Jurnal Teknik BKI
PROPULSI Edisi 02 - April 2015
Proporsion and Premilinary Powering
MIssion Requirement COst Estimate
Lines and Body Plan
Damage Stability
Capacity, Estimasi Kekuatan Lambung Kapal Trim, and Pasca Kerusakan Estimation Of The Ship Hull Intact Strength After Damaged
Hydrostatic and Bonjean Curve
Floodable Length and Freeboard
Stability FINAL DESIGN
Estimasi Laju Korosi Pada Pelat Ruang Muat Kapal Tanker yang Berlayar Di Perairan Indonesia
Lightship Weight Estimate Analisa Fatigue Life Pada Bentuk Bracket
Lengkung (Radiused Bracket) Topside Module FSO/FPSO Powering
Arrangements (hull and Machinery) Structure
www.bki.co.id
Mencegah Resiko dan Menjaga Produktivitas Aset Anda
JASA TEKNIK BIDANG MARITIM, INDUSTRI, dan REKAYASA TEKNIK Inspeksi dan sertifikasi teknik bidang maritim, Konsultansi dan supervisi struktur lepas pantai dan industri Migas, Inspeksi dan sertifikasi struktur terapung lepas pantai, Pendidikan dan pelatihan teknik bidang maritim, Laboratorium pengujian dan sertifikasi material dan komponen, DT dan NDT, Konsultansi ISM dan ISPS Code, Inspeksi dan sertifikasi alat angkat, angkut, ungkit, dan bejana tekan, Inspeksi dan Sertifikasi peti kemas.
www.bki.co.id
Salam Redaksi,
Pada edisi kedua ini kami mengusung tema Desain Kapal. Tema tersebut diambil mengingat jantung utama dari keselamatan kapal adalah desain dari kapal itu sendiri. Secara umum desain kapal meliputi perencanaan kekuatan struktur, sistem permesinan kapal, stabilitas dan hidrodinamika. Apabila desain kapal dilakukan secara matang dan disesuaikan dengan aturan teknik yang ada diharapkan faktor resiko kecelakaan dapat diminimalisir. Dengan kata lain jaminan keselamatan laut dapat ditingkatkan. Artikel-artikel yang dimuat pada jurnal kali ini membahas desain kapal tentang perencanaan struktur dan hidrodinamika. Perencanaan struktur meliputi kajian terkait pelat, analisa beban dan tegangan, analisa fatigue serta estimasi kekuatan lambung kapal. Artikel mengenai pembagian data gelombang di perairan domestik Indonesia disajikan sebagai faktor penting dalam desain hidrodinamika kapal terkait penentuan beban gelombang pada kapal, khususnya bagi kapal yang berlayar di perairan domestik Indonesia. Besar harapan kami Jurnal Teknik BKI digunakan sebagai rujukan tidak hanya bagi internal BKI tetapi juga para stakeholder yang terlibat didalamnya. Semoga keberadaan Jurnal ini dapat menjadi media bagi BKI, institusi penelitian dan institusi pendidikan terkait untuk berkolaborasi dalam pengembangan desain kapal sesuai dengan konsep kekinian. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan edisi selanjutnya.
Pengarah Penanggung jawab Pemimpin redaksi Anggota
: Direksi BKI : Kepala Divisi Manajemen Strategis : Senior Manager Riset dan Pengembangan Teknikal : Mochammad Zaky Sukron Makmun ALAMAT REDAKSI Defri Sumarwan Divisi Manajemen Strategis Eko Maja Priyanto Kantor Pusat Biro Klasifikasi Indonesia Lt. 2 Jl. Yos Sudarso No. 38 - 40, Tanjung Priok Gde Sandhyana Pradhita
Jakarta Utara - 14320 Telp. (+62)21 - 4301017, 4301703 ext. 2001 email :
[email protected] Jurnal teknik ini dapat diakses melalui website BKI di Teknik www.bki.co.id Jurnal BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
3
��/�
���
𝑓�̇ 𝑓�̇ 𝑑𝑠
��� ��� �
(11)
n generalized beam theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut:
�� �� 𝑉�
+ DAFTAR 𝐵�� 𝑉� = 𝑞�
ISI
(12)
kakuan adalah �
𝑢� 𝑑𝐴 + � ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 KAPASITAS PLAT
� ̈ 𝐾𝑓�̈ 𝑓� + Melengkapi ∫ 𝐾𝑓penjelasan diatas, maka dapat � 𝑓� ) 𝑑𝑠 3 � �
Salam Redaksi
incremental
dan
��
(𝐷2��Kekuatan 𝐷�� = 𝐷145 + 𝐷2�� )Lambung = �� − Estimasi Kapal �
Pasca Kerusakan Estimation Of The Ship Hull Strength After Damaged
membandingkannya
dengan teori membrane plastis.
disimpulkan bahwa jika rumus empiris BKI
telah menggunakan batas diatas yield dalam
Untuk
teori elasto/plastic bending, maka salah satu
digunakan beban sebesar 1,2 kali beban
cara untuk mempertahankan tebal plat atau
collapse (0.6MPa) dan untuk membrane
elasto/plastic
bending
akan
menurunkannya adalah dengan menguji
mbahasan plat bending telah disimulasikan dengan
plastic digunakan beban 2 kali collapse
kapasitas plat. Kapasitas plat dalam teori
(0.97MPa), hasil dari equivalent plastic strain (Gambar 5) menunjukan perbedaan
model beam (Gambar 3), dan selanjutnya
strain yang besar dengan beban membrane
adalah memodelkan secara utuh plat panel,
tipis memiliki kapasitas plat yang jauh lebih
51
Estimasi Laju Pada Pelat Ruang Muat (13,Korosi a, b, c) Kapal Tanker yang Berlayar Di Perairan Indonesia
57
Analisa Fatigue Life Pada Bentuk Bracket Lengkung (Radiused Bracket) Topside Module cabang menjadi FSO/FPSO
incremental beban akan dinaikan yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukan pang secara melintang terbuka penegar, kehadiran node hingga batas collapse. Percobaan kedua bahwa teori membrane menjadikan plat
acement) 𝑢�memberikan (𝑠) , 𝑓�,� (𝑠) 𝑓� (𝑠) dengan lebih komplek, karena diperlukan kemudian beban secaradan kuat dibandingkan plat bending. 5
Pembagian Gelombang Perairan Domestikdua dinding, tidak dapat han melintang pada Data node. Saat node membagi Indonesia 0.1313
unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1, node ini tergantung pada node
15 Kajian Akibat Beban Lateraldihitung. Dalam dent node) dan Tebal nilaiPelat warpingnya harus Asumsi vlasov yaitu “Rules For Hull”
� mbrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾�� = 0. 0.0034923
gkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut : Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO
Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk 67 bercabang tama mendefinisikan dan memilih penampang tak sebagai Analisa Fatigue Pada Struktur Terapung Lepas arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1.
Pantai (Floating Offshore Structure) Dengan
Tabel 7.1 Hasil perhitungan rentang tegangan nominal untuk gelombang dari arah utara Metode Simplified node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1. Fatigue Analysis Gambar 5. Elasto/Plastic bending vs Membrane plastic Significant Wave Height (Hs, m)
Peak Period (Tp, s)
<1
1-2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
23 dua mendefinisikan dependent node, tergantung Analisis Ultimate Limit State (ULS) dimana nilai75warping Studi Kasus Penilaian Resiko Mooring Line
ndent
Dengan Menggunakan Idealized Structural Unit node Method pada node (ISUM)sebelumnya. Pada Elemen Pelat Segi Empat
Range
Mean
> 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
Pada Single Point Mooring Akibat Beban Kelelahan Berdasarkan Standar Biro Klasifikasi Indonesia 147.0
1.4 - 1.6
1.5
1.2 - 1.4
1.3
1.0 - 1.2
1.1
0.8 - 1.0
0.9
126.0
0.6 - 0.8
0.7
126.0
0.4 - 0.6
0.5
0.2 - 0.4
0.0 - 0.2
152.0
147.0
147.0
134.0
147.0
147.0
134.0
147.0
147.0
147.0
134.0
134.0
147.0
147.0
147.0
134.0
134.0
147.0
147.0
147.0
126.0
134.0
134.0
134.0
134.0
147.0
147.0
147.0
0.3
126.0
126.0
126.0
134.0
134.0
134.0
147.0
147.0
0.1
126.0
126.0
126.0
126.0
126.0
126.0
134.0
35 Analisis Padaasumsi Penampang Melintang dent node harus Tegangan memenuhi vlasov, regangan geser bernilai nol
an harus
Terbuka Dinding Tipis (Thin-Wall) Menggunakan Metode Generalized Beam memenuhi kesesuaian perpindahan Theory
melintang. Setelah diperoleh nilai rentang tegangan nominal maka rentang tegangan hotspot dapat dihitung dengan cara mengalikan rentang tegangan nominal dengan faktor konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang tegangan 86 hotspot pada semua variasi kejadian gelombang untuk arah gelombang dari utara disajikan dalam
Daftar Alamat Kantor PT. Biro Klasifikasi Indonesia
88
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
Gambar 4. Dependent Node (Hijau) Jurnal Teknik BKI
4
Edisi 02-Desember 2014
6
126.0
91 Tabel 7.2.
Daftar Rules & Guideslines BKI Pedoman Penulisan Jurnal Teknik BKI
PEMBAGIAN DATA GELOMBANG PERAIRAN DOMESTIK INDONESIA Mohammad Arif Kurniawan, Fredhi Agung Prasetyo, Siti Komariyah
Abstract Kurniawan (2012) has been initiated to divide Indonesian waterways by simplified definition 10 by 10 grids in order to recognize the wave characteristic. He concluded that the narrow area definition is required due to the geographical obstacle of some existing area. In this research, 257 areas are created by using two-by-two grid accuracy in general. By using comparable BMKG’s and ECMWF’s metocean data, it is found that the data of BMKG gives higher wave height fluctuation than that of ECMWF. ECMWF data are adviced to be used as wave data source and the wave scatter diagram can be compiled by using this hind-cast data. The HW long-term probability distribution of new area could be assumed by using Weibull distribution. Keywords : BMKG, ECMWF, Weibull distribusion, Indonesian waterways.
1. Pendahuluan
rakibat fatal bagi konstruksi tersebut, yaitu perkiraan yang berlebih atau perkiraan yang kurang dari seharusnya. Dengan perencanaan yang akurat dan matang maka performa bangunan apung yang kita desain dapat kita prediksi mendekati keadaan nyata dalam operasionalnya.
G
elombang adalah fitur dominan yang menjadi pertimbangan utama dalam penentuan desain bangunan apung. Gelombang memiliki pengaruh gaya dan beban yang besar terhadap bangunan dinamis seperti kapal maupun pontoon dan bangunan statis seperti jacket, ataupun offshore platform lain yang bertipe fixed.
Kurangnya ketersediaan data metocean yang valid terutama di wilayah perairan Indonesia menjadi kendala dalam permasalahan desain diatas. Beberapa peneliti menggunakan pendekatan dengan data data yang tersedia untuk mengatasi hal ini, seperti Kurniawan (2013) dengan inisiasi pembagian daerah perairan Indonesia untuk mencari wave spectrum, dan spectrum yang tepat untuk kawasan ini. Kemudian, Brunner menggunakan pendekatan dengan rasio terhadap kondisi data lingkungan di laut Atlantic Utara. Berpijak pada kondisi data meta-ocean perairan Indonesia yang sangat minim, maka ditulisan ini akan dianalisa pembagian daerah wave scatter untuk perairan Indonesia dan kapabilitas daerah yang baru kemudian dianalisa dengan menggunakan dua data lingkungan yang berbeda.
Untuk mendapatkan hasil desain yang memiliki tingkat kelayakan dengan performa yang optimum, maka gelombang menjadi faktor utama untuk menghindari terjadinya overdesign maupun underestimate. Data metocean merupakan data hasil analisa yang diolah dalam kurun periode waktu tertentu. Data ini diolah berdasarkan sumber data seperti hasil observasi di kapal, atau menggunakan alat ukur. Alat ukur yang digunakan dapat merupakan alat ukur permukaan atau bawah air yang dipasang di stasiun pengukuran terapung (buoy) atau stasiun pengukuran darat. Kemudian, salah satu alat pengukuran adalah satelit altimeter. Data metocean tersebut dapat diperoleh dari badan pemerintah yang menangani bidang prakiraan cuaca atau badan riset lainnya.
Indonesian waterways Berikut ini disampaikan beberapa hasil analisis dengan menggunakan perbandingan data gelombang yang diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia (BMKG)1) dan European centre for medium-range weather forecasts (ECMWF) ). Data gelombang BMKG diperoleh se-
Penggunaan data metocean sangat diperlukan dalam desain bangunan terapung, seperti kapal atau bangunan lepas pantai. Ketiadaan data metocean yang valid akan be-
5
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
pengukuran dengan spasial pengukuran
1 dan Gambar 2 menunjukan bahwa adanya
data satu jam, sedangkan data ECMWF
kesesuain yang hampir sempurna antara
diperoleh pada periode 1979 – 2011 dengan
data yang diperoleh dari BMKG dan
spasial pengukuran data enam jam. Gambar
ECMWF, meskipun ditunjukan juga pada
1, Gambar 2, dan Gambar 3 menampilkan
beberapa periode HW data BMKG sedikit
lama kurun waktu 2004 – 2011 pengukuran dengan spasial perbandingan data histori tinggi gelombang pengukuran data satu jam, sedangkan data ECMWF diperoleh pada periode 1979 – 2011 dengan spasial pengukusignificant (H W) pada beberapa poin ran data enam jam. Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3 sepanjang tahun 2005. Data yang diperoleh menampilkan perbandingan data histori tinggi gelombang dari BMKG ECMWFtahun ditampilkan significant (HW) pada beberapa poindan sepanjang 2005. Data yang diperoleh dari BMKG dan ECMWF ditampilkan dalam gambar gambar tersebut. Gambar 1 dalam gambar gambar tersebut. Gambar 1 menunjukkan menunjukkan data5N. histori di point2koordinat data histori di point koordinat 110E Gambar untuk koordinat 110E 5S dan Gambar 3 untuk 118E 0N. Gambar 1 110E 5N. Gambar 2 untuk koordinat 110E
450
dan Gambar 2 menunjukan bahwa adanya kesesuain yang
lebih tinggi dibandingkan datadata ECMWF. hampir sempurna antara yang diperoleh dari BMKG
dan ECMWF, meskipun ditunjukan Sedang untuk Gambar 3, data BMKG juga pada beberapa
periode H data BMKG sedikit lebih tinggi dibandingkan data ECMWF. Sedang untuk Gambar 3, data BMKG mendengan Sehingga, dimungkinkan catat HECMWF. yang lebih besar dibandingkan dengan ECMWF. W Sehingga, dimungkinkan pemodelan dengan menggupemodelan dengan menggunakan data dari nakan data dari BMKG dapat menghasilkan hasil simulasi BMKG dapatsesuai menghasilkan simulasi yang tidak denganhasil data aktual. mencatat HWWyang lebih besar dibandingkan
yang tidak sesuai dengan data aktual.
110E 5N -2005-
400
ECMWF
350
BMKG
H W [cm]
300 250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
800 time unit
1000
1200
1400
1600
point110E 110E 5N 5N on Gambar 1 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history Gambar 1 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at at point on year 2005. year 2005. 250
110E 5S -2005-
H W [cm]
200
ECMWF BMKG
150
100
50
0 0
200
400
600
800 time unit
1000
1200
1400
1600
Gambar 2 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on
Gambar 2 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on year 2005. Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
6
180 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014 160
year 2005.
118E 0N -2005-
0 0
200
400
600
800 time unit
1000
1200
1400
1600
Gambar 2 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on year 2005. 180
118E 0N -2005-
160 140
ECMWF BMKG
120 H W [cm]
100 80 60 40 20 0 0
200
400
600
800 Time unit
1000
1200
1400
1600
Gambar 3 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point118E 118E 0N 0N on Gambar 3 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point on year 2005.
year 2005.
Gambar 4 : Global wavestatistic statistic area 1985).1985). Gambar 4 Global wave area(Hogben, (Hogben,
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
1
4
7
10
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
13
16
7
Gambar 4 Global wave statistic area (Hogben, 1985).
1
4
7
10
13
16
2
5
8
11
14
17
3
6
9
12
15
18
Gambar 5 : Indonesian wave spectrum mapping (Kurniawan dkk, 2012).
Gambar 5 Indonesian wave spectrum mapping (Kurniawan dkk, 2012).
Kurniawan, 2012, mengajukan rancangan pembagian area untuk wave spectrum perairan Indonesia. Pembagian area tersebut didasarkan pada luasan yang hampir seimbang Kurniawan, 2012, mengajukan rancangan untuk setiap area, seperti ditunjukkan di Gambar 5. Pembagian area ini didasarkan suatu kebutuhan akan tidak tersedianya data wave scatter untuk perairan Indonesia seperti data dari global wave statistic (GWS) yang ditunjukkan di Gambar 4 dimana area dipedalaman kepulauan Indonesia merupakan blank area. Tetapi cakupan sebuah area yang terlalu luas (10o x 10o), dapat menyebabkan menurunnya tingkat akurasi data yang dihasilkan. Sebagai contoh, area 2 pada Gambar 5 menunjukkan area yang mencakup beberapa wilayah yang sebenarnya sangat berbeda karakteristik tinggi gelombangnya, yaitu selat Malaka, pantai barat pulau Sumatra dan Samudera India. Sebagai akibatnya, maka tinggi gelombang area 2 untuk daerah perairan selat Malaka, akan sama dengan area 2 yang merupakan daerah Samudera Hindia sedangkan secara karakteristik kedua lokasi memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari segi kedalaman perairan yang mempengaruhi bathymetry, kecepatan angin, panjang fetch yang dipengaruh oleh kondisi proyeksi medan angin permukaan, serta jejak lintas badai yang mampu mempengaruhi sea state dari masing
masing lokasi. Dimana dari semua data lingkungan diatas dapat diperkirakan berdasarkan statistic.
pembagian area untuk wave spectrum
Perbandingan cumulative probability density dan long term exceedance probability dari HW dari data BMKG dan ECMWF ditampikan pada Gambar 6. Gambar 7 menampilkan Weibull plot dari long-term distribution HW untuk data BMKG dan ECMWF. Kedua data dianalisa pada periode pengukuran selama 7 tahun (2004 ~ 2011). Dari gambar tersebut, kemungkinan terpilihnya HW untuk BMKG lebih tinggi dari pada ECMWF, sehingga berakibat HW simulasi akan lebih tinggi dan hasilnya adalah konservatif. Linearity Weibull plot pada Gambar 7 menunjukkan bahwa korelasi sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF sehingga analis In(HW ) dan In(In (1/PEX )) dapat ditunjukkan dengan sebuah data, sedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: garis lurus hanya untuk ECMWF data, sedangkan keakur1. Data metoc rendah + 10%. asian BMKG lebih rendah 10%. baik.
Dari beberapa kesimpulan diatas, maka beberapa hal seDari beberapa kesimpulan diatas, maka 2. Pembagian bagai berikut diperlukan sehingga analisa data gelombang hal sebagai berikut diperlukan menjadi lebih akuratbeberapa : 1. Data metocean yang reliabilitinya lebih baik. 1 2. Pembagian area yang lebih baik. 0
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
0.01 P EX (log scale)
8
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
1
2
3
4
5
6
7
8
0.1
0.001
EC
BM
EC 0.0001
BM
1. Data metocean yang reliabilitinya lebih
rendah + 10%.
baik. Dari beberapa kesimpulan diatas, maka
2. Pembagian area yang lebih baik.
beberapa hal sebagai berikut diperlukan H W [m]
1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1.1
10
11
0.1
0.9 0.8 ECMWF-Pex
0.7
BMKG-Pex
0.001
ECMWF-CDF BMKG-CDF
0.0001
0.6 0.5
CDF
0.01 P EX (log scale)
1
0.4 0.00001
0.3 0.2
0.000001
0.1
0.0000001
0
Gambar 6 : Comparison of cumulative probability density dan long term exceedance probability of HW.
Gambar 6 Comparison of cumulative probability density dan long term exceedance probability of HW. 1 ln ln PEX
4
ECMWF BMKG
3
y = 1.546x - 0.0917
2
2
R = 0.9991
y = 1.8693x - 0.833 2
R = 0.9823
1
ln (H W )
0 -1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
-1 -2 -3 Gambar Weibull plot wave scatter datadata of ECMWF and BMKG 2004 to 2011 period Gambar77: Weibull plotofofaverage average wave scatter of ECMWF andalong BMKG along 2004 to of measurement analyses.
2011 period of measurement analyses. 100E
110E
120E
130E
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 140E
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
9
2011 period of measurement analyses. 100E
110E
140E
130E
120E
10N
0
10S
10N 241
242
1
2
25
26
243 3
4
27
28
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
29
30
31
32
33
34
35
37
38
39
40
41
42
63
64
65
66
43
55
56
60
61
62
67
68
69
79
80
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
102
103
104
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
172
173
174
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
196
197
198
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
228
229
230
231
232
49
50
51
52
73
74
75
76
77
97
98
99
100
101
121
122
123
124
145
146
147
148
169
170
171
193
194
195
78
100E
175 199
110E
120E
130E
216
0
10S
140E
Gambar 8 : Modified map of Indonesia wave scatter area.
Gambar 8 Modified map of Indonesia wave scatter area. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk mengatur ulang peta daerah perairan Indonesia dan sekitarnya. Daerah perairan Indonesia adalah daerah pelayaran kawasan Indonesia seperti didefinisikan sesuai PM. 7 tahun 2013 pasal 2 ayat 4. Daerah perairan Indonesia merupakan daerah didalam garis merah jambu pada Gambar 8. Kemudian, pembagian perairan Indonesia baru yang diusulkan didasarkan pada luasan area sesuai prinsip pemetaan yang pertama dengan cakupan daerah yang diperkecil dan ditunjukkan pada Gambar 8. Secara umum, area diatur dengan grid akurasi sebesar 2o x 2o, dan beberapa area diatur khusus dengan memperhitungkan posisi, lokasi dan kontur daratan pada lokasi terpilih. Beberapa lokasi area di peta pembagian perairan Indonesia dipilih untuk menujukkan akurasi usulan wilayah pembagian dan data dari ECMWF. Lima daerah terpilih mewakili perairan Indonesia adalah : • Area 32 yang terletak di 108oE ~ 110oE dan 4oN ~ 6oN didaerah Laut China Selatan disekitar kepulauan Natuna Besar. • Area 154 yang terletak di 112oE ~ 114oE dan 4oS ~ 6oS di perairan Laut Jawa di sebelah selatan pulau Kalimantan. Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
10
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
• Area 211 dan 212 yang terletak di 130oE ~ 132oE; 8oS ~ 10oS dan 132oE ~ 134oE ; 8oS ~ 10oS disekitar Laut Arafura disebelah selatan kepulauan Tanimbar. • Area 249 yang terletak di 110oE ~ 112oE dan 8oN ~ 10oN didaerah Laut China Selatan disekitar kepulauan Spratly. Wave scatter diagram untuk seluruh area yang diusulkan bagi perairan Indonesia disusun. Kemudian, wave scatter diagram untuk daerah/area yang terpilih dianalisa longterm distribution dari HW-nya. Sebagaimana disebutkan di paragraph sebelumnya bahwa long-term distribution dari HW dapat diasumsikan sesuai dengan distribusi Weibull. Kemudian, Weibull plot dari area 32, 154, 211, 212 dan 249 untuk seluruh tahun ditampilkan di Gambar 9 ~ Gambar 13. Gambar gambar tersebut menunjukkan bahwa korelasi antaraIn (HW ) dan In(In (1/PEX )) dapat digambarkan dengan sebuah garis lurus dengan akurasi yang sangat baik khususnya untuk area 32, 154 dan 249. Sedang untuk area 211 dan 212 akurasinya sebesar 97% ~ 98%. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa long-term distribution dari HW dapat diasumsikan sesuai dengan distribusi Weibull.
diasumsikan dan akurasi baik khususnya ln HW dengan ln ln yang 1 PEX sangat dapat
sesuai
2.5
dengan akurasi yang sangat baik khususnya
distribusi
Weibull.
digambarkan dengan sebuah garis lurus 1 ln ln PEX
dengan
y = 1.4962x - 0.1432 2
2
R = 0.9982
1.5 2.5 1 ln ln PEX
1
2
-0.5 1
-0.5
-0.5
0
0.5
1
1.5
-1.5
0
2 32_0_0_0
-1
0 -0.5
ln(H W )
0
0.5
-1
2
R = 0.9982
0.5
1.5 -1
y = 1.4962x - 0.1432
ln(H W ) 0.5
1
1.5
2
Gambar 9 Weibull plot of area 32 (all years). 32_0_0_0
-1 Gambar 9 : Weibull plot of area 32 (all years). -1.5
2.5
Gambar 9 Weibull plot of area 32 (all years). 1 ln ln PEX
2.5 1 ln ln PEX
-0.8
-0.6
-0.4
-0.4
-0.2
-0.2 Gambar 010 -0.5 -1
1.5 y = 1.6734x + 0.5384 2
R = 0.9936 ln(H W )
0
0 -0.6
2
R = 0.9936
0.5
1.5
0.5
-0.8
y = 1.6734x + 0.5384
2
1
2
1
-0.5
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
154_0_0_0 ln(H W )
-1
0.2 plot 0.4 0.6 (all years). 0.8 Weibull of area 154
1
154_0_0_0
Gambar 10 : Weibull plot of area 154 (all years).
Gambar 10 Weibull plot of area 154 (all years).
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
11
4 1 ln ln PEX
3
y = 1.8655x - 0.3817 2
R = 0.9748
4
2
1 ln ln 3 PEX1
y = 1.8655x - 0.3817 2
R = 0.9748
2
0 -1
-0.5 -1
-1 -0.5
-2 -3
ln(H W )
01
0.5
1
1.5
2 ln(H W )
0 -1
0
0.5
1
1.5 211_0_0_0
2
211_0_0_0
-2
GambarGambar 11-3Weibull plotplot ofofarea (allyears). years). 11 : Weibull area 211 211 (all 3 11 Weibull plot of area 211 (all years). Gambar y = 1.8214x - 0.4 2
R = 0.9804
2.5 3 2 1 2.5 ln ln 1.5 P 2
1 ln ln PEX
EX
y = 1.8214x - 0.4 2
R = 0.9804
1 1.5
0.5 1
ln(H W)
0 0.5 -1
-0.5 -1
-0.5 00 -0.5
0.5
-1-0.5 0
1
0.5
1.5
1
1.5
-1.5 -1
2 2
212_0_0_0
-2-1.5 -2.5
ln(H W)
212_0_0_0
-2
-2.5
Gambar 12 Weibull plot of area 212 (all years). Gambar 12 12 Weibull plot 212(all (all years). Gambar : Weibull plotof of area area 212 years). 3 2.5
3
y = 1.677x - 0.7523 y = 1.677x - 0.7523 2
2.5
R 2 = 0.9979
1 ln ln 1 2 2 ln ln PEX PEX 1.5
R = 0.9979
1.5
1 1 Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
0.5 0.5
0 0 -1 Teknik-0.5 0 0 BKI -0.5 -0.5-0.5 12 -1 Jurnal Edisi 02-Desember 2014
-1 -1
ln(HW )W ) ln(H 0.50.5
11
1.5
22
2.52.5
-1.5
212_0_0_0
-2 -2.5
Gambar 12 Weibull plot of area 212 (all years). 3
y = 1.677x - 0.7523
2.5 1 ln ln PEX
2
R = 0.9979
2 1.5
1 0.5
ln(H W )
0 -1
-0.5
-0.5 0
0.5
1
1.5
2
2.5
-1 -1.5
249_0_0_0
-2 -2.5 Gambar 13 : Weibull plot of of area (all (all years). Gambar 13 Weibull plot area249 249 years). Dari hasil analisa diatas, maka data gelombang ECMWF, mempunyai kapabilitas, kapasitas dan realibilitas untuk digunakan sebagai acuan dalam analisa lebih lanjut untuk struktur kapal, maupun bangunan lepas pantai. Untuk analisa tersebut, masih memerlukan beberapa analisa tambahan, seperti analisa data spectrum, response karena histori gelombang terhadap struktur kapal maupun bangunan lepas pantai, dan lainnya.
Indonesia dapat diasumsikan dengan mengikuti distribusi Weibull.
2. Kesimpulan
3. Ucapan Terima Kasih
Kurniawan (2012) telah melakukan inisiasi untuk mengelompokkan wilayah perairan indonesia menjadi beberapa area yang dibagi secara sederhana dalam 10 x 10 derajat untuk mengetahui perbedaan karakter gelombang antar luasan area. Dalam hal hasil penelitiannya disimpulkan bahwa perlu dilakukan pembagian area yang lebih rapat dan mempertimbangkan karakter perairan disekitarnya area tersebut.
Data metocean dari ECMWF dimiliki oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan diakses serta diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int/ data/d/interim_full_daily/.
Dalam penelitian lanjutan yang dilakukan ini perairan yang sama akan dibagi kembali menjadi 257 area baru dengan kerapatan pengamatan sebesar 2 derajat. Dengan memanfaatkan data metocean BMKG dan ECMWF sebagai input analisa penulis menemukan bahwa data BMKG memiliki kecenderungan fluktuasi muka laut yang lebih besar dibandingkan dengan data ECMWF. Long-term distribution dari HW data metocean ECMWF untuk area baru perairan
Sebagai kesinambungan dari analisa yang telah dilaksanakan, perlu dilaksanakan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan data gelombang ECMWF untuk analisa spectrum gelombang, response karena data gelombang terhadap struktur kapal atau bangunan lepas pantai.
Data oceanography dari BMKG dimiliki oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan diakses melalui Stasiun meteorologi Surabaya, dan Kantor pusat BMKG, Kemayoran Jakarta.
4. Referensi 1. PM. No.7 2013, Kewajiban klasifikasi bagi kapal berbendera Indonesia pada badan klasifikasi. 2. Kementerian Perhubungan, Standar kapal non-konvensi Berbendera Indonesia, 2009. 3. Mohammad Arif Kurniawan, Aries Sulistyono, Petrus Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
13
Eko Panunggal, Spectrum parametric modification for analyzed long and short-term wave in Indonesian waterways by using fourier transformation, TEAM 2013, pp.141-148. 4. European Centre for Medium-Range Weather Forecasts ECMWF); www.ecmwf.int.
) -- Data oceanography dari ECMWF dimiliki oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan diakses serta diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int/data/d/interim_full_daily/. -- Data oceanography dari BMKG dimiliki oleh Badan T RUANGMeteorologi MUAT Klimatologi KAPAL dan Geofisika dan diakses melalui Stasiun meteorologi Surabaya, dan Kantor RAIRAN pusat INDONESIA BMKG, Kemayoran Jakarta.
5. Hogben N, Dacunha N M, Olliver F, Global wave statistics, British Maritime Technology Ltd, 1985. 6. Brunnel E, Von Selle H, Kunzel J, Sabel A, Fatigue Analysis and Condition Assessment of FPSO Structures, TSCF Shipbuilders Meeting, 2007.
1
Mohammad Arif Kurniawan, merupakan peneliti bidang Enviromental, Struktur dan Mohammad Arif Material untuk Kapal dan Bangunan Laut, Kurniawan tim pengembangan software DEWARUCI, I Researcher - BKI dan Div. Manajemen Strategi PT. Biro KlaAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL sifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh ki.co.id
[email protected] SarjanadTeknik tahun 2007INDONESIA di Teknik Perkapalan YANGgelar BERLAYAR DI (ST) PERAIRAN ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 di Jurusan yang sama.
ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELA
TANKER YANG BERLAYAR DI PE
Surabaya.
Siti Komariyah, merupakan peneliti bidang Enviromental, Struktur dan Material untuk Siti Komariyah Fredhi Agung Kapal dan Bangunan Laut, dan Div. ManaResearcher - BKIPT. Biro Klasifikasi Indonesia Prasetyo jemen Strategi
[email protected] Researcher - BK (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik ITS d (ST) tahun 2003 di Teknik Perkapalan fredhiagung@b
Fredhi Agung Prasetyo, merupakan peAbstrak neliti bidang Enviromental, Struktur dan Arif Mah Fredhi Agung Mohammad terial untuk Kapal dan Bangunan Laut, tim BKI PrasetyoIndonesia telah Kurniawan Inisiasi studi untuk memperkirakan laju korosi pada kapal kapal yang berlayar diperairan pengembangan software DEWARUCI, dan
[email protected] Researcher - BKI Researcher - BKI dimulai dengan menggunakan data pengurangan tebal strukt ur pelat kapal crude oil yang berlayar Div. Manajemen Strategi
[email protected] Biro Klasifikasi
[email protected] diperairan Indonesia. Data dikumpulkan dari thickness measurem ment report pada lebih dari 4500 titik yang Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sard diambil pada periode docking kapal secara berturut-turut. Anal sa dilakukan dengan metode statistik dan Jurnal Teknik BKI 2000 di Teknik Perkapalan ITS Surajana Teknik (ST) tahun didapatkan pengurangan tebal pelat yang bervariasi untuk setiap Edisi 02 Data-data - Desember 2014 bagian struktur kapal. ini akan baya, dan gelar M. Eng tahun 2010 dari Osaka University.
n struktur, perencanaan inspeksi maupun
14
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
perkirakan laju korosi pada kapal kapal yang berlayar diperairan Indonesia telah unakan data pengurangan tebal struktur pelat kapal crude oil yang berlayar nt
berguna dalam penentuan corrosion allowance pada tahap desai pemeliharan kapal.
Keyword: corrosion allowance, laju korosi, thickness measureme
KAJIAN TEBAL PELAT AKIBAT BEBAN LATERAL DALAM “RULES FOR HULL” Topan Firmandha, ST. MT.
Abstract BKI as a national classification has determined the minimum scantling of ship structure in accordance with the rules of the BKI Rules For Hull (Part 1, Vol.II). Minimum scantling requirement is expressed in the form of empirical formula in order to make easier to the determining the margin of safety of the ship construction and one of the formula is the minimum requirement of the plate thickness due to lateral loads. This empirical formula using the theory of elasto-plastic bending with failure criteria is above yield points(edge hinges), the consequences of plate thickness is decreases but still not including the margin of safety factor. This is showed by actual plate capacity is stronger than the actual plate (10 ~ 30% compared to the theory), as well as the effect of plastic membrane that is used as a margin of safety limits. Therefore, it can be proposed that the failure of criteria will be increasing up to the limit of collapse, so that the thickness of the plate due to lateral loads can be reduce. Keywords: elasto-plastic bending, lateral load, plastic membrane, edge hinges
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
alam menentukan konstruksi kekuatan kapal setiap badan klasifikasi mengeluarkan rumus empiris mereka masing-masing dengan berbagai macam factor dan tingkat keamanan tertentu. Tak terkecuali dengan BKI, BKI sebagai badan klasifikasi nasional dalam Rules For Hull (Part.I, Vol.II) juga mengeluarkan rumus empiris guna menentukan jaminan keamanan ukuran konstruksi kapal.
Dalam Rules For Hull Section 3, A.3 disebutkan, “The formulae for plate panels subjected to lateral pressure as given in the following Sections are based on the assumption of an uncurved plate panel having an aspect ratio b/a >= 2,24”. Hal ini menjadikan masalah menjadi lebih sederhana, yakni dengan menggunakan teori pembebanan lateral pada pelat panjang (Lihat Gambar 1). Adapun beberapa asumsi yang lazim digunakan pada teori ini (Da2 ley, 2012) adalah : − • Geometri pelat panjang (panjang b >= 3 • lebar a) • Beban merata • Dijepit dikedua sisi
D
Secara umum perhitungan kekuatan struktur kapal dapat dipisah menjadi 2 skala besar, yakni kekuatan local dan kekuatan global. Kekuatan local yang dimaksud adalah kekuatan struktur kapal yang tidak terpengaruh pada ukuran, jenis dan geometri kapal, maupun pada daerah pelayarannya. Sedangkan kekuatan global adalah kebalikannya. Pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang kekuatan local struktur kapal, terkhusus pada rumus empiris tebal pelat akibat beban lateral, yakni tentang teori yang diusung, tingkat factor keamanan yang diambil, serta konsekuensi yang ditimbulkannya. Tak lupa kami juga akan membuat hipotesa dan juga membahas tentang adanya kemungkinan penurunan hasil tebal plat dari pembebanan lateral ini.
15
∙
Gambar 1 : Ilustrasi pembebanan lateral pada plat panjang 12 − 1 ∙ 2
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
12
(5)
∙ 2 12 ∙∙ 2 = = 12 = =
2
−
∙
+
2
2
+3∙
2
=
(1)
Adapun kriteria kegagalan yang akan digunakan selanjutnya adalah “von misses yield” atau sering disebut juga sebagai tegangan total. Von missed yield umumnya dibentuk dengan pola engineering stresses tiga dimensi, yakni dengan menjumlahkan semua tegangan (normal dan geser) pada keseluruhan muka penampang. Sedangkan pada kajian kali ini pokok bahasan adalah plat struktur utama kapal (yang disebut juga sebagai pelat tipis / thin plate), 2 2 2 − plane ∙ +stresses + dapat 3 ∙ 2 digunakan, = maka asumsi yakni (1) dengan menganggap pelat sebagai surface dua dimensi, dan menghilangkan keberadaan tegangan kearah tegak lurus bidang, namun tetap membiarkan adanya deformasi kearah tegak lurus bidang. Bentuk von misses yield dalam pola dua dimensi dapat dilihat dalam formulasi berikut : 2 − 1 ∙∙ 2 + + 222 = + 3∙22 12 −
2
=
(1) (2)
Akan tetapi von misses yield terkadang dapat juga dinyatakan juga dalam bentuk principal stresses, yakni dengan mencari nilai tegangan normal pada saat tegangan geser-nya bernilai nol, sehingga didapatkan nilai maximum dan minimum dari tegangan normal. Selanjutnya persamaan von misses yield diatas jika dirubah dalam bentuk “principal stress” akan menjadi :
12 − 1 ∙ 2 + 22 =
2
(2)
∙ /2 6 ∙ = 3 /12
(5) 2
(5) (6)
Tegangan maximum (σx) yang diakibatkan dari moment bending diatas sebesar :
∙
=
∙
=
∙ /2
=
3 /12
=
6∙
∙ /2 6 ∙ = 3 /12
=
2 2
(6) (6)
2 Dimana ‘c’ 6 adalah titik berat I adalah mo∙ 6 pelat ∙ 2 = t/2, ∙ dan = = ∙ = 2 2pelat. ment Inertia penampang posi12Subtitusi 2 2Mmax pada (7) si yield mengubah persamaan menjadi :
∙ 2 ∙ 2 ∙ = 2 2 2∙ 2 2 (7) 6∙ 6 12 ∙ 2 = = 2∙ = 2 2 12 tegangan 2 maximum Perlu diingat kembali bahwa (7) dari =
6∙
=
6
beam bending (σx) dalam persamaan diatas akan dimasukan dalam persamaan principal stresses (σ1) dari pelat, sehingga nilainya menjadi equivalent dan membentuk persamaan baru :
= 1
∙ 2
(8)
2
= 1,125 ∙
2
= 1
(9) (8)
= 1 Dan bentuk mem∙ 2 akhir dari pembebanan merata untuk(8) = 1,125 ∙ adalah : buat pelat2 menjadi yield
2∙
2
(9)
Von missed yield (σy) dalam rumus diatas (bentuk princi= 1,125 ∙ 2 2 2 (9) = 2,25 ∙ . pal stresses) merupakan σyield dalam bentuk “engineering (10) 1 = 1,125 ∙ stresses”. Digunakannya bentuk principal stresses adalah (4) untuk memudahkan dan menyederhanakan persamaan, 3. Metodologi 2 yakni tersisa hanya dua jenis tegangan normal, dengan = 2,25 ∙ . 2 hubungan antar adalah Metode pengerjaan dalam kajian kali (10) 1 ∙ ∙ ke-dua 2 + 22tengan = 2normal tersebut(2) ini adalah dengan 11=−1,125 (4) σ2 = υ σ1, dimana υ adalah posion ratio. Dan persamaan menurunkan persamaan dasar/standar respon plat terhdiatas menjadi : adap pembebanan merata secara lateral dengan criteria 2 2 2 2 kegagalan yield, kemudian merubah persamaan dasar 1 − 1( ∙ 1) + ∙ 1 = (3) tersebut kedalam bentuk empiris baik dengan merubah Untuk pelat baja nilai poisson ratio υ sebesar 0.3, sehingga variabelnya, atau dengan menyesuaikan satuan-satuannya 2 nilai principal stresses (σ1) terhadap yield adalah : pola umum dalam Rules For Hull. Jika hasil =sesuai 2,25 ∙ dengan . (10) dari penurunan rumus empiris lebih besar dari rumus em1 = 1,125 ∙ (4) piris BKI maka criteria kegagalan akan dinaikan ke tingkat edge hinges atau bahkan collapse, dan jika hasilnya lebih Persamaan akhir dari kriteria kegagalan yield dari plat diakecil maka criteria akan diturunkan dibawah yield. Kemutas kemudian akan dimasukan dalam persamaan moment dian akan dilakukan penurunan lagi hingga hasil ke-dua 2 ∙ maximum dari beam bending. Dan persamaan dari beam = rumus empiris mendekati sama atau sama. 2 yang2 dibebani bending ‘a’, beban (5) 12 dengan − 1( panjang ∙ 1) +12 ∙ 1 = 2 dengan(3) ‘p’ merata serta dijepit di kedua sisinya adalah : Jika criteria kegagalan telah diketemukan dengan cara analitis, maka metode selanjutnya yang digunakan adalah ∙ 2 = mengevaluasi rumus empiris BKI secara numeric meng12 (5) Jurnal Teknik BKI ∙ = Edisi 02 - Desember 2014
=
∙ /2
3 /12
2 Jurnal Teknik BKI 1( ∙ 1) + 2 ∙ 12 = 16 1 − Edisi 02-Desember 2014 ∙ ∙ /2 6 ∙ = = = 3 /12
2
2
=
6∙
2
(3)
(6)
(11) (12)(12) −6 10−6 N N N 235.235. 10−6 −6 N = N N 235. 235. 10 10 N2 2,25. 235. 10−6 = 2,25. 2 m = = 2,25. 2,25. m =222,25. m2 m2 m m2 m
N N .mN . 222 m m
2 [ ][ 2 ] [. ] [[2 ]] 22 ] (12) .[. ][ (12) [235.] [10 ]] N(12) [ ] [ −6 (12)
N = 2,25. m2
m2
.
[ ]
gunakan bantuan software ANSYS workbench. Yakni den- Persamaan diatas dibalik dan satuan – 2satuan standarnya N [ ] 235. 10−6 N gan membalik rumus BKI dari data plat actual, sehingga disesuaikan dengan satuan digunakan dalam 2 =−32,25. . 6 lazim kN kN mm2mm k k 2 yang 2 3 3 −3 6 [ ] m m [∗ ] 10 [ ] . ∗ 10 . ∗ 10 = [∗ 10 yang ]kemudian 10Hull, . akhirnya ∗ 10 : (12) = [ ] . Rules ∗For didapatkan besarnya beban maksimum, 25,29.5,29. N N m2 mhingga 10−410−4 menjadi akan di bebankan pada model finite element. Plat actual (13)(13)2 2 k2 mm kN mm k −3 kN mm berbentuk panel, akan dimodelkan seperti beam dengan k 3 kN 3 2 2 2 −3 6 [∗ ] 10∗−3 [ .] . k k . mm =kN [∗33 10 33 ] = ] =[ ][ . ] . ∗ 10 mm kN mm10−4 ∗ 106 N k∗ 10∗−410 10kN ∗662 10 [∗ 10 . m 5,29. 2 −3 −3 6 −3 6 ukuran penampang t • t dan panjang beam adalah leb[∗ 10[∗ [∗ 10 [ ] [[. ]] .. ∗ 10∗∗ 10 .. 5,29. 10∗∗ 10 10 ] = ]] = 10 10N N = m2 m. 225,29. 10−410∗−4 N N m2 m 10−410 N m 5,29.5,29. 5,29. 10−4 ar panel. Kemudian memproses hasilnya dengan metode 3 (13)(13) 3 √10√10 (13) (13) large displacement, dan mengevaluasi hasilnya dengan cri= = . 43,49 . . . .. . 43,49 . 1000 1000 (14)(14) teria equivalent plastic strain. √103 Dan persamaan akhir menjadi = : . 43,49 . . . 3 1000 3 √10√10 3 33. . 43,49 √10 √10 = 1,37521 . . = . . √10 = 1,37521 . . . 2. = . 43,49 . . . Jika hasil dari equivalent plastic strain sesuai dengan kritekN mm k .. 43,49 1000 = = . 43,49 . . . . . .. = 43,49 . . 3 1000 −3 6 [∗ 10 ] =disimpulkan [ ] . ∗ 10 . 1000 ∗ 10 = 1,37521 . . 1000 1000 ria kegagalan secara analitis maka dapat pada 2 −4 N m 5,29. 10
.
(15)(14) (14) (15) (14) (14)
tingkat mana batasan kriteria kegagalan yang digunakan (13) = 1,37521 = 1,37521 . .. . . . untuk membentuk rumus empiris BKI. Selanjutnya adalah = 1,37521 = . . .. .. . .. = 1,37521 1,37521 (15)(15) memberikan argumen terkait pengambilan kriteria kega(15) (15) galan, dan membuat hipotesa kemungkinan penurunan 2 = .2 . . . . +. + = 1,38 . . . + 2 3 1,38 = 1,38 √10 2,25 ∙ . 43,49 .ditambah = 2,25 ∙ empiris .∙ . BKI. == Setelah . . faktor . korosi, persamaan menjadi : hasil tebal yang dihasilkan dari rumus = 2,25
(14) (16)(16)
1000
4. Hasil dan Pembahasan
2
= 2,25 = 2,25 ∙ .∙ = 2,25 = ∙ .∙∙ = 2,25 2,25
.2 ..
2 22
= 1,38 = 1,38 . . . . . +. + = 1,38 = . . . .. . .. . +.. + =. 1,38 1,38 + = 1,37521
Mengambil kembali dari tinjauan pustaka, bentuk akhir dari persamaan pembebanan merata untuk membuat plat menjadi yield (persamaan 10) adalah : 2
= 2,25 ∙
2
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(16)(16) (15) (16) (16)
Dan persamaan diatas sudah memiliki format yang sama dengan rumus empiris untuk tebal plat alas Rules For Hull . + Section 6. B.1.2 : 2 = 1,21. .
= 1,21. = 1,382. = .21,21. . .+ . . +. +
.
(17)
(17)(17) (16)
Perbedaan dua rumusan diatas menunjukan pula perbe= 1,21. . + kriteria kegagalan, rumus daan2 dalam mengambil = 21,21. . . . +design . .. . +.. + (17)(17) = 1,21. 1,21. + 2 = 21,21. 2= (17) lebih tipis Dari persamaan dasar inilah setiap badan klasifikasi dun- empiris BKI yang menghasilkan tebal plat yang(17) ia mengembangkan persamaan formula empiris mere- memberikan hipotesa bahwa rumus empiris BKI mengamka masing-masing. Sedangkan BKI merubahnya dengan bil kriteria kegagalan diatas yield. Hal ini pun sebagaimana mengganti variable σy dalam variable baru yang disebut yang juga ditemukan pada rumus beban alas dari Rules material faktor k. Nilai k sesuai definisi dari Rules For Hull, DNV “Hull Structural Design, Ships with Length 100 metres above”, kemudian disesuaikan satuan-satuannya dan dijelaskan 2 =and 1,21. . yang . +memiliki kriteria kegagalan hingga col(17) lapse. Rumus standar yang digunakan pada plat elasto/ sebagai berikut : −6 = 1,21 . . 235 235 235 235 235. 10 235. 10N−6 plastis N bending berikut diagramnya disajikan dalam Gam= 1,21 . . = = = = ; =; = N N N 6 N 235. 10−6 N m2−6bar m22 dan Tabel 1 (SSC, 2007). 235 2235 2 . 235 106 . 10 235 235. 10 N 2 2 = = mm m ; m= ; = mm = = 2 N N m N . 106 2 6 N m2 (11) (11) mm2 mm2 m . 10 m2 Menindaklanjuti hipotesa diatas, maka selanjutnya kriteria (11) (11) kegagalan akan dinaikan dari yield ke tingkat edge hinge (plastis pada kedua ujung jepit). Dengan cara penurunan Nilai material faktor k kemudian dimasukkan kembali da- yang sama dengan cara diatas, maka persamaan akhir lam persamaan beban untuk menyebabkan plat yield, dan menjadi : menjadi : = 1,2039 . . . + = 1,2039 . . . + (18) −6 NN N N−6 [N [] 2] 2[ ] 2 235.10 10 235. −6 10 N 235. = 2,25. = 2,25. . 2 . 2 2. [ ] [ ] 2(12) mm22 =m2,25. 2 −6 m mm N [ ] 235. 10 [ N] (12)(12) = 2,25. . [ ] (12) m2 m2
Atau dibulatkan keatas menjadi :
==1,21 1,21. . . .
. . ++
(18)
(19) (19) Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
17
Gambar 2 : Diagram respon plate bending
Tabel 1 : Rumus respon plat bending standar Hasil terakhir menunjukan bahwa secara analitis, rumus empiris BKI dibangun pada kriteria plastis. Untuk memperjelas dan membuktikan pengambilan kriteria edge hinge pada rumus empiris BKI diatas, maka akan diadakan percobaan numerik dengan software ANSYS workbench, menggunakan analisa non-linear atau large displacement, kemudian menguji kapasitas plat aktual yang umum digunakan pada plat struktur utama kapal (contoh: plat alas) dengan kriteria equivalent plastic strain. Kriteria equivalent plastic strain adalah kriteria yang digunakan ANSYS workbench untuk memperhitungkan munculnya penambahan area plastis/area yang telah melampaui batas tegangan yield dalam suatu analisa struktur. Pelat alas panel yang diuji dengan ukuran geometri 2100x700x15mm, dengan memasukan geometri pada rumus empiris tebal pelat alas BKI diatas, maka akan didapat besarnya beban merata sebesar 313628,6 Pa. Pemodelan diambil pada bagian tengah pelat secara melintang, dengan ukuran penampang model sebesar t • t (15x15mm), bentuk-bentuk tumpuan yang digunakan adalah fixed supJurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
18
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
port yang mengunci semua pergerakan, remote displacement yang membatasi gerak translasi dan rotasi arah x dan y tapi membebaskan kearah z, dan frictionless support yang membuat area ini tidak memiliki gesekan atau dalam kata lain masih berhimpit dengan pelat di sebelahnya, hal ini dilakukan agar hasil analisa sesuai dengan kondisi teori yang dipergunakan. Bentuk model, tumpuan serta beban yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah diproses untuk analisa large displacement, maka hasil untuk Equivalent plastic strain tercapai, sebagaimana yang nampak dalam Gambar 4. Hasil tersebut menjelaskan bahwa terdapat 2 lokasi yang telah mengalami plastis, sehingga membuat mekanisme tumpuan selanjutnya berubah yakni dari tumpuan jepit menjadi tumpuan ujung plastis, dan fenomena inilah yang dikenal dengan nama edge hinges sebagaimana sudah terlewati bahasannya pada teori elasto/plastic plat bending. Dengan 2 metode yang telah dilaksanakan (analitik dan numerik) maka dapat disimpulkan bahwa design criteria kegagalan yang diambil dalam pembentukan rumus empiris BKI adalah pada
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
19
Fixed Support Support Fixed
Gambar 4 : Kriteria eq. plastic strain
Pressure Pressure
Support
Support
Frictionless Frictionless
Displacemen
Displacemen
Remote Remote
tingkat edge hinges, dengan konsekuensi hasil tebal pelat yang dibutuhkan menjadi lebih tipis. Hal ini membuat pertanyaan baru, kenapa BKI tidak menggunakan design pada tingkat yield atau dibawah yield, sehingga safety factor-nya SF ≥ 1 ? Untuk menjawabnya, maka beberapa alasan telah disebutkan pada penelitian rules DNV yang mengambil tingkat collapse (diatas yield dan edge hinges) sebagai kriteria kegagalannya, sebagai berikut : • Pelat aktual memiliki aspek rasio yang tak hingga, sehingga akan lebih kuat dibanding asumsi teori pelat panjang yang dipergunakan (5-10%) • Batas tegangan yield material aktual biasanya diatas nilai tertentu dari yang disyaratkan ( ≥ 235) • Strain hardening akan menaikan kapasitas pelat pada daerah setelah yield. • Efek membrane akan menambah kapasitas pelat meskipun hanya pada defleksi yang besar • Pelat yang di design dari rules hanya mengakibatkan deformasi permanen yang sangat kecil Kesimpulannya, dengan mengumpulkan berbagai alasan diatas maka kapasitas pelat aktual lebih tinggi 10~30% dari teori yang dipergunakan.
5. Kapasitas Plat Melengkapi penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jika rumus empiris BKI telah menggunakan batas diatas yield dalam teori elasto/plastic bending, maka salah satu cara untuk mempertahankan tebal pelat atau menurunkannya adalah dengan menguji kapasitas pelat. Kapasitas plat dalam teori plat bending telah disimulasikan dengan model beam (Gambar 3), dan selanjutnya secara incremental beban akan dinaikan hingga batas collapse. Percobaan kedua adalah memodelkan secara utuh pelat panel, kemudian memberikan beban secara incremental dan membandingkannya dengan teori membrane plastis. Untuk elasto/plastic bending akan digunakan beban sebesar 1,2 kali beban collapse (0.6MPa) dan untuk membrane plastic digunakan beban 2 kali collapse (0.97MPa), hasil dari equivalent plastic strain (Gambar 5) menunjukan perbedaan strain yang besar dengan beban membrane yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukan bahwa teori membrane menjadikan plat tipis memiliki kapasitas pelat yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan pelat bending. Okumoto et.al. dalam bukunya “Design of ship hull strucJurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
20
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
tures” menjelaskan tentang perilaku membrane plastis ketika melakukan ekperimen plat panel yang di beri tekanan air dan dinaikkan secara incremental. Dia menyebutkan bahwa ada 3 tahap perubahan : Pertama, ujung-ujung panel menjadi plastis, kemudian plastis mulai muncul pada tengah panel. Pada tahap ini tidak terjadi collapse ataupun peningkat defleksi yang signifikan meskipun telah terbentuk plastis di tiga titik (ujungujung dan tengah panel). Fenomena ini menjelaskan fakta bahwa meningkatnya tekanan air tidak meningkatkan tegangan bending tetapi malah meningkatkan tegangan membran. Kemudian area yang telah mencapai yield mulai menjalar dan menjadikan seluruh permukaan panel menjadi membrane plastis. Dalam tahap ini terjadi peningkatan defleksi secara proporsional terhadap peningkatan tekanan air. Ketika seluruh permukaan panel telah menjadi membrane plastis, kegagalan hanya terjadi jika plat telah memiliki cacat baik ketika dalam pengelasan (production) ataupun dalam material (metal forming). Dan hal inilah yang kemudian menjadi alasan yang masuk akal bagi perancang menetukan kondisi plastic membrane sebagai batas criteria kegagalan.
6. Kesimpulan Dan Saran Setelah penurunan secara analitis, pembuktian numeric, serta pengenalan konsep membrane maka dapat disimpulkan : 1. Rumus empiris tebal plat akibat beban lateral dibangun diatas criteria kegagalan yield (plastis) /edge hinges, konsekuensinya tebal yang dihasilkan menjadi lebih tipis tapi tanpa memiliki safety factor. 2. Pengambilan criteria kegagalan edge hinges dapat di imbangi dengan jaminan kenaikan kapasitas (kekuatan) plat aktual sekitar 10~30%. 3. Menimbang kapasitas plat aktual berikut teori dan percobaan membrane plastis, maka secara teknis BKI bisa menurunkan tebal plat dengan menaikan kriteria kegagalan hingga collapse. 4. Kajian ini disarankan agar dilanjutkan hingga tahap eksperimen/pengujian, dengan menguji satu panel plat penuh atau satu kompartemen penuh. 5. Disarankan agar kajian ini dilanjutkan hingga ke tahap pembebanan kombinasi lateral dan kompresi,
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
21
kemudian
beban
secara
kuat dibandingkan dengan plat bending.
