Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
Model Mental Mahasiswa Tahun Pertama dalam Mengenal Konsep Stoikiometri (Studi pada Mahasiswa PS. Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung)
Oleh Sunyono*); Leny Yuanita **); Muslimin Ibrahim **) *) Dosen Pendidikan Kimia FKIP Universitas Lampung (
[email protected]). **) Dosen Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT The purpose of this study was to identify the mental models of first-year students against the introduction of the concept of stoichiometry, and the learning process that takes place at the Chemistry Education Studies Program in the University of Lampung (Unila). Students who become the object of this preliminary study are students who have passed the Basic Chemical Course I, as many as 28 students. To measure the mental models of students performed diagnostic tests of mental models in the form of essay tests and followed by interviews with 5 students. Analysis of the results of diagnostic tests and interviews conducted descriptively. The results of the study showed that (1) Macroscopic or verbal models it still dominates the initial mental models of students. (2) Students who have a good performance (has a value of A and B in Chemistry Basic Course I) was able to interpret the images sub-micro better than students with a passing grade C and D.. (3) The difficulties of students in interpreting chemical phenomena, among others: (a) identify the external representation of the process of chemical change in the form of diatomic molecules into monatomic molecules; (b) interpret the image sub-micro to identify the limiting reactant and the product of the reaction. (4) The Learning of the basic chemistry that has taken place has not been well represented three chemical phenomena (macroscopic, symbolic, and sub-microscopic).
Keywords: mental models, external representations, diagnostic tests.
PENDAHULUAN Topik stoikiometri merupakan salah satu topik kimia yang paling mendasar dan bersifat abstrak. Topik stoikiometri diperlukan untuk memahami aspek kualitatif dan kuantitatif tentang fenomena kimia sekaligus dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada dalam ilmu kimia baik di tingkat sekolah menengah maupun di perguruan tinggi. Oleh sebab itu, pemahaman konseptual stoikiometri sangat penting sebagai landasan dalam memahami dan menyelesaikan masalah-masalah kimia. Salah satu contoh, adalah persamaan kimia merupakan dasar konseptual dalam menyelesaikan berbagai masalah kimia, tanpa pemahaman tentang reaksi kimia, maka penyelesaian masalah kimia menjadi lebih sulit. Pemahaman suatu konsep kimia akan 445
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
dapat dicapai dengan baik bila proses berfikir tingkat tinggi mahasiswa dalam menggunakan representasi internal (model mental) dapat dibangun melalui berbagai model visualisasi untuk menjelaskan ketiga fenomena makroskopis, submikroskopis, dan simbolis (Chandrasegaran, Treagust, & Mauro Mocerino, 2007). Suatu persamaan kimia merangkum semua perubahan yang terjadi dalam suatu reaksi, tetapi tidak menunjukkan rincian-rincian yang terjadi seperti mekanisme, reaktan yang terlibat, atau reagen yang berlebihan. Persamaan reaksi yang dibuat, ternyata tidak membuat hubungan antara representasi simbolik dari suatu reaksi dan transformasi kimia yang sebenarnya terjadi dalam skala molekuler (Chandrasegaran, D.F. Treagust, & Mauro Mocerino, 2007; dan Davidowitz, B., G. Chiitleborough, & Eileen M., 2010). Sebuah persamaan kimia memang merangkum suatu reaksi, tetapi tidak mewakili sifat submikroskopis komponen-komponen yang bereaksi. Penggunaan model molekuler dalam pengajaran kimia untuk menerangkan fenomena submikroskopis merupakan praktik yang umum yang menuntut siswa mengembangkan model mental mereka sendiri mengenai senyawa kimia. Studi telah menunjukkan bahwa kebanyakan pelajar tidak memahami alasan mengapa mereka harus menggunakan model tersebut. Banyak pebelajar tingkat menengah maupun perguruan tinggi tahun pertama yang melihat model sebagai salinan dari suatu fenomena ilmiah dan seringkali hanya dipandang sebelah mata, sering tidak dihubungkan dengan peristiwa kimia yang terjadi (Chittleborough, G. and Treagust D. F., 2007).
