PENGARUH PEMANASAN DAN DERAJAT KEASAAMAN EMULSI PADA PEMBUATAN MINYAK KELAPA. H.A.R. Fachry , Serlis Arta, Fadma Dewi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih Km. 32, Inderalaya Abstrak Penelitian yang dilakukan adalah pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa dengan menggunakan jeruk nipis sebagai pemecah emulsi santan yang merupakan salah satu alternatif dalam pembuatan minyak kelapa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui temperatur optimum pemanasan, pH optimum, kemudian dilanjutkan dengan penentuan mutu berdasarkan kadar air, kadar asam lemak bebas, angka iod, angka peroksida dan angka penyabunan. Parameter yang digunakan dalam penentuan mutu adalah Standar Industri Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH optimum 7 , lama pemanasan optimum adalah 30 menit, dan temperatur pemanasan optimum adalah 100 oC. Semua minyak kelapa yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi Standar Industri Indonesia. Kata kunci : Emulsi, minyak kelapa, santan.
I. PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman tropis yang banyak dijumpai di Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tanaman kelapa dikenal sebagai tanaman serba guna karena seluruh bagian dari tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia. Bagian tersebut antara lain batang, daun, bunga, dan buah. Bagian yang paling banyak digunakan dan bermanfaat bagi manusia adalah buah kelapa. Buah kelapa mempunyai daging buah yang dapat diolah menjadi minyak kelapa. Dalam pembuatan minyak kelapa dikenal 3 metode, yaitu metode kering, metode ekstraksi dengan zat pelarut, dan metode basah. Pada metode kering menggunakan alat hidrolik pres untuk mengepres daging buah kelapa yang telah dikeringkan sehingga diperoleh minyak kelapa. Pada metode ekstraksi minyak dengan zat pelarut dilakukan dengan menggiling kopra menjadi tepung, kemudian dicampur dengan zat pelarut dan didiamkan selama 40 menit. Terakhir zat pelarutnya diuapkan untuk memperoleh minyak kelapa. Pada Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
metode basah yang tradisional tahapan terdiri dari pemisahan daging buah, pemarutan, pemerasan, dan pemanasan untuk menguapkan kandungan airnya sehingga yang tersisa minyak dan endapan. Selain metode diatas telah dikembangkan cara pengolahan dengan metode basah secara modern dengan cara memekatkan santan dalam alat sentrifugal sehingga air didalam santan dapat dikurangi. Selanjutnya santan pekat tersebut agar emulsi minyak dalam santan pecah (Palungkun, 2001). Pada metode kering jumlah minyak yang dihasilkan lebih banyak dari pada metode basah tetapi kualitas minyak yang dihasilkan masih rendah dan aromanya tidak enak (bau tengik), lain halnya pada metode ekstraksi minyak dengan pelarut dan metode basah, jumlah minyak yang dihasilkan berkualitas baik sehingga diperoleh protein yang baik, tetapi metode-metode ini membutuhkan banyak biaya dan waktu karena posesnya lama. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian bagaimana pengaruh pemanasan dan derajat keasaman emulsi pada pembuatan minyak kelapa. Ini termasuk metode 9
