Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470
Zainal Abidin
Metakognisi Mahasiswa dalam Memahami Hakikat Belajar Zainal Abidin STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail:
[email protected]
Abstrak Artikel ini menyajikan hasil penelitian pendahuluan tentang metakognisi mahasiswa calon guru dalam memahami hakikat belajar. Dipilih 6 mahasiswa sebagai subjek penelitian, masing-masing 2 mahasiswa untuk kategori rendah, sedang, dan tinggi. Kategori ini berdasar nilai tugas sebelumnya untuk mata kuliah teori belajar. Analisis data dilakukan dengan memeriksa hasil jawaban mahasiswa terhadap pertanyaan “untuk apa belajar?”. Selanjutnya dilakukan interview dengan pertanyaan apakah puas dengan jawaban yang ditulis?, bagian mana yang dirasa tidak memuaskan?, Mengapa?, dan bagaimana seharusnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 mahasiswa, 5 mahasiswa tidak puas dengan jawabannya. Secara umum alasannya karena jawaban yang ditulis dirasa tidak efektif, bertele-tele dan tidak sesuai dengan yang diharapkan soal. Setelah mengetahui kekurangannya, mahasiswa diberi kesempatan memperbaiki dan menuliskan kembali jawaban. Rangkaian proses tersebut mampu memperbaiki cara berfikir mahasiswa melalui metakognisi. Kata Kunci: metakognisi, calon guru, hakikat belajar Abstract This article presents of the pre-research about pre-service teacher metacognition in understanding the learning‟s essence . 6 students were selected as subject. Each group consists of 2 students having low middle, and high category, based on the previous assignment score on learning theory course. Data analysis was carried out by checking students‟ answer on the question “what is learning for?”. Then, interview was conducted by questioning student “are you satisfied with your answer?, what part disappointed you?, in what way? And how should be? This result shows that of the 6 students, 5 students were not satisfied with their answers. Generally, the reason taken by the students shows that the answers were not effectif, redundant, and inappropriate. Having known their weaknesses, the students were given another chance to fix and rewrite their answers. The series of those processes are able to fix how the student think through metacognition. Keywords: Metacognition, pre-service teacher, learning‟s essence Pendahuluan Belajar adalah aktivitas setiap individu. Umumnya kegiatan belajar banyak dijumpai di sekolah formal. Namun tidak semua pembelajar memahami apa itu hakikat belajar. Bisa jadi mereka menghabiskan waktu berhari-hari bahkan bertahun-tahun, namun tidak memahami sesungguhnya buat apa belajar. Hal ini dialami banyak orang, termasuk siswa, guru dan mahasiswa calon guru. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mahaiswa calon guru terhadap hakikat belajar.
11
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 1, No. 1, Mei 2015
Pengertian Belajar Istilah belajar (learning) sering kita dengar dan kita gunakan. Tetapi konsep belajar sulit untuk didefinisikan. Menurut American Heritage Dictionary, belajar adalah upaya untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman, atau penguasaan melalui pengalaman atau studi.
Namun definisi ini belum memuaskan banyak kalangan, terkait dengan dengan
istilah samar: pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan. Menurut Kimble (1961, dalam Hergenhahn and Oslon, M.H., 2008), belajar didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam potensi behavioral yang terjadi sebagai akibat dari reinforced practice (praktek yang diperkuat). Meskipun populer, definisi ini tidak diterima secara universal karena bisa diperdebatkan apakah belajar harus ada perubahan perilaku. Relatif permanen itu seberapa permanen, dan seterusnya. Menurut Gagne (dalam Hergenhahn and Oslon, M.H., 2008), belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Hal ini tentu berbeda dengan perubahan serta merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
Metakognisi Menurut Larkin, metakignisi berasal dari kata “meta‟ dan „Kognisi‟. Meta merujuk kepada suatu perubahan posisi, suatu hal yang bersifat bergerak keluar atau menuju lapisan yang lebih tinggi. „Kognisi‟ merujuk kepada kemampuan atau kecakapan kita dalam mengetahui atau berpikir. Dengan deikian metakognisi menggambarkan suatu proses berpikir lebih tinggi, sesuatu yang bersifat reflektif dan terus bergerak melampaui tingkatan berpikir normal dalam merefleksikan berpikir itu sendiri. (Larkin dalam Murtadho, 2013). Menurut Suherman et.al (2001 : 95, dalam Muis, 2014), metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan perilakunya. Dengan kata lain, metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Hal ini berarti bahwa seseorang perlu menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan mempunyai kemampuan tinggi dalam menyelesaikan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan : “Apa yang saya kerjakan?‟; “Mengapa saya mengerjakan ini?” ; “Hal apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah ini?”.
