PROSES EMULSIFIKASI DAN ANALISIS BIAYA PRODUKSI MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT MERAH
IRMA RITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produks i Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011 Irma Rita NIM F251070171
ABSTRACT
IRMA RITA. Emulsification Process and Cost Analysis of Beverage Emulsion Production of Red Palm Oil. Under Supervision of SUGIYONO, TIEN R. MUCHTADI and SUPRIHATIN. Beverage emulsion of red palm oil is one of the diversification of food products which has the advantage of high pro-vitamin A content. This beverage emulsion is an alternative product in preventing vitamin A deficiency that suffers many children. Beverage emulsion formulations had been studied previously by several researchers. This study was aimed to obtain a proper emulsification process condition and production cost analysis of red palm oil emulsion. In the emulsification process, the variable treatments were rotating speed of homogenizer of 6000 rpm, 8000 rpm, 10000 rpm and homogenization time of 1 minute, 3 minutes and 4 minutes. In the process of pasteurization, the variable treatments were temperature of 70oC, 80oC during 10 minutes and 15 minutes. The parameters observed were the emulsion stability, diameter of emulsion droplet (μm), microstructure and color. The results showed that the homogenizer rotation speed and the homogenization time affected the stability and emulsion droplet size. At rotating speed of homogenizer of 10000 rpm and homogenization time of 3 minutes the emulsion stability was the highest (98,59%) and the emulsion droplet size was the smallest (2,04 µm). Eligibility criteria for investments were the NPV Rp. 1.111.711.032, IRR 38%, the net B/C 1,18. The BEP was 29075 units (bottles) or Rp. 319.819.738.
Keyword: beverage emulsion, cost analysis, droplet size, red palm oil.
RINGKASAN
IRMA RITA. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah. Dibimbing oleh SUGIYONO, TIEN R. MUCHTADI dan SUPRIHATIN. Sejak tahun 2008, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia dengan produksi minyak sawit kasar (CPO) 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit mencapai 7,1 juta hektar. Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta ton dan pada tahun 2010 menjadi 21,2 juta ton. Minyak sawit memiliki zat gizi mikro yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Zat gizi mikro yang terkandung dalam minyak sawit adalah karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, skualen, triterpenil, dan hidrokarbon alifatik. Kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi merupakan keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 500 – 700 µg/g sedangkan tokoferol dan tokotrienol berkisar antara 600 – 1000 µg/g. Beta karoten dari kelompok karotenoid telah lama diketahui berfungsi sebagai provitamin A dan tokoferol berfungsi sebagai vitamin E. Penelitian membuktikan bahwa pemberian minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Untuk memanfaatkan produksi minyak sawit yang tinggi dan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit dapat dilakukan pembuatan minuman emulsi kaya beta karoten.. Penelitian minuman emulsi kaya beta karoten dari minyak sawit merah telah dilakukan beberapa peneliti antara lain tentang formulasi produk minuman emulsi kaya beta karoten dengan bahan baku CPO, formulasi minuman emulsi minyak sawit merah yang telah dideodorisasi, dan rheologi minuman emulsi minyak sawit merah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh kondisi proses emulsifikasi yang menghasilkan produk minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang tinggi dan melakukan analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang tinggi sebagai sumber beta-karoten dan dapat diterapkan di industri sehingga dihasilkan produk minuman emulsi sawit yang dapat dikonsumsi masyarakat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan beta karoten. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu (1) Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah; (2) Analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah. Proses emulsifikasi minuman emulsi dilakukan menggunakan rasio minyak dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, fruktosa 10%, flavor jeruk 1%, kalium sorbat 0,1%, dan BHT 200 ppm. Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan dengan perlakukan sebagai berikut: (1) Proses homogenisasi dengan perlakuan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm, 8000 rpm dan 10000 rpm selama 1
menit, 3 menit dan 4 menit; (2) Proses pasteurisasi dengan perlakuan suhu pasteurisasi 70oC, 80oC dan waktu pasteurisasi 10 menit dan 15 menit. Penelitian tahap dua, dilakukan analisis biaya produksi yang meliputi biaya investasi, biaya operasional, biaya bahan baku, biaya pemeliharaan dan penyusutan, biaya pokok produksi dan kriteria kelayakan investasi yang meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP) dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas emulsi semakin tinggi dengan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi. Kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi berpengaruh terhadap distribusi ukuran partikel dan diameter droplet emulsi. Semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer, partikel emulsi yang dihasilkan semakin kecil. Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,043,05µm. Pada kecepatan putaran homogenizer 10000 dan waktu homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi lebih baik dibandingan dengan penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm dan waktu 1 menit dan 3 menit. Meskipun berbeda secara signifikan pada distribusi ukuran droplet emulsi dan diameter partikel emulsi, hasil pengamatan mikroskopik emulsi tidak menunjukkan perbedaan. Suhu pasteurisasi berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi (P<0.05). Peningkatan suhu dan waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kecerahan (L) dan nilai b emulsi (P<0.05). Jumlah mikroba pada semua perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi adalah kurang dari 2,5 x 102 koloni/ml. Usaha minuman emulsi minyak sawit merah membutuhkan biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum berproduksi seperti biaya lahan dan bangunan, mesin dan alat serta perlengkapan. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 507.040.420, sedangkan biaya operasional dalam satu tahun sebesar Rp. 1.176.604.896. Biaya tetap untuk kapasitas produksi emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari atau 30.000 liter/tahun sebesar 166.474.896/tahun dan biaya variabel sebesar Rp. 791.130.000/tahun. Total biaya produksi selama satu tahun sebesar Rp. 957.604.896. Biaya pokok produksi emulsi sebesar Rp. 6.384/ 200 ml emulsi. Asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan analisis kelayakan finansil adalah: umur proyek 10 tahun, tingkat suku bunga pinjaman 15 %, kapasitas produksi 100 liter/hari, total hari kerja 300 hari/tahun, tingkat produksi pada tahun pertama 80% dan tahun kedua 90%, tahun berikutnya sampai tahun kesepuluh 100%, harga jual produk adalah Rp.11.000,- per kemasan (200 ml), biaya pemeliharaan mesin, alat dan bangunan 2% dari harga awal. Biaya penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus dengan nilai sisa mesin dan peralatan sebesar 10 persen dari nilai investasi awal. Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas ditentukan. NPV atau nilai kini bersih adalah manfaat bersih tambahan yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu. Nilai NPV yang diperoleh adalah Rp. 1.111.711.032. Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Nilai IRR yang diperoleh adalah 38%. Berdasarkan nilai IRR
maka proyek ini layak dilaksanakan karena jauh lebih tinggi dari bunga bank (15%). Kelayakan proyek juga ditentukan oleh nilai net B/C. Jika nilai net B/C lebih dari satu, proyek ini layak untuk direalisasikan dan jika nilainya kurang dari satu maka proyek ini tidak layak untuk direalisasikan. Nilai net B/C untuk proyek ini sebesar 1,18. Perhitungan BEP (break even point) dilakukan untuk mengetahui jumlah minimal unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh 29075 unit (botol) atau Rp. 319.819.738. Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1% diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 537.586.228, nilai IRR 19%, Net B/C 1,09 dan nilai BEP 35227 unit (botol) atau Rp. 352.268.179. Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku minyak sawit merah 15% diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 657.503.676, nilai IRR 24%, Net B/C 1,10 dan nilai BEP 33736 unit (botol) atau Rp. 371.093.479.
Kata kunci: minuman emulsi, analisis biaya, ukuran droplet, minyak sawit merah
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROSES EMULSIFIKASI DAN ANALISIS BIAYA PRODUKSI MINUMAN EMULSI MINYAK SAWIT MERAH
IRMA RITA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr
Judul Tesis
: Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah
Nama
: Irma Rita
NIM
: F251070171
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS Anggota
Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Eng Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Harsi Dewantarikusumaningrum, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 3 Agustus 2011
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah. Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada: 1. Dr. Ir. Sugiyono M.AppSc selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl Eng selaku anggota pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala pengorbanan curahan waktu dan tenaga, serta ilmu yang diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku penguji ujian tesis yang telah banyak memberi masukan dan saran yang berharga untuk lebih menyempurnakan karya ilmiah ini. 3. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas pendanaan penelitian ini melalui Program Hibah Pascasarjana. 4. Staf Laboratorium Departemen ITP FATETA IPB, teknisi Balai Besar Pascapanen dan staf Masyarakat Perkelapasawitan Indonesi (MAKSI). 5. Suami tercinta Rommy Sn dan anakku Muhammad Fachry, Mama, Papa, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman IPN 20072008. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya. Bogor, Agustus 2011
Irma Rita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Jati pada tanggal 21 Juni 1980 dari ayah Mustanir (Alm) dan ibu Hasni. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Tahun 2000 penulis masuk Universitas Andalas melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus sarjana pada bulan April 2005. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswi pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pangan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv PENDAHULUAN ............................................................................................... Latar Belakang ............................................................................................ Tujuan Penelitian ........................................................................................ Manfaat Penelitian ......................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... Minyak Sawit .............................................................................................. Minyak Sawit Merah ................................................................................... Karotenoid .................................................................................................. Sistem Emulsi dan Emulsifier ...................................................................... Homogenisasi ............................................................................................. Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ....................................................... Analisis Biaya .............................................................................................
5 5 7 11 13 17 19 20
METODE PENELITIAN ..................................................................................... Waktu dan Tempat ..................................................................................... Bahan dan Alat ............................................................................................ Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 1. Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ............... a. Proses Homogenisasi ..................................................................... b. Proses Pasteurisasi ......................................................................... 2. Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah H ... Rancangan Percobaan dan Analisis Data ..................................................... Analisis . ....................................................................................................... 1. Stabilitas Emulsi ................................................................................ 2. Ukuran Droplet Emulsi ...................................................................... 3. Penampakan Mikroskopis .................................................................. 4. Analisis Intensitas Warna .................................................................. 5. Analisis Total Mikroba ......................................................................
25 25 25 25 25 26 26 28 28 29 29 29 30 30 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ........................ 1. Proses Homogenisasi ......................................................................... a. Pengaruh Homogenisasi terhadap Stabilitas Emulsi ....................... b. Ukuran Droplet Emulsi .................................................................. c. Pengaruh Homogenisasi terhadap Penampakan Mikroskopik ....... 2. Proses Pasteurisasi ............................................................................ a. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Stabilitas Emulsi ......................... b. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Warna Emulsi ............................. c. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Total Mikroba .............................
33 33 33 34 35 41 42 44 45 48
Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah ................. 1. Biaya Investasi ................................................................................... 2. Biaya Operasional .............................................................................. 3. Biaya Bahan Baku .............................................................................. 4. Biaya Pemeliharaan dan Penyusutan ................................................... 5. Biaya Pokok Produksi ........................................................................ 6. Kriteria Kelayakan Investasi ............................................................... 7. Analisis Sensitivitas ...........................................................................
49 49 50 50 51 51 52 53
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 46 Kesimpulan ................................................................................................. 46 Saran ........................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48 LAMPIRAN ........................................................................................................ 54
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1
Standar mutu minyak sawit kasar (CPO) ...................................................
6
2
Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya ...............................
6
3
Komposisi karotenoid pada minyak sawit kasar ..........................................
7
4
Karakteristik minyak sawit merah jenis NRPO dan NDRPO .......................