Gambar 5. Elasto/Plastic Membrane Gambar 5 : Elasto/Plasticbending bending vs vs Membrane plastic plastic
0.0034923
0.1313
memberikan
mulai dari penurunan analitis, numerik, komparasi, hingga eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA BKI (2013), Rules For Hull DNV (2013), Hull Structural Design Ship with Length 100 meters and above Okumoto,Y, Takeda, Y, Mano, M, Okada, T, (2008), Design
Topan Firmandha, merupakan staf peniliti bidang kekuatan dan konstruksi kapal, tim pengembangan software DEWARUCI, dan tim ship structural incident investigation di Div. Manajemen Strategi PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) tahun 2008 di Teknik Perkapalan ITS Surabaya, dan gelar Jurnal Teknik BKI Magister Teknik (MT) tahun 2013 di Jurusan Edisi yang02sama. - Desember 2014
22
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
of Ship Hull Structures, Springer Daley,C, Kendrick,A, Pavic,M, (2007), New Direction in Ship Structural Regulation,10th International Symposium on Practical Design of Ship and Other Floating Structures, Houston, Texas SSC-446 (2007), Comparative Study of Ship Structures Design Strandards, March 2007, 22-24 Daley, C (2012), Ship Structures I & II, Memorial University
ANALISIS ULTIMATE LIMIT STATE (ULS) DENGAN MENGGUNAKAN IDEALIZED STRUCTURAL UNIT METHOD (ISUM) PADA ELEMEN PELAT SEGI EMPAT Sukron Makmun, Achmad Zubaidy, P. Eko Panunggal
Abstract Emphasis on the design of the structure has moved from the allowable stress design to limit state design, because the limit state approach has more advantages. FEM although very powerful in solving problems of non-linear structure, but the FEM also has weaknesses in analyzing non-linear structures that are large (difficulty of modelling and time consuming). This raises ISUM elements for modeling the structure as an array of different types of the unit structural elements. By using ISUM numerical calculations of elements in non-linear structure will be more effective and efficient. The numerical program carried out using MATLAB software. The resulted of the comparison between the program ISUM using MATLAB software with analytical calculations showed that for structural analysis in the elastic regime produces almost the same value (percentage error (0-8.224)%). Influence of imperfect fabrication in the analysis ULS resulted buckling structure does not happenned naturally. So that in the modeling structure is modeled using a flat plate with initial deflection (imperfection fabrication) was calculated using the theory of non-uniform membrane stress. Keywords : ultimate limit state (ULS), finite element method (FEM), Idealized Structural Unit Method (ISUM), rectangular plate, buckling and imperfection fabrication
1. Pendahuluan
F
inite Element Method (FEM) merupakan sebuah program yang powerful untuk menyelesaikan permasalahan struktur non-linier. FEM non-linier telah terbukti berhasil diaplikasikan pada struktur yang bersifat komplek. Keberhasilan itu diantaranya dilakukan dalam menyelesaikan collision and grounding (Wu [7], ship structures for ice loads (Wang dan Wiernichi, [6]) ultimate strength of panels (Paik [4], hull girder ultimate strength (Yao et al., [8]), dll. Meskipun banyak permasalahan yang sebelumnya sulit mampu diselesaikan, tetapi FEM mempunyai kelemahan dalam menganalisis struktur yang berukuran besar. Kesulitan yang terjadi adalah dalam pemodelan struktur yang komplek dan perlu waktu yang banyak dalam perhitungan numeriknya. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi jumlah derajat kebebasan (degree of freedom/DOF) dari FEM sehingga mengurangi jumlah yang tidak diketahui dari matrik kekakuannya. Salah satu metode yang dikembangkan untuk memecahkan permasalahan itu adalah dengan ISUM (Paik, et al., [2], Paik, et al., [3]). ISUM merupakan metode untuk memodelkan suatu struktur sebagai susunan dari beberapa jenis unit
struktur yang besar dan diformulasikan baik secara analitis, numerik serta eksperimental atau kombinasinya. Hasil dari pemodelan tersebut adalah sebuah elemen ISUM. Berbagai kondisi yang telah diuraikan memunculkan ide penelitian, yaitu bagaimana pengembangan perangkat lunak untuk menganalisis suatu struktur berukuran besar dengan metode ISUM pada elemen pelat segi empat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku elemen struktur dengan menggunakan metode ISUM. Kemudian mengaplikasikannya ke dalam sebuah program perhitungan pada elemen pelat segi empat yang berbasis pada MATLAB software.
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Teori Large of Displacement Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, [1]) :
23
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
2.1 Teori Large of Displacement 2.1 Teori Large of Displacement Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, [1]): [1]): � � �
𝜕 𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 𝜔 𝐷 � � + 2 � 𝜕 ��𝜔+ � �𝜕 � 𝜔 𝜕� 𝜔 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝐷 � � +𝜕𝑦 2 � � + �� (1a) 𝜕𝑥 𝜕 � 𝐹𝜕𝑥 𝜕𝑦+ 𝜔�𝜕𝑦 ) 𝜕 � (𝜔 𝜕 � 𝐹 𝜕 � (𝜔 + 𝜔� ) 𝜕 � 𝐹 𝜕 � (𝜔 + 𝜔� ) 𝑃 � −2 � (𝜔 � � � � � −𝑡� � + + = 0 (𝜔� + 𝜔�𝜕𝑦 ) � 𝜕 𝐹 𝜕 𝑡(𝜔 + 𝜔� ) 𝑃 + 𝜔� ) 𝜕𝑥𝜕𝑦𝜕 𝐹 𝜕 𝜕𝑥 � 𝜕 𝐹𝜕 𝜕𝑦 𝜕𝑥 − 𝑡 � � 𝜕𝑥𝜕𝑦 −2 + � + �=0 � � � � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 � 𝑡 𝜕 𝐹 𝜕 𝐹 𝜕 𝐹 � + 2 � 𝜕 ��𝐹+ � 𝜕 � 𝐹 𝜕 𝐹 � 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 +𝜕𝑦 2 � �+ � 𝜕𝑦 �� (1b) 𝜕𝑥 � 𝜕𝑥𝜕 �𝜕𝑦 𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 � 𝜔 � 𝜕 � 𝜔� 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔� 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔� � � � = 0� � � − �𝜕 � 𝜔 � + − 𝐸 �� 2 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔 − 𝜕 � 𝜔�� 𝜕 � 𝜔 − 𝜕 �𝜔� 𝜕 �𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 𝜔� � 𝜕𝑥𝜕𝑦 − 𝐸 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 �� 𝜕𝑦 � − 𝜕𝑥𝜕𝑦 �=0 + 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 � − � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 � 3 2 dimana: D = )] , ω, ω = added dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy 3 Et /[12(1-υ 2 o Dimana : D = Et /[12(1-υ )] , ω, ω3o = added2dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy
2.2 ISUM
(1a)
(1b)
dimana: D = Et /[12(1-υ )] , ω, ωo = added dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy
2.2 ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbedaan FEM konvensional elemen hingga dengan dan penelitian eksperimental. Kemudian ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbedaan dengan FEM konvensional diidealisasi dan berbagai kondisi diformulasikan untuk adalah ISUM mengidealisasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen dengan nodal ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbesemua kemungkinan kegagalan yang akan terjadi dalam adalah ISUM mengidealisasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen dengan nodal point FEM yangkonvensional lebih sedikit. Untuk model secara analisis daan dengan adalah ISUMmembuat mengidealsatustruktur unit struktur. Hal lengkap ini berlakupada seperti buckling pada bepoint yang lebih sedikit. Untuk membuat model struktur secara lengkap pada analisis isasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen den- berapa unit komponen. struktur non-linier diperlukan berbagai jenis ISUM elemen. Perilaku setiap jenis unit gan nodal point yangstruktur lebih sedikit. Untuk membuat model non-linier diperlukan berbagai jenis ISUM elemen. Perilaku setiap jenis unit kondisi berdasarkan diformulasikan untuk semua kemungkinan kegagalan yangDisplasemen akan terjadi dalam satu diselidiki teori-teori fundamental maupunkegagalan analisis teori sepertidalam strukturstruktur secara lengkap analisis struktur non-linier 2.3 Hubungan Regangan dan olahan, kondisipada diformulasikan untuk semua kemungkinan yang akan terjadi satu struktur diselidiki berdasarkan teori-teori fundamental maupun analisis teori olahan, seperti diperlukan berbagai ISUM Hal elemen. Perilakueksperimental. setiap bucklingKemudian unitjenis struktur. ini berlaku seperti pada beberapa unit komponen. analisis elemen hingga dan penelitian diidealisasi dan berbagai unit struktur. Hal ini berlaku seperti buckling pada beberapa unit komponen. jenis unit struktur diselidiki berdasarkan teori-teori funPersamaan 2 digunakan untukdiidealisasi mengukur hubungan reanalisis elemen hingga dan penelitian eksperimental. Kemudian dan berbagai 2.3 Hubungan Regangan dan Displasemen damental maupun2.3 analisis teori olahan, sepertidan analisis gangan dan displasemen pada ISUM. Hubungan Regangan Displasemen Persamaan 2 digunakan untuk mengukur hubungan regangan dan displasemen pada ISUM. Persamaan 2 digunakan untuk mengukur hubungan regangan dan displasemen pada ISUM. ISUM 2.2 ISUM
𝜕𝑢 𝜕 � 𝑤 1 𝜕𝑢 � 𝜕𝑣 � 1 𝜕𝑤 � ⎫ 𝜕𝑢 − 𝑧𝜕 � 𝑤 + 1 ��𝜕𝑢 �� + �𝜕𝑣 �� � +1 �𝜕𝑤 �� ⎫ 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + 2�� 𝜕𝑥� + � 𝜕𝑥� � + 2� 𝜕𝑥� ⎪ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 � 𝜕𝑥 � 2 𝜕𝑥 � 𝜀 ⎪⎪ � 𝜀�� ⎪ 𝜕 1 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝑤 𝜕𝑢 1 𝜕𝑤 � � � {𝜀} = �𝜀𝜀� � = 𝜕𝑢 − 𝑧𝜕 � 𝑤 +1 ��𝜕𝑢 � + �𝜕𝑣 � � + 1 �𝜕𝑤 � {𝜀} = � 𝛾 ��= ⎨ ⎬ 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + 2�� 𝜕𝑥� + � 𝜕𝑥� � + 2� 𝜕𝑥� �� ⎨ ⎬ 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥� 2 𝜕𝑥 𝛾�� ⎪ 𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎪ 𝜕 𝑤 ∂u ∂u ∂v ∂v ∂w ∂w ⎪⎪�𝜕𝑢 +𝜕𝑣 � − 2𝑧 𝜕 � 𝑤 + ��∂u � �∂u � + �∂v � �∂v �� + �∂w � �∂w �⎪⎪ ⎪� + � − 2𝑧 ⎪ ⎩ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦+ �� ∂x� � ∂y� + � ∂x� � ∂y�� + � ∂x� � ∂y� ⎭ ⎩ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 ∂x ∂y ∂x ∂y ∂x ∂y ⎭ ⎧ ⎧ ⎪ ⎪⎪ ⎪
(2) (2)
Selain itu juga diperhitungkan pengaruh out-of-plane large deformation karena elemen Selain itu juga diperhitungkan pengaruh out-of-plane large deformation karena elemen Selain itu juga diperhitungkan out-of-plane large besar. Sehinggapendekatannya pendekatan perhitungannya digunakan pelat yangpengaruh dianalisa berukuran besar. Sehingga digunakan persamaan pelat yang dianalisa berukuran besar. Sehingga pendekatannya digunakan persamaan deformation karena elemen pelat yang dianalisa berukuran persamaan incremental (3): incremental: incremental: 𝜕∆𝑢 𝜕�� ∆𝑤 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 1 𝜕∆𝑢 � 𝜕∆𝑣 � 𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � +1 ��𝜕∆𝑢 �� + �𝜕∆𝑣 �� � � ∆𝜀� = 𝜕∆𝑢 − 𝑧𝜕 ∆𝑤 + ∆𝜀� = 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + 2�� 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 1 𝜕∆𝑤 �� +1 �𝜕∆𝑤 � + 2� 𝜕𝑥 � 2 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕�� ∆𝑤 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 1 𝜕∆𝑢 � 𝜕∆𝑣 � 𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � +1 ��𝜕∆𝑢 �� + �𝜕∆𝑣 �� � � ∆𝜀� = 𝜕∆𝑣 − 𝑧𝜕 ∆𝑤 + ∆𝜀� = 𝜕𝑦 − 𝑧 𝜕𝑦�� + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + 2�� 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦 � � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦 𝜕𝑦 1 𝜕∆𝑤 �� 1 𝜕∆𝑤 � + � + 2� 𝜕𝑦 � 2 𝜕𝑦 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕�� ∆ 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 ∆𝛾�� = �𝜕∆𝑢 + 𝜕∆𝑣 � − 2𝑧 𝜕 ∆ + �𝜕𝑢 � × �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � ∆𝛾�� = � 𝜕𝑦 + 𝜕𝑥 � − 2𝑧 𝜕𝑥𝜕𝑦+ � 𝜕𝑥� × � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑤 𝜕𝑥 𝜕∆𝑤𝜕𝑦 𝜕𝑤𝜕𝑦 𝜕∆𝑤 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕∆𝑢 𝜕𝑦 𝜕∆𝑢 + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + �𝜕∆𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥𝜕∆𝑤 𝜕𝑦𝜕∆𝑤 𝜕𝑦 + �𝜕∆𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕∆𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦
24
(3a) (3a)
(3b) (3b)
(3c) (3c)
Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil dan terus menerus setiap variabel. Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil dan terus menerus setiap variabel. Agar {U} lebih sederhana, maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah untuk komponen inJurnal Teknik BKI Agar 2014 {U} lebih sederhana, maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah untuk komponen inEdisi 02 - Desember plane, (2) {W}, adalah untuk komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap plane, (2) {W}, adalah untuk komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap Jurnal Teknik BKI sumbu z. Sehingga: Edisi 02-Desember sumbu 2014 z. Sehingga: �
�
{∆ε} = [Bp]{∆S}-z[Bp]{∆W}+[Cp][Gp]{∆S}+[Cb][Gb]{∆W}+� [∆Cp][Gp]{∆S}+� [Cb][Gb]{∆W} �
�
��
�� +
� 𝜕𝑦𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦
𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕 ∆ � � 𝜕𝑢� � +𝜕∆𝑢 �� +� � � + � � � � � �� + �+���𝜕𝑢�����𝜕∆𝑢 � � ��𝜕∆𝑣 + ���++���𝜕𝑣 � − 2𝑧+ �𝜕𝑦++ �𝜕𝑦 � � � ∆𝛾�� = � + × 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑣𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑣𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 +�� � � �� � +��+��+ ����� � ��� + � � � � � + � � � + �� + (3c) 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 �
(3c) (3c)
𝜕∆𝑣 ∆,𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 ∆, sangat dan terus menerus variabel. NilaiNilai prefiks, yangyang sangat kecilkecil dan terus menerus setiapsetiap variabel. � � menyatakan � +menyatakan � � � kenaikan � kenaikan + �prefiks, 𝜕𝑥
𝜕𝑦
𝜕𝑥
𝜕𝑦
{U} sederhana, dipisah (1) {S}, adalah komponen Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yangmaka sangat kecil danmenjadi: terus(1) menerus setiap variabel. AgarAgar {U} lebihlebih sederhana, maka dipisah menjadi: {S}, adalah untukuntuk komponen in- in-
Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil untuk komponen in-plane, {W} untuk komponen out-ofAgarmenerus {U} lebih maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah komponen inplane, (2) {W}, adalah komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap plane, (2)sederhana, {W}, adalah untuk komponen (3)untuk Komponen rotasi terhadap dan terus setiap variabel. Agar {U}untuk lebih seder- out-of-plane, plane, komponen untuk rotasiuntuk terhadap sumbu z. Sehinghana, maka menjadi dua bagian, yaitu out-of-plane, {S} adalah (3) ga dihasilkan 4: terhadap plane,dipisah (2) {W}, adalah untuk komponen Komponenpersamaan untuk rotasi sumbu z. Sehingga:
sumbu z. Sehingga:
sumbu z. Sehingga:
�
�
� � {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B [∆C [C]{∆W} p]{∆W}+[C p][Gp]{∆S}+[C b][Gb]{∆W}+ p][Gp]{∆S}+ b][Gb]{∆W} {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B [∆Cp][G [Cb][G p]{∆W}+[C p][Gp]{∆S}+[C b][Gb]{∆W}+ p]{∆S}+ � b � � � � � {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B =p]{∆W}+[C [B]{∆U}p][Gp]{∆S}+[Cb][Gb]{∆W}+�[∆Cp][Gp]{∆S}+� [Cb][Gb]{∆W} = [B]{∆U} (4)
Dimana :
(4) (4)
= [B]{∆U} Dimana: Dimana:
Dimana:
T T ∆εxy = increment of strain vector y,}∆γ= xy} {∆ε}{∆ε} = {∆ε=x,{∆ε ∆εT yx, ∆γ increment of strain vector
{∆ε} = {∆εx, ∆εy, ∆γxy} = increment of strain vector T
{U} =W} {ST W}nodal = nodal displacement vector displacement vector {U} ={U} {S W}=T {S = nodal = displacement vector T
=v{uu1 vv1 uu23 vTv2=3 uin-plane } = in-plane displacement vector 4in-plane u34 vv34}u4 =vdisplacement displacement vector {S} ={S} {u1 {S} v1=u{u vector 2 v12 u31 v32 u42v4} T
T
{w θθx1 θ23x1θθx1w θx1x1w wθ3θx1x1 θ}x1Tw=θ4 x1 θx1}ofTθplane } =displacement theofout of plane displacement vector 1θx1 4θx1 θx1wout =x1the out plane displacement vector 1wθ 34 x1 x1 {W} ={W} {w1 {W} θ=x1 {w θx1= θx1 θx1 wθ θθx1 the vector 2x1 x1ww x12θ [B]
[B] = strain-displacement matrix =[B] strain-displacement matrix matrix = strain-displacement �
𝜕𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑤
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑣 � 𝜕𝑤⎤ 𝜕𝑢⎡𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎡ ⎡ 0𝜕𝑣 0 0⎤ 𝜕𝑢 ⎡ 0 𝜕𝑤 � 𝜕𝑣 𝜕𝑤�𝜕𝑢 �𝐵�� �{𝑆}= �𝐵� �{𝑆} + 𝜕𝑣�𝜕𝑤 += 𝜕𝑣 0 ⎤⎤ ⎡ ⎡ 0⎤ ⎤ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 0 0 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 ⎢𝜕𝑢 𝜕𝑣⎢𝜕𝑥 𝜕𝑥 ⎥ ⎢ � 𝜕𝑢 �� =𝜕𝑥�𝐵� �{𝑆} + 𝜕𝑣 𝜕𝑦 ⎥ ⎢ 𝜕𝑥 ⎥𝜕𝑥 ⎥ 0 𝜕𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑣𝜕𝑢 𝜕𝑤⎤⎢⎥ 𝜕𝑤⎥ � 𝜕𝑥 𝜕𝑥�𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎥ � ⎡⎢ ⎢ ⎢ 𝜕𝑢 ⎤⎥ 𝜕𝑣 ⎥⎥ ⎡⎢ 𝜕𝑣 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕𝑣 �𝜕𝑢𝜕𝑦 + 𝜕𝑣 = �𝐵 𝜕𝑢 � �{𝑆} 0� �⎢= 0 0 0 0 0𝜕𝑢⎥ 𝑑𝑎𝑛 0] = ⎢00⎢⎥ [𝐶𝑑𝑎𝑛 �𝐺� � = ⎢⎢𝜕𝑥 𝜕𝑤 � 𝜕𝑣 �𝐺 𝜕𝑥 𝜕𝑥 � ] =[𝐶 ⎢ � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 �𝐺 �{𝑆}, � � ⎥ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ �𝐺 �{𝑆}, � � = 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 � 𝜕𝑢 𝜕𝑦 𝜕𝑦 � �𝐺�⎢�⎢ = ⎢ 0⎢ 𝜕𝑢0 𝜕𝑣𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑢 𝜕𝑦 𝜕𝑣 𝜕𝑦 = 𝜕𝑥 �𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ⎥ 𝜕𝑦⎥⎥ 𝑑𝑎𝑛⎢⎢[𝐶� ] 𝜕𝑤 ⎢ ⎥⎢⎥ 0 ⎥ 𝜕𝑦 ⎥ ⎥ �𝐺 �{𝑆}, � 𝜕𝑢 = 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑦 � 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 � � 0 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 � ] = ⎢⎢0 �𝐺� � = ⎢⎢ 0 � 𝜕𝑦 ⎢ ⎥⎢⎥ 𝜕𝑤⎥ 𝜕𝑥 � 𝜕 �𝜕𝑥 �𝑤� 𝑤 𝜕 � 𝑤 =𝜕 ��𝐺 𝑤� �{𝑆}, 𝑤 𝜕𝜕𝑦 𝑤 𝜕 �𝜕 ⎢ ⎢ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ⎥⎥ 𝑑𝑎𝑛 ⎥[𝐶 ⎥ ⎥ 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 [𝐵 ]{𝑊} � � � [𝐵 ]{𝑊} 2 = ⎣ ⎣𝜕𝑥 �𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑦⎥⎢𝜕𝑤 2 = ⎣ ⎣ ⎦ 𝜕𝑥 ⎦ 𝜕𝑤⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑦 � � � � � � � � � ⎢ ⎥ 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕 𝜕𝑦 𝑤 � 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 �𝑤 𝜕𝜕𝑦 �𝑤 𝜕𝑥 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 𝜕 � 𝑤 �� = [𝐵 ]{𝑊} ��𝜕 �𝑤 𝜕 𝑤 2 ⎣𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ � � � 𝜕𝑤 𝜕𝑤 [𝐵 ]{𝑊} � 2 = ⎣ ⎣ ⎦⎣ 𝜕𝑦 𝜕𝑥 ⎦ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑤 𝜕𝑤 � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 � = [𝐺� ]{𝑊} = [𝐺� ]{𝑊} � 𝜕𝑥 � 𝜕𝑦���� 𝜕𝑥𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑤 𝜕𝑦 � 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 �� �� ==[𝐺[�𝐺]{𝑊} � ]{𝑊 } 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2.4 Matrik Kekakuan Elastis �
2.4 Matrik Kekakuan Elastis Persamaaan matrik kekakuan diturunkan menggunakan teori Total lagrangian 2.4 Matrik Kekakuan Elastis Persamaaan matrik kekakuan diturunkan dengandengan menggunakan teori Total lagrangian dan dan
2.4 Matrik Kekakuan Elastis
2.4 Matrik Kekakuan updated Elastis lagrangian.
Total lagrangian
Persamaaan matrik diturunkan dengan menggunakan teori Total lagrangian dan updated lagrangian. Persamaaan matrikkekakuan kekakuan diturunkan dengan menggunakan teori Total lagrangian dan
Total updated lagrangian. Persamaaan matriklagrangian kekakuan diturunkan dengan meng- Persamaan total Lagrangian adalah sebagai berikut : Total lagrangian updated lagrangian. gunakan teoriPersamaan Total lagrangian dan updated lagrangian. total Lagrangian adalah sebagai berikut:E ([K]E = [Kp] + [Kb] + [Kg] + [K�])
Total lagrangian Persamaan total Lagrangian adalah sebagai berikut: ([K] = [Kp] + [Kb] + [Kg] + [K�])
Total lagrangian [𝐾� ] [𝐾 ]
0
0
0
[𝐾 ] [𝐾 ]
[𝐾 ]
0
� E � � , [𝐾 ]adalah � ��] ([K] � , [𝐾[K � g] + [K�]) =� Persamaan total sebagai + [K [𝐾���berikut: ] = [𝐾 � = �Lagrangian � ]�= 0[Kb][𝐾 p]] �+ 0 ]� ,��𝐾 [𝐾� ]� , [𝐾 [𝐾�]] ==�[𝐾 0 �] = 0 �0 � 0 �0, �𝐾[𝐾 [𝐾� ] = �[𝐾� ] 0� , [𝐾 ��= � �] E � � [𝐾 ] 0 [𝐾 ] [𝐾 ] [𝐾 ] 0 0 total 0 Lagrangian Persamaan ([K] �] � p] + [Kb] + [Kg] + [K�]) [𝐾 �] [𝐾�berikut: [𝐾 ] =0[K 0 0� adalah sebagai [𝐾Dimana, � ] 0� , [𝐾 ] = � [𝐾 � , �𝐾� � = � � � , [𝐾� ] = � � � Dimana, �] = � � [𝐾 ] 0� � [𝐾� ] [𝐾[𝐾]��] [𝐾 [𝐾 Dimana : 0 � [𝐵 ]� [𝐷] � [𝐵] ]𝑧 � 0 �] ] [ 0 0 𝐾 0 ] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] [𝐵 ] [𝐷] � [𝐾0[𝐾 ] = = 𝑑𝑉𝑜𝑙, 0 � � � �� [𝐾 � � � � ��, [�𝐾�� ] = � [𝐾 � , �𝐾�� � ]= � , [𝐾� ] = � � � � �� � [𝐵 ]𝑧 � Dimana, � ]]= [𝐾 0 [�𝐾]�=] � [𝐵 [𝐾� ]� [𝐾𝑑𝑉𝑜𝑙, ] [ � = � 0[𝐵� ] 0[𝐷] [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐷] 0 𝐾 � �]
�
�
� [𝐶 ]� [𝐷]� [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �� [𝐵 � [𝐷] � [𝐷] � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � � �[𝐺 [𝐾� ] = � [𝐾 [𝐵��] ]= [𝐵��]]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] =� � [𝐵�+] [𝐷]� [𝐵 Dimana, 𝑑𝑉𝑜𝑙, � � ]� ]𝑧 � �
[𝐺� ]� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙
[𝐾� ] = �� [𝐺� ]� [𝐶�� ]� [𝐷]� [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + �� [𝐵� ]� �[𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺� ]�� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � � �� �� � � � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �� � [𝐶 � � ]�� �[𝐷] � � � [𝐺��[𝐶 ] [𝐶][𝐺 ] [𝐷] � ][𝐵 + ]�� [𝐷] � ] = � [𝐾 � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � �� � [𝐵 [𝐾 [𝐺��]�]= [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � � [𝐷] � � � � ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �+ �� [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � � �� � �� � � � � � [𝐾� ] = � [𝐵� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐾 ] �� [𝐺� ]� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶 ][𝐺 � � � � [𝐾���] =��� [𝐺 ]� [𝜎� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � � � � ]= � [𝐺 � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 �� ] = � [𝐵 � [𝐶�� ][𝐺��]𝑑𝑉𝑜𝑙 � +� �� � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � � � � �� [𝐷] � ] [𝐶��] [𝐷] [𝐶 � ][𝐺 � � � � � � � � � [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾��] = � [𝐺� ] [𝜎� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐾� ] = � � � [𝐾 ] � ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � [𝐺 ��[𝐶 � ] �[𝜎 � � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] = � [𝐺�� ]= ]��[𝐷] [𝐶�� ][𝐺�� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] = � � [𝐺� ]��[𝜎� ][𝐺 �� � � � � � � � � � � � [𝐾� ] = � ]𝑑𝑉𝑜𝑙 𝜏�� 0 � ][𝐺 � [𝐺� ] [𝜎𝜎 � � �𝑜 ⎡ 0 𝜎 ⎤ � � ⎢ � ][𝐺 [𝐾� ] = �𝜎�𝜎 [𝐺� ]𝑜=��[𝜎 𝜏���� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 0� 0 𝜏�� ⎥ , [𝜎� ] = � 𝜎� 𝜏�� � � � �� 𝜏��� 𝜎� ⎡ � 0 �𝜎 ⎢𝜏��� 0 ⎤𝜎�� 0� ⎥ � � � � 𝜏0�� ⎥ ⎥ 𝜎� 𝜏�� � ⎢ 𝜏0 ⎢ �𝜎� � 𝑜 �� 0 𝜏 0 𝜎 [𝜎 ] �𝜎� � = ⎡⎢ � � , = ⎣ �� ⎤⎥ � � ⎦ 𝜏 𝜏�� � 0 𝜎0 𝜎�� 𝜏𝜎 0𝜎� 𝜏0�� � � �� �𝜎�� � = ⎢⎢⎣ 0 �𝜏 � � 0 �𝜎 ⎥⎥⎥⎦ , [𝜎� ] = �𝜏 � 𝜎 𝜏�� 0�� 𝜎� 0� �� �
[𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑧 𝑑𝑉𝑜𝑙,
[𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐵 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 [𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙,
[𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝜎 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = �Updated [𝐺 ] [𝜎Lagrangian ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 formulation ⎢�
⎥
update Updated formulation 𝜏0updated ⎣ Penamaan ⎦ Lagrangian approach adalah karena perlu dilakukannyaJurnal 𝜎0Lagrangian �� Teknik BKI �� 𝜎� 0 � 𝜏𝑜 ⎡ ⎤ Edisi 02Desember Updated Lagrangian formulation 0 𝜎 𝜎 𝜏 0 𝜏 � sistem koordinat lokal pada setiapkarena prosesperlu penambahan beban,update sehingga2014 � ��adalah �� ⎢ terhadap ⎥ Penamaan updated Lagrangian approach dilakukannya
�𝜎� � = ⎢ , [𝜎 ] = � 𝜏 𝜎� � 𝜏�� updated 0 𝜎�Lagrangian 0 ⎥ � approach �� Penamaan adalahproses karena dilakukannya update ⎢ ⎥ Jurnal Teknik matrik dari lokal penambahan keperlu sistem koordinat global harusBKI terhadaptransformasi sistem koordinat lokal sistem pada koordinat setiap beban, sehingga 0 𝜎� ⎦ Edisi 02-Desember 2014 ⎣ 0 𝜏�� terhadap sistem koordinat lokal padaKeuntungan setiaplokal proses penambahan beban, sehingga diperbaharui pada setiap waktu. dari Lagrangian approach adalah transformasi matrik dari sistem koordinat ke updated sistem koordinat global harus Updated Lagrangian formulation
25
terhadap sistem koordinat terhadap sistem lokal pada koordinat setiap lokal proses pada penambahan setiap proses beban, penambahan sehingga beban,
transformasi matrik transformasi dari sistemmatrik koordinat dari sistem lokal kekoordinat sistem koordinat lokal ke sistem global koordinat harus glob
diperbaharui pada diperbaharui setiap waktu.pada Keuntungan setiap waktu. dari updated Keuntungan Lagrangian dari updated approach Lagrangian adalah approac
initial deformation,initial [Kg],deformation, [Kg], dapat dapat dihilangkan karenadihilangkan initial deformation karena initial pada deformation setiap pad Persamaan Updated Lagrangian permulaan proses
E E : [K] dapatdiset disederhanakan menjadi persamaan ,dapat permulaan penambahanproses bebanpenambahan dapat beban menjadi dapat nol. diset Sehingga, menjadi[K](5) nol. Sehingga, [
E
E
disederhanakan disederhanakan [K] = [K ] + [Kb] +[K] [K]..........................................................(5) = [Kp] + [Kb] + [K]................................................. pmenjadi: Penamaan Updated Lagrangian menjadi: adalah karena perlu dilakukannya update terhadap sistem koordinat lokal pada setiap proses penambahan beban, sehingga transforma3. METODOLOGI 3. sistem METODOLOGI si matrik dari sistem koordinat lokal ke koordinat 3. Metodologi global harus diperbaharui setiap waktu. Keuntungan Penelitianpada yang dilakukan bersifat analitis dan numerik dalam perumusan Penelitian yang dilakukan bersifat analitis danhalnumerik dalammatrik hal perumusa dari updated Lagrangian adalah initial deformation, [Kg] Penelitian yang dilakukan bersifat analitis dan numerik dakekakuan elemen. Tahap penelitian selengkapnya tersajiselengkapnya pada Gambar 1. elemen. kekakuan elemen. Tahap penelitian tersaji pada Gambar 1. dapat dihilangkan karena pada setiap permulaan proses lam hal perumusan matrik kekakuan Tahap penepenambahan beban dapat diset menjadi nol. Sehingga litian selengkapnya tersaji pada Gambar 1. Mulai Data Struktur No Data Struktur Yes Perhitungan Matrik Kekakuan [k]24x24 Tiap Elemen Penyesuaian Matrik Kekakuan [k] Elemen dengan Orde Matrik [K] Global Pembentukan Matrik [K] Struktur dan Matrik Beban Perhitungan Nodal Displacement dengan Metode Gauss-Jordan [K] x {d} = {R} Perhitungan Incremental Loading dengan Metode Newton-Raphson [K] x {∆d} = {∆R} Perhitungan Stress dan Strain Pada Koordinat Titik Simpul Tiap Elemen = [B] x {d} → [ = [D] x [] = [B ] x {d} → [ ]= (-t2/6) x [D] x [ ] Pendefinisian State Kegagalan Pada Tiap Load Increment Elastic Buckling, Yielding, Elastic Plastic Buckling, Ultimate Strength Failure Free Regime [K]E, [D]E Cek Elastic Buckling dan Yielding
Yielding Gross Yielding Local Yielding Elastic Plastic Buckling [K]P, [Dp]B
Buckling Elastic Buckling [K]E, [Dp]B Ultimate Strength [K]U=[K]E, [Dp]U
Elastic Plastic Regime [K]P, [Dp]B
Selesai
Gambar 1. Alur Pemograman Analisis ULS dengan Elemen ISUM
Gambar 1 : Alur Pemograman Analisis ULS dengan Elemen ISUM Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
26
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
ruktur:
diperoleh kemudian diidentifikasikan ke dalam bentuk matrik-matrik data
Asumsi Data Struktur: 4. Hasil Dan Pembahasan Data input yang diperoleh kemudian diidentifikasikan ke dalam bentuk matrik-matrik data sifat isotropik data material berisi modulus elastisitas (E) dan Data inputdengan yang diperoleh kemudian yang diidentifikasikan ke 4.1 Formulasi Elemen sebagai berikut: dalam bentuk matrik-matrik data sebagai berikut : io (). 1. Material bersifat isotropik dengan 1. data Material bersifat isotropik dengan data material yang berisi modulus elastisitas (E) dan material yang Formulasi elemen ISUM merupakan serangkaian tahapan berisi modulus elastisitas (E) dan poisson’s ratio ( ). poisson's ratio mempunyai (). yang dimulai dari tahap pendefinisian elemen, penentuan beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nodal enam derajat 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nod- displacement function, pendefinisian stress displacement 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nodal mempunyai enam derajat al mempunyai enam derajat kebebasan. dan stress strain sehingga dihasilkan suatu persamaan kebebasan. 3. Elemen pelat mempunyai empat titik nodal pada ti- matrik kekakuan. Elemen yang digunakan untuk formuat mempunyai empat titik tiap-tiap elemen Elemen pelat mempunyai empatData titik berbentuk nodal pada segi tiap-tiap pojoknya. Data elemen ap-tiap pojoknya. Datanodal elemen3.pada berisi informasi ter-pojoknya. lasi adalah pelat empat. Bentuk ini dipilih kait nodal i, j, k, l serta data material tiapinformasi elemen. terkaitkarena diaplikasikan pada kontruksi kapal. berisi nodal i,banyak j, k, l serta data material tiapbidang elemen. masi terkait i, j, k, l serta datacondition) material tiap simelemen. 4. nodal Data kondisi batas (boundary adalah Selain itu bentuk geometri tersebut sesuai dengan kondisi 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalah simply supported yang digunakan ply supported yang digunakan untuk memberikan buckling. i batas (boundary condition) adalahuntuk simply supported yang digunakan memberikan batasan pada matrik struktur. Data tersebut berisi batasan pada matrik struktur. Data tersebut berisi indeks nodal dan Asumsi Data Struktur :
indekspada nodalmatrik dan batasan pada tiap DOFnya. batasan pada tiap DOFnya. Langkah-langkah penurunan erikan batasan struktur. Data tersebut berisi indeks nodal dan matrik kekakuan secara leng-
5. Data beban, pembebanan yang dilakukan bersifat kap Langkah-langkah matrik kekakuan adalah sebagai berikut 5. Data beban, pembebanan yang dilakukan bersifat:penurunan kombinasi di antara beban axial kombinasi di antara beban axial transverse/longi- • Penentuan displacement function dan shape function tiap DOFnya. transverse/longitudinal compressive, axialdisplacement transverse/longitudinal bendingdan ataushap tudinal compressive, axial transverse/longitudinal Penentuan function (N) pembebanan yang kombinasi di initial antara beban dan axial tensile, edgeimpershear load, imperfection lateral pressure. bending ataudilakukan tensile, edge bersifat shear load, initial Keteranga fection dan lateral pressure. Unit elemen pada ISUM untuk pelat segi empat disajikan pada Gambar 2.
ongitudinal compressive, axial transverse/longitudinal bending atau
R : transl Mx & My Mz : mom u,v dan w θx = -∂w/ z
elemen pada ISUM untuk pelat empat pressure. disajikan shear Unit load, initial imperfection dansegi lateral pada Gambar 2.
a ISUM untuk pelat segi empat disajikan pada Gambar 2. Langkah-langkah penurunan matrik kekakuan secara lengkap adalah sebagai berikut: Penentuan displacement function dan shape function (N) Gambar
Gambar 1.
1. Lokal Koordinat Lokal untuk E Gambar 3 : Koordinat Elemen ISUM Keterangan: Gambar 2. Penentuan Unit Elemen dan Nodal Point ( ) Pada ISUM untuk Pelat Segi Displas R : translasi nodal force arah sumbu x, y dan z Gambar 3 menunjukkan adalah translasi nodal force arah Empatbending (Ueda,Rarah et al., [5]) sumbu x dan y Mx & My : out-of-plane momen sumbu x, y dan z, M & M out-of-plane momen bending Mz : momen torsi arah sumbu z x y Persamaan displasemen beserta rotasinya dita u,v dan w arah : translasi displacement node arah sumbu x, y & z sumbu x dan y, Mz merupakan momen torsi arah sumθx = -∂w/∂y, θy = -∂w/∂x dan θz adalah rotasi searah sumbu x,y dan bu z. Sedangkan u, v dan w adalah translasi displacement 4. HASIL DAN PEMBAHASAN z �4 2 = -∂w/∂x node dan𝑎θx𝑥𝑦 =+ -∂w/∂y, 𝑢 =arah 𝑎1 sumbu + 𝑎2 𝑥x,+y𝑎&3 𝑦z + (𝑏θy − 𝑦 2) 4.1. Formulasi Elemen 4 2 z. dan θz adalah rotasi searah sumbu x, y dan FormulasiLokal elemen ISUM merupakan tahapan Koordinat untuk Elemen ISUM serangkaian dengan nodal forcesyang dan dimulai dari tahap
� � enentuan Unit 2Elemen danUnit Nodal Point ( ) Pada ISUM Pelat 𝑣untuk = displacement 𝑏� + 𝑏�𝑥 Segi +function, 𝑏� 𝑦beserta +pendefinisian 𝑏� 𝑥𝑦rotasinya + � (𝑎 −displacement 𝑥� ) Displasemennya Gambar : Penentuan Elemen dan Nodal Point (• ) penentuan Persamaan displasemen ditampilkan pendefinisian elemen, stress �
Pada ISUM untuk Pelat Segi Empat (Ueda, et al., [5]) Persamaan - (12). dan et stress dihasilkan suatu(7)persamaan matrik kekakuan. Elemen yang Empat (Ueda, al.,strain [5]) sehinggapada
� Persamaan displasemen beserta rotasinya ditampilkan Persamaan 𝑤 = 𝑐�pada + 𝑐berbentuk +(7)𝑐�-𝑥(12). + 𝑐� 𝑥𝑦ini+dipilih 𝑐� 𝑦 � karena + 𝑐� 𝑥 � + � 𝑥 + 𝑐� 𝑦 digunakan untuk formulasi adalah pelat segi empat. Bentuk �
2 𝑢 = 𝑎1 + 𝑎2 𝑥 + 𝑎3 𝑦 + 𝑎4 𝑥𝑦 + 24 (𝑏diaplikasikan − 𝑦 2) (7) geometri tersebut banyak pada bidang kontruksi kapal. Selain itu bentuk ��
𝜃� = − � = -c3 - c5x - 2c6y - c8x2 - 2c9xy - 3c10y2 - c11
sesuai � dengan kondisi buckling. PEMBAHASAN 𝑣 = 𝑏� + 𝑏�𝑥 + 𝑏� 𝑦 + 𝑏� 𝑥𝑦 + � (𝑎� − 𝑥 � ) �
Elemen
��
�
(8)
=� +c2𝑐��+𝑦2c 5y++𝑐 3c 7�x + 2c8xy + c9y � 4x + c 𝑤 = 𝑐� + 𝑐� 𝑥 + 𝑐� 𝑦 + 𝑐� 𝑥 � + 𝑐� 𝑥𝑦 + 𝑐� 𝑦 � + 𝑐� 𝑥 � + 𝑐�𝜃 𝑥 ��𝑦 = + 𝑐��𝑥𝑦 + 𝑐�� 𝑥 � 𝑦 �� 𝑥𝑦 (9) �
en ISUM merupakan serangkaian tahapan yang dimulai dari tahap � 𝜃 = − �= -c3 - c5x - 2c6y - c8x2 - 2c9xy - 3c10y2 - c11x3 - 3c12xy�2 � �
𝜃� =
��
�
+
�
= a 3 + b2
�� men, penentuan displacement function, pendefinisian stress��displacement ��
𝜃� =
��
= c2 + 2c4x + c5y + 3c7x2 + 2c8xy + c9y2 + 3c11x2Matrik y + c12y3
��
+
��
= a 3 + b2
2
(10)
Jurnal Teknik BKI
+ 3c
(11) 2014 Edisi 02- Desember persamaan displasemen secara umum
n sehingga dihasilkan suatu persamaan matrik kekakuan. Elemen yang 𝜃 =
2
Jurnal Teknik (12) BKI
� �� �� formulasi adalah pelat berbentuk segi empat. Bentuk ini dipilih karenaEdisi 02-Desember 2014
Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). a
27
𝑢 Gambar =𝑢𝑎=1 𝑎+ Gambar 𝑎1. + 𝑎𝑎31. 𝑦 ++ −�𝑦 )Elemen (7) 2 (𝑏 2untuk Koordinat Lokal untuk Lokal Elemen ISUM dengan ISUM nodal denganforces nodaldan forces dan ��𝑦 2 𝑥Koordinat 4 𝑥𝑦 + 𝑎𝑎 (𝑏 − 22dan 1 + 𝑎2 𝑥 + 4 𝑥𝑦𝑏+ 𝑥𝑦 � u,v dan𝑥w�displacement : translasi displacement node arah w2 ): u,v translasi node arah sumbu x, y sumbu & z x, y & z (7) 𝑣𝑢 = 𝑥 𝑎+33𝑦𝑦𝑏+ − ) (8) �𝑦 = 𝑎𝑏1�++𝑎2𝑏𝑥�+ 𝑎4+ 𝑥𝑦 +� 24Displasemennya (𝑏+ −� 𝑦(𝑎 ) (7) Displasemennya 2 θ� -∂w/∂y, danrotasi θz adalah rotasi searah sumbu x,y dan θxθ= = -∂w/∂y, -∂w/∂xθdan θz adalah searah sumbu x,y dan y = -∂w/∂x x4 y= 2 2 �� ��� (𝑏 � − 𝑦 ) 𝑢= =𝑣𝑏𝑎=1 𝑏+ + +𝑎2𝑏𝑥�𝑥+ ++𝑏𝑎 +𝑏𝑏�𝑎𝑥𝑦 (7) z − 𝑥� )z � 4 𝑥𝑦 𝑏��3𝑦 + �+ (𝑎 (8) 𝑣 𝑦𝑦++ (8) �� 2� (𝑎 �− 𝑥 ) � � � 𝑏� 𝑥 � 𝑥𝑦 �+ � � � � � � = 𝑏 𝑥𝑦 𝑥 ) (8)𝑐�� 𝑥 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 � (9 � 𝑦𝑐+ 𝑤𝑣 displasemen =𝑏𝑐��++𝑏�displasemen 𝑐𝑥�+𝑥 𝑏+ 𝑐+� 𝑥� (𝑎+rotasinya 𝑐− 𝑐� 𝑦 pada + 𝑐�Persamaan 𝑥 pada + 𝑐�Persamaan 𝑥 𝑦 𝑐�� 𝑦 + Persamaan Persamaan beserta rotasinya beserta ditampilkan (7)+- 𝑐(12). (7) -+(12). � 𝑦�+ � 𝑥𝑦 + ditampilkan � 𝑥𝑦 �� 𝑐 �𝑦 � + 𝑐�𝑥 � + 𝑐 𝑥 � 𝑦 + 𝑐 𝑥𝑦 � + 𝑐 𝑦 � + 𝑐 𝑥 � 𝑦 + 𝑐 𝑥𝑦 � (9) 𝑤 =+ 𝑐� + 𝑐𝑥� 𝑥++𝑏𝑐� 𝑦𝑦++𝑐�𝑏𝑥 �𝑥𝑦 + � 𝑥𝑦 +(𝑎 � �− 𝑥 ��)� � � �� �� � 𝑣 Gambar = 𝑏 � 𝑐+ � ��dan �𝑐 𝑦 ��� � + � �𝑦 ��𝑥+ Gambar 1. Koordinat Lokal Elemen dengan nodal 1. Koordinat Lokal untuk 𝑤 =𝑤𝑏𝑐= 𝑐 𝑥 + 𝑐 𝑦 + 𝑐 + 𝑐 𝑥𝑦𝑐22�Elemen + 𝑐+� 𝑐𝑦� 𝑥 ISUM ++𝑐𝑐��𝑥𝑥 ��dengan ++ 𝑐𝑐��𝑥𝑦 𝑥nodal 𝑦++𝑐��𝑐forces + 𝑥 � 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 �(8) (9) 𝑐 + 𝑐 𝑥 + 𝑐 + 𝑐 𝑥 𝑐 𝑥𝑦 𝑦 untuk 𝑦2ISUM 𝑦� 𝑥𝑦 +2𝑐��+ 𝑥forces 𝑦��+ 𝑐��dan 𝑥𝑦𝑐��� (9) � � � � � � �� � � 4 �2 � 24 � 2 �+ 3 𝑢 = 𝑎1 +𝑢𝑎𝜃 𝑥 𝑎 + 𝑎 + 𝑦 𝑎 + 𝑥 𝑎 + 𝑥𝑦 𝑎 𝑦 + + 𝑎 (𝑏 𝑥𝑦 − + 𝑦 ) (𝑏 − 𝑦 ) (7) (7) = − = -c c x 2c y c x 2c xy 3c y c x 3c xy (10 3 5 6 8 9 10 11 12 2= 1 3 2 4 3 4 �� � Displasemennya Displasemennya 2 2 2 2 3 2 𝜃� = − ����=� -c3 - c5x - 2c6y - c8x - 2c9xy - 3c10y - c11x - 3c12xy (10) � � 12xy2 � � � � �−�𝑐 � = 𝜃�𝑐�= + -c c�5𝑦 x� -+2c𝑐 c8+ x2 -�𝑐2c - 3c c11𝑐x32𝑥 - 3c 6y - � 𝑤 == +𝑏3--𝑐𝑦c+ 𝑐10𝑦y2�- + + 𝑐3 𝑥 𝑦 + 𝑐2 𝑥𝑦 � + 𝑐(8) 𝑐(10) (9) 2𝑥𝑦 � �6𝑥 �+ ��𝑥𝑥 �� 𝑦 +(8) �� 𝑥 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 (10) − -c 2c c8x�− -9𝑥xy 2c 5x� -� 𝑥𝑦 𝑣 = 𝑏� 𝜃 +�𝑣𝑏= + +���𝑦𝑏�= 𝑏+�3𝑥𝑦 − +y𝑥��-� )(𝑎 ) 9xy� - 3c10y� - c11x �- 3c12xy� �𝑥 𝑏 �𝑏 �+ � +�𝑏(𝑎 �� displasemen �� Persamaan beserta rotasinya ditampilkan pada Persamaan (7) (12). Persamaan displasemen beserta rotasinya ditampilkan pada Persamaan (7) (12). 2+ 𝜃𝜃�� = + 42c 3c2c78xxy (11 5y7x+2 + = ��� == c2c+22c x +4cx5y++c3c + 2c c9y82xy + 3c+11cx92y y 2++c123c y311x2y + c12y3 (11) �� �� � 2 + 2c 2�+ 3c11x�2 2�y + c12y33�� 𝜃 = = c + 2c x + c y + 3c x xy + c y (11) 2 2 � � � � � � � � � � � 2 4 5 7 8 9 � − = c+ -� 𝑥2c c+8+ x2𝑐�𝑐𝑥�-𝑦2c c11 (10) 3𝑐�-𝑦 5𝑐x 6𝑐y 9𝑐xy 12 𝑤 = 𝑐�𝜃+�𝑤𝑐= 𝑥+ 𝑐� 𝑐+ +𝑥-c 𝑐+ + ++ ++ 𝑦 3c + + 𝑐𝑐10 𝑥y 𝑦-+ + 𝑐𝑐�� 𝑥𝑦 𝑦 -+3c +𝑐𝑐�� 𝑦 𝑦+ +𝑐𝑐�� (9) 𝑐�� 𝑥𝑦 (9) �𝑦 �= �� � �𝑥 �𝑐𝑦 �-𝑥𝑦 �𝑐𝑥� 𝑥��𝑥𝑦 �x ��𝑥xy ��𝑥𝑥𝑦𝑦 + ��4𝑐𝑥𝑦 �𝑐� 4 2 2 �𝑦 2−+𝑦 2c �𝑎c+ 𝑎1𝑎+ + 𝑎3 𝑦 𝑎(𝑏 ) 8xy + c9y2 + 3c11x2y + c12y3 (7) 𝑢 = 𝑎1𝜃+�𝑢 𝑎= 𝑥+ +x++ 𝑦 23c )(𝑏7x (7) + 2c c + (11) 4 5y−+ �= 22𝑥�𝑎 4 𝑥𝑦 2= 3� �4 𝑥𝑦 2 2 �� ���+ � �=�a3 + b2 𝜃� = (12) �� 𝜃 �� + (12 2b 2- 3 -y2 3-26+ 𝜃� = − 𝜃 =𝜃= - c�5��x=+ - -c 2c -y=c-5axc= x�a2c 2c y -b c28x�-2 3c - 2c yxy c11 3cx10 3c- 12 c11xy x32 - 3c12xy2 (10) (10) = (12) �-c= 3− 3�6� 9xy 109 38-+ ��� � ���� � � � � �� � � 2 + 3c11x2y 3 displasemen umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). 𝑣= = 𝑏 𝑏persamaan 𝑥�𝑏+ + 𝑏� 𝑦 ++𝑏(𝑎 𝑥𝑦 𝑥 �2c ) 8xy (8) 𝑣 = 𝑏� 𝜃 +�𝑏 𝑥+ 𝑦 + −++𝑥 ��3c )(𝑎7�x2−secara (8) c+ 2c c y + + c y + c y (11) 4x 5 9 12 ��2 � �Matrik �= � 𝑥𝑦 ���𝑏+ �� +persamaan Matrik secara umum dijelaskan pada (13)-(14). = = a3 +� bdisplasemen (12) a� Persamaan 2 displasemen Matrik persamaan secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). �𝜃 �� �� � � � � 𝜃� = =𝜃�c2=+ 2c4=x c+2c+5y2c+�43c x +7xc25y+ +2c 3c +c92c y28xy +�3c +�11 c9xy22y�++�3c c1211yx32y�+ c12y3 �⎧� aa�� ⎫ � � (11) (11) 8xy 7x2+ � � � � � � � � 𝑦𝑐 a𝑦�+ 𝑤 𝑦+ 𝑐�secara 𝑥+ + 𝑐dijelaskan 𝑐� 𝑥𝑦 pada 𝑥Persamaan 𝑦++𝑐𝑐��� 𝑥𝑦 +𝑐�� 𝑐 𝑥𝑦𝑦 + 𝑐�� 𝑤 = 𝑐���+ 𝑐� 𝑥=+ + 𝑥𝑐 + 𝑐� 𝑥𝑦 𝑐�𝑐𝑦umum ++ 𝑐� 𝑥 𝑐� 𝑥 ++𝑐𝑐��𝑥𝑦 𝑦 ⎧+ 𝑥𝑦 (9)𝑐�� 𝑥𝑦 (9) Matrik persamaan displasemen (13)-(14). ��𝑥𝑐+ � 𝑥𝑦 � 𝑦+ + ��𝑥 �𝑐��𝑐�+ ⎪a � ⎫ ⎪�� �� � Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14).(12) ⎧ ⎫ 𝜃 = + = a + b 3 2 a� ⎪aa� ⎪ ���� �� ��� � �� �� �� � � � xy 0 0 � 𝑢 -c=36ay-13c-5+cx8bxx-222c a�⎪a (10) − y 2) ⎪ ⎪ 0.5(b yy 9-xy 20 𝜃�� = + 𝜃 �{ψ = (12) (12) == c8x-2xy - 2c xy -12c11 x23 - 3c (10) 𝜃 = − -a=c3+ 3c - c-113c x310-y3c xy 92 3}�− 5+ 10y �x=�b-��22c � 12xy� )� a = �1 x - y62c �� � 𝜃�= �-c �⎪ � �) 0 0 0 b�� − y dijelaskan 0.5(b � � � � ��𝑢 𝑣 y xy ⎧ ⎫ 0.5(a − x 1 x 0 0 0 Matrik persamaan displasemen secara umum pada Persamaan (13)-(14). ⎪ ⎪ ⎨ ⎬ {ψ } a � � � � = � =persamaan � umum �) b� �Persamaan � ) � a(13)-(14). Matrik persamaan Matrik secara umum pada pada (13)-(14). 𝑣𝑢displasemen b xy0 Persamaan − xsecara x y 0dijelaskan 0 10displasemen 0x 0.5(a xy 1 dijelaskan 0 � ( �⎬ − y 0.5 b ⎨ y ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ � �� { a� � (11) � � � = � 2+ = = +c𝑣 x +7xc25+y 2c +11cx9y2�y2 + 3c (11) 𝜃� = =𝜃c�ψ +� }2c + 43c c92c y28+xy y3x2ya+� c12y3 a⎪�b 2c+ 11 2= 4x 5y2c 8xy b�� ⎪ ⎪ �� �� (a�3c− ) c12 y xy x 1 x 0 0+ 3c 07x+0.5 ⎧ ⎫b� ⎬ ⎧ ⎫ ⎧ ⎫ ⎨⎪ � � a a a b ⎪ xy 0 0 0 � 0.5(b⎪ � � 𝑢 ⎩�b− ⎭ ) y 1 x y ⎪a � ⎪ ⎪a⎩�b⎪� ⎭ � ⎪b � ringkas, {𝜓 } =� [𝑃 ]{ a��⎪⎪b� ⎪ �{ψ� } ��= ��� � �= � )𝑎𝑏} � bentuk ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ y xy x 1 x == �a𝑣 a3 + xy b2 0 0.5 (12)(13) �(a − � 𝜃� = � +𝜃�dalam b�2� = 0 0 3+ ⎪a ⎪⎬ ⎪bc��(12) ⎨ �} ⎪ 0� } 0= 0[𝑃0�0.5(b 0 0 � 𝑢 dalam �� 1 �𝑢x �y 1 ringkas, { xy ]{𝑎𝑏 − 0.5(b y �0) � a−� y � ) ( a �� x y (13) �) xy 0 � b {ψ� } = �� {ψ � � � �=} �= �𝑢bentuk � = � 1 �x y� 𝜓 − y 0 0.5 b �⎪ � � )y b� Persamaan b� Persamaan ⎧bc(13)-(14). ⎫ ⎪ 𝑣 � ) xy y xy 0.5(a − 0.5(a x − x 1 x 1 x ⎩ ⎭ } 0 0 0 0 0 0 Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada � Matrik{ψ𝑣persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada (13)-(14). � � � � = = ⎨ ⎬ ⎨ ⎬ � b ⎧⎪ c�� ⎫⎪ 𝑣 ⎪ 0 0 0 0.5(a� − x � ) 1 x ⎪yba�� ⎪ ⎪baxy ��⎪ ⎨b��⎪ ⎬ ⎪ c�� ⎪ } dalam bentuk ringkas, {𝜓� } = [𝑃� ]{𝑎𝑏 (1 b��⎭ ⎧ ⎪b ⎪ ⎪⎧ba��⎪⎫ ⎩ b �⎫ a ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ � c � � � � c � � � � � 𝑤 � xy b ⎪ ⎪ xy y x y ⎪ 1 x y x ⎩xy ⎭ y⎩⎪ba��⎭⎪x� y x b a�� ⎪ ⎪� ��⎪⎪c� ⎪ �⎪� ⎪x y� � [𝑃� ]{𝑎𝑏 ⎧ c� ⎫ xy xy� } −2y dalam bentuk ringkas, = (13) 𝜃𝑤� � = �1 ⎪xy ⎪ �−3y x� y�� } −2xy y x0�{𝜓 x −1 −x y y {ψ } 0 x � = � −3xy � 0 −x −x 0 � � a � a {𝜓x0�xy } y= {[𝜓 }0 𝑎𝑏 dalam bentuk c� ⎬ dalam bentuk ringkas, bentuk 𝑃��]{ = 𝑎𝑏0} � 0− y0.5(b (13) (13)c ⎪ c ⎪ xy 0}[𝑃0� ]{00.5(b � y ) 𝑢x𝜃� � y= 1�ringkas, 𝑢dalam − 1ringkas, �� ⎨ � ) −2xy ⎩ ⎭ � � −x�� b −x � {ψ } −1 � y = � −3xy 0 1 −x � 0 0 −2y 0 � � −3y } {ψ } = � {ψ � � � � � � = �= = 2xy � y 3x yc y 2x 3x 0 � 0 c c �
𝑣
�
𝑣
�
�
�
b� � � � ⎨ � � ⎪ ⎬ 3x ⎧yc� ⎫ y ⎧ c⎪� c⎫� ⎬ �⎪ ⎪ b �⎪ ⎪ c ⎪ ⎪ ⎪ c⎪�cc⎪ ⎪ � �� � b� ⎪x� y ⎪b�xy ⎪ �⎪ c ⎪ y� ⎪ c⎪c⎪ x� � y x⎪ �� ⎪ � � ⎪ ⎪ ⎪ ⎩�b� ⎭ ⎪ b−2xy � c⎪ ⎩�c⎪ ⎭� � �� �−x ���⎭ ⎪ c�xy �0 �� ⎩xy �� −x ⎪ ⎪ ⎪ −3y b�
