Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
OPTIMASI HASIL BIODISEL BERBAHAN BAKU LIMBAH KRIMER DITINJAU DARI NETRALISASI DAN KONSENTRASI KATALIS Dennis Fernaldes Suhendar1, A. Ign. Kristijanto1, Sri Hartini1 1 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Dipenogoro 52-60, Salatiga, 50711
[email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk memperoleh optimasi hasil biodisel ditinjau dari konsentrasi katalis CaCO3, proses netralisasi, dan perbandingan nisbah mol metanol dengan minyak. Limbah krimer diperoleh dari pabrik krimer di Salatiga melalui kombinasi proses netralisasi dan metanolisis dengan menggunakan katalis. Data penelitian dianalisis dengan rancangan perlakuan faktorial 2X3X2 dengan rancangan dasar RAK, 3 ulangan. Pengujian antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur(BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil biodisel berbahan baku krimer sebesar 24,29±1,94% dicapai dengan proses netralisasi. Hasil biodisel sebesar 22,14±2,08% dan 22,33±2,65% diperoleh dari penambahan konsentrasi katalis 1% dan 2% . Optimasi hasil biodisel sebesar 26,68±2,06% dicapai dengan proses netralisasi dan konsentrasi katalis 1%. Kata kunci : biodisel, katalis, krimer, metanolisis, netralisasi
PENDAHULUAN Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadapi krisis energi, dengan adanya kenaikan harga BBM yang tinggi dan ketersediaan bahan bakar minyak bumi yang makin menipis serta masalah lain yang menyangkut BBM (Rachmaniah et al., 2012). Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi yang terbesar di seluruh dunia untuk saat ini jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia mengalami krisis bahan bakar minyak. Banyak negara, terutama Indonesia, mengalami masalah kekurangan bahan bakar minyak (dari bahan bakar fosil) untuk negaranya sendiri. Indonesia, khususnya, telah mengimpor bahan bakar minyak (terutama bahan bakar diesel/solar) untuk memenuhi kebutuhannya dalam jumlah yang cukup besar. Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah biodisel, untuk menggantikan solar (Handayani, 2010). Menurut Mardiah dkk. (2006) biodisel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari
minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi dengan alkohol. Biodisel memberikan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum, selain itu, biodisel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Konversi dalam industri minyak nabati menjadi metil ester asam-asam lemak dan gliserol dicapai dengan proses transesterifikasi katalitik trigliserida (komponen utama minyak nabati) dengan metanol karena itu reaksinya disebut juga metanolisis. Metanolisis trigliserida dapat dikatalisis dengan basa dalam fasa homogen, misal NaOH, Natrium Metoksida, dan KOH. Akan tetapi, pemisahan katalis dari produk reaksinya cukup rumit karena sisa katalis basa dapat mengganggu pengolahan lebih lanjut metil ester asam lemak. Menurut Peterson & Scarrah (1984) hasil penelitian menunjukkan bahwa K2CO3 merupakan katalis yang aktif dalam metanolisis. Penggunaan katalis K2CO3 yang telah dipijarkan (pada suhu 600oC selama 10 jam) dalam reaksi metanolisis stearin ternyata menghasilkan metil ester asam lemak yang cukup tinggi (Zahrina dan Tatang, 2000). K2CO3 merupakan katalis heterogen dalam reaksi metanolisis dan pemisahan katalis heterogen ini dari produk reaksi dapat 410
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
dilakukan dengan mudah (Herman dan Zahrina, 2006). Dalam penelitian ini digunakan katalis kalsium karbonat (CaCO3) yang juga merupakan katalis heterogen. Nasikin dkk. (2004) melaporkan bahwa Crude Palm Oil (CPO) tanpa netralisasi menghasilkan hasil metil ester (biodisel) sebesar 48,53% dan yang dinetralisasi menghasilkan metil ester (biodisel) sebesar 71,37%. Lebih lanjut CPO tanpa pra-esterifikasi menghasilkan metil ester (biodisel) sebesar 80,09% dan yang dipra-esterifikasi menghasilkan metil ester (biodisel) sebesar 83,26%. Hasil penelitian Padil dkk. (2009) menunjukkan bahwa biodisel dari minyak kelapa dengan katalis CaCO3 2% dan perbandingan nisbah mol metanol-minyak kelapa sebesar 8:1 menghasilkan biodisel sebesar 75,02%. Salah satu industri yang ada di Salatiga adalah industri krimmer dan limbah produksi yang dihasilkan mengandung minyak/lemak (40%) yang berpotensi menjadi bahan baku dalam pembuatan biodisel untuk menjawab tantangan krisis energi. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penelitian adalah memperoleh hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi, nisbah mol metanol minyak, dan konsentrasi katalis CaCO3, serta interaksinya. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah industri krimer. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, Calsium Karbonat (CaCO3) yang telah dipijarkan pada suhu 900oC selama 1,5 jam, asam sulfat, Na2CO3 jenuh 2,35 M dan akuades. Piranti yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu berleher tiga 500 ml, termometer, kondenser, pemanas, corong pisah, buret, statif dan klem. Metode Ekstraksi Minyak/Lemak dari Limbah Industri Krimer (Hartati komunikasi pribadi, 2012) Limbah industri krimer dengan perbandingan 1:1 (b/b) dilarutkan dalam akuades dengan cara dididihkan. Selanjutnya, campuran larutan disaring dengan kapas untuk memisahkan air dan minyak dari
pengotor. Campuran air dan minyak yang didapat lalu dimasukkan ke dalam corong pisah untuk dilakukan pemisahan minyak dari air. Penghilangan Kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) (Nasikin dkk., 2004) Penetralan minyak dilakukan dengan menggunakan larutan Na2CO3 jenuh sebesar 2,35M (dihitung berdasarkan nilai Ksp Na2CO3.10H2O pada suhu 26oC). Untuk menetralkan 200 gram minyak digunakan 40 ml Na2CO3 jenuh. Proses netralisasi dengan cara Na2CO3 diteteskan ke dalam minyak dengan laju alir sekecil mungkin dan dilakukan pengadukan pada suhu 90oC dan sabun yang terbentuk dipisahkan dari minyak netral. Sebaliknya untuk proses tanpa netralisasi dilakukan dengan proses preesterifikasi terlebih dahulu. Esterifikasi ALB dalam minyak dilakukan dengan penambahan metanol (perbandingan mol metanol dengan minyak 6:1) dan katalis asam sulfat (1% bobot) pada suhu 65oC.Pemisahan hasil reaksi, yaitu fase alkohol yang mengandung katalis asam dan sebagian air yang dihasilkan, serta fase minyak dilakukan dengan corong pisah. Pembuatan Biodisel (Padil dkk., 2009) 50 gr minyak dimasukkan kedalam labu berleher tiga, lalu dipanaskan hingga di atas titik didih air ± 105oC selama 1 jam. Ke dalam wadah lainnya dilakukan pencampuran metanol (nisbah mol metanol/minyak yang digunakan adalah 10:1) dan katalis CaCO3 (1% dan 2%) pada suhu kamar. Setelah 1 jam, suhu minyak di dalam labu berleher tiga diturunkan hingga mendekati suhu reaksi. Air pendingin pada kondenser dialirkan, lalu campuran metanol dan katalis dimasukkan kedalam labu berleher tiga yang berisi minyak. Pemanas dihidupkan hingga dicapai suhu reaksi (60oC). Reaksi metanolisis dijaga pada suhu 60oC selama 1,5 jam setelah reaksi metanolisis selesai, maka hasil reaksi disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan katalis. Filtrat ditampung di dalam corong pisah lalu didiamkan selama 24 jam untuk memisahkan crude biodisel dari gliserol secara gravitasi. Setelah didiamkan selama 24 jam, di dalam corong pisah akan terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang berwarna 411
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
HASIL DAN DISKUSI Hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi Purata hasil biodisel(dalam %±SE) ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi(Tabel 1). Tabel 1. Purata Hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi Metode esterifikasi Hasil biodisel TN
20,19±2,47%(a)
N
24,29±1,94%(b)
Keterangan: *TN = Tanpa Netralisasi; N = Netralisasi ¾ Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini berlaku juga untuk Tabel 2 dan 3. ¾ BNJ5%:W = 0,57 antar proses netralisasi dan tanpa netralisasi
30 25 hasil biodisel (%)
terang adalah crude biodisel, sedangkan lapisan bawah yang berwarna lebih gelap adalah gliserol. Gliserol dipisahkan dari crude biodisel dengan membuka katup corong pisah secara perlahan-lahan. Selanjutnya crude biodisel dicuci dengan menggunakan air hangat (50-60oC) dengan perbandingan biodisel/air pencuci = 1:1. Campuran kemudian dikocok selama ± 5 menit untuk melarutkan metanol dan sabun yang terdapat dalam crude biodisel, kemudian didiamkan selama 24 jam. Akan terbentuk dua lapisan, lapisan atas yang berwarna terang adalah biodisel sedangkan lapisan bawah yang berwarna putih susu adalah emulsi yang merupakan sabun dan metanol yang bercampur air pencuci. Biodisel dipisah dan sebagai hasilnya adalah yield biodisel.
