Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
PROSES METAKOGNISI MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KEPOLARAN STUDENTS’ METACOGNITION PROCESS IN PROBLEM SOLVINGOF POLARITY Bambang Sugiarto Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761 Email :
[email protected]
Abstrak.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses metakognisi mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kepolaran. Penyelesaian masalah ditinjau menurut tahapan: analisis masalah, perencanaan, penyelesaian, dan penilaian. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Sebagai subyek penelitian adalah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ikatan kimia dengan instrumen utamanya adalah peneliti sendiri (human instrument).Metode penelitian yang digunakan adalah observasi dan deep interview yang didukung dengan alat audio recorder, handycam, dan buku catatan lapangan.Untuk mengecek keabsahan data digunakan triangulasi metodedan expert judgement. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pada tahap analisis masalah dan perencanaan mahasiswa kelompok atas, tengah, dan bawah melakukan aktivitas metakognisi dimensi planning, (2) pada tahap penyelesaian masalah mahasiswa kelompok atas, tengah, dan bawah melakukan aktivitas metakognisi dimensi monitoring, dan (3) pada tahap penilaian mahasiswa kelompok atas melakukan aktivitas metakognisi dimensi reflection yang lebih bervariasi darpada subyek kelompok tengah, sedang subyek kelompok bawah tidak melakukan reflection Kata kunci: Proses Metakognisi, Penyelesaian Masalah, Kepolaran
Abstract.The purpose of these study are to describe and analyze the students’ metacognition process teachers in solving problem of polarity. The phases of problem solving are: analysis of problem, planning, problem solving, and evaluation. This study was a qualitative research, because it was done in a natural setting or in context of an entity. Subjects werestudents whofollow thecourseof chemical bondswiththe maininstrumentisthe researcher's own (human instrument). The method used is observation and deep interview are supported by means of audio recorders, camcorders, and notebook field. To check the validity of the data used triangulation methods and expert judgment. The results showed that: (1) planning dimensions carried out by the upper, middle, and lower groups in the problem analysis and plan phases, (2) monitoring dimensions carried out by all groups in problem-solving phase, and (3) reflection dimensions carried out by the upper and middle groups in the evaluation phase, and no reflection by lower group. Keywords: metacognition process, problem solving, polarity kesalahanmahasiswa dalam memahami teori kepolaran. Kesalahan tersebut antara lain dalam memahami kepolaran suatu molekul terkait
PENDAHULUAN Dalam pembelajaran mata kuliah ikatan kimia seringkali ditemui adanya
B - 66
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
konsep yang mendasari yaitu bentuk molekul dan keelektronegatifan. Ketidakpahaman atau kesalahan mahasiswa ini terjadi berulang-ulang. Menurut Piaget (Cherry, Tanpa Tahun), ketidakpahaman mahasiswa tersebut disebabkan informasi baru yang diperoleh tidak sesuai dengan skema yang telah terbentuk. Adanya permasalahan tersebut tidak hanya disebabkan karena kegiatan proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas, tetapi ditengarai adanya penyebab lain yang terdapat di dalam diri mahasiswa antara lain bagaimana keterampilan mahasiswa dalam mempersiapkan, memantau, dan mengevaluasi belajarnya. Keterampilan ini disebut dengan keterampilan metakognitif. Rickey dan Stacy (2000), menyatakan bahwa keterampilan metakognitif adalah domain yang spesifik.Dalam wilayah ilmu kimia, untuk belajar yang lebih mendalam agar dapat meningkatkan pemahaman konseptual dan berhasil dalam menyelesaikan masalah diperlukan pengembangan keterampilan metakognitif. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis proses metakognisi mahasiswa dimensi planning, monitoring, dan reflection dalam menyelesaikan masalah kepolaran.