�
)2x 1 −yx )y 0 1 3x y 2xy ⎨xy 01 − 00x0.5(a 0𝜃� 0 00.5(a 0 ringkas, {𝜓� } = [𝑃x��xy ]{ dalam0bentuk 𝑎𝑏} ⎪yb�� ⎬⎪
⎧ c�⎪⎫c ⎪ ⎪⎪c� ⎪ �⎪ c � c � � � 𝑤 xy ⎪⎪ � ⎪ xy 1 x y x y ⎪ c ⎧ ⎫c� � c � ⎪ �c � ⎪ � � 0 xy�−1 −3xy � xy �0 �x�−x � xy 𝑤 {ψ�1} = 𝑤x �𝜃�y�1=xx��0 xy −2y x x y x y y y xy y y y � y x x � � � ⎪ c��⎨⎪ ⎪c� ⎬ � 𝑤 ⎪ cy� xc⎩cy��⎭� xy �(13) x y � �−3xy xy ���� −3xy }��𝑎𝑏 {00𝜓ringkas, }= [0{𝑃𝜓�0 ]{ }[xy {�𝜓 }2x [�𝑃]{�y�𝑎𝑏 ]{ dalam = 𝑃−x 𝜃=−1 dalam x−x = 𝑐�}} −x (14) �x −2xy 𝜃�{ψ 𝜃bentuk � � −x2xy −x 1y−2y ��01ringkas, {ψ� } = �bentuk } �=0 �ringkas, 0 � �bentuk � �=dalam 0x�−1 y −xy c� �0� c� 3x(13) 3x 0 −2y 0y−2xy 0 ⎪ −3y −3y y c � � (14) c��⎪⎪c� ⎪ c�� ⎬ c�� ⎬�� ⎨−x {𝜓 } =02xy [𝑃�3x ]{�𝑐y}�2xy 0 y�−x � � {ψ 0 0y −1 𝜃�� } dalam =0 0�02x =0�𝜃𝜃�1� �bentuk � � y ⎨−3y 1 ringkas, −2y ⎪ ⎪c 3x� y0 −2xy 2x0 0y�3x� −x y3x 0 cc�y⎫ cc� ⎫ −3xy c ⎧ ⎧ � � ⎪ ⎪ ⎪x���y⎪ �⎪ ⎨ 𝜃𝑤� y xy ⎪ cc��⎪⎬ ⎪ x� y xy 0 3x y⎪ cc��⎪ 1 1x 0y 2x y� ⎪ cy���0�⎪ ⎪⎪ y0� 3x x�� 2xy x� xy y� c � ⎪ �� c �� ⎪ � ⎪ ⎪ ⎪cc�� ⎪� ⎪⎪cc�� � −2xy �⎪ −3xy(2), ⎪ {ψ� }Untuk = �0 0 −1 nilai = �𝜃� � mendapatkan a1-a4−2y , b1-b4,0 c1-c Persamaan (1) −x −x � ⎪ dan 0 −x �⎪ 12 dari c�� ⎪ ⎪⎪ ⎪ ⎪−3y �� ⎪ ccmaka c c ⎪ ⎪ c�� � �Persamaan ⎬ � 4, ��c1-c � 12� dari � ⎪ c�� � 4, � b1�-b mendapatkan a (1) � � xy �� ⎪ dan � (2),⎨cmaka �xy 𝜃𝑤 �x-a � nilai 1 y � �x 1 xy � 𝑤 Untuk ⎪ xy ⎪ 0 x x y y xy y x y y xy y � x 0 y y 1 1 2xy y x0 ke3x xy 2xtitik x y simpul x koordinat ⎪ c�� ⎩⎪ c ⎭ y didapatkan ⎩cc��0⎭ ⎩3x c�� ⎭y yang dimasukkanlah dalam persamaan tersebut. Hasil � � � � c� � −2xy � −2xy � 𝜃0� � = ⎪c�� ⎪�� � � −x −x 0 koordinat {ψ� } = �𝜃�{ψ −1 −1�0 0 �= −3xy −3xy 0 �ringkas, ⎪ ⎪ −x dalam −x� ��tersebut. −x −x−3y 0𝜓 0} ke −2y 0} −2y −3y dimasukkanlah titik simpul persamaan Hasil yang didapatkan � }�= c { } { [ ]{ } [ ]{ c dalam𝜃bentuk dalam bentuk ringkas, 𝜓 = 𝑃 𝑐 = 𝑃 𝑐 (14) (14) c � {𝜓02xy � ringkas, �� � dalam = [2xy 𝑃� ]{Dimana 𝑐y}� 3x� y0koordinat ⎨ ⎬ ⎨ � ⎬� ⎪c � ⎭ ⎪ adalah: � } dan 0 0 pada � ditunjukkan 0 𝜃1� bentuk 2x 3x�y�(16). 2x1 y0Persamaan 0 y3x� (15) y�3x� y cnodalnya c adalah: ⎩ �y c�� ditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). 0Dimana koordinat ⎪ �⎪ ⎪ ⎪ nodalnya ⎪ �� ⎪ ⎪ c� ⎪ ⎪ c� ⎪ ⎪c�� ⎪ dalam bentuk ringkas, {𝜓� } = [𝑃� ]{𝑐 } ⎪c�� ⎪ ⎪c�� ⎪ c�� ⎭ c�� ⎪ dan(1) ⎪c�� ⎪danmaka ⎪(1) Untuk Untuk mendapatkan mendapatkan nilai a1nilai -a4, ba11-b -a44,, cb11-c -b124, dari c1-c12Persamaan dari Persamaan (2), (2), ⎩maka 0⎨
(13)
(1
(14)
{𝜓 nilai } = [𝑃 ]{ -a Persamaan (1) dan (2), Untuk mendapatkan ake�1persamaan dalam bentuk ringkas, (14) 4𝑐,} bpersamaan 1-btersebut. 4, c1-c 12 �� dari dimasukkanlah dimasukkanlah koordinat simpul dalam tersebut. Hasil yang Hasil didapatkan yang [𝑃dalam {koordinat } = simpul [{𝑃𝜓��titik ]{} 𝑐=}�ke dalam ringkas, dalam bentuk ringkas, (14) dalambentuk bentuk ringkas, 𝜓�titik (14) didapatkan � ]{𝑐 } ditunjukkan ditunjukkan padamendapatkan Persamaan pada Persamaan (15) dan (15) (16). dan (16). Dimana koordinat koordinat nodalnya adalah: adalah: dimasukkanlah koordinat titik tersebut.(1) Hasil cnodalnya dari Persamaan danyang (2),didap m Untuk nilai aDimana 1-asimpul 4, b1-bke 4, dalam 1-c12 persamaan ⎩c ⎭
⎩c�� ⎭
Untuk mendapatkan nilai a1-a4, b1-b4, c1-c12 dari Persamaan tunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordiditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: koordinat dalam persamaan (7), (8)dimasukkanlah dan (9), maka dimasukkanlah koordinat Untuk mendapatkan nilai ,a1csimpul b-a -b -cnat dari (1)tersebut. (2),Hasil makayang Untuk mendapatkan nilai a1-a ba1titik -b (1) (2),danmaka 1-a 1simpul 1-b 12 4, nilai 4,4titik 1-c ,4, dari bc1ke ,nodalnya c1-cPersamaan dari: danPersamaan (1) dan didapat (2), m Untuk mendapatkan 412 4Persamaan 12adalah ke dalam persamaan tersebut. Hasil yang didapatkan diditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: dimasukkanlah titikke simpul dalam persamaan Hasil yang didapatkan dimasukkanlah koordinatkoordinat titik simpul dalamkepersamaan tersebut.tersebut. Hasil yang didapatkan
dimasukkanlah koordinat titik simpul ke dalam persamaan tersebut. Hasil yang didapat nodal ,y ),1:pada nodal nodal 3:+a),(y ((x1+a),(y +b)), dan+a),y nodal ((x1+a),y nodal 1: (xditunjukkan ,y(x ),1nodal nodal 2: (x ,(y(x12:+b)), nodal 3: 3:((x dan nodal 4:),((x4:1+a),y 1Persamaan 1,(y 1+b)), 11: 1pada 12: 1+b)), 1), 1), dan (16). Dimana ditunjukkan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: (x ,y Persamaan ), nodal (x(15) ,(y +b)), nodal ((x1+a),(ykoordinat +b)), dan1 nodalnya nodal 4: ((xadalah: ditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: 1
1
1
1
1
1
1
1
u1
u1 1
1x1
x1 y1
y1 x1y1 x1y1
0
00
0 0
0 1/2(b21/2(b -y12) 2-y12)
a1
a1
v1
v1 0
00
0 0
0 1/2(a21/2(a - x12)2- x12) 1
x11
x1 y1
y1 x1y1 x1y1
a2
a2
u2
u2 1
1x1
x1 (y1+b)(y1+b) x1 (y1+b) x1 (y1+b)
0
00
0 0
2- 2(y 0 1/2(b21/2(b ) - (y1+b) ) 1+b)2a3
a3
v2
v2 0
00
0 0
0 1/2(a21/2(a - x12) 2- x12) 1
x11
x1 (y1+b)(y1+b) x1 (y1+b) x1 (y1+b)
u3
=u3 1 =
1(x1+a) (x1(y +a) (x1+b) +a)(y1+b) 0 (x1+a)(y 1+b) (y1+b)
00
0 0
v3
v3 0
00
0 0
a4
a4
2- (y1+b) 2) 2) 0 1/2(b21/2(b - (y1+b) b1
b1
2- 2(x 0 1/2(a21/2(a (x1+b) +a)(y1+b) b2 - (x1+a) ) 1+a)12) (x11+a) (x1+a) (y1+b)(y1+b) (x1+a)(y
b2
u4
u4 1
1(x1+a) (x1y+a) 1
y1 (x1+a)y(x11+a)y1
v4
v4 0
00
2- 2(x 0 1/2(a21/2(a - (x1+a) ) 1+a)12) (x11+a) (x1+a) y1
0 0
0
00
0 0
0
1/2(b21/2(b - y12) 2-
y1
2)
y1 (x1+a)y(x11+a)y1
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
w1
w1 1
1x1
x1 y1
Jurnal Teknik BKI 28 2014 00 0 -1 θx1 θx1 0Edisi 02-Desember
θy1
θy1 0
01
1 0
y1 x12
x12
x1y1 x1y1
-1 0
0
-x1
-x1
0 2x1
2x1
y1
y1
y12
y12 x13
-2y1 -2y1 0 0
x13
x12y1 x12y1
0
-x12
0 3x12 3x12
-x12
2x1y1 2x1y1
b3
b3
b4
b4
(15) (15)
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
29
0
θy4
-x1 y1
w3
θx3
0
x12
2x1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
00
11
0
1
00
θy3 x1(y1+b) 0 -x1
x=1y1
θy2
x12
1/2(a - (x1
θx2
+a)2)
w2 2
(x1+a)y1
θy1
1/2(a2- (x1+a)2)
(x1+a)(y θx11+b)
2-1x 2) 1/2(aw 1
x1 (y1+b)
1/2(a2- x12)
x1y1 v4
0
0
x1
-2(y1+b)
1
(y1+b)2
00
(x11+a) -2y
y121
0
(x1+a)
0
1
(x1+a)
0
x1 x1
0
x1
0
(x1+a)
y1
y12
-2x1y1 0
-(x1+a)3 3(x1+a)2y1
(y1+b)3
-3(y1+b)2
0
(y1+b)3
-3(y1+b)2
0
y13
-3y12
0
x1 (y1+b)2
-2x1 (y1+b)
0
0
0
x13
(y1+b)2
(x1+a)(y1+b)2
-2(x1+a)(y1+b)
(y1+b)2
(x1+a)y12
-2(x1+a)y1
y12
0
2
-x13y12
-3(y1
(y1
0
+b)2
3(x1+a)2
(x1
+a)3
3x12
0
0
-x1
3
2(x1+a)(y1+b)
x13(y1+b)
3x12y-(x 2 1 1+a)
-x (x11+a)2(y1+b) 3
1(y1+b) x13y2x 1
-x12
2
0 -2y1
x12(y1+b)
-(x1+a) y1
-x12
2x1y1 y1
(x1+a)y1
(y1+b)
3x12
+b)2 (x1+a)(y1
+b)3
(y1+b)3
-3x1 (y1
x1 (y1
2
+b)3
y13
-3x1y1
x1y13
+a)2
0 3(x1
(x1
+a)3
+a)2
0 3(x1
(x1
2
+a)3
3x1
b40
1
b3 x3
0 -3x1y1
y1 xy3 -3y12 1 1 3
0
2
c2
3(x1+a)2y1
c -(x1+a)3 1
(x1+a)3y1
3(x1+a)2(y1+b)
3
y1
3
-3(x1+a)y12
(x1+a)y1
(y1
+b)3
2 3 2 2 0 -3(y1+b)3(x 2(x 1+a) -(x1+a) 1+a)y1 -3(x1+a)(y1+b)
c12
c11
c10
c9
c8
c7
c6
c5
c4
c3
c2
c1
2(x1+a)y1
-(x1+a)2
(x1+a)2y1
2(x1+a)(y1+b)
-(x1+a)2
(x1+a)2(y1+b)
2x1(y1+b)
-x12
x12(y1+b)
2x1y1
(y1+b)3
y13
2 c6
y13
y13
-3(x1+a)y12
0
(x1+a)y13 -3y12
(y1+b)3
-3(x1+a)(y1+b)2
0
-3(y1+b)
(x1+a)(y1+b)3
c12
c11
c10
c9
c8
c7
c8
-3(x1+a)(y1+b)2
{𝑎𝑏} = [𝐶� ]�� {𝑑� }
(x1+a)(y1+b)3
�
dan
{𝑐} = [𝐶� ]�� {𝑑� }
3(x1+a)2y1
-(x1+a)3
(x1+a)3y1
y13
-3(x1+a)y12
(x1+a)y13
(y1+b)
[P� ] adalah 12x12, sehingga konstanta
ringkas menjadi,
c12
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }
c11
c10
{𝜓� } = [𝑁� ]{𝑑� }
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }
c9
Persamaan (13) dan Persamaan (14) ditulis menjadi: 3
3(x1+a)2(y1+b)
c7 Kemudian
-(x1+a)3 (16)
(x1+a)3(y1+b)
{𝑑3� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} x1 (y1+b) c4 dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐}
(16)
2 -3(y1+b)2 c dimana ukuran -x13 [P� ] adalah 12x12, sehingga konstant 1 (y1+b) 8x8 dan cukuran 5 matrik [P-3x � ] adalah 3 2 3 3x1 (y (y1+b) c6 (16) x1 (y1+b)3 0 c4 {ab} dan {c1}+b) dan dapat diselesaikan dengan:
x13(y1+b)
[P� ] adalah 8x8 dan ukuranmatrik konstanta dimana ukuran matrik [P� ] adalah [P ]12x12, dimana ukuran adalahsehingga 8x8 dan ukuran
{ab} dan {c} dan dapat diselesaikan dengan:
(y1
+b)2
0
2 -(x1+a)x1 y1-2(y1+b)
2 y12 0 (x1+a)3 3x 2(y (x 1+a) y1 1 1+b) 2 -2y1(y1+b)3 0 (x1+a)3(y-(x 1+a) 1+b)
0
x13
0
3x12
2(x1+a)
+b)3
-2(y1+b)0
(y1
y13
(x1
+a)2
3 0x1
(x1+a)(y1+b)
(x1 2(x1+a) 0
2 2 +b)-3y 1
0
-2(y1+b)
0
(y1+b)2
-1
0 y1
-2y10
(15)
y12-1
(y1+b)
+a)2
1
1
0
(x1-x+a)y 1 -2(y1+b) 1
1
2x1
y10
1
y1
1/2(b2- y 2) x (y +b) 1 (y +b)2
Persamaan (15) dan Persamaan (16), dapat ditulis dalam bentuk Persamaan (15) dan Persamaan (16), dapat ditulis dalam bentuk ringkas menjadi, {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐} {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐}
y12
3y (x1+a)-2(x 1 1+a)y1
(x1+b) 1+a)y1 3(x1+a)2(y
(y -(x1+a)3 1
+b)2
(x1+a)3(y1+b)
-2(x1+a)(y1+b)
3x12(y1+b)
2
3 x-2(x 1 y11+a)y1
(x1+a)y1
(y1
0
2x1
0x 2
Persamaan dan Persamaan dalam bentuk ringkas menjadi, 3x12y(15) y13 (16), dapatcditulis 1 3
(x1+a)2y1
2(x1+a)(y1+b)
+b)2
-2(xy11+a)(y1+b)
1
-(x11+a) 2(x +a)2
c1 (y1+b)3 2 -3x1y1 c2
x1y13
0
-2x1 (y1+b)
(x1+a)y 12 (y +b) -(x +a) 1+b)2 (x11+a)(y
1
x (y
(y11+b)1
1
0
(x1+a)02(y1+b)
1
y13 -(x1+a)2 2 2 3(x1+a)-3y 1 2(x1+a)y1
(x1
+a)3
3(x1
+a)2
2
(x +a)2 2x1(y +b)
-x1
2
x1 (y1+b) 2(x 1+a)
+b)2
y12 -(x1+a)
2x01y1
(x1-x1
3x1-1 2
2
-2x1+b) (x1+a)(y 1y1
-x1
b4 0
(y01+b)
θy4
1
0 (x1+a)
+a)2
0
(x1+a)y1
x1(y1+b)
b2 1 y1 b3 0
b1 -x10
1 (x1+a) (y1+b)
(y1+b) x1y12
x130
-1
x12
(x1+a)(y1+b) w4 2x1 1/2(b2- y12) θx4
x1y01 a4
0
0x 0 (y +b) 1 1 1 0 (x1+a) -1
2x x12y1 1
y1
(y1+b)
0
0
(y1+b)
1
a12) +a)
0 a2 = 0 a3 1
θx2(x1
2
θy2 1/2(b2- (y1+b)w2)3
x1y1
1/2(a2-
1/2(b2-y12)
(x1+a)y w1
y1 x1 (y1+b) x12 θx3 (y1+b) 2) 0 -1 1/2(b2-0(y1+b) θy3
0
y1
0
y1
3 -x(x 1 1+a)(y1+b)2 -3x1 (y1+b) (y2 1+b)3 c5
2
(y1+b) x13(y1+b)
-2x (y +b) 3x12y1 1 1
-x13
x1 (y1+b)2
x13y1
y1
0
y1
3
2(x1+a)
y12
0
2
2
0
-(x1+a) x1y1 -2y1
(x1+a)y1
0
+a)2
(x1
(y1+b)
2(x1+a)
2x1
-3y12
1
-1
y1
0
0
-2x1y1
x1y1
0
0
(x1+a)
1
w4
1
θx4
2
-1
(y1+b)
0
-1
y1
0
y1
0
(y1+b)
0
(y1+b)
0
y1
1
w4 (y +b) 1 (x +a) 3x y21 01 1 1 2 2 θ 0 0 -13 (x1+a) (y1+b) (x1+a) x4(x1+a)(y1+b) (y1+b) (x1+a) 0 -1 0 θy4 -(x1+a) 0 -2(y1+b) 00 1
0
1
0
θy2
0
0
θx2
x1
θy3
1
w2
1
0
0
θy1
0
1
0
θx1
x1
w3
1
w1
0
(x1+a)
0
(x1+a)
0
x1
0
x1
θx3
0
v4
=
1
1
u3
u4
0
v2
0
1
u2
=
0
v1
v3
1
u1
u4
0 nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x1+a),(y1+b)), dan nodalθy14: ((x1+a),y ), 11
(y(y (x(x (x(x c7c 1+b) 3 1+a) (y 1+a)(y1+b) 3 3 1+b) +b) 2 (y1+b) 3 10 1+a) 1+a)(y 1+b) 3x (y c67 1 (y1+b) 1+b) 2 3 2 -3(y -(x -3(x c 1+b) 2 1+a) 3 1+a)(y1+b) 2 8 -3(y -(x13+a) -3(x 3 3 1+b) 1+a)(y+b) 1+b) (y1+b) (x1+a) (y1+b) (x1+a)(y cc78 1 2 3 00 3(x +b) (y +b) c 1+a) (y 1 1 9 2(y +b) 3 3(x1-(x +a) 31 1+b) +b)2 -3(y31+b)2 -3(x1(y+a)(y cc89 1+a) 1 3 3y y1y 3 (x(x +a) (x +a)y c 1 1 1 3 10 31 (x cc10 2(yy1+b) 31 1+a) 01 3(x1+a) (y1+a)y 1 1+b) 9 2 2 3 -3y -(x -3(x c 1 2 1+a) 3 1+a)y1 2 11 -3y -(x +a) -3(x +a)y c 3 3 3 1 1 11 y1 1 (x1+a) y1 (x1+a)y c10 11 2 3 00 3(x y c 1+a) y21 1 3 12 3(x +a) 3y1 y1 12 2 12 (15) dapat dalam -3y1Persamaan -(x1dan -3(x cc11 1+a)Persamaan (16), 1+a)yditulis
(16)
4.2 Pembuatan Program Numerik
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk ringkas menjadi, bentuk(16), ringkas menjadi : 2 ditulis Persamaan (16), dalam menjadi, 0 3(xdapat y13 bentuk ringkas c12 1+a) y1 Hasil dari matrik kekakuan dalam tahap formulasi elemen [𝐶[�𝐶]{]{ } dan {dalam 𝑎𝑏ditulis 𝑑� } = [𝐶bentuk Persamaan{𝑑(16), ringkaskemudian menjadi, � } }==dapat � ]{𝑐} {𝑑 dimasukkan ke dalam program numerik. Dima� � 𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐} na matrik kekakuan yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat dimana {ukuran matrik [P} ]dan adalah dan ukuran [P{[𝑑�P�]8x8 kik[P[�P] ]adalah 12x12, } =dan [dan }]adalah [𝐶� ]{ } [P ]sehingga 𝐶� ]{ukuran 𝑎𝑏 = 𝑐12x12, adalah𝑑8x8 ukuran adalah sehinggakonstanta konstanta �8x8 1
2
� adalah 12x12, sehingga konstanta {ab} � dan {c} dan dapat [diselesaikan at dengan: dengan ik diselesaikan P� ]diselesaikan adalah 8x8 dan: ukuran [P� ] adalah 12x12, pat dengan:
�� { } �� { } {𝑎𝑏 } }==[𝐶[�𝐶]dengan: dan 𝑑{𝑑 ��𝑑� pat diselesaikan � ] ]�� � } {𝑎𝑏 dan {𝑐{}𝑐}==[𝐶[𝐶 � ] {𝑑� } � � �� �� n (13) ditulis {dan }(14) } = [𝐶� ] {𝑑� } 𝑎𝑏 }Persamaan = [𝐶� ] {𝑑�(14) dan 𝑐menjadi: an (13)dan Persamaan ditulis{menjadi:
an
Kemudian Persamaan (13) dan Persamaan (14) ditulis : {𝜓� } =(14) [𝑃� ][ditulis } 𝐶� ]����{𝑑�menjadi: (13)menjadi dan Persamaan
Dimana
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ] {𝑑� } } }=[= ]{]{ 𝑑 �= �𝐶 � }{}𝑑 } {𝜓{𝜓 ]�� 𝑃[𝑁 [][𝑁 {}𝜓 𝑑 �
�� � � �� {𝜓 = [}𝑃[= � }{}𝜓 � ][𝐶 �} } {𝜓 𝑁�𝐶�]�]{]�� 𝑑{�𝑑{}𝑑 � 𝑃�[][ � = � �
�
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }
dari elemen ISUM, yaitu mampu menghitung struktur dengan elemenkonstanta yang lebih besar dan mempunyai hasil yang sehingga sama dengan FEM biasa maupun dengan pembuktian perhitungan analitis. Dalam hal ini pemograman numerik ditulis kedalam MATLAB code dan dengan langkah-langkah yang sesuai dengan formulasi elemen yang telah dijabarkan sebelumnya. 4.3 Running Program
{𝜓� } = [𝑁�]{4.3.1 𝑑� } Analisis Program Elemen ISUM
Uji perbandingan hasil output dengan cara manual perlu {{𝜓𝜓��}}==[[𝑁𝑁��]{]{𝑑𝑑��}} untuk mengetahui kebenaran dan ketelitian pro{𝜓� }1= [𝑁�]{𝑑�dilakukan } [𝑁�] = [𝑃� ][𝐶� ]��, : persamaan shape function gram bantu MATLAB dalam melakukan proses perhitunDimana : Dimana gan. Pada tahap ini diambil empat buah kasus struktur �� [𝑁�] = [𝑃� ][ : �persamaan shape function 2 {𝜓𝐶��}]= [𝑁 ]{𝑑� } �� elastis sederhana, yaitu pada elemen tunggal, empat, sem][𝐶� ] , : persamaan shape function 1 � ] = [𝑃�function rsamaan shape function samaan [𝑁 shape 11 bilansbb: dan enam belas elemen dengan pembebanan yang Jadi, persamaan shape function secara umum dapat ditulis [𝑁�] = [𝑃� ][𝐶� ]�� : persamaan shape function 2 sama tetapi dengan kondisi batas yang berbeda. Model samaan shape function22 shape function 1 function samaan shape 𝑁� 0 𝑎𝑏 [𝑁dapat ] =dapat � �sbb:� tersebut dijabarkan pada Gambar 4, sedangkan �ditulis Jadi, persamaan shape function secara umum ditulisstruktur Jadi, persamaan shape function secara umum 0 𝑁�distribusi 𝑐 shape function 2 function secara umum dapat ditulis sbb: ee function secara umum dapat ditulis sbb: tegangannya disajikan pada Gambar 5. sebagai berikut : 𝑁� 0 𝑎𝑏 [𝑁] = � �� � n secara umum dapat ditulis sbb:𝑁𝑁 0 𝑁�dan 𝑐 stress-strain Pendefinisian hubungan strain-displacement 𝑎𝑏�� �� 00 𝑎𝑏 [ ] [ ] � � � � � � 𝑁 = 𝑁 = 0 𝑎𝑏 hubungan 𝑁 𝑁𝑁�� strain-displacement =Pendefinisian dan stress-strain 𝑐𝑐 [𝑁] � � � 00strain � � Pendefinisian dan stress dinyatakan dengan tidak diketahuinya variabel 0 𝑁� elemen 𝑐 • Pendefinisian hubungan strain-displacement Pendefinisian elemen strain dan stressdan dinyatakan dengan tidak diketahuinya variabel ubungan strain-displacement dan ubungan strain-displacement danstress-strain stress-strain strain-displacement dan stress-strain stress-strain nodal displacements (elemen matrik ab dan c).
nodal displacements (elemen matrik abdengan dan c). Pendefinisian elemen strain dan stress dinyatakan ain danstrain stress dinyatakan dengan tidak diketahuinya variabel emen dan dinyatakan dengan tidak diketahuinya emen strain danstress stress dinyatakan dengan tidak diketahuinyavariabel variabel o tidak Hubungan strain-displacement dinyatakan dalam Persamaan (2),dinyatakan dan dinyatakan diketahuinya variabel nodal displacements (elemen dalam o Hubungan strain-displacement dinyatakan Persamaan (2), dan emen matrik ab dan c). ents (elemen (a.)Elemen Elemen Tunggal (b.)Sembilan Empat, dan Sem (a.) Tunggal (b.) Empat, ments (elemen matrik abdan danc). c). matrik ab matrik dan c). ab dalam bentuk inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai shape Input Data: dalam bentuk inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai shape Input Data: Hubungan dalam strain-displacement dinyatakan dalam placement --dinyatakan Persamaan (2), dan dinyatakan Young’s Modulus, E =E215x 10 Pa the plate, ofa t Young’s Modulus, = 215x 109 Pa Length ofLength rain-displacement dinyatakan dalam Persamaan (2), dinyatakan rain-displacement dinyatakan dalam Persamaan (2), dan dan dinyatakan Plate thickness, t =matrik 0.01 m [B], Breadth of the plate, b Persamaan (2), dan dinyatakan dalam bentuk ink- setelah function ke dalam persamaan tersebut dan itu didapatkan nilai Plate thickness, =nilai 0.01 mmatrik [B], Breadth ke(3), dalam persamaan tersebut dan setelah itu didapatkan men dalamfunction Persamaan kemudian dimasukkan nilai shape Poisson’s ratio, υ =t 0.3 Load, P=1000 N/m of remen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan Poisson’s ratio, υ =4.0.3 Load, P=1 Gambar Model Struktur Beserta Beban dan Tumpua kkrsamaan inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai yang dinyatakan Persamaan (4). inkremen dalam Persamaan (3),persamaan kemudian dimasukkan nilaishape shapeGambar 4. Model Struktur Beserta Beban tersebut dan setelah itu didapatkan nilai matrik [B], nilai shape function ke dalam tersebut d yang dinyatakan Persamaan (4). Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi teg dan setelah itu matrik [B], yangdari din- hubungan stress-strain yang dinyatakan o Setelah itudidapatkan didapatkan nilai tegangan dalam persamaan tersebut dan setelah itu nilai [B], amaan (4). dalam persamaan tersebut dannilai setelah itudidapatkan didapatkan nilaimatrik matrik [B], tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkandi Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan yatakan Persamaan (4). o Setelahdalam itu didapatkan nilai tegangan dari hubungan stress-strain yang dinyatakan Persamaan 17. prosentase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), n nilai tegangan dari dinyatakan -- Setelah ituhubungan didapatkanstress-strain nilai teganganyang dari hubungan tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%.danS kan Persamaan (4). kan Persamaan (4). E E (<=7.852%). Seperti yang(17) telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak {∆σ} = [D] {∆ε} dalam Persamaan 17. dalam Persamaan 17. stress-strain yang dinyatakan prosentase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.2 pada empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodel idapatkan nilai tegangan dari hubungan stress-strain yang dinyatakan idapatkan nilai tegangan dari hubungan stress-strain yang dinyatakan E E (<=7.852%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ba Penurunan matrik {∆σ} = [D] {∆ε}kekakuan (17) (a.) Elemen Tunggal (b.) Sembilan dan Enam Belas Elemen (17) (a.) Elemen Tunggal (b.)Empat, Empat, Sembilan dan Enam Belas Elemen Input Data: pada empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pad maan 17. Input Data: maan 17. Persamaan matrik kekakuan elastis sudah didefinisikan Persamaan (5), dengan Young’s Modulus, E = 215x 10 Pa dalam Length of the plate, a = 1.5 m kuan 9 • Penurunan matrik kekakuan Penurunan matrik kekakuanYoung’sPlate Modulus, E = 215x 10 Pa Length of the plate, a = 1.5 m thickness, t = 0.01 m Breadth of the plate, b = 1 m EE EE Poisson’s ratio, υ da= 0.3 P=1000 N/mplate, b = 1 m D] Persamaan matrik kekakuan elastisPersamaan sudahthickness, didefinisikan memasukkan nilai-nilai komponen yang langkah Plate t dengan =telah 0.01 mdidapatkan dari Load, Breadth ofsebelumnya. the (17) D] {∆ε} uan{∆ε} elastis sudah didefinisikan dalam (5), (17) Gambar 4. Model Struktur Beserta BebanPersamaan dan Tumpuannya Poisson’s ratio, υ = 0.3 Load, P=1000 N/m2 Beserta Persamaan matrik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam (5), Beban dengan lam Persamaan (5), dengan memasukkan nilai-nilai komGambar 4 : Model Struktur dan 4.2. Pembuatan Program Numerik Gambar 4. Model Struktur Beserta Beban dan Tumpuannya komponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. Tumpuannya ponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. ik kekakuan Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen rik kekakuan memasukkan nilai-nilai komponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. 9
2
9
2
Jurnal BKI kekakuan dalam tahap formulasi elemen kemudian dimasukkan ke dalam dari Teknik matrik tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat Numerik Hasil Edisi 02 - Desember 2014 Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil(5), perbandingan distribusi tegangan untuk elemen ik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam Persamaan dengan ik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam (5), dengan (a.) Elemen Tunggal prosentase kesalahan Persamaan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam belas elemen program numerik. Dimana matrik kekakuan yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat dari 4.2. Pembuatan Program Numerik tunggal menyajikan kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat dalam tahap formulasi elemen kemudian dimasukkan keprosentase dalam (<=7.852%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak meratanya tegangan Jurnal Teknik BKI 30 ai-nilai komponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. Edisi 02-Desember 2014 lai-nilai komponen yang didapatkan dari langkah sebelumnya. prosentase (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam elemen elemen ISUM, yaitutelah mampu menghitung struktur elemen yang lebih besar danbelas padakesalahan empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodelan strukturnya. matrik kekakuan yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat dari dengan Hasil dari matrik kekakuan dalam tahap formulasi elemen kemudian dimasukkan ke dalam (<=7.852%). Sepertibiasa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitungan tidak meratanya tegangan ogram Numerik mempunyai hasil yang sama dengan FEM maupun dengan pembuktian
(b.) Empat Ele
Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat prosentase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam belas elemen (<=7.852%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak meratanya tegangan pada empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodelan strukturnya.
(a.) Elemen Tunggal
(b.) Empat Elemen
(c.) Sembilan Elemen (d.) Enam Belas Elemen Gambar 5. Distribusi Tegangan terhadap Sumbu X Pada Pelat Gambar 5 : Distribusi Tegangan terhadap Sumbu X Pada Pelatya Hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen strukturnya. tunggal disajikan pada Gambar 5 dengan prosentase kesSedangkan trendpada kesalahan reaksiprosenteganganSedangkan yang terjadi terhadap hasil empat alahan (±3.33%).terjadi Sedangkan elemen empat terjadi trend kesalahan reaksi tegangan tertase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), hadap hasil empat elemen sampai enam belas elemen. sampai enam(<=7.852%). belas elemen. Kesalahan yang terbesar terjadi simpulterjadi pada bagian danelemen enam belas elemen Gambar 5 menunKesalahan yang di terbesar di simpul pada bagian jukkan bahwa distribusi tegangan tidak merata. Hal ini sisi panjang pelat dan dekat dengan pembebanan. Lebih sisi panjang pelat dan dekat dengan pembebanan. Lebih jelasnya hal itu ditampilkan pada seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penye- jelasnya hal itu ditampilkan pada Gambar 6. babnya karena Gambar 6. pemberian kondisi batas pada pemodelan
Lokasi simpul yang mengalami error terbesar
Gambar Contoh Trend Kesalahan Terbesar yang Terjadi PadaElemen Empat Sampai ElemenEnam Belas Elemen Gambar 6 :6. Contoh Trend Kesalahan Terbesar yang Terjadi Pada Empat Sampai Enam Belas Elemen
4.3.2 Studi Perilaku Kegagalan dalam Mengakses ULS
balan yang tipis. Akan tetapi akan berlaku sebaliknya jika pelatnya tebal. Perilaku kegagalan akan diamati baik den4.3.2. Studi Perilaku Kegagalan dalam Mengakses ULS Hipotesis awal dari perilaku struktur menunjukkan bah- gan adanya pengaruh imperfect fabrication maupun pada wa Hipotesis elastis buckling terlebih dahulu sebelum kondisi awal akan dari terjadi perilaku struktur menunjukkan bahwa perfect elastisplate. buckling akan terjadi yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai kete-
terlebih dahulu sebelum yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai ketebalan Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 yang tipis. Akan tetapi akan berlaku sebaliknya jika pelatnya tebal. Perilaku kegagalan Jurnal Teknik BKI akan diamati baik dengan adanya pengaruh imperfect fabrication maupun pada kondisi
perfect plate.
Edisi 02-Desember 2014
31
sxav/sy
- 8.224)% pada empat elemen sampai meskipun keduanya sama-sama bersifat linier. Hal ini dikarenakan Gambar 7b enambelas elemen mempuny Hipotesis awal dari perilaku struktur menunjukkan bahwa elastis buckling akanmempunyai terjadi linier. Hal ini dikarenakan Gambar 7b enambelas elemen pola posisi simpul yang mirip. H merupakan analisis ULS pada imperfect terlebih dahulu sebelum yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai ketebalan posisi simpul yang mirip. Hal ini merupakan analisis ULS pada imperfect dipengaruhi Trend Gambar 7 akan sama tebal. jika Perilaku yang tipis. Akan plate. tetapi akan berlaku sebaliknya jika pelatnya kegagalan oleh kondisi bata dipengaruhi oleh kondisi batas pada plate. Trend Gambar 7 akan sama jika regionfabrication 2 samapimaupun pada elemen-elemen tersebut. akan diamati baikperbandingan dengan adanyadimulai pengaruhdari imperfect kondisi perbandingan dimulai dari region 2 samapi elemen-elemen tersebut. perfect plate. terjadinya ULS. Pada imperfect plate (3) Perilaku kegagalan struktur terjadinya ULS. Pada imperfect plate (3) Perilaku kegagalan struktur pelat 1,2 struktur pelat yang mengalami defleksi ditunjukkan dengan grafik hu 0,94550 struktur1 pelat yang 1917 mengalami defleksi ditunjukkan dengan grafik hubungan awal dimodelkan dengan pelat datar, tegangan dengan displa 0,8 awal dimodelkan dengan pelat datar, tegangan dengan displacement. dimana defleksi awal tersebut akan dihitung Perilaku tersebut dapat dilih dimana0,6defleksi awal tersebut akan dihitung Perilaku tersebut dapat dilihat dari dengan menggunakan teori non-uniform pembagian region 1-3. Region 1 0,4 dengan menggunakan teori non-uniform pembagian region 1-3. Region 1 adalah membran stress. Dan hal ini berlaku di kondisi dimana pelat bersifat 0,2 membran stress. Dan hal ini berlaku di kondisi dimana pelat bersifat elastis 0 region 2 dari hasil perhitungan program sehingga hubungan antara te 0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 region 2 dari hasil εperhitungan program sehingga hubungan antara tegangan MATLAB (Gambar 7a). dan displacement bersifat linie xav MATLAB (Gambar 7a). dan displacement bersifat linier. Pada region 2 pelat sudah mengalam (a.) Program MATLAB (b.) Paik, et al., [2] region 2 pelat sudah mengalami elastis terjadi s 5. KESIMPULAN Gambar 7. Validasi Perilaku Kegagalan dengan Penelitian sejenis (Programbuckling MATLAB karena Gambar 7 :5.Validasi Perilaku Kegagalan dengan Penelitian sejenis (Program MATLAB dan Paik dkk (2006)) karena terjadi sebelum KESIMPULAN dan Paik dkk buckling (2006)) yielding. Kondisi tersebut ditu Hasil penelitian yang didapatkan dapat Gambar 7a dan Hasil 7b memberikan suatu gambaran bahwa dapat regionyielding. 1-3. Region 1 adalah kondisiditunjukkan dimana pelat Kondisi tersebut penelitian yang didapatkan dengan hubungan antara tegang ditarik beberapa kesimpulan sebagai perilaku kegagalan pada region 1 trend yang terjadi berbersifat elastis sehingga hubungan antara tegangan dengan hubungan antara tegangan dan ditarik beberapa kesimpulan sebagai yang bersifat no berikut: beda meskipun keduanya sama-sama bersifat linier. Hal dan displacement bersifat displacement linier. Pada region 2 pelat ini dikarenakan Gambar sudah displacement mengalami elastis buckling karena terjadi seyang bersifat non-linier. berikut:7b merupakan analisis ULS pada Matrik hubungan stress dan (1) Hasil perbandingan antara program imperfect plate. Trend Gambar 7 akan sama jika perbandbelum yielding. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan Matrik hubungan stress dan strain (1) Hasil perbandingan antara program didekati dengan hubungan tan ISUMULS. yang ingan dimulai dari region 2 samapi terjadinya Padadiformulasikan hubungandengan antara tegangan dan displacement yang dengan hubunganstress tangensial ISUM imperfect plate struktur pelatyang yang diformulasikan mengalami deflek-dengan bersifatdidekati non-linier. dan strain antara tegangan membran ma menggunakan MATLAB software dan Matrik hubungan si awal dimodelkan dengan pelat datar, dimana defleksi dengan hubungan tangensial antara teganantara tegangan membran maksimum menggunakan MATLAB software dan didekati perhitunganteorianalitis, ganmenunjukkan ) dan tegangan awal tersebut akan dihitung dengan menggunakan membran maksimum(∆ (∆max ) dan tegangan ra-rata-rata max perhitungan analitis, menunjukkan (∆ ) dan tegangan rata-rata (∆ ). non-uniform membran stress. Dan hal ini berlaku di region (∆ avmax ). Hal tersebut juga berlaku pada grafik av bahwa untuk analisis ta-rata struktur dalam Hal tersebut juga berlaku pada 2 dari hasil perhitungan program MATLAB (Gambar 7a). hubungan tegangan dengan regangan. bahwa untuk analisis struktur dalam Hal tersebut juga berlaku pada grafik elastic regime menghasilkan yang untuk hubungan teganganmemdengan rega 4. Perilakunilai kegagalan imperfect fabrication nilai yang perlihatkan 5. Kesimpulan elastic regime menghasilkan bahwa tidak mengalami buckling secara hubungan tegangan dengan regangan. hampir sama. Hal ini dapat diketahui (4) Perilaku kegagalan untuk im karena struktur pelat mengalami deformasi hampir sama. Hal ini dapat diketahui alami (4) Perilaku untuk imperfect prosentase kesalahan hasilkegagalan fabrication memperlihatkan Hasil penelitian yang didapatkan dapat dengan ditarik beberapa sejak awal. Sehingga dalam pemodelan struktur didengan prosentase kesalahan hasil fabrication memperlihatkan bahwa kesimpulan sebagai berikut : dimana defleksi awal perbandingan distribusimodelkan tegangandengan untuk pelat datar, tidak mengalami buckling secar 1. Hasil perbandingan antara program ISUM yang difortersebut akan dihitung dengan menggunakan teori perbandingan distribusi tegangan untuk tidak mengalami buckling secara alami elemen tunggal sebesar (+/-) 3.33%, karena struktur pelat me mulasikan dengan menggunakan MATLAB software non-uniform membran stress. elemen tunggal sebesar (+/-) 3.33%, pelat mengalami dan perhitungan analitis, menunjukkan bahwa untuk ≤ 7.034%), karena empat elemen sembilanstruktur deformasi sejak awal. Sehingga analisis strukturempat dalam elastic regime menghasilkan Daftar Pustaka elemen ≤ 7.034%), sembilan deformasi sejak awal. Sehingga dalam pemodelan struktur dimodelkan nilai yang hampir sama. Hal ini dapat diketahui denpemodelan struktur dengan gan prosentase kesalahan hasil perbandingan distri- Marguerre, K. (1938), Zur Thorie dimodelkan der Gekreumter Platbusi tegangan untuk elemen tunggal sebesar (+/-) 3.33%, empat elemen ≤ 7.034%), sembilan elemen (≤ 8.224%), dan enam belas elemen ≤7.8 52%. 2. Prosentase kesalahan yang besar (7.034 - 8.224)% pada empat elemen sampai enambelas elemen mempunyai pola posisi simpul yang mirip. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi batas pada elemen-elemen tersebut. 3. Perilaku kegagalan struktur pelat ditunjukkan dengan grafik hubungan tegangan dengan displacement. Perilaku tersebut dapat dilihat dari pembagian Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
32
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
ter Grosser Formaenderung. Proceedings of the 5th International Congress for Applied Mechanics, Cambridge. Paik, J.K., Seo, J.K. dan Kim, D.M., (2006), Idealized Structural Unit Method and Its Application to Progressive Hull Girder Collapse Analysis of Ship, SAOS, Vol. 1 No. 3 pp. 235-247. Paik, J.K., Thayamballi, A.K., dan Kim, B.J. (2001), Advanced Ultimate Strength Formulations for Ship Plating Under Combined Biaxial Compression/Tension, Edge Shear, and Lateral Pressure Loads, Marine Technology, Vol. 38, No. 1, pp. 9-25. Paik, J.K., Wang, G., Thayamballi, A.K., dan Lee, J.M., (2003),
Time-Variant Risk Assessment of Aging Ships Ice Loads, SNAME Annual Meeting, Washington D.C., Accounting for General/Pit Corrosion, Fatigue 29 September-1 Oktober. Cracking and Local Dent Damage, World Maritime Wu, F., Spong, R., dan Wang G., (2004), Using Numerical Technology Conference dan SNAME Annual Meeting, Simulation To Analyze Ship Collision. The 3rd In17-20 October 2003, San Francisco, CA. ternational Conference on Collision and Grounding of Ueda, Y., Rashed, S.M.H. dan Abdel-Nasser, Y., (1993), An Ships (ICCGS), 25-27 October 2004, Tokyo, Japan. Improved ISUM Rectangular Plate Element Tak- Yao, T., Fujikubo M., Yanagihara, D., Fujii, I., Mtsui, R., dan ing Account of Post-Ultimate Strength BehavKuwamura, Y., (2002), Progressive Collapse Analysis ior, Marine Structures, Vol. 6, 139-172. of A Ship’s Hull Girder Under Longitudinal Bending Wang, G. dan Wiernicki, C.J. (2004), Using Nonlinear FiConsidering Local Pressure Loads, Journal of Sociniteterjadi Element Design Shipyang Structures for hasil ety of Naval Architects of Japan, vol. 191, 265-274. Sedangkan trendMethod kesalahan to reaksi tegangan terjadi terhadap empat elemen sampai enam belas elemen. Kesalahan yang terbesar terjadi di simpul pada bagian sisi panjang pelat dan dekat dengan pembebanan. Lebih jelasnya hal itu ditampilkan pada Gambar 6.
Lokasi simpul yang mengalami error terbesar
Gambar 6. Contoh Trend Kesalahan Terbesar yang Terjadi Pada Empat Elemen Sampai Enam Belas Elemen 4.3.2. Studi Perilaku Kegagalan dalam Mengakses ULS Hipotesis awal dari perilaku struktur menunjukkan bahwa elastis buckling akan terjadi terlebih dahulu sebelum yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai ketebalan yang tipis. Akan tetapi akan berlaku sebaliknya jika pelatnya tebal. Perilaku kegagalan akan diamati baik dengan adanya pengaruh imperfect fabrication maupun pada kondisi perfect plate. 1,2
0,94550 1917
sxav/sy
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0,0000
0,0005
0,0010
0,0015
0,0020
εxav
(a.) Program MATLAB
(b.) Paik, et al., [2]
Gambar 7. Validasi Perilaku Kegagalan dengan Penelitian sejenis (Program MATLAB dan Paik dkk (2006))
Sukron Makmun, bergabung dengan Biro Klasifikasi Indonesia sejak tahun 2008 setelah lulus dari S1 Jurusan Perkapalan, ITS. Pada awal diterima menduduki posisi staf di Divisi Lambung dan Material. Tahun 20092012 mendapatkan kesempatan melanjutkan S2 di ITS dengan jurusan yang sama. Pada tahun 2012 sampai sekarang menjadi staf Pengkaji IV pada Divisi Manajemen Strategis. Konsentrasi bidang penelitian yang digeluti saat ini adalah Ship and Offshore Structure.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
33
Mencegah Resiko dan Menjaga Produktivitas Aset Anda
JASA KLASIFIKASI dan STATUTORIA KAPAL Survey, registrasi dan sertifikat klasifikasi kapal, Inspeksi dan sertifikasi struktur lepas pantai serta bangunan terapung lainnya, Sertifikasi pabrikan, produk, dan material, Pengujian dan sertifikasi las, Pengujian dan sertifikasi juru las, Inspeksi dan sertifikasi Statutoria.
www.bki.co.id
ANALISIS TEGANGAN PADA PENAMPANG MELINTANG TERBUKA DINDING TIPIS (THIN-WALL) MENGGUNAKAN METODE GENERALIZED BEAM THEORY Siswanto, ST., Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D, dan Ir. Petrus Eko Panunggal, Ph.D
Abstract The most of ship structures are thin-walled and still regarded as a rigid-body structure that suffered structural response to loading. Calculation of stresses and deflection of ship structure is still based approach Euler-Bernoulli beam theory which only provides axial, two-axis bending, and torsion as rigid-body mode deformation that do not involve changes in shape of the cross-section. The Generalized beam theory of method is an extension of conventional beam theory for thin-wall prismatic analysis, this method in addition to providing rigid-body behavior of the cross-section distortion.Studies stress analysis on thin-wall cross-section open using the generalized beam theory for structures represent single hull ships. The generalized beam theory provides is simple solution to provide a pattern of distortion that occurs at the cross-section due to the load, in addition to the four basic modes of deformation of the beam are axial, bending, and torsion. The model is open to the center girder cross section, obtained results quite similar with method finite element calculations, a mean difference are 2.75% stresses and the maximum difference that occur 7.4% stresses and had the same deformation pattern Keywords : Thin-walled, Generalized beam theory, stress, mode deformation.
1. Pendahuluan
S
truktur kapal sebagian besar berdinding tipis dan masih dianggap sebagai struktur benda kaku yang mengalami respon struktur terhadap pembebanan. Perhitungan tegangan dan lendutan struktur kapal masih menggunakan pendekatan teori balok Bernoulli-Euler. Perangkat analisis struktur berbasis metode elemen hingga menghasilkan respon struktur terhadap pembebanan, sedangkan metode Generalized beam theory memberikan pemahaman perilaku struktur dinding tipis terhadap deformasi aksial, bending dua sumbu, dan distorsi. Generalized beam theory (GBT) dalam bahasa Jerman yaitu Verallgemeinerte Technische Biegetheorie (VTB) adalah teori dikhususkan untuk analisis prismatik berdinding tipis. Perkembangan teori ini dirintis oleh Prof. R. Scardt dan rekan kerjanya di universitas Darmstadt Jerman [1], pengembangan teori ini lebih dari 20 tahun dan selama periode tersebut sedikit sekali ditulis dalam bahasa Inggris. Teori ini dapat dianggap sebagai gabungan dari teori Vlasov untuk dinding tipis (Vlasov, 1961) dan teori pelat tekuk (Girkman, 1959). GBT merupakan salah satu pilihan dari teori klasik metode elemen hingga (FEM) dan finite
strip method (FSM) untuk analisis prismatis berdinding tipis. untuk analisis struktur prismatik dinding tipis. Perilaku analisis tersebut memiliki empat dasar mode deformasi yaitu aksial, bending pada dua sumbu utama, dan torsi yang disatukan dalam rumus dan notasi tetap. Keempat mode deformasi adalah “rigid-body” karena tidak melibatkan perubahan bentuk pada penampang. Kemudian Notasi tersebut diperluas mencakup mode deformasi yang lebih tinggi yang melibatkan perubahan bentuk penampang yaitu distorsi, sehingga teori ini memungkinkan untuk dapat menyelesaikan masalah dinding tipis. Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman perilaku struktur dinding tipis dan aplikasinya menggunakan GBT dikembangkan oleh J Michael Davies dan Philip Leach [2,3,4,5] terhadap penampang terbuka, kemudian diaplikasikan pada material orthotropik oleh Silvestre dan Camotin [6]. Metode elemen hingga (FEM) merupakan program yang powerful untuk permasalahan struktur. Banyak permasalahan sebelumnya sulit mampu diselesaikan, tetapi akurasi analisis FEM dalam menganalisis struktur tergantung dari jumlah elemen, semakin banyak elemen semakin tinggi akurasinya dan jumlah derajat kebebasan (degree of freedom/DOF) menjadi sangat banyak pula, sehingga dibutuh-
35
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
ൌ ͲGDQ kan kapasitas komputer yang besar. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi keൌ ͲGDQ jumlah derajat bebasan dan asumsi-asumsi pendekatan yang ada.
ൌͲ
ൌͲ
ͲGDQ ൌ ൌ ൌൌ ͲGDQ Ͳ Ͳ ͲGDQ ൌൌͲͲ ǁ ൌൌͲGDQ
Salah satu metode yang dikembangkan Ͳ untuk memecah ǁ ൌ ͲGDQ ൌ kan permasalahan tersebut yaitu Generalised beam theory (GBT) yang merupakan pengembangan V ҧ teori klasik balok untuk analisis struktur prismatik dinding tipis. Perilaku analisis tersebut memiliki empat dasar mode deformasi ǁ yaitu aksial, bending pada dua sumbu utama, dan torsi yang disatukan dalam rumus dan notasi tetap. Keempat Gambar 1 : Lokal dan Global koordinat sistem mode deformasi adalah “rigid-body” karena tidak melibat kan perubahan bentuk pada penampang. Kemudian No tasi tersebut diperluas mencakup mode deformasi yang lebih tinggi yang melibatkan perubahan bentuk penam pang yaitu distorsi, sehingga teori ini memungkinkan un tuk dapat menyelesaikan masalah dinding tipis.
