PROSES PEMBUATAN TENUN FLORES HOME INDUSTRI IBU YUSTINA NONA DI DESA TANJUNG BENOA I Komang Trisnayana, Luh Suartini, I Gusti Made Budiarta Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected], @undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Tenun Flores, (2) Proses pembuatan Tenun Flores, (3) Transformasi bentuk dan fungsi kain Tenun Flores. Penelitian ini dilakukan di Home Industry Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. Subjek penelitian ini adalah Ibu Yustina Nona, yang merupakan pengrajin tenun Flores. Objek dalam penelitian ini adalah tenun Flores yang meliputi alat dan bahan, proses pembuatan, serta transformasi bentuk dan fungsi kain tenun Flores. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi, (1) teknik observasi, (2) teknik wawancara, (3) teknik kepustakaan, dan (4) teknik dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis domain dan analisis taksonomi. Hasil penelitian ini, yaitu (1) Alat yang dipergunakan dalam proses pembuatan tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina antara lain: lele, raa, paa pakpanggoro, todowai, tada, luja, ati, hallo, kajuana, pine, kakba pak ku aka, pheko, kugu, nubo, norutama, kaju, panci, pisau, gunting, duri landak; (2) Tahapan proses pembuatan tenun Flores Home Industry Ibu Yustina Nona antara lain: persiapan, pengelosan, pembentangan benang, proses menjadikan tali daun gebang untuk mengikat motif tenunan, membuat motif, mencelup benang, pengeringan benang, melepas ikatan motif, memberi kanji pada benang, menyiapkan benang pakan, dan proses menenun; dan (3) Transformasi yang terjadi antara kerajinan Tenun Flores pada masyarakat Flores dan kerajinan Tenun Flores pada Home Industri Ibu Yustina Nona, yaitu perubahan bentuk dan fungsi. Oleh karena itu, pengerajin di Home Industri Ibu Yustina Nona harus meningkatkan kualitas dan kuantitas kerajinan Tenun Flores yang dihasilkan. Kata kunci : Tenun Flores, Home Industry Ibu Yustina Nona
Abstract This study aims to describe (1) the tools and materials used in the manufacturing process of Flores’ woven, (2) the process of making Flores’s woven, (3) transformation of form and function of Flores’s woven fabric. This research was conducted at Mrs. Yustina Nona “Home Industry” in Tanjung Benoa village. The subject was Mrs. Yustina Nona, which is a Flores weaver. The objects of this research were Flores woven includes tools and materials, the manufacturing process, as well as the transformation of the form and function of Flores’s woven fabrics. Methods of data collection in this study include: (1) observation, (2) interview, (3) technical literature, and (4) technical
1
documentation. Data analysis methods used were domain analysis and taxonomic analysis. The results of this study, namely (1) the tools used in the process of making Flores’s woven in Mrs. Yustina “Home Industry” include: lele, raa, paa, pakpanggoro, todowai, tada, luja, ati, hallo, kajuana, pine, kakba pakku aka, pheko, kugu, nubo, norutama, kaju, pan, knife, scissors, spikes; (2) the stages of the process of making Flores’s woven Mrs. Yustina Nona “Home Industry” are: preparation, pengelosan, expansions thread, the process of turning gebang’s leaves into the rope for binding motif woven, making motive, yarn dyeing, drying yarn, untied the motif, giving starch on yarn, preparing the weft and weave process; and (3) the transformation that occurs between Flores’s woven crafts at Flores community and Flores’s woven crafts at Mrs. Yustina Nona “Home Industry”, that are the change of form and function. Therefore, craftsmen at Mrs. Yustina Nona “Home Industry” must improve the quality and quantity of Flores’s woven crafts that they are produced. Key words: Flores’s woven, Mrs. Yustina Nona Home Industry
PENDAHULUAN Indonesia terkenal dengan beraneka ragam suku dan bangsa sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya. Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia yaitu, busana tradisional. Setiap suku di Indonesia mempunyai ciri khas dalam busana daerah mereka, yang tentunya dilengkapi dengan kain-kain yang khas dan menjadi warisan budaya yang sangat memukau. Kain tradisional Indonesia mempunyai nilai budaya tinggi, terutama dari sudut estetis dan bermakna simbolis yang mendasari pembuatannya. Kain tenun adalah salah satu kain yang sering dijadikan kain tradisional suatu daerah. Tenun merupakan salah satu jenis seni kriya Nusantara, yaitu kriya tekstil. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) menyebutkan bahwa tenun adalah kerajinan tekstil yang berupa bahan kain yang dibuat dengan benang (kapas, sutra, dan sebagainya), dengan cara memasukkan pakan secara melintang atau horisontal pada lungsin. Pakan adalah benang yang dimasukan melintang pada lungsing, sedangkan lungsi adalah benang membujur atau posisi vertikal pada tenunan. Kerajinan tenun memiliki keberagaman dan keunikan, seperti yang dikatakan Joseph Fisher (dalam Suwati
