Jurnal Teknik BKI
PROPULSI Edisi 02 - Juni 2015
Proporsion and Premilinary Powering
MIssion Requirement COst Estimate
Lines and Body Plan
Damage Stability
Capacity,
Hydrostatic and Bonjean Curve
Floodable Length and Freeboard
Estimasi Kekuatan Lambung Kapal Trim, and Pasca Kerusakan Estimation Of The Ship Hull Intact Strength After Damaged
Stability
FINAL DESIGN
Estimasi Laju Korosi Pada Pelat Ruang Muat Kapal Tanker yang Berlayar Di Perairan Indonesia
Lightship Weight Estimate
Analisa Fatigue Life Pada Bentuk Bracket Lengkung (Radiused Bracket) Topside Module FSO/FPSO Powering
Arrangements (hull and Machinery) Structure
www.bki.co.id
Salam Redaksi, Redaksi Jurnal Teknik BKI PROPULSI mengucapkan :
SELAMAT
Pada edisi kedua ini kami mengusung tema Desain Kapal. Tema tersebut diambil mengingat jantung utama dari keselamatan kapal adalah desain dari kapal itu sendiri. Secara umum desain kapal meliputi perencanaan kekuatan struktur, sistem permesinan kapal, stabilitas dan hidrodinamika. Apabila desain kapal dilakukan secara matang dan disesuaikan dengan aturan teknik yang ada diharapkan faktor resiko kecelakaan dapat diminimalisir. Dengan kata lain jaminan keselamatan laut dapat ditingkatkan.
atas terpilihnya Bapak Rudiyanto, Direktur Utama BKI, sebagai
ACS Chairman - 2015
Artikel-artikel yang dimuat pada jurnal kali ini membahas desain kapal tentang perencanaan struktur dan hidrodinamika. Perencanaan struktur meliputi kajian terkait pelat, analisa beban dan tegangan, analisa fatigue serta estimasi kekuatan lambung kapal. Artikel mengenai pembagian data gelombang di perairan domestik Indonesia disajikan sebagai faktor penting dalam desain hidrodinamika kapal terkait penentuan beban gelombang pada kapal, khususnya bagi kapal yang berlayar di perairan domestik Indonesia.
Dalam pertemuan Annual Executive Committee ke-22 di Kobe, 11-12 November 2014
Besar harapan kami Jurnal Teknik BKI digunakan sebagai rujukan tidak hanya bagi internal BKI tetapi juga para stakeholder yang terlibat didalamnya. Semoga keberadaan Jurnal ini dapat menjadi media bagi BKI, institusi penelitian dan institusi pendidikan terkait untuk berkolaborasi dalam pengembangan desain kapal sesuai dengan konsep kekinian. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan edisi selanjutnya.
Peserta pertemuan tahunan ACS EC 22. Bapak Rudiyanto (barisan terdepan, kedua dari kiri)
The Association of Asian Classification Societies (ACS) didirikan di Bali pada tanggal 1 Februari 2010 oleh 6 badan klasifikasi se-Asia yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), China Clasification Society (CCS), Indian Register of Shipping (IRS), Korean Register (KR), Nippon Kaiji Kyokai (NK) dan Vietnam Register (VR). Maksud dan tujuan ACS adalah meningkatkan kesalamatan kapal dan perlindungan lingkungan laut bekerjasama dengan komunitas maritim dunia khususnya di Asia melalui pengetahuan dan keahlian yang dimiliki anggotanya. Informasi lebih lanjut : www.asiancs.org/Main/Main.aspx
ASSOCIATION OF ASIAN CLASSIFICATION SOCIETIES
Pengarah Penanggung jawab Pemimpin redaksi Anggota
: Direksi BKI : Kepala Divisi Manajemen Strategis : Senior Manager Riset dan Pengembangan Teknikal : Mochammad Zaky Sukron Makmun ALAMAT REDAKSI Defri Sumarwan Divisi Manajemen Strategis Eko Maja Priyanto Kantor Pusat Biro Klasifikasi Indonesia Lt. 2 Jl. Yos Sudarso No. 38 - 40, Tanjung Priok Gde Sandhyana Pradhita
Jakarta Utara - 14320 Telp. (+62)21 - 4301017, 4301703 ext. 2001 email :
[email protected] Jurnal teknik ini dapat diakses melalui website BKI di Teknik www.bki.co.id Jurnal BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
3
n generalized beam theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut:
�� �� 𝑉�
+ 𝐵�� 𝑉� = 𝑞�
(12)
kakuan adalah
𝑢� 𝑑𝐴 +DAFTAR ∫ 𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 ISI � � �
KAPASITAS PLAT
� ̈ 𝐾𝑓�̈ 𝑓� + Melengkapi ∫� 𝐾𝑓penjelasan diatas, maka dapat � 𝑓� ) 𝑑𝑠 �
incremental
dan
𝐷�� = 𝐷1�� −
membandingkannya
dengan teori membrane plastis.
�� �
PEMBAGIAN DATA GELOMBANG PERAIRAN DOMESTIK INDONESIA
(𝐷2�� + 𝐷2�� ) =
disimpulkan bahwa jika rumus empiris BKI
telah menggunakan batas diatas yield dalam
Untuk
teori elasto/plastic bending, maka salah satu
digunakan beban sebesar 1,2 kali beban
cara untuk mempertahankan tebal plat atau
collapse (0.6MPa) dan untuk membrane
elasto/plastic
bending
akan
menurunkannya adalah dengan menguji
plastic digunakan beban 2 kali collapse
kapasitas plat. Kapasitas plat dalam teori
(0.97MPa), hasil dari equivalent plastic
model beam (Gambar 3), dan selanjutnya
strain yang besar dengan beban membrane
adalah memodelkan secara utuh plat panel,
tipis memiliki kapasitas plat yang jauh lebih
3 mbahasan plat bending telah disimulasikan dengan Salam Redaksi
(13, a, b, c)
Estimasi Kekuatan Lambung Kapal Pasca Kerusakan Estimation Of The Ship Hull Strength After Damaged
51
Estimasi Laju Korosi Pada Pelat Ruang Muat
Abstract
Indonesia
Kurniawan (2012) has been initiated to divide Indonesian waterways by simplified definition 10 by 10 grids in order to recognize the wave characteristic. He concluded that the narrow area definition is required due to the geographical obstacle of some existing area. In this research, 257 areas are created by using two-by-two grid accuracy in general. By using comparable BMKG’s and ECMWF’s metocean data, it is found that the data of BMKG gives higher wave height fluctuation than that of ECMWF. ECMWF data are adviced to be used as wave data source and the wave scatter diagram can be compiled by using this hind-cast data. The HW long-term probability distribution of new area could be assumed by using Weibull distribution.
strain (Gambar 5) menunjukan perbedaan
incremental beban akan dinaikan yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukan pang secara melintang terbuka penegar, kehadiran node Kapal cabang Tankermenjadi yang Berlayar Di Perairan hingga batas collapse. Percobaan kedua bahwa teori membrane menjadikan plat
acement) 𝑢�memberikan (𝑠) , 𝑓�,� (𝑠) 𝑓� (𝑠) dengan lebih komplek, karena diperlukan kemudian beban secaradan kuat dibandingkan plat bending. 57
5
Analisa Fatigue Life Pada Bentuk Bracket Pembagian Gelombang Perairan Domestikdua dinding, han melintang pada Data node. Saat node membagi tidak dapat Lengkung (Radiused Bracket) Topside Module Indonesia FSO/FPSO
0.1313
unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1, node ini tergantung pada node
Keywords : BMKG, ECMWF, Weibull distribusion, Indonesian waterways.
15 Kajian Akibat Beban Lateraldihitung. Dalam dent node) dan Tebal nilaiPelat warpingnya harus Asumsi vlasov yaitu “Rules For Hull”
� mbrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾�� = 0.
1. Pendahuluan
lepas pantai. Ketiadaan data metocean yang valid akan berakibat fatal bagi konstruksi tersebut, yaitu perkiraan yang berlebih atau perkiraan yang kurang dari seharusnya. Dengan perencanaan yang akurat dan matang maka performa bangunan apung yang kita desain dapat kita prediksi mendekati keadaan nyata dalam operasionalnya.
G
0.0034923
gkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut :
elombang adalah fitur dominan yang menjadi pertimbangan utama dalam penentuan desain bangunan apung. Gelombang memiliki pengaruh gaya dan beban yang besar terhadap bangunan dinamis seperti kapal maupun pontoon dan bangunan statis seperti jacket, ataupun offshore platform lain yang bertipe fixed.
tama mendefinisikan dan memilih penampang tak bercabang sebagai
node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1. Gambar 5. Elasto/Plastic bending vs Membrane plastic
23 dua mendefinisikan dependent node, Analisis Ultimate Limit State (ULS) dimana nilai warping tergantung
ndent
Mohammad Arif Kurniawan, Fredhi Agung Prasetyo, Siti Komariyah
45
Kurangnya ketersediaan data metocean yang valid terutama di wilayah perairan Indonesia menjadi kendala dalam permasalahan desain diatas. Beberapa peneliti menggunakan pendekatan dengan data data yang tersedia untuk mengatasi hal ini, seperti Kurniawan (2013) dengan inisiasi pembagian daerah perairan Indonesia untuk mencari wave spectrum, dan spectrum yang tepat untuk kawasan ini. Kemudian, Brunner menggunakan pendekatan dengan rasio terhadap kondisi data lingkungan di laut Atlantic Utara. Berpijak pada kondisi data meta-ocean perairan Indonesia yang sangat minim, maka ditulisan ini akan dianalisa pembagian daerah wave scatter untuk perairan Indonesia dan kapabilitas daerah yang baru kemudian dianalisa dengan menggunakan dua data lingkungan yang berbeda.
Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO
Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk 67 Dengan Menggunakan Idealized Structural Unit Analisa Fatigue Pada Struktur Terapung Lepas arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1. node Method pada node (ISUM)sebelumnya. Pada Elemen Pelat Segi Empat Pantai (Floating Offshore Structure) Dengan Tabel 7.1 Hasil perhitungan rentang tegangan nominal untuk gelombang dari arah utara Metode Simplified Fatigue Analysis
35 Analisis Padaasumsi Penampang Melintang dent node harus Tegangan memenuhi vlasov, regangan geser bernilai nol Significant Wave Height (Hs, m)
an harus
Terbuka Dinding Tipis (Thin-Wall) Menggunakan Metode Generalized Beam memenuhi kesesuaian perpindahan Theory
Range
75
Mean
Peak Period (Tp, s)
<1
1-2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
Studi Kasus Penilaian Resiko Mooring Line melintang.Pada Single Point Mooring Akibat Beban Kelelahan Berdasarkan Standar Biro Klasifikasi Indonesia > 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
1.4 - 1.6
1.5
1.2 - 1.4
1.3
1.0 - 1.2
1.1
0.8 - 1.0
0.9
126.0
0.6 - 0.8
0.7
126.0
0.4 - 0.6
0.5
0.2 - 0.4 0.0 - 0.2
147.0
152.0
147.0
147.0
134.0
147.0
147.0
134.0
147.0
147.0
147.0
134.0
134.0
147.0
147.0
147.0
134.0
134.0
147.0
147.0
147.0
126.0
134.0
134.0
134.0
134.0
147.0
147.0
147.0
0.3
126.0
126.0
126.0
134.0
134.0
134.0
147.0
147.0
0.1
126.0
126.0
126.0
126.0
126.0
126.0
134.0
126.0
Setelah diperoleh nilai rentang tegangan nominal maka rentang tegangan hotspot dapat dihitung dengan cara mengalikan rentang tegangan nominal dengan faktor konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang tegangan 85 hotspot pada semua variasi kejadian gelombang untuk arah gelombang dari utara disajikan dalam
Daftar Alamat Kantor PT. Biro Klasifikasi Indonesia
Gambar 4. Dependent Node (Hijau) 6
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
4
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
88
91 Tabel 7.2.
Daftar Rules & Guideslines BKI Pedoman Penulisan Jurnal Teknik BKI
Untuk mendapatkan hasil desain yang memiliki tingkat kelayakan dengan performa yang optimum, maka gelombang menjadi faktor utama untuk menghindari terjadinya overdesign maupun underestimate. Data metocean merupakan data hasil analisa yang diolah dalam kurun periode waktu tertentu. Data ini diolah berdasarkan sumber data seperti hasil observasi di kapal, atau menggunakan alat ukur. Alat ukur yang digunakan dapat merupakan alat ukur permukaan atau bawah air yang dipasang di stasiun pengukuran terapung (buoy) atau stasiun pengukuran darat. Kemudian, salah satu alat pengukuran adalah satelit altimeter. Data metocean tersebut dapat diperoleh dari badan pemerintah yang menangani bidang prakiraan cuaca atau badan riset lainnya.
Indonesian waterways Berikut ini disampaikan beberapa hasil analisis dengan menggunakan perbandingan data gelombang yang diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia (BMKG)1) dan European centre for medium-range weath-
Penggunaan data metocean sangat diperlukan dalam desain bangunan terapung, seperti kapal atau bangunan
5
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
pengukuran dengan spasial pengukuran
1 dan Gambar 2 menunjukan bahwa adanya
data satu jam, sedangkan data ECMWF
kesesuain yang hampir sempurna antara
diperoleh pada periode 1979 – 2011 dengan
data yang diperoleh dari BMKG dan
spasial pengukuran data enam jam. Gambar
ECMWF, meskipun ditunjukan juga pada
1, Gambar 2, dan Gambar 3 menampilkan
beberapa periode HW data BMKG sedikit
0
200
400
600
800 time unit
1000
1200
1400
1600
Gambar 2 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on year 2005.
Gambar 2 untuk koordinat 110E 5S dan Gambar 3 untuk
lebih dibandingkan dataGambar ECMWF.2 menunjukan bahwa 118E tinggi 0N. Gambar 1 dan
adanya untuk kesesuain yang3,hampir sempurna antara data yang Sedang Gambar data BMKG
180
diperoleh dari BMKG dan ECMWF, meskipun ditunjukan mencatat HW yang lebih besar dibandingkan juga pada beberapa periode HW data BMKG sedikit lebih dengan ECMWF. Sehingga, dimungkinkan tinggi dibandingkan data ECMWF. Sedang untuk Gambar 3, data BMKG mencatat H yang lebih besar dibandingpemodelan dengan menggunakanW data dari kan dengan ECMWF. Sehingga, dimungkinkan pemodelan BMKG menghasilkan data hasil dari simulasi dengandapat menggunakan BMKG dapat menghasilkan hasil simulasi yang tidak sesuai dengan data aktual. yang tidak sesuai dengan data aktual.
118E 0N -2005-
160 140
ECMWF BMKG
120 100
H W [cm]
er forecasts (ECMWF)1). Data gelombang BMKG diperoleh perbandingan datapengukuran histori tinggi gelombang selama kurun waktu 2004 – 2011 dengan spasial pengukuran data satu jam, sedangkan data ECMsignificant (H W ) pada beberapa poin WF diperoleh pada periode 1979 – 2011 dengan spasial sepanjang tahun 2005. Data yang diperoleh pengukuran data enam jam. Gambar 1, Gambar 2, dan dariperbandingan BMKG dan ECMWF ditampilkan Gambar 3 menampilkan data histori tinggi gelombang significant (HW) pada beberapa poin sepandalam gambar gambar tersebut. Gambar 1 jang tahun 2005. Data yang diperoleh dari BMKG dan menunjukkan historitersebut. di point koordinat ECMWF ditampilkan dalam gambardata gambar Gambar 1 menunjukkan data histori di point koordinat 110E 5N. 110E 5N. Gambar 2 untuk koordinat 110E
0
80 60 40
450
110E 5N -2005-
400
20
0
BMKG
300 H W [cm]
0
ECMWF
350
200
400
600
800 Time unit
1000
1200
1400
1600
Gambar 3 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point118E 118E 0N 0N on Gambar 3 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point on year 2005.
250 200 150
year 2005.
100 50 0 0
200
400
600
800 time unit
1000
1200
1400
1600
point110E 110E 5N 5N on Gambar 1 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history Gambar 1 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at at point on year 2005. year 2005. 250
110E 5S -2005-
200
ECMWF BMKG
H W [cm]
150
100
50
0 0
200
400
600
800 time unit
1000
1200
1400
Gambar 4 : Global wavestatistic statistic area 1985).1985). Gambar 4 Global wave area(Hogben, (Hogben,
1600
Gambar 2 Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on
Gambar 2 : Comparison between ECMWF’s and BMKG’s HW history at point 110E 5S on year 2005. Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
6
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
180 160
year 2005.
118E 0N -2005-
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
1
4
7
10
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
13
16
7
1. Data metocean yang reliabilitinya lebih
rendah + 10%.
baik. Dari beberapa kesimpulan diatas, maka
Gambar 4 Global wave statistic area (Hogben, 1985).
2. Pembagian area yang lebih baik.
beberapa hal sebagai berikut diperlukan H W [m]
1 0
4
7
10
13
2
3
4
5
6
7
16
8
11
14
10
11
17
1 0.9 0.8
ECMWF-Pex BMKG-Pex
0.001
P EX (log scale)
5
9
0.1 0.01
2
8
ECMWF-CDF BMKG-CDF
0.0001
0.7 0.6 0.5
CDF
1
1
1.1
0.4 0.00001
3
6
9
12
15
0.3 0.2
0.000001
18
0.1
0.0000001
0
Gambar 6 : Comparison of cumulative probability density dan long term exceedance probability of HW.
Gambar 6 Comparison of cumulative probability density dan long term exceedance
Gambar 5 : Indonesian wave spectrum mapping (Kurniawan dkk, 2012).
probability of HW.
Gambar 5 Indonesian wave spectrum mapping (Kurniawan dkk, 2012).
masing lokasi. Dimana dari semua data lingkungan diatas dapat diperkirakan berdasarkan statistic.
Perbandingan cumulative probability density dan long term exceedance probability dari HW dari data BMKG dan ECMWF ditampikan pada Gambar 6. Gambar 7 menampilkan Weibull plot dari long-term distribution HW untuk data BMKG dan ECMWF. Kedua data dianalisa pada periode pengukuran selama 7 tahun (2004 ~ 2011). Dari gambar tersebut, kemungkinan terpilihnya HW untuk BMKG lebih tinggi dari pada ECMWF, sehingga berakibat HW simulasi akan lebih tinggi dan hasilnya adalah konservatif. Linearity Weibull plot pada Gambar 7 menunjukkan bahwa korelasi sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF sehingga analisa data gelombang menjadi In(HW ) dan In(In (1/PEX )) dapat ditunjukkan dengan sebuah data, sedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: garis lurus hanya untuk ECMWF data, sedangkan keakur1. Data metocean yang reliabilitinya lebih rendah + 10%. 10%. asian BMKG lebih rendah
ECMWF BMKG
3
y = 1.546x - 0.0917
2
2
R = 0.9991
y = 1.8693x - 0.833 2
R = 0.9823
1
ln (H W )
0 -1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
-1
baik.
-2
0.1
0.01 P EX (log scale)
8
4
Dari beberapa kesimpulan diatas, maka beberapa hal seDari beberapa kesimpulan diatas, maka 2. Pembagian area yang lebih baik. bagai berikut diperlukan sehingga analisa data gelombang -3 menjadi lebih akurat :beberapa hal sebagai berikut diperlukan 1. Data metocean yang reliabilitinya lebih baik. H W [m] 1 1.1 Gambar Weibull plot wave scatter datadata of ECMWF and BMKG 2004 to 2011 period 2. Pembagian area yang lebih baik. Gambar77: Weibull plotofofaverage average wave scatter of ECMWF andalong BMKG along 2004 to 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 of measurement analyses.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
1 ln ln PEX
pembagian area untuk wave spectrum
0.001
0.9 ECMWF-Pex BMKG-Pex ECMWF-CDF
0.0001
2011 period of measurement analyses.
0.8
BMKG-CDF
100E
0.7 0.6 0.5
CDF
Kurniawan, 2012, mengajukan rancangan pembagian area untuk wave spectrum perairan Indonesia. Pembagian area tersebut didasarkan pada luasan yang hampir seimbang Kurniawan, 2012, mengajukan rancangan untuk setiap area, seperti ditunjukkan di Gambar 5. Pembagian area ini didasarkan suatu kebutuhan akan tidak tersedianya data wave scatter untuk perairan Indonesia seperti data dari global wave statistic (GWS) yang ditunjukkan di Gambar 4 dimana area dipedalaman kepulauan Indonesia merupakan blank area. Tetapi cakupan sebuah area yang terlalu luas (10o x 10o), dapat menyebabkan menurunnya tingkat akurasi data yang dihasilkan. Sebagai contoh, area 2 pada Gambar 5 menunjukkan area yang mencakup beberapa wilayah yang sebenarnya sangat berbeda karakteristik tinggi gelombangnya, yaitu selat Malaka, pantai barat pulau Sumatra dan Samudera India. Sebagai akibatnya, maka tinggi gelombang area 2 untuk daerah perairan selat Malaka, akan sama dengan area 2 yang merupakan daerah Samudera Hindia sedangkan secara karakteristik kedua lokasi memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari segi kedalaman perairan yang mempengaruhi bathymetry, kecepatan angin, panjang fetch yang dipengaruh oleh kondisi proyeksi medan angin permukaan, serta jejak lintas badai yang mampu mempengaruhi sea state dari masing
110E
120E
130E
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 140E
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
9
danyanglnsangat dapat dengan ln HW akurasi PEX khususnya ln 1 baik
2011 period of measurement analyses. 100E
110E
140E
130E
120E
diasumsikan
2.5
dengan akurasi yang sangat baik khususnya 10N
0
10S
10N 241
242
1
2
25
243
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
29
30
31
32
33
34
35
37
38
39
40
41
42
55
56
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
79
80
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
102
103
104
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
228
229
230
231
232
3
4
26
27
28
49
50
51
52
73
74
75
76
77
97
98
99
100
101
121
122
123
124
145
146
147
148
149
150
169
170
171
172
173
174
193
194
195
196
197
198
100E
78
175 199
110E
120E
1 ln ln PEX
-1
-0.5
-1
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
10
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
2.5 1
y = 1.4962x - 0.1432
2 0.5
2
R = 0.9982 ln(H W )
1 0 -0.5
0 -1.5
-0.5
0.5
1
1.5
-0.5
ln(H W ) 0
0.5
1
1.5
-1 Gambar 9 : Weibull plot of area 32 (all years).
130E
2 32_0_0_0
-1.5
140E
2.5
Gambar 9 Weibull plot of area 32 (all years). y = 1.6734x + 0.5384
• Area 211 dan 212 yang terletak di 130oE ~ 132oE; 8oS ~ 10oS dan 132oE ~ 134oE ; 8oS ~ 10oS disekitar Laut Arafura disebelah selatan kepulauan Tanimbar. • Area 249 yang terletak di 110oE ~ 112oE dan 8oN ~ 10oN didaerah Laut China Selatan disekitar kepulauan Spratly. Wave scatter diagram untuk seluruh area yang diusulkan bagi perairan Indonesia disusun. Kemudian, wave scatter diagram untuk daerah/area yang terpilih dianalisa longterm distribution dari HW-nya. Sebagaimana disebutkan di paragraph sebelumnya bahwa long-term distribution dari HW dapat diasumsikan sesuai dengan distribusi Weibull. Kemudian, Weibull plot dari area 32, 154, 211, 212 dan 249 untuk seluruh tahun ditampilkan di Gambar 9 ~ Gambar 13. Gambar gambar tersebut menunjukkan bahwa korelasi antaraIn (HW ) dan In(In (1/PEX )) dapat digambarkan dengan sebuah garis lurus dengan akurasi yang sangat baik khususnya untuk area 32, 154 dan 249. Sedang untuk area 211 dan 212 akurasinya sebesar 97% ~ 98%. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa long-term distribution dari HW dapat diasumsikan sesuai dengan distribusi Weibull.
2 32_0_0_0
Gambar 9 Weibull plot of area 32 (all years).
10S
Gambar 8 Modified map of Indonesia wave scatter area.
Beberapa lokasi area di peta pembagian perairan Indonesia dipilih untuk menujukkan akurasi usulan wilayah pembagian dan data dari ECMWF. Lima daerah terpilih mewakili perairan Indonesia adalah : • Area 32 yang terletak di 108oE ~ 110oE dan 4oN ~ 6oN didaerah Laut China Selatan disekitar kepulauan Natuna Besar. • Area 154 yang terletak di 112oE ~ 114oE dan 4oS ~ 6oS di perairan Laut Jawa di sebelah selatan pulau Kalimantan.
2
R = 0.9982
0.5 -1
Gambar 8 : Modified map of Indonesia wave scatter area.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk mengatur ulang peta daerah perairan Indonesia dan sekitarnya. Daerah perairan Indonesia adalah daerah pelayaran kawasan Indonesia seperti didefinisikan sesuai PM. 7 tahun 2013 pasal 2 ayat 4. Daerah perairan Indonesia merupakan daerah didalam garis merah jambu pada Gambar 8. Kemudian, pembagian perairan Indonesia baru yang diusulkan didasarkan pada luasan area sesuai prinsip pemetaan yang pertama dengan cakupan daerah yang diperkecil dan ditunjukkan pada Gambar 8. Secara umum, area diatur dengan grid akurasi sebesar 2o x 2o, dan beberapa area diatur khusus dengan memperhitungkan posisi, lokasi dan kontur daratan pada lokasi terpilih.
y = 1.4962x - 0.1432
2
1.5 0 0
distribusi
1.5
43
216
dengan
Weibull.
digambarkan dengan sebuah garis lurus 1 ln ln PEX
sesuai
-0.8
-0.6
-0.4
1 ln ln PEX
1 ln ln PEX
1 2 0.5 1.5
-0.2
-0.6
R = 0.9936
1.5 2.5
0 1 0 -0.5 0.5 -1 0
-0.8
2
2
y = 1.6734x + 0.5384 2
R = 0.9936 ln(H W ) 0.2
0.4
0.6
1
154_0_0_0 ln(H W )
-0.4 -0.2Weibull0 plot of0.2 0.6 Gambar 10 area 1540.4(all years). -0.5
-1
0.8
0.8
1
154_0_0_0
Gambar 10 : Weibull plot of area 154 (all years).
Gambar 10 Weibull plot of area 154 (all years).
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
11
-1.5
212_0_0_0
-2 -2.5
Gambar 12 Weibull plot of area 212 (all years). 3
4 1 ln ln PEX
3
2
1 ln ln PEX
1 ln ln PEX
y = 1.8655x - 0.3817 2
R = 0.9748
4
3 1
-1
-0.5
0.5
2
R = 0.9748
-1
-1
-0.5
0.5
1
1.5
-2
-1
-1
2
0
0.5
1
EX
2
y = 1.8214x - 0.4 2
R = 0.9804
11.5
0.5 1 -1
-0.5 -1
ln(H W)
-0.5 00
-0.5
Dari hasil analisa diatas, maka data gelombang ECMWF, mempunyai kapabilitas, kapasitas dan realibilitas untuk digunakan sebagai acuan dalam analisa lebih lanjut untuk struktur kapal, maupun bangunan lepas pantai. Untuk analisa tersebut, masih memerlukan beberapa analisa tambahan, seperti analisa data spectrum, response karena histori gelombang terhadap struktur kapal maupun bangunan lepas pantai, dan lainnya.
R = 0.9804
00.5 0.5
-0.5 0 -1
1.5 ln(H W)
1
0.5
1
1.5
-1.5-1
2 2
212_0_0_0
-1.5 -2
212_0_0_0
-2
-2.5
-2.5
Gambar 12 Weibull plot of area 212 (all years). Gambar 12 12 Weibull plot 212(all (all years). Gambar : Weibull plotof of area area 212 years). 3 2.5
3
y = 1.677x - 0.7523
y = 1.677x - 0.7523 2
2.5
R2 = 0.9979
1 ln ln 1 2 2 ln ln PEX PEX 1.5
R = 0.9979
1.5
11 Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
12
-1 Teknik BKI -1Jurnal -0.5-0.5 Edisi 02-Juni 2015
0.50.5 00 -0.50 0 -0.5 -1 -1
ln(H ln(H W) W) 0.5 0.5
1
1.5 1.5
1.5
2
2.5
249_0_0_0
Gambar 13 : Weibull plot of of area (all (all years). Gambar 13 Weibull plot area249 249 years).
3 11 Weibull plot of area 211 (all years). Gambar y = 1.8214x - 0.4 2.5 3 2 1 2.5 ln ln 1.5 P 2
1
-2.5
Gambar 11 plot 211(all(all years). -3 Weibull Gambar 11 : Weibull plotof of area area 211 years). 1 ln ln PEX
0.5
-2
211_0_0_0
-2
-0.5 0 -1.5
1.5 211_0_0_0 2
-3
-0.5
-1
ln(H W )
0
ln(H W )
0
ln(H W )
10
2
R = 0.9979
2 1.5
1
y = 1.8655x - 0.3817
2
0
y = 1.677x - 0.7523
2.5
2 2
2.5 2.5
2. Kesimpulan Kurniawan (2012) telah melakukan inisiasi untuk mengelompokkan wilayah perairan indonesia menjadi beberapa area yang dibagi secara sederhana dalam 10 x 10 derajat untuk mengetahui perbedaan karakter gelombang antar luasan area. Dalam hal hasil penelitiannya disimpulkan bahwa perlu dilakukan pembagian area yang lebih rapat dan mempertimbangkan karakter perairan disekitarnya area tersebut. Dalam penelitian lanjutan yang dilakukan ini perairan yang sama akan dibagi kembali menjadi 257 area baru dengan kerapatan pengamatan sebesar 2 derajat. Dengan memanfaatkan data metocean BMKG dan ECMWF sebagai input analisa penulis menemukan bahwa data BMKG memiliki kecenderungan fluktuasi muka laut yang lebih besar dibandingkan dengan data ECMWF. Long-term distribution dari HW data metocean ECMWF untuk area baru perairan
Indonesia dapat diasumsikan dengan mengikuti distribusi Weibull. Sebagai kesinambungan dari analisa yang telah dilaksanakan, perlu dilaksanakan pelaksanaan penelitian dengan menggunakan data gelombang ECMWF untuk analisa spectrum gelombang, response karena data gelombang terhadap struktur kapal atau bangunan lepas pantai.
3. Ucapan Terima Kasih Data metocean dari ECMWF dimiliki oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan diakses serta diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int/ data/d/interim_full_daily/. Data oceanography dari BMKG dimiliki oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dan diakses melalui Stasiun meteorologi Surabaya, dan Kantor pusat BMKG, Kemayoran Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA 1. PM. No.7 2013, Kewajiban klasifikasi bagi kapal berbendera Indonesia pada badan klasifikasi. 2. Kementerian Perhubungan, Standar kapal non-konvensi Berbendera Indonesia, 2009. Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
13
3. Mohammad Arif Kurniawan, Aries Sulistyono, Petrus Eko Panunggal, Spectrum parametric modification for analyzed long and short-term wave in Indonesian waterways by using fourier transformation, TEAM 2013, pp.141-148. 4. European Centre for Medium-Range Weather Fore-
KAJIAN TEBAL PELAT AKIBAT BEBAN LATERAL DALAM “RULES FOR HULL”
casts ECMWF); www.ecmwf.int. 5. Hogben N, Dacunha N M, Olliver F, Global wave statistics, British Maritime Technology Ltd, 1985. 6. Brunnel E, Von Selle H, Kunzel J, Sabel A, Fatigue Analysis and Condition Assessment of FPSO Structures, TSCF Shipbuilders Meeting, 2007.
Topan Firmandha
Abstract BKI as a national classification has determined the minimum scantling of ship structure in accordance with the rules of the BKI Rules For Hull (Part 1, Vol.II). Minimum scantling requirement is expressed in the form of empirical formula in order to make easier to the determining the margin of safety of the ship construction and one of the formula is the minimum requirement of the plate thickness due to lateral loads. This empirical formula using the theory of elasto-plastic bending with failure criteria is above yield points(edge hinges), the consequences of plate thickness is decreases but still not including the margin of safety factor. This is showed by actual plate capacity is stronger than the actual plate (10 ~ 30% compared to the theory), as well as the effect of plastic membrane that is used as a margin of safety limits. Therefore, it can be proposed that the failure of criteria will be increasing up to the limit of collapse, so that the thickness of the plate due to lateral loads can be reduce. Keywords: elasto-plastic bending, lateral load, plastic membrane, edge hinges
) -- Data oceanography dari ECMWF dimiliki oleh European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan diakses serta diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int/data/d/interim_full_daily/. -- Data oceanography dari BMKG dimiliki oleh Badan T RUANGMeteorologi MUAT Klimatologi KAPAL dan Geofisika dan diakses melalui Stasiun meteorologi Surabaya, dan Kantor RAIRAN pusat INDONESIA BMKG, Kemayoran Jakarta.
Fredhi Agung Prasetyo, merupakan pe-
sa dilakukan dengan metode statistik dan Jurnal Teknik BKI 14 kapal. bagian struktur Data-data Edisi 02-Juni 2015 ini akan n struktur, perencanaan inspeksi maupun
alam menentukan konstruksi kekuatan kapal setiap badan klasifikasi mengeluarkan rumus empiris mereka masing-masing dengan berbagai macam factor dan tingkat keamanan tertentu. Tak terkecuali dengan BKI, BKI sebagai badan klasifikasi nasional dalam Rules For Hull (Part.I, Vol.II) juga mengeluarkan rumus empiris guna menentukan jaminan keamanan ukuran konstruksi kapal.
Dalam Rules For Hull Section 3, A.3 disebutkan, “The formulae for plate panels subjected to lateral pressure as given in the following Sections are based on the assumption of an uncurved plate panel having an aspect ratio b/a >= 2,24”. Hal ini menjadikan masalah menjadi lebih sederhana, yakni dengan menggunakan teori pembebanan lateral pada pelat panjang (Lihat Gambar 1). Adapun beberapa asumsi yang lazim digunakan pada teori ini (Da2 ley, 2012) adalah : − • Geometri pelat panjang (panjang b >= 3 • lebar a) • Beban merata • Dijepit dikedua sisi
Secara umum perhitungan kekuatan struktur kapal dapat dipisah menjadi 2 skala besar, yakni kekuatan local dan kekuatan global. Kekuatan local yang dimaksud adalah ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL kekuatan struktur kapal yang tidak terpengaruh pada ukuran, jenis dan geometri kapal, maupun pada daerah pelaTANKER YANG BERLAYAR kasi Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sarjana TeknikDI PERAIRAN INDONESIA yarannya. Sedangkan kekuatan global adalah kebalikannya. (ST) tahun 2000 di Teknik Perkapalan ITS Surabaya, dan gelar M. Eng tahun 2010 dari Osaka University.
Surabaya.
neliti bidang environmental, Struktur Arif dan Fredhi Agung Mohammad Material untuk Kapal dan Bangunan Laut, Prasetyo Kurniawan diperairan Indonesia telah tim BKI pengembangan software DEWARUCI, Researcher - BKI Researcher - BKI Jurnal Teknik ur pelat kapal crude oil yang berlayar
[email protected] 02dan - Desember 2014 Div. Manajemen
[email protected] PT. Biro Klasifiment report pada lebih dari 4500 titik yang Abstrak d
h BKI yang berlayar
[email protected]
2. Tinjauan Pustaka
D
1
Mohammad Arif Kurniawan, merupakan peneliti bidang environmental, Struktur dan Mohammad Arif Material untuk Kapal dan Bangunan Laut, Kurniawan tim pengembangan software DEWARUCI, I Researcher - BKI dan Div. Manajemen Strategi PT. Biro KlaAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL sifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh ki.co.id
[email protected] SarjanadTeknik tahun 2007INDONESIA di Teknik Perkapalan YANGgelar BERLAYAR DI (ST) PERAIRAN ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 di Jurusan yang sama.
1. Pendahuluan
Siti Komariyah, merupakan peneliti bidang environmental, Struktur dan Material untuk Siti Komariyah Fredhi Agung Kapal dan Bangunan Laut, dan Div. ManaResearcher - BKIPT. Biro Klasifikasi Indonesia Prasetyo jemen Strategi
[email protected] Researcher - BKI (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik ITS d (ST) tahun 2003 di Teknik Perkapalan
[email protected]
Pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang kekuatan local struktur kapal, terkhusus pada rumus empiris tebal pelat akibat beban lateral, Arif yakni tentang teori yang diMohammad usung, tingkat factor keamanan yang diambil, serta konKurniawan sekuensi yangResearcher ditimbulkannya. - BKI Tak lupa kami juga akan membuat hipotesa dan juga membahas tentang adanya
[email protected] kemungkinandpenurunan hasil tebal plat dari pembebanan lateral ini.
Inisiasi studi untuk memperkirakan laju korosi pada kapal kapal yang berlayar diperairan Indonesia telah dimulai dengan menggunakan data pengurangan tebal struktur pelat kapal crude oil yang berlayar diperairan Indonesia. Data dikumpulkan dari thickness measurement report pada lebih dari 4500 titik yang
15
∙
Gambar 1 : Ilustrasi pembebanan lateral pada plat panjang 12 − 1 ∙ 2
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
12
−6 10−6 N N N 235.235. 10−6 −6 N = N N 235. 235. 10 10 N2 2,25. 235. 10−6 = 2,25. 2 m = = 2,25. 2,25. m =222,25. m2 m2 m m2 m
∙ 2 12 ∙∙ 2 = = 12 = =
2
−
∙
+
2
2
+3∙
2
=
(1)
Adapun kriteria kegagalan yang akan digunakan selanjutnya adalah “von misses yield” atau sering disebut juga sebagai tegangan total. Von missed yield umumnya dibentuk dengan pola engineering stresses tiga dimensi, yakni dengan menjumlahkan semua tegangan (normal dan geser) pada keseluruhan muka penampang. Sedangkan pada kajian kali ini pokok bahasan adalah plat struktur utama kapal (yang disebut juga sebagai pelat tipis / thin plate), 2 2 2 − plane ∙ +stresses + dapat 3 ∙ 2 digunakan, = maka asumsi yakni (1) dengan menganggap pelat sebagai surface dua dimensi, dan menghilangkan keberadaan tegangan kearah tegak lurus bidang, namun tetap membiarkan adanya deformasi kearah tegak lurus bidang. Bentuk von misses yield dalam pola dua dimensi dapat dilihat dalam formulasi berikut : 2 − 1 ∙∙ 2 + + 222 = + 3∙22 12 −
2
=
(1) (2)
Akan tetapi von misses yield terkadang dapat juga dinyatakan juga dalam bentuk principal stresses, yakni dengan mencari nilai tegangan normal pada saat tegangan geser-nya bernilai nol, sehingga didapatkan nilai maximum dan minimum dari tegangan normal. Selanjutnya persamaan von misses yield diatas jika dirubah dalam bentuk “principal stress” akan menjadi :
12 − 1 ∙ 2 + 22 =
2
(2)
2
(5) (6)
∙ ∙
=
∙ /2
=
3 /12
=
6∙
2
∙ /2 6 ∙ = 3 /12
=
2
(6) (6)
2 Dimana ‘c’ 6 adalah titik berat I adalah mo∙ 6 pelat ∙ 2 = t/2, ∙ dan = = ∙ = 2 2pelat. ment Inertia penampang posi12Subtitusi 2 2Mmax pada (7) si yield mengubah persamaan menjadi :
6∙
6
2
2
∙ ∙ = 2∙ 2 2 (7) 6∙ 6 12 ∙ 2 = = 2∙ = 2 2 12 tegangan 2 maximum Perlu diingat kembali bahwa (7) dari =
2
=
2
∙
beam bending (σx) dalam persamaan diatas akan dimasukan dalam persamaan principal stresses (σ1) dari pelat, sehingga nilainya menjadi equivalent dan membentuk persamaan baru :
= 1
∙ 2
(8)
2 2
= 1,125 ∙
= 1
(9) (8)
= 1 Dan bentuk mem∙ 2 akhir dari pembebanan merata untuk(8) = 1,125 ∙ adalah : buat pelat2 menjadi yield
2∙ 2 = 1,125 ∙ 2 =2 2,25 ∙ .
(9)
2 Von missed yield (σy) dalam rumus diatas (bentuk princi(9) pal stresses) merupakan σyield dalam bentuk “engineering (10) 1 = 1,125 ∙ stresses”. Digunakannya bentuk principal stresses adalah (4) untuk memudahkan dan menyederhanakan persamaan, 3. Metodologi 2 yakni tersisa hanya dua jenis tegangan normal, dengan = 2,25 ∙ . 2 hubungan antar adalah Metode pengerjaan dalam kajian kali (10) 1 ∙ ∙ ke-dua 2 + 22tengan = 2normal tersebut(2) ini adalah dengan 11=−1,125 (4) σ2 = υ σ1, dimana υ adalah posion ratio. Dan persamaan menurunkan persamaan dasar/standar respon plat terhdiatas menjadi : adap pembebanan merata secara lateral dengan criteria 2 2 2 2 kegagalan yield, kemudian merubah persamaan dasar 1 − 1( ∙ 1) + ∙ 1 = (3) tersebut kedalam bentuk empiris baik dengan merubah Untuk pelat baja nilai poisson ratio υ sebesar 0.3, sehingga variabelnya, atau dengan menyesuaikan satuan-satuannya 2 nilai principal stresses (σ1) terhadap yield adalah : pola umum dalam Rules For Hull. Jika hasil =sesuai 2,25 ∙ dengan . (10) dari penurunan rumus empiris lebih besar dari rumus em1 = 1,125 ∙ (4) piris BKI maka criteria kegagalan akan dinaikan ke tingkat edge hinges atau bahkan collapse, dan jika hasilnya lebih Persamaan akhir dari kriteria kegagalan yield dari plat diakecil maka criteria akan diturunkan dibawah yield. Kemutas kemudian akan dimasukan dalam persamaan moment dian akan dilakukan penurunan lagi hingga hasil ke-dua 2 ∙ maximum dari beam bending. Dan persamaan dari beam = rumus empiris mendekati sama atau sama. 2 yang2 dibebani bending ‘a’, beban (5) 12 dengan − 1( panjang ∙ 1) +12 ∙ 1 = 2 dengan(3) ‘p’ merata serta dijepit di kedua sisinya adalah : Jika criteria kegagalan telah diketemukan dengan cara analitis, maka metode selanjutnya yang digunakan adalah ∙ 2 = mengevaluasi rumus empiris BKI secara numeric meng12 (5)
Jurnal Teknik BKI ∙ = Edisi 02 - Desember 2014
=
∙ /2 6 ∙ = 3 /12
2 Jurnal Teknik BKI 1( ∙ 1) + 2 ∙ 12 = 16 1 − Edisi 02-Juni 2015 ∙ ∙ /2 6 ∙ = = = 3 /12
2
2
2
(3)
N N .mN . 222 m m
2 [ ][ 2 ] [. ] [[2 ]] 22 ] (12) .[. ][ (12) [235.] [10 ]] N(12) [ ] [ −6 (12)
N = 2,25. m2
(5)
∙ /2 6 ∙ = 3 /12
Tegangan maximum (σx) yang diakibatkan dari moment bending diatas sebesar :
=
(11) (12)(12)
(5)
m2
.
[ ]
gunakan bantuan software ANSYS workbench. Yakni den- Persamaan diatas dibalik dan satuan – 2satuan standarnya N [ ] 235. 10−6 N gan membalik rumus BKI dari data plat actual, sehingga disesuaikan dengan satuan digunakan dalam 2 =−32,25. . 6 lazim kN kN mm2mm k k 2 yang 2 3 3 −3 6 [ ] m m [∗ ] 10 [ ] . ∗ 10 . ∗ 10 = [∗ 10 yang ]kemudian 10Hull, . akhirnya ∗ 10 : (12) = [ ] . Rules ∗For didapatkan besarnya beban maksimum, 25,29.5,29. N N m2 mhingga 10−410−4 menjadi akan di bebankan pada model finite element. Plat actual (13)(13)2 2 k2 mm kN mm k −3 kN mm berbentuk panel, akan dimodelkan seperti beam dengan k 3 kN 3 2 2 2 −3 6 [∗ ] 10∗−3 [ .] . k k . mm =kN [∗33 10 33 ] = ] =[ ][ . ] . ∗ 10 mm kN mm10−4 ∗ 106 N k∗ 10∗−410 10kN ∗662 10 [∗ 10 . m 5,29. 2 −3 −3 6 −3 6 ukuran penampang t • t dan panjang beam adalah leb[∗ 10[∗ [∗ 10 [ ] [[. ]] .. ∗ 10∗∗ 10 .. 5,29. 10∗∗ 10 10 ] = ]] = 10 10N N = m2 m. 225,29. 10−410∗−4 N N m2 m 10−410 N m 5,29.5,29. 5,29. 10−4 ar panel. Kemudian memproses hasilnya dengan metode 3 (13)(13) 3 √10√10 (13) (13) large displacement, dan mengevaluasi hasilnya dengan cri= = . 43,49 . . . .. . 43,49 . 1000 1000 (14)(14) teria equivalent plastic strain. √103 Dan persamaan akhir menjadi = : . 43,49 . . . 3 1000 3 √10√10 3 33. . 43,49 √10 √10 = 1,37521 . . = . . √10 = 1,37521 . . . 2. = . 43,49 . . . Jika hasil dari equivalent plastic strain sesuai dengan kritekN mm k .. 43,49 1000 = = . 43,49 . . . . . .. = 43,49 . . 3 1000 −3 6 [∗ 10 ] =disimpulkan [ ] . ∗ 10 . 1000 ∗ 10 = 1,37521 . . 1000 1000 ria kegagalan secara analitis maka dapat pada 2 −4 N m 5,29. 10
.
(15)(14) (14) (15) (14) (14)
tingkat mana batasan kriteria kegagalan yang digunakan (13) = 1,37521 = 1,37521 . .. . . . untuk membentuk rumus empiris BKI. Selanjutnya adalah = 1,37521 = . . .. .. . .. = 1,37521 1,37521 (15)(15) memberikan argumen terkait pengambilan kriteria kega(15) (15) galan, dan membuat hipotesa kemungkinan penurunan 2 = .2 . . . . +. + = 1,38 . . . + 2 3 1,38 = 1,38 √10 2,25 ∙ . 43,49 .ditambah = 2,25 ∙ empiris .∙ . BKI. == Setelah . . faktor . korosi, persamaan menjadi : hasil tebal yang dihasilkan dari rumus = 2,25
(14) (16)(16)
1000
4. Hasil dan Pembahasan
2
= 2,25 = 2,25 ∙ .∙ = 2,25 = ∙ .∙∙ = 2,25 2,25
.2 ..
2 22
= 1,38 = 1,38 . . . . . +. + = 1,38 = . . . .. . .. . +.. + =. 1,38 1,38 + = 1,37521
Mengambil kembali dari tinjauan pustaka, bentuk akhir dari persamaan pembebanan merata untuk membuat plat menjadi yield (persamaan 10) adalah : 2
= 2,25 ∙
2
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(16)(16) (15) (16) (16)
Dan persamaan diatas sudah memiliki format yang sama dengan rumus empiris untuk tebal plat alas Rules For Hull . + Section 6. B.1.2 : 2 = 1,21. .
= 1,21. = 1,382. = .21,21. . .+ . . +. +
.
(17)
(17)(17) (16)
Perbedaan dua rumusan diatas menunjukan pula perbe= 1,21. . + kriteria kegagalan, rumus daan2 dalam mengambil = 21,21. . . . +design . .. . +.. + (17)(17) = 1,21. 1,21. + 2 = 21,21. 2= (17) lebih tipis Dari persamaan dasar inilah setiap badan klasifikasi dun- empiris BKI yang menghasilkan tebal plat yang(17) ia mengembangkan persamaan formula empiris mere- memberikan hipotesa bahwa rumus empiris BKI mengamka masing-masing. Sedangkan BKI merubahnya dengan bil kriteria kegagalan diatas yield. Hal ini pun sebagaimana mengganti variable σy dalam variable baru yang disebut yang juga ditemukan pada rumus beban alas dari Rules material faktor k. Nilai k sesuai definisi dari Rules For Hull, DNV “Hull Structural Design, Ships with Length 100 metres above”, kemudian disesuaikan satuan-satuannya dan dijelaskan 2 =and 1,21. . yang . +memiliki kriteria kegagalan hingga col(17) lapse. Rumus standar yang digunakan pada plat elasto/ sebagai berikut : −6 = 1,21 . . 235 235 235 235 235. 10 235. 10N−6 plastis N bending berikut diagramnya disajikan dalam Gam= 1,21 . . = = = = ; =; = N N N 6 N 235. 10−6 N m2−6bar m22 dan Tabel 1 (SSC, 2007). 235 2235 2 . 235 106 . 10 235 235. 10 N 2 2 = = mm m ; m= ; = mm = = 2 N N m N . 106 2 6 N m2 (11) (11) mm2 mm2 m . 10 m2 Menindaklanjuti hipotesa diatas, maka selanjutnya kriteria (11) (11) kegagalan akan dinaikan dari yield ke tingkat edge hinge (plastis pada kedua ujung jepit). Dengan cara penurunan Nilai material faktor k kemudian dimasukkan kembali da- yang sama dengan cara diatas, maka persamaan akhir lam persamaan beban untuk menyebabkan plat yield, dan menjadi : menjadi : = 1,2039 . . . + = 1,2039 . . . + (18) −6 NN N N−6 [N [] 2] 2[ ] 2 235.10 10 235. −6 10 N 235. = 2,25. = 2,25. . 2 . 2 2. [ ] [ ] 2(12) mm22 =m2,25. 2 −6 m mm N [ ] 235. 10 [ N] (12)(12) = 2,25. . [ ] (12) m2 m2
Atau dibulatkan keatas menjadi :
==1,21 1,21. . . .
. . ++
(18)
(19) (19) Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
(6) Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
17
Pressure
Remote Displacemen
Frictionless Support Gambar 2 : Diagram respon plate bending Tabel 1 : Rumus respon plat bending standar
Fixed Support
ujung plastis, dan fenomena inilah yang dikenal
dengan
sebagaimana sudah terlewati bahasannya
nama edge hinges teori elasto/plastic plat bending. Gambar 3 : Bentuk model,pada beban, dan tumpuan
Equivalent Plastic Strain
Hasil terakhir menunjukan bahwa secara analitis, rumus empiris BKI dibangun pada kriteria plastis. Untuk memperjelas dan membuktikan pengambilan kriteria edge hinge pada rumus empiris BKI diatas, maka akan diadakan percobaan numerik dengan software ANSYS workbench, menggunakan analisa non-linear atau large displacement, kemudian menguji kapasitas plat aktual yang umum digunakan pada plat struktur utama kapal (contoh: plat alas) dengan kriteria equivalent plastic strain. Kriteria equivalent plastic strain adalah kriteria yang digunakan ANSYS workbench untuk memperhitungkan munculnya penambahan area plastis/area yang telah melampaui batas tegangan yield dalam suatu analisa struktur. Pelat alas panel yang diuji dengan ukuran geometri 2100x700x15mm, dengan memasukan geometri pada rumus empiris tebal pelat alas BKI diatas, maka akan didapat besarnya beban merata sebesar 313628,6 Pa. Pemodelan diambil pada bagian tengah pelat secara melintang, dengan ukuran penampang model sebesar t • t (15x15mm), bentuk-bentuk tumpuan yang digunakan adalah fixed supJurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
18
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
port yang mengunci semua pergerakan, remote displacement yang membatasi gerak translasi dan rotasi arah x dan y tapi membebaskan kearah z, dan frictionless support yang membuat area ini tidak memiliki gesekan atau dalam kata lain masih berhimpit dengan pelat di sebelahnya, hal ini dilakukan agar hasil analisa sesuai dengan kondisi teori yang dipergunakan. Bentuk model, tumpuan serta beban yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah diproses untuk analisa large displacement, maka hasil untuk Equivalent plastic strain tercapai, sebagaimana yang nampak dalam Gambar 4. Hasil tersebut menjelaskan bahwa terdapat 2 lokasi yang telah mengalami plastis, sehingga membuat mekanisme tumpuan selanjutnya berubah yakni dari tumpuan jepit menjadi tumpuan ujung plastis, dan fenomena inilah yang dikenal dengan nama edge hinges sebagaimana sudah terlewati bahasannya pada teori elasto/plastic plat bending. Dengan 2 metode yang telah dilaksanakan (analitik dan numerik) maka dapat disimpulkan bahwa design criteria
Gambar eq.plastic plasticstrain strain Gambar 4. 4 :Kriteria Kriteria eq. kegagalan yang diambil dalam pembentukan rumus emDengan 2 metode yang telah dilaksanakan piris BKI adalah pada tingkat edge hinges, dengan konsekuensi hasil tebal pelat dibutuhkanmaka menjadidapat lebih (analitik danyang numerik) tipis. Hal ini membuat pertanyaan baru, kenapa BKI tidak disimpulkan bahwa design criteria menggunakan design pada tingkat yield atau dibawah kegagalan yang SF ≥ 1diambil dalam yield, sehingga safety factor-nya ? Untuk menjawabnya, maka beberapa alasan telah disebutkan pada penepembentukan rumus empiris BKI adalah litian rules DNV yang mengambil tingkat collapse (diatas tingkat edge dengan yield dan pada edge hinges) sebagai kriteriahinges, kegagalannya, sebagai berikut : konsekuensi hasil tebal plat yang • Pelat aktual memiliki aspek rasio yang tak hingga, dibutuhkan menjadi lebih tipis. Hal teori ini sehingga akan lebih kuat dibanding asumsi pelat panjang yang dipergunakan (5-10%)
• Batas tegangan yield material aktual biasanya diatas dibanding asumsi teori plat panjang yang nilai tertentu dari yang disyaratkan ( ≥ 235) • dipergunakan Strain hardening akan menaikan kapasitas pelat (5-10%) pada daerah setelah yield. - Batas tegangan yield material aktual • Efek membrane akan menambah kapasitas pelat meskipun hanyanilai pada tertentu defleksi yang biasanya diatas dari besar yang • Pelat yang di design dari rules hanya mengakibatkan disyaratkan ( ≥ 235) deformasi permanen yang sangat kecil
- Strain
hardening
akan
menaikan
Kesimpulannya, dengan mengumpulkan berbagai alasan kapasitas plat pada daerah setelah yield. diatas maka kapasitas pelat aktual lebih tinggi 10~30% - Efek membrane akan menambah dari teori yang dipergunakan.
membuat pertanyaan baru, kenapa BKI
kapasitas plat meskipun hanya pada
tidak menggunakan design pada tingkat
defleksi yang besar
yield atau dibawah yield, sehingga safety factor-nya SF ≥ 1? Untuk menjawabnya,
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
- Plat yang di design dari rules hanya Jurnal Teknik BKI mengakibatkan
Edisi 02-Juni 2015
deformasi
permanen
19
Kapasitas Plat
Okumoto et.al. dalam bukunya “Design of ship hull structures” menjelaskan tentang perilaku membrane Melengkapi penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan plastis ketika melakukan ekperimen plat panel yang di incremental dan membandingkannya KAPASITAS PLAT bahwa jika rumus empiris BKI telah menggunakan ba- beri tekanan air dan dinaikkan secara incremental. Dia penjelasan diatas, bending, maka dapat teori membrane plastis. menyebutkan bahwa ada 3 tahap perubahan : tas diatas Melengkapi yield dalam teori elasto/plastic maka dengan salah satu disimpulkan cara untuk mempertahankan pelatBKI atau bahwa jika rumustebal empiris menurunkannya adalah dengan menguji kapasitas pelat. Pertama, ujung-ujung panel menjadi plastis, kemudian telah menggunakan batas diatas yield dalam Untuk elasto/plastic bending akan Kapasitas plat dalam teori plat bending telah disimulasikan plastis mulai muncul pada tengah panel. Pada tahap ini tidak terjadibeban collapse ataupun defleksi yang sigdengan model (Gambarbending, 3), dan selanjutnya teori beam elasto/plastic maka salah secara satu digunakan sebesar 1,2peningkat kali beban incremental beban akan dinaikan hingga batas collapse. nifikan meskipun telah terbentuk plastis di tiga titik (ujungcara untuk mempertahankan tebal plat atau collapse (0.6MPa) dan untuk membrane Percobaan kedua adalah memodelkan secara utuh pelat ujung dan tengah panel). Fenomena ini menjelaskan fakmenurunkannya adalah menguji plastic digunakan bebantekanan 2 kali air collapse ta bahwa meningkatnya tidak meningkatkan panel, kemudian memberikan beban dengan secara incremental tegangan bending tetapi malah meningkatkan tegangan dan membandingkannya dengan teori membrane plastis. kapasitas plat. Kapasitas plat dalam teori (0.97MPa), hasil dari equivalent plastic membran. plat bending telah disimulasikan dengan strain (Gambar 5) menunjukan perbedaan Untuk elasto/plastic bending akan digunakan beban sebeKemudian telahbeban mencapai yield mulai menjalar sar 1,2 kalimodel beban beam collapse (0.6MPa)3), dandan untuk membrane strain (Gambar selanjutnya yang area besaryang dengan membrane plastic digunakan beban 2 kali collapse (0.97MPa), hasil dan menjadikan seluruh permukaan panel menjadi memsecara incremental beban akan dinaikan yang jauh lebih besar. Hal ini menunjukan dari equivalent plastic strain (Gambar 5) menunjukan per- brane plastis. Dalam tahap ini terjadi peningkatan defleksi hingga collapse.beban Percobaan kedua teori membrane menjadikan plattekanan air. secara proporsional terhadap peningkatan bedaan strain yangbatas besar dengan membrane yang bahwa jauh lebih adalah besar. Hal ini menunjukan teoripanel, mem- tipis memiliki kapasitas plat yang jauh lebih memodelkan secarabahwa utuh plat brane menjadikan plat tipis memiliki kapasitas pelat yang Ketika seluruh permukaan panel telah menjadi membrane memberikan beban secara kuat dibandingkan dengan plat jika bending. plastis, kegagalan hanya terjadi plat telah memiliki jauh lebih kemudian kuat dibandingkan dengan pelat bending.
cacat baik ketika dalam pengelasan (production) ataupun dalam material (metal forming). Dan hal inilah yang kemudian menjadi alasan yang masuk akal bagi perancang menentukan kondisi plastic membrane sebagai batas criteria kegagalan.
5. Kesimpulan Dan Saran Setelah penurunan secara analitis, pembuktian numeric, serta pengenalan konsep membrane maka dapat disimpulkan : 1. Rumus empiris tebal plat akibat beban lateral dibangun diatas criteria kegagalan yield (plastis) /edge hinges, konsekuensinya tebal yang dihasilkan menjadi lebih tipis tapi tanpa memiliki safety factor. 2. Pengambilan criteria kegagalan edge hinges dapat di imbangi dengan jaminan kenaikan kapasitas (keku atan) plat aktual sekitar 10~30%. 3. Menimbang kapasitas plat aktual berikut teori dan percobaan membrane plastis, maka secara teknis BKI bisa menurunkan tebal plat dengan menaikan kriteria kegagalan hingga collapse.