9
5
Karakteristik minyak sawit merah ............................................................... 10
6
Aktivitas vitamin A beberapa jenis karoten ................................................. 13
7
Perbandingan tipe homogenizer
8
Komposisi minuman emulsi minyak sawit merah ..................................... 25
9
Keterangan warna Hue ............................................................................... 31
10
Rerata diameter partikel emulsi (d 32 ) ........................................................ 39
11
Jumlah mikroba pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi ..................... 49
12
Rekapitulasi biaya investasi ....................................................................... 49
13
Rekapitulasi biaya operasional ................................................................... 50
14
Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari .......................................................................... 51
15
Rekapitulasi biaya pokok produksi ............................................................. 52
16
Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi ............................................ 52
17
Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1% .................... 54
18
Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 15% ........................ 54
.............................................................. 18
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1
Buah sawit ................................................................................................ 5
2
Struktur molekul karotenoid ...................................................................... 11
3
Jenis-jenis kerusakan emulsi ...................................................................... 14
4
Struktur tween 80 ..................................................................................... 16
5
Produk minuman emulsi minyak sawit merah ........................................... 26
6
Diagram alir pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah ................. 27
7
Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator .............. 33
8
Hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenissasi terhadap stabilitas emulsi .......................................................................... 34
9
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm .................................................................................................. 36
10
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 8000 rpm .................................................................................................. 37
11
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 10000 rpm ................................................................................................ 38
12
Distribusi ukuran partikel emulsi pada waktu homogenisasi 4 menit ......... 39
13
Rerata diameter partikel emulsi (d 32 ) pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi ...................................................... 40
14
Partikel emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 200x, dengan kecepatan putaran homogenizer A. 6000 rpm B. 8000 rpm C. 10000 rpm dan lama homogenisasi a) 1 menit b) 3 menit c) 4 menit .................................................................................................. 42
15
Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi ............... 44
16
Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak sawit merah pada suhu dan waktu pasteurisasi ..................................................................................... 46
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1
Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap stabilitas emulsi ............................................................................................. 63
2
Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap rerata diameter partikel emulsi (d 32 ) ............................................................... 64
3
Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi ............................................................ 65
4
Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai L (kecerahan) emulsi ........................................... 66
5
Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai a emulsi ................................................................ 67
6
Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai b emulsi ............................................................... 68
7
Perincian modal investasi minuman emulsi minyak sawit merah .................... 69
8
Perincian biaya operasional minuman emulsi minyak sawit merah .................. 70
9
Perincian biaya penyusutan, pemeliharaan dan pajak ...................................... 71
10 Perhitungan harga pokok produksi .................................................................. 72 11 Rencana pengembalian pinjaman .................................................................... 73 12 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah .................................. 74 13 Proyeksi laba rugi minuman emulsi minyak sawit merah ............................... 75 14 Analisisi kelayakan minuman emulsi minyak sawit merah ............................. 76 15 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 9,1% ............................................................................................ 77 16 Proyeksi laba rugi minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 9,1% ........................................................................................... 78 17 Analisisi kelayakan minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 9,1% ........................................................................................... 79 18 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah pada kenaikan harga bahan baku 15% ............................................................................................ 80 19 Proyeksi laba rugi minuman emulsi minyak sawit merah pada kenaikan harga bahan baku 15% ............................................................................................. 81 20 Analisisi kelayakan minuman emulsi minyak sawit merah pada kenaikan harga bahan baku 15% .............................................................................................. 82 21 Data pengukuran particle size analyzer ........................................................... 83
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi dan luas areal sawit Indonesia telah melampaui Malaysia. Produksi minyak sawit kasar (CPO) Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, produksi CPO Indonesia 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit mencapai 7,1 juta hektar (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta ton. Pada tahun 2010 produksi CPO menjadi 21,2 juta ton, meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011). Produksi minyak sawit di Indonesia sebagian besar didukung oleh perkebunan kelapa sawit rakyat. Lebih kurang 37% dari seluruh areal kelapa sawit di Indonesia adalah perkebunan rakyat, sedang sisanya diusahakan oleh pemerintah dan swasta. Devisa yang diperoleh dari ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2011 mencapai US$ 11,61 milyar, naik 17,75% atau US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011). Menurut WHO (World Health Organization), konsumsi per kapita minyak dan lemak pangan minimal 12 kg per tahun dan kebutuhan konsumsi Indonesia adalah sebesar 13 kg per tahun pada tahun 2006 dan meningkat sebesar 1% setiap tahunnya (Goei 2008). Peningkatan konsumsi dan produksi ini perlu didukung oleh pengolahan minyak sawit untuk menghasilkan komoditas sawit yang beraneka ragam. Minyak sawit memiliki banyak keunggulan. Keunggulan utama minyak sawit adalah kandungan mikronutriennya yang tinggi sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi healthy oil, yang diproses dan dikendalikan sedemikian rupa sehingga kandungan nutrisi yang ada di dalamnya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Zat gizi mikro yang terkandung dalam minyak sawit mentah yaitu karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, skualen, triterpenil, dan hidrokarbon alifatik (Nagendran et al. 2000).
2
Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 500 – 700 µg/g sedangkan tokoferol dan tokotrienol berkisar antara 600 – 1000 µg/g (Choo 1994). Beta karoten dari kelompok karotenoid telah lama diketahui berfungsi sebagai provitamin A dan tokoferol berfungsi sebagai vitamin E. Karotenoid pada minyak sawit antara lain berfungsi untuk menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan imunitas tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif (Berger 1988). Namun karotenoid mempunyai sifat mudah rusak pada pengolahan suhu tinggi, cahaya
seperti yang terjadi pada proses
pengolahan minyak sawit menjadi bahan baku minyak makan yang memiliki beberapa tahapan pemurnian, yaitu proses degumming, deasidifikasi, pemucatan (bleaching), deodorisasi, dan fraksinasi. Dalam proses ini semua pengotor berupa senyawa fosfatida (gum), asam-asam lemak bebas, produk-produk oksidasi, logam, komponen-komponen bau, termasuk warna dihilangkan/ dikurangi untuk mendapatkan minyak yang jernih, tidak berbau, berwarna keemasan, serta bersifat stabil. Minyak sawit merah merupakan hasil ekstraksi serabut daging (mesokarp) buah tanaman kelapa sawit dengan melakukan pengendalian pada beberapa parameter proses seperti tanpa proses pemucatan (bleaching) dan tanpa melalui proses suhu tinggi sehingga diperoleh minyak sawit yang berwarna merah dan kandungan karotenoid dan vitamin E khususnya, dapat dipertahankan. Untuk memanfaatkan produksi minyak sawit yang tinggi dan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit merah dapat dilakukan dengan pembuatan minuman emulsi. Penelitian Muhilal (1991) membuktikan bahwa pemberian minyak sawit merah sebanyak 4 g per anak per hari dapat mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Penelitian minuman emulsi kaya beta karoten dari minyak sawit merah telah dilakukan oleh Saputra (1996) tentang formulasi produk minuman emulsi kaya beta karoten dengan bahan baku minyak sawit yang masih berupa minyak sawit kasar (CPO). Produk yang dihasilkan cukup kental sehingga secara organoleptik panelis menunjukkan respon kurang menyukai.
3
Surfiana (2002) melakukan formulasi minuman emulsi menggunakan minyak sawit merah yang telah dideodorisasi sehingga memiliki aroma yang lebih disukai dan Sabariman (2007) tentang rheologi minuman emulsi minyak sawit merah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang proses emulsifikasi dan analisis biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah.
Tujuan Penelitian 1. Memperoleh kondisi proses emulsifikasi yang tepat untuk menghasilkan produk minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang tinggi 2. Memperoleh biaya produksi minuman emulsi minyak sawit merah
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan minuman emulsi minyak sawit merah dengan kestabilan yang tinggi sebagai sumber beta-karoten dan dapat diterapkan di industri sehingga dihasilkan produk minuman emulsi sawit yang dapat dikonsumsi masyarakat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan beta-karoten yang direkomendasikan (vitamin A : 200.000 IU/gram/bulan/orang dan lutein : 6 mg/hari). Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Meningkatkan nilai tambah minyak sawit merah dan diversifikasi produk hilir berbahan baku minyak sawit 2. Meningkatkan status kesehatan masyarakat
4
5
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Sawit Minyak sawit berasal dari ekstraksi buah tanaman kelapa sawit. Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan minyak inti sawit dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit (Ketaren 2005). Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β, γ-, karoten dan xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid. Gambar buah sawit dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Buah sawit
Pengolahan serabut kelapa sawit menjadi minyak sawit dilakukan melalui tahap ekstraksi, pemurnian, dan fraksinasi. Secara umum, ekstraksi dilakukan dengan cara pengepresan, pemurnian dilakukan dengan cara menghilangkan gum dan kotoran lain, penyabunan untuk memisahkan asam lemak bebas, pemucatan untuk menghilangkan warna merah minyak, dan selanjutnya deodorisasi untuk menghilangkan bau minyak; dan fraksinasi untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair minyak yang dilakukan melalui proses pendinginan (Ketaren 2005). Standar kualitas minyak sawit kasar (CPO) menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Ooi et al. (1996) dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Standar mutu minyak sawit kasar (CPO) Karakteristik Warna Kadar air Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) Kadar β-karoten Kadar tokoferol
Persyaratan mutu Jingga kemerahan a) Maksimal 0,5% a) Maksimal 5 a) 500-700 ppm b) 700-1000 ppm c)
a) SNI 01-2901-2006; b) Ooi et al. 1996; c) Chow 2001.
Komponen utama dari CPO adalah triasilgliserol (94%), sedangkan sisanya berupa asam lemak bebas (3-5%), dan komponen minor (1%) yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, squalen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yaitu memiliki komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, terutama asam palmitat (40-46%) dan asam oleat (39-45%) (Ooi et al. 1996). Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi yaitu 64oC, sehingga pada suhu ruang minyak sawit berbentuk semi padat (Belitz & Grosh 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding dengan asam palmitat yaitu 14oC (Ketaren 2005). Komposisi asam lemak minyak sawit secara lengkap disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya Jenis asam lemak Asam Kaprat (C 10:0) Asam Laurat (C 12:0) Asam Miristat (C 14:0) Asam Palmitat (C16:0) Asam Stearat (C18:0) Asam Oleat (C18:1) Asam Linoleat (C18:2) Asam Linolenat (C18:3) Ketaren (2005)
Komposisi (%) 1-3 0-1 0,9-1,5 39,2-45,8 3,7-5,1 37,4-44,1 8,7-12,5 0-0,6
Titik cair (oC) 31,5 44 58 64 70 14 -11 -9
7
Selain memiliki komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, minyak sawit juga memiliki komponen zat gizi minor yang memiliki peran fungsional, terutama yaitu karotenoid dan tokoferol (termasuk tokotrienol). Kadar karotenoid dalam CPO adalah 500-700 ppm. Sebagian besar karotenoid dalam CPO terdiri dari β-karoten dan α-karoten (jumlahnya mencapai 90% dari total karotenoid CPO); dan sejumlah kecil γ-karoten, likopen dan xantofil (Ooi et al. 1996). Komposisi karotenoid dalam CPO dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi karotenoid pada minyak sawit kasar Komponen β-karoten α-karoten γ-karoten δ-karoten ζ-karoten Cis- α-karoten Cis- β-karoten Phytoene Lycopen Basiron (2005)
Jumlah (%) 56,02 35,16 0,33 0,83 0,69 2,49 0,68 1,27 1,30
Minyak Sawit Merah Secara umum, minyak sawit merah dibuat dengan proses yang hampir sama dengan minyak goreng yaitu melalui serangkaian proses pemurnian CPO seperti tahap degumming, neutralizing, bleaching, dan deodorizing (Anderson 1996). Pada proses pemurnian CPO, terkadang satu atau lebih dari tahapan tersebut tidak dilakukan tergantung tujuan dan jenis minyak yang diinginkan. Untuk mendapatkan minyak sawit merah, proses bleaching tidak dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan karoten secara maksimal (Riyadi 2009). Menurut Kataren (2005) arang aktif (bleacing agent) sebesar 0,1-0,2% dari berat minyak dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat dalam minyak sawit kasar. Proses degumming pada pemurnian CPO bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas pada minyak (Allen 1997). Kemudian dilakukan proses netralisasi (deasidifikasi), yaitu proses penetralan asam lemak bebas
8
dengan menggunakan suatu alkali (Anderson 1996). Degumming perlu dilakukan sebelum proses neutralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah atau lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak (Ketaren 2005). Widarta (2008) melakukan proses degumming dengan memanaskan CPO hingga suhu 80oC, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak 0,15% dari berat CPO sambil di aduk perlahan (56 rpm) selama 15 menit. Setelah proses degumming, dilakukan proses deasidifikasi. Proses yang optimum untuk deasidifikasi, yaitu pada suhu 61 ± 2oC selama 26 menit dengan penambahan larutan NaOH konsentrasi 16oBe. Dari tahap ini didapatkanlah NRPO (neutralized red palm oil). Selanjutnya NRPO yang dihasilkan dilakukan proses deodorisasi yang bertujuan untuk menghilangkan komponen volatil yang menimbulkan bau pada minyak (Anderson 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2009) mendapatkan hasil bahwa proses deodorisasi NRPO yang optimum dilakukan dengan menghomogenisasikan NRPO dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46 ± 2oC kemudian dipanaskan dalam kondisi vakum hingga suhu 140oC selama 1 jam dan laju alir N 2 dijaga konstan pada 20 L/jam. Lalu dilakukan pendinginan sampai suhu 60oC pada kondisi vakum, maka dihasilkan NDRPO (neutralized and deodorized red palm oil). Karakteristik minyak sawit merah jenis NDRPO (Neutraliized Deodorized Red Palm Oil) hasil penelitian Riyadi (2009) yang diperoleh dari CPO yang diolah lebih lanjut melalui proses deasidifikasi dengan NaOH 16oBe pada suhu 61oC selama 20 menit dan diikuti proses deodorisasi untuk menghilangkan komponen volatil yang mengakibatkan bau yang tidak dikehendaki dengan pemanasan vakum pada suhu 140oC selama 1 jam dapat dilihat pada Tabel 4.
9
Tabel 4 Karakteristik minyak sawit merah jenis NRPO dan NDRPO Parameter Kadar air (%) Kadar asam lemak bebas (%) Kadar β-karoten (mg/kg) Bilangan peroksida (meq/kg)
NRPO 0,34±0,31 0,484±0,15 535,64±21,90 5,29±1,19
NDRPO 0 0,490±0,15 375,33±22,87 0,12±0,03
Riyadi (2009)
NDRPO yang dihasilkan masih mengandung fraksi olein dan stearin. Oleh sebab itu perlu dilakukan proses fraksinasi yaitu proses pemisahan berbagai trigliserida menjadi satu atau lebih fraksi dengan menggunakan perbedaan kelarutan trigliserida, yang tergantung pada berat molekul dan derajat ketidakjenuhan. Fraksinasi dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 50oC dan penurunan suhu perlahan-lahan sampai tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum (Weiss 1983). Asmaranala (2010) melakukan optimasi proses fraksinasi membran filter press. Kondisi proses fraksinasi yang digunakan yaitu pemanasan hingga 75oC selama 30 menit dengan kecepatan agitasi 30 rpm, holding pada 75oC selama 15 menit dengan kecepatan agitasi 30 rpm, pendinginan hingga 35oC selama 3 jam dengan kecepatan agitasi 8 rpm, holding 35oC selama 3 jam dengan kecepatan agitasi 8 rpm, pendinginan hingga 15oC selama 3 jam dengan kecepatan agitasi 8 rpm, holding pada 15oC selama 6 jam dengan kecepatan agitasi 8 rpm, dan separasi menggunakan membran filter press. Fraksinasi dengan kondisi proses ini menghasilkan olein dengan rendemen 45,15%, kadar air 0,02%, kadar asam lemak bebas 0,14%, total karotenoid 382,60 ppm, bilangan peroksida 3,94 meq O2/kg sampel, dan bilangan iod 54,85g iod/100 g sampel. Karakteristik minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 5.
