PROSIDING
25 – 26 November 2015 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ IV 2015 Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Tim Editor: Pramaditya Wicaksono, Muhammad Kamal, Sri Lestari, Ikhsan Wicaksono, Dicky Setiady, Angela Belladova Arundina
PUSPICSFakultas Geografi Universitas Gadjah Mada YOGYAKARTA 2015
ii |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ IV 2015 Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional Tim Editor: Pramaditya Wicaksono, Muhammad Kamal,Sri Lestari, Ikhsan Wicaksono, Dicky Setiady, Angela Belladova Arundina Hak cipta © 2015 PUSPICSFakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Simposium Nasional Sains Geoinformasi PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Yogyakarta 55281 Telp/Fax: 0274-521459 Website: http://www.simposiumgeoinformasi.tk/ Email:
[email protected],
[email protected]
Pramaditya Wicaksono, Muhammad Kamal, Sri Lestari, Ikhsan Wicaksono, Dicky Setiady, Belladova Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ IV 2015 Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional Yogyakarta: PUSPICS Fakultas Geografi UGM, 2015 837hlm. ISBN: 978-602-73620-0-0 1. Prosiding
I. Judul
Diterbitkan Desember 2015 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
iii |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
PEMETAAN MULTI-RAWAN KABUPATEN MALANG BAGIAN SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN BENTANGALAM Edwin Maulana 1, 2, Theresia Retno Wulan 1, 3 1
Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Kretek, Bantul DIY Email:
[email protected],
[email protected] 2 Magister Manajemen Bencana, Universitas Gadjah Mada, Sleman 55281 3 Program Doktoral Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Sleman 55281 Corresponding author:
[email protected] ABSTRAK
Kawasan Kabupaten Malang Bagian Selatan memiliki karakteristik wilayah yang bervariasi, sehingga rawan terhadap beberapa jenis bencana alam. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemetaan multi-rawan Kabupaten Malang dengan menggunakan pendekatan bentangalam. Metode yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan multi bencana di kepesisiran Kabupaten Malang adalah metode skoring. Data yang digunakan untuk analisis bentangalam dan kerawanan adalah peta RBI, Citra Landsat periode perekaman 2015 dengan pan-sharpened, serta berbagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Malang didominasi oleh bentuklahan dengan asal proses struktural, fluvial, karst dan marine. Topografi wilayah Kabupaten Malang terdiri dari bentuk wilayah yang berombak hingga agak curam. Penggunaan lahan didominasi oleh penggunaan lahan berupa hutan produksi. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa Kabupaten Malang memiliki kerawanan terhadap bencana longsor, banjir dan tsunami. Kejadian longsor dan banjir hampir terjadi setiap tahun. Bencana longsor dan banjir sering terjadi pada musim penghujan. Kebanyakan bencana tanah longsor terjadi pada bentuklahan structural, sedangkan banjir terjadi pada bentuklahan fluvial. Kecamatan Sumbermanjing Wetan merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan longsor dan banjir paling tinggi di pesisir Kabupaten Malang. Interpretasi kerawanan multibencana perlu dibuktikan dengan uji lapangan untuk memperoleh hasil yang lebih detail. KATA KUNCI: Pemetaan multi-rawan, Kabupaten Malang
1. PENDAHULUAN Kabupaten Malang Bagian Selatan merupakan sebuah wilayah yang berpotensi terhadap beberapa jenis kerawanan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Potensi multi-rawan disebabkan oleh kondisi fisik Kabupaten Malang Bagian Selatan yang sangat kompleks. Salah satu kejadian bencana di Kabupaten Malang Bagian Selatan yang menjadi sorotan adalah banjir bandang yang terjadi di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Banjir bandang yang terjadi pada 9 Juli 2013 tersebut menyebabkan kerugian materiil yang sangat besar. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Malang menyebutkan, setidaknya kerugian yang diderita akibat banjir bandang di Sumbermanjing Wetan adalah dua belas miliyar. Bencana sekunder yang terjadi pascakejadian banjir bandang adalah banyak komponen masyarakat yang kehilangan mata pencaharian dan terserang penyakit akibat kurangnya sanitasi dan ketersediaan air bersih. Fonomena banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Malang Bagian Selatan memerlukan perhatian serius sehingga dampak dari banjir bandang dapat diminimalkan. Bencana banjir bandang sering diikuti oleh bencana susulan yang berupa bencana tanah longsor, aliran dan pengendapan lumpur, kerusakan bangunan dan jembatan roboh (Hapuarachchi et al., 2011). Secara umum, dampak dari sebuah kejadian bencana sering diperburuk oleh kejadian bencana yang lain (bencana sekunder) (Marzocchi et al., 2009). Mekanisme ini dapat terjadi karena siklus yang berhubungan maupun karena lokasinya yang berdekatan. Kajian multirawan perlu dilakukan untuk meminimalkan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat interaksi dari beberapa bencana alam. Pendekatan bentangalam merupakan analisis paling sesuai dan logis untuk dijadikan sebagai dasar dalam melakukan pemetaan multi-rawan. Motode overlay dengan tanpa memperhatikan skala peta dan pemetaan yang selama ini sering digunakan dalam melakukan pemetaan multi-rawan sering menghasilkan slippery atau polygon kecil dalam sebuah data peta. Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya, yang mencakup bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut lain, yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983). Pendekatan bentanglahan memiliki keuntungan karena
526 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
hanya membutuhkan sedikit parameter dalam analisisnya, dan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk analisis bentanglahan dapat diperoleh dari peta topografi dan atau data Digital Elevation Model (DEM) (Ros and Borga, 1997; Yao et al., 2014). Berdasarkan pertimbangan tersebut, pendekatan bentanglahan dipilih untuk melakukan pemetaan multi-rawan di Kabupaten Malang Bagian Selatan. 2. STUDI AREA Kabupaten Malang Bagian Selatan saat ini sedang menghadapi permasalahan lingkungan, khususnya kebencanaan. Bencana banjir dan tanah longsor hampir terjadi setiap tahun. Kabupaten Malang Bagian Selatan juga rawan terhadap bencana tsunami karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kabupaten Malang Bagian Selatan memiliki relief yang bergelombang sehingga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya bencana alam. Pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan diindikasikan juga meningkatkan kerawanan Kabupaten Malang Bagian Selatan. Kabupaten Malang Bagian Selatan berjarak 33 km dari pusat Kota Malang. Secara astronomis, lokasi penelitian terletak antara 8027‘43,40‖ - 8011‘32,40‖ LS dan 112021‘26,53‖ - 112057‘36,90‖ BT. Secara administratif, Kabupaten Malang Bagian Selatan terdiri dari 9 kecamatan, yaitu Kecamatan Donomulyo, Kalipare, Pagak, Gedangan, Bantur, Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirto Yudo dan Ampel Gading. Luas lokasi penelitian adalah 1173,74 km2 atau 117374 ha. Tutupan lahan didominasi oleh vegetasi yang berupa hutan lahan kering. Sebagian besar Kabupaten Malang memiliki bentuklahan yang berupa karst. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya goa dan sungai bawah tanah di Kabupaten Malang Bagian Selatan. Kabupaten Malang Bagian Selatan memiliki curah hujan yang relatif tinggi, sehingga menjadi pemicu terjadinya bencana tanah longsor dan banjir. Gambaran umum lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian. Sumber: Bing Map, 2012 3. DATA DAN METODE 3.1. Data Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, pemetaan kebencanaan pada tingkat kabupaten/kota di Pulau Jawa adalah 1:25.000. Berdasarkan atas Perka BNPB No. 2 Tahun 2012, penelitian ini menggunakan skala pemetaan 1:25.000. Data dasar yang digunakan untuk interpretasi satuan pemetaan lahan adalah data citra SRTM 30 m (Gambar 2). Data SRTM 30 m digunakan untuk mengetahui bentuk bentanglahan secara umum. Pendetailan satuan bentanglahan dilakukan dengan menggunakan layer garis kontur pada peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1:25.000 yang dikonversi menjadi data Digital Terrain Model (DTM).
527 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Citra satelit BingMap tahun 2012 dengan resolusi spasial 4,74 m digunakan untuk mengecek hasil interpretasi. Peta tentatif berupa peta geologi dan peta sistem lahan digunakan sebagai bahan tambahan untuk mengisi kartu data peta. Informasi yang diperoleh dari data peta system lahan didetailkan melalui interpretasi dari data Dem, RBI dan citra BingMaps tahun 2012. Data sekunder yang berasal dari jurnal, laporan dan media massa digunakan untuk klarifikasi hasil akhir kajian multi-rawan.
