengembangan tengkawang, ternyata sudah dalam kondisi yang baik, tengkawang akan mudah diregenerasi di tempat asalnya, mungkin karena alih fungsi lahan yang mempengaruhi semakin berkurangnya pohon tengkawang. Kemungkinan pengembangan ex- situ menjadi alternatif untuk meningkatkan potensi tengkawang kedepannya. Potensi tengkawang masih sangat besar di Bengkayang, dan tengkawang di Bengkayang mematahkan teori tengkawang berbuah 4 s/d 5 tahun sekarang bahkan bisa berbuah tiap tahun, hanya saja belum ada pasar yang baik dan harga yang cukup memadai. Meskipun demikian kami tidak akan menebang pohon adalah pernyataan yang sangat memuaskan buat kita semua.
Pak Sapto: Kriteria pembangunan hutan kota ¼ ha pun 29ias, dan masih ada ketentuan lainnya lagi, coba nanti lihat lagi, hanya untuk formasi ek-situ dan keragaman genetik, ini yang harus kita perhatikan, memang harus ada perhitungan berapa jumlah induk, kalau di sini masih banyak populasi jenis dan keragaman genetiknya tinggi maka Pontianak 29ias tetap mempertahankan maskotnya, mungkn tidak semua jenis, pilih beberapa jenis saja, sekedar etalase tengkawang, kalau eksitu biasanya ada banyak keberagaman jenis. Peran BPDAS di sini bagaiman, mereka punya tupoksi untuk membangun hutan bersama rakyat BPDAS PS ada program yang mengakomodir kebutuhan rakyat, membantu baik sisi teknis maupun sisi bibitnya Ibu Augustine: Insentive YPSBK pernah menerima ini, insentif untuk masyarakat ini di kemas untuk diskusi kita nanti. Hutan kota, tawaran baik, di Fakultas Kehutanan punya areal, bu Debby bagaimana kita jadikan areal hutan epndidik seluas 5000 ha yang dikelola Fahutan kita tanami untuk ek-situ tengkawang. Pelayanan finansial bagi masyarakat akan diperhitungkan, akses pasar, baik, semua barang produksi kita perhitungkan.
Pontianak, 14 Mei 2014
29
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
IV. KESIMPULAN DISKUSI KELOMPOK
Fasilitator: Imanul Huda, S.Hut
Metode Diskusi: Seluruh peserta dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan profesi dan tupoksinya masing-masing. Ada 3 kelompok, yaitu: Kelompok Stakeholders, Kelompok NGO dan Kelompok Enterpreneur/Masyarakat Lokal Pemilik tengkawang. Hasil Diskusi: Dalam diskusi kelompok ini, semua persoalan dikemas satu persatu termasuk langkah strategis pemecahannya, termasuk siapa melakukan apa, sehingga jelas tupoksinya. Analisa formulasi strategi perlindungan tengkawang diarahkan berdasarkan prioritas dan beberapa indikator terkait.
Penyusunan Formulasi strategi ini dibagi menjadi 3 (tiga) bidang utama , yaitu Bidang Sosial Ekonomi (pembahas : Ibu Augustine), Bidang Ekologi Ekosistem (pembahas : Pak Sapto) dan Bidang Konservasi Genetik (pembahas : Pak Anton). Keseluruhan bidang tersebut dijabarkan dalam tabel formulasi berikut :
Pontianak, 14 Mei 2014
30
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Tabel 2.
31
Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas Dan Beberapa Indikator Terkait Bidang Sosial Ekonomi Titik Prioritas
No
3.1.
Indikator
Pemerintah
(4) (5)
Masyarakat
Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat
MEMBANGUN KOMITMEN
3.1.1. Kebijakan dan Regulasi Tengkawang Berbasis Masyarakat (1) Peninjauan kembali peraturan terkait pemasaran dan Utama Pemerintah Pusat ekspor biji tengkawang dengan mengubah kebijakan dan Pemerintah Provinsi lama yakni agar bisa mengekspor supaya ada pasar sebagai pembuat kebijakan baru dan tidak monopoli dan pengguna (2) Menginisiasi dan mengembangkan pasar Utama Pemerintah Pusat international dalam bentuk rantai pasar (marketdan Pemerintah Provinsi chain) ke pasar-pasar Eropah dengan isu produk sebagai pembuat kebijakan ramah lingkungan dan fasilitator (3)
Swasta-Pedagang Pengumpul
Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasi harga untuk menjamin kualitas dan pasar.
utama sebagai pengguna dan pelaksana
Utama sebagai pelaksana kebijakan Pembuatan Surat Edaran (SE) mengatur Utama Pemerintah Pusat utama sebagai perdagangan dan pelaporan biji tengkawang agar dan Pemerintah Provinsi pengguna dan dapat terdata secara baik dengan harga yang layak di sebagai pembuat kebijakan pelaksana tingkat petani. dan fasilitator Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentang Utama Pemerintah Provinsi utama sebagai konservasi tengkawang dari budidaya, pemasaran, dan DPRD Kalbar sebagai pengguna dan
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai Pembuat Kebijakan
utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel Fleksibel
utama sebagai pelaksana kebijakan Fleksibel utama sebagai pengguna dan
utama sebagai fasilitator dan penilai (Perguruan Tinggi dan Masyarakat Sipil) utama sebagai fasilitator dan penilai (Perg. Tinggi dan Masyarakat Sipil, termasuk Badan Internasional) utama sebagai pendamping utama sebagai fasilitator dan penilai utama sebagai Penyusun dan
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
32 Titik Prioritas
No
Indikator
Pemerintah
Swasta-Pedagang Pengumpul
dan konservasi di tingkat provinsi dan dapat fasilitator pelaksana diturunkan di tingkat kabupaten. (6) Penegakan hukum yang pasti terhadap pelaku Utama Utama penebang tengkawang di areal hutan/yang sebagai Pelaksana sebagai Penerima dilindungi, mulai dari pekerja lapangannya hingga Peraturan pembeli dari produk kayu. (7) Perlindungan terhadap sumber penghasil Utama Utama tengkawang (khususnya hutan alam) dari alih fungsi Sebagai Pembuat kebijakan Sebagai Penerima lahan dan Pelaksana 3.1.2. Pembentukan/Pemantapan Lembaga Ekonomi untuk Tata Niaga Tengkawang (8) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi seperti kelompok usaha bersama atau Koperasi Unit Desa Fasilitator Utama (KUD) dan CU, termasuk pemantapan sebagai Pelaksana koperasi/kelompok usaha, CU yang sudah ada, terutama di sentra-sentra pemasaran biji tengkawang di tingkat petani penghasil. (9) Lembaga ekonomi: menampung dan memasarkan produk biji tengkawang agar proses tata niaga dapat Fasilitator Fleksibel berjalan wajar dan harga jual yang layak diterima sebagai Pelaksana masyarakat sebagai produsen biji tengkawang. Untuk itu perlu: - Pendampingan dan pengorganisasi pasar bersama di tingkat petani, - Fasilitasi dan penguatan usaha ekonomi produktif masyarakat untuk memperpendek rantai pasar dari petani ke pembeli besar Pontianak, 14 Mei 2014
Masyarakat pelaksana
Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat fasilitator
Utama Utama Sebagai Penerima sebagai Pelaksana
Utama Utama Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana Utama Utama sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat dan Masyarakat Sipil) Utama Utama sebagai sebagai Pelaksana Pendamping (Masyarakat Sipil)
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
33 Titik Prioritas
No (10)
(10)
(11) (12)
Indikator Pembentukan sekretariat bersama komditas biji tengkawang dan hasil hutan non kayu lainnya di tingkat kabupaten, untuk: - mengkoordinasikan aktivitas produksipemasaran-termasuk pendataan hasil. - memantapkan informasi tentang hasil hutan secara komprehensive akan lebih terdata dengan baik. Pendampingan dari lembaga masyarakat, pemerintah dan BUMN lembaga untuk kegiatan usaha pengusahaan tengkawang di tingkat petani: pemanenan, pengolahan, dan pemasaran agar terbentuk kemandiri masyarakat dalam mengelola produk biji tengkawang. Pendampingan tersebut dalam bentuk: (1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawang sebagai bahan baku multi produk (2) Analisa usaha ekonomi tengkawang (3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam konservasi tengkawang Perlu adanya teknologi efisien dan efektif untuk diversifikasi produk buah tengkawang, agar bernilai jual dan daya saing yang lebih baik di pasaran dan terhindar dari permainan harga oleh tengkulak. Peningkatan kapasitas masyarakat dengan mengadakan penyuluhan teknologi Tepat Guna (TTG) pengolahan buah tengkawang dan
Pontianak, 14 Mei 2014
Pemerintah
Utama (Pemda setempat) sebagai fasilitator dan pengguna
Swasta-Pedagang Pengumpul
utama sebagai mitra dan pengguna
Masyarakat
utama sebagai pengguna
Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama dan memfasilitasi - berpartisipasi Utama dan memfasilitasi Utama dan aktif sebagai Rutin dan kontinyu sebagai memfasilitasi dan penerima manfaat penunjang sebagi pendukung - (1) Rutin dan - Dinas Kehutanan (1) Kerjasama kontinyu - Koperasi (2) Kerjasama - (2) – sda -- Dinas terkait lainnya (3) kerjasama - (3) -- sda --Fasilitator Utama sebagai Fasilitator
Mediasi : (1) Masy. sipil (2) Perg Tinggi, kerjasama (3) Masy. Adat dan masy. sipil Utama Utama Utama sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) Utama Utama Utama sebagai Penerima sebagai Penerima sebagai Pelaksana
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
34 Titik Prioritas
No
Indikator
Pemerintah
memfasilitasi pelatihan pengolahan buah tengkawang diantaranya pengembangan produk turunan dan peningkatan mutu produk berbasis tengkawang (13) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, membantu pengolahan produksi dan tata-niaganya Fasilitator (program Bapak Asuh). Mengingat panen tengkawang yang tidak rutin. Skala dan lokasi pabrik lebih cocok yang bersifat menengah (di kecamatan) dan kecil (di desa). 3.1.2. Kerjasama Para Pihak Diatur dalam Nota Kesepahaman di Tingkat Provinsi (14) Memperluas keterlibatan para pihak dalam bentuk Utama (Pemda setempat) jejaring, pertemuan, riset, pelatihan, lokakarya sebagai fasilitator dan termasuk dengan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa pengguna di Samarinda (15) Memperkuat kemitraan pengembangan tengkawang Utama (Dinas Kehutanan) antara dinas terkait, masyarakat sipil, masyarakat; sebagai fasilitator dan berdasarkan kapasitas masing-masing dan mengacu pengguna pada komitmen. 3.1.3. Rehabilitasi dan Pengembangan Pohon Tengkawang pada Ttarget Lokasi (16) (17)
Peremajaan kembali pohon-pohon tengkawang, agar Utama (Dinas Kehutanan) ada regenerasi pertumbuhan tengkawang sebagai pembuat kebijakan dan pelaksana Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, agar Utama memiliki kewajiban memelihara dan sebagai Pembuat kebijakan
Pontianak, 14 Mei 2014
Swasta-Pedagang Pengumpul
Masyarakat
Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat (Masyarakat Sipil)
Utama Utama Utama sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) utama sebagai mitra dan pengguna utama sebagai mitra dan pengguna
utama sebagai mitra dan pengguna utama sebagai mitra dan pengguna
utama sebagai fasilitator dan pengguna utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama Utama Utama sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana sebagai Pelaksana (Masyarakat Adat) Utama Utama Utama sebagai Penerima sebagai Penerima sebagai pelaksana
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
35 Titik Prioritas
No
(18)
3.2.
Indikator
Pemerintah
membudidayakan tengkawang pada areal yang telah dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. pengembangan pola agroforestri atau tumpang sari, dengan tanaman utama tengkawang yang Utama dikombinasi dengan tanaman karet atau sawit, Sebagai Pelaksana bahkan dengan tanaman padi dan palawija. konservasi
Swasta-Pedagang Pengumpul
Masyarakat
Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat
dan Pelaksana kebijakan
Utama Utama Utama Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana
SOSIALISASI
(19)
Sosialisasi terkait kebijakan Pemerintah, tentang Utama sebagai pelaksana perlindungan tengkawang dengan segala dan fasilitasi: konsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta dan - Dinas Kehutanan para terkait Pemda setempat 3.2.1. Lokakarya dan Diskusi Terfokus di Kampung/Desa (20) Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desa Utama tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, Sebagai Pelaksana dan aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Penerima 3.2.2. Lokakarya Multi Pihak di Tingkat Kabupaten (21) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai Pelaksana
Utama utama Utama Sebagai Penerima sebagai penerima sebagai Pelaksana dan dan terukur dan terukur Evaluator Utama Utama Utama sebagai Sebagai Penerima Sebagai Penerima Pelaksana (Masyarakat sipil dan Prguruan Tinggi) Utama Utama Utama Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Fasilitator
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
36 Titik Prioritas
No
Indikator
3.2.3. Pertemuan Multi Pihak di Tingkat Provinsi (22) Pertemuan multi pihak di tingkat provinsi tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek tengkawang dari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran agar dapat mendorong pembuatan PERDA tengkawang 3.3.
Pemerintah
Utama
Swasta-Pedagang Pengumpul
Masyarakat
Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat Adat
Utama Utama Utama Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana
PENYUSUNAN DOKUMEN DAN DISEMINASI
(24)
Pembuatan dokumen dalam bentuk buku laporan ini Utama dari bidang pengembangan budidaya yaitu bidang provenance, bidang genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. (25) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-peraturan, Utama PERDA, buku-laporan Sebagai Pelaksana dan Penerima
Utama Utama Utama Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Pelaksana; Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Utama Utama Utama Sebagai Penerima Sebagai Penerima Sebagai Penerima
3.4.
PERBAIKAN/PEMANTAPAN DATA
(26)
Perbaikan/pemantapan data (Updating-data) Utama tengkawang baik potensi pohon/tegakannya maupun Sebagai Fasilitator dan hasil biji tengkawang sampai ke pemasaran dalam Pelaksana dan terukur negeri dan ekspor perlu dilakukan. Kegiatan pendataan dilakukan dgn menelusuri dari berbagai sumber dan melalui kegiatan penelitian bersama
Utama sebagai Utama sebagai Utama pemberi informasi pemberi informasi Sebagai Fasilitator dan dan terukur dan terukur pelaksana (Perguruan Tinggi dan masyarakat sipil) dan terukur
Pontianak, 14 Mei 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
37 Titik Prioritas
No (27)
Indikator Penelusuran informasi-informasi sebelumnya supaya diperoleh database tengkawang dari semua aspek
Pemerintah Utama Sebagai Fasilitator dan Penerima dan terukur
Perguruan Tinggi, Masyarakat Lembaga Masyarakat Adat Utama sebagai Utama pemberi informasi Utama sebagai Sebagai Fasilitator dan dan terukur pemberi informasi pelaksana (Perguruan dan terukur Tinggi, masyarakat sipil) dan terukur Swasta-Pedagang Pengumpul
3.4.1. Tahap Pertama di Tingkat Petani Pengumpul, Pedagang Antara, dan Eksportir (28)
Mendata volume produk olahan dan volume pemasaran. Alasannya data ini relatif tersedia dan berkelompok pada tempat/ sentra produksi dan pemasaran tertentu.
Utama Sebagai Fasilitator dan Penerima dan terukur
3.4.2. Tahap Kedua Produksi Panen Biji Tengkawang di Tingkat Petani. (29) Mendata jumlah pohon tengkawang, volume panen Utama biji mentah, volume produk olahan (salai) dan Sebagai Fasilitator dan volume pemasaran. Alasannya petani penghasil Penerima dan terukur tersebar sporadis sehingga memerlukan penanganan khusus mulai dari kabupaten, kecamata, dan desa. 3.5.
Utama sebagai pemberi informasi Utama sebagai dan terukur pemberi informasi dan terukur Utama sebagai pemberi informasi Utama sebagai dan terukur pemberi informasi dan terukur
Utama Sebagai Fasilitator dan pelaksana (Perguruan Tinggi, masyarakat sipil) dan terukur Utama Sebagai Fasilitator dan pelaksana (Perguruan Tinggi, masyarakat sipil) dan terukur
MONITORING DAN EVALUASI
(30) Kegiatan budidaya, pemasaran, dan konservasi perlu Utama terus di pantau dan di evaluasi agar pelaksanaanya Sebagai Fasilitator dan dapat lebih dipertanggung-jawabkan dan Penerima dan terukur terdokumentasi dengan baik.
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai pemberi informasi pemberi informasi pelaksana (Perguruan Tinggi & masyarakat sipil) dan terukur
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Tabel 3.
38
Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait Bidang Konservasi Ekosistem
No
Indikator
Titik Prioritas Pemerintah
Swasta
Masyarakat
Perguruan Tinggi
MEMBANGUN KOMITMEN Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya (1) (2)
(3)
Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang di dalamnya termasuk menyebuntukan 13 species tengkawang yang dilindungi. Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998, bahwa tengkawang termasuk species yang dilindungi dan tidak boleh ditebang, sekalipun penebangan tersebut dilakukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan jalan, proyek transmigrasi, kegiatan usaha budidaya perkebunan dan pertanian. Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 357/Kpts-II/1998 tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutan produksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perlu dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah.
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai fasilitator dan penilai
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
No
Indikator
(4)
Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutan alam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknya terhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya.
39
Titik Prioritas Pemerintah Utama sebagai fasilitator
Swasta Utama sebagai pengguna
Masyarakat fleksibel
Perguruan Tinggi Utama sebagai pelaksana
Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati (5) (6) (7) (8) (9)
Penerbitan aturan mengenai perlindungan jenis tengkawang yang seharusnya menyebut semua species Shorea spp. yang menghasilkan tengkawang. Penerbitan aturan teknis pada tingkat Kementerian Kehutanan mengenai pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik di areal hutan alam. Penerbitan aturan mengenai pembangunan hutan tanaman produksi tengkawang yang dikelola secara lestari. Penerbitan aturan mengenai pemanenan tengkawang dari hutan tanaman produksi. Penerbitan aturan mengenai peredaran hasil hutan kayu dan non kayu tengkawang yang berasal dari hutan tanaman produksi yang dikelola secara lestari.
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana Utama sebagai pengguna dan pelaksana Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama Pemerintah Pusat sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pengguna dan pelaksana
Fleksibel
Fleksibel Fleksibel
Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang (10)
Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semua species tengkawang (revisi IUCN redlist).
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai fasilitator dan penilai Utama sebagai fasilitator dan penilai
Utama sebagai fasilitator dan penilai Utama sebagai fasilitator dan penilai Utama sebagai fasilitator dan penilai Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
No
Indikator
(11)
Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untuk menetapkan base line sumberdaya genetik. Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif.
(12) (13) (14)
Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikan komponen ekosistem alami. Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yang representatif.
Titik Prioritas Pemerintah
Swasta
(16) (17) (18) (19)
Masyarakat
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (15)
40
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Perguruan Tinggi Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dan kandungan lemak nabati. Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. Pembangunan populasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan.
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana
Memberdayakan masyarakat melalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang.
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pembuat kebijakan
Utama sebagai pelaksana dan penerima Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang.
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai penerima Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
No
Indikator
41
Titik Prioritas Pemerintah
Swasta
Masyarakat
Perguruan Tinggi
SOSIALISASI DAN DISEMINASI Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi (20) Pemberian pemahaman mengenai seluk-beluk Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai jenis tengkawang. fasilitator pelaksana dan penerima pelaksana penerima (21) Pemberian pemahaman kesesuaian habitat Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai untuk berbagai jenis tengkawang. fasilitator pelaksana dan penerima pelaksana penerima (22) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai tengkawang hanya boleh dilakukan pada fasilitator pelaksana dan penerima pelaksana tegakan hutan tanaman produksi yang penerima dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. (23) Pelatihan teknik silvikultur intensif Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai tengkawang. fasilitator pelaksana dan penerima pelaksana penerima (24) Pelatihan teknik pemanenan buah Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai tengkawang yang ramah lingkungan. fasilitator pelaksana dan penerima pelaksana penerima (25) Pelatihan pengolahan lemak tengkawang Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai Utama sebagai untuk meningkatkan nilai tambah dan fasilitator pelaksana dan penerima pelaksana kesejahteraan masyarakat. penerima MONITORING DAN EVALUASI (26)
Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alami tengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi.
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai pembuat kebijakandan fasilitator
Utama sebagai pelaksana dan penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Tabel 4.