Padahal, keberhasilan pembelajaran kimia tidak hanya bagaimana
mahasiswa mampu menyelesaikan masalah yang bersifat verbal matematis, tetapi juga meliputi konstruksi asosiasi mental diantara tingkat makroskopis, submikroskopis dan simbolik dari representasi fenomena kimia dengan menggunakan modus representasi yang
berbeda.
Dengan
demikian,
memungkinkan
bagi
pengajar
untuk
mengidentifikasi representasi apa yang ditemukan oleh pebelajar dalam membangun model mental guna menciptakan makna bagi siswa itu sendiri. Oleh sebab itu, model mental yang merupakan representasi internal dari setiap pebelajar perlu dicermati dalam usaha melakukan perbaikan pembelajaran kimia. Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak pebelajar memiliki model mental yang sangat sederhana tentang fenomena kimia, misalnya model-model atom dan model-model molekul yang digambarkan sebagai struktur diskrit dan konkrit, namun 446
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
tidak memiliki keterampilan membangun model mental. Coll (1999) melaporkan dalam penelitiannya tentang “mental models of chemical bonding” bahwa baik siswa sekolah menengah, mahasiswa sarjana, maupun pascasarjana lebih suka dengan model mental yang sederhana dan realistis. Jansoon, N., Coll, R.K, & Somsook, E. (2009) dalam penelitiannya tentang “pemahaman model mental pebelajar terhadap proses pengenceran” melaporkan bahwa
kebanyakan
pebelajar
mengalami
kesulitan
dalam
menggambarkan
representasi simbolis untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi pada tingkat
submikroskopis.
Sebaliknya,
pebelajar
lebih
mampu
menghadirkan
representasi yang konsisten tentang pengenceran pada setiap tingkat representasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model mental pebelajar cenderung konsisten, namun masih dapat dikembangkan kearah model mental yang benar dalam merepresentasikan ketiga level fenomena kimia. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan visualisasi yang cocok untuk suatu topik pembelajaran. Dengan demikian, pengembangan model mental dalam pembelajaran kimia harus ditempuh melalui representasi tiga level pembelajaran sains, sebagaimana digambarkan oleh Devetak (2009) berikut: Representasi dari realita Realita Gambar 1. Saling ketergantungan dari tiga level model konsep sains (Devetak, 2009)
Bewer dan Morrow (dalam Strickland, A.M., Adam Kraft, & Gustam Battlacharyya, 2010)) mendefinisikan model mental dalam pernyataan berikut: “Kita membangun model yang mewakili aspek-aspek signifikan dunia fisik dan sosial kita, dan kita memanipulasi unsur-unsur model tersebut ketika kita berpikir, membuat rencana, dan mencoba menjelaskan kejadian-kejadian di dunia tersebut”. Selanjutnya dikatakan bahwa “model mental individual adalah konstruk pengetahuan rumit yang mewakili pengalaman seseorang terkait fenomena tertentu. Pembangunan model mental tidak terbatas kepada obyek kasat mata; fenomena tersebut mungkin sama 447
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
abstraknya dengan istilah “benar” dan “salah””. Konstruksi model mental adalah inti dari suatu pembelajaran bermakna, dimana dalam memahami dan menalar bagaimana suatu sistem bekerja, seorang individu perlu menyusun suatu model mental di otaknya terhadap sistem yang dihadapinya tersebut. Dalam hal ini, individu tersebut akan membangun jaringan konsep-konsep terkait dan memahami hubungan fungsional dari sejumlah aspek dan tingkatan yang berbeda dari sistem tersebut (Abdullah, 2006). Dalam mengkaji model mental, banyak peneliti menggunakan model-model