Gambar 2. Citra SRTM 30 m Lokasi Penelitian. Sumber: Bing Map, 2012 3.2. Metode Satuan pemetaan lahan merupakan unit analisis yang dibuat dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik suatu wilayah. Satuan pemetaan lahan diperoleh dengan cara menginterpretasikan setiap unsur geomorfologi dan karakteristik fisik, sehingga diperoleh suatu wilayah (unit) yang memiliki karakteristik yang sama berdasarkan pendekatan analisis bentanglahan (Sartohadi dkk, 2014). Analisis bentanglahan dipilih sebagai dasar analisis karena mudah diinterpretasi dari data peta, citra maupun foto udara. Kelebihan lain dari analisis bentanglahan adalah batas antar bentanglahan sangat mudah untuk ditemui di lapangan. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Inventarisasi dan Persiapan Data
Pengolahan Citra Radar dan atau Citra Optis
Inventarisasi Peta/Data: 1. RBI Skala 1:25.000/1:50.000 2. Informasi Geologi 3. Informasi Tanah 4. Data DTM
Penentuan Georeferensi Standar BIG Skala 1:25.000
Integrasi (overlay tampilan) Data Peta/Citra dengan data shapefile PPeta/CitraData shapefile
Pembuatan Data shapefile
Pendekatan Multikriteria/multistage
Penarikan Batas Sistem Lahan dan Pengisian Data Atribut
Peta Satuan Lahan
Pembobotan
Analisis Bentanglahan dengan mempertimbangkan aspek: 1. Morfologi; 2. Morfogenesa; 3. Morfokronologi; 4. Morfoaransemen
Skoring
Peta Kerawanan Bencana Banjir, Tsunami, Longsor
Peta Multi-rawan Kabupaten Malang Bagian Selatan
Gambar 3. Diagram alir penelitian. Sumber: Maulana, 2015 Interpretasi visual dan deteksi manual digunakan untuk menentukan batas-batas satuan pemetaan lahan. Parameter yang digunakan untuk menentukan satuan pemetaan lahan dalam penelitian ini adalah
528 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
umur batuan, batuan permukaan, genesa, tanah, lereng, medan (terrain), dan penggunaan lahan. Metode interpretasi dilakukan dengan pendekatan multistage atau dengan cara overlay tampilan citra optic yang bersumber dari BingMaps tahun 2012, Citra SRTM 30 m, serta data Digital Terrain Model (DTM) yang diperoleh dari konversi garis kontur yang bersumber dari peta rupabumi Indonesia skala 1:25.000. Jenis kerawanan bencana yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada kerawanan bencana banjir, tanah longsor dan tsunami. Penentuan tiap kerawanan bencana dilakukan dengan metode skoring. Pengakajian tingkat multi-rawan dilakukan dengan analisis hirarki proses (AHP). Analisis hirarki proses digunakan untuk menentukan besar kecilnya bobot tiap jenis bencana berdasarkan probabilitas dan intensitas masing-masing kerawanan bencana. Kelas tingkat multi-rawan diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Satuan Lahan Kabupaten Malang Bagian Selatan Satuan lahan Kabupaten Malang disusun dengan menggunakan pendekatan bentanglahan. Parameter yang digunakan untuk membuat Peta Satuan Lahan Kabupaten Malang Bagian Selatan adalah umur batuan, batuan permukaan, genesa, tanah, lereng, medan (terrain), dan penggunaan lahan. Hasil interpretasi manual dan deteksi manual diperoleh sebanyak 743 satuan lahan. Penamaan satuan lahan menggunakan kombinasi huruf dan angka. Pembacaan kombinasi huruf dan angka dapat dilihat pada Gambar 4.