42
Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait Bidang Konservasi Genetik Titik Prioritas
No A A.1 (1) (2) (3) (4) A.2 (5) (6) (7)
Indikator
Pemerintah
Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian
Masyarakat
Lembaga Masyarakat, Perusahaan
PEMUTAKHIRAN DATA Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang Data sebaran dan potensi populasi tengkawang diiventarisasi dan diper-baharui melalui laporan dari para pihak dan inventarisasi langsung ke lapangan Inventarisasi populasi tengkawang yang mempunyai potensi cukup tinggi sebagai calon lokasi plot konservasi in-situ Inventarisasi plot konservasi in-situ dan ekssitu tengkawang yang telah dibangun dan potensinya Data data dan informasi mengenai pemanfaatan/pemanenen buah tengkawang
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana
Inventarisasi informasi keragaman genetik tengkawang yang telah dilakukan Koleksi materi genetik yang mewakili sebaran dan potensi sebaran tengkawang Analisis keragaman genetik populasi tengkawang dilakukan menggunakan penanda molekuler
Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator
Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Fleksibel sebagai pemberi informasi Fleksibel sebagai pelaksana Fleksibel
Fleksibel sebagai pemberi informasi Fleksibel sebagai pelaksana Fleksibel
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi Fleksibel sebagai pelaksana/pemberi informasi
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
43 Titik Prioritas
No
Indikator
(8)
Potensi variasi genetik dan sebarannya dievaluasi untuk pemetaan sebaran keragaman genetik tengkawang
B B.1 (9) (10) B.2 (11) (12) (13) (14)
MEMBANGUN KOMITMEN
Pemerintah Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana
Fleksibel
Lembaga Masyarakat, Perusahaan Fleksibel
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penyusun dan pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai penerima dan pengguna Utama sebagai penerima dan pelaksana
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian
Masyarakat
Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik Pemahaman peran keragaman genetik untuk konservasi genetik tengkawang perlu ditingkatkan Pemahaman tentang konservasi genetik dari para pihak perlu disamakan Kebijakan dan Regulasi
Peninjauan kembali peraturan pemerintah terkait dengan konservasi genetik tanaman, khususnya tengkawang Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentang konservasi genetik tengkawang
Perlindungan tentang status plot konservasi eks-situ dan in-situ yang telah dibangun/ditetapkan dan pemanfaatannya Penegakan hukum yang pasti terhadap para pelaku pemanenan/penebangan di lokasi plot konservasi
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai penyusun kebijakan dan fasilitator Utama sebagai penyusun kebijakan dan fasilitator Utama sebagai pelaksana
Utama sbgi pembuatan kebijakan dan pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penyusun dan pengguna
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
44 Titik Prioritas
No
Indikator
Pemerintah
B.3
Kerjasama para pihak
(15)
Meningkatkan keterlibatkan para pihak dalam berbagai bentuk pertemuan guna membahas konservasi genetik tengkawang Memperkuat kemitraan dalam konservasi genetik tengkawang antara pemerintah, lembaga pendidikan/penelitian, perusahaan, lembaga masyarakat dan masyarakat Meningkatkan kerjasama kegiatan konservasi tengkawang dari para pihak
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Pembentukan lembaga konservasi tingkat provinsi/ kabupaten dan masyarakat untuk kegiatan konservasi tengkawang, termasuk mengelola plot/areal konservasi genetik tengkawang Lembaga konservasi berusaha agar potensi populasi tengkawang semakin meningkat dan keberlangsungan plot/areal konservasi dan pemanfaatannya di masa mendatang tetap terjaga Pembentukan forum komunikasi yang mewadahi semua stakeholder pada tingkat pusat dan daerah untuk mendukung kegiatan konservasi tengkawang
(16) (17) B.4 (18) (19) (20)
Masyarakat
Lembaga Masyarakat, Perusahaan
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator dan pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang
Pontianak, 14 Mei 2014
Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
45 Titik Prioritas
No C (21) (22) (23) (24) (25) D
(26) (27) (28) (29)
Indikator
Pemerintah
Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian
Masyarakat
Lembaga Masyarakat, Perusahaan
KEGIATAN KONSERVASI GENETIK Penetapan dan Pengembangan konservasi insitu sekaligus sebagai sumber benih Pembangunan plot konservasi eks-situ, dan pemanfataannya sebagai sumber benih di masa mendatang Pembentukan Desa/kabupaten konservasi genetik tengkawang Pemeliharaan dan evaluasi plot konservasi genetik tengkawang Pembangunan plot pemanenan berbasis konservasi genetik SOSIALISASI
Workshop tingkat nasional para penyusun kebijakan konservasi genetik tanaman
Workshop tingkat provinsi/kabupaten dengan melibatkan lembaga masyarakat, perusahaan dan masyarakat Sosialisasi tentang peraturan pemerintah dan peraturan yang terkait kepada para pelaksana konservasi genetik tengkawang Sosialisasi tentang peran penting konservasi genetik tengkawang terhadap kegiatan konservasi tengkawang secara keseluruhan
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator dan pengguna Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana Utama sebagai fasilitator dan pelaksana
Utama sebagai pelaksana dan evaluator Utama sebagai pelaksana dan evaluator Utama sebagai pelaksana dan evaluator Utama sebagai pelaksana dan evaluator
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Utama sebagai pengguna
Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
46 Titik Prioritas
No E (30) (31) (32) (33) (34) (35) F (36) (37)
Indikator
Pemerintah
Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian
Masyarakat
Lembaga Masyarakat, Perusahaan
PENYUSUNAN BUKU DAN DISEMINASI Penyusunan manual pembangunan plot konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang Pembuatan buku saku mengenai Peraturanperaturan yang berhubungan dengan konservasi genetik Penyusunan metode pemanenan berbasis konservasi genetik Tersedianya guideline untuk pemantauan dan inventarisasi populasi tengkawang Data sebaran potensi populasi tengka-wang ter-update minimal 5 tahun sekali Pembuatan website tentang konservasi tengkawang yang memuat berbagai informasi tentang tengkawang, termasuk peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan
Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator Utama sebagai fasilitator
Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima dan pemberi informasi Utama sebagai penerima
Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pemberi informasi
Utama sebagai pemberi informasi
Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai pelaksana dan pemberi informasi
Utama sebagai pelaksana dan pemberi informasi
Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana Utama sebagai pelaksana
Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima Utama sebagai penerima dan pemberi informasi Utama sebagai penerima
MONITORING DAN EVALUASI
Kegiatan budidaya, penanaman dan pemanenan tengkawang dipantau untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetik Kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan eks-situ dimonitor dan dievaluasi
Pontianak, 14 Mei 2014
Utama sebagai fasilitator dan penerima Utama sebagai fasilitator dan penerima
Makalah Tambahan Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
AGROFORESTRI TENGKAWANG DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Sri Purwaningsih1 dan Abdurachman2 1)Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis Jl. Raya Ciamis Banjar Km 4, Ds Pamalayan Ciamis Telp. (0265) 771352, Fax. (0265) 775866 2)
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda ; Telp. (0541) 205364, Fax. (0541) 742298 Email: sripurwa1985@gmail. com ABSTRAK Tengkawang merupakan jenis Shorea dari famili Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi tinggi, sehubungan dengan pemanfaatan hasil berupa buah dan batangnya dapat juga digunakan sebagai kayu pertukangan. Jenis ini termasuk yang dilindungi, sementara itu keberadaannya di hutan alam semakin sedikit. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan praktek pengelolaan tengkawang dalam rangka menjaga keberadaannya. Agroforestri merupakan salah satu pengelolaan yang dapat dilakukan dimana prakteknya dalam masyarakat berupa tembawang dan gupung yang merupakan manifestasi dari kearifan lokal. Pengelolaan ini mendukung pembangunan berkelanjutan karena mencakup nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Kata Kunci: Tengkawang, Agroforestri, Berkelanjutan
I.
PENDAHULUAN
Tengkawang merupakan salah satu jenis famili Dipterocarpaceae yang banyak terdapat di Hutan Alam Kalimantan. Jenis ini dapat menghasilkan kayu dan komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa biji (Winarti, dkk., 2004). Menurut Winarni, dkk., (2004) jenis HHBK yang diperoleh berupa: biji. Biji tengkawang (Borneo Illipe nut) merupakan HHBK yang penting sebagai bahan baku lemak nabati. Karena sifatnya yang khas, lemak tengkawang berharga lebih tinggi dibanding minyak nabati lain seperti minyak kelapa, dan digunakan sebagai bahan pengganti minyak coklat, bahan lipstik, minyak makan dan bahan obat-obatan. Walaupun jenis ini dilindungi dari kepunahan berdasarkan PP No.7/1999 dan dilarang ditebang menurut Kepmen No.692/Kpts-II/1998. Tetapi, keberadaan tengkawang di hutan alam sudah sangat sedikit. Salah satu penyebabnya adalah pembalakan liar yang semakin marak
Pontianak, 14 Mei 2014
serta eksploitasi oleh sebagian besar pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang dilakukan tanpa mengindahkan aspek kelestarian jenis penghasil tengkawang (Heriyanto dan Mindawati, 2008). Selain itu, tahuntahun belakangan ini kayu tengkawang banyak yang ditebang karena harga buahnya yang relatif rendah dan permintaan pasar akan komoditi kayu tengkawang yang meningkat seiring dengan semakin habisnya kayu-kayu di Kalimantan. Tengkawang dipungut dari pohon yang tumbuh di hutan alam untuk memenuhi ekspor ke luar negeri dengan harga yang cukup menjanjikan sebagai komoditi non migas. Saat ini jenis tersebut sudah langka karena banyak ditebang dan diperdagangkan kayunya tetapi tidak diimbangi dengan upayaupaya penanaman agar lestarai. Tingginya permintaan pasar akan buah tengkawang dan menurunnya ketersediaan pohon penghasil tengkawang di hutan alam menuntut
47
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
perhatian kita untuk mengkonservasi jenis pohon penghasil tengkawang. Agroforestri tengkawang merupakan salah satu alternatif menjanjikan yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian tengkawang. Sesungguhnya masyarakat mulai paham arti pentingnya tengkawang bagi kehidupan sehingga secara tidak langsung telah melakukan praktek agroforestri dalam penanamannya baik di pekarangan maupun di kebun. Hal ini merupakan bentuk kearifan lokal dari masyarakat untuk menjaga keanekaragam hayati khususnya tengkawang. Tulisan ini bertujuan untuk mengenal keuntungan praktek agroforestri tengkawang dalam pembangunan berkelanjutan. II. TENGKAWANG DAN KEGUNAANNYA Tengkawang merupakan jenis kayu Shorea dari keluarga Dipterocarpaceae. Banyak penamaan untuk Tengkawang selain nama ilmiahnya antara lain dalam bahasa Inggris disebut Illipe nut atau Borneo tallow nut. Dalam bahasa Dayak Iban disebut Engkabang, bahasa Dayak Kanayatn disebut Angkabatgn,, Dayak Kenyah Kawang dan Kokawang. Di Kalimantan ada puluhan jenis tengkawang dan hingga saat ini ada 13 jenis tengkawang yang sudah ditetapkan sebagai jenis kayu yang dilindungi di Indonesia dari kepunahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, di antaranya adalah Shorea stenoptera (Tengkawang Tungkul) yang buahnya relatif lebih besar dibandingkan dengan jenis lain, Shorea pinanga (Tengkawang Rambai) jenis tengkawang ini buahnya tidak begitu besar, tetapi mengandung minyak lebih banyak, selain itu ada Shorea mecystopteryx (Tengkawang Layar), Shorea semiris (Tengkawang Terendak), Shorea beccariana (Tengkawang Tengkal), Shorea micrantha (Tengkabang
Pontianak, 14 Mei 2014
Bungkus), Shorea singkawang (Sengkawang Pinang) dan jenis lainlainnya (Heri, 2013). Pohon tengkawang adalah tanaman hutan yang baru akan berbuah pada usia 8-9 tahun dengan masa panen raya 3-5 tahun sekali. Setiap tahun umumnya akan ada panen tengkawang di Kalimantan Barat, hanya biasanya lokasi yang pada tahun sebelumnya pernah panen raya, kemungkinan besar pada tahun berikutnya akan tidak panen raya, melainkan lokasi lain. Biasanya kalau jumlah buah tidak begitu banyak yang jatuh pada musimnya, masyarakat enggan untuk mengambil, dibiarkan begitu saja jatuh ditanah, karena tidak memadai untuk di jual. Dengan demikian biasanya binatang liar di hutan terutama babi yang mencari dan memakannya, saat ini biasanya babi hutan terlihat lebih gemuk (Heri, 2013). Pohon tengkawang ini biasanya berbunga pada bulan Agustus- Oktober dan baru akan matang dan jatuh pada bulan Januari- Maret. Setiap pohon dapat menghasilkan 250-400 kg buah tengkawang atau sekitar 600 kg perhektar buah yang belum diproses. Buah tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke tanah lembab akan segera berkecambah dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini lekas tumbuh karena tidak memiliki masa dormansi. Pada waktu biji berkecambah, kandungan minyak pada biji menurun dengan cepat. Oleh karena itu buah tengkawang harus dikumpulkan secepat mungkin setelah jatuh (Heri, 2013). Pemanfaatan tengkawang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat yang diperoleh dari buah (biji) Tengkawang. Selama ini, ketika musim buah tiba masyarakat terutama di Kalimantan Barat menjual biji atau buah tengkawang yang sudah dibuang kulit luarnya dengan cara mengasapkannya atau di “salai” terlebih dahulu hingga kulitnya mudah dilepaskan, kemudian baru dijemur. Setelah cukup kering, biji-biji tersebut dijual
48
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
dan diangkut ke kota untuk proses selanjutnya. Secara tradisional, biji Tengkawang memberi manfaat sebagai penyedap masakan, ramuan obat-obatan, dan minyak goring (ITTO, 2011). Sementara itu dalam bidang industri, biji tengkawang merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang penting sebagai bahan baku lemak nabati. Karena sifatnya yang khas, lemak tengkawang berharga lebih tinggi dibanding minyak nabati lain seperti minyak kelapa, Pemanfaatan lemak tengkawang sebagian besar hanya dalam industri coklat, yang ditujukan untuk meningkatkan titik leleh lemak coklat terutama lemak coklat yang berasal dari Amerika Latin. Minyak tengkawang dalam industri makanan dikenal dengan nama cacao butter substitute, yang digunakan sebagai pengganti minyak coklat. Pada industri farmasi dan kosmetika dikenal dengan nama oleum shorea yang dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obat-obatan. Minyak tengkawang juga cocok digunakan pada industri margarine, coklat, sabun, lipstik dan obat-obatan; karena memiliki keistimewaan, yaitu titik lelehnya yang tinggi berkisar antara 34 – 39 °C. Selain untuk pangan, prospek yang baik dari minyak tengkawang yang dikenal dengan nama vegetable thallow atau illip nut, dapat dipakai sebagai minyak pelumas mesin, pembuatan sabun, peti kemas, harde kernseep, bahan baku pembuatan lilin, stearine, dan palmitat. Nilai gizi yang tinggi serta sifat titik cairnya yang juga tinggi bukan saja cocok sebagai pengganti minyak cokelat, tetapi juga sebagai penambah campuran minyak coklat agar mutunya menjadi lebih baik dan tahan disimpan pada suhu panas (Departemen Pertanian, 1990 dalam Winarni, dkk., 2004). Ekstrak lemak tengkawang memberi nilai tambah yang sangat tinggi yaitu mencapai 200%. Setiap tahun harga minyak tengkawang selalu meningkat, pada tahun 1994
Pontianak, 14 Mei 2014
bernilai US$ 1,85 per kg dan pada tahun 1998 bernilai US$ 2,87 per kg. Sejak tahun 1996 tidak tercatat ekspor biji tengkawang, kemungkinan besar terserap habis untuk memproduksi lemak tengkawang (Sumadiwangsa, 2001 dalam Winarni, dkk., 2004). III. AGROFORESTRI TENGKAWANG DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan kita saat ini tanpa menghilangkan kemampuan generasi yang akan dating untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan berkelanjutan dapat dicapai apabila memenuhi tiga syarat yaitu terlanjutkan secara ekologi, ekonomi, dan social budaya (Asdak, 2012). Secara ekologi, hidup selaras dan tidak “melawan” hukum lingkungan. Secara ekonomi, menghasilkan komoditi yang bernilai ekonomis. Secara sosial dan budaya, adanya partisipasi masyarakat dan terjaganya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat. Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Hairiah dkk, 2002). Agroforestri dipandang sebagai salah satu bentuk pengelolaan yang berkelanjutan karena memiliki keunggulan dalam hal produktivitas, diversitas, kemandirian dan stabilitas (Hairiah dkk., 2003). Pada prakteknya agroforestri terdiri atas dua atau lebih tanaman yang tumbuh bersama-sama atau bergiliran pada lahan yang sama. Pemilihan jenis tanaman hendaknya mempertimbangkan aspek teknis dan non teknis sehingga tujuan dari agroforestri tercapai dengan baik
49
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pada prinsipnya pemilihan jenis untuk agroforestri mengkombinasikan jenis tanaman daur pendek, menengah, dan panjang. Pemilihan jenis mempunyai andil yang cukup besar dalam keberhasilan produksi pola tanam, sehingga pemilihan jenis setidaknya memenuhi criteria aspek ekologi dan sosial ekonomi. Dasar pemilihan jenis secara umum seperti yang dikemukan oleh F/Fred Winrock International (1992) dalam Mile (2007) dapat dijadikan salah satu acuan. Pemilihan jenis ini memperhatikan unsur – unsur sebagai berikut : a. Mudah beradaptasi terhadap kondisi tanah dan iklim yang ada b. Tahan terhadap hama dan penyakit c. Sedikit biaya dan waktu untuk pengolahan d. Tahan terhadap kekeringan dan tekanan iklim lainnya e. Toleran terhadap perlakuan pemangkasan dan trubusan f. Memiliki pertumbuhan awal yang cepat g. Mempunyai percabangan rendah yang dapat dengan mudah dipotong dengan peralatan sederhana dan mudah diangkut h. Mempunyai kadar air kayu yang rendah sehingga mudah dikeringkan i. Mempunyai karakteristik akar yang baik Tengkawang merupakan salah satu jenis alternatif yang dikembangan dalam agroforestri. Pohon tengkawang ini bisa hidup berdampingan dengan tanaman jenis lain, sehingga dengan demikian tanaman hutan ini dapat dijadikan tanaman yang bisa mempertahankan keberadaan hutan yang mendukung model pengelolaan agro-forest dan terlebih lagi bisa menghasilkan minyak nabati organik atau green butter yang dapat menyehatkan masyarakat. Praktek pengembangan tengkawang secara agroforestri diterapkan oleh masyarakat di areal bekas kampung (Tembawang) dan bekas ladang
Pontianak, 14 Mei 2014
(Gupung). Tembawang adalah sistem penggunaan lahan oleh masyarakat lokal Kalimantan Barat dan merupakan suatu ekosistem unik dengan nilai-nilai yang sangat tinggi. Dalam pengelolaannya, masyarakat membagi sistem Tembawang menjadi : (i) Tembawang umum/ komunal, yang dapat diman-faatkan secara bersama-sama oleh penduduk dalam satu desa atau lebih; (ii) Tembawang khusus/individual, merupakan warisan turun temurun atau yang disebut pula sebagai Gupung. Gupung ini ada yang dianggap sebagai tempat keramat (religius) bagi masyarakat lokal dan merupakan suatu kebanggaan bagi garis keturunan tertentu (ITTO, 2011). Tembawang sebagai manifestasi dari agroforestri lokal merupakan salah satu praktek pengelolaan lahan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan ini tidak hanya menguntungkan dipandang dari aspek ekonomi, tetapi juga mampu menjaga nilai-nilai ekologi dan sosial budaya. Nilai sosial budaya yang luhur yaitu memikirkan kebutuhan generasi yang akan datang, sementara pemanfaatan mengandung nilai ekonomi. Nilai-nilai sosial budaya dan ekonomi yang terintegrasi menciptakan suatu nilai ekologi. Agroforestri tembawang merupakan sistem pengelolaan lahan yang memiliki tiga komponen tersebut, bukan hanya sekedar sistem agroforestri yang memiliki berbagai jenis tumbuhan yang membentuk lapisan-lapisan tajuk, tetapi juga mengandung nilai-nilai yang sangat luhur (Soeharto, 2010). Nilai Ekologi. Agroforestri tembawang sudah terbukti memiliki nilai ekologi yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan yang ada di dalamnya menyediakan jasa ekosistem, berupa: (1) pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan, misalnya sumber bahan makanan dan obat-obatan; (2) sebagai jasa pengatur sistem, misalnya penyedia air; (3) sebagai jasa dalam budaya, misalnya perekat
50
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
hubungan kekerabatan dan (4) sebagai pendukung kehidupan misalnya menjaga tingkat kesuburan tanah. Di dalam agroforestri tembawang tumbuh berbagai jenis tumbuhan penghasil pangan seperti buah-buahan, penghasil karbohidrat dan tumbuhan obat. Berbagai jenis tumbuhan dengan tajuk berlapis-lapis mampu memberikan perlindungan terhadap kesuburan tanah, baik melalui masukan bahan organik yang berasal dari seresah yang jatuh, maupun dari kemampuan menahan terpaan air hujan yang dapat merusak struktur tanah. Hal ini menunjukkan agroforestri tembawang mampu memberikan jasa pendukung sistem kehidupan yang berpengaruh positif terhadap system tata air yang ada di dalamnya. Struktur kanopi yang menyerupai hutan memungkinkan berbagai jenis satwa datang ke sistem ini, baik untuk mencari makan maupun bertempat tinggal. Dinamika pergerakan satwa dan cara mencari makannya secara tidak langsung dapat membantu penyerbukan dan pemencaran biji yang pada akhirnya berperan dalam pengaturan sistem regenerasi tumbuhan. Pepohonan pada sistem tembawang yang mencapai umur puluhan tahun berpotensi besar dalam menyerap karbondioksida dari udara sehingga memiliki peranan dalam pengaturan iklim makro, namun terutama terhadap iklim mikro di sekitarnya (Soeharto, 2010). Nilai Ekonomi. Pembangunan agroforestri tembawang tidak memerlukan tenaga kerja dan modal yang besar, demikian pula untuk pengelolaannya. Agroforestri tembawang dikelola secara minimal, tidak ada pembersihan gulma, pemupukan apalagi pengendalian hama penyakit. Pembabatan tumbuhan yang tidak berguna hanya dilakukan saat akan panen untuk mempermudah pemanenan. Hasil dari agroforestri tembawang multi produk. Biji tengkawang yang merupakan maskot daerah Kalimantan Barat sudah sejak ratusan tahun yang lalu
Pontianak, 14 Mei 2014
dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor, bahkan sebelum perang dunia kedua ekspor biji tengkawang pernah mencapai 3.600 ton setahun (Departemen Kehutanan, 1986 dalam Winarni, dkk., 2004). Komoditi biji tengkawang dijual dalam bentuk bahan mentah yang hampir keseluruhannya untuk ekspor dan hasil olahannya diimpor kembali oleh Indonesia dalam bentuk bahan jadi dan bahan setengah jadi untuk industri. Dalam dunia perdagangan, minyak tengkawang dikenal dengan nama green butter, karena mirip mentega yang berwarna hijau atau disebut juga Borneo tallow (minyak dari Kalimantan), sementara bahasa perdagangan yang lebih sering dipergunakan adalah tengkawang oil (BPS, 1999 dalam Winarni, dkk., 2004). Beberapa hasil dari sistem agroforestri tembawang seperti lateks (getah tanaman karet), biji tengkawang, getah perca dari jenis nyatuh dan getah jelutung merupakan produkekspor. Sementara itu, hasil buahbuahan seperti durian, nangka, mangga, cempedak, duku, rambutan, langsat, rotan, gula merah, ijuk dan lain-lain mereka jual ke pasar dan hasil penjualannya digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian kebutuhan sehari-hari masyarakat Dayak hampir seluruhnya dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam sistem agoforestri tembawang (Soeharto, 2010). Nilai Sosial Budaya. Pengelolaan agroforest tembawang yang diatur kepemilikan dan pemanfaatannya berdasarkan kelompok-kelompok masyarakat, mulai dari pemanfaatan pribadi, keluarga inti, keluarga besar hingga ke tingkat desa mengandung nilainilai sosial budaya yang sangat tinggi. Kepatuhan antar anggota masyarakatnya merupakan manifestasi dari rasa tanggung jawabnya terhadap aturan. Demikian pula, dengan perijinan penebangan pohon yang hanya diperbolehkan bilamana ada ijin dari seluruh anggota keluarga besar. Aturan-
51
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
aturan ini sudah menjadi pembatas dari kerusakan dan kepunahan akibat pemanfaatan dan penebangan pohon yang tanpa memperhatikan kemampuan regenerasi dari pohon tersebut. Agroforest tembawang yang dimiliki dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga mencapai lima atau enam generasi yang mengandung nilai keberlanjutan bagi generasinya. Penanaman dan pemeliharaan pohon berumur panjang seperti tengkawang, jelutung, nyatoh dan kemenyan merupakan pemikiran jauh ke depan, artinya tidak hanya berfikir untuk dirinya tetapi juga memikirkan generasi berikutnya. Agroforest tembawang juga merupakan sistem yang telah dikembangkan sejak ratusan tahun lalu, sehingga merupakan bagian dari tradisi, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Dayak (Soeharto, 2010). IV. PENUTUP Tengkawang merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang banyak dimanfaatkan masyarakat lokal di Kalimantan yang semakin langka keberadaanya. Pengembangan secara agroforestri merupakan salah satu cara untuk menjaga kelestariannya karena dinilai menguntungkan baik secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Tembawang dan gupung merupakan praktek agroforertri yang dikembangkan masyarakat sebagai manifestasi dari kearifan lokal yang dianutnya. Praktek pengembangan ini merupakan salah satu kegiatan yang mendukung pembangunan berkelanjutan karena mampu mencakup nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. DAFTAR PUSTAKA Asdak. 2012. Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Jalan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. UGM Press. Yogyakarta.