yang diekspresikan (expressed models) oleh responden yang diteliti, sehingga temuan penelitian tersebut merupakan interpretasi dari peneliti yang didasarkan pada modelmodel mental yang dinampakkan (diekspresikan) oleh responden (Coll, 1999). Para peneliti tersebut dalam mengkaji model mental, umumnya menggunakan instrument tertulis diantaranya: instrument tes soal pilihan ganda, soal open-minded (dengan gambar, grafik, simbol, yang disertai penjelasan), interviu yang sering dilengkapi dengan gambar, grafik, model konkrit, atau simbol, atau dapat berupa interviu dengan penyajian soal, atau observasi kelas, dan sebagainya (Coll, 1999; Park, E.J., 2006; Wang, C.Y., 2007;; Devetak, 2009; dan Davidowitz, B., Chittleborough, G.D &Eileen M, 2010). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain kualitatif, sehingga tidak memerlukan pengontrolan terhadap perlakuan. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah model mental mahasiswa tahun pertama tentang stoikiometri, yang selanjutnya disebut sebagai model mental awal. Sampel dalam penelitian ini diambil secara acak dari sejumlah mahasiswa Program Studi Pendidikn Kimia FKIP Universitas Lampung yang berjumlah keseluruhannya 64 orang dengan pendekatan kategori, dimana mahasiswa yang menjadi sampel adalah mahasiswa yang dikategorikan telah lulus mata kuliah Kimia Dasar 1. Jumlah sampel yang terpilih sebanyak 28 orang mahasiswa, dan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2011. Selanjutnya untuk mengetahui model mental awal mahasiswa dilakukan tes diagnostik model mental. Instrumen untuk mengukur model mental tersebut diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Park, E.J (2006), Wang, C.Y (2007), dan Davidowitz (2010), yaitu berupa tes tertulis berbentuk essay yang dilengkapi dengan 448
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
gambar submikro. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap 5 orang mahasiswa yang terpilih. Wawancara terhadap mahasiswa ini dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam tentang jawaban mahasiswa dan kesulitan-kesulitan yang muncul dalam menginterpretasikan gambar submikro. Pada tes diagnostik dipilih pertanyaan-pertanyaan yang menuntut mahasiswa untuk melakukan proses mental dengan cara: 1. Mengubah representasi visual ke dalam representasi verbal, persamaan-persamaan kimia, dan perhitungan matematis. 2. Merepresentasikan hasil reaksi dengan menggambar molekul-molekul yang terlibat dalam reaksi. Data yang diperoleh dari hasil tes diagnostik dan wawancara tersebut selanjutnya dianalisis dengan cara ditranskripsi dan dikategorisasi, sehingga dapat diidentifikasi model mental awal mahasiswa dan kesulitan-kesulitan yang umum terjadi ketika berhadapan dengan repesentasi eksternal level submikroskopis. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Model mental awal mahasiswa tentang perubahan fisika dan kimia Pertanyaan pada tes diagnostik nomor 1 (TD1) merupakan pertanyaan yang menuntut mahasiswa untuk menginterpretasikan gambar submikro dari proses perubahan fisika dan kimia. Soal TD1: Diantara tahap-tahap berikut ini yang manakah yang menggambarkan
terjadinya proses perubahan fisika dan yang mana menggambarkan perubahan kimia? (Sumber: Silberberg, 2007)
Hasil TD1 ternyata dari 28 mahasiswa hanya 1 orang saja (3,57%) yang mampu menginterpretasikan bahwa proses pada tahap 2 dan 5 merupakan perubahan fisika, kemudian 50% (14 orang) mahasiswa mampu mengenali perubahan kimia pada 449
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