ǁ ǁ ǁ ǁ
2.2 Hubungan Regangan dan Perpindahan
Dari asumsi diatas didapat hubungan regangan dan perpindahan yaitu :
െ െҧ ҧ ሷ ҧ ሷҧ ҧ െ ൌൌ െെ െ ҧ െʹ ሶ ҧ ҧሷ ሶ ሷ െ ൌ ҧ െʹ (1) െ ҧ ൌ bagaimana mengembangkan metode tersebut untuk diሶ െʹҧ ҧ ሶ dan regangan : gunakan dalam struktur kapal dengan bentuk penampang Sehingga hubungan antara tegangan െʹ െ ҧ terbuka berpenegar untuk medapatkan tegangan dan perൌ ൌǤ Ǥ ሼ ሽൌ െൌ ҧ ൌሷ ൌ ilaku struktur deformasi terhadap pembebanan walaupun ൌ ൌ Ǥ ൌ Ǥ ሶ ҧ ൌ െʹ ൌ dimulai dengan bentuk yang sederhana. ൌെ ሺൌሺ Ǥ ሻ ൌሻ െ ൌൌ ҧ ҧ ሷ ሷ ͳ െ ͳ െ ͳ െ ͳ െ െ ҧൌ ሺ ሻ ൌ െൌൌ ҧ ሺ ሻ ሻሷൌൌ െെ ҧ ሷ ሷ ͳെെ ሺ ͳെെ ҧ ͳͳെ 2. Dasar Teori ሼ ሽൌ െ ҧ ሷ ͳെ ൌ ͳ ሺ ሺ ൌൌ ൌ ൌ Ǥ ͳ െͳ െ െʹ ҧ ሶ ൌ Konsep dasar GBT untuk mendapatkan ሺ dan ሺ ሺ ሷ ሶ ሺͳሻ ൌൌ tegangan ሻൌെ ൌ ͳ െ ሺ ҧ ҧ ሶ ҧ ൌ ൌ െʹ ͳ െ ൌ ൌ െʹ ͳ െ (2,a,b,c) ͳെ ͳെ deformasi pada penampang terbuka berpenegar, untuk െʹ ҧ ҧ ሶ ሶ membantuൌpemahaman GBT agar terlebih dahulu membaൌൌ ൌൌെʹ ൌ Ǥ ൌ ൌ െʹ ҧ ሶ ሺ ൌ ca jurnal [1,2,3]. Sebagian besar berisi penjelasan : ሺሻ ሺሻ ሶ ሺሻ ሺሻ ͳ െ prosedur Dimana ሶ ሺሻ ሺሻ ൌ GDQ ሺሻ ൌ GDQ ሺሻ ൌ ൌ ሻൌെ ൌ global ሺdan ҧ terbuka ሷ ti perhitungan deformasi penampang ሺሻ ͳെ ͳ െൌ ሺሻ GDQ ሺሻ ሶ ൌ ሺሻሺሻ ሺሻ ൌ ൌ െʹ ҧ ሶ ሶ dak bercabang. ሺሻ ൌ GDQ ሺሻ ൌ ሺሻ ሶ ൌ ሺሻ ሺሻ ൌ GDQ ሺሻ ሺ ൌ െ 2.1 AsumsiͳUtama Generalised Beam Theory ሺሻ penampang dipertimbangkan sebagai kom Displasemen ሺሻ 2.1 Asumsi Utama Generalised beam theory ሶ ൌ ሺሻ ൌ GDQ ሺሻ 2.1 Asumsi Utama Generalised beam theory binasi linier r orthogonal mode deformasi. Jumlah r terሺʹǡ ǡ ǡ
ሻ ൌ ൌ െʹ ҧ ሶ Struktur dinding tipis dipertimbangkan sebagai susunan gantung pada tipe penampang, jumlah garis tekuk antar Struktur sebagai susunan susunanpelat pelatdandanpelat pelat diasumsikan Struktur dinding dinding tipis tipis dipertimbangkan dipertimbangkan sebagai diasumsikan ሽ ൌ penelitian yaitu Dari uraian diatas memunculkanሼ ide
െ ҧ
ൌሼ ሽሼ ൌሽെൌ ҧ ሷ ሽ ሽൌൌҧ ሶ ሼ ሼെʹ
pelat dan pelat diasumsikan menurut teori Kirchhof plate node. Sehingga displasmen dapat ditulis sebagai : menurut plate yaitu perubahan bentukpelat pelatyang yang semula tegak lurus bidang Kirchhof ሺሻbentukteori ሺሻ semula teori plate yaitu bentuk semula tegak lurus bidang yaitu perubahan pelat yang tegakperubahan lurus ሶ ൌKirchhof ሺሻ ൌ menurut GDQ ሺሻ ሺ ǡሺbidang ሻǡbidang ሺ ሻbentuk ሻǡ ൌgaya bidang pelat, tetap garis garis lurus dan tetap tegak ሺ ሻሺakibat ሻ ൌgaya (perubahan ǡ ሺakibat ǡ ሺǡ ሻሺ ሻሺ ൌሻ ൌ (perubahan pelat, tetap dan tetap tetap tegaklurus lurus ሺ ሻሺ ሻbentuk pelat,berupa tetapberupa berupa garis lurus lurus dan tegak lurus bidang (perubahan bentuk akibat gaya geser transሻasumsi ሻൌൌ ǡ ሺ ሺሻሻ ǡ Serta ሺ ሺǡ ǡ ሻ Vlasov ሻ ሻൌൌmenggunakan ሻ = 𝛾𝛾�� =𝛾𝛾����==0ሺ0.ሺǡ.Serta menggunakan geser ሺ ሺሻሻ ሺ ሺasumsi Vlasov gesertransversal transversal diabaikan) diabaikan) 𝜀𝜀�� �� = �� = ǡ versal diabaikan) εzz = γxz = γyz = 0. Serta menggunakan � � 0. Pada penampang dinding ditunjukkan dan 𝛾𝛾�� yaitu𝜀�� 𝜀��= asumsi Vlasov yaitu ==0 00dan dan penamሺ�� = ሻ ൌ penampang ሺterbuka ሻ sembarang ሺsembarang ሺ tipis ሻditunjukkan ǡ== 0. ሺ ሻ terbuka ǡ ሻ ൌ dinding ǡ tipis ሺ ሻ ሺ ǡ ሻ ൌ pang terbuka sembarang dinding tipis ditunjukkan dalam ሺ ǡ ሻ ൌ global ሻkoordinat ሺsistem ሺ lokal ሻ koordinat ሺ koordinat ሻ ሺ x-s-𝑠̅ ሺ koordinat ǡ ሻ X-Y-Z dan ǡ ሻx-s-𝑠̅ ሺ ሻϯ ሺ ሻ sistem ൌX-Y-Z ൌ dalamgambar gambar1.1. mendefinisikan mendefinisikan dan dalam global ǡ lokal gambar 1 mendefinisikan global koordinat sistem X-Y-Z sertakoordinat koordinatperpindahan perpindahan (displacement) (displacement) 𝑢-𝑓� -𝑓 serta �̃ .�̃ . � -𝑓 dan lokal koordinat x-s-s̅ serta koordinat perpindahan (dis- 𝑢-𝑓 placement) u-fs-fs. ሺ ǡ ሻൌ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ǡ ሻ ൌ ǡ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ǡ ሻ ൌ ሺ ሻ ሺ ሻሺ͵ǡ ǡ(3,a,b,c) ǡ
ሻ Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
36
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
ϯ
ϯ
ϯ
ሻሺሻ ሺ ǡሺ ሻ ሺ ሺ ሺሻ
ሺ ሻ
ሺ ሻ ϯ ϯϯ
mana 𝑢� (𝑠), 𝑓�,� (𝑠), dan 𝑓� (𝑠) adalah komponen perpindahan penampang mode
Dimana uk(s), (s),dan (s) adalah komponen perpindaDimana lstruktur danmode A adalah Dimana 𝑢 (𝑠), 𝑢� (𝑠), 𝑓�,� (𝑠), 𝑓�,�f(𝑠), dan 𝑓dan 𝑓�fkadalah (𝑠) adalah komponen komponen perpindahan perpindahan penampang penampang mode panjang struktur berdinding tipis s,k amplitudo fungsi perpindahan didefinisikan sepanjang danDimana 𝑉� (𝑥) �adalah � (𝑠) han penampang mode k, dan Vk(x) adalah fungsi amplitu-
dan luas penampang.
(𝑥) (𝑥) fungsi fungsi amplitudo amplitudo perpindahan perpindahan didefinisikan sepanjang struktur struktur k, dan k, dan 𝑉tipis 𝑉perpindahan nding x. adalah Perpindahan penampang 𝑓�,� (𝑠)didefinisikan dan 𝑓� (𝑠) sepanjang dapat dihitung �do �adalah didefinisikan sepanjang struktur dinding Dimana 𝑢 (𝑠), 𝑓 (𝑠), dan 𝑓 (𝑠) adalah komponen perpindahan penampang mode � Perpindahan �,� � tipis penampang fs,k(s)komponen dan fk(s) dapat distrain energy dapat diturunkan dengan menDimana 𝑢x. (𝑠), dan 𝑓� (𝑠)penampang perpindahan penampang mode dinding x. (𝑠), Perpindahan penampang 𝑓�,� (𝑠) dapat dihitung dinding tipis x. 𝑓�,� Perpindahan (𝑠) dan dan 𝑓�fungsi (𝑠)𝑓Komponen dapat dihitung merupakan linier pada rdasarkan perpindahan warping 𝑢adalah �tipis � (𝑠) � (𝑠) yang 𝑓�,� hitung perpindahan uk(s)yang mer- subtitusikan persamaan adalah fungsi amplitudowarping perpindahan didefinisikan sepanjang struktur (1) dan persamaan (2). Kerja virtuk, dan 𝑉� (𝑥)berdasarkan (𝑥) adalah fungsi amplitudo perpindahan didefinisikan sepanjang struktur k, dan 𝑉�Dengan yang yang merupakan merupakan fungsi fungsi linier linier pada berdasarkan berdasarkan perpindahan perpindahan warping warping 𝑢� (𝑠) 𝑢� (𝑠) simpul r pada dalam mode i dan k dapat ditulis nampang. menentukan elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) upakan fungsi linier pada penampang. Dengan menentualpada membujur membrane dinding tipis x. Perpindahan penampang 𝑓 (𝑠) dan 𝑓 (𝑠) dapat dihitung � kan elementary unit warping u̅ r (s) pada simpul �,� r berharga sebagai berikut : dinding tipis x. menentukan Perpindahan penampang 𝑓�,� (𝑠)lihat dan𝑢�gambar dihitung (𝑠)dapat pada simpul r r penampang. penampang. Dengan Dengan menentukan elementary unit unit warping warping 𝑢��pada rharga 1 dan pada simpul lainelementary berharga nol, 2 simpul yang � (𝑠) �𝑓(𝑠) 1 dan pada simpul lain berharga nol, lihat gambar 2 yang berdasarkan perpindahan warping 𝑢� (𝑠) yang merupakan fungsi linier pada berharga berharga 1 dan 1unit dan padapada simpul lain lain berharga nol, lihatlihat gambar gambar 2linier yang 2 pada yang yang nol, merupakan fungsi berdasarkan perpindahan warping 𝑢berharga engilustrasikan warping. mengilustrasikan unitsimpul warping. � (𝑠) penampang. Dengan menentukan elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) pada simpul = r penampang. Dengan menentukan elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) pada simpul r mengilustrasikan mengilustrasikan unit unit warping. warping. berharga 1 dan pada 𝑟 simpul lain 𝑟 + 1berharga nol, lihat gambar 2 yang 𝑟nol, +2 berharga 1𝑟 − 2dan𝑟 − 1pada simpul𝑟 lain berharga lihat gambar 2 yang 𝑟+1 𝑟 𝑟 𝑟+1 𝑟+1 𝑠 mengilustrasikan unit warping. Kerja virtual melintang bending moment dalam mode i 𝑟 𝑟 𝑟 − 1 𝑢�� = 1 𝑟− 𝑟 − 2 unit 𝑟− 2 1warping. 𝑟 + 1 𝑟 + 1𝑟 + 2 𝑟 + 2 mengilustrasikan 𝑥, 𝑢
𝑠
𝑠
𝑥, 𝑢
𝑥, 𝑢
𝑠 𝑠
𝑟−2 𝑟−2
𝑟−1 𝑟−1
𝑢�� = 1𝑢�� = 1 𝑟 𝑟 𝑟 𝑟
𝑟+1 𝑟+1
=
𝑢�� = 1 𝑢�� = 1
𝑟+1 𝑟+1
𝑑𝑥
dan k dapat ditulis sebagai berikut :
𝑑𝑥 𝑟 + 2 𝑑𝑥 𝑟+2
2. Mekanisme elementary unit warping
( ̈ ̈
= =
𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝑥, 𝑢 Gambar 2 : Mekanisme elementary unit warping 𝑥, 𝑢Gambar
1−
̈ ̈
==
̈ ).
+
̅( ̈
+
̅( ̈
).
+
)
=
̅( ̈
1−
+
Persamaan regangan dan tegangan melintang untuk =
melintang (transvers displacement) �� vlasov ��vlasov ��� persamaan � persamaan �� asumsi didapatkan perpindahan melintang (transvers displacement) DariDari asumsi didapatkan perpindahan melintang (transvers displacement) 𝛾 � = � + �� = 0 → = ��� � �� �� Gambar 2.�� Mekanisme elementary unit warping , ̈ ). = ( ̈ ̈ + ̈ ̈ ̈ = 2.����� Mekanisme elementary unit − warping �� �� Gambar ���� ��� �� �� � ��= � −→ 𝑢0� →��� =�� 𝜕𝑓�,� ��� 𝛾 � =𝛾 � + ���𝑢+ = 0 = = ��� = �� �� �� �� �� �� = 𝑓�,� = − (4) Dari (transvers̈ displacement) 𝜕𝑥 asumsi vlasov𝑏�didapatkan persamaan perpindahan melintang = ̈ ̈ = − =, = Dari𝜕𝑓asumsi didapatkan displacement) 𝑢 𝑢��� −��� 𝑢� − 𝑢� persamaan perpindahan melintang (transvers �,� 𝜕𝑓�,�� vlasov � = 𝑓�,�= 𝑓 = − = − (4) (4) (4) ��� �,� �� 𝑏 ��� ���� ��� 𝜕𝑥 𝛾 � 𝜕𝑥=bidang 𝑏�(flexural) n perpindahan normal � ̈ ). = ( ̈ ̈ + = �� + �� = 0 → �� = � �� ( ̈ ̈
(
=
,
̈ =−
Gambar Gambar 2. Mekanisme 2. Mekanisme elementary elementary unit unit warping warping displacement) ri asumsiDari vlasov didapatkan perpindahan (transvers = asumsi vlasovpersamaan didapatkan persamaanmelintang perpindahan bending momen : =
=
̈ ).
(
=
+
)
̅( ̈
1−
)
2
= (
=
=
+
2
)
̅( ̈
1−
+
).
( ) = + 2 � ��� �� � 𝛾 � = �� + �� =0 → = ��� �� �� �� �� 𝑢 bidang − 𝑢(flexural) 𝜕𝑓�,� Dan Dan perpindahan perpindahan bidang normal normal (flexural) Dan perpindahan (flexural) Persamaan regangan dan tegangan membujur untuk 𝑓�,� bidang 𝑓�,� 𝑓�,��� = � normal � 𝑓�,������ (8) = − 𝑢��� − 𝑢� (4) , 𝑓�,��� =𝜕𝑓�,� = 𝑓�,� − 𝑓�,� = −= ̈ ̈ ̈ � = = − 𝜕𝑥 𝑏 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� = �𝑓 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 =− � � (4) membrane : 𝜕𝑥 𝑓�,��,� 𝑓�,� 𝑓�,���𝑏 𝑓�,��� 𝑓�,� 𝑓�,� 𝑓�,��� 𝑓�,��� � ( ) ( ̈ ̈ + =̈ ). = + 2 𝑓�,��� 𝑓�,��� =+ 𝑓�,� = − − 𝑓�,� =𝑓�,� = − −= 𝑓�,� = ̅ 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 Dan perpindahan normal (flexural) (5) 𝑓�̅,� = � bidang � � � � � � � 1 − 2 Dan perpindahan bidang normal (flexural) 𝑓�,� +𝑓�,� 𝑓�,�+ 𝑓�,� ̈ ̈ ̈ =− , (8) = (5) (5) ̅ ( 𝑓�̅,� =𝑓�̅,� = 𝑓�,� 𝑓�,��� 𝑓�,� 𝑓�,��� (5) )= = ̅ + ̈ Persamaan𝑓�,��� Keseimbangan 2= 2 𝑓�,� = 𝑓�,� − 𝑓�,��� 𝑓�,� − 𝑓�,��� 1 − 𝑓�,��� = 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� − 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑓�,� = 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� − 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� ) = ̅ + ̈ ̅( 2.3 Persamaan 2.3 Persamaan Keseimbangan Keseimbangan 1− 𝑓 + 𝑓 rdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial energi adalah nol. �,� �,� (5) 𝑓�̅,� = 𝑓�,� + 𝑓�,� = 2 2.3 Persamaan Keseimbangan 𝑓�̅,� = –t/2 (5)= t/2 2 Berdasarkan Berdasarkan prinsip kerja kerja virtual virtual yaitu yaitu total total potensial potensial energi energi adalah adalah nol. nol. 𝛿𝑉 = 𝛿𝑊prinsip + 𝛿𝑊 = 0 (6) � � –t/2 t/2 2.3 Persamaan Keseimbangan
= 2.3 Persamaan Keseimbangan Berdasarkan prinsip virtual yaitu total potensial en- Kerja virtual membujur –t/2 virtual t/2(6) (6) bending momen dalam mode i =𝛿𝑉 𝛿𝑊 =� + 𝛿𝑊 𝛿𝑊 𝛿𝑊 0� = 0kerja � + � = adalah 𝛿𝑉 total potensial energi, 𝑊� adalah strain energy dan 𝑊� adalah kerja ergi adalah nol. dan k dapat ditulis sebagai berikut : / Berdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial energi adalah nol. / Berdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial energi adalah nol. ̈ V adalah total potensial energi, 𝑊 adalah strain energy dan 𝑊 adalah kerja virtual ( ) Vdaadalah potensial 𝑊� adalah strain energy dan strain 𝑊 virtual = ̅ � adalah + kerja = + ̅ 2̅ bebantotal luar. Denganenergi, persamaan maka variasi dapat = + ̈̅ ( � diatas, � energy + ̈ 1− / 1 − =/
𝛿𝑉 = 𝛿𝑊� + 𝛿𝑊� = 0 (6)1̅ − = 𝛿𝑉 =luar. 𝛿𝑊luar. 𝛿𝑊�Dengan = 0 persamaan (6) 1 −energy (6) � + / 1 variasi 1 energy pada beban Dengan persamaan diatas, diatas, maka maka variasi strain strain dapat dapat ulis pada : beban =
̈ 2 = dan 𝑊� adalah dan 𝑊� adalah
+
=1 =virtual 12(1 − kerja 1− = virtual kerja
̈/
)
(
=
+
+
2
̅ ((9)1 )
+ ) 1 ̅ V adalah total potensial energi, 𝑊� adalah strain energy ̈ =2 =1 2 = ̈ = V adalah ditulis ditulis : : � total potensial energi, 𝑊� adalah strain energy 1 12(1 − ) � � � �) (10) , (7)1dapat � �(𝜎��luar. 𝑑𝑊� =beban 𝛿𝜀�� +Dengan 𝜎�� 𝛿𝜀�� + 𝜎persamaan 𝛿𝛾�� 𝑑𝐴𝑑𝑥 = maka, variasi � 𝛿𝜀� + pada diatas, strain energy V adalah total potensial energi, W𝜏i �� adalah strain energy dan 1 � � = � � , , pada beban luar. Dengan persamaan diatas, maka variasi–t/2 strain energy dapat t/2 = � � � � beban � � luar. � Dengan ��) � ) persamaan , ,membujur bending W�e = adalah pada Persamaan regangan (7) (7)dan tegangan �� = �(𝜎 �kerja 𝑑𝑊 𝛿𝜀��virtual 𝛿𝜀𝜎���� + 𝛿𝜀 𝜎 𝛿𝜀𝜎����+ 𝛿𝜀𝜎 𝛿𝜀𝜏���� + 𝛿𝛾𝜏�� 𝑑𝐴𝑑𝑥 ��(𝜎 �+ � �+ � �+ �� 𝛿𝛾 �� 𝑑𝐴𝑑𝑥 ditulis : 𝑑𝑊 � � � � ditulis : diatas, maka variasi strain energy 4dapat ditulis : –t/2 momen, t/2 persamaan 1 dan 2 disubtitusikan dalam persa�
� �) 𝑑𝑊� = �� �(𝜎�� 𝛿𝜀�� + 𝜎�� 𝛿𝜀�� + 𝜎�� 𝛿𝜀4�� + 𝜏4�� 𝛿𝛾�� 𝑑𝐴𝑑𝑥 � � � � � � � � 𝑑𝑊� = �� �(𝜎 � � 𝛿𝜀� + 𝜎� 𝛿𝜀� + 𝜎� 𝛿𝜀� + 𝜏�� 𝛿𝛾�� ) 𝑑𝐴𝑑𝑥 �
�
4 4
=4 (7) =
̈
maan diatas dan di/ integrasi dengan ketebalan t dengan (7) t/2. = kondisi batas –t/2 sampai ̅ + ̈ = (7) 1−
̅ ̇
/
1−
= =
=
1 1
1
̅
,
/
̅
= 4+
/
2 =
51
=
̇
, ,
,
1
̈
1
̅ ̇
=̅ ̇
(
̈ Jurnal Teknik=BKI 12(1 − 2014 ̈ Edisi 02- Desember = =12(1 4 − ) ̅
2 =
Jurnal5Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
( +
)
2
)
̇
37
̅
=
̅ =
1−
+ 1−
̈
( ̅̅
) + ̈
̅(
)
apun langkah-langkah dalam perhitungan dan penuruna –t/2
t/2
–t/2
t/2
Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih pe /
=
=
1−
̅
/
̈
+
1 /−
= +
̅
(
̈
=+
) (
2
+
2
)
/
independent node yang memiliki elementary unit w =
=
1
1 2= 1=
1
,
,
=
1 2 ==12(1 − ̈
̈
)
=
12(1 −
(9)
(9)
(10)
(10)
)
1
Tahapan kedua mendefinisikan dependent node, d ,
,
Kerja virtual untuk regangan geser dalam mode i dan k dapat ditulis sebagai berikut :
Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut : • Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang tak bercabang sebagai independent =4 ̅ ̇ =4 ̅ ̇ ̅ ̇ ̅ ̇ node yang memiliki elementary unit warping u̅ r (s) yang bernilai 1. Persamaan regangan dan tegangan geser, persamaan 1 • Tahapan mendefinisikan dependent node, diPersamaan regangan dan dan tegangan geser, 1 dan 2 disubtitusikan dalam Persamaan regangan tegangan geser, 1 dalam dan 2 kedua disubtitusikan dalam Persamaan regangan dan tegangan geser, persamaan 1 persamaan dan 2persamaan disubtitusikan dan 2 disubtitusikan dalamdan persamaan diatas warping tergantung 5 geser, persamaan Persamaan regangan tegangan 1 mana dan nilai 2 disubtitusikan dalampada independent 5 persamaan diatas persamaan diatas persamaan diatas node pada node sebelumnya.
pada independent node pada node sebelumnya.
ai warping dependent node harus memenuhi asumsi vla �/� � � ��� ��� persamaan diatas � � � � 𝑠̅ � 𝑑𝑠̅𝑑𝑠𝑑𝑥�/�= 𝐺 � = 4𝐺 � � � 𝑓�̇ 𝑓̇ 𝑉��� 𝛿𝑉 ���� �/� � � 𝐷1 ��� ���
��� ���
��� ��� ��� ��� �
a node cabang dan harus memenuhi kesesuaian perpind � � �
�
� � �� 𝑉� 𝛿𝑉� 𝑑𝑥
�
� �� ̇ �� 𝛿𝑉 � � � 𝑠̅ � ��� � �4𝐺 �� � � ���� = 4𝐺= 𝑓̇ ��� 𝑓��/� 𝑑𝑠̅��� 𝑑�𝑠𝑑𝑥 =𝐺�� 𝐷1� ̇ ̇ �� ��� ��� Nilai warping node harus memenuhi asumsi � 𝑉𝑓 ���𝑉 � 𝛿𝑉 𝐷1 𝑉�𝑑𝑥 𝛿𝑉�dependent 𝑑𝑥 � 𝑓��𝑉� 𝛿𝑉� ��/� 𝑠̅ 𝑑𝑠̅ 𝑑𝑠𝑑𝑥 = 𝐺 � � �� � � � �� � ��/� � � � 1 � ��� ��/� � � � � � � � ��� ��� ��� � Persamaan regangan dan tegangan geser, persamaan 1 dan 2 disubtitusikan ̇ ̇ ��� ��� ��� � ��� ̇ 𝑑𝑠 � � vlasov, regangan geser bernilai noldalam pada node cabang dan � 𝑓� 𝑓� 𝑉� 𝛿𝑉� � 𝑠̅ 𝑑𝑠̅𝑑𝑠𝑑𝑥 = 𝐺 � � 𝐷1 �𝑡4𝐺 𝑓̇ 𝑓� (11) 𝐷1�� = = �� 𝑉� 𝛿𝑉� 𝑑𝑥 3 � � �� � (11) ��/� � 1 �1 dalam persamaan diatas ��� ��� ��� ��� amaan 1 dan 2 disubtitusikan harus memenuhi kesesuaian perpindahan ̇ ̇ 𝑑𝑠𝑓̇ 𝑓 = ���𝑡 (11) (11) melintang. ̇ �� 𝐷1 � 𝑓� � Sehingga𝐷1 persamaan generalized lengkap dapat ditulis sebagai berikut: = 𝑓�𝑡 � beam � 𝑑𝑠 theory secara ��� ��� ��� ��� 3 �/� � � 1 � �generalized beam � 3 Sehingga persamaan theory secara lenġ ̇ (11) = 4𝐺 � � � � 𝑓�̇ 𝑓�̇ 𝑉�� 𝛿𝑉�� � 𝑠̅ � 𝑑𝑠̅𝑑𝑠𝑑𝑥 = 𝐺 � � � 𝐷1�� 𝑉�� 𝛿𝑉�� 𝑑𝑥 ���� 𝐷1�� =�� �𝑡 𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 𝐸𝐶 𝑉 − 𝐺𝐷 𝑉 + 𝐵 𝑉 = 𝑞 (12) ��� ��� 3 �� �� �� � � � � kap dapat ditulis sebagai berikut : ��/� � � � � � ��� ��� ��� ��� Sehingga persamaan generalized beambeam theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: Sehingga persamaan generalized theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: � � �� 𝐷1�� 𝑉� 𝛿𝑉� 𝑑𝑥 an 2 � disubtitusikan dalam 1 �
� ��� ���
Sehingga matrik kekakuan adalahgeneralized �𝑡 � 𝑓�̇ 𝑓�̇ 𝑑𝑠 𝐷1�� = beam Sehingga persamaan theory
��� ��� �
���� �� 𝐸𝐶�� 𝑉𝐸𝐶 𝐺𝐷− 𝐵�� 𝑉 = 𝑞 � =3 𝑞�� ���𝑉 � ��− � + 𝑉����� 𝐺𝐷 �� 𝑉� ��+� 𝐵�� 𝑉�
(11) secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut:
(12)
𝐸𝐶�� 𝑉�
− 𝐺𝐷�� 𝑉� + 𝐵�� 𝑉� = 𝑞�
̇ ̇ 𝑉� lengkap 𝛿𝑉�Sehingga 𝑑𝑥 𝐾𝑓�̈kekakuan 𝑓Sehingga −matrik (� ∫sebagai 𝑓� kekakuan +berikut: 𝑑𝑠 ∫ 𝑡 � dapat ∫� 𝐾𝑓�̈ 𝑓� )adalah ra adalah � 𝑓� 𝑑𝑠 ditulis adalah �matrik 𝐸𝐶�� 𝑉����� − 𝐺𝐷�� 𝑉��� + 𝐵�� 𝑉� = 𝑞� � � Sehingga � matrik � kekakuan �
(12) (12)
�� � � (𝐷2��secara )= 𝐾𝑓� 𝑓�Sehingga 𝐶�� = 𝐶�� + 𝐶�� = ∫� 𝑢� 𝑢� ���� 𝑑𝐴 + � ∫(11) 𝑑𝑠 𝐷�� = 𝐷1 + 𝐷2��lengkap persamaan generalized beam dapat ditulis sebagai berikut: �� − theory � �� �
��
𝐵
�� �
�
Sehingga matrik kekakuan adalah = �𝐾𝑓̈ 𝑓̈ 𝑑𝑠 (12) �
(13, a, b, c)
(12) (12)
�� �� � �� � matrik kekakuan adalah �� � 𝑢 𝑢 𝑑𝐴 +Sehingga 𝐶�� =𝐶𝐶 +𝐶𝐶����+=(11) 𝑓 𝑑𝑠 𝐷�� =𝐷𝐷1 − ��� (𝐷2 + 𝐷2 =�� ) = � ��= ∫ 𝐾𝑓 �� 𝐷1 �� )𝐷2 𝐶∫�� − ���(𝐷2 � =� ∫�� 𝑢� 𝑢� 𝑑𝐴 �� �� = �� + � �+ � �∫��𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 � �� � �� � � � � (𝐷2 )= 𝐶��̇ ̇ = dan 𝐶�� �� + 𝐶�����= ∫��̈ 𝑢� 𝑢� �𝐶𝑑𝐴 𝐷�� = 𝐷1 𝐷2 = ∫𝐶𝐾𝑓=� 𝑓∫�� 𝑢𝑑𝑠 =+ 𝐶��� + 𝐷����=− 𝐷1�� − � (𝐷2 𝐷2�� �3. Analisis Pembahasan � 𝑢� 𝑑𝐴 + � ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 �� + �� ) �� + �̈ 𝑓�)��𝑑𝑠 � � ̇− 𝑓𝑡 𝑑𝑠 (−� ∫� 𝐾𝑓 𝑓�𝐾𝑓 +�̈ �𝑓���∫�+𝐾𝑓 ∫ 𝑡 ��𝑓sebagai apat ditulis �∫ �∫ �𝐾𝑓�̈ 𝑓� ) 𝑑𝑠 𝑓� 𝑓�̇berikut: 𝑑𝑠 ( � � � �∫�� � �� � �� � � � � � � � � ̈ ̈ ̇ ̇ � �� = �𝐷1�� − (𝐷2�� 𝐷 + �𝐷2�� ) = ̈ ∫�𝑡 𝑓��𝑓� 𝑑𝑠 − ̈ ( ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� + ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� ) 𝑑𝑠 � − �� (melintang � � � Untuk terbuka penegar, kehadiran node cabang menjadi 𝑓�̇ 𝑑𝑠 ∫ 𝑡 𝑓�̇ penampang ∫ 𝐾𝑓��𝑓� + ∫ 𝐾𝑓 � 𝑓� ) 𝑑𝑠 � � � � � � � (12) ̈ ̈ 𝐵perpindahan 𝑓 𝑑𝑠 (13, a,(13, b, c) b, c) ̈ ̈ �� =𝐵�𝐾𝑓 � � �𝐾𝑓 = 𝑓 𝑑𝑠 c) ̈ ̈ = �𝐾𝑓 𝑓� 𝑑𝑠 𝑓� (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan (13,a,a,b, (displacement) 𝑢� (𝑠)𝐵,��𝑓�,� (𝑠) � dan �� � � � � � ̈ ̈ �𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠melintang pada node. Saat node membagi dua dinding, tidak dapat 𝐵�� =perpindahan (13, a, b, c) kesesuaian (13, a, b, c) � (13,a,b,c) 3. Analisis dan Pembahasan
��
3. Analisis dan dan Pembahasan 3. Analisis Pembahasan �� elementary sebagai � � (𝑠) yang bernilai 1, node ini tergantung pada node (𝐷2�� + 𝐷2��unit ) = warping 𝑢 � penampang melintangAsumsi terbukavlasov penegar, kehadiran 3node cabang menjadi 3. Analisis dan Pembahasan : Dependent Node (Hijau) sebelumnya (dependent node) dan nilai Untuk warpingnya harus dihitung. yaitu Gambar Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadiran node cabang menjadi Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadiran node cabang menjadi perpindahan 𝑢� (𝑠) , 𝑓𝛾 �(𝑠) dan 𝑓� (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan egar, kehadiran nodemembrane cabang �,� 3. Analisis danmenjadi Pembahasan regangan geser bernilai nol sepanjang(displacement) penampang melintang �� = 0. Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadiran nodeduacabang menjadi perpindahan (displacement) 𝑢� (𝑠) , (𝑠) 𝑓�,�,(𝑠) dan 𝑓 lebih komplek, karena diperlukan perpindahan melintang pada node. Saat node membagi dinding, tidak dapat Perpindahan melintang (transverse displacement) yang terkomplek, karena diperlukan kesesuaian (13, a, b, c) � (𝑠) 𝑓 (𝑠) dan 𝑓 (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan perpindahan (displacement) 𝑢 � (𝑠) lebih � �,� � Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut : Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadjadi : yang bernilai 1, node inikarena tergantung pada node displacement) yang te sebagai elementary warping 𝑢�𝑓 perpindahan (displacement) 𝑢pada 𝑓unit dan lebih komplek, diperlukan Perpindahan melintang (transverse nodekesesuaian membagi dua dinding, tidak dapat � (𝑠) � (𝑠) ,node. �,� (𝑠) � (𝑠) perpindahan melintang Saat node membagi dua dinding, tidak dapat kesesuaian perpindahan melintang pada node. Saat node membagi dua dinding, tidak dapat Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang tak bercabang sebagai iran node cabang menjadi perpindahan (displacement) Asumsi vlasov yaitu nilai 1, node ini tergantung pada node sebelumnya (dependent node) dan nilai warpingnya harus dihitung. 𝑢�dinding, � �tidak (��) − 𝑢 kesesuaian perpindahan melintang pada node. Saat node membagi dua yang bernilai 1,Perpindahan node tergantung pada nodedapat sebagai unit warping 𝑢�karena uksebagai (s), felementary (s) elementary dannode fk(s)yang lebih komplek, diperlukan kes𝑓ini − independent memiliki elementary warping 𝑢��bernilai (𝑠) yang bernilai 1.�(��) � � (𝑠) unit warping 𝑢�unit yang 1, node ini= tergantung pada nodedisplacement) yang te melintang (transverse s,k Asumsi � (𝑠) = 0. regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾 ya harus dihitung. vlasov yaitu �� 𝑏(��) ran node cabang menjadi esuaian perpindahan melintang pada node. Saat node (𝑠) yang bernilai 1, node ini tergantung pada node sebagai elementary unit warping 𝑢 � (14) melintang Tahapan𝛾(dependent kedua mendefinisikan dependent node, dimana nilai harus warping dihitung. tergantung Asumsi �warpingnya � sebelumnya node)node) dan nilai vlasov 𝑢�(��) −𝑢 � � yaitu enampang sebelumnya (dependent dansebagai nilai warpingnya harus dihitung. Asumsi vlasov �� = 0. langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikutyaitu : omplek, karena diperlukan membagi dua dinding, Adapun tidak dapat elementa𝑓 = − Saat elementary unit warping 𝑢 � = 1, didapat nilai warpin �(��) pada independent node pada node sebelumnya. � sebelumnya (dependent node) dan nilai warpingnya harus dihitung.𝛾 �unit Asumsi yaitu 𝑏�0. (��) vlasov enurunan persamaan sebagai berikut : regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang = ry unit warping u (s) yang bernilai 1, node ini tergantung Saat elementary warping u =1, didapat nilai warping ̅ ̅ �� = 0. regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾 agi dua dinding, tidak dapat r Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang tak �� bercabangr sebagai 𝑢�(��) = 1 − 𝑓�(��) Nilaipada warping dependent node harus memenuhi asumsi vlasov, regangan geserdependent bernilai nol node � . 𝑏(��) node sebelumnya (dependent node) dan nilai warpregangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾 = 0.bernilai𝑢 Saat elementary unit �1. = 1, didapat nilai warpin ��warping yang independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) milih bercabang e ini penampang tergantungtak pada node sebagai Adapun dalam perhitungan dan melintang. penurunan persamaan sebagai berikut : �: padaingnya node langkah-langkah cabang dan harus memenuhi kesesuaian perpindahan harus dihitung. Asumsi vlasov yaitu regangan geser Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut Tahapan kedua mendefinisikan Analisis dependent 𝑢 dimana nilai warping tergantung (𝑠) yangyaitu bernilai 1. y unit warping 𝑢��vlasov hitung. Asumsi �node, = 1 −sebagai 𝑓�(��) . 𝑏berikut penampang terbuka ukuran sebagai b (��) (��) berpenegar membrane bernilai nol sepanjang melintang Adapun langkah-langkah dalampenampang perhitungan dan penurunan persamaan : (15) pada independent node pada node sebelumnya. tak bercabang sebagai node, dimana warping tergantung � nilai Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang elintang 𝛾�� =0. Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang tak bercabang sebagai Analisis penampang terbuka berpenegar ukuran sebagai b nya. Teknik BKI Jurnal Tahapan pertama danharus memilih penampang tak bercabang sebagai Panjang Lgeser = 1. 100 cm Tebal Nilai mendefinisikan warping dependent node memenuhi asumsi vlasov, regangan bernilai nol independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) bernilai independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢��yang (𝑠) yang bernilai 1. Edisi 02: - Desember 2014 samaan sebagai berikut pada node cabang dan harus memenuhi kesesuaian perpindahan melintang. umsi vlasov, reganganindependent geser bernilai nol node yang memiliki elementary unit warping �warping bernilai 1. � (𝑠) yang Tahapan kedua mendefinisikan dependent node,node, dimana nilai𝑢 tergantung Lebar =tergantung 16 cm stiffener Panjang LB = 100 cm Tebal Tahapan mendefinisikan dependent dimana nilai warping pang tak bercabang sebagai Jurnal Teknikkedua BKI perpindahan 38melintang. Edisi 02-Desember 2014 Gambar 4.mendefinisikan Dependent Node (Hijau) Tahapan kedua dependent node, dimana nilai warping tergantung independent node padapada nodenode sebelumnya. ng 𝑢�� (𝑠) yang pada bernilai 1. independent pada node sebelumnya. Lebar Tinggi H= = 16 8 cm Modulus Ge B cm stiffener pada independent node6 pada node sebelumnya.
𝐷�� = 𝐷1�� −
Gambar 4. Dependent Node (H 6
Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tipis adalah sebagai berikut :
Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tipis adalah seba
a. (transverse Kondisi batas adalah simply Perpindahan Perpindahan melintang melintang (transverse displacement) displacement) yang yang terjadi terjadi
supported.
a. bersifat Kondisi batas adalah supported. (14) (14) b. Material linier elastis dansimply isotropik.
𝑢�(��) 𝑢�(��) − 𝑢�− �� � 𝑢 𝑓�(��) 𝑓�(��) = −= − 𝑏(��) 𝑏(��)
Saat Saat elementary elementary unitunit warping warping 𝑢�� 𝑢�b. =� 1, = didapat 1, didapat nilai nilai warping warping dependent dependent node node Material bersifat linier elastis
dan isotropik.
Dimensi secara detail dapat dilihat pada gambar(15) 5.(15) dibawah ini.
𝑢�(��) 𝑢�(��) = 1=−1𝑓�(��) − 𝑓�(��) . 𝑏(��) . 𝑏(��)
Analisis penampang terbuka berpenegar ukuran sebagai Dimensi secara detail dapat dilihat pada gambar 5. Analisis Analisis penampang penampang terbuka berpenegar berpenegar ukuran ukuran sebagai sebagai berikut berikut : dibawah : verse displacement) terjadi terbuka berikut : yang Dimensi secara detail dapat dilihat ini. pada gambar 5. dibawah ini. Panjang Panjang
L =L 100 = 100 cmcm
(14) Tebal Tebal
𝑢�� = 1, didapatLebar nilai warping dependent Lebar B =B 16 = node 16 cmcm Tinggi Tinggi
t =t 0.1 = 0.1 cmcm
stiffener stiffener
h =h 1.5 = 1.5 cmcm
(15)
H= H 8=cm 8 cm
Modulus Modulus Geser Geser
2 2 G= G 8077 = 8077 kN/cm kN/cm
2 2 erpenegar ukuran sebagaiYoung berikut Modulus Modulus Young:E =E 21000 = 21000 kN/cm kN/cm
0 cm
Asumsi-asumsi Asumsi-asumsi yang yang dipakai dipakai struktur berdinding berdinding tipis tipis adalah adalah sebagai sebagai berikut berikut : : Tebal t = dalam 0.1dalam cmstruktur a. a.Kondisi Kondisi batas batas adalah adalah simply supported. stiffener h =simply 1.5 cmsupported. b. b.Material Material bersifat bersifat linier linier elastis elastis dandan isotropik. isotropik. Modulus Geser G = 8077 kN/cm2
cm
cm
Dimensi secara secara detail detail dapat dapat dilihat dilihat pada pada gambar gambar 5. dibawah 5. dibawah ini.ini. 000 kN/cm2Dimensi Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tidalam struktur berdinding tipis adalah sebagai berikut : Gambar 5. Penampang Terbuka berpenegar pis adalah sebagai berikut : a. Kondisi batas adalah simply supported. imply supported. Gambar 4 : Penampang Terbuka berpenegar b. Material bersifat linier elastis dan isotropik. elastis dan isotropik.
Gambar 5. Penampang Terbuka berpenegar
Tabel lihat pada gambar 5. dibawah ini. 1. Warping Function
�) WARPING FUNCTION (𝑈
Tabel 1.2Warping Function 1 3 4
Node 1
5
6
7
8
-1 5. Penampang -4.00 4.89 -77.13 WARPING 0.047 FUNCTION 1 Gambar Gambar 5. Penampang Terbuka Terbuka berpenegar berpenegar �) -1 (𝑈
-1
2 -1Node -8.00 1 4.89 2 -26.26 3 -0.041 4 -0.752 5 0.460 Tabel Tabel 1. Warping 1. Warping Function Function 3 -1 -8.00 -3.11 37.74 0.041 0.531 -0.121 1FUNCTION -4.00 4.89 -77.13 0.047 �)-1 �) (𝑈 (𝑈 WARPING WARPING FUNCTION 4 -1 0.00 -3.11 0.00 0.041 -0.398 0.015 NodeNode 1 1 2 2 3 3 5 5 7 7 8 8 24 4 -1 6 6 -8.00 4.89 -26.26 -0.041 5 -4.00 4.894.89 -1 -77.13 -1.61 1 -0.363 0.326 1 Terbuka 1 -1 -1berpenegar -4.00 -77.130.00 0.047 0.047 1 1 -1 0.00 -1 -1 -1 ar 5. Penampang 3 -26.26 -0.041 -1 -8.000.460 0.048 -3.11 37.74 0.041 2 2 -1 -1 -8.00-8.00 4.894.89 -26.26 -0.041 -0.752 -0.752 0.460 0.048 6 -1 8.00 -3.11 -37.74 0.041 -0.531 -0.121 3 3 -1 -1 -8.00-8.00 -3.11-3.11 37.74 37.74 0.041 0.041 0.531 0.531 -0.121 -0.121 0.320 0.320 4 -1 0.00 -3.11 0.00 0.041 7 0.00 -3.11-3.11 -1 0.000.00 8.00 4.89 26.26 0.7518 0.460 4 4 -1 -1 0.00 0.041 0.041 -0.398 -0.398 0.015 0.015 -0.243 -0.243-0.041 5 -1 0.00 -1.61 0.00 1 �) 5 5 -1 -1 0.00 1 1 -0.363 -0.363 0.326 0.326 -0.199 -0.199 0.047 ING FUNCTION (𝑈 8 0.00 -1.61-1.61 -1 0.000.00 4.00 4.89 77.13 -1 -1 4
-77.13 -26.26
5
6
0.047 7 8 -0.041
6 6
-1 -1 7 8.008.00 8-3.11-3.11 -37.74 -37.74 0.041 0.041 -0.531 -0.531 -0.121 -0.121 -0.320 -0.320
-1
6
8.00
-3.11
-37.74
Tabel 1 :0.460 Warping 7 1 -1 -1 -18.008.00 -14.894.89 26.26 26.26 -0.041 -0.041 0.7518 0.7518 0.460 -0.048 -0.048Function 8 -1 -1 4.004.00 4.894.89 77.13 -1 -1 14.89 1 7 77.13 0.0470.047 -1 -1 -1 8.00 26.26 -0.752 0.460 0.048
Tabel 2. Displasemen Horisontal
37.74
0.041
0.531
-0.121
0.320
0.00
0.041
-0.398
0.015
-0.243
0.00
1
-0.363
0.326
-0.199
7 Displasemen Horisontal Displasemen Horisontal 4.00 4.89 77.13
-1
8
6 0.048
7
8
-1
-1
-0.752
0.460
0.048
0.531
-0.121
0.320
-0.398
0.015
-0.243
-0.363 1
0.326
-0.199
0.041
-0.531
-0.121
-0.320
-0.041
0.7518
0.460
-0.048
0.047
-1
-1
1
Node
1
7 72
3
4
5
6
7
1
-0.243
-0.199 -0.320
-0.048
-37.74
0.041
-0.531
-0.121
-0.320
1
0
1
0
-12.72
0.022
0.438
-0.365
26.26
-0.041
0.7518
0.460
-0.048
77.13
0.047
-1
-1
1
2
0
1
0
-12.72
0.022
0.438
3
0
1
0
-4.72
0.000
-0.116
7-0.365
4
0
1
0
-4.72
0.000
-0.116
0.017
5
0
1
0
-6.22
0.000
-0.116
0.017
6
0
1
0
-4.72
0.000
-0.116
0.017
7
0
1
0
-12.72
-0.022
0.438
0.365
8
0
1
0
-12.72
-0.022
0.438
0.365
7
0.320
0.017
Tabel 2 : Displaseme n Horison-
Tabel 3. Displasemen Vertikal
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Displasemen Vertikal Node
1
2
3
4
5
6
1
0
0
1
-4
-0.027
-0.576
7 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014 0.308
39
5
0
61
0
1 -6.22
0 0.000
-4.72 -0.116 0.0000.017 -0.116
0.017
6
0
71
0
1 -4.72
0 0.000
-12.72 -0.116 -0.022 0.017
0.438
0.365
7
0
81
0
1 -12.72
0 -0.022
-12.72 0.438 -0.022 0.365
0.438
0.365
8
0
1
0
-12.72
-0.022
6
7
-0.576
0.308
0.438
Tabel 3. Displasemen Vertikal Tabel 3. Displasemen Vertikal Displasemen Vertikal Displasemen Vertikal Node
1 2 3 Displasemen Vertikal
4
15
-4 6
0.365
5
Node
1
12
03
04
-0.027 7
1
0
20
01
0-4
1 -0.027
-8-0.576 -0.010 0.308 -0.160
0.073
2
0 0
01 01
0-8 0-8
1 -0.010 1 -0.010
4
0
5
0
6
0
7
0
5 0 6 0 7 0 8 0
0 1 0 1 0 1 0 1
0 0 0 0 0 8 0 8
1 0.639 1 0.639 1 -0.010 1 -0.010
-8-0.160 -0.010 0.073 -0.160 0-0.160 0.639 0.073 0.023 0 0.639 0.023 0.023 0.207 8 -0.010 0.160 0.023 0.207 8 -0.010 0.160 0.160 0.073 4 -0.027 0.576 0.160 0.073
0.073
3
30 40
8
0
0
1
0.207 0.207 0.073 0.073 0.308
4 Tabel 3-0.027 0.576 : Displasemen Vertikal 0.308
Pada gambar 6 menunjukkan warping dan displasmen yang terjadi pada mas mode Pada gambar 6 6 menunjukkan warping dan displasmen yangdisplasmen terjadi pada masing-masing modepada masing-masing Pada gambar menunjukkan warping dan yang terjadi mode
(a) (a) (a)
(b)
(b) (b) Gambar 6. (a). Warping Function dan (b). Displasemen Gambar 5 : (a). Warping Function dan (b). Displasemen
Gambar 6. (a). Warping Function dan (b).8 Displasemen 8 Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
40
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
4. Warping constant (Γ) C4 = 3669.2 D 0.0233 5. St. Venant torsional constant (𝐽 ) D4 = 0.0001 0.02330.0001 0 6. Distorsion Secara mekanika struktur, section properties pada setiap mode: C5 = 0.00011. xArea 103
B5 = 0.0181 D(5 A= )0.0001 C1 = 4.2 2. Momen Inersia sb. Z ( Iz ) C2 = 166.4 3 Inersia sb. Y Tabel 4. Section Properties ) C 3. Momen ( I B6 = 0.0149 D6 =y 0.0001 3 = 45.3 C6 = 0.0007 x 10 4. Warping constant (Γ) C4 = 3669.2 3 Properties 1 2 3 4 5 6 7 Venant torsional constant D7( = 𝐽 )0 D C7 = 0.00035. xSt.10 B7 = 0.0007 4 = 0.0233 6. Distorsion C 4.2 166.4 45.3 3669.2 0.1 0.7 0.3
Penampang terbuka berpenagar dibebani merata 3pada node 3 dan 6 sebesar 1 kN/cm x 100.0181 B5 =0.0149 0.0181 0.0007 D5 = 0.0001 - C5 = 0.0001 kedua ujung ditumpu sederhana, lihat gambar 7. 3 Properties11 1 22 2 33 3 44 4 5 66 6 77 7 Properties 55 Properties
4. Section Properties TabelTabel 4. Section Properties B D
C C
C
4.2 4.2
4.2166.4 166.4 166.445.3 45.3
B B
B
--
-
--
D D
D
-
-
-
-
-
-
45.33669.2 3669.23669.2 0.1 0.1
--
-
0.1 0.7 0.7
C6 = 0.0007 0.0149 0.0233 x 100.0001 B6 =0.0001 C7 = 0.0003 x 103 B7 = 0.0007 Tabel 4 : Section Properties -
0.7 0.3 0.3
D 0 6 = 0.0001
0.3
D7 = 0
- 0.0181 0.0149 0.0007 0.01810.0181 0.01490.0149 0.00070.0007
--
Secara mekanika struktur, propertiesdibebani pada setiap - - 0.0233 0.0233 0 Penampang terbuka berpenagar merata mode: pada node 3 dan 6 sebesar 1 0.0001 0.0001 0.0001 0.00010 section
0.0233 0.0001 0.0001 Secara mekanika struktur, section properties pada 0setiap sederhana, lihat gambar 7. kedua ujung ditumpu sederhana, lihat gambar 7. mode : mekanika1. Secara struktur, section properties mode: Area (A) C1 = Secara mekanika struktur, section properties pada pada setiapsetiap mode:
2. Momen (Inersia 1. Area 1. Area A ) ( A ) sb.C11Z= C4.2 1 = 4.2 2. Momen Inersia Z 2. Momen Inersia sb. (Inersia Izz ) ( Iz ) sb.C22Y = C166.4 2 = 166.4 3.Zsb. Momen 3. Momen Inersia 3. Momen Inersia sb. Ysb. Y ( Iyy ) ( Iy ) C33 = C45.3 3 = 45.3 4. Warping constant 4. Warping constant 4. Warping constant (Γ ) (Γ ) C44 =C3669.2 4 = 3669.2 5. constant St.constant Venant constant St. Venant torsional (𝐽 ) D0.0233 5. St.5.Venant torsional ( 𝐽 )torsional D44 = 4 = 0.0233 6. Distorsion 6. Distorsion 6. Distorsion
( Iz ) ( Iy ) (Γ) (𝐽 )
C55 = C0.0001 x 1033x 10B3 55 = B0.0181 D55 =D0.0001 5 = 0.0001 5 = 0.0181 5 = 0.0001 3 C 5 = 0.0001 x 10 3 33 C66 = C0.0007 x 10 x 10B66 = B0.0149 D66 =D0.0001 6 = 0.0007 6 = 0.0149 6 = 0.0001 C = 0.0007 x 103 6 x 1033x 10B3 = B0.0007 D =D07 = 0 C = C0.0003 7 = 0.0003 7 = 0.0007 77
77
4.2 C2 = 166.4 C3 = 45.3 C4 = 3669.2 D4 = 0.0233
77
B5 = 0.0181
D5 = 0.0001
B6 = 0.0149
D6 = 0.0001
Gambar 7. Penampang terbuka beban merata pada nodepada 3 dan 3berpenegar Penampang terbuka berpenagar dibebani pada node 37. 6 sebesar kN/cm dan Gambar Penampang terbuka berpenegar merata node63 d Penampang terbuka berpenagar dibebani merata node 3xdan 6dan sebesar 17kN/cm Gambar 7dan : Penampang berpenegar C7merata =pada 0.0003 10 B =10.0007 D7 terbuka = 0beban Penampang terbuka berpenagar dibebani merata pada ditumpu sederhana, gambar keduakedua ujungujung ditumpu sederhana, lihat lihat gambar 7. 7. beban merata pada node 3 dan 6 node 3 dan 6 sebesar 1 kN/cm dan kedua ujung ditumpu
Penampang terbuka berpenagar dibebani merata pada node 3 dan 6 sebesar 1 k Tabel 5. Longitudinal stress kedua ujung ditumpu Tabel 5. Longitudinal stress sederhana, lihat gambar 7. Node
Node
1
2
3σ
σ3
269.79
269.79
σ5 -171.71
σ5
-0.902
0.78657
-0.790
1
2
3
4
269.79
-171.71
-171.71
-88.93
-0.902 0.78657 -171.71
-0.790 -88.93
269.79
3
4
σ7
-541.195
249.058
∑σ
-272.31
519.632
-0.790
6
7
-171.71
269.79
8
269.79
-0.790 -171.71
-19.04269.79 -0.790
0.7865 269.79
-0.90275
-65.32
8.0096
176.26
-65.32
249.058
-541.195
-237.826
-164.494
68.290
-237.826
519.632
-272.31
5
-19.04
5
6
-0.790
σ7Gambar 249.058 -65.32 8.0096 7. Penampang terbuka berpenegar merata node Gambar 7. -541.195 Penampang terbuka berpenegar bebanbeban merata pada pada node176.26 3 dan36dan 6 -65.32 ∑σ -272.31 519.632 5. Longitudinal TabelTabel 5. Longitudinal stressstress Node Node Node 11
-237.826
-164.494
68.290
σσ33
σ269.79 269.79 -171.71 -171.71 3269.79 269.79 269.79269.79 -171.71-171.71 -171.71-171.71-88.93 -88.93 -88.93-171.71 -171.71-171.71269.79 269.79269.79269.79 269.79269.79
σσ55
-0.90275 σ5-0.902 0.78657 -0.790 -0.90275 -0.902 -0.902 0.786570.78657 -0.790 -0.790-0.790 -0.790 -0.790-19.04 -19.04 -19.04-0.790 -0.790 -0.7900.7865 0.78650.7865 -0.90275
σσ77
σ-541.195 -541.195 -541.195 249.058 -65.32 -541.195 7 -541.195 249.058249.058 -65.32 -65.328.0096 8.00968.0096176.26 176.26176.26-65.32 -65.32 -65.32249.058 249.058249.058 -541.195
∑σ ∑σ
∑σ -237.826 -164.494 -237.826 -272.31 519.632 -237.826 -164.494 68.290 -237.826 519.632 -272.31 -272.31-272.31 519.632519.632 -237.826 -164.494 68.29068.290 -237.826 519.632519.632 -272.31-272.31
1
v3
0
v5
-0.021
v7 ∑V
2
3
4
5
-0.021
0
0
w3
249.058
-541.195
519.632
-272.31
6
9
7
1 -9.851
2 0.456 99
3 0.456
0
0.021
0.021
0.456
9
0.456
9.831
9.831
4 0.456
50.456
6 9.851
7 9.851
9
σ3
269.79
269.796 : Horisontal -171.71 Displasemen -171.71 ( vk=V -88.93 Tabel .v ) k r,k
-171.71
σ5
-0.902
0.78657
-0.790
2 -541.195
3 249.058
-65.32
σ7
1
8
0
Tabel 7. Vertikal Displasemen ( 𝑤� = 𝑊� . 𝑤�,� ) Node
-0.90275
Gambar 7. Penampang terbuka0 berpenegar beban0 merata pada node 3 dan 0 0 0 0 0
Tabel -9.8315. Longitudinal -9.831 0.456stress 0.456 -9.851 Node
0.7865
Tabel 5 : Longitudinal stress
1 3 4 5 6 8 22 33 44 55 66 88 Tabel 6.2 Horisontal Displasemen ( 77𝑣� 7= 𝑉 � . 𝑣�,� )
Node
-237.826
7
8
4
269.79
8 269.79
Jurnal Teknik BKI
-0.790
-19.04
-0.790 0.78652014 -0.90275 Edisi 02- Desember
5 8.0096
6 176.26
7 8 -65.32 Jurnal249.058 Teknik BKI
2.737 -272.31 2.737 519.632 2.737 -237.826 2.737 -164.494 2.737 ∑σ
2.737 68.290
Edisi 02-Desember 2014
2.737 -237.826
2.737 519.632
-541.195 41 -272.31
∑V
-9.851 v7
-9.851 -9.831
0.456 -9.831
0.456 0.456
0.456 0.456
0.456 0.456
9.851 0.456
9.851 9.831
9.831
∑V
-9.851
-9.851
0.456
0.456
0.456
0.456
9.851
9.851
Tabel 7. Vertikal Displasemen ( 𝑤� = 𝑊� . 𝑤�,� ) Node
1 2 3 4 ( 𝑤� =5 𝑊� . 𝑤�,�6 ) Tabel 7. Vertikal Displasemen
7
8
2.737 Node
2.737 1
2.737 2
2.737 3
2.737 4
2.737 5
62.737
72.737
w5
0.015 w3
0.010 2.737
0.010 2.737
-0.592 2.737
-0.592 2.737
0.010 2.737
0.010 2.737
0.015 2.737
2.737
w7
8.305 w5
1.955 0.015
1.955 0.010
5.582 0.010
5.582 -0.592
1.955 -0.592
1.955 0.010
8.305 0.010
0.015
∑w
11.057 w7
4.703 8.305
4.703 1.955
7.727 1.955
7.727 5.582
4.703 5.582
4.703 1.955
11.057 1.955
8.305
∑w
11.057
4.703
4.703
7.727
7.727
4.703
4.703
11.057
w3
8
Dari tabel 6 dan 7 dapat digambarkan deformasi akibat pembebanan. Deformasi total pada Tabel 7 : Vertikal Displasemen ( wk=W .wr,k ) k
tabel 6 dan 7superposisi dapatdeformasi digambarkan deformasi akibat pembebanan. Deformasi penampang merupakan dari mode (aksial sumbu 5 sumbu (bending), dantotal 7 pad kan3superposisi dari mode 3z), (aksial z), 5 (bending), Dari tabelDari 6 dan 7 dapat digambarkan akibat pembebanan. Deformasi total pada penampang merupa- dan 7 (distorsi) yang ditampilkan pada gambar 8. merupakan (distorsi)penampang yang ditampilkan pada superposisi gambar 8. dari mode 3 (aksial sumbu z), 5 (bending), dan
(distorsi) yang ditampilkan pada gambar 8.