Proses metakognitif subyek pelitian ediketahui melalui analisis dokumen yang berupa jawaban tertulis subyek dalam menyelesaikan masalah. Untuk menjamin keabsahan data dilakukan triangulasi metode yaitu menguji hasil analisis dokumen dengan wawancara secara mendalam (deep interview) (Lincoln dan Guba, 1985: 306). Pengecekan keabsahan data juga dilakukan secara expert judgement, yaitu mencocokkan dengan narasumber (dosen) baik berupa hasil catatan kuliah, penjelasan tentang penyelesaian masalah/soal, dan buku ajar yang ditulis sendiri oleh narasumber sehingga tidak terjadi kesalahan secara keilmuan. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang didukung alat berupa audio recorder,handycam, dan buku catatan lapangan.Wawancara bertujuan untuk mendalami proses metakognisi mahasiswa dalamdimensi planning, monitoring, dan reflection yang dirinci menjadi sejumlah aktivitasdengan beberapa modifikasi (Tabel 1). Tabel 1 Identifikasi Dimensi Aktivitas Metakognisi Dimensi Aktivitas Metakognisi Regulasi-Diri Merencanakan (Planning) P-1 Berpikir/membaca/ menulis apa yang diketahui dan tidak diketahui P-2 Menetapkan tujuan P-3 Menetapkan strategi penyelesaian masalah P-4 Menetapkan hasil antara yang dapat dicapai P-5 Merencanakan suatu representasi (rumus molekul/ struktur, persama an reaksi, teks, gambar) untuk mendukung pemahaman Memantau (Monitoring) M-1 Membaca ulang materi hingga benar-benar dipahami M-2 Menggunakan aturan, seperti: rumus molekul, rumus struktur, persa-maan reaksi. diagram, atau grafik. M-3 Memantau sesuatu yang dianggap kesalahan seperti tulisan, gambar, atau rumus molekul/ struktur. M-4 Memantau dengan cermat dalam penyelesaian masalah M-5 Memantau dengan beargumentasi M-6 Mengungkapkan kekurang pengertian
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan kualitatif dan sebagai subyek penelitian adalah mahasiswa calon guru kimia.Pemilihan subyek dilakukan terhadap 18 orang calon subyek sampai diperoleh hasil wawancara yang konsisten. Hasil wawancara mendalam untuk mengemukakan proses metakognitif ini menjadi penyaring terakhir untuk memperoleh subjek penelitian. Subjek penelitian yang terpilih sebanyak 8 (delapan) orang yang terdiri atas: tiga orang berasal dari kelompok atas (subyek 01A, 02A, dan 03A), tiga orang dari kelompok tengah (subyek 01T, 02T, dan 03T),, dan dua orang dari kelompok bawah (subyek 01B dan 02B).
B - 67
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
kebasaannya. Bila direaksikan dengan BF 3, mana yang reaksinya lebih eksotermik?
Dimensi Aktivitas Metakognisi Regulasi-Diri M-7 Memantau kekurangan perencanaan M-8 Memantau kesesuaian antara fakta dan tujuan Refleksi (Reflection) R-1 Merefleksi apakah konsep-konsep/ tujuan telah tercapai R-2 Merefleksi penerapan/penggu-naan strategi yang lebih efisien R-3 Menganalisis teks rumus molekul, rumus struktur, gambar. R-4 Menganalisis terha-dap cara atau struktur pengambilan keputusan R-5 Melakukan pilihan yang disengaja dalam bentuk suatu representasi (rumus molekul, rumus struktur, teks, gambar) R-6 Mengenali interaksi antara representasi dan gagasan yang salah sebagai suatu tema control Sumber: Adaptasi dari Fresenborg dan Kaune (2007) dan Pulmones (2007)