Kartiwa, 1986: 1) Indonesia adalah salah satu Negara yang menghasilkan seni tenun yang terbesar terutama dalam hal keanekaragaman hiasannya. Keragaman dan keunikan kain tenun tercermin dengan jelas pada unsur fungsi kain tenun. Setiap daerah memiliki ciri khas pada ragam hiasnya yang terkait dengan fungsi sosial budaya daerah tersebut. Dalam setiap kegiatan ritual keagamaan, sepotong kain tenun hampir selalu menjadi bagian yang sangat penting. Salah satu, seni tenun yang dihasilkan di Indonesia adalah tenun ikat. Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami. Flores merupakan salah satu daerah penghasil kerajinan tenun ikat yang terkenal di Indonesia. Kain tenun ikat khas Flores adalah satu dari sekian banyak produk budaya tradisional khas Indonesia yang dibuat secara tradisional dan bernilai seni tinggi dan indah. Kain tenun Flores tidak kalah dengan kain tenun daerah lain. Kain tenun ikat Flores merupakan salah satu kain tenun yang terkenal dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia bahkan oleh warga Negara asing. Pembuatan kain tenun Flores melalui proses yang cukup panjang. Diperlukan waktu selama hampir sebulan
2
agar sebuah kain tenun Flores dapat tercipta dan diapresiasi peminatnya. Proses pembuatan tenun ikat khas Flores diawali dengan memintal benang, mengikat motif, proses pewarnaan, dan terakhir baru mulai menenun. Dalam mewarnai benang, pengrajin tenun ikat tradisional masih menggunakan pewarna tradisional yang didapatkan dari alam. Misalnya dengan menggunakan beberapa jenis tumbuhan, seperti daun dan akar mengkudu (warna merah), daun nira (warna biru), suji (hijau), kunyit (warna kuning), pinang (coklatmerah), kulit pohon mangga (hijau), manggis (coklat keunguan), dan masih banyak lagi. Pewarnaan dapat dilakukan berulang-ulang guna menghasilkan warna yang khas. Setidaknya ada berbagai warna yang tercipta dari bahan alami yang ramah lingkungan. Warna dari bahan alami dan benang dari kapas membuat warnanya memang tidak secerah benang modern tetapi justru lebih tahan lama dan menguak warna yang makin lama makin indah. Namun sekarang bahan untuk membuat pewarna alami sulit diperoleh sehingga membuat pengerajin tenun mulai beralih ke pewarna modern. Kain tenun ikat sendiri biasa dipakai masyarakat berbagai suku di Flores sebagai pelengkap busana, selain sebagai selendang atau sarung. Wanita Flores yang beranjak dewasa ditandai dengan datang bulan dan mereka diwajibkan mengenakan kain serta memanjangkan rambutnya agar dapat dikonde. Saat mereka hendak menikah maka haruslah mampu membuat kain ikatnya sendiri untuk keperluan pernikahan atau untuk diberikan kepada calon mempelai pria sebagaimana aturan adat dahulu kala. Seiring perkembangan zaman, sepertinya budaya menenun sendiri kain ikat sudah mulai pudar. Remaja dan generasi muda yang mampu menenun kain ikat tradisional tak sebanyak dahulu. Hal ini tentu menjadi salah satu tantangan bagi keberlangsungan produksi kain tenun ikat Flores. Salah satu warga asli Flores yang masih melestarikan kerajinan tenun Flores, yaitu Ibu Yustina Nona. Ibu Yustina Nona kini tinggal di Desa Tanjung Benoa, Bali. Walaupun Ibu Yustina tidak lagi tinggal di daerah Flores, Ibu Yustina Nona tetap
melestarikan dan mengembangkan kerajinan tenun Flores yang sudah dipelajarinya sejak kecil. Ibu Yustina Nona meninggalkan daerah Flores tahun 1987 karena Ibu Yustina mengikuti suaminya yang bekerja di Bali. Awalnya Ibu Yustina hanya bekerja serabutan dan hanya memperoleh upah yang sedikit. Pekerjaan Ibu Yustina yang berat dengan penghasilan yang sedikit serta harus meninggalkan anaknya yang masih kecil di rumah, membuat Ibu Yustina memutuskan untuk berhenti bekerja. Ibu Yustina memanfaatkan keterampilan menenunnya dengan membuat industri rumahan. Ibu Yustina meminta saudaranya membawakan alat-alat tenun dari Flores. Alat tenun Flores berbeda dari alat tenun yang biasa digunakan untuk membuat kain tenun khas Bali, sehingga harus diperoleh langsung dari Flores. Awalnya hasil tenunan Ibu Yustina hanya berupa sarung saja. Melihat lingkungan sekitar yang dominan masyarakatnya beragama Hindu, ibu Yustina mulai membuat tenun yang disesuaikan dengan pakaian tradisional Bali, seperti selendang, saput, atau pun syall. Masyarakat sekitar rumah Ibu Yustina di Desa Tanjung Benoa mulai tertarik dengan kain tenun buatan Ibu Yustina. Selain masyarakat sekitar, turis asing yang mengunjungi desa Tanjung Benoa juga tertarik dengan kerajian tenun yang dihasilkan Ibu Yustina. Semenjak itulah Ibu Yustina terus menekuni usaha membuat kerajinan tenun Flores. Penelitian tentang kerajinan tenun telah banyak dilakukan oleh peneliti lain. Seperti, penelitian yang dilakukan oleh Made Kerta Negara (2006) dengan judul, ” Kerajinan Tenun Endek di Desa Kalianget Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng”. Penelitian Made Kerta Negara membahas tentang Tenun Endek di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Made Kerta Negara, yaitu memiliki objek penelitian yang sama, tentang kerajinan tenun. Perbedaannya, penelitian Made Kerta Negara mengkaji kerajinan Tenun Endek, sedangkan penelitian ini mengkaji kerajian tenun Flores.