Pontianak, 14 Mei 2014
Hairiah, K; Widianto; S Rahayu; B. Lusiana. 2002. Wanulcas : Model Simulasi Untuk Sistem Agroforestri. Bogor : ICRAF. Heri. V. 2013. Tengkawang dari Kalimantan Barat. Suara Bekakak edisi 1. Diakses dari www.riakbumi.or.id [02/06/14] Heriyanto, N. M & N. Mindawati. 2008. Konservasi Jenis Tengkawang (Shorea spp) pada Kelompok Hutan Sungai Jelai-Sungai Delai-Sungai Seruyan Hulu di Provinsi Kalimantan Barat. Info Hutan Vol. V No. 3 : 281287. ITTO. 2011. Potensi Tengkawang di Lahan Masyarakat Lokal Kalimantan Barat. Brief Info No. 4 November 2011. Diakses dari http://forda-mof.org [02/06/14] Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 692/KptsIi/1998 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261/Kpts-Iv/1990 Tentang PohonPohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi. Mile, MY. 2007. Prinsip – prinsip Dasar dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam, dan Teknik Produksi Agribisnis Hutan Rakyat. Info Teknis Vol. 5 No. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Soeharto, B. 2010. Tengbawang: Bukan Sekedar Sistem Agroforestri. Diakses dari http://outputs.worldagroforestry.org/r ecord/5477/files/MA10365.PDF [02/06/14] Winarni, I; S. Sumadiwangsa; & D. Setyawan. 2004. Pengaruh Tempat
52
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Tumbuh, Jenis dan Diameter Batang terhadap Produktivitas Pohon Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal
Pontianak, 14 Mei 2014
Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1, Juni 2004 : Hal 23-33
53
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
ASOSIASI JENIS POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Amiril Saridan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298 Email:
[email protected] ABSTRAK Tengkawang tumbuh dengan baik di hutan tropis yang dikenal sebagai penghasil buah dan lemak tengkawang yang merupakan jenis pohon yang dilindungi keberadaannya, untuk kepentingan masyarakat di sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi jenis tengkawang di Hutan Penelitian Labanan. Dalam penelitian ini digunakan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha) yang dibagi dalam 25 sub-plot berukuran 20 x 20 m. Hasil analisis jenis pohon tercatat sebanyak 123 jenis/ha dengan kerapatan pohon sebanyak 537 batang/ha dan untuk dipterokarpa terdapat 24 jenis/ha dengan kerapatan 167 batang/ha, sedangkan jenis tengkawang tercatat sebanyak 3 jenis meliputi Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton, S.pinanga Scheff. dan S.seminis Sym.. Jenis yang dominan antara lain: Dipterocarpus tempehes V. Sl. (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%), Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%), Elateriospermum tapos Blume (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%) dan Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton (NPJ = 8.62%). Dari perhitungan pasangan jenis pohon tengkawang dengan 7 jenis pohon dominan menunjukkan bahwa tidak satupun pasangan jenis yang berasosiasi bersifat nyata, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre tabel pada taraf uji 1% maupun 5%, yang mengindikasikan bahwa pasangan jenis pohon tengkawang dengan jenis dominan memiliki kecenderungan untuk hidup bersama lebih kecil, dibandingkan dengan pasangan jenis yang tidak memiliki kecenderungan untuk hidup secara bersama. Kata kunci: Asosiasi, tengkawang, nilai penting, jenis
I.
PENDAHULUAN
Hutan tropis kaya akan berbagai jenis flora terutama jenis dipterokarpa yang merupakan penyusun utama tegakan dalam hutan. Hutan dipterokarpa merupakan tipe hutan hujan yang sangat penting (Ediriweera, et al, 2008). Salah satu jenis yang terpenting adalah tengkawang yang banyak tumbuh di hutan tropis di Indonesia dan dipertahankan untuk tidak ditebang, hal ini disebabkan pohon tengkawang merupakan pohon penghasil buah yang dapat digunakan untuk bahan komestik, obat-obatan dan sumber nabati yang bernilai tinggi bagi kehidupan masyarakat di sekitar hutan. Yusliansyah et al. (2007), menyebutkan buah tengkawang dapat diproses untuk diambil minyaknya digunakan sebagai bahan pengolahan makanan (coklat), kosmetik,
Pontianak, 14 Mei 2014
sabun dan lilin. Beberapa jenis tengkawang di Indonesia dilindungi keberadaannya seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 yang meliputi S. gyberstiana, S. Pinanga Scheff., S. compressa, S. Seminis Sym, S. martiniana, S. Mecistopteryx Ridl., S. Beccariana Burck, S. micrantha, S. Palembanica Miq., S. lepidota dan S. singkawang. Tengkawang untuk hidupnya perlu adanya keterkaitan dan interaksi dengan jenis lainnya yang merupakan satu kesatuan dalam ekosistem hutan. Bunyavejchewin, et al (2003) menyebutkan distribusi spasial dalam hutan merupakan salah satu petunjuk eksistensi satu jenis terhadap jenis lainnya hingga terbentuk suatu asosiasi. Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas, ditemukan dengan kondisi yang sama dan berulang dibeberapa
54
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
lokasi. Asosiasi dicirikan dengan adanya komposisi floristik yang mirip, memiliki fisiognomi yang seragam dan sebarannya memiliki habitat yang khas (MuellerDombois dan Ellenberg, 1974; Barbour et al., 1999). Asosiasi terbagi menjadi asosiasi positif dan asosiasi negatif. Asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis pohon hadir secara bersamaan dengan jenis pohon lainnya dan tidak akan terbentuk tanpa adanya jenis pohon lainnya tersebut, sedangkan asosiasi negatif terjadi apabila suatu jenis pohon tidak hadir secara bersamaan (McNaughton dan Wolf, 1992). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai asosiasi jenis pohon tengkawang dan jenis lain di hutan Penelitian Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di hutan penelitan Labanan, berdasarkan SK Menhut Nomor 121/Menhut-II/2007 mempunyai luas kawasan sebesar 7900 hektar yang terletak di Desa Labanan, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Tipe hutan penelitian Labanan adalah hutan campuran dipterokarpa dataran rendah, karena sebagian besar banyak didominasi oleh jenis–jenis dari suku dipterokarpa dan sedikitnya terdapat 76 jenis dipterokarpa di areal ini.
B. Bahan dan Alat Bahan penelitian yang diperlukan adalah semua jenis pohon yang mempunyai ukuran diameter 10 cm dan keatas, termasuk jenis pohon tengkawang. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi phiband, kompas, pita ukur, cat, kuas, tally sheet dan parang. C. Prosedur Kerja Untuk mengetahui asosiasi jenis pohon tengkawang dilakukan pembuatan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha). Dari plot tersebut dibuat jalur sebanyak 5 jalur penelitian yang berukuran 20 x 100 m (0.2 ha), kemudian dibuat sub-plot sebanyak 25 buah yang berukuran 20 x 20 m (0.04 ha). Pengamatan dilakukan terhadap semua jenis pohon yang terdapat dalam sub-plot penelitian yang berdiameter ≥ 10 cm. Data yang dikumpulkan meliputi semua individu pohon yang berdiameter ≥10 cm dan keatas yang meliputi nomor pohon, nama jenis dan diameter pohon setinggi dada. D. Analisis data Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2007 yang meliputi: 1. Nilai Penting Jenis (NPJ) dengan menggunakan rumus menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) yaitu: NPJ (%) = KR + DoR + FR
KR (%)
=
Jumlah individu suatu jenis dalam plot Jumlah individu seluruh jenis dalam plot
X 100
FR (%)
=
Jumlah kehadiran suatu jenis dalam plot Jumlah kehadiran seluruh jenis dalam plot
X 100
DoR (%)
=
Jumlah Luas Bidang Dasar suatu jenis Jumlah Luas Bidang Dasar seluruh jenis
X 100
Keterangan : KR= Kerapatan Relatif
Pontianak, 14 Mei 2014
FR= Frekuensi Relatif DoR= Dominasi Relatif
55
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
2. Assosiasi Jenis Asosiasi jenis pohon tengkawang dengan jenis dominan dilakukan dengan
menggunakan tabel kontingensi 2x2 (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974) sebagai berikut:
Tabel 1. Bentuk tabel kontingensi asosiasi jenis Jenis A Jenis B
Ada
Tidak ada
Ada a b Tidak ada c d Jumlah a+c b+d Keterangan : a = Jumlah petak yang mengandung jenis A dan jenis B b = Jumlah petak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak c = Jumlah petak yang mengandung jenis B saja, jenis A tidak d = Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jenis B N = Jumlah semua petak Untuk mengetahui adanya kecenderungan berasosiasi atau tidak, digunakan Chi-square Test dengan formulasi sebagai berikut: X2 =
(ad – bc)2 x N . (a+b) (c+d) (a+c) (b+d)
Nilai Chi-square hitung, kemudian dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada taraf uji 1% dan 5%, masingmasing dengan nilai 6,63 dan 3,84. Apabila nilai Chi-square hitung > nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat nyata. Apabila nilai Chi-square hitung < nilai Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat tidak nyata. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat atau kekuatan asosiasi, maka dihitung koefisien asosiasi (C) menggunakan rumus sebagai berikut: 1. 2. 3.
Bila ad ≥ bc, maka C = ad – bc (a+b) (b+d) Bila bc > ad dan d > a, maka C = ad – bc (a+b) (b+c) Bila bc > ad dan a > c, maka C = ad – bc (a+d) (c+d)
Nilai positif atau negatif dari hasil perhitungan menunjukkan asosiasi positif atau negatif antara pasangan jenis.
Pontianak, 14 Mei 2014
Jumlah a+b c+d N=a+b+c+d
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kerapatan dan Nilai Penting Jenis Berdasarkan hasil analisis data vegetasi yang telah dilakukan terdapat sebanyak 123 jenis/ha dengan kerapatan jenis mencapai 537 batang/ha. dengan jumlah bidang dasar 30.58 m2/ha. Untuk jenis dipterokarpa terdapat sebanyak 24 jenis/ha yang terdiri dari 5 marga yaitu Dipterocarpus (3 jenis), Hopea (1 jenis), Parashorea (2 jenis), Shorea (15 jenis) dan Vatica (3 jenis), sedangkan untuk jenis tengkawang terdapat 3 jenis meliputi Shorea macrophylla, S.pinanga dan S.seminis. Di areal ini masih banyak ditemukan jenis-jenis dipterokarpa yang merupakan penyusun utama tegakan hutan dipterokarpa. Purwaningsih (2004) yang menyebutkan sebagian besar hutan primer yang masih tersisa di wilayah Kalimantan vegetasinya masih banyak didominasi oleh suku dipterokarpa, sehingga sering disebutnya sebagai Hutan dipterokarpa. Apannah dan Turnbull (1998) menyebutkan bahwa Kalimantan dan Sumatera merupakan pusat pertumbuhan dipterokarpa di hutan tropika basah. Dari 123 jenis pohon yang terdapat areal penelitian tersebut jenis yang mendominasi areal penelitian
56
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
adalah Dipterocarpus tempehes (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus (NPJ =14.61%), Shorea smithiana (NPJ = 12.39%), Elateriospermum tapos (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%), Shorea parvifolia (NPJ = 8.91% dan Shorea macrophylla (NPJ = 8.62%) seperti tertera pada Tabel 1. Pratiwi dan Garsetiasih (2007) menyebutkan bahwa secara ekologis nilai vegetasi ditentukan oleh fungsi species dominan yang merupakan hasil interaksi dari komponen-komponen yang ada dalam
ekosistem tersebut. Species dominan merupakan species yang mempunyai nilai tertinggi di dalam ekosistem yang bersangkutan, sehingga jenis-jenis tersebut dapat mempengaruhi kestabilan di dalam ekosistem. Jenis yang dominan merupakan jenis yang mampu menguasai tempat tumbuh dan mengembangkan diri sesuai kondisi lingkungannya yang secara keseluruhan atau sebagian besar berada pada tingkat yang paling atas dari semua jenis yang berada dalam suatu komunitas vegetasi.
Tabel 1. 7 (tujuh) jenis pohon yang mempunyai nilai penting terbesar di Hutan Penelitian Labanan, Kalimantan Timur. Nomor 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Dipterocarpus tempehes V. Sl. Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea smithiana Sym. Elateriospermum tapos Blume Syzygium sp Shorea parvifolia Dyer Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton
B. Asosiasi Jenis Hasil perhitungan asosiasi jenis tengkawang dengan 7 jenis pohon dominan yang memiliki nilai penting jenis 8 % dan keatas (Tabel 1), menunjukkan bahwa nilai Chi-square hitung lebih kecil dibandingkan nilai Chisquare tabel baik pada taraf uji 1% dan 5%, hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada korelasi yang nyata atau asosiasi bersifat tidak nyata antara 7 jenis pohon dominan tersebut dengan jenis tengkawang. Apabila dilihat dari hasil perhitungan koefisien asosiasi (C) yang digunakan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat atau kekuatan asosiasi, nilai koefisien asosiasinya ada yang besifat positif dan negatif seperti tertera pada Tabel 2. Terdapat 9 jenis pohon yang memiliki nilai koefisien asosiasi (C) yang positif yaitu: Shorea macrophylla dengan Syzygium sp (C=0.31), Shorea macrophylla dengan
Pontianak, 14 Mei 2014
Nilai Penting (%) 23.68 14.61 12.39 11.53 10.72 8.91 8.62
Mallotus muticus (C=0.61), Shorea macrophylla dengan Dipterocarpus tempehes (C=1.00), Shorea pinanga dengan Shorea parvifolia (C=0.17), Shorea pinanga dengan Elateriospermum tapos (C=0.28) Shorea pinanga dengan Mallotus muticus (C=1.00), Shorea pinanga dengan Dipterocarpus tempehes (C=1.00), Shorea seminis dengan Syzygium sp (C=0.85) dan Shorea seminis dengan Mallotus muticus (C=0.10). Sedangkan yang mempunyai nilai negative antara lain: Shorea macrophylla dengan Shorea parvifolia (C=-0.25), Shorea macrophylla dengan Elateriospermum tapos (C=-0.04), Shorea macrophylla dengan Shorea smithiana (-0.19), Shorea pinanga dengan Syzygium sp (C=-1.78), Shorea pinanga dengan Shorea smithiana (C=0.19) dan Shorea seminis dengan Shorea parvifolia (C=-0.41). Adanya nilai koofisien asosiasi (C) positif,
57
58
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
mengindikasikan bahwa walaupun tidak ada hubungan yang nyata antara ke-7 jenis pohon dominan tersebut dengan jenis tengkawang, tetapi mereka masih bisa hidup secara bersama-sama dan tidak saling mengganggu satu sama lainnya dan secara tidak langsung jenis tersebut mempunyai hubungan baik atau ketergantungan antara satu dengan jenis yang lainnya. Barbour et al. (1999) menyebutkan bahwa apabila jenis berasosiasi secara positif, maka akan menghasilkan hubungan spasial positif terhadap pasangannya. Jika pasangan didapatkan dalam sampling, maka kemungkinan besar akan ditemukan pasangan lainnya tumbuh di dekatnya.
Sedangkan yang mempunyai nilai koefisien assosiasi negatif, berarti bahwa pasangan jenis tersebut tidak menunjukkan adanya toleransi untuk hidup bersama pada area yang sama atau tidak ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, khususnya dalam pembagian ruang hidup. Fajri dan Saridan (2012), menyebutkan bahwa assosiasi negatif berarti secara tidak langsung beberapa jenis mempunyai kecenderungan untuk meniadakan atau mengeluarkan yang lainnya atau juga berarti dua jenis mempunyai pengaruh atau reaksi yang berbeda dalam lingkungannya.
Tabel 2. Asosiasi jenis pohon tengkawang dengan jenis pohon dominan di Hutan Penelitian Labanan, Berau, Kalimantan Timur Tipe
X2t (1%)
X2t (5%)
X2t
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea parvifolia Dyer
6,63
3,84
1.10
asosiasi negative
Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Syzygium sp Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Elateriospermum tapos Blume Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea smithiana Sym. Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Dipterocarpus tempehes V. Sl. Shorea pinanga Scheff dengan Shorea parvifolia Dyer
6,63
3,84
0.62
positif
6,63
3,84
0.62
negative
+ 0.31 - 0.04
6,63
3,84
2.24
negative
-0.19
6,63
3,84
2.06
positif
6,63
3,84
2.94
positif
6,63
3,84
0.09
positif
Shorea pinanga Scheff dengan Syzygium sp
6,63
3,84
3.86
negatif
+ 0.61 + 1.00 + 0.17 -1.78
Shorea pinanga Scheff dengan Elateriospermum tapos Blume Shorea pinanga Scheff dengan Shorea smithiana Sym.
6,63
3,84
0.22
positif
6,63
3,84
0.41
negative
+ 0.28 - 0.19
Shorea pinanga Scheff dengan Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea pinanga Scheff dengan Dipterocarpus tempehes V. Sl. Shorea seminis Sloot. dengan Shorea parvifolia Dyer
6,63
3,84
1.02
Positif
+1.00
6,63
3,84
0.54
positif
6,63
3,84
0.06
negative
+ 1.00 -0.41
Shorea seminis Sloot. dengan Syzygium sp
6,63
3,84
1.39
positif
Shorea seminis Sloot. dengan Elateriospermum tapos Blume Shorea seminis Sloot. dengan Shorea smithiana Sym.
6,63
3,84
0.49
negative
+ 0.85 -0.39
6,63
3,84
0.65
negative
- 0.19
Jenis
Pontianak, 14 Mei 2014
C - 0.25
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Shorea seminis Sloot. dengan Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw Shorea seminis Sloot. dengan Dipterocarpus tempehes V. Sl.
6,63
3,84
0.02
positif
6,63
3,84
0.38
negative
+ 0.10 -0.67
Keterangan: + asosiasi positif, - asosiasi negatif * Berbeda nyata pada taraf uji 1% ** Berbeda nyata pada taraf uji 5% IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa : di areal penelitian terdapat sebanyak 124 jenis pohon per hektar dengan kerapatan 537 batang/ha dengan jumlah bidang dasar sebesar 30.58 m2/ha. Untuk jenis dipterokarpa terdapat sebanyak 23 jenis/ha, sedangkan untuk jenis tengkawang terdapat 3 jenis meliputi Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton, S.pinanga Scheff dan S.seminis Sloot.. Jenis yang mendominasi areal penelitian adalah Dipterocarpus tempehes V.Sl. (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%), Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%), Elateriospermum tapos Blume (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%), Shorea parvifolia Dyer (NPJ = 8.91% dan Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton (NPJ = 8.62%). Tidak satupun pasangan jenis yang berasosiasi bersifat nyata atau positif, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre tabel, dengan demikian asosiasi bersifat tidak nyata. Terdapat 9 pasangan jenis yang mempunyai nilai koefisien asosiasi (C) positif, mengindikasikan bahwa walaupun tidak ada hubungan yang nyata antara ke-7 jenis pohon dominan tersebut dengan jenis tengkawang, tetapi mereka masih bisa hidup secara bersama-sama dan tidak saling mengganggu satu sama lainnya. Demikian juga adanya pasangan jenis yang mempunyai koefisien asosiasi negative yang mengidikasikan bahwa pasangan jenis tersebut tidak menunjukkan adanya toleransi untuk hidup secara bersama dalam suatu ruang tumbuh.
Appanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A Review of Dipterocarps: taxonomy, ecology and silviculture. CIFOR, Bogor.
Pontianak, 14 Mei 2014
Barbour, B.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts. 1999. Terrestrial plant ecology. The Benjamin/Cummings. New york. Bunyavejchewin, S, JV La Frankie, PJ Baker, M Kanzaki, PS Ashton dan T Yamakura. 2003. Spatial Distribution Patterns of the Dominant Canopy Dipterocarps Species in a Seasonal Dry vergreen Forest in Western Thailand. Forest Ecology and management Journal. Vol. 175. Elsevier. Ediriweera, S, BMP Singhakumara, MS Ashton. 2008. Variation in Canopy Structure, Light and Soil Nutrition Across Elevation of a Sri Lanka Tropical Rain Forest. Forest Ecology and Management Journal. Vol. 256. Elsevier. Fajri, M; Saridan, A. 2012. Kajian Ekologi Parashorea melaanonan Merr Di Hutan Penelitian Labanan, Berau. Jurnal Dipterokarpa Volume 6 No.2 Desember 2012. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Yusliansyah; Supartini; S.E.Prasetya. 2007. Rangkuman Hasi-Hasil Penelitian dan Non Kayu Dipterokarpa. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. McNaughton, S.J. and W.L. Wolf. 1992. Ekologi umum. Edisi kedua. Penerjemah: Sunaryono P. dan Srigandono. Penyunting: Soedarsono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
59
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg. 1974. Aims and method of vegetation ecology. John Wiley & Sons Inc. Toronto. Purwaningsih. 2004. Review: Sebaran ekologi jenis-jenis dipterocarpaceae di Indonesia. Jurnal Biodiversitas Vol. 5 No.2.