12
Jurnal Riset Pendidikan
Zainal Abidin
Jadi metakognisi adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan seperti ini sangat penting, terutama untuk efisiensi penggunaan kognisi kita dalam menyelesaikan masalah. Secara singkat, meta kognisi dapat diistilahkan sebagai “thinking about thinking”.
Strategi Metakognisi Strategi metakognisi berkaitan dengan cara meningkatkan kesadaran tentang proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung. Apabila kesadaran itu ada, seseorang dapat mengontrol pikirannya. Dalam mempelajari sesuatu seseorang dapat menggunakan strategi metakognisi dengan menggunakan tiga tahapan berikut, yakni merancang apa yang hendak dipelajari, memantau perkembangan diri dalam belajar, dan menilai apa yang dipelajari. Strategi metakognisi dapat digunakan untuk mempelajari ilmu apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan mahasiswa agar bisa secara sadar mengontrol proses berpikirnya dan proses belajar yang dia dilakukan. Dengan
menggunakan
strategi
metakognisi,
diharapkan
mahasiswa
mampu
mengontrol kelemahan diri dalam belajar dan kemudian berupaya memperbaiki kelemahan tersebut. Mahasiswa dapat menentukan cara belajar yang tepat seseuai dengan kemempuan sendiri. Mahasiswa dapat menyelesaiakan masalah – masalah dalam belajar, baik yang berhubungan dengan soal-soal latihan mamupun masalah yang timbul berkaitan dengan proses perkulhan. Mahasiswa juga dapat memahami sejauhmana keberhasilan yang telah ia capai dalam belajar.
Berpikir Kritis Dalam kehidupan se hari-hari, setiap manusia selalu berpikir, walaupun dalam tingkat yang
berbeda-beda.
Umumnya
tahapan
berpikir
adalah
mengenali
masalah,
memahaminya, dan memecahkannya. Bagi mahasiswa, kegiatan berpikir adalah jantung bagi setiap aktifitas perkuliahan. Belajar adalah domain utama dalam kegiatan mahasiswa. Berpikir merupakan langkah awal dalam belajar (Abraham P. Sperling, 1982:52). Berpikir itu sendiri memiliki empat aspek yaitu penyusunan konsep, pemecahan masalah, penalaran formal, dan pengambilan keputusan (Andrew B. Crider, dalam Murtado, F. 2013). Terdapat berbagai jenis berpikir, diantaranya adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan cara pengambilan keputusan tingkat tinggi. Berpikir kritis berarti berpikir logis dan reflektif yang berfokus pada pengambilan keputusan mengenai hal yang akan dilakukan atau dipercaya. Hal ini mengimplikasikan lima hal, yaitu (1) berpikir logis menggunakan alasan-alasan yang baik; (2) berpikir reflektif berarti secara sadar mencari dan
13
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 1, No. 1, Mei 2015
menggunakan alasan-alasan yang baik; (3) berpikir terfokus, berarti berpikir untuk tujuan tertentu; (4) pengambilan keputusan mengenai hal yang akan dilakukan atau dipercaya dengan mengevaluasi pernyataan atau perbuatan; (5) kemampuan kognitif dan kecenderungan untuk menggunakan kemampuan tersebut. (Anthony J. Nitko, 1996 : 65 – 66, dalam Murtado, F. 2013).
Metakognisi dan kesuksesan belajar Seseorang akan sukses dalam belajarnya jika menggunakan metakognisi dalam setiap proses belajarnya. Tahapan-tahapan berikut dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar. (1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar. (2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar. (3) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide yang baru. (4) Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai sumber belajar. (5) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar. (6) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok. (7) Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu. (8) Belajar mengambil manfaatkan dari pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu. (9) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya. (Taccasu Project:2008).