basah, untuk derajat keasaman digunakan air jeruk nipis. Hal ini dilakukan karena jeruk nipis mudah diperoleh dan harganya juga relatif murah. Buah jeruk nipis mempunyai cita rasa yang sangat masam. Hal ini karena jeruk nipis mengandung asam, salah satunya mengandung asam sitrat sekitar 7 % (Rukmana, 1996) sehingga dapat digunakan sebagai pemecah emulsi krim santan untuk menghasilkan minyak kelapa. Penelitian ini dilakukan pemanasan dengan variasi temperatur dan variasi derajat keasaman terhadap jumlah minyak yang dihasilkan serta penentuan mutu minyak kelapa berdasarkan Standar Industri Indonesia. II. BAHAN DAN METODE Bahan. Santan kelapa, air jeruk nipis, khloroform, reagen, natrium thiosulfat, indikator amilum, phenolphetalein, asam asetat, alkohol, KI, NaOH, KOH, dan HCl. Alat. Pipet volum, gelas ukur, pipet tetes, beker gelas pH meter, elenmeyer, corong, oven, eksikator, neraca, cawan petri, buret, penangas air, dan pendingin balik. Ekstaksi Santan dari Daging Buah Kelapa. Kelapa hasil parutan sebanyak 400 gr ditempatkan pada kain katun berbentuk segi empat, kemudian sudutnya ditarik bersama-sama menjadi satu sehingga daging buah kelapa berbentuk seperti bola. Bola diperas dengan cara memuntir kain pembungkusnya. Pemerasan ditahan sampai aliran santan berhenti. Melalui cara ini akan diperoleh santan lebih kurang 50 % dari berat daging buah kelapa parutan mula-mula (Suhardiyono, 1987). Kemudian ampas ditumbuk dan ditambah air dan diperaas dengan cara yang sama. Persiapan Sampel. Ekstraksi santan kelapa dari daging buah kelapa, buah kelapa yang digunakan merupakan kelapa tua yang berumur sekitar 8 – 9 bulan. Ekstrak air jeruk nipis dari buah jeruk nipis yang sudah berumur 4 – 5 bulan dengan cara memotong jeruk nipis menjadi beberapa bagian kemudian diperas sehingga airnya akan keluar. Penentuan Mutu Minyak Kelapa. Kadar Air. Sebanyak 2 – 5 gr minyak ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 105 oC selama 3 – 5 jam. Setelah sample diangkat, lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Panaskan lagi dalam oven selama 30
10
menit dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. Berat sebelum dan sesudah pemanasan dicatat. Kadar Asam Lemak Bebas (Asam Laurat). Sebanyak 10 – 20 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator phenolphthalein. Setelah itu dititrasi dengan larutan 0,1 N NaOH sampai terbentuk warna merah jambu. Angka Iod. Sebanyak 0,1 - 0,5 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml reagen iodium-bromida dan biarkan ditempat gelap selama 30 menit. Kemudian tambahkan 10 ml larutan KI 15 % dan 50 – 100 ml aquadest yang telah dididihkan dan segera dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian tambahkan 2 ml larutan pati. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang. Kemudian dibuat larutan blangko dari 25 ml reagen iodium-bromida dan ditambah KI 15 % lalu diencerkan dengan 100 ml aquades yang telah didihkan serta dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Sudarmadji, 1989). Angka Peroksida. Sebanyak 5 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer, kemudian dimasukkan 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60 % asam asetat glacial dan 40 % kloroform. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan kalium iodide jenuh sambil dikocok selama 2 menit. Kemudian tambahkan 30 ml air dan 1 – 2 ml amilum. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N sampai warna kuning hilang. Dengan cara yang sama dibuat juga penentuan blanko. Jumlah larutan natrium thiosulfat untuk titrasi sampel dan blanko dicatat (Ketare, 1986). Angka Penyabunan. Sebanyak 1,5 – 5 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH yang dibuat dari 40 gr KOH dalam 1 liter alkohol. Setelah itu ditutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 10 menit kemudian dinginkan dan tambahkan beberapa tetes indicator phenolphthalein dan titrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar 0,5 N HCl. Selanjutnya dibuat titrasi blanko dengan prosedur yang sama kecuali tanpa minyak.
Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pH elmusi santan terhadap jumlah minyak yang dihasilkan dapat lihat pada gambar berikut : 120 100 JUMLAH MINYAK (ml) 80 60 40 20 0 0 75 C 100 C 130 C
2
4
6
8
pH
Gambar 1. Grafik pengaruh pH emulsi santan terhadap jumlah minyak yang dihasilkan pada beberapa temperatur. Dari gambar.1 dapat diketahui bahwa derajat keasaman berpengaruh terhadap jumlah minyak yang dihasilkan, pada temperatur peamanasan 75 ˚C dihasilkan jumlah minyak yang optimal pada pH 6 sebanyak ± 75 ml. Demikian juga dengan temperature 100 ˚C dan pada temperature 130 ˚C. Masing-masing dari temperature tersebut dihasilkan jumlah minyak yanglebih banyak bila dibandingkan pada temperature 75 ˚C. Berdasarkan gambar diatas (grafik pada temperature 75 ˚C) terlihat bahwa semakin tinggi pH, maka akan meningkatkan jumlah minyak yang dihasilkan dan pada titik pH tertentu jumlah minyak yang dihasilkan akan menurun Pada pH 6 menghasilkan jumlah minyak maksimal. Hal ini disebabkan penambahan asam jeruk nipis sudah cukup stabil dalam menurunkan pH protein dalam emulsi santan. Protein pada emulsi santan berada diatas pH isolistrik dan menyebakan protein akan bermuatan negative (Bird, 1993). Hal ini akan menimbulkan gaya tolak menolak antar partikelpartikel negative dan mencegah terjadinya agregasi. Tetapi dengan penambahan asam dari air jeruk nipis akan membuat protein berada pada pH isolistriknya sebagai akibat kation (H+) pada gugus karboksilat dari asam jeruk nipis akan menetralkan muatan negative pada kation. pH isolistrik adalah pH dimana muatan gugus amino dan karboksil dari Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
protein akan saling menetralkan sehingga molekul akan bermuatan nol. Pada pH isolistrik inilah protein akan mengalami denaturasi sehingga terjadi penggabungan partikel-partikel terdispersi membentuk agregat. Hal ini akan membuat emulsi pecah sehingga minyak akan keluar. Pada gambar 1 juga terlihat bahwa semakin rendah pH akan menyebabkan jumlah minyak yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini dikarenakan penambahan asam yang berlebihan akan menyebabkan santan menjadi sangat encer dan partikel-partikel akan tersebar secara zig-zag dan saling bertumbukan yang mengakibatkan tegangan permukaan meningkat. Hal ini mengakibatkan jarak antara partikel-partikel protein makin jauh sehingga minyak yang terbentuk menjadi sedikit meskipun emulsi telah pecah dan pH isolistrik protein telah diturunkan sebagian akibat penetralan oleh asam jeruk nipis. Pada gambar 1 dapat diketahui pH optimum emulsi santan yaitu pH 7. Hal ini disebabkan jumlah minyak yang dihasilkan maksimum pada kondisi ini.Jumlah minyak yang dihasilkan maksimum pada derajat ke asam 7 ini disebabkan emulsi santan telah pecah. Hal ini terjadi karena protein yang ada pada emulsi santan mengalami denaturasi karena pH 7 merupakan pH isolistrik protein. Pengaruh temperatur pemanasan elmusi santan terhadap jumlah minyak yang dihasilkan dapat lihat pada gambar berikut : JUMLAH 120 MINYAK YANG DIHASILKAN 100 80 (ml) 60 40 20 0
pH 05 pH 6 pH 7
20
40
60
80
100
120
140
TEMPERATUR PEMANASANo C)(
Gambar 2. Grafik pengaruh temperatur pemanasan terhadap jumlah minyak yang dihasilkan pada beberapa pH Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa pada derajat keasaman yang berbeda dengan temperature pemanasan yang berbeda juga dihasilkan jumlah minyak yang hampir sama. pH 7 dan pH 5 11
menghasilkan jumlah minyak yang sama pada pemanasan pada temperature 75 ˚C dan 130 ˚C. dari grafik atas juga dapat dilihat dengan jelas bahwa pada temperature 100 ˚C dihasilkan jumlah minyak yang optimal. Dari grafik di atas jelas terlihat bahwa temperatur optimum dalam menghasilkan minyak adalah pada pemanasan dengan temperatur 100 ˚C. Pada saat santan dipanaskan dengan suhu dibawah 100 ˚C jumlah minyak yang dihasilkan lebih sedikit, begitu juga bila dipanaskan dengan temperatur diatas 100 ˚C. Untuk menghasilkan minyak dari emulsi santan yang merupakan emulsi minyak di dalam air. Kita harus terlebih dahulu memberikan perlakuan terhadap emulsi santan. Pada penelitian ini, perlakuan yang diberikan pada emulsi santan dengan cara memanaskan