PROSES PEMBUATAN MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Yos Rizal Prima Saputra NIM.F24110032
ABSTRAK
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA. Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri. Dibimbing oleh TIEN R MUCHTADI dan EMMY DARMAWATI. Minuman emulsi minyak sawit dengan sistem emulsi minyak dalam air (o/w) merupakan alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi sebagai sumber komponen bioaktif β-karoten yang efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat produk minuman emulsi minyak sawit yang memiliki kandungan β-karoten tinggi dan melakukan analisis teknoekonomi pada skala industri yang meliputi aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial. Pembuatan minuman emulsi minyak sawit menggunakan formula rasio fraksi olein minyak sawit dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, high fructose syrup 15%, flavor melon 1.5%, natrium benzoat 0.2%, BHT 200 ppm dan EDTA 200 ppm dengan proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan 8000 rpm selama 1, 3 dan 4 menit. Karakteristik minuman emulsi minyak sawit dalam penelitian ini adalah stabilitas emulsi 99.56%, viskositas 660 cp, warna L* 69.76, a +13.08, b +79.66, kadar air 31.15% dan kadar beta karoten 399.07 ppm. Analisis teknoekonomi dilakukan pada kapasitas industri minuman emulsi minyak sawit sebesar 1000 kg CPO per hari. Produk yang dihasilkan ialah 7286 botol minuman emulsi per hari atau 2.185.800 botol per tahun. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja sebesar Rp 1,242,501,714.06. Pada harga jual Rp 8,500.00 per botol diperoleh keuntungan sebesar 70%, BEP akan dicapai pada skala produksi 521,489.42 /tahun atau 23.86% total kapasitas produksi /tahun atau setara dengan pendapatan Rp 4,014,153,243.48 /tahun. Pada kapasitas 1000 kg CPO per hari, industri minuman emulsi minyak sawit layak dioperasikan karena berdasarkan analisa kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8,154,083,367.42, IRR sebesar 23,54%, Net B/C 2,04 dan PBP terjadi pada tahun ke-3 bulan ke-5. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diperoleh bahwa perubahan harga kemasan botol gelap sampai dengan 20%, perubahan harga bahan baku CPO sampai dengan 30% dan perubahan kapasitas produksi sampai dengan 10% masih berstatus layak. Kata kunci: β-karoten, investasi, minuman emulsi, minyak sawit, teknoekonomi
ABSTRACT
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA. Palm Oil Emulsion Drink Production Process and Techno-Economic Analysis on Industrial Scale. Supervised by TIEN R MUCHTADI and EMMY DARMAWATI. Palm oil emulsion drink with oil in water (o/w) emulsion system is an alternative of palm oil downstream products with high added value as effective source of β-carotene bioactive component. The purpose of this study is to make palm oil emulsion drink product which has high content of β-carotene and to conduct techno-economic analysis on industrial scale covering the technical and technological aspect as well as the financial aspects. Palm oil emulsion drink production used ratio formula of palm olein fraction and water 7: 3, emulsifier tween 80 1%, high fructose syrup 15%, melon flavor 1.5%, sodium benzoate 0.2%, BHT 200 ppm and EDTA 200 ppm with the process of homogenization using ultra-turrax homogenizer speed of 8000 rpm for 1, 3 and 4 minutes. Characteristics of palm oil emulsion drink in this study were 99.56% emulsion stability, viscosity 660 cp, color L * 69.76, a +13.08, b +79.66, water content of 31.15% and β- carotene level of 399.07 ppm. Techno-economic analysis was performed on emulsion drink industry with capacity of 1000 kg CPO per day. The production volume is 7,286 bottles of palm oil emulsion drink per day or 2.185.800 bottles per year. The investment cost needed is Rp 7,875,271,500.00 and working capital cost needed is Rp 1,242,501,714.06. On the product selling price of Rp 8,500.00 per bottle obtained 70% profit, BEP will be achieved on production scale of 521.489 bottles per year or 23.86% of total production capacity /year equivalent to income of Rp 4,014,153,243.48 / year. At capacity of 1000 kg CPO per day, palm oil emulsion drink industry is feasible to be operated since based on feasibility analysis obtained value of NPV Rp 8,154,083,367.42, IRR 23,54%, Net B / C 2,04 and PBP will be achieved in 3 years and 5 months. The results of sensitivity analysis showed that change in dark glass bottle packaging price up to 20%, raw material of CPO price up to 30% and production capacity up to 10% is still feasible. Keywords: β-carotene, emulsion drink, investment, palm oil, techno-economic
PROSES PEMBUATAN MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI
YOS RIZAL PRIMA SAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Alhamdulillahhirabbil‘alamin. Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan berkah-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan do’a dari semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ayahanda Suyoto, Ibunda Wiwik Sri Lestari, adik M. Yosril Rafiq Irwansyah atas dukungan, semangat, kasih sayang dan do’a yang selalu diberikan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi sebagai dosen pembimbing akademik dan tugas akhir, Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas ilmu, waktu, bimbingan, kesabaran dan motivasi yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi dan tugas akhir. 3. Dr. Elvira Syamsir, STP, Msi sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji dan saran yang diberikan 4. Segenap tenaga pengajar, laboran (Pak Gatot, Bu Antin, Pak Rojak, Pak Yahya) dan pegawai Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Institut Pertanian Bogor atas segenap ilmu dan bantuan yang diberikan. 5. Rena Christdianti, Kak Lorenzia Ajeng Pradipta, Kak Faris Fathurrohman, Kak Nurlita Dianingsih dan Kak Winda Harlen sebagai partner penelitian minyak sawit atas seluruh bantuan yang diberikan. Anggun Dwi Puspo Supomo sebagai teman satu pembimbing, Nana Sutisna, Cynthia Andriani, Randy Pramuditha Arifin, Aisyah Asysyifaturrahman serta seluruh keluarga besar teman-teman seperjuangan ITP 48, Rizki Anjal Puji Nugroho, Gian Virgiawan dan warga Wisma Badenten, M. Umar Said Muksini, Farid Huseini, Anugerah, Sandi R. , Khaidar Hazmi dan seluruh penghuni Soka Buntu 16 atas support yang diberikan 6. Dra. Alfa Chasanah, MA dan seluruh keluarga besar UKM IPB Debating Community untuk inspirasi dan semangat yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan di IPB serta kolega di UKM IAAS LC IPB, FBI Fateta dan FSDMA C2 48 atas kesempatan belajar yang diberikan kepada penulis. 7. Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI), atas batuan pembiayaan penelitian melalui program Hibah Kompetensi. 8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi dan penulisan tugas akhir penulis. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak dan perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang akan datang.
Bogor, Maret 2016 Yos Rizal Prima Saputra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE PENELITIAN
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Metode Analisis
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Proses Pemurnian Crude Palm Oil (CPO)
11
Karakteristik Minuman Emulsi Minyak Sawit
12
Analisis Teknoekonomi
15
Aspek Teknis dan Teknologis
15
Aspek Finansial
18
SIMPULAN DAN SARAN
29
Simpulan
29
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
PR SKRIPSI
51
RIWAYAT PENULIS
54
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Karakteristik mutu CPO dan fraksi olein yang dihasilkan Hasil analisis mutu minuman emulsi minyak sawit SNI 01-2901-2006 Perhitungan biaya investasi Perhitungan modal kerja Rincian biaya produksi Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi
11 13 15 19 19 21 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Diagram Alir Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit (Modifikasi dari Surfiana 2002) Minuman emulsi minyak sawit Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga botol kaca gelap Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga botol kaca gelap Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga botol kaca gelap Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga botol kaca gelap Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga CPO Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga CPO Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga CPO Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga CPO Grafik perubahan nilai NPV terhadap penurunan kapasitas produksi Grafik perubahan nilai IRR terhadap penurunan kapasitas produksi Grafik perubahan nilai net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi Grafik perubahan nilai PBP terhadap penurunan kapasitas produksi
4 13 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Diagram alir tahapan penelitian 33 Diagram alir proses pemurnian CPO (Sari 2013) 34 Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan 35 Diagram alir proses dan kapasitas alat 38 Rincian lengkap biaya investasi 39 Angsuran modal investasi 40 Angsuran modal kerja 40 Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi 41 Rincian biaya produksi 42 Proyeksi laba rugi 44 Rincian perhitungan BEP 45 Proyeksi arus kas 46 Perhitungan kriteria kelayakan investasi 48 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca gelap 49 15 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan CPO 49 16 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel penurunan kapasitas produksi 50 17 Perbandingan minuman emulsi minyak sawit dengan produk sejenis yang ada di pasaran 50
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elais Guineesis Jacq.) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit memegang peranan cukup strategis dalam perekonomian Indonesia, terutama dari sektor nonmigas. Saat ini, Indonesia menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan menyumbang 49.9% dari total produksi CPO di dunia, megungguli negara lain seperti Malaysia, Thailand, Colombia dan Nigeria (AALI 2013). Produksi kelapa sawit Indonesia dalam wujud minyak sawit (CPO) terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 1980 produksi CPO Indonesia hanya sebesar 721.17 ribu ton, sedangkan tahun 2014 menjadi 29.34 juta ton dan estimasi tahun 2015 menjadi 30.95 juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar 11.95% per tahun (Ditjenbun 2014). Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya adalah kandungan mikronutriennya cukup tinggi serta biaya produksi yang rendah. Menurut Sumarna (2006) keunikan minyak kelapa sawit dibandingkan dengan minyak lain adalah kandungan pigmen karotenoid yang tinggi yaitu sebesar 500-600 ppm dengan kandungan β-karotennya setara dengan 60.000 IU aktifitas vitamin A. Menurut Ball (2000) β-karoten merupakan karotenoid utama yang memiliki aktivitas provitamin A yang berfungsi untuk penglihatan, diferensiasi jaringan, reproduksi, serta imunitas. Kandungan β-karoten yang tinggi pada minyak sawit menyebabkan minyak sawit potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu pangan fungsional sumber provitamin A. Data WHO (2009) menunjukkan bahwa di Indonesia tingkat prevalensi serum retinol <0.70 μmol/l cukup tinggi. Nilai tersebut merupakan indikator biokimia resiko defisiensi vitamin A yang mana dari jumlah total balita dan ibu hamil di Indonesia pravelensi defisiensi vitamin A masing-masing mencapai 4.261.000 balita (19.6%) dan 748.000 ibu hamil (17.1%). KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme selsel kulit. Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang (Depkes 2003). Pemanfaatan minyak sawit diharapkan dapat mendukung usaha penanggulangan masalah kekurangan vitamin A yang merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Minuman emulsi minyak sawit diklasifikasikan sebagai emulsi minyak dalam air (O/W). Minuman emulsi minyak sawit dibuat dengan bahan baku utama yaitu minyak sawit yang melalui pemurnian tanpa proses bleaching untuk mempertahankan komponen pigmen β-karoten. Beberapa penelitian mengenai minuman emulsi minyak sawit telah dilakukan antara lain formulasi minuman emulsi yang memiliki kandungan β-karoten tinggi, sifat fisik, kimia dan organoleptik yang disukai oleh konsumen dan umur simpan minuman emulsi yang masih tetap memiliki kandungan β-karoten tinggi (Surfiana 2002), rheologi minuman emulsi minyak sawit (Sabariman 2007), proses pasteurisasi minuman emulsi minyak sawit (Rita 2011), optimasi bahan emulsi dengan stabilizer dan
2
penentuan mutu minuman emulsi (Ruhiyatman 2013), serta optimasi formula dengan kestabilan dan rasa yang lebih baik serta dapat diterima konsumen (Pramesti 2014). Minuman emulsi minyak sawit memiliki keunggulan utama yaitu sebagai alternatif produk hilir minyak sawit dengan kandungan β-karoten tinggi. Minyak sawit sebagai bahan dasar pembuatan minuman emulsi merupakan sumber alami β-karoten. Selain itu,minuman emulsi minyak sawit diharapkan dapat berperan sebagai sumber alami β-karoten yang efektif karena dapat dikonsumsi langsung tanpa melalui proses pemanasan tinggi yang dapat merusak komponen β-karoten (Nollet 1992). Pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan minuman emulsi minyak sawit selaras dengan misi-misi hilirisasi industri minyak sawit. Penggunaan minyak sawit mentah untuk industri hilir di Indonesia saat ini masih relatif rendah yaitu baru sekitar 55% dari total produksi. Mengingat potensi minyak sawit Indonesia saat ini, maka sudah selayaknya diversifikasi produk hilir kelapa sawit ditingkatkan.Selain itu, untuk memperoleh nilai tambah (added value) minyak sawit yang lebih besar, pemerintah Indonesia telah mencanangkan misi hilirisasi industri minyak sawit (Kemendag 2013). Sesuai dengan dengan misi hilirisasi industri minyak sawit, produksi minuman emulsi minyak sawit sebagai alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah yang tinggi perlu ditingkatkan ke skala industri. Oleh karena itu, diperlukan analisis teknoekonomi pada skala industri yang mencakup aspek teknis dan teknologis dan aspek finansial. Analisa teknoekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisa tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newman 1990). Pada penelitian ini, dilakukan proses pemurnian minyak sawit skala pilot plant tanpa proses bleaching,pembuatan minuman emulsi skala laboratorium serta analisis teknoekonomi pada skala industri dengan kapasitas produksi 1000 kg CPO/hari. Perumusan Masalah Saat ini Indonesia adalah negara penghasil CPO terbesar di dunia. Namun, pemanfaatan minyak sawit untuk industri hilir yang memiliki nilai tambah lebih tinggi masih sangat terbatas. Minuman emulsi minyak sawit tinggi β-karoten merupakan alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi. Dalam rangka peningkatan produksi ke skala industri, diperlukan analisis teknoekonomi untuk menilai kelayakan investasi. Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman emulsi minyak sawit tinggi β-karoten dan analisis teknoekonomi aspek teknis dan teknologis dan aspek finansial.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat produk minuman emulsi minyak sawit yang memiliki kandungan β-karoten tinggi dan melakukan analisis teknoekonomi pada industri minuman emulsi minyak sawit yang meliputi aspek teknis dan teknologis serta finansial.