Selain itu, penelitian tentang tenun juga pernah dilakukan oleh Doni Satriawan (2012) dengan judul “Tenun Gedogan Pringgasela Lombok Timur”. Penelitian Doni Satriawan membahas tentang kerajinan tenun Gedogan yang ada di Lombok Timur. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian Doni Satriawan, yaitu memiliki objek penelitian yang sama, tentang kerajinan tenun. Perbedaannya, penelitian Doni Satriawan mengkaji kerajinan tenun Gedogan, sedangkan penelitian ini mengkaji kerajinan tenun Flores. Berdasarkan pengamatan tentang penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, peneliti belum menemukan penelitian tentang kerajinan tenun Flores yang dikembangkan di daerah Tanjung Benoa dengan bentuk, fungsi dan motif yang menyesuaikan dengan lingkungan mayoritas masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat penelitian berjudul “Proses Pembuatan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa”. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Tenun Flores Home Industri IbuYustina Nona di Desa Tanjung Benoa, (2) Mendeskripsikan proses pembuatan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa, dan (3) Mendeskripsikan transformasi bentuk dan fungsi kain Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. METODE Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriftif kualitatif. Menurut Arikunto (2010:3), penelitian deskriptif adalah penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau wilayah tertentu. Dari data yang terkumpul diklasifikasikan atau dikelompokkelompokan menurut jenis, sifat, atau kondisinya. Sesudah datanya lengkap kemudian dibuat kesimpulan. Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan alat dan bahan, proses
pembuatan tenun Flores, serta transformasi bentuk dan fungsi kain Flores yang dihasilkan di home industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. Penelitian ini dilakukan di rumah Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Subjek penelitian ini adalah Ibu Yustina Nona, yang merupakan pengrajin tenun Flores. Peneliti memilih Pengerajin Tenun Flores karena pengerajin secara langsung mengetahui proses pembuatan Tenun Flores. Objek penelitian merupakan hal yang dikaji dalam penelitian tersebut. Objek dalam penelitian ini adalah tenun Flores yang meliputi alat dan bahan, proses pembuatan, serta transformasi bentuk dan fungsi kain tenun Flores. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi (1) Teknik Observasi, (2) Teknik Wawancara, (3) Teknik Kepustakaan, dan (4) Teknik Dokumentasi. Analisi data dilakukan setelah dilakukan pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tentunya data yang dianalisis adalah data yang dihasilkan dalam melakukan observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi, disusun berdasarkan urutan masalah, yaitu tentang alat dan bahan, proses pembuatan tenun Flores serta transformasi bentuk dan fungsi kain tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. Tekni analisis data yang digunakan, yaitu teknik analisis domain dan teknik analisis taksonomi. Teknik analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau ditingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut. Artinya analisis penelitian dengan cara seperti ini adalah ditargetkan mendapatkan data secara utuh tanpa harus diperinci secara detail (Bungin, 2005: 85). Pengolahan data cara ini adalah mengumpulkan data umum dan utuh dari teknik-teknik pengumpulan data. Akan dilakukan analisis kembali, untuk mendapatkan hasil yang lebih detail dan sesuai dengan rumusan masalah mengenai tentang alat dan bahan, proses pembuatan tenun Flores serta transformasi bentuk dan fungsi kain tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa.