15 10 5 0 TN
N metode esterifikasi
Gambar 1. Diagram purata hasil biodisel ditinjau proses netralisasi dan tanpa netralisasi Hal ini disebabkan karena asam lemak bebas sudah banyak terbuang. Sedangkan tanpa proses netralisasi asam lemak bebas tidak terbuang menjadi sabun (Nasikin dkk., 2004) oleh karena itu dengan adanya proses netralisasi asam lemak bebas yang dapat mengganggu proses esterifikasi biodisel sudah terbuang dengan adanya proses netralisasi sehingga hasil biodisel meningkat. Hasil biodisel ditinjau dari konsentrasi katalis Purata hasil biodisel (dalam %±SE) ditinjau dari konsentrasi katalis (Tabel 2). Tabel 2. Purata hasil biodisel ditinjau dari konsentrasi katalis Konsentrasi katalis hasil biodisel 1%
22,14±2,08%(a)
2%
22,33±2,65%(a)
Keterangan : • BNJ 5%:W = 0,674, antar konsentrasi katalis.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa dengan konsentrasi katalis 1% dan 2% tidak terlihat ada beda nyata (Gambar 2).
Dari Tabel 1 terlihat bahwa dengan proses netralisasi hasil biodisel yang diperoleh meningkat daripada tanpa netralisasi (Gambar 1)
412
20
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
22,33
22,14
hasil biodisel (%)
30 25 hasil 20 biodisel 15 (%) 10 5
N
0
1%
1%
2%
metoda esterifikasi
TN 2%
konsentrasi katalis
1
2 konsentrasi katalis
Gambar 3. Diagram purata hasil biodisel ditinjau dari konsentrasi katalis dalam proses netralisasi dan tanpa netralisasi.
Gambar 2. Diagram purata hasil biodisel ditinjau dari konsentrasi katalis Perolehan hasil biodisel dengan penambahan konsentrasi katalis 1% dan katalis 2% tidak ada beda nyata, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penambahan konsentrasi katalis 1% dan 2% tidak mempengaruhi biodisel yang dihasilkan. Hasil biodisel ditinjau dari interaksi antar proses netralisasi dengan konsentrasi katalis Purata hasil biodisel (dalam %±SE) ditinjau dari interaksi antar konsentrasi katalis dengan proses netralisasi dan tanpa netralisasi berkisar antara 19,14±2,31% sampai 26,68±2,06% (Tabel 3). Tabel 3. Purata hasil biodisel ditinjau dari interaksi antar proses netralisasi dengan konsentrasi katalis Metode Ekstraksi TN N
Konsentrasi katalis 1% 2% 18,48±2,21%(a) 21,9±4,5% (b) (a) (a) 22,77±3,36%(a) 25,8±1,97%(b) (a) (b)
Terjadinya penurunan dari konsentrasi kalatis 1% ke konsentrasi katalis 2% pada proses netralisasi disebabkan oleh asam lemak banyak terbuang pada saat proses netralisasi, sehingga menyebabkan penggunaan katalis pada konsentrasi 2% menjadi berlebih. Penggunaan katalis yang berlebihan akan menyebabkan terbentuknya emulsi berlebihan akibat reaksi penyabunan, sehingga menyebabkan penurunan hasil biodisel (Padil dkk., 2009). Ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi dalam konsentrasi katalis maka terlihat bahwa pada konsentralis katalis 1 % terjadi peningkatan dari tanpa proses netralisasi ke proses netralisasi, sedangkan pada konsentrasi katalis 2% hasil biodisel yang diperoleh dengan proses netralisasi maupun tanpa netralisasi tidak berbeda jauh (Gambar 4). 30 25 hasil 20 biodisel 15 (%) 10
Keterangan : *TN = Tanpa Netralisasi; N = Netralisasi • BNJ 5%:W = 1,13 antar proses netralisasi dan tanpa netralisasi dalam konsentrasi katalis • BNJ 5%:W = 1,13 antar konsentrasi katalis dalam proses netralisasi dan tanpa netralisasi