10
Tabel 5 Karakteristik minyak sawit merah Parameter Jumlah Kadar air (%) 0,02 Kadar asam lemak bebas (%) 0,14 Total karotenoid (ppm) 382,60 Bilangan peroksida (meq/kg) 3,94 Asmaranala (2010)
Produk-produk yang dihasilkan dari prosedur pemurnian khusus dan diberi label sebagai minyak makan merah (red cooking oil) terdapat di pasaran asia: ”Carotino Cooking Oil dan Nutrolein Golden Palm oil” merupakan produk utamanya. Nutrolein sebagai contoh (yang dihasilkan oleh Unitata Berhad di Malaysia) adalah suatu superolein yang dihasilkan lewat fraksionasi kering, CPO berkualitas tinggi yang dirafinasi secara kimia. Kadar karotenoidnya dilaporkan di atas 800 ppm, dengan konsentrasi vitamin E superior mencapai 900 ppm. Kualitas minyak yang sama juga terdapat di pasaran Amerika Latin seperti Sioma Oil (dihasilkan oleh Danec S.A. di Ekuador), yaitu minyak sawit dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi, yang diperoleh dari varietas sawit hibrida. Gambar 2 berikut memperlihatkan produk Carotino yang dihasilkan oleh Malaysia. Minyak sawit merah kaya β-karoten telah digunakan dalam studi intervensi dietary untuk meningkatkan kemungkinan peranannya dalam pencegahan defisiensi vitamin A. Di India, anak-anak 5-10 tahun dengan keratomalacia diberikan 2 kali sehari emulsi yang mengandung minyak sawit merah. Setiap dosis mengandung 0,6 ml minyak sawit merah dan terapi dilanjutkan selama 15 hari. Perlakuan minyak sawit merah menunjukkan hasil yang baik dibandingkan hasil yang diperoleh dari perlakuan kelompok pasien lain dengan menggunakan minyak hati ikan yang mengandung dosis vitamin A yang serupa. Berdasarkan hasil yang diperoleh telah direkomendasikan bahwa negara berkembang seharusnya tidak ada keraguan dalam membuat strategi untuk meningkatkan penggunaan minyak sawit merah dalam menghadapi defisiensi vitamin A (Sundram 2007).
11
Karotenoid Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga yang larut dalam minyak serta tersebar luas di alam (Meyer, 1982). Karotenoid mempunyai struktur alifatik, alifatik-asiklik, atau aromatik yang terdiri dari lima karbon unit isoprene, umumnya delapan, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C-1 dan C-6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C-1 dan C-5. Struktur molekul karotenoid dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Struktur molekul karotenoid
Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu (1) golongan karoten yang tersusun dari unsur-unsur atom C d an H, sep erti α-karoten, β-karoten, γ-karoten dan likopen, (2) golongan oksikaroten atau xantofil yang tersusun oleh unsur C,H dan OH seperti lutein, violasantin, neosamtin, zeasantin, kriptosantin, kapsantin, dan torulahordin. Berdasarkan fungsinya karotenoid dapat dibagi atas dua golongan, yaitu yang
12
bersifat nutrisi aktif seperti β-karoten dan non nutrisi aktif seperti fukosantin, neosantin, dan violasantin (Klaui dan Bauernfeind, 1981). Menurut Meyer (1982), karotenoid memiliki beberapa sifat fisika dan kimia antara lain bersifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzene, karbon disulfide, dan petroleum eter, tidak larut dalam etanol dan methanol dingin, tahan dalam keadaan panas apabila dalam keadaan vakum, peka terhadap oksidasi, autooksidasi dan cahaya, dan mempunyai ciri khas absorpsi cahaya. Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang mempengaruhi karotenoid selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara maupun perubahan struktur oleh panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida, dan bahan pengoksidasi lainnya. Reaksi oksidasi dapat menyebabkan hilangnya warna karotenoid dalam makanan. Panas akan mendekomposisi karotenoid dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami perubahan. Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat pada bahan-bahan nabati seperti pada sayuran berwarna hijau, buah-buahan berwarna kuning dan merah serta minyak sawit. Minyak sawit merupakan sumber karotenoid terbesar untuk bahan nabati. Kadar karotenoid dalam minyak sawit yaitu 60.000 µg/100 g atau 500-700 ppm di dalam minyak sawit mutu regular. Karotenoid minyak sawit terdiri dari α-karoten (30-35%), β-karoten (60-65%), dan karoten lain seperti γ-karoten, likopen, xanthofil, γ-zeakaroten (5-10%) (Ketaren 2005 ). Tubuh mempunyai kemampuan mengubah sejumlah karoten menjadi vitamin A (retinol) sehingga karoten disebut provitamin A (Winarno 1997). Aktivitas karotenoid sebagai provitamin A berbeda sesuai jenis karotenoidnya. βkaroten memiliki aktivitas provitamin A yang paling tinggi dibandingkan dengan karoten lainnya. Beberapa jenis karoten beserta aktivitas vitamin A nya dapat dilihat pada Tabel 6.
13
Tabel 6 Aktivitas vitamin A beberapa jenis karoten Jenis karotenoid β-karoten α-karoten γ-karoten β-zeakaroten 3,4 dehidro-β-karoten Β-karoten-5,6-mono epoksida
Aktivitas vitamin A (%) 100 50-54 42-50 20-40 75 21
Dalam tu buh, sekitar 7 5 %d ari β-karoten akan diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15’15 β-karotenoid oksigenase sedangkan 25% dari β-karoten akan diabsorpsi dalam bentuk utuh pada mukosa usus. Fungsi utama vitamin A adalah dalam proses penglihatan (Fennema 1996). Selain itu, karoten juga berfungsi untuk mencegah kebutaan (xerophtalmia) dan penyakit katarak; mencegah penyakit kanker terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan; mengurangi risiko penyakit jantung koroner; memusnahkan radikal bebas dan anti penuaan dini; dan meningkatkan imunitas tubuh (Sundram 2007).
Sistem Emulsi dan Emulsifier Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0,1 µm atau 0,1-50 μm. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (deMan 1997). Terdapat dua tipe emulsi yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Jika fase lipolitik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi minyak dalam air dan sebaliknya jika fase hidrofilik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi air dalam minyak (Noerono 1990). Dispersibilitas atau daya larut emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, emulsinya dapat diencerkan dengan air, dan sebaliknya bila medium dispersinya lemak, emulsinya dapat diencerkan dengan minyak atau lemak.
14
Suryani (2000) menyebutkan bahwa suatu sistem emulsi pada dasarnya adalah suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi tersebut pecah. Kekuatan dan kekompakan lapisan antar muka adalah sifat yang penting yang dapat membentuk stabilitas emulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem emulsi akan berdampak apabila dilakukan perubahan atau modifikasi pada lapisan antar muka tersebut. Kerusakan atau destabilisasi emulsi terjadi melalui tiga mekanisme utama yaitu kriming, flokulasi dan koalesen. Kriming merupakan proses pemisahan yang terjadi akibat terjadi karena gerakan-gerakan ke atas/ke bawah, hal ini terjadi karena gaya gravitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flokulasi merupakan agregasi dari droplet. Pada flokulasi tidak terjadi pemusatan film antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula tetap, terjadinya flokulasi akan mempercepat terjadinya kriming. Koalesen adalah penggabungan globula-globula menjadi globula yang lebih besar. Pada tahap ini terjadi pemusatan film antar permukaan sehingga ukuran globula berubah. Jenis-jenis kerusakan emulsi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Jenis-jenis kerusakan emulsi (McClements 2004)
Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang besarnya bergantung pada komposisi emulsi dan metode pengolahan. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan konsentrasi bahan pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa terdispersi dan fasa pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa terdispersi terhadap
15
fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau pengocokan, penguapan dan suhu. Emulsi merupakan sistim yang tidak stabil. Oleh karena itu dibutuhkan dua hal untuk membentuk emulsi stabil, yaitu penggunaan alat mekanis untuk mendispersikan sistem dan penambahan bahan penstabil/pengemulsi untuk mempertahankan sistem tetap terdispersi ( Bergenstahl dan Claesson 1990). Pemilihan pengemulsi atau emulsifier sangat penting dalam pembentukan emulsi. McClements (2004) menyatakan bahwa ada beberapa peranan penting emulsifier selama proses homogenisasi yakni menurunkan tegangan antar muka antara fase air dengan fase minyak sehingga mengurangi energi bebas yang diperlukan untuk mengubah dan mengacaukan droplet, serta membentuk coating yang protektif disekeliling droplet yang akan mencegah koalesen. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air. Bila emulsifier tersebut lebih larut atau terikat pada air maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w). Untuk lebih menjelaskan bagaimana kerja emulsifier akan diberikan ilustrasi sebagai berikut: bila butir-butir lemak telah terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemak yang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Bagian molekul emulsifier yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut (air). Emulsifier yang banyak terdapat di alam adalah fosfolipida, lesitin (fosfatidilkolina) dan fosfatidil etanolamina yang dikenal sebagai emulsifier alami. Selain itu gelatin dan albumin (putih telur) adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur sebagai emulsifier yang kuat. Emulsifier
buatan
terdiri
dari
monogliserida,
misalnya
gliseril
monostearat. Emulsifier biasanya dibuat dbuat dengan cara alkoholisis atau esterifikasi secara langsung. Beberapa contoh emulsifier buatan antara lain ester dari asam lemak sorbitan yang dikenal dengan SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak (w/o), dan ester dari polioksietilena sorbitan dengan
16
asam lemak yang dikenal sebagai TWEEN yang dapat membentuk emulsi minyak dalam air (o/w). Emulsifier tween 80 merupakan nama komersial dari polysorbate 80 atau polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat (C 64 H 124 O 26 ). Tween 80 adalah surfaktan non ionic yang dibuat dengan mereaksikan span dengan etilen oksida. Span merupakan pengemulsi lipofilik dan ionic yang dibuat dengan mereaksikan sorbitol dengan asam lemak. Tween 80 mempunyai gugus hidrofilik yaitu grup polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida dan gugus lipofilik yaitu asam oleat. Istilah tween 80 menunjukkan bahwa emulsifier ini memiliki jumlah gugus hidrofilik 20% dan gugus lipofilik 80%. Tween 80 merupakan cairan kental dengan nilai kekentalan 300-500 centistokes, berwarna kuning, bersifat sangat larut dalam air, larut dalam minyak, dan pelarut lain seperti etnol, etil asetat, methanol dan toluene. Struktur molekul tween 80 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur tween 80
Tween 80 digunakan sebagai emulsifier dalam produk pangan seperti es krim untuk meningkatkan homogenitas adonan, melembutkan tekstur dan menjaga es krim agar tidak cepat meleleh [Anonim 2009]. Selain itu, tween 80 juga dapat digunakan sebagai emulsifier dalam produk minuman emulsi. Surfiana (2002) dan Sabariman (2007) menggunakan tween 80 sebagai emulsifier dalam pembuatan produk minuman emulsi dari minyak sawit merah. Tween 80 aman untuk dikonsumsi dan bersifat non karsinogenik. Masyarakat Amerika dan Eropa
17
biasanya mengkonsumsi tween 80 yang ada dalam produk pangan hingga 0,1 gram/hari.
Homogenisasi Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi. Homogenisasi didalam teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspensi dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap yaitu pertama pengecilan ukuran droplet pada fase bagian dalam dan kedua yang merupakan tahap simultan pendistribusian droplet kedalam fase kontinu (Wirakartakusumah 1992). Alat yang dirancang untuk melakukan proses emulsi disebut homogenizer (Loncin & Merson dalam McClements 2004). Menurut Widodo (2003) hal-hal yang perlu dipertimbangkan selama proses homogenisasi yaitu: (1) diameter globula lemak yang dihasilkan dari proses homogenisasi tidak boleh terlalu kecil (terlalu luas permukaan globula baru yang dihasilkan, (2) homogenisasi dilakukan pada suhu yang relatif tinggi (68-70oC). Semakin tinggi suhu homogenisasi maka akan semakin sedikit material pembentuk membran yang diperlukan untuk membentuk membran baru, (3) penambahan material pembentuk membran. Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi antara lain tipe emulsi yang digunakan, suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran droplet yang kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa terdispersi. Sebagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan emulsifier dapat meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-droplet akan menyebabkan koalesen. Pengemulsian juga membutuhkan waktu homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata. Pemilihan homogenizer untuk aplikasi bergantung beberapa faktor, yaitu volume sampel yang dihomogenisasi, keluaran yang diinginkan, konsumsi energi, karakteristik komponen fasanya, prediksi biaya, biaya proses. Setelah pemilihan
18
homogenizer yang cocok, kemudian dicari kondisi operasi yang optimum untuk alat tersebut, diantaranya yaitu aliran, tekanan, perbedaan kekentalan, suhu, waktu homogenisasi dan kecepatan putaran (McClements 2004). Penggunaan homogenizer untuk menyatukan fasa minyak dan air pada emulsi yang memiliki droplet diatas 2µm dapat menggunakan homogenizer highspeed blender. Untuk aplikasi industri yang menggunakan cairan berviskositas tinggi (0,1 < ᶯc < 1 Pa.s), tipe homogenizer coloid mill sangat efisien digunakan. Untuk bahan cairan yang memiliki kekentalan rendah dapat menggunakan homogenizer tipe high presure atau ultra sonic jet homogenizer. Perbandingan tipe homogenizer dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Perbandingan tipe homogenizer Tipe
Produksi
Energi
Viskositas sampel
Tinggi
Droplet minimum 0,1 µm
High-pressure homogenizer High-speedblender Colloid mill Ultrasonic probe Ultrasonic-jet homognizer Microfluidation Membraneprocessing
Continuous Batch Continuous Batch Continuous
Rendah Menengah Rendah Tinggi
2,0 µm 1,0 µm 0,1 µm 1,0 µm
Rendah ke sedang Sedang ke tinggi Rendah ke sedang Rendah ke sedang
Continuous Bacth/Continuous
Tinggi Tinggi
< 0,1 µm 0,3 µmm
Rendah ke sedang Rendah ke sedang
Rendah ke sedang
McClements (2004)
Menurut Wirakartakusumah (1992) rotor-stator homogenizer bekerja pada tekanan yang lebih rendah sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit, bila partikel ingin lebih dikecilkan ukurannya, sejumlah energi tambahan tetap harus diberikan dari luar. Energi yang dibutuhkan untuk memecah droplet atau partikel datang dari rotor yang juga memutar alat pengaduk (disc). Prinsip kerja homogenizer rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan stator (diam) menjadi partikel yang lebih kecil.