Gambar 8 : Deformasi karena pembebanan
Gambar 8. Deformasi karena pembebanan 4. Validasi bil shell element untuk mendiskritisasi member dan ditumGambar 8. Deformasi karena pembebanan 4. Validasi pu sederhana. Berikut hasil perhitungan GBT dibanding Tabel 5.4 Validasi Longitudinal stress Untuk validasi, hasil linier elastis dibandingkan dengan ha- dengan perhitungan FEM. 4. Validasi sil Finite element method dengan Ansys dengan mengamTabel Validasi Longitudinal stress4 Untuk validasi, hasil linier dengan hasil Node 5.4 1 2 elastis 3dibandingkan 5 6 Finite7 element 8 method Untuk validasi, hasil linier dengan hasil Finite element Node 1 mengambil 2 3 elastis 4dibandingkan 6 7member 8dan GBT dengan -272.31 519.632 -237.826 -164.494 -237.826 519.632 -272.31 dengan Ansys shell element untuk568.290 mendiskritisasi ditumpumetho
FEA -243.45dengan 561.395 -244.523 shell -217.453 69.012 -244.523519.632 561.395-272.31 -243.45 dan ditump dengan Ansys mengambil element untuk mendiskritisasi member GBT -272.31 519.632 -237.826 68.290 -237.826 sederhana. Berikut hasil perhitungan GBT -164.494 dibanding dengan perhitungan FEM. % -11.9 7.4 2.7 24.4 1.0 -244.523 2.7 561.3957.4 -243.45 FEA -243.45 -244.523 -217.453 69.012 sederhana. Berikut561.395 hasil perhitungan GBT dibanding dengan perhitungan-11.9 FEM. Tabel 5.4 Validasi Longitudinal stress % -11.9 7.4 2.7 24.4 1.0 2.7 7.4 -11.9 Tabel 5.4 Validasi Longitudinal stress5Longitudinal Tabel4 8 : Validasi Node 1 3 Horisontal 8 Tabel 5.52Validasi Displasemen6 stress 7 Tabel 5.5 Displasemen Node 1 Validasi 2 Horisontal 3 4 5 6 7 8 GBT -272.31 519.632 -237.826 -164.494 68.290 -237.826 519.632 -272.31 FEA
Node 1 2 3 4 5 6 7 8 -243.45 561.395 1 519.632 -244.5232 -237.826 -217.453 69.012 -244.523 561.395 -243.45 GBT Node-272.31 -164.494 68.290 -237.826 519.632 -272.31 3 4 5 6 7 8 GBT -9.85 -9.85 0.46 0.46 0.46 0.46 9.85 9.85 FEA -243.45 561.395 -244.523 -217.453 69.012 -244.523 561.395 -243.45 GBT -9.85 -9.85 0.46 0.46 0.46 0.46 9.85 9.85 FEA -7.31 -7.31 -0.02 0.00 0.00 0.02 7.31 7.31 FEA -7.31 -7.31 -0.02 0.00 0.00 0.02 7.31 7.31 10 (A1-A2)/br -0.63 -0.32 0.06 0.06 0.30 0.05 0.32 0.63 (A1-A2)/br -0.63 -0.32 0.06 0.06 0.30 0.05 0.32 0.63 10 Tabel 9 : Validasi Horisontal Displasemen
Tabel 5.6 Validasi Vertikal Displasemen Tabel 5.6 Validasi Vertikal Displasemen
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
42
NodeBKI 1 Jurnal Teknik Node 1 Edisi 02-Desember 2014 GBT GBT
11.06
11.06
2
2
4.70
4.70
3
3
4.70
4.70
4
4
7.73
7.73
5
5
7.73
7.73
6
6
4.70
4.70
7
7
4.70
4.70
8
8
11.06
11.06
FEA-7.31
-7.31 -7.31
-0.02 -7.31
0.00 -0.02
0.00 0.00
0.020.00
7.31 0.02 7.31 7.31
7.31
(A1-A2)/br -0.63 (A1-A2)/br
-0.32 -0.63
0.06 -0.32
0.06 0.06
0.30 0.06
0.050.30
0.32 0.05 0.63 0.32
0.63
FEA
TabelTabel 5.6 Validasi VertikalVertikal Displasemen 5.6 Validasi Displasemen Node GBT FEA
Node
1
11.06
GBT
8.06
ssss(A1- FEA 0.75 A2)/br
ssss(A1A2)/br
2
3
4
4.70
4.70
7.73
7.73
4.70
4.04
4.06
6.86
6.86
4.06
1
11.06 8.06
2
4.70 4.04
0.08
0.08
0.75
0.08
3
4.70 4.06
0.11
0.08
5
4
7.73 6.86
0.58
0.11
6
5
7.73 6.86
0.08
0.58
7 4.70 4.04 0.08
6 4.70 4.06
8 11.06 8.06 0.75
0.08
7
8
4.70
11.06
4.04
8.06
0.08
0.75
Dari hasil perhitungan GBTTabel dimana tegangan terjadi pada node 2 dan node 7 10 : Validasi Vertikalterbesar Displasemen
2 Dari hasil perhitungan tegangan terbesar terjadi pada node sebesar 519.6 kN/cm demikianGBT juga dimana yang terjadi pada perhitungan menggunakan FEM2 dan n
2 Dari hasil perhitungan GBT dimana tegangan terbesar tertransverse strain penampang sama dengan nol, sehingga sebesar 519.6 kN/cm561.4 demikian yangselisih terjadi pada perhitungan menggunakan dengan perhitungan 7.4%. Tegangan dimana tegangan terbesar kN/cm2juga jadi pada node 2 dan node 7 sebesar 519.6 kN/cm2 demiki- tidak terjadi regangan searah lebar pelat. 2 kN/cm2 dan 69.012 kN/cm2 dengan an juga yang terjadi perhitungan menggunakan FEM terkecil dari pada perhitungan GBT dan FEM sebesar 68.3 dimana tegangan terbesar 561.4 kN/cm dengan selisih perhitungan 7.4%. Teg dimana tegangan terbesar 561.4 kN/cm2 dengan selisih 5. Kesimpulan 2 selisihterkecil 1%. Tegangan Bentuk deformasi GBT padaGBT gambar memiliki68.3 bentuk deformasi sama perhitungan 7.4%. terkecil dari perhitungan dari perhitungan GBT dan FEM8 sebesar kN/cm dan yang 69.012 kN/cm2 d dan FEM sebesar 68.3 kN/cm2 dan 69.012 kN/cm2 dengan Generalized Beam Theory pada model penampang terbuka dengan FEM pada gambar 9, perbedaan nilai displasmen terjadi karena GBT menggunakan selisihdeformasi 1%. Bentuk GBT berpenegar pada gambar 8 memiliki bentuk deformasi yang selisih 1%. Bentuk GBT padadeformasi gambar 8 memiliki dapat disimpulkan : bentuk deformasi yang sama dengan FEM pada gambar 9, 1. Hasil yang diperoleh Generalized Beam Theory dan asumsi teori pelat Kirchhoff-love dengan lendutan kecil dan menggunakan asumsi Vlasov dengan FEM pada gambar 9, perbedaan nilai displasmen terjadi karena GBT menggu perbedaan nilai displasmen terjadi karena GBT menggusoftware Ansys cukup mirip dengan perbedaan nilai dimana membrane transversedengan strainlendutan penampang sama dengan nol,2.76%, sehingga tidakmaksimum terjadi nakan asumsi teori pelat Kirchhoff-love tegangan rata-rata tegangan asumsi teori pelat Kirchhoff-love dengan lendutan kecil dan menggunakan asumsi V kecil dan menggunakan asumsi Vlasov dimana membrane memiliki perbedaan 7.4% dan tegangan minimum
regangan searah lebar pelat.
dimana membrane transverse strain penampang sama dengan nol, sehingga tidak regangan searah lebar pelat.
Gambar 9. Tegangan dan deformasi FEM Gambar 9 : Tegangan dan deformasi FEM 5.memiliki Kesimpulan perbedaan 1%.
Daftar Pustaka
2. Pergeseran/perpindahan node baik horizontal ṽr dan9. Tegangan dan deformasi FEM Gambar Generalized Beam Theory pada model penampang terbuka berpenegar dapat disimpulkan : vertical w̃ r memiliki perbedaan rata-rata 0.06 dan [1] Schardt, R. (1989)., Verallgemeinerte Technische Biegetheorie [Generalised Beam Theory]. Spring0.31 terhadap lebar dinding yang ditinjau, hasil de- 11 er Verlag, Berlin, Heidelberg formasi pola deformasi yang sangat mirip 5. memiliki Kesimpulan [2] Davies, J.M., & Leach, P., (1992). Some Applications of dengan metode elemen hingga. Generalized Beam Theory, Eleventh International 3. Metode Generalized Beam Theory memudahkan Generalized Beam Theory pada pemodel penampang terbuka disimpu Specialty Conference on berpenegar Cold-Form Steeldapat Structure, mahaman perilaku struktur terhadap pembebanan St. Louis, Missouri, USA. dari kombinasi mode (lihat gambar 8). [3] Davies, 11 J.M. & Leach, P., (1994). First-Order Generalized Beam Theory, University of Salford, Salford, 4. Metode Generalized Beam Theory merupakan penELSEVIER. yatuan teori klasik balok dan merupakan metode [4] Davies, J.M. & Leach, P., (1994). Second-Order Generalternatif dari finite elemet method (FEM) dan finite alized Beam Theory, University of Salford, Salford, strip method (FSM). ELSEVIER. Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
43
[5] Lech, P., (1993). The Calculation of Modal Cross-section Properties for use in The Generalized Beam Theory, University of Salford, Salford, ELSEVIER [6] Silvestre, N. & Camotin, D. (2002). First-order generalized beam theory for arbitrary orthotropic
materials, Technical University of Lisbon, ELSEVIER, Portugal [7] Hetenyi, M. (1946)., Beams on Elastic Foundations. University of Michigan Press, Ann Arbor, MI.
Biografi Penulis Siswanto, bergabung dengan Biro Klasifikasi Indonesia sejak 2008, dengan pedidikan D3 Politeknik Perkapalan ITS Program Studi Desain Konstruksi Kapal dan S1 ITS dengan Jurusan Teknik Perkapalan dengan Konsentrasi studi Hydrodinamika dan pengalaman di galangan kapal 3 tahun sebagai Pengawas Produksi Repair dan Bangunan Baru. Awal bergabung di Biro Klasifikasi Indonesia ditempatkan di staf Devisi Lambung dan Material. Tahun 2010 – 2013 mendapatkan kesempatan dari BKI untuk melanjutkan S2 ITS dengan Jurusan Teknik Produksi dan Material Kelautan, dengan konsentrasi studi Konstruksi Kapal. Pada tahun 2013 sampai sekarang menjadi staf pengkaji IV pada Devisi Manajemen strategis. Konsentrasi bidang penelitian yang digeluti saat ini adalah konstruksi kapal.
Siswanto,ST, bergabung dengan Biro Klasifikasi Indonesia sejak 2008, dengan pedidikan D3 Politeknik Perkapalan ITS Program Studi Desain Konstruksi Kapal dan S1 ITS dengan Jurusan Teknik Perkapalan dengan Konsentrasi studi Hydrodinamika dan pengalaman di galangan kapal 3 tahun sebagai Pengawas Produksi Repair dan Bangunan Baru. Awal bergabung di Biro Klasifikasi Indonesia ditempatkan di staf Devisi Lambung dan Material. Tahun 2010 – 2013 mendapatkan kesempatan dari BKI untuk melanjutkan S2 ITS dengan Jurusan Teknik Produksi dan Material Kelautan, dengan konsentrasi studi Konstruksi Kapal. Pada tahun 2013 sampai sekarang menjadi staf pengkaji IV pada Devisi Manajemen strategis. Jurnalbidang Teknik BKI Konsentrasi penelitian yang digeluti saat ini adalah Edisi 02 - Desember 2014 konstruksi kapal.
44
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng, Ph.D, Pengajar Program Studi Teknik Produksi dan Material Kelautan FTK-ITS Ir. Petrus Eko Panunggal, Ph.D, Pengajar Program Studi Teknik Produksi dan Material Kelautan FTK-ITS
ESTIMASI KEKUATAN LAMBUNG KAPAL PASCA KERUSAKAN ESTIMATION OF THE SHIP HULL STRENGTH AFTER DAMAGED
Muhammad Zubair Muis Alie
Abstract The ultimate strength of ship hull is the most important to ensure the safety of ship not only in intact but also in damage condition. The International Maritime Organization (IMO) required in Goal Based Standard (GBS) to assess the ultimate strength of ship hull girder particularly in damage condition. The ultimate strength of ship’s hull for damaged cross section is performed applying simplified approach. The explicit expression of the neutral axis is given. The procedures of the ultimate strength analysis of the cross section under biaxial bending are presented for several loading and constraining conditions. As a fundamental case, the estimation of the ultimate strength is taken only for sagging condition. The simplified approach is used to estimate the ultimate strength due to the rotation of the neutral axis are proposed using the elastic cross-sectional properties and critical member strength. The effectiveness of the simplified approach is examined through a comparison with the progressive collapse analysis. Keywords : Ship’s hull, simplified approach, ultimate strength
1. Introduction
A
Ship may experience accidental damages caused by collision, grounding, etc., which may influence the safety of ship and surrounding environment. In order to ensure the safety of ships and reduce the associated risks, the International Maritime Organization required in the Goal Based Standard (GBS) for bulk carriers and tankers the assessment of the ultimate strength in the specified damaged condition (IMO, 2009). The ultimate strength of ship hull girder is the most fundamental strength to ensure the safety of ship not only in the intact condition but also in the damaged condition. Many research have been performed on the assessment on the ultimate strength of ship’s hull for damaged ships. Paik, et al., 1998, developed a procedure to identify the possibility of the hull girder failure after collision and grounding damages based on the closed-form formulae of the ultimate hull girder strength and section modulus after damages. Notaro, et al., 2010, carried out full nonlinear FE assessment of the hull girder capacity in intact and damage conditions. They found that the effect of damage extent in vertical and transversal direction is more critical than its longitudinal direction, and that the damage varies the location of the neutral axis including higher stresses in proximity in the damage areas.
Another approach widely employed for the prediction of the ultimate strength is the Smith’s method (Smith, 1977) known as the incremental-iterative approach in the IACS Common Structural Rules (IACS, 2010). The aim of the present study is to assess the estimation on the ultimate strength for intact and damaged condition taking the influence of the rotation of the neutral axis into account of asymmetrically damaged ships under predominantly vertical bending. An explicit expression of the position of the neutral axis is given. The procedures of the progressive collapse analysis of the cross section under biaxial bending are presented for several loading and constraining conditions. Applying the developed system, a series of progressive collapse analysis of bulk carriers and double-hull oil tankers having collision damages at the side structures is performed, and the reduction of the ultimate strength due to the rotation of the neutral axis is investigated. For a sagging condition, a simple formula to estimate the ultimate strength and its reduction rate due to the rotation of the neutral axis is proposed using the elastic cross-sectional properties and the critical member strength.
45
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
M V EIVH
EIVV V
and
(2)
Substituting
the stress i is where E is Young’s modulus, Di is EI M EI stiffness of element, 𝜙 and 𝜙 are yi yG M H V
�
2. Estimate Of Residual Hull Girder Strength In Sagging Condition
EI HH VH
EI HV H VV
V
where E is iYoung’s m �
I
stiffness horizontal and vertical curvatures. yG and zG of element, The terms are Ethe coordinates of the point G in horizontal Fig. 1 and vertical cu where is Young’s modulus, Di is the stiffness of element, inertia, are the ofIthe HV ϕH and ϕV are horizontal and vertical curvatures. y coordinates and zG and G is the axial strain increment at theG and G isisrotation the are the coordinates of the point G in Fig. 1 and theaxial strai of point G.increment When yGatand are G. given bypoint axial strain thezG point When yGEqs. and z are yG and zG G. When G Here, it is given by Eqs. (3) and (4), (3) and (4), (3) and (4), girder stre N N y (3) y D A / D A yG yi Di Ai / Di Ai u is atta MV (3) i 1 i 1
In the Smith’s method, a hull girder is divided into longitudinal elements composed of a stiffener and attached plating, which are assumed to act independently. Assuming N N G i i i i i that the cross section remains plane and considering the i 1 i 1 nonlinear load end-shortening behaviors of each element, N N zG zi Di the Ai / location Di Ai the bending moment-curvature relationship of the cross N N i 1 i 1 (4) zG zi Di Ai / Di Ai section is obtained. The translation of the neutral axis of strength, 𝑀 i 1 i 1 the cross sectionHowever, due to the progressive failure of structurthey expressed the biaxial and IHH, IVV, IHV and IVH are the moment of (4) However, they expressed the biaxial and I , I , I and I are the moment of HH, VV VV IHV However, they expressed the biaxial and IHH IVH are the moment of HV and VH al elements is considered. The ultimate bending capacity is bending moment-curvature relationship and in I inertia of the cross section givenofbyinertia of the , IVVof, Ithe and IVH section the given moment defined as the peak value of the bendingrelationship moment-curvabending moment-curvature relationshipinin inertia inertia byby HH HV cross bending moment-curvature of the cross are section given cross section given by secant moduli, and thus the postture relationshipterm of theofcross section.
of secant moduli, thusthethepostpostterm term of secant moduli, andand thus
z - zG
z - zzG ultimate strength behavior could not be z - zG ultimate behavior not be When the cross sectionstrength is geometrically and could mechanically z ultimate strength behavior could not be z However, they to expressed the biaxial and andIIVH arethe the moment moment of H obtained in the casethe of However, they expressed biaxial IIHH of HH, , IIVV VV, , IIHV HVand VHare symmetric with respect the centerline andprescribed subjectedand tobiaxial obtained in the case of prescribed biaxial H andneutral IHH y expressed the biaxial , prescribed IVV , IHV and biaxial I horiare the moment of vertical bending moment, the axis is always H obtained in the loading, case ofrelationship Instantaneous bending moment-curvature relationship inVH inertiaof ofthe thecross crosssection section givenby by moment resulting in in the difficulty bending moment-curvature inertia given However, they expressed the biaxia Instantaneous neutral axis moment the difficulty zontal and moves onlyloading, verticallyresulting during theincollapse pro nt-curvature relationship in inertia of the cross section given by neutral axis D Instantaneous moment loading, resulting in the difficulty term of secant moduli, and thus the postin determining the ultimate capacity. term of the secant thus the post cess. When crossmoduli, section isand asymmetrically damaged, G (yG, zG) D neutral axis bending in in determining the ultimate capacity. relationship V G (yG, zG) z z- -zGzG moment-curvature moduli,however, and thus the postthe neutral axis rotates and the problem needs V D ultimate strength behavior could notthe beprogressive Based on the observation of ultimate strength behavior could not be in determining the ultimate capacity. zz G (yG, zG) z - zG Based on thebending observation of the progressive termof secant moduli, andV thus the postto be treated as a biaxial problem. The external th behavior could not be z y obtained incollapse the case ofafter prescribed biaxial behavior of the bulk carriers and obtained in the case of prescribed biaxial HH O loads in the heeled condition suffering damages reBased on the observation of the progressive y could not be collapse behavior of the bulk carriers and ultimate Ostrength behavior B quire the biaxial bending calculation Smith and Pegg, H case of prescribed biaxial Instantaneous moment loading, resulting the difficulty tankers with the top-side damage, an Instantaneous moment loading, resulting ininalso. the difficulty B y collapse behavior of the bulk carriers and neutralaxis axis neutral tankers withrepresentation the top-side damage, 2003, gave more explicit of the bendingan obtained inO the case of prescribed biaxia Instantaneous g, resulting in the difficulty DD Fig. 1 Instantaneous neutral axes for the analysis B in determining the ultimate capacity. attempt is made to estimate the ultimate in determining the ultimate capacity. z)G) axes for the analysis moment-curvature relationship, including the centroidal GG(y(y G,G,zG neutral axis Fig. of 1 Instantaneous neutral tankers with damage, an attempt is the made top-side to estimate the ultimate Vresulting V relationship ofneutral bending moments loading, the difficulty incremental Fig. 1 :moment Instantaneous axes for in and D position of neutral axis. However, they expressed the biof incremental relationship of bending moments and he ultimateBased capacity. Based onthe the observation of theprogressive progressive strength in theof sagging condition using on observation the G (yG, zthe ) curvatures. G the analysis of incremental relationship of bending 1 Instantaneous neutral axes for the analysis V strength in thetosagging condition usingofthe Fig. curvatures. attempt is made estimate thein ultimate axial bending moment-curvature relationship term in determining the ultimate capacity. moments andofcurvatures. yymoments and bservation of the progressive of incremental relationship bending collapse behavior of the bulk carriers and elastic cross-sectional properties and the collapse behavior of the bulk carriers andbehavOO secant moduli, and thus the post-ultimate strength elastic cross-sectional properties andthe the curvatures. N Based N strength in the sagging condition using BB 2 on the 2 of the progressive y y ior could not be obtained in the case of prescribed biaxial , IVVN observation I HHN zi 2zG Ai or of the bulk carriers and tankers with with themember top-side damage, an anO critical strength. tankers the top-side damage, i 2yG Ai I HH yii1 yG Ai , IVV zii 1 zG Ai critical member strength. moment loading, resulting in the difficulty in determining collapse behavior of the bulk carriers and elastic cross-sectional properties andB Fig. the i 1 1 theanalysis Fig. 1 Instantaneous neutral axes forithe analysis 1 Instantaneous neutral axes for the top-side damage, an attempt made estimate thesection, ultimate thetotoelastic cross the bending isis For made estimate the ultimate N N N the attempt ultimate capacity. 2 bending 2 For the elastic cross section, the bending incremental relationship and ofofincremental of and IyVHiN y bending y, G IVV zi moments moments z with top-side damage, an of I theIrelationship ytankers the Ai (5) (5) critical member strength. HV GA izi zG G i Ai 1 i-th Instantaneous neutral axesthe forHH I HV Ianalysis y y z z A strength the sagging sagging condition using the the strength the using curvatures. de to estimate the inin ultimate stress at Fig. thecondition element, i, curvatures. and i 1 i G i G ii 1 iVH 1 at the element, i, behavand the moments and i 1 incremental relationship of bending Based on thestress observation of of thei-th progressive collapse attempt is made to estimate the(5)ultimate For the elastic cross section, the bending elastic cross-sectional properties and the Under the pure vertical bending moment of elastic cross-sectional properties and the N saggingiorcondition using the bending relationship curvatures. of the bulk carriers andmoment-curvature tankers with the relationship top-side dam-are are pure moment of(5) bending moment-curvature NNIUnder IVH the y vertical yNGN zi in zbending 2 2Ai sagging HV i Gthe 22 strength the Under the pure vertical bending moment of Case using 1 , , age, an attempt is made to estimate the ultimate strength I y y A I z z A I y y A I z z A , and the i 1 stress at the i-th element, Case 1 (M =0), the horizontal andcondition vertical critical member strength. i critical member strength. H respectively expressed as HH VV HH ii GG ii VV ii GG ii ctional properties and the Case 1 (M =0), the horizontal and vertical i i 1 1 H i 1 i 1and vertical curvatures are given by respectively expressed as cross-sectional (M =0), the horizontal N elastic N in the sagging condition using the H 2 elastic cross-sectional properties 2 , curvatures are given bybending moment For the elastic cross section, the bending For the elastic cross section, the bending Under the pure vertical of and the I y y A I z z A (1) bending moment-curvature relationship are strength. E y y z z N HH VV i G N i properties and thei critical i member G H strength. i i G GV i curvatures are given by (5) i E yi yG H zii 1 zG V (5) 1 (1) IVH zG AAi i member strength. Ii IHV IVH yyi iyyGGzizcritical HV izG I M 1 stress at the i-th element, , and the i111 stress at the i-th element, , and the i H HV V i i Case (M =0), the horizontal and vertical cross section, the bending (6) respectively and expressed as N H H 1 2 I HV MV (6) the(6)bending For the elastic cross section,I the bending stress at the i-th I M and E I I I (5) V V HH cross IVH yi yG zi zG Under A HH VV2the HVelastic For section, HV i Underthe the pure moment of bending moment of I HH M I HHare IVV given Ibending bending moment-curvature relationship are are bending moment-curvature vertical V Vpure Evertical HV by curvatures i-th element, MyHthe EIrelationship element, the bending moment-curvature relation HEI HH (1) i iE, and y zEI Vi1 H and (2) i z G HV HH M iH GEI HV H Eq.Eq.at (6)(1),and to Eq. (1),element, thestress bending (2) Substituting the i-th i, isand the (6) to the bending ship respectively are respectively V expressed Case (MHHSubstituting =0),Eq. thestress horizontal and vertical Case 11 (M =0), the horizontal vertical expressed M expressed asasEIVV pure VH V as EI EIUnder vertical bending of Eq. (6) to the bending (6) moment I HV M(1), nt-curvaturerespectively relationship Substituting Eq. M V are EIVV the 1 H V VH V given and by stress moment-curvature 2 by is given bending relationship are curvatures are given by curvatures are given I MV (1) E IHHigiven Iby where E is Young’s modulus, D is the (1) i E y y z z E y y z z V VV I HV HH and vertical ii GG HH i i Case GG V V 1 (MH =0), the horizontal stress is by (1) i pressed as i i where E is Young’s modulus, D i is the M EI HH EI HV H y yGIIHVIHVHV I HH M (6) MMVVzi zGexpressed HH are (2) and H stiffness 𝜙 of element, 𝜙 (6)as (7) (7) 1i 1yi yGi respectively IEq. zi zto � and and curvatures are given by and V the bending 2 I HH HV (6) G � Substituting (1) Eq. (1), zi zG V M V stiffness 2 EI EI of element, 𝜙 and 𝜙 are 2 I I I M � � (7) VH VV V MV2 V HV IVVI IHVHV I IHH V HH VV HHM V V EE IiIHHHHIVV I HHI I HV y y z z (1) VV E horizontal and vertical curvatures. y and z G G i i G H i G V EIHHHH EI EIHVHVand EI MMHH horizontal HHH yGIand 1 HV M Vz curvatures. (2) (2) (6) is given by G stress i The terms including the cross moment of where E is Young’s vertical modulus, D is the 2 Substituting Eq. (6)including Eq. cross (1), the bending Substituting Eq. (6) toto Eq. (1), bending EIVHare EIVVVVcoordinates terms including the moment of inertia,of IHV , repEI I HHin M (2) terms thethe cross moment E Iof I HV V VH V MMVV EI i G the 1The V VFig. The HH Ithe VV point and are the coordinates of the point G in Fig. 1 yi yG IHV I , represent zi zG I HH the EI HV H inertia, effect of (7) the Jurnal Teknik BKI stiffness of element, 𝜙�strain and 𝜙� stress are (2) stress is givenIby by, HV iinertia, iiis given represent the EIMeffect of the where HV where E is Young’s modulus, D is the V E is Young’s modulus, D the 2 and is the axial increment at the i i is G Edisi 02 Desember 2014 Substituting Eq. (6) to Eq. (1), the bending M EI I HHIVV HI HV HH EIVV V and G is the axial strain increment at the (2) of the axis. HV H neutral yyi irotation yyGGrotation IHVHVof zizthe zGzM IHHHH I I horizontal and vertical curvatures. y and z i G G G EI EI V neutral axis. (7) stiffness of of element, 𝜙 and 𝜙 are stiffness element, 𝜙 and 𝜙 are V M VH VV (7) point G. When y z are given by Eqs. M � � G G � � by by Eqs. stress i iszGgiven ii 22 Jurnal BKIWhen is G.the oung’s modulus, DiTeknik TheIHere, terms includingVV the cross moment of point yG and are given IHHHH IVVIit IHV IVV 46 HVis assumed that the residual hull Edisi 02-Desember 2014 Here, it is assumed the residual hull are the and coordinates of the point G inz Fig. 1 horizontal and vertical curvatures. yGGand and horizontal (3) vertical and (4), curvatures. where Ethat is Young’s modulus, Di is the yi yG y I HV zi zGzGG I HH (7) (4), are lement, 𝜙� and (3)𝜙and inertia, I , represent the effect of the The terms including the cross moment of girder strength in the sagging condition The terms including the cross moment of i M HV � V N N girder strength in the sagging condition I I I2
I IIHVVV IzHV C zG I HH u MVu yC yG HH C yC yG I HV zC zG I HH
(8)
tion of
ltimate given
(8)
V VV D D D HV HH M V DVV VH D HH
V0 V
(12)
On the other hand, when the rotation of The ultimate strength is calculated from the On the other hand, 2 when the rotation of The ultimate strength is calculated from the 2 I IVV I HV(Case 2),u the ultimate value 0 - V curve. (12) DVH Dthe neutral axis is HHfixed (8) Mpeak I HV HV 0 MV u u C (8) MIVuHHIVV DVH D HVof V (12) 2 (Case MV V DVV M D C z I 2), the ultimate y y I z I I I V VV V neutral axis is fixed D D D HV C u G HH HH VV C HV G peak value ofHHthe (8) M D 0 MV - V curve.(12) VH HV D MVu ystrength C yG I HV zC zG I HH C HH to Eq. (8) is given V VV Case V 2:DConstrained Vertical Bending yC yG I HV corresponding zC zG I HH ultimate HH On thecorresponding other hand, when the (8) rotation of The strength to Eq. is given strength is calculated from the Case 2: Constrained Verticalfrom Bending On the by other hand, when the rotation of The ultimate strength is calculated The vertical bending moment isthe applied to On the other hand, when the rotation of The ultimate strength is calculated from the resent the effect of the rotation of the neutral axis. The ultimate strength is calculated from the peak value of neutral axis is fixed (Case 2), the ultimate curve. peak value of the M by V V moment is applied The vertical bending to neutral axis is fixed 2), the ultimate peak IVV (Case curve. value of the M V V u u (9) the M ϕ curve. the cross section with the horizontal M V strength V V neutral axis is fixed (Case 2), the ultimate C corresponding to Eq. (8) is given peak ofcross the MVsection - VVertical curve. Case Constrained Bending u Case2 zCI VV zG (9) value the2: with the horizontal Cuto Mcorresponding Here, it is assumed residual hull isgirder strength strength Eq. (8) given V Case2 that the Case 2: Constrained Vertical Bending z z curvature constrained. Only vertical C G by u corresponding (8) iswhen given The vertical bending moment is applied to 2 MVtoisEq. Case 2:Case Vertical Bending in strength theu sagging condition attained a strength critical 2 :D Constrained Bending Ireduction Constrained 0 Vertical The D curvature constrained. Only vertical HH I VV I HV rate of uthe ultimate (8) VH HV (12) by MV moment M V vertical (9) D V The is applied to rotation VV bending u I curvature is increased, and thus no member theyGlocation , of zc )Cthe reached its ultimate reduction ultimate strength z(G CuyIc HH yThe HV zICVVof rate the cross section with the horizontal D by at C M HH V Case2 The bending moment is applied to rotation due to the of the neutral (9) axis in thevertical zrotation curvature is increased, and no C 2 zG strength, M u I,VVnamely The vertical bending moment is thus applied to the cross secu u the cross section with the horizontal Ito Ithe rotation I HV V D D M u u HH VV (8) 0 of the neutral axis takes place. This VH HV curvature constrained. Only vertical V C due of the neutral axis in the (12) I C rotation (9) MVu Case2 the zother u VV z M D On hand, when the of TheV ultimate strength is Vcalculated from the loading the cross section the horizontal tion the horizontal curvature constrained. Only verC The G I reduction M V Case2 yframework ofVVwith with rate of the ultimate strength of the proposed approximate C z2C z I the neutral axis takes place. This loading D Cz yG HV G HH 0 zIGHH IVV I HV DVHisHH Dincreased, u u curvature constrained. Only vertical C (8) HV (12) curvature and thus no rotation M condition can be simulated by increasing framework of the proposed approximate tical curvature is increased, and thus no rotation of the V M V DVV constrained. V neutral fixed (Case 2),Cthe theratio ultimate curvature Only vertical peak of the curve. The reduction rate ultimate strength rotation neutral theto value V - V yaxis yGis is zof the zG Iby Ito D HHM C due HV the C HHofthe approach given ofaxis Eq.in(8) condition can be simulated by increasing On the other hand, when the rotation of The strength istakes calculated from the (8) ultimate neutral axis takes place. This loading condition can be simThe reduction rateis of the by ultimate strength the neutral axis place. loading curvature isvertical increased, and thus noThis rotation curvature V under the condition approach given the(8)axis ratio of Eq. (8) to ofthe strength corresponding to Eq. is given framework of the proposed approximate curvature is increased, and thus no rotation due to the rotation of the neutral in the Case 2: Constrained Vertical Bending ulated by increasing the vertical curvature ϕ under the On the axis other when 2), the the rotation of The Eq. (9) as ultimate strength calculated V the of vertical curvature VThis under thethe condition neutral is hand, fixed (Case ultimate - issimulated curve. peak value the Mtakes condition can byfrom increasing Vbe Vplace. due to the rotation of the neutral axis in the of the neutral axis loading Eq.uapproach (9) as Onby the other hand, when the rotation of neutral is condition ofthat ϕtakes = 0, place. that is, This loading of H=0, isproposed given by the ratio of Eq. axis (8)of to V is, 2 neutral axis framework of the approximate The vertical bending moment is applied to I2), I HV zC zGthe neutral axis is ultimate fixed (Case the ultimate Mcorresponding peak value of the M curve. HH I VV(8) strength to Eq. is given V V V of =0, that is, the vertical curvature V under the condition H fixed (Case 2), the strength corresponding to Eq. Case 2: Constrained Vertical Bending proposed approximate frameworkuEq. ofu (9)the 2 condition can be simulated by increasing IHVVV IzHV zCI zG M VIVVM V u as yC yGI HH I z I 0 M D D u (9) H HH HV C G HH VV condition can be simulated by increasing (13) approach is given by the ratio of Eq. (8) to CASE2 the cross section with the horizontal by M (8)by is Vgiven u D strength corresponding (8) given C HM that applied 0 =0, is,HHVertical Case 2:ofConstrained Bending Case2 the ratio Eq. yCto yEq. z2Cis (8) zG I to Ithe 0the D The vertical moment is to zCisMzgiven V CASE2 by Hbending HV G I HVof HH VV approach uG M D D (13) vertical curvature under condition V VV V VH V I HH IVV I HV zC(10) zG M (13) Only 0 Eq.u (9) as I V M uu vertical curvature moment under condition curvature constrained. vertical the VD (10) V D DVH VV0 V by MHM yC yG I HV zC zG I(9) IVVthe DHV V CASE2 The vertical bending is applied to HH HH VV (13) the cross section with Eq. (9) as rate M V Case2 The reduction of the ultimate strength is, The solutions C when the location of the critical member that of isH=0, are 0 the horizontal D 2 DVV and zC zG M VH are (10) V increased, Vthus I I I z z curvature is no rotation M Vuu I of =0, that is, HH VV HV C G H (9) The solutions when the of the critical (9) member is cross The solutions are Only VV 2 the section with the horizontal u location M Vu Case2 curvature constrained. vertical Ibe IVV Isame zCIin z1 due toVu the rotation axis the M HH HV z in G and Case assumed theneutral Case V M (14) G yCCthe toyof Ithe D DHV isM H The M V0 ,0 M V DVV V0 (13) D z z HH HV Glocation HV zCof G Icritical HH VV member H C when the CASE2 solutions are u TheMreduction rate of the ultimate strength 0 0 of the neutral axis takes place. This loading yC toyGbe zsame I HHCase IVV 1 and curvature 0 M D D 0 I HVthe assumed Case , (14) V CASE2 H HH HV C zG in M D M D (13) constrained. vertical M V D DHV H increased, VOnlyVV V isVH no rotation ro(10) VV VVand thus Theframework reduction rate the proposed ultimate strength due to thecurvature (14) of of the D 0 2. assumed 0 to the sameapproximate in Case 1the and Case , M The to reduction rate ofbe the ultimate strength DVVVthe VH V0 increasing horizontal bending(14) moment M HDHVisbe due the rotation of the neutral axis in M V M H can (10) V V DVV by condition simulated tation of the2.neutral axis in the framework of the proposed curvature isHincreased, and thusThis nobending rotation M is the horizontal neutral axis takes place. loadingmoment when the is location of the critical is of Thethe solutions are approach by the ratio ofmember Eq. in (8) to 2.given is due theapproach rotation ofgiven the critical neutral axis M is the horizontal bending moment approximate by theapproximate ratio of Eq.the (8) tothe Eq. vertical the horizontal bending moment necessary for connecessary for constraining the horizontal H is framework of theof proposed whentothe location the member is The solutions are curvature V under the condition of the neutral axis takes place. This loading 0 0 necessary for constraining the horizontal can beMhorizontal simulated by increasing assumed be the same CASES in Case 1 and Case condition (14)ultimate strength (9)Eq. as (9) astoANALYSES The M H straining DHV V , the DVV Vcurvature. Vconstraining necessary the horizontal framework of the theby proposed approximate ultimate strength strength is assumed3. to be same inratio Caseof 1Eq. and(8) Case approach isANALYSES given theCASES to of ,is for (14) MHH=0, strength Dcurvature. V0is, MThe V0 the HV V DVV that 3. calculated from peak value of the 2 condition can be The simulated by increasing curvature. ultimate strength strength is MV - ϕV 2. 3. ANALYSES CASES the vertical curvature under the condition I I I z z V M Vu HH VV HV Bending C G Case 1: Pure Vertical curvature. The ultimate strength strength is M is the horizontal bending moment H given by the ratio of Eq. (8) to approach curve. Comparing 1 and value Case 2,ofthe calculated fromCase thebending peak theinfluence MV-V of the 2. M(9) u as is Eq. horizontal moment M 1: Pure zC Bending yG Vertical I HV zBending IVV DHH DHV 0 under Case Pure MH yC1: V CASE2 H is the G I HH (13) the vertical curvature the condition Case Vertical V calculated from the peak value of the =0, that is, of (10) rotation of the neutral axis on the residual vertical to H calculated fromthe peak value of the MV-VMV-Vbending The verticalI bending moment is applied Dfor constraining 2 necessary the 1horizontal Eq. M V curve. DVV V0 Case z(10) Comparing and Case 2, the VH M Vu (9) as HH I VV I HV C zG TheThe vertical bending is applied applied necessary foris, constraining strength can be examined.the horizontal vertical bending moment moment is toto of =0, that H 3. uANALYSES CASES curve. Comparing Case 1 and (13) Case M Vu the cross Comparing 1 andstrength Case 2, isthe 2, the yC section yGI IIHV with IVV M H curve. DHV 0 Case 2C zGno the DThe strength I HHconstraint oncurvature. HH ultimate CASE2 Izmember M VANALYSES HH VV critical HV C zG is to influence when the the location of CASES theof critical is zassumed be solutions of the rotation of the neutral axis 3. when location the member The are 0 crosssection sectionwith with no no constraint constraint on ultimate strength is thethe cross oncurvature. the M V influence DThe DVVthe the (10) VH M Vu1:inPure of rotation of thestrength neutral axis zC zG In IVV case, 0V rotation M D D the IBending I HH this influence of of the neutral axis H The HH HV C yCase Gcurvature. HV 2. theCase same CaseVertical 1 yand analysis procedures common for all cases are summa(13) horizontal the CASE2 calculated from thepeak value of the MVstrength - V on 0 residual the D vertical 0 0 bending (14) Case 1: Pure Vertical Bending the can assumed to be the same in Case 1 and Case , M M D horizontal curvature. In this case, the MH V rized D D HV V V V VV V horizontal curvature. In this case, calculated from the peak value of the M (10) VH VV V V as, onon thethe residual vertical bending strength can can whenvertical thehorizontal location of the critical member is vertical The solutions are The bending moment applied to residual vertical bending strength curvature asiswell as the curve. Comparing Case 1 and Caseinto 2, elements the vertical bending momentas applied tovertical be examined. 3. The Analyses Cases 1. the Subdivide the cross-section composed horizontal curvature asiswell well as the 2. horizontal curvature asCase the vertical M is horizontal bending moment Hsolutions 0 are 0 curve. Comparing Case 1 and Case 2, the be examined. when the location of the critical member is The assumed to be the same in Case 1 and , (14) M D M D the crosscurvature section with no constraint on the be examined. H HV V V VV V of stiffener and attached plating. is isinduced under condition influence of the rotation of the neutral axis for all curvature induced under the the ofof The the crosscurvature section with no constraint oncondition the necessary analysis procedures common 0 0the The analysis procedures common for all relationship issame induced under the condition of for constraining horizontal influence of the rotation of the neutral axis assumed to be the in Case 1 and Case , (14) Case 1 : Pure Vertical Bending 2. Derive the average stress-average strain M D M D 2. H HV Vanalysis V VV V horizontal In this case, the to The procedures common for all M is the horizontal bending moment H MHMcurvature. =0. The incremental equation be =0. The incremental equation to be on the residual vertical bending strength can H horizontal curvature. In this case, the cases are summarized as, of individual elements, considering the 3. ANALYSES CASES cases are summarized as, =0. The asincremental equation to MHcurvature curvature. Theare ultimate strength strength is influences of 2. on be the residual vertical bending strength can M is the horizontal bending moment horizontal well as the vertical cases summarized as, H necessary for constraining the horizontal is moment The verticalsolved bending is applied to the cross secbuckling and yielding. solved is horizontal curvature as well as the vertical be examined. 1. 1. Subdivide the the cross-section into elements Subdivide cross-section into elements Case 1: Pure Vertical Bending solved is be examined. calculated from the peak value of horizontal the Minto V-of V individual eletion with no constraint on the horizontal curvature. In this 3. Calculate the tangential stiffness 3. ANALYSES CASES curvature is induced under the condition of 1. Subdivide the cross-section necessary for constraining the DHH DD curvature. Theprocedures ultimate strength strength iselements 0 0 DHH (11) HVHV HH The analysis common for all (11) composed of stiffener and attached plating. under applied curvature the condition of composed of stiffener and attached plating. The bending moment to curva0 case, thevertical horizontal as well as the vertical ments, from the average stress-average strain curve is0induced curvature is DVH D DHH The procedures for all 3. HANALYSES curve. Comparing Case 1 common andand Case 2, the VM VH0V V CASES HVVV M DD (11) analysis Case 1: Pure Vertical incremental VH Bending VV M =0. The to be calculated curvature. The ultimate strength strength is composed of stiffener attached plating. D equation from the peak value of the M 0 M =0. The increture is induced under the condition of at the present strain. Vstrain V 2. Derive the the average stress-average are summarized as, V H on M V incremental DVV constraint =0. The be cases M Derive average stress-average strain the section with no the D equation VH H cross where the superscript '0' toindicates a a are2. cases summarized as, Case 1: Pure Vertical Bending influence of the rotation of the neutral axis mental equation to be solved is 4. Calculate the centroidal position of strain the instantaThe vertical bending moment is applied to where the superscript '0' indicates solved is 2. Derive the average stress-average calculated from the peak value of the M V V relationship of individual elements, curve. Comparing Caseof1 and Case 2, the 1. Subdivide the cross-section into elements solved iswhere relationship individual elements, horizontal curvature. In this case, the the superscript '0' indicates a neous neutral axis y and z . prescribed value. The solutions areto 1. G into G Subdivide thevertical cross-section elements The vertical bending moment is applied theconsidering residual bending strength can the section constraint onare the on solutions DHVwith relationship of individual elements, 0cross prescribed D value. Hno The theCase influences of buckling and curve. Comparing 1ofattached and Case 2, axis HH (11) influence of the rotation the neutral 5. Evaluate the flexural stiffness ofthe the cross composed of stiffener and plating. 0 prescribed D D D considering the influences of buckling and section 0 horizontal curvature as well as the vertical value. The solutions are HH HV HV H0 , (11) M D D composed of stiffener and attached plating. the with constraint on the cross 0 Vno V VH be examined. H V section DVVHV horizontal curvature. In this case, the (11) with respect to the instantaneous neutral axis. 0 considering thebending influences of buckling and D influence of the rotation of the strength neutral axis V V, on theyielding. residual vertical can M V DHVH D VV HH 2. Derive the average stress-average strain D yielding. curvature is induced under the condition of 0, HV 6. the Calculate the stress-average unknown increments Hcurvature superscript D HH as Derive average strain horizontal curvature. case, thea 2. where the '0'this The analysis procedures common for allof curvature and/ V In horizontal well asindicates the vertical yielding. on the residual vertical bending strength can D HH be examined. where the superscript '0' indicates a where the superscript ‘0’ indicates a prescribed value. The or bending moment under specified relationship of individual elements, condition. M H =0. The incremental equation to be relationship of the individual elements, horizontal curvature as well as the vertical prescribed value. The solutions are are7. summarized as,strain increment curvature solutions are is induced under the condition of cases Calculate individual elements be examined. The analysis procedures common forinand all prescribed value. The solutions are considering the influences of buckling solved is from the curvature increment and then the stress inD considering the influences of buckling and curvature is induced under the condition of 1. Subdivide the cross-section into elements , M =0. The equation to be The analysis procedures common for all HH D HV V0incremental cases are summarized as, the slope of average stress-average crement using yielding. HV , HV H DHHV0 D H0 DHH The incremental be yielding. M composed of stiffener and plating. DHH H =0. 0 equation to(11) solved is strain curve. cases are summarized as, attached 1. Subdivide the cross-section into elements M V DVH DVV V DVH D HV 0 Addaverage the obtained incrementsstrain of curvature, bending (12) 2. Derive8. the solved stress-average DHV HV DVVD M0V is HH (11) 1. Subdivide the cross-section into elements composed of stiffener and attached plating. D the where superscript '0' indicates a (12) moment as well as strains and stresses of the eleD 0 DHH M VH VV V 0 V D D relationship of individual elements, HH HV H (11) 2. Derive the of stiffener attached plating. Jurnal Teknik BKI ultimate averageand stress-average strain is prescribed solutions are from the composed The strength M V Dvalue. DVVThe V0 calculated VH Edisi 02- Desember 2014 where the superscript '0' indicates a considering the influences of buckling and 2. Derive the average stress-average strain relationship of individual elements, D 0 , M - curve. HVof the peak V V '0' indicates a H value the superscript where V prescribed yielding. Jurnal Teknik BKI D HHvalue. The solutions are 47 relationship theofinfluences individual elements, considering of buckling and 2014 Edisi 02-Desember Case 2: Constrained Vertical Bending prescribed value. The solutions are D H HV V0 , considering the influences of buckling and D HH The vertical bending moment is applied to yielding.
ments to their cumulative values. 9. Calculate the position of the neutral axis with respect to the cumulative values of stress and strain. 10. Proceed to the next incremental step.
4. Result And Discussion Fig. 4 shows a comparison of the ultimate strength obtained by Eq. (8) and the result of the progressive collapse analysis. Two locations of the critical deck elements are considered as shown in Figs. 2 and 3. B1, B2 : L1 at the center line, and L2 at the hatch coaming
ss of the :: LL11 at the damaged ess of onT2 at side the center center line, line, and and LL22 at at the the T2
verage of from the damaged side shell verage T2distance distance of B/4 B/4line, from side shell : L1 at the center andthe L2 atdamaged the distance of B/4 from
damaged side shell L1 of bulk carriers, the resent theFor the present For the location location L1 of bulk carriers, the
of of the the
strength of the element isis Forultimate the location L1 of bulk the ultimate strength ultimate strength of carriers, the critical critical element of the critical element is evaluated by using that of the evaluated evaluated by by using using that that of of the the element element at at LL22.. element at L2. LL11
of of the the
LL22
the the
o
nts nts of of under under
nt nt in in
vature vature
Fig. Fig.22Damage Damagecase caseand andcritical criticalelement elementlocation locationfor forbulk bulk carrier carrier
Fig. 2 : Damage case and critical element location for bulk carrier
ement rement
LL11
verage verage
LL22
ts ts of of
ell ell as as
oo their their
al al axis axis
Fig. 3 Damage case and critical element location for oil tanker
Fig. 3 Damage case and critical element location for oil tanker Fig. 3 : Damage case and critical element location for carrier carrier oil tanker Jurnal Teknik BKI
ues ultimate strengths of 02 - Desember 2014 ues of of The The Edisi ultimate strengths of B1, B1, B2 B2 and and T2 T2
ep. ep.
obtained for the for BKI the four four different different damage damage Jurnal Teknik 48obtained Edisi 02-Desember 2014
extents extents are are summarized summarized in in Fig. Fig. 4. 4. ItIt isis found found
The ultimate strengths of B1, B2 and T2 obtained for the four different damage extents are summarized in Fig. 4. It is found that Eq. (8) gives an estimate of the ultimate strength which is in good agreement with the result of the progressive collapse analysis. For bulk carriers, the critical element at the location L2 gives a better estimate of the ultimate strength. This is consistent with the observed collapse behavior in which the ultimate strength is attained when the topside tank region of the damaged side almost fully failed. The location L1 cannot well take account of the effect of the horizontal curvature induced by MV, resulting in a slight overestimate of the strength. In the case of tankers, the location L1 gives a better estimate of the residual strength than L2. This is also consistent with the failure behavior of T2 in which the ultimate strength is attained when the deck part almost fully failed. Fig.5 compares the reduction rates of the ultimate strength due to the rotation of the neutral axis, obtained by Eq. (10) and the progressive collapse analysis. The influence of the rotation of the neutral axis is larger for a larger damage extent in general. For the case of subject ships and damages under consideration, the influence is larger in bulk carriers than in tankers. Eq. (10) gives a relatively good estimate of the reduction rate. It can be a good basis of a rational expression of the influence of the rotation of the neutral axis on the reserved hull girder strength, as required in ship structural rule (IACS, 2012). More systematic analyses are definitely needed to develop the formula having larger applicability in ship types and damaged cases.
5. Conclusions The ultimate strength of asymmetrically damaged ships has been analyzed by the simplified approach presented incremental procedures under sagging condition. The influence of the rotation of the neutral axis due to asymmetric damages on the ultimate strength has been discussed. A simplified approach to estimate the ultimate strength of damaged ships under the sagging condition has been proposed. The following conclusions can be drawn : 1. The rotation of the neutral axis has a significant influence on the ultimate strength of asymmetrically damaged ships. 2. For the subject ships with the specified top-side damages, the effect of the rotation of the neutral axis on the ultimate strength is about 8% at max-
axis, obtained by Eq. (10) and the
cases.
progressive collapse analysis. The influence of the rotation of the neutral 6 (×10is6 kNm) axis larger for a larger damage extent in (×10 kNm)
HULLST
HULLST
Estimate by Eq. (8)
Estimate by Eq. (8)
(×106 kNm)
(×106 kNm) (a) Location L1
(b) Location L2
Fig. 4 : Comparison of the ultimate strength MV between the simplified method and the progress collapse analysis
(a) Location L1
(b) Location L2
Fig. 4 Comparison of the ultimate strength MV between the simplified method and the progress collapse analysis HULLST
HULLST MVCASE 1 / M VCASE 2
Estimate by Eq. (10)
Estimate by Eq. (10)
Fig. 5 : Comparison of reduction ratio of the ultimate strength due to the rotation of neutral axis between the simplified method progress collapse analysis 1/Case Fig. 5 Comparison of reduction ratio ofand thethe ultimate strength due to the(Case rotation of 2) neutral axis between
simplified method and the progress collapse analysis (Case 1/Case 2)
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
for
the
5. CONCLUSIONS
maximum and smaller
The ultimate strength of asymmetrically
damage extent. The reduction 49rate Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
smaller
imum and smaller for smaller damage extent. The reduction rate depends on the damage extent and location. 3. The ultimate strength of asymmetrically damaged ships under the sagging bending moment can be predicted using the elastic cross-sectional properties and the critical member strength with a reasonable accuracy.
References International Maritime Organization, Goal-Based New Ship Construction Standards, MSC 86/5, 2009. Paik, J.K., Thayamballi, A.K., and Yang, S.H., Residual Strength
Assessment of Ships after Collision and Grounding, Marine Technology, Vol. 35, pp. 38-54, 1998. Notaro, G., Kippenes, J., Amlashi, H., Russo, M., and Steen, E. Residual Hull Girder Strength of Ships with Collision or Grounding Damages, Proc. 11th Int. Sym. on Practical Design of Ships and Other Floating Structures, PRADS2010, Rio de Janeiro, Brazil, pp. 941-951, 2010. Smith, C.S., Influence of Local Compression Failure on Ultimate Longitudinal Strength of a Ship’s Hull, Proc. Int. Sym on Practical Design of Shipbuilding, PRADS, Tokyo, Japan, pp. 73-79, 1977. Smith, M.J., and Pegg, N.G., Automated Assessment of Ultimate Hull Girder Strength, J Offshore Mechanics and Arctic Engineering, Vol. 125, pp. 211-218, 2003. International Association of Classification Societies, Draft Harmonized CSR, 2012.
N LAMBUNG KAPAL PASCA KERUSAKAN SHIP HULL STRENGTH AFTER DAMAGED
apalan Muhammad Zubair Muis Alie, Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,
[email protected] Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
50
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL TANKER YANG BERLAYAR DI PERAIRAN INDONESIA Siti Komariyah, Fredhi Agung Prasetyo, Mohammad Arif Kurniawan
Abstract The initial study to estimate corosion rate of ship structures in which operate in Indonesian waterways has been started. The thickness deduction of structural elements data of crude oil tanker which is operate in this area have been collected from thickness measurement reports in which collected during her periodic surveys from more than 4500 points. Common statictical analysis is used to review the variation of plate thickness reduction in each part of ship structural members. In advanced, this analysis is valuable data for ship structure design process, ship inspection and maintenance planning in correlation with corrosion allowance. Keywords : corrosion allowance, corrosion rate, thickness measurement
1. Pendahuluan
menggunakan prosentase untuk bagian konstruksi kapal.
engurangan kekuatan struktur kapal yang telah beroperasi beberapa tahun sebagian besar disebabkan karena masalah korosi dan kelelahan. Pengurangan ini berbanding lurus dengan bertambahnya usia kapal. Karena umur struktur lambung sangat dipengaruhi kedua hal tersebut maka penentuan corrosion allowance pada tahap desain serta penentuan jadwal perawatan sesuai dengan kondisi kapal memegang peranan penting agar kapal tersebut mencapai umur desainnya serta tingkat keekonomisannya masih terjaga.
Pada tulisan ini dipaparkan kajian mengenai pengurangan tebal pelat pada ruang muat kapal tanker klas BKI yang beroperasi di perairan Indonesia dengan menggunakan metode statistik. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan corrosion rate hasil penelitian sebelumnya. Beberapa prosedur terhadap proses klasifikasi yang berhubungan dengan data corrosion rate pelat konstruksi kapal juga diusulkan untuk dapat dilaksanakan bagi kapal klas BKI.