HASIL PENELITIAN Berdasarkan data yang telah diuji keabsahannya diperoleh hasil penelitian berupa proses metakognisi mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kepolaran. a. Penyelesaian masalah kelompok atas. 1) Subyek 01A, 02A, dan 03A melakukan planning pada tahap analisis masalah berupamembaca atau mengungkapkan masalah kemudian menuliskan apa yang diketahui tentang masalah (P-1). 2) Pada tahap perencanaan (PM-2) penyelesaian masalah kepolaran, subyek 01A dan 03A menentukan bilangan koordinasi (BK), pasangan electron ikatan (PEI), dan pasangan electron bebas (PEB) serta memperkirakan bentuk suatu molekul dengan menghitung BK sebagai strategi untuk menyelesaikan masalah (P-3). 3) Pada tahap penyelesaian masalah (PM-3), subyek 01A menggunakan BK, PEI, dan PEB (M-2) untuk menentukan bentuk molekul SO2 dan AsCl2F3. Subyek 02A menggunakan bentuk molekul SO2 (M-2) untuk menentukan sifat kepolaran SO2.Pada tahap penyelesaian masalah (PM-3) kepolaran SO2,subyek 01A mengontrol dengan cermat (M-4) dalam penyelesaian masalah dengan menuliskan besarnya sudut ikatan O=S=O sebesar <120o sehingga menghasilkan bentuk V yang polar. Subyek 01A memantau dengan cemat dalam penyelesaian masalah (M-4) kepolaran AsCl2F3 dengan menuliskan bahwa momen dipole molekul AsCl2F3 secara aksial mempunyai resultan nol, tetapi secara ekuatorial tidak nol karena substituen-nya berbeda keelektronegatifannya. Subyek 03A memantau dengan cermat (M-4) pada penyelesaian masalah kepolaran serta kebasaan NH3 danNF3, terkait penjelasan arah momen dipol yang menghasilkan bahwa
Analisa data kualitatif yang digunakan pada penelitian ini mengikuti pola Miles dan Huberman (1994:10-12), yaitu membagi analisa data kualitatif menjadi tiga proses. Ketiga proses tersebut diorganisasikan ke dalam: data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Komponen Analisis Data: Model Interaktif(Miles and Huberman, 1994:12). Pada penelitian ini masalah kepolaran yang harus diselesaikan adalah: 1. Ramalkan kepolaran dari SO2. 2. Ramalkan kepolaran dari AsCl2F3. 3. Antara NH3 dan NF3. Jelaskan perbedaan kepolarannya. Jelaskan perbedaan
B - 68
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
molekul NH3 lebih polar dan bersifat lebih basa dari pada molekul NF3. Pada tahap penyelesaian masalah (PM3) kepolaran SO2, subyek 02A memantau dengan berargumentasi (M-5) bahwa kepolaran suatu molekul tergantung pada kesimetrisannya dan menjelaskan terjadinya distorsi pada bentuk trigonal planar sehingga menjadi V-shape. Subyek 03A memantau dengan berargumentasi (M-5) pada penyelesaian masalah kepolaran serta kebasaan NH3 danNF3, bahwa molekul NH3 lebih reaktif dari pada NF 3 karena momen dipolnya searah, sehingga NH3 lebih mudah membentuk ikatan dengan BF 3.B 4) Pada tahap penilaian masalah (PM-4) subyek 03A melakukan refleksi terhadap ketercapaian tujuan masalah (R-1) yaitu mengecek kebenaran bahwa molekul SO 2 bersifat polar dengan momen dipole menuju ke arah atom S.Subyek 01A melakukan refleksi berupa pilihan yang disengaja dalam bentuk suatu representasi (R-5) berupa memastikan arah momen dipol pada struktur molekul SO2, yaitu dari atom S (lebih elektropositif) menuju ke arah atom O (lebih elektronegatif) sehingga SO2 bersifat polar dandalam memastikan arah momen dipol AsCl2F3, yaitu dari atom Al menuju ke atom F yang lebih elektronegatif, sehingga AsCl2F3 bersifat polar. b. Penyelesaian masalah kelompok tengah
4)
c. 1)
2)
1) Pada tahap menganalisis masalah (PM-1) subyek 01T, 02T, dan 03T melakukan planning untuk memahami informasi dengan menuliskan permasalahan (P-1) kepolaran. 2) Pada tahap rencana (PM-2) subyek 01T dan 03T menyatakan, bahwa untuk meramal kepolaran suatu molekul diperlukanstrategi untuk menyelesaikan masalah (P-3) dengan menentukan bentuk molekul terlebih dulu dengan memanfaatkan BK, PEI, dan PEB. 3) Pada tahap penyelesaian masalah (PM-3) kepolaran SO2, subyek 01T menggunakan