Metode Penelitian ini melibatkan 25 orang mahasiswa semester genap tahun akademik 2014 – 2015 di STKIP Al Hikmah Surabaya sebagai subyek penelitian. Terdiri dari 15 mahasiswa jurusan pendidikan matematika dan 10 mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa Inggris. Diambil 6 mahasiswa sebagai sampel untuk mengetahui tingkat metakognisi mahasiswa dalam memahami hakikat belajar. Dua mahasiswa untuk kategori rendah (M1 dan M2), 2 mahasiswa kategori sedang (M3 dan M4), dan 2 mahasiswa untuk kategori tinggi (M5 dan M6). Kategori ini diambil berdasarkan nilai-nilai tugas mata kuliah teori belajar sebelumnya. Terdapat satu pertanyaan mendasar yang diajukan penulis kepada para mahasiswa. Pertanyaan tersebut adalah untuk apa belajar?. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mahasiswa tentang hakikat belajar. Selanjutnya pertanyaan tersebut dijawab oleh masing-masing mahasiswa secara tertulis. Setelah terkumpul, mahasiswa diinterview satu per satu tentang jawaban mereka.
14
Jurnal Riset Pendidikan
Zainal Abidin
Langkah-langkah saat interview adalah, (1) mahasiswa diberi kesempatan membaca hasil tulisannya tentang jawaban atas pertanyaan yang diajukan penulis. (2) Penulis mengajukan pertanyaan, apa pendapat mahasiswa tentang jawaban dia. (3) Mahasiswa ditanya, apakah puas dengan jawaban yang dia tulis. (4) Jika dijawab puas selesai. (5) jika dijawab belum puas, bagian mana yang dirasa kurang memuaskan. (6) mahasiswa disuruh memberikan alasan mengapa jawaban dia dianggap kurang memuaskan. (7) selanjutnya mahasiswa diberi kesempatan untuk mengoreksi jawabannya. (8) mahasiswa diberi kesempatan
menuliskan
kembali
jawabannya.
(9)
mahasiswa
diberi
kesempatan
memverbalkan jawabannya.
Analisis Data dan Pembahasan Terhadap pertanyaan pertama, buat apa belajar?, ke enam mahasiswa menjawab dengan beragam. M1 menjawab sesuai dengan modul kuliah, yakni belajar adalah suatu upaya guna mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan melalui pengalaman atau studi. M2 menjawab belajar untuk mengembangkan diri agar lebih baik dari sebelumnya. M3 mengemukakan bahwa belajar merupakan proses pengembangan dari yang semula tidak tahu menjadi tahu. M4 menuliskan jawaban selain sesuai dengan yang di modul, juga menambahkan keterangan bahwa kita sebagai makhluk sosial yang diwajibkan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memecahkan segala macam masalah, maka kita ditunut untuk terus belajar. M5 menjawab belajar memiliki tujuan meningkatkan kemampuan kognitif individu yang mulanya sederhana menjadi lebih kompleks. M6 mengemukakan
jawaban
bahwa
belajar
adalah
salah
satu
cara
menyelesaikan,
memecahkan, dan mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapi. Terhadap pertanyaan apakah puas terhadap jawabaan yang ditulis, 5 mahasiswa menjawab tidak puas dan 1 mahasiswa menjawab puas. Selanjutnya mahasiswa diberi kesempatan menuliskan untuk memberi nilai terhadap jawaban masing-masing. Tentu ini subyektif masing-masing mahasiswa. Namun ini dilakukan untuk mengukur metakognisi mahasiswa, sejauhmana mereka bisa menilai dirinya sendiri. Tabel 1 menunjukkan puas atau tidaknya mahasiswa terhadap jawaban mereka sendiri sekaligus nilai yang mereka berikan terhadap jawaban mereka sendiri. Selanjutnya penulis mengajukan pertanyaan, bagian mana dari jawaban yang dirasa belum memuaskan. Terhadap peratanyaan ini, mahasiswa diberi kesempatan untuk menggaris bawahi atau memberi tanda kurung pada jawaban meraka yang dianggap kurang memuaskan.