Banyak peneliti telah melakukan penelitian mengenai laju korosi pada struktur kapal yang beroperasi pada seluruh jalur pelayaran dunia (worlwide). Beberapa peneliti tersebut sebagian besar terafiliasi dengan badan klasifikasi Internasional, seperti ABS[6][7], KR[8] dan lain lain. Selain itu, mereka juga tergabung pada aliasi tertentu seperti TSCF. Menunjuk pada hasil yang telah didapatkan, maka secara spesifik laju korosi untuk kapal kapal khususnya klas BKI dan juga beroperasi di perairan Indonesia tidak/belum pernah diteliti. Hal ini berakibat ketiadaan acuan umum batas pengurangan tebal pelat konstruksi kapal klas BKI dan juga yang beroperasi di perairan Indonesia, tidak seperti halnya badan klasifikasi Internasional yang lain yang telah menggunakan acuan umum batas pengurangan ketebalan pelat kontruksi kapal, contohnya ; ABS dengan
Korosi Pada Kapal Tanker
P
2. Tinjauan Pustaka
Ada empat tipe korosi yang sering terjadi pada structural member geladak dan ruang muat kapal tanker [1] yaitu general corrosion, grooving corrosion, pitting corrosion dan edge corrosion. General corrosion terjadi secara merata pada permukaan yang tidak dilindungi. Secara tampak mata, pengurangan tebal karena proses korosi jenis ini sulit diprediksi karena tertutupi oleh kerak karat. Akumulasi dari general corrosion ini dapat menyebabkan perlunya penggantian pelat. grooving corrosion biasanya disebut ‘inline pitting attack’, sering ditemui pada las-lasan terutama pada daerah HAZ. Korosi ini disebabkan karena arus galvanis yang terjadi
51
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
tergantung darimetalografi kegunaan antara tangki.daerah Misalnya karena perbedaan struktur HAZ dan logam dasar. Grooving corrosion dapat menyebabkan pada tangki muat, metode dan frekuensi konsentrasi tegangan dan selanjutnya mempercepat prospembersihan tanki sertaditemukan kadar sulfur sangat es korosi. Grooving corrosion dapat dalam logam dasar di mana lapisan telah tergores atau logam itu berpengaruh pada korosi. sendiri telah rusak secara mekanis. Pitting corrosion merupakan korosi lokal yang biasanya Mekanisme Korosi Pada Pelat Geladak disebabkan karena kerusakan coating pada lokal area. Pada permukaan yang dicat, penyebarannya bisa ke dalam Teratas Ruang Muat pelat dan memiliki diameter yang kecil sedangkan untuk Ruang muat kapal tanker pada vapor space permukaan yang tidak dicat, korosi ini akan membentuk Gambar 1 : Penampang melintang crude oil tanker [2] sumuran dengan diameter yang lebar tetapi tidak dalam merupakan lingkungan yang korosif karena Gambar 1. Penampang melintang crude oil dan akan tampak sama dengan korosi general. Pitting corpada daerah tersebut mengandung gas botinert dipercepat oleh sulfur dioksida (SO ) dan hidrogen sulfida rosion sering ditemui pada pelat alas dalam (innner tanker [2] 2 tom), pelat yang alas dan permukaan-permukaan pelatcampuran horison- (H2S). Unsur sulfur akan mengendap pada pelat ketika termerupakan tal. bentuk FeOOH pada lingkungan yang mengandung H2S bermacam-macam gas yang dapat dan H O. Hasil dari proses korosi ini yaitu endapan S akan Mekanisme terjadinya korosi pada bagian 2 Edge corrosion adalah korosi yang terjadi secara lokal pada mudah dikelupas karena terdistribusi secara berlapis. Karemempertahankan kadar oksigen dalam pelat geladak sama dengan reaksi ujung pelat, stiffener, girder, web maupun disekitar bu- nabawah lapisan karat ini tidak berfungsi sebagai pelindung, laju prosentase rendah untuk mencegah kaan. Pada penelitian ini korosi yang akan dibahas adalah korosi tidak terhambat oleh lapisan karat sehingga proses korosi atmosfer, bedanya hanya dipercepat korosi general yaitu pengurangan karena korosi(H ter-S) korosi akan terus berlangsung [2][3]. terjadinya ledakan dantebal hidrogen sulfida 2 oleh sulfur dioksida (SO2) dan hidrogen jadi secara merata.
yang merupakan gas hasil penguapan minyak Mekanisme Korosi Pada Pelat Alas Ruang Muat sulfida (H2S). Unsur sulfur akan mengendap Mekanismementah. terjadinya korosi padakimia kapal gas tanker sangat Komposisi inert pada pada pelatterjadinya ketika korosi terbentuk kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor Mekanisme pada FeOOH pelat alaspada ruang muat vapor space secara umum adalah ini akan berbeda tergantung dari kegunaan tangki. Misal- kapal tanker berbeda dengan pada pelat geladak. lingkungan yang mengandung H2S dan H2O. Pada nya pada tangki muat, metode dan frekuensi pembersihan pelat alas korosi yang terjadi adalah pitting corrosion se13%CO2-5%O2-5%H2O-0.2%H2SHasil dari korosi ini yaitu endapan S tanki serta kadar sulfur sangat berpengaruh pada korosi. dangkan padaproses pelat geladak adalah korosi merata. 0.01%SOx-N2 bal (Gambar. 1). Atmosfer akan mudah dikelupas karena terdistribusi Mekanisme Korosi Pada Pelat Geladak Teratas Ruang Muat Pelat alas ditutupi oleh ‘oil coat’ yang bisa berfungsi seyang korosif tersebut serta paparan siklis secara berlapis. Karena lapisan karat ini tidak bagai perlindungan terhadap korosi. Tumpukan endapan, kondisi basah dan akibatmerupakan perubahan Crude Oil Washing dan lain-lain dapat menyebabkan kerRuang muat kapal tanker padakering vapor space berfungsi sebagai pelindung, laju korosi tidak lingkungan yang korosif karena pada daerah tersebut usakan pada ‘oil coat’ yang dapat mengakibtanya terjadtemperatur pada waktu siang (35-60°C) dan terhambat oleh lapisan sehingga proses mengandung gas inert yang merupakan campuran ber- inya korosi pitting. Pada airkarat laut, akan terbentuk micro-cell macam-macam gas yang dapat mempertahankan kadar malam hari (5-25°C) akan menyebabkan dimana daerah dengan perlindungan yang rendah akan korosi akan terus berlangsung [2][3]. oksigen dalam prosentase rendah untuk mencegah terjad- menjadi anoda sedangkan ‘oil coat’ dan endapan akan pelat geladak mengalami korosi. inya ledakan dan hidrogen sulfida (H2S) yang merupakan gas hasil penguapan minyak mentah. Komposisi kimia gas inert pada vapor space secara umum adalah 13%CO25%O2-5%H2O-0.2%H2S- 0.01%SOx-N2 bal (Gambar. 1). Atmosfer yang korosif tersebut serta paparan siklis kondisi basah dan kering akibat perubahan temperatur pada waktu siang (35-60°C) dan malam hari (5-25°C) akan menyebabkan pelat geladak mengalami korosi.
Mekanisme terjadinya korosi pada bagian bawah pelat geladak sama dengan reaksi korosi atmosfer, bedanya hanya Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
52
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
menjadi katoda, dan pitting corrosion akan berlangsung [4]. Untuk permukaan inner bottom plate yang dilindungi oleh cat zinc-primer, jumlah pitting corrosion berkurang jauh dibandingkan dengan yang tidak di cat [5]. Pengurangan tebal pada pelat alas ruang muat kapal tanker biasanya disebabkan karena pitting corrosion, yang terjadi karena beberapa hal, misalnya air laut yang terkonsentrasi pada satu tempat, cacat pada ‘oil coat’, adanya oxidizer misalnya iron oxide, iron sulfide dll [4].
Gambar 2 : Mekanisme korosi pada pelat geladak ruang muat kapal tanker [3]
geladak kapal tanker [3] waktu (a). Asumsi Model Laju KorosiGambar 2. Mekanisme korosi pada pelat na korosiruang terjadimuat secara linier terhadap ini umum dan sering digunakan dalam analisa kekuatan Gambar 3 menunjukkan model perkembangan korosi struktur. Model kedua seperti pada (b) dimana pengurandaerah perlindungan Mekanisme Alas Ruang dimana yang digunakan untuk Korosi menilai Pada suatuPelat kondisi struktur[6]. gan tebal karenadengan korosi meningkat dan yang melonjak secara Perkembangan korosi dibagi menjadi dua. Tahap pertama drastis terhadap waktu. Model terakhir adalah rendah akan menjadi anoda sedangkan ‘oil penguranMuat adalah ketika coating masih berfungsi dengan baik se- gan tebal meningkat terhadap waktu dan akan menurun Mekanisme terjadinya korosi alas coat’ endapan akanoleh menjadi katoda, bagai penghambat korosi, sehingga padapada tahappelat ini korosi ketikadan struktur tertutupi produk korosidan misalnya kerak belum terjadi. Tahap kedua, padatanker tahap kondisi su- pitting karat, scale dan rust. akan berlangsung [4]. ruang muat kapal berbedacoating dengan corrosion dah menurun sehingga fungsi sebagai perlindungan koropada pelat geladak. pelat alas perkemkorosi Untuk plate yang engineering si berkurang. Pada tahap ini ada Pada tiga tipe model Dalam permukaan menentukaninner laju bottom korosi, tradisional bangan korosi. and analysisoleh menggunakan metode simplified yang terjadi adalah pitting corrosion dilindungi cat zinc-primer, jumlah deterministic approach untuk menghitung proses tersebut yang sedangkan pada pelat adalah korosi corrosion berkurang jauh addition. Model pertama pengurangan tebalgeladak yang disebabkan kare- pitting menghasilkan nilai nominal sebagian corrosion merata.
dibandingkan dengan yang tidak di cat [5].
Pelat alas ditutupi oleh ‘oil coat’ yang bisa
Pengurangan tebal pada pelat alas ruang
berfungsi sebagai perlindungan terhadap
muat kapal tanker biasanya disebabkan
korosi. Tumpukan endapan, Crude Oil
karena pitting corrosion, yang terjadi karena
Washing dan lain-lain dapat menyebabkan
beberapa hal,
kerusakan pada ‘oil coat’ yang dapat
terkonsentrasi pada satu tempat, cacat pada
mengakibtanya terjadinya korosi pitting.
‘oil coat’, adanya oxidizer misalnya iron
Pada air laut, akan terbentuk micro-cell
oxide, iron sulfide dll [4].
misalnya air laut
yang
Gambar3.3 Mekanisme : Mekanismepitting pitting corrosion corrosion pada [3][3] Gambar pada pelat pelatalas alasruang ruangmuat muatkapal kapaltanker tanker
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
MODEL LAJU KOROSI Gambar
3
menunjukkan
model
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
53
waktu dan akan menurun ketika struktur
lebih besar dari hasil yang dipublikasikan oleh
tertutupi oleh produk korosi misalnya kerak
TSCF.
karat, scale dan rust.
isme pitting corrosion pada pelat alas ruang muat kapal tanker [3] Penelitian Paik Dalam menentukan laju korosi, tradisional kapal
tanker
et al [8] pada tanki ballast dan
kapal
bulk
carrier
engineering and analysis menggunakan menunjukkan bahwa laju korosi per tahun
ROSI
metode simplified deterministic approach adalah 0.0466-0.0823 mm, dan laju korosi
nunjukkan
model
yang digunakan untuk
ondisi
struktur[6].
dibagi menjadi dua. ketika coating masih sebagai penghambat
tahap ini korosi belum pada tahap kondisi
run sehingga fungsi
untuk menghitung proses tersebut yang dipengaruhi oleh kondisi coating pada tangki menghasilkan
nilai
nominal
sebagain yang bersangkutan. Kemudian, Paik et al.
corrosion addition. Pendekatan lebih rasional juga mengusulkan suatu persamaan untuk adalah dengan memodelkan probabilitas menentukan corrosion margin untuk struktur ketidakpastian
menggunakan tanki ballast.
reliability-based format. Awalnya structural reliability
approach
digunakan
untuk 3. ANALISA DATA
menentukan safety factor. Metode ini terus Data-data tebal pelat diambil dari kapal dikembangkan dan terbaru adalah time single hull crude Oil Tanker kelas BKI yang variant
reliability
menggambarkan
approach secara
yang dibangun menggunakan baja normal strength ekpilisit grade
A
dengan
komposisi
karbon
ketidakpastian dalam structural deterioration maksimum 0,21, Mn min 2,5xC , Si Gambar 4 : Perkembangan korosi [7]. Gambar Metode ini3.cocok digunakan untukkorosi maksimum 0,50, P max 0,035, S max 0,035. Perkembangan
menilai struktur baik bangunan Kapal hampir 97% menggunakan sepanjang Pendekatan lebih rasional adalah dengan kapal memodelkan Oil baru Tanker kelastersebut BKI yang dibangun baja
orosi berkurang. Pada probabilitas ketidakpastian menggunakan normal A dengan komposisi karbon makmaupun kapal reliability-based yang telah beroperasi serta strength tahunnyagrade beroperasi didaerah perairan
Awalnya structural reliability approach digunakan simum 0,21, Mn min 2,5xC , Si maksimum 0,50, P max rencana perbaikan atau inspeksi dan Indonesia. modelformat. perkembangan Model pertama pengurangan yang untuk menentukan safety factor. Metode ini terus dikem- 0,035, Stebal max 0,035. Kapal tersebut hampir 97% sepanjang
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
54
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
0.000001 0.0000001
P EX (log scale)
P EX (log scale)
pengembangan design baru. bangkan dan terbaru adalah time variant reliability ap- tahunnya beroperasi didaerah perairan Indonesia. disebabkan karena korosi terjadi secara linier Tabel 1. Komposisi kimia pelat baja normal proach yang menggambarkan secara ekpilisit ketidakpastian dalam structural deterioration [7]. Metode ini cocoklaju korosi Ada beberapa studi mengenai Cmax Mnmin Simax Pmax Smax terhadap waktu (a). Asumsi ini umum dan 0,21 2,5 x C 0,50 0,035 0,035 digunakan untuk menilai struktur kapal baik bangunan yang telah dilakukan, salah satunya adalah baru maupun kapal yang telah beroperasi serta rencana 1 : Komposisi kimia pelat baja normal sering dalam database analisaTabel kekuatan Wang digunakan et al [6], berdasarkan perbaikan atau inspeksi dan pengembangan design baru. Ketebalan pelat konstruksi kapal diperoleh pengukuran ketebalanyang pelat,telah yang kemudian Ketebalandari pelat kapal diperoleh Ada beberapa studi mengenai laju Model korosi hasilkonstruksi pengukuran ketebalan pelat dari kapalhasil penstruktur. kedua seperti pada (b) gukuran ketebalan pelat kapal yang dilaksanakan oleh dilakukan, salah satunya adalah Wang al korosi [6], berdasardianalisa danetlaju dapat diasumsikan yang dilaksanakan oleh perusahan yang telah perusahan telah diakui dan mendapat pengakuan kan database pengukuran ketebalan pelat,metode yang kemudian dimana pengurangan karena yang korosi menggunakan Weibulltebal distribution. sebuah garis lurus hanya untuk ECMW diakui dan mendapat pengakuan (approved) (approved) dari BKI pada saat kapal melaksanakan survey dianalisa dan laju korosi dapat diasumsikan menggunakan Dimana, laju korosi untuk struktur bangunan data, sedangkan keakurasian BMKG leb seperti survey, intermediate survey atau BKIspecial pada saat kapal melaksanakan metode Weibull distribution. Dimana, laju untuk periodik meningkat dankorosi melonjak secaradari drastis laut yang dihitung dengan asumsi tersebut rendah + 10%. docking survey. Data dikumpulkan dari 5000 titik pada struktur bangunan laut yang dihitung dengan asumsi sebuah garis lurus hany terhadap waktu. Model terakhir denganadalah panjang bervariasi antara 200 sampai 250 tersebut lebih besar dari hasil yang dipublikasikan oleh kapal sedangkan keakuras meter, dengan umur antara 20-30 tahun ketika data, pengukuTSCF. Dari beberapa kesimpulan diatas, mak pengurangan tebal meningkat terhadap rendah( + 500 10%. ran ketebalan dilakukan. Sejumlah data pengukuran beberapa haldata, sebagai berikut diperluka titik) diabaikan dan dikeluarkan dari sampel karena Penelitian Paik et al [8] pada tanki ballast kapal tanker dan kapal bulk carrier menunjukkan bahwa laju korosi per ketidak validan data, seperti hasil pengukuran tebal pelat Dari1 beberapa kesimpu tahun adalah 0.0466-0.0823 mm, dan laju korosi dipen- terdahulu lebih kecil dibandingkan setelahnya, meskipun 0 1 2 3 4 beberapa hal sebagai b garuhi oleh kondisi coating pada tangki yang bersangku- pelat konstruksi tidak diganti. 0.1 tan. Kemudian, Paik et al. juga mengusulkan suatu persa1 0.01 pelat maan untuk menentukan corrosion margin untuk struktur Pengurangan tebal pelat dihitung dari selisih tebal 0 yang diukur ketika kapal docking dengan pengukuran 0.1 tanki ballast. 0.001 tebal pelat pada periode docking sebelumnya, dengan asumsi bahwa korosi yang terjadi pada pelat adalah korosi 0.01 3. Analisa Data 0.0001 merata. Untuk pelat yang sudah diganti, data pengukuini. Sesuai 0.001 0.00001 Data-data tebal pelat diambil dari kapal single hull crude ran tebal tidak dimasukkan dalam perhitungan 0.0001 0.00001
Gambar 6 Comparison of0.000001 cumulative
Standard deviasi pada ketiga lokasi konstruksi kapal yang terpilih memiliki nilai yang hampir sama. Ketiga lokasi tersebut memiliki laju rata rata pengurangan tebal pelat pertahun lebih cepat dibandingkan hasil dari Wang[6], kecuali pada bagian pelat alas.
4. Hasil Dan Pembahasan survey periodik seperti special survey, Hasil estimasi laju korosi rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan intermediate maksimum untuk pelat sisi survey ataugeladak, dockingpelat survey. dan pelat alas pada ruang muat kapal tanker single hull Data dikumpulkan dari +5000 titik pada seperti yang terdapat pada Tabel 2. kapal dengan panjang bervariasi antara 200
Dari Tabel 2 terlihat penurunan tebal antara korosi20-30 bersampaibahwa 250 meter, dengan umur beda-beda tergantung dari posisi pelat tersebut. Laju tahun ketika pengukuran ketebalan rata-rata pengurangan tebal pelat tertinggi pada pelat geladak dibandingkan dengan pelat sisi dan pelat alas, dilakukan. Sejumlah data pengukuran (+500 disebabkan karena pada permukaan bawah pelat geladak titik) diabaikan dan dikeluarkan dari sampel berada pada lingkungan yang korosif karena pengaruh data, ketidakmuat validan muatan dan gas inertkarena pada ruang yangdata, bisa seperti mempercepat proses korosi, juga pada bagian atas pelat hasil pengukuran tebal pelat terdahulu gelalebih dak terekspose dengan atmosfer yang korosif. Perlu diiinkecil dibandingkan setelahnya, meskipun gat bahwa data tebal pelat diambil dari pengukuran tebal pelat konstruksi tidak diganti. pelat pada kapal-kapal yang berumur 20-30 tahun. Kondisi
Berbeda dengan pitting corrosion pada pelat alas ruang muat yang terjadi secara lokal, pitting corrosion pada pelat geladak dimana coating sudah dalam kondisi poor bisa menyebabkan terbentuknya sumuran yang lebar dan dangkal, dan akan sangat berpengaruh terhadap penurunan ketebalan pelat geladak. Secara umum jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al[6][7], estimasi laju korosi yang didapat relatif lebih besar. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah data pengukuran ketebalan pelat pada penelitian tersebut lebih banyak jumlah titik sehingga jumlah dataanalisa yang data val-gelombang sehingga sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF id menjadi lebih baik. Dimana, Wang [6][7] menggunakan data, sedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: hasil pengukuran tebal pelat dari 140 single hull oil tank1. Data metocean yang reliabilitin rendah + 110.000 10%. er dengan titik pengukuran, yang dilaksanakan terhadap kapal oil tanker dengan panjang antara baik. 168-401 meter dan berumur antara 12-26dari tahun dan 32 tahun. Pengurangan tebal pelat dihitung selisih Dari beberapa kesimpulan diatas, maka
2. Pembagian area yang lebih baik
tebal pelat yang diukur ketika kapal docking
beberapa hal sebagai berikut diperlukan Dari hal hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan pelat pengukuran tebal pelat pada periode daerah geladak memiliki laju pengurangan ketebalH W [m] 1 an pelat per tahun yang tertinggi, sedangkan daerah pelat 0 1 2asumsi 3 4bahwa 5 6 7 8 9 10 docking sebelumnya, dengan alas memiliki laju pengurangan ketebalan pelat pertahun 0.1 korositerendah. yang terjadi pada daerah pelat adalah korosilaju penguranyang Ketiga tersebut, 0.01 gan ketebalan pelat lebihsudah tinggi dibandingkan hasil dari merata. Untuk pelat yang diganti, data ECMWF-Pex Wang[6][7], kecuali daerah pelat alas.
pengukuran tebal 0.001 tidak dimasukkan dalam
BMKG-Pex
perhitungan ini. Sesuai kondisi di kapal, 5. Kesimpulan
ECMWF-CDF
0.0001
coating dalam keadaan poor sehingga
BMKG-CDF
Laju korosi pada0.00001 tangki muat kapal tanker single hull diapengaruhnya terhadap laju korosi diabaikan. nalisa. Analisa ini berdasarkan data-data pengukuran kete0.000001 balan pelat.
Tabel 2. pengurangan tebal pada beberapa lokasi struktur 0.0000001 pada tangki muat [mpy]
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Gambar 6 Comparison of cumulative density dan long term exceed Wang etprobability al
Struktur
Nilai rata-rata
Deviasi
Min
Max
Pelat geladak
0.12
0.05
0.04
0.19
[6][7]. probability of HW. 0.066
Pelat sisi
0.08
0.06
0.02
0.18
0.044
Pelat alas
0.06
0.05 0.02 0.14 Standard deviasi pada
0.085 ketiga lokasi
Tabel 2 : pengurangan tebal pada beberapa lokasi struktur pada tangki muat [mpy]
Pengukuran terhadap pengurangan ketebalan
konstruksi kapal yang terpilih memiliki nilai
pelat dilakukan pada pelat geladak, pelat sisi
yang hampir sama. Ketiga lokasi tersebut
dan pelat alas pada ruang muat kapal crude
memiliki laju rata rata pengurangan tebal Edisi 02- Desember 2014
oil. Dari data pengukuran ketebalan pelat
pelat pertahun lebih cepat dibandingkan hasil
maka diperoleh sejumlah informasi statistik
dari Wang[6], kecuali pada bagian pelat alas. 2014 Edisi 02-Desember
seperti yang terdapat pada Tabel 2. Pada
1.1 11
CDF
Pengukuran terhadap pengurangan ketebalan pelat dilakukan pada pelat geladak, pelat sisi dan pelat alas pada ruang muat kapal crude oil. Dari data pengukuran ketebalan pelat maka diperoleh sejumlah informasi statistik seperti yang terdapat pada Tabel 2. Pada pelat geladak, rata rata laju pengurangan tebal pelat per tahun lebih cepat dibandingkan dengan pelat sisi dan juga pelat alas. Sedangkan pelat alas memiliki laju pengurangan tebal pelat paling lambat diantara tiga lokasi tersebut.
pelat geladak bagian atas tentu tidak sama dengan ketika kapal masih baru, dimana telah terjadi degradasi coating. Aktifitas diatas geladak, kotoran, oli dan tumpahan minyak yang tidak dibersihkan akan dapat merusak lapisan cat dasar pelat geladak yang dapat menyebabkan penurunan ketebalan pelat.
P EX (log scale)
kondisi di kapal, coating dalam keadaan poor sehingga pengaruhnya terhadap laju korosi diabaikan.
Jurnal Teknik BKI
Jurnal Teknik BKI
55
Komparasi dilakukan terhadap penelitian Wang et al[6] [7] dan rata-rata pengurangan ketebalan yang didapatkan lebih besar dari penelitian tersebut. Estimasi laju korosi dapat digunakan untuk menentukan acuan awal corrosion allowance pada beberapa struktur kapal klas BKI yang berlayar diperairan Indonesia, serta untuk membuat jadwal pemeriksaan dan perawatan kapal menjadi terjadwal dengan baik.
4. Pelaksanaan tata kelola serta penyimpanan laporan pengukuran ketebalan pelat kapal bagi seluruh kapal klas BKI.
Daftar Pustaka
[1] IACS Rec. 96 Double Hull Oil Tanker – Guidelines for Surveys, Assessment and Repair of Hull Structures, April 2007 [2] IGI, Satoshi, Inohara, Yasuto, Hirai, Tatsushi, High Performance Steel Plates for Shipbuilding- Life Cycle Cost 6. Rekomendasi Reduction Technology of JFE Steel, JFE Technical Report No. 5, March 2005 [3] Committee V.6 Condition Assesment of Aging Ships, Untuk dapat melaksanakan dan menjaga kesinambungan 16th International ship and Offshore Structure Conproses penelitian mengenai laju korosi bagi kapal klas BKI gress, 20-25 August 2006, Southamton, UK. dan beroperasi di perairan Indonesia maka beberapa hal [4] Inohara, Y., Komori, T., Kyono, K., Ueda, K., Suzuki, S., berikut ini direkomendasikan untuk dapat diperhatikan: Shiomi, H., Development of Corrosion Resistant Steel 1. Data diperoleh dari hasil pengukuran ketebalan For Bottom Plate of COT, Shipbuilding Technology pelat yang dilaksanakan secara profesional oleh peISST 2007, Osaka (2007). [5] Inohara, Y., Komori, T., Kyono, K., Shiomi, H., Kashigarusahaan yang telah diakui oleh BKI dan mendapat wa, T., Prevention of the COT Bottom Pitting Corrosion persetujuan (approved) dari BKI. by Zunc-Primer, Shipbuilding Technology ISST 2007, 2. Pelaksanaan pengukuran dilaksanakan dengan diOsaka (2007). awasi sepenuhnya oleh surve yor BKI, sehingga lo- [6] Wang, G., Spencer, J., Elsayed, T., Estimation of Corrokasi maupun data yang tidak valid dapat dihindari. sion rates of Structural Members in Oil Tanker, 22th Hal ini dapat dilaksanakan juga dengan pelaksanaan International Conference on Offshore Mechanics and Artics Engineering, Cancun, Mexico 8-13 June 20003. preliminary meeting antara surveyor-galangan/ [7] Wang, G., Spencer, J., Sun, H., Assessment of Corrosion pemilik kapal-perusahaan pengukuran ketebalan Risks to Aging Ships Using an Experience Database, pelat. 22th International Conference on Offshore Mechan3. Penggunaan laporan pengukuran ketebalan pelat ics and Artics Engineering, Cancun, Mexico 8-13 June yang sama dan digunakan oleh seluruh perusahaan 20003 pengukuran ketebalan pelat kapal telah diakui dan [8] Paik, J. K. Thayamballi, A.K., Park, Y.I., Hwang, J.S., A time-dependent Corrosion Wastage Model for Seadisetujui oleh BKI. Program laporan ini harus diwater Ballast Tank Structures of Ships, Corrosion Scisiapkan oleh KOROSI BKI. LAJU KOROSI ESTIMASI ESTIMASI LAJU PADA PELAT PADARUANG PELAT MUAT RUANG KAPAL MUAT KAPAL ence 46 (2004) 471-486.
TANKERTANKER YANG BERLAYAR YANG BERLAYAR DI PERAIRAN DI PERAIRAN INDONESIA INDONESIA
Siti Komariyah, merupakan peneliti bidang Mohammad Arif Kurniawan, merupakan Enviromental, Struktur dan Material untuk peneliti bidang Enviromental, Struktur dan Siti Komariyah Siti Komariyah Fredhi AgungFredhi Agung Mohammad Arif Mohammad Arif Kapal dan Bangunan Laut, dan Div. ManaMaterial untuk Kapal dan Bangunan Laut, ResearcherPADA - BKI Researcher - BKI Prasetyo Prasetyo Kurniawan Kurniawan AJU KOROSI PELAT RUANG MUAT KAPAL jemen Strategi PT. Biro Klasifikasi Indonesia tim pengembangan software DEWARUCI,
[email protected] [email protected] Researcher BKI Researcher BKI Researcher BKI Researcher - BKI PT. Biro Kla(Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik dan Div. Manajemen Strategi YANG BERLAYAR DI PERAIRAN INDONESIA Perkapalan ITS sifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh d d (ST) tahun 2003 di Teknik
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] Surabaya. gelar SarjanadTeknik (ST) tahun 2007 di Teknik Perkapalan d ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 Fredhi Agung Prasetyo, merupakan pe- di Jurusan yang sama. neliti bidang Enviromental, Struktur dan Arif Mah Fredhi Agung Mohammad terial untuk Kapal dan Bangunan Laut, tim BKI Prasetyo Kurniawan strak Abstrak pengembangan software DEWARUCI, dan
[email protected] Researcher - BKI Researcher - BKI Div. Manajemen Strategi PT. Birokapal Klasifikasi
[email protected] [email protected] iasi studi untuk Inisiasi memperkirakan studi untuk memperkirakan laju korosi pada laju kapal korosi padayang kapal berlayar kapal yang diperairan berlayar Indonesia diperairan telahIndonesia telah Indonesia (Persero). Memperoleh gelar d ulai dengan dimulai menggunakan dengan menggunakan data pengurangan data pengurangan tebal strukturSartebal pelat struktur kapal crude pelat oil kapal yang crude berlayar oil yang berlayar Jurnal Teknik BKI 2000 di Teknik Perkapalan ITS Surajana Teknik (ST) tahun erairan Indonesia. diperairan Data Indonesia. dikumpulkan thickness dari measurement thicknessreport measurement pada lebih report daripada 4500lebih titikdari yang4500 titik yang Edisi 02 - dikumpulkan Desember Data 2014 dari baya, dan gelar M. Eng tahun 2010 dari Osaka University.
mbil pada periode diambil docking pada periode kapal docking secara berturut-turut. kapal secara berturut-turut. Analisa dilakukan Analisa dengan dilakukan metodedengan statistik metode dan statistik dan apatkan pengurangan didapatkan tebal pengurangan pelat yang tebal bervariasi pelat yang untuk bervariasi setiap bagian untuk struktur setiap bagian kapal. struktur Data-data kapal. ini akan Data-data ini akan Jurnal Teknik BKI 56 Edisi 02-Desember 2014 guna dalam berguna penentuan dalam corrosion penentuan allowance corrosion pada allowance tahap desain pada struktur, tahap desain perencanaan struktur, perencanaan inspeksi maupun inspeksi maupun perkirakan laju korosi pada kapal kapal yang berlayar diperairan Indonesia telah meliharan kapal. pemeliharan kapal. unakan data pengurangan tebal struktur pelat kapal crude oil yang berlayar
ANALISA FATIGUE LIFE PADA BENTUK BRACKET LENGKUNG (RADIUSED BRACKET) TOPSIDE MODULE FSO/FPSO Septia Hardy Sujiatanti, Wasis D. Aryawan, Achmad Zubaydi
Abstract During the operation, FSO (Floating Storage and Offloading) and FPSO (Floating Production Storage and Offloading) always receive a significant wave loads that occur continuously. It gives influence to the structural of FSO/FPSO and the components of existing on the FSO/FPSO’s deck or called topside module. The damage structure on topside module occur in the structural interface on FSO/FPSO between the hull structure and the topsides module. Therefore, the structure interface must be able to support the loads in operating condition. Fatigue life is one of the structural strength parameters for topside module interface. It is influenced by the wave loads as a cyclic load. This research will be analyzed the fatigue life of the radiused bracket connection with soft toe on the topside modules using finite element analysis. As the case study object, the fatigue analysis conducted on topside module crane pedestal of FSO Lentera Bangsa. Analysis begin by calculating the wave load effect using ANSYS AQWA. Nominal stress on the interface between FSO hull with topside modules are calculated with finite element structural analysis for all waves occurrence. The result shows that the fatigue life interface is 27.3 years. Keywords : FSO/FPSO, fatigue life, bracket, topside module, finite element analysis
1. Pendahuluan
D
ewasa ini floating offshore structure yang banyak berkembang adalah FSO atau FPSO. Dengan bentuk konstruksi lambung yang sama dengan kapal tanker, hal ini sangat menguntungkan pengguna FSO/ FPSO karena kebutuhan dasarnya sebagai penyimpan atau storage. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan diantara FSO/FPSO dengan kapal tanker, yaitu adanya tambahan fasilitas penunjang operasional di atas geladak FSO atau biasa disebut sebagai topside module seperti menara suar (flare tower), riser, menara bor (drill tower), sistem perpipaan, helicopter deck, crane dan topside module yang lain. Selain itu, terdapat perbedaan dalam hal desain beban lingkungan dan beban pada saat operasional (Krekel, 2002). Salah satu topside module yang ada pada FSO adalah crane. Konstruksi crane, terutama pada bagian pondasi crane (crane seating) haruslah kuat, karena selain harus menumpu struktur di atasnya, pondasi crane juga harus kuat menerima beban operasional dan beban-beban lain akibat gerakan FSO (Sujiatanti, 2010). Selama masa beroperasinya FSO/FPSO selalu menerima
beban gelombang secara terus-menerus. Gaya gelombang tersebut dapat menyebabkan struktur FSO dan struktur interface topside module FSO mengalami kelelahan karena beban gelombang yang sifatnya siklis. Oleh karena itu struktur interface harus mampu menahan beban pada kondisi beroperasi. Salah satu parameter kekuatan struktur interface topside module adalah umur kelelahan (fatigue life) struktur interface. Dalam penelitian ini struktur interface topside module adalah bracket penguat konstruksi antara topside module dengan geladak FSO.
2. Desain Bracket Topside Module FSO Pondasi crane merupakan bagian struktur crane yang menjadi tumpuan struktur diatasnya sekaligus menjadi bagian yang tersambung dengan hull FSO, dalam hal ini pada bagian geladak utama (main deck). Salah satu pertimbangan penting untuk mendapatkan kekuatan pondasi crane yang maksimum adalah kekuatan interface antara topside module dengan FSO hull. Selanjutnya struktur interface topside module yang dimaksud adalah bracket penguat konstruksi antara topside module dengan geladak FSO. Dalam perkembangannya, dikenal beberapa desain bentuk bracket. Dalam penelitian ini dilakukan analisa pada
57
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
bentuk bracket yang didesain dengan permukaan yang melengkung. Gambar 2.1 menunjukkan bentuk desain
bracket penguat topside module.
FR. 85 SECTION @ CENTER LINE Gambar 1 : Bentuk desain bracket dengan permukaan melengkung
Gambar 1.1 Bentuk desain bracket dengan permukaan melengkung 3. Pemodelan Elemen Hingga
4. Pembebanan
Pemodelan elemen hingga (finite element modeling) dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tegangan pada struktur interface topside module dan struktur kapal yang dimodelkan. Pemodelan elemen hingga dilakukan dengan menggunakan software analisa elemen hingga (finite element analysis, FEA) ANSYS 12.0 tahun 2010.
Sebagai salah satu bangunan apung, penentuan kemampuan kerja struktur pada FSO/FPSO salah satunya dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada struktur tersebut. Semua beban yang dianggap akan bekerja pada struktur tersebut harus ditentukan terlebih dahulu. Beban-beban yang harus dipertimbangkan dalam perancangan bangunan apung adalah sebagai berikut :
emodelan Elemen Hingga
elan elemen hingga (finite element modeling) dilakukan dengan tujuan u
patkan nilai tegangan pada struktur interface topside module dan struktur kapal Untuk analisa elemen hingga pada topside module pondasi crane FSO model yang dibuat meliputi pondasi crane, berupa tabung silinder yang terpasang tepat di atas geladak FSO dan bracket yang terpasang pada empat sisi, geladak kapal, side shell, pelat alas, web transverse dan sekat memanjang. Untuk memodelkan bagian pelat digunakan tipe elemen shell. Sedangkan untuk memodelkan bagian penegar digunakan tipe elemen beam. Model elemen hingga secara keseluruhan ditunjukkan pada gambar 2.
1) Beban mati (dead load). elkan. Pemodelan elemen hingga dilakukan dengan menggunakan software an Beban mati atau dead load adalah beban dari semua komponen kering serta peralatan, perlengkapan dan
n hingga (finite element analysis, FEA) ANSYS 12.0yang tahun 2010.dari mode operasi permesinan tidak berubah
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
58
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
pada suatu struktur. Pada perhitungan analisa pondasi crane ini yang termasuk beban mati adalah berat crane itu sendiri.
menerus. Gaya gelombang tersebut dapat menyebabkan struktur FSO
interface topside module FSO mengalami kelelahan karena beban ge sifatnya siklis.
Gambar 2 : Model elemen hingga secara keseluruhan 2) Beban hidup (live load). Beban hidup atau live load adalah beban yang terjadi pada struktur selama dipakai dan berubah dari mode operasi satu ke mode operasi yang lain. Pada perhitungan analisa pondasi crane ini yang termasuk beban hidup adalah berat crane itu sendiri, berat kapasitas crane (SWL) dan berat konstruksi pondasi crane dan konstruksi kapal yang dimodelkan. 3) Beban akibat kecelakaan (accidental load). Beban kecelakaan merupakan beban yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi pada struktur, misalnya tabrakan dengan kapal pemandu operasi, putusnya tali tambat (mooring) dan kebakaran. Pada struktur pondasi crane beban kecelakaan yang mungkin terjadi adalah akibat putusnya tali pada crane atau beban muatan yang diangkat crane terlepas secara tiba-tiba.
4.1 Beban Angin Perhitungan beban angin yang digunakan sesuai dengan LR rules and regulations, ‘Code for Lifting Appliance in a Marine Environment’, Chapter 3, Section 2 “Shipboard Cranes”, dengan persamaan :
Fw
= A p Cf
[N]
Dimana : Fw A p V
Cf
= beban angin [N] = luas efektif permukaan yang terkena beban angin [m²] = tekanan angin [N/m²] = 0.613 V² = kecepatan angin [m/s] = 20 m/s untuk kondisi operasional = 63 m/s untuk kondisi diam = koefisien bentuk, seperti ditunjukkan pada Tabel 1
4) Beban lingkungan (environmental load). Beban lingkungan adalah beban yang terjadi karena 4.2 Beban gelombang Gambar 1.1 Bentuk desain bracket dengan permukaan melengkung dipengaruhi oleh lingkungan dimana suatu struktur bangunan apung dioperasikan atau bekerja. Beban Data sebaran gelombang (wave scatter diagram) yang terlingkungan yang digunakan dalam perancangan ba- jadi di wilayah perairan tempat FSO beroperasi diberikan ngunan apung adalah beban angin dan gelombang. dalam delapan arah gelombang. Data sebaran gelombang untuk arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Ta-
2
Pemodelan Elemen Hingga
Jurnal Teknik BKI Pemodelan elemen hingga (finite element modeling) dilakukan dengan Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI mendapatkan nilai tegangan pada struktur interface topside module dan stru 59 Edisi 02-Desember 2014
dimodelkan. Pemodelan elemen hingga dilakukan dengan menggunakan s
5 Rolled sections, rectangles, hollow sections, fIat plates, box sections with b 1.30 or d less than 0,5 m
10
20
30
40
50
1.35
1.60
1.65
1.70
1.80
Circular sections, where DVs < 6 m2/s 0.75 0.80 0.90 0.95 1.00 1.10 Tabel 4.1 Koefisien 2 bentuk DVs ≥ 6 m /s 0.60 0.65 0.70 0.70 0.75 0.80 individual Aerodynamic slenderness members Box sections with b or d Type Description b/d l /b or l /D greater than 0,5 m 5 10 20 30 40 50 ≥ 2.00 1.55 1.75 1.95 2.10 2.20 Tabel 4.3 Jumlah kejadian gelombang pada semua arah Rolled sections, rectangles, hollow 1.00 1.40 1.55 1.75 1.85 1.90 sections, fIat plates, box sections with b 1.30 1.35 1.60 1.65 Wave 1.70 Direction1.80 Significant Wave Height (Hs, m) North 1.00 North East1.20 East 1.30 South East1.35 South 1.40 South West West or d less than 0,5 m 0.50 Range Mean N NE E SE S SW W 2 3.0 m /s 0 0.75 0 0 0 0 0 Circular sections, where > 3.0 0.80 0.90 0.95 0 1.00 1.10 DVs0.25 <> 6 0.80 0.90 0.90 1.00 1.00 2.8 - 3.0 2.9 0 0 0 0 0 0 0 2 2.6 -DVs 2.8 0 0 0 0.75 0 0 0 0.70 0.701.70 0.80 ≥2.76 m /s 0 0.60 0.65 Flat sided sections Single individual 2.4 - 2.6 2.5 0 0 1 0 0 0 0 Box sections with b or d 2.2 - 2.4 2.3 0 0 5 0 0 0 0 1.20 b/d6 m2/s0 Circulargreater sections, where 2.0 lattice members DVs 0 13 0 0 0 1 - 2.2 < 2.1 than 0,5 m 1.8 - 2.0 1.9 0 0 33 0 0 0 4 2 frames 1.95 2.100.80 1.6 - 1.8 ≥ 2.00 0 96 1 2.20 0 4 9 DVs ≥ 1.76 m /s5 1.55 1.75 1.5 10 1.00 1.40 1.2 - 1.4 1.3 15 Rectangular clad structures on ground 1.0 - 1.2 0.50 1.1 33 1.00 0.8 - 1.0 0.9 51 or solid base (air flow beneath structure 0.6 - 0.8 0.25 0.7 66 0.80 0.4 - 0.6 0.5 141 Flat sided sections Single prevented) 0.2 - 0.4 0.3 109 2 - 0.2 Circular sections, where0.0 DVs lattice < 0.16 m /s 29 Total 459 2 frames DVs ≥ 6 m /s
0 1.55 1 5 1.20 4 0.90 15
1.4 - 1.6
Machinery houses, etc.
Rectangular clad structures on ground Machinery or solid base (air 5flow Konsep beneath structure Perhitungan houses, etc. prevented)
4.2. Beban gelombang
47 151 59 282
255 1.75 1.85 253 1.90 527 997 1.30 1.35 72 1.40 976 95 0.90 1.001.10 831 124 1.00 816 1.70 213 422 159 911.20 51 5063
0.80
743
North West
Total
NW 0
0
0
0
0
0
0
1 6
1 4
18
8
45
25
140
0
12
19
49
348
0
29
43
105
745
1
75
75
188
1446
8
165
142
266
1707
39
224
186
289
1774
122
293
256
302
2190
108
126
86
119
1280
20
19
12
11
292
298
947
833
1367
9992
Fatigue 1.10
Analisa fatigue dengan metode S-N curve sambungan struktur dilakukan berdas
Data sebaran gelombang (wave scatter yang terjadi di wilayah perairan tempat Tabel diagram) 1 : Koefisien bentuk
hukum kegagalan Palmgren-miner atau disebut Miner’s Rule. Miner’s rule meru
4.2. gelombang Beban gelombang 2. Jumlah yang terjadi dalam delapan arah strain energy. Konsep strain energy menyatakan FSObelberoperasi diberikan dalam delapan arah konsep gelombang. Data sebaran gelombang untuk hipotesis kumulatif kerusakan berdasarkan konsep strain energy. Konsep strain
e
sudut gelombang dengangelombang variasi tinggi gelombang bahwa kerusakan terjadi ketikaperairan strain energy pada Data sebaran (wave scatterditundiagram) yang terjadi di wilayah tempat menyatakan bahwa kerusakan terjadi ketika totaltotal strain energy pada saat siklus n arahjukkan gelombang dari utara ditunjukkan dalam Tabel 4.2. Jumlah gelombang yang adaterjadi saat siklus n dari variabel amplitudo pembebanan dalam Tabel 3. amplitudo pembebanan adalah sama dengan total energy dari FSO beroperasi diberikan dalamvariabel delapan arah lah gelombang. Data sebaran gelombang untuk sama dengan total energy dari siklus N dari konstan siklus N dalam delapan arah sudut gelombang dengan tinggi gelombang ditunjukkan dalam se amplitudo pembebanan. Dapat dalam persamaan konstan amplitudo pembebanan. Dapat ditulis ditulis dalam persamaan matematik 5. Konsep Fatigue arah Perhitungan gelombang dari utara ditunjukkan dalamvariasi Tabel 4.2. Jumlah gelombang yang terjadi matematik sebagai berikut : berikut: dalam delapan arah sudut gelombang dengan variasi tinggi gelombang ditunjukkan dalam Tabel 3. Analisa fatigue dengan metode S-N curve sambun� 𝑛� 𝑛� 𝑛� 𝑛� gan struktur berdasarkan hukum kegagalan Tabeldilakukan 3. 𝐷 = � = + + ⋯ + Palmgren-miner atau disebut Miner’s Rule. Miner’s rule 𝑁� 𝑁� 𝑁� 𝑁� ��� merupakan hipotesis kumulatif kerusakan berdasarkan Tabel 4.2 Data sebaran gelombang dari arah utara Tabel 4.2dimana: Data sebaran gelombang dari arah utara Significant Wave HeightSignificant (Hs, Wave Height (Hs, m) m) <1 1 -2 Range
Mean
> 3.0
Range
> 3.02.8
> 3.0
<1
Mean > 3.0
- 3.0
2.9
- 2.8
2.7
2.6 - 2.8
2.7 2.4 - 2.6
2.5
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4 2.0 - 2.2 1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7 1.0
2.8 - 3.0
2.9 2.6
1.4 - 1.6
<1
2 - 31 - 2 2.5 1.5
32-- 43 2.5 3.5
3 -44- 5 3.5
= Kerusakan fatigue kumulatif (cummulative fatigue damage) Peak Period Peak Period (Tp,(Tp, s) s) 4-5 5
ni 4.5
4.5
- 65 - 6
5.5
6 -6 7- 7
77- -8 8
8 - 98 - 9 9 - 10
11 -- 11 12 9 - 10 10- 11 10
15 13 -> 14
14Total - 15
Ni
2.3 1.8
2.1
- 2.0
1.9
2.1 1.6
sambungan, diambil dari diagram S-N.
- 1.8
1.7
3
2
5
1.4 - 1.6
1.5
7
3
10
1.2 - 1.4
1.3
3
15
- 1.2
1.1
- 1.0
0.9
1.3 0.6
1.1 0.2
- 0.8
0.7
0.4 - 0.6
0.5
- 0.4
0.3
- 0.2
0.1
0.9 0.0
2
3
10
2
2
66
10 2
20
14
13
7
2
11 22
15
13
6
5
24
102
7520
99
98
1361
417
45
38
29
13
22
13
12
8
4
141
6
109
10
459
2
2
38
10 3 15 mengalami kegagalan 29 13 22 13 12 (N)8 yang 4 dapat ditentukan dari Kurva 141 S-N yang diperoleh dar 17 3 2 33 18
0.7 0.5
0.2 - 0.4
0.3
22
15
13
6
5
24
18
0.0 - 0.2
0.1
3
5
2
2
9
6
2
75
99
98
61
41
45
28
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
2
2
109
6
19 2 72 51 95 6 1 atau 2 29 test5 kelelahan material struktur tertentu. Untuk analisis fatigue struktur berdas
3 17
0.4 - 0.6
Total
5
11 17 3 2 33 Analisa fatigue merupakan fungsi dari jumlah siklus maksimal suatu struktur h 17 7 19 5 1 51 37 10
0.6 - 0.8
Total
Total
= Jumlah siklus rentang tegangan (Si) yang mengakibatkan kegagalan
2.3
1.0 - 1.2
> 15
sebenarnya terjadi.
2.0 - 2.2
1.2 - 1.4
60
1211 - 13- 12 13 - 14 14 - 15 12 - 13
= Jumlah rentang10.5 (Si) akibat pembebanan gelombang 7.5 siklus 8.5 11.5tegangan 12.5 > 15 6.56.5 7.5 8.5 9.5 9.510.5 11.5 13.5 12.514.5 13.5 14.5 > 15
5.5
2.2 - 2.4
1.5 0.8
0.8 - 1.0
1.5
D <1
14
2
28
10
459
66
29
Tabel 2 : Data sebaran gelombang dari arah utara
Tabel 4.3 Jumlah kejadian gelombang pada semua arah Significant Wave Height (Hs, m)
Wave Direction North
North East
East
South East
South
South West
West
North West
N
NE
E
SE
S
SW
W
NW
Total
Range
Mean
> 3.0
> 3.0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.8 - 3.0
2.9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.6 - 2.8
2.7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.4 - 2.6
2.5
0
0
1
0
0
0
0
0
1
2.2 - 2.4
2.3
0
0
5
0
0
0
0
1
6
2.0 - 2.2
2.1
0
0
13
0
0
0
1
4
18
1.8 - 2.0
1.9
0
0
33
0
0
0
4
8
45
1.6 - 1.8
1.7
5
0
96
1
0
4
9
25
140
1.4 - 1.6
1.5
10
0
255
3
0
12
19
49
348
1.2 - 1.4
1.3
15
1
527
25
0
29
43
105
745
1.0 - 1.2
1.1
33
5
997
72
1
75
75
188
1446
0.8 - 1.0
0.9
51
4
976
95
8
165
142
266
1707
0.6 - 0.8
0.7
66
15
831
124
39
224
186
289
1774
0.4 - 0.6
0.5
141
47
816
213
122
293
256
302
2190
0.2 - 0.4
0.3
109
151
422
159
108
126
86
119
1280
0.0 - 0.2
0.1
Total
29
59
91
51
20
19
12
11
292
459
282
5063
743
298
947
833
1367
9992
Tabel 3 : Jumlah kejadian gelombang pada semua arah
5
Dimana :
Konsep Perhitungan Fatigue D = Kerusakan fatigue kumulatif (cummulative fa-
N = Nilai prediksi dari cycles untuk gagal pada tigue damage) rentang tegangan S Analisa fatigue dengan metode S-N curve sambungan struktur dilakukan berdasarkan ni m = Jumlah siklus rentang tegangan (Si) akibat = Slope inverse negative dari kurva S-N log K = Intersep dari log N-axis pada kurva S-N = log pembebanan gelombang yang sebenarnya hukum kegagalan Palmgren-miner atau disebut Miner’s Rule. Miner’s rule merupakan terjadi. a – 2std Ni Jumlah siklus rentang tegangan (Si) yang dimana a dan std adalah konstan berhubungan dengan hipotesis =kumulatif kerusakan berdasarkan konsep strain energy. Konsep strain energy mengakibatkan kegagalan pada sambungan, rataan kurva S-N dan standart deviasi dari log N. Dari perdiambil dari diagram S-N. samaan di atas dapat disederhanakan menjadi persamaan
menyatakan bahwa kerusakan terjadi ketika total strain energy pada saat siklus n dari Analisa fatigue merupakan fungsi dari jumlah siklus maksi-
dasar Kurva S-N yaitu :
variabel amplitudo pembebanan adalah sama Sdengan total energy dari siklus N dari m mal suatu struktur hingga mengalami kegagalan (N) yang N=K 2
dapat ditentukan dari Kurva S-N yang diperoleh dari hasil konstan amplitudo pembebanan. ditulis dalam persamaan matematik sebagai test kelelahan material atau struktur tertentu. Dapat Untuk analDimana : = Konstanta yg bergantung pada jenis material K2 isis fatigue struktur berdasarkan pendekatan tegangan berikut: dan pengelasan, jenis pembebanan, konfigurnominal (nominal stress approach), sambungan struktur asi geometris dan kondisi lingkungan (udara dibagi menjadi beberapa klas yang memiliki � desain kurva S-N masing-masing. � � � atau air laut).� Nilai K2 dan m dapat dilihat pada Tabel 4. Klasifikasi kurva S-N bergantung pada geometri �detil sam- � � � ���yang bersifat 6. Perhitungan Percepatan Gerak bungan las, arah dari fluktuasi tegangan relatif bergantung pada detil, dan metode fabrikasi dan dimana: inspeksi dari detil sambungan tersebut. Tiap sambungan Percepatan gerak (acceleration motion) FSO akibat gelomdimana berpotensi terjadi fatigue crack, harus bang dihitung berdasarkan respon gerak FSO (RAO) dan D konstruksi, = Kerusakan fatigue kumulatif (cummulative fatigue damage) disesuaikan pada klas sambungan yang tepat berdasarkan. perhitungan spektrum gelombang. Respon gerak FSO teldesign dari kurva S-N dinyatakan berikut (Si) ah diperoleh dari pembebanan motion analysis menggunakan AQWA. ni Basic = Jumlah siklus rentangsebagai tegangan akibat gelombang yang Spektrum gelombang dihi (Bai, 2003) : Spektrum gelombang dihitung menggunakan teori spekmengambil nilai (gamma trum gelombang JONSWAP dengan mengambil nilai sebenarnya Log N = log K – mterjadi. log S (gamma) yaitu 2.5. Spektrum gelombang dihitung pada variab yang terjadi dengan Dimana : semua variasi gelombang yang terjadi dengan variabel Ni S = =Jumlah siklus rentang tegangan (Si) yang mengakibatkan kegagalan pada Rentang tegangan [N/mm²] Hs dan Tp dalam rentang frekuensi yang sama dengan
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝐷= � = + +⋯+ 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
sambungan, diambil dari diagram S-N.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
61
Analisa fatigue merupakan fungsi dari jumlah siklus maksimal suatu struktur hingga
kurva S-N dinyatakan sebagai berikut (Bai, 2003): crack, harus disesuaikan pada klas sambungan yang tepat berdasarkan. Basic design dari Log N = log K – m log S kurva S-N dinyatakan sebagai berikut (Bai, 2003): dimana: Log N = log K – m log S Tabel 5.1 Karakteristik sambungan
dimana:
Standar deviation
Class
m
B Class C
4.0 m 3.5
D B E C F D F2 E G F W F2 T G
3.0 4.0 3.0 3.5 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0
0.2095 0.1821 0.2509 0.2041 0.2183 0.2095 0.2279 0.2509 0.1793 0.2183 0.1846 0.2279 0.2484 0.1793
W
3.0
0.1846
log10
K2 sambungan Tabel 5.1 Karakteristik loge
log10
0.1821 0.4194 Standar deviation 0.2041 0.4700 log log 10
K2
1.01E+15 K2 4.23E+13
So loge
15.0043
13.6263 log10 e 0.4824 1.52E+12 12.1818 0.4194 1.01E+15 15.0043 0.5777 1.04E+12 12.0170 0.4700 4.23E+13 13.6263 0.5027 6.30E+11 11.7993 0.4824 1.52E+12 12.1818 0.5248 4.30E+11 11.6335 0.5777 1.04E+12 12.0170 0.4129 2.50E+11 11.3979 0.5027 6.30E+11 11.7993 0.4251 1.60E+11 11.2041 0.5248 4.30E+11 11.6335 0.5720 1.46E+12 12.1644 0.4129 2.50E+11 11.3979 Tabel 4 : Karakteristik sambungan 0.4251 1.60E+11 11.2041
N/mm²
K234.5487 31.3758 log
100 S
o
e
28.0497 34.5487 27.6702 31.3758 27.1690 28.0497 26.7871 27.6702 26.2447 27.1690 25.7984 26.7871 28.0095 26.2447
25.7984
T Tabel3.0 0.2484 Spectral 0.5720 1.46E+12 12.1644 Responseper- Acceleration Response Acceleration Response perhitungan RAO. 5 contoh hasil dengan arah gelombang dari 28.0095 utara. No. Wave Frequency σ menunjukkan a Density (Surge) (longitudinal) (Sway) (transversal) (Heave) hitungan spektrum gelombang dan acceleration motionShh x RAO² x w4 Shh x RAO² Shh x RAO² x w4 Shh x RAO² [rad/sec] [m2.sec] Shh x RAO²
6
1 2 No. 3 4 5 16 27 38 49 5 10 6 11 7 12 13 8 14 9 15 10 16 11 17 12 18 13 19 14
0.209 0.309 Wave 0.409 Frequency 0.509 [rad/sec] 0.609 0.209 0.709 0.309 0.809 0.409 0.909 0.509 1.009 0.609 1.109 0.709 1.209 0.809 1.309 1.409 0.909 1.509 1.009 1.609 1.109 1.709 1.209 1.809 1.309 1.909 1.409 2.050 1.509
0.07 0.07 σ 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.09 0.07 0.09 0.07 0.09 0.07 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
15 16 17 18 19
1.609 1.709 1.809 1.909 2.050
0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.09 0.07 0.09
5.52E-30 7.00E-24 a 1.72E-18 8.17E-14 7.52E-10 5.52E-30 1.34E-06 7.00E-24 4.62E-04
0.0000 0.0000 Spectral 0.0000 Density 0.0000 [m2.sec] 0.0000 0.0000 0.0021 0.0000 0.0253
0.00E+00 9.36E-91 Response 1.04E-29 (Surge) 1.97E-13 Shh x RAO² 1.37E-08 0.00E+00 4.69E-06 9.36E-91 1.30E-05
1.36E-02 3.08E-02 4.46E-04 3.98E-01 5.42E-06 9.97E-01 2.43E-08 6.44E-01 4.05E-11 1.54E-01 2.50E-14 1.36E-02 1.38E-19 4.46E-04
0.0898 0.0783 0.0708 0.1712 0.0559 0.3326 0.0440 0.2271 0.0347 0.1247 0.0274 0.0898 0.0199 0.0708
2.37E-06 4.48E-05 8.04E-07 9.67E-05 5.22E-07 5.90E-05 2.15E-07 1.30E-05 1.09E-07 5.38E-06 5.15E-08 2.37E-06 1.76E-08 8.04E-07
5.42E-06 2.43E-08 4.05E-11 2.50E-14 1.38E-19
0.0559 0.0440 0.0347 0.0274 0.0199
5.22E-07 2.15E-07 1.09E-07 5.15E-08 1.76E-08
1.72E-18 3.08E-02 8.17E-14 3.98E-01 7.52E-10 9.97E-01 1.34E-06 6.44E-01 4.62E-04 1.54E-01
0.0000 0.0783 0.0000 0.1712 0.0000 0.3326 0.0021 0.2271 0.0253 0.1247
Analisa Rentang Tegangan
1.04E-29 4.48E-05 1.97E-13 9.67E-05 1.37E-08 5.90E-05 4.69E-06 1.30E-05 1.30E-05 5.38E-06
0.00E+00 8.53E-93 Acceleration 2.90E-31 (longitudinal) 1.32E-14 Shh x RAO² x w4 1.88E-09 0.00E+00 1.19E-06 8.53E-93 5.56E-06
78 N/mm² 53 100 47 78 40 53 35 47 29 40 25 35 53 29
25 53
Acceleration (vertical) Shh x RAO² x w4
0.00E+00 4.03E-90 Response 5.55E-29 (Sway) 2.31E-12 Shh x RAO² 5.51E-07 0.00E+00 4.60E-06 4.03E-90 7.85E-05
0.00E+00 3.67E-92 Acceleration 1.55E-30 (transversal) 1.55E-13 Shh x RAO² x w4 7.58E-08 0.00E+00 1.16E-06 3.67E-92 3.36E-05
0.00E+00 1.97E-90 Response 7.99E-29 (Heave) 5.83E-12 Shh x RAO² 6.25E-07 0.00E+00 2.50E-06 1.97E-90 2.85E-05
0.00E+00 1.80E-92 Acceleration 2.23E-30 (vertical) 3.92E-13 Shh x RAO² x w4 8.59E-08 0.00E+00 6.31E-07 1.80E-92 1.22E-05
9.33E-06 3.06E-05 4.17E-06 1.00E-04 3.50E-06 8.93E-05 1.83E-06 2.78E-05 1.16E-06 1.58E-05 6.84E-07 9.33E-06 3.11E-07 4.17E-06
5.10E-06 2.71E-04 2.84E-06 1.78E-04 1.13E-06 6.08E-05 5.90E-07 5.01E-05 2.10E-07 1.71E-05 1.19E-07 5.10E-06 3.81E-08 2.84E-06
2.01E-05 1.85E-04 1.47E-05 1.84E-04 7.56E-06 9.19E-05 5.03E-06 1.07E-04 2.25E-06 5.01E-05 1.58E-06 2.01E-05 6.73E-07 1.47E-05
1.21E-07 7.28E-05 1.92E-07 1.52E-05 8.86E-09 6.78E-06 3.84E-08 7.25E-06 4.28E-09 4.35E-07 4.57E-09 1.21E-07 1.34E-09 1.92E-07
4.78E-07 4.97E-05 9.93E-07 1.58E-05 5.94E-08 1.03E-05 3.28E-07 1.55E-05 4.58E-08 1.28E-06 6.07E-08 4.78E-07 2.36E-08 9.93E-07
3.50E-06 1.00E-04 1.83E-06 1.16E-06
1.13E-06 5.90E-07 2.10E-07 1.19E-07 3.81E-08
7.56E-06 1.85E-04 5.03E-06 2.25E-06
8.86E-09 3.84E-08 4.28E-09 4.57E-09 1.34E-09
5.94E-08 4.97E-05 3.28E-07 4.58E-08
2.90E-31 3.06E-05 1.32E-14 1.00E-04 1.88E-09 8.93E-05 1.19E-06 2.78E-05 5.56E-06 1.58E-05
6.84E-07 3.11E-07 1.00E-04
5.55E-29 2.71E-04 2.31E-12 1.78E-04 5.51E-07 6.08E-05 4.60E-06 5.01E-05 7.85E-05 1.71E-05
1.55E-30 1.85E-04 1.55E-13 1.84E-04 7.58E-08 9.19E-05 1.16E-06 1.07E-04 3.36E-05 5.01E-05
1.58E-06 6.73E-07 1.85E-04
7.99E-29 7.28E-05 5.83E-12 1.52E-05 6.25E-07 6.78E-06 2.50E-06 7.25E-06 2.85E-05 4.35E-07
2.23E-30 4.97E-05 3.92E-13 1.58E-05 8.59E-08 1.03E-05 6.31E-07 1.55E-05 1.22E-05 1.28E-06
6.07E-08 2.36E-08 4.97E-05
Rentang tegangan kejadian gelombang diperoleh Tabeluntuk 5 : Hasilsetiap perhitungan percepatan gerak, gelombang darimelalui arah utaraanalisa elemen menggunakan software ANSYS Multiphysic versi 12.0. Gambar 6.1 menampilkan Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua 7. Analisa Rentang Tegangan 6hingga Analisa Rentang Tegangan
variasi kejadian gelombang untuk arah gelombang dari
Rentang tegangan untuk setiap kejadian diperoleh melalui analisa elemen utara ditunjukkan dalam Tabel 6. Rentang tegangan untuk setiap kejadian gelombang di- gelombang
peroleh melalui analisa elemen hingga menggunakan softhingga menggunakan software ANSYS Multiphysic versi 12.0. Gambar 6.1 menampilkan ware ANSYS Multiphysic versi 12.0. Gambar 3 menampil- Setelah diperoleh nilai rentang tegangan nominal maka kan tegangan maksimum yang terjadi pada interface rentang tegangan hotspot dapat dihitung dengan cara topdise module dengan geladak FSO. Rentang tegangan mengalikan rentang tegangan nominal dengan faktor yang diperoleh dari analisa elemen hingga adalah rentang konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang tegantegangan nominal. Rentang tegangan nominal tersebut gan hotspot pada semua variasi kejadian gelombang unharus dikalikan dengan faktor konsentrasi tegangan untuk tuk arah gelombang dari utara disajikan dalam Tabel 7. mendapatkan nilai rentang tegangan hotspot yang digunakan dalam perhitungan fatigue. Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
62
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO
Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1. Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO
Gambar : Tegangan nominal pada interfacenominal topside module geladak FSO Tabel 7.1 Hasil3 perhitungan rentang tegangan untuk dengan gelombang dari arah utara Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk
Significant Wave Height (Hs, arah gelombang dari m) <1 1-2 2-3 Range
Mean
> 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6 2.2 - 2.4
<1
Significant Wave Height (Hs, m) Mean
> 3.0
> 3.0
2.5
2.8 - 3.0
2.9
2.3
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
1.4 - 1.6
1.5
1.2 - 1.4
1.8 - 2.0
1.7
1.4 - 1.6
1.5
1.2 - 1.4
1.3
1.3
1.0 - 1.2
1.1
0.8 - 1.0
0.9
1.0 - 1.2
1.1
0.6 - 0.8
0.7
0.8 - 1.0
0.9
0.4 - 0.6
0.5
0.2 - 0.4
0.3
0.0 - 0.2
0.1
0.7
0.4 - 0.6
0.5
0.2 - 0.4
0.3
0.0 - 0.2
0.1
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
12.5
13.5
14.5
> 15
Peak Period (Tp, s) <1
1-2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
147.0
147.0
147.0
126.0
134.0
1.9
1.6 - 1.8
0.6 - 0.8
3-4
Tabel 7.1 Hasil perhitungan rentang5.5tegangan nominal untuk8.5gelombang dari arah utara 1.5 2.5 3.5 4.5 6.5 7.5 9.5 10.5 11.5
Range
2.0 - 2.2
Peak Period (Tp, s) utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1.