3)
B - 69
BK, PEI, dan PEB (M-2) untuk menggambar molekul SO2 dengan bentuk V. Subyek 02T menggunakan gambar bentuk molekul sebagai hasil antara (M-2) untuk menyelesaikan masalah (PM-3) kepolaran NH3 dan NF3. Subyek 03T menggunakan hasil penentuan BK, PEI, dan PEB (M-2) untuk menentukan bentuk molekul AsCl2F3. Subyek 02T mengontrol adanya kesalahan (M-3) bahwa molekul AsCl2F3 yang ditulis “non polar” seharusnya”polar” Subyek 03T menuliskan lambang arah resultan momen dipole (↦) ke arah kiri yang menunjukkan subyek 03T memantau dengan cermat dalam penyelesaian masalah (M-4). Pada tahap penilaiansubyek 03T melakukanreflection berupa ketercapaian tujuan masalah (R-1) yaitu mengecek kebenaran bahwa AsCl2F3 bersifat polar dengan momen dipole menuju ke arah atom F yang lebih elektronegatif. Penyelesaian masalah kelompok bawah Pada tahap analisis masalah (PM-1) subyek 01B dan 02B melakukan planning untuk memahami informasi dengan membaca kemudian menuliskan masalah (P-1) kepolaran. Pada tahap membuat rencana (PM-2) penyelesaian masalah kepolaran subyek 01B dan 02B memilih strategi untuk penyelesaian masalah (P-3) dengan meramal bentuk molekul terlebih dulu yang diawali penentuan BK dan PEB. Pada tahap penyelesaian masalah (PM-3) subyek 01B dan 02B menggunakan BK, PEI, dan PEB (M-2) untuk menentukan bentuk molekul SO 2, AsCl2F3, NH3 dan NF3 sebelum memprediksi kepolarannya. Subyek 02B memantau dengan cermat (M-4) bahwa SO2 bersifat polar karena terdapat PEB pada atom S. Subyek 02Bmelakukan pemantauan dengan berargumentasi (M-5) bahwa molekul AsCl2F dengan struktur trigonal bipiramidal 2 atom F terletak di aksial, sedang 1 atom F
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
lainnya dan 2 atom Cl terletak di ekuatorial sehingga molekul AsCl2F3 bersifat polar. Memperhatikan hasil analisis di atas, maka dapat diilustrasikan keterampilan metakognitif mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kepolaran sebagai ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 2 Aktivitas Metakognitif Mahasiswa dalam Penyelesaian Masalah Kepolaran
No 1 . 2 .
3 . 4 .
Tahap Analisis Masalah (PM-1) Perencanaan (PM-2)
Penyelesai an (PM-3) Penilaian (PM-4)
A P-1
P-3
Aktivitas Pengaturan Diri Metakognitif Planning Monitoring T B A T B A P-1 P-1
P-3
Reflection T
B
P-3
M-2 M-4 M-5
M-2 M-3 M-4
M-2 M-4 M-5 R-1 R-5
R-1
Keterangan: A - Kelompok Atas, T - Kelompok Tengah, B - Kelompok Bawah
PEMBAHASAN Aktivitas metakognitif berupa mengungkapkan dan menuliskan masalah (P-1) dilakukan oleh ketiga kelompoksubyek pada tahap menganalisis masalah (PM-1) menunjukkan bahwa subyek secara akurat mengidentifikasi dan memahami masalah dari apa yang diketahui dan yang tidak diketahui. Subyek harus memeriksa masalah dan menafsirkan masalah secara benar sesuai pengetahuan dan pengalaman mereka. Aktivitas metakognitif di atas mendukung gagasan Gok (2010), bahwa dalam langkah pertama subyek harus dapat memutuskan apa informasi yang penting pada masalah tersebut dan informasi apa yang diperlukan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Schoenfeld (Rysz, 2004), yang menyatakan bahwa ketika seseorang membaca suatu masalah, secara tidak langsung mengerti atau tidak mengerti apa yang dibacanya. Di sini aspek metakognisi yang berkaitan dengan pengetahuan individual dibutuhkan dan melalui tahapan ini pebelajar
B - 70