3
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai karakteristik minuman emulsi minyak sawit dan data teknoekonomi pada industri minuman emulsi minyak sawit sehingga hasil studi yang diperoleh dapat menentukan layak atau tidaknya industri tersebut didirikan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, L2, Kimia Pangan, Biokimia Pangan, Analisis Pangan dan Fat and Oil SEAFAST Center. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari 2015 – Desember 2015.
Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) dari PT. Salim Ivomas Pratama Jakarta. Bahan pendukung yang digunakan adalah asam fosfat 85% dan NaOH untuk proses pemurnian CPO serta tween 80, akuades, air, BHT, EDTA, flavor melon, HFS, asam benzoat untuk pembuatan minuman emulsi dan bahan-bahan lain untuk analisis yang meliputi heksana (p.a) dan NaOH. Bahan pendukung diperoleh dari toko bahan kimia Setia Guna Bogor dan Toko Bahan dan Perlengkapan Kue & Roti Yoek’s Bogor. Bahan analisis diperoleh dari stock room Departemen ITP IPB.
Alat Peralatan yang digunakan adalah peralatan pemurnian CPO (degumming tank, neutralizer unit, spinner, deodorizer unit, fraksinator dan filter press), jerigen, dan ember serta homogenizer ultra turax (model Silverson L4R armfield), spektrofotometer, refrigerator, oven kadar air, cawan alumunium, neraca analitik, chromameter, tabung centrifuge, Centrifuge (model 5810 R Eppendorf), kompor, panci, termometer, alat titrasi, viscometer Brookfield dan alat-alat gelas.
Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu proses pemurnian CPO, proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit dan analisis teknoekonomi. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahap pertama yaitu proses pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat dalam CPO serta untuk memperoleh fraksi cair (olein) sebagai bahan baku pembuatan
4
minuman emulsi minyak sawit. Proses pemurnian CPO terdiri dari proses degumming, netralisasi, deodorisasi dan fraksinasi. Diagram alir proses pemurnian CPO mengacu pada penelitian yang dilakukan Sari (2013) dapat dilihat pada Lampiran 2. Beberapa parameter yang diamati meliputi kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, kadar air dan total karotenoid. Tahap kedua adalah proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit. Tahap kedua bertujuan untuk memperoleh produk dan karakterisasi minuman emulsi minyak sawit. Tahapan proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit mengacu pada modifikasi formula Surfiana (2002) dapat dilihat pada Gambar 1. Tahapan pokok pada proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari proses homogenisasi selama 1, 3 dan 4 menit dengan kecepatan 8000 rpm dan proses pasteurisasi pada suhu 70℃ selama 10 menit. Beberapa parameter yang diamati meliputi stabilitas emulsi, kadar air, kadar β-karoten, viskositas dan warna notasi Hunter L*,a,b Air 30%
Olein Minyak Sawit 70%
.
Tween 80 1% BHT 200ppm Na Benzoat 0.2%
Homogenisasi (± 1 menit, 8000 rpm)
EDTA 200ppm
Homogenisasi (± 1 menit, 8000 rpm)
Ditambahkan perlahan-lahan sambil dihomogenisasi Homogenisasi (± 3 menit, 8000 rpm) HFS 15% Flavor Melon 1.5% Homogenisasi (± 4 menit, 8000 rpm)
Emulsi O/W
Pasteurisasi 70℃, 10 menit Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit (Modifikasi dari Surfiana 2002)
5
Tahap ketiga adalah analisis teknoekonomi. Tahap ketiga bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai industri minuman emulsi minyak sawit sehingga dapat ditentukan layak atau tidaknya industri minuman emulsi minyak sawit didirikan. Prosedur analisis teknoekonomi pada penelitian ini terdiri dari aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial. Parameter yang diamati pada aspek teknis dan teknologis meliputi spesifikasi bahan baku, pemilihan mesin, peralatan dan kemasan serta penentuan kapasitas produksi dan teknologi proses. Sedangkan parameter yang diamati pada aspek finansial meliputi biaya investasi, biaya modal kerja, biaya produksi, Break Even Point (BEP), kriteria kelayakan investasi dan analisis sensitivitas.
Metode Analisis Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 2012) Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 0C selama 6 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan didinginkan dan desikator dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑔/100 𝑔𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ =
𝑊 − 𝑊1 − 𝑊2 𝑥 100 𝑊
Keterangan : W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2 = bobot cawan kosong (g) Analisis Total Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005) Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu takar 25 mL sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0.700. Total Karotenoid dapat dihitung dengan cara : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑 (𝑝𝑝𝑚) =
25 𝑥 383 𝑥 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 100 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Analisis Stabilitas Emulsi, Metode Sentrifugasi (Modifikasi Yasumatsu et al. 1972) Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10
6
menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut :
Analisis Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (AOAC 2012) Kadar bilangan asam lemak ditentukan berdasarkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan etanol 95% dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 60 – 70 0C sambil diaduk. Tambahkan indikator fenolftalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Lakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N atau 0.25 N hingga terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 30 detik. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai berikut :
𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 % =
𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 N 𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 25.6 𝑔
Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrasi (AOAC 2012) Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut, dikocok sampai semua sampel larut. KI jenuh ditambahkan sebanyak 0,5 ml, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap. Kemudian ditambahkan 30 ml air destilata. Kelebihan iod dititer dengan larutan tiosulfat (Na2 S2 O3 ) 0,1 N, dengan cara yang sama dibuat penetapan untuk blanko. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan rumus:
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 −𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 N S 2 O 3 𝑥 1000 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Analisis Bilangan Iod, Metode Titrasi (AOAC 2012) Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam gelas erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 10 mL kloroform dan 25 mL pereaksi Hanus. Kemudian larutan didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, larutan ditambahkan kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga warna hampir hilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Titrasi kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung berdasarkan rumus: 𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐼𝑜𝑑 =
𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑡𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 N Na2 S2 O3 x 12.69 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
7
Analisis Warna, Metode Kolorimeter (Hutching 1999) Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters CR 300. Prinsip kerja dari alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang mempunyai nilai dari 0-100 (hitam-putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan waktu kromatik campuran merahhijau dengan nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a dari -80-0 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0-80 untuk kuning dan nilai –b dari -80-0 untuk warna biru. Analisis Viskositas, Metode Viskometer (Shyu dan Sung 2010) Pengukuran viskositas bahan emulsi dan minumannya dilakukan dengan menggunakan alat viskometer (Model RTV, Brookfield Engineering Labs, Inc,Middleboro, MA, USA). Sejumlah sampel ±300ml dimasukkan ke dalam wadah khusus pada alat viskometer. Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu 25 0C. Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah mengukur besarnya hambatan akibat kekentalan suatu fluida yang dialami oleh silinder atau piringan ketika berputar dalam fluida yang diukur. Analisis β-Karoten, Metode HPLC (AOAC 1999) Sebanyak 1-2 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan 10 mL larutan KOH 10% dalam metanol kemudian divorteks. Setelah itu, gas nitrogen dihembuskan ke dalam tabung reaksi selama 30 detik lalu ditutup untuk mencegah terjadinya oksidasi β-karoten. Larutan dipanaskan dalam waterbath 65oC selama 60 menit, lalu didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 2x10 mL heksana, kemudian divorteks, ditunggu hingga larutan dalam tabung terpisah menjadi dua fraksi, lalu diambil larutan pada fraksi heksana (bagian atas) dan dipindahkan ke tabung reaksi lain sambil dilewatkan pada kertas saring yang telah diberi natrium anhidrous. Fraksi heksana yang terkumpul diuapkan dengan gas nitrogen hingga kering. Analat kering yang diperoleh dilarutkan dengan 1000 μl fase gerak untuk menghindari terjadinya tailing pada kromatogram. Selanjutnya, larutan sampel diinjeksikan ke HPLC. Volume larutan sampel yang diinjeksi minimal 2 kali volume sampel loop (20 μl), yaitu 40 μl. Tahap selanjutnya yaitu persiapan larutan standar dan pembuatan kurva standar, seri pengenceran 5x, 10x, 20x, 50x, dan 100x dibuat dari larutan standar β-karoten konsentrasi 440 μg/ml dalam basis 1000 μl. Setiap larutan standar diinjeksikan ke HPLC, minimal dua kali volume sampel loop (20 μl), yaitu 40 μl. Hubungan antara luas peak yang terbaca dengan konsentrasi larutan yang diinjeksikan kemudian diplotkan, di mana luas peak sebagai sumbu y dan konsentrasi larutan sebagai sumbu x. Kemudian peak β-karoten pada sampel diidentifikasi dengan mencocokkan waktu retensi peak sampel dengan waktu retensi standar β-karoten. Luas area peak β-karoten pada sampel dicatat dan dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar untuk memperoleh konsentrasi β-karoten sampel dari kurva standar (μg/ml).
8
Analisis Teknoekonomi Analisis teknoekonomi membahas proses pembuatan keputusan mengenai masalah di bidang teknik berdasarkan analisis teknik dan perhitungan ekonomi untuk membuat pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia. Karena penerapan kegiatan teknik pada umumnya memerlukan investasi yang relatif besar dan berdampak jangka panjang terhadap aktivitas pengikutnya, penerapan aktivitas tersebut menuntut adanya keputusan-keputusan strategis yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan teknik maupun ekonomis yang baik dan rasional. Oleh karena itu, Ilmu Teknoekonomi sering juga dianggap sebagai sarana pendukung keputusan (Decision Making Support) (Sukirno 2004). Analisis teknoekonomi pada penelitian ini meliputi aspek teknis dan teknologis serta aspekfinansial. Analisis teknoekonomi aspek teknis dan teknologis meliputi spesifikasi bahan baku, penentuan kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses serta pemilihan mesin, peralatan dan kemasan. Sedangkan analisis teknoekonomi aspek finansial meliputi biaya investasi, biaya pemeliharaan, penyusutan modal dan asuransi, biaya produksi dan harga produk, proyeksi laba rugi, break even point (BEP), kriteria kelayakan investasi dan analisis sensitivitas (Christdianti 2015). 1. Net Present Value NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan juga sebagian besarnya keuntungan yang diperoleh dari proyek. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukkan kerugian. NPV dapat dihitung dengan persamaan berikut: NPV =
𝑛 𝑡=0
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 𝑋 (1 − 𝑖)𝑡
Dimana : NPV Bt Ct i t n
= Net Present Value = penerimaan pada tahun ke–t = biaya pada tahun ke-t = tingkat suku bunga (%) = periode investasi (t = 1,2,3, …., n) = umur ekonomis proyek (tahun)
Dari hasil perhitungan NPV yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut: Jika NPV > 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Artinya, jika NPV = 0, maka proyek akan mendapatkan modalnya kembali setelah diperhitungkan dengan discount rate yang berlaku. Untuk NPV > 0 proyek dapat dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV. Sedangkan apabila nilai NPV < 0, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek yang lain yang lebih menguntungkan (Pramudya 2010).
9
2.