147.0
147.0 147.0
134.0 147.0 147.0
152.0
147.0 147.0
134.0 126.0
134.0
134.0 147.0 134.0
147.0
147.0 147.0 147.0
147.0
126.0 134.0
134.0 147.0 134.0
147.0 147.0 147.0
147.0 147.0
126.0
134.0 126.0
126.0 134.0 126.0
147.0 134.0 134.0
147.0 134.0
126.0
126.0
126.0
126.0
134.0
147.0
152.0 147.0
134.0
134.0
126.0
126.0
134.0
147.0
134.0
134.0
126.0
126.0
147.0
147.0
147.0147.0 147.0 147.0
126.0rentang 126.0tegangan 134.0 nominal 134.0 maka 134.0 134.0 147.0 hotspot 147.0dapat 147.0 Setelah diperoleh nilai rentang tegangan dihitung dengan cara 126.0 nominal 126.0 dengan 126.0 faktor 134.0konsentrasi 134.0 134.0 147.0 147.0 mengalikan rentang tegangan tegangan. Hasil perhitungan rentang 126.0 126.0 126.0 untuk 126.0 arah126.0 134.0 dari utara disajikan dalam tegangan hotspot pada semua variasi126.0 kejadian gelombang gelombang
Tabel 6 : Hasil perhitungan rentang tegangan nominal untuk gelombang dari arah utara
Tabel 7.2nilai Hasil perhitungan rentang tegangan hotspot tegangan untuk gelombang dari arah utaradengan cara Setelah diperoleh rentang tegangan nominal maka rentang hotspot dapat dihitung mengalikan rentang tegangan nominal dengan faktorPeak konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang Period (Tp, s) Significant Wave Height (Hs, tegangan m)hotspot pada semua <1 1-2 2variasi -3 3 - 4 kejadian 4-5 5 gelombang -6 6-7 7 - 8untuk 8 - 9 arah 9 - 10gelombang 10 - 11 11 - 12 dari 12 - 13 utara 13 - 14 disajikan 14 - 15 > 15dalam Range
Mean
> 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
1.8 - 2.0
1.9
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
1.7
282.2
291.8
1.4 - 1.6
1.5
282.2
282.2
1.2 - 1.4
1.3
257.3
282.2
282.2
1.0 - 1.2
1.1
257.3
282.2
282.2
282.2
0.8 - 1.0
0.9
241.9
257.3
257.3
282.2
282.2
282.2
0.6 - 0.8
0.7
241.9
257.3
257.3
282.2
282.2
282.2
0.4 - 0.6
0.5
241.9
257.3
257.3
257.3
257.3
282.2
282.2
282.2
0.3
241.9
241.9
241.9
257.3
257.3
257.3
282.2
282.2
0.1
241.9
241.9
241.9
241.9
241.9
241.9
257.3
0.0 - 0.2
12.5
13.5
14.5
> 15
Tabel 7.2.
1.6 - 1.8
Tabel0.2 7.2. - 0.4
11.5
241.9
Tabel 7 : Hasil perhitungan rentang tegangan hotspot untuk gelombang dari arah utara
8
Rasio Kerusakan Kumulatif
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
63
Nilai rasio kerusakan kumulatif (D) dapat dicari dengan menggunakan hukum Palmgren-
Miner. Nilai ni diambil dari jumlah kejadian gelombang tiap Hs dan Tz. Nilai Ni (cycle to failure) dihitung berdasarkan nilai K2 dan m disesuaikan dengan jenis sambungan yang ditinjau. Dalam penelitian ini nilai K2 = 4.3E+11 dan nilai m = 3.0. Nilai S adalah rentang tegangan hotspot yang telah dihitung sebelumnya. Hasil perhitungan Ni kemudian 8. Rasio Kerusakan Kumulatif
penelitian ini nilai K2 = 4.3E+11 dan nilai m = 3.0. Nilai S
Nilai rasio kerusakan kumulatif (D) dapat dicari dengan
belumnya. Hasil perhitungan Ni kemudian digunakan un-
dari jumlah kejadian gelombang tiap Hs dan Tz. Nilai Ni
menunjukkan hasil perhitungan rasio kerusakan kumulatif arah gelombang dari utara. Rasio kerusakan kumulatif pada arah ini disebut D1.
digunakan untuk menghitung nilai rasio kerusakan kumulatif (D). Tabel 8.1 menunjukkan adalah rentang tegangan hotspot yang telah dihitung sehasil perhitungan kerusakan kondisi arah gelombang tuk menghitung nilaipembebanan rasio kerusakan kumulatif (D). Tabel 8 menggunakan hukumrasio Palmgren-Miner. Nilaikumulatif ni diambil untuk dari(cycle utara. Rasio kerusakan kumulatif pada arah ini disebut D1. to failure) dihitung berdasarkan nilai K2 dan m dis- untuk kondisi pembebanan esuaikan dengan yang ditinjau. Tabeljenis 8.1 sambungan Damage scatter diagramDalam untuk Significant Wave Height (Hs, m) Range
Mean
pembebanan gelombang dari arah utara
Peak Period (Tp, s) <1
1-2
2-3
3- 4
4-5
5-6
6-7
7- 8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
Total
> 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
1.E-06
8.E-07
0.0000
1.4 - 1.6
1.5
2.E-06
1.E-06
0.0000
1.2 - 1.4
1.3
5.E-07
4.E-06
1.E-06
1.0 - 1.2
1.1
3.E-06
6.E-06
1.E-06
7.E-07
0.8 - 1.0
0.9
5.E-06
5.E-06
2.E-06
2.E-06
0.0000 0.0000
total damage (Dtotal) baik untuk desain bracket pertama maupun desain bracket yang kedua. 0.6 - 0.8
0.7
0.4 - 0.6
0.5
4.E-07
4.E-07
Nilai Dtotal adalah:
0.0000
4.E-07
2.E-06
5.E-06
4.E-06
5.E-06
2.E-06
7.E-07
9.E-06
8.E-06
4.E-06
6.E-06
4.E-06
4.E-06
0.0000
3.E-06
1.E-06
2.E-06
0.2 - 0.4
0.3
5.E-06
3.E-06
3.E-06
2.E-06
1.E-06
6.E-06
6.E-06
0.0 - 0.2
0.1
7.E-07
1.E-06
4.E-07
4.E-07
2.E-06
1.E-06
5.E-07
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Total
0.000
0.0000
0.0000 0.0000
0.000
0.0001
8 : D4 Damage scatter diagram untuk pembebanan gelombang dari arah utara ΣSetelah D = D1diperoleh + D2 +Tabel D3nilai + + D5 + D6 + D7 + D8 rasio kerusakan kumulatif (D) untuk semua arah gelombang Setelah diperoleh nilai semua rasio kerusakan kumulatif (D) unmaupun desain bracket yang8.2. kedua. Nilai Dtotal adalah : Total damage pada arah semua gelombang pada Tabel sebanyak delapan arah, maka nilai ditunjukkan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai tuk semua arah gelombang sebanyak delapan arah, maka semua nilai tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total damage (Dtotal) baik untuk desain bracket pertama
Σ D = D1 + D2 + D3 + D4 + D5 + D6 + D7 + D8
Total damage pada semua arah gelombang ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 8.2 Total damage Damage
No.
Load Case
N (D1)
NE (D2 )
E (D3)
SE (D4 )
S (D5)
SW (D6 )
W (D7)
NW (D8 )
Total
1
Full Load, crane 0º
1.298E-04
3.881E-05
1.266E-01
1.700E-04
6.879E-05
2.201E-03
2.034E-04
3.445E-02
0.1037
2
Full Ballast, crane 0º
1.743E-04
6.076E-05
1.866E-01
2.333E-04
9.085E-05
4.017E-03
2.660E-04
4.616E-02
0.1774
3
Full Load, crane 45º
1.544E-04
4.643E-05
1.474E-01
1.958E-04
7.928E-05
2.539E-03
2.358E-04
4.007E-02
0.1305
4
Full Ballast, crane 45º
2.304E-04
7.948E-05
2.458E-01
3.070E-04
1.195E-04
5.313E-03
3.501E-04
6.076E-02
0.2038
5
Full Load, crane 90º
1.376E-04
4.190E-05
1.367E-01
1.795E-04
7.281E-05
2.331E-03
2.189E-04
3.736E-02
0.1168
6
Full Ballast, crane 90º
2.110E-04
7.280E-05
2.232E-01
2.769E-04
1.078E-04
4.888E-03
3.162E-04
5.492E-02
0.1836
Total Damage
0.0010
0.9158
Tabel 9 : Total damage
Umur kelelahan pada sambungan antara topside module dengan geladak FSO merupakan Umur kelelahan pada sambungan antara topside module
9. Kesimpulan
umur dengan rasio kerusakan kumulatif. Jika desain umur
Berdasarkan hasil perhitungan fatigue life pada desain
kelelahan bracket topside module FSO adalah sebagai
nilai tegangan yang terjadi pada desain bracket lengkung, diperoleh nilai umur lelah bracket topside module adalah 27,3 tahun. Nilai ini masih diatas nilai umur lelah yang direncanakan untuk sambungan bracket topside module FSO/FPSO yaitu 25 tahun.
pembagian dariFSO desain umur dengandarirasio dengan geladak merupakan pembagian desain kerusakan kumulatif. Jika desain umur lelah bracket topside module 25tahun, tahun, bracket topsidebahwa module FSO lelah bracket topside moduleFSO FSO 25 makamaka umur umur bracketkelelahan tersebut, maka dapat disimpulkan dengan adalah sebagai berikut: berikut : Fatigue life (years)
Fatigue life (years)
= 25/0.9158 = 25/0.9158 = 27.3 tahun
= 27.3 tahun Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
9
Jurnal Teknik BKI 64 Kesimpulan
Edisi 02-Desember 2014
Berdasarkan hasil perhitungan fatigue life pada desain bracket tersebut, maka dapat
10. Daftar Pustaka Bai, Yong, (2003): “Marine Structural Design” Elsevier,. Oxford Krekel, M. H. and Kaminski, M. L. (2002): FPSOs: Design considerations for the structural interface hull and topsides, Offshore Technology Conference, OTC 13996, Houston.
Septia Hardy Sujiatanti, Jurusan Teknik Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
[email protected]. ac.id. Wasis D. Aryawan, Jurusan Teknik Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
LR (2008): Rules and Regulations for the Classification of a Floating Offshore Installation at Fixed Location (FOIFL), Part 4, Chapter 6. LR (2008): Rules and Regulations of Code for Lifting Appliance in a Marine Environment (CLAME), Chapter 3. Sujiatanti, S.H. (2010): A Comparative Study Of Two Different Crane Seating Designs, Seminar Nasional Teknologi dan Aplikasi Kelautan, Surabaya.
Achmad Zubaydi, Jurusan Teknik Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
65
Aplikasi “DEWARUCI” ap nomorteknik PM 7 tahun 2013, yaitu tentangadalah kewajiban Aplikasi teknik “DEWARUCI” adalah ap pada badan klasifikasi Indonesia (fungsi BKI dalam teknis perhitungan yang dikembangkan Aplikasi teknik “DEWARUC Aplikasi teknik “DEWARUCI” adalah aplikasd teknis yang dikembangkan Aplikasi teknik “DEWARUC awalperhitungan tahun 90-an telah menggunakan aplikasi tekni Dewaruci : Aplikasi Pendukung untuk Tingkatkan Efisiensi Proses suatu sistem jaringan secara terpusat d teknis perhitungan yang dike aplikasi sederhana secara mandiri ataupun aplikasi ker teknis perhitungan yang dikembangkan dalam teknis perhitungan yang dike suatu sistem jaringan secara terpusat de Klasifikasi Kapal menggunakan Dewaruci Control Center (D suatu sistem jaringan secara suatu sistem jaringan secara terpusat denga suatu sistem jaringan secara menggunakan Dewaruci Control Center (D Apli PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sejak didirimenggunakan Dewaruci Cont Sehingga proses dan hasil analisa (engine menggunakan Dewaruci Control Center (DCC) kan pada tanggal 1 Juli 1964, telah banyak mengkelaskan menggunakan Dewaruci Cont tekn Sehingga proses dan hasil analisa (engine kapal-kapal niaga berbendera Indonesia maupun bendera asing. BKI sejak awal tahun 90-an telah menggunakan apSehingga dan hasil an Sehingga proses dan struktur hasil proses analisa (engineerin review) baik dari lambung kapal suatu Sehingga proses dan hasil an baik dari struktur lambung kapal likasi teknis dari berbagai pihak baik pengembangan review) apmen likasi sederhana secara mandiri ataupun aplikasi kerjasama review) dari struktur lam review) baik dari strukturbaik lambung kapalMesin (Div Lambung), permesinan kapal (Div. review) baik dari struktur lam dengan pihak luar. Lambung), permesinan kapal (Div. Mesin Sehi Lambung), permesinan kapal Lambung), permesinan kapal (Div. Mesin da Lambung), permesinan kapal oria dan Loadline (Div. Statutoria) akan disimpan dalam sebuah Server Data Aplikasi teknik “DEWARUCI” adalah aplikasi teknis revie utoria dan Loadline (Div. Statutoria) akan disimpan dalam sebuah Server Data
perhitungan yang dikembangkan dalam suatu sistem jastatutoria dan Loadline (Div. Statutoria) akan disimpan dalam sebuah utoriaListrik), dan Loadline (Div. Statutoria) akan disimpan sebuah Server Database Lam ringan secara terpusat aplikasi dengan menggunakan Dewaruci Listrik), statutoria dan Loadline (Div. Statutoria)dalam akan disimpan dalam sebuah tuitudengan adanya teknis “DEWARUCI” akan meningkatkan kemam Gambar 1 : Matriks Aplikasi “Dewaruci” dengan adanya aplikasi teknis “DEWARUCI” akan meningkatkan kemam Control Center (DCC). Sehingga proses dan hasil analisa Listrik), statutoria dan Loadline (Div. Statutoria) aka Oleh karena dengan adanya aplikasi “DEWARUCI” akan meningk itu dengan adanya aplikasi teknis “DEWARUCI” meningkatkan kemampua (engineering review)itu baik dari struktur lambung kapal, Oleh karena itu dengan adanya aplikasi teknis teknis akan “DEWARUCI” akan meningk
nandalam proses peng-arsipan (terpusat dalam satu server database), verifikas permesinan kapal, statutoria dan Loadline akan disimpan ing-masing target dilihat dalam gambar dalam proses peng-arsipan (terpusat dalam satu server database), verifikasi Oleh karena itupencapaian dengan dapat adanya aplikasi teknis “DEW serta kejelasan dalam proses peng-arsipan (terpusat satu server databas an dalam proses peng-arsipan (terpusat satu serverdalam database), verifikasi dat dalam sebuah Server Database. Oleh karena itu dengandalam 2. serta kejelasan dalam proses peng-arsipan (terpusat dalam satu server databas serta kejelasan dalam proses peng-arsipan (terpusat ang sedang dalam proses approval dan transparansi dalam proses approval. A aplikasi teknis “DEWARUCI” akan meningkatkan Akhirnya aplikasi “DEWARUCI” ini akan menjadi yangadanya sedang dalam proses approval dan transparansi dalam proses approval. Ad
kemampuan serta yang kejelasan dalam proses pengarsipan tools serta panduan bagi user dalam proses desain / apsedang dalam proses approval dan transparansi dalam proses yangteknis sedangkapal dalam proses approval dan transparansi dalam proses approval. Adapu teknis kapal yang sedang dalam proses approval dan t teknis kapal yang sedang dalam proses approval dan transparansi dalam proses (terpusat dalam satu server database), verifikasi data teknis proval / survey kapal agar sesuai dengan aturan rules maun aplikasi teknis “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap besar dan masing-m gan aplikasi teknis “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap besar dan masing-m kapal yang teknis sedang dalam proses approval dan transparanpun guidelines/guidance yang telah diterbitkan oleh BKI. terdir pengembangan aplikasi teknis “DEWARUCI” pengembangan aplikasi teknis “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap da an aplikasi “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap besar dan masing-masin pengembangan aplikasi teknis “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap besar besar d
si dalam proses approval. Adapun pengembangan aplikasi Saat ini aplikasi “DEWARUCI” Palapa I telah dilakukan soft aian adalah sebagai berikut : : besar dan mas- launching target pencapaian adalah sebagai berikut : paian adalah sebagai berikut teknis “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap di divisi terkait. pencapaian adalah: sebagai berikut : untuk digunakan paiantarget adalah sebagai berikut
target pencapaian adalah sebagai berikut : Palapa I
: Menciptakan sistem jaringan terpusat terkait proses dan analisa struktur Lambung, Permesinan, Statutoria, dan Loadlines
>
>
Palapa II
: Menciptakan aplikasi perhitungan struktur kapal secara analitis dengan mengacu pada teori balok prismatik (Hull Girder Response Analysis)
Palapa III
: Menciptakan aplikasi perhitungan struktur kapal secara analitis dengan mengacu pada teori balok prismatik (Hull Girder Response Analysis)
Gambar 2 : Tahap-Tahap Pengembangan Aplikasi Teknis “Dewaruci”
ANALISA FATIGUE PADA STRUKTUR TERAPUNG LEPAS PANTAI (FLOATING OFFSHORE STRUCTURE) DENGAN METODE SIMPLIFIED FATIGUE ANALYSIS Ahmad Zakky
Abstract Floating offshore structure is a structure exposed to cyclic loads due to wave and environment loads. The cyclic loads may occur up to billion times until fatigue failure of structure. Fatigue assessment is mandatory for floating offshore in design stage to guarantee the structures are safe during the operational period since the floating offshore structures are designed without period of drydocking survey as required by prescriptive rules. In this study, various method of fatigue analysis for floating offshore structure will be introduced especially for simplified fatigue method. Furthermore a simple fatigue analysis for FSO will be conducted as sample of fatigue assessment using simplified fatigue analysis method based on Palmgren-miners rule. Keywords : Analisa Fatigue, Floating Offshore Structure, Fatigue Assessment, Simplified Fatigue Method.
1. Pendahuluan
K
egagalan lelah (Fatigue failure) adalah kegagalan yang terjadi pada suatu struktur konstruksi akibat beban yang berulang-ulang. Pada sturktur terapung lepas pantai (Floating offshore structure), beban berulang-ulang terjadi akibat beban yang ditimbulkan oleh gelombang air laut maupun akibat kondisi lingkungan laut lainya seperti angin, arus, dsb. Kegagalan fatigue pada struktur terapung (Floating offshore structure) dapat terjadi pada sambungan konstruksi yang memiliki konsentrasi tegangan yang tinggi (baseplate dan weldments) seperti pada sambungan-sambungan antara pembujur dan penegar. Untuk menjamin suatu struktur terapung lepas pantai seperti FSO, FPSO, FLNG atau FSRU tidak mengalami kegagalan lelah selama masa beroperasinya dimana struktur tersebut dirancang untuk tidak melakukan survey pengedokan, maka analisa lelah (fatigue analysis) untuk struktur tersebut disaratkan dalam tahap desain. Secara umum kegagalan lelah dapat ditentukan dengan dua metode yaitu Metode S-N Curve dan metode Fracture Mechanics (FM). Metode S-N Curve merupakan metode yang paling tepat digunakan dalam tahap desain konstruksi. Analisa lelah pada metode ini dilakukan melalui pendekatan perbandingan antara jumlah siklis beban yang terjadi pada struktur konstruksi (n) dengan kapasitas jum-
lah siklis maksimal beban pada material (N) berdasarkan fatigue test material (S-N Curve). Metode S-N dapat dibagi menjadi tiga metode berdasarkan pendekatan penentuan beban fatigue-nya yaitu, deterministic fatigue method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Sedangkan metode fracture mechanics (FM) digunakan untuk menentukan fatigue berdasarkan perambatan retak (fatigue crack growth) dan ukuran retak yang dapat diterima (flaw size) pada suatu sambungan struktur. Metode fracture mechanics biasanya digunakan untuk menyusun rencana dan strategi pemeliharaan struktur konstruksi (Bai 2003). Pada penelitian ini metode kegagalan fatigue dengan S-N Curves Method dijabarkan lebih rinci berikut dengan tiga metode yang dapat dilakukan untuk menentukan pendekatan beban fatigue terutama metode dengan pendekatan simplified fatigue. Lebih lanjut suatu contoh sederhana dalam menghitung dan menganalisa fatigue dengan menggunakan metode simplified fatigue pada struktur FSO akan dilampirkan pada paper ini sebagai contoh.
2. Tinjauan Pustaka Analisa lelah dengan menggunakan metode S-N Curves dihitung berdasarkan Palmgren-Miner damage cumulative
67
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
m
D i 1
ni n n n n 1 2 3 ........ m N i N1 N 2 N 3 Nm
Dimana:
total strain energy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembebanan adalah sama dengan ni
= Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjad
merupakan hipotesis lelah kumulatif ber- pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat ditulis totalyang energi dari N sikluskerusakan dari konstan amplitudo dasarkan konsep strain energy. Konsep strain energy menyatakan bahwasebagai kerusakanberikut: akan terjadi ketika total strain dengan rumus log S log S energy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembetotal strain menergy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembebanan adalah sama dengan strain energy saat sama n siklus darinvariabel amplitudo bananpada adalah dengan energi dari siklus n 2 Npembebanan n dari adalah n sama dengan itotal n 1 (1)Dapat ditulis D siklus dari 3 Dapat amplitudo ........ mpembebanan (Ayyub dkk, 1998). total energi dari N konstan konstan amplitudo pembebanan (Ayyub dkk, 1998). energi dari N siklus dari konstan amplitudo pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat ditulis N N N N N i 1 i berikut 1 : 2 3 m ditulis dengan rumus sebagai dengan rumus sebagai berikut: an rumus sebagai berikut:
Dimana:m
ana:
ni
mn ni n n n ni n n n m (1) n m 1 2 3D ........ 1 2 (1)3 ........ N N N N N i 1 2 3 m N1 N 2 (S Ni)3 yang terjadi Nm =i1Jumlah siklis rentang i 1 N i tegangan
D
(1)
log N beban pada struktur akibat
Dimana : Dimana: = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban a ni = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terni = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban jadi pada struktur akibat beban siklis (Fatigue log S log S Gambar 1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pende demand) log S log S Si = rentang tegangan (Stress range), N/mm2 1 log S rentang tegangan (S ) yang log S Ni = Jumlah siklis 1 i m m meneyebabkan kegagalan pada sambungan 1 (Fatigue strength) m
N Nilai (Ni) ditentukan logberdasarkan penyebaran data eklog N sperimen dari material yang diuji denganlogbeban siklis N b tertentua (Stress range) sebayak N kali percobaan hinglog N terjadinya (fatigue filure), kemudian Gambarga1. (a) Ilustrasi kegagalan Regresi S-Nlelah Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves hasil eksperimen diregresi sehingga membentuk suatu a a kurva (S-N Curve) seperti disajikan pada Gambar 1a.
log N log N
b
b
Gambar 1.Gambar (a) Ilustrasi RegresiRegresi S-N Curves (b) (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves Gambar 1 : (a) Ilustrasi Regresi S-N S-N Curves (b) Pendekat1. (a) Ilustrasi S-N Curves Pendekatan kurva linear Curves an kurva linear S-N Curves
Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N C
Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010)
Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) 2 : Contoh Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) Gambar Gambar 2. Contoh S-N S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
68
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Metode Simplified Fatigue Analysis Dimana,Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa histogram re N = Jumlah siklis pada longdistribusi term period yangdua diperhitungkan 0 akibat beban gelombang adalah Weibull parameter (Bai. 2003). f(S)
= Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi W parameter adalah :
n N f(S) Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibam D iS 1 0 S N N(S) i 1 barkan pada Gambar 1(b), rumus dasar S-N Curves dapat ( S ) i 0 exp dekatan kurva linear seperti yang dibambarkan pada Gambar 1(b), rumusfdasar A A A ditulis sebagai berikut : m
(6) (7)
t ditulis sebagai berikut:
Dimana, m / A dan ξ adalahNparameter A = Parameter logN logA m logS (2)N0 S 0period Weibull dimana m = Jumlah siklis pada long yang diperhitungkan 0term Parameter 1 (8) skala danD ξ= bentuk. K dasar N 0 rentang ln untuk logA linear logNseperti m logS kan pendekatan kurva yang dibambarkan Gambar density 1(b), rumus (3)f(S) pada = Probability fungtion tegangan, untuk distribusi W Berdasarkan persamaan (5) dimana N merupakan parame-
es dapat ditulis sebagai Sm N berikut: A
(4) A logN logA m logS N m (5) S logA logN m logS
(2)
parameter adalah : ter material dari S-N Curve dan probability density funtion
(3)
Sm N A (4) tegangan (Stress range) S = rentang tegangan (Stress range) A N (5) m N tegangan = jumlah sikliskegagalan rentang tegangan siklis rentang hingga lelah hingga kegaS Dimana :
galan lelah m = gradien / negative slope psi axis log N pada kurva log A = intersepsi axis log N pada kurva rentang tegangan (Stress range)
/ negative slope
1
untuk distribusi Weibull S 2 parameter, S maka persamaan (6) f ( S ) exp (7) dapat disederhanakan A A menjadi : A
N S D 0 0 K ln N 0
m /
m 1
(8)
3. Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pada FSO dengan spesifikasi dan data ukuran utama dapat dilihat pada Table.2. Pembebajumlah siklis rentang tegangan hingga kegagalan lelah nan lingkungan berupa data gelombang terdiri dari 7 vauntuk menentukan nilai siklis kgradien menentukan nilaislope siklis beban lingkungan yangbeban terjadilingkunpada struktur (ni) dapat /Sedangkan negative riasi tinggi gelombang dan 8 variasi arah gelombang (40o, gan yang terjadi pada struktur (ni) dapat dilakukan dengan 85o, 130o,yaitu, 175o, 220o, 265o, 310o, 355o), sehingga jumlah an tiga metode pendekatan penentuan beban fatigue-nya intersepsi axis logberdasarkan N pada kurva tiga metode berdasarkan pendekatan penentuan beban variasi beban gelombang adalah 56 variasi. Setiap variasi igue method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Pada fatigue-nya yaitu, deterministic fatigue method, simplified pembebanan dilengkapi dengan data jumlah kejadian dafatigue method dan spectral fatigue method. Pada Table.1 perbandingan masing-masing metode analisa kelelahan yang dipakai lam kurununtuk waktu 25 tahun (Tabel 3). Sedangkan variasi benrkan untuk menentukan nilai siklis beban lingkungan yang terjadi pada struktur (ni) dapat digambarkan perbandingan masing-masing metode analban muatan terdiri dari tiga yaitu Full Load, full ballast dan elahan struktur kapal dan banguan pantai terapung (Bai, 2003). isatiga kelelahan yang dipakai lepas untuk menganalisa kelelahan dengan metode berdasarkan pendekatan penentuan beban fatigue-nya yaitu, partial Load dengan probabilitas kejadian dapat diketahui struktur kapal dan banguan lepas pantai terapung (Bai, ed Fatigue stic fatigue Analysis method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Pada2003). Sehingga total semua variasi dari Table 4 (Oh dkk, 2003). pembebanan adalah 168 beban gelombang. eoritis metode simplified mengasumsikan bahwa analisa histogram rentang tegangan igambarkan perbandingan masing-masing metode kelelahan yang dipakai untuk
Metode Simplified Fatigue Analysis ombang adalahstruktur distribusi Weibull dua parameter (Bai. terapung 2003). (Bai, isa kelelahan kapal dan banguan lepas pantai 3.1 2003). Target Sambungan
Simplified Fatigue Analysis Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa Target sambungan yang akan dianalisa ditentukan dengan m histogram rentang akibat beban gelombang ecara teoritis metode rentang tegangan n i simplified Ntegangan 0 f(S) mengasumsikan bahwa histogram metode seleksi berdasarkan tegangan maksimal (strength (6) (Bai. 2003). D distribusi Weibull adalah dua parameter N N(S) stress) yang terjadi pada setiap sambungan struktur. Secara i 1 ban gelombang adalah Weibull dua parameter (Bai. 2003). i distribusi 0
umum lokasi sambungan kritis terdapat pada sambungan antara penegar memanjang dengan sekat melintang, ter m masuk juga wash bulkhead dan web frame yang berada n Ndiperhitungkan 0 f(S) siklis pada long term (6) D periodi yang dalam tank (IACS 2010). Lokasi sambungan yang akan diaN(S) i 1 N i 0 ility density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi Weibull nalisadua pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
ter adalah :
Dimana :
1
3.2 Rentang Tegangan
S term period S yang diperhitungkan Jumlah siklis =long f (NS0)pada Jumlah exp pada siklis long(7) term period yang Rentang tegangan (Se ) untuk masing-masing variasi pemA A A Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi Weibull dua
diperhitungkan = density fungtion untuk rentang parameter adalah : Probability m / untuk Weibull dua mdistribusi N tegangan, S D 0 0 S11 S (8) parameter adalah : Kf ( Sln) N exp (7) f(S)
A A
0
N D 0 K
S 0 ln N 0
m /
A
m 1
bebanan diperoleh melalui analisa elemen hingga menggunakan software Poseidon ND 11.0. Pemodelan elemen hingga (meshing dan kondisi batas) dilakukan berdasarkan CSR oil tanker (IACS 2010). Rentang tegangan mempuJurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
(8)
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
69
CRITERIA
Purpose
TR Pi Ti
m T P D R i Ti N i i 1
TR = Reference time Pi = relative frequency Ti = wave period
ni
S-N APPROACH SIMPLIFIED
m
ni
i 1 N i
D
n i N 0 f SdS
1
METHOD
N 0 = Total number of cycles in the long-term period f(S) = Probability density function for the stress range (Represented by 2 parameters Weibull distribution). N f S D 0 dS 0 N S N D 0 S m f SdS K 0
Dimana, f(S) adalah Weibull 2 parameter:
v0i
SPECTRAL
0
D v 0i Tlife
dS
Dimana p(S) adalah Rayleigh PDF: S2 S exp 2 8σ i
4σ i2
2 v 0i Tlife S m1 - S exp 2 K 0 4σ i2 8σ i
pS
D
pS dS NS
n(S)dS = the number of stress range between S and S+dS T = stationary response life process of duration = zero up crossing frequency
n i n SdS v 0i Tlife p(S)dS
S-N Approach are recommended for fatigue assessment and design purpose
DETERMINISTIC
C, m = Paris parameters
ΔK Ya S πa
da m CΔK dN
Paris-Law Equation:
Three regions in crack growth process: Regions I, low crack growth rate, threshold Regions II, Paris law Regions III, Fracture, high crack growth rate.
The fracture mechanics model for fatigue strength is based on crack growth data.
Evaluating crack growth Developing and refining inspection programs.
FRACTURE MECHANICS
Tabel.1 Perbandingan Metode Analisa Kelelahan Pada Struktur Bangunan Apung Lepas Pantai
Palmgren-Miner cumulative damage law
Number of cycles at Si based on fatigue loads (ni)
Final Equation
ξ
m Γ1 ξ
S exp A m/ξ
ξ 1
Sξ 0 lnN 0
ξ S f S AA N0 K
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
70
D
Tabel 1 : Perbandingan Metode Analisa Kelelahan Pada Struktur Bangunan Apung Lepas Pantai
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
Table 2. Data ukuran utama FSO Table 2. Data ukuran utama FSO Table 2. Data ukuran utama FSO L B T H L B T H Item Sistem Tambat L B T H Item Sistem Tambat (m) (m) 2. Data (m) (m) FSO Table ukuran utama Item Sistem Tambat (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) Ukuran 248,32 39,6 23,1 17,32 Spread dengan 5 lajur Ukuran 248,32 39,6B 23,1T 17,32H Spread dengan 5 lajur L Ukuran 248,32 39,6 23,1 17,32 Spread denganTambat 5 lajur Item Sistem (m) (m) (m) (m) Tabel 2 : Data ukuran Ukuran 248,32 39,6 23,1utama FSO 17,32 Spread dengan 5 lajur Table 3. Data Gelombang Table 3. Data Gelombang Table 3. Data Gelombang NE N NW W SW S SE E
NE N NW W SW S SE E Wave Height (feet) TOTAL NE N NW W SW S SE E Wave Height (feet) TOTAL (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) Wave Height (feet) TOTAL (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) Table 3. Data Gelombang (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) Original Mid 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 Original Mid 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 NE 20.022.500 N NW 10.011.750 W 8.321.000 SW 8.451.750 S SE E Original Mid 10.522.750 16.252.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 0,0Wave ~ 1.9 1,0(feet) 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 TOTAL 0,0 ~ 1.9 Height 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 (40°) 4.646.600 (85°) 3.770.900 (130°) 2.322.800 (175°) 1.931.100 (220°) 1.960.500 (265°) 6.788.800 (310°) 6.426.500 (355°) 30.170.000 0,0 1,0 2.322.800 2,0 ~~ 1.9 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 2,0 ~Original 3,9 3,0 Mid 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 10.522.7501.027.000 20.022.500 833.600 16.252.750 513.500 10.011.750 426.800 8.321.000433.500 8.451.750 1.500.400 29.253.750 1.420.500 27.693.750 6.668.800 130.530.000 2,0 3,0 513.500 4,0 ~~ 3,9 5,9 5,0 110.500 227.000 184.220 113.500 94.340 95.820 331.700 313.920 1.471.000 4,0 ~0,0 5,9~ 1.9 5,0 1,0 110.500 227.000 184.220 113.500 94.340 95.820 331.700 313.920 1.471.000 2.322.800 227.000 4.646.600 184.220 3.770.900 113.500 2.322.800 94.340 1.931.100 95.820 1.960.500 331.700 6.788.800 313.920 6.426.500 1.471.000 30.170.000 4,0 5,0 110.500 6,0 ~~ 5,9 7,9 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 6,0 ~2,0 7,9~ 3,9 7,0 3,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 6,0 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 8,0 ~~ 7,9 9,9 9,0 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 8,0 ~4,0 9,9~ 5,9 9,0 5,0 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 110.500 13.506 227.000 10.954 184.220 113.500 5.621 94.340 5.716 95.820 19.729 331.700 18.675 313.920 87.924 1.471.000 8,0 ~~ 9,9 9,0 6.753 6.970 10,0 13,9 11,3 367 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 10,0 ~6,0 13,9 11,3 367 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 ~ 7,9 11,3 7,0 36735.080 73.300 69.390 335.760 10,0 73450.160 16.252.750 59640.730 10.011.750 15025.080 8.321.000 28920.850 8.451.750 29421.170 29.253.750 1.071 1.015 4.516 14,0 ~~ 13,9 25,9 20,0 10.522.750 20.022.500 27.693.750 130.530.000 14,0 ~8,0 25,9 20,0 9,0 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 ~ 9,9 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 14,0 ~ 25,9 20,0 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 10,0 ~ 13,9 11,3 367 734 596 3 : Data150 289 294 1.071 1.015 4.516 Tabel gelombang 14,0 ~ 25,9
20,0
10.011.750 8.321.000muatan 8.451.750 29.253.750 4.16.252.750 Probabilitas pembebanan Table 4. Probabilitas pembebanan muatan Table 4. Probabilitas pembebanan muatan Probability Probability No. Table 4. Loading Patternpembebanan Probabilitas muatan Probability No. Loading Pattern (%) No. Loading Pattern (%) (%) 1 Full Load 25 1 Full Load 25 Probability 12 No. Full Load 25 Loading Pattern Full Ballast 25 2 Full Ballast 25(%) 23 Full Ballast 25 Intermediate Load (50%) 50 3 Intermediate Load (50%) 50 Full Load 3 1 Intermediate Load (50%) 50 25 (Sumber: Oh et. al 2003) (Sumber: Oh et. al 2003) 2 Oh et. al 2003) Full Ballast 25 (Sumber: 3 Intermediate Load (50%) 50 N 85.00 Tabel 4 : Probabilitas pembebanan muatan 85.00 N (Sumber: Oh et. al 2003) N 85.00
10.522.750
20.022.500 Table
27.693.750
130.530.000
o
130.00 o 130.00o 130.00 NW NW NW 130.00
0 0 175.00 W 175.000W
o
o
40.00 o NE40.00o N 85.00 NE40.00 NE o
NW
40.00 o NE 355.00 o 355.00 o E 355.00 E E
175.00 W
0
175.00 W SW SW o S SW 220.00 o S 220.00o S o 220.00 o SW 265.00 265.00o o 265.00 S 220.00 265.00
SE SE SE
E o 310.00 o 310.00o 310.00 SE
355.00
310.00
o
o
o
Gambar 3 : Variasi arah gelombang (Sumber: Glenn Report, 1988) Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
71
nyai nilai yang bervariasi sesuai dengan variasi pembebanannya. Tabel 4 menampilkan rentang tegangan pada sambungan 1 (S1) yang memperlihatkan variasi tegangan terhadap pembebanannya. Hal ini akan diperjelas lagi dari penyebaran rentang tegangan terhadap probabilitas setiap variasi pembebanan yang diperlihatkan pada gambar 3. Rentang tegangan yang diperoleh dari analisa elemen hingga adalah rentang tegangan nominal. Untuk dapat dimasukan ke persamaan (8), maka rentang tegangan nominal dikalikan dengan faktor konsentrasi tegangan. Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa pengaruh konsetrasi tegangan sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bentuk dan jenis sambungan sangat berpengaruh terhadap nilai D. 3.3 Kerusakan Lelah Kumulatif (D) Berdasarkan persamaan (8), D merupakan fungsi dari rentang tegangan, parameter Weibull, jumlah siklus kejadian setiap pembebanan yang telah ditentukan pada data
gelombang dan parameter material. Seperti yang telah diketahui bahwa D diselesaikan dengan menggunakan distribusi Weibull dengan parameter ξ dan incomplete gamma function. Parameter material m dan k dapat ditentukan dari kurva S-N melalui persamaan (5). Harga m dan k memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan bentuk sambungan (Lihat tabel 5). Hasil akhir berupa nilai D beserta estimasi umur lelah sambungan terhadap masa operasional 25 tahun dapat diketahui pada Tabel 7. Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa sambungan 1 (S1) mengalami kegagalan dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun karena nilai D > 1. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya faktor konsentrasi tegangan sangat signifikan berpengaruh dalam menentukan harga D. Semakin kecil harga SCF maka harga D semakin kecil sehingga umur sambungan akan semakin lama. Berdasarkan hal tersebut jika sambungan 1 (S1) dimodifikasi dengan sambungan yang memiliki nilai SCF maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 8.
Table 5. Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya No.
S1
Tipe Sambungan
Typical Sambungan
Antara pembujur sisi & Sekat melintang antara 0.3 - 1.1 max draft
Karakter sambungan terhadap S-N Curves Class
A
m
Sq
F2
4,3E+11
3
35
F2
4,3E+11
3
35
F2
4,3E+11
3
35
F2
4,3E+11
3
35
HP 400 x 13
S3
Antara pembujur Bottom & Sekat melintang T 500 x 12.5/180 x 12.0
S4
Antara pembujur Bottom & web transverse T 500 x 12.5/180 x 12.0
S5
Antara pembujur deck & Sekat Melintang T 500 x 12.5/180 x 12.0
Tabel 6 : Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya
Table 6. Rentang tegangan pada sambungan 1
72
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014 Indeks H Ti Kondisi (s) Jurnal Teknik(m) BKI Pembebanan Edisi 02-Desember 2014 LC1N1 0,304801 2
LC1N3
0,914403
3,1
Jumlah Siklus
SCF
Probabilitas
S nom
Se
(N/mm2)
(N/mm2)
Arah
H
Muatan
Prob
D
total
20022500
1,880
20
38
0,1535
0,7705
0,25
0,02957
1.00E-02
4646600
1,880
39
73
0,1535
0,1788
0,25
0,00686
1.82E-02
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
73
H
Siklus
(s)
SCF
Se
(N/mm2)
S nom
(N/mm2) Arah
H
Muatan total
Prob
D
1,524005
2,133607
LC1N7
3,6
1027000
1,880
50
94
0,1535
0,0395
0,25
0,00152
3.14E-03
6,09602
5,95
59
111
0,1535
0,0087
0,25
0,00034
3.55E-04
734
1,880
63
118
0,0000
0,25
0,00000
5.16E-09
Sambungan
1.5272 0.3843 0.4901 0.5394
Tabel 7 : Kegagalan Lelah Kumulatif ( D )
Sambungan 1 Sambungan 2 Sambungan 3 Sambungan 4
Jenis dan bentuk Sambungan
Analisa Fatigue
Jenis dan bentuk Sambungan
Tabel 8. Modifikasi sambungan (S1)
1 2 3 4
(tahun) 16.37 65.06 51.01 46.34
25/Σ D
Analisa Fatigue
tahun No. telah Jenisdiketahui Sambungan bahwa Σ D D diselesaikan dan parameter material. Seperti yang dengan menggunakan
Weibull, jumlah siklus kejadian setiap pembebanan yang telah umur ditentukan pada data gelombang 25
Estimasi
4.2 Kerusakan Lelah Kumulatif (D) Tabel 7. Kegagalan Lelah Kumulatif (D) Berdasarkan persamaan (8), D merupakan fungsi dari rentang tegangan, parameter
Tabel 6 : Rentang tegangan pada sambungan 1
0,1535
1,880 621 (S1) dimodifikasi 117 0,1535 dengan 0,0005 sambungan 0,25 0,00002 1.61E-06 sambungan yang memiliki
nilai SCF maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 8.
LC1N20
1,880
harga D semakin kecil sehingga umur semakin 2.22E-05 lama. 50160 1,880 62 117 0,1535 sambungan 0,0019 0,25akan 0,00007
227000
LC1N11 3,352811hal 4,75 13506 Berdasarkan tersebut jika
harga SCF maka LC1N9 2,743209 4,3
4
konsentrasi tegangan sangat signifikan berpengaruh dalam menentukan harga D. Semakin kecil
LC1N5
3,125 tahun 4646600karena 1,880nilai D 39 > 1. Seperti 73 0,1535telah 0,1788 0,25 sebelumnya 0,00686 1.82E-02 dari yang kita ketahui faktor
Dari tabel 27 dapat diketahui bahwa sambungan 1 0,1535 (S1) mengalami kegagalan dalam1.00E-02 kurun 0,304801 20022500 1,880 20 38 0,7705 0,25 0,02957
LC1N3 0,914403 waktu kurang
LC1N1
Pembebanan
Jumlah
Ti
beserta estimasi umur lelah sambungan terhadap masa operasional 25 tahun dapat diketahi Probabilitas
padaTabel (m)7.
Kondisi
D Indeks
Table jenis 6. Rentang tegangan pada sambungan berbeda-beda sesuai dengan dan bentuk sambungan (Lihat tabel15). Hasil akhir berupa nilai
dan k dapat ditentukan dari kurva S-N melalui persamaan (5). Harga m dan k memiliki nilai yang
3 4
Sambungan 3 Sambungan 4
0.4901 0.5394
51.01 46.34
Tabel 8. Modifikasi sambungan (S1) Sambungan
Jenis dan bentuk Sambungan
Analisa Fatigue
Sambungan Lama S1
Jenis dan bentuk Sambungan
Analisa Fatigue
Sambungan Baru
K= ΣD= FL =
K= ΣD= FL =
1.880
1.527
16.370
T 500*12.5*180*25.0
1.461
0.872
28.668
T 500*12.5*180*25.0
Tabel 8 : Modifikasi sambungan (S1)
Pada sambungan S1bentuk dengan bentuk tanpa braket di mempengaruhi lokasi (f) fakto Pada sambungan S1 dengan sambungan tanpa sambungan 3. Bentuk dari sambungan sangat braket di lokasi (f) faktor konsetrasi tegangan (SCF) total kekuatan lelah karena Faktor konsetrasi tegangan konsetrasi adalah K = 1.880 dan = 1.527 sehingga umurharga sambunga adalahtegangan K = 1.880 dan(SCF) D = 1.527 total sehingga umur sambungan secaraD matematis sangat mempengaruhi D kurang dari 25 tahun yaitu 16.37 tahun. Jika sambungan S1 pada persamaan (6). kurangpada daribagian 25 tahun yaitu 16.37 tahun. Jikabrasambungan S1 pada bagian (f) dimodifikasi denga (f) dimodifikasi dengan menambahkan ket konstrasi tegangan (SCF) turun hingga K = 1.461. Jika Daftar Pustaka K baru dikalikan dengan rentang tegangan nominal maka harga D mengalami penurunan drastic hingga menjadi Ayyub, B.M., Assakkaf, I., Atua, K., Engle, A., Hess, P., Karaszewski, Z., Kihl, D., Melton, W., Sielski, R.A., Sieve, D = 0.872 atau umur konstruksi menjadi lebih dari 25 taM., Waldman, J., dan White, G.J. Reliability Based Dehun yaitu, 28.668 tahun. Sehingga pada penelitian ini samsign of Ship Structures: Current Practice and Emerging bungan 1 direkomendasikan untuk dimodifikasi dengan Technologies. Research Report ti the US Coast Guard, menambahkan braket pada lokasi (f). SNAME, 1998. Bai, Young. Marine Structure Design. Oxford: Elsevier, 2003. Glenn, A.H. “25 Year Directional Wave Exceedance Data 5. Kesimpulan dan Saran Widuri and Intan Field.” 1988. IACS. Common Structural Rules for Bulk Carrier. London: Sesuai dengan hasil analisa fatigue dan prediksi umur konIACS, 2010. struksi FSO dapat disimpulkan bahwa : IACS. Commons Structural Rules for Oil Tanker. London: 1. Analisa kelelahan pada struktur FSO dengan metode IACS, 2010. J.P Sikora, A. Dinsenbacher, J.A. Beach. “A Method for Estisimplified fatigue analysis telah dilakukan. mating Lifetime Loads and Fatigue Lives for Swath and 2. Konstruksi sambungan S1memiliki harga D > 1 sehConventional Monohull Ships.” Naval Engineer Jouringga sambungan tersebut mengalami kerusakan lenal, ASNE, 1983: 63-85. lah sebelum berumur 25 tahun. Untuk meningkatkan M.H. Oh, W.S. Sim, H.S. Shin. “Fatigue Analysis of Kizomkekuatan lelah maka sambungan S1 dapat dimodiba ‘A’ FPSO using Direct Calculation based on FMS.” fikasi dengan menambahkan braket sehingga D <1 Ocean Technology Conference, 2003. dan umur konstruksi menjadi 28.668 tahun.
Teknik BKI Ahmad Jurnal Zakky, Peneliti IV Divisi Management Strategy PT. Edisi 02Indonesia - Desember 2014 Biro Klasfikasi (Persero),
[email protected]
74
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
STUDI KASUS PENILAIAN RESIKO MOORING LINE PADA SINGLE POINT MOORING AKIBAT BEBAN KELELAHAN BERDASARKAN STANDAR BIRO KLASIFIKASI INDONESIA Muhammad Irfan, Eko B. Djatmiko, Daniel M. Rosyid
Abstract Most of Single Point Mooring which is operating in Indonesia has exceeded its operating. Fatigue is one of the important aspect in floating offshore re-assessment. This paper present a risk assessment of fatigue mooring line of Catenary Anchor Leg Mooring (CALM) buoy system and Floating Storage and Offloading (FSO). This analysis is held using risk matrix with semi quantitative approach. Frequency assessment was performed using reliability analysis, while in determining the consequences of failure, conducted a qualitative approach with two perspectives i.e surveyors BKI and OGP report 2010 related to the failure of mooring worldwide. The purpose of this study was to obtain the level of risk in determining the residual fatigue life of mooring line on the SPM. This study found that the risk level of mooring line SPM # 1043 due to the fatigue load that has been operating about 30 years get in on the level of a safe risk, or enter into a acceptable zone. At the end of this paper are discussions about the initial proposal acceptance criteria of mooring line failure due to fatigue load. Key words : Single Point Mooring, risk, fatigue, reliability, mooring line, BKI.
1. Pendahuluan
S
ingle Point Mooring merupakan salah satu bangunan apung yang banyak beroperasi di Indonesia. Bangunan ini merupakan teknologi sistem tambat dan transfer cargo yang sudah sejak lama digunakan di dunia migas. Umumnya SPM dibangun di bawah pengawasan dan standar klass seperti ABS, LR, DnV, dll. Namun kebanyakan owner/operator SPM yang beroperasi di Indonesia selama ini tidak melakukan perawatan klass (seperti, tidak melakukan periodic survey, special survey, dll) dan kebanyakan SPM tersebut sudah beroperasi lebih dari 20 tahun. Berdasarkan sumber dari BP Migas pada tahun 2010, terdapat sekitar 215 buah SPM yang beroperasi di perairan Indonesia. Ratusan SPM tersebut tanpa pengawasan lansung dari pihak badan klasifikasi nasional. Kegagalan mooring line merupakan perhatian utama dalam operasi sistem struktur bangunan apung. Kegagalan mooring line dapat terjadi selama kondisi pembebanan dinamis beban ekstrim atau karena kerusakan kelelahan disebabkan oleh spektrum beban dinamis berulang selama operasi jangka panjang. Hal ini membuat analisis kelelahan menjadi penting untuk dilakukan agar operasi yang aman bagi system dapat dicapai. Banyaknya ketidakpas-
tian dalam analisis kelelahan, seperti ketidakpastian dalam perhitungan tension mooring line, perhitungan kerusakan kelelahan (fatigue damage) dan sebagainya, menjadikan analisis keandalan penting untuk dilakukan. Penilaian resiko dilakukan untuk melihat level resiko yang diterima sistem struktur akibat beban kelelahan pada mooring line. Dengan adanya penilaian resiko, dapat dijadikan dasar dalam memberikan engeneering jugement terhadap permasalahan yang timbul dalam analisis yang dilakukan secara teoritis dibandingkan dengan kondisi dilapangan, seperti dalam kasus mengenai kekuatan mooring line. Makalah ini menyajikan hasil penilaian resiko dari penelitian studi kasus penilaian ulang sistem mooring line pada SPM yang telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan level resiko dalam menentukan umur sisa kelelahan mooring line pada SPM. Penelitian ini dilakukan meliputi analisis kekuatan, analisis kelelahan, analisis keandalan dan resiko berdasarkan aturan BKI. Dalam penelitian ini SPM yang dievaluasi yaitu SPM # 1043 berjenis CALM buoy. SPM #1043 menambat sebuah FSO secara permanen yang berfungi sebagai offloading dan storage di ladang minyak Cinta perairan tenggara laut jawa (South East Java Sea) pada ke dalam laut 35.54 meter. Mooring
75
Edisi 02- April 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
engeneering jugement terhadap permasalahan yang timbul da an secara teoritis dibandingkan dengan kondisi dilapangan, s nai kekuatan mooring line.