yang menyelesaikan masalah akan sampai pada pengevaluasian terhadap apa yang dipikirkannya yang juga merupakan salah satu aspek dari pengalaman metakognisi.Keterampilan metakognitif yang dilakukan oleh ketiga kelompok di atas menurut Pulmones (2007) termasuk aktivitas metakognisi untuk dimensi perencanaan dalam penyelesaian masalah antara lain dapat berupa berpikir dan menulis apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, serta mengidentifikasi dimana tempat untuk menemukan informasi yang belum diketahui. Aktivitas metakognitif pada tahap perencanaan (PM-2) berupa menetapkan strategi penyelesaian (P-3) menunjukkan bahwa semua subyek tahu tentang pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.Pada tahap ini subyek tahu apa yang pertama kali harus dilakukan, subyek juga tahu ke mana arah pikirannya akan dibawa. Woolfolk (1998) berpandangan, bahwa pemilihan strategi (P-3) apa yang akan dipakai, sumber apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana memulainya, dan mana yang harus diikuti atau dilaksanakan lebih dulu termasuk dalam keterampilan metakognitif perencanaan dalam menyelesaikan masalah. Menurut Polya (1973), penetapan strategi penyelesaian masalah bertujuan untuk menemukan hubungan masalah dengan masalah lainnya atau hubungan antara data dengan hal yang tidak diketahui, dan sebagainya. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Jacob dan Paris (Jbeili, 2003; 64), bahwa komponen pengaturan kognisi perencanaan meliputi penetapan tujuan, mengaktifkan sumberdaya yang relevan, dan memilih strategi yang sesuai, sedang menurut Flavell (Desoete, 2001) aktivitas tersebut merupakan pengetahuan metakognitif kategori variabel strategi, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana mengatasi kesulitan yang timbul, atau bagaimana mencapai target. Penetapan strategi penyelesaian masalah yang dilakukan oleh subyek dari ketiga kelompok ini menurut
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
Schraw dan Moshman (1995) merupakan aktivitas dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk belajar dengan menggunakan strategi-strategi kognitif. Pada tahap penyelesaian masalah (PM-3) menunjukkan bahwa ketiga kelompok subyek memanggil kembaliinformasi yang telah disimpan dalam memori jangka panjang yaitu menggunakan aturan-aturan (M-2). Aktivitas ini menurut Pulmones (2007 :170), bahwa manifestasi metakognitif dimensi monitoring dapat berupa: menggunakan kamus untuk mencari kata-kata sulit, menggunakan gambar, membuat diagram, membuat tabel, menuliskan pada catatan kecil, dan lain-lain. Aktivitas metakognisi melakukan pemantauan terhadap kesalahan jawaban (M-3) dilakukan subyek kelompok tengah pada tahap penyelesaian masalah (PM-3).Menurut Jacob dan Paris (Jbeili, 2003; 64) pemantauan terhadap kesalahan meliputi pemeriksaan kemajuan seseorang dan memilih strategi perbaikan yang sesuai ketika strategi yang telah dipilih sebelumnya tidak berfungsi dengan baik. Pernyataan ini didukung oleh Rickey dan Stacy (2000:915-920) yang menyatakan, bahwa pebelajar yang menerapkan aktivitas metakognitif dimensi pemantauan dan regulasi pikiran yang baik dapat meningkatkan keberhasilan dalam menyelesaikan masalah. Selanjutnya Cohors-Fresenborg dan Kaune (2007:1183) temuan penelitiannya mengungkapkan, bahwa aktivitas metakognitif pada dimensi monitoring dapat berupa melakukan konrol terhadap adanya kesalahan dalam menghitung atau menulis kembali. Aktivitas lain yang dilakukan oleh subyek kelompok atas pada tahap penyelesaian masalah adalah memantau dengan cermat dalam menyelesaikan masalah (M-4).Menurut Woolfolk dkk. (1998), kegiatan pemantauan merupakan kesadaran yang langsung tentang bagaimana kita melakukan suatu aktivitas kognitif, sedang Pulmones (2007:170) dalam