Internal Rate Return IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek yang nilainya dinyatakan dalam % per tahun. Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount rate. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol (Pramudya 2010). Dalam persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut: IRR = 𝑖
′
𝑁𝑃𝑉 ′ 𝑁𝑃𝑉 ′ − 𝑁𝑃𝑉 ′′
𝑖 ′′ − 𝑖 ′
Dimana : 𝑁𝑃𝑉 ′ = NPV bernilai positif 𝑁𝑃𝑉 ′′ = NPV bernilai negatif 𝑖′ = suku bunga yang membuat NPV positif ′′ 𝑖 = suku bunga yang membuat NPV negatif Dari hasil perhitungan IRR yang diperoleh dapat diambil keputusan sebagai berikut: Jika IRR ≥ tingkat suku bunga, maka proyek layak untuk dilaksanakan Jika IRR ≤ tingkat suku bunga, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai sekarang) yang positif dengan jumlah present value yang negatif (Pramudya 2010). Net B/C dirumuskan sebagai berikut:
Net B/C Ratio =
𝑛 𝐵 𝑡 −𝐶 𝑡 𝑡 (1+𝑖)𝑡 𝑛 𝐵 𝑡 −𝐶 𝑡 𝑡=0 (1+𝑖)𝑡
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐵𝑡 −𝐶𝑡 >0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐵𝑡 −𝐶𝑡 <0
dengan: 𝐵𝑡 𝐶𝑡 𝑖 n
= penerimaan pada tahun ke-t = biaya (cost) pada tahun ke-t = tingkat suku bunga (%) = umur ekonomis proyek
Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) yaitu: Jika nilai Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan layak secara finansial sehingga dapat dilanjutkan Jika nilai Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan tidak layak secara finansial sehingga tidak dapat dilanjutkan Jika nilai Net B/C =1, maka proyek boleh dilaksanakan atau tidak (Husnan dan Suwarsono 2000)
10
4.
Break Even Point (BEP) Titik impas (break even point) adalah suatu titik dimana terjadi keseimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Di luar titik tersebut, kondisi alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Titik impas disebut juga batas kritis usaha. Maksudnya adalah kapasitas atau volume produksi yang dapat menghasilkan pemasukan atau pendapatan sekedar cukup untuk menutupi biaya total (Pramudya 2010). BEP dirumuskan sebagai berikut: 𝐹𝐶 Qi = 𝑃−𝑉𝐶 dengan: Qi = Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas FC = Biaya tetap P = Harga jual per unit VC = Biaya tidak tetap per unit 5. Pay Back Period (PBP) Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan jumlah investasi awal (Soeharto 2000). PBP dirumuskan sebagai berikut: 𝑃𝐵𝑃 = 𝑛 +
𝑚 𝐵𝑛−1 − 𝐶𝑛−1
dengan: n
= periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = penerimaan bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp) 6. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dibutuhkan dalam penyusunan analisis proyek apabila terdapat kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek dilaksanakan atau kemungkinan terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat. Dalam melakukan analisis sensitivitas, maka perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi. Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak unsur ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang (Pramudya 2010). Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan pada kondisi kenaikan harga kemasan botol kaca gelap sebesar 10% dan 20%, kenaikan harga CPO sebesar 20% dan 30% dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10% dan 20%.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pemurnian Crude Palm Oil (CPO) Penelitian ini diawali dengan proses pemurnian minyak sawit kasar (CPO) yang diperoleh dari PT Salim Ivomas Pratama. Karakteristik mutu CPO yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Proses pemurnian bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang berupa komponen larut dan tidak larut dalam minyak. Komponen yang larut dalam minyak meliputi asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida. Sedangkan komponen yang tidak larut dalam minyak meliputi lendir atau getah, abu atau mineral (Ketaren 2005). Selain itu, proses pemurnian juga bertujuan memperoleh fraksi cair (olein) sebagai bahan baku pembuatan minuman emulsi. Secara umum, proses pemurnian CPO terdiri dari tahap degumming, deasidifikasi/netralisasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi. Namun, proses bleaching tidak dilakukan karena proses bleaching dapat menghilangkan 80% kadar karotenoid dalam CPO (Helena 2003). Fraksi cair (olein) yang dihasilkan setelah melalui proses proses pemurnian ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1Karakteristik mutu CPO dan fraksi olein yang dihasilkan Parameter Kadar air (%bb) Kadar asam lemak bebas (%) Bilangan Iod (g I2/100 g minyak) Bilangan Peroksida (mg/g ekuivalen O2) Total karotenoid (ppm) Keterangan: * : Hasil pemurnian CPO ** : Tidak dilakukan
CPO 0.25 3.38
Olein* 0.13 0.20
47.070
57.065
1.1605
1.1145
543.69
-**
Terdapat penurunan kadar air pada CPO sebelum dan setelah pemurnian dari 0.25% menjadi 0.13%. Nilai kadar air CPO masih berada dalam rentang SNI 01-2901-2006 (BSN 2006) mengenai CPO (0.5 max) dan nilai kadar air olein masih berada dalam rentang SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) mengenai RBD Palm Olein (0.1 max). Penurunan kadar air disebabkan karena perlakuan panas selama proses pemurnian yang menyebabkan sebagian air mengalami evaporasi. Keberhasilan suatu proses pemurnian CPO dinilai berdasarkan penurunan kadar asam lemak bebas (ALB). Keberadaan asam lemak bebas dapat menjadi indikator awal penyebab kerusakan CPO akibat proses hidrolisis. Kenaikan asam lemak bebas dapat mempermudah oksidasi berantai yang membentuk senyawa peroksida, aldehida, dan keton yang menyebabkan bau tengik dan pencoklatan minyak sehingga komponen ini harus dihilangkan (Pramesti 2014). Proses
12
pemurnian yang dilakukan berhasil menurunkan kadar asam lemak bebas dari 3.38% menjadi 0.20% atau sebesar 94%. Dengan demikian dapat dikatakan proses pemurnian yang dilakukan telah berhasil menurunkan sebagian besar asam lemak bebas yang ada pada CPO. Bilangan peroksida adalah salah satu indikator yang banyak digunakan untuk menentukan kualitas minyak. Keberadaan senyawa peroksida digunakan sebagai indikator terjadinya oksidasi pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Produk oksidasi primer minyak dan lemak adalah hidroperoksida dimana ketika senyawa tersebut mulai pecah akan menghasilkan senyawa off-flavour sehingga menurunkan kualitas dan stabilitas minyak (Scrimgeour 2005). Bilangan peroksida minyak sawit mentah (sebelum pemurnian) dan fraksi olein (setelah pemurnian) mengalami penurunan dari 1.1605 mg/g ekivalen O2 menjadi 1.1145 mg/g ekivalen O2. Hal tersebut merupakan indikator peningkatan kualitas dan stabilitas minyak sekaligus keberhasilan proses pemurnian. Bilangan iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak, dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang digunakan untuk mengadisi ikatan rangkap yang terdapat dalam 100 gram minyak (Faridah et al. 2014). Hasil analisis bilangan iod menunjukkan bahwa nilai bilangan iod minyak sawit sebelum pemurnian adalah 47.07 (gI2/100 g minyak). Sedangkan, nilai bilangan iod sesudah proses pemurnian adalah 57.07 (gI2/100 g minyak). Menurut SNI olein minyak sawit/SNI 01-0018-2006 (BSN 2006) persyaratan bilangan iod pada olein minyak sawit adalah minimal 56 gI2/100 g minyak. Hal ini berarti nilai bilangan iod dari olein minyak sawit hasil pemurnian sudah sesuai SNI. Semakin tinggi bilangan iod menunjukkan semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak. Menurut Kusnandar (2010) semakin banyak jumlah ikatan rangkap menunjukkan minyak semakin mudah terdegradasi sehingga menurunkan stabilitasnya. Pengukuran total karotenoid dilakukan terhadap CPO sebelum pemurnian. Didapatkan hasil bahwa kandungan total karotenoid pada CPO adalah sebesar 543.69 ppm. Kandungan karotenoid CPO sudah sesuai dengan penelitian Sumarna (2006) bahwa kadar karotenoid pada CPO berkisar antara 500-600 ppm. Bahan baku utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah fraksi cair (olein) dari CPO karena karotenoid lebih banyak terkandung pada fraksi cair (olein) (680-760 ppm) dibandingkan fraksi padat (stearin) (380-540 ppm) (Lai et al. 2012). Selanjutnya, fraksi olein yang diperoleh dari pemurnian CPO digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman emulsi.
Karakteristik Minuman Emulsi Minyak Sawit Emulsi merupakan sistem seimbang antara dua atau lebih fase yang tidak tercampur dan salah satu fase terdispersi terhadap fase yang lain. Fase yang tersdispersi disebut sebagai fase internal atau fase diskontinu dan fase yang lainnya disebut sebagai fase pendispersi atau fase kontinu (Mao dan Mc Clements 2011). Terdapat dua tipe fase di dalam suatu sistem emulsi yaitu fase lipofilik dan fase hidrofilik. Untuk membentuk suatu sistem emulsi, dibutuhkan emulsifier yang memiliki gugus lipofilik dan gugus hidrofilik sekaligus sehingga memiliki
13
kemampuan untuk mengikat kedua fase tersebut. Emulsifier yang digunakan untuk minuman emulsi pada penelitian ini adalah tween 80. Tween 80 merupakan emulsifier dengan nilai HLB 15 dan memiliki rentang nilai viskositas antara 400620 cp dengan titik leleh 25℃ (Dawson et al 1986). Emulsifier yang sesuai digunakan untuk sistem emulsi minyak dalam air (o/w) memiliki rentang nilai HLB 15-17 (Mc Clements 2005). Dengan demikian, emulsifier tween 80 sesuai digunakan untuk sistem emulsi minyak dalam air (o/w). Selain itu, penggunaan emulsifier tween 80 juga didasarkan pada penelitian Surfiana (2002) bahwa tween 80 mampu memberikan kestabilan emulsi lebih dari 30 hari dan penggunaan rasio minyak yang cukup tinggi terhadap air (7:3) sehingga produk emulsi yang dihasilkan memiliki kandungan β-karoten yang tinggi. Selain itu, tween 80 bersifat non toksik dan tidak mempengaruhi konsistensi atau viskositas dari produk. Hasil analisis minuman emulsi minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 3. Minuman emulsi yang dihasilkan memiliki warna orange kekuningan dengan kekentalan sedang. Gambar produk minuman emulsi minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 2 Hasil analisis mutu minuman emulsi minyak sawit Parameter Stabilitas Emulsi (%) Viskositas (cp) Warna –L* a b ºHue Kadar Air (%bb) Kadar β-karoten (ppm)
Minuman Emulsi Minyak Sawit 99.56 ± 0.16 660 ± 0.00 69.76 ± 0.29 +13.08 ± 0.51 +79.66 ± 1.24 42.76 31.15 ± 0.30 399.07 ± 14.68
Gambar 2 Minuman emulsi minyak sawit
14
Stabilitas emulsi mengacu pada kemampuan suatu emulsi untuk menahan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu, dimana semakin stabil suatu emulsi akan semakin lambat perubahan yang terjadi (McClements 2005). Analisis kestabilan minuman emulsi dilakukan dengan metode pemanasan dan sentrifugasi. Dilakukan pengukuran terhadap persen emulsi yang masih terbentuk setelah pemanasan suhu 80℃ selama 30 menit dan sentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Hasil uji kestabilan emulsi terhadap sampel menghasilkan ratarata sebesar 99.56%. Suatu emulsi dengan nilai stabilitas diatas 95% dapat dikatakan stabil dan dapat tahan hingga kurun waktu satu tahun (Nilloud dan Mestres 2000) Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan tekanan maupun tegangan. Semakin besar nilai viskositas suatu fluida, maka pergerakan fluida akan semakin kecil. Pengukuran viskositas sampel minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan instrumen Brookfield Viscometer. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan bahwa viskositas minuman emulsi adalah 660 cp. Nilai ini mendekati rentang nilai viskositas emulsifier yang digunakan (tween 80) sebesar 400-620 (Neugebauer 1990). Kenaikan nilai viskositas dari viskositas emulsifier disebabkan oleh penambahan bahan-bahan lain yang digunakan untuk minuman emulsi minyak sawit Pengukuran warna terhadap sampel minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan instrumen Chromameter yang dinyatakan dalam notasi Hunter L*,a,b. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter warna, didapatkan nilai notasi Hunter L*,a,b untuk sampel minuman emulsi minyak sawit ialah sebesar (69.76; +13.08; +79.66) dengan nilai ºHue sebesar 42.76 yang diinterpretasikan sebagai warna orange. Warna orange dari minuman emulsi disebabkan oleh pigmen karotenoid yang terkandung di dalam olein minyak sawit (Best 2009). Air merupakan komponen penting dalam pangan, yang dapat berwujud dalam berbagai bentuk dan jumlah yang berbeda. Air dapat berfungsi sebagai medium pendispersi atau pelarut dalam berbagai produk pangan, sebagai fase terdispersi dalam produk emulsi, atau sebagai komponen minor dalam bahan/produk pangan kering. Air dalam pangan berperan dalam mempengaruhi tingkat kesegaran, stabilitas, keawetan, dan kemudahan terjadinya reaksi-reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Kusnandar 2010). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah maupun berat kering. Pengukuran kadar air pada sampel minuman emulsi dilakukan dengan metode oven kering (AOAC 2012). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa rata-rata kadar air minuman emulsi minyak sawit adalah 31.15%. Hal ini mendekati komposisi air yang ada pada minuman emulsi yaitu 30%. Komponen dalam minuman emulsi yang dapat meningkatkan kadar air bahan adalah komponen yang mengandung air seperti HFS dan flavor. β-karoten merupakan senyawa dari kelompok karotenoid yang diketahui memiliki fungsi sebagai provitamin A. Aktivitas provitamin A pada β-karoten berfungsi untuk penglihatan yaitu menanggulangi kebutaan karena xerophtalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker dan proses penuaan dini serta imunitas. Namun, β-karoten mudah terdegradasi oleh proses pengolahan dan penyimpanan seperti mudah rusak pada suhu tinggi, mudah terdegradasi oleh efek kimia (oksigen dan bahan pengoksida dan cahaya (Mao et al. 2009 ; Yuan et al. 2008). β -karoten sebagai provitamin A mempunyai aktivitas yang paling tinggi
15
dibandingkan komponen karotenoid lain yaitu 𝛼-karoten, 𝛾-karoten maupun βzeakaroten (Linder 1989). Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa rata-rata kadar β-karoten minuman emulsi minyak sawit adalah 399.07 ppm. Kandungan β -karoten tersebut lebih tinggi dari penelitian Surfiana (2002) yaitu sebesar 310.87 ppm dan Ruhiyatman (2009) sebesar 325.79 ppm. Angka kecukupan gizi vitamin A untuk anak usia 1-3 tahun adalah 350 RE, pria dewasa 600 RE dan wanita dewasa 500 RE (Depkes RI 1992). Berdasarkan cara perhitungan menurut Ruhiyatman (2013), minuman emulsi minyak sawit pada penelitian ini per takaran saji (5g) dapat mencukupi kebutuhan vitamin A per AKG untuk anak usia 1-3 tahun sebesar 95.01%, pria dewasa sebesar 55.42% dan wanita dewasa sebesar 66.51%.