T 1 k S a B 2
Penggunaan Lahan Medan (Terrain) Lereng Tanah Genesa Batuan Permukaan Umur Batuan Gambar 4. Pembacaan simbol Peta Satuan Lahan. Sumber: Maulana, 2015 Umur batuan pada Kabupaten Malang Bagian Selatan diklasifikasikan menjadi dua umur batuan yaitu Tersier (T) dan Kuarter (K). Hampir 90% wilayah di Kabupaten Malang memiliki batuan berumur Tersier. Batuan berumur Kuarter hanya terdapat pada cekungan-cekungan, lembah dan sungai. Genesa utama di Kabupaten Malang Bagian Selatan didominasi oleh Karst (K). Pada daerah dengan genesa karst ini banyak dijumpai sungai bawah tanah dan gua yang sering dijadikan sebagai destinasi wisata oleh masyarakat di Kabupaten Malang dan sekitarnya. Genesa lain yang ada di Kabupaten Malang adalah vulkan (V), fluvial (F) dan juga marine (M). Batuan permukaan yang mendominasi Kabupaten Malang Bagian Selatan adalah asosiasi antara Batugamping Terumbu, Batugamping Berlapis, Batugamping Berkepingan, Batugamping Pasiran Kasar, dan Batugamping Tufan (2). Batuan permukaan lain yang mendominasi lokasi penelitian adalah Batugamping Hablur Bersisipan Batulempung Tufan (1). Batuan permukaan yang didominasi oleh gamping disebabkan oleh proses asal pembetukan Kabupaten Malang Bagian Selatan yang didominasi oleh Genesa Karst. Tanah di lokasi penelitian didominasi oleh asosiasi tanah yang berupa Rendols, Tropudalfs dan Eutropepts (R). Tanah lain yang mendominasi di lokasi penelitian adalah asosiasi antara Ustropepts dan Paleustalfs (S). Pada daerah perbukitan di sebelah timur, jenis tanah yang mendominasi adalah asosiasi antara Dystropepts, Humitropepts, Tropohumults (Y). Kabupaten Malang Bagian Selatan didominasi oleh kemiringan lereng dengan persentase 16-25 % (agak curam) (simbol: a). Kelas lereng ini sebagian besar dapat dijumpai pada daerah dengan genesa utama yang berupa Karst. Kawasan di Kabupaten Malang di sebelah timur didominasi oleh lereng dengan persentase 26-40 % atau termasuk dalam klasifikasi curam (c). Secara administrative daerah ini terletak di
529 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Kecamatan Tirto Yudo, Ampel Gading dan Sumbermanjing Wetan. Kemiringan lereng yang curam membuat kawasan ini sering dilanda tanah longsor dan banjir pada musim penghujan. Kelas lereng dengan persentase 41-60 % atau sangat curam didapati pada daerah Pagak dan Sumbermanjing Wetan (m). Penggunaan lahan yang mendominasi lokasi penelitian adalah tegalan (7), hutan (10) dan kebun (9). Lahan tegalan banyak dimanfaatkan masyarakat untuk menanam padi, jagung dan singkong. Lahan hutan dimanfaatkan untuk hutan produksi dengan komoditas utama yang berupa kayu Jati, Mahoni, Sengon dan Akasia. Perkebunan yang menjadi komoditas di Kabupaten Malang Bagian Selatan adalah perkebunan kopi, tebu dan kelapa. Satuan lahan paling luas di Kabupaten Malang Bagian Selatan adalah T1kUaB2. Secara administratif, satuan lahan ini terletak di Kecamatan Bantur dan Pagak. Satuan lahan ini dicirikan dengan umur batuan Tersier dan batuan permukaan didominasi oleh Batugamping hablur, bersisipan batu lempung tufan. Genesa utama pada satuan lahan T1kUaB2 adalah karst dengan tanah Ustropepts dan Haplustalfs. Lereng pada satuan lahan ini agak curam dengan bentuk medan yang berbukit rendah. Penggunaan lahan didominasi oleh tegalan. Peta Satuan Lahan Kabupaten Malang Bagian Selatan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Satuan Lahan Lokasi Penelitian. Sumber: Maulana, 2015 4.2. Kerawanan Tanah Longsor Kecamatan dengan kerawanan longsor paling tinggi di Kabupaten Malang Bagian Selatan adalah Kalipare, Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirto Yudo. Faktor utama yang menyebabkan daerah tersebut adalah factor kemiringan lereng dan medan (terrain). Kelas kemiringan lereng didominasi oleh lereng dengan kelas lereng 26-40 % atau termasuk dalam kategori curam dan 41-60 % atau termasuk dalam kategori sangat curam. Kelas medan pada daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor termasuk dalam kategori berbukit sedang dan berbukit tinggi. Kerawanan longsor diperparah dengan pengelolaan lahan yang tidak mempertimbangkan aspek konservasi. Idealnya pada kelas lereng curam hingga sangat curam, kawasan tersebut harus dijadikan hutan, namun pada lokasi penelitian ditemukan tegalan pada kelas lereng curam hingga sangat curam. Luas dan sebaran kerawanan longsor lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan distribusi kerawanan longsor di Kabupaten Malang Bagian Selatan dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 1. Luas dan sebaran kerawanan longsor lokasi penelitian No. Kelas Kerawanan 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi 5 Sangat Tinggi Sumber: Maulana, 2015
530 |
Luas (ha) 10666.00 4713.28 9019.51 54382.70 38557.30
Lokasi (Kecamatan) Donomulyo Donomulyo, Gedangan Gedangan, Bantur, Sumbermanjing Wetan, Pagak, Donomulyo, Kalipare Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo, Ampel Gading Kalipare, Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirto Yudo
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Gambar 6. Peta Kerawanan Longsor Lokasi Penelitian. Sumber: Maulana, 2015 4.3. Kerawanan Banjir Berdasarkan hasil analisis daerah yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi terdapat pada Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo, dan Ampel Gading. Hasil inventarisasi data dari berbagai sumber menyebutkan bahwa kawasan ini memang selalu terdampak oleh bencana banjir pada musim penghujan. Daerah Sumbermanjing Wetan dan Tirto Yudo memiliki relief yang relatif datar, sehingga rawan terhadap banjir genangan. Lokasi kedua kecamatan ini yang terletak di bawah perbukitan, membuat kawasan Sumbermanjing Wetan dan Tirto Yudo rawan terhadap banjir bandang. Bencana banjir bandang ini disebabkan oleh hancurnya tanggul alam pada perbukitan di sebelah utara, sehingga menjadi ancaman serius bagi pemukiman masyarakat. Sebaran kerawanan banjir di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan luas kerawanan banjir dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 7. Peta Kerawanan Banjir Lokasi Penelitian. Sumber: Maulana, 2015
531 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
Tabel 2. Luas dan sebaran kerawanan banjir lokasi penelitian No. Kelas Kerawanan 1 Sangat Rendah 2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi 5 Sangat Tinggi Sumber: Maulana, 2015
Luas (ha) 67539.00 41024.80 1904.01 2282.87 4588.00
Lokasi (Kecamatan) Kalipare, Tirto Yudo, Ampel Gading, Sumbermanjing Bantur, Pagak, Kalipare, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo Dampit, Donomulyo, Sumbermanjing Donomulyo, Bantur, Ampel Gading Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo, Ampel Gading
4.4. Kerawanan Tsunami Bencana tsunami memang belum pernah terjadi di wilayah Kabupaten Malang Bagian Selatan, namun daerah Kabupaten Malang Bagian Selatan memiliki kerawanan terhadap tsunami yang cukup tinggi. Kerawanan terhadap bencana tsunami yang cukup tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama, adalah lokasi Kabupaten Malang Bagian Selatan yang berhadapan secara langsung dengan Samudera Hindia. Sisi selatan Pulau Jawa merupakan jalur gempa dan beberapa kasus gempa laut Jawa sudah pernah menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi di tahun 1994. Faktor kedua yang menyebabkan Kabupaten Malang Bagian Selatan rawan terhadap tsunami adalah elevasi di beberapa daerah pesisir yang rendah. Faktor ketiga yang menyebabkan Kabupaten Malang Bagian Selatan memiliki kerawanan yang cukup tinggi terhadap bencana tsunami adalah bentuk morfologi pesisir Kabupaten Malang yang membentuk huruf V atau dikenal dengan istilah V shape. Morfologi pesisir Kabupaten Malang yang berbentuk V menyebabkan kerugian tersendiri. Bentuk morfologi yang menyerupai huruf V akan meningkatkan kecepatan gelombang tsunami yang akan masuk ke daratan. Bahaya sekunder dari lereng yang berbentuk V ketika terjadi tsunami adalah arus balik tsunami dari daratan dan longsor yang terjadi pada tebing-tebing di sekitarnya. Luas daerah rawan tsunami di Kabupaten Malang Bagian Selatan dapat dilihat pada Tabel 3. Sebaran kerawanan tsunami pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 3. Luas dan sebaran kerawanan Tsunami lokasi penelitian No. 1