gambar submikro hanya pada tahap 1 dan 4, sedangkan proses pada tahap 3 dianggap oleh 82,15% mahasiswa sebagai perubahan fisika. Berdasarkan analisis hasil TD1 nampaknya mahasiswa mengalami kesulitan dalam membedakan proses perubahan fisika dan kimia melalui penggambaran visual ditingkat molekuler (submikroskopis). Hasil analisis terhadap pertanyaan tes diagnostik nomor 1 tercantum dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil analisis jawaban mahasiswa terhadap pertanyaan 1 (TD1) Perubahan
Fisika
Kimia
Tahap 3 saja 2 dan 5 2 dan 3 1, 2, dan 3 2, 3, dan 5 3, 4, dan 5 Tidak menjawab 1 saja 4 saja 1 dan 4 1, 4, dan 5 3, 4, dan 5 Seluruh proses Tidak menjawab
Jumlah Mahasiswa (% 14,29 3,57 14,29 10,71 25,00 17,86 14,29 10,71 7,14 50,00 14,29 3,57 10,71 3,57
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa mahasiswa masih belum mampu membaca diagram submikroskopis dengan baik, padahal ketika ditanya pada saat wawancara tentang perbedaan perubahan fisika dan kimia, 100% mahasiswa (seluruh mahasiswa yang diwawancarai) dapat menjawab dengan benar. Ini menunjukkan bahwa model mental awal mahasiswa dalam memahami perubahan fisika dan kimia masih didominasi oleh level makroskopis. Berdasarkan Tabel 1, sebagian besar mahasiswa (82,15%) menganggap bahwa tahap 3 adalah proses perubahan fisika dan hanya 3,57% saja yang menjawab bahwa tahap 3 adalah proses perubahan kimia. Dari hasil wawancara, ternyata kesalahan mahasiswa dalam menginterpretasikan proses perubahan kimia pada tahap 3 karena menganggap bahwa pemecahan molekul diatomik menjadi molekul monoatomik (pemisahan 2 bola yang bergandengan) merupakan perubahan fisika dengan analogi “kayu yang dipatahkan menjadi 2 bagian terpisah”. Ini berarti bahwa mahasiswa memiliki model mental awal yang belum terbangun dengan baik, disebabkan 450
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
mahasiswa belum mampu mebedakan struktur molekul dan struktur atom dalam skala molekuler. Berikut contoh jawaban dari 2 orang mahasiswa yang diambil dengan kategori mahasiswa lulus kimia dasar dengan angka mutu A dan mahasiswa yang lulus dengan angka mutu C. Contoh jawaban mahasiswa dengan kelulusan kimia dasar A:
Contoh jawaban mahasiswa dengan kelulusan kimia dasar C:
Temuan ini sejalan dengan pernyataan Park E.J. (2006) bahwa model mental mahasiswa terhadap fenomena kimia bergantung kepada kemampuan untuk membedakan antara struktur submikro molekul dan atom. Oleh karena itu perlu usaha untuk mengembangkan model mental awal mahasiswa sehingga model mental hibrida (Vosniadou, 1992) dapat terbentuk untuk mempertemukan konflik antara definisi konseptual para ahli dengan gambaran visual ditingkat molekuler. 2. Model mental awal mahasiswa terhadap stoikiometri reaksi Pertanyaan-pertanyaan untuk melihat model mental awal mahasiswa tentang persamaan reaksi kimia sederhana menuntut mahasiswa untuk menggunakan model mentalnya dalam menginterpretasikan gambar visual submikro dari suatu rekasi sederhana dengan reaktan dan produk disediakan dalam kotak, di samping itu mahasiswa juga dituntut untuk mampu menggambar visual produk yang dihasilkan dari sutau reaksi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dituangkan dalam tes diagnostik nomor 2, 3, 4, dan 5 (TD2, TD3, TD4, dan TD5). 451
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
Soal TD 2: Diagram di bawah ini menunjukkan reaksi antara X dengan Y2. Keterangan: =X = Y2 Tuliskan persamaan reaksi yang seimbang dari reaksi tersebut ! (Sumber: Davidowitz, 2010) Soal TD3: Berikut adalah reaksi antara AB2 dan B2.