emulsi tersebut dan penambahan air jeruk nipis. Hal ini dilakukan untuk memisahkan minyak di dalam emulsi minyak di dalam air tersebut. Minyak akan didapatkan apabila emulsi minyak di dalam air telah terpisah menjadi beberapa fase yaitu fase terdispersi, medium pendispersi dan emulsifier. Apabila telah terpisah, ketiga bagian tersebut maka akan didapatkan minyak. Di dalam santan zat emulsifiernya adalah protein. Protein mempunyai struktur dasar yaitu struktur primer, skunder, tertier dan kuartener. Pada struktur primer, hanya terdapat ikatan peptide diantara asam aminonya. Pada struktur sekunder, terdapat ikatan peptide dan ikatan hidrogen. Pada struktur tersier, rantai polipeptidanya cendrung membelit atau melipat membentuk struktur dan kompleks yang tergantung pada gugus R setiap asam aminonya serta distabilkan oleh ikatan hidrofen, ikatan sulfide, interaksi hidrofobik dan interaksi dipole-dipolnya. Pada struktur kuartener, molekul proteinnya terbentuk dari beberapa bentuk tersier (Girinda, 1990). Ikatan dalam suatu polipeptida yang mempertahankan struktur sekunder, tersier, dan kuartener mudah sekali rusak sehingga berakibat akan rusak oleh penambahan asam atau basa kuat, pelarut organic dan pemanasan dalam temperature kamar. Secara fisik, danaturasi protein dapat dipandang sebagai suatu penambahan konformasi rantai polipeptida yang tidak mempengaruhi struktur primernya. Protein telah mengalami denaturasi dengan pemanasan pada temperature kamar sehingga santan dapat dipisahkan menjadi fase terdispersi, pendispersi dan emulsifier.
12
Pada gambar 2 dapat ketahui bahwa pemanasan emulsi santan pada temperatur 100 ˚C menunjukkan jumlah minyak kelapayang dihasilkan optimal. Ini terjadi karena protein yang ada pada emulsi santan telah mengalami denaturasi sehingga emulsi santan telah terpisah menjadi tiga bagian yaitu emulsifier, zat terdispersi dan pendispersi. Selain itu dari gambar 2 diatas terlihat juga bahwa pada temperatur 75 ˚C ke temperatur 100 ˚C jumlah minyak yang dihasilkan mengalami peningkatan ini terjadi karena semakin temperature maka semakin banyak protein yang ada didalam emulsi santan mengalami denaturasi dan jumlah air yang ada pada emulsi tersebut mengalami pengurangan. Jumlah air akan menjadi uap seluruhnya pada temperatur 100 ˚C . Sehingga mengakibatkan jumlah minyak yang dihasilkan maksimal pada temperatur 100 ˚C. Setelah diatas temperatur 100 ˚C jumlah minyak dihasikan menuruh ini terjadi karena protein bisa terdenaturasi secara maksimal pada temparatur yang tidak terlalu tinggi. Pengaruh lamanya pemanasan elmusi santan terhadap jumlah minyak yang dihasilkan dapat lihat pada gambar berikut : 120 JUMLAH 100 MINYAK (ml) 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
50
60
70
LAMA PEMANASAN (MENIT)
Gambar 3. Grafik pengaruh lamanya pemanasan terhadap jumlah minyak yang dihasilkan. Dari grafik diatas diketahui bahwa lama waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap jumlah minyak kelapa yang dihasilkan. Dengan temperatur sama dan lama waktu pemanasan yang berbeda maka jumlah minyak kelapa yang dihasilkan berbeda pula. Hal ini membuktikan bahwa lamanya waktu pemanasan berpengaruh terhadap jumlah minyak kelapa yang dihasilkan. Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang berwarna putih dari daging buah kelapa yang diparut. Pada umumnya emulsi bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah (minyak dan air akan pecah) tergantung lingkungannya.untuk menstabilkan emulsi biasanya ditambahkan ke dalamnya Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