Analisis Teknoekonomi Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologis terdiri dari spesifikasi bahan baku, penentuan kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses serta mesin, peralatan dan kemasan. a. Spesifikasi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak sawit adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil). Spesifikasi CPO merujuk pada SNI 01-2901-2006 pada Tabel 3.
Tabel 3 SNI 01-2901-2006 Kriteria uji Warna Kadar air (%) Asam lemak bebas (%) Bilangan iod (g yodium/100 g)
Persyaratan mutu Jingga kemerah-merahan 0.5 maks 0.5 maks 50-55
Selanjutnya, akan dilakukan proses pemurnian (refining) terhadap CPO yang meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi dan fraksinasi. Fraksi olein hasil fraksinasi selanjutnya akan menjadi bahan pembuatan minuman emulsi minyak sawit. b. Penentuan kapasitas produksi Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan pasar, bahan baku dan kemampuan investasi (Sari 2013). Sedangkan menurut Sutojo (2000), kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi yaitu perkiraan jumlah penjualan produk di masa mendatang atau kemungkinan pasar yang akan diraih, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja serta tersedianya mesin dan peralatan di pasar sesuai teknologi yang diterapkan. Produk minuman emulsi minyak sawit merupakan produk yang tergolong baru di pasar. Sehingga,
16
ditetapkan kapasitas industri minuman emulsi minyak sawit dalam penelitian ini adalah 1 ton CPO/hari atau 300 ton CPO/tahun. c. Pemilihan teknologi proses Proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian CPO dan pembuatan minuman emulsi dari fraksi olein minyak sawit. Proses pemurnian CPO umumnya terdiri dari tahap degumming, deasidifikasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi (Kusnandar 2010). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan proses bleaching karena sekitar 80% kadar karotenoid dalam CPO akan hilang selama proses bleaching (Helena 2003). Proses degumming bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak. Dari proses degumming akan diperoleh minyak sawit yang berwarna merah, lebih homogen dan tidak ada lagi endapan (Ketaren 2005). Proses degumming pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari bobot CPO beserta pengadukan secara perlahan dan pemanasan pada suhu 80℃ selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah proses netralisasi atau deasidifikasi. Netralisasi bertujuan memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan hidrokarbon. Pada dasarnya netralisasi merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Winarno 2008). Pada penelitian ini, proses netralisasi dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan NaOH pada suhu 59±2℃ selama 25 menit sehingga membentuk sabun (Widarta 2008). Sabun yang terbentuk akan membantu pemisahan kotoran dengan cara membentuk emulsi. Sabun dan emulsi dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spinner. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan tinggi untuk pemisahan fase berat dan ringan berdasarkan densitas (Ketaren 2005). Proses berikutnya adalah deodorisasi. Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip dari proses deodorisasi ini yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum (Winarno 2008). Proses deodorisasi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian Riyadi (2009) yang dilakukan dengan homogenisasi minyak dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46±2℃. Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada suhu 140℃ selama 1 jam dalam kondisi vakum dengan laju alir N2 20 L per jam. Selanjutnya, minyak sawit didinginkan pada kondisi vakum pada suhu 70℃. Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Proses fraksinasi dilakukan sesuai dengan metode Widarta (2008) yang didahului dengan pemanasan sampel sampai dengan suhu 70℃. Kemudian, dilakukan penurunan suhu secara bertahap 5℃ per 60 menit sampai dengan suhu 20℃. Terakhir, tahap separasi dilakukan menggunakan membran filter press. Fraksi padat (stearin) akan tertahan pada membran filter press. Sedangkan, fraksi cair (olein) akan mengalir melalui pipa. Selanjutnya, fraksi cair (olein) akan digunakan sebagai bahan pembuatan minuman emulsi.
17
Menurut Sari (2013), proses pemurnian CPO akan menghasilkan fraksi olein sebesar 72.40% dan stearin 23.10%. Selain itu, menurut Lai et al. (2012) fraksinasi minyak sawit akan menghasilkan fraksi olein sebanyak 70-80% dan fraksi stearin sebanyak 20-30%. Namun, proses fraksinasi yang dilakukan pada penelitian ini kurang optimal sehingga hanya menghasilkan rendemen fraksi olein sebesar 47.94% dan fraksi stearin sebesar 52.06%. Meskipun rendemen fraksi olein yang dihasilkan pada penelitian ini kurang optimal, hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap karakteristik mutu fraksi olein. Karena, perbedaan metode atau kondisi fraksinasi minyak sawit yang diterapkan terutama mempengaruhi karakteristik fraksi stearin. Seperti yang terjadi pada penelitian ini yaitu fraksi stearin yang bersifat kurang padat dan lembek dikarenakan masih mengandung fraksi olein didalamnya akibat proses pemisahan fraksi olein dan stearin yang dilakukan kurang optimal. Dengan mengubah metode dan kondisi fraksinasi, akan didapatkan berbagai variasi stearin dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda. Namun, perbedaan sifat fisik dan kimia fraksi olein sangat minimal (Basiron 2005). Selain itu, berdasarkan nilai parameter kritis pada minuman emulsi di penelitian ini yaitu kadar β-karoten sebesar 399.07 ppm, masih mendekati kadar β-karoten minuman emulsi yang dibuat dengan olein hasil fraksinasi skala industri pada penelitian Surfiana (2002) sebesar 310.87 ppm (kisaran 300 ppm). Hal ini disebabkan karena perlakuan utama pada proses fraksinasi ialah proses kristalisasi melalui penurunan suhu yang tidak menyebabkan degradasi komponen β-karoten secara signifikan seperti pada proses pemanasan. Oleh sebab rendemen fraksi olein yang dihasilkan di penelitian ini kurang optimal, proses perhitungan rendemen olein akan didasarkan pada penelitian Sari (2013). Selanjutnya, diagram alir proses pemurnian CPO berdasarkan penelitian Sari (2013) dapat dilihat pada Lampiran 2. Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit. Pembuatan minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan formula modifikasi hasil penelitian Surfiana (2002) yang terdiri dari rasio olein minyak sawit dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, dan bahan tambahan high fructose syrup 15%, flavor melon 1.5%, pengawet natrium benzoat 0.2%, BHT 200 ppm dan EDTA 200 ppm dengan proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan 8000 rpm selama 1, 3 dan 4 menit. Modifikasi yang dilakukan ialah penggantian flavor jeruk dengan flavor melon karena berdasarkan penelitian Pramesti (2014), flavor melon lebih disukai panelis dibandingkan flavor jeruk. Pertimbangan pemilihan rasio olein minyak sawit:air ,emulsifier, BTP,waktu dan kecepatan homogenisasi dilakukan berdasarkan formulasi dengan kestabilan emulsi terbaik dan kandungan β-karoten tertinggi pada penelitian Surfiana (2002) dan Saputra (1996). Proses termal yang diterapkan pada proses pembuatan minuman emulsi adalah proses pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit. Pemilihan proses termal pasteurisasi didasari karakteristik minuman emulsi yang memiliki pH < 4.6 dan sensitif terhadap perlakuan panas tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan mutu seperti komponen bioaktif β-karoten yang dapat rusak karena pemanasan tinggi (Nollet 1992) dan sifat stabilitas emulsi yang dipengaruhi oleh
18
suhu (Rita 2011). Selain itu, pemilihan suhu dan waktu pasteurisasi juga didasari penelitian Rita (2011) bahwa perlakuan pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit untuk minuman emulsi minyak sawit menghasilkan kestabilan emulsi terbaik (97.81%) dan jumlah mikroba yaitu 4X101 koloni/g, jauh dibawah batas maksimum SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair yaitu 1X105 koloni/g. d. Mesin, peralatan dan kemasan Proses pembuatan minuman emulsi membutuhkan beberapa mesin diantaranya adalah mesin pemurnian CPO untuk produksi secara kontinu (boiler, degumming tank, deacidification machine, deodorizer machine, fractionation tank, membrane filter press), homogenizer dan pasteurizer. Sedangkan, peralatan yang digunakan adalah timbangan dan tangki penyimpanan stok CPO dan olein. Mesin dan peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas produksi, input dan output masing-masing alat dan akan mempengaruhi harga pembelian mesin dan peralatan tersebut (Christdianti 2015). Minuman emulsi minyak sawit akan dikemas dengan botol kaca gelap untuk melindungi komponen beta karoten yang sensitif terhadap pengaruh cahaya. Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan diagram alir proses dan kapasitas alat dapat dilihat pada Lampiran 4. Aspek Finansial a. Asumsi perhitungan finansial Asumsi – asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri minuman emulsi minyak sawit adalah sebagai berikut: 1. Umur ekonomis proyek selama 10 tahun, berdasarkan umur ekonomis mesin dan peralatan yang digunakan 2. Kapasitas produksi adalah 1000 kg CPO (Crude Palm Oil) per hari. 3. Produksi pada tahun pertama sebesar 80%, pada tahun ke-2 sebesar 90%, dan pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10 sebesar 100% 4. Jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari, 25 hari dalam satu bulan, dan 12 bulan dalam satu tahun. 5. Nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, biaya pemeliharaan mesin adalah 10% dari nilai awal, bunga modal 12% dan biaya asuransi sebesar 0.5% dari nilai awal. 6. Umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun. 7. Discount factor diasumsikan 12% 8. Besarnya pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, pajak penghasilan untuk perusahaan sebesar 25% 9. Pembayaran kredit investasi menggunakan metode flat rate 10. Nilai tukar dolar terhadap rupiah adalah 1U$ = Rp 13,500.00 b. Biaya investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan industri minuman emulsi minyak sawit. Biaya investasi dibagi menjadi dua yaitu biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya untuk pembelian mesin dan perakitan produksi serta biaya untuk pemasangan
19
fasilitas penunjang. Biaya modal kerja adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan operasional awal industri yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Asumsi yang digunakan untuk menentukan modal kerja pada penelitian ini adalah account receivable 25 hari, inventory 10 hari dan account payable 25 hari. Account receivable dan account payable diasumsikan 25 hari sebagai biaya operasional untuk 1 bulan, sedangkan inventory diasumsikan 10 hari sebagai persediaan bahan baku (Christdianti 2015). Biaya investasi untuk industri minuman emulsi minyak sawit adalah sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja untuk 25 hari sebesar Rp 1,242,501,714.06. Perhitungan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 4. Rincian lengkap biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4 Perhitungan biaya investasi No 1 2
Deskripsi Mesin dan alat Fasilitas penunjang Total investasi
Total harga (Rp) 7,833,030,000.00 42,241,500.00 7,875,271,500.00
Tabel 5 Perhitungan modal kerja No 1 2 3
Deskripsi Account receivable Inventory Account payable Modal kerja
Hari 25 10 25
Total (Rp) 1,402,095,575.31 106,395,907.50 (265,989,768.75) 1,242,501,714.06
Angsuran biaya investasi adalah sebesar Rp 787,527,150.00 per tahun dengan bunga sebesar 12% per tahun dari sisa angsuran. Angsuran modal kerja adalah sebesar Rp 414,167,238.02 per tahun dengan bunga sebesar 12% per tahun dari sisa angsuran. Rincian pembayaran biaya investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Sumber pendanaan menggunakan asumsi 100% berasal dari pinjaman bank dengan bunga kredit 12% per tahun. Periode pembayaran biaya investasi adalah 10 tahun dan periode pembayaran modal kerja adalah 3 tahun dengan metode flat rate. c. Biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi Biaya pemeliharaan didefinisikan sebagai biaya yang diperlukan untuk menjaga peralatan produksi berfungsi sebagaimana mestinya selama umur ekonomis. Menurut Pramudya (2010), biaya pemeliharaan meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan khusus, pembersihan/pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor yang tak terduga. Diasumsikan umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun dan biaya pemeliharaan 10% dari harga awal/ Sehingga, biaya pemeliharaan industri minuman emulsi minyak sawit adalah Rp 783,303,000.00 per tahun .Sedangkan,
20
biaya penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat/mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian (waktu). Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu mesin/alat berkurang menurut Pramudya (2010) adalah: 1. Adanya bagian-bagian yang rusak atau aus karena lamanya waktu pemakaian sehingga alat tersebut tidak bisa bekerja dengan kemampuan seperti sebelumnya. Yang dimaksud dengan bagian mesin/alat disini adalah bagian utama yang tidak ekonomis lagi bila diganti. Misalnya kerangka utama dari mesin yang sudah lama dan tidak sempurna lagi kerjanya sehingga kapasitas mesin menjadi berkurang, 2. Adanya peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama bila dibandingkan pada mesin yang masih baru. Peningkatan biaya ini misalnya karena penambahan biaya pemeliharaan dan penambahan tenaga. Penambahan biaya operasi ini menunjukkan merosotnya nilai alat/mesin tersebut, 3. Karena perkembangan teknologi akan selalu muncul alat/mesin yang lebih praktis dan lebih efisien sehingga alat/mesin lama nilainya akan merosot. Alatalat yang lama walaupun masih cukup baik untuk dioperasikan tidak ekonomis lagi kalau terus dipergunakan., sehingga orang cenderung berpikir untuk mengganti alat/mesin yang baru yang lebih praktis dan lebih efisien, 4. Adanya pengembangan perusahaan. Dengan adanya perkembangan perusahaan, maka alat/mesin yang dipergunakan harus diganti disesuaikan dengan perkembangannya. Sehingga alat-alat yang lama nilainya akan menurun. Penghitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari harga awal. Sehingga, biaya penyusutan mesin dan alat industri minuman emulsi minyak sawit adalah Rp 704,972,700.00 per tahun. Biaya bunga modal sebesar 12% dan asuransi sebesar 0,5% sehingga didapatkan total biaya bunga modal dan asuransi sebesar Rp 538,520,812.50 per tahun. Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi dapat dilihat pada Lampiran 8. d. Biaya produksi dan harga produk Biaya produksi adalah biaya keseluruhan yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi sehingga dapat menghasilkan produk usaha. Biaya produksi dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya akan selalu tetap walaupun intensitas volume kegiatan berubah, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya tetap meliputi, gaji tenaga kerja tak langsung, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi. Biaya variabel meliputi, gaji tenaga kerja langsung,biaya bahan baku, biaya kemasan, dan biaya utilitas (Christdianti 2015). Total biaya tetap per tahun industri minuman emulsi minyak sawit sebesar Rp 2,170,796,512.50 dan total biaya variabel per tahun sebesar Rp 7,726,348,725.00. Komponen biaya variabel yang paling tinggi adalah kemasan botol kaca gelap dan bahan baku CPO masing-masing per tahun sebesar Rp 3,098,371,500.00 dan Rp 1,768,800,000.00. Total biaya produksi yang dibutuhkan untuk industri minuman emulsi minyak sawit dalam satu tahun adalah sebesar Rp 9,897,145,237.50. Rincian biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan rincian biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 9.