Pontianak, 14 Mei 2014
Pratiwi dan R. Garsetiasih. 2007. Sifat fisik dan Kimia Tanah Tanah Serta Komposisi Vegetasi Di Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
60
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PENGARUH DOSIS DAN KOLONISASI HIFA PADA PENAMBAHAN INOKULAN ALAMI (EKTOMIKORIZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI Shorea pinanga ASAL KHDTK LABANAN DI PERSEMAIAN Karmilasanti dan Nilam Sari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298 Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulan alami terhadap pertumbuhan semai Shorea pinanga di persemaian dan pengaruh kolonisasi hifa dengan penambahan inokulan alami. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap penyediaan bibit dan inokulasi ektomikoriza, penanaman dan pemeliharaan di persemaian. Pengamatan dan pengukuran dilakukan terhadap variabel tanaman yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, pembentukan tunas dan kematian semai. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji sidik ragam dengan 5 perlakuan dosis inokulan alami yaitu 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15 gram dan 20 gram kemudian dilakukan uji lanjut LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis memberikan pengaruh terhadap setiap variabel pertumbuhan yang berbeda-beda. Untuk semua variabel pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan. Dosis 10 gram pada variabel pertambahan tinggi memberikan respon pertumbuhan terbaik, dosis 15 gram untuk pertambahan jumlah daun, dan pada variabel pertambahan diameter, tunas baru dan persentase kematian semai terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami). Sedangkan pengaruh terhadap kolonisasi hifa menunjukan bahwa dosis inokulan alami sebesar 20 gram memberikan penambahan jumlah hifa delapan belas kali lipat lebih banyak dibanding dengan kontrol. Kata kunci : Dosis inokulan alami, pertumbuhan semai, mikoriza, Shorea pinanga.
I.
PENDAHULUAN
Salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk dikembangkan di pulau Kalimantan adalah biji tengkawang sebagai bahan baku lemak nabati (Suharisno, 2009). Karena sifatnya yang khas, lemak tengkawang berharga lebih tinggi dibanding minyak nabati lain seperti minyak kelapa dan digunakan sebagai bahan pengganti minyak coklat, bahan lipstik, minyak makan dan bahan obatobatan (Anggraeni et al ., 1995). Di Indonesia terdapat 13 jenis pohon penghasil tengkawang yang tersebar terutama di Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatera (Al Rasyid et al., 1991). Shorea pinanga Scheff, tingginya dapat mencapai 23,5 m, batang bebas
Pontianak, 14 Mei 2014
cabang tinggi, tumbuh baik pada punggung-punggung bukit (Soeprijadi et al., 2008). Nama daerah dari S.pinanga adalah Brunai : kawang, meranti langgai bukit; Indonesia : awang boi (Kalimantan Selatan bagian Timur), tengkawang biasa, tengkawang rambai (Kalimantan Barat); Malaysia : kawang pinang (Sabah), meranti langgai bukit (Serawak). Pohon berukuran sedang hingga besar, banir kecil dengan tinggi 1,5 meter, daun jorong hingga bulat telur menyempit, benang sari 15, kepala sari seperti bola memanjang (Riniarti, 2002). Beberapa jenis meranti dan pohon penghasil tengkawang diantaranya Shorea pinanga tidak berbuah setiap tahun. Secara periodik panen raya terjadi setelah musim kemarau yang kering sekitar empat tahun sekali. Apabila pengambilan bibit dilakukan setelah masa
61
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
berbuah lewat, maka selanjutnya pengumpulan bibit hanya dapat dilakukan dengan sistem cabutan. Berdasarkan hasil analisis mikrobiologi, fungi ektomikoriza merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang dapat berasosiasi dengan tengkawang (S.pinanga) yaitu jumlah koloni dalam satu gram sampel fungi ektomikoriza berjumlah 1.100.000 koloni. Dengan adanya asosiasi fungi ektomikoriza ini dapat meningkatkan serapan N,P, dan K, meningkatkan ketahanan terhadap senyawa beracun, juga ketahanan terhadap berbagai pathogen tanah dengan terbentuknya mantel hifa yang melindungi akar secara fisik sehingga berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman (Zuliana, 2008). Tanah mempunyai sifat fisik yang baik dan sering mengandung populasi seimbang mikrosimbion yang telah beradaptasi, sehingga anakan/cabutan dimungkinkan terinokulasi secara alami dan disebut sebagai inokulan alami. Lebih dari itu tanah akan melekat pada jaringan mikoriza sehingga dapat menyerap guncangan ketika anakan dipindahkan ke lapangan. Khususnya pada anakan berakar telanjang, mikoriza dapat juga mengurangi resiko pengeringan pada akar selama pengangkutan (Schmidt, 2000). Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel tumbuhan secara tidak langsung (Dewi, 2007). Beberapa pustaka yang ada diperkuat dengan pendapat R. Nussbaum et al (1995), yang menyatakan sejumlah kecil top soil dari tanah sekitar pohon induk diberikan pada setiap polybag untuk memastikan adanya infeksi mikoriza pada anakan/cabutan. Dan cara efesien agar tanaman bagian akarnya bermikoriza adalah dengan cara inokulan
Pontianak, 14 Mei 2014
alami, karena tanah dari bawah tegakan induk di duga mampu bersimbiosis dengan spora yang sesuai dengan inangnya/pohon induknya. Menurut Omon (2009) pemberian inokulan tablet mikoriza yang dikemas dari satu jenis fungi mikoriza terhadap pertumbuhan kelima jenis Shorea, belum efektif mengingat setiap fungi mikoriza memiliki peran spesifik. Artinya pemberian inokulan tablet mikoriza dengan hanya spesifik satu fungi untuk lima jenis Shorea belum memberikan pertumbuhan efektif karena setiap spesies memiliki karakteristik dan kebutuhan hara yang berbeda dibanding dengan inokulan alami yang dapat menularkan langsung fungi mikoriza yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Dengan kondisi tersebut, maka penularan mikoriza dengan pemberian inokulan alami pada anakan/cabutan yang disemai di persemaian diharapkan mampu mengurangi keperluan akan pupuk di persemaian sehingga mengurangi biaya pemeliharaan di persemaian dan efek negatif terhadap serangan hama dan penyakit akibat penggunaan pupuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis inokulan alami terhadap pertumbuhan semai Shorea pinanga di persemaian dan pengaruh kolonisasi hifa pada akar dengan penambahan inokulan alami. Melalui penelitian ini diharapkan tersedia informasi standar dosis pemberian inokulan alami yang mampu memberikan pertumbuhan terbaik yang menghasilkan bibit bermutu secara generatif di persemaian.
II. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi pengambilan cabutan dan pengambilan tanah di bawah tegakan induk jenis Shorea pinanga berasal dari areal KHDTK Labanan Kabupaten
62
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Sedang lokasi pembibitan jenis Shorea macrophylla dilakukan di persemaian Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Samarinda. Penelitian dilakukan pada pertengahan tahun 2011 dan dimulai dengan pengambilan tanah di bawah tegakan induk Shorea pinanga sebagai campuran media di persemaian. Selanjutnya pengambilan cabutan di lapangan, setelah itu disemai pada polybag dengan campuran media top soil + inokulan alami dengan dosis yang sudah ditetapkan, kemudian terakhir bibit ditutup dengan sungkup. Setelah 2 bulan sungkup dibuka dan dilakukan pengukuran selama 3 kali dari bulan September s/d Nopember 2011. B. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan untuk kegiatan penelitian di persemaian adalah bahan generatif (anakan alam hasil cabutan) jenis Shorea pinanga, top soil, polybag ukuran (20 x 30 cm), plastik sungkup, pipa plastik, bambu, sarlon, label, tali tukang dan tanah di bawah pohon induk sebagai campuran media bibit. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah penggaris, kaliper, mikroskop, timbangan digital, oven, cutter, alat tulis dan kamera. C. Prosedur Kerja Tahapan pembibitan di persemaian di lakukan setelah pengambilan cabutan di lapangan. Cabutan yang diambil di lapangan terlebih dahulu diseleksi untuk mencari bibit yang berkualitas menurut SNI 01-5006.1-2006 yaitu kokoh teguh, batang tunggal dan utuh, sehat dan pangkal batang berkayu. Setelah itu dilakukan kegiatan sebagai berikut : - Cabutan yang sudah disiapkan, disemai langsung ke polybag ukuran 20 x 30 cm, yang telah diisi media semai yaitu campuran top soil + inokulan alami dengan dosis berikut : A. Jenis Shorea pinanga :
Pontianak, 14 Mei 2014
-
-
-
-
-
1. Shorea pinanga + top soil sebagai kontrol; 2. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 5 gram per polybag; 3. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 10 gram per polybag; 4. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 15 gram per polybag; 5. Shorea pinanga + top soil + inokulan alami 20 gram per polybag. Pemeliharaan dilakukan secara rutin meliputi : penyiraman, penyiangan, pembukaan naungan/sarlon sesuai dengan kebutuhan sinar matahari bagi pertumbuhan bibit dan lainnya. Pengamatan dan pengukuran bibit dilakukan setiap 1 bulan sekali sampai bibit siap tanam. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi bibit (cm), diameter bibit (mm), jumlah daun dan tunas baru. Pengukuran tinggi bibit dilakukan dengan menggunakan mistar/penggaris diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas selama 3 bulan. Pengukuran diameter batang bibit menggunakan kaliper dan diukur pada ketinggian sekitar 10 cm di atas pangkal batang. Pengamatan pertambahan jumlah daun dan tunas baru dilakukan setelah bibit berumur 2 bulan. Selanjutnya dilakukan pengamatan kolonisasi hifa pada akar dengan cara menghitung biomassa semai. Biomassa semai dihitung dengan memisahkan bagian akar dan batang kemudian diukur panjang akar dan jumlah hifa pada tanaman, setelah itu dioven pada suhu 103±2oC selama 3 hari. Pengamatan dilakukan secara acak pada unit percobaan. Data biomassa diperoleh pada tahap
63
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
pengukuran awal penanaman dan akhir pengukuran. D. Analisis Data Parameter yang diukur adalah pengaruh dosis inokulan alami terhadap pertumbuhan cabutan semai Shorea pinanga diantaranya : tinggi bibit (cm), diameter bibit (mm), pertambahan jumlah daun dan tunas baru. Analisis data yang digunakan adalah uji sidik ragam atau
analisis variance (ANOVA), kemudian dilakukan uji lanjut LSD. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian dosis inokulan alami Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea pinanga asal Labanan di Persemaian
Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian dosis inokulan alami terhadap pertambahan riap tinggi, riap diameter, pembentukan tunas baru, penambahan jumlah daun dan persentase kematian pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan Perlakuan Riap tinggi (cm) Riap diameter (mm) Daun baru Tunas baru Mati
Dosis 0 gram 2.18a 0.62a 0.85a 0.76a 0.29a
Dosis 5 gram 2.37a 0.34b 0.84a 0.18b 0.19b
Dosis 10 gram 2.66b 0.42b 1.44b,c 0.38b,c 0.18b
Dosis 15 gram 2.45a 0.39b 1.64b,c 0.41c 0.18b
Dosis 20 gram 2.42a 0.43b 1.31b 0.39c 0.19b
Signifikan 0.015 s 0.000 ss 0.000 ss 0.028 s 0.009 ss
Keterangan : ns : non signifikan s : signifikan ss : sangat signifkan 1.
Pertambahan Tinggi (Riap Tinggi) Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pertambahan tinggi semai jenis Shorea pinanga memberi hasil yang signifikan atau berbeda nyata dengan rerata pertambahan tinggi (riap tinggi) terbaik pada dosis 10 gram (2,66 cm). Hal tersebut disebabkan karena pada pemberian dosis inokulan lebih dari 10 gram diduga dapat menurunkan serapan unsur hara pada tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Unsur-unsur yang berguna dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman seperti P, Cu, dan Zn yang terkandung dalam inokulan alami dapat diserap dengan baik oleh tanaman dengan bantuan mikoriza (fungi) yang diinokulasi pada media dengan dosis
Pontianak, 14 Mei 2014
yang sesuai dengan sifat genetika dan morfologi dari tanaman tersebut. Fosfor merupakan kunci kehidupan. Disebut kunci kehidupan karena P mendorong pertumbuhan akar. Untuk itu pada tanaman tingkat semai juga perlu P dengan dosis yang sesuai untuk merangsang pertumbuhan akar. Tetapi jika kekurangan atau berlebihan akan menyebabkan kekerdilan/pertumbuhan terhambat. Sedangkan untuk K, karena berperan terhadap 50 enzim penting baik langsung maupun tidak langsung, maka pemupukan juga mestinya diberikan. Keseimbangan pemberian dosis hendaknya seimbang, karena dikhawatirkan timbul reaksi saling mengusir. 2.
Pertambahan Jumlah Daun
64
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pertambahan jumlah daun semai jenis Shorea pinanga memberi hasil yang sangat signifikan atau sangat berbeda nyata dengan jumlah daun terbanyak pada dosis 15 gram. Hal ini diduga pada dosis 0 gram, 5 gram, 10 gram dan 20 gram dapat menurunkan penyerapan unsur hara pembentuk daun khususnya nitrogen yang mengakibatkan pembentukan daun terhambat. Sehingga Pemberian inokulan alami dengan dosis 15 gram dianggap sebagai dosis standar/optimum yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan daun secara maksimal pada jenis shorea pinanga. Fungi mikoriza yang terdapat pada inokulan alami tersebut mampu meningkatkan serapan hara berupa Mg, Mn, Cl. Unsur Mg berperan sebagai penyusun klorofil, unsur Mn berperan sebagai elemen struktural kloroplas, sedangkan Cl berpengaruh terhadap evolusi O2 di dalam kloroplas. Keberadaan unsur ini dapat mempercepat pembentukan daun pada tanaman, jumlah daun pada tiap tanaman menunjukkan intensitas pertumbuhan (Setiadi (2006) dalam Rossiana (2010). 3.
Pertambahan Diameter (Riap Diameter) Pada Tabel 1 terlihat bahwa pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pertambahan diameter (riap diameter) memberi hasil yang sangat signifikan atau sangat berbeda nyata dengan pertumbuhan terbaik pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami) dibandingkan dengan dosis yang lain, hal ini berarti semai Shorea pinanga cukup mampu beradaptasi dengan tanah persemaian/top soil. Tanah persemaian/top soil mengandung unsur hara dalam hal ini nitrogen yang cukup dan mampu diserap oleh tanaman untuk mempercepat pertumbuhan kambium tanpa adanya fungi mikoriza pada
Pontianak, 14 Mei 2014
inokulan alami. Fungi mikoriza yang berperan adalah hifa yang menempel pada akar cabutan semai Shorea pinanga pada saat diambil di lapangan yang mampu bersimbiosis dengan spora pada media top soil untuk menularkan mikoriza pada tanaman. 4.
Pembentukan Tunas Baru Pengaruh perlakuan inokulan alami terhadap pembentukan tunas baru memberi hasil signifikan atau berbeda nyata dengan pertambahan jumlah tunas terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol). Hal ini menunjukan semai Shorea pinanga mengalami pembentukan tunas tanpa adanya inokulan alami. Tunas terbentuk dari batang, dimana pertumbuhan batang ditandai adanya pertumbuhan kambium. Sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pertambahan diameter batang yang terbaik pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami), maka jika perlakuan terbaik untuk pertambahan diameter adalah dosis 0 gram (kontrol) maka otomatis pertambahan tunas baru juga terbaik pada dosis tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Youn and Werner, (1982) dan Dwi Joseputro (1983) dalam Mashudi et al., (2008) bahwa tanaman menstimulasi tumbuhnya tunas baru pada axiler batang. Sehingga peningkatan diameter semai mengindikasikan tumbuhnya tunas baru atau cabang pada semai tersebut. 5.
Kematian Semai Pengaruh inokulan alami terhadap kematian semai adalah sangat berbeda nyata atau sangat signifikan. Dimana hasil yang diperoleh disebutkan bahwa pada perlakuan 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami) paling banyak semai Shorea pinanga mati, karena tanpa fungi mikoriza (inokulan alami) maka kemampuan semai untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang jauh dari habitat aslinya sangat kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian (2008) dalam Setiani, L (2010) menyatakan
65
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
bahwa dengan adanya hifa fungi mikoriza kelembaban di sekitar akar naik sehingga penyerapan air menjadi lebih mudah. B. Pengaruh Kolonisasi Hifa pada Akar dengan penambahan Inokulan Alami
Pada dosis yang sesuai penambahan inokulan alami akan memberikan pertumbuhan maksimal dan menambah kolonisasi hifa yang menempel di akar seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah kolonisasi hifa dan kadar air pada awal penanaman sampai dengan akhir pengamatan pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan akhir pengamatan Awal penanaman Kontrol Inokulan 20 gram KA batang 176.61 305.56 180.51 KA akar 183.08 124.27 179.17 T/R 1.09 4.00 3.77 Jumlah hifa yang menempel pada permukaan akar 0.67 3.28 12.33
Pengamatan terhadap jumlah hifa yang menempel pada akar menjadi parameter pendukung yang diamati untuk melihat berapa banyak fungi mikoriza yang mampu terinjeksi melalui inokulan alami. Seperti tersaji pada Tabel 2 menunjukan bahwa di awal penanaman jumlah hifa yang terlihat sebesar 0.67 dan setelah di tambah inokulan alami menjadi 12.33, sedang kontrol jumlah hifanya hanya sebesar 3.28. Dengan demikian penambahan inokulan alami dengan dosis 20 gram menambah jumlah hifa delapan belas kali lipat menjadi lebih banyak. Artinya dosis 20 gram inokulan alami mampu menularkan lebih banyak fungi mikoriza pada akar tanaman. Walaupun ada beberapa parameter pertumbuhan memberikan hasil terbaik tanpa penambahan fungi mikoriza (inokulan alami) seperti pertambahan diameter semai dan pembentukan tunas baru. Hal ini disebabkan dari sifat genetik dan morfologi semai itu sendiri serta kondisi awal pada saat diambil di lapangan. Untuk semai Shorea pinanga yang kondisi awalnya bervariasi seperti tinggi, diameter, jumlah daun maka pada saat berpindah tempat akan cenderung beradaptasi dengan lingkungan dan perlakuan terhadap ketahanan hidup dan tingkat pertumbuhannya.
Pontianak, 14 Mei 2014
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaruh inokulan alami terhadap variabel pertumbuhan tinggi semai Shorea pinanga umur 5 bulan memberikan hasil yang signifikan pada dosis 10 gram, untuk variabel pertambahan jumlah daun memberikan hasil yang sangat signifikan pada dosis 15 gram, untuk variabel pertambahan diameter dan persentase kematian semai memberikan hasil sangat signifikan pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan), sedang untuk pembentukan tunas baru memberikan hasil signifikan pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan). Sedangkan untuk pengaruh kolonisasi hifa terhadap penambahan inokulan alami menunjukan bahwa dosis inokulan alami sebesar 20 gram memberikan penambahan jumlah hifa delapan belas kali lipat lebih banyak dibanding dengan kontrol. Fungi mikoriza (inokulan alami) pada semai Shorea pinanga yang berasal dari KHDTK Labanan umur 5 bulan berfungsi pada pertambahan tinggi dan penambahan jumlah daun. B. Saran
66
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan di lapangan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit Shorea pinanga yang diberikan perlakuan inokulan alami atau penularan mikoriza dengan metode inokulasi yang berbeda utamanya pada penanaman di lahan-lahan kritis. DAFTAR PUSTAKA Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H, Hendarsyah D. 1991. Vedemikum Dipterocarpaceae. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Anggraeni, I.M.D, Wiharta dan Masano. 1995. Tengkawang Dalam Pohon Kehidupan. Yayasan Prosea Indonesia. Bogor. Dewi, R.I. 2007. Peran Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Jatinangor. Bandung. Mashudi, Adinugraha, Dedi Setiadi, dan Anita. 2008. Pertumbuhan Tunas Tanaman Pulai pada Beberaa Tinggi Pangkasan dan Dosis Pupuk NPK. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 2 No. 2. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Omon, R. M. 2009. Pengaruh Dosis Tablet Mikoriza Terhadap Beberapa Jenis Stek Meranti di HPH PT ITCIKU, Balikpapan Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.6 No.4, September 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor. R. Nussbaum, J Anderson dan T Spencer. 1995. Factors Limiting the Growth of Indigenous tree seedling Planted on Degraded Rainforest Soils in Sabah, Malaysia, Forest Ecology and Management, vol. 74, hal. 149-159., file : sdarticle_5a.pdf). Riniarti, M. 2002. Perkembangan Kolonisasi Ektomikoriza dan Pertumbuhan
Pontianak, 14 Mei 2014
Semai Dipterocarpaceae dengan Pemberian Asam Oksalat dan Asam Humat serta Inokulasi Ektomikoriza. Tesis Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Rossiana, N. 2010. Penurunan Kandungan Logam Berat dan Pertumbuhan Tanaman Sengon Paraserianthes falcataria L (Nielsen). Universitas Padjajaran. Bandung. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000. Danida Forest Seed Centre. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. PT. Gramedia. Jakarta. Setiani, L. 2010. Studi Keanekaragaman Fungi Ektomikoriza di Bawah Tegakan Meranti (Shorea spp) pada Areal Cagar Alam Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak. SNI 01-5006.1-2006. Mutu Bibit Bagian 1 : Mangium, Ampupu, Gmelina, Sengon, Tusam, Meranti dan Tengkawang. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Soeprijadi, D, Sukirno DP, Adriyanti D, Adriana, Nurjanto H, Indrioko S. 2008. Butir-butir Harapan dari Meranti. Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam, Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Suharisno. 2009. Grand Strategy Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Nasional. Ditjen RLPS. Jakarta. Zuliana. 2008. Studi Keberadaan Ektomikoriza di Bawah Tegakan Shorea spp di Kawasan Bukit Siling Bangai Hutan Lindung Gunung Belungai Desa Lumut Kecamatan Toba Kabupaten Sanggau. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.
67
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
PENGEMASAN LEMAK TENGKAWANG DALAM BAMBU Andrian Fernandes dan Rizki Maharani Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda email:
[email protected] ABSTRAK Pada masa panen Tengkawang, penduduk lokal di Kalimantan Barat akan mengolah biji menjadi lemak Tengkawang. Secara tradisional lemak Tengkawang dikemas dan disimpan agar dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengemasan lemak Tengkawang secara tradisional. Penelitian dilakukan pada November 2013 hingga Februari 2014 dengan cara mewawancarai pengolah lemak Tengkawang di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tradisional lemak Tengkawang disimpan dalam bambu dan dapat bertahan hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai bahan yang mudah diperoleh memiliki keunggulan sebagai bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai bahan anti mikroorganisme. Kata kunci : lemak Tengkawang, pengemasan tradisional, bambu, Kalimantan Barat.