Teknik analisis domain memberikan gambaran secara umum, tetapi belum rinci dan masih menyeluruh. Karena dalam penelitian ini menginginkan suatu hasil analisis yang paling fokus pada suatu domain atau sub-sub domain tertentu, maka digunakan tehnik analisis taksonomik yaitu terfokus pada domain-domain tertentu, kemudian memilih domain menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan terperinci namun memiliki kesamaan (Bungin, 2005: 90). Proses analisis taksonomi ialah pengolahan data yang sudah dianalisis secara umum dalam analisis domain, dan dianalisis lebih spesifik atau mendalam pada analisis taksonomi. Masalah yang difokuskan pada perumusan masalah pada penelitian ini yaitu mengenai alat dan bahan, proses pembuatan, serta transformasi bentuk dan fungsi kain tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang telah diperoleh, baik dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, maupun kepustakaan mengenai “Proses Pembuatan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa”. Pada pembahasan ini, dipaparkan mengenai alat dan bahan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina, proses pembuatan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina, dan Transformasi bentuk kain Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina di Desa Tanjung Benoa. Alat dan Bahan dalam Proses Pembuatan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. Alat yang digunakan untuk menenun oleh Ibu Yustina Nona dalam Home Industrinya masih sangat sederhana. Alat tenun yang digunakan adalah hasil buatan sendiri. Alat-alat tenun terbuat dari kayu khusus yang diperoleh dari daerah asal Ibu Yustina Nona, yaitu daerah Flores. Sedangkan, bahan yang digunakan Ibu Yustina Nona dalam menenun tidak berasal dari alam. Ibu Yustina Nona membeli bahan menenun di Pasar Badung berupa benang dan sebagaian diperoleh langsung dari
daerah Flores seperti daun gebang. Ibu Yustina Nona tidak menggunakan bahan alami karena kesulitan mencari bahan alami di Tanjung Benoa. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi pada narasumber diperoleh data dan informasi lebih terinci tentang alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Tenun Flores Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa. Alat tenun yang di gunakan oleh Ibu Yustina Nona dalam Home Industrinya adalah alat tenun tradisional dengan cara manual. Mesin tenun yang yang digunakan bersifat portebel, sehingga dapat ditempatkan di mana saja sesuai dengan kebutuhan. Mesin tenun ini masuk dalam kategori alat tenun gendongan, yaitu alat tenun yang menggunakan tubuh si penenun untuk mengatur ketegangan benang lungsi. Penggunaan alat tenun ini dengan cara memangku atau mengendong sambil duduk di tanah beralaskan tikar, dengan posisi kaki yang lurus ke depan sehingga mempermudah dalam proses penenunan. Alat tenun ini terdiri atas beberapa bagian yang terpisah. Dengan sifatnya yang terpisah ini, apabila alat tenun tidak sedang digunakan maka alat ini akan disimpan dengan cara ditumpuk menjadi satu. Jika akan dipakai alat tenun ini akan dirangkai kembali membentuk serangkaian alat tenun gendong.
Gambar 1. Alat tenun di Home Industri Ibu Yustina Nona ( Dokumentasi, Trisnayana) Secara umum alat tenun Flores pada Home Industri Ibu Yustina Nona dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni alat yang digunakan sebelum benang masuk ke alat tenun dan alat yang digunakan saat proses menenun. Berikut pemaparannya secara lebih terperinci. a) Alat yang digunakan sebelum benang
masuk ke alat tenun, yaitu lele, raa, dan paa; b) Alat tenun utama, yang meliputi pakpanggoro, todowai, tada, luja, ati, hallo, kajuana, pine, kakba pakku aka, pheko, kugu, nubo, norutama, dan kaju; dan c) Alat penunjang yang digunakan, meliputi panci, pisau, gunting, duri landak. Selain itu, adapula bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kain Tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona, diantarannya yaitu: a) bahan baku tenunan, yang meliputi benang sutra, katun, dan rayon, b) bahan mengikat motif, yaitu daun gebang, dan c) bahan pewarna, yaitu pewarna napthol. Proses Pembuatan Tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa
Gambar 2. Proses pembuatan tenun flores di Home Industri Ibu Yustina Nona ( Dokumentasi, Trisnayana) Kain tenun yang dihasilkan di Home Industri Ibu Yustina Nona merupakan kain tenun tradisional daerah Flores. Untuk menghasilkan sebuah kain tenun tersebut harus melalui beberapa tahapan, yaitu: Tahap persiapan, pada tahap persiapan penenun mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam proses pembuatan kain tenun Flores. Adapun bahan tersebut, yaitu benang katun, benang rayon, dan daun gebang. Benang merupakan bahan yang sangat utama atau bahan pokok yang menjadi prioritas yang harus dipersiapkan oleh pengerajin tenun. Benang ini dapat diperoleh dengan mudah di toko-toko yang menjual bahan baku benang. Selanjutnya, penenun mempersiapkan alat tenun gedogan yang akan digunakan untuk menenun sehingga dihasilkan sebuah kain tenun tradisional Flores. Sebelum memulai menenun