Keterangan: = AB2 = B2
a) Tuliskan persamaan reaksi yang seimbang untuk reaksi tersebut. b) Jelaskan unsur mana yang menjadi reaktan pembatas pada reaksi tersebut?. c) Hitunglah berapa banyak mol produk yang dapat dibuat ketika 3 mol B2 bereaksi dengan 5 mol AB2. (Sumber: Silberberg, 2007). Soal TD4: Perhatikan diagram reaksi di bawah ini: Keterangan: = Hidrogen = Oksigen a. Tulis persamaan yang seimbang untuk reaksi yang ditunjukkan di atas! b. Menggunakan ruang yang diberikan di atas untuk menggambar jumlah yang benar dari setiap molekul yang ada dalam labu reaksi setelah reaktan dikonversi menjadi produk. (Sumber: Davidowitz, 2010). Soal TD5: Perhatikan ilustrasi gambar berikut !
Keterangan: = Oksigen = Hidrogen = Karbon Tulis rumus kimia masing-masing zat dalam reaksi tersebut dan tuliskan persamaan reaksi seimbangnya ! (Sumber: Silberberg, 2007) Analisis terhadap jawaban mahasiswa untuk pertanyaan TD2, TD3, TD4, dan TD5 ditampilkan pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4.
452
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
Tabel 2. Hasil analisis jawaban mahasiswa terhadap pertanyaan TD2, TD3a, TD4a, dan TD5 Gambar visual yang disediakan TD2, TD3a, dan TD5 (Reaktan dan produk) TD4a (Reaktan saja)
TD5 (Menulis rumus molekul)
Pertanyaan (simbolis & matematis) Menuliskan Persamaan Reaksi Menulis persamaan reaksi berdasarkan gambar Menulis persamaan reaksi seimbang yg sederhana Menulis persamaan reaksi yang tidak benar Tidak menjawab Mengenal Rumus Molekul Menuliskan rumus kimia molekul yang terlibat dalam reaksi (reaktan dan produk) Menulis rumus kimia dengan tidak lengkap (reaktan atau produk saja) Rumus kimia yang ditulis salah (sebagian atau semuanya) Tidak memberi jawaban
Jumlah mahasiswa menjawab (%) TD2 TD3a TD4a TD5 57,1 4 25,0 0 17,8 6 0,00
82,14
71,43
7,14
14,29
7,14
10,71
0,00
3,57
3,57
21,43
-
-
-
78,57
-
-
-
7,14
-
-
-
10,71
-
-
-
3,57
78,57
Tabel 3. Hasil analisis jawaban mahasiswa terhadap pertanyaan TD3b dan TD3c. Pertanyaan
Jawaban AB2
TD3b.Reaktan pembatas
TD3c1. Menghitung mol produk hasil reaksi TD3c2. Menghitung mol reaktan sisa
Jlh mahasiswa (%) 39,29
B2 Tidak menjawab
57,14
5 mol Jawaban tidak benar Tidak menjawab 0,5 mol Jawaban tidak benar Tidak menjawab
32,14 53,57 14,29 17,86 64,29 17,86
3,57
Pada Tabel 2. terlihat bahwa dari 68 orang mahasiswa, lebih dari 50,00 % mahasiswa (pada TD2 = 57,14%; TD3a = 82,14%, TD4a = 71,43%, dan TD5 = 78,57%) mampu menuliskan persamaan reaksi kimia dengan menerjemahkan langsung dari gambar submikro (untuk TD2: 6X + 3Y2 6XY; untuk TD3a: 6AB2 + 5B2 6AB3 + 2B2; untuk TD4a: 5H2 + 2O2 4H2O + H2; dan untuk TD5: C3H7COOH + 5O2 4CO2 + 4H2O). Selanjutnya mahasiswa yang mampu menyeimbangkan persamaan reaksi dengan menggunakan angka rasio terkecil dengan 453
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