Menurut
Tangsuphoom dan Coupland (2005) ukuran minimum droplet dalam emulsi yang dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor stator ± 2µm.
19
Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah Minuman emulsi ini diklasifikasikan sebagai emulsi minyak dalam air (O/W). Pada fase minyak terdapat komponen utama minyak, sedangkan pada fase air biasanya terdapat pengemulsi/penstabil, asam, pengawet, flavor, dan pewarna. Formula dasar untuk pembuatan minuman emulsi terdiri dari air, minyak, dan bahan pengemulsi (emulsifier), sedangkan bahan lainnya tergantung kebutuhan sesuai dengan produk emulsi akhir yang diinginkan. Produk minuman emulsi dengan bahan dasar minyak sawit merah yang kaya β-karoten telah diteliti oleh Saputra (1996), Surfiana (2002) dan Sabariman (2007). Penelitian Saputra (1996) membuat minuman emulsi dengan bahan baku CPO, dari segi penerimaan panelis rasa minuman emulsi tersebut kurang disukai. Penelitian Surfiana (2002) membuat minuman emulsi dengan bahan baku minyak sawit merah dan menghasilkan minuman emulsi yang stabil sebagai berikut : pengemulsi tween-80 1% (rasio minyak dan air 7 : 3) atau pengemulsi sukrosa ester asam lemak tipe S-1570, P-1570, dan campuran ester asam lemak ber-HLB 15 masing-masing 1% (rasio minyak dan air adalah 6 : 4); bahan tambahan lainnya adalah pengawet benzoate (0,2%), antioksidan BHT (200 ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10-15%), dan flavor jeruk (1-1,5%). Penelitian Sabariman (2007) menghasilkan formulasi minuman emulsi minyak sawit merah yang terbaik sebagai berikut : pengemulsi sukrosa ester asam lemak HLB-15 baik campuran maupun tunggal (tipe S-1570 dan P-1570) dengan rasio minyak dan air 6 : 4. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan adalah pengawet benzoate (0,2%), antioksidan BHT (200 ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10%), dan flavor jeruk (1,5%). Hasil pengamatan dipasaran terdapat jenis minuman emulsi dengan bahan dasar minyak ikan kod yang kaya vitamin A dengan nama dagang “Scott’s Emulsion dan “Curcuma Plus Emulsion”.
Selain itu terdapat juga minuman
emulsi dengan nama dagang Vidoran Emulsion dan Curvit Emulsion.
20
Analisis Biaya Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi atau kelak terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat digolongkan dalam beberapa cara, antara lain penggolongan atas objek pengeluaran,
penggolongan atas dasar
fungsi pokok
pada perusahaan,
penggolongan atas hubungannya dengan pusat biaya dan penggolongan biaya berdasarkan perubahan biaya terhadap perubahan volume produk atau kegiatan (Simangunsong, 1989 dalam Revinaldo, 1992). Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan, biaya digolongkan atas biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. Biaya langsung dan biaya tidak langsung adalah penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan produk, sedangkan penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel. Selanjutnya William (1973) dalam Revinaldo (1992) menyatakan, bahwa biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi, sedangkan biaya semi variabel berubah tidak sebanding dengan volume produksi. Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan.
Biaya Pokok Produksi Menurut Manullang (1980) dalam Adhipratiwi (2001), biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat digunakan. Sedangkan menurut Wasis (1988) dalam Adhipratiwi (2001), biaya pokok adalah biaya yang tidak dapat dihindarkan yang dapat dipakai dalam proses produksi yang dapat diperhitungkan. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa biaya pokok adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang dan jasa sampai barang tersebut dapat digunakan atau dijual di pasar. Menurut Wasis (1988) dalam
21
Adhipratiwi (2001), tujuan perhitungan biaya pokok adalah (a) menentukan harga penjualan, (b) menentukan laba atau rugi perusahaan, (c) menetapkan kebijaksanaan perusahaan, (d) memberikan penilaian di dalam neraca, dan (e) menentukan efisiensi perusahaan. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan. Biaya poko dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: BP
= Biaya Pokok (Rp/tahun)
B
= Biaya Total (Rp/tahun)
PT
= Produksi Total (Rp/tahun)
Analisis Titik Impas Titik impas (break event point) adalah suatu titik dimana terjadi keseimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Di luar titik tersebut, kondisi alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan (Pramudya dan Dewi, 1992). Titik impas disebut juga batas kritis usaha. Maksudnya adalah kapasitas atau volume produksi yang dapat menghasilkan pemasukan atau pendapatan sekedar cukup untuk menutupi biaya total.
Analisis Kelayakan Finansial Pembangunan proyek bertujuan untuk memperoleh berbagai manfaat (termasuk keuntungan) yang nilainya lebih besar dari nilai faktor produksi yang ditanamkan pada proyek tersebut. Analisis finansial dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut. Menurut Gray et al. (1993) untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi yang sering digunakan adalah Break Even Point (BEP), Net Present Value NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio, dan analisis sensitivitas.
22
a. Net Present Value Net Present Value (NPV) yaitu seluruh angka net cash flow yang digandakan dengan discount faktor yang telah ditentukan. Menurut Gray et al. (1985), untuk menghitung NPV dapat digunakan rumus:
Keterangan: NPV
= Net Present Value (NPV)
n
= Umur Produksi (tahun)
t
= Tahun ke-t
B
= Manfaat (Rp/tahun)
C
= Biaya (Rp/tahun)
i
= Discount faktor (% tahun)
Jika
: NPV > 0 proyek menguntungkan NPV = 0 proyek tidak menguntungkan / merugi NPV < 0 proyek merugikan
b. Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal, yaitu suatu tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik dengan biaya investasi.
Keterangan: IRR
= Internal Rate of Return (IRR)
i1
= Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat positif (%)
i2
= Tingkat bunga pada saat NPV yang didapat negatif (%)
IRR adalah tingkat bunga yang membuat NPV = 0 Jadi, bila IRR≥
discount factor proyek menguntungkan sehingga proyek layak untuk dikembangkan
Dan, bila IRR < discount factor proyek merugikan sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan
23
c. Benefit Cost Ratio (B/C) Benefit Cost Ratio (B/C), yaitu nilai perbandingan antara jumlah nilai manfaat dan nilai biaya. Nilai manfaat didapat dari hasil penjualan dan nilai sisa alat. Sedangkan nilai biaya adalah didapat dari biaya investasi dan biaya tahunan untuk perawatan dan pemeliharaan. Benefit Cost Ratio (B/C) terdiri dari dua jenis, yaitu Net B/C dan Gross B/C. Namun Gross B/C dianjurkan untuk tidak digunakan dalamanalisis benefit cost. Menurut Gray et al. (1993), untuk menghitung Net B/C dapat digunakan rumus:
Dimana:
Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah nilai sekarang (NPV) yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang (NPV) yang bernilai negatif Jika:
B/C > 1 proyek menguntungkan B/C = 1 proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya (tercapai titik impas) B/C < 1 proyek merugikan, sehingga proyek tidak layak untuk dikembangkan
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mempelajari kemungkinan terjadinya perubahan dalam penyelesaian optimal sebagai akibat adanya perubahan dari model semula. Pramudya dan Dewi (1992) menyatakan bahwa analisis ini dilakukan apabila terjadi kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat dan
24
kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak (Gittinger 1986) .
25
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai Januari 2011 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Cimanggu Bogor, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB, Laboratorium Pilot Plant Seafast Center Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak sawit merah yang diperoleh dari Seafast Center IPB, emulsifier Tween 80, flavor jeruk, pemanis sirup fruktosa, pengawet kalium sorbat, antioksidan butil hidroksi toluen (BHT), air mineral. Alat-alat yang digunakan adalah homogenizer rotor stator untuk pembuatan minuman emulsi, partikel size analyzer merk Coulter LS 100Q, timbangan, stopwatch dan alat-alat gelas.
Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan sebagai berikut: 1. Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah Minuman emulsi minyak sawit merah dibuat dengan menggunakan formula Surfiana (2002). Komposisi minuman emulsi minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Komposisi minuman emulsi minyak sawit merah Komponen Rasio minyak : air Konsentrasi emulsifier Konsentrasi fruktosa Konsentrasi flavor BHT Kalium sorbat
Emulsifier Tween 80 7:3 1% 10% 1% 200 ppm 0,1%
26
Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan dengan perlakuan sebagai berikut: a. Proses Homogenisasi Tahap kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi yang terbaik. Perlakuan homogenisasi yang diuji yaitu : (a) kecepatan putaran homogenizer : 6000, 8000, dan 10.000 rpm dan (b) waktu homogenisasi : 1, 3 dan 4 menit. Parameter yang diukur yaitu stabilitas emulsi, distribusi dan ukuran partikel emulsi serta gambar mikroskopik partikel emulsi. Dari perlakuan homogenisasi ini, dipilih perlakuan terbaik untuk masuk ke tahap pasteurisasi. Produk emulsi minyak sawit merah dapat dilihat pada Gambar 5. b. Proses Pasteurisasi Tahap kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan suhu dan waktu pasteurisasi terbaik. Perlakuan pasteurisasi yang diujikan yaitu : (a) suhu pasteurisasi : 70oC dan 80oC dan (b) waktu pasteurisasi : 10 dan 15 menit. Parameter pengamatan yang diukur yaitu kestabilan emulsi, warna (Nilai L, a, b) dan TPC/keawetan. Diagram alir pembuatan emulsi minyak sawit merah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5 Produk minuman emulsi minyak sawit merah
27
Air
Olein sawit merah
+ Kalium sorbat 0,1% + Emulsifier 1%
+ BHT (200 ppm)
Mixing (± 1 menit)
Mixing (± 1 menit)
Homogenisasi (1 menit, 8000 rpm) Ditambahkan perlahan-lahan sambil dihomogenisasi
+ Sirup fruktosa (15%) + flavor jeruk (1,5%)
Homogenisasi ( 1 menit, 8000 rpm)
Pemanasan hotplate T 40oC
Perlakuan Homogenisasi Kecepatan: 6000, 8000 dan 10000 rpm Waktu : 1, 3 dan 4 menit
Perlakuan Pasteurisasi Suhu : 70, 80oC Waktu : 10 dan 15 menit
Minuman emulsi
Gambar 6 Diagram alir pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah
28
2. Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah Tahap ini bertujuan untuk menganalisis biaya dan kelayakan usaha minuman emulsi minyak sawit merah. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah asumsi dan pendekatan sebagai dasar dalam melakukan perhitungan dan analisis. Asumsi dan pendekatan yang digunakan terdiri dari: (1) Umur ekonomis homogenizer rotor stator adalah 10 tahun dengan nilai akhir mesin 10% dari harga awal, (2) Umur ekonomis fasilitas bangunan adalah 10 tahun, (3) Umur proyek diasumsikan sesuai dengan umur ekonomis alat (10 tahun), (4) Investasi terdiri dari 30% modal sendiri dan 70% modal kredit, (5) Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga yang berlaku sebelum penelitian dan sebelum terjadi perubahan selama penelitian, (6) Tingkat suku bunga (dicount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 15% didekati dari tingkat suku bunga kredit usaha non program Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun 2010.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah didisain dengan rancangan acak lengkap dengan dua peubah serta dilakukan dengan dua pengulangan. Uji statistik menggunakan software SAS untuk analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan pada tingkat kepercayaan 95%. Proses homogenisasi didisain dengan rancangan sebagai berikut: Y ijk = µ + α i + β j + ε ijk Dimana : Y ijk
= nilai pengamatan pada faktor kecepatan putaran homogenisasi (rpm) taraf ke-i dan faktor waktu taraf ke-j dan ulangan ke k
µ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh utama faktor kecepatan putaran homogenisasi (6000 rpm, 8000 rpm, 10000 rpm)
29
βj
= pengaruh utama faktor waktu (1, 3, 4 menit)
ε ijk
= galat percobaan
Proses pasteurisasi didisain dengan rancangan sebagai berikut : Y ijk = µ + α i + β j + ε ijk Dimana : Y ijk
= nilai pengamatan pada faktor suhu taraf ke-i dan faktor waktu taraf kej dan ulangan ke k
µ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh utama faktor suhu pasteurisasi (70oC, 80oC)
βj
= pengaruh utama faktor waktu (10 menit, 15 menit)
ε ijk
= galat percobaan
Analisis 1. Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972) Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan pada mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:
Stabilitas emulsi (%) = volume campuran yang teremulsi (ml) Volume total campuran (ml)
x 100
2. Ukuran Droplet Emulsi Ukuran droplet emulsi ditentukan dengan pengamatan menggunakan particle size analyzer merk Coulter LS 100 Q. Dari hasil pengamatan kemudian di
30
plot grafik persentase volume droplet pada setiap diameter droplet emulsi. Diameter globula yang semakin kecil menandakan produk emulsi semakin stabil.