pengerajin terlebih dahulu harus merangkai alat tenun karena alat tenun yang dipakai terpisah-pisah. Tahap Pengelosan, adalah proses menggulung benang menggunakan tangan dengan bantuan alat Kelos yang berbentuk silang yang dapat diputar secara manual. Tujuan pengelosan adalah memproses benang menjadi bentuk dan volume tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada saat proses pengelosan, yaitu gulungan benang pada lele harus sama kencang agar tetap stabil. Isi benang pada kelosan juga harus sesuai dengan kebutuhan. Cara kerja proses pengelosan, yaitu memasukan benang yang masih berbentuk benang mentahan yang dijual dipasaran ke setiap sudut tiang pada lele, lalu Ambil ujung benang dan digulung dengan cara manual, yaitu dengan mengulung benang sampai menyerupai bentuk sebesar bola kasti. Proses ini menghabiskan waktu hampir sehari untuk mengelos benang dari alat ini sehingga berbentuk sebesar bola kasti. Tahap pembentangan benang, pada tahap ini merupakan suatu proses penyusunan helaian-helain benang ke dalam alat tenun Raa. Tujuan dari proses pembentangan benang ini yaitu untuk mengatur panjang dan lebar kain tenunan, serta mengatur jumlah benang yang akan diikat pada saat proses pembuatan motif. Benang yang sudah dikelos akan dibentangkan dengan cara memutar helaian-helaian benang pada alat Raa. Pada proses ini memerlukan paling tidak dua orang. Satu orang bertugas untuk memutar benang dan satu orang lagi bertugas mengatur benang agar susunan benang menjadi rapi. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pembentangan benang, yaitu kekencangan benang tiap helai harus sama serta kedudukan garis benang harus sejajar dan merata. Tahap menjadikan tali daun gebang untuk mengikat motif tenunan. Proses ini dilakukan agar daun gebang menjadi helaian helain kecil yang menyerupai tali. Adapun cara yang dilakukan untuk memproses daun gebang, yaitu dengan mengulung lembaran daun gebang pada tangan ini bertujuan agar daun gebang
menjadi lemas. Setelah digulung, daun gebang tersebut kemudian di luruskan kembali selanjutnya diiris mengunakan pisau. Pisau yang digunakan pun harus runcing dan tajam agar mempermudah proses pengirisan. Daun gebang yang sudah diperoses sehingga menyerupai tali akan digunakan untuk mengikat motif. Tahap mengikat motif, dalam proses pengikatan motif ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yaitu, proses perancangan desain motif. Tahap merancang motif dilakukan bertujuan agar pola, bentuk, komposisi motif sesuai dengan lebar dan panjang kain tenunan yang akan diaplikasikan pada benang yang telah dibentang. Setelah motif dirancang, langkah selanjutnya yaitu mengikat motif. Bahan yang digunakan untuk mengikat motif, yaitu daun gebang. Benang yang telah dibentang akan dikelompokan menjadi beberapa bagian kemudian diikat sesuai dengan motif yang akan dibuat menggunakan daun gebang. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu pada tahap pengikatan motif haruslah kuat agar tidak tergeser untuk mencegah zat pewarna masuk ke dalam benang lungsi pada saat proses penceluban. Selain itu garis pinggir ikatan harus lurus dan sama lebar, batas dari ikatan haruslah jelas, dan ikatan harus sesuai dengan gambar motif. Cara kerja pengikatan motif, yaitu dengan cara memisahkan kelompok benang sesuai motif agar memudahkan proses pengikatan. Proses pengikatan sebaiknya dilakukan dari kiri ke kanan begitu juga sebaliknya agar ikatan pertama dapat dijadikan patokan. Setelah proses pengikatan selesai, sisa ikatan dipotong agar rapi. Kemudian, kelompokan kembali benang yang telah termotif lalu ikat pada bagian ujung benang. Benang yang telah diikat mengikuti motif dapat dilepaskan dari alat raa. Setelah itu benang siap untuk dicelup. Tahap pencelupan, pada proses pencelupan menggunakan zat pewarna napthol yang dipadukan dengan garam pembangkit. Benang yang sudah diikat sesuai dengan motif kemudian dicelup ke dalam wadah yang telah berisikan warna sesuai dengan warna yang diinginkan. Kepekatan warna yang diinginkan tergantung takaran yang digunakan, yaitu