emulsifier. Akan tetapi untuk mengambil minyak dari emulsi minyak dalam air ini kita harus terlebih dahulu memecahkan emulsi tersebut. Menurut Johanes, 1994 ada dua cara untuk memecahkan emulsi yaitu : 1. Memecahkan zat pengemulsi dengan reaksi kimia yang mengubahnya menjadi zat lain 2. Merobek film pelindung dengan cara mekanika (agitasi, siteris, filtrasi ), dengan cara kimia (penambahan pengemulsi yang hendak membuat emulsi menjadi terbalik) dengan cara fisika (pemanasan, pembekuan, elektroforesa dengan potensial tinggi). Pemecahan emulsi ini mengakibatkan santan (emulsi minyak dalam air) akan terbagi menjadi tiga fase yaitu fase terdispersi, medium pendispersi, dan emulsifier). Emulsifier yang terdapat pada santan adalah protein. Protein membungkus butir-butir minyak bergabung menjadi suatu fasa kontinyu. Hal ini dikarenakan protein sebagian gugusnya lebih suka air (polar) dan bagian lainnya bersifat suka terhadap minyak (non polar), maka kondisi emulsi santan menjadi sangat stabil. Bila dipanaskan protein akan menggumpal sehingga protein tersebut bisa dikatakan telah mengalami denaturasi. Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur skunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan ikatan kovalen atau suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antar gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan minyak terpisah dari protein yang terkoagulasi maka protein akan mengendap. Pengaruh lamanya pemanasan terhadap jumlah minyak dapat dilihat bahwa dengan semakin lamanya waktu pemanasan yaitu 60 menit maka jumlah minyak yang dihasilkan semakin berkurang. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
Hal ini terjadi karena kadar air yang ada didalam minyak tersebut menguap. Semakin banyak air yang menguap didalam minyak tersebut maka akan semakin berkurang jumlah minyak yang dihasilkan dan dapat lihat dari semakin kecil kadar air yang ada didalam minyak tersebut. Tabel 1. Kadar air o
1. Temperatur 75 C - pH 7 - pH 6 - pH 5 2. Temperatur 100oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 3. Temperatur 130oC - pH 7 - pH 6 - pH 5
Kadar air %(b/b) 0,38 0,15 0,31 0,096 0,04 0,36
Standar Mutu
Maksimum 0,5
0,025 0,24 0,038
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kemampuan asam air jeruk nipis dalam memecah emulsi santan sehingga air yang terbentuk dari proses pembentukkan alami minyak akan terpisah dengan minyak dalam jumlah maksimum sehingga air yang terkandung dalam minyak akan rendah. Minyak dengan kandungan air yang rendah akan terhindar dari ketengikan atau bau tidak sedap yang timbul dari reaksi hidrolisa minyak. Minyak yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki kualitas yang cukup baik dan sesuai dengan Standar Industri Indonesia. Tabel 2. Kadar Asam Lemak Bebas
1. Temperatur 75oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 2. Temperatur 100oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 3. Temperatur 130oC - pH 7 - pH 6 - pH 5
Kadar asam lemak bebas (asam laurat) %
Standar Mutu
0,52 1,4 0,6 0,48 2,3 0,74
Maksimum 5
0,44 1,04 0,9
13
Kadar asam lemak bebas menunjukkan banyaknya jumlah NaOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat didalam minyak. Ukuran dari jumlah asam lemak bebas berdasarkan berat molekul dari asam lemak. Minyak kelapa mengandung asam laurat yang tinggi dibandingkan dengan asam-asam lemak yang lain sehingga jumlah asam laurat yang berada dalam bentuk bebas dapat diketahui. Berdasarkan tabel dan grafik diatas terlihat bahwa asam lemak bebas yaitu asam laurat, mempunyai kadar yang jauh lebih kecil dari 5%. Hal ini dapat dijelaskan karena kandungan air yang sedikit pada minyak menyebabkan proses hidrolisis menghasilkan asam lemak bebas dalam jumlah yang sedikit pula sehingga kerusakan minyak sebagai akibat dari asam lemak bebas yang terbentuk dapat dihindari. Asam lemak bebas juga dapat terbentuk karena adanya enzim lipase yang dapat menghidrolisis minyak netral (trigliserida) pada saat minyak masih berada dalam jaringan daging kelapa. Pada proses pengolahan minyak digunakan buah kelapa yang sudah tua sehingga aktivitas enzim lipase sudah berkurang dalam menghidrolisis minyak, akibatnya asam lemak bebas yang terbentuk kadarnya rendah. Tabel 3. Angka Iod
1. Temperatur 75oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 2. Temperatur 100oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 3. Temperatur 130oC - pH 7 - pH 6 - pH 5
Angka Iod (mg iod/ g minyak)
Standar Mutu
8,375 9,391 6,853 9,391 6,853 8,122
1. Temperatur 75oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 2. Temperatur 100oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 3. Temperatur 130oC - pH 7 - pH 6 - pH 5
Angka Peroksida (mg oksigen/g minyak)
Standar Mutu
0,0096 0,08 0,0144 0,016 0,064 0,0288