benar sebanyak 25,00% (TD2), 7,14% (TD3a); dan 14,29% (TD4a). Kecilnya prosentase mahasiswa yang mampu menyeimbangkan persamaan reaksi dengan angka rasio terkecil, dikarenakan mahasiswa tidak menyadari bahwa persamaan reaksi seimbang harus selalu menggunakan rasio angka terkecil. Dalam hal ini mahasiswa terjebak dengan hanya menerjemahkan gambar submikro. Ini menunjukkan bahwa ketika mahasiswa dihadapkan pada fenomena submikroskopis, kesadaran mahasiswa akan konsep yang telah dimiliki terinterferensi oleh gambar visual, sehingga lupa. Ini terungkap pada saat wawancara kepada 5 orang mahasiswa. Temuan yang serupa juga telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Davidowitz (2010) melaporkan bahwa 22% mahasiswa mampu menerjemahkan gambar submikro secara langsung ke dalam persamaan reaksi, 63% mahasiswa mampu menuliskan persamaan reaksi seimbang dengan benar, dan 15% lainnya tidak mampu menerjemahkan gambar submikro. Kemampuan menuliskan persamaan reaksi yang seimbang pada pertanyaan TD5 bergantung pada kemampuan model mental awal mahasiswa dalam mengenali rumus kimia molekul yang terlibat dalam reaksi. Pada Tabel 2 untuk TD5 terlihat bahwa mahasiswa yang mampu menerjemahkan gambar submikro dengan mengenali rumus kimia molekul yang terlibat dalam reaksi (sebanyak 78,57%), ternyata semuanya mampu menuliskan persamaan reaksi seimbang dengan benar. Pada Tabel 3, ditunjukkan kemampuan mahasiswa dalam menggunakan model mentalnya untuk bergerak dari level submikro ke level simbolis dan matematis. Pertanyaan pada TD3b dan TD3c menuntut mahasiswa untuk menggunakan model algoritma dalam menyelesaikan masalah hitungan dengan hasil yang lebih baik. Meskipun sebagian besar mahasiswa dapat mengenali reaksi yang terjadi dengan menuliskan persamaan reaksi, namun masih ada mahasiswa yang gagal dalam mengidentifikasi produk hasil reaksi dan reaktan pembatas, sehingga jawabannya menjadi salah bahkan ada yang tidak memberikan jawaban.
Sebanyak 60,71%
mahasiswa tidak dapat mengenali bahwa reaktan pembatasnya adalah AB2, 57,14% mahasiswa menjawab bahwa reaktan pembatasnya adalah B2, dan 3,57% lainnya tidak memberikan jawaban. Ketidakmampuan mengenali reaktan pembatas berakibat pada kesalahan dalam melakukan perhitungan terhadap jumlah mol produk reaksi dan jumlah mol reaktan yang tersisa. Dalam hal ini, sebagian besar mahasiswa telah melakukan 454
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
kesalahan algoritma dengan menghitung jumlah mol produk sama dengan jumlah mol dari 2 reaktan yang terlibat dalam reaksi (sebanyak 10,71%), sebagian lagi karena kesalahan dalam menentukan reaktan pembatas (32,14%), dan 10,71% lainnya karena penulisan persamaan reaksi yang belum diseimbangkan dengan angka rasio terkecil. Demikian pula dalam menentukan jumlah mol reaktan yang tersisa (Tabel 3). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Davidowitz (2010) yang melaporkan bahwa lebih dari 60% mahasiswa salah dalam menginterpretasikan arti koefisien reaksi dan jumlah mol, bila dihadapkan pada ilustrasi gambar submikro. Temuan dalam penelitian ini maupun yang dilaporkan Davidowitz menunjukkan bahwa model mental awal mahasiswa masih belum mampu untuk digunakan dalam menginterpretasikan fenomena submikroskopis. Untuk mengetahui lebih jauh model mental awal mahasiswa dalam menginterpretasikan gambar submikro, maka pada pertanyaan TD4b mahasiswa diminta untuk menggambar molekul produk hasil reaksi pada wadah yang kosong (kotak kosong yang telah disediakan) setelah reaksi berakhir. Jawaban mahasiswa terhadap pertanyaan ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis jawaban mahasiswa terhadap pertanyaan TD4b. Jawaban; Produk yang terbentuk