3. Penampakan Mikroskopik Emulsi / Pengamatan Ukuran Partikel Sampel emulsi diteteskan sebanyak satu tetes pada microscope slide kemudian ditutup dengan cover slip dan diamati pada perbesaran 200x pada mikroskop berkamera NIKON FX 35. Pengukuran ukuran droplet dilakukan dengan mengukur pada skala mikroskop (pada perbesaran 200x, skala dari satu unit pengukuran-jarak antar garis unit pengukuran terpendek-yaitu 5µm) kemudian dihitung jumlah droplet pada ukuran 1-10µm, 11-20µm, 21-30 µm dari gambar hasil penelitian.
4. Warna Analisa warna dilakukan dengan menggunakan alat chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a dan b perlu dikalibrasi dengan menggunakan standar warna putih (L = 97.51, a = 5.35, b = -3.37). Setelah proses kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan pengukuran warna sampel. Sisten warna yang digunakan adalah L, a, b. Sampel dituang kedalam wadah, lalu tekan tombol measure. Hasil pengukuran dikonversi kedalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) hingga putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai a positif dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan a negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan campuran biru-kuning dengan nilai b positif dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan nilai b negatif dari 0 hingga -80 untuk warna biru. Berdasarkan nilai a dan b maka dapat dinyatakan nilai oHue dengan persamaan :
o
Hue = tan -1 (b/a)
Nilai yang dihasilkan menyatakan warna pada sampel. Berikut ini berbagai nilai
o
Hue dan keterangan warna dapat dilihat pada Tabel 9.
31
Tabel 9 Keterangan warna oHue o
Hue 18o – 54o 54o – 90o 90o – 126o 126o – 162o 162o – 198o 198o – 234o 234o – 270o 270o – 306o 306o – 342o 342o – 18o
Keterangan Merah Kuning Merah Kuning Kuning Hijau Hijau Biru Hijau Biru Biru Ungu Ungu Merah Ungu
5. TPC (Total Plate Count) Analisa kuantitatif mikrobiologi yang dilakukan adalah penentuan total mikroba atau total plate count (TPC). Media yang digunakan untuk menghitung total mikroba adalah PCA (Plate Count Agar). Sebanyak 23,5 gram PCA ditambahkan kedalam satu liter air destilata, kemudian dipanaskan sambil diaduk untuk melarutkan media. Setelah agar larut dan bening, media disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Sebagai pengencer digunakan larutan garam fisiologis 0,85%. Sebanyak 1 ml emulsi dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer steril, diperoleh pengenceran 10-1. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-2 dan 10-3. Dari masing-masing tingkat pengenceran tersebut dilakukan pemupukan pada cawan petri steril (duplo). Kemudian kedalam cawan tersebut dituangkan ± 15 ml media. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari.
32
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan dengan perlakuan proses homogenisasi dan proses pasteurisasi 1. Proses Homogenisasi Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi. Prinsip kerja homogenizer rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan stator (diam) menjadi partikel yang lebih kecil. Emulsi akan tertarik oleh dorongan pusaran rotor stator kemudian masuk kedalam batang rotor stator. Emulsi kemudian didorong keluar oleh pemotong partikel (rotor) homogenizer setelah penggerusan (shear force). Frekuensi droplet masuk kedalam rotor stator homogenizer sejalan dengan lamanya homogenisasi. Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator
Efektifitas pengurangan ukuran partikel oleh homogenizer rotor stator dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan yang dihomogenisasi, waktu homogenisasi dan
kecepatan
dihomogenisasi
putaran maka
homogenisasi.
semakin
lama
Semakin waktu
banyak
yang
bahan
dibutuhkan
yang untuk
mencampurkan kedua fasa bahan. Semakin lama waktu homogenisasi maka semakin banyak aliran cairan yang masuk menuju rotor stator untuk pengecilan ukuran partikel.
34
a. Pengaruh Homogenisasi terhadap Stabilitas Emulsi Homogenisasi didalam teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspensi dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap yaitu pertama pengecilan ukuran droplet pada fase bagian dalam dan kedua yang merupakan tahap simultan pendistribusian droplet kedalam fase kontinu (Wirakartakusumah 1992). Kestabilan emulsi merupakan proses pemisahan emulsi yang berjalan lambat sehingga proses tersebut tidak teramati selama selang waktu yang diinginkan (Frieberg et al. 1990). Pengaruh perlakuan kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi terhadap stabilitas emulsi diukur dengan mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Pemisahan fase air dari sistim emulsi merupakan indikasi penurunan stabilitas emulsi. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan. Pada Gambar 8 dapat dilihat hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi
Stabilitas Emulsi (%)
terhadap stabilitas emulsi.
99 98,5 98 97,5 97 96,5 96 95,5 95 94,5
98,59
98,28 97,03
98,28 97,81
98,28 96,72
96,56
6000 rpm 8000 rpm
96,09
1
10000 rpm
3
4
Waktu (menit)
Gambar 8
Hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi terhadap stabilitas emulsi.
Gambar 8 menunjukkan kurva stabilitas emulsi yang dinyatakan dalam % pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi dengan menggunakan metode Yasumatsu et al. Gambar ini menunjukkan pada kecepatan
35
putaran homogenizer 10000 rpm, stabilitas emulsi lebih tinggi dibandingkan dengan pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm. Demikian juga pada waktu homogenisasi 4 menit, stabilitas emulsi lebih tinggi dibandingkan dengan pada waktu homogenisasi 1 menit dan 3 menit. Dari Gambar 8 terlihat kecenderungan bahwa stabilitas emulsi akan semakin besar dengan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi. Data perhitungan stabilitas emulsi dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan uji lanjut Duncan, peningkatan kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi berpegaruh nyata terhadap stabilitas emulsi (P<0.05) Hal ini dikarenakan kecepatan putaran homogenizer yang semakin besar dan waktu homogenisasi yang semakin lama akan menghasilkan energi yang semakin besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air pada produk emulsi (McClement 2004). Ghannam (2005) juga menjelaskan bahwa pada kecepatan homogenisasi yang sama, semakin lama waktu homogenisasi akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil. Menurut Fajariyanto (1987) Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang besarnya bergantung pada komposisi emulsi dan metode pengolahan. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan konsentrasi bahan pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa terdispersi dan fase pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa terdispersi terhadap fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Sedangkan faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau pengocokan, penguapan dan suhu.
b.Ukuran Droplet Emulsi Stabilitas emulsi tergantung pada ukuran droplet pada fase terdispersinya. Ukuran droplet yang semakin kecil menandakan produk emulsi yang semakin stabil. Ukuran droplet emulsi diukur dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer merk Coulter. Rerata diameter partikel droplet emulsi hasil analisa dengan particle size analyzer ditunjukkan dengan nilai sauter mean diameter (SMD; d 32 ). Sauter mean diameter didefinisikan sebagai diameter sebuah bola
36
yang memiliki rasio volume per luas permukaan yang sama seperti partikel yang diukur. Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dapat dilihat pada Gambar 9. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada waktu homogenisasi 1 menit, distribusi ukuran droplet emulsi lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang besar sedangkan pada lama homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva distribusi ukuran partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari lama homogenisasi 1 menit. Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi 1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 3,493 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,864 µm; pada waktu homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran
Volume %
droplet lebih kecil dari 2,589 µm.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
1 menit 3 menit 4 menit 0,1
1
10
100
Diameter Partikel (μm)
Gambar 9
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 8000 rpm dapat dilihat pada Gambar 10. Distribusi ukuran partikel emulsi pada waktu homogenisasi 1 menit, lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang besar sedangkan pada waktu homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva
37
distribusi ukuran droplet yang memiliki ukuran lebih kecil dari waktu homogenisasi 1 menit. Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi 1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,918 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,489 µm; pada waktu homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran
Volume %
droplet lebih kecil dari 2,365 µm.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
1 menit 3 menit 4 menit
0,1
1
10
100
Diameter Partikel (μm)
Gambar 10
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 8000 rpm
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 10000 rpm dapat dilihat pada Gambar 11. Pada waktu homogenisasi 1 menit, distribusi ukuran droplet emulsi lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang besar sedangkan pada waktu homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva distribusi ukuran droplet yang memiliki ukuran lebih kecil dari waktu homogenisasi 1 menit.
Volume %
38
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
1 menit 3 menit 4 menit
0,1
1
10
100
Diameter Partikel (μm)
Gambar 11
Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 10000 rpm
Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi 1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,759 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,220 µm; pada waktu homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,239 µm. Data pengukuran particle size analyzer dapat dilihat pada Lampiran 21. Pada setiap perlakuan kecepatan putaran homogenizer, terlihat bahwa semakin lama waktu homogenisasi ukuran diameter partikel emulsi semakin kecil. Distribusi ukuran globula emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm, 8000 rpm dan 10000 rpm dan waktu putaran 4 menit dapat dilihat pada Gambar 12. Distribusi ukuran pada perlakuan kecepatan putaran 6000 rpm menunjukkan ukuran diameter partikel emulsinya tersebar pada ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan 8000 rpm dan 10000 rpm. Dari gambar ini menunjukkan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer partikel emulsi yang dihasilkan semakin kecil.
Volume %
39
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
6000 rpm 8000 rpm 10000 rpm
0,1
1
10
100
Diameter Partikel (µm)
Gambar 12 Distribusi ukuran partikel emulsi pada waktu homogenisasi 4 menit
Sauter mean diameter (d 32 ) emulsi pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi dapat dilihat pada Tabel 10. Gambar 13 menunjukkan kurva rerata diameter partikel emulsi (d 32 ) pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi. Gambar 13 terlihat diameter droplet emulsi pada kecepatan putaran homogenisasi 6000 rpm berukuran lebih besar dari 8000 rpm dan 10000 rpm. Pada lama homogenisasi 4 menit, ukuran diameter droplet emulsi lebih kecil dari lama homogenisasi 1 menit dan 3 menit. Hal ini menunjukkan pada kecepatan putaran homogenizer 10000 dan lama waktu homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi lebih baik dibandingan dengan penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm dan waktu 1 menit dan 3 menit.
Tabel 10 Rerata diameter partikel emulsi (d 32 ) Kecepatan putaran waktu homogenisasi 6000 rpm, 1 menit 6000 rpm, 3 menit 6000 rpm, 4 menit 8000 rpm, 1 menit 8000 rpm, 3 menit 8000 rpm, 4 menit 10000 rpm, 1 menit 10000 rpm, 3 menit 10000 rpm, 4 menit
(rpm), d 3,2 (µm) 3,05 2,54 2,36 2,60 2,24 2,15 2,48 2,04 2,04
Ukuran droplet d3,2 (µm)
40
3,5 3 2,5 2 6000 rpm
1,5
8000 rpm
1
10000 rpm
0,5 0 0
1
2
3
4
5
Waktu (menit) Gambar 13
Rerata diameter partikel emulsi (d 32 ) pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi
Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,04-3,05µm. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 2 menunjukkan kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi berpengaruh nyata terhadap ukuran rata-rata droplet emulsi (P<0.05). Penggunaan kecepatan putar homogenizer yang semakin tinggi akan menghasilkan gaya geser yang diterima oleh fluida akan semakin besar, hal ini akan menyebabkan minyak terpecah menjadi droplet yang semakin kecil Menurut Muller-Fischer et al. (2006), input energy berpengaruh secara langsung terdapat ukuran droplet yang terbentuk. Ukuran droplet diduga akan semakin kecil dengan peningkatan gaya yang diberikan (Hanselmann 1996). Ukuran droplet emulsi dapat diperkecil dengan meningkatkan jumlah energy yang disuplai selama proses emulsifikasi, selama masih tersedia emulsifier yang cukup untuk menyelimuti permukaan droplet yang baru terbentuk. Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi yaitu tipe emulsi yang digunakan, suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran droplet yang kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa terdispersi. Sabagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan emulsifier dapat meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-
41
droplet akan menyebabkan koalesen. Pengemulsian juga membutuhkan waktu homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata. Pada semua perlakuan ini ukuran droplet emulsi berkisar antara 2,04 – 3,05 µm. Menurut Tangsuphoom dan Coupland (2005) ukuran minimum droplet dalam emulsi yang dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor/stator ± 2µm. Menurut Wirakartakusumah (1992) rotor-stator homogenizer bekerja pada tekanan yang lebih rendah sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit, bilamana partikel ingin lebih dikecilkan ukurannya, sejumlah energi tambahan tetap harus diberikan dari luar. Energi yang dibutuhkan untuk memecah droplet atau partikel dating dari rotor yang juga memutar alat pengaduk (disc). Emulsifier ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas emulsifikasi karena emulsifier mengurangi efek homogenisasi.
c. Pengaruh Homogenisasi Terhadap Penampakan Mikroskopik Menurut Widodo (2003) homogenisasi merupakan salah satu tahapan dalam proses pengolahan yang bertujuan untuk memecah globula lemak menjadi lebih kecil dan homogen. Pengamatan ukuran partikel perlu dilakukan guna melihat perbedaan hasil perlakuan homogenisasi terhadap kondisi partikel emulsi. Menurut Suryani et al. (2000) bahwa pembentukan emulsi yang stabil dipengaruhi oleh konfigurasi partikel fasa terdispersi dalam medium pendispersi. Semakin kecil ukuran partikel fasa terdispersi maka konfigurasi partikel fasa terdispersi dalam medium pendispersi akan semakin teratur. Pengamatan mikroskopik partikel emulsi dapat dilihat pada Gambar 14.