I.
PENDAHULUAN
Penggunaan hasil hutan non kayu dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat sekitar hutan (Jensen, 2009). Pada masa panen, pohon Tengkawang yang produktif dapat menghasilkan buah 250-400 kg/pohon (Sumarhani, 2007). Buah tengkawang tergolong dalam jenis rekalsitran, sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu penduduk lokal telah mengembangkan pembuatan lemak dari biji Tengkawang. Tengkawang sebagai bahan baku lemak nabati telah dikenal sejak dulu. Brown, et al. (1975) telah mempublikasikan kandungan hidrokarbon minyak dari biji Shorea stenoptera. Di sisi lain, untuk daerah Kalimantan Barat, pengolahan dan penggunaan lemak tengkawang secara tradisional telah dilakukan secara turuntemurun. Jahurul (2012) menyebutkan bahwa buah tengkawang dari jenis S stenoptera mengandung 40-60% lemak yang dapat dimakan. Artinya pada masa
Pontianak, 14 Mei 2014
panen, akan didapatkan lemak Tengkawang dalam jumlah besar. Lemak Tengkawang yang dihasilkan pasti akan dikemas dan disimpan agar dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, penelitian ini betujuan untuk mengetahui cara pengemasan lemak Tengkawang secara tradisional. II. METODE PENELITIAN Untuk mengetahui proses pengemasan lemak tengkawang, dilakukan pengamatan di daerah yang mengolah lemak tengkawang secara tradisional. Penelitian dilakukan pada November 2013 hingga Februari 2014. Lokasi pengamatan berada di tiga kabupaten di Kalimantan Barat, yaitu Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang. Penelitian dilaksanakan dengan cara mewawancarai pembuat lemak tengkawang secara tradisional.
69
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Pengemasan lemak Tengkawang pada Kabupaten Bengkayang, Sintang dan Kapuas Hulu Kabupaten Bengkayang Desa Desa Sahan Tempat penyimpanan lemak Diameter bambu Paling besar, diameter bagian dalam bambu sekitar 5 cm. Panjang bambu Panjang minimal 1 ruas bambu, maksimal mencapai 3 m. Harga jual 1 ruas bambu berisi lemak sekitar 1,5-2 kg, dengan harga Rp.150.000,-. Tempat penyimpanan Diletakkan di dapur. bambu yang berisi lemak tengkawang
Corrales, et al (2014) menyebutkan bahwa sistem pengemasan makanan harus memperhatikan tingkat keamanan dan keuntungan pembuat makanan. Selama ini lemak tengkawang secara tradisional dikemas dalam batang bambu. Bambu sangat mudah didapatkan dari lingkungan sekitar desa penghasil
Sintang Desa Ensaid Panjang
Kapuas Hulu Desa Nanga Yen
Diameter dalam bambu sekitar 4 cm.
Diameter dalam bambu sekitar 4 cm dan 1 cm. Panjang bambu sekiar 30-40 cm.
Panjang berkisar antara 40 cm hingga 100 cm. 1 kg Rp.90.000,-.
Diletakkan dalam lemari khusus.
Belum memiliki harga jual.
Diletakkan di dapur.
Tengkawang. Dari tabel 1, menunjukkan adanya perbedaan ukuran bambu yang digunakan pada tiga kabupaten di Kalbar. Selain itu bambu adalah bahan yang kuat dan dapat melindungi lemak tengkawang secara fisik apabila dipindahkan atau dikirim ke luar daerah.
Gambar 1. Lemak tengkawang dalam bambu dari Bengkayang (kiri) dan Kapuas Hulu (kanan)
Pontianak, 14 Mei 2014
70
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Saat membeli produk makanan atau minuman, konsumen sangat melihat kemasan yang kuat (kemasan tidak mudah rusak), menarik, memberikan rasa yang khas pada produk dan memiliki ciri khas (Becker, et al, 2011). Bambu memiliki bentuk yang bulat dengan rongga di tengah batang. Bambu memiliki kulit atau lapisan luar dengan warna yang khas. Babalis, et al (2013) menjelaskan bahwa pengemasan produk untuk produk-produk saat ini tidak hanya menarik namun juga menggunakan bahan yang ramah lingkungan. Bambu sebagai bahan alami dapat terdekomposisi secara alami bila tidak dipergunakan lagi. Buonocore (2014) menjelaskan bahwa bahan-bahan yang dapat terdekomposisi secara alami yang berasal dari polimer dan selulosa sangat disarankan untuk digunakan sebagai bahan pengemasan makanan. Di sisi lain, Rubio, et al (2006) menyebutkan bahwa penggunaan kemasan dari bahan biologis dapat meningkatkan kualitas bahan makanan menjadi bahan yang lebih menyehatkan bila dibandingkan dengan kemasan buatan pabrik seperti kemasan plastik. Berdasarkan informasi pembuat lemak tengkawang menyatakan bahwa lemak tengkawang yang disimpan dalam bambu masih aman untuk dikonsumsi hingga sekitar lima tahun. Afrin, et al (2012) menjelaskan bahwa bambu merupakan bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai bahan anti mikroorganisme. Kemasan makanan yang bersifat anti mikroorganisme merupakan implementasi dari sebuah inovasi di bidang teknologi makanan (Corrales, et al, 2014). Artinya para pengolah lemak Tengkawang di jaman dulu telah melakukan inovasi di bidang pengemasan lemak Tengkawang, hanya belum mengetahui teori ilmiah yang mendasari mengapa lemak Tengkawang yang dikemas dalam bambu dapat awet untuk jangka panjang.
Pontianak, 14 Mei 2014
Velasco, et al (2014) menjelaskan bahwa pengemasan makanan tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan kualitas makanan dalam kemasan, namun juga berguna untuk memperoleh perhatian konsumen dan merupakan salah satu cara dalam mengkonservasi makanan tersebut. Artinya lemak tengkawang dalam bambu dapat dijual sebagai bahan makanan dan juga oleh-oleh khas Kalimantan Barat. Dengan membeli lemak dalam bambu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pemilik tengkawang, dan dalam jangka panjang akan menyukseskan program konservasi tengkawang. IV. KESIMPULAN Berdasarkan informasi pembuat lemak tengkawang menyatakan bahwa lemak tengkawang yang disimpan dalam bambu masih aman untuk dikonsumsi hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai bahan yang mudah diperoleh memiliki keunggulan sebagai bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai bahan anti mikroorganisme. V. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada pak Nadu (Bengkayang), pak Nikun (Sintang), pak Choirul (Kapuas Hulu), dan teman-teman pendamping dari PRCF Indonesia. Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada ITTO PD 586/10 Ref (F) atas dukungan program- program terkait Perlindungan dan Pemanfaatan Tengkawang
DAFTAR PUSTAKA Afrin, T, T Tsuzuki, RK Kanwar dan X Wang. 2012. The Origin of the Antibacterial Property of Bamboo. The Journal of The Textile Institute. Vol. 103. No. 8. Hal. 844-849. Taylor and Francis Online.
71
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Babalis, A., J Ntintakis, D Chaidas dan A Makris. 2013. Design andn Developmnet of Innovative Packaging for Agricultural Product. 6th International Conference on Information and Communication Technology in Agriculture, Food and Environment (HAICTA 2013). Procedia Technology Journal. Vol. 8. Hal. 575-579. Elsevier. Becker,
L, TJL van Rompay, HNJ Schifferstein dan M Galetzka. 2011. Tough Package, Strong Taste : The Influence of Packaging Design on Taste Impressions and Product Evaluations. Food Quality and Preference Journal. Vol. 22. Hal. 1723. Elsevier.
Brown, S. O., R. J. Hamilton dan S. Shaw. 1975. Hydrocarbons from Seeds. Phytochemistry Journal. Vol. 14. Hal. 2726. Pergamon Press. Buonocore, G. 2014. Safety of Food and Beverage : Packaging Material and Auxiliary Items. Encyclopedia of Food Safety. Vol. 3 : Food, Materials, Technologies and Risks. Hal. 384-396. Academic Press. Corrales, M., A. Fernandez dan JH Han. 2014. Chapter 7 – Antimicrobial Packaging Systems. Innovations in Food Packaging. 2nd Edition. Hal. 133-170. Academic press.
Pontianak, 14 Mei 2014
Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini, F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM Sharif, AKM Omar. 2012. Cocoa Butter Fats and Possibilities of Substitution in Food Products Concerning Cocoa Varieties, Alternative Source, Extraction Methods, Composition, and Characteristics. Journal of Food Engineering. Vol. 117. Hal. 467-476. Elsevier. Jensen, A. 2009. Valuation of Non-timber Forest Product Value Chain. Forest Policy and Economics Journal. Vol. 11. Hal 34-41. Elsevier. Rubio, AL, R Gavara dan JM Lagaron. 2006. Bioactive Packaging : Turning Foods into Healthier Foods Through Biomaterials. Trends in Food Science and Technology Journal. Vol. 17. Hal. 567-575. Elsevier. Sumarhani. 2007. Pemanfaatan dan Konservasi Jenis Meranti Merah Penghasil Tengkawang. Info Hutan Vol IV (2) : 177-185. Velasco, C, AS Montejo, FM Ramos dan C Spence. 2014. Predictive Packaging Design : Tasting Shapes, Typefaces, Names, and Sounds. Food Quality and Preference Journal. Vol. 34. Hal. 88-95. Elsevier.
72
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
POTENSI LEMAK TENGKAWANG SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PEMBUATAN PERMEN COKLAT Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298 Email:
[email protected] ABSTRAK Coklat merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi, selain memiliki cita rasa yang enak, coklat juga sangat berguna bagi kesehatan. Dalam perkembangan jaman, pihak industri berusaha mencari pengganti lemak coklat atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter Replacer (CBR). CBR dibedakan menjadi Cocoa Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa Butter Substitutes (CBS). Salah satu CBE adalah lemak Tengkawang. Lemak tengkawang berpotensi sebagai bahan pengganti lemak coklat karena memiliki sifat yang mirip dengan coklat, sehingga berpotensi sebagai bahan baku permen coklat. Pada masa panen perlu diantisipasi untuk mengolah dan menyimpan lemak tengkawang yang jumlahnya sangat besar. Di masa datang perlu dilakukan diversifikasi produk lainnya yang berbahan baku lemak tengkawang. Kata kunci : lemak coklat, lemak tengkawang, CBE
I.
PENDAHULUAN
Coklat merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi, selain memiliki cita rasa yang enak, coklat juga sangat berguna bagi kesehatan (Elkalyoubi, et al, 2011). Permen coklat juga dapat digunakan sebagai bahan untuk orang-orang yang membutuhkan ketahanan tubuh yang tinggi, misalnya pendaki gunung, anggota SAR,dan lainlain. Di bidang kesehatan, coklat mengandung flavanoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami untuk menangkal radikal bebas dalam tubuh. Cokelat mengandung serotonin, antidepresan alami. Coklat juga merangsang produksi endorphin yang dapat menghilangkan perasaan depresi dengan menciptakan perasaan bahagia dan senang (Macdiarmid dan Hetherington, 1995). Permen coklat dibuat dengan mencampurkan mencampur lemak coklat (cocoa butter), bubuk coklat ,gula halus, serta beberapa bahan lain yang dibuat adonan kemudian dicetak (Koswara, S., 2009). Lemak coklat (cocoa butter)
Pontianak, 14 Mei 2014
sebagai bahan utama dalam pembuatan permen coklat terkandung dalam biji coklat (Theobroma cacao), hal tersebut mempengaruhi harga lemak coklat sehingga menjadi relatif lebih mahal dibandingkan lemak tumbuhan lain. Tanaman coklat hanya dibudidayakan di beberapa negara seperti Côte d’Ivoire (40% dari produksi kakao dunia), sekitar 33% dihasilkan oleh Ghana, Indonesia dan Nigeria, dan 5 % dihasilkan di Brasil (Rice, and Greenberg, 2003). Dalam perkembangan jaman, produsen permen berusaha mencari bahan alternatif pengganti lemak coklat atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter Replacer (CBR). Beberapa bahan yang termasuk CBR antara lain: minyak kelapa sawit, lemak biji mangga, minyak biji bunga matahari dan lemak tengkawang (Jahurul et al, 2013) . CBR diartikan sebagai lemak non-lauric yang bisa menggantikan lemak coklat baik sebagian atau secara lengkap dalam permen coklat atau produk makanan lain. Komposisi asam lemak dalam CBR mirip dengan lemak coklat tetapi dengan kandungan trigliserida lebih banyak atau justru lebih
73
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
sedikit. CBR dibedakan menjadi Cocoa Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa Butter Substitutes (CBS). Cocoa Butter Equivalent (setara lemak coklat) mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang sama dengan lemak coklat, sehingga bisa dicampur dengan lemak coklat dalam jumlah tertentu tanpa mengubah sifat produk akhir. Sedangkan Cocoa Butter Substitutes (pengganti lemak coklat) mempunyai sifat fisik yang mirip dengan lemak coklat tetapi mempunyai sifat kimia yang sama sekali berbeda. Salah satu jenis CBE yang paling potensial adalah lemak tengkawang yang diekstrak dari biji tengkawang. Lipp dan Anklam (1998) menyebutkan bahwa biji tengkawang (Borneo Illipe nut) merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang penting sebagai bahan baku lemak nabati yang bernilai tinggi sebagai pengganti coklat. Sebagai hasil tambahan bila produksi biji telah menurun, kayunya dapat dipungut untuk dimanfaatkan sebagai salah satu jenis kayu bernilai tinggi yang banyak diminati baik untuk industri kayu lapis maupun industri kayu gergajian. II. POTENSI TENGKAWANG SEBAGAI COCOA BUTTER EQUIVALENT (CBE) Biji tengkawang atau illipe nut mengandung lemak (green butter) yang dapat di olah menjadi minyak goreng, pengganti coklat, bahan farmasi, kosmetik, sabun dan margarine. Beberapa jenis pohon Shorea sp. yang dikenal sebagai peghasil utama biji tengkawang yaitu Shorea macrophylla, S. palembanica, S. splendida, S. stenoptera dan S. gibbosa (Soerianegara dan Lemmens, 1997). Pohon tengkawang sudah sejak turun temurun di tanam terutama oleh masyarakat Dayak di Kalimantan, bahkan ada banyak yang tumbuh liar di hutan,
Pontianak, 14 Mei 2014
karena pohon ini lebih mudah tumbuh di lahan basah seperti daerah rawa dan di bantaran sungai. Sehingga saat buah jatuh kemudian hanyat dibawa air lalu tumbuh di sepanjang tepi sungai. Namun tahuntahun belakangan ini kayu tengkawang banyak yang ditebang karena harga buahnya yang relatif rendah dan ada permintaan pasar akan komoditi kayu tengkawang ini meningkat seiring dengan semakin habisnya kayu-kayu di Kalimantan. Meskipun begitu Kalimantan Barat masih menduduki peringkat terbanyak di dunia yang menghasilkan biji tengkawang, walaupun tidak ada data pasti yang menyebutkan berapa jumlah produksinya setiap kali panen dalam tahun-tahun terakhir ini. Pohon tengkawang ini biasanya berbunga pada bulan Agustus-Oktober dan baru akan matang dan jatuh pada bulan Januari-Maret. Setiap pohon dapat menghasilkan 250-400 kg buah tengkawangatau sekitar 600 kg perhektar buah yang belum diproses. Buah tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke tanah lembab akan segera berkecambah dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini lekas tumbuh karena tidak memiliki masa dormansi. Pada waktu biji berkecambah, kandungan minyak pada biji menurun dengan cepat. Oleh karena itu buah tengkawang harus dikumpulkan secepat mungkin setelah jatuh. Proses pengolahan buah tengkawang menjadi lemak diawali dengan pemisahan biji dari daging buah. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan cara perendaman dalam air mengalir dan penjemuran di atas bara api (pengasapan). Biji tengkawang yang mengandung lemak tersebut selanjutnya di ekstrak dengan cara perebusan, pengempaan atau penggunaan bahan kimia. Lemak yang diperoleh selanjutnya dimurnikan dengan cara penetralan dalam alkali, pemucatan dan penghilangan bau.
74
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Proses pengolahan biji tengkawang menjadi lemak, relatif lebih sederhana dibandingkan dengan pengolahan biji kakao. Sebagai perbandingan untuk mendapatkan lemak kakao biji-biiji kakao diproses untuk menghasilkan sejumlah produk kakao, termasuk cokelat. Tahap pertama adalah pemanggangan (roasting), diikuti oleh pemecahan (cracking) dan pelepasan dari biji (de-shelling) untuk menghasilkan biji yang disebut nibs. Biji (nibs) ini kemudian digiling dengan berbagai metode menjadi berbentuk pasta, yaitu coklat cair (chocolate liquor) atau pasta kakao. "Cairan" ini kemudian diproses lebih lanjut menjadi cokelat dengan mencampurkan (lebih banyak) lemak kakao dan gula (kadang-kadang ditambahkanva nila sebagai perasa dan lesitin sebagai pengemulsi), dan kemudian dimurnikan, dihaluskan Parameter
dengan coche, lalu dipanaskan dan didinginkan berulang kali (tempered). Metode lain adalah dengan memisahkannya menjadi kakao bubuk dan lemak kakao menggunakan mesin tekanan hidrolik (hydraulic press). Proses pemisahan ini menghasilkan sekitar 50% lemak kakao dan 50% kakao bubuk. Kakao bubuk standar memiliki kandungan lemak sebesar 10-12%. Lemak kakao digunakan dalam produksi cokelat batangan, produk gula lain, sabun, serta produk kosmetik. III. KANDUNGAN DALAM BIJI COKLAT DAN BIJI TENGKAWANG Perbandingan karakteristik lemak kakao dan lemak tengkawang bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Tengkawang (Fernandes, et al, 2013)
Kakao (JB cocoa, Singapura)
1,461 34 1,36 12,61 187,05 Kuning Muda
1,456-1,459 32-36 <1,75 32-38 188-198 Putih Kekuningan
Indeks bias Titik leleh FFA (asam lemak bebas) Bilangan Iod Bilangan penyabunan Warna
Perbandingan presentase relatif Komposisi asam lemak dalam lemak kakao dan lemak tengkawang: Profil Methyl Ester Asam Lemak C16=0 (asam palmitat) C18=0 (asam stearat) C18=1 (asam oleat) C18=2 (asam linoleat)
Tengkawang (Shorea macrophylla) (Nesaretnam dan Ali ,1992) 16 46,7 33,2 0,0921
Dalam dunia industri, asam palmitat dijadikan bomb, dan umum digunakan ketika perang dunia (napalm). Selain itu, asam palmitat tidak digunakan secara luas. Asam palmitat umum terkandung dalam minyak kelapa sawit
Pontianak, 14 Mei 2014
Kakao (Jahurul et al, 2013) 25-33,7 33,7-40,2 26,3-35 1,7-3%
dan makanan berlemak tinggi (junkfood). Asam stearat digunakan sebagai bahan baku kosmetik, lilin, plastik, untuk memperkeras sabun, dsb. Senyawa ester dari asam stearat digunakan sebagai bahan baku shampoo, sabun, dan
75
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
kosmetik lainnya. Asam stearat juga digunakan dalam industri makanan dalam pembuatan permen. Asam oleat digunakan dalam dunia farmasi, yaitu sebagai bahan pelarut dan pengental untuk obat-obatan tertentu. Asam oleat juga digunakan sebagai bahan pelarut dan pengental untuk bahan aerosol. Asam linoleat digunakan sebagai bahan pembuat sabun dan pengental. Dalam industri makanan, asam linoleat digunakan sebagai suplemen karena di dalam tubuh, asam linoleat akan disintesis menjadi asam arakhidonat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Berdasarkan perbandingan karakteristik serta kandungan asam lemak dalam lemak kakao dan lemak tengkawang didapatkan adanya kemiripan sifat baik fisik maupun kimianya, Hal ini sesuai dengan definisi lemak tengkawang sebagai Cocoa Butter Equivalent (Setara Lemak Kakao), sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku alternatif dalam pembuatan permen. Kadar asam stearat pada lemak tengkawang relatif lebih tinggi dibandingkan lemak coklat, hal ini akan berpengaruh pada titik leleh yang lebih tinggi pada hasil akhir produk permen.
IV. KESIMPULAN Lemak tengkawang berpotensi sebagai bahan pengganti lemak coklat karena memiliki sifat yang mirip dengan coklat, sehingga berpotensi sebagai bahan baku permen coklat. Pada masa panen perlu diantisipasi untuk mengolah dan menyimpan lemak tengkawang yang jumlahnya sangat besar. Di masa datang perlu dilakukan diversifikasi produk berbahan baku lemak tengkawang. V. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih dihaturkan kepada ITTO PD 586/10 Ref (F) atas dukungan program- program terkait Perlindungan dan Pemanfaatan
Pontianak, 14 Mei 2014
Tengkawang. Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada seluruh pihak terkait yang mendukung terlaksanya kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA El-Kalyoubi, M., MF Khallaf, A Abdelrashid, dan EM Mostafa. 2011. Quality Characteristics of Chocolate – Containing Some Fat Replacer. Annals of Agricultural Science Journal. Vol. 56, No. 2. Hal. 89-96. Fernandes, A., M. Fajri, S. Sunarta dan T. Widowati. 2013. Dari Pohon Hingga Minyak Tengkawang. Makalah dalam Pelatihan Teknologi Tepat Guna Tengkawang di Sanggau 25-26 Maret 2013. Tidak dipublikasikan. Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini, F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM Sharif, AKM Omar. 2013. Cocoa Butter Fats and Possibilities of Substitution in Food Products Concerning Cocoa Varieties, Alternative Source, Extraction Methods, Composition, and Characteristics. Journal of Food Engineering. Vol. 117. Isue 4. Hal. 467-476. Elsevier. Koswara,S., 2009. Teknologi Pembuatan Permen. Ebook.com. diakses 21 April 2014. Lipp, M. dan E. Anklam. 1998. Review of Cocoa Butter and Alternative Fats for Use in Chocolate – Part A. Compositional Data. Food Chemistry Journal. Vol. 62 (1) : 73-97. Elsevier. Macdiarmid, J. I., dan Hetherington, M.M. 1995. Mood Modulation by Food : an Exploration of affect and cravings in “chocolate addicts”. British Journal of Clinical psychology. Vol 34. Hal : 129-138. Nesaretnam, K dan AR bin Mohd Ali. 1992. Engabkang (Illipe) – an Excellent Component for Cocoa Butter Equivalent Fat. Journal Science Food Agriculture. Vol. 60. Hal. 15-20.