Jumlah mahasiswa (%)
10,71
57,14
10,71
14,29
7,14
455
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
Analisis terhadap gambar yang dibuat oleh mahasiswa (Tabel 4) terhadap prediksi produk hasil reaksi menunjukkan bahwa 57,14% mahasiswa dapat membuat gambar molekul produk dengan benar, 10,71% mahasiswa menggambar molekul produk, namun tidak memasukkan reaktan yang berlebih dalam wadah (kotak), dan 14,29% mahasiswa menggambar molekul produk yang sesuai dengan koefesien reaksi dalam persamaan seimbang (yaitu 2H2O), serta 7,14% mahasiswa menggambar dengan pemahaman pembentukan 1 mol air (H2O). Kedua yang terakhir (2H2O dan H2O) telah mengabaikan representasi gambar submikro. Secara keseluruhan, bila dibandingkan data kelulusan mahasiswa pada mata kuliah Kimia Dasar, ternyata model mental awal mahasiswa berbanding lurus dengan prestasi belajarnya. Sebanyak 42,85% mahasiswa yang menjawab pertanyaanpertanyaan tes diagnostik dengan benar memiliki angka kelulusan kimia dasar dengan huruf mutu A dan B. Namun demikian, berdasarkan wawancara terdapat beberapa kesulitan mahasiswa dalam berhadapan dengan fenomena mikroskopis, antara lain: 1. Model mental mahasiswa belum terbangun dengan baik. 2. Mengidentifikasi perubahan kimia dalam diagram submikro dari molekul diatomik menjadi molekul monoatomik. 3. Menerjemahkan gambar submikro untuk mengidentifikasi reaktan pembatas dan produk hasil reaksi. Menurut mahasiswa kesulitan-kesulitan tersebut disebabkan belum dilatihnya mereka dalam belajar dengan representasi pada level submikroskopis. Penggunaan model molekul hanya diterapkan pada saat pembelajaran kimia organik, sedangkan untuk materi kimia lainnya pendekatan pembelajaran masih bersifat verbal. Temuan dalam pebelitian ini, sejalan dengan penelitian beberapa peneliti sebelumnya. Coll (2008) menyatakan bahwa kemampuan peserta didik untuk mengoperasikan atau menggunakan model mental mereka dalam rangka menjelaskan peristiwa-peristiwa yang melibatkan penggunaan model visual, sangat terbatas, sehingga perlu adanya latihan menginterpretasikan gambar visual submikro melalui pembelajaran yang melibatkan 3 level fenomena kimia. Selanjutnya Devetak (2009) menemukan bahwa pebelajar yang belum pernah di latih dengan representasi eksternal akan mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan struktur submikro dari suatu molekul. Oleh 456
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
sebab itu, pembelajaran kimia sebaiknya dilakukan dengan melibatkan tiga level fenomena kimia untuk melatih pebelajar dalam mengembangkan model mentalnya. KESIMPULAN 1. Model mental makroskopis atau verbal masih mendominasi model mental awal mahasiswa tahun pertama. 2. Mahasiswa yang memiliki prestasi baik (memiliki nilai A dan B pada Mata Kuliah Kimia Dasar I) ternyata mampu menginterpretasikan gambar submikro lebih baik dibanding mahasiswa dengan kelulusan C dan D. 3. Kesulitan-kesulitan mahasiswa dalam menginterpretasikan fenomena kimia: a. mengidentifikasi representasi eksternal proses perubahan kimia dari bentuk molekul diatomik menjadi molekul monoatomik; b. menerjemahkan gambar submikro untuk mengidentifikasi reaktan pembatas dan produk hasil reaksi. 4. Pembelajaran