42
A
a)
b)
c)
B
C Gambar 14 Partikel emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 200x, dengan kecepatan putaran homogenisasi A. 6000 B.8000 rpm C.10000 rpm dan lama homognisasi a) 1 menit b) 3 menit c) 4 menit
Menurut hasil pengamatan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi pada perbesaran 200x, meskipun berbeda secara signifikan pada disribusi ukuran droplet emulsi dan diameter partikel emulsi, pengamatan mikroskopik emulsi tidak banyak perbedaan. Pada Gambar 14 perlakuan kecepatan putaran homogenisasi 6000 rpm terlihat bahwa pada lama homogenisasi 4 menit ukuran droplet emulsi terlihat lebih kecil dari lama 1 dan 3 menit. Ukuran droplet emulsi pada lama putaran homogenizer 10000 rpm terlihat lebih kecil dari 6000 rpm dan 8000 rpm.
2. Proses Pasteurisasi Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 oC). Panas digunakan untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen, sehingga dapat meningkatkan keamanan dan memperpanjang daya awet bahan pangan dalam jangka waktu tertentu. Kusnandar et al. (2006) menyatakan bahwa pasteurisasi bertujuan untuk
43
mengurangi populasi mikroba pembusuk. Bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora). Proses pasteurisasi bisa menggunakan sistem batch atau sistem sinambung. Dalam sistem batch, pasteurisasi menggunakan bak air panas pada suhu yang telah ditentukan. Bahan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas selama selang waktu yang telah ditentukan. Jika pemanasan telah tercapai, produk tersebut diangkat dan dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi air dingin (Toledo 1991). Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas dan akhirnya melalui bak air pendingin. Waktu pemanasan dapat dikendalikan dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Keuntungan dengan sistem ini adalah proses pemanasan akan berjalan lebih cepat, sehingga tidak membutuhkan ruangan yang terlalu besar (Toledo 1991). Proses pasteurisasi dapat dilakukan sebelum dikemas atau setelah dikemas. Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum dikemas dapat menerapkan sistem sinambung. Teknologi ini terutama memproses produk cair (susu, sari buah, dan telur cair) ataupun produk semi padat (pasta, yoghurt, dan bubur), dimana proses pemanasannya dapat dilakukan dengan alat penukar panas (heat exchanger) yang umumnya beroperasi secara sinambung. Proses pasteurisasi setelah dikemas dilakukan dengan mengemas dahulu bahan pangan dalam kemasan (misal gelas, kaleng, atau plastik). Setelah pasteurisasi, bahan pangan didinginkan kembali sampai mencapai suhu sekitar 40oC untuk mengevaporasi sisa-sisa air. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya proses korosi dan mempermudah proses penempelan dan pengeleman label pada permukaan bahan pengemas (Kusnandar et al. 2006).
44
a. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Stabilitas Emulsi Pengaruh perlakuan pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi minyak sawit merah diukur dengan metode sentrifuse emulsi. Pemisahan fase air dari sistim emulsi merupakan indikasi penurunan stabilitas emulsi minyak sawit merah. Pemisahan ini dapat terjadi akibat penggabungan partikel air yang ada pada sistim emulsi sebagai akibat penurunan kapasitas penahanan air penstabil. Pengaruh suhu pasteurisasi dan lama pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi dapat dilihat pada Gambar 15.
Stabilitas Emulsi (%)
99 98,5
98,44 97,81
98
97,81
97,5 97
96,56
96,5
10 menit
96
96,09
95,5
15 menit
95 94,5 Kontrol
70
80
Suhu (oC) Gambar 15 Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi. Dari Gambar 15 terlihat bahwa stabilitas emulsi kontrol (tanpa pasteurisasi) yaitu 98,44%. Stabilitas emulsi pada suhu 70oC dan 80oC selama 10 menit yaitu 97,81% dan 96,56%. Stabilitas emulsi pada lama pasteurisasi 15 menit pada suhu 70oC dan 80oC yaitu 97,81% dan 96,09%. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 3 menunjukkan suhu pasteurisasi berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan lama waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi (P<0.05). Dalam sistem dispersi, partikel terdispersi dalam fase pendispersinya (air) akan selalu bergerak dengan arah yang tidak beraturan (gerak brown) karena terjadinya tumbukan antara partikel dan air. Pasteurisasi yang melibatkan suhu tinggi menyumbangkan energi kinetik yang menyebabkan gerak brown semakin
45
cepat, artinya jumlah tumbukan antara partikel dengan air semakin bertambah banyak, sehingga menyebabkan lepasnya elektrolit yang terabsorpsi di permukaan sistem dispersi (terlepasnya interaksi partikel dengan air) (Schooneveld et al. 2009; Mandala dan Bayas 2004). Pemisahan sebagian air dari sistem dispersi menyebabkan air berada di bagian bawah dan sistem dispersi yang masih stabil berada di bagian atas karena densitas air lebih besar di bandingkan densitas sistem dispersi.
b. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Warna Emulsi Warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting dalam penerimaan suatu produk pangan. Warna juga merupakan salah satu karakteristik fisik bahan pangan yang menentukan kualitas bahan pangan tersebut. Emulsi minyak sawit merah berwarna kuning kemerahan, warna tersebut karena pigmen karotenoid yang larut dalam minyak/lipida (Winarno 1991). Salah satu instrumen yang umum digunakan pada pengukuran atribut warna adalah kromameter. Prinsip kerja dari kromameter yaitu mengukur perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Hutching 1999). Pada emulsi minyak sawit merah, pengukuran warna emulsi dilakukan pada bagian permukaan emulsi. Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak sawit merah dapat dilihat pada Gambar 16.
46
90 80 70 60 50
Nilai L
40 30
Nilai a
20
Nilai b
10 0 Kontrol
D C B A (70oC, 10 (70oC, 15 (80oC, 10 (80oC, 15 mnt) mnt) mnt) mnt)
Gambar 16 Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak sawit merah pada berbagai suhu dan waktu pasteurisasi Pada analisis warna, derajat kecerahan emulsi diwakili oleh nilai L. Gambar 16 memperlihatkan perubahan nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit merah pada berbagai suhu dan waktu pasteurisasi. Nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit merah kontrol adalah 78,72. Sedang pada sampel emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 15 menit nilai L (kecerahan) emulsi menjadi 82,35. Dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu pasteurisasi nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit merah semakin meningkat. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 menunjukkan peningkatan suhu pasteurisasi dan lamanya waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai L kecerahan (kecerahan) emulsi (P<0.05). Nilai a merupakan derajat kromatis yang menunjukkan warna kemerahan atau kehijauan. Nilai a berada pada skala -80 sampai 100. Nilai a emulsi minyak sawit merah pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai a+ emulsi kontrol yaitu 10,75. Sedangkan nilai a emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 10 dan 15 menit secara berturut-turut yaitu 4,735 dan 2,6. Nilai a emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 10 dan 15 menit yaitu 4,74 dan 2,17. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 5 menunjukkan peningkatan suhu pasteurisasi berpengaruh nyata
47
terhadap nilai a emulsi minyak sawit merah sedangkan waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a emulsi (P<0.05). Nilai b merupakan derajat kromatis yang menunjukkan warna kebiruan atau kekuningan. Nilai b negatif menunjukkan derajat kebiruan. Nilai b positif menunjukkan derajat kekuningan (Hutching 1999). Nilai b pada emulsi minyak sawit merah bernilai positif, hal ini berarti emulsi minyak sawit merah memiliki kecenderungan berwarna kekuningan. Nilai b emulsi minyak sawit merah pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai b emulsi yang belum dipasteurisasi yaitu sebesar 88,79 menunjukkan bahwa sampel berada pada kisaran warna merah dan kuning dengan tingkat intensitas warna kuning lebih tinggi. Nilai b emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 10 dan 15 menit yaitu 83,1 dan 82,45. Emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 10 dan 15 menit yaitu 83,33 dan 80,81. Dengan semakin tingginya suhu dan semakin lamanya waktu pasteurisasi nilai b emulsi minyak sawit merah semakin menurun. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 6 menunjukkan peningkatan suhu dan lamanya waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b emulsi (P<0.05). Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna (Ketaren 2005). Warna merah pekat pada minyak sawit diakibatkan oleh kandungan komponen karotenoidnya yang tinggi (500-700 ppm). Sebagian besar karotenoid dalam minyak sawit terdiri dari β-karoten dan α-karoten (jumlahnya mencapai 90% dari total karotenoid minyak sawit (Ooi et al. 1996). Mac Dougall (2002) dalam Riyadi (2009) menyebutkan bahwa warna kuning, jingga, merah karotenoid adalah terkait dengan sistem konjugasi ikatan rangkap karbon-karbon. Semua struktur trans dapat diubah menjadi isomer cis. Isomerisasi cis-trans menghasilkan perubahan warna produk yang ditunjukkan oleh sifat spectral karotenoid cis yang berbeda dengan karotenoid trans. Rantai poliene yang berperan dalam penyerapan cahaya dan ikatan rangkap terkonjugasinya yang berperan sebagai antioksidan, disisi lain justru membuat karotenoid menjadi tidak stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti
48
molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar dan asam memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis. Eskin (1979) dalam Riyadi (2009) mengemukakan pengaruh suhu terhadap karotenoid. Karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karotenoid atau terjadi pemucatan. Penelitian lain yang menunjukkan pengaruh karten terhadap suhu diantaranya Alyas et al (2006) dalam penelitiannya terhadap perubahan β-karoten selama pemanasan minyak olein merah (Red Palm Olein, RPOn) mengamati adanya pengurangan sebesar 59% pada pemanasan dengan suhu 200oC. Akan tetapi, dilaporkan juga bahwa peningkatan waktu pemanasan dari 30 menjadi 120 menit menyebabkan pengurangan kadar β-karoten sebesar 3% pada 50oC atau 6% pada 100oC. Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid dikemukakan oleh Worker (1957) dalam Muchtadi (1992) yaitu bahwa karotenoid belum mengalami kerusakan karena pemanasan pada suhu 60oC, sedangkan Gross (1991) dalam Riyadi (2009) mengatakan bahwa laju oksidasi β-karoten meningkat dengan peningkatan suhu.
c. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Total Mikroba Perhitungan jumlah mikroba sangat penting untuk dilakukan terutama untuk produk pasteurisasi untuk mengetahui efektivitas dari proses pasteurisasi yang telah dilakukan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah total mikroba dengan melakukan pemupukan pada media PCA yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan jumlah mikroorganisme aerobik (bakteri, kapang dan khamir) atau angka lempeng total (TPC). Analisa mikrobiologi dapat menunjukkan kualitas produk karena beberapa jenis mikroba menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis minyak . Berdasarkan hasil analisis, jumlah mikroba pada sampel dapat dilihat pada Tabel 11.
49
Tabel 11 Jumlah mikroba pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi Perlakuan
Jumlah mikroba
Suhu 70oC, 10 menit Suhu 70oC, 15 menit Suhu 80oC, 10 menit Suhu 80oC, 15 menit
4 x 101 1 x 101 2 x 101 1 x 101
Jumlah mikroba pada semua perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi adalah kurang dari 2,5 x 102 koloni/ml. Dengan mengacu pada SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair, maka TPC pada sampel emulsi minyak sawit merah jauh dibawah batas maximum, yaitu 1 x 105 koloni/ g.
Analisis Biaya Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah 1. Biaya investasi Pada usaha minuman emulsi minyak sawit merah, terdapat biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum berproduksi seperti biaya lahan dan bangunan, mesin dan alat serta perlengkapan. Produksi minuman emulsi minyak sawit merah membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 507.040.420. Rekapitulasi biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 12. Perincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 12 Rekapitulasi biaya investasi No 1 2 3 4 5
Jenis Biaya Lahan dan Bangunan Mesin dan Alat Perlengkapan Instalasi penunjang Perizinan Total Kredit (70%) Modal Sendiri (30%)
Biaya (Rp) 430.000.000 62.806.920 10.500.000 3.133.500 600.000 507.040.420 354.928.294 152.112.126
50
2. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan kegiatan operasional dari suatu usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya operasional yang dibutuhkan untuk usaha minuman emulsi minyak sawit merah dalam satu tahun adalah Rp. 1.176.604.896. Rekapitulasi biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 13. Perincian biaya operasional dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 13 Rekapitulasi biaya operasional No 1
2
Jenis Biaya Biaya Variabel a. bahan baku b. bahan kemasan c. gaji tenaga kerja langsung d. Pemasaran e. Listrik dan air Biaya Tetap Total Kredit (70%) Modal Sendiri (30%)
Biaya (Rp) 1.010.130.000
166.474.896 1.176.604.896 823.623.427 352.981.469
3. Biaya Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah yaitu minyak sawit merah yang di produks i oleh Seafast Center IPB. Harga pembelian minyak sawit merah yaitu Rp. 16000/ liter. Minyak sawit merah yang dibutuhkan dalam industri skala kecil minuman emulsi minyak sawit merah ini yaitu sebanyak 70 liter/hari untuk kapasitas produksi sebanyak 100 liter emulsi/hari. Jika pabrik beroperasi sebanyak 25 hari dalam sebulan dan 300 hr/tahun maka diperlukan sebanyak 1750 liter minyak sawit merah/bulan dan 21000 liter minyak sawit merah/tahun sehingga besar biaya minyak sawit merah adalah Rp. 336.000.000/tahun Pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah memerlukan bahanbahan pembantu dan utilitas seperti air mineral, emulsifier tween 80, kalium
51
sorbat, butiril hidroksi toluen (BHT), flavor jeruk, fruktosa, kemasan, label dan listrik. Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari. Kebutuhan bahan pembantu Bahan pembantu - Air mineral - Emulsifier tween 80 - Kalium sorbat - Butiril hidroksi toluen - Flavor jeruk - Fruktosa - Kemasan - Label
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
Biaya (Rp)
30 1000 100 20 1 10 500 500
Liter Mililiter Gram Gram Liter Liter Buah Lembar
850 100 8 90 830000 18000 1500 250
25.500 100.000 2.400 5.400 100.000 180.000 750.000 125.000
4. Biaya Pemeliharaan dan Penyusutan Biaya pemeliharaan yaitu berupa pemeliharaan bangunan, mesin dan peralatan. Biaya pemeliharaan diperlukan untuk menjaga agar bangunan, mesin dan peralatan berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan adalah dengan asumsi biaya pemeliharaan 2% dari harga awal, sedangkan biaya penyusutan adalah 10% dari nilai sisa. Perincian biaya pemeliharaan dan penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 9.