Dari table 3 terlihat bahwa tanpa proses netralisasi mengalami peningkatan dari konsentrasi katalis 1% ke konsentrasi kalatis 2%, sebaliknya pada proses netralisasi hasil biodisel mengalami penurunan dari konsentrasi kalatis 1% menuju konsentrasi katalis 2% (Gambar 3)
5
1% TN
konsentras i katalis
N
metoda esterifikasi
Gambar 4. Diagram purata hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi dalam konsentrasi katalis. Peningkatan hasil biodisel pada konsentrasi katalis 1% disebabkan oleh asam lemak bebas sudah banyak terbuang pada proses netralisasi sehingga dengan 413
2%
0
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
penambahan konsentrasi 1% mempercepat proses terbentuknya biodisel dari asam lemak, sedangkan tanpa adanya netralisasi asam lemak bebas masih banyak terkandung dalam minyak sehingga konsentrasi katalis 1% tidak cukup mengubah seluruh asam lemak yang terkandung dalam minyak menjadi biodisel. KESIMPULAN ¾ Proses netralisasi menghasilkan biodisel lebih banyak yaitu 24,29±1,94% dibandingkan tanpa proses netralisasi 20,19±2,47% ¾ Penambahan konsentrasi katalis 1% dan 2% tidak memperngaruhi biodisel yang dihasilkan ¾ Hasil biodisel sebesar 25,8±1,97% diperoleh dengan proses netralisasi dan konsentrasi katalis 1% DAFTAR PUSTAKA [1] Handayani, S, P. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan dengan Radiasi Gelombang Mikro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [2] Herman, S. dan I, Zahrina. 2006. Kinetika reaksi metanolisis minyak sawit Menggunakan katalis Heterogen. Jurnal Sains dan Teknologi. 5(2): 1412-6257. Fakultas Teknik Universitas Riau. Pekanbaru.
[3] Mardiah. A, Widodo. E, Trisningwati. dan A, Purijatmiko. 2006. Pengaruh Asam Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam Terhadap Karakteristik dan Konversi Biodiesel Pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi. [4] Nasikin, M. W, Nurhayanti. dan Sukirno. 2004. Penggunaan metode netralisasi dan pre-esterifikasi untuk mengurangi asam lemak bebas pada CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya terhadap Yield Metilester. Jurnal Teknologi No. 1, Tahun XVIII. [5] Padil. S, Wahyuningsih. dan A, Awaluddin. 2009. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 yang dipijarkan. Jurnal Natur Indonesia 13(1). [6] Peterson,G ,R. and W.P, Scarrah 1984. Rapeseed oil transesterification by heterogeneous catalyst. Journal American Oil Chemist Society. 61: 15931597. [7] Rachmaniah Orchidea, Y, Ju, S. R, Vali. H, Jeng. & C, Lei. 2012. Biodiesel berbahan Baku Minyak Mentah Dedak Padi. [8] Zahrina, I dan H. S, Tatang. 2000. Konversi stearin menjadi biodiesel menggunakan katalis abu tandan.
414
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Nama Penanya : Dian Yudha Instansi
: LAPAN Watukosek
Pertanyaan
:
1. Kira- kira biodisel ini seperti jenis apa ? 2. Kebanyakan memakai tumbuhan jarak, VCO apakah sudah diproduksi? Jawaban
:
1. Seperti bio solar 2. Belum hanya sampai riset
Nama Penanya : Hizkia Instansi
: UKSW
Pertanyaan
:
1. Apakah hasilnya sudah diuji coba ? Jawaban : 1. Belum, masih dalam proses
415