21
Tabel 6 Rincian biaya produksi No Deskripsi 1 Biaya tetap Gaji tenaga kerja tak langsung Biaya pemeliharaan Biaya penyusutan Biaya bunga modal dan asuransi Subtotal 2 Biaya variable Gaji tenaga kerja langsung Biaya bahan baku dan bahan pembantu Biaya kemasan Biaya utilitas Subtotal Total biaya
Biaya Total per Tahun (Rp) 144,000,000.00 783,303,000.00 704,972,700.00 538,520,812.50 2,170,796,512.50 270,000,000.00 3,191,877,225.00 3,754,111,500.00 510,360,000.00 7,726,348,725.00 9,897,145,237.50
Produksi minuman emulsi minyak sawit dengan bahan baku 1000 kg CPO per hari menghasilkan 1,457.308 L minuman emulsi per hari atau 7286 botol (200 ml) per hari atau 2,185,800 botol (200 ml) per tahun. Total biaya produksi selama setahun sebesar Rp 9,897,145,237.50 sehingga didapatkan biaya pokok produksi sebesar Rp 4,527.93 per botol (200 ml) minuman emulsi. Persentase keuntungan ditetapkan sebesar 70% sehingga harga jual produk adalah Rp 7,697.48 ditambah PPN 10% sehingga harga jual produk+PPN adalah sebesar Rp 8,500.00. Minuman emulsi minyak sawit memiliki keunggulan baik dari segi harga jual maupun kandungan nutrisi dibandingkan dengan produk sejenis yang ada di pasaran. Perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis yang ada di pasaran dapat dilihat pada Lampiran 17. e. Proyeksi laba rugi Proyeksi laba rugi digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan atau laba rugi suatu usaha. Laba rugi merupakan selisih antara penerimaan hasil penjualan produk dengan total pengeluaran. Laba bersih diperoleh dari pengurangan laba kotor dengan pajak (Christdianti 2015). Pajak yang digunakan yaitu sebesar 25% berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. Proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan laporan laba rugi, pada tahun ke-1 industri minuman emulsi minyak sawit memperoleh laba bersih Rp 3,831,181,522.88, pada tahun ke-2 laba bersih sebesar Rp 4,513,591,386.28 dan pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10 laba bersih sebesar Rp 5,196,001,249.69. Perbedaan laba bersih pada tahun ke-1, ke-2 dan tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10 disebabkan adanya peningkatan kapasitas yaitu 80% pada tahun pertama, 90% pada tahun ke-2 dan 100% pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10.
22
f. Break Even Point (BEP) Analisis break even adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel keuntungan dan volume kegiatan yang terjadi di suatu perusahaan. Sementara yang dimaksud dengan break even adalah suatu keadaan di mana total revenue persis sama dengan total cost. Dengan demikian, dalam kondisi break even perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula menderita kerugian (Halim 2012). Nilai BEP industri minuman emulsi minyak sawit adalah 521,489.42 botol atau 23.86% total kapasitas produksi (2,185,800 botol) atau setara dengan pendapatan Rp 4,014,153,243.48. per tahun. Rincian perhitungan BEP dapat dilihat pada Lampiran 11. g. Kriteria kelayakan investasi Kriteria kelayakan investasi digunakan untuk menilai kelayakan suatu proyek atau membuat peringkat (ranking) beberapa proyek yang harus dipilih (Pramudya 2010). Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas ditentukan (Christdianti 2015). Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 12. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan proyek industri minuman emulsi minyak sawit adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 7 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi Parameter NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP (tahun)
Nilai 8,154,083,367.42 23,54 2,04 3,39
Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang (Sari 2013). Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih setelah dikalikan dengan discount factor yang dihitung pada masa kini (Christdianti 2015). Nilai NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 8,154,083,367.42. Dengan nilai NPV yang lebih besar dari 0, dapat disimpulkan bahwa industri minuman emulsi minyak sawit layak didirikan. Internal Rate of Return (IRR) adalah bilangan yang menunjukkan tingkat pengembalian modal suatu proyek yang dinyatakan dalam % per tahun. Nilai IRR industri minuman emulsi minyak sawit adalah 23,54%. Dengan nilai IRR yang lebih besar dari interest rate (12%), dapat disimpulkan bahwa industri minuman emulsi minyak sawit layak didirikan.
23
Kriteria selanjutnya adalah Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Net B/C merupakan perbandingan dari nilai present value yang positif dengan nilai present value yang negatif. Nilai Net B/C industri minuman emulsi minyak sawit adalah 2,04. Hal ini menunjukkan bahwa proyek layak dilaksanakan karena nilai Net B/C lebih dari 1. Pay Back Period (PBP) adalah bilangan yang menyatakan jangka waktu pengembalian modal investasi suatu proyek yang dinyatakan dalam tahun. Nilai PBP berbanding terbalik dengan NPV. Semakin besar nilai NPV maka nilai PBP akan semakin kecil dan sebaliknya. Nilai PBP industri minuman emulsi minyak sawit berdasarkan perhitungan adalah 3,39 tahun atau 3 tahun 5 bulan. h. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan dan keuntungan. Analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan (Sutojo 2000). Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel kenaikan harga kemasan botol kaca gelap, bahan baku CPO dan penurunan kapasitas produksi terhadap kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Variabel kenaikan harga kemasan botol kaca gelap ditetapkan sebesar 10% dan 20%. Variabel kenaikan harga bahan baku CPO ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap pergerakan harga CPO selama 5 tahun terakhir (2012-2016) yaitu sebesar 20% dan 30%. Sedangkan variabel penurunan kapasitas produksi ditetapkan sebesar 10% dan 20%. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap kenaikan harga kemasan botol kaca gelap dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap kenaikan harga bahan baku (CPO) dapat dilihat pada gambar 7, 8, 9 dan 10. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13 dan 14. Sedangkan, hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca gelap, kenaikan harga bahan baku (CPO) dan variabel penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 14, 15 dan 16.
24
NPV Milyar Rupiah
10 8 6 4 NPV 2 0 1400
1500
1600
1700
1800
Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)
Gambar 3 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
% per tahun
IRR 24,00 23,50 23,00 22,50 22,00 21,50 21,00 20,50
IRR
1400
1500
1600
1700
1800
Harga Botol KacaGelap (Ribu Rupiah)
Gambar 4 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
Rasio
Net B/C 2,05 2,00 1,95 1,90 1,85 1,80 1,75 1,70
Net B/C
1400
1500
1600
1700
1800
Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)
Gambar 5 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
25
Tahun
PBP (Tahun) 3,56 3,54 3,52 3,50 3,48 3,46 3,44 3,42 3,40 3,38
PBP (Tahun)
1400
1500
1600
1700
1800
Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)
Gambar 6 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga botol kaca gelap
NPV Milyar Rupiah
10,00 8,00 6,00 4,00 NPV 2,00 0,00 4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Harga CPO (Ribu Rupiah)
Gambar 7 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga CPO
% per tahun
IRR 24,00 23,50 23,00 22,50 22,00 21,50 21,00
IRR
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Harga CPO (Ribu Rupiah)
Gambar 8 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga CPO
26
Net B/C 2,05
Rasio
2,00 1,95 1,90 1,85
Net B/C
1,80 1,75 4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Harga CPO (Ribu Rupiah)
Gambar 9 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga CPO
PBP (Tahun) Tahun
3,55 3,50 3,45 3,40
PBP (Tahun)
3,35 4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Harga CPO (Ribu Rupiah)
Gambar 10 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga CPO
NPV Milyar Rupiah
10,00 8,00 6,00 4,00 NPV
2,00 0,00 (2,00) 0
100 200 300 400 Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
Gambar 11 Grafik perubahan nilai NPV terhadap penurunan kapasitas produksi
27
IRR % per tahun
25,00 20,00 15,00 10,00 IRR
5,00 0,00 0
100
200
300
400
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
Gambar 12 Grafik perubahan nilai IRR terhadap penurunan kapasitas produksi
Net B/C 2,50
Rasio
2,00 1,50 1,00 Net B/C 0,50 0,00 0
100
200
300
400
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
Gambar 13 Grafik perubahan nilai net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi
PBP (Tahun) 7,00 6,00 Tahun
5,00 4,00 3,00 PBP (Tahun)
2,00 1,00 0,00 0
100
200
300
400
Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)
Gambar 14 Grafik perubahan nilai PBP terhadap penurunan kapasitas produksi
28
Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca gelap sebesar 10% dan 20% , kenaikan harga CPO sebesar 20% dan 30% serta variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 10% dan 20% menunjukkan bahwa semakin besar kenaikan harga botol kaca gelap dan CPO serta semakin besar penurunan kapasitas produksi, nilai NPV juga semakin mengalami penurunan. Namun, nilai NPV masih bernilai positif pada setiap variabel analisis sensitivitas kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%. Pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%, NPV bernilai negatif. Menurut Halim (2012) apabila usul investasi menghasilkan nilai NPV positif atau sama dengan nol, maka usul investasi tersebut layak diterima. Dengan demikian, usul investasi industri minuman emulsi minyak sawit layak diterima kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%. Parameter IRR menunjukkan tingkat pengembalian modal suatu usulan investasi. Hasil analisis sensitivitas terhadap parameter IRR menunjukkan bahwa nilai IRR semakin menurun pada kondisi kenaikan harga botol kaca gelap, kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi yang semakin besar. Namun, nilai IRR pada setiap variabel analisis sensitivitas masih bernilai lebih besar dari tingkat suku bunga (12%) kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20% dimana IRR bernilai 11.07%. Oleh karena itu dapat disimpulkan industri minuman emulsi minyak sawit masih layak didirikan pada setiap variabel analisis sensitivitas kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%. Parameter Net B/C merupakan perbandingan antara present value yang bernilai positif dan present value yang bernilai negatif. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa nilai Net B/C semakin menurun pada kondisi kenaikan harga botol kaca gelap ,kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi yang semakin besar. Namun, nilai Net B/C pada setiap variabel analisis sensitivitas masih bernilai lebih dari 1 kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20% dimana Net B/C bernilai 0.94. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap variabel analisis sensitivitas, usulan investasi masih berstatus layak kecuali pada variabel penurunan kapasitas produksi sebesar 20%. Indikator terakhir yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi pada analisis sensitivitas adalah PBP. Nilai PBP menunjukkan waktu pengembalian investasi. Nilai PBP mengalami kenaikan pada kondisi kenaikan harga botol kaca gelap, kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi yang semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kenaikan harga botol kaca gelap, kenaikan harga CPO dan penurunan kapasitas produksi, waktu pengembalian investasi akan semakin lama
29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Minuman emulsi minyak sawit merupakan alternatif produk hilir minyak sawit dengan nilai tambah tinggi sebagai sumber komponen bioaktif β-karoten yang efektif. Karakteristik minuman emulsi minyak sawit yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah stabilitas emulsi, viskositas, warna, kadar air dan kadar β-karoten. Analisis teknoekonomi dilakukan pada kapasitas industri minuman emulsi minyak sawit sebesar 1000 kg CPO per hari. Produk yang dihasilkan ialah 7286 botol minuman emulsi per hari atau 2.185.800 botol per tahun. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja sebesar Rp 1,242,501,714.06. Pada harga jual Rp 8,500.00 per botol diperoleh keuntungan sebesar 70%, BEP akan dicapai pada skala produksi 521,489.42 botol atau 23.86% total kapasitas produksi atau setara dengan pendapatan Rp 4,014,153,243.48 /tahun. Pada kapasitas 1000 kg CPO per hari, industri minuman emulsi minyak sawit layak dioperasikan karena berdasarkan analisa kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8,154,083,367.42, IRR sebesar 23,54%, Net B/C 2,04 dan PBP terjadi pada tahun ke-3 bulan ke-5. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diperoleh bahwa perubahan harga kemasan botol kaca gelap sampai dengan 20%, bahan baku CPO sampai dengan 30% dan perubahan kapasitas produksi sampai dengan 10% masih berstatus layak.