76
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Rice, Robert A. & Greenberg, Russell, 2003, Natural History. Jul/Aug 2003, Vol. 112 Issue 6, p36. 8p. 8 Color Photographs.
Pontianak, 14 Mei 2014
Soerianegara and Lemmens, RHMJ (Editors). 1997. Plant Resources of SouthEast Asia No. 5 (1). Timber Trees: Commercial timbers. Prosea, Bogor.
77
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
RIAP DIAMETER TENGKAWANG RAMBAI (Shorea pinanga Scheff) DI HUTAN ALAM LABANAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Abdurachman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A.W Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298 Email:
[email protected] ABSTRAK Usaha melestarikan tanaman dengan melakukan kegiatan penanaman memerlukan informasi pertumbuhan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dari riap diameter tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) yang berada di hutan alam.. Penelitian dilakukan di hutan alam Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Pengambilan data dilakukan pada plot penelitian sebanyak 3 plot dengan ukuran plot masing-masing seluas 4 (200 m x 200 m). Pohon yang diukur semua pohon tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) yang berdiameter ≥10 cm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Shorea pinanga Scheff di hutan alam memiliki kecenderungan untuk dapat tetap bertahan yang ditunjukkan dengan sebaran diameter yang bertingkat dari kecil hingga besar yaitu Diameter terkecil 10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm, bila pohon besar mati maka pohon yang kecil dapat menggantikannya, adapun riap diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th dengan galat baku 0,07 cm Kata kunci : Shorea pinanga Scheff, riap diameter, hutan alam
I.
PENDAHULUAN
Hutan alam Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi dengan menghasilkan sumber devisa bagi negara baik berupa kayu maupun non kayu yang lebih di kenal dengan HHBK (hasil hutan bukan kayu). Kekayaan alam ini perlu dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu informasi tumbuhan ini sangat diperlukan baik mengenai sebaran jenis dalam suatu kawasan maupun besarnya riap dari suatu jenis. Salah satu jenis yang dapat menghasilkan keduanya yaitu kayu dan non kayu adalah Shorea pinanga Scheff yang merupakan salah satu jenis penghasil buah tengkawang yang menghasilkan minyak nabati, selain itu memiliki ukuran besar. Dengan demikian usaha penanaman jenis ini perlu digalakkan. Tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) termasuk dalam marga Shorea yang berada dalam famili Dipterocarpaceae. Di Indonesia Meranti
Pontianak, 14 Mei 2014
ini tersebar di pulau Kalimatan. Jenis ini tumbuh dalam hutan primer, khusus pada punggung-punggung bukit di bawah ketinggian 700 m dpl. Pohon ini memiliki ukuran yang sangat besar, tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameternya dapat mencapai 130 cm, batang tinggi, lurus, berbentuk silinder; banir tebal, curam sederajat, tinggi dan bentangan mencapai 1,5 m, cekung, bulat. (Soerianegara dan Lemmens, 1994 dan Newman et.al., 1999). Untuk menjaga agar jenis pohon penghasil tengkawang tersebut terhindar dari kepunahan, maka pemerintah telah mengeluarkan PP No.7/1999 untuk melindungi dari kepunahan dan Kepmen No.692/Kpts-II/1998 yang melarang penebangan dari jenis ini. Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai riap pohon Shorea pinanga Scheff di hutan alam Labanan, dengan harapan informasi ini dapat digunakan sebagai bahan
78
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
masukan dalam usaha penenaman dan budidaya jenis pohon tersebut. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian terletak di areal hutan Labanan, merupakan plot penelitian permanen kerjasama antara Balai Penelitian Kehutanan Samarinda, PT Inhutani I Berau dan Berau Forest management Project (BFMP) di mana plot ini sebelumnya merupakan kegiatan Silvicultural Tecniques for the Regeneration of Logged Over Forest in East Kalimantan (STREK) Project yang berada di Berau Kalimantan Timur. Pada saat ini masuk dalam lokasi KHDTK hutan penelitian Labanan. Berada pada ketinggian antara 100 – 350 m dpl. Jenis tanah didominasi oleh Podsolik Haplik (Typic Paleudults) dan Podsolik cromik (Typic Hapluduts). Tanah-tanah tersebut memiliki tekstur lempung, lempung liat berpasir hingga lempung berliat dan liat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan struktur gumpal tak bersudut hingga bersudut. Tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) lokasi penelitian memiliki nilai Q = 16,17% tergolong tipe iklim B (Q = 14.3-33.3%), sementara di bagian selatan memiliki nilai Q = 4,20% termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 2.500- 3.000 mm per tahun. Suhu udara maksimum 350C terjadi pada bulan September dan Nopember dan terendah 330C pada bulan Januari. Suhu udara minimum tertinggi 220C terjadi pada bulan Mei dan Juni dan minimum terendah 210C terjadi pada bulan Februari dan Agustus. B. Pengumpulan data lapangan Data di lapangan diperoleh dari pengukuran pohon Shorea pinanga Scheff yang berada pada plot penelitian permanen sebanyak 3 plot di hutan primer, setiap plot berukuran 200 m x 200 (4 ha). Plot berbentuk bujur sangkar yang dibagi kedalam empat kuadran
Pontianak, 14 Mei 2014
dengan luas masing-masing 1 ha. pengukuran dilakukan dengan sensus 100% untuk semua pohon Shorea pinanga Scheff yang terdapat dalam plot penelitian. C. Analisis data Menghitung diameter (d) dan riap diameter (Rd) Diameter Pohon diperoleh dari konversi keliling sebagai berikut: (Dephut, 1992) D=K/ Dimana: D = diameter pohon (cm) K = keliling pohon (cm) = konstanta phi = 3,1415
Riap diameter pohon diperoleh dari rumus berikut: Rd = d n - d (n-1) Dimana: Rd = riap diameter pohon (cm/th) d n = diameter tahun ke-n d (n-1) = diameter tahun ke (n-1)
Data dari hasil pengukuran selanjutnya diolah dalam bentuk perhitungan berdasarkan Snedecor & Cochran (1989) sebagai berikut : a. Nilai rataan (x) X Xi / n b. Nilai simpangan baku (sd) dan ragam (S²)
Sd
S c.
2
x
x
2
2
( x) 2 / n n 1
( x) 2 / n n 1
Nilai galat baku (Se) Se
x
2
( x ) 2 / n n(n 1)
Dimana: xi = nilai pengamatan individu ke i n = ukuran sample pangamatan
79
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Sebaran dan Pergeseran Diameter Dari hasil dua pengukuran, baik yang pertama maupun yang kedua, sebaran diameter yang diklasifikasikan ke
dalam kelas kelas diameter dengan interval 10 cm dimana didapat kelas diameter terkecil adalah 10 cm dan tertinggi 70 cm yang diperoleh di lapangan terlihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter pada dua periode pengukuran Kelas Diameter 10 20 30 40 50 60 70
Jumlah pohon 27 5 8 5 2 1 0
Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa jumlah pohon terbanyak berada pada kelas diameter kecil dan secara umum makin besar makin sedikit. Kondisi terjadi pada 2 periode pengukuran yang dilakukan. Model merupakan suatu yang umum terjadi di
Jumlah pohon 22 6 5 9 3 2 1
hutan alam untuk semua jenis yang ada, untuk satu jenis yang diamati pada penelitian ini, hal yang sama terjadi pula. Bentuk sebaran dari dua periode pengukuran dan juga pergeseran diameter yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
30
Jumlah pohon
25 20 15 10 5 0 10
20
30
40
50
60
70
Kelas Diameter (cm) Pengukuran 1
Pengukuran 2
Gambar 1. Kurva sebaran dan pergeseran diameter Shorea pinanga Scheff di hutan alam Pada Gambar 1 tersebut terlihat bahwa dari dua periode pengukuran, dua kurva sebaran diameter hampir menyerupai J terbalik. Walaupun pada sebaran ini hanya pada satu jenis yang
Pontianak, 14 Mei 2014
tumbuh di alam, ternyata bentuknya mirip pada hutan alam pada umumnya bila dibuat untuk semua jenis, seperti yang dilaporkan tetang sebaran diameter di hutan alam (Abdurachman, 2013;
80
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Susanty dan Setiawan, 2013). Dari sebaran itu terlihat pula bahwa secara alami jenis ini telah membentuk suatu sistem untuk mempertahankan diri dari kepunahan dengan logika pohon yang besar akan mati dan akan diganti oleh pohon yang lebih kecil, walaupun pada hutan alam pohon yang besar belum tentu lebih tua dari pohon yang kecil. Pada Gambar 1 itu pula terlihat bahwa dengan berjalannya pengamatan dari dua peride pengukuran, ada pergeseran jumlah pohon pada kelaskelas diameter, dimana jumlah pohon pada diameter 10 cm jumlahnya berkurang dan masuk pada kelas
diatasnya, hal ini berarti ada pertumbuhan dengan bertambahnya diameter, demikian pula pada kelas diameter diatasnya. Pergeseran ini merupakan gejala yang umum terjadi dalam pembuatan sebaran diameter di dalam membandingkan 2 pengukuran yaitu pengukuran pertama dan kedua. 2.
Riap Diameter Perhitungan riap diameter yang didapat berdasarkan dengan menghitung riap tahunan. Hasil perhitungan riap diameter untuk jenis Shorea pinanga Scheff ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai rataan, simpangan baku, ragam dan galat baku dari Shorea pinanga Scheff Peubah Diameter (cm)
Rataan 0,41
Simpangan baku 0,30
Shorea pinanga Scheff merupakan salah satu jenis dari jenis shorea yang pada umumnya memiliki pertumbuhan yang cukup besar sebagaimana yang dinyatakan oleh Susanty (2013) bahwa Jenis shorea spp. Mempunyai kontribusi besar terhadap rataan diameter kelompok jenis Dipterocarpaceae, untuk hutan bekas tebangan setelah 3 tahun adalah 0,97 – 2,15 cm 2th1. Nilai riap diameter seperti yang tertera pada Tabel 2 di atas yaitu 0,41 cm/thn sedikit lebih kecil dari nilai riap Shorea spp pada hutan bekas tebangan, hal ini wajar karena niali ini diperoleh dari hutan primer yang memiliki tingkat kerapatan tinggi dan kondisi yang sudah tetap dalam arti untuk membantu percepatan dengan masuknya sinar matahari dan ruang tumbuh dari pohon yang ada didalamnya. Pada penelitian lain Susanty dan Suhendang (2013) yang menyatakan riap diameter rataan setelah penebangan akan lebih besar dibandingkan pada kondisi hutan primer, terutama terjadi karena adanya respon pembukaan ruang tumbuh setelah penebangan.
Pontianak, 14 Mei 2014
Ragam 0.09
Galat baku 0,07
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, Shorea pinanga Scheff di hutan alam memiliki kecenderungan untuk dapat tetap bertahan yang ditunjukkan dengan sebaran diameter yang bertingkat dari kecil hingga besar yaitu diameter terkecil 10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm , bila pohon besar mati maka pohon yang kecil dapat menggantikannya. Adapun riap diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th dengan galat baku 0,07 cm. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, 2013. Model struktur tegakan hutan primer di Sangai, Kalimantan Tengah. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda. Dephut.
1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 692/KptsIi/1998 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan
81
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 261/KptsIv/1990 Tentang Pohon-Pohon Di Dalam Kawasan Hutan Yang Dilindungi Newman, M. F., P.F Burgess and T.C Whitmore. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan. Yayasan PROSEA. Bogor. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Snedecor, G. and W.G. Cochran. 1989. Statistical Methods Eighth Edition. The Iowa State University Press. Ames Iowa. USA Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J. (Eds.). (1994) Timber trees: Major ommercial timbers. Plant resources
Pontianak, 14 Mei 2014
of South-East Asia No. 5 (1). Prosea, Bogor, Indonesia. Susanty F.H 2013. Keragaan Karakteristik Biometrik Hutan Dipterocarpaceae Campuran di Kalimantan Timur. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Susanty F.H dan A. Setiawan 2013. Studi Pemulihan Tegakan Setelah Penebangan Dengan Pendekatan Model Struktur Tegakan. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda Susanty F.H dan E. Suhendang 2013. Riap Individu Dan Tegakan Periodik Hutan Dipterocarpaceae Setelah Penebangan. Prosiding Restorasi Ekosistem Dipterokarpa Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Hutan. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda
82
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
SERANGAN HAMA BUAH DAN DAUN PADA JENIS SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG Ngatiman dan Andrian Fernandes Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298 Email:
[email protected] ABSTRAK Tengkawang merupakan jenis tanaman kehutanan penghasilkan buah yang dapat digunakan sebagai lemak nabati pengganti coklat. Dalam budidaya jenis Shorea penghasil Tengkawang ditemukan serangan hama pada buah dan daunnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai serangan hama pada buah dan daun jenis Shorea penghasil tengkawang. Metode yang digunakan adalah pengamatan secara langsung pada buah Shorea mecistopteryx yang terserang hama. Sedangkan pengamatan hama daun dilaksanakan dengan cara mengamati bibit Shorea stenoptera di persemaian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan hama pada buah S mecistopteryx mengakibatkan biji kehilangan daya kecambah. Sedangkan hama daun di persemaian terdiri atas ulat kantung dan kutu daun. Ulat kantung mengakibatkan daun berlubang-lubang dan kutu daun mengakibatkan daun menjadi kering. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi awal yang sangat penting dalam rangka membudidayakan jenis Shorea penghasil tengkawang, khususnya di persemaian. Kata kunci : Tengkawang, hama, ulat kantung, kutu daun
I.
PENDAHULUAN
Tengkawang (Shorea spp) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang tumbuh di hutan hujan tropis. Keberadaan tengkawang di habitat alaminya saat ini mulai berkurang dan sulit ditemukan (Istono dan Hidayati, 2010). Buah tengkawang dapat digunakan sebagai sumber lemak nabati pengganti coklat yang bernilai tinggi (Lipp dan Anklam, 1998). Lemak dari buah tengkawang juga dipergunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obatobatan (Rahman, et al., 2011). Dalam pengembangan (budidaya) tanaman tengkawang ditemukan permasalahan yang perlu diketahui dan dipertimbangkan dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian. Kerugian dapat terjadi akibat adanya serangan hama pada buah dan daun tengkawang di persemaian. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai hama buah dan daun pada jenis Shorea penghasil Tengkawang. Manfaat dari
Pontianak, 14 Mei 2014
penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala dan bentuk serangan hama buah dan daun pada jenis Shorea penghasil Tengkawang. II. BAHAN DAN PENELITIAN
METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah tengkawang, bibit tengkawang, kantung plastik, gunting stek, penggaris dan kamera. Buah tengkawang (S mecistopteryx) diperoleh dari Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang, Kalbar pada bulan Januari 2014. Buah dikumpulkan dari buah yang jatuh di bawah pohon induk. Buah yang terserang hama dipisahkan dari buah yang baik. Buah yang terserang hama kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik yang lembab dan dibawa ke Lab. Hama Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD). Selanjutnya buah dipindahkan ke toples plastik untuk mengetahui bentuk imago dari hama buah tersebut.
83
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Pengataman hama daun di persemaian dilaksanakan dari bulan Desember 2013 hingga Mei 2014. Hama pada daun tengkawang terdiri atas ulat kantung dan kutu daun. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat gejala dan bentuk kerusakan daun yang ditimbulkannya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Hama pada buah tengkawang Buah tengkawang dari jenis S mecistopteryx yang terserang hama ditandai dengan adanya lubang pada
a
buah. Lubang tersebut menembus kulit dan sayap buah hingga ke bagian daging buah. Serangan hama dalam bentuk larva yang sudah berlanjut pada bagian luar lubang terdapat kotoran larva berbentuk butiran-butiran coklat kehitaman. Sebagian besar dalam satu buah ditemukan satu lubang, bahkan beberapa buah dapat ditemukan lebih dari satu lubang serangan hama. Buah yang terserang hama tidak dapat berkecambah, karena larva memakan daging buah. Larva, pupa dan imago dari hama buah tengkawang disajikan pada gambar 1.
b
c
Gambar 1. Hama pada buah tengkawang a = larva, b = pupa dan c = imago (kupu-kupu)
Proses terjadinya serangan hama (bentuk larva) pada buah diduga pada saat buah masih berada di pohon atau belum jatuh ke lantai hutan. Hal ini berdasarkan pengamatan di lapangan, buah yang jatuh dan masih segar telah terindikasi adanya serangan hama ditandai oleh adanya lubang gerek. Serangan hama buah juga terjadi pada jenis meranti (Shorea spp) lainnya. Namun terdapat perbedaan bentuk imagonya. Pada buah tengkawang, imago berupa kupu-kupu, sedangkan pada jenis meranti (S leprosula) imagonya berbentuk kumbang moncong. Natawiria (1989) menyebutkan bahwa serangan hama terhadap lembaga buah lebih fatal akibatnya dibandingkan dengan serangan pada perikarp buah. Serangan hama pada
Pontianak, 14 Mei 2014
buah mengakibatkan terjadinya perubahan warna buah, buah berguguran, buah berlubang-lubang, muncul butiranbutiran kotoran dari lubang gerek dan pengeluaran resin dari luka buah. 2.
Hama ulat kantung pada daun tengkawang Hama ulat kantung (Psychidae, Lepidoptera) menyerang bibit Tengkawang (S stenoptera) menyerang pada bulan April 2014. Ciri serangan ulat kantung adalah daun berlubang-lubang karena larva memakan daging daun dan urat daun. Ulat daun biasanya menyerang secara berkelompok, yang mengakibatkan daun menjadi rusak berat. Ulat kantung dan bentuk kerusakan pada daun dapat dilihat pada gambar 2.
84
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
a
b
Gambar 2. a = ulat kantung dan b = kerusakan daun akibat serangan ulat kantung Berbagai ulat kantung diketahui aktif makan pada pagi hari (07.00-09.00) dan sore hari saat matahari tidak terik lagi. Ulat kantung makan dengan cara menjulurkan kepalanya dan kaki yang bertumpu pada daun dengan posisi kantung menggantung ke bawah atau tegak ke atas (Suharti, et al, 2000). 3.
Hama kutu daun pada daun tengkawang Hama kutu daun menyerang bibit tengkawang (Shorea stenoptera) memiliki ciri serangan daun menjadi kering, menggulung pada bagian tepi
a
daun dan bahkan daun menjadi rontok. Kutu daun memakan bagian epidermis bawah daun secara berkelompok. Brennan (2013) menjelaskan bahwa kutu daun menyerang secara berkoloni, sehingga dapat merusak daun secara cepat dan sulit diberantas. Serangan kutu daun di persemaian terjadi pada bulan Desember 2013 ketika musim hujan. Karnawati dan Balfas (2009) menjelaskan bahwa kutu daun menyerang pada akhir musim hujan. Kerusakan akibat serangan kutu daun dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut.
b
Gambar 3. Kerusakan daun akibat serangan kutu daun a = kutu daun, b = epidermis bawah daun hilang akibat serangan kutu daun.
Pontianak, 14 Mei 2014
85
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Serangan kutu daun yang cukup berat dapat mengakibatkan daun kering, rontok dan bahkan bibit dapat kehilangan seluruh daunnya. Elyes, et al (2011) menyebutkan bahwa kutu daun dapat menghilangkan jaringan pada daun, sehingga proses fotosintesis terganggu. Dalam jangka panjang daun dapat mengalami kerusakan serta keguguran sebelum waktunya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Serangan hama pada buah tengkawang (S mecistopteryx) mengakibatkan buah tidak dapat berkecambah 2. Serangan hama ulat kantung pada daun tengkawang (S stenoptera) mengakibatkan daun berlubanglubang. 3. Kutu daun menyerang epidermis daun tengkawang (S stenoptera) pada permukaan bawah daun dan mengakibatkan daun kering serta rontok. 4. Serangan hama ulat daun dan kutu daun yang cukup berat dapat menghambat program penanaman, karena harus memelihara kembali bibit hingga siap tanam. Saran 1. Sebelum melakukan pengecambahan buah tengkawang dilakukan seleksi buah agar tingkat perkecambahan buah tinggi. 2. Dalam pemeliharaan bibit Tengkawang di persemaian perlu dilakukan pengamatan secara periodik untuk mengetahui ada tidaknya serangan hama pada bibit agar kerusakan bibit dapat dihindari. V. UCAPAN TERIMAKASIH Penghargaan dan ucapan terimakasih disampaikan untuk ITTO
Pontianak, 14 Mei 2014
PD 586/10 Rev. 1 (F) atas dukungan material bahan penelitian dan pihakpihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Brennan, EB. 2013. Agronomic Aspect of Strip Intercropping Lecture with Alyssum for Biological Control of Aphids. Biological Control Journal. Vol. 65. Hal. 302-311. Elsevier. Eyles, A, D Smith, EA Pinkard, I Smith, R Cokrey, S Elms, C Beadle dan C Mohammed. 2011. Photosynthetic Responses of Field-grown Pinus radiate Trees to Artificial and Aphidinduced Defoliation. Tree Physiology Journal. Vol. 31. Hal. 592-603. Oxford University Press. Istono dan T. Hidayati. 2010. Studi Potensi dan Penyebaran Tengkawang (Shorea spp) di Areal IUPHHK-HA PT. Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kaltim. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 1. No. 1. Karnawati, E dan R Balfas. 2009. Pengendalian Kutu Daun Dengan Beberapa Pestisida Nabati dan Beuveria bassiana. Prosiding Lokakarya Nasional IV Akselerasi Inovasi Teknologi Jarak Pagar menuju Kemandirian Energi. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. Hal. 75-78. Lipp, M. dan E. Anklam. 1998. Review of Cocoa Butter and Alternative Fats for Use in Chocolate – Part A. Compositional Data. Food Chemistry Journal. Vol. 62 (1) : 73-97. Elsevier. Natawiria, D. 1989. Teknik Pengendalian Hama Hutan Tanaman Industri, Informasi Teknis no. 4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. Rahman, NFA, M Basri, MBA Rahman, RRNZRA Rahman dan AB Salleh. 2011. High Yield Lipase-catalyzed Synthesis of Engkabang Fat Esters for the Cosmetic Industry. Bioresource Technology Journal. Vol. 102 : 21682176. Elsevier.