hasil penelitiannya menyatakan bahwa salah satu aktivitas monitoring merupakan manifestasi dari dimensi checking progress against goals or todo list. Pendapat lain menyatakan, bahwa subyek yang melakukan pemantauan dengan cermat berarti menggunakan informasi yang telah dihafal sebagai suatu kebutuhan pebelajar yang memerlukan informasi penting mana yang perlu diingat (NCREL, 1995). Pendapat ini diperkuat oleh Polya (1973), bahwa pebelajar memeriksa setiap langkah pemecahan menunjukkan apakah langkah yang dilakukan sudah benar atau dapatkah dibuktikan bahwa langkah tersebut benar.Lebih lanjut JacobsdanParis(1987) menyatakan, bahwa keterampilanmetakognitifdimensi monitoring merupakankegiatanpemantauan secara sadar terhadap kinerja tugas yang sedang berlangsung. Pada tahap penyelesaian masalah (PM-3) semua subyek kelompok atas ketrampilan melakukan pemantauan dengan berargumentasi (M-5).Aktivitas ini sesuai dengan pendapat Cohors-Fresenborg dan Kaune (2007:1183) yang menyatakan, bahwa aktivitas metakognitif pada dimensi monitoring dapat berupa memantau penyelesaian masalah dengan memberikan kontrol argumentasi, sedang Xiaodong Lin(1994) mengemukakan, bahwametakognitifdalam internalpebelajarberfungsi sebagai kunci untuk mengontrol terhadap keberhasilan situasi belajarnya. Pada tahap menyelesaikan masalah ini menurut Polya (1973), pebelajar melakukan aktivitas memeriksa setiap langkah pemecahan yaitu apakah langkah yang dilakukan sudah benar atau dapatkah dibuktikan bahwa langkah tersebut benar, sedangkan menurut Woolfolk (1998), kegiatan pemonitoran merupakan kesadaran yang langsung tentang bagaimana kita melakukan suatu aktivitas kognitif. Aktivitas metakognisi pada tahap melakukan penilaian (PM-4) oleh subyek kelompok atas dan tengah adalah merefleksi apakah konsep-konsep/ tujuan telah tercapai (R-
B - 71
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
1) dan melakukan pilihan yang disengaja dalam bentuk suatu representasi berupa rumus molekul, rumus struktur, teks, gambar (R-5). Menurut Pulmones (2007:170), refleksi yang dilakukan pada tahap penilaian dapat berupa mengecek kembali tujuan apakah telah tercapai, merefleksi strategi belajar mana yang lebih efisien, menilai bagaimana strategi belajar diterapkan pada konteks lain, serta menghargai diri sendiri setelah belajar atau menyelesaikan tugas. Dalam aktivitas refleksi pebelajar memikirkan tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Pebelajar mengendapkan apa yang baru dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Jadi refleksi berkaitan dengan evaluasi cara berpikirnya sendiri agar dapat lebih baik ke depannya (Hacker, Dunlosky, and Graesser, 2009: 176-178). Menurut Bound (Gama, 2004), penilaian atau perefleksian merupakan aktivitas di mana seseorang “menangkap kembali pengalamannya, memikirkannya kembali, mempertimbangkannya dan mengevaluasinya kembali." Seseorang yang merefleksikan atau memikirkan kembali apa yang dipikirkannya tidak hanya memahami dengan baik apa yang diketahuinya, tetapi juga dapat mengambil keputusan sendiri untuk secara sadar untuk memperbaiki kekeliruan yang diketahuinya Sedangkan Woolfolk (1998), menjelaskan bahwa aktivitas penilaian memuat pengambilan keputusan tentang proses yang dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran dan pembelajaran. Temuan penelitian Rahman, et.al (2011) menunjukkan bahwa aktivitas refleksi mampu meningkatkan kemampuan metakognitif pebelajar.