4. Kajian ini disarankan agar dilanjutkan hingga tahap eksperimen/pengujian, dengan menguji satu panel plat penuh atau satu kompartemen penuh. 5. Disarankan agar kajian ini dilanjutkan hingga ke tahap pembebanan kombinasi lateral dan kompresi, mulai dari penurunan analitis, numerik, komparasi, hingga eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA BKI (2013), Rules For Hull DNV (2013), Hull Structural Design Ship with Length 100 meters and above Okumoto,Y, Takeda, Y, Mano, M, Okada, T, (2008), Design of Ship Hull Structures, Springer Daley,C, Kendrick,A, Pavic,M, (2007), New Direction in Ship Structural Regulation,10th International Symposium on Practical Design of Ship and Other Floating Structures, Houston, Texas SSC-446 (2007), Comparative Study of Ship Structures Design Strandards, March 2007, 22-24 Daley, C (2012), Ship Structures I & II, Memorial University
0.1313
0.0034923
Gambar Membrane plastic plastic Gambar 5. 5 :Elasto/Plastic Elasto/Plastic bending vs Membrane Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
20
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
Topan Firmandha, merupakan staf peniliti bidang kekuatan dan konstruksi kapal, tim pengembangan software DEWARUCI, dan tim ship structural incident investigation di Div. Manajemen Strategi PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) tahun 2008 di Teknik Perkapalan ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 di Jurusan yang sama.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
21
Mencegah Resiko dan Menjaga Produktivitas Aset Anda
ANALISIS ULTIMATE LIMIT STATE (ULS) DENGAN MENGGUNAKAN IDEALIZED STRUCTURAL UNIT METHOD (ISUM) PADA ELEMEN PELAT SEGI EMPAT Sukron Makmun, Achmad Zubaidy, P. Eko Panunggal
Abstract Emphasis on the design of the structure has moved from the allowable stress design to limit state design, because the limit state approach has more advantages. FEM although very powerful in solving problems of non-linear structure, but the FEM also has weaknesses in analyzing non-linear structures that are large (difficulty of modelling and time consuming). This raises ISUM elements for modeling the structure as an array of different types of the unit structural elements. By using ISUM numerical calculations of elements in non-linear structure will be more effective and efficient. The numerical program carried out using MATLAB software. The resulted of the comparison between the program ISUM using MATLAB software with analytical calculations showed that for structural analysis in the elastic regime produces almost the same value (percentage error (0-8.224)%). Influence of imperfect fabrication in the analysis ULS resulted buckling structure does not happenned naturally. So that in the modeling structure is modeled using a flat plate with initial deflection (imperfection fabrication) was calculated using the theory of non-uniform membrane stress. Keywords : ultimate limit state (ULS), finite element method (FEM), Idealized Structural Unit Method (ISUM), rectangular plate, buckling and imperfection fabrication
1. Pendahuluan
F JASA TEKNIK BIDANG MARITIM, INDUSTRI, dan REKAYASA TEKNIK Inspeksi dan sertifikasi teknik bidang maritim, Konsultansi dan supervisi struktur lepas pantai dan industri Migas, Inspeksi dan sertifikasi struktur terapung lepas pantai, Pendidikan dan pelatihan teknik bidang maritim, Laboratorium pengujian dan sertifikasi material dan komponen, DT dan NDT, Konsultansi ISM dan ISPS Code, Inspeksi dan sertifikasi alat angkat, angkut, ungkit, dan bejana tekan, Inspeksi dan Sertifikasi peti kemas.
www.bki.co.id
inite Element Method (FEM) merupakan sebuah program yang powerful untuk menyelesaikan permasalahan struktur non-linier. FEM non-linier telah terbukti berhasil diaplikasikan pada struktur yang bersifat komplek. Keberhasilan itu diantaranya dilakukan dalam menyelesaikan collision and grounding (Wu [7], ship structures for ice loads (Wang dan Wiernichi, [6]) ultimate strength of panels (Paik [4], hull girder ultimate strength (Yao et al., [8]), dll. Meskipun banyak permasalahan yang sebelumnya sulit mampu diselesaikan, tetapi FEM mempunyai kelemahan dalam menganalisis struktur yang berukuran besar. Kesulitan yang terjadi adalah dalam pemodelan struktur yang komplek dan perlu waktu yang banyak dalam perhitungan numeriknya. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi jumlah derajat kebebasan (degree of freedom/DOF) dari FEM sehingga mengurangi jumlah yang tidak diketahui dari matrik kekakuannya. Salah satu metode yang dikembangkan untuk memecahkan permasalahan itu adalah dengan ISUM (Paik, et al., [2], Paik, et al., [3]). ISUM merupakan metode untuk memodelkan suatu struktur sebagai susunan dari beberapa jenis unit
struktur yang besar dan diformulasikan baik secara analitis, numerik serta eksperimental atau kombinasinya. Hasil dari pemodelan tersebut adalah sebuah elemen ISUM. Berbagai kondisi yang telah diuraikan memunculkan ide penelitian, yaitu bagaimana pengembangan perangkat lunak untuk menganalisis suatu struktur berukuran besar dengan metode ISUM pada elemen pelat segi empat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku elemen struktur dengan menggunakan metode ISUM. Kemudian mengaplikasikannya ke dalam sebuah program perhitungan pada elemen pelat segi empat yang berbasis pada MATLAB software.
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Teori Large of Displacement Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, [1]) :
23
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
2.1 Teori Large of Displacement 2.1 Teori Large of Displacement Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan Perilaku post buckling atau large deflection pelat dapat dianalisa dengan menyelesaikan dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut dua persamaan diferensial non-linier dari large deflection plate theory. Persaman tersebut disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, disebut sebagai persamaan kesetimbangan 1a dan persamaan compatibility 1b (Marguerre, [1]): [1]): � � �
𝜕 𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 𝜔 𝐷 � � + 2 � 𝜕 ��𝜔+ � �𝜕 � 𝜔 𝜕� 𝜔 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝐷 � � +𝜕𝑦 2 � � + �� (1a) 𝜕𝑥 𝜕 � 𝐹𝜕𝑥 𝜕𝑦+ 𝜔�𝜕𝑦 ) 𝜕 � (𝜔 𝜕 � 𝐹 𝜕 � (𝜔 + 𝜔� ) 𝜕 � 𝐹 𝜕 � (𝜔 + 𝜔� ) 𝑃 � −2 � (𝜔 � � � � � −𝑡� � + + = 0 (𝜔� + 𝜔�𝜕𝑦 ) � 𝜕 𝐹 𝜕 𝑡(𝜔 + 𝜔� ) 𝑃 + 𝜔� ) 𝜕𝑥𝜕𝑦𝜕 𝐹 𝜕 𝜕𝑥 � 𝜕 𝐹𝜕 𝜕𝑦 𝜕𝑥 − 𝑡 � � 𝜕𝑥𝜕𝑦 −2 + � + �=0 � � � � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 � 𝑡 𝜕 𝐹 𝜕 𝐹 𝜕 𝐹 � + 2 � 𝜕 ��𝐹+ � 𝜕 � 𝐹 𝜕 𝐹 � 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 +𝜕𝑦 2 � �+ � 𝜕𝑦 �� (1b) 𝜕𝑥 � 𝜕𝑥𝜕 �𝜕𝑦 𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 � 𝜔 � 𝜕 � 𝜔� 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔� 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔� � � � = 0� � � − �𝜕 � 𝜔 � + − 𝐸 �� 2 𝜕 � 𝜔 𝜕 � 𝜔 − 𝜕 � 𝜔�� 𝜕 � 𝜔 − 𝜕 �𝜔� 𝜕 �𝜔 𝜕 𝜔 𝜕 𝜔� � 𝜕𝑥𝜕𝑦 − 𝐸 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 �� 𝜕𝑦 � − 𝜕𝑥𝜕𝑦 �=0 + 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 − 𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 � − � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 � 3 2 dimana: D = )] , ω, ω = added dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy 3 Et /[12(1-υ 2 o Dimana : D = Et /[12(1-υ )] , ω, ω3o = added2dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy
2.2 ISUM
(1a)
(1b)
2.2 ISUM ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbedaan FEM konvensional 2.2 ISUM elemen hingga dengan dan penelitian eksperimental. Kemudian ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbedaan dengan FEM konvensional diidealisasi dan berbagai kondisi diformulasikan untuk adalah ISUM mengidealisasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen dengan nodal ISUM adalah penyederhanaan dari FEM non-linier. Perbesemua kemungkinan kegagalan yang akan terjadi dalam adalah ISUM mengidealisasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen dengan nodal point FEM yangkonvensional lebih sedikit. Untuk model secara analisis daan dengan adalah ISUMmembuat mengidealsatustruktur unit struktur. Hal lengkap ini berlakupada seperti buckling pada bepoint yang lebih sedikit. Untuk membuat model struktur secara lengkap pada analisis isasikan komponen struktur menjadi sebuah elemen den- berapa unit komponen. struktur non-linier diperlukan berbagai jenis ISUM elemen. Perilaku setiap jenis unit gan nodal point yangstruktur lebih sedikit. Untuk membuat model non-linier diperlukan berbagai jenis ISUM elemen. Perilaku setiap jenis unit kondisi berdasarkan diformulasikan untuk semua kemungkinan kegagalan yangDisplasemen akan terjadi dalam satu diselidiki teori-teori fundamental maupunkegagalan analisis teori sepertidalam strukturstruktur secara lengkap analisis struktur non-linier 2.3 Hubungan Regangan dan olahan, kondisipada diformulasikan untuk semua kemungkinan yang akan terjadi satu struktur diselidiki berdasarkan teori-teori fundamental maupun analisis teori olahan, seperti diperlukan berbagai ISUM Hal elemen. Perilakueksperimental. setiap bucklingKemudian unitjenis struktur. ini berlaku seperti pada beberapa unit komponen. analisis elemen hingga dan penelitian diidealisasi dan berbagai unit struktur. Hal ini berlaku seperti buckling pada beberapa unit komponen. jenis unit struktur diselidiki berdasarkan teori-teori funPersamaan 2 digunakan untukdiidealisasi mengukur hubungan reanalisis elemen hingga dan penelitian eksperimental. Kemudian dan berbagai 2.3 Hubungan Regangan dan Displasemen damental maupun2.3 analisis teori olahan, sepertidan analisis gangan dan displasemen pada ISUM. Hubungan Regangan Displasemen Persamaan 2 digunakan untuk mengukur hubungan regangan dan displasemen pada ISUM. Persamaan 2 digunakan untuk mengukur hubungan regangan dan displasemen pada ISUM. 𝜕𝑢 𝜕 � 𝑤 1 𝜕𝑢 � 𝜕𝑣 � 1 𝜕𝑤 � ⎫ 𝜕𝑢 − 𝑧𝜕 � 𝑤 + 1 ��𝜕𝑢 �� + �𝜕𝑣 �� � +1 �𝜕𝑤 �� ⎫ 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + 2�� 𝜕𝑥� + � 𝜕𝑥� � + 2� 𝜕𝑥� ⎪ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 � 𝜕𝑥 � 2 𝜕𝑥 � 𝜀 ⎪⎪ � 𝜀�� ⎪ 𝜕 1 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝑤 𝜕𝑢 1 𝜕𝑤 � � � {𝜀} = �𝜀𝜀� � = 𝜕𝑢 − 𝑧𝜕 � 𝑤 +1 ��𝜕𝑢 � + �𝜕𝑣 � � + 1 �𝜕𝑤 � {𝜀} = � 𝛾 ��= ⎨ ⎬ 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + 2�� 𝜕𝑥� + � 𝜕𝑥� � + 2� 𝜕𝑥� �� ⎨ ⎬ 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥� 2 𝜕𝑥 𝛾�� ⎪ 𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎪ 𝜕 𝑤 ∂u ∂u ∂v ∂v ∂w ∂w ⎪⎪�𝜕𝑢 +𝜕𝑣 � − 2𝑧 𝜕 � 𝑤 + ��∂u � �∂u � + �∂v � �∂v �� + �∂w � �∂w �⎪⎪ ⎪� + � − 2𝑧 ⎪ ⎩ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦+ �� ∂x� � ∂y� + � ∂x� � ∂y�� + � ∂x� � ∂y� ⎭ ⎩ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 ∂x ∂y ∂x ∂y ∂x ∂y ⎭
(2) (2)
Selain itu juga diperhitungkan pengaruh out-of-plane large deformation karena elemen Selain itu juga diperhitungkan pengaruh out-of-plane large deformation karena elemen Selain itu juga diperhitungkan out-of-plane large besar. Sehinggapendekatannya pendekatan perhitungannya digunakan pelat yangpengaruh dianalisa berukuran besar. Sehingga digunakan persamaan pelat yang dianalisa berukuran besar. Sehingga pendekatannya digunakan persamaan deformation karena elemen pelat yang dianalisa berukuran persamaan incremental (3): incremental: incremental: 𝜕∆𝑢 𝜕�� ∆𝑤 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 1 𝜕∆𝑢 � 𝜕∆𝑣 � 𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � +1 ��𝜕∆𝑢 �� + �𝜕∆𝑣 �� � � ∆𝜀� = 𝜕∆𝑢 − 𝑧𝜕 ∆𝑤 + ∆𝜀� = 𝜕𝑥 − 𝑧 𝜕𝑥�� + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑥 � + 2�� 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 1 𝜕∆𝑤 �� +1 �𝜕∆𝑤 � + 2� 𝜕𝑥 � 2 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕�� ∆𝑤 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 1 𝜕∆𝑢 � 𝜕∆𝑣 � 𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � +1 ��𝜕∆𝑢 �� + �𝜕∆𝑣 �� � � ∆𝜀� = 𝜕∆𝑣 − 𝑧𝜕 ∆𝑤 + ∆𝜀� = 𝜕𝑦 − 𝑧 𝜕𝑦�� + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑦 � + 2�� 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦 � � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦 𝜕𝑦 1 𝜕∆𝑤 �� 1 𝜕∆𝑤 � + � + 2� 𝜕𝑦 � 2 𝜕𝑦 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕�� ∆ 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 ∆𝛾�� = �𝜕∆𝑢 + 𝜕∆𝑣 � − 2𝑧 𝜕 ∆ + �𝜕𝑢 � × �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � ∆𝛾�� = � 𝜕𝑦 + 𝜕𝑥 � − 2𝑧 𝜕𝑥𝜕𝑦+ � 𝜕𝑥� × � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑤 𝜕𝑥 𝜕∆𝑤𝜕𝑦 𝜕𝑤𝜕𝑦 𝜕∆𝑤 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕∆𝑢 𝜕𝑦 𝜕∆𝑢 + �𝜕𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + �𝜕𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + �𝜕∆𝑢 � �𝜕∆𝑢 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥� � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑦� � 𝜕𝑥 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥 𝜕∆𝑣 𝜕𝑥𝜕∆𝑤 𝜕𝑦𝜕∆𝑤 𝜕𝑦 + �𝜕∆𝑣 � �𝜕∆𝑣 � + �𝜕∆𝑤 � �𝜕∆𝑤 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � + � 𝜕𝑥 � � 𝜕𝑦 � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦
24
(3a) (3a)
(3b) (3b)
(3c) (3c)
Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil dan terus menerus setiap variabel. Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil dan terus menerus setiap variabel. Agar {U} lebih sederhana, maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah untuk komponen inJurnal Teknik BKI Agar 2014 {U} lebih sederhana, maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah untuk komponen inEdisi 02 - Desember plane, (2) {W}, adalah untuk komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap plane, (2) {W}, adalah untuk komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap Jurnal Teknik BKI sumbu z. Sehingga: Edisi 02-Juni 2015 z. sumbu Sehingga: �
�
{∆ε} = [Bp]{∆S}-z[Bp]{∆W}+[Cp][Gp]{∆S}+[Cb][Gb]{∆W}+� [∆Cp][Gp]{∆S}+� [Cb][Gb]{∆W} �
�
�� +
� 𝜕𝑦𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦
𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑣 𝜕 ∆ � � 𝜕𝑢� � +𝜕∆𝑢 �� +� � � + � � � � � �� + �+���𝜕𝑢�����𝜕∆𝑢 � � ��𝜕∆𝑣 + ���++���𝜕𝑣 � − 2𝑧+ �𝜕𝑦++ �𝜕𝑦 � � � ∆𝛾�� = � + × 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑣𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑣𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤𝜕∆𝑢 𝜕∆𝑢 +�� � � �� � +��+��+ ����� � ��� + � � � � � + � � � + �� + (3c) 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 �
(3c) (3c)
𝜕∆𝑣 ∆,𝜕∆𝑣 𝜕∆𝑤 𝜕∆𝑤 ∆, sangat dan terus menerus variabel. NilaiNilai prefiks, yangyang sangat kecilkecil dan terus menerus setiapsetiap variabel. � � menyatakan � +menyatakan � � � kenaikan � kenaikan + �prefiks, 𝜕𝑥
𝜕𝑦
𝜕𝑥
𝜕𝑦
{U} sederhana, dipisah (1) {S}, adalah komponen Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yangmaka sangat kecil danmenjadi: terus(1) menerus setiap variabel. AgarAgar {U} lebihlebih sederhana, maka dipisah menjadi: {S}, adalah untukuntuk komponen in- in-
Nilai prefiks, ∆, menyatakan kenaikan yang sangat kecil untuk komponen in-plane, {W} untuk komponen out-ofAgarmenerus {U} lebih maka dipisah menjadi: (1) {S}, adalah komponen inplane, (2) {W}, adalah komponen out-of-plane, (3) Komponen untuk rotasi terhadap plane, (2)sederhana, {W}, adalah untuk komponen (3)untuk Komponen rotasi terhadap dan terus setiap variabel. Agar {U}untuk lebih seder- out-of-plane, plane, komponen untuk rotasiuntuk terhadap sumbu z. Sehinghana, maka menjadi dua bagian, yaitu out-of-plane, {S} adalah (3) ga dihasilkan 4: terhadap plane,dipisah (2) {W}, adalah untuk komponen Komponenpersamaan untuk rotasi sumbu z. Sehingga:
sumbu z. Sehingga:
sumbu z. Sehingga:
�
�
� � {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B [∆C [C]{∆W} p]{∆W}+[C p][Gp]{∆S}+[C b][Gb]{∆W}+ p][Gp]{∆S}+ b][Gb]{∆W} {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B [∆Cp][G [Cb][G p]{∆W}+[C p][Gp]{∆S}+[C b][Gb]{∆W}+ p]{∆S}+ � b � � � � � {∆ε} = [Bp]{∆S}-z[B =p]{∆W}+[C [B]{∆U}p][Gp]{∆S}+[Cb][Gb]{∆W}+�[∆Cp][Gp]{∆S}+� [Cb][Gb]{∆W} = [B]{∆U} (4)
Dimana :
(4) (4)
= [B]{∆U} Dimana: Dimana:
Dimana:
T T ∆εxy = increment of strain vector y,}∆γ= xy} {∆ε}{∆ε} = {∆ε=x,{∆ε ∆εT yx, ∆γ increment of strain vector
{∆ε} = {∆εx, ∆εy, ∆γxy} = increment of strain vector
dimana: D = Et /[12(1-υ )] , ω, ωo = added dan initial deflection, F = fungsi tegangan Airy
⎧ ⎧ ⎪ ⎪⎪ ⎪
��
T
{U} =W} {ST W}nodal = nodal displacement vector displacement vector {U} ={U} {S W}=T {S = nodal = displacement vector T
=v{uu1 vv1 uu23 vTv2=3 uin-plane } = in-plane displacement vector 4in-plane u34 vv34}u4 =vdisplacement displacement vector {S} ={S} {u1 {S} v1=u{u vector 2 v12 u31 v32 u42v4} T
T
{w θθx1 θ23x1θθx1w θx1x1w wθ3θx1x1 θ}x1Tw=θ4 x1 θx1}ofTθplane } =displacement theofout of plane displacement vector 1θx1 4θx1 θx1wout =x1the out plane displacement vector 1wθ 34 x1 x1 {W} ={W} {w1 {W} θ=x1 {w θx1= θx1 θx1 wθ θθx1 the vector 2x1 x1ww x12θ [B]
[B] = strain-displacement matrix =[B] strain-displacement matrix matrix = strain-displacement �
𝜕𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑤
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑣 � 𝜕𝑤⎤ 𝜕𝑢⎡𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎡ ⎡ 0𝜕𝑣 0 0⎤ 𝜕𝑢 ⎡ 0 𝜕𝑤 � 𝜕𝑣 𝜕𝑤�𝜕𝑢 �𝐵�� �{𝑆}= �𝐵� �{𝑆} + 𝜕𝑣�𝜕𝑤 += 𝜕𝑣 0 ⎤⎤ ⎡ ⎡ 0⎤ ⎤ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 0 0 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 ⎢𝜕𝑢 𝜕𝑣⎢𝜕𝑥 𝜕𝑥 ⎥ ⎢ � 𝜕𝑢 �� =𝜕𝑥�𝐵� �{𝑆} + 𝜕𝑣 𝜕𝑦 ⎥ ⎢ 𝜕𝑥 ⎥𝜕𝑥 ⎥ 0 𝜕𝑤 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑣𝜕𝑢 𝜕𝑤⎤⎢⎥ 𝜕𝑤⎥ � 𝜕𝑥 𝜕𝑥�𝜕𝑢 𝜕𝑣 ⎥ � ⎡⎢ ⎢ ⎢ 𝜕𝑢 ⎤⎥ 𝜕𝑣 ⎥⎥ ⎡⎢ 𝜕𝑣 𝜕𝑥 𝜕𝑢 𝜕𝑣 �𝜕𝑢𝜕𝑦 + 𝜕𝑣 = �𝐵 𝜕𝑢 � �{𝑆} 0� �⎢= 0 0 0 0 0𝜕𝑢⎥ 𝑑𝑎𝑛 0] = ⎢00⎢⎥ [𝐶𝑑𝑎𝑛 �𝐺� � = ⎢⎢𝜕𝑥 𝜕𝑤 � 𝜕𝑣 �𝐺 𝜕𝑥 𝜕𝑥 � ] =[𝐶 ⎢ � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 �𝐺 �{𝑆}, � � ⎥ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ �𝐺 �{𝑆}, � � = 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 � 𝜕𝑢 𝜕𝑦 𝜕𝑦 � �𝐺�⎢�⎢ = ⎢ 0⎢ 𝜕𝑢0 𝜕𝑣𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑣 𝜕𝑥𝜕𝑢 𝜕𝑦 𝜕𝑣 𝜕𝑦 = 𝜕𝑥 �𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ⎥ 𝜕𝑦⎥⎥ 𝑑𝑎𝑛⎢⎢[𝐶� ] 𝜕𝑤 ⎢ ⎥⎢⎥ 0 ⎥ 𝜕𝑦 ⎥ ⎥ �𝐺 �{𝑆}, � 𝜕𝑢 = 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑦 � 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 � � 0 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 � ] = ⎢⎢0 �𝐺� � = ⎢⎢ 0 � 𝜕𝑦 ⎢ ⎥⎢⎥ 𝜕𝑤⎥ 𝜕𝑥 � 𝜕 �𝜕𝑥 �𝑤� 𝑤 𝜕 � 𝑤 =𝜕 ��𝐺 𝑤� �{𝑆}, 𝑤 𝜕𝜕𝑦 𝑤 𝜕 �𝜕 ⎢ ⎢ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ⎥⎥ 𝑑𝑎𝑛 ⎥[𝐶 ⎥ ⎥ 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 [𝐵 ]{𝑊} � � � [𝐵 ]{𝑊} 2 = ⎣ ⎣𝜕𝑥 �𝜕𝑥 � 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑦⎥⎢𝜕𝑤 2 = ⎣ ⎣ ⎦ 𝜕𝑥 ⎦ 𝜕𝑤⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑦 � � � � � � � � � ⎢ ⎥ 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕 𝜕𝑦 𝑤 � 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝜕𝑥 𝜕𝑥𝜕𝑦 �𝑤 𝜕𝜕𝑦 �𝑤 𝜕𝑥 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 𝜕 � 𝑤 �� = [𝐵 ]{𝑊} ��𝜕 �𝑤 𝜕 𝑤 2 ⎣𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥⎦ 𝜕𝑥 𝜕𝑥⎦ � � � 𝜕𝑤 𝜕𝑤 [𝐵 ]{𝑊} � 2 = ⎣ ⎣ ⎦⎣ 𝜕𝑦 𝜕𝑥 ⎦ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑤 𝜕𝑤 � 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦 � = [𝐺� ]{𝑊} = [𝐺� ]{𝑊} � 𝜕𝑥 � 𝜕𝑦���� 𝜕𝑥𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑤 𝜕𝑦 � 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 �� �� ==[𝐺[�𝐺]{𝑊} � ]{𝑊 } 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2.4 Matrik Kekakuan Elastis �
2.4 Matrik Kekakuan Elastis Persamaaan matrik kekakuan diturunkan menggunakan teori Total lagrangian 2.4 Matrik Kekakuan Elastis Persamaaan matrik kekakuan diturunkan dengandengan menggunakan teori Total lagrangian dan dan
2.4 Matrik Kekakuan Elastis
2.4 Matrik Kekakuan updated Elastis lagrangian.
Total lagrangian
Persamaaan matrik diturunkan dengan menggunakan teori Total lagrangian dan updated lagrangian. Persamaaan matrikkekakuan kekakuan diturunkan dengan menggunakan teori Total lagrangian dan
Total updated lagrangian. Persamaaan matriklagrangian kekakuan diturunkan dengan meng- Persamaan total Lagrangian adalah sebagai berikut : Total lagrangian updated lagrangian. gunakan teoriPersamaan Total lagrangian dan updated lagrangian. total Lagrangian adalah sebagai berikut:E ([K]E = [Kp] + [Kb] + [Kg] + [K�])
Total lagrangian Persamaan total Lagrangian adalah sebagai berikut: ([K] = [Kp] + [Kb] + [Kg] + [K�])
Total lagrangian [𝐾� ] [𝐾 ]
0
0
0
[𝐾 ] [𝐾 ]
[𝐾 ]
0
� E � � , [𝐾 ]adalah � ��] ([K] � , [𝐾[K � g] + [K�]) =� Persamaan total sebagai + [K [𝐾���berikut: ] = [𝐾 � = �Lagrangian � ]�= 0[Kb][𝐾 p]] �+ 0 ]� ,��𝐾 [𝐾� ]� , [𝐾 [𝐾�]] ==�[𝐾 0 �] = 0 �0 � 0 �0, �𝐾[𝐾 [𝐾� ] = �[𝐾� ] 0� , [𝐾 ��= � �] E � � [𝐾 ] 0 [𝐾 ] [𝐾 ] [𝐾 ] 0 0 total 0 Lagrangian Persamaan ([K] �] � p] + [Kb] + [Kg] + [K�]) [𝐾 �] [𝐾�berikut: [𝐾 ] =0[K 0 0� adalah sebagai [𝐾Dimana, � ] 0� , [𝐾 ] = � [𝐾 � , �𝐾� � = � � � , [𝐾� ] = � � � Dimana, �] = � � [𝐾 ] 0� � [𝐾� ] [𝐾[𝐾]��] [𝐾 [𝐾 Dimana : 0 � [𝐵 ]� [𝐷] � [𝐵] ]𝑧 � 0 �] ] [ 0 0 𝐾 0 ] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] [𝐵 ] [𝐷] � [𝐾0[𝐾 ] = = 𝑑𝑉𝑜𝑙, 0 � � � �� [𝐾 � � � � ��, [�𝐾�� ] = � [𝐾 � , �𝐾�� � ]= � , [𝐾� ] = � � � � �� � [𝐵 ]𝑧 � Dimana, � ]]= [𝐾 0 [�𝐾]�=] � [𝐵 [𝐾� ]� [𝐾𝑑𝑉𝑜𝑙, ] [ � = � 0[𝐵� ] 0[𝐷] [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐷] 0 𝐾 � �]
�
�
� [𝐶 ]� [𝐷]� [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �� [𝐵 � [𝐷] � [𝐷] � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � � �[𝐺 [𝐾� ] = � [𝐾 [𝐵��] ]= [𝐵��]]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] =� � [𝐵�+] [𝐷]� [𝐵 Dimana, 𝑑𝑉𝑜𝑙, � � ]� ]𝑧 � �
[𝐺� ]� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙
[𝐾� ] = �� [𝐺� ]� [𝐶�� ]� [𝐷]� [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + �� [𝐵� ]� �[𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺� ]�� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � � �� �� � � � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �� � [𝐶 � � ]�� �[𝐷] � � � [𝐺��[𝐶 ] [𝐶][𝐺 ] [𝐷] � ][𝐵 + ]�� [𝐷] � ] = � [𝐾 � � [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � �� � [𝐵 [𝐾 [𝐺��]�]= [𝐵� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � � [𝐷] � � � � ]𝑑𝑉𝑜𝑙 �+ �� [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � � �� � �� � � � � � [𝐾� ] = � [𝐵� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐾 ] �� [𝐺� ]� [𝐶� ]� [𝐷]� [𝐶 ][𝐺 � � � � [𝐾���] =��� [𝐺 ]� [𝜎� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � � � � ]= � [𝐺 � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 �� ] = � [𝐵 � [𝐶�� ][𝐺��]𝑑𝑉𝑜𝑙 � +� �� � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � � � � �� [𝐷] � ] [𝐶��] [𝐷] [𝐶 � ][𝐺 � � � � � � � � � [𝐺� ] [𝐶� ] [𝐷] [𝐶� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾��] = � [𝐺� ] [𝜎� ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, � [𝐾� ] = � � � [𝐾 ] � ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 � [𝐺 ��[𝐶 � ] �[𝜎 � � ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] = � [𝐺�� ]= ]��[𝐷] [𝐶�� ][𝐺�� ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾� ] = � � [𝐺� ]��[𝜎� ][𝐺 �� � � � � � � � � � � � [𝐾� ] = � ]𝑑𝑉𝑜𝑙 𝜏�� 0 � ][𝐺 � [𝐺� ] [𝜎𝜎 � � �𝑜 ⎡ 0 𝜎 ⎤ � � ⎢ � ][𝐺 [𝐾� ] = �𝜎�𝜎 [𝐺� ]𝑜=��[𝜎 𝜏���� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 0� 0 𝜏�� ⎥ , [𝜎� ] = � 𝜎� 𝜏�� � � � �� 𝜏��� 𝜎� ⎡ � 0 �𝜎 ⎢𝜏��� 0 ⎤𝜎�� 0� ⎥ � � � � 𝜏0�� ⎥ ⎥ 𝜎� 𝜏�� � ⎢ 𝜏0 ⎢ �𝜎� � 𝑜 �� 0 𝜏 0 𝜎 [𝜎 ] �𝜎� � = ⎡⎢ � � , = ⎣ �� ⎤⎥ � � ⎦ 𝜏 𝜏�� � 0 𝜎0 𝜎�� 𝜏𝜎 0𝜎� 𝜏0�� � � �� �𝜎�� � = ⎢⎢⎣ 0 �𝜏 � � 0 �𝜎 ⎥⎥⎥⎦ , [𝜎� ] = �𝜏 � 𝜎 𝜏�� 0�� 𝜎� 0� �� �
[𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑧 𝑑𝑉𝑜𝑙,
[𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐵 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐵 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺� ]𝑑𝑉𝑜𝑙 [𝐾 ] = � [𝐵 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 + � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙,
[𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝐶 ] [𝐷] [𝐶 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = � [𝐺 ] [𝜎 ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙, [𝐾 ] = �Updated [𝐺 ] [𝜎Lagrangian ][𝐺 ]𝑑𝑉𝑜𝑙 formulation ⎢�
⎥
update Updated formulation 𝜏0updated ⎣ Penamaan ⎦ Lagrangian approach adalah karena perlu dilakukannyaJurnal 𝜎0Lagrangian �� Teknik BKI �� 𝜎� 0 � 𝜏𝑜 ⎡ ⎤ Edisi 02Desember Updated Lagrangian formulation 0 𝜎 𝜎 𝜏 0 𝜏 � sistem koordinat lokal pada setiapkarena prosesperlu penambahan beban,update sehingga2014 � ��adalah �� ⎢ terhadap ⎥ Penamaan updated Lagrangian approach dilakukannya
�𝜎� � = ⎢ , [𝜎 ] = � 𝜏 𝜎� � 𝜏�� updated 0 𝜎�Lagrangian 0 ⎥ � approach �� Penamaan adalahproses karena dilakukannya update ⎢ ⎥ Jurnal Teknik matrik dari lokal penambahan keperlu sistem koordinat global harusBKI terhadaptransformasi sistem koordinat lokal sistem pada koordinat setiap beban, sehingga 0 𝜎� ⎦ Edisi 02-Juni 2015 ⎣ 0 𝜏�� terhadap sistem koordinat lokal padaKeuntungan setiaplokal proses penambahan beban, sehingga diperbaharui pada setiap waktu. dari Lagrangian approach adalah transformasi matrik dari sistem koordinat ke updated sistem koordinat global harus Updated Lagrangian formulation
25
terhadap sistem koordinat terhadap sistem lokal pada koordinat setiap lokal proses pada penambahan setiap proses beban, penambahan sehingga beban, sehingga transformasi matrik transformasi dari sistemmatrik koordinat dari sistem lokal kekoordinat sistem koordinat lokal ke sistem global koordinat harus global harus
Asumsi Data Struktur:
diperbaharui pada diperbaharui setiap waktu.pada Keuntungan setiap waktu. dari updated Keuntungan Lagrangian dari updated approach Lagrangian adalah approach adalah
Data input yang diperoleh kemudian diidentifikasikan ke dalam bentuk matrik-matrik data
initial deformation,initial [Kg],deformation, [Kg], dapat dapat dihilangkan karenadihilangkan initial deformation karena initial pada deformation setiap pada setiap
E E : sebagai berikut: [K]E,dapat [K] dapatdiset disederhanakan menjadi persamaan Asumsi Data Struktur : ,dapat permulaan penambahanproses bebanpenambahan dapat beban menjadi dapat nol. diset Sehingga, menjadi [K](5) nol. Sehingga,
Asumsi Data Struktur: 4. Hasil Dan Pembahasan Data input yang diperoleh kemudian diidentifikasikan ke dalam bentuk matrik-matrik data E 1. Material bersifat isotropik data material berisi modulus elastisitas (E) dan disederhanakan disederhanakan [K]E = [K ] + [Kb] +[K] [K]..........................................................(5) = [Kp] + [Kb] + [K]..........................................................(5) pmenjadi: Penamaan Updated Lagrangian menjadi: adalah karena perlu Data inputdengan yang diperoleh kemudian yang diidentifikasikan ke 4.1 Formulasi Elemen sebagai berikut: dilakukannya update terhadap sistem koordinat lokal pada dalam bentuk matrik-matrik data sebagai berikut : poisson's ratio (). 1. data Material bersifat isotropik dengan data material yang berisi modulus elastisitas (E) dan setiap proses penambahan beban, sehingga transforma1. Material bersifat isotropik dengan material yang Formulasi elemen ISUM merupakan serangkaian tahapan 3. METODOLOGI 3. sistem METODOLOGI si matrik dari sistem koordinat lokal ke koordinat 3. Metodologi berisi modulus elastisitas (E) dan poisson’s ratio ( ). poisson's ratio mempunyai (). yang dimulai dari tahap pendefinisian elemen, penentuan 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nodal enam derajat global harus diperbaharui pada setiap waktu. Keuntungan 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik noddisplacement function, pendefinisian stress displacement Penelitian yang dilakukan analitis dan numerik dalam perumusan Penelitianbersifat yang dilakukan bersifat analitis danhalnumerik dalammatrik hal perumusan matrik 2. Data nodal beserta koordinatnya. Tiap-tiap titik nodal mempunyai enam derajat dari updated Lagrangian adalah initial deformation, [Kg] Penelitian yang dilakukan bersifat analitis dan numerik daal mempunyai enam derajat kebebasan. dan stress strain sehingga dihasilkan suatu persamaan kebebasan. kebebasan. kekakuan elemen. Tahap penelitian selengkapnya tersajiselengkapnya pada Gambar 1. elemen. kekakuan elemen. Tahap penelitian tersaji pada Gambar 1. dapat dihilangkan karena pada setiap permulaan proses lam hal perumusan matrik kekakuan Tahap pene3. Elemen pelat mempunyai empat titik nodal pada ti- matrik kekakuan. Elemen yang digunakan untuk formuempat titik tiap-tiap elemen Elemen pelat mempunyai empatData titik berbentuk nodal pada segi tiap-tiap pojoknya. Data elemen penambahan beban dapat diset menjadi nol. Sehingga litian selengkapnya tersaji pada Gambar 1. 3. Elemen pelat mempunyai ap-tiap pojoknya. Datanodal elemen3.pada berisi informasi ter-pojoknya. lasi adalah pelat empat. Bentuk ini dipilih kait nodal i, j, k, l serta data material tiapinformasi elemen. terkaitkarena diaplikasikan pada kontruksi kapal. berisi nodal i,banyak j, k, l serta data material tiapbidang elemen. berisi informasi terkait nodal i, j, k, l serta data material tiap elemen. 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalah simSelain itu bentuk geometri tersebut sesuai dengan kondisi Mulai 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalah simply supported yang digunakan ply supported yang digunakan untuk memberikan buckling. 4. Data kondisi batas (boundary condition) adalahuntuk simply supported yang digunakan memberikan Data Struktur batasan pada matrik struktur. Data tersebut berisi batasan pada matrik struktur. Data tersebut berisi indeks nodal dan Persamaan Updated Lagrangian permulaan proses
indekspada nodalmatrik dan batasan pada tiap DOFnya. batasan pada tiap DOFnya. Langkah-langkah penurunan untuk memberikan batasan struktur. Data tersebut berisi indeks nodal dan matrik kekakuan secara leng-
No Data Struktur
batasan pada
Yes
5. Data beban,
Perhitungan Matrik Kekakuan [k]24x24 Tiap Elemen
5. Data beban, pembebanan yang dilakukan bersifat kap Langkah-langkah matrik kekakuan adalah sebagai berikut 5. Data beban, pembebanan yang dilakukan bersifat:penurunan kombinasi di antara beban axial kombinasi di antara beban axial transverse/longi- • Penentuan displacement function dan shape function tiap DOFnya. transverse/longitudinal compressive, axialdisplacement transverse/longitudinal bendingdan ataushap tudinal compressive, axial transverse/longitudinal Penentuan function (N) pembebanan yang kombinasi di initial antara beban dan axial tensile, edgeimpershear load, imperfection lateral pressure. bending ataudilakukan tensile, edge bersifat shear load, initial Keteranga fection dan lateral pressure. Unit elemen pada ISUM untuk pelat segi empat disajikan pada Gambar 2.
transverse/longitudinal compressive, axial transverse/longitudinal bending atau
Penyesuaian Matrik Kekakuan [k] Elemen dengan Orde Matrik [K] Global
tensile, edge
Pembentukan Matrik [K] Struktur dan Matrik Beban
Unit elemen pada ISUM untuk pelat segi empat disajikan pada Gambar 2.
Perhitungan Nodal Displacement dengan Metode Gauss-Jordan [K] x {d} = {R} Perhitungan Incremental Loading dengan Metode Newton-Raphson [K] x {∆d} = {∆R}
Langkah-langkah penurunan matrik kekakuan secara lengkap adalah sebagai berikut: Penentuan displacement function dan shape function (N) Gambar
Perhitungan Stress dan Strain Pada Koordinat Titik Simpul Tiap Elemen = [B] x {d} → [ = [D] x [] = [B ] x {d} → [ ]= (-t2/6) x [D] x [ ] Pendefinisian State Kegagalan Pada Tiap Load Increment Elastic Buckling, Yielding, Elastic Plastic Buckling, Ultimate Strength Failure Free Regime [K]E, [D]E
Gambar 1.
Cek Elastic Buckling dan Yielding
Yielding Gross Yielding Local Yielding Elastic Plastic Buckling [K]P, [Dp]B
Buckling
Elastic Plastic Regime [K]P, [Dp]B
Selesai
Gambar 1. Alur Pemograman Analisis ULS dengan Elemen ISUM
Gambar 1 : Alur Pemograman Analisis ULS dengan Elemen ISUM Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
26
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
1. Lokal Koordinat Lokal untuk E Gambar 3 : Koordinat Elemen ISUM Keterangan: Gambar 2. Penentuan Unit Elemen dan Nodal Point ( ) Pada ISUM untuk Pelat Segi Displas R : translasi nodal force arah sumbu x, y dan z Gambar 3 menunjukkan adalah translasi nodal force arah Empatbending (Ueda,Rarah et al., [5]) sumbu x dan y Mx & My : out-of-plane momen & M out-of-plane momen bending sumbu x, y dan z, M Mz : momen torsi arah sumbu z x y Persamaan displasemen beserta rotasinya dita u,v dan w arah : translasi displacement node arah sumbu x, y & z sumbu x dan y, Mz merupakan momen torsi arah sumθx = -∂w/∂y, θy = -∂w/∂x dan θz adalah rotasi searah sumbu x,y dan bu z. Sedangkan u, v dan w adalah translasi displacement 4. HASIL DAN PEMBAHASAN z �4 2 = -∂w/∂x node dan𝑎θx𝑥𝑦 =+ -∂w/∂y, 𝑢 =arah 𝑎1 sumbu + 𝑎2 𝑥x,+y𝑎&3 𝑦z + (𝑏θy − 𝑦 2) 4.1. Formulasi Elemen 4 2 z. dan θz adalah rotasi searah sumbu x, y dan FormulasiLokal elemen ISUM merupakan tahapan Koordinat untuk Elemen ISUM serangkaian dengan nodal forcesyang dan dimulai dari tahap
� � Gambar 2. Penentuan Unit 2Elemen danUnit Nodal Point ( ) Pada ISUM Pelat 𝑣untuk = displacement 𝑏� + 𝑏�𝑥 Segi +function, 𝑏� 𝑦beserta +pendefinisian 𝑏� 𝑥𝑦rotasinya + � (𝑎 −displacement 𝑥� ) Displasemennya Gambar : Penentuan Elemen dan Nodal Point (• )penentuan Persamaan displasemen ditampilkan pendefinisian elemen, stress �
Pada ISUM untuk Pelat Segi Empat (Ueda, et al., [5]) Persamaan - (12). dan et stress dihasilkan suatu(7)persamaan matrik kekakuan. Elemen yang Empat (Ueda, al.,strain [5]) sehinggapada
Elastic Buckling [K]E, [Dp]B Ultimate Strength [K]U=[K]E, [Dp]U
R : transl Mx & My Mz : mom u,v dan w θx = -∂w/ z
elemen pada ISUM untuk pelat empat pressure. disajikan shear Unit load, initial imperfection dansegi lateral pada Gambar 2.