15
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 1, No. 1, Mei 2015
Tabel 1: Respon Mahasiswa terhadap Jawabannya Penilaian terhadap Jawaban
M1
Respon terhadap Jawaban Kurang puas
M2
Kurang puas
78
M3
Tidak puas
66
M4
Tidak puas
60
M5
Puas
80
M6
Tidak puas
79
Mahasiswa
69
M1 memberi tanda { } pada kalimat menurut American Heritage Dictionary menyatakan bahwa belajar adalah suatu upaya guna mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan melalui pengalaman atau studi. M2 menggarisbawahi orang yang rugi adalah mereka yang tidak berkembang. Hari ini sama dengan hari kemarin. Agar tidak merugi, maka seharusnya bagi kita, untuk selalu meningkatkan diri dalam semua aspek, baik spiritual, emosiaonal dan kecerdasan intelektualnya. M3 tidak puas dengan semua yang dia tulis. Dia memberi tanda { } pada semua jawaban. Begitu juga M4. Sedangkan M5 memberi tanda { } pada kalimat awal, yakni belajar adalah rangkaian skema yang merespon suatu lingkungan di luar individu. Lalu disesuaikan dengan pengalaman yang telah didapatkan sebelumnya. Jika tidak ada pengalaman yang sesuai, maka dibutuhkan proses ekuilibrasi (penyeimbangan) struktur kognitif, sehingga akan terjadi proses akomodasi yaitu proses memodifikasi struktur kognitif yang telah ada sebelumnya (sederhana) menjadi lebih kompleks. Pada akhirnya individu akan mendapatkan sebuah informasi / pengalaman yang baru. M6 memberi garis bawah pada kalimat di awal paragraf, yakni sejatinya hidup adalah pilihan, ketika kita memilih salah satu pilihan pasti ada sesuatu yang dikorbankan. Selain itu, M6 juga memberi tanda {} pada contoh yang dia gunakan untuk memberi ilustrasi tujuan belajar. Setelah mahasiswa menunjukkan bagian mana yang dirasa kurang memuaskan, penulis bertanya mengapa hal itu dianggap kurang memuaskan. Terhadap pertanyaan ini, jawaban mahasiswa juga beragam. M1 memberi alasan, “karena yang saya tulis terlalu bertele-tele dan tidak to the point”. M2 memberi alasan „kurangnya korelasi dan koherensi yang ada pada paragraf tersebut. M3 memberi alasan „kurang nyambung, terlalu berteletele (tidak singkat, jelas, dan padat). M4 memberi alasan “karena tidak sesuai dengan esensi yang diinginkan. Akan tetapi soal dengan jawaban harus ada korelasi sehingga dapat dipahami dengan mudah. M5 memberi jawaban yang kontradiksi, dia memberi jawaban puas namun masih menuliskan alasan ketidakpuasaanya, yakni “karena yang saya tulis 16
Jurnal Riset Pendidikan
Zainal Abidin
terlalu melebar dari apa yang ditanyakan”. M6 memberi alasan “karena kurang efektif dalam penggunaan kata. Untuk contoh kurang efektif. Selanjutnya mahasiswa diberi kesempatan menuliskan kembali jawabannya. Pada tahap ini mereka sudah menyadari bahwa apa yang meraka tulis sebelumnya belum mencerminkan secara utuh apa yang diharapkan oleh pertanyaan. Rata-rata mereka menjawab lagi dengan kalimat yang lebih praktis, singkat dan padat. Berikut perbaikan jawaban oleh masing-masing mahasiswa. M1 menulis, belajar adalah untuk meningkatkan apa-apa saja yang ada pada diri seseorang baik secara fisik, pengetahuan, maupun hati, rohani, dan keimanan. M2 menuliskan jawaban hampir sama dengan jawaban sebelumnya. Hanya ada perubahan redaksi. Dia menulis, belajar ada agar seseorang mampu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal ini sesuai pendapat Rosululloh SAW bahwasanya orang yang merugi ialah mereka yang ”hari ini”nya sama dengan “hari kemarin”nya. Oleh karena itulah, agar menjadi orang yang tidak merugi, seseorang perlu belajar demi berkembangnya berbagai aspek. M3 menuliskan agar menjadi orang yang pada awalnya tidak tahu menjadi tahu, semula tidak berilmu menjadi berilmu, dan semula tidak berakhlak menjadi orang yang berakhlak mulia. Sedangkan M4 menuliskan, untuk mengangkat harkat dan martabat suatu individu atau golongan. Jika belajar dan esensinya sudah bisa diaplikasikan di kehidupan sehari-hari, maka belajar tersebut dikatakan sukses atau berhasil. Akan tetapi jika esensi belajar tidak dapat dipraktekkan maka hal tersebut tidak bisa dikatakan belajar. M5 menuliskan revisi jawabannya sebagai berikut. Belajar untuk meningkatkan struktur kognitif yang mulanya sederhana menjadi lebih kompleks atau dari keadaan tidak tahu menjadi tahu sehingga terjadi perubahan sikap, perilaku, dan akhlak. M6 mermberikan revisi jawaban yang lebih kompleks. Dia menulis, belajar itu untuk menghilangkan kebodohan, meraih kemulyaan, dan beribadah kepada Allah SWT. Dia menambahkan keterangan, belajar adalah salah satu usaha manusia untuk menghilangkan kebodohan karena nafsu. Lebih lanjut belajar meraih kemulyaan baik dimata manusia maupun Allah. Dengan belajar manusia mendapat ilmu, dan dari ilmu itu manusia dapat beramal ibadah baik ke sesama ataupun kepada Allah SWT. Dari jawaban di atas menunjukkan bahwa mahasiswa menyadari akan kekurangan jawaban mereka sebelumnya. Mereka sudah bisa merasakan puas atau tidak puas dengan apa yang mereka tulis. Mereka sudah mengetahui bagian mana yang dirasa kurang memuaskan. Selanjutnya mereka mampu memberi alasan mengapa jawaban itu dianggap kurang memuaskan. Pada akhirnya mereka dapat memperbaiki jawaban. Jawaban akhir ini
17
Jurnal Riset Pendidikan
dirasa mereka mampu menjawab dengan tepat
Vol. 1, No. 1, Mei 2015
apa yang diinginkan oleh pertanyaan
tersebut.
Simpulan Dalam menjawab pertanyaan “untuk apa belajar?‟, mahasiswa memberikan jawaban yang beragam. Jawaban yang ditulis sesuai dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Namun pada saat mahasiswa menilai jawaban mereka sendiri, tidak ada satupun yang memberi nilai melebihi 80. Artinya tidak ada yang berani memberi nilai A. Range nilai yang diberikan adalah 60 – 80. Terhadap pertanyaan apakah puas terhadap jawaban yang ditulis? Dari 6 mahasiswa hanya 1 mahasiswa yang merasa puas, selebihnya menjawab tidak puas atau kurang puas. Ketika diberi pertanyaan bagian mana yang dianggap kurang memuaskan, mahasiswa mampu menunjukkan bagian jawaban yang dianggap kurang mengena, yakni dengan cara memberi garis bawah atau tanda { }. Mengapa bagian tersebut kurang memuaskan?, ratarata mereka menjawab karena jawaban yang ditulis tidak efektif, bertele-tele, dan tidak sesuai dengan soalnya. Selanjutnya mahasiswa diberi kesempatan untuk menuliskan kembali jawaban yang semestinya menurut mereka. Rangkaian proses tersebut untuk memperbaiki cara berfikir mahasiswa melalui metakognisi. Daya kritis mahasiswa menjadi lebih meningkat, ketika diberi pertanyaan refleksi tentang apa yang telah mereka tulis. Dengan demikian metakognisi mampu meningkatkan mahasiswa untuk berpikir kritis khususnya dalam hal memahami hakikat belajar.
Daftar Pustaka Hergenhahn and Oslon, M.H. (2008).Theories of Learning diterjemahkan oleh Tri Wibowo, Jakarta: Penerbit Kencana. Schunk, D.H. (2012). Learning Theories, an Educational Perspective Sixth Edition (Teori Teori Pembelajaran : Perspektif Pendidikan), diterjemahkan oleh Eva Hamdiah. Yogjakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Slavin, R.E. (2011). Educational Psycology : Theory and Practice, Ed. 9., (Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik), diterjemahkan oleh Drs. Marianto Samosir, Penerbit Indeks, Jakarta. Dindin Abdul Muiz Lidinillah, 2014, Perkembangan Metakognitif dan Pengaruhnya Pada Kemampuan Belajar Anak., file.upi.edu. Murtadho, Fathiaty. (2013). Berpikir Kritis dan Strategi Metakognisi : Alternatif Sarana Pengoptimlan Latihan Menulis Argumentasi. Makalah yang disampaikan pada 2nd International Seminar on Quality and Affordable Education (ISQAE). 18