masalah kepolaran adalah pada tahap analisis masalah dan perencanaan mahasiswa kelompok atas, tengah, dan bawah melakukan aktivitas metakognitif dimensi planning. Pada tahap penyelesaian masalah mahasiswa kelompok atas, tengah, dan bawah melakukan aktivitas metakognitif dimensi monitoring.Pada tahap penilaian mahasiswa kelompok atas melakukan aktivitas metakognitif dimensi reflection lebih bervariasi darpada subyek kelompok tengah, sedang subyek kelompok bawah tidak melakukan reflection. DAFTAR PUSTAKA 1. Cherry.Tanpa Tahun.Background and Key Concepts of Piaget's Theory. Stages of Cognitive Development. (http://psychology.about.com/od/piagetstheor y/a/ keyconcepts. html), diunduh 26 April 2011. 2. Desoete. 2001. Off-line Metacognition in Children with Mathematics Learning Disabilities. Dissertation. Universiteit Gent. 3. Fresenborg and Kaune. 2007. Modelling Classroom Discussion and Categorizing Discursive and Metacognitive Activities. In Proceeding of CERME 5, 1180 – 1189. 4. Gama. 2004. Integrating Metacognition Instruction in Interactive Learning Environment, D. Phil Dissertation, University of Sussex. Diunduh 10 November 2011. 5. Gok. 2010. The General Assessment of Problem Solving Processes and Metacognition in Physics Education. In Eurasian J. Phys. Chem. Educ. 2(2):110-122. 6. Hacker, Dunlosky, and Graesser. 2009. Handbook of Metacognition in Education. New York: Routledge. 7. Jbeili. 2003, The Effects of Metacognitive Scaffolding and Cooperative Learning on Mathematics Performance and Mathematical Reasoning Among Fifth-grade Student in Jordan, Thesis Submitted in Fulfillment of
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan: proses metakognisi mahasiswa dalam menyelesaikan
B - 72
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
The Requirements for The Degree of Doctor Philosophy University of Science Malaysia. 8. Jacobs dan Paris. (1987). Children’s Metacognition about Reading: Issues in definition, measurement, and instruction. Educational Psychologist, 22:255–278 9. Lincoln dan Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publication, Inc. 10. Miles dan Huberman, 1994. Qualitative Data Analysis : An expanded Sourcebook.. Second edition. California: Sage Publication. 11. NCREL (North Central Regional Educational Laboratory), 1995, Metacognition - Thinking about thinking Learning to learn. Strategic Teaching and Reading Project Guidebook. http://members.iinet.net.au/rstackl/world/rss/ files/metacognition. Diunduh tanggal 20 Januari 2012. 12. Polya. 1973. How To Solve It, Second Edition, New Jersey: Princeton University Press, Princeton. 13. Pulmones. 2007. Learning Chemistry in Metacognitive Environment. In The Asia Pacific Educations Researcher, Vol.16. No.2. 165 – 183. Diunduh 20 Januari 2012 14. Rahman, Jumani, Chaudry, Chisti, and Abbasi. 2011. “Impact of Metacognitive Awareness on Performance of Students In Chemistry.” In Contemporary Issues In Education Research – October 2010 Volume 3, Number 10: 39-44. 15. Rickey dan Stacy. 2000. “The role of metacognition in learning chemistry”. In Journal of Chemical Education; Jul 2000; 77, 7; Research Library pg. 915 – 920. 16. Rysz. 2004. Metacognition in Learning Elementary Probability and Statistics. Dissertation, Department of Curriculum and Instruction, University of Cicinnati 17. Schraw dan Moshman. 1995. "Metacognitive Theories". Educational
Psychology Papers and Publications. Paper 40.http://digitalcommons.unl.edu/edpsychp apers/40 18. Xiaodong Lin. 1994. Metacognition: Implications for research in hypermediabased learning environment. In Proceedings of Selected Research and Development Presentation at the 1994 National Convention of the Association for Educational Communications and Technology. Nashville. 19. Woolfolk. 1998. Educational Psychology, Seventh Edition. Boston: Allyn and Bacon.
B - 73