Mooring Arrangement
Mooring detail
CALM Buoy 1
Gambar 1 : Catenary Anchor Leg Mooring (CALM Buoy) [1] system ini menambat FSO 149 kDWT secara permanent. SPM ini sudah dioperasikan sejak tahun 1972 dan terakhir dilakukan pengedokan pada tahun 2001. Berdasarkan laporan survei yang dilakukan BKI tahun 2012 [2], mooring line dalam kondisi heavy marine growth. Selama ini, tidak pernah terjadi kegagalan system akibat kegagalan mooring line atau putus.
cara sistematis. Secara keseluruhan, fokus identifikasi bahaya analisis resiko adalah pada bahaya tujuan utama (key hazards of interest) dan jenis kecelekaan yang dapat ditimbulkan oleh bahaya tersebut. Ada beberapa teknik dalam identifikasi bahaya yang dipaparkan pada aturan BKI Part.4 Vol. 1, dan pada penelitian ini dilakukan dengan metoda HAZID.
2. Tinjauan Pustaka Secara umum, penilaian resiko terdiri dari empat tahapan yaitu [3] : a) Identifikasi bahaya (Hazard Identification) b) Penilaian peluang gagal (Frequency Assessment) c) Penilaian konsekuensi (Concequency Assessment) d) Evaluasi Resiko (Risk Evaluation)
Penilaian peluang gagal (frekuensi) dilakukan setelah mengetahui potensi bahaya yang ada pada system. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk menilai frekuensi seperti analysis of historical data, event tree analysis, fault tree analysis, common case failure analysis, realibility analysis.Teknik yang dipilih dapat disesuai dengan potensi bahaya yang telah diidentifikasi. Pada studi ini, peluang gagal (frekuensi) dinilai menggunakan teknik reliability analysis.
Bahaya adalah sumber peristiwa yang dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, sehingga analisis untuk memahami potensi resiko harus dimulai dengan memahami bahaya (Hazards). Meskipun identifikasi bahaya jarang memberikan informasi secara langsung yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan, namun ini adalah langkah penting yang harus dilakukan. Kadang-kadang identifikasi bahaya dilakukan secara eksplisit menggunakan teknik terstruktur. Diwaktu yang lain (umumnya ketika bahaya tujuan telah diketahui dengan baik), identifikasi bahaya adalah lebih dari sebuah langkah implisit yang tidak se-
Penilaian konsekuensi menjadi bagian inti dari proses penilaian resiko. Penilaian konsekuensi biasanya dilakukan dengan melibatkan pemodelan analitis untuk memprediksi efek dari pristiwa tertentu yang menjadi perhatian. Pemodelan bisa bersifat kuantitif maupun kualitatif. Dalam skenario kualitatif misalnya, maka dibutuhkan paremeter kriteria penerimaan yang harus ditetapkan untuk mengukur dampak konsekuensi yang terjadi. Dampak-dampak yang biasanya dipertimbangkan seperti dampak keselamatan, dampak kesehatan, lingkungan atau ekonomi pada target yang dituju.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
76
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
pada mooring line. Dengan adanya penilaian resiko, dapat dijadikan dasar dalam memberikan engeneering jugement terhadap permasalahan yang timbul dalam analisis yang dilakukan secara teoritis dibandingkan dengan kondisi dilapangan, seperti dalam kasus mengenai kekuatan mooring line. Umumnya evaluasi resiko dilakukan dengan menggunakan matriks resiko. Pada penelitian ini, matriks yang digunakan mengacu pada aturan BKI Part. 4 Vol. 1 dalam matriks 4 x 4. Proses penialain resiko berupa penilaian peluang gagal (frequency) dan penilaian konsekuensi pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu secara kualitatif maupun kuantitaif (lihat Gambar 2). Namun bisa juga dilakukan dengan mengkombinasikannya Mooring Arrangement
yaitu semi kuantitaif. Seperti yang dilakukan dalam studi ini, dimana penilaian peluang gagal dilakukan dengan pendekatan kuantitatif sedangkan penilaian konsekuensi dengan pendekatan kualitatif.
3. Metodologi Dalam studi ini, analisis resiko yang digunakan Mooring detail CALMmetodologi Buoy 1
Gambar 1. Catenary Anchor LegResiko Mooring Buoy) [1] Gambar 2 : Proses Penilaian (BKI, (CALM Part. 4,Vol.1)
Makalah ini menyajikan hasil penilaian resiko dari penelitian studi kasus penilaian yaitu pendekatan analisis resiko line semipada kuantitatif. Da-telah mendapatkan maksimum Kedua ulang sistem mooring SPM yang beroperasi loadcase selama lebih dari 30[4]. tahun di mengenai lam penelitian ini peluang kegagalan ditentukan melalui analisis kelelahan dan keandalan [5] dan yang Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan level resiko dalamterakhir yaipendekatan kuantitatif umur dengan keandalan tu makalah memaparkan mengenaimeliputi analisis resikonya. menentukan sisamenghitung kelelahan mooring line pada SPM. ini Penelitian ini dilakukan mooring line akibat beban kelelahan. Keandalan mooring analisis kekuatan, analisis kelelahan, analisis keandalan dan resiko berdasarkan aturan line dihitung menggunakan simulasi Montecarlo yang tel- 4. Diskusi Hasil dan Pembahasan BKI. Dalam penelitian ini SPM yang dievaluasi yaitu SPM # 1043 berjenis CALM buoy. ah dipaparkan pada makalah sebelumnya [4][5]. Sedang#1043 menambat FSOdilakukan secara permanen yang berfungi sebagai offloading dan kan dalamSPM menentukan konsekuensisebuah kegagalan, Berdasarkan diagram alir (pada Gambar 3) diatas, dapat storage ladang dengan minyakdua Cinta perairan tenggara laut jawa (shouth east java sea) pada ke pendekatan secara di kualitatif sudut pandang, dilihat bahwa pekerjaan pertama yang dilakukan adalah dalam laut 35.54 meter. Mooring system ini menambat FSO 149mooring kDWT secara permanent. pertama yaitu surveyor BKI dan kedua yaitu berdasarkan analisis kekuatan line untuk menentukan loadini produces sudah dioperasikan sejakkegagalan tahun 1972case danyang terakhir dilakukan pengedokan pada Loadcase laporan oilSPM and gas OGP 2010 terkait menghasilkan line tension maksimum. mooring sedunia. Berikut adalah diagram alirsurvei studi yang pe- dilakukan tahun 2001. Berdasarkan laporan BKI tahun 2012untuk [2], mooring tersebut kemudian dipilih dijadikan line kasus pembenilaian ulang mooring line SPM secara keseluruhan. padapernah analisis terjadi kelelahan. Dalam menghitung dalam kondisi heavy marine growth. Selama banan ini, tidak kegagalan system tension mooring line, dilakukan dengan pendekatan time domain akibat kegagalan mooring line atau putus. Diagram alir pada gambar 3 di bawah memaparkan secara keseluruhan alur penelitian yang telah dilakukan, meliput analisis kekuatan mooring line, analisis kelelehan, dilanjutkan dengan analisis keandalan dan resiko. Hasil studi ini dipaparkan dalam 3 publikasi ilmiah, pertama mengenai analisis kekuatan mooring line dengan tujuan untuk
menggunakan software OrcaFlex 9.2. Untuk lebih detail silahkan merujuk pada makalah Irfan, et.al (2014) [4]. Tahap selanjutnya yaitu analisis kelelehan dengan menghitung fatigue damage menggunakan metoda combine spectrum API RP 2SK (2005) dalam menggabungkan low Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
77
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
78
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Gambar3. 3 :Diagram Diagram Alir Gambar AlirPenelitian Penelitian
dan wave frequency respon. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan beban kombinasi kelelahan meliputi gelombang, angin, dan arus per seastate. Kurva T-N API RP 2 SK digunakan dalam perhitungan ini dengan jenis material studlink. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan spread sheet.
studi ini dilakukan secara implisit, karena bahaya tujuan yang akan menjadi perhatian sudah dikenal sejak awal. Pada studi ini bahaya yang ditinjau ialah bahaya akibat kelelahan. Bahaya akibat kelelahan ini disebabakan beban siklis beban gelombang, angin dan arus yang mengenai system mooring line. Akibat bahaya ini bisa menimbulkan kegagalan system dimulai dari putusnya satu rantai hingga multi rantai yang menyebabkan kerusakan fatal pada system struktur.
Hasil diperoleh berupa umur kelelahan mooring line sebesar 9 tahun dengan faktor keamanan 10. Kemudian dilanjutkan dengan analisis keandalan menggunakan simulasi Montecarlo. Menentukan moda kegagalan dan varibel 4.2 Penilaian Peluang Gagal (Frequency Assessment) menimbulkan kegagalan system dimulai dari putusnya satu rantai hingga multi rantai yang random beserta distribusinya dilakukan sebelum simulamenyebabkan kerusakan fatal pada system struktur. si dilaksanakan. Simulasi dilakukan dengan menggunakan Penilaian peluang gagal (frekuensi) dilakukan dengan program Scilab dimulai dari 1000 s/d 5.000.000 eksperimenggunakan analisis keandalan (reliability analysis). 4.2 Penilaian Peluang Gagal (Frequency Assessment) peluang kegagalan 10-5 per tahun dengan satu rantai hingga multi rantai yang -5 men. Hasil yang diperoleh berupa peluang kegagalan 10 Analisis keandalan dilakukan dengan simulasi montecarmenimbulkan kegagalan system dimulai dari putusnya satu rantai hingga multidijelaskan rantai yang menyebabkan kerusakan fatal pada system Penkeandalan ββ ≅ 3.5 3.5 [5]. (frekuensi) per tahun denganindeks indeks keandalan [5]. lo sebagaimana yang sudah sebelumnya. Penilaian peluang gagal dilakukan dengan menggunakan analisis menyebabkan kerusakan fatal pada system struktur. jelasandilakukan penyelesaian lebihsimulasi detail bisa merujuk pada paper keandalan (reliability analysis). Analisis keandalan montecarlo struktur. dengan 4.1 Identifikasi Bahaya (Hazard 4.2 Penilaian Peluang Gagal (Frequency Assessment) 4.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) Irfan et.al (2014) [5]. Dari hasil simulasi sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penjelasan penyelesaian lebih detaildidapat bisa peluang 4.2 Penilaian Peluang Identification) kegagalan dan keandalan mooring line SPMGagal #1043 (lihat peluang (frekuensi) dilakukan dengan menggunakan analisis merujuk pada Penilaian paper Irfan et.algagal (2014) [5]. Dari hasil simulasi didapat peluang kegagalan Langkah selanjutnya yaitu analisis resiko yang dimulai Table 1). Assessment) Langkah selanjutnya yaitu #1043 analisis resiko keandalan (reliability analysis). Analisis(lihat keandalan dengan simulasi montecarlo dan keandalan mooring line SPM Tabledilakukan 1). (Frequency dengan mengidentifikasi bahaya. Identifikasi bahayasebelumnya. pada sebagaimana yang sudah dijelaskan Penjelasan penyelesaian lebih detail bisa Penilaian peluang gagal (frekuensi) yang dimulai Tabel dengan Hasil mengidentifikasi Anaalisis Kelelahan dan Keandalan merujuk pada paper Irfan1.et.al (2014) [5]. Dari hasil simulasi didapat peluang kegagalan dan keandalan mooringbahaya line SPMpada #1043studi (lihat Table bahaya. Identifikasi ini 1). dilakukan dengan menggunakan analisis Fatigue Target Annual dan Keandalan Tabel 1.life Hasil Anaalisis Kelelahan life secara implisit, Fatigue keandalan (reliability analysis). Analisis karena bahaya Totaldilakukan Reliability Index Probability of Reliability Fatigue Target (year) (year) Damage (β) dengan simulasi Annual tujuan yang akan menjadi perhatian sudah life Fatigue life Failure (PoF)keandalan dilakukan Reliability Index Total Probability of Reliability SF = 3 (year)SF = 10 (year) (β) Damagesejak awal. Pada studi ini bahaya montecarlo sebagaimana yang sudah dikenal Failure (PoF) SF = 10
SF = 3
9
31
0.010796 93 9 31 kelelahan. 10-5 yang ditinjau ialah bahaya akibat 0.010796
93
0.9999 sebelumnya. 3.5 Penjelasan dijelaskan
10-5
0.9999
3.5
penyelesaian detail BKI bisa Part.4 merujuk Bahaya akibat ini disebabakan Mengacu padakelelahan kriteria USKelelahan Coast Guard (USCG)lebih di aturan Tabel 1 : frekuensi Hasil Analisis dan Keandalan Mengacu pada kriteria frekuensi US Coast Guard (USCG) di aturan BKI Part.4 Vol.A,beban makasiklis kriteria frekuensi pada angin penelitian ditetapkan pada(2014) Tabel [5]. 2 diDari paper seperti Irfan et.al beban gelombang, dan ini pada Vol.A, maka kriteria frekuensi pada penelitian ini ditetapkan seperti pada Tabel 2 di Mengacu pada kriteria frekuensi US Coast Guard (USCG) di litian ini ditetapkan seperti pada Tabel 2 di bawah. bawah. bawah. hasil simulasi didapat peluang kegagalan arus yang mengenai system mooring line. aturan BKI Part.4 Vol.A, maka kriteria frekuensi pada pene-
Tabel 2. Kriteria Frekuensi
2. Kriteria Frekuensi dan keandalan mooring line SPM #1043 Akibat bahaya ini bisa Tabel menimbulkan Likelihood Frekuensi Frekuensi Diskripsi Likelihood (lihatDiskripsi Table 1). kegagalan system dimulai dari putusnya
Probable
> -2 10-2
0.01 kejadian atau lebih atau > 0.01 0.01 kejadian atau lebih atau > 0.01
> 10 kejadian per mooring line per tahun per mooring line per tahun Tabel 1. Hasilkejadian Anaalisis Kelelahan 0.001 – 0.01 kejadian dan atauKeandalan 1 kejadian per Improbable 10-3 – 10-2 0.001 – 0.01 kejadian atau 1 kejadian per 100 – 1000Annual mooring line per tahun Fatigue -3 -2 Improbable 10 – 10Target Total 100 – 1000 mooring per tahunper 0.0001 –Probability 0.001 kejadian atau 1 kejadian life Fatigue life of line Reliability Reliability Index (β) -4 -3 (year) Probable
Damage
Rare
Rare (year)
0.010796 Remote 93
10 – 10 -4SF = 10 -3
10 – 10
10-59– 10-4
1000 mooring line per tahun –Failure 0.001 kejadian atau 1 kejadian per (PoF) SF0.0001 = 3 – 10000 0.00001 – 0.0001 kejadian atau 1 31 10-5mooring line 0.9999 3.5 1000 – 10000 perkejadian tahun per 10000 – 100000 mooring line per tahun
0.00001 – 0.0001 kejadian atau 1 kejadian Kurang dari 0.00001 kejadian atau < 1 Remote 10-5 – 10-4 -5 per 10000 – 100000 mooring Mengacu pada kriteria frekuensi US per pada ini per ditetapkan Incridible < 10 kejadian 100000penelitian mooring line line per tahun seperti tahun Kurang 0.00001 Coast Guard (USCG) di aturan BKI dari pada Tabel kejadian 2 di bawah.atau < 1 -5 Dari kriteria frekuensi diatas dapat ditentukan bahwa peluang gagal mooring line line per Incridible < 10 per 100000 mooring Tabelfrekuensi 2kejadian : Kriteria Frekuensi Part.4 Vol.A, maka kriteria SPM #1043 masuk pada kriteria Remote . Jurnal Teknik BKI tahun
4.3 Penilaian Konsekuensi (Consequency Assessment)
Edisi 02- Desember 2014
Dari kriteria frekuensi diatas dapat peluang gagal mooring line Tabelditentukan 2. Kriteria bahwa Frekuensi Pada studi ini, penilaian konsekuensi dilakukan secara kualitatif dengan mengacu Jurnal Teknik BKI SPM #1043 masuk pada kriteria Remote . Edisi 02-Desember 2014 pada Likelihood sekenario kegagalanFrekuensi satu mooring line (lihat Gambar 4). Sedangkan untuk kriteria Diskripsi konsekuensi, mengikuti kriteria yang digunakan Stiff et al., (2003) [6] dalam menganalisis 4.3 Penilaian Konsekuensi (Consequency Assessment) 0.01 kejadian atau lebih atau > 0.01 kejadian
79
ealty dan Safety, Environmental, Financial/Bussiness, (lihat pada Gambar 5). Berikut ini dalah analisis konsekuensi apabila terjadinya kegagalan akibat beban kelelahan pada Dari kriteria frekuensi diatas dapat ditentukan bahwa pel- mooring line SPM #1043. ooringuang linegagal SPM #1043. mooring line SPM #1043 masuk pada kriteria a) Berdasarkan pengamatan surveyor BKI
Remote .
a) Berdasarkan pengamatan surveyor BKI yang menambat CNOOC 114 bersifat 4.3 Penilaian (ConsequencyFSO Assessment) SPM #1043Konsekuensi yang menambat CNOOC SPM 114#1043 bersifat unman.FSO Artinya tidak adaunman. Artinya tidak ada orang yang tinggal selama 24 jam orang yangini,tinggal 24 dilakukan jam di secara atas SPM. CNOOC 114 tertambat di atasFSO SPM. FSO CNOOC 114 yangyang tertambat secara perPada studi penilaianselama konsekuensi manent juga bersifat unman. Menurut laporan surveyor, kualitatif dengan mengacu pada sekenario kegagalan satu secara permanent juga bersifat unman. Menurut laporan surveyor, biasanya pekerja mooring line (lihat Gambar 4). Sedangkan untuk kriteria biasanya pekerja melakukan pengecekan sistem produksi melakukan pengecekan sistem produksi sebanyak duatigahingga tigaBerarti kalipoSPM sebanyak dua hingga kali sepekan. konsekuensi, mengikuti kriteria yang digunakan Stiff et al.,ke keSPM kehilangan jiwaJika sangatkegagalan kecil. Jika kega(2003) [6] Berarti dalam menganalisis pada mooring line tensi keamaan sepekan. potensi resiko keamaan atas kehilangan jiwa atas sangat kecil. FPSO. Kriteria konsekuensi yang dipertimbangkan meliputi galan mooring line terjadi saat pekerja melakukan inspeksi, mooring line terjadi saat pekerja melakukan inspeksi, kemungkinan ekstrim Healty dan Safety, Environmental, Financial/Bussiness (lihat kemungkinan ekstrim konsekuensi yang diterima adalah lukahingga ringan hingga yangtidak tidak mengancam hilangpada Gambar 5). Berikut ini adalah adalah analisis konsekuensi konsekuensi yang diterima luka ringan beratberat yang mengancam apabila terjadinya kegagalan akibat beban kelelahan pada nya jiwa seseorang. hilangnya jiwa seseorang. Deterioration
Failure
Detection
•Kerusakan yang memburuk akibat fatigue, korosi dan keausan
•Diikuti dengan kegagalan komponen pada kondis moderat ataupun ekstream
• Tali putus kemungkinan bisa terdeteksi melalui alat monitoring tension yang sudah terpasang. Namun juga bisa tidak diketahui sampai cek rutin bawah laut dilakukan
Shutdown
Inspection
Reduce operations
• Sistem sepertinya harus dimatikan sampai integritas mooring sistem di pastikan aman dan operasi baru dibatasi
• Sistem mooring dan produksi sebaiknya dicek untuk mengidentidfikasi bahaya yang berkaitan
• Dimulainya operasi kembali di bawah kriteria kondisi yang diizinkan
Repair • Pemulihan seluruh mooring sistem
Gambar 4 : Skenario Kegagalan Satu Mooring line
Gambar 4. Skenario Kegagalan Satu Mooring line
Berdasarkan sekenario kegagalan putusnya satu mooring melampaui batas izin perpindahan yang dapat menyebabline, terjadinya kejadian kegagalan dapat terditeksi atau- kan putusnya riser dan menyebabkan terjadinya tumpahBerdasarkan sekenario kegagalan putusnya satu mooring line, terjadinya kejadian pun tidak terdeteksi. an minyak ke laut. Namun menurut pengamatan surveyor, kegagalan dapat terditeksi ataupun tidak terdeteksi. Apabila terjadi kegagalan pada kejadian putusnya riser dan menyebabkan tumpahan minApabila terjadi kegagalan pada dua atau lebih mooring yak termasuk katagori minor sampai sedang. Karena, ketidua atau lebih mooring line, maka hal ini akan miningkatkan pergerakan kapal. line, maka hal ini akan miningkatkan pergerakan kapal. ka terjadi kegagalan satu mooring line, umumnya kejadian Akibanya, SPM akan oleh tertarik oleh gaya seretini kapal bisa melampaui batas izin Akibanya, SPM akan tertarik gaya seret kapal dan bisa terditeksidan dari alat monitoring tension dan proses akan Jurnal Teknik BKI perpindahan yang dapat menyebabkan putusnya riser dan menyebabkan terjadinya Edisi 02 - Desember 2014 tumpahanJurnal minyak ke laut. Namun menurut pengamatan surveyor, kejadian putusnya Teknik BKI 80 02-Desember 2014 riser danEdisi menyebabkan tumpahan minyak termasuk katagori minor sampai sedang. Karena, ketika terjadi kegagalan satu moorng line, umumnya kejadian ini terditeksi
segera dihentikan sementara (shutdown) untuk dilakukan pengecekan dan perbaikan hingga sistem bisa dipastikan aman. Sehingga jika ditinjau dari dampak lingkungan, ketika terjadi kegagalan satu mooring line putus, maka termasuk pada tingkat minor-sedang. Jikapun terjadi tumpahan minyak, tidak akan berdampak secara signifikan karena tumpahan tersebut akan segera distop melalui sistem katup yang ada. Analisa ini dipakai apabila kegagalan tidak sampai menibulkan tenggelamnya kapal atau FSO yang ditambat, karena kemungkinan terjadi konsekuensi tenggelam kapal akibat gagal mooring line sangat kecil.
akses pengetahuan teknis dan pengalaman dengan anggota yang beroperasi di seluruh dunia dalam berbagai medan yang berbeda. Salah satu laporan yang dikeluarkan OGP pada tahun (2010) yaitu mengenai direktori data penilaian resiko struktur pada bangunan lepas pantai. Dalam laporan tersebut terdapat data frekuensi kegagalan mooring line sedunia. Data yang digunakan tersebut ialah data yang dikumpulkan sejak 1980-2002 dari Worldwide Offshore Accident Data Bank (WOAD).
Menurut OGP (2010) frekuensi kegagalan mooring line untuk semi submersibele sebesar 5.78 x 10-3 per tahun. Kejadian ini menyebabkan kerusakan yang meliputi kategori, insisignificant, minor, significat, severe, dan total loss. DefiDari aspek finansial dan bisnis, kegagalan satu mooring nisi masing-masing kategori tersebut berdasarkan OGP line dapat menyebabkan target produksi berkurang akibat adalah sebagai berikut : konsekuensi penghentian produksi / shutdown ketika keg-- Total Loss : Total hilangnya unit termasuk kerugian agalan terdeteksi. Setelah operasi dihentikan akan ditindakonstruktif dari sudut pandang asuransi, namun unit klanjuti dengan inspeksi untuk mengecek sistem mooring dapat diperbaiki dan dioperasikan kembali. dan produksi agar dapat mengidentifikasi potensi baha-- Severe Damage : Kerusakan berat/parah pada salah ya yang ada. Minimal pengecekan dan perbaikan awal satu modul unit; besar atau pun sedang pada strukmembutuhkan waktu sekitar 1-7 hari kerja. Setelah ditur pemikul beban; kerusakan besar pada peralatan pastikan aman, maka sistem akan dihidupkan lagi namun penting. beroperasi di bawah kriteria kondisi yang diizinkan sampai -- Sinigficant Damage : Kerusakan serius pada modul sistem benar-benar dipastikan aman untuk dijalankan sedan daerah unit; kerusakan kecil pada struktur pemicara normal. Selama beroperasi di bawah kriteria terbatas, kul beban, kerusakan yang sinifikan pada peralatan perbaikan mooring line dilakukan, namun jika perbaikan penting tunggal; kerusakan pada peralatan yang membutuhkan keamanan yang tinggi, maka sewaktu-waklebih penting tu sistem bisa dimatikan kembali. Dari analisis kualitatif -- Minor Damage : Kerusakan kecil untuk peralatan subjektif ini, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi kepenting tunggal; kerusakan pada peralatan yang gagalan akibat beban kelelahan pada mooring line SPM non-esensial,; kerusakan struktur non-pemikul be#1043 masuk pada katagori minor - moderat. ban. - Insiginficant Damage : kerusakan tidak-signifikan atau tidak ada kerusakan; - Insiginficant Damage : kerusakan tidak signifikan pada bagian dari(2010) peralatan penting; kerusakan pada kabel penyeret, b) Berdasarkan laporan Oilkerusakan and Gas Produce (OGP) atau tidak ada kerusakan; kerusakan pada bagian dari pendorong, generator dan driver terkait kegagalan mooring line sedunia peralatan penting; kerusakan pada kabel penyeret, pendorong, generator dan driver Level kerusakan akibat kegagalan mooring line sedunia tersebut juga di laporkan Asosiasi internasional Oil and Gas Producer (OGP), telah dalam bentuk peluang yang disajikan dalam Tabel 3. melakukan penyusunan serta penyaring berkaitan den- Level kerusakan akibat kegagalan mooring line sedungan kegagalan struktur bangun laut. Asosiasi profesi yang ia tersebut juga di laporkan dalam bentuk peluang yang Tabel 3. Peluang Kegagalan Mooring line Sedunia (OGP, 2010) bergerak di bidang minyak dan gas ini memiliki banyak disajikan dalam Tabel 3. Insignificant
Minor
0.29
0.44
Single/multiple line
Single
Multiple
failure
0.7
0.3
Damage Level
Significant Severe 0.27
0
Total Loss 0
Tabel : Peluang Kegagalan line Sedunia 2010) akibat Dari tabel di 3atas dapat dilihat bahwa,Mooring level kerusakan atau (OGP, konsekuensi kegagalan mooring line paling sering terjadi adalah dilevel minor, dan kegagalan Jurnal Teknik BKI 02- Desember 2014 atas satu mooring line putus memiliki peluang lebih besar sekitar 70% dariEdisi pada kegagalan multiple line sebesar 30%. Data ini ini menunjukkan bahwa, konsekuensi Jurnal Teknik BKI akibat kegagalan mooring line cukup kecil/minor. Dan kegagalan umumnya Edisi 02-Desember 2014 disebabkan akibat putusnya satu mooring line. Hal ini selaras dengan sekenario kegagalan yang dijelaskan di atas. Kegagalan multiple line sangat jarang terjadi
81
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, level kerusakan atau konsekuensi akibat kegagalan mooring line paling sering terjadi adalah dilevel minor, dan kegagalan atas satu mooring line putus memiliki peluang lebih besar sekitar 70% dari pada kegagalan multiple line sebesar 30%. Data ini ini menunjukkan bahwa, konsekuensi akibat kegagalan mooring line cukup kecil/minor. Dan kegagalan umumnya disebabkan akibat putusnya satu mooring line. Hal ini selaras dengan sekenario kegagalan yang dijelaskan di atas. Kegagalan multiple line sangat jarang terjadi karena ketika satu mooring line gagal biasanya sudah terdeteksi dan segera dilakukan penangan agar tidak menyebabkan gagal mooring line lainnya. Dan secara desain pesimisnya, sistem mooring bangunan apung masih mampu bertahan dalam kondisi satu mooring line putus, namun kondisi ini tidak layak operasi dan harus segera ditangani sehingga tidak menyebabkan kegagalan mooring line lainnya. Data
ini bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menetapkan konsekuensi karena perilaku skenario gagal dan perilaku mooring line pada umumnya sama. Dari pembahasan dua sudut pandang yang berbeda di atas, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi kegagalan mooring line pada SPM #1043 pada kategori minor baik dari segi kesehatan dan keamanan/keselamatan, lingkungan maupun aspek bisnis dan finansial. 4.4 Evaluasi Resiko (Risk Evaluation) Matriks yang digunakan dalam evaluasi resiko dapat dilihat pada Gambar 5. Resiko adalah perkalian antara frekuensi (dalam hal ini peluang gagal) dan konsekuensi. Tabel 4 berikut ini adalah data penilaian resiko berupa peluang gagal dan konsekuensi yang telah di bahas diatas.
Tabel 4. Data Penilaian Resiko
Mooring line SPM #1043
Annual Probability of Failure (PoF) 10-5
Frequency Level Remote
Consequency Level Minor
Tabel 4 : Data Penilaian Resiko
Dengan memasukan data penilaian resiko pada Table 4 ke matrik resiko pada Gambar 5,
Dengan memasukan data penilaian resiko padamooring Table 4 ke jika dibandingakan dengan yang tidak maka diperoleh level resiko line SPM #1043 yaitu pada levelstruktur resiko aman karenadiinspeksi. matrik resiko padadalam Gambar 5, maka diperoleh level resiko Data inspeksi yang akurat seperti laju kororsi dan ketebalzona yang masih bisa diterima (acceptable zone). mooring line SPM #1043 yaitu pada level resiko aman kare- an marine growth dapat menghasilkan perhitungan kondina dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). si aktual mooring line lebih tepat yang mendekati kondisi sebenarnya. Sehingga faktor keamanan 3 dinilai laik untuk 4.5 Diskusi dipergunakan. Dari hasil yang telah didapatkan dan dibahas di atas, dapat BKI sebagaiConsequences salah satu klass yang memiliki aturan terkait Likelihood diobservasi bahwa umur kelelahan SPM #1043 yang tel- mooring line khususnya mengenai SPM ini, belum meneA B C kegagalan mooring D ah beroperasi hampir 30 tahun, memiliki sisa umur keletapkan kriteria penerimaan line akibat lahan yang masih cukup panjang sekitar -3 93 tahun. Ketika beban kelelahan. Berdasarkan studi kasus yang diangkat Improbable F > 10 sisa umur kelelahan tersebut dibagi dengan faktor kea- dalam penelitian ini serta dengan studi literatur terkait krimanan yang ditetapkan BKI sebagai standar keamanan teria penerimaan, maka usulan tahap awal diajukan untuk Rare 10-4< F< 10-3 dalam analisis kelelahan untuk menunjukkan sisa target kriteria penerimaan dalam analisis kelelahan akibat beban umur operasi memperlihatkan bahwa sisa umur operasi lingkungan pada mooring line SPM sebesar 10-5 per tahun. SPM #1043 Remote 10-5< F <10-4 SPM #1043 tidak lebih dari 10 tahun lagi. Hal ini didapat Nilai ini mengandung arti bahwa maksimum peluang kedengan menggunakan faktor keamanan -5 10 yang dipers- gagalan akibat beban kelelahan pada mooring line sebeIncridible F < 10 yaratkan BKI ketika area kritis dan area mooring line tidak sar 10-5 pertahun dengan level konsekuensi minor seperti diinspeksi. Namun ketika menerapkan faktor keamanan 3, yang telah dibahas diSignificant atas. Pertimbangan dan asumsi yang Minor Moderate Catastrophic sisa umur operasi menjadi lebih besar hingga sekitar 3.5 digunakan dalam menetapkan usulan ini ialah : Injury kali lipat dari yang sebelumnya. Namun faktor keamanan sedunia Minor injury 1) Peluang kegagalan mooring line Potential for umumnya requiring -3 Severe injury 3 hanya dipersyaratkan untuk area yang diinspeksi. Penyeberkisar 10 per tahun berdasarkan laporan yang Healty & Safety requiring first multiple medical possible bab perbedaan dalam menetapakan faktor keamaan tendipaparakan Oil and Gas Produce (OGP, 2010). Sehaid fatalities treatment tunya terletak pada adanya ketidakpastian. Ketidakpastian ingga nilai 10-5 masih mengakomodasi peluang kegpada struktur yang dilakukan inspeksi tentunya lebih kecil agalan statistik sedunia berdasarkan data kegagalan Moderat Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
Environmental
82
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Minor spill/little or no
spill/limited respon of
response
short duration
Serious spill/significant
Major spill/significant
resource
clean-up/full
commitment
scale response
maka diperoleh level resiko mooring line SPM #1043 yaitu pada level resiko aman karena dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone).
Consequences
Likelihood
A
Improbable
F > 10-3
Rare
10-4< F< 10-3
Remote
10-5< F <10-4
Incridible
F < 10-5
C
D
Moderate
Significant
Catastrophic
SPM #1043
Minor Minor injury Healty & Safety
B
requiring first aid
Injury requiring
Severe injury
medical
possible
Minor spill/little or no
spill/limited respon of
response
short duration
Equiv. of 1-2 days lost Financial/Bussiness
production and associated repairs
multiple fatalities
treatment Moderat
Environmental
Potential for
Equiv. of 1 week lost production and associated repairs
Serious
Major
spill/significant
spill/significant
resource
clean-up/full
commitment
scale response
Equiv. of 1
Equiv. of 6
month lost
month lost
production
production
and associated repairs
and associeted repairs
Gambar 5. Matriks Penilaian Resiko Gambar 5 : Matriks Penilaian Resiko yang terjadi selama 22 tahun. 2) Hasil penilaian resiko dalam studi ini menunujukan bahwa, level resiko yang diterima sistem mooring line SPM terhadap beban kelelahan masih masuk dalam zona aman. Artinya nilai peluang kegagalan 10-5 masih masuk pada level resiko aman dan jika hasil yang didapat lebih besar dari 10-5 menunjukkan level resiko akan meningkat. 3) Peluang kegagalan 10-5 rasional dan memungkinkan untuk digunakan karena perairan Indonesia yang cenderung moderat dan aman. Hal ini bisa dilihat dari data lingkungan yang digunakan jika dibandingkan dengan data lingkungan Laut Utara atau Teluk Meksiko yang umumnya digunakan sebagai data lingkungan dalam aturan klas seperti DnV dan
ABS. Selain itu bisa dilihat juga dari hasil perhitungan total kerusakan kelelahan (total fatigue damage) yang relative kecil. 4) Dengan nilai taget peluang kegagalan pertahun 10-5 menjadikan keamanan struktur yang ditinjau akibat beban kelelahan cukup tinggi dan membuat BKI sebagai badan klas percaya diri untuk memberikan justifikasi engineering dan klasifikasi laik atau tidaknya SPM yang sudah beroperasi untuk disertifikasi. Dengan adanya suatu nilai kriteria penerimaan peluang kegagalan mooring line akibat beban kelelahan ini dapat dijadikan dasar penilain ulang SPM yang sudah beroperasi lama melebih masa perencanaan pada umumnya dan bisa menjadi dasar dalam justifikasi engineering apabiJurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
83
la terdapat perbedaan yang didapat antara analisis yang dilakukan secara teoris/numeris dengan kondisi dilapangan sebenarnya, seperti dalam kasus mengenai kekuatan mooring line. Dengan adanya analisis kelelahan keandalan dan kriteria penerimaan ini dapat memberikan justifikasi apakah mooring line masih bisa dipertahankan atau harus diganti. karena itu inspeksi menjadi penting karena bisa menurunkan faktor-faktor ketidakpastian yang terjadi disamping ketidakpastian lainnya yang ada dalam analisis kelelahan ini.
5. Kesimpulan dan Saran Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa level resiko yang diterima mooring line SPM #1043 akibat beban kelelahan yang telah beroperasi sekitar 30 tahun masuk pada level resiko aman atau masuk dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). Berdasarkan penilaian keandalan dan resiko pada penelitian ini, maka diusulkan kriteria penerimaan untuk analisis kegagalan mooring line akibat beban kelelahan sebesar 10-5 pertahun. Kriteria penerimaan 10-5 masih cukup besar, sehingga usulan ini masih tahap awal yang butuh studi yang lebih mendalaman dan selanjutnya akan dilakukan penelitian lebih dalam dengan melibatkan contoh kasus mooring line lainnya yang beroperasi di Indonesia. Saran bagi penelitian selanjutnya, dilakukan penilaian konsekuansi secara kuantitaif dengan membuat model analitis lebih terukur.
6. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimaksih kepada PT. Global Maritime yang telah bersedia bekerjama sama dalam menyele-
Muhammad Irfan, Divisi Manajemen Strategis, PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero),
[email protected] Jurnal Teknik Jurusan BKI Eko B. Djatmiko, Teknik Kelautan, ITS - Surabaya, Edisi 02 - Desember 2014 Indonesia
84
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
saikan studi ini, khususnya dalam menggunakan software Oracaflex 9.2. Studi ini didukung penuh oleh manajemen PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sebagai badan klasifikasi nasional Indonesia.
Daftar Pustaka [1] Irfan, Muhammad., (2014) Analisis Mooring Sistem Pada Single Point Mooring Berdasarkan Standard Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI ) : Studi Kasus Penentuan Sisa Umur Kelelahan Mooring Line, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia. [2] BKI.,( 2012) Survey Report of SBM #1043, Jakarta, Indonesia,. [3] BKI., (2012) Guidance For Risk Evaluation For The Clasdification Of Marine Related Facilities. Jakarta, Indonesia: Biro Klasifikasi Indonesia, Jakarta. [4] Irfan, Muhammad., Djatmiko, E.B and Prosodjo, B.S (2014) Analisis Mooring System Pada Single Point Mooring Berdasarkan Standard Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI ), Studi Kasus : Analisis Kekuatan Mooring Line, Proccedings Seminar Nasional Pascasarjana XIVITS, Surabaya, Indonesia, Agust. [5] Irfan, Muhammad., Djatmiko, E.B and Prosodjo, B.S (2014) Mooring System Analysis of Single Point Mooring (SPM) Based on Standard Rules of Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) : Case Study of Determination Residual Fatigue Life of Mooring Line,” 9th International Conference on Marine Technology (MARTEC), Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia, October. [6] J. Stiff, A. B. S. Consulting, J. Ferrari, A. Ku, and R. Spong, (2003) Comparative Risk Analysis of Two FPSO Mooring Configurations,” Offshore Technology Conference (OTC 15377),Houston, Texas, USA, May.
Daniel M. Rosyid, Jurusan Teknik Kelautan, ITS - Surabaya, Indonesia
DAFTAR ALAMAT KANTOR PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA Kantor Pusat Jl. Yos Sudarso Kav. 38-40, Tanjung Priok, Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21)-4301017, 4301703, 4300993 Facs : (62-21)-43936175 e-mail:
[email protected]
Jaringan Pelayanan
Klasifikasi dan Statutoria
Komersil
Belawan
Jl. Veteran No. 218 Belawan Medan - 20411 Phone : (62-61) 6941025 Fax : (62-61) 6941276 e-mail :
[email protected]
Jl. Veteran No. 218 Belawan Medan - 20411 Phone : (62-61) 6941157, 6940370 Fax : (62-61) 6941276 e-mail :
[email protected]
Batam
Graha BKI, Jl. Yos Sudarso Kav. 5 Batam - 29421 Phone : (62-778) 433388, 429023, 429024, 451288 Facs : (62-778) 429020 e-mail :
[email protected]
Graha BKI, Jl. Yos Sudarso Kav. 5 Batam - 29421 Phone : (62-778) 428284, 428438 Facs : (62-778) 429021 e-mail :
[email protected]
Pekanbaru
Jl. Ari n Achmad No. 40 Pekanbaru - 28282 Phone : (62-761) 8417295, 8417296 Facs : (62-761) 8417294 e-mail :
[email protected]
Jl. Ari n Achmad No. 40 Pekanbaru - 28282 Phone : (62-761) 8417291, 8417292, 7662170 Facs : (62-778) 8417293, 7662180 e-mail :
[email protected]
Jambi
Jl. Raden Bahrun No. E11 RT. 11 / RW. 04 Kel. Sungai Putri, Kec. Telanaipura, Jambi Phone : (62-741) 671107 Facs : (62-741) 671108 e-mail :
[email protected]
Jl. Raden Bahrun No. E11 RT. 11 / RW. 04 Kel. Sungai Putri, Kec. Telanaipura, Jambi Phone : (62-741) 671107 Facs : (62-741) 671108 e-mail :
[email protected]
Palembang
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 226, 5 Ilir Palembang - 30115 Phone : (62-711) 713172, 713680, Facs : (62-711) 713173 e-mail :
[email protected]
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 22, 5 Ilir Palembang - 30115 Phone : (62-711) 713171, 713172, 713680, 717151 Facs : (62-711) 713173 e-mail :
[email protected]
Cilegon
Jl. Raya Bojonegara KM. 2 Ds. Karang Tengah, Kec. Cibeber Cilegon, Banten - 42422 Phone : (62-254) 5751683, 8488692 Facs : (62-254) 5751682 e-mail :
[email protected]
Jl. Sultan Ageng Tirtayasa Komplek Istana Cilegon Blok D No. 22 Cilegon, Banten Phone : (62-254) 382347 Facs : (62-254) 382357 e-mail :
[email protected]
Tanjung Priok
Jl. Yos Sudarso 38-40 Tanjung Priok Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 4301017, 4301703, 4300993, 4353291 Fax : (62-21) 4301702 e-mail :
[email protected]
Cirebon
Jl. Tuparev KM. 3 Cirebon - 45153 Phone : (62-231) 201816 Facs : (62-231) 205266 e-mail :
[email protected]
Jl. Tuparev KM. 3 Cirebon - 45153 Phone : (62-231) 201816 Facs : (62-231) 205266 e-mail :
[email protected]
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
85
Jaringan Pelayanan Semarang
Klasifikasi dan Statutoria
Komersil
Jl. Pamularsih No. 12 Semarang - 50148 Phone : (62-24) 7610399 Facs : (62-24) 7610422 e-mail :
[email protected]
Jl. Pamularsih No. 12 Semarang - 50148 Phone : (62-24) 7610744 Facs : (62-24) 7610422 e-mail :
[email protected]
Cepu
Perumahan Cepu Indah Regency Blok D No.10 RW.17, Kec. Cepu, Kab. Blora, Cepu Phone : (62-296) 4260165 Facs : (62-296) 4260165 e-mail :
[email protected]
Cilacap
Perum. Yaktapena Blok E No. 1 Donan Cilacap Phone : (62-282) 537777 Facs : (62-282) 537777 e-mail :
[email protected]
Surabaya
Jl. Kalianget No. 14 Surabaya - 60165 Phone : (62-31) 3295448, 3295449, 3295450, 3295451, 3295456 Facs : (62-31) 3294520, 3205451 e-mail :
[email protected]
Jl. Kalianget No. 14 Surabaya - 60165 Phone : (62-31) 3295448, 3295449, 3295450, 3295451, 3295456 Facs : (62-31) 3294520, 3205451 e-mail :
[email protected]
Pontianak
Jl. Gusti Hamzah No. 211 Pontianak - 78116 Phone : (62-561) 739579 Facs : (62-561) 743107 e-mail :
[email protected]
Jl. Gusti Hamzah No. 211 Pontianak - 78116 Phone : (62-561) 739579 Facs : (62-561) 743107 e-mail :
[email protected]
Banjarmasin
Jl. Skip Lama No. 19 Banjarmasin - 70117 Phone : (62-511) 3358311, 3350983 Fax : (62-511) 3350175 e-mail :
[email protected]
Jl. Skip Lama No. 19 Banjarmasin - 70117 Phone : (62-511) 3367361 Fax : (62-511) 3350175 e-mail :
[email protected]
Balikpapan
Jl. M. T. Haryono No. 8 Ring Road Balikpapan - 76111 Phone : (62-542) 876637, 876641 Facs : (62-542) 876639 e-mail :
[email protected]
Samarinda
Jl. Cipto Mangunkusumo Ruko Rapak Indah No. 10 Samarinda Seberang, Samarinda - 75132 Phone : (62-541) 261423 Facs : (62-541) 261425 e-mail :
[email protected]
Makassar
Jl. Sungai Cerekang No. 28 Makassar - 90115 Phone : (62-411) 3611993 Facs : (62-411) 36515460 e-mail :
[email protected]
86
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Jl. Sungai Cerekang No. 28 Makassar - 90115 Phone : (62-411) 3611993 Facs : (62-411) 36515460 e-mail :
[email protected]
Jaringan Pelayanan
Klasifikasi dan Statutoria
Komersil
Bitung
Jl. Babe Palar No. 53, Madidir Unet Bitung - 95516 Phone : (62-438) 38720, 38721, 38722 Facs : (62-438) 21828 e-mail :
[email protected]
Jl. Babe Palar No. 53, Madidir Unet Bitung - 95516 Phone : (62-438) 34273 Facs : (62-438) 21828 e-mail :
[email protected]
Ambon
Jl. Laksdya Leo Wattimena, Passo Ambon - 97232 Phone : (62-911) 362805, 362806 Facs : (62-911) 361105 e-mail :
[email protected]
Jl. Laksdya Leo Wattimena, Passo Ambon - 97232 Phone : (62-911) 362805, 362806 Facs : (62-911) 361105 e-mail :
[email protected]
Sorong
Jl. Jend. Sudirman No. 140 Sorong - 98414 Phone : (62-951) 322600 Facs : (62-951) 323870 e-mail :
[email protected]
Jl. Jend. Sudirman No. 140 Sorong - 98414 Phone : (62-951) 322600 Facs : (62-951) 323870 e-mail :
[email protected]
Singapura
7500A Beach Road #11-301, The Plaza Singapore - 199597 Phone : 65-68830651, 68830634, 68830643 Facs : 65-63393631 e-mail :
[email protected],
[email protected]
Strategic Business Unit (SBU) Marine
Ruko Green Lake Sunter Jl. Danau Sunter Selatan Blok RC-A Sunter Podomoro, Jakarta Utara Phone : (62-21) 4300139 e-mail :
[email protected]
Strategic Business Unit (SBU) Infrastructure and General Service
Ruko Green Lake Sunter Jl. Danau Sunter Selatan Blok RC-B Sunter Podomoro, Jakarta - 14350 Phone : (62-21) 43912070, 43933925, 4366843 Facs : (62-21) 43937415 e-mail :
[email protected]
Strategic Business Unit (SBU) Industry
Ruko Green Lake Sunter Jl. Danau Sunter Selatan Blok RC-A Sunter Podomoro, Jakarta Utara Phone : (62-21) 4300762 e-mail :
[email protected]
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
87
Daftar GuideslinesBKI BKI DAFTAR Rules RULES& & GUIDELINES Rules, guidelines dan guidance dibawah ini dapat diunduh melalui http://www.bki.co.id/ajax/Login.php dengan terlebih dahulu membuat akun unduh rules dan guidelines. Part/Vol.
Rules/Guidelines/Guidance
Edition
Part 0 - General Guidance A
Petunjuk Masuk Ruang Tertutup
2014
RULES 2015
I II
Rules for Hull
2014
III
Rules for Machinery Installations
2015
IV
Rules for Electrical Installations
2014
V
Rules for Materials
2014
VI
Rules for Welding
2015
VII
Rules for Automation
2014
VIII
Rules for Refrigeration
2014
IX
2013
X
Rules for Ships Carrying Dangerous Chemicals in Bulk
2013
XI
Rules for Approval of Manufacturers and Service Suppliers
2014
XII
Rules for Fishing Vessel
2003
XIII
Regulation (Rules) for The Redundant Propulsion and Steering Systems
2002
XIV
Rules for Non Metalic Material
2014
XV
IACS Common Structural Rules for Bulk Carriers
2014
XVI
IACS Common Structural Rules for Oil Tankers
2014
1
Guidelines for the Use of Gas as Fuel for Ship
2013
2
Guidelines for Ocean Towage
2001
3
Guidelines for Machinery Conditioning Monitoring
2011
4
Guidelines for the Explosion Protection of Electrical Equipment
2001
5
Guidelines for the Carriage of Refrigerated Containers on Board Ships
2004
6
Guidelines for Analysis Techniques Strength
2005
Guidelines
2014
8 Guidance A
Regulation (Guidance) for Ventilation System on Board Seagoing Ships
2004
B
Guidance for Sea Trials of Motor Vessels
2002
C
Buku Petunjuk Pemakaian UT Measurement Report
2006
D
Regulations (Guidance) for the Inspection of Anchor Chain Cables
2002
E
Regulation (Guidance) For The Construction And Testing Towing Gears
2000
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
88
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
F
Regulation (Guidance) for the Performance of Type Tests
2002
G
Regulation (Guidance) for the Corrosion Protection and Coating Systems
2004
H
Regulations (Guidance) for Assessment and Repair of Defects on Propellers
2000
Part 2-Inland Waterway RULES I
Rules for Inland Waterway Vessels-Hull Construction
1996
II
Rules for Inland Waterway Vessels-Machinery Installation
1996
III
Rules for Inland Waterway Vessels-Electrical Installation
1996
Part 3-Special Ships RULES I
Rules for Oil Recovery Vessel
2005
II
Rules for Floating Dock
2002
III
Rules for High Speed Craft
2000
IV
Rules for High Speed Vessels
1996
V
Rules for Fibreglass Reinforced Plastics Ships
1996
VI
Peraturan Kapal Kayu
1996
VII
Rules for Small Vessel Up to 24 M
2013
Guidelines Part 4-Special Equipment And Systems Rules I
Rules for Stowage and Lashing of Containers
2011
II
Rules for Dynamics Positioning Systems
2011
III
Regulation (Rules) for the Bridge Design on Seagoing Ships One Man Console
2004
Guidance A B
2012 2003
Plastics Workboat
Reference tries
-
2012
Rules I
2011
II
2011 Rules for Structures 2002
III IV V
Rules for Machinery Installations Rules for Electrical Installations
VI
2011
VIII XII
2011 Jurnal Teknik BKI 2011 Edisi 02- Desember 2014
VII IX
2011
2000
Rules for Single Point Mooring
Jurnal Teknik BKI 2013 Edisi 02-Desember 2014
2013
89
VI
2011
VII
2011
VIII
2000
IX
Rules for Single Point Mooring
XII
2013 2013
Guidelines 1
2011
2
2013
3
Guidelines for Floating Production Installations
2013
Guidance A
2012
B
Guidance for Fatigue Assessment of Offshore Structures
2015
C
Guidance for Buckling and Ultimate Strength Assessment of Offshore Structures
2015
Part 6-Statutory (Rules/Guidelines/Guidance for Statutory Implementation) Regulation I
Regulation for the Audit and Registration of Safety Management Systems
II
System
2012 2004
Guidelines 1
Guidelines for The Preparation Damage Stability Calculations and Damage Control Documentation on Board
2005
3
Guidelines on Intact Stability
2014
Guidance for the Audit and Registration of Safety Management Systems
2012
Guidance A B
2004
C
Petunjuk Pengujian Kemiringan dan Periode Oleng Kapal
2003
G
Guidance on Intact Stability
2014
Part 7-Class Notation Guidelines 1
2013
2
Guidelines for Dynamic Loading Approach
2013
3
Guidelines for Spectral-Based Fatigue Analysis
2013
A
Guidance for the Class Notation Helicopter Deck and Facilities (HELIL & HELIL(SRF))
2013
B
Guidance for Crew Habitability on Ship
2014
Guidance
C
2014
D
Guidance for Hull Inspection and Maintenance Program
E
Guidance for Planned Maintenance Program
F
Floating Installations and Liftboats
2013 2013
G
Guidance for Coating Performance Standards
2013
H
Guidance for the Class Notation Emergency Response Service (ERS)
2013
I
Guidance for Survey Based on Reliability Centered-maintenance
2012
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
90
2013
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
Pedoman Penulisan JURNAL Jurnal Tenik PEDOMAN PENULISAN TEKNIKBKI BKI 1. Naskah tulisan, dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 2. Format penulisan, maksimal 10 halaman dalam 1 kolom ukuran kertas A4 dengan font Times New Roman ukuran 12, spasi 1,5. Batas atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan tepi kanan 2,5 cm. 3. Judul, menggunakan huruf capital tebal (bold) ukuran font 14 posisi di tengah 4. Nama penulis, nama lengkap dibawah judul disertai nama instansi dan alamat email dengan huruf miring (italic), ukuran font 10 pt. 5. Foto penulis, dilampirkan foto penulis utama dalam soft copy format jpg atau pdf ukuran minimal 3 x 4. 6. Abstrak, diutamakan dalam bahasa Inggris, ditulis dengan huruf miring (italic) dengan font 10. jarak spasi 1, memuat ringkasan lengkap isi tulisan, maksimum 5% tulisan atau 250 kata. 7. Kata kunci, 2-5 kata, diutamakan bahasa inggris sesuai abstrak. 8. Kerangka tulisan, berisi isi dengan bobot prosentase: • Pendahuluan 5% • Tinjauan Pustaka 15% • Metodologi 20% • Diskusi Hasil & Pembahasan 55% • Kesimpulan dan saran 5% • • •
Ucapan terima kasih (bila ada untuk sponsor, pembimbing, asisten, dsb) Daftar pustaka
9. Kutipan referensi, •
Bila seorang
(Joko, 2014)
•
Bila 2 orang
(Joko & Slamet, 2(14)
•
Bila 3 orang
(Joko, et al., 2014)
10. Daftar pustaka, disusun berdasarkan alphabet, dengan ketentuan sbb: a. Buku: Penulis (Tahun). Judul Buku. Penerbit. b. Jurnal: Penulis (Tahun). Judul Tulisan. Nama Jurnal (cetak miring). Volume (Nomor). Halaman. c. Paper dalam prosiding: Penulis (tahun). Judul Tulisan. Nama Seminar (cetak miring). Tanggal Seminar. Halaman. d. Tesis/TA: Penulis (Tahun). Judul. Tesis/TA. Universitas. e. Engineering Standard: Penulis (Tahun). Judul Buku. Penerbit. f.
Dokumen Pemerintah: Organisasi (Tahun). Nama Dokumen. Tempat.
g. Manual Laboratorium: Judul Manual (Tahun). Nama Buku Manual. Penerbit. 11. Tabel dan Gambar, bisa diedit dan harus diberi nomor secara berurutan sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar dan tabel perlu judul singkat yang diletakkan di atas untuk tabel dan di bawah untuk gambar. Khusus tinggi (min. 350kB). 12. Naskah tulisan dikirim dalam bentuk soft copy ke alamat email
[email protected].
pengalaman kerja)
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Desember 2014
91
Redaksi Jurnal Teknik BKI PROPULSI mengucapkan :
SELAMAT
Jasa Klasifikasi dan Statutoria atas terpilihnya Bapak Rudiyanto, Direktur Utama BKI, sebagai Jasa Teknik Maritim dan Industri
ACS Chairman - 2015 Dalam pertemuan Annual Executive Committee ke-22 di Kobe, 11-12 November 2014
Peserta pertemuan tahunan ACS EC 22. Bapak Rudiyanto (baris pertama, kedua dari kiri)
The Association of Asian Classification Societies (ACS) didirikan di Bali pada tanggal 1 Februari 2010 oleh 6 badan klasifikasi se-Asia yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), China Clasification Society (CCS), Indian Register of Shipping (IRS), Korean Register (KR), Nippon Kaiji Kyokai (NK) dan Vietnam Register (VR). Maksud dan tujuan ACS adalah meningkatkan kesalamatan kapal dan perlindungan lingkungan laut bekerjasama dengan komunitas maritim dunia khususnya di Asia melalui pengetahuan dan keahlian yang dimiliki anggotanya. Informasi lebih lanjut : www.asiancs.org/Main/Main.aspx
ASSOCIATION OF ASIAN CLASSIFICATION SOCIETIES