Saran Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai umur simpan, mutu sensori dan bioavailabilitas minuman emulsi minyak sawit sebagai data pendukung. Selain itu untuk keperluan pemasaran, perlu dilakukan riset pasar mengenai produk minuman emulsi minyak sawit.
DAFTAR PUSTAKA AALI.2013.”Sales volume and price highlight”.Investor Bulletin.Second Edition Februari.http://www.astra-agro.co.id.Diakses 24 Mei 2015 [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of Analysis. Arlingtong (US): AOAC. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Methods of Analysis. Arlingtong (US): AOAC. Ball GFM. 2000. Vitamin In Foods:Analysis, Bioavalability, And Stability. New York (US): CRC Press Basiron Y. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Sixth Edition Volume 2 (346). New Jersey (US): John Wiley&Sons,Inc
30
Best B. 2009. “Phytochemicals as Nutraceuticals”. www.benbest.com/nutrceut/phytochemicals.html#carotenoids.Diakses 4 Desember 2015 [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2001. Kajian Proses Standardiasai Produk Makanan Fungsional di Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Lokakarya Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional. Jakarta (ID): BPOM. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Keputusan Kepala Badan POM RI No HK.00.05.23.3644 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta (ID): BPOM. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2015. Peraturan Kepala Badan POM RI No 7 Tahun 2015 Tentang Penggunaan Amonium Sulfat Sebagai Bahan Penolong Dalam Proses Pengolahan Nata De Coco. Jakarta (ID): BPOM. Branen AL, Davidson PM, Salminen S. 2002. Food Additive: New York (US): Marcel Dekker [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Minyak Kelapa Sawit. SNI 01-2901-2006. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia RBD Palm Olein. SNI 01-0018-2006. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Santan Cair. SNI 01-3816-1995. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Christdianti R. 2015. Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Dawson RMC, Daphne C. Elliott, William H. Elliott, K M Jones. 1986. Data for Biochemical Research 3rd ed p. 289.New York (US):Oxford University Press. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhatara Karya Aksara [Depkes] Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2003. Deteksi dan tatalaksana kasus xeroftalmia : pedoman bagi tenaga kesehatan. Jakarta: gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2012/05/Xeroflamia.pdf [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015. Jakarta (ID) Faridah DN, Herawati D, Kusumaningrum HD, Lioe HN, Wulandari N, Nurjanah S, Indrasti D.2014. Penuntun Praktikum: Analisis Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Insitut Pertanian Bogor Halim A. 2012. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis: Kajian dari Aspek Keuangan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu Helena BR. 2003. Pengawasan Mutu Dalam Proses Pemurnian Minyak Sawit Kasar di PT. Sinar Meadow International Indonesia Jakarta [laporan magang]. Bogor (ID): Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Husnan S dan Suwarsono M. 2000. Studi Kelayakan Proyek Edisi Keempat. Yogyakarta (ID): Penerbit UPP AMP YKPN.
31
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd edition A Chapman and Hall Food Science Book. Maryland (US): Aspen Publition. [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013.Analisis Kebijakan Bea Keluar (BK) CPO dan Produk Turunannya. Jakarta (ID): Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID):UI Press. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan. Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat Lai O, Tan C, Akoh CC. 2012. Palm Oil: Production, Processing, Characterization, and Uses [editorial]. New York (US): AOCS Press. Linder MC. 1989. Nutrition and Metabolism of Vitamin. Di dalam. M.C. Linder (ed.). Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application. New York (US): Elsevier Mao Y, DJ Mc Clements. 2011. Modulation of bulk physicochemical properties of emulsions by hetero-aggregation of oppositely charged protein-coated lipid droplets. Food Hydrocolloids (25): 1201-1209 Mao L, Duoxia X, Jia Y, Fang Y, Yanxiang G, Jian Z. 2009. Effects of small and large molecule emulsifiers on the characterictics of β-carotene nanoemulsions prepared by high pressure homogenization. Food technology Biotechnology, 47 (3): 336-342 McClements DJ. 2005. Food Emulsions Principles, Practices, and Techniques. New York (US):CRC Press. Muchtadi D. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Bandung (ID):Alfabeta. Nafarin M.2007.Penganggaran Perusahaan. Jakarta (ID): Salemba Empat Neugebauer JM.1990.Detergents: An overview Methods in Enzymology. Nottingham (UK): Academic press Newman DG.1990.Engineering Economic Analysis.3rd ed. Jakarta (ID): Bina aksara Nielloud F, Mestres GM.2000.Pharmaceutical Emulsions and Suspensions. New York (US): Marcel Dekker, Inc Nollet LML.1992.Food Analysis by HPLC. New York (US): Marcel Dekker, Inc PORIM.2005.PORIM Test Method.Kuala Lumpur (MY):Palm Oil Research Institute of Malaysia Pramesti A. 2014. Optimasi Proses Formulasi Minuman Nanoemulsi Minyak Sawit. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Pramudya B. 2010. Ekonomi Teknik. Bogor (ID):Departemen Teknik Pertanian IPB. Rita I. 2011. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minyak Sawit Merah [tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Riyadi AH. 2009. Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah [thesis]. Bogor (ID):Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ruhiyatman RA. 2013. Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Sabariman M. 2007. Sifat Reologi dan Sifat Fisik Minuman Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah dengan menggunakan Beberapa Pengemulsi. [thesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
32
Saputra V. 1996. Formulasi Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Sari EM. 2013. Kajian Tekno Ekonomi Industri Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Scrimgeour C. 2005.Chemistry of Fatty Acid, Baley’s Industrial Oil and Fat Products. Edisi Keenam. New York (US) :John Wiley&Sons Inc Shyu YS, Sung WC.2010. Improving the emulsion stability of sponge cake by the addition of polyglutamic acid. JMST. 18 (6):895-900 Soeharto I.2000. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional.Jakarta (ID): Erlangga Sukirno S. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar.Jakarta (ID):PT Raja Grafindo Perkasa Sumarna D. 2006. Proses degumming CPO (Crude Palm Oil) menggunakan membran ultrafiltrasi. J Teknol Pert. 2(1): 24-30. Surfiana. 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β-karoten dari Minyak Sawit Merah [thesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sutojo S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta (ID): Damar [WHO] World Health Organization. 2009. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Populations at Risk 1995-2005. WHO Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva (CH): WHO. Widarta IWR. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi Dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. [tesis]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID):Gramedia Pustaka Utama Yasumatsu K, Sawada K, Moritaka S, Misaki M, Toda J, Wada T, dan Ishi K. 1972. Whipping and emulsifying properties of soybean products. Agricultural and Biological Chemistry 36(5):719-727. Yuan Y, Yanxiang G, Jian Z, Like M. 2008. Characterization and stability evaluation of β-carotene nanoemulsions prepared by high pressure homogenization under various emulsifying conditions. Food Research International 41: 61-68. doi: 10.1016/j.foodres.2007.09.006
33
LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir tahapan penelitian CPO
Proses pemurnian minyak sawit
Fraksi Olein
Pembuatan minuman emulsi minyak sawit
Minuman Emulsi Minyak Sawit
Analisis Teknoekonomi
Data analisis teknoekonomi
1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012) 2. Analisis asam lemak bebas, metode titrasi (AOAC 2012) 3. Analisis bilangan peroksida, metode titrasi (AOAC 2012) 4. Analisis bilangan iod, metode titrasi (AOAC 2012) 5. Analisis total karotenoid, metode spektrofotometri (PORIM 2005) 1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012) 2. Analisis asam lemak bebas, metode titrasi (AOAC 2012) 3. Analisis bilangan peroksida, metode titrasi (AOAC 2012) 4. Analisis bilangan iod, metode titrasi (AOAC 2012)
1. Analisis stabilitas emulsi, metode sentrifugasi (modifikasi Yasumatsu et al 1972) 2. Analisis viskositas, metode viskometer (Shu dan Syung 2010) 3. Analisis warna, metode kolorimeter (Hutching 1999) 4. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012) 5. Analisis β-karoten, metode HPLC (AOAC 1999)
1.Aspek teknis dan teknologis a.Spesifikasi bahan baku b.Penentuan kapasitas produksi c.Pemilihan teknologi proses d.Mesin, peralatan dan kemasan 2. Aspek finansial a.Asumsi perhitungan finansial b.Biaya investasi c.Biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi d.Biaya produksi dan harga produk e.Proyeksi laba rugi f.Break Even Point (BEP) g.Kriteria kelayakan investasi h.Analisis sensitivitas
34
Lampiran 2Diagram alir proses pemurnian CPO (Sari 2013)
Crude Palm Oil (CPO) (100%) Asam fosfat 85% (0.15% b/b)
Degumming (80oC, 15 menit)
Deasidifikasi (59 oC ± 2 oC, 25 menit)
NaOH160BE berlebih 17.5% (8.05%)*
Deodorisasi (140 oC, 60 menit)
Kristalisasi (70oC menjadi 20oC) Keterangan : * = asumsi asam lemak bebas 4.88%
Stearin (23.10%)
Fraksinasi
Olein (72.40%)
Gum dan sabun
PFAD dan uap air (4.5%)
35
Lampiran 3 Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan 1.
Boiler :100 kg/h – 2000 kg/h uap : ISO : Minyak (Solar) : Uap : Rp 216.000.000,00 : http://indonesian.alibaba.com/productgs/horizontal-china-industrial-boiler-industrial-steamboilers-price-1964052311.html
Kapasitas Sertifikasi Bahan Bakar Output Harga Sumber
2.
Refining CPO Kapasitas Pemakaian uap Sertifikasi Harga Sumber
: 1-30 ton/hari : 450 kg/ton minyak : ISO 9001 : Rp 6.817.500.000,00 : http://indonesian.alibaba.com/productgs/high-technology-palm-oil-refiningprocess-with-iso-ce-60125279274.html
3. Tangki penyimpanan CPO Kapasitas Sertifikasi Bahan Harga Sumber
4.