Maksimum 5
0,016 0,0976 0,096
Angka peroksida dapat mementukan derajat kerusakan minyak sebagai akibat terjadinya reaksi oksidasi yaitu asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Hal ini akan berpengaruh terhadap cita rasa minyak. Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa angka peroksida jauh lebih kecil dari 5 pada standar mutu. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen atau kontak dengan udara selama proses pembuatan minyak dapat diminimalkan sehingga reaksi oksidasi pada minyak cukup rendah. Hal ini akan mengurangi peroksida yang terbentuk sehingga kerusakan minyak dapat dihindari Tabel 5. angka Penyabunan
6,2–10,5
6,853 9,391 10,152
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa angka iod mencerminkan ketidak jenuhan asam lemak penyusun minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyak iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa angka iod dari minyak kelapa masih sesuai dengan standar mutu.
14
Tabel 4. Angka Peroksida
1. Temperatur 75oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 2. Temperatur 100oC - pH 7 - pH 6 - pH 5 3. Temperatur 130oC - pH 7 - pH 6 - pH 5
Angka Penyabunan (mg KOH/g minyak)
Standar Mutu
263,67 229,075 263,67 259,06 252,45 229,075
225 - 265
264,05 256,19 248,71
Angka penyabunan adalah suatu bilangan yang menunjukkan jumlah milligram alkali yang
Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
diperlukan untuk menyabunkan 1 gram dari berat minyak. Besar angka penyabunan tergantung pada berat molekul minyak. Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran angka penyabunan terhadap minyak kelapa masih sesuai dengan standar mutu. Dari angka penyabunan ini menunjukkan bahwa sabun yang terbentuk pada proses saponifikasi mengandung asam-asam lemak rantai panjang dengan berat molekul yang besar. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : 1. pH optimum antara emulsi santan dengan air jeruk nipis adalah 7. 2. Temperatur pemanasan optimum adalah pada 100 oC dengan jumlah minyak yang dihasilkan sebanyak 105 ml. 3. Lama pemanasan optimum adalah 30 menit dengan jumlah minyak yang dihasilkan sebanyak 105 ml. 4. Mutu minyak kelapa yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi Standar Industri Indonesia. 2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai proses pengolahan minyak kelapa yang berorientasi pada skala pabrik atau ‘pilot project’ dan mempunyai kualitas yang sesuai dengan standar industri Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Aminudin, A, dkk. 1993. Kamus Kimia Organik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Anief, M. 1999. Sisten Dispersi, Formulasi Suspensi, dan Emulsi. UGM Press. Yogyakarta. Bird Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
Gamman, PM, dan K.B. Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press. Yokyakarta. Girinda Aisjah. 1990. Biokimia I .PT. Gramedia. Jakarta. Johanes, H. 1994. Kimia Koloid dan Kimia Permukaan. UGM Press. Yogyakarta. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Muctadi, D, Nuhreni, dan M,Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi I, Sumber, Fungsi, dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Palungkun, R. 2001. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Poedjiadi Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rukmana, R. 1995. Jeruk Nipis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sarwono, B. 1991. Jeruk Nipis dan Pemanfaatannya.Penebar Swadaya. Jakarta. Setyamidjaja, D. 1991. Bertanam Kelapa. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sudarmadji, S. Bambang, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Suhardiman, P. 1996. Bertanam Kelapa Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. Suhardiyono, L. 1987. Tanaman Kelapa. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suheryanto, dkk. 1991. Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pembuatan Minyak Kelapa Dengan Cara Elektroforesis. Pusat Penelitian UNSRI. Palembang. Winarno, F.G, Srikandi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Minyak Goreng Dalam Menu Masyarakat.Balai Pustaka.Jakarta.
15
16
Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007