86
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Suharti, M., I. R. Sitepu, W. Darniati dan I. Anggraeni. 2000. Uji Efikasi Beberapa Agen Pengendali Biologi Nabati dan Kimia Terhadap Ulat
Pontianak, 14 Mei 2014
Kantung. Buletin Hutan no. 624. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
87
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
EVALUASI AWAL UJI SPESIES-PROVENAN JENIS-JENIS Shorea PENGHASIL TENGKAWANG DI KHDTK LABANAN, KALIMANTAN TIMUR Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda Jl. A.W. Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax (0541) 742298 Email:
[email protected]
ABSTRAK Jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah satu produk HHBK unggulan. Peningkatan produktivitas dan kualitas diperlukan untuk memenuhi tuntutan konsumen yang semakin meningkat. Program pemuliaan merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut. Tahun 2011 Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda memulai dengan membangun plot uji spesies-provenan. Sebanyak 4 spesies dari 4 provenan diuji di KHDTK Labanan untuk mengetahui kombinasi spesies-provenan yang paling unggul pada tapak tersebut. Plot uji dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok yang terdiri dari 2 faktor yaitu asal provenan dan spesies. Digunakan 4 blok, setiap blok terdiri dari 12 plot (kombinasi spesies-provenan) dan dalam setiap plot terdiri dari 25 treeplot (5x5 pohon). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perbedaan spesies-provenan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter pada umur 1 tahun, sedangkan pertumbuhan tinggi tidak demikian. Pada akhir pengamatan, persentase hidup berkisar 12-35,53% dan terbaik dicapai oleh Shorea gysbertsiana dari Haurbentes. Pertumbuhan tinggi pada kisaran 8,8-27,18 cm dan terbaik dicapai oleh S. macrophylla dari Gunung Bunga sedangkan pertumbuhan diameter dengan kisaran 1,55-3,64 mm dan terbaik oleh S. gysbertsiana dari Bukit Baka. Kata kunci : Tengkawang, provenan, uji spesis-provenan, pertumbuhan
I.
PENDAHULUAN
Sektor kehutanan telah mampu memberikan manfaat tidak hanya dalam bentuk produk kayu saja, namun juga Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Jenis HHBK sangat beragam dan salah satunya adalah buah tengkawang yang dihasilkan dari jenis-jenis Shorea. Buah tengkawang dapat diolah menghasilkan minyak/lemak yang digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan coklat, margarine, malam, sabun serta bahan kosmetik seperti lipstik (Winarni et. al., 2005). Seperti diketahui bahwa sampai sekarang buah tengkawang memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi masyarakat disekitar hutan khususnya di Kalimantan Barat yang masih menggantungkan sebagian hidupnya dari hasil hutan. Di Indonesia terdapat 13 jenis pohon penghasil tengkawang. Sebarannya mencakup wilayah
Pontianak, 14 Mei 2014
Kalimantan dan sebagian kecil Sumatera. Pengusahaan buah tengkawang oleh masyarakat tersebut diatas utamanya masih mengandalkan dari hutan alam. Di Kalimantan Barat pada umumnya, buah tengkawang dikumpulkan dari jenis Shorea stenoptera dan S. pinanga (Jafarsidik dan Oetdja 1982; Appanah dan Turnbull, 1998). Produksi buah pada pohon tengkawang cukup menjanjikan. Pohon tengkawang yang baru belajar berbuah mampu menghasilkan 50-100 kg biji kering per pohon. Hasil rata-rata tengkawang pada umur 80 tahun pada panen raya berkisar 250-400 kg biji per pohon, sedangkan diluar panen raya hanya berkisar 50-100 kg (Sumadiwangsa, 2001). Melihat jumlah produksi tersebut, buah tengkawang memiliki potensi untuk terus dikembangkan sesuai permintaan pasar. Peningkatan produktivitas dan kualitas sangat diperlukan untuk
88
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
memenuhi tuntutan konsumen yang semakin meningkat. Program pemuliaan merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut. Dengan program pemuliaan dapat dilakukan uji untuk meningkatkan kualitas genetik melalui proses seleksi dan persilangan. Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tersebut, Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Samarinda membangun plot uji spesiesprovenan jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang. Upaya ini perlu secara periodik dievaluasi agar dapat memantau potensi tanaman. Rencana tahapan kegiatan pemuliaan yang akan dilakukan mencakup eksplorasi dan pengumpulan materi genetik dari beberapa populasi, pembibitan dan seleksi (Hardjana dan Rayan, 2011), pembangunan plot uji spesies-provenan, evaluasi dan seleksi plot uji spesies-provenan, pembangunan tegakan benih provenan (TBP) hingga perbanyakan menggunakan materi generatif hasil dari TBP. Tulisan ini menggambarkan pembangunan plot uji spesies-provenan dan evaluasi awal sebagai bagian dari tahapan kegiatan pemuliaan jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang. Uji ini bertujuan untuk mengetahui spesies dan
provenan dengan daya adaptabilitas dan pertumbuhan yang unggul pada tapak yang diuji. Kombinasi spesies-provenan yang terbaik selanjutnya dapat digunakan untuk membangun TBP sebagai populasi perbanyakan. II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Plot uji spesies-provenan dibangun di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kec. Teluk Bayur, Kab. Berau, Kaltim. Secara geografis lokasi berada pada posisi 01o53’52.0” LU dan 117o11’43.5” BT. Kondisi plot merupakan dataran dengan topografi yang landai. Plot uji dibangun pada tahun 2011. Evaluasi dilaksanakan secara periodik sampai dengan tahun 2013. B. Objek Pengamatan dan Alat Objek pengamatan adalah tanaman jenis-jenis tengkawang pada plot uji spesies-provenan yaitu S. gysbertsiana, S. macrophylla, S. pinanga dan S. stenoptera dari beberapa populasi (Tabel 1). Sedangkan alat yang digunakan meliputi kaliper, meteran, tallysheet dan alat tulis.
Tabel 1. Informasi sumber benih dari 4 provenan Provenan
Jumlah lokasi
Letak geografis LS/X
BT/Y
Rata-rata tinggi tempat (m dpl)
Lokasi administratif
6472229915674177,9 Kab. Seruyan, Kalteng 653668 9879702 010 30’2,02”1100 42’1,88”Gunung Bunga 10 84,3 Kab. Ketapang, Kalbar 0 01 30’3,93” 1100 42’2,90” Haurbentes 6 NA NA 250 Kab. Bogor, Jabar 010 16’1,10”1100 06’1,21”Sungai Runtin 13 154,3 Kab. Ketapang, Kalbar 010 17’1,87” 1100 07’1,90” Keterangan NA : data tidak tersedia; Jumlah lokasi = lokasi tempat pengumpulan benih Bukit Baka
9
C. Parameter yang Diamati Karakter atau sifat yang diukur adalah persentase hidup, tinggi dan diameter tanaman. Tinggi tanaman diukur
Pontianak, 14 Mei 2014
menggunakan meteran dari pangkal batang yang berbatasan dengan permukaan tanah sampai pucuk, sedangkan diameter tanaman diukur
89
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
menggunakan kaliper dengan ketelitian 2 digit pada ketinggian 10 cm dari pangkal batang. D. Pengolahan dan Analisis Data Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Berblok yang terdiri dari 2 faktor yaitu asal provenan (P) dan spesies (S). Faktor P terdiri dari 4 provenan yaitu Bukit Baka, Gunung Bunga, Haurbentes dan Sungai Runtin serta faktor S terdiri dari 4 spesies yaitu S. gysbertsiana, S. macrophylla, S. pinanga dan S. stenoptera. Dalam penelitian ini faktor S bersarang (nested) dalam faktor (P). Digunakan 4 blok, setiap blok terdiri dari 12 plot (kombinasi species-provenan) dan dalam setiap plot terdiri dari 25 pohon per plot (tree plot), jarak tanam 5x5 m. Data hasil pengukuran kemudian dihitung nilai persentase hidup (1) dan pertumbuhannya (2). Untuk menentukan nilai tersebut digunakan persamaan : Persentase hidup (%) =
Jumlah tanaman yang hidup
Jumlah seluruh bibit yang ditanam
x 100%...........(1)
𝑃 = 𝑞2 − 𝑞......…………..............................(2) dimana P = Pertumbuhan tanaman. q1 = Pengukuran awal. q2 = Pengukuran akhir.
Data kemudian dianalisis varian menggunakan Minitab 16 untuk mengetahui variasi antar faktor yang diuji. Apabila menunjukkan perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji
Tukey untuk melihat perbedaannya. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torie, 1995) : Yijk = μ + Bi + Pj + Sk(Pj) + Eijk dengan : Yijk
: rata-rata pengamatan pada ulangan ke-i, asal provenan ke-j, spesies ke-k : rerata umum pengamatan; : pengaruh ulangan ke-i; : pengaruh provenan ke-j; : pengaruh spesies ke-k dalam provenan ke-j; : random error
μ Bi Pj Sk(Pj) Eijk
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemampuan Adaptasi Tanaman Kondisi lingkungan plot uji sangat mempengaruhi daya adaptasi tanaman yang akan dikembangkan. Dalam kegiatan ini, kemampuan adaptasi didekati dengan persen hidup tanaman. Sampai dengan umur 2 tahun, terjadi variasi pada persentase hidup, yaitu berkisar antara 12-35,53% ( Tabel 2). Shorea gysbertsiana dari Haurbentes merupakan kombinasi spesies-provenan terbaik dalam hal persentase hidup (35,53%). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun kombinasi spesies-provenan yang memiliki persentase hidup mencapai 50%. Persentase hidup yang rendah menunjukkan bahwa pada sebagian besar tanaman ternyata kurang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru di Labanan.
Tabel 2. Rata-rata persentase hidup tanaman pada plot uji spesies-provenan Provenan
Spesies
Persentase hidup (%) 1 tahun
2 tahun
S. gysbertsiana S. macrophylla S. pinanga
65 70 74
S. stenoptera
82
14,67 14 21 23
Gunung Bunga
S. gysbertsiana S. macrophylla
81 79
16 17,33
Haurbentes
S. gysbertsiana S. macrophylla S. pinanga S. stenoptera
83 78 76 95
35,53 12 26 27,27
Bukit Baka
Pontianak, 14 Mei 2014
90
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Provenan
Persentase hidup (%)
Spesies
1 tahun
2 tahun
Bukit Baka
S. gysbertsiana S. macrophylla S. pinanga S. stenoptera
65 70 74 82
14,67 14 21 23
Sungai Runtin
S. gysbertsiana S. macrophylla
72 76
18 20
Pada usia 1 tahun setelah tanam, tanaman masih mampu bertahan dengan persen hidup rata-rata 77,58%, namun pada umur 2 tahun turun menjadi 20,4%. Kondisi tersebut diduga karena pengaruh lingkungan yang kering dan temperatur yang tinggi yaitu pada periode JuniNopember 2012 dengan rata-rata curah hujan yang lebih rendah dari biasanya (Rayan et. al., 2012). Hal ini juga telah dijelaskan bahwa di daerah tropis, pengaruh curah hujan dan temperatur sangat menentukan tingkat keberhasilan suatu jenis tanaman dapat beradaptasi (Soeseno dan Idris, 1975). Kondisi serupa juga dialami pada uji spesies pada plot konservasi ek-situ yang berlokasi di RPH Carita Banten. Terjadi kondisi dimana di tengah musim hujan ternyata terdapat kemarau selama 2 bulan sehingga menyebabkan banyak tanaman uji mengalami kematian. Jenis dari famili Dipterocarpaceae pada tingkat semai sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Hani dan Rahman, 2007). Jika dicermati lebih lanjut bahwa pada umur 2 tahun, 3 spesies dari provenan Haurbentes termasuk dalam 3
urutan teratas persentase hidup. Spesies dari provenan Haurbentes merupakan ras lahan yang awalnya berasal dari Kalimantan. Informasi ini menggambarkan bahwa spesies tersebut yang telah beradaptasi di Haurbentes cenderung menunjukkan kemampuan beradaptasi pula di Labanan. Indikasi awal menunjukkan bahwa tanaman yang masih survive di Labanan merupakan spesies-provenan dari pohon induk yang memiliki genetik unggul yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang kering. Kemampuan penyesuaian untuk dapat survive ini akan sangat membantu dalam hal seleksi di masa mendatang.
B. Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Pada pengamatan umur 2 tahun dapat diketahui bahwa tinggi tanaman bervariasi antara 65,44-111,51 cm (ratarata 92,54 cm), sedangkan diameter berkisar 7,66-11,23 mm (rata-rata 9,55 mm). Untuk perhitungan pertumbuhan tinggi dan diameter seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter jenis-jenis tengkawang Pertumbuhan tinggi (cm)
Pertumbuhan diameter (mm)
1 tahun
2 tahun
1 tahun
2 tahun
S. gysbertsiana
7,30
12,00
1,61
3,64
S. macrophylla
6,53
20,88
1,08
2,02
S. pinanga
5,67
9,54
2,54
2,75
S. stenoptera
5,55
17,14
1,76
2,50
S. gysbertsiana
8,37
22,05
1,24
2,51
S. macrophylla
17,44
27,18
1,63
2,45
S. gysbertsiana
6,45
13,72
1,10
2,05
Provenan
Bukit Baka
Gunung Bunga Haurbentes
Spesies
Pontianak, 14 Mei 2014
91
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Sungai Runtin
S. macrophylla
6,47
13,21
0,91
1,59
S. pinanga
8,07
17,83
0,92
1,70
S. stenoptera
4,82
8,80
1,15
1,55
S. gysbertsiana
6,42
12,05
1,01
1,57
S. macrophylla
6,62
17,15
1,43
2,95
Pertumbuhan tinggi maupun diameter tanaman secara keseluruhan mengalami peningkatan baik itu pada umur 1 atau 2 tahun setelah tanam. Pada umur 1 tahun rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 7,19 cm sedangkan pada pertumbuhan diameter sebesar 1,33 mm. Kemudian pada umur 2 tahun, rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 15,02 cm, sedangkan pada pertumbuhan diameter
rata-ratanya meningkat menjadi 2,18 mm. Peningkatan pertumbuhan diameter umur 2 tahun dibanding 1 tahun mencapai 1,63 kalinya sedangkan pertumbuhan tinggi lebih besar lagi mencapai 2,08 kali. Untuk mengetahui pengaruh dari faktor yang diuji dilakukan analisis varian. Hasil analisis varian seperti pada tabel 4.
Tabel 4. Analisis varian untuk pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tengkawang pada plot uji spesies-provenan umur 1 dan 2 tahun Sumber Variasi Umur 1 tahun
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Pertumbuhan diameter
Pertumbuhsn tinggi
Blok 3 121,1 Provenan 3 2584,2 Spesies (Provenan) 8 1018,8 Error 118 14811,6 Total 132 18535,7 Umur 2 tahun Blok 3 1184,6 Provenan 3 2408,7 Spesies (Provenan) 8 1740,2 Error 118 26364,6 Total 132 31698,1 Umur 1 tahun Blok 3 3,730 Provenan 3 36,113 Spesies (Provenan) 8 20,725 Error 118 148,598 Total 132 209,167 Umur 2 tahun Blok 3 23,360 Provenan 3 49,016 Spesies (Provenan) 8 21,590 Error 118 305,017 Total 132 398,983 Keterangan : * = signifikan, ** = sangat signifikan, ns = tidak signifikan
Hasil analisis varian baik itu untuk pertumbuhan tinggi maupun diameter menunjukkan bahwa provenan berpengaruh sangat signifikan pada umur 1 dan 2 tahun, sedangkan kombinasi faktor spesies-provenan hanya
Pontianak, 14 Mei 2014
F
Sig
203,6 916,2 127,4 125,5
1,62ns 7,30** 1,01ns
0,188 0,000 0,429
518,2 898,9 217,5 223,4
2,332ns 4,02** 0,97ns
0,079 0,009 0,460
1,707 13,174 2,591 1,259
1,36ns 10,46** 2,06*
0,260 0,000 0,045
7,168 17,391 2,699 2,585
2,77* 6,73** 1,04ns
0,045 0,000 0,407
berpengaruh signifikan pada pertumbuhan diameter umur 1 tahun saja. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan diantara spesies-provenan, maka dilakukan uji Tukey (tabel 5).
92
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Tabel 5. Hasil uji Tukey untuk pertumbuhan diameter tanaman tengkawang pada plot uji spesiesprovenan umur 1 tahun Provenan
Jenis
Rata-rata
Bukit Baka S. pinanga 3,1 Bukit Baka S. gysbertsiana 2,9 Gunung Bunga S. macrophylla 2,6 Bukit Baka S. stenoptera 2,3 Sungai Runtin S. macrophylla 1,5 Gunung Bunga S. gysbertsiana 1,5 Bukit Baka S. macrophylla 1,5 Haurbentes S. stenoptera 1,3 Haurbentes S. gysbertsiana 1,2 Sungai Runtin S. gysbertsiana 1,2 Haurbentes S. macrophylla 1,1 Haurbentes S. pinanga 0,8 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa 3 rangking teratas pertumbuhan diameter dicapai oleh jenis S. pinanga dari Bukit Baka, S. gysbertsiana dari Bukit Baka dan S. macrophylla dari Gunung Bunga. Rata-rata pertumbuhan diameter terbaik hasil uji lanjut oleh S. pinanga dari Bukit Baka mencapai 3,1 mm atau dengan kata lain memiliki riap 1,55 mm per tahun. Hasil yang didapat ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan uji yang dilakukan Soekotjo (2007) di PT Sari Bumi Kusuma Kalteng. Pada umur tanaman 2 tahun di lokasi tersebut, pertumbuhan tinggi jenis S. stenoptera mampu mencapai 164,77 cm sedangkan jenis S. macrophylla mencapai 128,87 cm. Untuk rata-rata diameter juga lebih baik yaitu 32,8 mm dan 27,5 mm bila dibandingkan dengan rata-rata di Labanan hanya berada di kisaran 8,309,35 mm untuk jenis S. stenoptera dan 9,85-11,91 mm untuk S. macrophylla. Bahkan uji jenis di PT Sarmiento Parakantja Timber Kalteng pada umur tanaman 16 bulan masih memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan Labanan. Pada lokasi tersebut, jenis S. macrophylla memiliki rata-rata tinggi 224,06 cm sedangkan S. stenoptera 198,84 cm.
Pontianak, 14 Mei 2014
Grouping A AB ABC ABC ABC ABC ABC BC BC BC BC C
Perbedaan yang sangat jauh ini dapat dipahami, karena tanaman yang ditanam di Labanan merupakan spesiesprovenan di luar habitat asalnya sehingga memerlukan adaptasi jika dibandingkan dengan tanaman yang ditanam tidak jauh dari habitatnya. Masih perlu dilakukan evaluasi lanjutan hingga diperoleh informasi pertumbuhan yang lebih lengkap. Informasi dan evaluasi pertumbuhan ini sangat perting untuk seleksi. Hal ini karena terdapat hubungan yang nyata antara diameter dan jenis pohon dengan produksi buah tengkawangnya. Makin besar diameter maka akan menghasilkan buah tengkawang yang semakin banyak (Winarni et. al., 2004). Jenis pohon dengan genotip penghasil biji tinggi nantinya dapat dikembangkan sebagai sumber bibit sehingga pada generasi berikutnya produktivitas akan meningkat. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, pada plot uji spesies-provenan perlu dilakukan tindakan silvikultur. IV. KESIMPULAN Hasil evaluasi awal pada umur 2 tahun menunjukkan bahwa persentase hidup terbaik dicapai oleh S. gysbertsiana dari Haurbentes. Sementara itu pertumbuhan tinggi terbaik dicapai S.
93
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
macrophylla dari Gunung Bunga sedangkan pertumbuhan diameter oleh S. gysbertsiana dari Bukit Baka. DAFTAR PUSTAKA Appanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A Review of Dipterocarp : Taxonomy, Ecology and Silviculture. Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia Hani, A. dan E. Rahman. 2007. Evaluasi Ketahanan Hidup Tanaman Uji Spesies dan Konservasi Ek-Situ Dipterocarpaceae Di RPH Carita Banten. Info Teknis Vol. 5 No. 1 Juli 2007. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta : 1-6 Hardjana, A.K dan Rayan. 2011. Pertumbuhan Bibit Tengkawang (Shorea spp) Asal Biji Dari Populasi Hutan Alam Kalimantan di Persemaian B2PD Samarinda. Jurnal Penelitian Dipterokarpa. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda. Vol. 5 No. 2, Desember 2011 : 61-72 Jafarsidik dan Oetdja. 1982. Pengenalan Jenis Pohon Penghasil Tengkawang. Balai Penelitian Hutan. Bogor. Rayan, D.D.N. Cahyono, Supriadi dan Y. Makkalo. 2012. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012 Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Populasi Pemuliaan Untuk Jenisjenis HHBK Prioritas (Shorea spp Penghasil Tengkawang). Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda (Tidak Dipublikasikan)
Pontianak, 14 Mei 2014
Sumadiwangsa, S. 2001. Nilai Dan Daya Guna Penanaman Pohon Tengkawang (Shorea spp) di Kalimantan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol. 2 No. 1. Badan Litbang Kehutanan Jakarta : 51-59 Soekotjo. 2007. Pengalaman Dari Uji Jenis Dipterokarpa Umur 4,5 Tahun Di PT. Sari Bumi Kusuma Kalteng. dalam Prosiding Seminar Pengembangan Hutan Tanaman Dipterokarpa dan Ekspose TPII/SILIN. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda Soeseno, O.H. dan Idris. 1975. Silviks. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa dan D. Setyawan. 2004. Pengaruh Tempat Tumbuh, Jenis Dan Diameter Batang Terhadap Produktivitas Pohon Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1 Juni 2004. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor : 23-33 Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa dan D. Setyawan. 2005. Beberapa Catatan Pohon Penghasil Biji Tengkawang. Info Hasil Hutan Vol. 11 No. 1 April 2005 Puslitbang Hasil Hutan. Bogor : 17-25
94
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
POTENSI POHON TENGKAWANG, TINGKAT GENERASI ALAMINYA DAN POLA SEBARAN POHON TENGKAWANG DI KALIMANTAN BARAT Oleh : M. Fajri dan Nilam Sari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jln. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur, Telp. 0541206364 Email :
[email protected]
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pohon tengkawang, tingkat regenerasi alaminya serta pola sebarannya. Metode pengambilan data di dilapangan dengan membuat plot pengamatan seluas 100 m x 100 m untuk mengukur potensi dan tingkat regenerasi alami pohon tengkawang serta pola sebaran pohonnya di kebun masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pohon tengkawang di Dusun Sanjan, pada plot 1 jenis Shorea macrophylla sebesar 89,56 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 52, 29 m³. Pada plot 2, jenis Shorea macrophylla sebesar 22,87 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 0,9 m³. Potensi pohon tengkawang di dusun Sanke, pada plot 1, jenis Shorea macrophylla sebesar 11,76 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 44,3 m³. Pada plot 2, jenis Shorea macrophylla sebesar 97,65 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 81,77 m³. Untuk regenerasi, alami tingkat anakan dan sapihan di dusun Sanjan pada plot 1, jumlah semai 15 batang/ha, sapihan 6 batang/ha. Pada Plot 2, jumlah semai 12 batang/ha, sapihan berjumlah 5 batang/ha. Regenerasi alami di dusun Sanke, Pada plot 1, jumlah semai 15 batang/ha, jumlah sapihan 6 batang/ha. Pada Plot 2, jumlah semai 12 batang/ha, sapihan 5 batang/ha. Untuk sebarannya, pohon penghasil buah tengkawang ini menyebar secara acak dan merata di area studi. Kata kunci : Tengkawang, Pemanenan, lestari
I.