: 1000-3000 L : CE dan ISO 9001 : Stainless steel : Rp 20.250.000,00 : http://www.alibaba.com/product-detail/palmoilstoragetank_1710968041.html?spm=a2700.77 24857.35.1.3QSrcN
Tangki penyimpanan Olein Kapasitas Sertifikasi Bahan Harga Sumber
: 1000-3000 L : CE dan ISO 9001 : Stainless steel : Rp 20.250.000,00 : http://www.alibaba.com/productdetail/palm -oil-storagetank_1710968041.html?spm=a2700.7724857.35.1.3QSrcN
36
5. Homogenizer Kapasitas Sertifikasi Harga Sumber
: 1500 L : ISO 9001, ce : Rp 607.500.000,00 : http://indonesian.alibaba.com/productgs/industrial-homogenizer-homogenizerprice-homogenizer-machine60155861657.html
6. Pasteurizer Kapasitas Sertifikasi Harga Sumber
: 6000 kg/h : CE/ISO 9001 : Rp 35.100.000,00 : http://wholesaler.alibaba.com/productdetail/Sanitary-Grade-High-QualityStainlessSteel_60238463793/showimage.html?spm =a2700.7765678.0.0.MwlGVV
7. Bottle sealer Kapasitas Harga Sumber
: 6000 kg/h : Rp 108.000.000,00 : http://www.alibaba.com/productdetail/GH-6030-Semi-auto-Bottleshrink_509461400.html?spm=a2700.77248 57.29.37.2evN9j&s=p
8. Timbangan digital 300 kg Kapasitas Akurasi Harga Sumber
: 300 kg : 1 gram : Rp 6.405.750,00 : http://www.alibaba.com/productdetail/Industrial-Digital-WeighingScales-Chinamanufacture_60267001084.html?spm=a2 700.7724838.30.36.l7Khdj&s=p
37
9. Timbangan digital 20 kg Kapasitas : 20 kg Akurasi : 0.1 gram Harga : Rp 2.025.000,00 Sumber : http://www.alibaba.com/productdetail/Industrial-digital-weigh-scaleconnect-computer_60266355668.html? spm=a2700.7724838.30.208.l7Khdj 10. Botol gelap 200 ml Harga Sumber
: Rp 1417.15 : http://www.alibaba.com/productdetail/glass-amber-cough-syrupbottle100ml_60414747173/showimage.h tml
38
Lampiran 4 Diagram alir proses dan kapasitas alat CPO (1 ton/hari)
Penampungan CPO (1 ton/hari) Kapasitas tangki : 1000-3000 L
Pemurnian CPO (1 ton/hari) Kapasitas alat pemurnian CPO : 1-30 ton/hari
Olein Minyak Sawit (724 kg)
Penampungan olein (724 kg) Kapasitas tangki 1000-3000 L
Pencampuran bahan dan homogenisasi Berat total bahan : 1218.43 kg Kapasitas homogenizer : 1500 L
Minuman emulsi minyak sawit
Bottle sealer Total berat minuman emulsi: 1218.43 kg Kapasitas bottle sealer: 6000 kg
Pasteurisasi Total berat minuman emulsi+botol: 3039.93 kg Kapasitas pasteurizer: 6000 kg
7286 botol minuman emulsi minyak sawit
39
Lampiran 5 Rincian lengkap biaya investasi No Deskripsi 1 Mesin dan Alat Boiler Refining CPO (Degumming, Netralisasi, Deodorisasi, Fraksinasi) Tangki Penyimpanan CPO Tangki Penyimpanan Olein Homogenizer Pasteurizer Bottle Sealer Timbangan Digital 300 kg Timbangan Digital 20 kg Subtotal 2 Fasilitas Penunjang Instalasi Listrik Instalasi Air Subtotal Total Perkiraan Biaya Investasi
Jumlah
Satuan 1 Unit
Harga Satuan (Rp)
Total harga (Rp)
216.000.000,00
216.000.000,00
Paket Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
6.817.500.000,00 20.250.000,00 20.250.000,00 607.500.000,00 35.100.000,00 108.000.000,00 6.405.000,00 2.025.000,00
6.817.500.000,00 20.250.000,00 20.250.000,00 607.500.000,00 35.100.000,00 108.000.000,00 6.405.000,00 2.025.000,00 7.833.030.000,00
1 Paket 1 Paket
41.075.000,00 1.166.500,00
41.075.000,00 1.166.500,00 42.241.500,00 7.875.271.500,00
1 1 1 1 1 1 1 1
40
Lampiran 6 Angsuran modal investasi Periode Angsuran Pokok (Rp) Tahun 0 Tahun 1 787.527.150,00 Tahun 2 787.527.150,00 Tahun 3 787.527.150,00 Tahun 4 787.527.150,00 Tahun 5 787.527.150,00 Tahun 6 787.527.150,00 Tahun 7 787.527.150,00 Tahun 8 787.527.150,00 Tahun 9 787.527.150,00 Tahun 10 787.527.150,00 Lampiran 7 Angsuran modal kerja Periode Anggsuran Pokok (Rp) Tahun 0 Tahun 1 414.167.238,02 Tahun 2 414.167.238,02 Tahun 3 414.167.238,02
Bunga (Rp)
Jumlah Angsuran (Rp)
945.032.580,00 850.529.322,00 756.026.064,00 661.522.806,00 567.019.548,00 472.516.290,00 378.013.032,00 283.509.774,00 189.006.516,00 94.503.258,00
1.732.559.730,00 1.638.056.472,00 1.543.553.214,00 1.449.049.956,00 1.354.546.698,00 1.260.043.440,00 1.165.540.182,00 1.071.036.924,00 976.533.666,00 882.030.408,00
Bunga (Rp)
Jumlah Angsuran (Rp)
149.100.205,69 99.400.137,13 49.700.068,56
563.267.443,71 513.567.375,15 463.867.306,58
Saldo Akhir (Rp) 7.875.271.500,00 7.087.744.350,00 6.300.217.200,00 5.512.690.050,00 4.725.162.900,00 3.937.635.750,00 3.150.108.600,00 2.362.581.450,00 1.575.054.300,00 787.527.150,00 0,00
Saldo Akhir (Rp) 1.242.501.714,06 828.334.476,04 414.167.238,02 0,00
41
Lampiran 8 Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi
No Deskripsi 1 Boiler 2 Refining CPO Tangki Penyimpanan 3 CPO Tangki Penyimpanan 4 Olein 5 Homogenizer 6 Pasteurizer 7 Bottle Sealer Timbangan Digital 300 8 kg 9 Timbangan Digital 20 kg Total
Jumlah Biaya (Rp) Nilai Sisa (Rp) 216.000.000,00 21.600.000,00 6.817.500.000,00 681.750.000,00
Umur Ekonomis 10 10
Penyusutan Pemeliharaan (Rp) (Rp) 19.440.000,00 21.600.000,00 613.575.000,00 681.750.000,00
20.250.000,00
2.025.000,00
10
1.822.500,00
2.025.000,00
20.250.000,00 607.500.000,00 35.100.000,00 108.000.000,00
2.025.000,00 60.750.000,00 3.510.000,00 10.800.000,00
10 10 10 10
1.822.500,00 54.675.000,00 3.159.000,00 9.720.000,00
2.025.000,00 60.750.000,00 3.510.000,00 10.800.000,00
6.405.000,00 640.500,00 2.025.000,00 202.500,00 7.833.030.000,00 783.303.000,00
10 10
576.450,00 182.250,00 704.972.700,00
640.500,00 202.500,00 783.303.000,00
Total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) =
12,5% 𝑋 𝑅𝑝 7,833,030,000.00 𝑋 (10+1) 2 𝑋 10
= Rp 538,520,812.50
42
Lampiran 9 Rincian biaya produksi No
Deskripsi
A 1
2 3 4
B 1
2
Jumlah
Biaya tetap Gaji tenaga kerja tak langsung Manajer 1 Staff PPIC 2 Subtotal 1 Biaya Pemeliharaan Subtotal 1 Biaya Penyusutan Subtotal 1 Biaya Asuransi Subtotal Total biaya tetap Biaya variabel Tenaga kerja langsung Staff produksi 6 Operator produksi 3 Subtotal Biaya bahan baku CPO 1000 Asam Fosfat 1,50
Satuan
orang/bulan orang/bulan
Biaya Satuan (Rp)
6.000.000,00 3.000.000,00
per tahun
783.303.000,00
per tahun
704.972.700,00
per tahun
538.520.812,50
orang/bulan orang/bulan
kg/hari kg/hari
Biaya Total per Tahun (Rp)
72.000.000,00 72.000.000,00 144.000.000,00 783.303.000,00 783.303.000,00 704.972.700,00 704.972.700,00 538.520.812,50 538.520.812,50 2.170.796.512,50
2.500.000,00 2.500.000,00
180.000.000,00 90.000.000,00 270.000.000,00
5.896,00 55.000,00
1.768.800.000,00 24.750.000,00
43
NaOH Air Tween 80 Na Benzoat BHT EDTA HFS Flavor Melon Subtotal Biaya kemasan Botol Gelap Label Kemasan Subtotal 3 Biaya utilitas Listrik Air Solar Subtotal Total biaya variabel Total biaya CPO/ hari : 1000 Olein/hari : 1000 Minuman emulsi/hari : 1,184.257 Minuman emulsi/hari : 1,457.308 Minuman emulsi/hari : 7286
8,996 311 10,340 2,068 0,207 0,207 155,10 15,510
kg/hari L/hari kg/hari kg/hari kg/hari kg/hari kg/hari kg/hari
7286 7286
600 50 100
10.000,00 40,00 150.000,00 19.000,00 101.250,00 115.000,00 6.350,00 125.000,00
26.988.000,00 3.732.000,00 465.300.000,00 11.787.600,00 6.287.625,00 7.141.500,00 295.465.500,00 581.625.000,00 3.191.877.225,00
botol/hari label/hari
1417,5 300
3.098.371.500,00 655.740.000,00 3.754.111.500,00
kWh/hari m3/hari L/hari
1.352,00 4.000,00 6.900,00
243.360.000,00 60.000.000,00 207.000.000,00 510.360.000,00 7.726.348.725,00 9.897.145.237,50 kg Minuman emulsi/tahun : 2,185,800 botol Harga+keuntungan+PPN : Rp 8,467.23 kg HPP/botol : Rp 4,527.93 Harga jual/botol : Rp 8,500.00 kg Keuntungan (70%) : Rp 3,169.55 L Harga+ keuntungan per botol : Rp 7,697.48 botol PPN (10%) : Rp 769.75
44
Lampiran 10 Proyeksi laba rugi Komponen Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Penjualan Minuman Emulsi Minyak Sawit 13.460.117.523,00 15.142.632.213,38 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75 Total penjualan 13.460.117.523,00 15.142.632.213,38 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75 16.825.146.903,75 Pengeluaran Biaya tetap 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 2.170.796.512,50 Biaya variabel 6.181.078.980,00 6.953.713.852,50 7.726.348.725,00 7.726.348.725,00 7.726.348.725,00 Total pengeluaran 8.351.875.492,50 9.124.510.365,00 9.897.145.237,50 9.897.145.237,50 9.897.145.237,50 Laba kotor 5.108.242.030,50 6.018.121.848,38 6.928.001.666,25 6.928.001.666,25 6.928.001.666,25 Pajak 1.277.060.507,63 1.504.530.462,09 1.732.000.416,56 1.732.000.416,56 1.732.000.416,56 Laba bersih 3.831.181.522,88 4.513.591.386,28 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69 5.196.001.249,69 Komponen Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Penjualan Minuman Emulsi Minyak Sawit 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 Total penjualan 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 16,825,146,903.75 Pengeluaran Biaya tetap 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 2,170,796,512.50 Biaya variabel 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 6,181,078,980.00 Total pengeluaran 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 9,897,145,237.50 Laba kotor 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 6,928,001,666.25 Pajak 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 1,277,060,507.63 Laba bersih 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
45
Lampiran 11 Rincian perhitungan BEP 𝐹𝐶
Qi = 𝑃−𝑉𝐶 keterangan: Qi FC P VC
= Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas = Biaya tetap = Harga jual per unit = Biaya tidak tetap per unit
Qi = Qi =
2,170,796,512.50 7,726 ,348 ,725 .00 2,185 ,800
7,697.48−(
)
521,489.42
BEP = BEP =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑎𝑛
1−(
)
2,170,796,512.50 7,726 ,348 ,725 .00 ) 16 ,825 ,146 ,903 .75
1−(
BEP = 4,014,153,243.48 Rupiah
46
Lampiran 12 Proyeksi arus kas Komponen Tahun 0 Penerimaan bersih Laba bersih Subtotal
Tahun 1
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
4.513.591.386,28 4.513.591.386,28
5.196.001.249,69 5.196.001.249,69
5.196.001.249,69 5.196.001.249,69
5.196.001.249,69 5.196.001.249,69
787.527.150,00
787.527.150,00
787.527.150,00
787.527.150,00
787.527.150,00
Bunga modal investasi
945.032.580,00
850.529.322,00
756.026.064,00
661.522.806,00
567.019.548,00
Angsuran modal kerja
414.167.238,02
414.167.238,02
414.167.238,02
Bunga modal kerja
149.100.205,69
99.400.137,13
49.700.068,56
7.875.271.500,00
3.538.328.887,77
2.151.623.847,15
2.007.420.520,58
1.449.049.956,00
1.354.546.698,00
(7.875.271.500,00)
292.852.635,10
2.361.967.539,13
3.188.580.729,11
3.746.951.293,69
3.841.454.551,69
0,00 (7.875.271.500,00) (7.582.418.864,90) (5.220.451.325,77) (2.031.870.596,66)
1.715.080.697,03
Pengeluaran bersih Investasi Modal Kerja Angsuran modal investasi
Subtotal Arus kas bersih Arus kas awal tahun Arus kas akhir tahun (akumulasi)
0,00
3.831.181.522,88 3.831.181.522,88
Tahun 2
7.875.271.500,00 1.242.501.714,06