5. Biaya Pokok Produksi Total biaya tetap untuk kapasitas produksi emulsi minyak sawit merah 100 liter/hari
atau 30.000 liter/tahun sebesar 166.474.896/tahun dan total
biaya
variabel sebesar Rp. 791.130.000/tahun. Sehingga didapatkan total biaya produksi selama satu tahun sebesar Rp. 957.604.896/tahun. Produk yang dihasilkan yaitu 30.000 liter/tahun. Sehingga didapatkan biaya pokok produksi emulsi sebesar Rp. 6.384/ 200 ml emulsi. Rekapitulasi biaya pokok produksi dapat dilihat pada Tabel 15. Perincian biaya pokok produksi dapat dilihat pada Lampiran 10.
52
Tabel 15 Rekapitulasi biaya pokok produksi No 1
2
Jenis Biaya Biaya (Rp) Biaya Variabel 1.010.130.000 a. bahan baku b. bahan kemasan c. gaji tenaga kerja langsung d. Pemasaran e. Listrik dan air Biaya Tetap 166.474.896 Total 1.176.604.896
Harga jual emulsi dapat ditentukan dengan memperhitungkan persentase keuntungan yang hendak diraih dari biaya pokok produksi. Dengan margin keuntungan 50% dan pajak pertambahan nilai 10%, dihasilkan harga jual minuman emulsi minyak sawit merah per botol (200 ml) adalah Rp. 11.000.
6. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas ditentukan. Hasil perhitungan kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 16. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan perhitungan kelayakan kriteria investasi dicantumkan dalam Lampiran 12, 13 dan 14 .
Tabel 16 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi Parameter NPV (Rp.) IRR Net B/C BEP (Rp.) BEP (unit)
Nilai 1.111.711.032 38% 1,18 319.819.738 29075
NPV atau nilai kini bersih adalah manfaat bersih tambahan yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu. Nilai NPV yang diperoleh yaitu Rp. 1.111.711.032. Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Nilai IRR
53
yang diperoleh yaitu 38%.
Berdasarkan nilai IRR nya maka proyek ini layak
dilaksanakan karena jauh lebih tinggi dari bunga bank (15%). Kelayakan proyek juga ditentukan oleh nilai net B/C. Jika nilai net B/C lebih dari satu, proyek ini layak untuk direalisasikan dan jika nilainya kurang dari satu maka proyek ini tidak layak untuk direalisasikan. Nilai net B/C untuk proyek ini adalah sebesar 1,18 Perhitungan BEP (break even point) dilakukan untuk mengetahui jumlah minimal unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh yaitu 29075 unit (botol) atau Rp. 319.819.738. Pengembalian pinjaman untuk biaya investasi dan biaya operasional dilakukan mulai dari tahun pertama proyek dan akan berakhir pada tahun ke sembilan. Rencana pengembalian pinjaman dapat dilihat pada Lampiran 11.
7. Analisis Sensitivitas Sebagai upaya untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan seperti gejolak/fluktuasi harga, baik harga jual produk atau harga beli bahan baku, maka dilakukan analisis sensitivitas. Sensitivitas investasi diukur berdasarkan perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C Ratio dan PBP. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apakah proyek masih layak jika terjadi kesalahan atau perubahan-perubahan dalam asumsi dasar yang digunakan. Analisis sensitivitas pada produksi emulsi 100 liter/hari dilakukan terhadap perkiraan penurunan harga jual produk sebesar 9,1 % dan kenaikan harga bahan baku (minyak sawit merah) sebesar 15%. Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual produk dapat dilihat pada Tabel 17. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan perhitungan kelayakan kriteria investasi untuk penurunan harga jual produk 9,1% dapat dilihat pada Lampiran 15, 16 dan 17 .
54
Tabel 17 Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1% Parameter NPV (Rp.) IRR Net B/C BEP (Rp.) BEP (unit)
Nilai 537.586.228 19 % 1,09 352.268.179 35227
Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku 15% dapat dilihat pada Tabel 18. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan perhitungan kelayakan kriteria investasi untuk kenaikan harga bahan baku 15% dapat dilihat pada Lampiran 18, 19 dan 20.
Tabel 18 Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 15% Parameter NPV (Rp.) IRR Net B/C BEP (Rp.) BEP (unit)
Nilai 657.503.676 24 % 1,10 371.093.479 33736
Dari hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual produk dan kenaikan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa proyek masih layak untuk direalisasikan sampai tingkat penurunan harga jual sampai tingkat 9,1% dan kenaikan harga bahan baku sampai tingkat 15%.
55
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Peningkatan kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi dapat meningkatkan stabilitas emulsi dan memperkecil ukuran partikel emulsi. Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,04-3,05µm. Pada kecepatan putaran homogenizer 10000 dan waktu homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi lebih baik dibandingan dengan penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm dan waktu 1 menit dan 3 menit. Meskipun berbeda secara signifikan pada distribusi ukuran droplet emulsi dan diameter partikel emulsi, hasil pengamatan mikroskopik emulsi tidak menunjukkan perbedaan. Peningkatan suhu pasteurisasi menurunkan stabilitas emulsi. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha minuman emulsi minyak sawit merah dengan volume produksi 30.000 liter/tahun sebesar Rp 507.040.420. Total biaya dibutuhkan sebesar Rp. 957.604.896 terdiri dari biaya variabel per/tahun Rp. 791.130.000 dan biaya tetap per/tahun Rp. 166.474.896. Dari biaya tetap dan biaya variabel maka didapat harga pokok produksi Rp. 6.384/200ml. Dengan margin keuntungan 50% dan pajak pertambahan nilai 10%, dihasilkan harga jual minuman emulsi minyak sawit merah per botol (200 ml) adalah Rp. 11.000. Kriteria investasi yang diperoleh adalah NPV Rp. 1.111.711.032, IRR 38%, Nilai net B/C sebesar 1,18, BEP 29075 unit (botol) atau Rp. 319.819.738. Dilihat dari nilai NPV yang bernilai positif, nilai IRR yang lebih besar dari discount factor pada saat sekarang dan nilai net B/C yang lebih besar dari satu, usaha minuman emulsi minyak sawit merah layak untuk dijalankan
Saran Perlu dikaji umur simpan produk emulsi dan analisis terhadap kadar asam lemak bebas yang akan berpengaruh terhadap mutu produk emulsi.
56
57
DAFTAR PUSTAKA Alyas SA, Abdulah A, Idris NA. 2006. Changes of carotene content during heating of red palm olein. J Oil Palm Res (Special Issue-April 2006): 99102. Adhipratiwy. 2001. Analisis Biaya Produksi Pada Usaha Tani Krisan Pot (Studi Kasus Pada PT. Saung Mirwan, Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Allen DA. 1997. Refining. Didalam : Gunston FD dan FB Padley, editors. Lipid Technologies and Application. New York : Marcell-Dekker Inc. Anderson D. 1996. A Primer on oils processing technology. Di dalam Y. H. Hui (ed.) Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 4: Edible Oil & Fat Products. Processing Technology. John Willey & Sons Inc., New York, pp. 1-58 Asmaranala A. 2010. Analisis Efisiensi Membrane Filter Press Skala Pilot Plant Dalam Fraksinasi NDRPO (Neutralized Deodorized Red Palm Oil). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Basiron Y. 2005. Palm Oil. Di dalam: Sahidi F, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products: Ed ke-6 Volume ke-2 Edible Oil & Fat Products: Edible Oil. John Willey & Sons Inc., Hoboken. Belitz HD dan Grosch W. 1999. Food Chemistry. New York : Springer-Verlag, Berlin Heidebers. Bergenstahl BA, Claesson PM. 1990. Surface forces in emulsions. In: Larsson K. dan Friberg SE. (Eds). Food Emulsions. New York: Marcell-Dekker Inc. Berger KG. 1988. A Layman’s Glossary of Oils and Fats. No:9. Kuala Lumpur: Institut Penyelidikan Minyak dan Kelapa Sawit Malaysia. Choo YM. 1994. Palm Oil Carotenoids. J. Food and Nutrition Bulletin. 15(2): 130-136. Chow. 2001. Vitamin E. Di dalam Rukker RB, editor. Handbook of Vitamins. Marcel Dekker Inc. New York. De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, Penterjemah. Bandung : ITB Pr. Terjemahan dari : Food Chemistry. [Ditjenbun 2009], Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Pemerintah akan membangun lembaga riset kelapa sawit berskala besar. http://www.diperta.jabarprov.go.id [23 Juni 2009]
58
[Ditjenbun 2011], Direktorat Jendral Perkebunan. 2011. Ekspor Produk Sawit Terus Naik. http://www.diperta.jabarprov.go.id [1 Februari 2011] Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York : Marcel Dekker Inc. Ghannam, MT. 2005. Water-in crude oil emulsion stability investigation. Petroleum Science and Technology 23: 649-667 Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi kedua. UI Press. Jakarta. Goei KA. 2008. Prospek Industri Sawit Sebagai Bahan Baku Industri: Tarik Menarik Antara Pangan dan Energi. Makalah Seminar Tahunan MAKSIPenelitian dan Pengembangan untuk Mendukung Agribisnis Kelapa Sawit Nasional. Bogor. MAKSI_SEAFAST Center IPB. Gray C, Simanjuntak P, L.K. Subur, dan P.F.L Maspaitella. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hayati IN, Man YBC, Tan CP, Aini IN. 2007. Stability and Rheology of Concentrated O/W emulsions based on Soybean oil/ palm kernel olein blends. Food Research International 40 (2007): 1051-1061 Hanselmann W. 1996. Influence of Continuous Whipping Process Parameters on Foam Structure and Stability. Ph.D. Thesis. ETH Zurich. Iwasaki R dan Murakhosi M. 1992. Palm oil yields carotene for world markets. Oleo Chemical. INFORM.Vol. 3 No. 2. Februari Jafari SH, Assadpoor E, He Y, Bhandari B. 2008. Re-coalescence of Emulsion Droplets During High-Energy Emulsification. Food Hydrocolloid, 22: 11911202. Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press Klaui H dan Bauerfeind JC. 1981. Carotenoids as Food Colour. Didalam : JC Bauerfeind, editor. Carotenoids As Colorans and Vitamine A Precursor. New York: Academic Press. Kusnadar F, Hariyadi P, Syamsir E. 2006. Modul Kuliah ITP 330 Prinsip Teknik Pangan 2006. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Lehninger AL. 1990. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 2. M Thenawijaya, penterjemah. 1993. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Biochemistry (2). Clinical Applications. Ed ke-2. California : Pretice-Hall International, Inc.
59
Linder. 1991. Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application Ed ke-2. California. Pretice-Hall International, Inc. Loncin, M. and R.L. Merson. 1997. Food Engineering: Principles and Selected Applications. New York: Academic Press. Mandala IG dan Bayas E. 2004. Xanthan effect on swelling solubility and viscosity of wheat starch dispersion. J Food Hydrocolloid, 18:191-201. Marty C. Berset C. 1990. Factors affecting thermal degradation of all-trans β carotene. J. Agric. Food Chemistry, 38 : 1063-1067. Masni. 2004. Kajian Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit sebagai Sumber Karotenoid [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Meyer LH. 1982. Food Chemistry. AVI Van Nostrand Reinhold Company, Inc., Westport, Connecticut. McClements DJ. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and Techniques. New York: CRC Press. Muchtadi TR. 1990. Emulsi Bahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA IPB. Bogor Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi Komponen Intrinsik Utama Buah Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) Dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan Pemanfaatan Provitamin A. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Muhilal. 1991. Minyak Sawit Suatu Produk Nabati Untuk Penanggulangan Achelosclerosis dan Penundaan Proses Penuaan. Prosiding Seminar Nilai Tambah Minyak kelapa Sawit untuk Meningkatkan Derajat kesehatan, Jakarta. Muller-Fischer N, Suppiger D, Windhab EJ. 2006. Impact of static pressure and volumetric energy input on the microstructure of food foam whipped in a rotor-stator device. J. Food Engineering 80 (2007): 306-316 Nagendran, B., U.R. Unnithan, Y.M. Choo, and K. Sundram. 2000. Characteristics of red palm oil alpha-carotene and vitamine E-rich refined oil for food uses. Food Nutritions Bulletin 21: 2. Noerono. 1990. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Ooi CK, Choo YM, Yap SC, dan Ma AN. 1996. Refining red palm oil. Elaeis 8 (1); June 1996 : 20-28
60
Packer. 1992. Extraction of Carotenoid for Palm Oil. Cornell University, New York, USA. Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IPB. Bogor. Revinaldo, Dodi. 1992. Analisis Biaya Pengolahan Kelapa Parut Kering (Desiccated coonut). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Riyadi AH. 2009. Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sabariman M. 2007. Sifat Reologi dan Sifat Fisik Minuman Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah dengan menggunakan Beberapa Pengemulsi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Saputra V. 1996. Formulasi Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari Minyak Sawit Merah. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Schooneveld MMV, Villeneuve WW, Dullens RP, Aarts DG, Leunissen ME, dan Kegel WK. 2009. Structure, stability and formation pathway of colloidal gels in system with short range attraction and long range repulsion. J Physical Chemistry, 113 : 4560-4564. Sirajjudin S. 2003. Sintesis Minyak Berodium dari Minyak Sawit Merah dan Efikasinya terhadap Pencegahan defisiensi Iodium. [Disertasi]. Bogor: Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Minyak Sawit. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 01-2901-1995.