Kelas Kerawanan Sangat Rendah
2 Rendah 3 Sedang 4 Tinggi 5 Sangat Tinggi Sumber: Maulana, 2015
Luas (ha) 1012.57 113055.00 898.16 1144.53 1228.15
Lokasi (Kecamatan) Donomulyo, Kalipare, Pagak, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing, Dampit, Tirto Yudo, Ampel Gading Bantur, Donomulyo, Sumbermanjing Wetan, Ampel Gading Donomulyo, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo Donomulyo, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo Donomulyo, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo
Gambar 8. Peta Kerawanan Tsunami Lokasi Penelitian. Sumber: Maulana, 2015
532 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
4.5. Multi-rawan Kabupaten Malang Bagian Selatan Berdasarkan hasil analisis hirarki proses, kerawanan terhadap bencana banjir memiliki bobot paling tinggi dalam pemetaan multi-rawan di Kabupaten Malang Bagian Selatan. Kerawanan terhadap bencana banjir memiliki bobot paling tinggi karena berdasarkan catatan, bencana ini menelan korban baik harta maupun benda di lokasi penelitian. Bobot terhadap longsor dan tsunami adalah 0,35 dan 0,15. Bobot terhadap tsunami paling rendah karena Kabupaten Malang Bagian Selatan belum pernah terdampak tsunami. Wilayah di Kabupaten Malang Bagian Selatan yang memiliki tingkat multi-rawan paling tinggi adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan memiliki elevasi rendah. Kerawanan pada daerah tersebut merupakan asosiasi dari banjir, longsor dan tsunami. Luas daerah dengan potensi multirawan paling tinggi adalah 2556,73 ha. Kawasan yang paling berpotensi terhadap ancaman multi-rawan adalah Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Kerawanan terhadap bencana banjir disebabkan daerah tersebut merupakan hilir dari sungai-sungai yang ada di Malang bagian selatan. Tebing-tebing berlereng terjal membuat proses infiltrasi dan evapotransiprasi tidak dapat berjalan secara baik. Kondisi tersebut menyebabkan limpasan permukaan dan run-off tinggi, sehingga mengakibatkan kerawanan terhadap bencana banjir. Fenomena tersebut juga menyebabkan beban pada lereng tinggi sehingga terjadi instabilitas lereng yang kemudian berujung menjadi bencana longsor. Kerawanan terhadap tsunami juga harus diwaspadai mengingat bentuk lereng yang berbentuk huruf V. Pengelolaan wilayah berbasis kebencanaan harus dilakukan untuk mengurangi risiko terladap ancaman multi-rawan. Penataan tata ruang berbasis bentanglahan dapat dilakukan sehingga kerawanan multi bencana dapat diminimalkan. Aplikasi konsep Ecosystem-based disaster risk reduction (Eco-DRR) sangat sesuai untuk diterapkan di Kabupaten Malang Bagian Selatan. Eco-DRR mengedepankan pembangunan berkelanjutan, konservasi dan restorasi ekosistem untuk mengurangi dampak dari sebuah bencana (Estrella and Saalismaa, 2013). Penataan lokasi pemukiman, daerah resapan dan barrier mutlak harus dilakukan sehingga dapat mengurangi timbulnya kerugian baik harta, benda maupun asset. Data luas dan lokasi multirawan dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan sebaran multi-rawan dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 4. Luas dan sebaran multirawan lokasi penelitian No. 1 2
Kelas Kerawanan Sangat Rendah Rendah
3 Sedang 4 Tinggi 5 Sangat Tinggi Sumber: Maulana, 2015
Luas (ha) 88909.51 6742.79 1295.87 17833.85 2556.73
Lokasi (Kecamatan) Gedangan, Bantur Bantur, Donomulyo, Pagak, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo Sumbermanjing Wetan, Kalipare, Tirto Yudo, Donomulyo Donomulyo, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo Donomulyo, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo
Gambar 9. PetaMulti-rawan Lokasi Penelitian. Sumber: Maulana, 2015
533 |
Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015: Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional
5. KESIMPULAN Kabupaten Malang Bagian Selatan merupakan daerah yang memiliki kerawanan terhadap beberapa jenis bencana. Kejadian bencana di Kabupaten Malang Bagian Selatan terjadi setiap tahun, terutama di musim penghujan. Berdasarkan fakta tersebut paper ini menyajikan kajian awal multi-rawan di Kabupaten Malang Bagian Selatan dengan pendekatan bentanglahan. Hasil interpretasi visual dan deteksi manual menunjukkan bahwa lokasi penelitian memiliki 743 satuan lahan. Genesis utama di Kabupaten Malang Bagian Selatan didominasi oleh Karst. Kemiringan lereng bervariasi dari kelas curam hingga sangat curam. Fakta ini dapat menjadi faktor pemicu multi-rawan di lokasi penelitian. Studi multi-rawan di Kabupaten Malang Bagian Selatan berfokus pada 3 jenis kerawanan yaitu banjir, tsunami dan longsor. Kecamatan Kalipare, Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirto Yudo memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana longsor paling tinggi. Daerah yang memiliki kerawanan paling tinggi terhadap bencana banjir adalah Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo, Ampel Gading. Sejarah menunjukkan di tahun 2013, ratusan jiwa meninggal dan kerugian akibat bencana banjir mencapat 17 miliyar di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Daerah yang memiliki ancaman terhadap bencana tsunami paling tinggi adalah Donomulyo, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo. Daerah ini memiliki kerawanan terhadap tsunami paling tinggi karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan memiliki elevasi yang relative rendah. Kerawanan multi bencana paling tinggi di Kabupaten Malang paling tinggi terdapat pada Kecamatan Donomulyo, Sumbermanjing Wetan, Tirto Yudo. Luas daerah dengan tingkat multi-rawan paling tinggi adalah 2556.73 ha. Pengelolaan lahan dan penataan ruang berbasis bentanglahan perlu dilakukan utnuk meminimalkan potensi kerugian akibat multi-rawan. Aplikasi Ecosystem-based disaster risk reduction (Eco-DRR) juga sangat sesuai untuk diterapkan di Kabupaten Malang Bagian Selatan
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Junun Sartohadi, M.Sc dan Syamsul Bachri, Ph.D yang selalu membimbing penulis hingga sekarang. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman di Parangtritis Geomaritime Science Park yang selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan paper ini.
DAFTAR PUSTAKA Estrella, M., Saalismaa, N., (2013), Ecosystem-based Disaster Risk Reduction (Eco-DRR): An Overview, In: Renaud, F., Sudmeier-Rieux, K. and M. Estrella (eds.) (2013) The role of ecosystem management in disaster risk reduction. Tokyo: UNU PressHapuarachchi, H.A.P., Wang, Q.J., Pagano, T.C., 2011. A review of advances in flash flood forecasting. Hydrol. Process. 25, 2771–2784 Marzocchi, W., Mastellone, M. L., Di Ruocco, A., Novelli, P., Romeo, E., Gasparini, P., (2009), Principles of multi-risk assessment. Interaction amongst natural and man-induced risks. European Communities, Brussels. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Ros, D.D., Borga, M., (1997), Use of digital elevation model data for the derivation of the geomorphological instantaneous unit hydrograph. Hydrol. Process. 11(1), 13e33. Sartohadi, J., Sianturi, R. S., Rahmadana, A. D. W., Maritimo, F., Wacano, D., Munawaroh, Suryani, T., (2014), Bentang Sumberdaya Lahan Kawasan Gunungapi Ijen dan Sekitarnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Vink, A.P.A., (1983), in Davidson, D.A. (Ed)., Landscape Ecology and Land Use, Longman, London. Yao, C., Zhang, K., Yu, Z.B., Li, Z.J., Li, Q.L., (2014), Improving the flood prediction capability of the Xinanjiang model in ungauged nested catchments by coupling it with the geomorphologic instantaneous unit hydrograph. J. Hydrology 517, 1035e1048.
534 |