(7.875.271.500,00) (7.582.418.864,90) (5.220.451.325,77) (2.031.870.596,66)
1.715.080.697,03
5.556.535.248,71
47
Komponen Penerimaan bersih Laba bersih Subtotal Pengeluaran bersih Investasi Modal Kerja Angsuran modal investasi Bunga modal investasi
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
5,196,001,249.69 5,196,001,249.69
787.527.150,00
787.527.150,00
787.527.150,00
787.527.150,00
787.527.150,00
472.516.290,00
378.013.032,00
283.509.774,00
189.006.516,00
94.503.258,00
1.260.043.440,00 1.165.540.182,00
1.071.036.924,00
976.533.666,00
882.030.408,00
3.935.957.809,69 4.030.461.067,69
4.124.964.325,69
4.219.467.583,69
4.313.970.841,69
5.556.535.248,71 9.492.493.058,40
13.522.954.126,09 17.647.918.451,78 21.867.386.035,46
Angsuran modal kerja Bunga modal kerja Subtotal Arus kas bersih Arus kas awal tahun Arus kas akhir tahun (akumulasi)
9.492.493.058,40 13.522.954.126,09 17.647.918.451,78 21.867.386.035,46 26.181.356.877,15
48
Lampiran 13 Perhitungan kriteria kelayakan investasi Tahun Bt – Ct Akumulasi DF (12%) 0 (7.875.271.500,00) (7.875.271.500,00) 1 1 292.852.635,10 (7.582.418.864,90) 0.88 2 2.361.967.539,13 (5.220.451.325,77) 0.77 3 3.188.580.729,11 (2.031.870.596,66) 0.68 4 3.746.951.293,69 1.715.080.697,03 0.60 5 3.841.454.551,69 5.556.535.248,71 0.53 6 3.935.957.809,69 9.492.493.058,40 0.46 7 4.030.461.067,69 13.522.954.126,09 0.41 8 4.124.964.325,69 17.647.918.451,78 0.36 9 4.219.467.583,69 21.867.386.035,46 0.32 10 4.313.970.841,69 26.181.356.877,15 0.28 NPV Parameter NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP (tahun)
PV (7.875.271.500,00) 257.710.318,89 1.829.107.662,30 2.172.928.486,63 2.247.029.304,97 2.027.258.173,86 1.827.874.892,23 1.647.151.080,48 1.483.479.585,11 1.335.370.273,06 1.201.445.089,89 8.154.083.367,42
Nilai 8,154,083,367.42 23,54 2,04 3,39
49
Lampiran 14 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca gelap Kriteria Normal Botol naik 10% Botol naik 20% Harga botol kaca gelap (per pcs) 1,417,5 1,559.30 1701,00 NPV (Rp) 8,154,083,367.42 6,983,467,605.63 5,939,212,150.98 IRR (%) 23,54 22,14 20,90 Net B/C 2,04 1,89 1,75 BEP (botol) 521,489.42 539,873.48 599,601.10 BEP (Rp) 4,014,153,243.48 4,155,664,145.23 4,307,516,996.24 PBP (tahun) 3.39 3.47 3.54 Lampiran 15 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan CPO Kriteria Normal CPO naik 20% Harga bahan baku (Rp/kg) 5,896,00 7,075.20 NPV (Rp) 8,154,083,367.42 6,943,880,154.37 IRR (%) 23,54 22,16 Net B/C 2,04 1,88 BEP (botol) 521,489.42 542,585.05 BEP (Rp) 4,014,153,243.48 4,176,536,394.06 PBP (tahun) 3.39 3.47
CPO naik 30% 7664,80 6,275,598,394.27 21,33 1,80 553,786.11 4,262,756,295.93 3.51
50
Lampiran 16 Hasil analisis sensitivitas terhadap variabel penurunan kapasitas produksi Kriteria Normal Kapasitas turun 10% Kapasitas turun 20% Kapasitas produksi (ton/tahun) 300 270 240 NPV (Rp) 8,154,083,367.42 3,883,720,113.32 (519,864,871.94) IRR (%) 23,54 18,13 11,07 Net B/C 2,04 1,48 0,94 BEP (botol) 521,489.42 538,220.88 560,757.46 BEP (Rp) 4,014,153,243.48 4,142,943,245.37 4,316,418,054.63 PBP (tahun) 3.39 4.32 6.13 Lampiran 17 Perbandingan minuman emulsi minyak sawit dengan produk sejenis yang ada di pasaran Produk
Takaran Saji
Kadar Vitamin A (RE) per sajian 332.56
Pemenuhan AKG anakanak (350 RE) (%)
Takaran saji untuk memenuhi 100% AKG
Isi
Harga (Rp)
Minuman Emulsi Scott’s Emulsion Curcuma Plus Sundown Naturals Nature Made Vitamin A
6.15 ml/ 5 gram 15 ml
95
200 ml
Rp 8,500.00
85
24
6.47 ml/ 5.26 gram 62.5 ml
200 ml
15 ml
85
24
62.5 ml
200 ml
1 soft gel
500
143
0.70 soft gel
1 soft gel
800
228
0.44 soft gel
100 soft gels 100 soft gels
Rp 25,000.00 Rp 25,000.00 Rp 99.000,00 Rp 205.000,00
Harga untuk memenuhi 100% AKG (Rp) 275 7812 7812 693 902
51
PR SKRIPSI 1. Gambarkan notasi Hunter L*a b 2. Apakah karakteristik fraksi olein hasil proses fraksinasi skala pilot plant yang tidak optimal pada penelitian ini berbeda dengan karakteristik fraksi olein hasil proses fraksinasi pada skala industri menurut Sari (2013)? 3. Jelaskan perbedaan pangan fungsional dan suplemen! 4. Bagaimanakah perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis di pasaran dari segi harga dan kandungan nutrisi? 5. Jelaskan perbedaan bahan baku, bahan tambahan pangan dan bahan penolong! 6. Apakah alasan pemilihan proses pasteurisasi? Jawab : 1. Gambar notasi Hunter L*a b
Notasi Hunter L*ab pada penelitian ini yaitu L* 69.76, a +13.08, b +79.66 dikonversi menjadi ºHue sebesar 42.76 yang diterjemahkan menjadi warna orange (FFA 500) 2. Menurut Basiron (2005), tidak berbeda secara signifikan. Karena, perbedaan metode atau kondisi fraksinasi minyak sawit yang diterapkan terutama mempengaruhi karakteristik fraksi stearin. Dengan mengubah metode dan kondisi fraksinasi, akan didapatkan berbagai variasi stearin dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda. Namun, perbedaan sifat fisik dan kimia fraksi olein sangat minimal. Selain itu, berdasarkan nilai parameter kritis pada minuman emulsi di penelitian ini yaitu kadar βkaroten sebesar 399.07 ppm, masih mendekati kadar β-karoten minuman emulsi yang dibuat dengan olein hasil fraksinasi skala industri pada penelitian Surfiana (2002) sebesar 310.87 ppm (kisaran 300 ppm). Hal ini disebabkan karena perlakuan utama pada proses fraksinasi ialah proses
52
kristalisasi melalui penurunan suhu yang tidak menyebabkan degradasi komponen β-karoten secara signifikan seperti pada proses pemanasan. 3. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun telah mengalami proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan atau rasa yang dapat diterima oleh konsumen serta tidak memberikan kontraindikasi dan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan dalam jumlah yang dianjurkan (BPOM 2001). Menurut Muchtadi (2012), pangan fungsional harus mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu: (1) sensory (warna dan penampilannya menarik, citarasanya enak), (2) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan (3) physiological (memberikan pengaruh fisiologis menguntungkan bagi tubuh). Sedangkan, suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi makanan, mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak atau kombinasi dari beberapa bahan diatas. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet efervesen, tablet kunyah, serbuk, kapsul, kapsul lunak, granula, pastiles atau produk cair berupa tetes, sirup atau larutan (BPOM 1996) 4. Perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis Produk
Takaran Saji
Kadar Vitamin A (RE) per sajian 332.56
Pemenuhan AKG anakanak (350 RE) (%)
Takaran saji untuk memenuhi 100% AKG
Isi
Harga (Rp)
Minuman Emulsi Scott’s Emulsion Curcuma Plus Emulsion Sundown Naturals Nature Made Vitamin A
6.15 ml/ 5 gram 15 ml
Harga untuk memenuhi 100% AKG (Rp) 275
95
200 ml
Rp 8,500.00
85
24
6.47 ml/ 5.26 gram 62.5 ml
200 ml
7812
15 ml
85
24
62.5 ml
200 ml
Rp 25,000.00 Rp 25,000.00
1 soft gel
500
143
0.70 soft gel
100 soft gels
693
1 soft gel
800
228
0.44 soft gel
100 soft gels
Rp 99.000,00 Rp 205.000,00
7812
902
53
5. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu produk. Bahan baku biasanya mudah ditelusuri dalam suatu produk. Bahan baku biasanya mudah ditelusuri dalam suatu produk yang harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pembantu (Nafarin 2007). Definisi bahan tambahan pangan (BTP) versi the Food Protection Committee of the Food and Nutrition Board yang dikutip dalam buku Branen et al. (2002) adalah suatu substansi atau campuran substansi, selain dari ingredient utama pangan, yang berada dalam suatu produk pangan sebagai akibat dari suatu aspek produksi, pengolahan, penyimpanan, atau pengemasan (tidak termasuk kontaminan). Sedangkan bahan penolong adalah bahan, tidak termasuk peralatan, yang lazimnya tidak dikonsumsi sebagai pangan, digunakan dalam proses pengolahan pangan untuk memenuhi tujuan teknologi tertentu dan tidak meninggalkan residu pada produk akhir, tetapi apabila tidak mungkin dihindari, residu dan/atau turunannya dalam produk akhir tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan serta tidak mempunyai fungsi teknologi (BPOM 2015). 6. Pemilihan proses termal pasteurisasi didasari karakteristik minuman emulsi yang memiliki pH < 4.6 dan sensitif terhadap perlakuan panas tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan mutu seperti komponen bioaktif β-karoten yang dapat rusak karena pemanasan tinggi (Nollet 1992) dan sifat stabilitas emulsi yang dipengaruhi oleh suhu (Rita 2011). Selain itu, pemilihan suhu dan waktu pasteurisasi juga didasari penelitian Rita (2011) bahwa perlakuan pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit untuk minuman emulsi minyak sawit menghasilkan kestabilan emulsi terbaik (97.81%) dan jumlah mikroba yaitu 4X101 koloni/g, jauh dibawah batas maksimum SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair yaitu 1X105 koloni/g.
54
RIWAYAT PENULIS
Yos Rizal Prima Saputra dilahirkan di Magetan (Jawa Timur) pada 2 Desember 1993 dari pasangan Suyoto dan Wiwik Sri Lestari. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan di SDN Magetan 3 (1999-2005), SMPN 1 Magetan (2005-2008), SMAN 1 Magetan (2008-2011) dan program S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya sebagai Head of Training and Development Department (2012-2013), President (2013-2014) dan Steering Committee (2014-2015) di UKM IPB Debating Community (IDC) serta sebagai Staff Exchange Program Department (2011-2012) di UKM IAAS LC IPB dan Anggota Divisi Syi’ar Forum Bina Islami Fakultas Teknologi Pertanian (2012-2103). Beberapa prestasi di bidang kemahasiswaan juga pernah diraih penulis diantaranya adalah Juara 1 Musabaqah Debat Ilmiah Kandungan AlQur’an dalam Bahasa Inggris MTQ Mahasiswa Nasional 2015, Juara 1 Lomba Debat “Politik Ceria” 2015, Juara 3 Lomba Debat Marketing se-Jawa Bali 2015, 4th Novice Best Speaker Java Overland Varsities English Debating 2014 serta menjadi delegasi IPB ke berbagai kompetisi debat parlementer dalam Bahasa Inggris maupun kompetisi simulasi sidang PBB tingkat Internasional seperti United Asian Debating Championship (UADC) 2014 di Nanyang Technological University, Singapura, 23rd Harvard World Model United Nations 2014 di Brussels, Belgia dan 15th Geneva International Model United Nations di Geneva, Swiss. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa Unggulan Bank CIMB Niaga dan Kemdikbud RI sejak tahun 2011. Penulis melakukan kegiatan penelitian sebagai tugas akhir dengan topik “Proses Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri” di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center IPB dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, Msi.