Sundram K. 2007. Palm Oil : Chemistry and Nutrition Update. Malaysia : MPOB Surfiana. 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β Karoten dari Minyak Sawit Merah. [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Suryani A, Illah Sailah, dan Erliza Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. TIN. FATETA IPB. Bogor Tangsuphoom, N dan Coupland, JN. 2005. Effect of heating and homogenization on the stability of coconut milk emulsion. J Food Science. 70 (8) : 466470 Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Processing Engineering. Second Edition. United States of America: Chapman & Hall. International Thomson Publishing.
61
Weiss TJ. 1983. Food Oil and Their Uses. The AVI Publisher, Connecticut. Widarta IWR. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi Dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Yogyakarta. Lacticia Press. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Wirakartakusumah MA, Subarna, Arpah M, Syah D, dan Budiwati SI. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU IPB. Bogor. Wulandari OV. 2000. Pemanfaatan Minyak Sawit Untuk Produksi Emulsi Kaya Beta Karoten Sebagai Suplemen Vitamin A. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Yasumatsu K, Sawada K, Moritaka S, Misaki M, Toda J, Wada T, dan Ishi K. 1972. Whipping and Emulsifying Properties of Soybean Products. Agricultural and Biological Chemistry 36 (5) pp 719-727
62
63
Lampiran 1 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap stabilitas emulsi Class
Levels
Values
factor 1 factor 2
3 3
Rpm10000 Rpm8000 Rpm6000 Waktu1 Waktu3 Waktu4
Source
DF Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
8 9 17
1.69953889 0.05942778
R-Square 0.962151
13.59631111 0.53485000 14.13116111 Coeff Var 0.249996
DF Type I SS
Mean Square
faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2
2 2 4
1.95100556 4.43068889 0.20823056
F Value 32.83 74.56 3.50
Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 9 Error Mean Square 0.059428 Number of Mean Critical Range
Pr>F <.0001
Root MSE Respon Mean 0.243778 97.51278
Source
3.90201111 8.86137778 0.83292222
F Value 28.60
2 .3184
3 .3323
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor A 97.9633 6 Rpm10000 A 97.7033 6 Rpm8000 B 96.8717 6 Rpm6000
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 98.2250 6 Waktu 4 B 97.7550 6 Waktu 3 C 96.5583 6 Waktu 1
Pr>F <.0001 <.0001 0.0547
64
Lampiran 2 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh homogenisasi terhadap ukuran rata-rata droplet emulsi [d3,2] Class
Levels Values
factor 1 factor 2
3 3
Source Model Error Corrected Total
DF 8 9 17
R-Square 0.991389
Rpm10000 Rpm8000 Rpm6000 Waktu1 Waktu3 Waktu4
Sum of Squares 1.67507778 0.01455000 1.68962778 Coeff Var 1.679601
Source
DF Type I SS
faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2
2 2 4
Mean Square 0.20938472 0.00161667
Root MSE 0.040208
F Value Pr>F 129.52 <.0001
Respon Mean 2.393889
Mean Square F Value 0.33907222 209.74 0.47615556 294.53 6.90 0.01115556
0.67814444 0.95231111 0.04462222
Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Mean Critical Range
2 .05251
0.05 9 0.001617 3 .05481
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 2.65500 6 Rpm6000 B 2.33667 6 Rpm8000 C 2.19000 6 Rpm10000 Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 2.71500 6 Waktu 1 B 2.27833 6 Waktu 3 C 2.18833 6 Waktu 4
Pr>F <.0001 <.0001 0.0080
65
Lampiran 3 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi Class
Levels
Values
faktor 1 faktor 2
2 2
Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15
Source Model Error Corrected Total
DF 3 4 7
R-Square 0.950069 Source faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2
Sum of Squares 4.63135000 0.11045000 0.11045000
Coeff Var 0.254130 DF 1 1 1
Mean Square 1.54378333 0.06085000
F Value Pr>F 25.37 0.0046
Root MSE Respon Mean 0.246678 97.06750
Type I SS 4.41045000 0.11045000 0.11045000
Mean Square 4.41045000 0.11045000 0.11045000
F Value 72.48 1.82 1.82
Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.06085 Number of Mean Critical Range
2 .4843
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 97.8100 4 Suhu 70 B 963250 4 Suhu 80 Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 97.1850 4 Waktu 10 A 96.9500 4 Waktu 15
Pr>F 0.0010 0.2492 0.2492
66
Lampiran 4 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai L (kecerahan) emulsi Class
Levels
Values
faktor 1 faktor 2
2 2
Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15
Source Model Error Corrected Total
DF 3 4 7
R-Square 0.602004
Sum of Squares 5.54470000 3.66570000 9.21040000 Coeff Var 1.174746
Mean Square 1.84823333 0.91642500
Root MSE 0.957301
Respon Mean 81.49000
Source
DF Type I SS
Mean Square
Factor 1 Faktor 2 Faktor 1*Faktor 2
1 1 1
5.44500000 0.03125000 0.06845000
5.44500000 0.03125000 0.06845000
F Value Pr>F 2.02 0.2541
F Value 5.94 0.03 0.07
Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.916425 Number of Mean Critical Range
2 1.879
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 82.3150 4 Suhu 80 A 80.6650 4 Suhu 70 Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N Perlakuan A 81.5525 4 Waktu 10 A 814275 4 Waktu 15
Pr>F 0.0714 0.8625 0.7982
67
Lampiran 5 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai a emulsi Class
Levels
Values
faktor 1 faktor 2
2 2
Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15
Source Model Error Corrected Total
DF 3 4 7
R-Square 0.827892
Sum of Squares 11.25343750 2.33945000 13.59288750 Coeff Var 21.47457
Mean Square 3.75114583 0.58486250
F Value Pr>F 6.41 0.0522
Root MSE Respon Mean 0.764763 3.561250
Source
DF Type I SS
Mean Square
faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2
1 1 1
11.06851250 0.09031250 0.09461250
11.06851250 0.09031250 0.09461250
F Value 18.92 0.15 0.16
Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 4 0.584862
Number of Mean Critical Range
2 1.501
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 4.7375 4 Suhu 70 B 2.3850 4 Suhu 80
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 3.6675 4 Waktu 10 B 3.4550 4 Waktu 15
Pr>F 0.0122 0.7144 0.7081
68
Lampiran 6 Hasil ANOVA dan Uji Lanjut Duncan untuk pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap nilai b emulsi Class
Levels
Values
faktor 1 faktor 2
2 2
Suhu 70 Suhu 80 Waktu 10 Waktu 15
Source Model Error Corrected Total
DF 3 4 7
R-Square 0.423444
Sum of Squares 7.76695000 10.57540000 18.34235000 Coeff Var 1.972753
Mean Square 2.58898333 2.64385000
F Value Pr>F 0.98 0.4862
Root MSE Respon Mean 1.625992 82.42250
Source
DF Type I SS
Mean Square
faktor 1 faktor 2 faktor 1*faktor 2
1 1 1
5.02445000 0.99405000 1.74845000
5.02445000 0.99405000 1.74845000
F Value 1.90 0.38 0.66
Duncan’s Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 4 2.64385
Number of Mean Critical Range
2 3.192
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 1 A 83.215 4 Suhu 70 B 81.630 4 Suhu 80
Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N faktor 2 A 82.775 4 Waktu 10 B 82.070 4 Waktu 15
Pr>F 0.2401 0.5729 0.4617
Lampiran 7 Perincian biaya investasi minuman emulsi minyak sawit merah
No.
Deskripsi
1 Lahan 2 Bangunan Sub total 3 Mesin dan Alat a. Homogenizer Rotor Stator b. Panci email c. Timbangan d. Gelas ukur e. Corong plastik f. Pasteurizer g. Kereta dorong Sub total 4 Perlengkapan a. Perlengkapan K3 b. Alat-alat kantor Sub total 5 Instalasi penunjang Instalasi air Instalasi listrik Instalasi telepon Sub total 6 Perizinan Total Investasi
Volume Satuan Harga/Unit (Rp)
Biaya
200 180
m2 m2
350.000 2.000.000
70.000.000 360.000.000 430.000.000
2 2 2 4 2 1 1
unit unit unit unit unit unit
27.175.000 300.000 500.000 25.000 15.000 6.226.920 500.000
54.350.000 600.000 1.000.000 100.000 30.000 6.226.920 500.000 62.806.920
1 1
unit paket
500.000 10.000.000
500.000 10.000.000 10.500.000
1 1 1
Paket Paket Paket
633.500 2.000.000 500.000
1
Paket
600.000
633.500 2.000.000 500.000 3.133.500 600.000 507.040.420
62
72
Lampiran 10 Perhitungan biaya pokok produksi Deskripsi A. Biaya Variabel
Biaya
1
Bahan baku
458,430,000
2
Kemasan
262,500,000
3
Listrik
15,000,000
4
Air
1,200,000
5
Gaji tenaga kerja langsung Biaya pemasaran dan 6 distribusi Sub total
48,000,000 6,000,000 791,130,000
B. Biaya Tetap 1
Penyusutan
40,198,688
2
Pemeliharaan Gaji tenaga kerja tidak 3 langsung
8,726,208 100,800,000
4
Pajak
10,750,000
5
Administrasi dan kantor
6,000,000
Sub total
166,474,896 957,604,896
Total
-
Produk yang dihasilkan pertahun Produk yang dihasilkan perhari HPP/200 ml Keuntungan (50%) Harga + keuntungan PPn (10%) Harga+keuntungan+PPn
30.000 100 6,384 3,192 9,576 957 10,533
liter liter rupiah rupiah rupiah rupiah rupiah
Lampiran 11 Rencana pengembalian pinjaman (10 tahun) Tahun Periode Angsuran Pokok Angsuran Bunga Total Angsuran Saldo Akhir Bulan Tahun 0 1.025.251.721 Tahun 1 Tahun 1 102.525.172 153.787.758 256.312.930 922.726.549 Tahun 2 102.525.172 153.787.758 256.312.930 820.201.377 Tahun 3 102.525.172 153.787.758 256.312.930 717.676.205 Tahun 4 102.525.172 153.787.758 256.312.930 615.151.033 Tahun 5 102.525.172 153.787.758 256.312.930 512.625.861 Tahun 6 102.525.172 153.787.758 256.312.930 410.100.688 Tahun 7 102.525.172 153.787.758 256.312.930 307.575.516 Tahun 8 102.525.172 153.787.758 256.312.930 205.050.344 Tahun 9 102.525.172 153.787.758 256.312.930 102.525.172 Tahun 10 102.525.172 153.787.758 256.312.930 Total 1.025.251.721 1.537.877.582 2.563.129.303
Lampiran 12 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah No.
Parameter
Tahun 0
Penjualan (Botol) 1
Minuman Emulsi Total Penjualan
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
120.000
135.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
1.320.000.000
1.485.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.320.000.000
1.485.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
1.650.000.000
Investasi 1
Tanah
2
Bangunan
70.000.000
70.000.000
360.000.000
360.000.000
3 4
Mesin dan Alat
62.806.920
62.806.920
Perlengkapan
10.500.000
5
Instalasi Penunjang
10.500.000
3.133.500
6
Biaya perizinan
3.133.500
Total Investasi
600.000
600.000
507.040.420
507.040.420 799.378.896
878.491.896
957.604.896
957.604.896
957.604.896
957.604.896
957.604.896
957.604.896
957.604.896
957.604.896
1
Biaya tetap
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
166.474.896
2
Biaya variabel
632.904.000
712.017.000
791.130.000
791.130.000
791.130.000
791.130.000
791.130.000
791.130.000
791.130.000
791.130.000
520.621.104
606.508.104
692.395.104
692.395.104
692.395.104
692.395.104
692.395.104
692.395.104
692.395.104
692.395.104
Biaya Operasional
Surplus (Defisit)
(507.040.420)
Lampiran 15 Proyeksi arus kas minuman emulsi minyak sawit merah pada penurunan harga jual produk 8% No.
Parameter Penjualan (Botol) 1 Minuman Emulsi Total Penjualan Investasi 1 Tanah 2 Bangunan 3 Mesin dan Alat 4 Perlengkapan 5 Instalasi Penunjang 6 Biaya perizinan Total Investasi Biaya Operasional 1 Biaya tetap 2 Biaya variabel Surplus (Defisit)
Tahun 0
70.000.000 360.000.000 62.806.920 10.500.000 3.133.500 600.000 507.040.420
(507.040.420)
Tahun 1 120.000 1.200.000.000 1.200.000.000
Tahun 2 135.000 1.350.000.000 1.350.000.000
Tahun 3 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 4 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 5 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 6 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 7 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 8 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 9 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Tahun 10 150.000 1.500.000.000 1.500.000.000
70.000.000 360.000.000 62.806.920 10.500.000 3.133.500 600.000 507.040.420 799.378.896 166.474.896 632.904.000
878.491.896 166.474.896 712.017.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
957.604.896 166.474.896 791.130.000
400.621.104
471.508.104
542.395.104
542.395.104
542.395.104
542.395.104
542.395.104
542.395.104
542.395.104
542.395.104