PENDAHULUAN
Pohon tengkawang telah dikenal baik sebagai penghasil biji tengkawang dan kayu meranti merah. Kedua produk tersebut memiliki nilai komersial tinggi dan telah diperniagakan secara luas, terutama untuk tujuan ekspor. Biji tengkawang mengandung minyak lemak nabati untuk bahan obat-obatan, mentega, minyak goreng, kosmetika dan lain-lain (Yusliansyah et al., 2007). Pemanfaatan kayu ini umumnya untuk konstruksi ringan, yaitu kayu lapis, perabot rumah tangga, dinding rumah dan bahan kertas Pontianak, 14 Mei 2014
(Martawijaya et al., 1981). Pengusahaan tanaman tengkawang cukup menjanjikan, menurut Winarni et al. (2005) apabila dinilai maka dalam 1 ha pohon tengkawang akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 82,5 juta (biji tengkawang) dan Rp 24 – 48 juta (kayu meranti), yaitu apabila pohon tersebut sudah tidak mampu memproduksi buah tengkawang lagi. Masyarakat Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat telah banyak membudidayakan tanaman ini secara agroforestry, dikenal sistem tembawang untuk dipanen buahnya sebagai sumber
95
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
penghidupannya (Sorensen, 1996). Pemungutan buah tengkawang juga banyak dilakukan masyarakat di populasi alaminya, baik di kebun milik masyarakat, di hutan adat maupun di hutan alam, dimana mereka harus bersaing dengan binatang pemburu seperti babi yang sangat menyukai buah tengkawang untuk dimakan (Seibert, 1996; Sorensen, 1996). Disisi lain meskipun pohon tengkawang termasuk jenis yang dilindungi, masih dijumpai penebangan pohon ini sehingga populasinya di alam semakin berkurang (Seibert, 1996). Pemungutan buah tengkawang oleh masyarakat dalam jumlah besar tanpa menyisakan buah untuk regenerasi tegakan tengkawang dapat menyebabkan tidak adanya regenerasi tanaman tengkawang. Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus tidak akan dapat memenuhi kebutuhan produk buah tengkawang dan dapat mengarah pada kepunahan pohon tengkawang (Kholik, A dan Hardjana K.A, 2011). Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang, Kabupaten Sanggau dan Dusun Sanke, Desa Meragun, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat merupakan 2 lokasi perkampungan masyarakat dayak yang masih memiliki potensi kebun tengkawang. Masyarakatnya masih banyak yang memiliki kebun tengkawang, mereka masih memanfaatkan buah dan pohon tengkawang tersebut sebagai bagian dari kegiatan sosial ekonomi mereka. Oleh karena berdasarkan informasi tersebut maka dilakukan kegiatan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar potensi pohon tengkawang di ke-2 lokasi tersebut, bagaimana pola sebarannya dan tingkat generasi alaminya.
Lokasi penelitian di lakukan di Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang, Kabupaten Sanggau, dan Dusun Sanke, Desa Meragun, Kabupaten Sekadau, Propinsi Kalimantan Barat. Lokasi ini dipilih karena dari hasil informasi yang diperoleh dan studi literatur yang ada, lokasi ini memiliki potensi dan sebaran pohon tengkawang yang lebih bagus.
II. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian
D. Analisis Data Analisa dalam kegiatan penelitian, meliputi :
Pontianak, 14 Mei 2014
B. Bahan dan Peralatan Bahan penelitian yang digunakan adalah pohon Tengkawang dengan tingkat regenerasi permudaan pohon tengkawang. Alat penelitian yang digunakan adalah label pohon, kompas, clinometers, meteran, phi band, GPS dan ATK. C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada plot pengamatan seluas 100 m x 100 m, kemudian menghitung tingkat kerapatan regenerasi alami permudaan pohon tengkawang dan mengukur potensi pohon tengkawang yang ada di kebun milik masyarakat, dengan menghitung jumlah pohon, diameter dan tinggi bebas cabang pohon tengkawang. Untuk mengukur tinggi pohon menggunakan rumus tinggi dengan menggunakan Heling atau clinometer (Ruchaemi, 2003, Sutarahardja,1979). Cara menghitung tingginya dengan menggunakan rumus sebagai berikut : H= Htop-Hb/Hp-Hb X 3 m Dimana : Htop = Skala persen puncak pohon Hp = Skala persen ujung galah Hb = Skala persen dasar pohon 3m = Tinggi galah yang digunakan
96
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
1. Pengolahan data dalam kegiatan ini, baik yang berhubungan dengan kerapatan regenerasi permudaan alami pohon dan potensi pohon tengkawang, menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007. 2. Potensi Pohon Tengkawang dengan menggunakan rumus : Jumlah Individu a. Kerapatan= Luas Contoh b. Volume pohon dihitung berdasarkan faktor bentuk (Ruchaemi, 2007) berikut: V = ¼ . d2.t.f Dimana : V = Volume pohon bebas cabang (m3) π = Konstanta (3,141592654) d = Diameter pohon setinggi dada atau 20 cm di atas banir (cm) t = Tinggi batang bebas cabang (m) f = Angka bentuk pohon (0,6) Dengan ketentuan: 1). Tinggi pohon total (m), dihitung 100 x diameter (cm) atau T = D (Sutisna, 2000). 2). Bila tinggi berdasarkan diameter lebih dari 40 m, maka tinggi dianggap maksimum = 40 m (Sutisna, 2000). 3). Tinggi batang (bebas cabang) ditaksir 0,65 tinggi pohon total, sehingga dalam menghitung
Pontianak, 14 Mei 2014
volume batang, tinggi dikalikan 0,65 (Suyana, 2003). 4). Faktor bentuk batang bebas cabang yang digunakan di Hutan Labanan Berau, Kalimantan Timur adalah 0,6 (Suyana, 2003). 3. Menghitung tingkat regenerasi permudaan tingkat semai, pancang dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : Kerapatan=
Jumlah Individu Luas Contoh
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potensi Pohon Tengkawang Dusun Sanjan dan Dusun Sanke
di
Berdasarkan hasil kegiatan pada area studi di Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang, Kabupaten Sanggau dan Dusun Sanke Desa Meragun, Kabupaten Sekadau dengan membuat 2 plot penelitian seluas 1 hektar/plot pada masing-masing area studi bisa dijelaskan sebagai berikut : hasil inventarisasi di area studi ditemukan 2 jenis tengkawang yaitu Shorea macrophylla dan Shorea stenoptera. Pada studi area juga banyak ditemukan tanaman dari jenis-jenis yang lainnya seperti durian, cempedak, nangka, karet, nyatoh. Tanaman-tanaman tersebut ditanam juga oleh pemilik kebun sebagai sumber makanan dan obatobatan.
97
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Potensi Pohon Tengkawang di Dusun Sanjan, Kabupaten Sanggau 89,56 52,29 22,87 7 2,5
1 0,10,9
S. stenoftera
S. stenoftera
125,46
S. macrophylla
28 9,86
S. macrophylla
100 80 60 40 20 0
Plot 1
KJ (Pohon/Ha) BA (m²) V (m³)
Plot 2
Grafik 1. Potensi pohon tengkawang di dusun Sanjan. Potensi Pohon Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanke, Kab. Sekadau, Kalbar
Plot 1
37 12,94
35 9,16 KJ (Pohon/Ha)
S. stenoftera
44,3 20 5,8
81,77
S. macrophylla
29 11,76 1,62
S. stenoftera
97,65
S. macrophylla
120 100 80 60 40 20 0
BA (m²) V (m³)
Plot 2
Grafik 2. Potensi Pohon Tengkawang di dusun sanke. Dari hasil data pada Grafik 1 di atas dapat terlihat bahwa, pada Plot 1, pohon tengkawang dari jenis Shorea macrophylla dengan diameter antara 30,2 cm – 103,8 cm, mempunyai kerapatan jenis 28 pohon/hektar, dengan luas basal area 9,86 m², dan volume kayu sebasar 89,56 m³, sedangkan pohon tengkawang dari jenis Shorea stenoptera dengan diameter antara 43 cm – 100,2 cm mempunyai kerapatan jenis 12 pohon/hektar, dengan luas basal area 5,46 m² dan volume kayu sebesar 52, 29 m³. Pada plot 2, pohon tengkawang dari jenis Shorea macrophylla dengan diameter 60 Pontianak, 14 Mei 2014
cm – 87 cm mempunyai kerapatan jenis 7 pohon/hektar,dengan luas basal area 2,5 m², dan volume kayu sebasar 22,87 m³, sedangkan pohon tengkawang dari jenis Shorea stenoptera dengan diameter 36 cm mempunyai kerapatan jenis 1 pohon/hektar, dengan luas basal area 0,1 m² dan volume kayu sebesar 0,9 m³ Hasil inventarisasi pada Grafik 2 terlihat bahwa untuk pohon tengkawang dari jenis Shorea macrophylla dengan diameter antara 23,9 cm – 98,8 cm mempunyai kerapatan jenis 29 pohon/hektar, dengan luas basal area 1,62 m², dan volume kayu sebasar 11,76
98
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
m³, sedangkan pohon tengkawang dari jenis Shorea stenoptera dengan diameter 20,3 cm – 103,9 cm mempunyai kerapatan jenis 20 pohon/hektar, dengan luas basal area 5,8 m² dan volume kayu sebesar 44,3 m³. Pada plot 2, pohon tengkawang dari jenis Shorea macrophylla dengan diameter antara 34,3 cm – 92 cm mempunyai kerapatan jenis 37 pohon/hektar, dengan luas basal area 12,94 m², dan volume kayu sebasar 97,65 m³, sedangkan pohon tengkawang dari jenis Shorea stenoptera dengan diameter 21,2 cm – 86,7 cm mempunyai kerapatan jenis 35 pohon/hektar, dengan luas basal area 9,16 m² dan volume kayu sebesar 81,77 m³. B. Regenerasi Tengkawang
Alami
1.
Regenerasi Alami Pohon Tengkawang di Kebun Masyarakat Regenerasi alami pohon penghasil buah tengkawang sangat penting, karena ini akan mempengeruhi keberadaaan jenis pohon ini kedepannya. Regenerasi alami bisa bagus bila tingkat produksi anakan alam pohon penghasil buah tengkawangnya tinggi terjadi secara alami dan tanpa ada gangguan baik hama maupun manusianya. Untuk pohon penghasil buah tengkawang di Dusun Sanjan, Kabupaten Sanggau dan Dusun Sanke, Kabupaten Sekadau, karena buahnya diambil untuk dijual oleh masyarakatnya, maka ketika buah ini dipanen apakah masyarakatnya juga menyisakan buah tersebut untuk menjaga kelestarian pohon tengkawang tersebut. Untuk itu maka dilakukan pengamatan terhadap regenerasi alami dari pohon penghasil buah tengkawang ini seperti Grafik 3 dan 4 berikut ini :
Pohon
Potensi Tingkat Anakan dan Sapihan Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanjan, Kab. Sanggau 12
10
9
Tanaman
10 8 6
5
4
4
2
4
3
S. macrophylla
1
2
S. stenoptera
0 Anakan Sapihan Anakan Sapihan
Plot 1
Plot 2
Grafik 3. Potensi Anakan dan sapihan di Plot 1 dan 2, Dusun Sanjan.
Pontianak, 14 Mei 2014
99
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Potensi Tingkat Anakan dan Sapihan Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanke, Kab. Sekadau 12
10
10
Tanaman
10
9
8 6
6
5
4
4
4 2
S. macrophylla S. stenoptera
2
0 Anakan Sapihan Anakan Sapihan Plot 1
Plot 2
Grafik 4. Potensi Anakan dan Sapihan di plot 1dan 2 Dusun Sanke Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan di area studi (Dusun Sanjan) dengan membuat 2 plot penelitian seluas 1 hektar (bisa dilihat pada grafik 3). Pada Plot 1, untuk tingkat semai, memiliki jumlah 15 batang/ha atau sekitar 24,59 % total dari permudaan tengkawang di area studi. Untuk tingkat pancang berjumlah 6 batang/ha atau sekitar 9,8 % total populasi pohon tengkawang di area studi. Pada Plot 2, untuk tingkat semai, memiliki jumlah 12 batang/ha atau sekitar 48 % total dari permudaan tengkawang di area studi. Untuk tingkat pancang berjumlah 5 batang/ha atau sekitar 20 % total populasi permudaan tengkawang di area studi Melihat kondisi di atas bahwa jumlah semai di area studi masih cukup bagus karena mempunyai persentase yang cukup tinggi, tetapi untuk tingkat pancang jumlah persentasenya cukup rendah karena mempunyai persentase di bawah 20 %, hal ini mungkin di pengaruhi oleh hama dan penyakit, kondisi lingkungan yang kurang mendukung (iklim mikro yang kurang mendukung), dan adanya kegiatan pembersihan kebun yang dilakukan oleh pemilik kebun. Untuk area studi di Dusun Sanke bisa dilihat pada grafik 4. Pada Plot 1, untuk tingkat semai, memiliki jumlah 15 Pontianak, 14 Mei 2014
batang/ha atau sekitar 24,59 % total dari permudaan tengkawang di area studi. Untuk tingkat pancang berjumlah 6 batang/ha atau sekitar 9,8 % total populasi pohon tengkawang di area studi. Pada Plot 2, untuk tingkat semai, memiliki jumlah 12 batang/ha atau sekitar 48 % total dari permudaan tengkawang di area studi. Untuk tingkat pancang berjumlah 5 batang/ha atau sekitar 20 % total populasi permudaan tengkawang di area studi Karena masa pemanenan buah tengkawang dan tingkat produktifitas buah tengkawang sangat minim informasinya karena belum banyak penelitian-penelitian yang membahas masalah ini. Maka untuk melihat kelestarian dari pohon-pohon penghasil buah tengkawang ini dilakukan pengamatan dan penghitungan terhadap tingkat regenerasi alami pohon penghasil buah tengkawang di kebun masyarakat. Menurut Alrasyid (2006), syarat untuk mendukung kelestarian produksi permudaan di hutan alam yaitu untuk tingkat semai diatas standar 40% dan untuk pancang diatas 60%, kecuali untuk tiang dibawah standar 75%, tetapi jumlahnya hampir sama dengan kondisi semula (hutan utuh). C. Pola Sebaran Pohon Tengkawang
100
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Dari hasil pengambilan data sebaran pohon penghasil buah tengkawang (S. macrophylla dan S. stenoptera) di area studi, selanjutnya di
buat peta sebaran pohonnya yang bisa di lihat pada Grafik 5 berikut ini :
Sebaran pohon di Tengkawang 100 80 60
Pohon lain S. macrophylla
40
S. stenoptera
20 0 0
20
40
60
80
100
Grafik 5. Pola Sebaran Pohon Tengkawang di kebun masyarakat Dari peta sebaran pohon penghasil buah tengkawang dapat kita lihat bahwa pohon penghasi buah tengkawang ini menyebar secara acak dan merata di area studi. Area studi berada di pinggir sungai, termasuk daerah yang mempunyai karakter topografi landai dan datar. Jenis ini di area studi sangat banyak terdapat di daerah lembah pinggiran sungai, jarang terdapat di daerah perbukitan atau tempat dengan kondisi topografi yang curam dan sangat curam. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa potensi pohon tengkawang masih sangat baik pertumbuhannya, walaupun dikelola pada kebun-kebun masyarakat, akan tetapi kondisi ini masih bisa menyelamatkan pohon tersebut dari kepunahan akibat ekploitasi pohon tengkawang oleh orang yang tidak bertanggungjawab pada habitatnya. Untuk itu sangat di perlukan pembudidayaan jenis pohon tengkawang Pontianak, 14 Mei 2014
baik oleh masyarakat maupun oleh instansi-instansi pemerintah atau perusahaan yang bergerak dalam bidang kehutanan. DAFTAR PUSTAKA Alrasyid, H. 2006. Potensi Permudaan Alam Di Areal tegakan Tinggal Hutan Alam Ramin campuran. Prosiding Workshop Nasional “Policy Option On The Conservation And Utilization Of Ramin”,Bogor. Martawijaya A., I. Kartasudjana., K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Badan Litbang Kehutanan. Bogor. Ruchaemi. A. 2007. Ilmu ukur kayu dan inventarisasi tegakan. Laboratorium Biometrika Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda.
100
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Ruchaemi, A. 2003. Ilmu Ukur Kayu. Lab Biometrika Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Mulawarman. Samarinda. Seibert B. 1996. Food from Dipterocarps: Utilization of the tengkawang species group for nut and fat production. In book: Dipterocarp forest ecosystems. Editor Schulte A. dan D. Schone. Word Scientific Publishing Co. Singapore. Sorensen K. W. 1996. Traditional management of Dipterocarp forests: Examples of community forestry by indigenous communities. In book: Dipterocarp forest ecosystems. Editor Schulte A. dan D. Schone. Word Scientific Publishing Co. Singapore. Sutarahardja, S. 1979. Ilmu Ukur Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Pontianak, 14 Mei 2014
Sutisna, M. 2000. Hasil Penelitian. Dalam: Sutisna, M. dan Suyana, A. 1997-2000. Laporan Akhir Tahun Ke-3 Penelitian Kajian Penjarangan TPTI. Kerja sama Penelitian Antara Balai Penelitian Kehutanan Samarinda dan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Suyana, A. 2003. Dampak Penjarangan Terhadap Struktur dan Riap Tegakan di Hutan Produksi Alami PT. Inhutani I Berau Kalimantan Timur. Tesis, Universitas Mulawarman, Samarinda. Winarni, I., Sumadiwangsa, S., Setyawan, S., 2005. Beberapa Catataan Pohon Penghasil Biji Tengkawang. Info Hasil Hutan Volume 11 No. 1/April/2005: 1725. Bogor. Yusliansyah, Supartini. dan S. E. Prasetya. 2007. Rangkuman hasilhasil penelitian kayu dan non kayu dipterokarpa. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.
101
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Jadwal Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang Waktu 08:00 – 08:30
Materi Registrasi peserta Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Laporan panitia 08:30 – 09:30 Pembukaan
09:30 - 09:45
09:45 – 13:00
13:30 – 14:00 14:00 – 15:45 15:45 – 16:00 16:00 – 16:30 Catatan :
Keynote speech Pembacaan doa Rehat kopi* Formulasi perlindungan tengkawang berdasarkan prioritas dan beberapa indikator terkait: Bidang ekonomi Bidang konservasi ekosistem Bidang konservasi genetic ISHOMA* Diskusi dan perumusan rencana tindakan strategis perlindungan genetik jenis tengkawang Rehat kopi Penutupan
Pemateri
Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Gubernur Provinsi Kalimantan Barat (sekaligus membuka acara) Kepala Badan Litbang Kehutanan
Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)
PRCF Indonesia
Kepala B2PD/yang mewakili
Ket. Panitia
MC
Fasilitator (PRCF)
Fasilitator
MC
* Pemutaran film hasil penelitian integrasi jenis Shorea penghasil tengkawang dan beberapa produk/output terkait.
Pontianak, 14 Mei 2014
102
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
Daftar Hadir Peserta Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Purwati Evi Wardinar Ari Sukiryo Ribut Sugini Y. Sudaryanti Agustina H Imam Mulyo S Romiyanto, S.Pd Musmulyadi
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Herkulanus Yansen Arpianto Yun Santija Ulfa Dharmawan Fahruddin Henry Blasius Bulin Rufinus Donasa Tilon Mundus Nina Asiidar Damianus Mdu Hendra Wisnu Wartha Saiful Fahmi M. Syafrani Sulaiman Lukasius F. Lukas Rohadi Alexius Asep Dery Efendi M. Idham Iskandar Y. Ponco Abang Amirulah Sarno M. Yusuf
Pontianak, 14 Mei 2014
Instansi Fahutan Untan Fahutan Untan BPDAS Biro Litbang Prop. Kalbar Disperindag Prop. Kalbar BKSDA Kalbar Fahutan Untan BPHP Wil X LPHD Desa Sri Wangi LPHD Desa Na- Jemah, Kapuas Hulu Desa Entakai I, Sanggau Desa Entakai, Sanggau Sekda Sekda Sekda Dishut Prop. Kalbar Desa Sijuah, Sanggau Sanggau Sanggau Sanggau BP4K Sanggau BKD LPHD Kapuas Hulu LPHD Kapuas Hulu Dishut Prop. Kalbar YPSBK Sanggau Sanggau Bengkayang Bengkayang Bengkayang Bengkayang Fak Kehutanan Untan Fak. Kehutanan Untan LIPD/LSM LEH/ SKD Disperindagkop Sekda YASBK Sanggau
103
Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Imam Suprapto Agustinus Zainal Abdisyah Suhartian Karsmo R Agatha Suryani Utin Ramdiana M. Siswadi Juslian Agus Aswandi Widki Priatna Eka P Saputra Deman Ridwan Farah Diba FX Tajok Wahyudi Teguh
Pontianak, 14 Mei 2014
Poktan Bengkayan Poktan Bengkayang Hutbun Bky Lembaga Energi Hijau Dishut Prov Dishutbung Sekadau Dishutbun Skd Poktan Skd Poktan Skd Petani Pendamping Perindagkop LPS Air LPS Air Untan Pengelola Hutan Desa Petani Setda Kalbar
104