4. HASIL DAN
� Persamaan displasemen beserta rotasinya ditampilkan Persamaan 𝑤 = 𝑐�pada + 𝑐berbentuk +(7)𝑐�-𝑥(12). + 𝑐� 𝑥𝑦ini+dipilih 𝑐� 𝑦 � karena + 𝑐� 𝑥 � + � 𝑥 + 𝑐� 𝑦 digunakan untuk formulasi adalah pelat segi empat. Bentuk �
2 𝑢 = 𝑎1 + 𝑎2 𝑥 + 𝑎3 𝑦 + 𝑎4 𝑥𝑦 + 24 (𝑏diaplikasikan − 𝑦 2) (7) geometri tersebut banyak pada bidang kontruksi kapal. Selain itu bentuk ��
𝜃� = −
sesuai � dengan kondisi buckling. PEMBAHASAN 𝑣 = 𝑏� + 𝑏�𝑥 + 𝑏� 𝑦 + 𝑏� 𝑥𝑦 + � (𝑎� − 𝑥 � ) �
4.1. Formulasi Elemen
��
��
= -c3 - c5x - 2c6y - c8x2 - 2c9xy - 3c10y2 - c11 (8)
=� +c2𝑐��+𝑦2c 5y++𝑐 3c 7�x + 2c8xy + c9y � 4x + c 𝑤 = 𝑐� + 𝑐� 𝑥 + 𝑐� 𝑦 + 𝑐� 𝑥 � + 𝑐� 𝑥𝑦 + 𝑐� 𝑦 � + 𝑐� 𝑥 � + 𝑐�𝜃 𝑥 ��𝑦 = + 𝑐��𝑥𝑦 + 𝑐�� 𝑥 � 𝑦 �� 𝑥𝑦 (9) �
Formulasi elemen ISUM merupakan serangkaian tahapan yang dimulai dari tahap � 𝜃 = − �= -c3 - c5x - 2c6y - c8x2 - 2c9xy - 3c10y2 - c11x3 - 3c12xy�2 � �
𝜃� =
��
�
+
�
= a 3 + b2
�� pendefinisian elemen, penentuan displacement function, pendefinisian stress��displacement ��
𝜃� =
��
= c2 + 2c4x + c5y + 3c7x2 + 2c8xy + c9y2 + 3c11x2Matrik y + c12y3
��
+
��
= a 3 + b2
2
(10)
Jurnal Teknik BKI
+ 3c
(11) 2014 Edisi 02- Desember persamaan displasemen secara umum
dan stress strain sehingga dihasilkan suatu persamaan matrik kekakuan. Elemen yang 𝜃 =
2
� �� �� digunakan untuk formulasi adalah pelat berbentuk segi empat. Bentuk ini dipilih karena
Jurnal Teknik (12) BKI Edisi 02-Juni 2015
Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). a
27
w1 1
1x1
x1 y1
Jurnal Teknik BKI 28 00 2015 0 -1 θx1 θx1 0Edisi 02-Juni
θy1
θy1 0
01
1 0
[P� ] adalah 12x12, sehingga konstanta
ringkas menjadi,
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }
Persamaan (15) dan Persamaan (16), dapat ditulis dalam bentuk Persamaan (15) dan Persamaan (16), dapat ditulis dalam bentuk ringkas menjadi, {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐} {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐}
[P� ] adalah dimana ukuran matrik [P� ] adalah 8x8 dan ukuranmatrik konstanta [P ]12x12, dimana ukuran adalahsehingga 8x8 dan ukuran
c12
�
0
y13
{ab} dan {c} dan dapat diselesaikan dengan:
y1
y13
-3y1
0
(x1+a)y12
-2(x1+a)y1
y12
3(x1+a)2y1
c11
c12 y1
3
3(x1+a)2y1
-3(x1+a)y12 -(x1+a)3 c10
c11 2
-3(x1+a)y1
2
(x1+a)y13 -3y12
0 (y1+b)2
-(x1+a)3
-3(y1+b)2 -2(x1+a)(y1+b)
2
(y1+b)3 (x1+a)(y1+b)2
3y (x1+a)-2(x 1 1+a)y1
c10
{𝜓� } = [𝑁� ]{𝑑� }
(x1+a)y13 (x1+a)3y1 c9
y13
0 (y1+b)2
-(x1+a)
(x1+b) 1+a)y1 3(x1+a)2(y
2
(y1+b)3
c9 (y1+b) 3(x1+a)2(y1+b)
c7 Kemudian
c8
0
-3(x1+a)(y1+b)2
(x1+a)(y1+b)3
+b)2 (y 3 1
-3(y1+b)2 -2x1 (y1+b)
0 θy4
(x1+a)3(y1+b)
-2(x1+a)(y1+b)
(y1+b)3 x1 (y1+b)2
3x12(y1+b)
2
0 y12
(y1+b) x13(y1+b)
-3y12 -2x1y1
0 θx4
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }
dan
c8 -3(x1+a)(y1+b)2 -3(y1+b)
2 c6
(y1+b)3
3 -x(x 1 1+a)(y1+b)2 -3x1 (y1+b) (y2 1+b)3 c5
(x1+a)3(y1+b)
-(x1+a)3 (16)
(x1+a)(y1+b)3
{𝑎𝑏} = [𝐶� ]�� {𝑑� }
c7
Persamaan (13) dan Persamaan (14) ditulis menjadi: 3
{𝑐} = [𝐶� ]�� {𝑑� }
2 -3(y1+b)2 c dimana ukuran -x13 [P� ] adalah 12x12, sehingga konstant 1 (y1+b) 8x8 dan cukuran 5 matrik [P-3x � ] adalah 3 3x12(y (y1+b)3 dengan: c6 (16) x1 (y1+b)3 0 c4 {ab} dan {c1}+b) dan dapat diselesaikan
y13
-2x (y +b) 3x12y1 1 1
x1 (y1+b)2
y13 x1y12
-x13
x13y1
y12
x1y13
0
c1 (y1+b)3 2 -3x1y1 c2
-x13y12
-2x1y1 0 y1 2(x1+a) 0
1 w4
1
2
x13(y1+b)
0 -3x1y1
y1 xy3 -3y12 1 1 (x1+a)y1
y13 -(x1+a)2 2 2 3(x1+a)-3y 1 2(x1+a)y1 0
-(x1+a) x1y1 -2y1 0 -1
0 θy3
0
{𝑑3� } = [𝐶� ]{𝑎𝑏} x1 (y1+b) c4 dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐}
c12
c11
2
3(x1+a)2y1
c2
y1
3
c10 (x1+a)y1
-3(x1+a)y12
c -(x1+a)3 1
(y1 (y1
3 x-2(x 1 y11+a)y1
3
0
2
(x1+a)2y1
2(x1+a)(y1+b) 3(x1
(x1+a)3 y12
0 (y1+b)
(x1+a)y1 (x1+a)2
2(x1+a) 0
0
1
y1
c8
c9
3
(x1+a)3y1
+b)3 3(x1+a)2(y1+b)
+a)2
1 w3
(x1+a)
1
1
+b)2
c7 (x1+a)(y1
-2(xy11+a)(y1+b) -(x11+a) 2(x +a)2
2 3 2 2 0 -3(y1+b)3(x 2(x 1+a) -(x1+a) 1+a)y1 -3(x1+a)(y1+b)
-(x +a) 1+b)2 (x11+a)(y (x1+a)02(y1+b)
1
-x1
θy3 x1(y1+b) 0 x1
0 -1
(y1+b)
Persamaan dan Persamaan dalam bentuk ringkas menjadi, 3x12y(15) y13 (16), dapatcditulis 1 3
(16) +b)3
c6 (y1
c5
(x +a)2 2x1(y +b)
w 1 (x +a) 3x y21 1 0 2x1 4 (y1+b) 01 1 2 2 θ 0 0 -13 x4 (x1+a) (y1+b) (x1+a) (x1+a)(y1+b) (y1+b) (x1+a) 0 -1 0 θy4 -(x1+a) 0 -2(y1+b) 00 1
x (y
(x1+a)y 12 (y +b)
-2x1 (y1+b)
-x12
2(x1+a) 0
0
x1 (y1
1
-2(y1+b)
2x01y1
x12(y1+b) 3
2 3x1-1
+b)2
00
0 y1
θx3
2
2x1 0
1 -x1
w3 0 -1
(y11+b)1
+b)2
y1 -(x1+a)
2
-2x1+b) (x1+a)(y 1y1 2 2 (x1-x +a) 1
(y01+b)
2x x12y1 1 x130 y121
0 x=1y1
θy2
(x11+a) -2y
(y1+b) x1y12
-x1 0 -1 0 0
+b)3
2 y12 0 (x1+a)3 3x 2(y (x 1+a) y1 1 1+b) 2 -2y1(y1+b)3 0 (x1+a)3(y-(x 1+a) 1+b)
c4 x1 (y1
c3
(y1
0
-3(y1+b)2
3(x1+a)2
-x13
2(x1+a)(y1+b)
-3x1 (y1+b)2
+b)3
y1
-(x1+a)2
x13(y1+b)
0
+b)3
c2 -3x1y12
3
3x12y1
-2(y1+b)0
0
-x (x131+a)2(y1+b)
1(y1+b) x13y2x 1
3x12 y13
-x1 0 -2(y1+b)
2 2 (x +a)3 (y1+b)-3y 1 1
c1 x1y13
2(x1+a)y1 3(x1+a)2 0 y1 2(x1+a) 0
b4 0
θy4 (x1+a)y1 (x1+a)
y1
(y1+b) x1
w2 2
θx2
θy1
1
0
0
0
1
0
0
x12
(x1+a)(y1+b) w4 2x1 1/2(b2- y12) θx4 (y1+b)
0
(x1+a) 1
0
00
x1 x1
11
2
-(x1+a)2 0 -2y1
x1(y1+b)
0
0
-1
(y1+b)2
0
3x1
x13
-(x1+a)
x12(y1+b)
2x1y1
2(x1+a)(y1+b)
(x1+a)2y1 (x1+a)3
3(x1 0
-x12 (y1+b)
(x1+a)y1
(x1+a)22
2(x1+a) 0
y1
-2y10
b2 1 y1 b3 0
1
(15)
y1 x1 (y1+b) x12 θx3 (y1+b) 2) 0 -1 1/2(b2-0(y1+b) θy3
b1 -x10
0
(x1+a)
-(x1+a)2
(y1 (x1+a)(y1+b)
3 0x1
(x1
y12-1
(x1+a) (y1+b)
x1y01 a4
y12
+a)2
0
(x1+a)2(y1+b) (x1
2 -(x1+a)x1 y1-2(y1+b)
2x1(y1+b)
θy2 1/2(b2- (y1+b)w2)3 0 0 0
0
x1
1
0
θx3
b4
=
b4
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
w1
b3
0
y1 (x1+a)y(x11+a)y1
b3
θy2
2- 2(x 0 1/2(a21/2(a - (x1+a) ) 1+a)12) (x11+a) (x1+a) y1
y1
x1
00
0
0
0 0
1
v4 0
0 0
00
w2
v4
0
θx2
y1 (x1+a)y(x11+a)y1
1
1(x1+a) (x1y+a) 1
0
u4 1
θy1
u4
2)
0
b2
1/2(b21/2(b - y12) 2-
0
2- 2(x 0 1/2(a21/2(a (x1+b) +a)(y1+b) b2 - (x1+a) ) 1+a)12) (x11+a) (x1+a) (y1+b)(y1+b) (x1+a)(y
θx1
0 0
x12
00
(15) (15)
y1
v3 0
b1
x1
v3
2- (y1+b) 2) 2) 0 1/2(b21/2(b - (y1+b) b1
1
0 0
w1
00
1
1(x1+a) (x1(y +a) (x1+b) +a)(y1+b) 0 (x1+a)(y 1+b) (y1+b)
1/2(a - (x1+a)2)
=u3 1 =
a4
0
u3
a4
0
x1 (y1+b)(y1+b) x1 (y1+b) x1 (y1+b)
0
x11
v4
0 1/2(a21/2(a - x12) 2- x12) 1
(x1+a)y1
0 0
y1
00
(x1+a)
v2 0
1
v2
u4
a3
1/2(a2- (x1+a)2)
2- 2(y 0 1/2(b21/2(b ) - (y1+b) ) 1+b)2a3
0
0 0
0
00
0
0
v3
x1 (y1+b)(y1+b) x1 (y1+b) x1 (y1+b)
(x1+a)(y θx11+b)
1x1
(y1+b)
u2 1
0
u2
(x1+a)
a2
0
a2
1
y1 x1y1 x1y1
0
x1 y1
=
x11
u3
0 1/2(a21/2(a - x12)2- x12) 1
v2
0 0
2-1x 2) 1/2(aw 1
00
x1 (y1+b)
v1 0
(y1+b)
v1
x1
a1
1
a1
u2
0 1/2(b21/2(b -y12) 2-y12)
0
0 0
0
00
0
0
v1
y1 x1y1 x1y1
x1y1 v4
x1 y1
y1
1x1
x1
u1 1
1
u1
u1
1
u4
1
v3
1
u3
1
v2
1
u2
1
v1
1
u1
1
=
dimasukkanlah koordinat titik simpul ke dalam persamaan tersebut. Hasil yang didapatkan nodal ,y ),1:pada nodal nodal 3:+a),(y ((x1+a),(y +b)), dan+a),y nodal ((x1+a),y nodal 1: (xditunjukkan ,y(x ),1nodal nodal 2: (x ,(y(x12:+b)), nodal 3: 3:((x dan nodal 4:),((x4:1+a),y 1Persamaan 1,(y 1+b)), 11: 1pada 12: 1+b)), 1), 1), dan (16). Dimana ditunjukkan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: (x ,y Persamaan ), nodal (x(15) ,(y +b)), nodal ((x1+a),(ykoordinat +b)), dan1 nodalnya nodal 4: ((xadalah: ditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah:
1/2(a2- x12)
00
1
0
1
0
1
0
1
Untuk mendapatkan nilai a1-a4, b1-b4, c1-c12 dari Persamaan tunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordiditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: koordinat dalam persamaan (7), (8)dimasukkanlah dan (9), maka dimasukkanlah koordinat Untuk mendapatkan nilai ,a1csimpul b-a -b -cnat dari (1)tersebut. (2),Hasil makayang Untuk mendapatkan nilai a1-a ba1titik -b (1) (2),danmaka 1-a 1simpul 1-b 12 4, nilai 4,4titik 1-c Untuk mendapatkan ,4, dari bc1ke ,nodalnya c1-cPersamaan dari: danPersamaan (1) dan didapatkan (2), maka 412 4Persamaan 12adalah ke dalam persamaan tersebut. Hasil yang didapatkan diditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). Dimana koordinat nodalnya adalah: dimasukkanlah titikke simpul dalam persamaan Hasil yang didapatkan dimasukkanlah koordinatkoordinat titik simpul dalamkepersamaan tersebut.tersebut. Hasil yang didapatkan
1
0
0
0
x1
0
⎩c�� ⎭
x1
{𝜓 nilai } = [𝑃 ]{ -a Persamaan (1) dan (2), Untuk mendapatkan ake�1persamaan dalam bentuk ringkas, (14) maka 4𝑐,} bpersamaan 1-btersebut. 4, c1-c 12 �� dari dimasukkanlah dimasukkanlah koordinat simpul dalam tersebut. Hasil yang Hasil didapatkan yang [𝑃dalam {koordinat } = simpul [{𝑃𝜓��titik ]{} 𝑐=}�ke dalam ringkas, dalam bentuk ringkas, (14) dalambentuk bentuk ringkas, 𝜓�titik (14) didapatkan � ]{𝑐 } ditunjukkan ditunjukkan padamendapatkan Persamaan pada Persamaan (15) dan (15) (16). dan (16). Dimana koordinat koordinat nodalnya adalah: adalah: dimasukkanlah koordinat titik tersebut.(1) Hasil cnodalnya dari Persamaan danyang (2),didapatkan maka Untuk nilai aDimana 1-asimpul 4, b1-bke 4, dalam 1-c12 persamaan ⎩c ⎭
+a)3
3x1 0 (y1+b)
+a)2
0
= a2 0 a3 1 x1y1
0 y1
0
0
y1 (x1+a)
(x1+a)
1
y10
1
(x1+a)y w1
1 2 1/2(b21/2(a -y12) 2θ-x2(x1+a) a12)0
0 nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x1+a),(y1+b)), dan nodalθy14: ((x1+a),y ), 11
(x1
1+b)
1/2(a2θ-x1(x1+a)2)0
0x1
(y1+b)
(14)
(14)
2x1
1 1
1
y1 2x1
0x 2
0
0x 0 (y +b) 1 1 1 0 (x1+a) -1
0
1
1
w1 +a)(y
(13)
+b)2
-x12
(x1-x+a)y 1 -2(y1+b) 1
1
b40
3x1
b3 x3
0
1/2(b2- y 2) x (y +b) 1 (y +b)2
-2y1 1 (x1-x+a)(y 1+b)
(y01+b) -1 1 0 (x1+a)
2
x12(y1+b)
2x1y1
-x12
2
b20
x1 b1 x1y1 2- (y1+b) y122) 1/2(b
x1 (y1+b) (y1+b)
y1
x1
2 0x1
a4
3
(x1+a)y1
y1a3
0 0
x1 (y1+b) v4
u4
0
(y1+b)
1
0
0
0
x12)
v3
x1y1 y1
1/2(a2-
1
u3
=
1
u2
x1
0
v1
0
1
u1
x1
⎧ c�⎪⎫c ⎪ ⎪⎪c� ⎪ �⎪ c � c � � � 𝑤 xy ⎪⎪ � ⎪ xy 1 x y x y ⎪ c ⎧ ⎫c� � c � ⎪ �c � ⎪ � � 0 xy�−1 −3xy � xy �0 �x�−x � xy 𝑤 {ψ�1} = 𝑤x �𝜃�y�1=xx��0 xy −2y x x y x y y y xy y y y � y x x � � � ⎪ c��⎨⎪ ⎪c� ⎬ � 𝑤 ⎪ cy� xc⎩cy��⎭� xy �(13) x y � �−3xy xy ���� −3xy }��𝑎𝑏 {00𝜓ringkas, }= [0{𝑃𝜓�0 ]{ }[xy {�𝜓 }2x [�𝑃]{�y�𝑎𝑏 ]{ dalam = 𝑃−x 𝜃=−1 dalam x−x = 𝑐�}} −x (14) �x −2xy 𝜃�{ψ 𝜃bentuk � � −x2xy −x 1y−2y ��01ringkas, {ψ� } = �bentuk } �=0 �ringkas, 0 � �bentuk � �=dalam 0x�−1 y −xy c� �0� c� 3x(13) 3x 0 −2y 0y−2xy 0 ⎪ −3y −3y y c � � (14) c� ⎪c� c�� ⎬ c�� ⎬�� ⎨−x {𝜓 } =02xy [𝑃�3x ]{�𝑐y}�2xy 0 y�−x � � {ψ 0 0y −1 𝜃�� } dalam =0 0�02x =0�𝜃𝜃�1� �bentuk � � y ⎨−3y 1 ringkas, −2y ⎪ cc��⎪⎪c ⎪ 3x� y0 −2xy 2x0 0y�3x� −x y3x 0 cc�y⎫ cc� ⎫ −3xy ⎧ ⎧ � � ⎪ ⎪ ⎪x���y⎪ �⎪ ⎨ 𝜃𝑤� y xy ⎪ c �⎪⎬ ⎪ x� y xy 0 3x y⎪ cc��⎪ 1 1x 0y 2x y� ⎪ cy���0�⎪ ⎪⎪ y0� 3x x�� 2xy x� xy y� c � ⎪ �� c �� ⎪ � ⎪ ⎪ ⎪cc�� ⎪� ⎪⎪cc�� � −2xy �⎪ −3xy(2), ⎪ {ψ� }Untuk = �0 0 −1 nilai = �𝜃� � mendapatkan a1-a4−2y , b1-b4,0 c1-c Persamaan (1) −x −x � ⎪ dan 0 −x �⎪ 12 dari c�� ⎪ ⎪⎪ ⎪ ⎪−3y �� ⎪ ccmaka c c ⎪ ⎪ c�� � �Persamaan ⎬ � 4, ��c1-c � 12� dari � ⎪ c�� � 4, � b1�-b mendapatkan a (1) � � xy �� ⎪ dan � (2),⎨cmaka �xy 𝜃𝑤 �x-a � nilai 1 y � �x 1 xy � 𝑤 Untuk ⎪ xy ⎪ 0 x x y y xy y x y y xy y � x 0 y y 1 1 2xy y x0 ke3x xy 2xtitik x y simpul x koordinat ⎪ c�� ⎩⎪ c ⎭ y didapatkan ⎩cc��0⎭ ⎩3x c�� ⎭y yang dimasukkanlah dalam persamaan tersebut. Hasil � � � � c� � −2xy � −2xy � 𝜃0� � = ⎪c�� ⎪�� � � −x −x 0 koordinat {ψ� } = �𝜃�{ψ −1 −1�0 0 �= −3xy −3xy 0 �ringkas, ⎪ ⎪ −x dalam −x� ��tersebut. −x −x−3y 0𝜓 0} ke −2y 0} −2y −3y dimasukkanlah titik simpul persamaan Hasil yang didapatkan � }�= c { } { [ ]{ } [ ]{ c dalam𝜃bentuk dalam bentuk ringkas, 𝜓 = 𝑃 𝑐 = 𝑃 𝑐 (14) (14) c � {𝜓02xy � ringkas, �� � dalam = [2xy 𝑃� ]{Dimana 𝑐y}� 3x� y0koordinat ⎨ ⎬ ⎨ � ⎬� ⎪c � ⎭ ⎪ adalah: � } dan 0 0 pada � ditunjukkan 0 𝜃1� bentuk 2x 3x�y�(16). 2x1 y0Persamaan 0 y3x� (15) y�3x� y cnodalnya c adalah: ⎩ �y c�� ditunjukkan pada Persamaan (15) dan (16). 0Dimana koordinat ⎪ �⎪ ⎪ ⎪ nodalnya ⎪ �� ⎪ ⎪ c� ⎪ ⎪ c� ⎪ ⎪c�� ⎪ dalam bentuk ringkas, {𝜓� } = [𝑃� ]{𝑐 } ⎪c�� ⎪ ⎪c�� ⎪ c�� ⎭ c�� ⎪ dan(1) ⎪c�� ⎪danmaka ⎪(1) -a4, ba11-b -a44,, cb11-c -b124, dari c1-c12Persamaan dari Persamaan (2), (2), ⎩maka Untuk Untuk mendapatkan mendapatkan nilai a1nilai 0⎨
x12(15) y1
b3
y1 0 0
2) (x11/2(b2- 1(y1+b) (x1+a)
y(x 1 1+a)y1 x1y1
+a)2)
1
1/2(a2- (x1+a) )
0
0
b4
b2
1/2(b2-
2)
(x1+a)(y1+b)
0a2
a1
(x1+a)
0 0 0
2-y 2) 1/2(b 1 2
(x1+a)(y1+b) (y1+b)
0 0 0
x1 (y1+b) (y1+b)
(y1+b)
(y1+b)2) 1/2(b2-
b1
a3
(y1
a4
a2
1/2(b2-
+b)2)
x1y1 y1 1 0
x1
a1
1/2(b2-y12) 0 0 0
1/2(a2-
x12)
x1y1 y1
b� � � � ⎨ � � ⎪ ⎬ 3x ⎧yc� ⎫ y ⎧ c⎪� c⎫� ⎬ �⎪ ⎪ b �⎪ ⎪ c ⎪ ⎪ ⎪ c⎪�cc⎪ ⎪ � �� � b� ⎪x� y ⎪b�xy ⎪ �⎪ c ⎪ y� ⎪ c⎪c⎪ x� � y x⎪ �� ⎪ � � ⎪ ⎪ ⎪ ⎩�b� ⎭ ⎪ b−2xy � c⎪ ⎩�c⎪ ⎭� � �� �−x ���⎭ ⎪ c�xy �0 �� ⎩xy �� −x ⎪ ⎪ ⎪ −3y b�
�
1/2(a2- x12)
�
0
�
1/2(a2-
�
1(x1+a)x1 y1 00 0 0
𝑣
0
�
)2x 1 −yx )y 0 1 3x y 2xy ⎨xy 01 − 00x0.5(a 0𝜃� 0 00.5(a 0 ringkas, {𝜓� } = [𝑃x��xy ]{ dalam0bentuk 𝑎𝑏} ⎪yb�� ⎬⎪
(x1+a)
𝑣
nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x10+a),(y1/2(a dan nodal 4: ((x 1+b)), 1+a),y1), 2- x 2) v2 0 0 1 x1 (y1+b) x1 (y1+b) 1
�
nodal 1: (x1,y1), nodal 2: (x1,(y1+b)), nodal 3: ((x1+a),(y1+b)), dan nodal 4: ((x1+a),y1),
(1
𝑢 Gambar =𝑢𝑎=1 𝑎+ Gambar 𝑎1. + 𝑎𝑎31. 𝑦 ++ −�𝑦 )Elemen (7) 2 (𝑏 2untuk Koordinat Lokal untuk Lokal Elemen ISUM dengan ISUM nodal denganforces nodaldan forces dan ��𝑦 2 𝑥Koordinat 4 𝑥𝑦 + 𝑎𝑎 (𝑏 − 22dan 1 + 𝑎2 𝑥 + 4 𝑥𝑦𝑏+ 𝑥𝑦 � u,v dan𝑥w�displacement : translasi displacement node arah w2 ): u,v translasi node arah sumbu x, y sumbu & z x, y & z (7) 𝑣𝑢 = 𝑥 𝑎+33𝑦𝑦𝑏+ − ) (8) �𝑦 = 𝑎𝑏1�++𝑎2𝑏𝑥�+ 𝑎4+ 𝑥𝑦 +� 24Displasemennya (𝑏+ −� 𝑦(𝑎 ) (7) Displasemennya 2 θ� -∂w/∂y, danrotasi θz adalah rotasi searah sumbu x,y dan θxθ= = -∂w/∂y, -∂w/∂xθdan θz adalah searah sumbu x,y dan y = -∂w/∂x x4 y= 2 2 �� ��� (𝑏 � − 𝑦 ) 𝑢= =𝑣𝑏𝑎=1 𝑏+ + +𝑎2𝑏𝑥�𝑥+ ++𝑏𝑎 +𝑏𝑏�𝑎𝑥𝑦 (7) z − 𝑥� )z � 4 𝑥𝑦 𝑏��3𝑦 + �+ (𝑎 (8) 𝑣 𝑦𝑦++ (8) �� 2� (𝑎 �− 𝑥 ) � � � 𝑏� 𝑥 � 𝑥𝑦 �+ � � � � � � = 𝑏 𝑥𝑦 𝑥 ) (8)𝑐�� 𝑥 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 � (9) � 𝑦𝑐+ 𝑤𝑣 displasemen =𝑏𝑐��++𝑏�displasemen 𝑐𝑥�+𝑥 𝑏+ 𝑐+� 𝑥� (𝑎+rotasinya 𝑐− 𝑐� 𝑦 pada + 𝑐�Persamaan 𝑥 pada + 𝑐�Persamaan 𝑥 𝑦 𝑐�� 𝑦 + Persamaan Persamaan beserta rotasinya beserta ditampilkan (7)+- 𝑐(12). (7) -+(12). � 𝑦�+ � 𝑥𝑦 + ditampilkan � 𝑥𝑦 �� 𝑐 �𝑦 � + 𝑐�𝑥 � + 𝑐 𝑥 � 𝑦 + 𝑐 𝑥𝑦 � + 𝑐 𝑦 � + 𝑐 𝑥 � 𝑦 + 𝑐 𝑥𝑦 � (9) 𝑤 =+ 𝑐� + 𝑐𝑥� 𝑥++𝑏𝑐� 𝑦𝑦++𝑐�𝑏𝑥 �𝑥𝑦 + � 𝑥𝑦 +(𝑎 � �− 𝑥 ��)� � � �� �� � 𝑣 Gambar = 𝑏 � 𝑐+ � ��dan �𝑐 𝑦 ��� � + � �𝑦 ��𝑥+ Gambar 1. Koordinat Lokal Elemen dengan nodal 1. Koordinat Lokal untuk 𝑤 =𝑤𝑏𝑐= 𝑐 𝑥 + 𝑐 𝑦 + 𝑐 + 𝑐 𝑥𝑦𝑐22�Elemen + 𝑐+� 𝑐𝑦� 𝑥 ISUM ++𝑐𝑐��𝑥𝑥 ��dengan ++ 𝑐𝑐��𝑥𝑦 𝑥nodal 𝑦++𝑐��𝑐forces + 𝑥 � 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 �(8) (9) 𝑐 + 𝑐 𝑥 + 𝑐 + 𝑐 𝑥 𝑐 𝑥𝑦 𝑦 untuk 𝑦2ISUM 𝑦� 𝑥𝑦 +2𝑐��+ 𝑥forces 𝑦��+ 𝑐��dan 𝑥𝑦𝑐��� (9) � � � � � � �� � � 4 �2 � 24 � 2 �+ 3 𝑢 = 𝑎1 +𝑢𝑎𝜃 𝑥 𝑎 + 𝑎 + 𝑦 𝑎 + 𝑥 𝑎 + 𝑥𝑦 𝑎 𝑦 + + 𝑎 (𝑏 𝑥𝑦 − + 𝑦 ) (𝑏 − 𝑦 ) (7) (7) = − = -c c x 2c y c x 2c xy 3c y c x 3c xy (10) 3 5 6 8 9 10 11 12 2= 1 3 2 4 3 4 �� � Displasemennya Displasemennya 2 2 2 2 3 2 𝜃� = − ����=� -c3 - c5x - 2c6y - c8x - 2c9xy - 3c10y - c11x - 3c12xy (10) � � 12xy2 � � � � �−�𝑐 � = 𝜃�𝑐�= + -c c�5𝑦 x� -+2c𝑐 c8+ x2 -�𝑐2c - 3c c11𝑐x32𝑥 - 3c 6y - � 𝑤 == +𝑏3--𝑐𝑦c+ 𝑐10𝑦y2�- + + 𝑐3 𝑥 𝑦 + 𝑐2 𝑥𝑦 � + 𝑐(8) 𝑐(10) (9) 2𝑥𝑦 � �6𝑥 �+ ��𝑥𝑥 �� 𝑦 +(8) �� 𝑥 𝑦 + 𝑐�� 𝑥𝑦 (10) − -c 2c c8x�− -9𝑥xy 2c 5x� -� 𝑥𝑦 𝑣 = 𝑏� 𝜃 +�𝑣𝑏= + +���𝑦𝑏�= 𝑏+�3𝑥𝑦 − +y𝑥 �-� )(𝑎 ) 9xy� - 3c10y� - c11x �- 3c12xy� �𝑥 𝑏 �𝑏 �+ � +�𝑏(𝑎 � �� displasemen �� Persamaan beserta rotasinya ditampilkan pada Persamaan (7) (12). Persamaan displasemen beserta rotasinya ditampilkan pada Persamaan (7) (12). 2+ 𝜃𝜃�� = + 42c 3c2c78xxy (11) 5y7x+2 + = ��� == c2c+22c x +4cx5y++c3c + 2c c9y82xy + 3c+11cx92y y 2++c123c y311x2y + c12y3 (11) �� �� � 2 + 2c 2�+ 3c11x�2 2�y + c12y33�� 𝜃 = = c + 2c x + c y + 3c x xy + c y (11) 2 2 � � � � � � � � � � � 2 4 5 7 8 9 � − = c+ -� 𝑥2c c+8+ x2𝑐�𝑐𝑥�-𝑦2c c11 (10) 3𝑐�-𝑦 5𝑐x 6𝑐y 9𝑐xy 12 𝑤 = 𝑐�𝜃+�𝑤𝑐= 𝑥+ 𝑐� 𝑐+ +𝑥-c 𝑐+ + ++ ++ 𝑦 3c + + 𝑐𝑐10 𝑥y 𝑦-+ + 𝑐𝑐�� 𝑥𝑦 𝑦 -+3c +𝑐𝑐�� 𝑦 𝑦+ +𝑐𝑐�� (9) 𝑐�� 𝑥𝑦 (9) �𝑦 �= �� � �𝑥 �𝑐𝑦 �-𝑥𝑦 �𝑐𝑥� 𝑥��𝑥𝑦 �x ��𝑥xy ��𝑥𝑥𝑦𝑦 + ��4𝑐𝑥𝑦 �𝑐� 4 2 2 �𝑦 2−+𝑦 2c �𝑎c+ 𝑎1𝑎+ + 𝑎3 𝑦 𝑎(𝑏 ) 8xy + c9y2 + 3c11x2y + c12y3 (7) 𝑢 = 𝑎1𝜃+�𝑢 𝑎= 𝑥+ +x++ 𝑦 23c )(𝑏7x (7) + 2c c + (11) 4 5y−+ �= 22𝑥�𝑎 4 𝑥𝑦 2= 3� �4 𝑥𝑦 2 2 �� ���+ � �=�a3 + b2 𝜃� = (12) �� 𝜃 � + �� = (12) 2b 2- 3 -y2 3-26+ 𝜃� = − �𝜃 - c�� - -c 2c -y=c-5axc= x�a2c 2c y -b c28x�-2 3c - 2c yxy c11 3cx10 3c- 12 c11xy x32 - 3c12xy2 (10) (10) + (12) �-c 3− 5�x= 3�6� 9xy 109 38-+ �=𝜃= � = � � � � � � �� � � � 2 + 3c11x2y 3 displasemen umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). 𝑣= = 𝑏 𝑥�𝑏+ + 𝑏� 𝑦 ++𝑏(𝑎 𝑥𝑦 ++𝑥 ��3c (𝑎7�x2−secara 𝑥 �2c ) 8xy (8) 𝑣 = 𝑏� 𝜃 +��𝑏 𝑥+ 𝑦𝑏persamaan + − ) (8) c+ 2c c y + + c y + c y (11) 4x 5 9 12 ��2 � �Matrik �= � 𝑥𝑦 ���𝑏+ �� +persamaan Matrik secara umum dijelaskan pada (13)-(14). = = a3 +� bdisplasemen (12) a� Persamaan 2 displasemen Matrik persamaan secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14). �𝜃 �� �� � � � � 𝜃� = =𝜃�c2=+ 2c4=x c+2c+5y2c+�43c x +7xc25y+ +2c 3c +c92c y28xy +�3c +�11 c9xy22y�++�3c c1211yx32y�+ c12y3 �⎧� aa�� ⎫ � � (11) (11) 8xy 7x2+ � � � � � � � � 𝑦𝑐 a𝑦�+ 𝑤 𝑦+ 𝑐�secara 𝑥+ + 𝑐dijelaskan 𝑐� 𝑥𝑦 pada 𝑥Persamaan 𝑦++𝑐𝑐��� 𝑥𝑦 +𝑐�� 𝑐 𝑥𝑦𝑦 + 𝑐�� 𝑤 = 𝑐���+ 𝑐� 𝑥=+ + 𝑥𝑐 + 𝑐� 𝑥𝑦 𝑐�𝑐𝑦umum ++ 𝑐� 𝑥 𝑐� 𝑥 ++𝑐𝑐��𝑥𝑦 𝑦 ⎧+ 𝑥𝑦 (9)𝑐�� 𝑥𝑦 (9) Matrik persamaan displasemen (13)-(14). ��𝑥𝑐+ � 𝑥𝑦 � 𝑦+ + ��𝑥 �𝑐��𝑐�+ ⎪a � ⎫ ⎪�� �� � Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada Persamaan (13)-(14).(12) ⎧ ⎫ 𝜃 = + = a + b 3 2 a� ⎪aa� ⎪ ���� �� ��� � �� �� �� � � � xy 0 0 � 𝑢 -c=36ay-13c-5+cx8bxx-222c a�⎪a (10) − y 2) ⎪ ⎪ 0.5(b yy 9-xy 20 𝜃�� = + 𝜃 �{ψ = (12) (12) == c8x-2xy - 2c xy -12c11 x23 - 3c (10) 𝜃 = − -a=c3+ 3c - c-113c x310-y3c xy 92 3}�− 5+ 10y �x=�b-��22c � 12xy� )� a = �1 x - y62c �� � 𝜃�= �-c �⎪ � �) 0 0 0 b�� − y dijelaskan 0.5(b � � � � ��𝑢 𝑣 y xy ⎧ ⎫ 0.5(a − x 1 x 0 0 0 Matrik persamaan displasemen secara umum pada Persamaan (13)-(14). ⎪ ⎪ ⎨ ⎬ {ψ } a � � � � = � =persamaan � umum �) b� �Persamaan � ) � a(13)-(14). Matrik persamaan Matrik secara umum pada pada (13)-(14). 𝑣𝑢displasemen b xy0 Persamaan − xsecara x y 0dijelaskan 0 10displasemen 0x 0.5(a xy 1 dijelaskan 0 � ( �⎬ − y 0.5 b ⎨ y ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ � �� { a� � (11) � � � = � 2+ = = +c𝑣 x +7xc25+y 2c +11cx9y2�y2 + 3c (11) 𝜃� = =𝜃c�ψ +� }2c + 43c c92c y28+xy y3x2ya+� c12y3 a⎪�b 2c+ 11 2= 4x 5y2c 8xy b�� ⎪ ⎪ �� �� (a�3c− ) c12 y xy x 1 x 0 0+ 3c 07x+0.5 ⎧ ⎫b� ⎬ ⎧ ⎫ ⎧ ⎫ ⎨⎪ � � a a a b ⎪ xy 0 0 0 � 0.5(b⎪ � � 𝑢 ⎩�b− ⎭ ) y 1 x y ⎪a � ⎪ ⎪a⎩�b⎪� ⎭ � ⎪b � ringkas, {𝜓 } =� [𝑃 ]{ a��⎪⎪b� ⎪ �{ψ� } ��= ��� � �= � )𝑎𝑏} � bentuk ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ y xy x 1 x == �a𝑣 a3 + xy b2 0 0.5 (12)(13) �(a − � 𝜃� = � +𝜃�dalam b�2� = 0 0 3+ ⎪a ⎪⎬ ⎪bc��(12) ⎨ �} ⎪ 0� } 0= 0[𝑃0�0.5(b 0 0 � 𝑢 dalam �� 1 �𝑢x �y 1 ringkas, { xy ]{𝑎𝑏 − 0.5(b y �0) � a−� y � ) ( a �� x y (13) �) xy 0 � b {ψ� } = �� {ψ � � � �=} �= �𝑢bentuk � = � 1 �x y� 𝜓 − y 0 0.5 b �⎪ � � )y b� Persamaan b� Persamaan ⎧bc(13)-(14). ⎫ ⎪ 𝑣 � ) xy y xy 0.5(a − 0.5(a x − x 1 x 1 x ⎩ ⎭ } 0 0 0 0 0 0 Matrik persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada � Matrik{ψ𝑣persamaan displasemen secara umum dijelaskan pada (13)-(14). � � � � = = ⎨ ⎬ ⎨ ⎬ � b ⎧⎪ c�� ⎫⎪ 𝑣 ⎪ 0 0 0 0.5(a� − x � ) 1 x ⎪yba�� ⎪ ⎪baxy ��⎪ ⎨b��⎪ ⎬ ⎪ c�� ⎪ } dalam bentuk ringkas, {𝜓� } = [𝑃� ]{𝑎𝑏 (13) b��⎭ ⎧ ⎪b ⎪ ⎪⎧ba��⎪⎫ ⎩ b �⎫ a ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ � c � � � � c � � � � � 𝑤 � xy b ⎪ ⎪ xy y x y ⎪ 1 x y x ⎩xy ⎭ y⎩⎪ba��⎭⎪x� y x b a�� ⎪ ⎪� ��⎪⎪c� ⎪ �⎪� ⎪x y� � [𝑃� ]{𝑎𝑏 ⎧ c� ⎫ xy xy� } −2y dalam bentuk ringkas, = (13) 𝜃𝑤� � = �1 ⎪xy ⎪ �−3y x� y�� } −2xy y x0�{𝜓 x −1 −x y y {ψ } 0 x � = � −3xy � 0 −x −x 0 � � a � a {𝜓x0�xy } y= {[𝜓 }0 𝑎𝑏 dalam bentuk c� ⎬ dalam bentuk ringkas, bentuk 𝑃��]{ = 𝑎𝑏0} � 0− y0.5(b (13) (13)c ⎪ c ⎪ xy 0}[𝑃0� ]{00.5(b � y ) 𝑢x𝜃� � y= 1�ringkas, 𝑢dalam − 1ringkas, �� ⎨ � ) −2xy ⎩ ⎭ � � −x�� b −x � {ψ } −1 � y = � −3xy 0 1 −x � 0 0 −2y 0 � � −3y } {ψ } = � {ψ � � � � � � = �= = 2xy � y 3x yc y 2x 3x 0 � 0 c c
y1 x12
x12
x1y1 x1y1
-1 0
0
-x1
-x1
0 2x1
2x1
y1
y1
y12
y12 x13
-2y1 -2y1 0 0
x13
x12y1 x12y1
0
-x12
0 3x12 3x12
-x12
2x1y1 2x1y1
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
29
(y(y (x(x (x(x c7c 1+b) 3 1+a) (y 1+a)(y1+b) 3 3 1+b) +b) 2 (y1+b) 3 10 1+a) 1+a)(y 1+b) 3x (y c67 1 (y1+b) 1+b) 2 3 2 -3(y -(x -3(x c 1+b) 2 1+a) 3 1+a)(y1+b) 2 8 -3(y -(x13+a) -3(x 3 3 1+b) 1+a)(y+b) 1+b) (y1+b) (x1+a) (y1+b) (x1+a)(y cc78 1 2 3 00 3(x +b) (y +b) c 1+a) (y 1 1 9 2(y +b) 3 3(x1-(x +a) 31 1+b) +b)2 -3(y31+b)2 -3(x1(y+a)(y cc89 1+a) 1 3 3y y1y 3 (x(x +a) (x +a)y c 1 1 1 3 10 31 (x cc10 2(yy1+b) 31 1+a) 01 3(x1+a) (y1+a)y 1 1+b) 9 2 2 3 -3y -(x -3(x c 1 2 1+a) 3 1+a)y1 2 11 -3y -(x +a) -3(x +a)y c 3 3 3 1 1 11 y1 1 (x1+a) y1 (x1+a)y c10 11 2 3 00 3(x y c 1+a) y21 1 3 12 3(x +a) 3y1 y1 12 2 12 (15) dapat dalam -3y1Persamaan -(x1dan -3(x cc11 1+a)Persamaan (16), 1+a)yditulis
(16)
Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat prosentase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam belas elemen (<=7.852%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak meratanya tegangan pada empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodelan strukturnya.
4.2 Pembuatan Program Numerik
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk ringkas menjadi, bentuk(16), ringkas menjadi : 2 ditulis Persamaan (16), dalam menjadi, 0 3(xdapat y13 bentuk ringkas c12 1+a) y1 Hasil dari matrik kekakuan dalam tahap formulasi elemen [𝐶[�𝐶]{]{ } dan {dalam 𝑎𝑏ditulis 𝑑� } = [𝐶bentuk Persamaan{𝑑(16), ringkaskemudian menjadi, � } }==dapat � ]{𝑐} {𝑑 dimasukkan ke dalam program numerik. Dima� � 𝑎𝑏} dan {𝑑� } = [𝐶� ]{𝑐} na matrik kekakuan yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat dimana {ukuran matrik [P} ]dan adalah dan ukuran [P{[𝑑�P�]8x8 kik[P[�P] ]adalah 12x12, } =dan [dan }]adalah [𝐶� ]{ } [P ]sehingga 𝐶� ]{ukuran 𝑎𝑏 = 𝑐12x12, adalah𝑑8x8 ukuran adalah sehinggakonstanta konstanta �8x8 1
2
� adalah 12x12, sehingga konstanta {ab} � dan {c} dan dapat [diselesaikan at dengan: dengan ik diselesaikan P� ]diselesaikan adalah 8x8 dan: ukuran [P� ] adalah 12x12, pat dengan:
�� { } �� { } {𝑎𝑏 } }==[𝐶[�𝐶]dengan: dan 𝑑{𝑑 ��𝑑� pat diselesaikan � ] ]�� � } {𝑎𝑏 dan {𝑐{}𝑐}==[𝐶[𝐶 � ] {𝑑� } � � �� �� n (13) ditulis {dan }(14) } = [𝐶� ] {𝑑� } 𝑎𝑏 }Persamaan = [𝐶� ] {𝑑�(14) dan 𝑐menjadi: an (13)dan Persamaan ditulis{menjadi:
an
Kemudian Persamaan (13) dan Persamaan (14) ditulis : {𝜓� } =(14) [𝑃� ][ditulis } 𝐶� ]����{𝑑�menjadi: (13)menjadi dan Persamaan
Dimana
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ] {𝑑� } } }=[= ]{]{ 𝑑 �= �𝐶 � }{}𝑑 } {𝜓{𝜓 ]�� 𝑃[𝑁 [][𝑁 {}𝜓 𝑑 �
�� � � �� {𝜓 = [}𝑃[= � }{}𝜓 � ][𝐶 �} } {𝜓 𝑁�𝐶�]�]{]�� 𝑑{�𝑑{}𝑑 � 𝑃�[][ � = � �
�
{𝜓� } = [𝑃� ][𝐶� ]�� {𝑑� }
dari elemen ISUM, yaitu mampu menghitung struktur dengan elemenkonstanta yang lebih besar dan mempunyai hasil yang sehingga sama dengan FEM biasa maupun dengan pembuktian perhitungan analitis. Dalam hal ini pemograman numerik ditulis kedalam MATLAB code dan dengan langkah-langkah yang sesuai dengan formulasi elemen yang telah dijabarkan sebelumnya.
(a.) Elemen Tunggal
(b.) Empat Elemen
4.3 Running Program
{𝜓� } = [𝑁�]{4.3.1 𝑑� } Analisis Program Elemen ISUM
Uji perbandingan hasil output dengan cara manual perlu {{𝜓𝜓��}}==[[𝑁𝑁��]{]{𝑑𝑑��}} untuk mengetahui kebenaran dan ketelitian pro{𝜓� }1= [𝑁�]{𝑑�dilakukan } [𝑁�] = [𝑃� ][𝐶� ]��, : persamaan shape function gram bantu MATLAB dalam melakukan proses perhitunDimana : Dimana gan. Pada tahap ini diambil empat buah kasus struktur �� [𝑁�] = [𝑃� ][ : �persamaan shape function 2 {𝜓𝐶��}]= [𝑁 ]{𝑑� } �� elastis sederhana, yaitu pada elemen tunggal, empat, sem][𝐶� ] , : persamaan shape function 1 � ] = [𝑃�function rsamaan shape function samaan [𝑁 shape 11 bilansbb: dan enam belas elemen dengan pembebanan yang Jadi, persamaan shape function secara umum dapat ditulis [𝑁�] = [𝑃� ][𝐶� ]�� : persamaan shape function 2 sama tetapi dengan kondisi batas yang berbeda. Model samaan shape function22 shape function 1 function samaan shape 𝑁� 0 𝑎𝑏 [𝑁dapat ] =dapat � �sbb:� tersebut dijabarkan pada Gambar 4, sedangkan �ditulis Jadi, persamaan shape function secara umum ditulisstruktur Jadi, persamaan shape function secara umum 0 𝑁�distribusi 𝑐 shape function 2 function secara umum dapat ditulis sbb: ee function secara umum dapat ditulis sbb: tegangannya disajikan pada Gambar 5. sebagai berikut : 𝑁� 0 𝑎𝑏 [𝑁] = � �� � n secara umum dapat ditulis sbb:𝑁𝑁 0 𝑁�dan 𝑐 stress-strain Pendefinisian hubungan strain-displacement 𝑎𝑏�� �� 00 𝑎𝑏 [ ] [ ] � � � � � � 𝑁 = 𝑁 = 0 𝑎𝑏 hubungan 𝑁 𝑁𝑁�� strain-displacement =Pendefinisian dan stress-strain 𝑐𝑐 [𝑁] � � � 00strain � � Pendefinisian dan stress dinyatakan dengan tidak diketahuinya variabel 0 𝑁� elemen 𝑐 • Pendefinisian hubungan strain-displacement Pendefinisian elemen strain dan stressdan dinyatakan dengan tidak diketahuinya variabel ubungan strain-displacement dan ubungan strain-displacement danstress-strain stress-strain strain-displacement dan stress-strain stress-strain nodal displacements (elemen matrik ab dan c).
(c.) Sembilan Elemen (d.) Enam Belas Elemen Gambar 5. Distribusi Tegangan terhadap Sumbu X Pada Pelat Gambar 5 : Distribusi Tegangan terhadap Sumbu X Pada Pelat Hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen strukturnya. tunggal disajikan pada Gambar 5 dengan prosentase kesSedangkan trendpada kesalahan reaksiprosenteganganSedangkan yang terjadi terhadap hasil empat alahan (±3.33%).terjadi Sedangkan elemen empat terjadi trend kesalahan reaksi tegangan tertase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), hadap hasil empat elemen sampai enam belas elemen. sampai enam(<=7.852%). belas elemen. Kesalahan yang terbesar terjadi simpulterjadi pada bagian danelemen enam belas elemen Gambar 5 menunKesalahan yang di terbesar di simpul pada bagian jukkan bahwa distribusi tegangan tidak merata. Hal ini sisi panjang pelat dan dekat dengan pembebanan. Lebih sisi panjang pelat dan dekat dengan pembebanan. Lebih jelasnya hal itu ditampilkan pada seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penye- jelasnya hal itu ditampilkan pada Gambar 6. babnya karena Gambar 6. pemberian kondisi batas pada pemodelan
nodal displacements (elemen matrik abdengan dan c). Pendefinisian elemen strain dan stress dinyatakan ain danstrain stress dinyatakan dengan tidak diketahuinya variabel emen dan dinyatakan dengan tidak diketahuinya emen strain danstress stress dinyatakan dengan tidak diketahuinyavariabel variabel o tidak Hubungan strain-displacement dinyatakan dalam Persamaan (2),dinyatakan dan dinyatakan diketahuinya variabel nodal displacements (elemen dalam o Hubungan strain-displacement dinyatakan Persamaan (2), dan emen matrik ab dan c). ents (elemen (a.)Elemen Elemen Tunggal (b.)Sembilan Empat, dan Sembilan danElemen Enam Belas Elemen (a.) Tunggal (b.) Empat, Enam Belas ments (elemen matrik abdan danc). c). matrik ab matrik dan c). ab dalam bentuk inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai shape Lokasi simpul Input Data: dalam bentuk inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai shape Input Data: Hubungan dalam strain-displacement dinyatakan dalam placement --dinyatakan Persamaan (2), dan dinyatakan Young’s Modulus, E = 215x 10 Pa Length of the plate, a = 1.5 m 9 Length of the plate, a = 1.5 m Young’s Modulus, E = 215x 10 Pa yang mengalami rain-displacement dinyatakan dalam Persamaan (2), dinyatakan rain-displacement dinyatakan dalam Persamaan (2), dan dan dinyatakan Plate thickness, 0.01 m [B], Breadth of the plate, b = 1 m Persamaan (2), dan dinyatakan dalam bentuk dan ink- setelah function kekemudian dalam persamaan tersebut itu didapatkan nilait =matrik Plate thickness, =nilai 0.01 mmatrik [B], Breadth ke(3), dalam persamaan tersebut dan setelah itu didapatkan men dalamfunction Persamaan dimasukkan nilai shape Poisson’s ratio, υ =t 0.3 Load, P=1000 N/m of the plate, b = 1 m error terbesar remen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan Poisson’s ratio, υ =4.0.3 P=1000 N/m2 Gambar Model Struktur Beserta BebanLoad, dan Tumpuannya kkrsamaan inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai shape yang dinyatakan Persamaan (4). inkremen dalam Persamaan (3), kemudian dimasukkan nilai shape tersebut dan setelah itukedidapatkan nilai matrik [B], nilai shape function dalam persamaan tersebut Gambar 4. Model Struktur Beserta Beban dan Tumpuannya yang dinyatakan Persamaan (4). Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen dan setelah itu nilainilai matrik [B], yangdari din- hubungan stress-strain yang dinyatakan o Setelah itudidapatkan didapatkan tegangan dalam persamaan tersebut dan setelah itu didapatkan nilai matrik [B], amaan (4). dalam persamaan tersebut dan setelah itu didapatkan nilai matrik [B], tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkandistribusi pada elemen empat untuk elemen Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan tegangan yatakanitu Persamaan (4). o Setelah didapatkan nilai tegangan dari hubungan Selanjutnya stress-strain yang dinyatakan dalam Persamaan 17. prosentase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam belas elemen n nilai tegangan dari dinyatakan -- Setelah ituhubungan didapatkanstress-strain nilai teganganyang dari hubungan tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat kan Persamaan (4). kan Persamaan (4). E (<=7.852%). Seperti yang(17) telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak meratanya tegangan {∆σ} = [D] {∆ε}E dalam Persamaan 17. dalam Persamaan 17. stress-strain yang dinyatakan prosentase kesalahan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam belas elemen Gambar Contoh Trend Kesalahan Terbesar yang Terjadi PadaElemen Empat Sampai ElemenEnam Belas Elemen pada empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodelan strukturnya. Gambar 6 :6. Contoh Trend Kesalahan Terbesar yang Terjadi Pada Empat idapatkan nilai tegangan dari hubungan stress-strain yang dinyatakan idapatkan nilai tegangan dari hubungan stress-strain yang dinyatakan E E (<=7.852%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak meratanya tegangan Penurunan matrik {∆σ} = [D] {∆ε}kekakuan Sampai Enam Belas Elemen (17) (a.) Elemen Tunggal (b.) Empat, Sembilan dan Enam Belas Elemen (17) (a.) Elemen Tunggal (b.) Empat, Sembilan dan Enam Belas Elemen 4.3.2strukturnya. Studi Perilaku Kegagalan dalam Mengakses ULS balan yang tipis. Akan tetapi akan berlaku sebaliknya jika Input Data: pada empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodelan maan 17. Input Data: maan 17. Persamaan matrik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam Persamaan (5), dengan Young’s Modulus, E = 215x 10 Pa Length of the plate, a = 1.5 m kuan pelatnya tebal. Perilaku kegagalan akan diamati baik den9 • Penurunan matrik kekakuan Penurunan matrik kekakuanYoung’sPlate Modulus, E t==215x Lengthofofthethe plate, = 1.5 m thickness, 0.01 m10 Pa Breadth plate, b = 1a m 4.3.2. Studi Perilaku Kegagalan dalam Mengakses ULS EE EE Hipotesis awal dari perilaku struktur menunjukkan bah- gan adanya pengaruh imperfect fabrication maupun pada Poisson’s ratio, υ da= 0.3 P=1000 N/mplate, b = 1 m D] Persamaan matrik kekakuan elastisPersamaan sudahthickness, didefinisikan memasukkan nilai-nilai komponen yang langkah Plate t dengan =telah 0.01 mdidapatkan dari Load, Breadth ofsebelumnya. the (17) D] {∆ε} uan{∆ε} elastis sudah didefinisikan dalam (5), (17) 2 Gambar 4. Model Struktur Beserta Beban dan Tumpuannya Poisson’s ratio, υ = kom0.3 P=1000 N/m Beserta wa Hipotesis elastis buckling terlebih dahulu sebelum kondisi Persamaan matrik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam Persamaan (5), Beban dengan awal akan dari terjadi perilaku struktur menunjukkan bahwa perfect elastisplate. buckling akan terjadi lam Persamaan (5), dengan memasukkan nilai-nilai Gambar 4Load, : Model Struktur dan 4.2. Pembuatan Program Numerik Gambar 4. Model Struktur Beserta Beban dan Tumpuannya komponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai keteTumpuannya ponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. ik kekakuan Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan distribusi tegangan untuk elemen rik kekakuan terlebih dahulu sebelum yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai ketebalan memasukkan nilai-nilai komponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. 9
2
9
2
Jurnal BKI kekakuan dalam tahap formulasi elemen kemudian dimasukkan ke dalam dari Teknik matrik tunggal menyajikan prosentase kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat Numerik Hasil Edisi 02 - Desember 2014 Selanjutnya Gambar 5 menunjukkan hasil(5), perbandingan distribusi tegangan untuk elemen ik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam Persamaan dengan ik kekakuan elastis sudah didefinisikan dalam (5), dengan (a.) Elemen Tunggal prosentase kesalahan Persamaan (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam belas elemen program numerik. Dimana matrik kekakuan yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat dari 4.2. Pembuatan Program Numerik tunggal menyajikan kesalahan (+/-) 3.33%. Sedangkan pada elemen empat dalam tahap formulasi elemen kemudian dimasukkan keprosentase dalam (<=7.852%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak meratanya tegangan Jurnal Teknik BKI 30 ai-nilai komponen yang telah didapatkan dari langkah sebelumnya. Edisi 02-Juni 2015 telah lai-nilai komponen yang didapatkan dari langkah sebelumnya. prosentase (<=7.034%), sembilan elemen (<=8.224%), dan enam elemen elemen ISUM, yaitu mampu menghitung struktur elemen yang lebih besar danbelas padakesalahan empat elemen disebabkan pemberian kondisi batas pada pemodelan strukturnya. matrik kekakuan yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat dari dengan Hasil dari matrik kekakuan dalam tahap formulasi elemen kemudian dimasukkan ke dalam (<=7.852%). Sepertibiasa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitungan tidak meratanya tegangan ogram Numerik mempunyai hasil yang sama dengan FEM maupun dengan pembuktian
(b.) Empat Elemen
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
yang tipis. Akan tetapi akan berlaku sebaliknya jika pelatnya tebal. Perilaku kegagalan
Jurnal Teknik BKI akan diamati baik dengan adanya pengaruh imperfect fabrication maupun pada kondisi
perfect plate.
Edisi 02-Juni 2015
31
sxav/sy
sxav/sy
- 8.224)% pada empat elemen sampai meskipun keduanya sama-sama bersifat linier. Hal ini dikarenakan Gambar 7b enambelas elemen mempunyai pola Hipotesis awal dari perilaku struktur menunjukkan bahwa elastis buckling akan terjadi linier. Hal ini dikarenakan Gambar 7b enambelas elemen mempunyai pola posisi simpul yang mirip. Hal ini merupakan analisis ULS pada imperfect terlebih dahulu sebelum yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai ketebalan posisi simpul yang mirip. Hal ini merupakan analisis ULS pada imperfect dipengaruhi oleh kondisi batas pada Trendsebaliknya Gambarjika 7 pelatnya akan sama jika yang tipis. Akan tetapi plate. akan berlaku tebal. Perilaku kegagalan dipengaruhi oleh kondisi batas pada plate. Trend Gambar 7 akan sama jika perbandingan dimulai dari fabrication region 2 samapi elemen-elemen tersebut. akan diamati baik dengan adanya pengaruh imperfect maupun pada kondisi perbandingan dimulai dari region 2 samapi elemen-elemen tersebut. perfect plate. terjadinya ULS. Pada imperfect plate (3) Perilaku kegagalan struktur pelat Time-Variant Risk Assessment Aging Loads, SNAME Annual Meeting, Washington D.C., Sedangkan terjadi trend kesalahan reaksi teganganofyang terjadi Ships terhadap hasil Ice empat terjadinya ULS. Pada imperfect plate (3) Perilaku kegagalan struktur pelat 1,2 Accounting for General/Pit Corrosion, Fatigue 29 September-1 Oktober. struktur pelat yang mengalami defleksi ditunjukkan dengan grafik hubungan elemen sampai enam belas elemen. Kesalahan yang terbesar terjadi di simpul pada bagian Cracking and Local Dent Damage, World Maritime Wu, F., Spong, R., dan Wang G., (2004), Using Numerical struktur pelat 0,94550 yang mengalami defleksi ditunjukkan dengan grafik hubungan 1 1917 awal dimodelkan dengan pelat datar, tegangan dengan displacement. sisi panjang pelat dan Conference dekat dengan pembebanan. Lebih jelasnya hal itu ditampilkanSimulation pada Technology dan SNAME Annual Meeting, To Analyze Ship Collision. The 3rd In0,8 awal dimodelkan dengan pelat datar, tegangan dengan displacement. Gambar17-20 6. October 2003, San Francisco, CA. ternational Conference on Collision and Grounding of dimana defleksi awal tersebut akan dihitung Perilaku tersebut dapat dilihat dari Ueda, Y., Rashed, S.M.H. dan Abdel-Nasser, Y., (1993), An Ships (ICCGS), 25-27 October 2004, Tokyo, Japan. 0,6 dimana defleksi awal tersebut akan dihitung Perilaku tersebut dapat dilihat dari Improved ISUM Rectangular Plate Element TakYao, T., Fujikubo M., Yanagihara, D., Fujii, I., Mtsui, R., dan dengan menggunakan teori non-uniform pembagian region 1-3. Region 1 adalah 0,4 ing Account of Post-Ultimate Strength BehavKuwamura, Y., (2002), Progressive Collapse Analysis dengan menggunakan teori non-uniform pembagian region 1-3. Region 1 adalah membran stress. Dan hal ini berlaku di kondisi dimana pelat bersifat elastis ior, Marine Structures, Vol. 6, 139-172. of A Ship’s Hull Girder Under Longitudinal Bending 0,2 Lokasi simpul Wang, G. dan Wiernicki, C.J. (2004), Using Nonlinearyang Fi-mengalami Considering Local Pressure Loads, Journal of Socimembran stress. Dan hal ini berlaku di kondisi dimana pelat bersifat elastis 0 region 2 dari hasil perhitungan program sehingga hubungan antara tegangan nite Element Method to Design Ship Structures error for terbesar ety of Naval Architects of Japan, vol. 191, 265-274. 0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 region 2 dari hasil perhitungan program sehingga hubungan antara tegangan εxav MATLAB (Gambar 7a). dan displacement bersifat linier. Pada MATLAB (Gambar 7a). dan displacement bersifat linier. Pada region 2 pelat sudah mengalami elastis (a.) Program MATLAB (b.) Paik, et al., [2] region 2 pelat sudah mengalami elastis buckling karena terjadi sebelum 5. KESIMPULAN Gambar 6. Contoh Trend Kesalahan Terbesar yang Terjadi Pada Empat Elemen Gambar 7. Validasi Perilaku Kegagalan dengan Penelitian sejenis (Program MATLAB Gambar 7 : Validasi Perilaku Kegagalan dengan Penelitian sejenis (Program MATLAB dan Paik (2006)) Sampai Enam Belas Elemen buckling karenadkk terjadi sebelum 5. KESIMPULAN dan Paik dkk (2006)) yielding. Kondisi tersebut ditunjukkan Hasil penelitian yang didapatkan dapat Gambar 7a dan 7b memberikan suatu gambaran bahregion 1-3. Region 1 adalah kondisi dimana pelat yielding. Kondisi tersebut ditunjukkan Hasil penelitian yang didapatkan dapat 4.3.2.dan Studi Perilaku Kegagalan dalam Mengakses ULS dengan hubungan antara tegangan ditarik beberapa kesimpulan sebagai wa perilaku kegagalan pada region 1 trend yang terjadi bersifat elastis sehingga hubungan antara tegangan Hipotesis awal dari perilaku struktur menunjukkan bahwa elastis buckling akan terjadi dengan hubungan antara tegangan dan ditarik beberapa kesimpulan sebagai yang bersifat non-linier. berbeda meskipun keduanya sama-samaberikut: bersifat linier. dan displacement bersifat linier. displacement Pada region 2 pelat terlebih dahulu sebelum yielding. Hal ini berlaku ketika struktur mempunyai ketebalan Hal ini dikarenakan Gambar 7b merupakan analisis ULS sudah mengalami elastis buckling terjadi sedisplacement yang karena bersifat non-linier. berikut: tipis. Akan tetapi akan berlaku sebaliknya jika pelatnya tebal. Perilaku kegagalan Matrik hubungan stress dan yang strain (1) Hasil perbandingan antara program pada imperfect plate. Trend Gambar 7 akan sama jika belum yielding. Kondisi tersebut ditunjukkan denakan diamati baik dengan adanya pengaruh imperfect fabrication maupun pada kondisi Matrik hubungan stress dan strain (1) Hasil perbandingan antara program didekati dengan hubungan tangensial ISUMULS. yang diformulasikan perbandingan dimulai dari region 2 samapi terjadinya gan hubungan dengan antara tegangan dan displacement perfect plate. hubunganstress tangensial ISUM yangmengalami diformulasikan dengan Pada imperfect plate struktur pelat yang deyang bersifatdidekati non-linier.dengan Matrik hubungan dan antara tegangan membran maksimum menggunakan MATLAB software dan 1,2 fleksi awal dimodelkan dengan pelat datar, dimana deflekdengan hubungan tangensial antara 0,94550 antara tegangan membran maksimum menggunakan MATLAB software strain dan didekati 1 ). perhitungan analitis, ) dantegantegangan rata-rata (∆av si awal tersebut akan dihitung dengan menggunakan teori teganganmenunjukkan membran maksimum(∆ (∆max ) dan 1917 max 0,8 perhitungan analitis, menunjukkan (∆ ) dan tegangan rata-rata (∆ ). non-uniform membran stress. Dan hal ini berlaku di region gan rata-rata (∆ avmax ). Hal tersebut juga berlaku pada av bahwa untuk analisis struktur dalam Hal tersebut juga berlaku pada grafik 0,6 2 dari hasil perhitungan program MATLAB (Gambar 7a). grafik hubungan tegangan dengan regangan. bahwa untuk analisis struktur dalam Hal tersebut juga berlaku pada grafik elastic regime 4. menghasilkan nilai yang 0,4 hubungan tegangan Perilaku kegagalan untuk imperfect fabrication mem- dengan regangan. elastic regime menghasilkan nilai yang 0,2 5. Kesimpulan tidaktegangan mengalami buckling secara hubungan dengan regangan. hampir sama. Halperlihatkan ini dapatbahwa diketahui (4) Perilaku kegagalan untuk imperfect 0 alami karena struktur pelat mengalami deformasi hampir sama. Hal ini dapat diketahui (4) Perilaku kegagalan untuk imperfect 0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 dengan prosentase kesalahan hasil fabrication memperlihatkan bahwa Hasil penelitian yang didapatkan dapat ditarik beberapa sejak awal. Sehingga dalam pemodelan struktur diε kesalahan hasil fabrication memperlihatkan bahwa kesimpulan sebagai berikut :dengan prosentase modelkan dengan pelat datar, dimana defleksi awal perbandingan distribusi tegangan untuk tidak mengalami buckling secara alami (a.) Program MATLAB (b.) Paik, et al., [2] 1. Hasil perbandingan antara program ISUM yang difortersebut akan dihitung dengan menggunakan teori perbandingan distribusi tegangan untuk tidak mengalami buckling secara alami elemen tunggal sebesar (+/-) 3.33%, karena struktur pelat mengalami mulasikan dengan menggunakan MATLAB software non-uniform membran stress. Gambar 7. Validasi Perilaku Kegagalan dengan Penelitian sejenis (Program MATLAB Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau dan Paik dkk (2006)) elemen tunggalbahwa sebesar (+/-) 3.33%, karena struktur pelat mengalami menempuh pendidikan di Makmun, Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan dengan dan perhitungan analitis, menunjukkan untuk Sukron bergabung Ir. Eko Petrus Panunggal, PhD (Alm), lahir Ir. Petrus Panunggal,Eko PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau empat elemen ≤ 7.034%), sembilan deformasi sejak awal. Sehingga dalam Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan analisis struktur dalam elasticelemen regime ≤menghasilPustakadeformasi sejak awal. Sehingga dalam tahunBirokemudian. Setelahnya beliau Klasifikasi Indonesia sejak tahun 2007 diITSBlitar, 1944. menempuh Kapal), pada tahun28 1962Oktober dan sudah mendapat gelarBeliau sarjana muda tiga empat 7.034%), Daftar sembilan dipercaya sebagai Asisten Dosen tahun kemudian. Setelahnya beliau pemodelan struktur dimodelkan dengan setelah lulus dari S1 Jurusan Perkapalan, ITS. pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan kan nilai yang hampir sama. Hal ini dapat diketahui dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar dipercaya sebagai Asisten Dosen Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 dilanjutkan DosenTeknik pada tersebut. Gelarpada taPada awal diterima menduduki posisi staf di (dulu Bangunan Jurusan Kapal), ITS pemodelan struktur dimodelkanPlatdengan dengan prosentase kesalahan hasil perbandingan Marguerre, K. (1938), Zur Thorie der Gekreumter Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 xav
distribusi tegangan untuk elemen tunggal sebesar (+/-) 3.33%, empat elemen ≤ 7.034%), sembilan elemen (≤ 8.224%), dan enam belas elemen ≤7.852%. 2. Prosentase kesalahan yang besar (7.034 - 8.224)% pada empat elemen sampai enambelas elemen mempunyai pola posisi simpul yang mirip. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi batas pada elemen-elemen tersebut. 3. Perilaku kegagalan struktur pelat ditunjukkan dengan grafik hubungan tegangan dengan displacement. Perilaku tersebut dapat dilihat dari pembagian Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
32
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
ter Grosser Formaenderung. Proceedings of the 5th International Congress for Applied Mechanics, Cambridge. Paik, J.K., Seo, J.K. dan Kim, D.M., (2006), Idealized Structural Unit Method and Its Application to Progressive Hull Girder Collapse Analysis of Ship, SAOS, Vol. 1 No. 3 pp. 235-247. Paik, J.K., Thayamballi, A.K., dan Kim, B.J. (2001), Advanced Ultimate Strength Formulations for Ship Plating Under Combined Biaxial Compression/Tension, Edge Shear, and Lateral Pressure Loads, Marine Technology, Vol. 38, No. 1, pp. 9-25. Paik, J.K., Wang, G., Thayamballi, A.K., dan Lee, J.M., (2003),
Divisi Lambung dan Material. Tahun 20092012 mendapatkan kesempatan melanjutkan S2 di ITS dengan jurusan yang sama. Pada tahun 2012 sampai sekarang menjadi staf Pengkaji IV pada Divisi Manajemen Strategis. Konsentrasi bidang penelitian yang digeluti saat ini adalah Ship and Offshore Structure.
tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of Newfoundland (Canada). Newfoundland (Canada). Email:
[email protected] e-mail :
[email protected] Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of
hun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh hampir setengah sejak 1965 samadalah S1abad, di JTP-ITS,tepatnya dilanjutkan dengan program tahun S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di pai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa Memorial University of beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia. Jurnal Teknik BKI
Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Newfoundland
(Canada).
Email:
Edisi 02- Desember 2014
[email protected]
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
33
SOFTWARE DEWARUCI Software Perhitungan untuk Tingkatkan Efisiensi Proses Persetujuan Gambar & Dokumen Klasifikasi dan Statutoria PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sejak didirikan pada tanggal 1 Juli 1964, telah banyak mengkelaskan kapalkapal niaga berbendera Indonesia maupun bendera asing. BKI sejak awal tahun 90-an telah menggunakan software dari berbagai pihak baik pengembangan software aplikasi sederhana secara mandiri ataupun software aplikasi bekerjasama dengan pihak luar. Pada tanggal 12 Maret 2015 software “DEWARUCI” tahap Palapa I secara resmi diluncurkan yang dihadiri oleh Direktur Utama, Direktur Klasifikasi, pengguna dari Divisi Survey & Teknik dan tim pengembang software “DEWARUCI” dari Bagian Riset & Pengembangan Teknikal. Ini merupakan sejarah baru BKI dalam rangka meningkatkan kemandirian dalam penggunaan software perhitungan aplikasi teknik.
Gambar 1 : Foto bersama peluncuran software “DEWARUCI” Tahap Palapa I
Software “DEWARUCI” adalah software perhitungan yang lebih mutakhir karena dikembangkan dalam suatu sistem jaringan secara terpusat dengan menggunakan Dewaruci Control Center (DCC). Sehingga proses dan hasil analisa (engineering review) baik dari struktur lambung kapal, per-
ANALISIS TEGANGAN PADA PENAMPANG MELINTANG TERBUKA DINDING TIPIS (THIN-WALL) MENGGUNAKAN METODE GENERALIZED BEAM THEORY Siswanto, Achmad Zubaydi, Petrus Eko Panunggal
Abstract
Gambar 2 : Matriks Aplikasi “Dewaruci” mesinan kapal, dan Loadline akan disimpan dalam sebuah server database. Oleh karena itu dengan adanya software “DEWARUCI” akan meningkatkan kemampuan serta kejelasan dalam proses pengarsipan (terpusat dalam satu server database), verifikasi data teknis kapal yang sedang dalam proses approval dan transparansi dalam proses approval. Adapun pengembangan software “DEWARUCI” terdiri dari tiga tahap besar yang dinamakan “Palapa Project” dan masing-masing target pencapaian setiap tahap adalah : a. Palapa I : Menciptakan sistem jaringan terpusat terkait proses dan analisa struktur Lambung, Perme¬sinan, Statutoria, dan Loadlines b. Palapa II : Menciptakan aplikasi perhitungan struktur kapal secara analitis dengan mengacu pada teori balok prismatik (Hull Girder Response Analysis). Estimasi penyelesaian tahun 2017. c. Palapa III : Menciptakan aplikasi perhitungan menggunakan finite element method (FEM) dengan menggunakan MSC Nastran sebagai engine solver. Estimasi penyelesaian tahun 2018.
The most of ship structures are thin-walled and still regarded as a rigid-body structure that suffered structural response to loading. Calculation of stresses and deflection of ship structure is still based approach Euler-Bernoulli beam theory which only provides axial, two-axis bending, and torsion as rigid-body mode deformation that do not involve changes in shape of the cross-section. The Generalized beam theory of method is an extension of conventional beam theory for thin-wall prismatic analysis, this method in addition to providing rigid-body behavior of the cross-section distortion.Studies stress analysis on thin-wall cross-section open using the generalized beam theory for structures represent single hull ships. The generalized beam theory provides is simple solution to provide a pattern of distortion that occurs at the cross-section due to the load, in addition to the four basic modes of deformation of the beam are axial, bending, and torsion. The model is open to the center girder cross section, obtained results quite similar with method finite element calculations, a mean difference are 2.75% stresses and the maximum difference that occur 7.4% stresses and had the same deformation pattern Keywords : Thin-walled, Generalized beam theory, stress, mode deformation.
1. Pendahuluan
S
truktur kapal sebagian besar berdinding tipis dan masih dianggap sebagai struktur benda kaku yang mengalami respon struktur terhadap pembebanan. Perhitungan tegangan dan lendutan struktur kapal masih menggunakan pendekatan teori balok Bernoulli-Euler. Perangkat analisis struktur berbasis metode elemen hingga menghasilkan respon struktur terhadap pembebanan, sedangkan metode Generalized beam theory memberikan pemahaman perilaku struktur dinding tipis terhadap deformasi aksial, bending dua sumbu, dan distorsi. Generalized beam theory (GBT) dalam bahasa Jerman yaitu Verallgemeinerte Technische Biegetheorie (VTB) adalah teori dikhususkan untuk analisis prismatik berdinding tipis. Perkembangan teori ini dirintis oleh Prof. R. Scardt dan rekan kerjanya di universitas Darmstadt Jerman [1], pengembangan teori ini lebih dari 20 tahun dan selama periode tersebut sedikit sekali ditulis dalam bahasa Inggris. Teori ini dapat dianggap sebagai gabungan dari teori Vlasov untuk dinding tipis (Vlasov, 1961) dan teori pelat tekuk (Girkman, 1959). GBT merupakan salah satu pilihan dari teori klasik metode elemen hingga (FEM) dan finite
Gambar 3 : Contoh Tampilan Software “DEWARUCI” Tahap Palapa I
strip method (FSM) untuk analisis prismatis berdinding tipis. untuk analisis struktur prismatik dinding tipis. Perilaku analisis tersebut memiliki empat dasar mode deformasi yaitu aksial, bending pada dua sumbu utama, dan torsi yang disatukan dalam rumus dan notasi tetap. Keempat mode deformasi adalah “rigid-body” karena tidak melibatkan perubahan bentuk pada penampang. Kemudian Notasi tersebut diperluas mencakup mode deformasi yang lebih tinggi yang melibatkan perubahan bentuk penampang yaitu distorsi, sehingga teori ini memungkinkan untuk dapat menyelesaikan masalah dinding tipis. Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman perilaku struktur dinding tipis dan aplikasinya menggunakan GBT dikembangkan oleh J Michael Davies dan Philip Leach [2,3,4,5] terhadap penampang terbuka, kemudian diaplikasikan pada material orthotropik oleh Silvestre dan Camotin [6]. Metode elemen hingga (FEM) merupakan program yang powerful untuk permasalahan struktur. Banyak permasalahan sebelumnya sulit mampu diselesaikan, tetapi akurasi analisis FEM dalam menganalisis struktur tergantung dari jumlah elemen, semakin banyak elemen semakin tinggi akurasinya dan jumlah derajat kebebasan (degree of freedom/DOF) menjadi sangat banyak pula, sehingga
35
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
ൌ ͲGDQ dibutuhkan kapasitas komputer yang besar. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi ൌ jumlah ͲGDQ derajat kebebasan dan asumsi-asumsi pendekatan yang ada.
ൌͲ
ൌͲ
ͲGDQ ൌ ൌ ൌൌ ͲGDQ Ͳ Ͳ ͲGDQ ൌൌͲͲ ǁ ൌൌͲGDQ
Ͳ ǁ ൌ ͲGDQ ൌ Salah satu metode yang dikembangkan untuk memecah kan permasalahan tersebut yaitu Generalised beam theory V ҧ (GBT) yang merupakan pengembangan teori klasik balok untuk analisis struktur prismatik dinding tipis. Perilaku ǁ analisis tersebut memiliki empat dasar mode deformasi utama, dan torsi yaitu aksial, bending pada dua sumbu Gambar 1 : Lokal dan Global koordinat sistem yang disatukan dalam rumus dan notasi tetap. Keempat mode deformasi adalah “rigid-body” karena tidak melibat kan perubahan bentuk pada penampang. Kemudian No tasi tersebut diperluas mencakup mode deformasi yang lebih tinggi yang melibatkan perubahan bentuk penam pang yaitu distorsi, sehingga teori ini memungkinkan un menyelesaikan masalah dinding tipis. tuk dapat
V ҧ
V ҧ
V ҧ Dimana 𝑢� (𝑠), 𝑓�,� (𝑠), dan 𝑓� (𝑠) adalah komponen perpindahan penampang mode
Vadalah danDimana Dimana (s), dan fdan danperpindahan fkkomponen (s) komponen Dimana lstruktur danmode A adalah V ҧ ҧ didefinisikan 𝑢 (𝑠), 𝑢� (𝑠), 𝑓�,�ufungsi (𝑠), 𝑓�(s), (𝑠)𝑓�adalah (𝑠) adalah komponen perpindahan perpindahan penampang penampang mode panjang struktur berdinding tipis k𝑓�,� (𝑠), s,k ǁk, ǁ Dimana amplitudo sepanjang 𝑉� (𝑥) �adalah perpindahan penampang mode k, dan V (x) adalah fungdan luas penampang. k k,ǁ dan (𝑥) adalah fungsi fungsi amplitudo amplitudo perpindahan perpindahan didefinisikan didefinisikan sepanjang sepanjang struktur struktur k, dan 𝑉 (𝑥) 𝑉 adalah
2.2 Hubungan Regangan dan Perpindahan
Dari asumsi diatas didapat hubungan regangan dan perpindahan yaitu :
dinding tipis (𝑠) dan struk𝑓� (𝑠) dapat dihitung ǁ �si amplitudo � x. Perpindahan perpindahanpenampang didefinisikan𝑓�,� sepanjang Dimana 𝑢 (𝑠), 𝑓 (𝑠), dan 𝑓 (𝑠) adalah komponen perpindahan penampang mode �V ҧ tipis �,� x. Perpindahan � strain energy dapat diturunkan dengan mentur dinding penampang fs,k dan (s) (𝑠)𝑓Komponen k 𝑓fungsi Dimana 𝑢�tipis (𝑠), dan 𝑓� (𝑠)penampang komponen perpindahan penampang mode dinding x. (𝑠), Perpindahan penampang 𝑓(s) dapat dihitung dinding tipis x. 𝑓�,� Perpindahan (𝑠) danfdan dapat dihitung merupakan linier pada berdasarkan perpindahan warping 𝑢adalah �,� (𝑠) � � (𝑠) � (𝑠) yang 𝑓�,� persamaan dapat berdasarkan perpindahan warping uk(s) subtitusikan adalah fungsi amplitudo perpindahan didefinisikan sepanjang struktur (1) dan persamaan (2). Kerja virtuk, dan 𝑉� (𝑥)dihitung (𝑥) adalah fungsi amplitudo perpindahan didefinisikan sepanjang struktur k, dan 𝑉�Dengan yang yang merupakan merupakan fungsi fungsi linier linier pada berdasarkan berdasarkan perpindahan perpindahan warping warping 𝑢� (𝑠) 𝑢penampang. simpul r pada dalam mode i dan k dapat ditulis penampang. menentukan elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) � (𝑠) alpada membujur membrane yang merupakan fungsi linier pada Dengan dinding tipis x. Perpindahan penampang 𝑓 (𝑠) dan 𝑓 (𝑠) dapat dihitung �,� simpul r � sebagai berikut : menentukan elementary unit warping u̅ r (s) pada dinding tipis x. menentukan Perpindahan penampang 𝑓�,� (𝑠)lihat dan𝑢�gambar dihitung (𝑠)dapat pada simpul r r penampang. penampang. Dengan Dengan menentukan elementary unit unit warping warping 𝑢��pada berharga 1 dan pada simpul lainelementary berharga nol, 2 simpul yang � (𝑠) �𝑓(𝑠) berharga 1 dan pada simpul lain berharga nol, lihat gamberdasarkan perpindahan warping 𝑢� (𝑠) yang merupakan fungsi linier pada berharga berharga dan 1unit dan padapada simpul simpul lainwarping. lain berharga nol, lihatlihat gambar gambar 2linier yang 2 pada yang yang nol, merupakan fungsi berdasarkan perpindahan warping 𝑢berharga mengilustrasikan warping. bar12 yang mengilustrasikan unit � (𝑠) penampang. Dengan menentukan elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) pada simpul = r penampang. Dengan menentukan elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) pada simpul r mengilustrasikan mengilustrasikan unit unit warping. warping. berharga 1 dan pada 𝑟 simpul lain 𝑟 + 1berharga nol, lihat gambar 2 yang 𝑟nol, +2 berharga 1𝑟 − 2dan𝑟 − 1pada simpul𝑟 lain berharga lihat gambar 2 yang 𝑟+1 𝑟 𝑟 𝑟+1 𝑟+1 𝑠 mengilustrasikan unit warping. Kerja virtual melintang bending moment dalam mode i 𝑟 𝑟 𝑟 − 1 𝑢�� = 1 𝑟− 𝑟 − 2 unit 𝑟− 2 1warping. 𝑟 + 1 𝑟 + 1𝑟 + 2 𝑟 + 2 mengilustrasikan 𝑥, 𝑢
𝑥, 𝑢
𝑠
𝑠
𝑥, 𝑢
𝑠 𝑠
𝑟−2 𝑟−2
𝑟−1 𝑟−1
𝑢�� = 1𝑢�� = 1 𝑟 𝑟 𝑟 𝑟
𝑟+1 𝑟+1
𝑟+1 𝑟+1
𝑑𝑥
=
dan k dapat ditulis sebagai berikut :
𝑑𝑥 𝑟 + 2 𝑑𝑥 𝑟+2
( ̈ ̈
=
̈ ).
+
=
). ̅( ̈ ) 1− 𝑢�� = 1 െ െҧ ҧ 𝑢�� = 1 𝑑𝑥 ൌ െെ ሷ ҧ ሷҧ ҧ െ ൌ ̈ ̈ ̈ =− , 𝑥, 𝑢 ሽ ሼ ൌ Gambar 2 : Mekanisme elementary unit warping െ ҧ = ̅( ̈ 𝑑𝑥 == Gambar 2. Mekanisme elementary unit warping 1− 𝑥, 𝑢 ሶ ሷ ҧ െʹ ሶ ҧሷ െ ൌ ҧ െʹ (1) െ ҧ ൌ Persamaan regangan dan tegangan melintang untuk Dari uraian diatas memunculkan ide penelitian yaitu ሺͳሻ ሺͳሻ ሶ Gambar Gambar 2. Mekanisme 2. Mekanisme elementary elementary unit unit warping warping ҧ െʹ = ሺͳሻ Dari asumsi vlasov didapatkan persamaan perpindahan melintang (transvers displacement) = momen : bagaimana mengembangkan metode tersebut untuk di- Sehingga hubungan antara tegangan Dari asumsi vlasov didapatkan persamaan perpindahan bending െʹ ҧ ሶ dan regangan : 1− ሺͳሻ െ ҧ ሺͳሻ ̈ ). ( ) = ( ̈ ̈ + = + 2 gunakan dalam struktur kapal dengan bentuk penampang melintang (transvers displacement) �� �� �� � �� Dari asumsi vlasov didapatkan persamaan perpindahan melintang (transvers displacement) Dari asumsi vlasov didapatkan� =persamaan perpindahan melintang (transvers displacement) ��� � ൌ ൌǤ Ǥ = ሼ ሽ ൌ tegangan 𝛾 � = � + �� = 0 → െൌ ҧ ൌሷ ൌ �� �� terbuka berpenegar untuk medapatkan Gambar 2.�� Mekanisme elementary unit warping ൌ ൌ Ǥ dan , ̈ ). ( ) = ( ̈ ̈ + = + 2 ൌ Ǥ ̈ ̈ ̈ = ሶ 2.� Mekanisme elementary unit − warping �� �� Gambar �� � � ��= ��� �� �� �� ҧ ൌ െʹ ൌ � 𝜕𝑓�,� perilaku struktur deformasi terhadap pembebanan walau��� 𝛾 � =𝛾 � + ���𝑢+ = 0 −→ =𝑢0� → � = ���� = ��� ൌെ � = ሺൌሺ Ǥ ሻ ൌሻ െ ൌൌ ҧ ҧ ሷ ሷ ሺͳሻ ̈ + �� �� �� �� �� � � = ̅ ( = 𝑓 = − (4) � � �,� Dari vlasov𝑏�didapatkan persamaan perpindahan melintang = (transvers̈ displacement) ͳ െͳ െ ͳ െͳ െ 1− 𝜕𝑥 asumsi =, pun dimulai dengan bentuk yang sederhana. െ ҧൌ ̈ ̈ ሷ = = − ሺ ሻ ൌ െൌൌ ҧሺ ሺ ሻ ሻሷൌൌ െെ ҧ Dari asumsi vlasov didapatkan persamaan perpindahan melintang (transvers displacement) 𝑢 𝜕𝑓 − 𝑢 𝑢��� −��� 𝑢� 𝜕𝑓�,� �,�� � � ሷ ͳെെ ͳെെ ҧ = 𝑓�,�= =𝑓− =− (4) (4) ͳͳെ (4) ሼ ሽൌ െ ҧ ሷ ͳെ ൌ ��� �,� �� 𝑏 ��� ���� ��� ͳ 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝑏 � Dan perpindahan bidang normal (flexural) ሺ � � ൌ ̈ ). = ( ̈ ̈ ሺ 𝛾 = �� + = 0 → = ൌ ൌ ൌ Ǥ ( ) + = + 2 = �� �� � �� � ��� �� ��� �� � 2. Dasar Teori ͳ െͳ െ 𝛾 � = �� + = 0 → = െʹ ҧ ሶ �� �� �� �� ሺ ൌ 𝑢 bidang − 𝑢(flexural) 𝜕𝑓�,� Dan Dan perpindahan perpindahan bidang normal normal (flexural) Persamaan regangan dan tegangan membujur untuk Dan perpindahan (flexural) ሺ 𝑓�,� bidang 𝑓 𝑓 ሺ ሷ ሶ ሺͳሻ = � normal ൌൌ � 𝑓�,������ െҧ െʹ (8) = − 𝑢��� − 𝑢�ሺʹǡሺʹǡ (4) ሺ ሻ ൌ െൌ ൌ ǡ�,�
ሻ − = �,��� ҧ ሶ ҧ , ൌ ͳͳെൌ ൌ െʹ 𝑓�,��� =𝜕𝑓�,� = 𝑓�,� − 𝑓ǡ =ǡ
ሻ �,�ǡ ͳ െ (2,a,b,c) ̈ ̈ ̈ � = = − 𝜕𝑥 𝑏 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� െ ͳെ = �𝑓�,� 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 =− � � (4) membrane : Konsep dasar GBT untuk mendapatkan ͳtegangan dan 𝜕𝑥 𝑏 𝑓�,� 𝑓�,� 𝑓�,���𝑓�,��� 𝑓�,� 𝑓�,� 𝑓�,��� 𝑓�,��� � ሺʹǡǡǡǡ ǡ
ሻ
ሻ െʹ ҧ ҧ ሶ ሶ ( ) ( ̈ ̈ + =̈ ). = + 2 𝑓�,��� 𝑓�,��� =+ 𝑓�,� = ሺʹǡ − −ǡ ǡ
ሻ ሺʹǡ𝑓�,� =𝑓�,� = − −= 𝑓�,� deformasi ൌpada penampang terbuka berpenegar, untuk ҧ ሶ ൌൌ ൌൌെʹ ൌ Ǥ = ̅ ൌ ൌ െʹ 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 Dan perpindahan bidang normal (flexural) = (5) 𝑓 � � � � � � � � �̅ ,� 1 − ሺ ൌ 2 Dan perpindahan bidang normal (flexural) membantu pemahaman GBT agar terlebih dahulu memba ሺሻ ሺሻ ሺሻ ሺሻ Dimana : ͳെ ሶ ൌ 𝑓�,� +𝑓�,� 𝑓�,�+ 𝑓�,� GDQ ̈ ̈ ̈ =− , ሺሻሺሻൌ ൌ GDQ ሺሻሶሺሻ ൌ (8) = ሺ besarሻ berisi (5) (5) ̅ ( 𝑓�̅,� =𝑓�̅,� = ൌ ҧ ሷ ൌ െ penjelasan 𝑓�,� 𝑓�,��� 𝑓�,� 𝑓�,��� ca jurnal [1,2,3]. Sebagian prosedur (5) ሺሻ ሺሻ )= = ̅ + ̈ 2.3 Persamaan Keseimbangan 2=
ሻ 2 𝑓�,��� 𝑓�,� = 𝑓�,� − 𝑓�,��� ͳെ ͳ െൌ ሺሻ GDQ ሺሻ ሶ ൌ ሺሻ 𝑓�,� − 𝑓�,��� ሶ 1 − ሺʹǡ ǡ ǡ ሺሻ ൌ ൌ െʹ ҧ ሶ perhitungan global dan deformasi penampangሺሻ terbuka ti- 𝑓�,��� = 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� − 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑓�,� = 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� − 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑡𝑎𝑛Δ𝛼� 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼� ) = ̅ + ̈ ̅( ሶ ൌ ሺሻሺሻൌ GDQ ሺሻ ൌ 𝑠𝑖𝑛Δ𝛼 � ሺሻ ൌ GDQ ሺሻ 2.3 Persamaan 2.3 Persamaan Keseimbangan Keseimbangan 1− 𝑓 + 𝑓 dak bercabang. Berdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial energi adalah nol. �,� �,� ሺ ൌ (5) 𝑓�̅,� = 𝑓�,� + 𝑓�,� = ͳെ 2 2.3 Persamaan Keseimbangan 𝑓�̅,� = penampang dipertimbangkan sebagai kom–t/2 (5)= t/2 Displasemen ሺሻ ሺሻ 2 Berdasarkan Berdasarkan prinsip prinsip kerja kerja virtual virtual yaitu yaitu total total potensial potensial energi energi adalah adalah nol. nol. ሶ 𝛿𝑉 = 𝛿𝑊 + 𝛿𝑊 = 0 (6) ሺሻTheory ൌ GDQ ሺሻ ൌ linier r orthogonal mode deformasi.ሺʹǡ � � 2.1 Asumsi Generalised Beam –t/2 t/2 binasi Jumlah r terǡ ǡ
ሻ ൌ Utama ൌ െʹ ҧ ሶ 2.3 Persamaan Keseimbangan = 2.3 𝛿𝑉 Persamaan Keseimbangan virtual membujur Berdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial en- Kerja gantung pada tipe penampang, jumlah garis tekuk antar –t/2 virtual t/2(6) (6) bending momen dalam mode i = 𝛿𝑉 𝛿𝑊 = + 𝛿𝑊 𝛿𝑊 + = 𝛿𝑊 0 = 0 2.12.1 Asumsi Utama Generalised beam theory � � � � V adalah total potensial energi, 𝑊� adalah strain energy dan 𝑊� adalah kerja Asumsi Utama Generalised beam theory dan k dapat ditulis sebagai berikut : / Struktur dinding tipis dipertimbangkan sebagai susunan node. Sehingga displasmen dapat ditulis sebagai : ergi adalah nol. Berdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial energi adalah nol. / Berdasarkan prinsip kerja virtual yaitu total potensial energi adalah nol. ሺሻ ሺሻ ̈ V adalah total potensial energi, 𝑊 adalah strain energy dan 𝑊 adalah kerja virtual ( ) V adalah potensial 𝑊� adalah strain energy dan strain 𝑊 virtual = ̅ � adalah + kerja == + ̅ 2̅ sebagai susunan pelat pelat dan danpelat pelatdiasumsikan diasumsikan pada bebantotal luar. Denganenergi, persamaan maka variasi dapat = + ̈̅ ( pelat dan diasumsikan teori Kirchhof plate � diatas, � energy ሶ menurut + ̈ Struktur dinding tipisdipertimbangkan dipertimbangkan sebagai susunan 1− ሺሻ pelat ൌ Struktur GDQ dinding ሺሻ ൌ tipis / / 1 − (6) 1 − 𝛿𝑉 = 𝛿𝑊� + 𝛿𝑊� = 0 / ( = ̅ + ̈ = ሻሺtegak ሻሺ ሻbidang ሺ ǡ ሺ ሻǡ ൌሻ ൌ 𝛿𝑉 ሺ =ሻሺ𝛿𝑊 ሻ𝛿𝑊 yaitu perubahanmenurut bentuk pelat yang plate semula tegak lurus bentuk ሻ ൌ semula ሻሺ� +Dengan ሺሺ͵ǡ ሻ�Dengan ǡሺ ሻǡ yang ሺ tegak ǡ ሺ ሻǡ ൌሻ ൌ ǡ ሺǡ ሻሺ ሻሺ ሻሺሻ ൌ ሻሺlurus ǡ ǡǡ
ሻ ሺbidang ሺ͵ǡ ǡ
ሻdiatas, teori Kirchhof perubahan pelat yang semula lurus = 0 persamaan (6) 1 −energy (6) menurut teori Kirchhof plateyaitu yaitu perubahan bentukሺ pelat / 1 variasi 1 energy padapada beban luar.luar. persamaan diatas, maka maka variasi strain strain dapat dapat ditulis : beban ̈ = 2 = = (9) bidang pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak + ̈ ̅( 1 ) ሻൌൌ bentuk ሺሻ ሻ gaya ሻ ሺ ሺǡ ǡ V ሻሺ͵ǡ ൌ total ǡǡǡ
ሻ
ሻ strain energy dan 𝑊� adalah kerja=1 1virtual 12(1 − ) 1 ̅ 1 adalah energi, 𝑊�ǡadalah pelat, tetap berupa bidang ̈ ሺ ሺǡ ǡ (perubahan ሻ(perubahan ሺ ሺሻሻakibat ሺakibat ሺ ሺǡ ǡ ሻ ሻൌൌ ǡ ǡ ሺ ሺሻሻ ሺ ሺሻ ሻ ሻൌ ሺ ሺሻሻpotensial ሺ ሺሻሺ͵ǡ − pelat, tetap berupagaris garislurus lurusdan dantetap tetap tegak tegak lurus lurus bidang bentuk gaya 2 = ̈ = virtual = 2 = = V adalah dan 𝑊 adalah kerja ditulis ditulis : : � total potensial energi, 𝑊� adalah strain energy lurus bidang (perubahan bentuk akibat gaya geser trans1 12(1 − ) � � � � �) (10) , geser transversal diabaikan) Serta menggunakan menggunakanasumsi asumsiVlasov Vlasov (7)1dapat diabaikan) 𝜀𝜀����==𝛾𝛾�� = 𝛾𝛾�� � �(𝜎��luar. 𝑑𝑊� =beban 𝛿𝜀�� +Dengan 𝜎�� 𝛿𝜀�� + 𝜎persamaan 𝛿𝛾�� 𝑑𝐴𝑑𝑥 = maka, variasi �� = �� = 0 .. Serta � 𝛿𝜀� + pada diatas, strain energy versal diabaikan) geser εzz = γtransversal = γyz = 0. Serta menggunakan V adalah total potensial energi, W𝜏i �� adalah strain energy dan 1 xz � � = ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ሻ � � ǡ ǡ ǡ ൌ ൌ ൌ ሺ͵ǡ ǡ ǡ
ሻ , , pada beban luar. Dengan persamaan diatas, maka variasi–t/2 strain energy dapat ǡ t/2 � � � = � � � � beban � � luar. � Dengan ��) � ) persamaan , ,membujur bending yaitu 0dan dan𝛾�� 𝛾�� penampang terbuka yaitu 𝜀��𝜀�= 00dan =ሺ= sembarang dinding tipis Persamaan regangan asumsi Vlasov yaitu == =0. Pada penamW�e = adalah pada (7) (7)dan tegangan �kerja 𝑑𝑊 𝛿𝜀��virtual 𝛿𝜀𝜎���� + 𝛿𝜀 𝜎 𝛿𝜀𝜎����+ 𝛿𝜀𝜎 𝛿𝜀𝜏���� + 𝛿𝛾𝜏�� 𝑑𝐴𝑑𝑥 ሻPada ሺ ሻ sembarang ሺ ǡ ሻ ൌ dinding ሺ ሻditunjukkan ሺ ሻ ሺ ǡ ሻ ൌ ሺ ሻሺ͵ǡ ǡ 0.0.Pada ሺ ሻ terbuka ǡtipis ሺ ሻϯ ൌ penampang ditunjukkan ϯ ǡ��ǡ=�(𝜎
ሻ ��(𝜎 �+ � �+ � �+ �� 𝛿𝛾 �� 𝑑𝐴𝑑𝑥 ditulis : 𝑑𝑊 � � � � ditulis : pang terbuka sembarang dinding tipis ditunjukkan dalam diatas, maka variasi strain energy 4dapat ditulis : –t/2 momen, t/2 persamaan 1 dan 2 disubtitusikan dalam persadalam gambar mendefinisikan global koordinat sistem x-s-𝑠̅ dalam gambar 1. 1.mendefinisikan global koordinat sistem X-Y-Zdan danlokal lokalkoordinat koordinat x-s-𝑠̅ X-Y-Z ϯϯ
െ ҧ ሽ ሼ ൌሼ ሽ ൌെൌ ҧ ሷ ሽ ሽൌൌҧ ሶ ሼ ሼെʹ
gambar 1 mendefinisikan global koordinat(displacement) sistem X-Y-Z serta koordinat perpindahan 𝑢-𝑓� -𝑓 -𝑓�̃ .. serta koordinat perpindahan (displacement) 𝑢-𝑓 dan lokal koordinat x-s-s̅ serta koordinat perpindahan (dis- � �̃ ሺ ǡ u-f ሻ ൌ-f . ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ǡ ሻ ൌ ǡ ሺ ሻ ሺ ሻ ሺ ǡ ሻ ൌ placement) s s Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
36
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
ሺ ሻ
ሺ ሻሺ͵ǡ ǡ(3,a,b,c) ǡ
ሻ ϯ ϯ
=
�
� �) 𝑑𝑊� = �� �(𝜎�� 𝛿𝜀�� + 𝜎�� 𝛿𝜀�� + 𝜎�� 𝛿𝜀4�� + 𝜏4�� 𝛿𝛾�� 𝑑𝐴𝑑𝑥 � � � � � � � � 𝑑𝑊� = �� �(𝜎 � � 𝛿𝜀� + 𝜎� 𝛿𝜀� + 𝜎� 𝛿𝜀� + 𝜏�� 𝛿𝛾�� ) 𝑑𝐴𝑑𝑥 �
�
4 4
=4 (7) =
1−
̅ ̇
/
1−
=
=
1 1
1
̅
,
/
̅
= 4+
/
2 =
51
=
̇
, ,
,
1
̈
1
̅ ̇
=̅ ̇
(
̈ Jurnal Teknik=BKI 12(1 − 2014 ̈ Edisi 02- Desember = =12(1 4 − ) ̅
2 =
(
+
maan diatas dan di/ integrasi dengan ketebalan t dengan (7) t/2. = kondisi batas –t/2 sampai ̅ + ̈ = (7) =
ϯ
̅( ̈
=
Jurnal5Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
+
)
̅( ̈
).
+
) +
2
( +
)
2
)
̇
37
̅
=
̅ =
1−
+ 1−
̈
( ̅̅
) + ̈
̅(
Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tipis adalah sebagai berikut :
Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tipis adalah seba
)
a. Kondisi batas adalah simply supported. apun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut a. Kondisi batas adalah:simply supported. –t/2
t/2
𝑢�(��) 𝑢�(��) − 𝑢�− �� � 𝑢 𝑓�(��) 𝑓�(��) = −= − 𝑏(��) 𝑏(��)
Saat Saat elementary elementary unitunit warping warping 𝑢�� 𝑢�b. =� 1, = didapat 1, didapat nilai nilai warping warping dependent dependent node node Material bersifat linier elastis
t/2
/
=
(14) (14)
b. Material bersifat linier elastis dan isotropik.
dan isotropik.
detail dapat dilihat pada gambar 5. dibawah ini. Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampangDimensi taksecara bercabang Dimensi secara detailsebagai dapat dilihat pada gambar 5. dibawah ini. =
1−
̅
𝑢�(��) 𝑢�(��) = 1=−1𝑓�(��) − 𝑓�(��) . 𝑏(��) . 𝑏(��)
/
̈
+
1 /−
= +
̅
(
̈
=+
) (
2
+
2
(15) (15)
Analisis penampang terbuka berpenegar ukuran sebagai Dimensi secara detail dapat dilihat pada gambar 5. Analisis Analisis penampang penampang terbuka berpenegar berpenegar ukuran ukuran sebagai sebagai berikut berikut : dibawah : Perpindahan melintang (transverse displacement) terjadi terbuka berikut : yang ini.
)
𝑓�(��) = −
/
𝑢�(��) − 𝑢�� 𝑏(��)
Panjang Panjang
L =L 100 = 100 cmcm
(14) Tebal Tebal
t =t 0.1 = 0.1 cmcm
independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1. =
=
–t/2
Perpindahan Perpindahan melintang melintang (transverse (transverse displacement) displacement) yang yang terjadi terjadi
1
1 2= 1=
1
,
,
=
1 2 ==12(1 − ̈
̈
)
=
(9) Saat elementary unit warping 𝑢�� = 1, didapatLebar nilai warping dependent Lebar B =B 16 = node 16 cmcm
(9)
12(1 −
1
)
(10)
𝑢�(��) = 1 − 𝑓�(��) . 𝑏(��)
(10)
Tinggi Tinggi
H= H 8=cm 8 cm
stiffener stiffener
h =h 1.5 = 1.5 cmcm
(15)
Modulus Modulus Geser Geser
2 2 G= G 8077 = 8077 kN/cm kN/cm
Tahapan kedua mendefinisikan dependent node, dimana nilai warping tergantung ,
,
2 2 Analisis penampang terbuka berpenegar ukuran sebagaiYoung berikut Modulus Modulus Young:E =E 21000 = 21000 kN/cm kN/cm
Asumsi-asumsi Asumsi-asumsi yang yang dipakai dipakai struktur berdinding berdinding tipis tipis adalah adalah sebagai sebagai berikut berikut : : Panjang Tebal t = dalam 0.1dalam cmstruktur Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan L = 100 cm penurunan persamaan sebagai berikut : Lebar a. a.Kondisi Kondisi batas batas adalah adalah simply supported. B = 16 cm stiffener h =simply 1.5 cmsupported. • Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih b. b.Material Material bersifat bersifat linier linier elastis elastis dandan isotropik. isotropik. Tinggi H = 8 cm Modulus Geser G = 8077 kN/cm2 penampang tak bercabang sebagai independent =4 ̅ ̇ =4 ̅ ̇ ̅ ̇ ̅ ̇ Dimensi secara secara detail detail dapat dapat dilihat dilihat pada pada gambar gambar 5. dibawah 5. dibawah ini.ini. node yang memiliki elementary unitModulus warpingYoung u̅ r (s) E = 21000 kN/cm2Dimensi Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tiyang bernilai 1. Asumsi-asumsi yang dipakai dalam struktur berdinding tipis adalah sebagai berikut : pis adalah sebagai berikut : • Tahapan kedua mendefinisikan dependent node, diPersamaan regangan dan tegangan geser, persamaan 1 Gambar 5. Penampang Terbuka berpenegar Persamaan regangan dan dan tegangan geser, 1 dan 2 disubtitusikan dalam Persamaan regangan tegangan geser, 1 dalam dan 2 disubtitusikan dalam a. Kondisi Persamaan regangan dan tegangan geser, persamaan 1 persamaan dan 2persamaan disubtitusikan a. Kondisi batas adalah simply supported. batas adalah simply supported. mana nilai warping tergantung pada independent dan 2 disubtitusikan dalam persamaan diatas Gambar 4 : Penampang Terbuka berpenegar 5 Persamaan regangan dan tegangan geser, persamaan 1 dan 2 disubtitusikan dalam 5 persamaan diatas b. Material bersifat linier elastis dan isotropik. persamaan diatas b. Material bersifat linier elastis dan isotropik. persamaan diatas node pada node sebelumnya. Gambar 5. Penampang Terbuka berpenegar
Kerja virtual untuk regangan geser dalam mode i dan k dapat ditulis sebagai berikut :
pada independent node pada node sebelumnya.
ai warping dependent node harus memenuhi asumsi vlasov, regangan geser bernilai nol �/� � � ��� ��� persamaan diatas � � � � 𝑠̅ � 𝑑𝑠̅𝑑𝑠𝑑𝑥�/�= 𝐺 � = 4𝐺 � � � 𝑓�̇ 𝑓̇ 𝑉��� 𝛿𝑉 ���� �/� � � 𝐷1 ��� ���
��� ���
��� ��� ��� ��� � �
a node cabang dan harus memenuhi kesesuaian perpindahan melintang.
� �� 𝑉� 𝛿𝑉� 𝑑𝑥 Dimensi secara detail dapat dilihat pada gambar 5. dibawah ini. 1. Warping Function Tabel 1 : Warping Function � �� ̇ �� 𝛿𝑉 � Tabel � � 𝑠̅ � ��� � �4𝐺 �� � � ���� = 4𝐺= 𝑓̇ ��� 𝑓��/� 𝑑𝑠̅��� 𝑑�𝑠𝑑𝑥 =𝐺�� 𝐷1� ̇ ̇ �� ��� ��� Nilai warping node harus memenuhi asumsi � 𝑉𝑓 ���𝑉 � 𝛿𝑉 𝐷1 𝑉�𝑑𝑥 𝛿𝑉�dependent 𝑑𝑥 � 𝑓��𝑉� 𝛿𝑉� ��/� 𝑠̅ 𝑑𝑠̅ 𝑑𝑠𝑑𝑥 = 𝐺 � � �� � � � �� � ��/� � � � 1 � ��� � ��� � ��/� � dan tegangan � 1 dan � geser, persamaan 2 disubtitusikan ��� ��� ��� ��� ̇ 𝑑𝑠 vlasov, regangan geser bernilai noldalam pada node cabang dan �� � �Persamaan � � �� 𝐷1 � 𝑠̅ 𝑑𝑠̅𝑑𝑠𝑑𝑥 ��� 𝑓�̇ 𝑓�̇ 𝑉�� 𝛿𝑉�regangan = 𝐺��� �𝑡4𝐺 𝑓̇ 𝑓� (11) 𝐷1�� = = �� 𝑉� 𝛿𝑉� 𝑑𝑥 �) WARPING FUNCTION (𝑈 3 � � �� � (11) ��/� � 1 �1 dalam persamaan diatas ��� ��� ��� ��� amaan 1 dan 2 disubtitusikan harus memenuhi kesesuaian perpindahan melintang. Tabel 1. Warping Function ̇ ̇ � �𝑡 = 𝑓 𝑓 𝑑𝑠 (11) 𝐷1 ̇ �� 𝐷1�� generalized � � 𝑓�̇ 𝑓 Sehingga persamaan beam lengkap dapat ditulis sebagai berikut: �𝑡 (11) � 𝑑𝑠 theory secara ��� ��� ��� ��� Node 1 2 3 4 5 6 7 8 3 �= 3 �/� � � 1 � �generalized Sehingga persamaan beam theory secara leng� � � � ̇ ̇ � ̇ ̇ �𝑡 𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 = 4𝐺 � � � � 𝑓� 𝑓� 𝑉� 𝛿𝑉� � 𝑠̅ 𝑑𝑠̅𝑑𝑠𝑑𝑥 = 𝐺 � � � 𝐷1�� 𝑉� 𝛿𝑉� 𝑑𝑥 (11) Gambar Gambar 5. Penampang 5. Penampang Terbuka Terbuka berpenegar berpenegar ���� 𝐷1�� =�� � WARPING FUNCTION (𝑈 ) 𝐸𝐶�� 𝑉� −ditulis 𝐺𝐷�� 𝑉� 3+ 𝐵�� 𝑉� = 𝑞�berikut : (12) � ��� ��� sebagai ��/� � � theory � kap dapat � ��� ��� ��� ��� Sehingga persamaan generalized beam secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: 1 -1 -4.00 4.89 -77.13 0.047 1 -1 -1 Sehingga persamaan generalized beam theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: � � � �1𝐷1dan maan 2�� 𝑑𝑥disubtitusikan dalam �� 𝑉� 𝛿𝑉 1 � Sehingga matrik kekakuan adalahgeneralized Node 1 2 3 4 5 6 7 �𝑡 𝑓̇ 𝑓̇ 𝑑𝑠 (11) 𝐷1�� = beam Sehingga persamaan theory secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut: ��� ��� � 2 -1 -8.00 4.89 -26.26 -0.041 -0.752 0.460 0.048 3 � � � ���� �� ���� �� 𝑉 = 𝑞 𝐸𝐶�� 𝑉𝐸𝐶 𝐺𝐷 𝑉 + 𝐵 (12) Tabel Tabel 1. Warping 1. Warping Function Function (12) �� �� � � � ��− � 𝑉 − 𝐺𝐷 𝑉 + 𝐵 𝑉 = 𝑞 (12) � �� �� � �� � � � � � (𝐷2��secara )= 𝐾𝑓� 𝑓�Sehingga 𝐶 = 𝐶�� + 𝐶�� = ∫� 𝑢� 𝑢� ���� 𝑑𝐴 + ∫(11) 𝑑𝑠 𝐷�� = 𝐷1 + 𝐷2��lengkap persamaan generalized beam dapat ditulis sebagai berikut: �� − theory � 1 0.320 -1 �� ��� �� � 3 -1 1FUNCTION -8.00 �)-1 �) -3.11 -4.00 37.74 4.89 0.041-77.13 0.531 0.047-0.121 (𝑈 (𝑈 � WARPING WARPING FUNCTION 𝐸𝐶�� 𝑉� −� 𝐺𝐷 𝑉��� + 𝐵�� 𝑉� = 𝑞� (12) �� � �� � � � � � ̇ �̇ �𝑑𝑠𝛿𝑉 � �Sehingga �∫�𝐷1 𝑑𝑥(matrik 𝑡 Sehingga 𝐾𝑓�̈kekakuan 𝑓�� −�matrik 𝑓� kekakuan +berikut: 𝑑𝑠 ∫�matrik ∫� 𝐾𝑓�̈ 𝑓� )adalah ra lengkap dapat ditulis Sehingga adalah � 𝑓𝑉 adalah NodeNode 1 1 3 3 5 5 6 6 7 7 8 𝐸𝐶�� 𝑉����� − 𝐺𝐷�� 𝑉��� + 𝐵�� 𝑉� = 𝑞� (12) � � � sebagai � kekakuan 42 2 -1 24 4 0.00 0.00 84.89 0.041-26.26-0.398-0.0410.015 -0.752 -0.243 0.460 -1 -3.11 -8.00 �� ��� � Sehingga matrik kekakuan adalah 1 1 -1 -1 -4.00 -4.00 4.89 4.89 -77.13 -77.13 0.047 0.047 1 1 -1 -1 -1 -1 ̈ ̈ Gambar 5. Penampang Terbuka berpenegar 𝐵�� = �𝐾𝑓 (13, a, b, c) (12) Sehingga � �� �� 𝑓� 𝑑𝑠�� � matrik kekakuan adalah �� 5 -1 3 0.00 -1 -1.61 -8.00 0.00 -3.11 1 37.74-0.363 0.041 0.326 0.531 -0.199 -0.121 � 𝑢 𝑢 𝑑𝐴(11) 𝐶�� =𝐶𝐶 +𝐶𝐶����+=𝐶∫�� + � ∫�+𝐾𝑓 𝑓�𝐾𝑓 𝑑𝑠� 𝑓� 𝑑𝑠 𝐷�� =𝐷𝐷1 − ��� (𝐷2 + 𝐷2 =�� ) = � ��= �∫ �� 𝐷1 �� )𝐷2 − ��(𝐷2 2 2 -1 -1 -8.00-8.00 4.894.89 -26.26 -26.26 -0.041 -0.041 -0.752 -0.752 0.460 0.460 0.048 0.048 � =� ∫� 𝑢� 𝑢� 𝑑𝐴 �� �� = �� +
a
�
� ��� ���
� � �
�
�
� � � � � � � � � 𝐶��̇ ̇ = dan 𝐶�� + 𝐶��� = ∫��̈ 𝑢� 𝑢� �𝐶𝑑𝐴 𝐷�� ∫ 𝐶��� + 𝐶𝐾𝑓 =𝑓∫ 𝑢𝑑𝑠 �3. Analisis �� Pembahasan �� =+ � 𝑢� 𝑑𝐴 + � ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� 𝑑𝑠 �� �� � ditulis 𝑓 𝑓𝑡 𝑑𝑠 (−� ∫� 𝐾𝑓 𝑓�𝐾𝑓 +�̈ �𝑓�∫�+𝐾𝑓��̈∫𝑓��𝐾𝑓 )��𝑑𝑠 ∫ 𝑡 dapat ̈ �𝑓��)� 𝑑𝑠 lengkap sebagai �berikut: 𝑓�̇ − 𝑓�̇ 𝑑𝑠 ( ∫ � � � � �∫�� � �� � �� � � � � � � � � ̈ ̈ ̇ ̇ � �� = �𝐷1�� − (𝐷2�� 𝐷 + �𝐷2�� ) = ̈ ∫�𝑡 𝑓��𝑓� 𝑑𝑠 − ̈ ( ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� + ∫� 𝐾𝑓� 𝑓� ) 𝑑𝑠 � − �� (melintang � � � Untuk terbuka penegar, kehadiran node cabang menjadi 𝑓�̇ 𝑑𝑠 ∫ 𝑡 𝑓�̇ penampang ∫ 𝐾𝑓��𝑓� + ∫ 𝐾𝑓 � 𝑓� ) 𝑑𝑠 � � � � � (12) � � ̈ ̈ 𝐵perpindahan 𝑓 𝑑𝑠 ̈ ̈ �� =𝐵�𝐾𝑓 � � �𝐾𝑓 = 𝑓 𝑑𝑠 ̈ ̈ = �𝐾𝑓 𝑓� 𝑑𝑠 𝑓� (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan (displacement) 𝑢� (𝑠)𝐵,��𝑓�,� (𝑠) � dan �� � � � � � ̈ 𝑓�̈ 𝑑𝑠 �𝐾𝑓 𝐵 = �� � kesesuaian perpindahan melintang (13, a, b, c) pada node. Saat node membagi dua dinding, tidak dapat � (13,a,b,c) 3. Analisis dan Pembahasan
� ��
�� (𝐷2 (𝐷2++𝐷2 )= = 𝐷1 = 𝐷����=− 𝐷1�� − 𝐷2�� �� ) � �� �� � Tabel 1. Warping Function
(13, a,(13, b, c) b, c) c) (13,a,a,b, (13, a, b, c)
Node 1
1 -1
2 -4.00
3
3
-1 -1
-8.00 0.041 0.041 6 -8.00 -3.11-3.11 -1 37.7437.748.00
4
4
-1 -1
0.000.00 -3.11-3.11 0.000.00
�) 5 WARPING FUNCTION (𝑈
5
-1 -1
6 6
8 8.00 8-3.11-3.11 -1 -37.74 4.89 77.13 -1 -1 7 8.00 -37.744.00 0.041 0.041 -0.531 -0.531 -0.121 -0.121 -0.320 -0.320 0.047
3
4.89
4
-77.13
5
6
0.047 7 8 -0.041
4
7
-1
5 0.00 0.000.00 -1.61-1.61 0.00 6
-1
0.531 0.531 -0.121 -0.121 0.320 0.320 -3.11 -37.74
-0.320 -3.11 0.041 0.00 -0.531 0.041-0.121 -0.398
0.00
0.041 0.041 -0.398 -0.398 0.015 0.015 -0.243 -0.243
8.00 1
1-1
-1
4.89
26.26
-0.041
-1.61 -0.363 -0.3630.00 0.326 0.326 -0.199 -0.199 8.00
-3.11
7 1 -1 -1 -18.008.00 -14.894.89 26.26 26.26 -0.041 -0.041 0.7518 0.7518 0.460 0.460 -0.048 -0.048 8 -1 -1 4.004.00 4.894.89 77.13 77.13 0.047 0.047 -1 -1 8.00 -1 -1 14.89 1 7 -1 -0.752 0.460 0.048
0.00
0.7518
-37.74
26.26 3. Analisis dan��unit Pembahasan 2 -1 -8.00 4.89 -26.26 3. Analisis dan Pembahasan sebagai elementary warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1, node ini tergantung pada node 𝐷�� = 𝐷1�� − � (𝐷2�� + 𝐷2�� ) = Tabel 2 : Displasemen Horisontal Tabel82. Displasemen Horisontal 3 -1 -8.00 -3.11 37.74 0.041 0.531 -0.121 0.320 penampang melintangAsumsi terbukavlasov penegar, kehadiran 3node cabang menjadi 3. Analisis dannode) Pembahasan : Dependent Node (Hijau) -1 4.00 4.89 77.13 sebelumnya (dependent dan nilai Untuk warpingnya harus dihitung. yaitu Gambar 7 4 -1 0.00 -3.11 0.00 0.041 -0.398 0.015 -0.243 Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadiran node cabang menjadi Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadiran node cabang menjadi 7 7 (𝑠) , 𝑓 perpindahan (displacement) 𝑢 �(𝑠) dan 𝑓� (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan egar, kehadiran node cabang menjadi � �,� Displasemen Horisontal 3. Analisis dan Pembahasan regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾�� = 0. Displasemen Horisontal 5 -1 0.00 -1.61 0.00 1 -0.363 0.326 -0.199 Untuk penampang melintang terbuka penegar, kehadiran nodeduacabang menjadi perpindahan (displacement) ,� (𝑠) 𝑓�,�,(𝑠) dan 𝑓 (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan perpindahan melintang pada node. Saat node membagi dinding, tidak dapat Perpindahan melintang (transverse displacement) yang terkomplek, karena diperlukan (13, a, b,kesesuaian c) 𝑢� (𝑠) � 𝑓 (𝑠) dan 𝑓 (𝑠) lebih komplek, karena diperlukan perpindahan (displacement) 𝑢 � (𝑠) lebih 1 2 3 4 5 6 -1 8.00 -3.11 -37.74 0.041 -0.531 -0.121 -0.320 Node �,� persamaan sebagai � Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan berikut : Untuk penampang melintang terbuka penegar, jadi : komplek, 7 -1 8.00 yang 4.89 terjadi 26.26 -0.041 0.7518 0.460 -0.048 yang bernilai 1, node inikarena tergantung pada node displacement) sebagai elementary unit warping 𝑢�𝑓 perpindahan (displacement) 𝑢 (𝑠) , 𝑓 (𝑠) dan (𝑠) lebih diperlukan Perpindahan melintang (transverse nodekesesuaian membagi dua dinding, tidak dapat � (𝑠) � �,� � perpindahan melintang padapada node.node. Saat Saat nodenode membagi dua dinding, tidaktidak dapatdapat 1 0 1 0 -12.72 0.022 kesesuaian perpindahan melintang membagi dua dinding, 8 -1 4.00 4.89 77.13 0.047 -1 -1 1 kehadiran Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang bercabang sebagai node cabang menjadi perpindahan (displacement) sebelumnya (dependent node) dantaknilai warpingnya harus dihitung. Asumsi vlasov yaitu nilai 1, node ini tergantung pada node 𝑢 � − 𝑢 � (��) �tidak dapat kesesuaian perpindahan melintang pada node. Saat 1, node membagi dua dinding, 0 1 0 -12.72 0.022 yang bernilai node tergantung pada nodenodedisplacement) yang terjadi sebagai elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) uksebagai (s), fs,k(s)elementary dan fkyang (s) lebih komplek, karena diperlukan 𝑓ini − (14)2 independent node memiliki elementary warping 𝑢��bernilai (𝑠) yang bernilai 1.�(��) � unit warping 𝑢�unit yang 1, node ini= tergantung pada Perpindahan melintang (transverse � (𝑠) = 0. regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾 ya harus dihitung. Asumsi vlasov yaitu �� 𝑏(��) gar, kehadiran node cabang menjadi 3 0 1 0 -4.72 0.000 perpindahan pada node. Saat (𝑠)dimana yangnilai bernilai 1, node ini tergantung node sebagai elementary unitmelintang warping 𝑢 � �warpingnya (14) kesesuaian Tahapan𝛾(dependent kedua mendefinisikan dependent node, warping dihitung. tergantung � 7 sebelumnya node) dan nilai harus Asumsi vlasov yaitu 𝑢 � −𝑢 � �pada enampang melintang sebelumnya (dependent node) dan nilai warpingnya harus dihitung. Asumsi vlasov (��) �� = 0. Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikutyaitu : (𝑠) lebih node komplek, karena diperlukan membagi dua dinding, tidak dapat sebagai 0 1 0 -4.72 0.000 𝑓�(��) = −unit warping 𝑢 (14)4 Saat elementary �yaitu pada independent node pada node sebelumnya. � = 1, didapat nilai warping dependent node sebelumnya (dependent node) dansepanjang nilai warpingnya harus dihitung.𝛾 �unit Asumsi 𝑏�0. (��) vlasov enurunan persamaan sebagai berikut : regangan geser membrane bernilai nol penampang melintang = elementary unit warping u (s) yang bernilai 1, node ini terSaat elementary warping u =1, didapat nilai warping ̅ ̅ �� = 0. regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾 node membagi dua dinding, tidak dapat r Tahapan pertama mendefinisikan dan memilih penampang tak 5 0 1 0 -6.22 0.000 �� bercabangr sebagai 𝑢�(��) = 1 − 𝑓�(��) (15) Nilaigantung warping dependent node harus memenuhi asumsi vlasov, geserdependent bernilai nol node � . 𝑏(��) pada node sebelumnya (dependent node)regangan dan nilai regangan geser membrane bernilai nol sepanjang penampang melintang 𝛾 = 0. Saat elementary unit warping 𝑢 � = 1, didapat nilai warping dependent node �� independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) yang bernilai 1. 6 0 1 0 -4.72 0.000 milih penampang bercabang pada sebagai ilai 1, node ini tak tergantung node Adapun dalam perhitungan danregangan penurunan persamaan sebagai berikut : �: padawarpingnya node langkah-langkah cabanglangkah-langkah dan harus memenuhi kesesuaian perpindahan melintang. harus dihitung. Asumsi vlasov yaitu Adapun dalam perhitungan dan penurunan persamaan sebagai berikut dependent 𝑢 dimana nilai warping tergantung yang bernilai 1. yaitu Tahapan kedua mendefinisikan Analisis y unit warping 𝑢�� (𝑠)Asumsi 0 1 0 -12.72 -0.022 ya harus dihitung. vlasov �node, = 1 −sebagai 𝑓�(��) . 𝑏berikut (15)7 penampang terbuka ukuran sebagai berikut : (��) (��) berpenegar geser membrane bernilai nol sepanjang penampang Adapun langkah-langkah dalam perhitungan dan penurunan persamaan : (15) pada independent pada node sebelumnya. tak bercabang sebagai node, dimana nilai � pertama 8 0 1 0 -12.72 -0.022 melintang Tahapan mendefinisikan dannode memilih penampang nampang 𝛾�� =tergantung 0. pertama melintang warping Tahapan mendefinisikan dan memilih penampang tak bercabang sebagai Analisis penampang terbuka berpenegar ukuran sebagai berikut : t = 0.1 cm nya. Teknik BKI Jurnal Tahapan pertama danharus memilih penampang tak bercabang sebagai Panjang Lgeser = 1. 100 cm Tebal Nilai mendefinisikan warping dependent node memenuhi asumsi vlasov, regangan bernilai nol independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢�� (𝑠) bernilai independent node yang memiliki elementary unit warping 𝑢��yang (𝑠) yang bernilai 1. Edisi 02 - Desember 2014 nurunan persamaan sebagai berikut : Tabel 3. Displasemen Vertikal pada node cabang dan harus memenuhi kesesuaian perpindahan melintang. umsi vlasov, reganganindependent geser bernilai nol node yang memiliki elementary unit warping 𝑢 � (𝑠) yang bernilai 1. � Tahapan kedua mendefinisikan dependent node,node, dimana nilai nilai warping tergantung Lebar =tergantung 16 cm stiffener 1.5 cm cm Panjang LB = 100 cm Tebal th == 0.1 takTahapan mendefinisikan dependent dimana warping ilih penampang bercabang sebagai Jurnal Teknikkedua BKI perpindahan Displasemen Vertikal 38melintang. Edisi 02-JuniGambar 2015 4.mendefinisikan Dependent Node (Hijau) Tahapan kedua dependent node, dimana nilai warping tergantung pada independent node pada node sebelumnya. 2 unit warping 𝑢�� (𝑠)pada yang independent bernilai 1. 1 2 3 4 5 node pada node sebelumnya. Lebar Tinggi H= = 16 8 cm Modulus Geser G= = 1.5 8077 B cm stiffener h cmkN/cm Node pada independent node6 pada node sebelumnya.
Gambar 4. Dependent Node (Hijau) 6
-1
1
0.460
0.041
-1
-0.048
-0.363 -0.531
1
8 -1 0.048 0.320
0.015
-0.243
0.326
-0.199
-0.121
-0.320
-0.041
0.7518
0.460
-0.048
0.047
-1
-1
1
6
7
0.438
7-0.365
0.438
-0.365
-0.116
0.017
-0.116
0.017
-0.116
0.017
-0.116
0.017
0.438
0.365
0.438
0.365 Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
6
7
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
39
5
0
51
00
6
0
61
7
0
71 8 1
8
0
0 0.000 0 0.000
-6.22 -0.116 0.0000.017 -0.116
0.017
00
1 -6.22 1 -4.72
-4.72 -0.116 0.0000.017 -0.116
0.017
00 0 0
1 -12.72 1 -12.72
0 -0.022 0 -0.022
-12.72 0.438 -0.022 0.365 -12.72 -0.022 0.438 0.365
0.438
0.365
0.438
0.365
3 : Displasemen Vertikal Tabel 3.Vertikal DisplasemenTabel Vertikal Tabel 3. Displasemen Displasemen Vertikal Displasemen Vertikal Displasemen Vertikal
Node
1
1
0
2
0
3
0
4
0
5
0
6
0
7
0
8
0
Node 2
1 3
2 4
1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0
0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1
0 -4 0 -8 0 -8 0 0 0 0 0 8 0 8 0 4
3
4
5
1 -0.027 1 -0.010 1 -0.010 1 0.639 1 0.639 1 -0.010 1 -0.010 1 -0.027
6
-4 -0.576 -8 -0.160 -8 -0.160 0 0.023 0 0.023 8 0.160 8 0.160 4 0.576
5
6
7
-0.027 -0.576 0.308 -0.010 -0.160 0.073 -0.010 -0.160 0.073 0.639 0.023 0.207 0.639 0.023 0.207 -0.010 0.160 0.073 -0.010 0.160 0.073 -0.027 0.576 0.308
D - ( Γ )0.0233 4. Warping constant C4 = 0.0001 3669.20.0001 0 5. St. Venant torsional constant (𝐽 ) D4 = 0.0233 Secara mekanika struktur, section properties pada setiap mode: 6. Distorsion
1. Area 2. Z C5 = 0.0001 xMomen 103 Inersia B5sb. = 0.0181 3. Momen Inersia sb. Y 3 4 : Section Properties Tabel 4. Properties Tabel 4. xWarping constant = 0.0007 10 B6 = 0.0149 C6Section 5. St. Venant torsional constant Properties 1 2 4 5 C7 = 0.0003 103 3 B7 = 0.0007 6. xDistorsion
C 4.2 166.4 4. Section Properties TabelTabel 4. Section Properties Penampang terbuka berpenagar Properties11 1 22 2 33B 3 44 4- 55 5 -66 6 Properties Properties
7 0.308
C C
0.073
3669.2
C1 = 4.2 C2 = 166.4 C3 = 45.3 C4 = 3669.2 D4 = 0.0233
D7 = 06
30.1
7
0.7
0.3
x 10 padaB5node = 0.0181 D5 =6 0.0001 C5 = 0.0001 dibebani merata 3 dan sebesar 1 kN/cm 3 0.0181 0.0149 0.0007 77 - 7 C6 = 0.0007 x 10 B6 = 0.0149 D6 = 0.0001 kedua ujung ditumpu sederhana, lihat gambar 7. C
B B
B
D D
D
4.2166.4 166.4 166.445.3 45.3 D
4.2 4.2 --
-
-
-
45.33669.2 3669.23669.2 0.1 - 0.1
0.1 0.7 0.7 -
- 0.3C
0.7 0.3 0.3
--
-
--
-
- 0.0181 0.0149 0.0007 0.01810.0181 0.01490.0149 0.00070.0007
-
-
-
- 0.0233 0.0233 0.0001 0.0001 0.0001 0.00010
--
7=
3 0.0233 x 100.0001 0.0003 B7 =0.0001 0.0007
0 =0 D 7
0 Penampang terbuka berpenagar dibebani merata pada node 3 dan 6 sebesar 1
0.0233 0.0001 0.0001 Secara mekanika struktur, section properties pada 0setiap sederhana, lihat gambar 6. Secara mekanika struktur, pada setiap kedua ujungsection ditumpuproperties sederhana, lihat gambar 7. mode: mode : mekanika struktur, section properties pada setiap mode: Secara Secara mekanika struktur, section properties pada setiap mode: 1. Area ( A ) ( A ) (A) C1 = 4.2 1. Area 1. Area C11 = C4.2 1 = 4.2 C2 = 166.4 2.Zsb. Momen ( Iz ) 2. Momen Inersia Z 2. Momen Inersia sb. (Inersia Izz ) ( Iz ) sb.C22Z= C166.4 2 = 166.4 3. Momen Inersia Y 3. Momen Inersia sb. (Inersia Iyy ) ( Iy ) sb.C33Y = C45.3 3 = 45.3 3.Ysb. Momen ( Iy ) C3 = 45.3 4. Warping constant (Γ ) 3669.2 4. Warping constant ( Γ ) C 4 = 3669.2 44 =C 4. Warping constant (Γ) C4 = 3669.2 St. Venant torsional constant( 𝐽 ) ( 𝐽 ) 5. St.5.Venant torsional constant D44 =D0.0233 4 = 0.0233 (𝐽 ) D4 = 0.0233 6. Distorsion 5. St. Venant torsional constant 6. Distorsion
0.073 0.207 0.207 0.073 0.073 0.308
6. Distorsion
C55 = C0.0001 x 1033x 10B3 55 = B0.0181 D55 =D0.0001 5 = 0.0001 5 = 0.0181 5 = 0.0001 0.0001 C66 = C0.0007 x 1033x 10B3 66 = B0.0149 D66 =D0.0001 C = 0.0001 103 6 = 0.0007 6 =5 0.0149 6 =x
Pada gambar 6 menunjukkan warping dan displasmen yang terjadi pada masing-masing masing-masing mode
Pada gambar 6 6 menunjukkan warping dan displasmen yangdisplasmen terjadi pada masing-masing modepada Pada gambar menunjukkan warping dan yang terjadi
mode
45.3
(A) ( D5 I=z ) 0.0001 ( Iy ) D(6Γ=) 0.0001 (𝐽 )
B5 = 0.0181
D5 = 0.0001
x 1033x 10B3 77 = B0.0007 D77 =D07 = 0 C77 = C0.0003 7 = 0.0003 7 = 0.0007 3 B6 = 0.0149 D6 = 0.0001 C 6 = 0.0007 x 10 Penampang terbuka berpenagar dibebani merata node 6 sebesar 1 terbuka kN/cm dan Gambar Penampang berpenegar beban merata pada node 3 d Penampang terbuka berpenagar dibebani merata pada pada node 3 dan37. 6dan sebesar 1 kN/cm Gambar 6dan : Penampang terbuka berpenegar Gambar 7. Penampang terbuka Penampang terbuka berpenagar dibebani merata pada 3berpenegar beban merata pada node 3 dan 6 kedua ditumpu sederhana, lihat gambar 7. kedua ujungujung ditumpu sederhana, lihat gambar 7. beban merata pada node 3 dan 6 C7 = 0.0003 x 10 B7 = 0.0007 D7 = 0 node 3 dan 6 sebesar 1 kN/cm dan kedua ujung ditumpu
Penampang terbuka berpenagar dibebani Tabel 5. Longitudinal stress merata pada node 3 dan 6 sebesar 1 k kedua ujung ditumpu sederhana, lihat stress gambar 7. Tabel 5. Longitudinal stressNodeTabel 15 : Longitudinal 2 3 4 5 6 7 8 Node
1
2
269.79
σ3
σ3
269.79
σ5
-0.902
3
269.79
-171.71 σ 7
269.79
-171.71
-171.71
-88.93
0.78657
-0.790
-0.790
-19.04
-171.71 -88.93 249.058 -65.32
8.0096
-171.71
176.26
4
5
6
-541.195
∑σ -272.31 -237.826 -164.494 σ5 -0.902 0.78657 -0.790 -0.790519.632 -19.04 -0.790 Gambar 7. Penampang terbuka berpenegar merata Gambar 7. Penampang terbuka berpenegar bebanbeban merata pada pada nodenode 3 dan36dan 6 σ7 -541.195 249.058 -65.32 8.0096 176.26 -65.32
∑σ -272.31 5. Longitudinal TabelTabel 5. Longitudinal stressstress519.632 Node Node Node 11
(a) (a)
(a)
(b) (b)
(b)
Gambar 6. (a). Warping Function dan (b). Displasemen Gambar 5 : (a). Warping Function dan (b). Displasemen Gambar 6. (a). Warping Function dan (b). Displasemen 8
8 Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
40
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
1
22
2
33
3
-237.826 4
44
55
5
66
-164.494 6
7
77
68.290
269.79
269.79
-0.790
0.7865
-0.90275
269.79 -65.32
269.79 249.058
-541.195
-237.826 519.632 0.7865 -0.90275
-272.31
8
68.290
-237.826
249.058
-541.195
519.632
-272.31
8
88
σσ33
σ269.79 -88.93 -171.71269.79 269.79 -171.71 -171.71 -171.71 269.79 3269.79 269.79 269.79269.79 -171.71-171.71 -171.71-171.71-88.93 -88.93 -171.71 269.79269.79 269.79269.79 Tabel 6 : Horisontal Displasemen
σσ55
-0.90275 σ5-0.902 0.78657 -0.790 -0.90275 -0.902 -0.902 0.786570.78657 -0.790 -0.790-0.790 -0.790 -0.790-19.04 -19.04 -19.04-0.790 -0.790 -0.7900.7865 0.78650.7865 -0.90275
σσ77
Node 1 -65.328.0096 2 176.26 3 -65.32249.058 4249.058 5 σ-541.195 -541.195 -541.195 249.058 -65.32 -541.195 7 -541.195 249.058249.058 -65.32 8.00968.0096 176.26176.26-65.32 -65.32 249.058 -541.195
∑σ ∑σ
-171.71
7
Tabel 6. Horisontal Displasemen ( 𝑣� = 𝑉� . 𝑣�,�( v )=V .v k
k
r,k
)
9 6
7
8
Gambar 7. Penampang terbuka berpenegar beban merata pada node 3 dan ∑σ -237.826 -164.494 -237.826 -272.31 519.632 -237.826 -164.494 68.290 -237.826 519.632 -272.31 -272.31-272.31 519.632519.632 -237.826 -164.494 68.29068.290 -237.826 519.632519.632 -272.31-272.31 v3
0
0
0
0
0
0
0
0
v5
-0.021
-0.021
0
0
0
0
0.021
0.021
-9.831
-9.831
0.456
0.456
0.456 9
0.456
9.831
9.831
v7 ∑V
Tabel 5. Longitudinal stress Node -9.851 σ3
1
2 -9.851 99 90.456
269.79
269.79
3
0.456
-171.71
4
0.456
-171.71
Tabel 7. σVertikal Displasemen (-0.790 𝑤� = 𝑊�-0.790 . 𝑤�,� ) -0.902 0.78657 5 Node
5
0.456
6
9.851
7
9.851
-88.93
-171.71
-19.04
-0.790
Jurnal Teknik BKI 2015 7 02-Juni 8 -65.32Edisi 249.058
σ7 1
2 -541.195
249.0583
-65.32 4
8.00965
176.266
∑σ
-272.31
519.632
-237.826
-164.494
68.290
269.79 Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
-237.826
0.7865
519.632
8 269.79 -0.90275
41
-541.195 -272.31
∑V
v5 -9.851
-0.021 -9.851
-0.021 0.456
v7
-9.831
-9.831
0 0.456
0 0.456
0.456
0.456
∑V -9.851 -9.851 ( 𝑤 0.456 Tabel 7. Vertikal Displasemen 𝑤�,� ) � = 𝑊� .0.456
Node
0 0.456
09.851
0.021 9.851
0.021
0.456
0.456
9.831
9.831
0.456
0.456
9.851
9.851
2
3
4
5
6
7
8
2.737
2.737
2.737
2.737
2.737
2.737
2.737
2.737
Node 0.015
1 0.010
2 0.010
3 -0.592
4 -0.592
5 0.010
6 0.010
7 0.015
w7
w3 8.305
2.737 1.955
2.737 1.955
2.737 5.582
2.737 5.582
2.737 1.955
2.737 1.955
2.737 8.305
2.737
∑w
w5 11.057
0.015 4.703
0.010 4.703
0.010 7.727
-0.592 7.727
-0.592 4.703
0.010 4.703
0.010 11.057
0.015
w7
8.305
1.955
1.955
5.582
5.582
1.955
1.955
8.305
w5
Tabel 7. Vertikal Displasemen ( 𝑤�Displasemen = 𝑊� . 𝑤�,� Tabel 7 : Vertikal ( wk)=Wk.wr,k )
GBT
-7.31
(A1-A2)/br FEA-0.63
(A1-A2)/br
-9.85
-7.31
-0.02
-9.85
0.00
0.46
0.00
0.46
0.02
0.46
7.31
0.46
9.85
9.85
-7.31 -0.32
-7.31 0.06
-0.02 0.06
0.00 0.30
0.050.00
0.32 0.02 0.63 7.31
7.31
-0.63
-0.32
0.06
0.06
0.30
7.31
0.05
0.32
0.63
7
8
4.70
11.06
4.04
8.06
0.08
0.75
Tabel 5.6 Validasi Vertikal Displasemen
1
w3
FEA
Tabel 5.6 Vertikal Tabel 10 4:Displasemen Validasi 5Vertikal Displasemen 1 Validasi 2 3 6 7
Node
8
4.703 7.727 7.727 4.703 4.703 11.057 Dari tabel∑w 6 dan11.057 7 dapat 4.703 digambarkan deformasi akibat pembebanan. Deformasi total pada
penampang merupakan superposisi dari mode (aksial dari sumbu 5 sumbu (bending), dan 7 Dari tabel 6 dan 7 dapat digambarkan deformasi akibat kan3superposisi mode 3z), (aksial z), 5 (bending), Dari tabel 6 dan 7 dapat digambarkan deformasi akibat pembebanan. Deformasi total pada pembebanan. Deformasi total pada penampang merupa- dan 7 (distorsi) yang ditampilkan pada gambar 8. (distorsi) yang ditampilkan pada gambar 8. penampang merupakan superposisi dari mode 3 (aksial sumbu z), 5 (bending), dan 7 (distorsi) yang ditampilkan pada gambar 8.
GBT FEA
Node11.06 8.06
GBT
ssss(A10.75 A2)/br FEA
Dari
8
4.70 1
4.70 2
7.73 3
7.734
4.70 5
4.70 6 11.06
4.04
4.06
6.86
6.86
4.06
4.04
0.08
0.08
0.11
0.58
0.08
0.08
11.06 8.06
ssss(A10.75 A2)/br hasil perhitungan
4.70 4.04 0.08
4.70 4.06 0.08
7.73 6.86 0.11
7.73 6.86 0.58
4.70 4.06
8.06 0.75
0.08
GBT dimana tegangan terbesar terjadi pada node 2 dan node 7
sebesar 519.6 kN/cm2 demikian juga yang terjadi pada perhitungan menggunakan FEM
Dari hasil perhitungan GBT dimana tegangan terbesar terjadi pada node 2 dan n
transverse strain penampang sama dengan nol, sehingga Dari hasil perhitungan GBT dimana tegangan terbesar terselisih perhitungan 7.4%. Tegangan dimana tegangan terbesar 561.4 kN/cm2 dengan jadi pada node 2 dan node 7 sebesar 519.62 kN/cm2 demiki- tidak terjadi regangan searah lebar pelat. sebesar 519.6 kN/cm demikian juga yang terjadi2 pada perhitungan2 menggunakan an juga yang terjadi perhitungan menggunakan terkecil dari pada perhitungan GBT dan FEMFEM sebesar 68.3 kN/cm dan 69.012 kN/cm dengan 2 dimana tegangan terbesar 561.4 kN/cm2 dengan selisih 5. Kesimpulan
dimana tegangan terbesar 561.4 kN/cm dengan selisih perhitungan 7.4%. Teg
selisih 7.4%. 1%. Tegangan Bentuk terkecil deformasi GBT padaGBT gambar 8 memiliki bentuk deformasi yang sama perhitungan dari perhitungan 2 penampang terbuka 2 2 dan FEM sebesar 68.3 dari kN/cmperhitungan dan 69.012 kN/cm dengan Generalized Beam Theory pada model 69.012 kN/cm2 d terkecil GBT dan sebesar 68.3 kN/cm dengan FEM pada gambar 9, perbedaan nilai FEM displasmen terjadi karena GBTdan menggunakan selisih 1%. Bentuk deformasi GBT pada gambar 8 memiliki berpenegar dapat disimpulkan : selisih 1%. Bentuk deformasi GBT pada gambar 8menggunakan memiliki bentuk bentuk deformasi yang sama dengan FEM padadengan gambar 9, 1. Hasil yang diperoleh Generalized Beamdeformasi Theory dan yang asumsi teori pelat Kirchhoff-love lendutan kecil dan asumsi Vlasov perbedaan nilai displasmen terjadi karena GBT menggusoftware Ansys cukup mirip dengan perbedaan nilai dimana membrane transverse strain9, penampang dengan nol,2.76%, sehingga tidakmaksimum terjadimenggu dengan FEM pada gambar perbedaan sama nilai displasmen terjadi karena GBT nakan asumsi teori pelat Kirchhoff-love dengan lendutan tegangan rata-rata tegangan kecil dan menggunakan asumsi Vlasov dimana membrane memiliki perbedaan 7.4% dan tegangan minimum
regangan searah lebar pelat. asumsi teori pelat Kirchhoff-love dengan lendutan kecil dan menggunakan asumsi V
dimana membrane transverse strain penampang sama dengan nol, sehingga tidak regangan searah lebar pelat. Gambar 7 : Deformasi karena pembebanan
Gambar 8. Deformasi karena pembebanan 4. Validasi
bil shell element untuk mendiskritisasi member dan ditumpu sederhana. Berikut hasil perhitungan GBT dibanding Gambar 8. Deformasi karena pembebanan Untuk validasi, hasil linier elastis dibandingkan dengan ha- dengan perhitungan FEM. Tabelmethod 5.4 Validasi Longitudinal stress sil Finite element dengan Ansys dengan mengamUntuk validasi, hasil linier elastis dibandingkan dengan hasil Finite element method
4. Validasi
4. Validasi Tabel 5.4 Validasi Longitudinal stress Tabel 83 : Validasi Longitudinal stress Node 1 2 5 6 7 dengan Ansys dengan mengambil shell element4 untuk mendiskritisasi member dan8 ditumpu Untuk validasi, hasil linier hasil Finite element method Node 1 2 3 elastis-164.494 4dibandingkan 568.290 dengan 6 7519.632 8 -272.31 GBT -272.31 519.632 -237.826 -237.826 sederhana. Berikut hasil perhitungan GBT dibanding dengan perhitungan FEM. dengan mengambil element untuk mendiskritisasi member GBT Ansys -272.31 519.632 -237.826 -164.494 68.290 -237.826 FEA -243.45dengan 561.395 -244.523 shell -217.453 69.012 -244.523519.632 561.395-272.31 -243.45 dan ditumpu FEA -243.45 -244.523 -217.453 69.012 % -11.9 7.4 perhitungan 2.7 24.4 dibanding 1.0 -244.523 2.7 561.395 7.4 -243.45 -11.9 Tabel 5.4 Validasi Longitudinal stress sederhana. Berikut561.395 hasil GBT dengan perhitungan FEM.
Node GBT FEA
1
%
-11.9 2
7.4 3
2.7 4
24.4 5
2.7 7
7.4 8
Tabel 5.4 Validasi Longitudinal stress Tabel 5.5 Validasi Horisontal Displasemen -272.31 519.632 -237.826 -164.494 519.632 Tabel 9 : Validasi 68.290 Horisontal-237.826 Displasemen Tabel 5.51 Validasi2 Horisontal Displasemen Node 3 4 5 6 -243.45Node 561.395 1 -244.523 2 -217.4533 69.012 4 GBT Node-272.31 1 519.632 2 -237.8263 -164.494 4 GBT -9.85 -9.85 0.46 0.46 FEA -243.45 561.395 -244.523 -217.453 GBT -9.85 -9.85 0.46 0.46 10 FEA -7.31 -7.31 -0.02 0.00 FEA -7.31 -7.31 -0.02 0.00 (A1-A2)/br -0.63 -0.32 0.06 0.06 (A1-A2)/br -0.63 -0.32 0.06 0.06
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
42
1.0 6
-11.9
-272.31 7 8 -244.523 561.395 -243.45 5 6 7 8 68.290 -237.826 519.632 5 6 7 8 -272.31 0.46 0.46 9.85 9.85 69.012 -244.523 561.395 -243.45 0.46 0.46 9.85 9.85 0.00 0.02 7.31 7.31 0.00 0.02 7.31 7.31 0.30 0.05 0.32 0.63 0.30 0.05 0.32 0.63 10
Tabel 5.6 Validasi Vertikal Displasemen Tabel 5.6 Validasi Vertikal Displasemen
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
Node Node
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
Gambar 9. Tegangan dan deformasi FEM Gambar 8 : Tegangan dan deformasi FEM 5.memiliki Kesimpulan perbedaan 1%.
Daftar Pustaka
2. Pergeseran/perpindahan node baik horizontal ṽr dan Generalized Beam Theory pada model penampang terbuka berpenegar dapat disimpulkan : vertical w̃ r memiliki perbedaan rata-rata 0.06 dan9. Tegangan [1] Schardt, dan R. (1989)., Verallgemeinerte Technische Gambar deformasi FEM Biegetheorie [Generalised Beam Theory]. Spring0.31 terhadap lebar dinding yang ditinjau, hasil de- 11 er Verlag, Berlin, Heidelberg formasi memiliki pola deformasi yang sangat mirip [2] Davies, J.M., & Leach, P., (1992). Some Applications of dengan elemen hingga. 5. metode Kesimpulan Generalized Beam Theory, Eleventh International 3. Metode Generalized Beam Theory memudahkan peSpecialty Conference on Cold-Form Steel Structure, mahaman perilaku struktur terhadap pembebanan Generalized Beam Theory pada model penampang terbuka St. Louis, Missouri, USA. berpenegar dapat disimpu dari kombinasi mode (lihat gambar 8). [3] Davies, J.M. & Leach, P., (1994). First-Order Generalized 11 Beam Theory, University of Salford, Salford, 4. Metode Generalized Beam Theory merupakan ELSEVIER. penyatuan teori klasik balok dan merupakan metode alternatif dari finite elemet method (FEM) dan finite [4] Davies, J.M. & Leach, P., (1994). Second-Order Generalized Beam Theory, University of Salford, Salford, strip method (FSM). ELSEVIER. Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
43
[5] Lech, P., (1993). The Calculation of Modal Cross-section Properties for use in The Generalized Beam Theory, University of Salford, Salford, ELSEVIER [6] Silvestre, N. & Camotin, D. (2002). First-order generalized beam theory for arbitrary orthotropic
materials, Technical University of Lisbon, ELSEVIER, Portugal [7] Hetenyi, M. (1946)., Beams on Elastic Foundations. University of Michigan Press, Ann Arbor, MI.
ESTIMASI KEKUATAN LAMBUNG KAPAL PASCA KERUSAKAN ESTIMATION OF THE SHIP HULL STRENGTH AFTER DAMAGED
Muhammad Zubair Muis Alie
Abstract The ultimate strength of ship hull is the most important to ensure the safety of ship not only in intact but also in damage condition. The International Maritime Organization (IMO) required in Goal Based Standard (GBS) to assess the ultimate strength of ship hull girder particularly in damage condition. The ultimate strength of ship’s hull for damaged cross section is performed applying simplified approach. The explicit expression of the neutral axis is given. The procedures of the ultimate strength analysis of the cross section under biaxial bending are presented for several loading and constraining conditions. As a fundamental case, the estimation of the ultimate strength is taken only for sagging condition. The simplified approach is used to estimate the ultimate strength due to the rotation of the neutral axis are proposed using the elastic cross-sectional properties and critical member strength. The effectiveness of the simplified approach is examined through a comparison with the progressive collapse analysis. Keywords : Ship’s hull, simplified approach, ultimate strength
Biografi Penulis
1. Introduction
A
Siswanto, bergabung dengan Biro Klasifikasi Indonesia sejak 2008, dengan pedidikan D3 Politeknik Perkapalan ITS Program Studi Desain Konstruksi Kapal dan S1 ITS dengan Jurusan Teknik Perkapalan dengan Konsentrasi studi Hydrodinamika dan pengalaman di galangan kapal 3 tahun sebagai Pengawas Produksi Repair dan Bangunan Baru. Awal bergabung di Biro Klasifikasi Indonesia ditempatkan di staf Devisi Lambung dan Material. Tahun 2010 – 2013 mendapatkan kesempatan dari BKI untuk melanjutkan S2 ITS dengan Jurusan Teknik Produksi dan Material Kelautan, dengan konsentrasi studi Konstruksi Kapal. Pada tahun 2013 sampai sekarang menjadi staf pengkaji IV pada Devisi Manajemen strategis. Konsentrasi bidang penelitian yang digeluti saat ini adalah konstruksi kapal.
Siswanto,ST, bergabung dengan Biro Klasifikasi Indonesia sejak 2008, dengan pedidikan D3 Politeknik Perkapalan ITS Program Studi Desain Konstruksi Kapal dan S1 ITS dengan Jurusan Teknik Perkapalan dengan Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau Konsentrasi studi Hydrodinamika dan penmenempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga galaman di Kapal), galangan kapal 3 tahun sebagai Pengawas Protahun kemudian. Setelahnya beliau sebagai Asisten Dosen di Biro duksi Repairdipercaya dan Bangunan Baru. Awal bergabung dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Klasifikasi Indonesia ditempatkan di staf Devisi Insinyur Perkapalan beliau terima pada Lambung 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada dan Material. Tahun 2010 – 2013 mendapatkan kesemtahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswauntukdari of Newcastle Jurusan patan dari BKI melanjutkan S2 University ITS dengan upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Teknik Produksi dan Material Kelautan,Doctor dengan konsentrasi Program Doctor. Gelar of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah studi sampai sekarang abad, tepatnyaKonstruksi sejak tahun 1965 Kapal. sampai 11 Pada tahun 2013 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan menjadi staf pengkaji IV pada Devisi Manajemen strategis. bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia. Konsentrasi bidang penelitian yang digeluti saat ini adalah konstruksi kapal. Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 Edisi 02di - Desember JTP-ITS,2014 dilanjutkan dengan program Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial of Jurnal University Teknik BKI
44
Newfoundland
Jurnal Teknik BKI 02-Juni 2015 Email:
Edisi (Canada).
S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of Newfoundland (Canada). e-mail :
[email protected] Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh hampir setengah sejak 1965 samadalah S1abad, di JTP-ITS,tepatnya dilanjutkan dengan program tahun S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di pai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa Memorial University of beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Newfoundland
[email protected]
(Canada).
Email:
[email protected]
Ship may experience accidental damages caused by collision, grounding, etc., which may influence the safety of ship and surrounding environment. In order to ensure the safety of ships and reduce the associated risks, the International Maritime Organization required in the Goal Based Standard (GBS) for bulk carriers and tankers the assessment of the ultimate strength in the specified damaged condition (IMO, 2009). The ultimate strength of ship hull girder is the most fundamental strength to ensure the safety of ship not only in the intact condition but also in the damaged condition. Many research have been performed on the assessment on the ultimate strength of ship’s hull for damaged ships. Paik, et al., 1998, developed a procedure to identify the possibility of the hull girder failure after collision and grounding damages based on the closed-form formulae of the ultimate hull girder strength and section modulus after damages. Notaro, et al., 2010, carried out full nonlinear FE assessment of the hull girder capacity in intact and damage conditions. They found that the effect of damage extent in vertical and transversal direction is more critical than its longitudinal direction, and that the damage varies the location of the neutral axis including higher stresses in proximity in the damage areas.
Another approach widely employed for the prediction of the ultimate strength is the Smith’s method (Smith, 1977) known as the incremental-iterative approach in the IACS Common Structural Rules (IACS, 2010). The aim of the present study is to assess the estimation on the ultimate strength for intact and damaged condition taking the influence of the rotation of the neutral axis into account of asymmetrically damaged ships under predominantly vertical bending. An explicit expression of the position of the neutral axis is given. The procedures of the progressive collapse analysis of the cross section under biaxial bending are presented for several loading and constraining conditions. Applying the developed system, a series of progressive collapse analysis of bulk carriers and double-hull oil tankers having collision damages at the side structures is performed, and the reduction of the ultimate strength due to the rotation of the neutral axis is investigated. For a sagging condition, a simple formula to estimate the ultimate strength and its reduction rate due to the rotation of the neutral axis is proposed using the elastic cross-sectional properties and the critical member strength.
45
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
(2)
D HV V0 (8) M V DVV DVHD HH IIHVVVIIzHVCM zG I HH Cu (6) u yC 1 yGI HH M (12) V Substituting Eq. (6) to Eq. (1), bending V VV V the z I y y I z D HH I MC G HH E I C I G I HV EI M EI stress i is given by (2) On the other hand, when the rotation of The ultimate strength is calculated from the the where E is Young’s modulus, Di is Substituting Eq. (6) to Eq.when (1), thethe bending On the other hand, rotation of The ultimate strength is calculated from the M EI EI 2 2 I IVV I HV value 0 - V curve. (12) DVH Dthe neutral axis is HHfixed (Case 2), u the ultimate IuHHIVV I HV HV 0 MV peak yi yG I HV zi M zG u IHH stress u (8) (8) M DVH D HVof V (12) M Vi is given C 2(7) byfixed (Case V DVV stiffness of element, 𝜙� and 𝜙�where areE is iYoung’s M D V the Mneutral C z I 2), the ultimate modulus, D is y y I z i I I I V VV V axis is D D D V HV C u G HH 2 HH VV C HV G peak value ofHHthe (8) M D 0 MV - V curve.(12) VH HV D MVu ystrength I HH IVV I HV C yG I HV zC zG I HH C HH to Eq. (8) is given V VV Case V I 2:DConstrained Vertical Bending yG y IHVy corresponding I zC zzG z IHH (7) stiffness ultimate HH horizontal and vertical curvatures. yG and zG of element, 𝜙� and 𝜙� are ystrength C On theIcorresponding other hand, Mwhen the (8) rotation of The to Eq. is given strength is calculated from the I I Case 2: Constrained Verticalfrom Bending On other hand, of when the rotation of The ultimate strength is calculated Thevertical termscurvatures. including thezthe cross moment by horizontal and yG On and The vertical bending moment isthe applied to G the other hand, when the rotation of The ultimate strength is calculated from the are Ethe coordinates of the point G in Fig. 1 is Young’s modulus, Di is the stiffness of element, The ultimate strength is calculated from the peak value of resent the effect of the rotation of the neutral axis. neutral axis is fixed (Case 2), the ultimate 2. Estimate Of Residual Hull Girder Strength where curve. peak value of the M by The terms including the cross moment of V V moment is applied The vertical bending to is fixed (Case 2), the ultimate peak IVVthe inertia, represent effect of curve. value of the M are they coordinates ofIthe G inneutral Fig. the 1 axis HV, point V V u u (9) ϕ and ϕ are horizontal and vertical curvatures. and z the M ϕ curve. the cross section with the horizontal In Sagging Condition M H V G G V V neutral axis is fixed (Case 2), the ultimate V strength C corresponding to Eq.of(8)theis given represent the effect inertia, IHVz, I peak ofcross the MVsection - VVertical curve. and G is the axial strain increment at the Case Constrained Bending u Case2 (9) value C VV zG u residual hull girder strength the2: with the horizontal Mcorresponding and G isisrotation the at theis assumed are the coordinates of the point G in Fig. 1 and theaxial strain Here, it strength V Case2 that the Cto Eq. (8) is given of theincrement neutral axis. Case 2: Constrained Vertical Bending z z curvature constrained. Only vertical rotation of the neutral axis. C G by u strength corresponding (8) iswhen given The vertical bending moment is applied to 2 MVtoisEq. Case 2:Case Vertical Bending point G.increment When yGatand are G. given bypoint strain thezG point When yGEqs. and zG are yG and zG are given attained a strength critical 2 :D Constrained Bending in by the sagging condition In the Smith’s method, a hull girder is divided into longitu- axial Ireduction Constrained 0 Vertical G. When Eqs. The D u curvature constrained. Only vertical HH I VV I HV rate of uthe ultimate (8) VH HV (12) by C residual hull Mthat moment Here, it is assumed residual hull M V vertical (9) D V The is applied to rotation V the Here, it is assumed VV bending IVV u I curvature is increased, and thus no by Eqs. (3) and (4), member at the location of (G uythat , of zcthe )the reached its ultimate The reduction rate ultimate strength dinal elements composed of a stiffener and attached plat- given y y z z I the cross section with the horizontal D c HH by M C G HV C HH V C (3) and (4), The bending moment is applied to rotation (3) and (4), due toCase2 the the neutral axis in thevertical zrotation curvature is increased, and no C 2 z girder strength inG the ofsagging condition M u I,VVnamely The vertical bending moment is thus applied to the cross secu u (9) ing, which are assumed to act independently. Assuming girder strength instrength, the sagging condition the cross section with the horizontal Ito Ithe rotation I HV V D D M u u HH VV (8) 0 of the neutral axis takes place. This VH HV curvature constrained. Only vertical V C due of the neutral axis in the (12) I N N Case2 M u (3) u VV (9) M D On the other hand, when the rotation of V C z z TheV ultimate strength is Vcalculated from the loading the cross section the horizontal u G reduction rate of the ultimate strength y (3) y D A / D A tion the horizontal curvature constrained. Only verC The M V Case2 yMV ofVVwith with that the cross section remains plane and considering the framework of the proposed approximate is attained when a critical member at C z2C y I z I the neutral axis takes place. This loading D u yG yi Di Ai / Di Ai C G HV G HH 0 is attained zC zImember DVHisHH Dincreased, when MV ua critical u HH I VV I HVat curvature constrained. Only vertical G (8) HV (12) curvature and thus no rotation M condition can be simulated by increasing framework of the proposed approximate (3) tical curvature is increased, and thus no rotation of the V i 1 i 1 M V DVV constrained. nonlinear load end-shortening behaviors of each element, V neutral fixed 2),Cthe theratio ,zGzCI)by reached itsultimate ultimate the location of (y(Case curvature Only vertical peak of the Mcan curve. The reduction rate ultimate strength rotation neutral axis in(8) theto value V - V yaxis yGis Ito is zof Cthe D C due HV the C HHofthe approach given of Eq. HH condition be simulated by increasing On the other hand, when the rotation of (4)reduction The strength istakes calculated from the (8) ultimate neutral axis takes place. This loading condition can be simz z D the A / location its ultimate rateis of the by ultimate strength the bending moment-curvature relationship of the cross the neutral axis place. loading C) reached curvature isvertical increased, and thus noThis rotation D A of (yC, zThe curvature V under the condition approach given the(8)axis ratio of Eq. (8) to ofthe N N strength, 𝑀� � ,of namely strength corresponding to Eq. is given (4) framework of the proposed approximate curvature is increased, and thus no rotation due to the rotation the neutral in the Case 2: Constrained Vertical Bending z z D A / D A ulated by increasing the vertical curvature ϕ under the section is obtained. The translation of the neutral axis of i i i G i i On the axis other when 2), the the rotation of peak Eq. (9) as The ultimate strength calculated V the of vertical curvature VThis under thethe condition neutral is hand, fixed (Case ultimate - issimulated curve. value the Mtakes condition can byfrom increasing Vbe Vplace. � , namely due to the rotation of the neutral axis in the i 1 strength, 𝑀 i 1 of the neutral axis loading � Eq.uapproach (9) as Onby the other hand, when the rotation of neutral is condition ofthat ϕtakes = 0, place. that is, This loading of H=0, the cross sectionHowever, due to the progressive failure of structurthey expressed the biaxial and IHH, IVV, IHV and IVH are the moment of (4) isproposed given by the ratio of Eq. axis (8)of to V is, 2 neutral axis framework of the approximate The vertical bending moment is applied to I2), I HV zC zGthe neutral axis is ultimate fixed (Case the ultimate However, they expressedthethe biaxial biaxial and and IIHH and IVH are thethe moment of of Mcorresponding HH,, IVV VV, IIHV However, they expressed and I are moment peak value of the M curve. HH I VV(8) strength to Eq. is given HV VH V V V of =0, that is, the vertical curvature V under the condition H fixed (Case 2), the strength corresponding to Eq. Case 2: Constrained Vertical Bending proposed approximate frameworkuEq. ofu (9)the 2 al elements is considered. The ultimate bending capacity is condition can be simulated by increasing IHVVV IzHV zCI zG M VIVVM V u as yC yGI HH I z I 0 M D D bending moment-curvature relationship and in I inertia of the cross section given by u (9) H HH HV C G HH VV condition can be simulated by increasing (13) approach is given by the ratio of Eq. (8) to CASE2 the cross section with the horizontal by M , IVVof, Ithe and IVH section the given moment of inertia of the (8)by is Vgiven u D strength corresponding (8) given defined as the peak value of the bendingrelationship moment-curvaC bending moment-curvature relationshipinin inertia inertia byby HM that applied HH HV cross 0 =0, is,HHVertical Case 2:ofConstrained Bending Case2 the ratio Eq. yCto yEq. z2Cis (8) zG I to Ithe 0the D bending moment-curvature of the cross are section given The vertical moment is to zCisMzgiven V CASE2 by Hbending HV G I HVof HH VV approach uG M D D (13) vertical curvature under condition V VV V VH V I HH IVV I HV zC(10) zG M cross section given by (13) Only secant moduli, and thus the post0 ture relationshipterm of theofcross section. Eq.u (9) as I V M uu the vertical moment under condition curvature constrained. vertical Mcurvature the VD (10) V D DVH VV0 V by term of secant moduli, and thus the post y y I z z I I M D V The vertical bending is applied to H HH HV C G HV C G HH VV VV (9) z - zG (13) CASE2of the ultimate strength the cross section with term of secant moduli, and thus the postEq. (9) as rate M V Case2 The reduction is, The solutions C when the location of the critical member that of isH=0, are 0 the horizontal D z - zzG 2 ultimate strength behavior could not be u DVV and zC zG M VH are (10) V increased, Vthus I I I z z curvature is no rotation z z M I of =0, that is, G HH VV HV C G H (9) The solutions when the of the critical (9) member is cross The solutions are Only VV ultimate behavior not be When the cross sectionstrength is geometrically and could mechanically 2 z the section with the horizontal u location M VVuu Case2 curvature constrained. vertical Ibe IVV Isame zCIin z1 due toVu the rotation axis the M ultimate obtained strength could not and be IIHH, ,IIVV, ,IIHVand HH HV z in G and Case assumed theneutral Case V M (14) G yCCthe toyof Ithe D DHV moment isM H The M V0 ,0 M V DVV V0 (13) D z z HH HV Glocation HV zCof G Icritical HH VV member H However, they expressed the biaxial arethe thez moment of H in behavior the casethe of C However, they expressed biaxial of when the CASE2 solutions are VHare u symmetric with respect to the centerline andprescribed subjectedand tobiaxial HH VV HV andIIVH TheMreduction rate of the ultimate strength 0 0 of the neutral axis takes place. This loading yC toyGbe zsame I HHCase IVV 1 and curvature 0 M D D 0 I HVthe assumed Case , (14) V CASE2 obtained in the case of prescribed biaxial H H HH HV C zG in M D M D (13) constrained. vertical M V D DHV H increased, VOnlyVV V isVH no rotation ro(10) VV VVand thus Theframework reduction rate the proposed ultimate strength due to thecurvature (14) of of the andneutral IHH y expressed the biaxial , prescribed IVV , IHV and biaxial I horiare the moment of vertical bending moment, the axis is always D 0 2. assumed 0 H obtained in the loading, case ofrelationship to the sameapproximate in Case 1the and Case , M The to reduction rate ofbe the ultimate strength DVVVthe VH V0 increasing Instantaneous bending moment-curvature relationship inVH inertiaof ofthe thecross crosssection section givenby by horizontal bending(14) moment M moment resulting in in the difficulty bending moment-curvature inertia given HDHVisbe due the rotation of the neutral axis in M V M H can (10) V V DVV by condition simulated IHH However, they expressed the biaxial and tation , IofVVthe ,the I2. and Iaxis the momentofofthe proposed neutral the framework Instantaneous neutral axis moment the difficulty HV VH in zontal and moves onlyloading, verticallyresulting during theincollapse pro curvature isHincreased, and thusThis nobending rotation M is the horizontal neutral axis takes place. loadingmoment when location ofare the critical is of Thethe solutions are approach is given by the ratio ofmember Eq. in (8)the to nt-curvature relationship in inertia of the cross section given by neutral axis 2. D Instantaneous moment loading, resulting in the difficulty due to the rotation of the neutral axis term of secant moduli, and thus the postin determining the ultimate capacity. M is the horizontal bending moment approximate approach is given by the ratio of Eq. (8) to Eq. the horizontal bending moment necessary for conterm of the secant thus the postnecessary for constraining the horizontal H is framework of the proposed approximate cess. When crossmoduli, section isand asymmetrically damaged, when the location of the critical member is The solutions are G (y , z ) G G the vertical curvature V under the condition D neutral axis bending in inertiaassumed of the cross section given by in determining the ultimate capacity. relationship V of the neutral axis takes place. This loading 0 0 G (yG, zG) z z- -zGzG moment-curvature necessary for constraining the horizontal can beMhorizontal simulated by increasing be the same CASES in Case 1 and Case condition (14)ultimate strength (9)Eq. as (9) astoANALYSES The M H straining DHV V0 , the DVV Vcurvature. V moduli,however, and postthe the neutral axis behavior rotates andcould the problem needs Vconstraining D necessary for the horizontal 0 framework of the theby proposed approximate ultimate strength notthe beprogressive Based on the observation of ultimate strength behavior could not be curvature. The ultimate strength strength is inthus determining the ultimate capacity. zz assumed3. to be same inratio Caseof 1Eq. and(8) Case approach isANALYSES given theCASES to of , (14) M D M D G (y G, zG) H HV V V VV V =0, that is, z z H 3. G strength is calculated from the peak value of the Based on thebending observation of the progressive termof secant moduli, andV thus the postto be treated as a biaxial problem. The external 2 condition can be The simulated by increasing u curvature. ultimate strength strength is MV - ϕV 2. 3. ANALYSES CASES the vertical curvature under the condition I I I z z V M HH VV HV Bending C G th behavior could not be Case 1: Pure Vertical z curvature. The ultimate strength strength is M is the horizontal bending moment V H y given by approach z - zGthe ratio of Eq. (8) to obtained incollapse the case ofafter prescribed biaxial behavior of bulk carriers and obtained in the case of prescribed biaxial HH curve. Comparing 1 and value Case 2,ofthe calculated fromCase thebending peak theinfluence MV-V of the 2. M(9) O u as is Eq. loads in the heeled condition Based on the observation of the the progressive and horizontal moment M 1: z Pure zC Bending yG Vertical I HV zBending IVV DHH DHV 0 under Case Pure MH yC1: collapse behavior of suffering the bulkdamages carriersreV CASE2 H is the G I HH ultimate Ostrength behaviory could not be (13) the vertical curvature the condition Case Vertical V calculated from the peak value of the B =0, that is, of (10) rotation of the neutral axis on the residual vertical to H calculated fromthe peak value of the MV-VMV-Vbending The verticalI bending moment is applied quire the biaxial bending calculation Smith and Pegg, Dfor constraining H case of prescribed biaxial 2 necessary the 1horizontal u (9) as Eq. Instantaneous moment loading, resulting the difficulty tankers with the top-side damage, an Instantaneous M V curve. DVV V0 Case moment loading, resulting ininalso. the difficulty B IVV I HV z(10) zG Comparing and Case 2, the y VH M HH C collapse behavior of the bulk carriers and V TheThe vertical bending is applied applied necessary foris, constraining neutralaxis axis neutral tankers withrepresentation the top-side damage, strength can be examined.the horizontal vertical bending moment moment is toto 2003, gave more explicit of the bendingan H obtained inO the case of prescribed biaxial u of =0, that H 3. ANALYSES CASES curve. Comparing Case 1 and (13) Case M Comparing 1 andstrength Case 2, isthe 2, the yC section yGI IIHV with IVV M H curve. DHV 0 Case 2C zGno the DThe strength I HHconstraint the cross oncurvature. V CASE2 HH g, resulting the difficulty ultimate DD B Fig. 1 Instantaneous neutral axes for the analysis Izmember zassumed determining theultimate ultimate capacity. M VuANALYSES attempt is made toInstantaneous estimate the ultimate ininin determining the capacity. HH VV critical HV C zG is to when the location of the critical is be influence of the rotation of the neutral axis 3. CASES when the location of the member G (y , z ) The solutions are moment-curvature relationship, including the centroidal G (y , z ) G G G G 0 neutral axis Fig. of 1 Instantaneous neutral axes themoments analysis crosssection sectionwith with no no constraint constraint on ultimate strength is tankers withis the damage, an thethe cross oncurvature. attempt made top-side to estimate the ultimate Vresulting for the M V influence DThe DVVthe V relationship of bending Instantaneous loading, the difficulty the VH M Vu1:inPure incremental of rotation of thestrength neutral axis Vertical zC zG In yand IBending I HH this IVV case, 0V rotation M D Fig. 1 :moment Instantaneous neutral axes for in and (10) Case D the influence of of the neutral axis H The HH HV C yCase Gcurvature. HV 2. the same Case 1 analysis procedures common for all cases are summaD (13) horizontal the CASE2 position of neutral axis. However, they expressed the biof incremental relationship of bending moments and neutral axis Vertical Bending he ultimateBased capacity. calculated from thepeak value of the MVstrength - V on 0 residual Based onthe the observation of theprogressive progressive strength in theof sagging condition using on observation the G (yG, zthe curvatures. G) 0 0 bending (14) Case 1: Pure the vertical can assumed to be the same in Case 1 and Case , the analysis of incremental relationship of bending M D M D horizontal curvature. In this case, the M D D H HV V V VV V Fig. 1 Instantaneous neutral axes for the analysis V horizontal curvature. In this case, the calculated from the peak value of the M strength in the sagging condition using the curvatures. (10) V VH VV V V V D rized as, attemptmoment-curvature is made to estimate thein ultimate axial bending relationship term of onon thethe residual vertical bending strength can can whenvertical thehorizontal location of the critical member is vertical The solutions are in determining the ultimate capacity. The bending moment is applied to residual vertical bending strength G (y G, zG) moments and curvatures. curvature as well as the bservation of the progressive curve. Comparing Case 1 and Caseinto 2, elements the of incremental relationship of bendingyymoments and V as thetovertical collapse behavior of the the bulk bulk carriers carriers and elastic cross-sectional properties and the collapse behavior of and vertical bending momentas applied OO be examined. 3. The Analyses Cases 1. the Subdivide the cross-section composed horizontal curvature asiswell well 2. secant moduli, and thus the post-ultimate strength behavhorizontal curvature asCase the vertical M is horizontal bending moment elastic cross-sectional properties andthe the curvatures. N Based Hsolutions 0 are 0 curve. Comparing Case 1 and Case 2, the be examined. when the location of the critical member is The N assumed to be the same in Case 1 and strength in the sagging condition using , (14) on the observation of the progressive M D M D the cross section with no constraint on the B be examined. 2 2 B H HV V V VV V of stiffener and attached plating. curvature is isinduced under condition ior could not be obtained in the case of prescribed influence of the rotation of the neutral axis for all I HHN y yi 2yG Ai , IVVN or of the bulk carriers and zi 2zG Ai tankers with themember top-side damage, anbiaxial critical strength. curvature induced under the the ofof The tankers with the top-side damage, an O the crosscurvature section with no constraint oncondition the necessary analysis procedures common 0 0the The analysis procedures common for all relationship I HH yii1 yG Ai , IVV z is induced under the condition of for constraining horizontal critical member strength. influence of the rotation of the neutral axis assumed to be the same in Case 1 and Case i , (14) i 1 zG Ai Case 1 : Pure Vertical Bending 2. Derive the average stress-average strain M D M D y 2. moment loading, resulting in the difficulty in determining H HV Vanalysis V VV V collapse behavior of the bulk carriers and horizontal curvature. In this case, the to elastic cross-sectional properties andB Fig. the The procedures common for all OThe incremental M is the horizontal bending moment H i 1 i the 1 theanalysis M =0. equation be H Fig. 1 Instantaneous neutral axes for analysis =0. The incremental equation to be M 1 Instantaneous neutral axes for on the residual vertical bending strength can H the top-side damage, an attempt made estimate thesection, ultimate thetotoelastic cross the bending isis For made estimate the ultimate horizontal curvature. In this case, the cases are summarized as, N N of individual elements, considering the 3. ANALYSES CASES N cases are summarized as, the attempt ultimate capacity. B =0. The asincremental equation to MHcurvature 2 bending 2 curvature. Theare ultimate strength strength is influences of For the elastic cross section, the bending 2. on be the residual vertical bending strength can incremental relationship of bending moments and ofofincremental relationship of moments and (5) N , M is the horizontal bending moment horizontal well as the vertical I I y y z z A cases summarized as, tankers with the top-side damage, an H I y y A I z z A i G i G i i G i (5) critical member strength. HV VH necessary for constraining the horizontal is moment The verticalsolved bending is applied to the cross secbuckling and yielding. i solved is 1 i-th Instantaneous neutral axesthe forHH the I HV Ianalysis strength the sagging sagging condition using the the strength the using curvatures. de to estimate the inin ultimate yiiG1 yG i zi VVzG A stress at Fig. thecondition element, i, curvatures. and horizontal curvature as well as the vertical be examined. 1. 1. Subdivide the the cross-section into elements Subdivide cross-section into elements ii 1 Case 1: Pure Vertical Bending iVH 1 solved is be examined. calculated from the peak value of horizontal the Minto stress at the i-th element, , and the i 1 V-of V individual elei (5) tion with no constraint on the horizontal curvature. In this 3. Calculate the tangential stiffness of bending moments and attempt is made to estimate the ultimate Fig. 1 curvature 3.Instantaneous ANALYSES CASES Based on the observation of of theincremental progressiverelationship collapse behavneutral axes for the analysis is induced under the condition of 1. Subdivide the cross-section necessary for constraining the DHH DD curvature. Theprocedures ultimate strength strength iselements 0 0 DHH For the elastic cross section, the bending (11) HVHV HH The analysis common for all (11) elastic cross-sectional properties and the composed of stiffener and attached plating. Under the pure vertical bending moment of elastic cross-sectional properties and the N saggingiorcondition using the bending relationship of bending applied curvature under the condition of curvatures. composed of stiffener and attached plating. The bending moment to curva0 case, thevertical horizontal as moments well as the vertical ments, from the average stress-average strain curve of incremental relationship and is0induced curvature is of the bulk carriers andmoment-curvature tankers with the relationship top-side dam-are are DVH D D moment of(5) The procedures for all 3. ANALYSES curve. Comparing Case 1 common andand Case 2, the VM equation V CASES VH0V HVVV bending moment-curvature NNIUnder M DHH DD (11) analysis IVH the pure yi vertical yNGN zi in zbending A Case 1: Pure Vertical incremental VH Bending VV M =0. The to be HV Gthe curvature. The ultimate strength strength is composed of stiffener attached plating. H 2 2 strength 2 2 i sagging condition using the curvatures. calculated from the peak value of the M 0 Under the pure vertical bending moment of Case 1 ture is induced under the condition of M =0. The increat the present strain. , Vstrain V 2. Derive the the average stress-average an attempt is made to estimate the ultimate strength are summarized as, IHHHH Aii i, IVVH =0), zG AAi i Ithe yyGG A1 IVV 1(M stress atrespectively the i-th element, and vertical zzthe critical member strength. V H on M V incremental DVV constraint critical member strength. yyi iCase expressed as i, and =0. The be cases M i i zGhorizontal ctional age, properties and the Derive average stress-average strain the section with no the D equation VH H cross where the superscript '0' toindicates a a are2. 1 (M horizontal and vertical cases summarized as, Case 1: Pure Vertical Bending i1and 1 H =0), i the i i11Case influence of the rotation of the neutral axis respectively expressed as cross-sectional (M =0), the horizontal vertical curvatures are given by mental equation to be solved is 4. Calculate the centroidal position of strain the instantaThe vertical bending moment is applied to N elastic N in the sagging condition using the where the superscript '0' indicates solved is 2. Derive the average stress-average H 2 calculated from the peak value of the M V V elastic cross-sectional properties and the 2 relationship of individual elements, curve. Comparing Caseof1 and Case 2, the 1. Subdivide the cross-section into elements , curvatures are given by For the elastic cross section, the bending For the elastic cross section, the bending Under the pure vertical bending moment of I y y A I z z A (1) solved is relationship individual elements, bending moment-curvature relationship are horizontal curvature. In this case, the strength. where the superscript '0' indicates a E y y z z N neous neutral axis y and z . i member HH VV i G N i N Nvalue. The solutions are prescribed properties and thei critical G H strength. i i G GV i G into G curvatures arezgiven by Subdivide thevertical cross-section elements The vertical bending moment to 1. 2 is applied on theconsidering residual bending strength can (5) i E yi yG H zii 1 zG V (5) the section constraint onare the 1 (1) solutions DHVwith IVH z A Ii IHV IVH relationship of individual elements, 0yicross yGprescribed 2D value. zHno The yyi iyyGGzizcritical theCase influences of buckling and curve. Comparing 1 and Case 2, axis HH, HV i I A I z A GG Ai i member strength. (11) influence of the rotation of the neutral 5. Evaluate the flexural stiffness ofthe the cross HH i VV i G i composed of stiffener and attached plating. I M 1 stress at the i-th element, , and the i11 1 stress at the i-th element, , and the i H HV V 0 D D D i considering the influences of buckling and section 0 i horizontal curvature as well as the vertical Case (M =0), the horizontal and vertical prescribed value. The solutions are cross section, the bending H (6) HH HV HV H0 , respectively i i 1 1 (11) and expressed as N M D D I M H 2 HV V 1 composed of stiffener and attached plating. the cross section with no constraint on the V VH VV V be examined. H V D horizontal curvature. In this case, the (6) (11) with respect to the instantaneous neutral axis. (6) the bending 0 For the elastic cross section,I the bending at the i-th HV considering thebending influences of buckling and I HH M and D E IFor IHVelastic influence of the rotation of the strength neutral axis Mmoment V (5) cross V IVH Ai HH I VV2the V0 V, section, ystress on theyielding. residual vertical can MNV DHVH D VV HH HV i yG zi zG Under 2. Derive the average stress-average strain Under the pure vertical bending moment of the pure vertical bending of I E I I I bending moment-curvature relationship are D bending moment-curvature relationship are yielding. curvature is induced under the condition of HH V V HH VV given HV by HV 6. the Calculate the stress-average unknown increments are i-th element, MyHthe EI i1 H element, the bending moment-curvature relation HEI HH (1) (2)curvatures (5) superscript D HH V0 , In i iE, and y zEI Derive average strain horizontal curvature. case, thea 2. and where '0'this The analysis procedures common for allof curvature and/ I HV IVH yHcurvature yi the i z G HV V horizontal well asindicates the vertical G zi zG Aias HH yielding. M iH GEI on the residual vertical bending strength can D HV H be examined. HH Substituting Eq. (6) to Eq. (1), the bending (2) , and the i 1 stress at the i-th element, where the superscript '0' indicates a Substituting Eq. (6) to Eq. (1), the bending stress is where the superscript ‘0’ indicates a prescribed value. The or bending moment under specified relationship of individual elements, condition. i V ship respectively are respectively V expressed Case 11 (M (MHH=0), =0),the theEq. horizontal and vertical vertical Case horizontal and expressed M expressed asasEIVV pure VH as EI EIUnder M H =0. The incremental equation to be vertical bending of (6) to the bending (6) moment I HV M(1), nt-curvaturerespectively relationship Substituting Eq. M V are EIVV the 1 of the individual elements, H V horizontal curvature as well as the vertical prescribed value. The solutions are cases are7. summarized as,strain increment VH V curvature given solutions are is induced under the condition of relationship Calculate individual elements and be examined. by stress moment-curvature The analysis procedures common forinand all 2 by Under the pure vertical bending moment of prescribed value. The solutions are is given considering the influences of buckling i bending relationship are curvatures are given by curvatures are given by I M (1) E I I I where E is Young’s modulus, D is the (1) solved is i E y y z z E y y z z V HH V HH VV HV from the curvature increment and then the stress inand vertical ii GG HH i i Case GG V V 1 (MH =0), the horizontal stress is given by (1) i pressed as i i D considering the influences of buckling and curvature is induced under the condition of 1. Subdivide the cross-section into elements 0incremental Young’s HV , M =0. The equation to be The analysis procedures common for all H M H where EI HHE is EI HV H modulus, Di is the H V D cases are summarized as, the slope of average stress-average y yGIIHVIHVHV I HH M (6) Case 1 (M crement using yielding. HV the0 ,horizontal and vertical MMVVzi zGexpressed HH are (2) and 𝜙 DHH stiffness curvatures 0 H=0), DHHV DHV H of element, 𝜙 (6)as (7) (7) 1i 1yi yGi respectively � and H IEq. zi zto andM stiffness are given by (11) V the bending 2 I HH HV (6) G � Substituting (1) Eq. (1), yielding. =0. The incremental equation to be M composed of stiffener and plating. zi zG V and H 2 EI EI of element, 𝜙 and 𝜙 are D 2 solved is I I I M 0 � � (7) strain curve. V VH VV V HH MV2 V HV IVVI IHVHV I IHH HH VV V cases are summarized as, attached HHM V V EE IiIHHHHIVV DVH by DVV V 1. Subdivide the cross-section into elements M V are given I HHI I HV y y z z 2 curvatures (1) VV E horizontal and vertical curvatures. y and z G G Ii HH IGVV VI HV i DVH D HV 0 EIHHHH EI EIHVHVand u Addaverage the obtained incrementsstrain of curvature, bending EI MMHH horizontal H (8) solved HHvertical yGIand 1 (12) 2. Derive8. the HV M Vz stress-average curvatures. (2) (2) DHV HV (6)given stress i terms is byMi Vu GtheyH cross DVVD M0V is HH The including moment ofI C where E is Young’s (11) 1. Subdivide the cross-section into elements is Substituting G The the modulus, 2D i y I z z composed of stiffener and attached plating. Substituting Eq. (6) to Eq. (1), the bending Eq. (6) to Eq. (1), the bending D where the superscript '0' indicates a I M M EI EI C G HV C G HH terms including the cross moment of inertia, I , rep(12) moment as well as strains and stresses of the eleEI H HH HV V 0 I HHin M 1 D (2)VFig. the cross moment ofHV E Iof I HV G V VH VV V M VV EIVHare VV V 1The terms including the coordinates HH Ithe VV point (6) V DVV and M DVH V 0 D relationship of individual elements, 2 are the coordinates of the point G in Fig. 1 HH HV H (11) 2. Derive the yi yG IHV I , represent zG I HH the effect of (7) zi On EI HV H inertia, the of stiffener attached plating. I HV I HH Jurnal Teknik BKI Jurnal Teknik BKI E I ultimate Vis HHI VV averageand stress-average strain stiffness of element, 𝜙�strain and 𝜙� stress are M (2) stress is givenIby by, HV iinertia, prescribed are from the composed iiis M given the other hand, when the rotation ofV The strength represent the EI effect of the where HV M V Dvalue. where E is Young’s modulus, D is the solutions DVVThe V0 calculated V E is Young’s modulus, D the 2 and is the axial increment at the i i is G VH Edisi 02- Desember 2014 Edisi 02 Desember 2014 Substituting Eq. (6) to Eq. (1), the bending M EI where the superscript '0' indicates a I I I EIVV V H HH HV H considering the influences of buckling and HH VV HV and G is the axial strain increment at the (2) rotation of the neutral axis. 2. Derive the average stress-average strain relationship of individual elements, D y y I z z I yi irotation yGG I HVHVof zithe IVHHHH Substituting (6) (1), the horizontal and ygiven zGEqs. 0 to neutral axis is(7) (Case 2), the ultimate HVof i zGM G EIVV (7) fixed , MEq. axis. peak stiffness of element, areandby V- V curve. stiffness of element, 𝜙𝜙�y�curvatures. Gneutral MM V VEI VH V H value Eq. the point G.vertical When zG𝜙𝜙�are i i where the superscript '0' bending indicates a yielding. �byare V prescribed value. The solutions are isand stress Gi and 22 Jurnal BKIWhen Jurnal Teknik BKI oung’s modulus, DiTeknik is G.the D TheIHere, terms including the cross moment of point yG and zGgiven are given by Eqs. IHHHH IVVIit IHV IVV 46 47 HH is assumed that the residual hull HV relationship theofinfluences individual elements, considering of buckling and 2015 Edisi 02-Juni 2015 Edisi 02-Juni strength corresponding to Eq. (8) is given is given by stress Here, it is assumed that the residual hull i are the and coordinates of the point G in Case 2: Constrained Vertical Bending horizontal and vertical curvatures. y and z horizontal y z Gand GFig. 1 G G (3) vertical and (4), curvatures. is the where E is Young’s modulus, D prescribed value. The solutions are i D HH (4), i yi yG I HV zi zG IThe H HV V0 , lement, 𝜙� and (3)𝜙and inertia, I(7) , the represent thesagging effect of the The terms including the cross cross moment of condition girder strength in the including moment of M Vterms HV � are considering the influences of buckling and yielding. 2 D by N N y y I z I moment is applied to girder strength in the sagging condition The vertical HH zbending I I I M V EIVH
EIVV V
and
H
HV
V
H
HH
HV
H
V
VH
VV
V
i
HH VV
i
G
HV
HH VV
N
G
N
i
i 1
i
i
N
G
i 1
i 1
i
i
i
i
N
i
i
i
i 1
2 HV
i 2 HV
HH
G
V
V
HH
V
axis, obtained by Eq. (10) and the
cases.
progressive collapse analysis. ments to their cumulative values. 9. Calculate the position of the neutral axis with respect to the cumulative values of stress and strain. 10. Proceed to the next incremental step.
4. Result And Discussion Fig. 4 shows a comparison of the ultimate strength obtained by Eq. (8) and the result of the progressive collapse analysis. Two locations of the critical deck elements are considered as shown in Figs. 2 and 3. B1, B2 : L1 at the center line, and L2 at the hatch coaming
ss of the :: LL11 at the damaged ess of onT2 at side the center center line, line, and and LL22 at at the the T2
verage of from the damaged side shell verage T2distance distance of B/4 B/4line, from side shell : L1 at the center andthe L2 atdamaged the distance of B/4 from
damaged side shell L1 of bulk carriers, the resent theFor the present For the location location L1 of bulk carriers, the
of of the the
strength of the element isis Forultimate the location L1 of bulk the ultimate strength ultimate strength of carriers, the critical critical element of the critical element is evaluated by using that of the evaluated evaluated by by using using that that of of the the element element at at LL22.. element at L2. LL11
of of the the
LL22
the the
o
nts nts of of under under
nt nt in in
vature vature
Fig. Fig.22Damage Damagecase caseand andcritical criticalelement elementlocation locationfor forbulk bulk carrier carrier
Fig. 2 : Damage case and critical element location for bulk carrier
ement rement
LL11
verage verage
LL22
ts ts of of
ell ell as as
oo their their
al al axis axis
Fig. 3 Damage case and critical element location for oil tanker
Fig. 3 Damage case and critical element location for oil tanker Fig. 3 : Damage case and critical element location for carrier carrier oil tanker
The influence of the rotation of the neutral axis is larger for a larger damage extent in general. For the case of subject ships and damages under consideration, the influence is larger in bulk carriers than in tankers. Eq. (10) gives a relatively good estimate of the reduction rate. It can be a good basis of a rational expression of the influence of the rotation of the neutral axis on the reserved hull girder strength, as required in ship structural rule (IACS, 2012). More systematic analyses are definitely needed to develop the formula having larger applicability in ship types and damaged cases.
6 (×10is6 kNm) axis larger for a larger damage extent in (×10 kNm)
HULLST
HULLST
Estimate by Eq. (8)
Estimate by Eq. (8)
obtained for the for BKI the four four different different damage damage Jurnal Teknik 48obtained Edisi 02-Juni 2015
extents extents are are summarized summarized in in Fig. Fig. 4. 4. ItIt isis found found
(×106 kNm)
(×106 kNm) (a) Location L1
(b) Location L2
Fig. 4 : Comparison of the ultimate strength MV between the simplified method and the progress collapse analysis
(a) Location L1
(b) Location L2
Fig. 4 Comparison of the ultimate strength MV between the simplified method and the progress collapse analysis HULLST
HULLST MVCASE 1 / M VCASE 2
5. Conclusions The ultimate strength of asymmetrically damaged ships has been analyzed by the simplified approach presented incremental procedures under sagging condition. The influence of the rotation of the neutral axis due to asymmetric damages on the ultimate strength has been discussed. A simplified approach to estimate the ultimate strength of damaged ships under the sagging condition has been proposed. The following conclusions can be drawn : 1. The rotation of the neutral axis has a significant influence on the ultimate strength of asymmetrically damaged ships. 2. For the subject ships with the specified top-side damages, the effect of the rotation of the neutral axis on the ultimate strength is about 8% at max-
Estimate by Eq. (10)
Estimate by Eq. (10)
Fig. 5 : Comparison of reduction ratio of the ultimate strength due to the rotation of neutral axis between the simplified method progress collapse analysis 1/Case Fig. 5 Comparison of reduction ratio ofand thethe ultimate strength due to the(Case rotation of 2) neutral axis between
simplified method and the progress collapse analysis (Case 1/Case 2)
Jurnal Teknik BKI
ues ultimate strengths of 02 - Desember 2014 ues of of The The Edisi ultimate strengths of B1, B1, B2 B2 and and T2 T2
ep. ep.
The ultimate strengths of B1, B2 and T2 obtained for the four different damage extents are summarized in Fig. 4. It is found that Eq. (8) gives an estimate of the ultimate strength which is in good agreement with the result of the progressive collapse analysis. For bulk carriers, the critical element at the location L2 gives a better estimate of the ultimate strength. This is consistent with the observed collapse behavior in which the ultimate strength is attained when the topside tank region of the damaged side almost fully failed. The location L1 cannot well take account of the effect of the horizontal curvature induced by MV, resulting in a slight overestimate of the strength. In the case of tankers, the location L1 gives a better estimate of the residual strength than L2. This is also consistent with the failure behavior of T2 in which the ultimate strength is attained when the deck part almost fully failed. Fig.5 compares the reduction rates of the ultimate strength due to the rotation of the neutral axis, obtained by Eq. (10) and the progressive collapse analysis.
The influence of the rotation of the neutral
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
for
the
5. CONCLUSIONS
maximum and smaller
The ultimate strength of asymmetrically
damage extent. The reduction 49rate Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
smaller
imum and smaller for smaller damage extent. The reduction rate depends on the damage extent and location. 3. The ultimate strength of asymmetrically damaged ships under the sagging bending moment can be predicted using the elastic cross-sectional properties and the critical member strength with a reasonable accuracy.
References International Maritime Organization, Goal-Based New Ship Construction Standards, MSC 86/5, 2009. Paik, J.K., Thayamballi, A.K., and Yang, S.H., Residual Strength
Assessment of Ships after Collision and Grounding, Marine Technology, Vol. 35, pp. 38-54, 1998. Notaro, G., Kippenes, J., Amlashi, H., Russo, M., and Steen, E. Residual Hull Girder Strength of Ships with Collision or Grounding Damages, Proc. 11th Int. Sym. on Practical Design of Ships and Other Floating Structures, PRADS2010, Rio de Janeiro, Brazil, pp. 941-951, 2010. Smith, C.S., Influence of Local Compression Failure on Ultimate Longitudinal Strength of a Ship’s Hull, Proc. Int. Sym on Practical Design of Shipbuilding, PRADS, Tokyo, Japan, pp. 73-79, 1977. Smith, M.J., and Pegg, N.G., Automated Assessment of Ultimate Hull Girder Strength, J Offshore Mechanics and Arctic Engineering, Vol. 125, pp. 211-218, 2003. International Association of Classification Societies, Draft Harmonized CSR, 2012.
ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL TANKER YANG BERLAYAR DI PERAIRAN INDONESIA Siti Komariyah, Fredhi Agung Prasetyo, Mohammad Arif Kurniawan
Abstract The initial study to estimate corosion rate of ship structures in which operate in Indonesian waterways has been started. The thickness deduction of structural elements data of crude oil tanker which is operate in this area have been collected from thickness measurement reports in which collected during her periodic surveys from more than 4500 points. Common statictical analysis is used to review the variation of plate thickness reduction in each part of ship structural members. In advanced, this analysis is valuable data for ship structure design process, ship inspection and maintenance planning in correlation with corrosion allowance. Keywords : corrosion allowance, corrosion rate, thickness measurement
1. Pendahuluan
menggunakan prosentase untuk bagian konstruksi kapal.
engurangan kekuatan struktur kapal yang telah beroperasi beberapa tahun sebagian besar disebabkan karena masalah korosi dan kelelahan. Pengurangan ini berbanding lurus dengan bertambahnya usia kapal. Karena umur struktur lambung sangat dipengaruhi kedua hal tersebut maka penentuan corrosion allowance pada tahap desain serta penentuan jadwal perawatan sesuai dengan kondisi kapal memegang peranan penting agar kapal tersebut mencapai umur desainnya serta tingkat keekonomisannya masih terjaga.
Pada tulisan ini dipaparkan kajian mengenai pengurangan tebal pelat pada ruang muat kapal tanker klas BKI yang beroperasi di perairan Indonesia dengan menggunakan metode statistik. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan corrosion rate hasil penelitian sebelumnya. Beberapa prosedur terhadap proses klasifikasi yang berhubungan dengan data corrosion rate pelat konstruksi kapal juga diusulkan untuk dapat dilaksanakan bagi kapal klas BKI.
P
N LAMBUNG KAPAL PASCA KERUSAKAN SHIP HULL STRENGTH AFTER DAMAGED
apalan Muhammad Zubair Muis Alie, Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,
[email protected] Jurnal Teknik BKI
Banyak peneliti telah melakukan penelitian mengenai laju korosi pada struktur kapal yang beroperasi pada seluruh jalur pelayaran dunia (worlwide). Beberapa peneliti tersebut sebagian besar terafiliasi dengan badan klasifikasi Internasional, seperti ABS[6][7], KR[8] dan lain lain. Selain itu, mereka juga tergabung pada aliasi tertentu seperti TSCF. Menunjuk pada hasil yang telah didapatkan, maka secara spesifik laju korosi untuk kapal kapal khususnya klas BKI dan juga beroperasi di perairan Indonesia tidak/belum pernah diteliti. Hal ini berakibat ketiadaan acuan umum batas pengurangan tebal pelat konstruksi kapal klas BKI dan juga yang beroperasi di perairan Indonesia, tidak seperti halnya badan klasifikasi Internasional yang lain yang telah menggunakan acuan umum batas pengurangan ketebalan pelat kontruksi kapal, contohnya ; ABS dengan
2. Tinjauan Pustaka Korosi Pada Kapal Tanker Ada empat tipe korosi yang sering terjadi pada structural member geladak dan ruang muat kapal tanker [1] yaitu general corrosion, grooving corrosion, pitting corrosion dan edge corrosion. General corrosion terjadi secara merata pada permukaan yang tidak dilindungi. Secara tampak mata, pengurangan tebal karena proses korosi jenis ini sulit diprediksi karena tertutupi oleh kerak karat. Akumulasi dari general corrosion ini dapat menyebabkan perlunya penggantian pelat. grooving corrosion biasanya disebut ‘inline pitting attack’, sering ditemui pada las-lasan terutama pada daerah HAZ. Korosi ini disebabkan karena arus galvanis yang terjadi
Edisi 02 - Desember 2014
50
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
51
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
tergantung darimetalografi kegunaan antara tangki.daerah Misalnya karena perbedaan struktur HAZ dan logam dasar. Grooving corrosion dapat menyebabkan pada tangki muat, metode dan frekuensi konsentrasi tegangan dan selanjutnya mempercepat prospembersihan tanki sertaditemukan kadar sulfur sangat es korosi. Grooving corrosion dapat dalam logam dasar di mana lapisan telah tergores atau logam itu berpengaruh pada korosi. sendiri telah rusak secara mekanis. Pitting corrosion merupakan korosi lokal yang biasanya Mekanisme Korosi Pada Pelat Geladak disebabkan karena kerusakan coating pada lokal area. Pada permukaan yang dicat, penyebarannya bisa ke dalam Teratas Ruang Muat pelat dan memiliki diameter yang kecil sedangkan untuk Ruang muat kapal tanker pada vapor space permukaan yang tidak dicat, korosi ini akan membentuk Gambar 1 : Penampang melintang crude oil tanker [2] sumuran dengan diameter yang lebar tetapi tidak dalam merupakan lingkungan yang korosif karena Gambar 1. Penampang melintang crude oil dan akan tampak sama dengan korosi general. Pitting corpada daerah tersebut mengandung gas botinert dipercepat oleh sulfur dioksida (SO ) dan hidrogen sulfida rosion sering ditemui pada pelat alas dalam (innner tanker [2] 2 tom), pelat yang alas dan permukaan-permukaan pelatcampuran horison- (H2S). Unsur sulfur akan mengendap pada pelat ketika termerupakan tal. bentuk FeOOH pada lingkungan yang mengandung H2S bermacam-macam gas yang dapat dan H O. Hasil dari proses korosi ini yaitu endapan S akan Mekanisme terjadinya korosi pada bagian 2 Edge corrosion adalah korosi yang terjadi secara lokal pada mudah dikelupas karena terdistribusi secara berlapis. Karemempertahankan kadar oksigen dalam pelat geladak sama dengan reaksi ujung pelat, stiffener, girder, web maupun disekitar bu- nabawah lapisan karat ini tidak berfungsi sebagai pelindung, laju prosentase rendah untuk mencegah kaan. Pada penelitian ini korosi yang akan dibahas adalah korosi tidak terhambat oleh lapisan karat sehingga proses korosi atmosfer, bedanya hanya dipercepat korosi general yaitu pengurangan karena korosi(H ter-S) korosi akan terus berlangsung [2][3]. terjadinya ledakan dantebal hidrogen sulfida 2 oleh sulfur dioksida (SO2) dan hidrogen jadi secara merata.
yang merupakan gas hasil penguapan minyak Mekanisme Korosi Pada Pelat Alas Ruang Muat sulfida (H2S). Unsur sulfur akan mengendap Mekanismementah. terjadinya korosi padakimia kapal gas tanker sangat Komposisi inert pada pada pelatterjadinya ketika korosi terbentuk kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor Mekanisme pada FeOOH pelat alaspada ruang muat vapor space secara umum adalah ini akan berbeda tergantung dari kegunaan tangki. Misal- kapal tanker berbeda dengan pada pelat geladak. lingkungan yang mengandung H2S dan H2O. Pada nya pada tangki muat, metode dan frekuensi pembersihan pelat alas korosi yang terjadi adalah pitting corrosion se13%CO2-5%O2-5%H2O-0.2%H2SHasil dari korosi ini yaitu endapan S tanki serta kadar sulfur sangat berpengaruh pada korosi. dangkan padaproses pelat geladak adalah korosi merata. 0.01%SOx-N2 bal (Gambar. 1). Atmosfer akan mudah dikelupas karena terdistribusi Mekanisme Korosi Pada Pelat Geladak Teratas Ruang Muat Pelat alas ditutupi oleh ‘oil coat’ yang bisa berfungsi seyang korosif tersebut serta paparan siklis secara berlapis. Karena lapisan karatTumpukan ini tidak endabagai perlindungan terhadap korosi. kondisi basah dan akibatmerupakan perubahan pan, Crude Oil Washing dan lain-lain dapat menyebabRuang muat kapal tanker padakering vapor space berfungsi sebagai pelindung, laju korosi tidak lingkungan yang korosif karena pada daerah tersebut kan kerusakan pada ‘oil coat’ yang dapat mengakibatkan temperatur pada waktu siang (35-60°C) dan terhambat olehpitting. lapisanPada karat mengandung gas inert yang merupakan campuran ber- terjadinya korosi airsehingga laut, akanproses terbentuk mimacam-macam gas yang dapat mempertahankan kamalam hari (5-25°C) akan menyebabkan cro-cell dimana daerah dengan perlindungan yang rendah korosi akan terus berlangsung [2][3]. dar oksigen dalam prosentase rendah untuk mencegah akan menjadi anoda sedangkan ‘oil coat’ dan endapan pelat geladak mengalami korosi.
terjadinya ledakan dan hidrogen sulfida (H2S) yang merupakan gas hasil penguapan minyak mentah. Komposisi kimia gas inert pada vapor space secara umum adalah 13%CO2-5%O2-5%H2O-0.2%H2S- 0.01%SOx-N2 bal (Gambar. 1). Atmosfer yang korosif tersebut serta paparan siklis kondisi basah dan kering akibat perubahan temperatur pada waktu siang (35-60°C) dan malam hari (525°C) akan menyebabkan pelat geladak mengalami korosi. Mekanisme terjadinya korosi pada bagian bawah pelat geladak sama dengan reaksi korosi atmosfer, bedanya hanya Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
52
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
akan menjadi katoda, dan pitting corrosion akan berlangsung [4]. Untuk permukaan inner bottom plate yang dilindungi oleh cat zinc-primer, jumlah pitting corrosion berkurang jauh dibandingkan dengan yang tidak di cat [5].
Pengurangan tebal pada pelat alas ruang muat kapal tanker biasanya disebabkan karena pitting corrosion, yang terjadi karena beberapa hal, misalnya air laut yang terkonsentrasi pada satu tempat, cacat pada ‘oil coat’, adanya oxidizer misalnya iron oxide, iron sulfide dll [4].
Gambar 2 : Mekanisme korosi pada pelat geladak ruang muat kapal tanker [3]
geladakkorosi ruang terjadi muat kapal tanker secara linier[3] terhadap waktu (a). Model Laju KorosiGambar 2. Mekanisme korosi pada pelat karena Asumsi ini umum dan sering digunakan dalam analisa Gambar 3 menunjukkan model perkembangan korosi kekuatan struktur. Model kedua seperti pada (b) dimana daerahtebal dengan yangdan melonMekanisme Alas Ruang dimana pengurangan karenaperlindungan korosi meningkat yang digunakan untuk Korosi menilai Pada suatuPelat kondisi struktur[6]. jak secara drastis terhadap Model ‘oil terakhir adalah Perkembangan akan menjadi anodawaktu. sedangkan Muatkorosi dibagi menjadi dua. Tahap pertama rendah adalah ketika coating masih berfungsi dengan baik se- pengurangan tebal meningkat terhadap waktu dan akan Mekanisme terjadinya korosi alas coat’ dan ketika endapan akan tertutupi menjadi katoda, dan korosi mismenurun struktur oleh produk bagai penghambat korosi, sehingga padapada tahappelat ini korosi alnya kerak karat, scale dan berlangsung rust. belum terjadi. Tahap kedua, padatanker tahap kondisi su- pitting ruang muat kapal berbedacoating dengan corrosion akan [4]. dah menurun sehingga fungsi sebagai perlindungan koropada pelat geladak. pelat alas perkemkorosi Untuk yang engineerDalam permukaan menentukaninner laju bottom korosi, plate tradisional si berkurang. Pada tahap ini ada Pada tiga tipe model ing and analysis bangan korosi. yang terjadi adalah pitting corrosion dilindungi oleh catmenggunakan zinc-primer, metode jumlah simplified deterministic approach untuk menghitung proses tersesedangkan pada pelat tebal geladak adalah korosi pitting corrosion nilai berkurang jauh corrosion but yang menghasilkan nominal sebagian Model pertama pengurangan yang disebabkan merata.
dibandingkan dengan yang tidak di cat [5].
Pelat alas ditutupi oleh ‘oil coat’ yang bisa
Pengurangan tebal pada pelat alas ruang
berfungsi sebagai perlindungan terhadap
muat kapal tanker biasanya disebabkan
korosi. Tumpukan endapan, Crude Oil
karena pitting corrosion, yang terjadi karena
Washing dan lain-lain dapat menyebabkan
beberapa hal,
kerusakan pada ‘oil coat’ yang dapat
terkonsentrasi pada satu tempat, cacat pada
mengakibtanya terjadinya korosi pitting.
‘oil coat’, adanya oxidizer misalnya iron
Pada air laut, akan terbentuk micro-cell
oxide, iron sulfide dll [4].
misalnya air laut
yang
Gambar3.3 Mekanisme : Mekanismepitting pitting corrosion corrosion pada [3][3] Gambar pada pelat pelatalas alasruang ruangmuat muatkapal kapaltanker tanker
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
MODEL LAJU KOROSI Gambar
3
menunjukkan
model
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
53
waktu dan akan menurun ketika struktur
lebih besar dari hasil yang dipublikasikan oleh
tertutupi oleh produk korosi misalnya kerak
TSCF.
karat, scale dan rust. isme pitting corrosion pada pelat alas ruang muat kapal tanker [3]
Penelitian Paik et al [8] pada tanki ballast
Dalam menentukan laju korosi, tradisional kapal
tanker
dan
kapal
bulk
carrier
kondisi di kapal, coating dalam keadaan poor sehingga pengaruhnya terhadap laju korosi diabaikan.
engineering and analysis menggunakan menunjukkan bahwa laju korosi per tahun
ROSI
nunjukkan
model
metode simplified deterministic approach adalah 0.0466-0.0823 mm, dan laju korosi untuk menghitung proses tersebut yang dipengaruhi oleh kondisi coating pada tangki
yang digunakan untuk
menghasilkan
ondisi
adalah dengan memodelkan probabilitas menentukan corrosion margin untuk struktur
struktur[6].
dibagi menjadi dua. ketika coating masih
reliability
tahap ini korosi belum pada tahap kondisi
nominal
Pengukuran terhadap pengurangan ketebalan pelat dilakukan pada pelat geladak, pelat sisi dan pelat alas pada ruang muat kapal crude oil. Dari data pengukuran ketebalan pelat maka diperoleh sejumlah informasi statistik seperti yang terdapat pada Tabel 2. Pada pelat geladak, rata rata laju pengurangan tebal pelat per tahun lebih cepat dibandingkan dengan pelat sisi dan juga pelat alas. Sedangkan pelat alas memiliki laju pengurangan tebal pelat paling lambat diantara tiga lokasi tersebut.
sebagain yang bersangkutan. Kemudian, Paik et al.
corrosion addition. Pendekatan lebih rasional juga mengusulkan suatu persamaan untuk ketidakpastian
sebagai penghambat
nilai
menggunakan tanki ballast.
reliability-based format. Awalnya structural approach
digunakan
untuk 3. ANALISA DATA
menentukan safety factor. Metode ini terus Data-data tebal pelat diambil dari kapal dikembangkan dan terbaru adalah time single hull crude Oil Tanker kelas BKI yang variant
reliability
approach
Standard deviasi pada ketiga lokasi konstruksi kapal yang terpilih memiliki nilai yang hampir sama. Ketiga lokasi tersebut memiliki laju rata rata pengurangan tebal pelat pertahun lebih cepat dibandingkan hasil dari Wang[6], kecuali pada bagian pelat alas.
yang dibangun menggunakan baja normal strength
menggambarkan secara ekpilisit grade A dengan komposisi karbon Gambar 4 : Perkembangan korosi ketidakpastian dalam structural deterioration maksimum 0,21, Mn min 2,5xC , Si
Kondisi pelat geladak bagian atas tentu tidak sama dengan ketika kapal masih baru, dimana telah terjadi degradasi coating. Aktifitas diatas geladak, kotoran, oli dan tumpahan minyak yang tidak dibersihkan akan dapat merusak lapisan cat dasar pelat geladak yang dapat menyebabkan penurunan ketebalan pelat.
Berbeda dengan pitting corrosion pada pelat alas ruang muat yang terjadi secara lokal, pitting corrosion pada pelat geladak dimana coating sudah dalam kondisi poor bisa menyebabkan terbentuknya sumuran yang lebar dan dangkal, dan akan sangat berpengaruh terhadap penurunan ketebalan pelat geladak. Secara umum jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al[6][7], estimasi laju korosi yang didapat relatif lebih besar. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah data pengukuran ketebalan pelat pada penelitian tersebut lebih banyak jumlah titik sehingga jumlah dataanalisa yang data val-gelombang sehingga sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF id menjadi lebih baik. Dimana, Wang [6][7] menggunakan data, sedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: hasil pengukuran tebal pelat dari 140 single hull oil tank1. Data metocean yang reliabilitin rendah + 110.000 10%. er dengan titik pengukuran, yang dilaksanakan terhadap kapal oil tanker dengan panjang antara baik. 168-401 meter dan berumur antara 12-26 tahun dan 32 tahun.
Gambar Perkembangan korosi Metode ini3.dengan cocok digunakan maksimum 0,50, P max 0,035, S max 0,035. lebih [7]. rasional adalah me- Oiluntuk Tanker kelas BKI yang dibangun menggunakan baja modelkan probabilitas ketidakpastian normal grade A hampir dengan 97% komposisi karbon makmenilai struktur menggunakan kapal baik bangunan baru strength Kapal tersebut sepanjang orosi berkurang. Pada 4. Hasil Dan Pembahasan reliability-based format. Awalnya structural reliability simum 0,21, Mn min 2,5xC , Si maksimum 0,50, P max maupun kapal yang telah beroperasi serta tahunnya beroperasi didaerah perairan digunakan untuk menentukan safety factor. 0,035, S max 0,035. Kapal tersebut hampir 97% sepanjang modelapproach perkembangan Hasil estimasi laju korosi rata-rata, standar deviasi, nilai rencana pertama perbaikan pengurangan atau inspeksi dantebal Indonesia. Model yangdidaerah perairan Indonesia. Metode ini terus dikembangkan dan terbaru adalah time tahunnya beroperasi minimum dan maksimum untuk pelat geladak, pelat sisi pengembangan design baru.secara Dari beberapa kesimpulan diatas, maka 2. Pembagian area yang lebih baik variant reliability approach yang menggambarkan dan pelat alas pada ruang muat kapal tanker single hull disebabkan karena korosi terjadi secara linier Tabel 1 : Komposisi kimia pelat baja normal survey periodik seperti special survey, Tabel 1. Komposisi kimia pelat baja normal ekpilisit ketidakpastian dalam structural deterioration [7]. beberapa hal sebagai berikut diperlukan seperti yang terdapat pada Tabel 2. Dari hal hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Metode ini cocok digunakanAda untuk menilai struktur kapal beberapa studi(a). mengenai laju korosi Cmax Mnmin Simax Pmax Smax intermediate survey atau docking survey. daerah Pengurangan pelat dihitunglaju daripengurangan selisih terhadap waktu Asumsi ini umum dan pelat tebal geladak memiliki ketebalH W [m] baik bangunan baru maupun kapal yang telah beroperasi 1 1.1 0,21 2,5 x C 0,50 0,035 0,035 yang telah dilakukan, salah satunya adalah Dari Tabel 2 terlihat bahwa penurunan tebal korosi beran pelat per tahun yang tertinggi, sedangkan daerah pelat Data dikumpulkan dari +5000 titik pada tebal pelat yang diukur ketika kapal docking 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 serta rencana perbaikan sering atau inspeksi dan pengembangan 1 digunakan dalam analisa kekuatan beda-beda tergantung dari posisi pelat tersebut. Laju alas memiliki laju pengurangan ketebalan pelat pertahun Wang et al [6], berdasarkan database 0.1 design baru. kapal dengan panjang bervariasi antara 200 dengan pengukuran tebal pelat pada periode 0.9 Ketebalan pelat konstruksi kapal diperoleh rata-rata pengurangan tebal pelat tertinggi pada pelat yang terendah. Ketiga daerah tersebut, laju penguranpengukuran ketebalanyang pelat, yang kemudian Ketebalanpada pelat (b) konstruksi kapal diperoleh dari hasil Ada beberapa studi mengenai laju Model korosi telah struktur. kedua seperti 0.8 0.01lebih dari hasil pengukuran ketebalan pelat kapal sampai 250 meter, pelat dengan umur docking sebelumnya, dengan asumsi bahwa geladak dibandingkan dengan sisi danantara pelat20-30 alas, gan ketebalan pelat tinggi dibandingkan hasil dari pengukuran ketebalan pelat kapal yang dilaksanakan oleh ECMWF-Pex dilakukan, salah satunya adalah Wang al korosi [6], berdasardianalisa danetlaju dapat diasumsikan 0.7 disebabkan karena permukaan bawah pelat gela- Wang[6][7], daerah pelat alas. korosi yang dilaksanakan oleh perusahan yang telah tahun pada ketika pengukuran ketebalan korosi yang kecuali terjadi0.001 pada pelat adalah BMKG-Pex dimana tebal karena korosi perusahan yang telah diakui dan mendapat pengakuan kan database pengukuran ketebalanpengurangan pelat, yang kemudian data pada gelombang menjadi sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF sehingga 0.6 menggunakan metode Weibull distribution. dakanalisa berada lingkungan yang korosif karena penECMWF-CDF diakui pengakuan (approved) survey daridan BKImendapat pada saat kapal melaksanakan dianalisa dan laju korosi dapat diasumsikan menggunakan (approved) dilakukan. Sejumlah data pengukuran (+500 merata. Untuk pelat yang sudah diganti, data 0.5 garuh muatan dan gas inert pada ruang muat yang bisa 5. Kesimpulan data, sedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: Dimana, laju korosi untuk struktur bangunan BMKG-CDF 0.0001 meningkat dankorosi melonjak secaradari drastis seperti survey, intermediate survey atau metode Weibull distribution. Dimana, laju untuk periodik BKIspecial pada saat kapal melaksanakan mempercepat proses korosi, juga pada bagian atas pelat titik) diabaikan dan dikeluarkan dari sampel pengukuran tebal tidak dimasukkan dalam 0.4 laut dihitung yang dihitung dengan asumsi tersebut 1. Data metocean yang reliabilitinya lebih 10%. titik pada docking survey. Data dikumpulkan rendah dari + 5000 struktur bangunan laut yang dengan asumsi sehingga analisa dengan data gelombang menjadiyang korosif. Perlu sebuah garis lurus hanya untuk ECMWF 0.00001 geladak terekspose atmosfer Laju korosi pada tangki muat kapal tanker single hull dia0.3 terhadap waktu. Model terakhir data, karena ketidak validan data, seperti perhitungan ini. Sesuai kondisi di kapal, denganadalah panjang bervariasi antara 200 sampai 250 tersebut lebih besar dari hasil yang dipublikasikan oleh kapal baik. diingat bahwa data tebal pelat diambil dari pengukuran nalisa. Analisa ini berdasarkan data-data pengukuran ketesedangkan keakurasian BMKG lebih lebih akurat: 0.2 meter, dengan umur antara 20-30 tahun ketika data, pengukuTSCF. hasil pengukuran tebal pelat terdahulu lebih balan coatingpelat. dalam 0.000001 keadaan poor sehingga area yang lebih baik. Dari beberapa kesimpulan diatas, maka 2. Pembagian tebal pelat pada kapal-kapal yang berumur 20-30 tahun. pengurangan tebal meningkat terhadap 0.1 1. Data metocean yang reliabilitinya lebih rendah( + 500 10%. ran ketebalan dilakukan. Sejumlah data pengukuran kecil dibandingkan setelahnya, meskipun pengaruhnya terhadap laju korosi diabaikan. beberapa hal sebagai berikut diperlukan 0.0000001 0 Penelitian Paik et al [8] pada tanki ballast kapal tank- titik) diabaikan dan dikeluarkan dari sampel data, karena baik. er dan kapal bulk carrier menunjukkan bahwa laju koro- ketidak validan data, seperti hasil pengukuran tebal pelat H W [m] pelat konstruksi tidak diganti. Gambar 6 Comparison of cumulative probability density dan long term exceed area yang lebih baik. Dari1 beberapa kesimpulan diatas, maka 2. Pembagian 1.1 Tabel 2 : pengurangan tebal pada beberapa lokasi struktur pada tangki muat [mpy] si per tahun adalah 0.0466-0.0823 mm, dan laju koro- terdahulu lebih kecil dibandingkan setelahnya, meskipun Tabel 2. pengurangan tebal pada beberapa lokasi struktur pada tangki muat probability [mpy] of HW. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 beberapa hal sebagai berikut diperlukan si dipengaruhi oleh kondisi coating pada tangki yang pelat konstruksi tidak diganti. 0.1 0.9 Wang et al bersangkutan. Kemudian, Paik et al. juga mengusulkan HStruktur W [m] Nilai rata-rata Deviasi Min Max 1 1.1 [6][7]. 0.8 0.01 pelat suatu persamaan untuk menentukan corrosion margin un- Pengurangan tebal pelat dihitung dari selisih tebal 0 1 2 3 4 ECMWF-Pex 5 6 7 8 9 10 11 1 0.12 0.05 0.04 0.19 0.066 0.7Pelat geladak yang diukur ketika kapal docking dengan pengukuran 0.1 tuk struktur tanki ballast. BMKG-Pex 0.001 0.9 0.6 Pelat sisi tebal pelat pada periode docking sebelumnya, dengan 0.08 0.06 0.02 0.18 0.044 ECMWF-CDF 0.8 asumsi bahwa korosi yang terjadi pada pelat adalah korosi 0.01 3. Analisa Data 0.5 BMKG-CDF 0.0001 Pelat alas 0.06 0.05 0.02 0.14 0.085 ECMWF-Pex 0.7 merata. Untuk pelat yang sudah diganti, data penguku0.4 BMKG-Pex Standard deviasi pada ketiga lokasi ini. Sesuai 0.001 0.6 Data-data tebal pelat diambil dari kapal single hull crude ran tebal tidak dimasukkan dalam perhitungan 0.00001 0.3 54
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
0.000001 0.0000001
CDF
P EX (log scale)
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
CDF
CDF
P EX (log scale)
P EX (log scale)
run sehingga fungsi addition. Pendekatan
ECMWF-CDF
0.0001 0.00001
Pengukuran terhadap pengurangan ketebalan 0.5 0.2
Jurnal Teknik BKI konstruksi kapal yang terpilih memiliki nilai
0.1 dilakukan0.4pada pelat geladak, pelat sisi pelat
yang hampir sama. Ketiga lokasi tersebut
BMKG-CDF
0.3
0 dan pelat alas pada ruang muat kapal crude
Gambar 6 Comparison of0.000001 cumulative probability density dan long term exceedance
0.2
oil. Dari data0.1pengukuran ketebalan pelat
Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI
memiliki laju rata rata pengurangan tebal 2015 Edisi 02-Juni pelat pertahun lebih cepat dibandingkan hasil
55
Komparasi dilakukan terhadap penelitian Wang et al[6] [7] dan rata-rata pengurangan ketebalan yang didapatkan lebih besar dari penelitian tersebut. Estimasi laju korosi dapat digunakan untuk menentukan acuan awal corrosion allowance pada beberapa struktur kapal klas BKI yang berlayar diperairan Indonesia, serta untuk membuat jadwal pemeriksaan dan perawatan kapal menjadi terjadwal dengan baik.
6. Rekomendasi Untuk dapat melaksanakan dan menjaga kesinambungan proses penelitian mengenai laju korosi bagi kapal klas BKI dan beroperasi di perairan Indonesia maka beberapa hal berikut ini direkomendasikan untuk dapat diperhatikan: 1. Data diperoleh dari hasil pengukuran ketebalan pelat yang dilaksanakan secara profesional oleh perusahaan yang telah diakui oleh BKI dan mendapat persetujuan (approved) dari BKI. 2. Pelaksanaan pengukuran dilaksanakan dengan diawasi sepenuhnya oleh surve yor BKI, sehingga lokasi maupun data yang tidak valid dapat dihindari. Hal ini dapat dilaksanakan juga dengan pelaksanaan preliminary meeting antara surveyor-galangan/ pemilik kapal-perusahaan pengukuran ketebalan pelat. 3. Penggunaan laporan pengukuran ketebalan pelat yang sama dan digunakan oleh seluruh perusahaan pengukuran ketebalan pelat kapal telah diakui dan disetujui oleh BKI. Program laporan ini harus disiapkan oleh BKI.
4. Pelaksanaan tata kelola serta penyimpanan laporan pengukuran ketebalan pelat kapal bagi seluruh kapal klas BKI.
Daftar Pustaka [1] IACS Rec. 96 Double Hull Oil Tanker – Guidelines for Surveys, Assessment and Repair of Hull Structures, April 2007 [2] IGI, Satoshi, Inohara, Yasuto, Hirai, Tatsushi, High Performance Steel Plates for Shipbuilding- Life Cycle Cost Reduction Technology of JFE Steel, JFE Technical Report No. 5, March 2005 [3] Committee V.6 Condition Assesment of Aging Ships, 16th International ship and Offshore Structure Congress, 20-25 August 2006, Southamton, UK. [4] Inohara, Y., Komori, T., Kyono, K., Ueda, K., Suzuki, S., Shiomi, H., Development of Corrosion Resistant Steel For Bottom Plate of COT, Shipbuilding Technology ISST 2007, Osaka (2007). [5] Inohara, Y., Komori, T., Kyono, K., Shiomi, H., Kashigawa, T., Prevention of the COT Bottom Pitting Corrosion by Zunc-Primer, Shipbuilding Technology ISST 2007, Osaka (2007). [6] Wang, G., Spencer, J., Elsayed, T., Estimation of Corrosion rates of Structural Members in Oil Tanker, 22th International Conference on Offshore Mechanics and Artics Engineering, Cancun, Mexico 8-13 June 20003. [7] Wang, G., Spencer, J., Sun, H., Assessment of Corrosion Risks to Aging Ships Using an Experience Database, 22th International Conference on Offshore Mechanics and Artics Engineering, Cancun, Mexico 8-13 June 20003 [8] Paik, J. K. Thayamballi, A.K., Park, Y.I., Hwang, J.S., A time-dependent Corrosion Wastage Model for Seawater Ballast Tank Structures of Ships, Corrosion Science 46 (2004) 471-486.
ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL
TANKER YANG BERLAYAR DI PERAIRAN INDONESIA ESTIMASI LAJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL TANKER YANG BERLAYAR DI PERAIRAN INDONESIA Siti Komariyah, merupakan peneliti bidang kasi Indonesia (Persero). Memperoleh gelar Sarjana Teknik
environmental, Struktur dan Material untuk (ST) tahun 2000 di Teknik Perkapalan ITS Surabaya, dan Siti Komariyah Fredhi Agung Mohammad Arif Kapal dan Bangunan Laut, dan Div. Mana- gelar M. Eng tahun 2010 dari Osaka University. Researcher BKI Prasetyo Kurniawan AJU KOROSI PADA PELAT RUANG MUAT KAPAL jemen Strategi PT. Biro Klasifikasi Indonesia
[email protected] Researcher - BKI - BKI merupakan MohammadResearcher Arif Kurniawan, (Persero). Memperoleh gelar Sarjana YANG BERLAYAR DI PERAIRAN INDONESIATeknik peneliti bidang environmental, Struktur dan ITS d (ST) tahun 2003 di Teknik
[email protected] Siti Komariyah Fredhi Perkapalan
[email protected] Mohammad Arif Material untuk Kapal dan Bangunan Laut, Surabaya. Researcher - BKI Prasetyo Kurniawan d
[email protected] Researcher - BKI peFredhi Agung Prasetyo, merupakan neliti bidang environmental, Struktur Arif dan d
[email protected] Fredhi Agung Mohammad
h BKI
[email protected]
strak
tim pengembangan software DEWARUCI,
Researcher - BKI dan Div. Manajemen Strategi PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero). Memperoleh
[email protected] gelar SarjanadTeknik (ST) tahun 2007 di Teknik Perkapalan
Material untuk Kapal dan Bangunan Prasetyo Kurniawan Laut, Abstrak Jurnal Teknik tim BKI pengembangan software DEWARUCI, ITS Surabaya, dan gelar Magister Teknik (MT) tahun 2013 Researcher - BKI Researcher - BKI Edisi 02dan - Desember 2014 Div. Manajemen Strategi PT. Biro KlasifiJurusan sama.diperairan Indonesia telah
[email protected] [email protected] Inisiasi studi untuk memperkirakan laju korosi pada kapal di kapal yangyang berlayar d dimulai dengan menggunakan data pengurangan tebal struktur pelat kapal crude oil yang berlayar
Jurnal Teknik BKI 56 diperairan Indonesia. Data dikumpulkan dari thickness measurement report pada lebih dari 4500 titik yang Edisi 02-Juni 2015
ANALISA FATIGUE LIFE PADA BENTUK BRACKET LENGKUNG (RADIUSED BRACKET) TOPSIDE MODULE FSO/FPSO
diambil pada periode docking kapal secara berturut-turut. Analisa dilakukan dengan metode statistik dan iasi studi untuk memperkirakan laju tebal korosipelat pada kapal kapal yang berlayar diperairan Indonesia didapatkan pengurangan yang bervariasi untuk setiap bagian struktur kapal. telah Data-data ini akan
Septia Hardy Sujiatanti, Wasis D. Aryawan, Achmad Zubaydi
Abstract During the operation, FSO (Floating Storage and Offloading) and FPSO (Floating Production Storage and Offloading) always receive a significant wave loads that occur continuously. It gives influence to the structural of FSO/FPSO and the components of existing on the FSO/FPSO’s deck or called topside module. The damage structure on topside module occur in the structural interface on FSO/FPSO between the hull structure and the topsides module. Therefore, the structure interface must be able to support the loads in operating condition. Fatigue life is one of the structural strength parameters for topside module interface. It is influenced by the wave loads as a cyclic load. This research will be analyzed the fatigue life of the radiused bracket connection with soft toe on the topside modules using finite element analysis. As the case study object, the fatigue analysis conducted on topside module crane pedestal of FSO Lentera Bangsa. Analysis begin by calculating the wave load effect using ANSYS AQWA. Nominal stress on the interface between FSO hull with topside modules are calculated with finite element structural analysis for all waves occurrence. The result shows that the fatigue life interface is 27.3 years. Keywords : FSO/FPSO, fatigue life, bracket, topside module, finite element analysis
1. Pendahuluan
D
ewasa ini floating offshore structure yang banyak berkembang adalah FSO atau FPSO. Dengan bentuk konstruksi lambung yang sama dengan kapal tanker, hal ini sangat menguntungkan pengguna FSO/ FPSO karena kebutuhan dasarnya sebagai penyimpan atau storage. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan diantara FSO/FPSO dengan kapal tanker, yaitu adanya tambahan fasilitas penunjang operasional di atas geladak FSO atau biasa disebut sebagai topside module seperti menara suar (flare tower), riser, menara bor (drill tower), sistem perpipaan, helicopter deck, crane dan topside module yang lain. Selain itu, terdapat perbedaan dalam hal desain beban lingkungan dan beban pada saat operasional (Krekel, 2002). Salah satu topside module yang ada pada FSO adalah crane. Konstruksi crane, terutama pada bagian pondasi crane (crane seating) haruslah kuat, karena selain harus menumpu struktur di atasnya, pondasi crane juga harus kuat menerima beban operasional dan beban-beban lain akibat gerakan FSO (Sujiatanti, 2010). Selama masa beroperasinya FSO/FPSO selalu menerima
beban gelombang secara terus-menerus. Gaya gelombang tersebut dapat menyebabkan struktur FSO dan struktur interface topside module FSO mengalami kelelahan karena beban gelombang yang sifatnya siklis. Oleh karena itu struktur interface harus mampu menahan beban pada kondisi beroperasi. Salah satu parameter kekuatan struktur interface topside module adalah umur kelelahan (fatigue life) struktur interface. Dalam penelitian ini struktur interface topside module adalah bracket penguat konstruksi antara topside module dengan geladak FSO.
2. Desain Bracket Topside Module FSO Pondasi crane merupakan bagian struktur crane yang menjadi tumpuan struktur diatasnya sekaligus menjadi bagian yang tersambung dengan hull FSO, dalam hal ini pada bagian geladak utama (main deck). Salah satu pertimbangan penting untuk mendapatkan kekuatan pondasi crane yang maksimum adalah kekuatan interface antara topside module dengan FSO hull. Selanjutnya struktur interface topside module yang dimaksud adalah bracket penguat konstruksi antara topside module dengan geladak FSO. Dalam perkembangannya, dikenal beberapa desain bentuk bracket. Dalam penelitian ini dilakukan analisa pada
57
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
menerus. Gaya gelombang tersebut dapat menyebabkan struktur FSO
interface topside module FSO mengalami kelelahan karena beban ge sifatnya siklis. bentuk bracket yang didesain dengan permukaan yang melengkung. Gambar 2.1 menunjukkan bentuk desain
bracket penguat topside module.
Gambar 2 : Model elemen hingga secara keseluruhan
FR. 85 SECTION @ CENTER LINE Gambar 1 : Bentuk desain bracket dengan permukaan melengkung
Gambar 1.1 Bentuk desain bracket dengan permukaan melengkung 3. Pemodelan Elemen Hingga Pemodelan elemen hingga (finite element modeling) dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tegangan pada struktur interface topside module dan struktur kapal yang dimodelkan. Pemodelan elemen hingga dilakukan dengan menggunakan software analisa elemen hingga (finite element analysis, FEA) ANSYS 12.0 tahun 2010.
emodelan Elemen Hingga
4. Pembebanan Sebagai salah satu bangunan apung, penentuan kemampuan kerja struktur pada FSO/FPSO salah satunya dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada struktur tersebut. Semua beban yang dianggap akan bekerja pada struktur tersebut harus ditentukan terlebih dahulu. Beban-beban yang harus dipertimbangkan dalam perancangan bangunan apung adalah sebagai berikut :
elan elemen hingga (finite element modeling) dilakukan dengan tujuan untuk
patkan nilai tegangan pada struktur interface topside module dan struktur kapal yang Untuk analisa elemen hingga pada topside module pondasi crane FSO model yang dibuat meliputi pondasi crane, berupa tabung silinder yang terpasang tepat di atas geladak FSO dan bracket yang terpasang pada empat sisi, geladak kapal, side shell, pelat alas, web transverse dan sekat memanjang. Untuk memodelkan bagian pelat digunakan tipe elemen shell. Sedangkan untuk memodelkan bagian penegar digunakan tipe elemen beam. Model elemen hingga secara keseluruhan ditunjukkan pada gambar 2.
1) Beban mati (dead load). elkan. Pemodelan elemen hingga dilakukan dengan menggunakan software analisa Beban mati atau dead load adalah beban dari semua komponen kering serta peralatan, perlengkapan dan permesinan yang tidak berubah dari mode operasi pada suatu struktur. Pada perhitungan analisa pondasi crane ini yang termasuk beban mati adalah berat crane itu sendiri.
n hingga (finite element analysis, FEA) ANSYS 12.0 tahun 2010.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
58
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
2) Beban hidup (live load). Beban hidup atau live load adalah beban yang terjadi pada struktur selama dipakai dan berubah dari mode operasi satu ke mode operasi yang lain. Pada perhitungan analisa pondasi crane ini yang termasuk beban hidup adalah berat crane itu sendiri, berat kapasitas crane (SWL) dan berat konstruksi pondasi crane dan konstruksi kapal yang dimodelkan. 3) Beban akibat kecelakaan (accidental load). Beban kecelakaan merupakan beban yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi pada struktur, misalnya tabrakan dengan kapal pemandu operasi, putusnya tali tambat (mooring) dan kebakaran. Pada struktur pondasi crane beban kecelakaan yang mungkin terjadi adalah akibat putusnya tali pada crane atau beban muatan yang diangkat crane terlepas secara tiba-tiba.
4.1 Beban Angin Perhitungan beban angin yang digunakan sesuai dengan LR rules and regulations, ‘Code for Lifting Appliance in a Marine Environment’, Chapter 3, Section 2 “Shipboard Cranes”, dengan persamaan :
Fw
= A p Cf
[N]
Dimana : Fw A p V
Cf
= beban angin [N] = luas efektif permukaan yang terkena beban angin [m²] = tekanan angin [N/m²] = 0.613 V² = kecepatan angin [m/s] = 20 m/s untuk kondisi operasional = 63 m/s untuk kondisi diam = koefisien bentuk, seperti ditunjukkan pada Tabel 1
4) Beban lingkungan (environmental load). Beban lingkungan adalah beban yang terjadi karena 4.2 Beban gelombang Gambar 1.1 Bentuk desain bracket dengan permukaan melengkung dipengaruhi oleh lingkungan dimana suatu struktur bangunan apung dioperasikan atau bekerja. Beban Data sebaran gelombang (wave scatter diagram) yang terlingkungan yang digunakan dalam perancangan ba- jadi di wilayah perairan tempat FSO beroperasi diberikan ngunan apung adalah beban angin dan gelombang. dalam delapan arah gelombang. Data sebaran gelombang untuk arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Ta-
2
Pemodelan Elemen Hingga
Jurnal Teknik BKI Pemodelan elemen hingga (finite element modeling) dilakukan dengan Edisi 02- Desember 2014
Jurnal Teknik BKI mendapatkan nilai tegangan pada struktur interface topside module dan stru 59 Edisi 02-Juni 2015
dimodelkan. Pemodelan elemen hingga dilakukan dengan menggunakan s
5 Rolled sections, rectangles, hollow sections, fIat plates, box sections with b 1.30 or d less than 0,5 m
10
20
30
40
50
1.35
1.60
1.65
1.70
1.80
Circular sections, where DVs < 6 m2/s 0.75 0.80 0.90 0.95 1.00 1.10 Tabel 4.1 Koefisien 2 bentuk DVs ≥ 6 m /s 0.60 0.65 0.70 0.70 0.75 0.80 individual Aerodynamic slenderness members Box sections with b or d Type Description b/d l /b or l /D greater than 0,5 m 5 10 20 30 40 50 ≥ 2.00 1.55 1.75 1.95 2.10 2.20 Tabel 4.3 Jumlah kejadian gelombang pada semua arah Rolled sections, rectangles, hollow 1.00 1.40 1.55 1.75 1.85 1.90 sections, fIat plates, box sections with b 1.30 1.35 1.60 1.65 Wave 1.70 Direction1.80 Significant Wave Height (Hs, m) North 1.00 North East1.20 East 1.30 South East1.35 South 1.40 South West West or d less than 0,5 m 0.50 Range Mean N NE E SE S SW W 2 3.0 m /s 0 0.75 0 0 0 0 0 Circular sections, where > 3.0 0.80 0.90 0.95 0 1.00 1.10 DVs0.25 <> 6 0.80 0.90 0.90 1.00 1.00 2.8 - 3.0 2.9 0 0 0 0 0 0 0 2 2.6 -DVs 2.8 0 0 0 0.75 0 0 0 0.70 0.701.70 0.80 ≥2.76 m /s 0 0.60 0.65 Flat sided sections Single individual 2.4 - 2.6 2.5 0 0 1 0 0 0 0 Box sections with b or d 2.2 - 2.4 2.3 0 0 5 0 0 0 0 1.20 b/d6 m2/s0 Circulargreater sections, where 2.0 lattice members DVs 0 13 0 0 0 1 - 2.2 < 2.1 than 0,5 m 1.8 - 2.0 1.9 0 0 33 0 0 0 4 2 frames 1.95 2.100.80 1.6 - 1.8 ≥ 2.00 0 96 1 2.20 0 4 9 DVs ≥ 1.76 m /s5 1.55 1.75 1.5 10 1.00 1.40 1.3 15 Rectangular clad structures on ground 1.0 - 1.2 0.50 1.1 33 1.00 0.8 - 1.0 0.9 51 or solid base (air flow beneath structure 0.6 - 0.8 0.25 0.7 66 0.80 0.4 - 0.6 0.5 141 Flat sided sections Single prevented) 0.2 - 0.4 0.3 109 2 - 0.2 Circular sections, where0.0 DVs lattice < 0.16 m /s 29 Total 459 2 frames DVs ≥ 6 m /s 1.4 - 1.6
Machinery houses, etc.
1.2 - 1.4
Rectangular clad structures on ground Machinery or solid base (air 5flow Konsep beneath structure Perhitungan houses, etc. prevented)
4.2. Beban gelombang
0 1.55 1 5 1.20 4 0.90 15 47 151 59 282
255 1.75 1.85 253 1.90 527 997 1.30 1.35 72 1.40 976 95 0.90 1.001.10 831 124 1.00 816 1.70 213 422 159 911.20 51 5063
0.80
743
Tabel 4.3 Jumlah kejadian gelombang pada semua arah Significant Wave Height (Hs, m)
North West
Total
NW 0
0
0
0
0
0
0
1
1
6
4
18
8
45
25
140
0
12
19
49
348
0
29
43
105
745
1
75
75
188
1446
8
165
142
266
1707
39
224
186
289
1774
122
293
256
302
2190
108
126
86
119
1280
20
19
12
11
292
298
947
833
1367
9992
Wave Direction North
North East
East
South East
South
South West
West
North West
N
NE
E
SE
S
SW
W
NW
Total
Range
Mean
> 3.0
> 3.0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.8 - 3.0
2.9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.6 - 2.8
2.7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.4 - 2.6
2.5
0
0
1
0
0
0
0
0
1
2.2 - 2.4
2.3
0
0
5
0
0
0
0
1
6
2.0 - 2.2
2.1
0
0
13
0
0
0
1
4
18
1.8 - 2.0
1.9
0
0
33
0
0
0
4
8
45
1.6 - 1.8
1.7
5
0
96
1
0
4
9
25
140 348
1.4 - 1.6
1.5
10
0
255
3
0
12
19
49
1.2 - 1.4
1.3
15
1
527
25
0
29
43
105
745
1.0 - 1.2
1.1
33
5
997
72
1
75
75
188
1446
0.8 - 1.0
0.9
51
4
976
95
8
165
142
266
1707
0.6 - 0.8
0.7
66
15
831
124
39
224
186
289
1774
0.4 - 0.6
0.5
141
47
816
213
122
293
256
302
2190
0.2 - 0.4
0.3
109
151
422
159
108
126
86
119
1280
0.0 - 0.2
0.1
Total
29
59
91
51
20
19
12
11
292
459
282
5063
743
298
947
833
1367
9992
Tabel 3 : Jumlah kejadian gelombang pada semua arah
Fatigue 1.10
Analisa fatigue dengan metode S-N curve sambungan struktur dilakukan berdasarkan Dimana :
Data sebaran gelombang (wave scatter yang terjadi di wilayah perairan tempat Tabel diagram) 1 : Koefisien bentuk
5
Konsep Perhitungan Fatigue D = Kerusakan fatigue kumulatif (cummulative fa-
N = Nilai prediksi dari cycles untuk gagal pada tigue damage) rentang tegangan S 4.2. gelombang Beban gelombang strain energy. Konsep strain energy menyatakan 2. Jumlah yang terjadi dalam delapan arah FSObelberoperasi diberikan dalam delapan arah konsep gelombang. Data sebaran gelombang untuk Analisa fatigue dengan metode S-N curve sambungan struktur dilakukan berdasarkan hipotesis kumulatif kerusakan berdasarkan konsep strain energy. Konsep strain energy ni m = Jumlah siklus rentang tegangan (Si) akibat = Slope inverse negative dari kurva S-N bahwa kerusakan terjadi ketika total strain energy pada sudut gelombang dengan variasi tinggi gelombang ditunData sebaran gelombang (wavemenyatakan scatter diagram) yang terjadi di wilayah perairan log K = Intersep dari log N-axis pada kurva S-N = log pembebanan gelombang yang sebenarnya bahwa kerusakan terjadi ketika total strain tempat energy pada saat siklus n dari arahjukkan gelombang utara ditunjukkan dalamsaat Tabel gelombang yang adaterjadi hukum kegagalan Palmgren-miner atau disebut Miner’s Rule. Miner’s rule merupakan siklus 4.2. n dariJumlah variabel amplitudo pembebanan dalam Tabel dari 3. terjadi. a – 2std amplitudo pembebanan adalah sama dengan total energy dari siklus N dari FSO beroperasi diberikan dalamvariabel delapan arah lah gelombang. Data sebaran gelombang untuk sama dengan total energy dari siklus N dari konstan Ni Jumlah siklus rentang tegangan (Si) yang dimana a dan std adalah konstan berhubungan dengan hipotesis =kumulatif kerusakan berdasarkan konsep strain energy. Konsep strain energy dalam delapan arah sudut gelombang dengan variasi tinggi gelombang ditunjukkan dalam sebagai pembebanan. Dapat dalam persamaan konstan amplitudo pembebanan. Dapat ditulis ditulis dalam persamaan matematik 5. Konsep Fatigue arah Perhitungan gelombang dari utara ditunjukkan dalam amplitudo Tabel 4.2. Jumlah gelombang yang terjadi mengakibatkan kegagalan pada sambungan, rataan kurva S-N dan standart deviasi dari log N. Dari permatematik sebagai berikut : berikut: dari diagram S-N. di atas dapat disederhanakan menjadi persamaan dalam delapan arah sudut gelombang dengan variasi tinggi gelombang ditunjukkan dalam menyatakandiambil bahwa kerusakan terjadi ketika samaan total strain energy pada saat siklus n dari Tabel 3. Analisa fatigue dengan metode S-N curve sambun� dasar Kurva S-N yaitu : Analisa fatigue merupakan fungsi dari jumlah siklus maksi𝑛� 𝑛� 𝑛� 𝑛� gan struktur berdasarkan hukum kegagalan Tabeldilakukan 3. variabel amplitudo pembebanan adalah sama Sdengan total energy dari siklus N dari 𝐷 = � = + + ⋯ + m mal suatu struktur hingga mengalami kegagalan (N) yang Palmgren-miner atau disebut Miner’s Rule. Miner’s rule N = K2 𝑁� 𝑁� 𝑁� 𝑁� ��� dapat ditentukan dari Kurva S-N yang diperoleh dari hasil merupakan hipotesis kumulatif kerusakan berdasarkan Tabel 4.2 Data sebaran gelombang dari arah utara konstan amplitudo pembebanan. ditulis dalam persamaan matematik sebagai test kelelahan material atau struktur tertentu. Dapat Untuk analDimana : Tabel 4.2dimana: Data sebaran gelombang dari arah utara = Konstanta yg bergantung pada jenis material K2 isis fatigue struktur berdasarkan pendekatan tegangan D = Kerusakan fatigue kumulatif (cummulative fatigue damage) berikut: Peak Period Significant Wave HeightSignificant (Hs, Peak Period (Tp,(Tp, s) s) Wave Height (Hs, dan pengelasan, jenis pembebanan, konfigurnominal (nominal stress approach), sambungan struktur m) m) Total 3 -44- 5 4 - 5 5 - 6 5 - 6 77- -8 8 8 - 98 - 9 9 - 10 9 - 10 11 -- 11 12 1211 - 13- 12 13 - 14 14 - 15 13 -> 14 15 <1 1 - 2 < 1 2 - 31 - 2 32-- 43 6 -6 7- 7 10- 11 10 12 - 13 14Total - 15 > 15 ni = Jumlah siklus rentang tegangan (Si) akibat pembebanan gelombang yang Range 2.5 3.5 7.5 8.5 11.5 12.5 > 15 asi geometris dan kondisi lingkungan (udara dibagi menjadi beberapa klas yang memiliki Range � desain kurva Mean < 1 Mean 1.5 < 1 2.5 1.5 3.5 4.5 4.5 5.5 5.5 6.56.5 7.5 8.5 9.5 9.510.5 10.5 11.5 13.5 12.514.5 13.5 14.5 > 15 > 3.0 > 3.0 > 3.0 > 3.02.8 - 3.0 S-N masing-masing. 2.9 sebenarnya terjadi. � � � atau air laut).� 2.8 - 3.0 2.9 2.6 - 2.8 2.7 Nilai K2 dan m dapat dilihat pada Tabel 4. 2.5 2.6 - 2.8 2.7 2.4 - 2.6 Ni = Jumlah siklus rentang tegangan (Si) yang mengakibatkan kegagalan pada 2.2 - 2.4 2.3 Klasifikasi kurva S-N bergantung pada geometri detil sam2.4 - 2.6 2.5 � � � � 2.0 - 2.2 2.1 ���yang bersifat 6. Perhitungan Percepatan Gerak 2.2 - 2.4 2.3 1.8 - 2.0 sambungan, diambil dari diagram S-N. 1.9 bungan las, arah dari fluktuasi tegangan 1.7 3 2 5 2.0 - 2.2 2.1 1.6 - 1.8 1.4 - 1.6 1.5 7 3 10 relatif bergantung pada detil, dan metode fabrikasi dan 1.8 - 2.0 1.9 dimana: 1.2 - 1.4 1.3 2 10 3 15 1.6 - 1.8 1.7 1.0 - 1.2 3 2 5 1.1 11 17 3 2 33 Analisa fatigue merupakan fungsi dari jumlah siklus maksimal suatu struktur hingga inspeksi dari detil sambungan tersebut. Tiap sambungan Percepatan gerak (acceleration motion) FSO akibat gelom0.9 2 17 7 19 5 1 51 1.4 - 1.6 1.5 0.8 - 1.0 37 10 dimana berpotensi terjadi fatigue crack, harus bang dihitung berdasarkan respon gerak FSO (RAO) dan 0.7 10 2 20 10 14 7 2 66 1.2 - 1.4 1.3 0.6 - 0.8 313 15 D konstruksi, = Kerusakan fatigue kumulatif (cummulative fatigue damage) kegagalan 0.4 - 0.6 0.5 2 38 mengalami 29 13 22 13 12 (N)8 yang 4 dapat ditentukan dari Kurva 141 S-N yang diperoleh dari hasil disesuaikan pada klas sambungan yang tepat berdasarkan. perhitungan spektrum gelombang. Respon gerak FSO tel1.0 - 1.2 1.1 0.2 - 0.4 11 17 13 36 2 33 0.3 22 15 5 24 18 6 109 0.8 - 1.0 0.9 0.0 - 0.2 2 19 2 72 51 0.1 3 17test5 kelelahan 95 6 1 atau 2 29 material struktur tertentu. Untuk analisis fatigue struktur berdasarkan design dari kurva S-N dinyatakan berikut (Si) ah diperoleh dari pembebanan motion analysis menggunakan AQWA. ni Basic = Jumlah siklus rentangsebagai tegangan akibat gelombang yang Total 7520 99 14 98 417 45 2 28 10 459 0.6 - 0.8 0.7 102 1361 66 Spektrum gelombang dihi (Bai, 2003) : Spektrum gelombang dihitung menggunakan teori spek0.4 - 0.6 0.5 2 38 29 13 22 13 12 8 4 141 0.2 - 0.4 0.3 22 15 13 6 5 24 18 6 109 mengambil nilai (gamma trum gelombang JONSWAP dengan mengambil nilai sebenarnya Log N = log K – mterjadi. log S 0.0 - 0.2 0.1 3 5 2 2 9 6 2 29 (gamma) yaitu 2.5. Spektrum gelombang dihitung pada variab yang terjadi dengan Total 2 75 99 98 61 41 45 28 10 459 Dimana : semua variasi gelombang yang terjadi dengan variabel Ni S = =Jumlah siklus rentang tegangan (Si) yang mengakibatkan kegagalan pada Rentang tegangan [N/mm²] Hs dan Tp dalam rentang frekuensi yang sama dengan Tabel 2 : Data sebaran gelombang dari arah utara
hukum kegagalan Palmgren-miner atau disebut Miner’s Rule. Miner’s rule merupakan
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝐷= � = + +⋯+ 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
60
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
sambungan, diambil dari diagram S-N.
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
61
Analisa fatigue merupakan fungsi dari jumlah siklus maksimal suatu struktur hingga
kurva S-N dinyatakan sebagai berikut (Bai, 2003): crack, harus disesuaikan pada klas sambungan yang tepat berdasarkan. Basic design dari Log N = log K – m log S kurva S-N dinyatakan sebagai berikut (Bai, 2003): dimana: Log N = log K – m log S Tabel 5.1 Karakteristik sambungan
dimana:
Standar deviation
Class
m
B Class C
4.0 m 3.5
D B E C F D F2 E G F W F2 T G
3.0 4.0 3.0 3.5 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0 3.0
0.2095 0.1821 0.2509 0.2041 0.2183 0.2095 0.2279 0.2509 0.1793 0.2183 0.1846 0.2279 0.2484 0.1793
W
3.0
0.1846
log10
K2 sambungan Tabel 5.1 Karakteristik loge
log10
0.1821 0.4194 Standar deviation 0.2041 0.4700 log log 10
K2
1.01E+15 K2 4.23E+13
So loge
15.0043
13.6263 log10 e 0.4824 1.52E+12 12.1818 0.4194 1.01E+15 15.0043 0.5777 1.04E+12 12.0170 0.4700 4.23E+13 13.6263 0.5027 6.30E+11 11.7993 0.4824 1.52E+12 12.1818 0.5248 4.30E+11 11.6335 0.5777 1.04E+12 12.0170 0.4129 2.50E+11 11.3979 0.5027 6.30E+11 11.7993 0.4251 1.60E+11 11.2041 0.5248 4.30E+11 11.6335 0.5720 1.46E+12 12.1644 0.4129 2.50E+11 11.3979 Tabel 4 : Karakteristik sambungan 0.4251 1.60E+11 11.2041
N/mm²
K234.5487 31.3758 log
100 S
o
e
28.0497 34.5487 27.6702 31.3758 27.1690 28.0497 26.7871 27.6702 26.2447 27.1690 25.7984 26.7871 28.0095 26.2447
25.7984
T Tabel3.0 0.2484 Spectral 0.5720 1.46E+12 12.1644 Responseper- Acceleration Response Acceleration Response dengan arah gelombang dari 28.0095 utara. perhitungan RAO. 5 contoh hasil No. Wave Frequency σ menunjukkan a Density (Surge) (longitudinal) (Sway) (transversal) (Heave) hitungan spektrum gelombang dan acceleration motionShh x RAO² x w4 Shh x RAO² Shh x RAO² x w4 Shh x RAO² [rad/sec] [m2.sec] Shh x RAO² 1 2 No. 3 4 5 16 27 38 49 5 10 6 11 7 12
6
0.07 0.07 σ 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.0898 0.0783 0.0708 0.1712 0.0559 0.3326 0.0440 0.2271 0.0347 0.1247 0.0274 0.0898 0.0199 0.0708
2.37E-06 4.48E-05 8.04E-07 9.67E-05 5.22E-07 5.90E-05 2.15E-07 1.30E-05 1.09E-07 5.38E-06 5.15E-08 2.37E-06 1.76E-08 8.04E-07
9.33E-06 3.06E-05 4.17E-06 1.00E-04 3.50E-06 8.93E-05 1.83E-06 2.78E-05 1.16E-06 1.58E-05 6.84E-07 9.33E-06 3.11E-07 4.17E-06
5.10E-06 2.71E-04 2.84E-06 1.78E-04 1.13E-06 6.08E-05 5.90E-07 5.01E-05 2.10E-07 1.71E-05 1.19E-07 5.10E-06 3.81E-08 2.84E-06
2.01E-05 1.85E-04 1.47E-05 1.84E-04 7.56E-06 9.19E-05 5.03E-06 1.07E-04 2.25E-06 5.01E-05 1.58E-06 2.01E-05 6.73E-07 1.47E-05
1.21E-07 7.28E-05 1.92E-07 1.52E-05 8.86E-09 6.78E-06 3.84E-08 7.25E-06 4.28E-09 4.35E-07 4.57E-09 1.21E-07 1.34E-09 1.92E-07
4.78E-07 4.97E-05 9.93E-07 1.58E-05 5.94E-08 1.03E-05 3.28E-07 1.55E-05 4.58E-08 1.28E-06 6.07E-08 4.78E-07 2.36E-08 9.93E-07
15 16 17 18 19
1.609 1.709 1.809 1.909 2.050
0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
5.42E-06 2.43E-08 4.05E-11 2.50E-14 1.38E-19
0.0559 0.0440 0.0347 0.0274 0.0199
5.22E-07 2.15E-07 1.09E-07 5.15E-08 1.76E-08
3.50E-06 1.00E-04 1.83E-06 1.16E-06 6.84E-07 3.11E-07
1.13E-06 5.90E-07 2.10E-07 1.19E-07 3.81E-08
7.56E-06 1.85E-04 5.03E-06 2.25E-06 1.58E-06 6.73E-07
8.86E-09 3.84E-08 4.28E-09 4.57E-09 1.34E-09
5.94E-08 4.97E-05 3.28E-07 4.58E-08 6.07E-08 2.36E-08
Analisa Rentang Tegangan
4.69E-06 1.30E-05 1.30E-05 5.38E-06
2.90E-31 3.06E-05 1.32E-14 1.00E-04 1.88E-09 8.93E-05
1.19E-06 2.78E-05 5.56E-06 1.58E-05
1.00E-04
0.00E+00 4.03E-90 Response 5.55E-29 (Sway) 2.31E-12 Shh x RAO² 5.51E-07 0.00E+00 4.60E-06 4.03E-90 7.85E-05
5.55E-29 2.71E-04 2.31E-12 1.78E-04 5.51E-07 6.08E-05
4.60E-06 5.01E-05 7.85E-05 1.71E-05
0.00E+00 3.67E-92 Acceleration 1.55E-30 (transversal) 1.55E-13 Shh x RAO² x w4 7.58E-08 0.00E+00 1.16E-06 3.67E-92 3.36E-05
1.55E-30 1.85E-04 1.55E-13 1.84E-04 7.58E-08 9.19E-05
1.16E-06 1.07E-04 3.36E-05 5.01E-05
1.85E-04
0.00E+00 1.97E-90 Response 7.99E-29 (Heave) 5.83E-12 Shh x RAO² 6.25E-07 0.00E+00 2.50E-06 1.97E-90 2.85E-05
7.99E-29 7.28E-05 5.83E-12 1.52E-05 6.25E-07 6.78E-06
2.50E-06 7.25E-06 2.85E-05 4.35E-07
arah gelombang dari utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1. Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO
Gambar : Tegangan nominal pada interfacenominal topside module geladak FSO Tabel 7.1 Hasil3 perhitungan rentang tegangan untuk dengan gelombang dari arah utara Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk
Shh x RAO² x w4
1.36E-02 3.08E-02 4.46E-04 3.98E-01 5.42E-06 9.97E-01 2.43E-08 6.44E-01 4.05E-11 1.54E-01 2.50E-14 1.36E-02 1.38E-19 4.46E-04
0.0021 0.2271 0.0253 0.1247
1.04E-29 4.48E-05 1.97E-13 9.67E-05 1.37E-08 5.90E-05
0.00E+00 8.53E-93 Acceleration 2.90E-31 (longitudinal) 1.32E-14 Shh x RAO² x w4 1.88E-09 0.00E+00 1.19E-06 8.53E-93 5.56E-06
Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua variasi kejadian gelombang untuk
53
0.09 0.07 0.09 0.07 0.09 0.07 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09
1.34E-06 6.44E-01 4.62E-04 1.54E-01
0.0000 0.0783 0.0000 0.1712 0.0000 0.3326
0.00E+00 9.36E-91 Response 1.04E-29 (Surge) 1.97E-13 Shh x RAO² 1.37E-08 0.00E+00 4.69E-06 9.36E-91 1.30E-05
Gambar 7.1 Tegangan nominal pada interface topside module dengan geladak FSO
Acceleration (vertical)
13 8 14 9 15 10 16 11 17 12 18 13 19 14
0.07 0.09 0.07 0.09
1.72E-18 3.08E-02 8.17E-14 3.98E-01 7.52E-10 9.97E-01
0.0000 0.0000 Spectral 0.0000 Density 0.0000 [m2.sec] 0.0000 0.0000 0.0021 0.0000 0.0253
25
0.209 0.309 Wave 0.409 Frequency 0.509 [rad/sec] 0.609 0.209 0.709 0.309 0.809 0.409 0.909 0.509 1.009 0.609 1.109 0.709 1.209 0.809 1.309 1.409 0.909 1.509 1.009 1.609 1.109 1.709 1.209 1.809 1.309 1.909 1.409 2.050 1.509
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
5.52E-30 7.00E-24 a 1.72E-18 8.17E-14 7.52E-10 5.52E-30 1.34E-06 7.00E-24 4.62E-04
78 N/mm² 53 100 47 78 40 53 35 47 29 40 25 35 53 29
Significant Wave Height (Hs, arah gelombang dari m) <1 1-2 2-3
0.00E+00 1.80E-92 Acceleration 2.23E-30 (vertical) 3.92E-13 Shh x RAO² x w4 8.59E-08 0.00E+00 6.31E-07 1.80E-92 1.22E-05
2.23E-30 4.97E-05 3.92E-13 1.58E-05 8.59E-08 1.03E-05
6.31E-07 1.55E-05 1.22E-05 1.28E-06
Range
Mean
> 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6 2.2 - 2.4
<1
Significant Wave Height (Hs, m) Mean
> 3.0
> 3.0
2.5
2.8 - 3.0
2.9
2.3
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
1.4 - 1.6
1.8 - 2.0
1.7
1.5
1.4 - 1.6
1.5
1.2 - 1.4
1.3
1.2 - 1.4
1.3
1.0 - 1.2
1.1
0.8 - 1.0
0.9
1.0 - 1.2
1.1
0.6 - 0.8
0.7
0.8 - 1.0
0.9
0.4 - 0.6
0.5
0.2 - 0.4
0.3
0.0 - 0.2
0.1
0.7
0.4 - 0.6
0.5
0.2 - 0.4
0.3
0.0 - 0.2
0.1
4-5
5-6
6-7
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
12.5
13.5
14.5
> 15
1-2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
147.0
147.0
147.0
126.0
134.0
147.0
147.0 147.0
152.0
152.0
147.0
134.0 147.0 147.0
147.0 147.0
134.0 126.0
134.0
134.0 147.0 134.0
147.0
147.0 147.0 147.0
147.0
126.0 134.0
134.0 147.0 134.0
147.0 147.0 147.0
147.0 147.0
126.0
134.0 126.0
126.0 134.0 126.0
147.0 134.0 134.0
147.0 134.0
126.0
126.0
126.0
126.0
134.0
147.0
134.0
134.0
126.0
126.0
134.0
147.0
134.0
134.0
126.0
126.0
147.0
147.0
147.0147.0 147.0 147.0
126.0rentang 126.0tegangan 134.0 nominal 134.0 maka 134.0 134.0 147.0 hotspot 147.0dapat 147.0 Setelah diperoleh nilai rentang tegangan dihitung dengan cara 126.0 nominal 126.0 dengan 126.0 faktor 134.0konsentrasi 134.0 134.0 147.0 147.0 mengalikan rentang tegangan tegangan. Hasil perhitungan rentang 126.0 126.0 126.0 untuk 126.0 arah126.0 134.0 dari utara disajikan dalam tegangan hotspot pada semua variasi126.0 kejadian gelombang gelombang
Tabel 6 : Hasil perhitungan rentang tegangan nominal untuk gelombang dari arah utara
Mean
> 3.0
> 3.0
menggunakan software ANSYS Multiphysic versi 12.0. Gambar 6.1 menampilkan Hasil perhitungan rentang tegangan nominal pada semua 7. Analisa Rentang Tegangan 6hingga Analisa Rentang Tegangan
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
282.2
291.8
1.4 - 1.6
1.5
282.2
282.2
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
1.2 - 1.4
1.3
257.3
282.2
282.2
1.1
257.3
282.2
282.2
282.2
0.8 - 1.0
0.9
241.9
257.3
257.3
282.2
282.2
282.2
0.6 - 0.8
0.7
241.9
257.3
257.3
282.2
282.2
282.2
0.4 - 0.6
0.5
241.9
257.3
257.3
257.3
257.3
282.2
282.2
282.2
0.3
241.9
241.9
241.9
257.3
257.3
257.3
282.2
282.2
0.1
241.9
241.9
241.9
241.9
241.9
241.9
257.3
0.0 - 0.2
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
Tabel 7.2.
1.0 - 1.2
Tabel0.2 7.2. - 0.4
mendapatkan nilai rentang tegangan hotspot yang digunakan dalam perhitungan fatigue.
62
10 - 11
<1
Range
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
9 - 10
Peak Period (Tp, s)
Rentang tegangan kejadian gelombang diperoleh Tabeluntuk 5 : Hasilsetiap perhitungan percepatan gerak, gelombang darimelalui arah utaraanalisa elemen
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
8-9
Tabel 7.2nilai Hasil perhitungan rentang tegangan hotspot tegangan untuk gelombang dari arah utaradengan cara Setelah diperoleh rentang tegangan nominal maka rentang hotspot dapat dihitung mengalikan rentang tegangan nominal dengan faktorPeak konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang Period (Tp, s) Significant Wave Height (Hs, tegangan m)hotspot pada semua <1 1-2 2variasi -3 3 - 4 kejadian 4-5 5 gelombang -6 6-7 7 - 8untuk 8 - 9 arah 9 - 10gelombang 10 - 11 11 - 12 dari 12 - 13 utara 13 - 14 disajikan 14 - 15 > 15dalam
4.97E-05
variasi kejadian gelombang untuk arah gelombang dari Rentang tegangan untuk setiap kejadian gelombang diperoleh melalui analisa elemen dalam Tabel 6. Rentang tegangan untuk setiap kejadian gelombang di- utara ditunjukkan peroleh melalui analisa elemen hingga menggunakan softhingga menggunakan software ANSYS Multiphysic versi 12.0. Gambar 6.1 menampilkan ware ANSYS Multiphysic versi 12.0. Gambar 3 menampil- Setelah diperoleh nilai rentang tegangan nominal maka kan tegangan maksimum yang terjadi pada interface rentang tegangan hotspot dapat dihitung dengan cara topdise module dengan geladak FSO. Rentang tegangan mengalikan rentang tegangan nominal dengan fakyang diperoleh dari analisa elemen hingga adalah rentang tor konsentrasi tegangan. Hasil perhitungan rentang tegangan nominal. Rentang tegangan nominal tersebut tegangan hotspot pada semua variasi kejadian gelombang harus dikalikan dengan faktor konsentrasi tegangan untuk untuk arah gelombang dari utara disajikan dalam Tabel 7.
7-8
1.9
1.6 - 1.8
0.6 - 0.8
3-4
Tabel 7.1 Hasil perhitungan rentang5.5tegangan nominal untuk8.5gelombang dari arah utara 1.5 2.5 3.5 4.5 6.5 7.5 9.5 10.5 11.5
Range
2.0 - 2.2
Peak Period (Tp, s) utara ditunjukkan dalam Tabel 7.1.
241.9
Tabel 7 : Hasil perhitungan rentang tegangan hotspot untuk gelombang dari arah utara
8
Rasio Kerusakan Kumulatif
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
63
Nilai rasio kerusakan kumulatif (D) dapat dicari dengan menggunakan hukum Palmgren-
Miner. Nilai ni diambil dari jumlah kejadian gelombang tiap Hs dan Tz. Nilai Ni (cycle to failure) dihitung berdasarkan nilai K2 dan m disesuaikan dengan jenis sambungan yang ditinjau. Dalam penelitian ini nilai K2 = 4.3E+11 dan nilai m = 3.0. Nilai S adalah rentang tegangan hotspot yang telah dihitung sebelumnya. Hasil perhitungan Ni kemudian 8. Rasio Kerusakan Kumulatif
penelitian ini nilai K2 = 4.3E+11 dan nilai m = 3.0. Nilai S
10. Daftar Pustaka
Nilai rasio kerusakan kumulatif (D) dapat dicari dengan
belumnya. Hasil perhitungan Ni kemudian digunakan un-
dari jumlah kejadian gelombang tiap Hs dan Tz. Nilai Ni
menunjukkan hasil perhitungan rasio kerusakan kumulatif arah gelombang dari utara. Rasio kerusakan kumulatif pada arah ini disebut D1.
Bai, Yong, (2003): “Marine Structural Design” Elsevier,. Oxford Krekel, M. H. and Kaminski, M. L. (2002): FPSOs: Design considerations for the structural interface hull and topsides, Offshore Technology Conference, OTC 13996, Houston. LR (2008): Rules and Regulations for the Classification of a
digunakan untuk menghitung nilai rasio kerusakan kumulatif (D). Tabel 8.1 menunjukkan adalah rentang tegangan hotspot yang telah dihitung sehasil perhitungan kerusakan kondisi arah gelombang tuk menghitung nilaipembebanan rasio kerusakan kumulatif (D). Tabel 8 menggunakan hukumrasio Palmgren-Miner. Nilaikumulatif ni diambil untuk dari(cycle utara. Rasio kerusakan kumulatif pada arah ini disebut D1. to failure) dihitung berdasarkan nilai K2 dan m dis- untuk kondisi pembebanan esuaikan dengan yang ditinjau. Tabeljenis 8.1 sambungan Damage scatter diagramDalam untuk Significant Wave Height (Hs, m) Range
Mean
pembebanan gelombang dari arah utara
Floating Offshore Installation at Fixed Location (FOIFL), Part 4, Chapter 6. LR (2008): Rules and Regulations of Code for Lifting Appliance in a Marine Environment (CLAME), Chapter 3. Sujiatanti, S.H. (2010): A Comparative Study Of Two Different Crane Seating Designs, Seminar Nasional Teknologi dan Aplikasi Kelautan, Surabaya.
Peak Period (Tp, s) <1
1-2
2-3
3- 4
4-5
5-6
6-7
7- 8
8-9
9 - 10
10 - 11
11 - 12
12 - 13
13 - 14
14 - 15
> 15
<1
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
7.5
8.5
9.5
10.5
11.5
12.5
13.5
14.5
> 15
Total
> 3.0
> 3.0
2.8 - 3.0
2.9
2.6 - 2.8
2.7
2.4 - 2.6
2.5
2.2 - 2.4
2.3
2.0 - 2.2
2.1
1.8 - 2.0
1.9
1.6 - 1.8
1.7
1.E-06
8.E-07
0.0000
1.4 - 1.6
1.5
2.E-06
1.E-06
0.0000
1.2 - 1.4
1.3
5.E-07
4.E-06
1.E-06
1.0 - 1.2
1.1
3.E-06
6.E-06
1.E-06
7.E-07
0.8 - 1.0
0.9
5.E-06
5.E-06
2.E-06
2.E-06
0.0000 0.0000
total damage (Dtotal) baik untuk desain bracket pertama maupun desain bracket yang kedua. 0.6 - 0.8
0.7
0.4 - 0.6
0.5
4.E-07
4.E-07
Nilai Dtotal adalah:
0.0000
4.E-07
2.E-06
5.E-06
4.E-06
5.E-06
2.E-06
7.E-07
9.E-06
8.E-06
4.E-06
6.E-06
4.E-06
4.E-06
0.0000
3.E-06
1.E-06
2.E-06
0.2 - 0.4
0.3
5.E-06
3.E-06
3.E-06
2.E-06
1.E-06
6.E-06
6.E-06
0.0 - 0.2
0.1
7.E-07
1.E-06
4.E-07
4.E-07
2.E-06
1.E-06
5.E-07
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Total
0.000
0.0000
0.0000 0.0000
0.000
0.0001
8 : D4 Damage scatter diagram untuk pembebanan gelombang dari arah utara ΣSetelah D = D1diperoleh + D2 +Tabel D3nilai + + D5 + D6 + D7 + D8 rasio kerusakan kumulatif (D) untuk semua arah gelombang maupun desain bracket yang8.2. kedua. Nilai Dtotal adalah : Setelah diperoleh nilai semua rasio kerusakan kumulatif (D) unTotal damage pada arah semua gelombang pada Tabel sebanyak delapan arah, maka nilai ditunjukkan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai tuk semua arah gelombang sebanyak delapan arah, maka semua nilai tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total damage (Dtotal) baik untuk desain bracket pertama
Σ D = D1 + D2 + D3 + D4 + D5 + D6 + D7 + D8
Total damage pada semua arah gelombang ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 8.2 Total damage Damage
No.
Load Case
N (D1)
NE (D2 )
E (D3)
SE (D4 )
S (D5)
SW (D6 )
W (D7)
NW (D8 )
Total 0.1037
1
Full Load, crane 0º
1.298E-04
3.881E-05
1.266E-01
1.700E-04
6.879E-05
2.201E-03
2.034E-04
3.445E-02
2
Full Ballast, crane 0º
1.743E-04
6.076E-05
1.866E-01
2.333E-04
9.085E-05
4.017E-03
2.660E-04
4.616E-02
3
Full Load, crane 45º
1.544E-04
4.643E-05
1.474E-01
1.958E-04
7.928E-05
2.539E-03
4
Full Ballast, crane 45º
2.304E-04
7.948E-05
2.458E-01
3.070E-04
1.195E-04
5.313E-03
5
Full Load, crane 90º
1.376E-04
4.190E-05
1.367E-01
1.795E-04
7.281E-05
2.331E-03
6
Full Ballast, crane 90º
2.110E-04
7.280E-05
2.232E-01
2.769E-04
1.078E-04
4.888E-03
Total Damage
0.0010
Tabel 9 : Total damage
0.1774 Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau 2.358E-04 4.007E-02 menempuh 0.1305pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga Setelahnya beliau 3.501E-04 6.076E-02 tahun 0.2038kemudian. dipercaya sebagai Asisten Dosen 2.189E-04 3.736E-02 dilanjutkan 0.1168Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar beliau terima pada 22 3.162E-04 5.492E-02 Insinyur 0.1836Perkapalan Juli 1976. Tanpa tahapan Ir. Petrus Eko Panunggal,melalui PhD (Alm), lahirS2 di pada Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan didipercaya Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan 0.9158 tahun 1988 beliau mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. untuk melanjutkan studi Setelahnya beliau upon Tyne, Inggris dipercaya sebagai Doctor of Philosophy Asisten Dosen Program Doctor. Gelar dilanjutkan Dosen pada di ITS hampir setengah Jurusan tersebut. Gelar beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau Insinyur Perkapalan September 2014 karena beliau terima pada 22 abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 Juli 1976. Tanpa perkapalan melalui tahapan S2 pada tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang tahun 1988 beliau Indonesia. dipercaya mendapatkan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena Prof.usia. Ir. Achmad Zubaydi, merupakan staf pengajar pada perkapalan tutup Peran dan jasa MEng, beliau PhD, di bidang Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia. adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of
Umur kelelahan pada sambungan antara topside module dengan geladak FSO merupakan Umur kelelahan pada sambungan antara topside module
9. Kesimpulan
umur dengan rasio kerusakan kumulatif. Jika desain umur
Berdasarkan hasil perhitungan fatigue life pada desain
kelelahan bracket topside module FSO adalah sebagai
nilai tegangan yang terjadi pada desain bracket lengkung, diperoleh nilai umur lelah bracket topside module adalah 27,3 tahun. Nilai ini masih diatas nilai umur lelah yang direncanakan untuk sambungan bracket topside module FSO/FPSO yaitu 25 tahun.
pembagian dariFSO desain umur dengandarirasio dengan geladak merupakan pembagian desain kerusakan kumulatif. Jika desain umur lelah bracket topside module 25tahun, tahun, bracket topsidebahwa module FSO lelah bracket topside moduleFSO FSO 25 makamaka umur umur bracketkelelahan tersebut, maka dapat disimpulkan dengan adalah sebagai berikut: berikut : Fatigue life (years)
Fatigue life (years)
= 25/0.9158 = 25/0.9158 = 27.3 tahun
= 27.3 tahun Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
9
Jurnal Teknik BKI 64 Kesimpulan
Edisi 02-Juni 2015
Newfoundland
(Canada).
Email:
Newfoundland
(Canada).
Berdasarkan hasil perhitungan fatigue life pada desain bracket tersebut, maka dapat Ahmad Zakky,
na.its.ac.id
Septia Hardy Sujiatanti, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh secara berurutan adalah S1 di JTP-ITS, Tahun 2009-2012 melanjutkan S2 di ITS dengan jurusan yang sama. e-mail : septi@
Wasis Dwi Aryawan, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh seJurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di berurutan Hiroshima cara adalah S1 di JTP-ITS, S2 di University (Jepang) dan pendidikan S3 di University of Newcastle Upon Tyne dan S3 di Memorial University of
[email protected] University of Newcastle Upon Tyne. e-mail :
[email protected] Email:
[email protected]
Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of Newfoundland (Canada). Newfoundland (Canada). Email:
[email protected] e-mail :
[email protected] Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of
Ahmad Zakky, bergabung
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
65
Aktivitas Riset
Divisi Manajemen Strategis Tahun 2015 Struktur Kapal dan Bangunan Laut
ANALISA FATIGUE PADA STRUKTUR TERAPUNG LEPAS PANTAI (FLOATING OFFSHORE STRUCTURE) DENGAN METODE SIMPLIFIED FATIGUE ANALYSIS
Fully Random Fatigue Load of Ship Structural Member Along Indonesian Waterways Area Fredhi Agung Prasetyo (
[email protected]), Mohammad Arif Kurniawan, Siti Komariyah.
Ahmad Zakky
Advanced Corrosion Rate of BKI’s Vessel Siti Komariyah (
[email protected]), Fredhi Agung Prasetyo, Mohammad Arif Kurniawan. Define The Characteristic of Ocean Enviromental Condition Along Indonesian Waterways for Use in Design and Operational of Ship and Offshore Floating Mohammad Arif Kurniawan (
[email protected]), Fredhi Agung Prasetyo, Siti Komariyah.
Abstract
Simplified Ultimate Strength Assessment of Hull Girder Ship Structures Based on BKI Rules for Hull Sukron Makmun (
[email protected]), Topan Firmandha, Siswanto.
Floating offshore structure is a structure exposed to cyclic loads due to wave and environment loads. The cyclic loads may occur up to billion times until fatigue failure of structure. Fatigue assessment is mandatory for floating offshore in design stage to guarantee the structures are safe during the operational period since the floating offshore structures are designed without period of drydocking survey as required by prescriptive rules. In this study, various method of fatigue analysis for floating offshore structure will be introduced especially for simplified fatigue method. Furthermore a simple fatigue analysis for FSO will be conducted as sample of fatigue assessment using simplified fatigue analysis method based on Palmgren-miners rule.
Analisa Tegangan pada symetric and unsymetric profile terhadap beban merata Siswanto (
[email protected]), Iwan Karunia Siringo-ringo.
Keywords : Analisa Fatigue, Floating Offshore Structure, Fatigue Assessment, Simplified Fatigue Method.
Fatigue Assessment of Floating Offshore Structure Based on FPI Guidelines Ahmad Zakky (
[email protected]), M. Irfan, Defri Sumarwan. Fatigue Mooring Line Analysis Muhammad Irfan (
[email protected]), Mohammad Arif Kurniawan, Ahmad Zakky, Fredhi Agung Prasetyo.
Numerical Evaluation on Normal Stress Distribution of Ship Cross Section Topan Firmandha (
[email protected]), Sukron Makmun., Siswanto. Numerical Evaluation on Shear Stress Distribution of Ship Cross Section Siswanto (
[email protected]), Topan Firmandha., Sukron Makmun. Thickness requirement Based on BKI-Rules of Ship Cross Section Topan Firmandha (
[email protected]), Siswanto, Sukron Makmun. Computational Tools for Hull Girder Assessment of Ship Cross Section Sukron Makmun (
[email protected]), Triyan Indrawan, Topan Firmandha, Siswanto. Mesin On the Use of the Lifting Line Theory to Optimize Propeller Performance of Ship Muhdar Tasrief (
[email protected]), Faisal Mahmuddin. Design Compressed Natural Gas (CNG) Floating Station Munir Radetya (
[email protected]), Muhdar Tasrief, Siswanto. Sistem Propulsi (Propeller) yang Optimal Terkait Penghematan Bahan Bakar (Fuel Saving) Muhdar Tasrief (
[email protected]). Pengaruh Perubahan Bentuk Lambung Terhadap Gerak dan Juga Tahanan Kapal Muhdar Tasrief (
[email protected]). Stabilitas dan Hidrodinamika Penentuan kriteria stabilitas dan load lines di perairan domestik Wasito Abdul Mukit (
[email protected]), Rosihan Syarif, Mohammad Arif Kurniawan, Muhdar Tasrief, Andi Dian Eka.
1. Pendahuluan
K
egagalan lelah (Fatigue failure) adalah kegagalan yang terjadi pada suatu struktur konstruksi akibat beban yang berulang-ulang. Pada sturktur terapung lepas pantai (Floating offshore structure), beban berulang-ulang terjadi akibat beban yang ditimbulkan oleh gelombang air laut maupun akibat kondisi lingkungan laut lainya seperti angin, arus, dsb. Kegagalan fatigue pada struktur terapung (Floating offshore structure) dapat terjadi pada sambungan konstruksi yang memiliki konsentrasi tegangan yang tinggi (baseplate dan weldments) seperti pada sambungan-sambungan antara pembujur dan penegar. Untuk menjamin suatu struktur terapung lepas pantai seperti FSO, FPSO, FLNG atau FSRU tidak mengalami kegagalan lelah selama masa beroperasinya dimana struktur tersebut dirancang untuk tidak melakukan survey pengedokan, maka analisa lelah (fatigue analysis) untuk struktur tersebut disaratkan dalam tahap desain. Secara umum kegagalan lelah dapat ditentukan dengan dua metode yaitu Metode S-N Curve dan metode Fracture Mechanics (FM). Metode S-N Curve merupakan metode yang paling tepat digunakan dalam tahap desain konstruksi. Analisa lelah pada metode ini dilakukan melalui pendekatan perbandingan antara jumlah siklis beban yang terjadi pada struktur konstruksi (n) dengan kapasitas jum-
lah siklis maksimal beban pada material (N) berdasarkan fatigue test material (S-N Curve). Metode S-N dapat dibagi menjadi tiga metode berdasarkan pendekatan penentuan beban fatigue-nya yaitu, deterministic fatigue method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Sedangkan metode fracture mechanics (FM) digunakan untuk menentukan fatigue berdasarkan perambatan retak (fatigue crack growth) dan ukuran retak yang dapat diterima (flaw size) pada suatu sambungan struktur. Metode fracture mechanics biasanya digunakan untuk menyusun rencana dan strategi pemeliharaan struktur konstruksi (Bai 2003). Pada penelitian ini metode kegagalan fatigue dengan S-N Curves Method dijabarkan lebih rinci berikut dengan tiga metode yang dapat dilakukan untuk menentukan pendekatan beban fatigue terutama metode dengan pendekatan simplified fatigue. Lebih lanjut suatu contoh sederhana dalam menghitung dan menganalisa fatigue dengan menggunakan metode simplified fatigue pada struktur FSO akan dilampirkan pada paper ini sebagai contoh.
2. Tinjauan Pustaka Analisa lelah dengan menggunakan metode S-N Curves dihitung berdasarkan Palmgren-Miner damage cumulative
67
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
n n n n n D i 1 2 3 ........ m N1 N 2 N 3 Nm i 1 N i m
Metode Simplified Fatigue Analysis Dimana,Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa histogram re N = Jumlah siklis pada longdistribusi term period yangdua diperhitungkan 0 akibat beban gelombang adalah Weibull parameter (Bai. 2003).
(1)
Dimana:
f(S)
total strain energy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembebanan adalah sama dengan ni
= Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi W
= Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban
parameter adalah :
n N f(S) Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibammerupakan hipotesis lelah kumulatif ber- pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat ditulis (6) D iS 1 0 totalyang energi dari N sikluskerusakan dari konstan amplitudo S N N(S) i 1 barkan pada Gambar 1(b), rumus dasar S-N Curves dapat dasarkan konsep strain energy. Konsep strain energy men( S ) i 0 exp (7) Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibambarkan pada Gambar 1(b), rumusfdasar A A A ditulis sebagai berikut : yatakan bahwasebagai kerusakanberikut: akan terjadi ketika total strain dengan rumus log S log S dapat ditulis sebagai berikut: S-N Curves Dimana, energy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembetotal strain menergy pada saat n siklus dari variabel amplitudo pembebanan adalah sama dengan m / A dan ξ adalahNparameter A = Parameter strain energy saat sama n siklus darinvariabel amplitudo bananpada adalah dengan energi dari siklus n 2 Npembebanan n 3 dari adalah n msama dengan logN logA m logS (2)N0 S 0period Weibull itotal n 1 1 dimana m = Jumlah siklis pada long yang diperhitungkan 0term (1) D ........ D 1 (8) total energi dari N siklus dari konstan amplitudo pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat ditulis skala dan ξ = Parameter bentuk. konstan amplitudo pembebanan (Ayyub dkk, 1998). Dapat energi dari N siklus dari konstan amplitudo pembebanan m K dasar ln untuk N 0 rentang N N 2 (Ayyub N 3 dkk, 1998). N mDapat ditulis i 1 N i 1 logA logN m logS Berdasarkan pendekatan kurva linear seperti yang dibambarkan pada Gambar 1(b), rumus (3) f(S) = Probability density fungtion tegangan, untuk distribusi W ditulis dengan rumus sebagai berikut : dengan rumus sebagai berikut: an rumus sebagai berikut: Berdasarkan persamaan (5) dimana N merupakan paramem
Dimana:m
ana:
ni
mn n n n n ni n n n m (1) n m D i 1 2 3 D ........ 1 2 (1)3 ........ N N N N N i 1 2 3 m N1 N 2 (S Ni)3 yang terjadi Nm =i1Jumlah siklis rentang i 1 N i tegangan
(1)
S-N Curves dapat ditulis sebagai Sm N berikut: A
(4) A logN logA m logS N m log N (5) S logA logN m logS
log N beban pada struktur akibat
(2)
parameter adalah : ter material dari S-N Curve dan probability density funtion
(3)
Dimana : Dimana: dimana, b = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban a Sm N A (4) = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terni Dimana : ni = Jumlah siklis rentang tegangan (Si) yang terjadi pada struktur akibat beban S = rentang tegangan (Stress range) jadi pada struktur akibat beban siklis (Fatigue S-N Curves log S S linear tegangan (Stress range) = rentang A log S Gambar 1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva N (5) demand) m N tegangan sikliskegagalan rentang tegangan = jumlah N = jumlah siklis rentang hingga lelah hingga kegalog S log S S 2 Si = rentang tegangan (Stress range), N/mm galan lelah 1 m = gradien / negative slope log S rentang tegangan (S ) yang log S Ni = Jumlah siklis 1 dimana, i m = gradien / negative slope m m meneyebabkan kegagalan pada sambungan log A = intersepsi axis log N pada kurva log A = intersepsi axis log N pada kurva S = rentang tegangan (Stress range) 1 (Fatigue strength)
1
untuk distribusi Weibull S 2 parameter, S maka persamaan (6) f ( S ) exp (7) dapat disederhanakan A A menjadi : A
N S D 0 0 K ln N 0
m /
m 1
(8)
3. Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pada FSO dengan spesifikasi dan data ukuran utama dapat dilihat pada Table.2. PembebaN = jumlah siklis rentang tegangan hingga kegagalan lelah nan lingkungan berupa data gelombang terdiri dari 7 vauntuk menentukan nilai siklis Sedangkan menentukan nilaislope siklis beban lingkungan yangbeban terjadilingkunpada struktur (ni) dapat m untuk = gradien /Sedangkan negative N Nilai (Ni) ditentukan logberdasarkan penyebaran data ekriasi tinggi gelombang dan 8 variasi arah gelombang (40o, log N gan yang terjadi pada struktur (ni) dapat dilakukan dengan sperimen dari material yang diuji denganlogbeban siklis 85o, 130o,yaitu, 175o, 220o, 265o, 310o, 355o), sehingga jumlah dilakukan dengan tiga metode pendekatan penentuan beban fatigue-nya N log A = intersepsi axis logberdasarkan N pada kurva tiga metode berdasarkan pendekatan penentuan beban log N b tertentua (Stress range) sebayak N kali percobaan hingvariasi beban gelombang adalah 56 variasi. Setiap variasi log N deterministic fatigue method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Pada fatigue-nya yaitu, deterministic fatigue method, simplified log N ga terjadinya kegagalan lelah (fatigue filure), kemudian pembebanan dilengkapi dengan data jumlah kejadian daGambar 1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves fatigue method dan spectral fatigue method. Pada Table.1 b Table.1 digambarkan perbandingan masing-masing metode analisa kelelahan yang dipakai hasil eksperimen diregresi sehingga membentuk suatu lam kurununtuk waktu 25 tahun (Tabel 3). Sedangkan variasi beSedangkan untuk menentukan nilai siklis beban lingkungan yang terjadi pada struktur (ni) dapat a digambarkan perbandingan masing-masing metode analb a kurva (S-N Curve) seperti disajikan pada Gambar 1a. ban muatan terdiri dari tiga yaitu Full Load, full ballast dan menganalisa kelelahan struktur kapal dan banguan pantai terapung (Bai, 2003). isatiga kelelahan yang dipakai lepas untuk menganalisa kelelahan dilakukan dengan metode berdasarkan pendekatan penentuan beban fatigue-nya yaitu, Gambar 1.Gambar (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves partial Load dengan probabilitas kejadian dapat diketahui Gambar 1 : (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekat1. (a) Ilustrasi Regresi S-N Curves (b) Pendekatan kurva linear S-N Curves struktur kapal dan banguan lepas pantai terapung (Bai, Metodedeterministic Simplified Fatigue an kurva linear S-N Curves fatigue Analysis method, simplified fatigue method dan spectral fatigue method. Pada2003). Sehingga total semua variasi dari Table 4 (Oh dkk, 2003). pembebanan adalah 168 beban gelombang. Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa analisa histogram rentang tegangan Table.1 digambarkan perbandingan masing-masing metode kelelahan yang dipakai untuk m
Metode SimplifiedWeibull Fatigue Analysis akibat beban gelombang adalahstruktur distribusi dua parameter (Bai. 2003). menganalisa kelelahan 3.1 2003). Target Sambungan Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) kapal dan banguan lepas pantai terapung (Bai, Metode Simplified Fatigue Analysis Secara teoritis metode simplified mengasumsikan bahwa
Target sambungan yang akan dianalisa ditentukan dengan
m rentang histogram akibat beban gelombang Secara teoritis metode rentang tegangan n i simplified Ntegangan 0 f(S) mengasumsikan bahwa histogram metode seleksi berdasarkan tegangan maksimal (strength (6) (Bai. 2003). D adalah distribusi Weibull dua parameter N N(S) stress) yang terjadi pada setiap sambungan struktur. Secara i 1 akibat beban gelombang adalah Weibull dua parameter (Bai. 2003). i distribusi 0
Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010)
umum lokasi sambungan kritis terdapat pada sambungan antara penegar memanjang dengan sekat melintang, terDimana, m masuk juga wash bulkhead dan web frame yang berada n Ndiperhitungkan 0 f(S) N0 = Jumlah siklis pada long term (6) D periodi yang dalam tank (IACS 2010). Lokasi sambungan yang akan diaN(S) i 1 N i 0 f(S) = Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi Weibull nalisadua pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
parameter adalah : Dimana, N0
Gambar 2. Contoh S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) 2 : Contoh Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) Gambar Gambar 2. Contoh S-N S-N Curve (DEn S-N Curves, IACS 2010) Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
68
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
f(S)
Dimana :
1
3.2 Rentang Tegangan
S term period S yang diperhitungkan = Jumlah siklis =long f (NS0)pada Jumlah exp pada siklis long(7) term period yang Rentang tegangan (Se ) untuk masing-masing variasi pemA A A = Probability density fungtion untuk rentang tegangan, untuk distribusi Weibull dua diperhitungkan density fungtion untuk rentang = parameter adalah : Probability m / untuk Weibull dua mdistribusi N tegangan, S D 0 0 S11 S (8) parameter adalah : Kf ( Sln) N exp (7) f(S)
A A
0
N D 0 K
S 0 ln N 0
m /
A
m 1
bebanan diperoleh melalui analisa elemen hingga menggunakan software Poseidon ND 11.0. Pemodelan elemen hingga (meshing dan kondisi batas) dilakukan berdasarkan CSR oil tanker (IACS 2010). Rentang tegangan mempuJurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
(8)
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
69
L LL (m) (m) (m) L 248,32 248,32 248,32 (m) Ukuran 248,32
Item Item Item Ukuran Ukuran Item Ukuran
CRITERIA
Purpose
39,6
23,1
17,32
Spread dengan 5 lajur
Table 3. Data Gelombang Tabel3. 3 :Data Data Gelombang gelombang Table 3. Data Gelombang Table
METHOD SPECTRAL FRACTURE MECHANICS
Evaluating crack growth Developing and refining inspection programs.
The fracture mechanics model for fatigue strength is based on crack growth data.
Tabel 1 : Perbandingan Metode Analisa Kelelahan Pada Struktur Bangunan Apung Lepas Pantai
1
S-N APPROACH SIMPLIFIED
ni
n i n SdS v 0i Tlife p(S)dS
Three regions in crack growth process: Regions I, low crack growth rate, threshold Regions II, Paris law Regions III, Fracture, high crack growth rate.
Paris-Law Equation:
da m CΔK dN
ΔK Ya S πa
C, m = Paris parameters
Tabel.1 Perbandingan Metode Analisa Kelelahan Pada Struktur Bangunan Apung Lepas Pantai
DETERMINISTIC
m
i 1 N i
D
n i N 0 f SdS
dS
n(S)dS = the number of stress range between S and S+dS Tlife = stationary response process of duration = zero up crossing frequency v0i
0
pS dS NS
D v 0i Tlife
Dimana p(S) adalah Rayleigh PDF:
S-N Approach are recommended for fatigue assessment and design purpose
TR Pi Ti
= Total number of cycles N 0 in the long-term period f(S) = Probability density function for the stress range (Represented by 2 parameters Weibull distribution).
N f S D 0 dS 0 N S N D 0 S m f SdS K 0
Dimana, f(S) adalah Weibull 2 parameter:
S2 S exp 2 8σ i
4σ i2
2 v 0i Tlife S m1 - S exp 2 K 0 4σ i2 8σ i
pS
D
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
ni
TR = Reference time Pi = relative frequency Ti = wave period
m T P D R i Ti N i i 1
ξ
m Γ1 ξ
S exp A
m/ξ
ξ 1
Sξ 0 lnN 0
70
Palmgren-Miner cumulative damage law
Number of cycles at Si based on fatigue loads (ni)
Final Equation
N0 K
ξ S f S AA
D
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
Table 2. Data ukuran utama FSO Table 2. ukuran utamaFSO FSO Table utama FSO Tabel2. 2 Data :Data Dataukuran ukuran utama B T H B H FSO B H Sistem Tambat Table 2. DataTTukuran utama Sistem Tambat Tambat Sistem (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) 39,6 23,1 17,32 Spread dengan 5 lajur 39,6B 23,1T 17,32H Spread SpreadSistem dengan lajur Tambat 39,6 23,1 17,32 dengan 55 lajur (m) (m) (m)
NE N NW W SW S SE E NE NW W SW SE NE NN NW W SW SS SE EE TOTAL TOTAL Table 3. Data Gelombang TOTAL (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) Original Mid 10.522.750 16.252.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 NE 20.022.500 N NW 10.011.750 W 8.321.000 SW 8.451.750 S SE E Original Mid 10.522.750 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 Original Mid 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 Wave Height (feet) TOTAL (40°) (85°) (130°) (175°) (220°) (265°) (310°) (355°) 0,0 ~ 1.9 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 0,0 ~ 1.9 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 0,0 ~ 1.9 1,0 2.322.800 4.646.600 3.770.900 2.322.800 1.931.100 1.960.500 6.788.800 6.426.500 30.170.000 Mid 513.500 10.522.7501.027.000 20.022.500 833.600 16.252.750 513.500 10.011.750 426.800 8.321.000433.500 8.451.750 1.500.400 29.253.750 1.420.500 27.693.750 6.668.800 130.530.000 2,0 ~~Original 3,9 3,0 2,0 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 2,0 ~ 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 2.322.800 227.000 4.646.600 184.220 3.770.900 113.500 2.322.800 94.340 1.931.100 95.820 1.960.500 331.700 6.788.800 313.920 6.426.500 1.471.000 30.170.000 4,0 5,9 5,0 110.500 4,0~~~0,0 5,9~ 1.9 5,0 5,0 1,0 110.500 110.500 227.000 184.220 113.500 94.340 95.820 331.700 313.920 1.471.000 4,0 5,9 227.000 184.220 113.500 94.340 95.820 331.700 313.920 1.471.000 2,0 ~ 3,9 3,0 513.500 1.027.000 833.600 513.500 426.800 433.500 1.500.400 1.420.500 6.668.800 6,0 ~ 7,9 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 6,0~~7,9 7,9 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 6,0 7,0 35.080 50.160 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 8,0 9,9 9,0 6.753 6.970 110.500 13.506 227.000 10.954 184.220 113.500 5.621 94.340 5.716 95.820 19.729 331.700 18.675 313.920 87.924 1.471.000 8,0~~~4,0 9,9~ 5,9 9,0 9,0 5,0 6.753 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 8,0 9,9 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 ~ 7,9 11,3 35.080 40.730 25.080 20.850 21.170 73.300 69.390 335.760 10,0 13,9 367 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 10,0 ~~~6,0 13,9 11,3 7,0 367 367 73450.160 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 10,0 13,9 11,3 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 8,0 ~ 9,9 9,0 6.753 13.506 10.954 6.970 5.621 5.716 19.729 18.675 87.924 14,0 ~ 25,9 20,0 10.522.750 20.022.500 16.252.750 10.011.750 8.321.000 8.451.750 29.253.750 27.693.750 130.530.000 14,0 ~~25,9 25,9 20,0 20,0 10.522.750 10.522.750 20.022.500 20.022.500 16.252.750 16.252.750 10.011.750 10.011.750 8.321.000 8.321.000 8.451.750 8.451.750 29.253.750 29.253.750 27.693.750 27.693.750 130.530.000 130.530.000 14,0 10,0 ~ 13,9 11,3 367 734 596 150 289 294 1.071 1.015 4.516 Wave Height (feet) WaveHeight Height(feet) (feet) Wave
14,0 ~ 25,9
20,0
10.522.750
20.022.500
16.252.750
10.011.750
8.321.000
8.451.750
Table 4. Probabilitas pembebanan muatan Table 4. pembebananmuatan muatan Table pembebanan muatan Tabel4. 4 Probabilitas :Probabilitas Probabilitas pembebanan
29.253.750
27.693.750
130.530.000
Probability Table 4. Probabilitas pembebanan muatan Probability Probability No. Loading Pattern No. Loading Pattern No. Loading Pattern (%) (%) (%) Probability 1 Full Load 25 Full Load Load 25 Loading Pattern 11 No. Full 25 (%) 2 Full Ballast 25 Full Ballast Ballast 25 22 Full 25 Full Load 3 1 Intermediate Load (50%) 50 Intermediate Load (50%) 50 25 33 Intermediate Load (50%) 50 2 Oh Full Ballast 25 (Sumber: et. al 2003) (Sumber: Oh et. et. al al 2003) 2003) (Sumber: Oh 3 Intermediate Load (50%) 50 85.00 (Sumber: Oh et. al 2003) 85.00 N N 85.00 N
o
o 130.00 130.00o 130.00 NW NW NW
130.00
oo N 85.00 o 40.00 40.00 NE NE40.00 NE
o
NW
0
0 175.00 W 175.000W W 175.00 0
175.00 W
E
SW SW SW oo 220.00 220.00o 220.00 SW 220.00
o
40.00 NE oo 355.00 o 355.00 E 355.00 EE
o
355.00
o
o
S SS
o 310.00 SE 310.00o SE 310.00 SE o
o 265.00 265.00oS 265.00
265.00
SE
310.00
o
o
Gambar 3 : Variasi arah gelombang (Sumber: Glenn Report, 1988) Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
71
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
72
Indeks Jurnal Teknik BKI H Edisi 02-Juni 2015 Kondisi (m) Pembebanan
Jumlah
(s)
Siklus
SCF
S nom
Probabilitas
Se
(N/mm ) 2
(N/mm ) 2
Arah
H
Tabel 8. Modifikasi sambungan (S1)
1 2 3 4
Sambungan 1 Sambungan 2 Sambungan 3 Sambungan 4
1.5272 0.3843 0.4901 0.5394
(tahun) 16.37 65.06 51.01 46.34
25/Σ D
tahun No. telah Jenisdiketahui Sambungan bahwa Σ D D diselesaikan dan parameter material. Seperti yang dengan menggunakan
Estimasi
Weibull, jumlah siklus kejadian setiap pembebanan yang telah umur ditentukan pada data gelombang 25
4.2 Kerusakan Lelah Kumulatif (D) TabelTabel 7. Kegagalan Lelah Kumulatif (D) 7 : Kegagalan Lelah Kumulatif (D) Berdasarkan persamaan (8), D merupakan fungsi dari rentang tegangan, parameter
5.16E-09 0,00000 0,25 0,0000 0,1535 118 63 1,880 734 5,95 6,09602
1,880 621 (S1) dimodifikasi 117 0,1535 dengan 0,0005 sambungan 0,25 0,00002 1.61E-06 sambungan yang memiliki
nilai SCF maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 8.
LC1N20
harga SCF maka LC1N9 2,743209 4,3
LC1N11 3,352811hal 4,75 13506 Berdasarkan tersebut jika
harga D semakin kecil sehingga umur semakin 2.22E-05 lama. 50160 1,880 62 117 0,1535 sambungan 0,0019 0,25akan 0,00007
3.55E-04 0,00034 0,25 0,0087 0,1535 111 59 1,880 227000 2,133607 LC1N7
4
1,524005
3,6
1027000
1,880
50
94
0,1535
0,0395
0,25
0,00152
3.14E-03
konsentrasi tegangan sangat signifikan berpengaruh dalam menentukan harga D. Semakin kecil
LC1N5
3,125 tahun 4646600karena 1,880nilai D 39 > 1. Seperti 73 0,1535telah 0,1788 0,25 sebelumnya 0,00686 1.82E-02 dari yang kita ketahui faktor LC1N3 0,914403 waktu kurang
total
D Prob
Muatan H Arah (N/mm2)
Se
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014
Table 6. Rentang tegangan pada sambungan 1
Ti
Antara pembujur deck & Sekat Melintang S5
S4
T 500 x 12.5/180 x 12.0
LC1N1
35
Dari tabel 27 dapat diketahui bahwa sambungan 1 0,1535 (S1) mengalami kegagalan dalam1.00E-02 kurun 0,304801 20022500 1,880 20 38 0,7705 0,25 0,02957
3
Pembebanan
4,3E+11
(N/mm2)
F2
Siklus
35
(s)
3
padaTabel (m)7.
4,3E+11
S nom
F2
SCF
35
Jumlah
3
Ti
4,3E+11
H
F2
Kondisi
35
beserta estimasi umur lelah sambungan terhadap masa operasional 25 tahun dapat diketahi Probabilitas
3
D Indeks
4,3E+11
Table jenis 6.Tabel Rentang tegangan pada sambungan berbeda-beda sesuai dengan dan bentuk sambungan (Lihat1 tabel15). Hasil akhir berupa nilai 6 : Rentang tegangan pada sambungan
F2
dan k dapat ditentukan dari kurva S-N melalui persamaan (5). Harga m dan k memiliki nilai yang
Sq
T 500 x 12.5/180 x 12.0
F2
m
Antara pembujur Bottom & web transverse
T 500 x 12.5/180 x 12.0
Antara pembujur Bottom & Sekat melintang
Antara pembujur deck & Sekat Melintang
A
S3
Antara pembujur Bottom & web transverse
T 500 x 12.5/180 x 12.0
draft
S5
Antara pembujur Bottom & Sekat melintang
Class
HP 400 x 13
S1
S4
Antara pembujur sisi & Sekat melintang antara 0.3 - 1.1 max draft
Tipe Sambungan
S3
Karakter sambungan terhadap S-N Curves
Typical Sambungan
No.
S1
Tipe Sambungan
Antara pembujur sisi & Sekat melintang antara 0.3 - 1.1 max
No.
distribusi Weibull dengan parameter ξ dan incomplete gamma function. Parameter material m
3 4,3E+11
4,3E+11 F2
Tabel 5 : Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya
Table 5. Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya
T 500 x 12.5/180 x 12.0
Typical Sambungan
Berdasarkan persamaan (8), D merupakan fungsi dari rentang tegangan, parameter Weibull, jumlah siklus kejadian setiap pembebanan yang telah ditentukan pada data
T 500 x 12.5/180 x 12.0
F2
3.3 Kerusakan Lelah Kumulatif (D)
35
35 3
35
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa sambungan 1 (S1) mengalami kegagalan dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun karena nilai D > 1. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya faktor konsentrasi tegangan sangat signifikan berpengaruh dalam menentukan harga D. Semakin kecil harga SCF maka harga D semakin kecil sehingga umur sambungan akan semakin lama. Berdasarkan hal tersebut jika sambungan 1 (S1) dimodifikasi dengan sambungan yang memiliki nilai SCF maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 8.
HP 400 x 13
4,3E+11 F2
3
3
A Class
Rentang tegangan yang diperoleh dari analisa elemen hingga adalah rentang tegangan nominal. Untuk dapat dimasukan ke persamaan (8), maka rentang tegangan nominal dikalikan dengan faktor konsentrasi tegangan. Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa pengaruh konsetrasi tegangan sangat signifikan. Hal ini mengindikasikan bentuk dan jenis sambungan sangat berpengaruh terhadap nilai D.
gelombang dan parameter material. Seperti yang telah diketahui bahwa D diselesaikan dengan menggunakan distribusi Weibull dengan parameter ξ dan incomplete gamma function. Parameter material m dan k dapat ditentukan dari kurva S-N melalui persamaan (5). Harga m dan k memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan bentuk sambungan (Lihat tabel 5). Hasil akhir berupa nilai D beserta estimasi umur lelah sambungan terhadap masa operasional 25 tahun dapat diketahui pada Tabel 7.
4,3E+11
35
Sq m
Karakter sambungan terhadap S-N Curves
Table 5. Target sambungan struktur FSO untuk analisa lelah beserta jenisnya
nyai nilai yang bervariasi sesuai dengan variasi pembebanannya. Tabel 4 menampilkan rentang tegangan pada sambungan 1 (S1) yang memperlihatkan variasi tegangan terhadap pembebanannya. Hal ini akan diperjelas lagi dari penyebaran rentang tegangan terhadap probabilitas setiap variasi pembebanan yang diperlihatkan pada gambar 3.
Muatan
Prob total
D
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
73
3 4
Sambungan 3 Sambungan 4
0.4901 0.5394
51.01 46.34
Tabel 8. Modifikasi sambungan (S1) Tabel 8 : Modifikasi sambungan (S1)
Sambungan
Jenis dan bentuk Sambungan
Analisa Fatigue
Sambungan Lama S1
Jenis dan bentuk Sambungan
Analisa Fatigue
Sambungan Baru
K= ΣD= FL =
K= ΣD= FL =
1.880
1.527
16.370
T 500*12.5*180*25.0
1.461
74
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
Muhammad Irfan, Eko B. Djatmiko, Daniel M. Rosyid
0.872
28.668
T 500*12.5*180*25.0
3. Bentuk dari sambungan sangat mempengaruhi Pada sambungan S1 dengan bentuk sambungan tanpa Pada sambungan S1 dengan bentuk sambungan tanpa braket di lokasi (f) faktor kekuatan lelah karena Faktor konsetrasi tegangan braket di lokasi (f) faktor konsetrasi tegangan (SCF) total secara matematis sangat mempengaruhi harga D adalah K = 1.880 dan D = 1.527 sehingga umur sambungan konsetrasi tegangan (SCF) total adalah K = 1.880 dan D = 1.527 sehingga umur sambungan pada persamaan (6). kurang dari 25 tahun yaitu 16.37 tahun. Jika sambungan S1 (f) dimodifikasi dengan menambahkan kurangpada daribagian 25 tahun yaitu 16.37 tahun. Jikabrasambungan S1 pada bagian (f) dimodifikasi dengan ket konstrasi tegangan (SCF) turun hingga K = 1.461. Jika Daftar Pustaka K baru dikalikan dengan rentang tegangan nominal maka harga D mengalami penurunan drastic hingga menjadi Ayyub, B.M., Assakkaf, I., Atua, K., Engle, A., Hess, P., Karaszewski, Z., Kihl, D., Melton, W., Sielski, R.A., Sieve, D = 0.872 atau umur konstruksi menjadi lebih dari 25 taM., Waldman, J., dan White, G.J. Reliability Based Dehun yaitu, 28.668 tahun. Sehingga pada penelitian ini samsign of Ship Structures: Current Practice and Emerging bungan 1 Ir.direkomendasikan dimodifikasi dengan Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir diuntuk Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau Technologies. Research Report ti the US Coast Guard, menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan menambahkan pada lokasi (f).sarjana muda tiga Kapal), ITS braket pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar SNAME, 1998. tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen Bai, Young. Marine Structure Design. Oxford: Elsevier, 2003. dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Glenn, A.H. “25 Year Directional Wave Exceedance Data 5. Kesimpulan dan Saran melalui tahapan S2 pada Juli 1976. Tanpa tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan Widuri and Intan Field.” 1988. beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi IACS. Common Structural Rules for Bulk Carrier. London: Program Doctor. Gelar Philosophy Sesuai dengan hasil analisa fatigueDoctor danof prediksi umur konbeliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah IACS, 2010. abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena struksi dapat disimpulkan bahwa : tutup usia. PeranFSO dan jasa beliau di bidang perkapalan IACS. Commons Structural Rules for Oil Tanker. London: bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia. 1. Analisa kelelahan pada struktur FSO dengan metode IACS, 2010. J.P Sikora, A. Dinsenbacher, J.A. Beach. “A Method for Estisimplified fatigue analysis telah dilakukan. mating Lifetime Loads and Fatigue Lives for Swath and 2. Konstruksi sambungan S1memiliki harga D > 1 sehProf. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh Conventional Monohull Ships.” Naval Engineer Jouradalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshimakerusakan leingga sambungan tersebut mengalami University (Jepang) dan pendidikan S3 di nal, ASNE, 1983: 63-85. Memorial lah sebelum berumur 25 tahun. Untuk meningkatkan M.H. Oh, W.S. Sim, H.S. Shin. “Fatigue Analysis of KizomUniversity of kekuatan lelah maka sambungan S1 dapat dimodiba ‘A’ FPSO using Direct Calculation based on FMS.” fikasi dengan menambahkan braket sehingga D <1 Ocean Technology Conference, 2003. dan umur konstruksi menjadi 28.668 tahun. Newfoundland (Canada). Email:
[email protected] Ahmad Zakky, bergabung dengan PT BKI (Persero) sejak tahun 2008 setelah lulus dari S1 Jurusan Perkapalan, ITS. Pada awal Ahmad Zakky, bergabung diterima menduduki posisi staf di Satuan Penelitian dan Pengembangan. Tahun 20092012 mendapatkan kesempatan melanjutkan S2 di ITS dengan jurusan yang sama. Pada tahun 2012 sampai sekarang menjadi staf Pengkaji IV pada Divisi Manajemen Strategis. Konsentrasi bidang penelitian Jurnal Teknik yang digeluti saat BKI ini adalah Ship and Offshore Structure. Edisi 02 - Desember 2014 e-mail :
[email protected]
STUDI KASUS PENILAIAN RESIKO MOORING LINE PADA SINGLE POINT MOORING AKIBAT BEBAN KELELAHAN BERDASARKAN STANDAR BIRO KLASIFIKASI INDONESIA
Abstract Most of Single Point Mooring which is operating in Indonesia has exceeded its operating. Fatigue is one of the important aspect in floating offshore re-assessment. This paper present a risk assessment of fatigue mooring line of Catenary Anchor Leg Mooring (CALM) buoy system and Floating Storage and Offloading (FSO). This analysis is held using risk matrix with semi quantitative approach. Frequency assessment was performed using reliability analysis, while in determining the consequences of failure, conducted a qualitative approach with two perspectives i.e surveyors BKI and OGP report 2010 related to the failure of mooring worldwide. The purpose of this study was to obtain the level of risk in determining the residual fatigue life of mooring line on the SPM. This study found that the risk level of mooring line SPM # 1043 due to the fatigue load that has been operating about 30 years get in on the level of a safe risk, or enter into a acceptable zone. At the end of this paper are discussions about the initial proposal acceptance criteria of mooring line failure due to fatigue load. Key words : Single Point Mooring, risk, fatigue, reliability, mooring line, BKI.
1. Pendahuluan
S
ingle Point Mooring merupakan salah satu bangunan apung yang banyak beroperasi di Indonesia. Bangunan ini merupakan teknologi sistem tambat dan transfer cargo yang sudah sejak lama digunakan di dunia migas. Umumnya SPM dibangun di bawah pengawasan dan standar klass seperti ABS, LR, DnV, dll. Namun kebanyakan owner/operator SPM yang beroperasi di Indonesia selama ini tidak melakukan perawatan klass (seperti, tidak melakukan periodic survey, special survey, dll) dan kebanyakan SPM tersebut sudah beroperasi lebih dari 20 tahun. Berdasarkan sumber dari BP Migas pada tahun 2010, terdapat sekitar 215 buah SPM yang beroperasi di perairan Indonesia. Ratusan SPM tersebut tanpa pengawasan lansung dari pihak badan klasifikasi nasional. Kegagalan mooring line merupakan perhatian utama dalam operasi sistem struktur bangunan apung. Kegagalan mooring line dapat terjadi selama kondisi pembebanan dinamis beban ekstrim atau karena kerusakan kelelahan disebabkan oleh spektrum beban dinamis berulang selama operasi jangka panjang. Hal ini membuat analisis kelelahan menjadi penting untuk dilakukan agar operasi yang aman bagi system dapat dicapai. Banyaknya ketidakpas-
tian dalam analisis kelelahan, seperti ketidakpastian dalam perhitungan tension mooring line, perhitungan kerusakan kelelahan (fatigue damage) dan sebagainya, menjadikan analisis keandalan penting untuk dilakukan. Penilaian resiko dilakukan untuk melihat level resiko yang diterima sistem struktur akibat beban kelelahan pada mooring line. Dengan adanya penilaian resiko, dapat dijadikan dasar dalam memberikan engeneering jugement terhadap permasalahan yang timbul dalam analisis yang dilakukan secara teoritis dibandingkan dengan kondisi dilapangan, seperti dalam kasus mengenai kekuatan mooring line. Makalah ini menyajikan hasil penilaian resiko dari penelitian studi kasus penilaian ulang sistem mooring line pada SPM yang telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan level resiko dalam menentukan umur sisa kelelahan mooring line pada SPM. Penelitian ini dilakukan meliputi analisis kekuatan, analisis kelelahan, analisis keandalan dan resiko berdasarkan aturan BKI. Dalam penelitian ini SPM yang dievaluasi yaitu SPM # 1043 berjenis CALM buoy. SPM #1043 menambat sebuah FSO secara permanen yang berfungi sebagai offloading dan storage di ladang minyak Cinta perairan tenggara laut jawa (South East Java Sea) pada ke dalam laut 35.54 meter. Mooring
75
Edisi 02- Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Penggerak Informasi Teknik Jasa Klasifikasi Indonesia
memberikan engeneering jugement terhadap permasalahan yang timbul dalam analisis engeneering jugement terhadap permasalahan yang timbul dalam analisis yang dilakukan secara teoritis dibandingkan dengan kondisi dilapangan, seperti dalam kasus mengenai kekuatan mooring line. an secara teoritis dibandingkan dengan kondisi dilapangan, seperti dalam nai kekuatan mooring line. Umumnya evaluasi resiko dilakukan dengan menggunakan matriks resiko. Pada penelitian ini, matriks yang digunakan mengacu pada aturan BKI Part. 4 Vol. 1 dalam matriks 4 x 4. Proses penialain resiko berupa penilaian peluang gagal (frequency) dan penilaian konsekuensi pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu Mooring Arrangement
Mooring Arrangement
Mooring detail
secara kualitatif maupun kuantitaif (lihat Gambar 2). Namun bisa juga dilakukan dengan mengkombinasikannya yaitu semi kuantitaif. Seperti yang dilakukan dalam studi ini, dimana penilaian peluang gagal dilakukan dengan pendekatan kuantitatif sedangkan penilaian konsekuensi dengan pendekatan Mooring detail CALM Buoy 1 kualitatif.
CALM Buoy 1
Gambar 1 : Catenary Anchor Leg Mooring (CALM Buoy) [1] system ini menambat FSO 149 kDWT secara permanent. SPM ini sudah dioperasikan sejak tahun 1972 dan terakhir dilakukan pengedokan pada tahun 2001. Berdasarkan laporan survei yang dilakukan BKI tahun 2012 [2], mooring line dalam kondisi heavy marine growth. Selama ini, tidak pernah terjadi kegagalan system akibat kegagalan mooring line atau putus.
2. Tinjauan Pustaka Secara umum, penilaian resiko terdiri dari empat tahapan yaitu [3] : a) Identifikasi bahaya (Hazard Identification) b) Penilaian peluang gagal (Frequency Assessment) c) Penilaian konsekuensi (Concequency Assessment) d) Evaluasi Resiko (Risk Evaluation) Bahaya adalah sumber peristiwa yang dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan, sehingga analisis untuk memahami potensi resiko harus dimulai dengan memahami bahaya (Hazards). Meskipun identifikasi bahaya jarang memberikan informasi secara langsung yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan, namun ini adalah langkah penting yang harus dilakukan. Kadang-kadang identifikasi bahaya dilakukan secara eksplisit menggunakan teknik terstruktur. Diwaktu yang lain (umumnya ketika bahaya tujuan telah diketahui dengan baik), identifikasi bahaya adalah lebih dari sebuah langkah implisit yang tidak secara sistematis. Secara keseluruhan, fokus identifikasi baJurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
76
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
haya analisis resiko adalah pada bahaya tujuan utama (key hazards of interest) dan jenis kecelekaan yang dapat ditimbulkan oleh bahaya tersebut. Ada beberapa teknik dalam identifikasi bahaya yang dipaparkan pada aturan BKI Part.4 Vol. 1, dan pada penelitian ini dilakukan dengan metoda HAZID. Penilaian peluang gagal (frekuensi) dilakukan setelah mengetahui potensi bahaya yang ada pada system. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk menilai frekuensi seperti analysis of historical data, event tree analysis, fault tree analysis, common case failure analysis, realibility analysis.Teknik yang dipilih dapat disesuai dengan potensi bahaya yang telah diidentifikasi. Pada studi ini, peluang gagal (frekuensi) dinilai menggunakan teknik reliability analysis. Penilaian konsekuensi menjadi bagian inti dari proses penilaian resiko. Penilaian konsekuensi biasanya dilakukan dengan melibatkan pemodelan analitis untuk memprediksi efek dari pristiwa tertentu yang menjadi perhatian. Pemodelan bisa bersifat kuantitif maupun kualitatif. Dalam skenario kualitatif misalnya, maka dibutuhkan paremeter kriteria penerimaan yang harus ditetapkan untuk mengukur dampak konsekuensi yang terjadi. Dampak-dampak yang biasanya dipertimbangkan seperti dampak keselamatan, dampak kesehatan, lingkungan atau ekonomi pada target yang dituju.
Gambar 1. Catenary Anchor LegResiko Mooring Buoy) [1] Gambar 2 : Proses Penilaian (BKI, (CALM Part. 4,Vol.1)
Makalah ini menyajikan hasil penilaian nai resiko dari penelitian studi kasus penilaian 3. Metodologi analisis kekuatan mooring line dengan tujuan untuk ulang sistem mooring line pada SPM yang telah beroperasi loadcase selama lebih dari 30[4]. tahun di mengenai mendapatkan maksimum Kedua Indonesia. Tujuan dariresiko penelitian ini adalahanalisis untuk kelelahan mendapatkan level resiko dalam Dalam studi ini, metodologi analisis yang digunakan dan keandalan [5] dan yang terakhir menentukan umurresiko sisa kelelahan mooringDaline pada Penelitian ini dilakukan meliputi yaitu pendekatan analisis semi kuantitatif. yaitu SPM. makalah ini memaparkan mengenai analisis lam penelitian ini peluang kegagalan ditentukan melalui resikonya. analisis kekuatan, analisis kelelahan, analisis keandalan dan resiko berdasarkan aturan pendekatan kuantitatif dengan menghitung keandalan BKI. Dalam penelitian ini SPM yang dievaluasi yaitu SPM # 1043 berjenis CALM buoy. 4. Diskusi Hasil dan Pembahasan mooring line akibat beban kelelahan. Keandalan moorSPM #1043 menambat sebuah FSO secara permanen yang berfungi sebagai offloading dan ing line dihitung menggunakan simulasi Montecarlo yang storage di ladang minyak Cinta perairan tenggara laut jawa (shouth east java sea) pada ke telah dipaparkan pada makalah sebelumnya [4][5]. Se- Berdasarkan diagram alir (pada Gambar 3) diatas, dapat dalam laut 35.54 meter. Mooring system ini menambat FSO 149 kDWT secara permanent. dangkan dalam menentukan konsekuensi kegagalan, dilihat bahwa pekerjaan pertama yang dilakukan adalah ini sudah dioperasikan sejakdua tahun 1972analisis dan terakhir dilakukan pengedokan pada kekuatan mooring line untuk menentukan loaddilakukan SPM pendekatan secara kualitatif dengan sudut tahun 2001. Berdasarkan laporan survei yang dilakukan BKI tahun 2012 [2], mooring line pandang, pertama yaitu surveyor BKI dan kedua yaitu ber- case yang menghasilkan line tension maksimum. Loadcase dalam kondisi heavy marine growth. Selama tersebut ini, tidakkemudian pernah terjadi kegagalan system dipilih untuk dijadikan kasus pembedasarkan laporan oil and gas produces OGP 2010 terkait kegagalan line atau putus.alir banan pada analisis kelelahan. Dalam menghitung tension kegagalan akibat mooring sedunia.mooring Berikut adalah diagram studi penilaian ulang mooring line SPM secara keseluruhan.
Diagram alir pada gambar 3 di bawah memaparkan secara keseluruhan alur penelitian yang telah dilakukan, meliput analisis kekuatan mooring line, analisis kelelehan, dilanjutkan dengan analisis keandalan dan resiko. Hasil studi ini dipaparkan dalam 3 publikasi ilmiah, pertama menge-
mooring line, dilakukan dengan pendekatan time domain menggunakan software OrcaFlex 9.2. Untuk lebih detail silahkan merujuk pada makalah Irfan, et.al (2014) [4].
Tahap selanjutnya yaitu analisis kelelehan dengan menghitung fatigue damage menggunakan metoda combine spectrum API RP 2SK (2005) dalam menggabungkan low dan wave frequency respon. Perhitungan dilakukan dengan Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
77
menggunakan beban kombinasi kelelahan meliputi gelombang, angin, dan arus per seastate. Kurva T-N API RP 2 SK digunakan dalam perhitungan ini dengan jenis material studlink. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan spread sheet.
studi ini dilakukan secara implisit, karena bahaya tujuan yang akan menjadi perhatian sudah dikenal sejak awal. Pada studi ini bahaya yang ditinjau ialah bahaya akibat kelelahan. Bahaya akibat kelelahan ini disebabakan beban siklis beban gelombang, angin dan arus yang mengenai system mooring line. Akibat bahaya ini bisa menimbulkan kegagalan system dimulai dari putusnya satu rantai hingga multi rantai yang menyebabkan kerusakan fatal pada system struktur.
Hasil diperoleh berupa umur kelelahan mooring line sebesar 9 tahun dengan faktor keamanan 10. Kemudian dilanjutkan dengan analisis keandalan menggunakan simulasi Montecarlo. Menentukan moda kegagalan dan varibel random beserta distribusinya dilakukan sebelum simula- 4.2 Penilaian Peluang Gagal (Frequency Assessment) si dilaksanakan. Simulasi dilakukan dengan menggunakan menimbulkan kegagalan system dimulai dari putusnya satu rantai hingga multi rantai yang program Scilab dimulai dari 1000 s/d 5.000.000 eksperiPenilaian peluang gagal (frekuensi) dilakukan dengan menyebabkan padatahun system struktur. peluang kerusakan kegagalan fatal 10-5 per dengan satu rantai hingga multi rantai yang men. Hasil yang diperoleh berupa peluang kegagalan 10-5 menggunakan analisis keandalan (reliability analysis). 4.2 Penilaian PeluangββGagal (Frequency Assessment) per tahun dengan indekskeandalan keandalan Analisis menyebabkan keandalan dilakukan dengan montecarkerusakan fatalsimulasi pada system indeks ≅ 3.5 3.5 [5]. [5]. lo sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. PenPenilaian peluang Bahaya gagal (frekuensi) dilakukan dengan menggunakan analisis struktur. 4.1 Identifikasi (Hazard menimbulkan kegagalan system dimulai dari putusnya satu rantai hingga multi rantai yang jelasan penyelesaian lebih detail bisa merujuk pada paper 4.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) keandalan (reliability analysis). keandalan dengan simulasi montecarlo menyebabkan kerusakan fatal Analisis pada system struktur. dilakukan 4.2(2014) Penilaian Peluang Gagalpeluang Identification) Irfan et.al [5]. Dari hasil simulasi didapat sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penjelasan penyelesaian lebih detail bisa 4.2 Penilaian Peluang Gagal (Frequency Assessment) kegagalan dan keandalanAssessment) mooring line SPM #1043 (lihat Langkah selanjutnya yaitu selanjutnya analisis resiko yang dimulairesiko (Frequency Langkah yaitu analisis merujuk pada paper Irfan et.al (2014) [5]. Dari hasil simulasi didapat peluang kegagalan Table 1). dengan mengidentifikasi bahaya. Identifikasi bahaya pada Penilaian peluang gagal (frekuensi) dilakukan dengan menggunakan analisis Penilaian peluang gagal (frekuensi) yang dimulai dan keandalan mooring dengan line SPMmengidentifikasi #1043 (lihat Table 1). keandalan (reliability analysis). Analisis keandalan dilakukan dengan simulasi montecarlo Tabel 1dijelaskan :Hasil Hasil Analisis dan 1. Anaalisis Kelelahan dan Keandalan Keandalan sebagaimana yangTabel sudah sebelumnya. penyelesaian lebih detail bisa dilakukan dengan menggunakan analisis bahaya. Identifikasi bahaya pada studiKelelahan iniPenjelasan merujuk pada paper Irfan et.al (2014) [5]. Dari hasil simulasi didapat peluang kegagalan Fatigue Target karena bahaya keandalan (reliability analysis). Analisis dilakukan secara implisit, dan keandalan mooring line SPM #1043 (lihat Table 1). Annual life Fatigue life Totaltujuan yang akan menjadi Reliability keandalan denganIndex simulasi Tabel 1. Hasil Anaalisis Kelelahan dan Keandalan dilakukan perhatian sudah Probability of Reliability (year) (year) Damage (β) Fatigue dikenal sejak awal. PadaTarget studi ini bahaya Failure (PoF)montecarlo sebagaimana yang sudah Annual life Fatigue SF = 10 SF life =3 Reliability Index Total Probability of dijelaskan Reliability yang ditinjau(year) ialah bahaya(year) akibat kelelahan. Damage
sebelumnya. (β)
Penjelasan
-5 Failure 9SF = 10 31 10(PoF) 0.9999 =3 penyelesaian lebih detail 3.5 bisa merujuk Bahaya akibat kelelahan iniSF disebabakan
0.010796
93
0.010796 93 kriteria 9 frekuensi 31 angin 10-5 3.5 (2014) Mengacu US dan Coast Guard (USCG) di et.al aturan BKI Part.4 pada 0.9999 paper Irfan [5]. Dari beban siklispada beban gelombang,
Mengacu pada kriteria frekuensi US frekuensi Coast Guard (USCG) di litianini ini ditetapkan ditetapkan seperti pada Tabel 2 di2bawah. Vol.A, maka kriteria pada penelitian seperti pada Tabel di Mengacu pada kriteria frekuensi USline. Coast Guard (USCG) di aturan BKI Part.4 hasil simulasi didapat peluang kegagalan arus yang mengenai system mooring aturan BKI Part.4 Vol.A, maka kriteria frekuensi pada penebawah. Vol.A, maka kriteria frekuensi pada penelitian ini ditetapkan seperti pada Tabel 2 di dan keandalan mooring line SPM #1043 Akibat bahaya ini bisa menimbulkan bawah. Tabel 2. Kriteria Frekuensi : Kriteria Frekuensi (lihat Table 1). kegagalan system dimulaiTabel dari putusnya Tabel22. Kriteria Frekuensi
Likelihood
Likelihood
Frekuensi
Probable Probable Total
Fatigue
Frekuensi
Diskripsi
Diskripsi
0.01 kejadian atau lebih atau > 0.01 kejadian atau lebih > 0.01 -21. Hasil 0.01 Tabel Anaalisis Kelelahan danatau Keandalan > 10 > 10-2 kejadian permooring mooring per tahun kejadian per lineline per tahun Target
Annual
0.001 –– 0.01 atauatau 1 kejadian per 0.001 0.01kejadian kejadian 1 kejadian perIndex (β) -3 -2 (year) life Probability of Reliability Reliability -2life Improbable 10 – 10 – 10 Improbable 10-3Fatigue 100 – 1000 mooring line per tahun Damage mooring (year) Failure (PoF) line per tahun SF = 10 SF100 = 3 – 1000 0.010796 Rare93
Rare
Remote
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
78
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
Gambar3. 3 :Diagram Diagram Alir Gambar AlirPenelitian Penelitian
10-49– 10-3
10 – 10 -4
-3
10-5 – 10-4
0.0001 – 0.001 kejadian atau 1 kejadian per
0.0001 – 0.001 31 10-5 kejadian atau 0.99991 kejadian per 3.5 1000 – 10000 mooring line per tahun
1000 – 10000 mooring tahun 0.00001 – 0.0001 kejadianline atauper 1 kejadian
per US 10000––0.0001 100000 lineatau per 0.00001 kejadian 1ditetapkan kejadian seperti Mengacu pada kriteria frekuensi pada mooring penelitian initahun Remote 10-5 – 10-4 Kurang dari– 100000 0.00001 kejadian atau per 10000 mooring line
4.3 Penilaian (Consequency Assessment) Dari kriteria Konsekuensi frekuensi diatas dapat ditentukan bahwa peluang gagal mooring line Jurnal Teknik BKI Likelihood Frekuensi Diskripsi SPM #1043 masuk padaini, kriteria Remote . Edisi 02-Juni 2015 Pada studi penilaian konsekuensi dilakukan secara kualitatif dengan mengacu kejadian lebih atauuntuk > 0.01 kejadian pada sekenario kegagalan satu mooring line0.01 (lihat Gambaratau 4). Sedangkan kriteria > 10-2 4.3 PenilaianProbable Konsekuensi (Consequency Assessment)
79
ealty dan Safety, Environmental, Financial/Bussiness, (lihat pada Gambar 5). Berikut ini dalah analisis konsekuensi apabila terjadinya kegagalan akibat beban kelelahan pada Dari kriteria frekuensi diatas dapat ditentukan bahwa mooring line SPM #1043. ooringpeluang line SPM #1043.line SPM #1043 masuk pada krigagal mooring teria Remote .
a) Berdasarkan pengamatan surveyor BKI
a) Berdasarkan pengamatan surveyor BKI 4.3 Penilaian (ConsequencyFSO Assessment) yang menambat CNOOC 114 bersifat SPM #1043Konsekuensi yang menambat CNOOC SPM 114#1043 bersifat unman.FSO Artinya tidak adaunman. Artinya tidak ada orang yang tinggal selama 24 jam orang yangini,tinggal 24 dilakukan jam di secara atas SPM. CNOOC 114 tertambat Pada studi penilaianselama konsekuensi di atasFSO SPM. FSO CNOOC 114 yangyang tertambat secara perkualitatif dengan mengacu pada sekenario kegagalan satu manent juga bersifat unman. Menurut laporan surveyor, secara permanent juga bersifat unman. Menurut laporan surveyor, biasanya pekerja mooring line (lihat Gambar 4). Sedangkan untuk kriteria biasanya pekerja melakukan pengecekan sistem produksi melakukan pengecekan sistem produksi sebanyak duatigahingga tigaBerarti kalipokonsekuensi, mengikuti kriteria yang digunakan Stiff et al.,ke keSPM SPM sebanyak dua hingga kali sepekan. (2003) [6] Berarti dalam menganalisis pada mooring line tensi keamaan kehilangan jiwaJika sangatkegagalan kecil. Jika kegasepekan. potensi resiko keamaan atas kehilangan jiwa atas sangat kecil. FPSO. Kriteria konsekuensi yang dipertimbangkan meliputi galan mooring line terjadi saat pekerja melakukan inspeksi, mooring line terjadi saat pekerja melakukan inspeksi, kemungkinan ekstrim Healty dan Safety, Environmental, Financial/Bussiness (lihat kemungkinan ekstrim konsekuensi yang diterima adalah pada Gambar 5). Berikut ini adalah adalah analisis konsekuensi lukahingga ringan hingga yangtidak tidak mengancam hilangkonsekuensi yang diterima luka ringan beratberat yang mengancam apabila terjadinya kegagalan akibat beban kelelahan pada nya jiwa seseorang. hilangnya jiwa seseorang. Deterioration
Failure
Detection
•Kerusakan yang memburuk akibat fatigue, korosi dan keausan
•Diikuti dengan kegagalan komponen pada kondis moderat ataupun ekstream
• Tali putus kemungkinan bisa terdeteksi melalui alat monitoring tension yang sudah terpasang. Namun juga bisa tidak diketahui sampai cek rutin bawah laut dilakukan
Shutdown
Inspection
Reduce operations
• Sistem sepertinya harus dimatikan sampai integritas mooring sistem di pastikan aman dan operasi baru dibatasi
• Sistem mooring dan produksi sebaiknya dicek untuk mengidentidfikasi bahaya yang berkaitan
• Dimulainya operasi kembali di bawah kriteria kondisi yang diizinkan
Repair • Pemulihan seluruh mooring sistem
Gambar 4 : Skenario Kegagalan Satu Mooring line
Gambar 4. Skenario Kegagalan Satu Mooring line
Berdasarkan sekenario kegagalan putusnya satu mooring melampaui batas izin perpindahan yang dapat menyebabline, terjadinya kejadian kegagalan dapat terditeksi atau- kan putusnya riser dan menyebabkan terjadinya tumpahBerdasarkan sekenario kegagalan putusnya satu mooring line, terjadinya kejadian pun tidak terdeteksi. an minyak ke laut. Namun menurut pengamatan surveyor, kegagalan dapat terditeksi ataupun tidak terdeteksi. Apabila terjadi kegagalan pada kejadian putusnya riser dan menyebabkan tumpahan minApabila terjadi kegagalan pada dua atau lebih mooring yak termasuk katagori minor sampai sedang. Karena, ketidua atau lebih mooring line, maka hal ini akan miningkatkan pergerakan kapal. line, maka hal ini akan miningkatkan pergerakan kapal. ka terjadi kegagalan satu mooring line, umumnya kejadian Akibanya, SPM akan oleh tertarik oleh gaya seretini kapal bisa melampaui batas izin Akibanya, SPM akan tertarik gaya seret kapal dan bisa terditeksidan dari alat monitoring tension dan proses akan Jurnal Teknik BKI perpindahan yang dapat menyebabkan putusnya riser dan menyebabkan terjadinya Edisi 02 - Desember 2014 tumpahanJurnal minyak ke laut. Namun menurut pengamatan surveyor, kejadian putusnya Teknik BKI 80 02-Juni 2015 riser danEdisi menyebabkan tumpahan minyak termasuk katagori minor sampai sedang. Karena, ketika terjadi kegagalan satu moorng line, umumnya kejadian ini terditeksi
segera dihentikan sementara (shutdown) untuk dilakukan pengecekan dan perbaikan hingga sistem bisa dipastikan aman. Sehingga jika ditinjau dari dampak lingkungan, ketika terjadi kegagalan satu mooring line putus, maka termasuk pada tingkat minor-sedang. Jikapun terjadi tumpahan minyak, tidak akan berdampak secara signifikan karena tumpahan tersebut akan segera distop melalui sistem katup yang ada. Analisa ini dipakai apabila kegagalan tidak sampai menibulkan tenggelamnya kapal atau FSO yang ditambat, karena kemungkinan terjadi konsekuensi tenggelam kapal akibat gagal mooring line sangat kecil.
akses pengetahuan teknis dan pengalaman dengan anggota yang beroperasi di seluruh dunia dalam berbagai medan yang berbeda. Salah satu laporan yang dikeluarkan OGP pada tahun (2010) yaitu mengenai direktori data penilaian resiko struktur pada bangunan lepas pantai. Dalam laporan tersebut terdapat data frekuensi kegagalan mooring line sedunia. Data yang digunakan tersebut ialah data yang dikumpulkan sejak 1980-2002 dari Worldwide Offshore Accident Data Bank (WOAD).
Menurut OGP (2010) frekuensi kegagalan mooring line untuk semi submersibele sebesar 5.78 x 10-3 per tahun. Kejadian ini menyebabkan kerusakan yang meliputi kategori, insisignificant, minor, significat, severe, dan total loss. DefiDari aspek finansial dan bisnis, kegagalan satu mooring nisi masing-masing kategori tersebut berdasarkan OGP line dapat menyebabkan target produksi berkurang akibat adalah sebagai berikut : konsekuensi penghentian produksi / shutdown ketika keg-- Total Loss : Total hilangnya unit termasuk kerugian agalan terdeteksi. Setelah operasi dihentikan akan ditindakonstruktif dari sudut pandang asuransi, namun unit klanjuti dengan inspeksi untuk mengecek sistem mooring dapat diperbaiki dan dioperasikan kembali. dan produksi agar dapat mengidentifikasi potensi baha-- Severe Damage : Kerusakan berat/parah pada salah ya yang ada. Minimal pengecekan dan perbaikan awal satu modul unit; besar atau pun sedang pada strukmembutuhkan waktu sekitar 1-7 hari kerja. Setelah ditur pemikul beban; kerusakan besar pada peralatan pastikan aman, maka sistem akan dihidupkan lagi namun penting. beroperasi di bawah kriteria kondisi yang diizinkan sampai -- Sinigficant Damage : Kerusakan serius pada modul sistem benar-benar dipastikan aman untuk dijalankan sedan daerah unit; kerusakan kecil pada struktur pemicara normal. Selama beroperasi di bawah kriteria terbatas, kul beban, kerusakan yang sinifikan pada peralatan perbaikan mooring line dilakukan, namun jika perbaikan penting tunggal; kerusakan pada peralatan yang membutuhkan keamanan yang tinggi, maka sewaktu-waklebih penting tu sistem bisa dimatikan kembali. Dari analisis kualitatif -- Minor Damage : Kerusakan kecil untuk peralatan subjektif ini, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi kepenting tunggal; kerusakan pada peralatan yang gagalan akibat beban kelelahan pada mooring line SPM non-esensial,; kerusakan struktur non-pemikul be#1043 masuk pada katagori minor - moderat. ban. -- Insiginficant Damage : kerusakan tidak signifikan b) Berdasarkan laporan-OilInsiginficant and Gas Produce (OGP) (2010) atau tidak kerusakan; kerusakan pada bagian dari Damage : kerusakan tidak signifikan atauada tidak ada kerusakan; terkait kegagalan mooring line sedunia peralatan kerusakan kerusakan pada bagian dari peralatan penting; kerusakanpenting; pada kabel penyeret, pada kabel penyeret, pendorong, generator dan driver pendorong, generator dan driver Asosiasi internasional Oil and Gas Producer (OGP), telah Level kerusakan akibatberkaitan kegagalan denmooringLevel line sedunia tersebut juga kegagalan di laporkan mooring line sedunmelakukan penyusunan serta penyaring kerusakan akibat dalam bentuk peluang yang disajikan dalam Tabel 3. gan kegagalan struktur bangun laut. Asosiasi profesi yang ia tersebut juga di laporkan dalam bentuk peluang yang bergerak di bidang minyak dan gas ini memiliki banyak disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Peluang Kegagalan Mooring line Sedunia (OGP, 2010) Tabel 3 : Peluang Kegagalan Mooring line Sedunia (OGP, 2010) Damage Level
Insignificant
Minor
0.29
0.44
Single/multiple line
Single
Multiple
failure
0.7
0.3
Significant Severe 0.27
0
Total Loss 0
Jurnal Teknik BKI
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, level kerusakan atau konsekuensi Edisi akibat 02- Desember 2014 kegagalan mooring line paling sering terjadi adalah dilevel minor, dan kegagalan atas satu mooring line putus memiliki peluang lebih besar sekitar 70% dari padaJurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015 kegagalan multiple line sebesar 30%. Data ini ini menunjukkan bahwa, konsekuensi akibat kegagalan mooring line cukup kecil/minor. Dan kegagalan umumnya
81
maka diperoleh level resiko mooring line SPM #1043 yaitu pada level resiko aman karena dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone).
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa, level kerusakan atau konsekuensi akibat kegagalan mooring line paling sering terjadi adalah dilevel minor, dan kegagalan atas satu mooring line putus memiliki peluang lebih besar sekitar 70% dari pada kegagalan multiple line sebesar 30%. Data ini ini menunjukkan bahwa, konsekuensi akibat kegagalan mooring line cukup kecil/minor. Dan kegagalan umumnya disebabkan akibat putusnya satu mooring line. Hal ini selaras dengan sekenario kegagalan yang dijelaskan di atas. Kegagalan multiple line sangat jarang terjadi karena ketika satu mooring line gagal biasanya sudah terdeteksi dan segera dilakukan penangan agar tidak menyebabkan gagal mooring line lainnya. Dan secara desain pesimisnya, sistem mooring bangunan apung masih mampu bertahan dalam kondisi satu mooring line putus, namun kondisi ini tidak layak operasi dan harus segera ditangani sehingga tidak menyebabkan kegagalan mooring line lainnya. Data
ini bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menetapkan konsekuensi karena perilaku skenario gagal dan perilaku mooring line pada umumnya sama. Dari pembahasan dua sudut pandang yang berbeda di atas, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi kegagalan mooring line pada SPM #1043 pada kategori minor baik dari segi kesehatan dan keamanan/keselamatan, lingkungan maupun aspek bisnis dan finansial. 4.4 Evaluasi Resiko (Risk Evaluation) Matriks yang digunakan dalam evaluasi resiko dapat dilihat pada Gambar 5. Resiko adalah perkalian antara frekuensi (dalam hal ini peluang gagal) dan konsekuensi. Tabel 4 berikut ini adalah data penilaian resiko berupa peluang gagal dan konsekuensi yang telah di bahas diatas.
Tabel 4 : Data Penilaian Resiko Tabel 4. Data Penilaian Resiko
Mooring line SPM #1043
Annual Probability of Failure (PoF) 10-5
Frequency Level Remote
Consequency Level Minor
Dengan memasukan data penilaian resiko pada Table 4 ke jika dibandingakan dengan struktur yang tidak diinspeksi. data penilaian resiko Data pada inspeksi Table 4 yang ke matrik Gambardan 5, ketebalakuratresiko sepertipada laju kororsi matrik resiko padaDengan Gambarmemasukan 5, maka diperoleh level resiko line SPM #1043growth yaitu pada resiko aman karena kondian marine dapatlevel menghasilkan perhitungan mooring line SPM maka #1043diperoleh yaitu padalevel levelresiko resiko mooring aman karedalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). na dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). si aktual mooring line lebih tepat yang mendekati kondisi sebenarnya. Sehingga faktor keamanan 3 dinilai laik untuk dipergunakan. 4.5 Diskusi Dari hasil yang telah didapatkan dan dibahas di atas, dapat BKI sebagai salah satu klass yang memiliki aturan terkait diobservasi bahwa umur kelelahan SPM #1043 yang tel- mooring line khususnya mengenai SPM ini, belum meneConsequences penerimaan kegagalan mooring line akibat ah beroperasi hampir 30 tahun, memiliki sisa umur kele- tapkan kriteria Likelihood beban kelelahan. Berdasarkan studi kasus lahan yang masih cukup panjang sekitar 93 tahun. Ketika A B C D yang diangkat sisa umur kelelahan tersebut dibagi dengan faktor kea- dalam penelitian ini serta dengan studi literatur terkait kriImprobable F > standar 10-3 manan yang ditetapkan BKI sebagai keamanan teria penerimaan, maka usulan tahap awal diajukan untuk dalam analisis kelelahan untuk menunjukkan sisa target kriteria penerimaan dalam analisis kelelahan akibat beban 10-3 Rare 10-4< F< umur operasi memperlihatkan bahwa sisa umur operasi lingkungan pada mooring line SPM sebesar 10-5 per tahun. SPM #1043 tidak lebih dari 10 tahun lagi. Hal ini didapat Nilai ini mengandung arti bahwa maksimum peluang ke#1043gagalan akibat beban kelelahan pada mooring line sebeRemote 10-5< F <10 dengan menggunakan faktor keamanan 10-4yang SPM dipersyaratkan BKI ketika area kritis dan area mooring line tidak sar 10-5 pertahun dengan level konsekuensi minor seperti diinspeksi. Namun ketika menerapkan Incridible F
82
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015Environmental
Moderat Minor spill/little or no
spill/limited respon of
response
short
Serious spill/significant
Major spill/significant
resource
clean-up/full
commitment
scale response
Consequences
Likelihood
A
Improbable
F > 10-3
Rare
10-4< F< 10-3
Remote
10-5< F <10-4
Incridible
F < 10-5
Healty & Safety
B
C
D
Minor
Moderate
Significant
Catastrophic
Minor injury requiring first
requiring
Severe injury
medical
possible
Potential for multiple
SPM #1043
aid
Injury
treatment Moderat
Environmental
Minor spill/little or no
spill/limited respon of
response
short duration
Equiv. of 1-2 days lost Financial/Bussiness
production and associated repairs
Equiv. of 1 week lost production and associated repairs
fatalities
Serious
Major
spill/significant
spill/significant
resource
clean-up/full
commitment
scale response
Equiv. of 1
Equiv. of 6
month lost
month lost
production
production
and associated repairs
and associeted repairs
Gambar 5. Matriks Penilaian Resiko
Gambar 5 : Matriks Penilaian Resiko yang terjadi selama 22 tahun. 2) Hasil penilaian resiko dalam studi ini menunujukan bahwa, level resiko yang diterima sistem mooring line SPM terhadap beban kelelahan masih masuk dalam zona aman. Artinya nilai peluang kegagalan 10-5 masih masuk pada level resiko aman dan jika hasil yang didapat lebih besar dari 10-5 menunjukkan level resiko akan meningkat. 3) Peluang kegagalan 10-5 rasional dan memungkinkan untuk digunakan karena perairan Indonesia yang cenderung moderat dan aman. Hal ini bisa dilihat dari data lingkungan yang digunakan jika dibandingkan dengan data lingkungan Laut Utara atau Teluk Meksiko yang umumnya digunakan sebagai data lingkungan dalam aturan klas seperti DnV dan ABS. Selain itu bisa dilihat juga dari hasil perhitungan total kerusakan kelelahan (total fatigue damage) yang relative kecil.
4) Dengan nilai taget peluang kegagalan pertahun 10-5 menjadikan keamanan struktur yang ditinjau akibat beban kelelahan cukup tinggi dan membuat BKI sebagai badan klas percaya diri untuk memberikan justifikasi engineering dan klasifikasi laik atau tidaknya SPM yang sudah beroperasi untuk disertifikasi. Dengan adanya suatu nilai kriteria penerimaan peluang kegagalan mooring line akibat beban kelelahan ini dapat dijadikan dasar penilain ulang SPM yang sudah beroperasi lama melebih masa perencanaan pada umumnya dan bisa menjadi dasar dalam justifikasi engineering apabila terdapat perbedaan yang didapat antara analisis yang dilakukan secara teoris/numeris dengan kondisi dilapangan sebenarnya, seperti dalam kasus mengenai kekuatan mooring line. Dengan adanya analisis kelelahan keandalan dan kriteria penerimaan ini dapat memberikan justifikasi apakah mooring line masih bisa dipertahankan Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
83
DAFTAR ALAMAT KANTOR PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA atau harus diganti. karena itu inspeksi menjadi penting karena bisa menurunkan faktor-faktor ketidakpastian yang terjadi disamping ketidakpastian lainnya yang ada dalam analisis kelelahan ini.
5. Kesimpulan dan Saran
Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa level resiko yang diterima mooring line SPM #1043 akibat beban kelelahan yang telah beroperasi sekitar 30 tahun masuk pada level resiko aman atau masuk dalam zona yang masih bisa diterima (acceptable zone). Berdasarkan penilaian keandalan dan resiko pada penelitian ini, maka diusulkan kriteria penerimaan untuk analisis kegagalan mooring line akibat etrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau beban kelelahan sebesar 10-5 pertahun. empuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan
l), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga n kemudian. Setelahnya beliau -5 rcaya sebagai Asisten Dosen jutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar yur Perkapalan beliau terima pada 22 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada n 1988 beliau dipercaya mendapatkan iswa dari University of Newcastle n Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi ram Doctor. Gelar Doctor of Philosophy Pengabdian beliau di ITS hampir setengah 1965 sampai 11 September 2014 karena beliau di bidang perkapalan rkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Kriteria penerimaan 10 masih cukup besar, sehingga usulan ini masih tahap awal yang butuh studi yang lebih mendalaman dan selanjutnya akan dilakukan penelitian lebih dalam dengan melibatkan contoh kasus mooring line lainnya yang beroperasi di Indonesia. Saran bagi penelitian selanjutnya, dilakukan penilaian konsekuansi secara kuantitaif dengan membuat model analitis lebih terukur.
6. Ucapan Terimakasih
rof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada urusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh dalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau University of nik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan ah mendapat gelar sarjana muda tiga Setelahnya beliau Asisten Dosen Jurusan tersebut. Gelar beliau terima pada 22 Email:
[email protected] melalui tahapan S2 pada
Penulis mengucapkan terimaksih kepada PT. Global Maritime yang telah bersedia bekerjama sama dalam menyelesaikan studi ini, khususnya dalam menggunakan software Oracaflex 9.2.
dipercaya mendapatkan University of Newcastle untuk melanjutkan studi Doctor of Philosophy di ITS hampir setengah September 2014 karena perkapalan n Kemaritiman Indonesia.
Daftar Pustaka [1] Irfan, Muhammad., (2014) Analisis Mooring Sistem Pada Single Point Mooring Berdasarkan Standard Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI ) : Studi Kasus Penentuan Sisa Umur Kelelahan Mooring Line, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia. [2] BKI.,( 2012) Survey Report of SBM #1043, Jakarta, Indonesia,. [3] BKI., (2012) Guidance For Risk Evaluation For The Clasdification Of Marine Related Facilities. Jakarta, Indonesia: Biro Klasifikasi Indonesia, Jakarta. [4] Irfan, Muhammad., Djatmiko, E.B and Prosodjo, B.S (2014) Analisis Mooring System Pada Single Point Mooring Berdasarkan Standard Biro Klasifikasi Indonesia ( BKI ), Studi Kasus : Analisis Kekuatan Mooring Line, Proccedings Seminar Nasional Pascasarjana XIVITS, Surabaya, Indonesia, Agust. [5] Irfan, Muhammad., Djatmiko, E.B and Prosodjo, B.S (2014) Mooring System Analysis of Single Point Mooring (SPM) Based on Standard Rules of Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) : Case Study of Determination Residual Fatigue Life of Mooring Line,” 9th International Conference on Marine Technology (MARTEC), Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia, October. [6] J. Stiff, A. B. S. Consulting, J. Ferrari, A. Ku, and R. Spong, (2003) Comparative Risk Analysis of Two FPSO Mooring Configurations,” Offshore Technology Conference (OTC 15377),Houston, Texas, USA, May.
Ir. Petrus Eko Panunggal, PhD (Alm), lahir di Blitar, 28 Oktober 1944. Beliau menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Perkapalan (dulu Teknik Bangunan Kapal), ITS pada tahun 1962 dan sudah mendapat gelar sarjana muda tiga tahun kemudian. Setelahnya beliau dipercaya sebagai Asisten Dosen dilanjutkan Dosen pada Jurusan tersebut. Gelar Insinyur Perkapalan beliau terima pada 22 Juli 1976. Tanpa melalui tahapan S2 pada tahun 1988 beliau dipercaya mendapatkan beasiswa dari University of Newcastle upon Tyne, Inggris untuk melanjutkan studi Program Doctor. Gelar Doctor of Philosophy beliau raih pada 10 Juli 1993. Pengabdian beliau di ITS hampir setengah abad, tepatnya sejak tahun 1965 sampai 11 September 2014 karena tutup usia. Peran dan jasa beliau di bidang perkapalan bersumbangsih besar dalam perkembangan dunia Perkapalan dan Kemaritiman Indonesia.
Muhammad Irfan, staf Pengkaji IV di Divisi Manajemen Strategis PT BKI (Persero), dengan bidang keahlian struktur bangunan Ahmad Zakky, laut (offshore structure). Lahir di Tanjungbergabung pinang, 30 Agustus 1989, menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tahun 2011 PhD, merupakan staf pengajar pada di Teknik Kelautan - FTK ITS kemudian melanjutkan stuTS. Riwayat pendidikan yang ditempuh n dengan program S2 di Hiroshima di master di fakultas yang sama dengan bidang keahlian ikan S3 di Teknik Perancangan Bangun Laut dan lulus MT pada tahun of 2014. Sebagai peneliti, penulis tertarik pada topik penelitian mengenai kelelahan pada bangunan lepas pantai (baik yang terapung maupun fixed) dan mooring system. Saat ini penulis sedang konsentrasi dalam penelitian yang
[email protected] kaitan dengan fatigue mooring line on offshore structure. e-mail :
[email protected]
Kantor Pusat
Studi ini didukung penuh oleh manajemen PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sebagai badan klasifikasi nasional Indonesia.
sember 1958, menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tahun 1983 di Jurusan Teknik Perkapalan-ITS, dan mulai tahun 1986 melanjutkan studinya di University of Glasgow, Scotland, lulus MSc pada tahun 1988 serta berikutnya lulus PhD pada tahun 1992. e-mail :
[email protected]
Jl. Yos Sudarso Kav. 38-40, Tanjung Priok, Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 4301017, 4301703, 4300993 Facs : (62-21) 43936175 e-mail :
[email protected] Jaringan Pelayanan
Klasifikasi dan Statutoria
Komersil
Belawan
Jl. Veteran No. 218 Belawan Medan - 20411 Phone : (62-61) 6941025 Fax : (62-61) 6941276 e-mail :
[email protected]
Jl. Veteran No. 218 Belawan Medan - 20411 Phone : (62-61) 6941157, 6940370 Fax : (62-61) 6941276 e-mail :
[email protected]
Batam
Graha BKI, Jl. Yos Sudarso Kav. 5 Batam - 29421 Phone : (62-778) 433388, 429023, 429024, 451288 Facs : (62-778) 429020 e-mail :
[email protected]
Graha BKI, Jl. Yos Sudarso Kav. 5 Batam - 29421 Phone : (62-778) 428284, 428438 Facs : (62-778) 429021 e-mail :
[email protected]
Pekanbaru
Jl. Ari n Achmad No. 40 Pekanbaru - 28282 Phone : (62-761) 8417295, 8417296 Facs : (62-761) 8417294 e-mail :
[email protected]
Jl. Ari n Achmad No. 40 Pekanbaru - 28282 Phone : (62-761) 8417291, 8417292, 7662170 Facs : (62-761) 8417293, 7662180 e-mail :
[email protected]
Jambi
Jl. Raden Bahrun No. E11 RT. 11 / RW. 04 Kel. Sungai Putri, Kec. Telanaipura, Jambi Phone : (62-741) 671107 Facs : (62-741) 671108 e-mail :
[email protected]
Jl. Raden Bahrun No. E11 RT. 11 / RW. 04 Kel. Sungai Putri, Kec. Telanaipura, Jambi Phone : (62-741) 671107 Facs : (62-741) 671108 e-mail :
[email protected]
Palembang
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 226, 5 Ilir Palembang - 30115 Phone : (62-711) 713172, 713680, Facs : (62-711) 713173 e-mail :
[email protected]
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 22, 5 Ilir Palembang - 30115 Phone : (62-711) 713171, 713172, 713680, 717151 Facs : (62-711) 713173 e-mail :
[email protected]
Cilegon
Jl. Raya Bojonegara KM. 2 Ds. Karang Tengah, Kec. Cibeber Cilegon, Banten - 42422 Phone : (62-254) 5751683, 8488692 Facs : (62-254) 5751682 e-mail :
[email protected]
Jl. Sultan Ageng Tirtayasa Komplek Istana Cilegon Blok D No. 22 Cilegon, Banten Phone : (62-254) 382347 Facs : (62-254) 382357 e-mail :
[email protected]
Tanjung Priok
Jl. Yos Sudarso 38-40 Tanjung Priok Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 4301017, 4301703, 4300993, 4353291 Fax : (62-21) 4301702 e-mail :
[email protected]
Cirebon
Jl. Tuparev KM. 3 Cirebon - 45153 Phone : (62-231) 201816 Facs : (62-231) 205266 e-mail :
[email protected]
Prof. Ir. Achmad Zubaydi, MEng, PhD, merupakan staf pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan (JTP), ITS. Riwayat pendidikan yang ditempuh adalah S1 di JTP-ITS, dilanjutkan dengan program S2 di Hiroshima University (Jepang) dan pendidikan S3 di Memorial University of
Newfoundland
(Canada).
Email:
Daniel M. Rosyid, adalah guru besar bidang Riset Operasi dan Optimasi pada Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Lahir di Klaten, 2 Juli 1961, menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tahun 1986 di FT. Perkapalan-ITS dua tahun kemudian melanjutkan program M.Phil leading to Ph.D di Dept. of Marine Technology, the University of Newcastle upon Tyne, Inggris. Pada tahun 2010 beliau dinobatkan menjadi Profesor bidang Riset dan Optimasi. e-mail :
[email protected]
Ahmad Zakky, bergabung
Eko Budi Djatmiko, adalah guru besar bidang Hidrodinamika Bangunan Laut yang bertugas sebagai dosen di Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Jurnal Teknik BKI tahun 1994. Lahir di Magelang, 26 DeEdisi 02sejak - Desember 2014
84
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
[email protected]
Jl. Tuparev KM. 3 Cirebon - 45153 Phone : (62-231) 201816 Facs : (62-231) 205266 e-mail :
[email protected]
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
85
Jaringan Pelayanan
Klasifikasi dan Statutoria
Komersil
Jl. Pamularsih No. 12 Semarang - 50148 Phone : (62-24) 7610399 Facs : (62-24) 7610422 e-mail :
[email protected]
Jl. Pamularsih No. 12 Semarang - 50148 Phone : (62-24) 7610744 Facs : (62-24) 7610422 e-mail :
[email protected]
Cepu
Cilacap
Semarang
Klasifikasi dan Statutoria
Komersil
Bitung
Jl. Babe Palar No. 53, Madidir Unet Bitung - 95516 Phone : (62-438) 38720, 38721 Facs : (62-438) 21828 e-mail :
[email protected]
Jl. Babe Palar No. 53, Madidir Unet Bitung - 95516 Phone : (62-438) 34273 Facs : (62-438) 21828 e-mail :
[email protected]
Perumahan Cepu Indah Regency Blok D No.10 RW.17, Kec. Cepu, Kab. Blora, Cepu Phone : (62-296) 4260165 Facs : (62-296) 4260165 e-mail :
[email protected]
Ambon
Jl. Laksdya Leo Wattimena, Passo Ambon - 97232 Phone : (62-911) 362805, 362806 Facs : (62-911) 361105 e-mail :
[email protected]
Jl. Laksdya Leo Wattimena, Passo Ambon - 97232 Phone : (62-911) 362805, 362806 Facs : (62-911) 361105 e-mail :
[email protected]
Perum. Yaktapena Blok E No. 1 Donan Cilacap Phone : (62-282) 537777 Facs : (62-282) 537777 e-mail :
[email protected]
Sorong
Jl. Jend. Sudirman No. 140 Sorong - 98414 Phone : (62-951) 322600 Facs : (62-951) 323870 e-mail :
[email protected]
Jl. Jend. Sudirman No. 140 Sorong - 98414 Phone : (62-951) 322600 Facs : (62-951) 323870 e-mail :
[email protected]
Singapura
7500A Beach Road #11-301, The Plaza Singapore - 199597 Phone : 65-68830651, 68830634, 68830643 Facs : 65-63393631 e-mail :
[email protected] ,
[email protected]
Surabaya
Jl. Kalianget No. 14 Surabaya - 60165 Phone : (62-31) 3295448, 3295449, 3295450, 3295451, 3295456 Facs : (62-31) 3294520, 3205451 e-mail :
[email protected]
Jl. Kalianget No. 14 Surabaya - 60165 Phone : (62-31) 3295448, 3295449, 3295450, 3295451, 3295456 Facs : (62-31) 3294520, 3205451 e-mail :
[email protected]
Pontianak
Jl. Gusti Hamzah No. 211 Pontianak - 78116 Phone : (62-561) 739579 Facs : (62-561) 743107 e-mail :
[email protected]
Jl. Gusti Hamzah No. 211 Pontianak - 78116 Phone : (62-561) 739579 Facs : (62-561) 743107 e-mail :
[email protected]
Banjarmasin
Jl. Skip Lama No. 19 Banjarmasin - 70117 Phone : (62-511) 3358311, 3350983 Fax : (62-511) 3350175 e-mail :
[email protected]
Jl. Skip Lama No. 19 Banjarmasin - 70117 Phone : (62-511) 3367361 Fax : (62-511) 3350175 e-mail :
[email protected]
Balikpapan
Jl. M. T. Haryono No. 8 Ring Road Balikpapan - 76111 Phone : (62-542) 876637, 876641 Facs : (62-542) 876639 e-mail :
[email protected]
Samarinda
Jl. Cipto Mangunkusumo Ruko Rapak Indah No. 10 Samarinda Seberang, Samarinda - 75132 Phone : (62-541) 261423 Facs : (62-541) 261425 e-mail :
[email protected]
Makassar
Jl. Sungai Cerekang No. 28 Makassar - 90115 Phone : (62-411) 3611993 Facs : (62-411) 36515460 e-mail :
[email protected]
86
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
Jaringan Pelayanan
Strategic Business Unit (SBU) Marine
Jl. Yos Sudarso No. 38-40 Tanjung Priok Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 4300139, 4300932 Facs : (62-21) 43937409 e-mail :
[email protected]
Strategic Business Unit (SBU) Infrastructure and General Service
Jl. Yos Sudarso No. 38-40 Tanjung Priok Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 43912070 Facs : (62-21) 43937415 e-mail :
[email protected]
Strategic Business Unit (SBU) Industry
Jl. Yos Sudarso No. 38-40 Tanjung Priok Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 4300762, 43938304, 43912806, 43910822 Facs : (62-21) 43900972 e-mail :
[email protected]
Jl. Sungai Cerekang No. 28 Makassar - 90115 Phone : (62-411) 3611993 Facs : (62-411) 36515460 e-mail :
[email protected]
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
87
Daftar GuideslinesBKI BKI DAFTAR Rules RULES& & GUIDELINES Rules, guidelines dan guidance dibawah ini dapat diunduh melalui http://www.bki.co.id/ajax/Login.php dengan terlebih dahulu membuat akun unduh rules dan guidelines. Part/Vol.
Rules/Guidelines/Guidance
F
Regulation (Guidance) for the Performance of Type Tests
2002
G
Regulation (Guidance) for the Corrosion Protection and Coating Systems
2004
H
Regulations (Guidance) for Assessment and Repair of Defects on Propellers
2000
Part 2-Inland Waterway RULES
Edition
Part 0 - General
I
Rules for Inland Waterway Vessels-Hull Construction
1996
II
Rules for Inland Waterway Vessels-Machinery Installation
1996
III
Rules for Inland Waterway Vessels-Electrical Installation
1996
Guidance A
Petunjuk Masuk Ruang Tertutup
2014
Part 3-Special Ships RULES I
Rules for Oil Recovery Vessel
2005
II
Rules for Floating Dock
2002
III
Rules for High Speed Craft
2000
2015
IV
Rules for High Speed Vessels
1996
RULES I II
Rules for Hull
2014
V
Rules for Fibreglass Reinforced Plastics Ships
1996
III
Rules for Machinery Installations
2015
VI
Peraturan Kapal Kayu
1996
IV
Rules for Electrical Installations
2014
VII
Rules for Small Vessel Up to 24 M
2013
V
Rules for Materials
2014
VI
Rules for Welding
2015
VII
Rules for Automation
2014
VIII
Rules for Refrigeration
2014
I
Rules for Stowage and Lashing of Containers
2011
2013
II
Rules for Dynamics Positioning Systems
2011
III
Regulation (Rules) for the Bridge Design on Seagoing Ships One Man Console
2004
IX
Part 4-Special Equipment And Systems Rules
X
Rules for Ships Carrying Dangerous Chemicals in Bulk
2013
XI
Rules for Approval of Manufacturers and Service Suppliers
2014
XII
Rules for Fishing Vessel
2003
A
XIII
Regulation (Rules) for The Redundant Propulsion and Steering Systems
2002
B
XIV
Rules for Non Metalic Material
2014
XV
IACS Common Structural Rules for Bulk Carriers
2014
XVI
IACS Common Structural Rules for Oil Tankers
2014
1
Guidelines for the Use of Gas as Fuel for Ship
2013
2
Guidelines for Ocean Towage
2001
3
Guidelines for Machinery Conditioning Monitoring
2011
4
Guidelines for the Explosion Protection of Electrical Equipment
2001
5
Guidelines for the Carriage of Refrigerated Containers on Board Ships
2004
6
Guidelines for Analysis Techniques Strength
2005
Guidance
2014
Guidance A
Regulation (Guidance) for Ventilation System on Board Seagoing Ships
2004
B
Guidance for Sea Trials of Motor Vessels
2002
C
Buku Petunjuk Pemakaian UT Measurement Report
2006
D
Regulations (Guidance) for the Inspection of Anchor Chain Cables
2002
E
Regulation (Guidance) For The Construction And Testing Towing Gears
2000
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
88
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
2003
Plastics Workboat
Reference tries
Guidelines
8
2012
-
2012
Rules I
2011
II
2011 Rules for Structures 2002
III IV V
Rules for Machinery Installations Rules for Electrical Installations
VI
2011
Jurnal Teknik BKI 2000 Edisi 02- Desember 2014
VIII XII Guidelines
2011 2011
VII IX
2011
Rules for Single Point Mooring
2013
Jurnal Teknik BKI 2013 Edisi 02-Juni 2015
89
VI
2011
VII
2011
VIII
2000
IX
Rules for Single Point Mooring
XII
2013 2013
Guidelines 1
2011
2
2013
3
Guidelines for Floating Production Installations
2013
Guidance A
2012
B
Guidance for Fatigue Assessment of Offshore Structures
2015
C
Guidance for Buckling and Ultimate Strength Assessment of Offshore Structures
2015
Regulation Regulation for the Audit and Registration of Safety Management Systems
II
System
2012 2004
Guidelines 1
Guidelines for The Preparation Damage Stability Calculations and Damage Control Documentation on Board
2005
3
Guidelines on Intact Stability
2014
Guidance for the Audit and Registration of Safety Management Systems
2012
Guidance A B
2004
C
Petunjuk Pengujian Kemiringan dan Periode Oleng Kapal
2003
G
Guidance on Intact Stability
2014
Part 7-Class Notation Guidelines 1
2. Format penulisan, maksimal 10 halaman dalam 1 kolom ukuran kertas A4 dengan font Times New Roman ukuran 12, spasi 1,5. Batas atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan tepi kanan 2,5 cm. 3. Judul, menggunakan huruf capital tebal (bold) ukuran font 14 posisi di tengah
2013
5. Foto penulis, dilampirkan foto penulis utama dalam soft copy format jpg atau pdf ukuran minimal 3 x 4. 6. Abstrak, diutamakan dalam bahasa Inggris, ditulis dengan huruf miring (italic) dengan font 10. jarak spasi 1, memuat ringkasan lengkap isi tulisan, maksimum 5% tulisan atau 250 kata. 7. Kata kunci, 2-5 kata, diutamakan bahasa inggris sesuai abstrak. 8. Kerangka tulisan, berisi isi dengan bobot prosentase: • Pendahuluan 5% • Tinjauan Pustaka 15% • Metodologi 20% • Diskusi Hasil & Pembahasan 55% • Kesimpulan dan saran 5% •
2
Guidelines for Dynamic Loading Approach
2013
•
3
Guidelines for Spectral-Based Fatigue Analysis
2013
•
A
Guidance for the Class Notation Helicopter Deck and Facilities (HELIL & HELIL(SRF))
2013
B
Guidance for Crew Habitability on Ship
2014
Guidance
C
Ucapan terima kasih (bila ada untuk sponsor, pembimbing, asisten, dsb) Daftar pustaka
9. Kutipan referensi, •
Bila seorang
(Joko, 2014)
•
Bila 2 orang
(Joko & Slamet, 2(14)
•
Bila 3 orang
(Joko, et al., 2014)
10. Daftar pustaka, disusun berdasarkan alphabet, dengan ketentuan sbb: a. Buku: Penulis (Tahun). Judul Buku. Penerbit. b. Jurnal: Penulis (Tahun). Judul Tulisan. Nama Jurnal (cetak miring). Volume (Nomor). Halaman. c. Paper dalam prosiding: Penulis (tahun). Judul Tulisan. Nama Seminar (cetak miring). Tanggal Seminar. Halaman. d. Tesis/TA: Penulis (Tahun). Judul. Tesis/TA. Universitas. e. Engineering Standard: Penulis (Tahun). Judul Buku. Penerbit. f.
Dokumen Pemerintah: Organisasi (Tahun). Nama Dokumen. Tempat.
g. Manual Laboratorium: Judul Manual (Tahun). Nama Buku Manual. Penerbit. 11. Tabel dan Gambar, bisa diedit dan harus diberi nomor secara berurutan sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar dan tabel perlu judul singkat yang diletakkan di atas untuk tabel dan di bawah untuk gambar. Khusus tinggi (min. 350kB). 12. Naskah tulisan dikirim dalam bentuk soft copy ke alamat email
[email protected].
pengalaman kerja)
2014
D
Guidance for Hull Inspection and Maintenance Program
E
Guidance for Planned Maintenance Program
F
Floating Installations and Liftboats
2013 2013 2013
G
Guidance for Coating Performance Standards
2013
H
Guidance for the Class Notation Emergency Response Service (ERS)
2013
I
Guidance for Survey Based on Reliability Centered-maintenance
2012
Jurnal Teknik BKI Edisi 02 - Desember 2014
90
1. Naskah tulisan, dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
4. Nama penulis, nama lengkap dibawah judul disertai nama instansi dan alamat email dengan huruf miring (italic), ukuran font 10 pt.
Part 6-Statutory (Rules/Guidelines/Guidance for Statutory Implementation) I
Pedoman Penulisan JURNAL Jurnal Tenik PEDOMAN PENULISAN TEKNIKBKI BKI
Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
Jurnal Teknik BKI Edisi 02- Desember 2014 Jurnal Teknik BKI Edisi 02-Juni 2015
91
PT. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (Persero)
Jl. Yos Sudarso No. 38-40, Tanjung Priok, Jakarta Utara - 14320 Phone : (62-21) 4301017, 4301703, 4300993 Facsimile : (62-21) 43936175, 43901973 email :
[email protected]
www.bki.co.id