kimia
merepresentasikan
dasar
ketiga
yang
telah
fenomena
berlangsung
kimia
belum
(makroskopis,
secara
baik
simbolis,
dan
submikroskopis). SARAN / REKOMENDASI 1. Membangun pemahaman konsep yang bermakna memerlukan pengembangan model mental dan pengemasan pembelajaran untuk menghasilkan keterampilan penalaran yang sistematis dan pembelajaran yang bermakna. 2. Model pembelajaran yang dapat mengembangkan model mental pebelajar adalah model pembelajaran yang dikemas dengan melibatkan tiga level fenomena kimia (makro, submikro, dan simbolis). DAFTAR PUSTAKA Abdullah, F.A. 2006. The Pattern of Physics Problem-Solving from the Perspective of Metacognition. Master Disertation, University of Cambridge. Tersedia pada: http://people.pwf.cam.ac.ok/kst24/ResearchStudents/. Diakses: Pada Tanggal: 5 Januari 2011. Chandrasegaran, Treagust & Mocerino. 2007. Enhancing Students’ Use Of Multiple Levels Of Representation To Describe And Explain Chemical Reactions. School Science Review, 88. p. 325.
457
Prosiding Seminar Nasional Kimia V di UII-Yogyakarta, 6 Juli 2011.
Chittleborough, G. and Treagust D. F. 2007. The Modelling Ability Of Non-Major Chemistry Students And Their Understanding Of The Sub-Microscopic Level. Chem. Educ. Res. Pract., 8, 274-292. Coll, R.K., 1999. Learners’ Mental Models of Chemical Bonding. The Thesis of Ph.D Program of Science Educatin, Curtin University of Technology. Australia. Coll, R.K., 2008. Chemistry Learners’ Preferred Mental Models for Chemical Bonding. Journal of Turkish Science Education, 5, (1), p. 22 – 47. Davidowitz, B., Gail Chittleborough, and Eileen Murray., 2010. Student-generated submicro diagrams: a useful tool for teaching and learning chemical equations and stoichiometry. Chem. Educ. Res. Pract., 11, 154–164. Devetak, I., Erna D.L., Mojca J., and Sasa A.G., 2009. Comparing Slovenian year 8 and year 9 elementary school pupils’ knowledge of electrolyte chemistry and their intrinsic motivation. Chem. Educ. Res. Pract., 10, p. 281–290. Jansoon, N., Coll, R.K., dan Somsook, E., 2009. Understanding Mental Models of Dilution in Thai Students. International Journal of Environmental & Science Education. 4, No. 2. p. 147-168 Park, E.J., 2006. Student Perception and Cenceptual Development as Represented by Student Mental Models of Atomic Structure. Disertation for the Doctor Degree of Philosophy in the Graduate School of The Ohio State University. Columbus. USA. Silberberg. 2007. Principles of General Chemistry. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Strickland, A.M., Adam Kraftb, & G. Bhattacharyyac, 2010. What happens when representations fail to represent? Graduate students’ mental models of organic chemistry diagrams. Chem. Educ. Res. Pract., 11, p. 293–301 Vosniadou, S., 1992. Mental Models of The Earth: A Study of Conceptual Change in Childhood. Cognitive Psychology., 24, p. 535 – 585. Wang, C.Y., 2007. The Role of Mental-Modeling Ability, Content Knowlwdge, and Mental Models in General Chemistry Students’ Understanding about Molecular Polari. Dissertation for the Doctor Degree of Philosophy in the Graduate School of the University of Missouri. Columbia.
458