tiga banding satu. Perbandingannya adalah satu untuk napthol dan tiga untuk garam, yang masing-masing dicampur dengan air yang sama banyaknya. Proses pencelupan biasanya dilakukan bertahap, dimulai dengan warna termuda sampai warna yang paling tua. Pada saat pencelupan benang, ikatan motif harus diperhatikan agar motif tidak rusak karena kemasukan warna yang tidak diinginkan. Setelah proses pencelupan dilakukan, benang kemudian dikeringkan dengan cara dijemur. Tahap pengeringan benang, setelah melewati proses pencelupan, benang kemudian di jemur sampai kering agar helaian-helaian benang dapat terpisah dengan baik. Proses pengeringan dilakukan dengan memasukan batang bambu ke dalam pertengahan benang tukelan yang kemudian di jemur di bawah terik matahari selama sehari hingga kering dengan baik. Pada proses pengeringan biasa dilakukan sebelum pembuatan motif, setelah pencelupan, dan setelah pemberian kanji karena pada proses tersebut benang akan dalam keadaan basah sehingga memerlukan proses pengeringan. Pelepasan ikatan desain motif, adalah proses yang dilakukan dengan membuka setiap bagian dari motif tenun yang telah diikat menggunakan daun gebang. Pada proses ini benang akan dibentang kembali pada raa. Pada saat dibentang, benang harus kencang agar mempermudah pada saat pelepasan ikatan. Setelah benang dibentang, satu persatu ikatan motif dilepas dengan menggunakan pisau. Pada saat pelepasan ikatan motif, pisau yang digunakan harus tajam agar mempercepat proses pelepasan motif. Penenun juga harus memastikan benang tidak putus saat proses pelepasan ikatan agar tidak merusak motif pada saat proses penenunan. Pada tahap ini susunan motif harus diperhatikan. Benang yang sudah dibuka dari ikatan akan diatur kembali agar benang tidak tersangkut ataupun kusut. Pemberian kanji pada benang. Tujuan dari pemberian kanji pada benang, yaitu untuk mengkilatkan serat dan memperkuat serat benang agar pada saat proses penenunan benang tidak mudah putus. Adapun beberapa langkah dalam pemberian kanji pada benang yaitu 1)
Tepung kanji dimasukan ke dalam air, lalu dimasak dengan panas tertentu sehingga menjadi bubur; 2) Tambahkan air secukupnya sehingga bentuknya menjadi encer lalu dinginkan; 3) Setelah dingin masukan benang yang akan diberi kanji dengan perlahan hingga air kanji meresap merata pada permukaan benang; dan 4) Setelah itu benang diangkat kemudian dijemur. Menyiapkan benang pakan. Pada proses ini benang pakan yang telah dicelup kemudian digulung pada batang bambu sampai menyerupai sate dan dimasukan pada pheko. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini, yaitu kepadatan gulungan benang harus sama, besar gulungan harus sesuai dengan pheko dan teksturnya halus untuk memudahkan keluar masuknya benang pakan pada benang lungsi saat proses menenun Proses menenun, adalah proses penyusunan helaian -helaian benang antara benang pakan dan benang lungsi menjadi satu kesatuan dengan menggunakan alat tenun. Untuk menunjang proses menenun, alat tenun harus sudah terpasang lengkap. Proses menenun dilakukan dengan cara mengendong alat tenun gedogan. Alat tenun diikat pada pinggang penenun dengan kaki menjuntai ke depan yang berfungsi untuk menarik dan menahan kain agar tetap kencang dan menjaga kestabilan alat tenun. Gerakan menenun pada prinsipnya terbagi menjadi tiga gerakan pokok, yaitu pembukaan mulut benang lungsi, peluncuran pheko, dan hentakan alat tenun luja untuk merapatkan benang pakan dan lungsi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses menenun, yaitu sebagai berikut. Pertama, memasukan luja di sela benang lungsi yang dilanjutkan dengan gerakan hentakan. Kedua, pembukaaan mulut lungsi dengan alat tenun luja, yaitu dengan cara alat tenun luja diberdirikan agar benang pakan pada alat tenun pheko mudah meluncur dari kanan ke kiri yang dilanjutkan hentakan alat tenun luja. Ketiga, langkah ini hampir sama dengan langkah awal sebelumnya, yaitu dengan memasukan kembali alat tenun luja di sela benang lungsi lalu di hentakan kembali dengan tenun luja. Keempat, benang pakan pada
pheko yang awalnya posisi di kiri dimasukan kembali ke sela benang lungsi, kemudian diluncurkan ke kanan yang dilanjutkan dengan hentaka alat tenun luja. Kelima, mengangkat benang lungsi. Proses ini dilakukan dengan cara mengangkat kajuanan sehingga kugu (sisiran) terangkat, dibarengi dengan gerakan mendorong halo (batang bambu) ke arah depan yang bertujuan melongarkan benang. Kemudian, di sela benang dimasukan kembali alat luja lalu mengerakanya dengan hentakan ke arah dalam. Bila kain sudah terasa panjang maka kain akan digulung pada ati (batang apit) danmnubo akan dipindah agar hentakan menjadi rata. Bila benang putus maka penyambungan dilakukan dengan cara menyatukan ujung benang lalu memelintir benang tersebut. Transformasi Bentuk dan Fungsi Kain Tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona
Gambar 3. Selendang dan sarung pada pakaian adat Suku Flores (Sumber:https://c2.staticflickr.co m/4/3247/287179663 5_230e6489_z.jpg?zz =1) (diakses tgl 3 feb 2016)
Gambar 4. Hasil kerajinan tenun Flores Industri Ibu Yustina Nona ( Dokumentasi, Trisnayana)
Transformasi adalah mengubah struktur dasar menjadi struktur lahir dengan menerapkan kaidah transformasi. Transformasi yang dimaksud berupa perubahan bentuk dan fungsi dari Tenun Flores Di Home Industry Ibu Yustina Nona.transformasi yang terjadi pada hasil kerajinan tenun Flores di Home zindustri Ibu Yustina Nona adalah transformasi bentuk dan fungsi. Transformasi bentuk yang terjadi pada kerajinan tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona dapat dilihat dari bentuk kerajinan yang dihasilkan. Hasil kerajinan tenun Flores umumnya berupa sarung dan selendang, sementara hasil kerajinan tenun tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona sudah menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Bali. Sarung merupakan sepotong kain lebar yang pada dijahit pada bagian ujungnya sehingga menyerupai bentuk pipa atau tabung. Sarung tenun ikat Flores memiliki ukuran panjang 3 meter dan lebar 80 cm. Sarung dibuat dengan ukuran panjang dan lebar sekian untuk menutupi bagian dada ke bawah pada seorang wanita dan selimut untuk pria sehingga penenun membuat dengan ukuran sekian. Sedangkan saput merupakan bentuk kain yang biasa digunakan kaum pria yang beragama Hindu di Bali pada ritual adat maupun keagamaan. Kerajinan tenun yang berupa sarung oleh Ibu Yustina mulai mengalami perubahan bentuk. Ukuran kain yang dibuat mengadaptasi bentuk saput. Hal ini dikarenakan tempat produksi Ibu Yustina berada di Desa Tanjung Benoa mayoritas penduduknya beragama Hindu. Bentuk sarung biasanya memiliki ukuran panjang 3 meter dan lebar 1 meter. Namun, mengingat permintaan pasar tenunan yang dikerjakan pun berubah bentuk menjadi saput yang mempunyai panjang dan lebar 140 cm x 100 cm dengan perubahan lebar dan panjang bentuk kain yang hampir setengah ukuran sarung. Ciri khas Saput yang dibuat oleh Ibu Yustina biasanya terdapat rumbai di bagian sisi dan tanpa tambahan lis pada bagian bawah saput tenunanya yang tetap mempertahankan ciri khas dari Tenun Flores. Selendang di Flores umumnya memiliki ukuran panjang 200 cm dan lebar
100 cm. Ada juga yang berukuran 200 cm x 50 cm yang setiap bagian ujungnya terdapat rumbai. Selendang ini digunakan menyelempang di dada. Sementara itu, selendang yang dibuat di Home Industry Ibu Yustina Nona menyesuaikan dengar ukuran selendang di Bali. Selendang bali yang dibuat di Home Industry Ibu Yustina Nona memiliki ukuran beragam, diantaranya 160 x 30 cm dan 20 x 160, yang cara penggunaannya diikatkan di pinggang. Transformsi yang terjadi, yaitu perbedaan ukuran namun masih berisikan rumbai-rumbai pada setiap ujung pada selendang tenunanya. Selain transformasi bentuk, terjadi pula transformasi fungsi. Hasil kerajinan Tenun Flores pada umumnya berupa bentuk sarung dan selendang yang biasa masyarakat Flores gunakan sebagai busana dalam kegiatan keagamaan maupun adat. Cara pemakian kain tenun Flores yang berbentuk sarung pada masyarakat Flores biasanya digunakan setinggi dada yang kemudian dilipat di bagian depan. Adapula yang menggunakan sebatas pinggang yang dipadukan kebaya yang disebut labu. Sementara kain yang berbentuk selendang digunakan sebagai selempang. Penggunaan kain tenun Flores lengkap yang berupa sarung dan selendang pada masyarakat Flores sekarang hanya digunakan pada kegiatan atau acara keagamaan saja. Sehari-hari busana yang digunakan masyarakat Flores sudah mengikuti busana masyarakat Indonesia pada umumnya, seperti memadukan kain tenun dengan pemakaian baju dan celana. Selain sebagai busana sehari-hari, kain tenun Flores juga digunakan pada ritual adat. Pada ritual pernikahan suku adat di Flores, ada aturan yang mengharuskan setiap wanita Flores untuk memberikan tenunan flores yang berupa kain tenun. Kain tenunan tersebut akan digunakan sebagai maskawin dalam upacara pernikahan yang akan diberikan kepada pihak mempelai Pria. Selain itu, pada ritual kremasi di Flores masyarakat juga menggunakan kain tenun Flores sebagai penutup jenasah. Sementara itu, fungsi hasil kerajinan tenun Flores yang dihasilkan di Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung
Benoa sudah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Sebagian besar masyarakat Bali adalah beragama Hindu, sehingga kebutuhan terhadap busana persembahyangan umat Hindu sangat tinggi. Ibu Yustina Nona memanfaatkan hal ini. Hasil kerajinan tenun yang dihasilkan tidak hanya berupa kain sarung atau selendang saja yang biasa digunakan dalam kegiatan adat masyarakat Flores. Ibu Yustina Nona mengadaptasikan hasil kerajianan tenunnya dengan kebutuhan masyarakat setempat. Ibu Yustina Nona di Home Industrinya sudah membuat kain tenun yang berbentuk saput, selendang, yang merupakan bagian dari pakaian adat Bali. Saput dan selendang yang dibuat ibu yustina biasa digunakan oleh kaum pria di bali. cara penggunaan saput yaitu dengan cara melapisi bagian kamben dari betis hingga pinggang. Biasanya saput hanya digunakan pada kegiatan keagamaan baik itu ke pura maupun acara adat. Ada pula pesanan kain lembaran yang ditenun oleh Ibu Yustina yang kemudian dijadikan baju safari untuk acara kundangan atau kegiatan formal seperti acara rapat maupun wisuda.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. (1) Alat yang dipergunakan dalam proses pembuatan tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa antara lain: a) Alat yang digunakan sebelum benang masuk ke alat tenun, yaitu lele, raa, dan paa; b) Alat tenun utama, yang meliputi pakpanggoro, todowai, tada, luja, ati, hallo, kajuana, pine, kakba pak ku aka, pheko, kugu, nubo, norutama, dan kaju; dan c) Alat penunjang yang digunakan, meliputi panci, pisau, gunting, duri landak. Selain itu, adapula bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kain Tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona, diantarannya yaitu: a) bahan baku tenunan, yang meliputi benang sutra, katun, dan rayon, b) bahan mengikat motif, yaitu daun gebang, dan c) bahan pewarna, yaitu pewarna napthol; (2) Tahapan proses kerja yang diterapkan
dalam proses pembuatan tenun Flores Home Industry Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa antara lain: persiapan, pengelosan, pembentangan benang, proses menjadikan tali daun gebang untuk mengikat motif tenunan, membuat motif, mencelup benang, pengeringan benang, melepas ikatan motif, memberi kanji pada benang, menyiapkan benang pakan, dan proses menenun; dan (3) Transformasi yang terjadi antara kerajinan Tenun Flores pada masyarakat Flores dan kerajinan Tenun Flores pada Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa, yaitu perubahan bentuk dan fungsi kain tenun. Transformasi bentuk terjadi perubahan ukuran, yaitu hasil kerajinan tenun Flores pada umumnya berupa sarung, tetapi hasil kerajinan Tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona berupa kain saput. Transformasi fungsi yang terjadi meliputi kegunaanya dalam ritual adat, keagamaan, persembahyangan dan busana. Berdasarkan simpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran. Sangat perlu bagi perajin-perajin Tenun Flores di Desa Tanjung Benoa mendapatkan perhatian dari berbagai pihak utamanya pemerintah, Dinas Perindustrian dan pihak-pihak lain demi kelangsungan dan kelestarian, serta produktifitas tenun Flores di Home Industri Ibu Yustina Nona di Desa Tanjung Benoa, Badung. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian pinjaman modal serta pelatihan pengembangan dan pemasaran industri. Pengerajin di Home Industri Ibu Yustina Nona harus meningkatkan kualitas dan kuantitas kerajinan Tenun Flores yang dihasilkan dengan cara semakin mengembangkan ide-ide kreatif dalam membuat desain motif. Peneliti lain disarankan untuk menelusuri lebih jauh tentang kerajinan Tenun Flores di Desa Tanjung Benoa, Badung sehingga mengenal lebih jauh tentang segala hal yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh pengerajin. DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktik ). Jakarta : Rineka Cipta.
Budiyono,dkk. 2008. Kriya Tekstil Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Bungin,Burhan. 2005. Analisis data Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada. Karmila, Marlina. 2011. Kriya Tekstil. Jakarta: Bee Media Pustaka Jakarta. Kartiwa. Suwati. 1986. Kain Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. Kartiwa. Suwati 1989. Tenun Ikat Indonesia Ikats. Jakarta: Djambatan. Kartiwa. Suwati 2007. Ragam Kain Tradisional Indonesia Tenun Ikat. Jakarta:Djambatan. Pakpahan 1995.Desain Kerajinan Tekstil. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Satmowi.1979. Teknik Ikat dan Celup. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suandi, I Nengah. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja: Universitas. Suhersono, Hery. 2004. Desain Motif. Jakarta: Puspa Suara. Susanto Mikke. 2002. Diksi Yogyakarta: Erlangga.
Rupa.
Susanto,Mikke. 2011 DiksiRupa: kumpulan istilah dan gerakan senirupa.jakarta :DictiArt Lab, Yogyakarta &Jagad Art Space, Bali. Wardhani, Cut Kamarin dan Panggabean, Ratna. 2005. Tekstil. Jakarta: PendidikanSeni Nusantara W.J.S Porwadarminta. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka