No. Registrasi:
PROPOSAL
PENELITIAN KOMPETITIF DOSEN PENELITIAN TINGKAT PEMULA
PEMANFAATAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) UNTUK PEMBUATAN SABUN PADAT DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (PIPER CROTUM RUIZ & PAV)
JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERIBATUSANGKAR 2016
1
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah ditemukan. Pada tahun 2500 sebelum Masehi, masyarakat Sumeria telah menemukan sabun kalium yang digunakan untuk mencuci wol. Sabun ini dibuat dari minyak dan abu tumbuhan yang kaya akan kalium karbonat. Informasi tentang sabun juga ditulis dalam literatur – literatur bangsa Mesir yang berhubungan dengan kedokteran 1. Seni pembuatan sabun mulai berkembang dengan pesat selama abad pertengahan di Perancis, Italia dan Inggris. Sabun transparan dengan nama “Pears transparant soap” dikenal di Inggris pada tahun 1789. Sabun mengalami kemajuan yang sangat pesat khususnya di Marseilles pada abad ke-182. Sekarang ini, sabun tidak hanya berfungsi sebagai kosmetik tetapi menjadi kebutuhan wajib yang harus dipakai untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani bebentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan adalah KOH, maka produk reaski berupa sabun cair 3. Adapun mekanisme reaksi dapat dilihat sebagai berikut: O H2 C HC H2 C
O C O O C O
R
O C
R
R
H2 C
OH O
+
3 KOH
1
HC
OH
H2 C
OH
+
3R
C
OK
Warra, A.A,a report on soaping making in Nigeria Using Indigenous Technology and Raw Materials. African journal of Pure and Applied Chemistry.vol7 (4) pp 139-145. APRIL 2013 2 Tillotama AS. Pabrik Sabun dari Minyak Dedak Padi...http;digilib.its.ac.id.2010 3 Dileesh. Determination of saponification, Acid and Ester Values.... U.G.Scholars. St. Peters College. Kolenchery. 2009.
2
Triglyceride (oil)
Glycerol (Glycerin) + Soap (potassium salt of fatty acid.)
Standar
mutu
sabun
sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam SNI No.
06-35321994.
Ketetapan ini dibuat untuk menjamin kualitas sabun yang akan dipakai oleh masyarakat. Standar tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
No
Uraian
SNI Tipe 1
Tipe 2
Seperfat
1
Kadar Air (%)
Maks 15
Maks 15
Maks 15
2
Jumlah Asam Lemak (%)
≥ 70
64-70
≥ 70
3
Alkali bebas (%)
Maks 0,1
Maks 0,1
Maks 0,1
4
Asam lemak bebas (%)
< 2,5
< 2,5
< 2,5
5
Lemak Netral
< 2,5
< 2,5
< 2,5
Tabel 1. Standar kualitas sabun berdasarkan SNI. No. 06-35321994
Salah satu bahan utama pembuatan sabun adalah minyak. Minyak yang dapat digunakan antara lain; minyak zaitun, minyak sawit, minyak ikan, minyak kelapa 4. Raymon,dkk (2012) sudah membuat sabun mandi padat dari VCO (Virgin Coconut Oil). Kelebihan dari Minyak Kelapa adalah memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang dapat menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%5.
Tanaman obat Indonesia yang akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan adalah sirih merah (Piper crocatum). Penapisan fitokimia terhadap daun sirih merah menunjukkan adanya kandungan minyak atsiri. Hasil penelitian S.D Marliyana,dkk (2013) mengatakan bahwa minyak atsiri daun sirih merah mengandung senyawa α–pinena, α-tuyan, sabinen, β-mirsena, kamfen dan trans-kariofilen. Nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) untuk bakteri gram positif yaitu Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus 4
Raymon Langingi, dkk. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karatenoid Wortel. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 20-23. 2012. 5 Ibid
3
epidermidis, secara berurutan sebesar 1%, 0,25%, 0,5%, sedangkan untuk bakteri gram negatif Shigellaflexneri mempunyai KHM sebesar 0,25%, Eschericia coli sebesar 1% dan Pseudomonas aeruginosa sebesar 0,075%. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan bermacam– macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia6. Farida Zubier, dkk (2010) menerangkan bahwa sabun dengan ekstrak daun sirih merah dapat digunakan untuk mengurangi keluhan keputihan yang disebabkan oleh bakteri Candida sp dan Staphilococcus Epidermis. Efek antibakteri dan antimikotik sabun ekstrak sirih merah diperkirakan berasal dari kandungan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin dan minyak atsiri. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Alkaloid juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri, dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri. Sedangkan tanin bekerja sebagai antibakteri dengan efeknya sebagai astringent sehingga dapat menginduksi pembentukan kompleks antara tanin dengan substrat mikroba. Saponin merupakan salah satu kandungan dalam ekstrak sirih merah yang memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur.7 Mengingat potensialnya VCO sebagai bahan baku pembuatan sabun serta didukung oleh manfaat daun sirih merah, maka penelitian ini dilakukan dengan membuat sabun mandi padat dari VCO yang ditambah dengan ekstrak daun sirih merah. Diharapkan dari penelitian ini diperoleh sabun mandi padat dengan kandungan minyak atsiri daun sirih merah yang berstandar SNI No.06-35321994. Dengan demikian judul dari penelitian ini adalah “Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) untuk pembuatan sabun padat dengan penambahan ekstrak daun sirih merah (Paper Crotum Ruiz & Pav)” II. Perumusan Masalah
Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah: a. Bagaimana membuat sabun padat dari minyak VCO dengan ekstrak daun sirih merah berdasarkan SNI No.06-35321994 b. Bagaimana analisa dari Angka penyabunan, Bilangan iodin dan Angka peroksida terhadap minyak VCO yang digunakan untuk pembuatan sabun padat III. Batasan Masalah
6
S.D. Arliyana, dkk. Aktivitas antibakteri minyak atsiri....Alchemy.Jurnal Penelitian Kimia. Vol 9. No.2.Hal 33 - 40 7 Farida Zubier, dkk. Efikasi Sabun Ekstrak Sirih Merah dalam Mengurangi Gejala Keputihan Fisiologis. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 60 No. 1. 2010.
4
Adapun batasan masalah penelitian ini adalah Pembuatan sabun padat dari minyak VCO dengan ekstrak daun sirih merah berdasarkan SNI No.06-35321994 serta analisa angka penyabunan, Bilangan iodin dan Angka peroksida terhadap minyak VCO yang digunakan untuk pembuatan sabun padat.
IV. Tujuan a.
Membuat sabun padat dari minyak VCO dengan ekstrak daun sirih merah berdasarkan SNI No.06-3532199
b.
Menganalisis minyak VCO yang digunakan untuk pembuatan sabun, terdiri dari analisa Angka penyabunan, Bilangan iodin dan Angka peroksida
V. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian adalah sebagai berikut: a.
Implikasi pemanfaatan lemak untuk pembuatan sabun padat.
b.
Mengetahui komposisi VCO dan ekstrak saun sirih merah untuk pembuatan sabun padat sehingga diperoleh sabun padat yang sesuai dengan standar SNI
VI. Penelitian Relevan a. Warra, A.A. A Report on Soap Making in Nigeria Using Indigenous Technology and Raw Materials. African Journal of Pure and Applied Chemistry, Vol.74.139-145. April 2013. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Warra membuat sabun dengan beberapa jenis minyak sedangkan penelitian yang akan dilakukan membuat sabun dari minyak VCO b. Raymon Langingi, dkk. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karatenoid Wortel. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 20-23. 2012. Penelitian ini membuat sabun mandi dari minyak VCO dengan ekstrak wortel sedangkan penelitian yang akan dilakukan membuat sabun dari minyak VCO dengan ekstrak minyak daun sirih merah. c. Farida Zubier, dkk. Efikasi Sabun Ekstrak Sirih Merah dalam Mengurangi Gejala
Keputihan Fisiologis. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 60 No. 1. 2010. Penelitian ini menganalisis pemanfaatan sabun dengan ekstrak daun sirih merah sedangkan penelitian
5
yang akan dikerjakan membuat sabun serta menganalisis bahan baku pembuatan sabun tersebut. VII.
Definisi Operasional
a. Virgin Coconut
Oil merupakan Virgin Cococnut Oil merupakan minyak yang
dibuat dari buah kelapa tanpa mengalami pemanasan 8 b. Sabun adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati
atau hewani yang berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan9 c.
Tumbuhan sirih merah termasuk familia Piperaceae yang memiliki kemampuan sebagai antiseptik, antioksidan dan fungisida, juga memiliki sifat menahan pendarahan, penyembuh luka pada kulit, obat saluran cerna dan dapat menguatkan gigi.10
8
Elisabeth NM. Optimalisasi formula sabun transparan dengan fase minyak VCO.... Skripsi. Fak.Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogjakarta. 2010 9 Raymon Langingi, dkk. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karatenoid Wortel. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 20-23. 2012. 10
Julia Reveny. Daya Antimikroba Ekstraksi dan Fraksi Daun Sirih Merah. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 12 No.1. Jan 2011: 6-12
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I.
Sabun
1.1
Definisi Sabun
Sabun adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau hewani yang berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994). Kandungan utama penyusun sabun adalah asam lemak dan alkali. Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang dengan panjang rantai yang berbeda-beda, tetapi bukan siklik atau bercabang. Pada umumnya monokarboksilat yang ditemukan di alam tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap (Winarno, 1997). Sabun yang baik harus memiliki daya bersih yang tinggi dan tetap efektif walaupun dipakai pada temperatur dan tingkat kesadahan air yang berbeda-beda. Sabun batang yang baik harus memiliki kekerasan yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian (user cycles) dan ketahanan yang cukup terhadap penyerapan air (water reabsorption) ketika sedang tidak digunakan, dan pada saat yang sama juga mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung daya bersihnya (Harnawi, 2004) Sifat-sifat yang dimiliki oleh sabun (Harnawi, 2004) adalah: 1. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. 2.
Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah (air yang
7
mengandung garam). Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam Mg atau Ca dalam air mengendap. 3.
Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid. Sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar. Sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Saat dipakai mencuci sabun berperan sebagai emulsifier sehingga sabun dikatakan dapat membersihkan lemak dan kotoran. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik. Sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Struktur molekul dari sabun dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Struktur molekul sabun Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sabun opaque, sabun transparan, sabun translusen, dan sabun herbal. Jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa digunakan sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya, sabun transparan merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang sabun dilewatkan cahaya, sedangkan sabun translusen merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan sabun opaque. Sabun transparan mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas. Sabun transparan juga dapat digolongkan kedalam sabun aromaterapi, sedangkan sabun herbal merupakan sabun yang mengandung sari tanaman, berfungsi membersihkan dan mengobati penyakit kulit, (Malik, 2011). Sabun sereh termasuk dalam jenis sabun herbal 1.2
Sejaran Sabun
Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam 8
berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa. Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang11. Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah. Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul sabun dimulai.12 II. Bahan Pembuatan Sabun Ekstrak Daun sirih merah
Pembuatan sabun menggunakan bahan baku seperti VCO, NaOH,Minyak atsiri daun sirih merah, (Modifikasi Raymond, 2012). II.1 Virgin Coconut Oil (VCO)
11
http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi-saponifikasi-dan-sejarah-singkat-pembuatansabun 12 http://docs.google.com/viewerocw.usu.ac.id/course/download/-teknologi-oleokimia/tkk 322_handout_sabun.pdf)
9
Virgin Cococnut Oil merupakan minyak yang dibuat dari buah kelapa tanpa mengalami pemanasan. VCO mempunyai kenampakan bening serta mengandung banyak asam laurat. Manfaat VCO untuk kesehatan manusia antara lain menurunkan resiko kanker dan penyakit degeneratif, mencegah infeksi virus dan membantu mengontrol diabetes. Dalam bidang kosmetika, VCO dapat digunakan untuk krim perawatan wajah13. Lemak yang dipakai dalam pembuatan sabun adalah lemak yang memiliki rantai karbon berjumlah 12-20 (C12-C20). Lemak dengan rantai karon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit, dan lemak dengan rantai karon lebih dari 20 memiliki kelarutan diketahui masyarakat. Minyak kelapa mengandung asam laurat. Rumus bangun minyak kelapa adalah C12H24O2 (Corredoira dan Pandolfi, 1996). Minyak kelapa diperoleh melalui ekstraksi kopra atau daging buah kelapa segar daging buah kelapa segar mengandung 30-35% minyak dan jika dikeringkan (dijadikan kopra), kadar minyaknya akan meningkat hingga 63-65% (Woodroof, 1979). Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat. Asam-asam lemak yang lain adalah kaproat, kaprilat, dan kaprat. Semua asam lemak tersebut dapat larut dalam air dan bersifat mudah menguap jika didistilasi dengan menggunakan air atau uap panas. Minyak kelapa memiliki sekitar 90% asam lemak jenuh (Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa Asam lemak Jumlah (%) Asam lemak jenuh Laurat C12H24O2) 44-52 Miristat (C14H28O2) 13-19 Palmitat (C16H32O2) 7,5-10,5 Kaprilat (C8H16O2) 5,5-9,5 Kaprat (C10H20O2) 4,5-9,5 Stearat (C16H36O2) 1-3 Kaproat (C6H12O2) 0-0,8 Arachidat (C20H40O2) 0-0,4 Asam lemak tidak jenuh Oleat (C16H34O2) 5-8 Linoleat (C18H32O2) 1,5-2,5 Palmitoleat (C16H30O2) 0-1,3
Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik dan sering digunakan dalam formulasi sabun. Penggunaan asam laurat dala pembuatan sabun akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa yang baik (Corredoire dan Pandolfi, 1996). Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung komponen bukan minyak, yaitu fosfatida, gum 0,06-0,08%), tokoferol 13 13
Elisabeth NM. Optimalisasi formula sabun transparan dengan fase minyak VCO.... Skripsi. Fak.Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogjakarta. 2010
10
(0,003%), dan am lemak bebas (<5%). Sterol yang terdapat dalam minyak nabati disebut phitosterol. Sterol bersifat tidak bewarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai penstabil minyak. Tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). Asam laurat yang diliki oleh minyak kelapa mempengaruhi busa sabun yang dihasilkan (Corredoire dan Pandolfi, 1996). II.2 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai basa kuat atau sodium hidroksida merupakan jenis basa logam kuat. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri. Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas, tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Selain itu natrium hidroksida juga merupakan basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia (Williams dan Schmitt, 2011). Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, dan butiran. NaOH bersifat lembab cair dan secara 12 spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Wade dan Weller, 1994). Ion Na+ dari NaOH bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun, sehingga NaOH dalam sabun sereh berfungsi untuk pembuatan stok sabun (Cavith, 2001). Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus tepat jumlahnya. Apabila NaOH terlalu pekat atau berlebih maka alkali bebas yaang tidak berikatan dengan asam lemak akan terlalu tinggi sehingga memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang ditambahkan terlalu sedikit jumlahnya, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang tinggi. Asam lemak yang tinggi dapat menggangu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabin digunakan (Kirk dkk., 1952). II.3 Daun sirih merah Daun Sirih Merah Sirih merah secara ilmiah dikenal dengan nama Piper crocatum yang termasuk dalam familia Piperaceae. Nama lokal dari sirih merah yaitu sirih merah (Indonesia). Sedangkan nama daerah tanaman sirih yaitu suruh, sedah (jawa), seureuh (Sunda), ranub (Aceh), cambai (Lampung), base (Bali), nahi (Bima), mata (Flores),
11
gapura, donlite, gamjeng, perigi. Adapun kedudukan tanaman sirih merah dalam sistemik taksonomi tumbuhan di klasifikasikan sebagai berikut14: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Magnoliopsida Sub−kelas : Magnolilidae Orde : Piperales Family : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper crocatum Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri 1−4,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B, C, yodium, gula dan pati. Dari berbagai kandungan tersebut, dalam minyak atsiri terdapat fenol alam yang mempunyai daya antiseptik 5 kali lebih kuat dibandingkan fenol biasa (Bakterisid dan Fungisid) tetapi tidak sporasid. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya. Minyak atsiri terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karbakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tannin. Kavikol merupakan komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang memberi bau khas pada sirih. Kavikol bersifat mudah teroksidasi dan dapat menyebabkan perubahan warna15 Kegunaan sirih merah di lingkungan masyarakat dalam menyembuhkan beberapa penyakit seperti, diabetes mellitus, jantung koroner, tuberkulosis, asam urat, kanker payudara, kanker darah (leukemia), ambeien, penyakit ginjal, impotensi, eksim atau eksema atau dermatitis, gatal−gatal, luka bernanah yang sulit sembuh, karies gigi, batuk, radang pada mata, radang pada gusi dan telinga, radang prostat, hepatitis, hipertensi, keputihan kronis, Demam Berdarah Dengue (DBD), penambah nafsu makan, penyakit kelamin (gonorrhea, sifilis, herpes, hingga HIV/AIDS), sebagai obat kumur dan manfaat bagi kecantikan16 III. Proses Pembuatan Sabun
Sabun pada umumnya dapat dibuat melalui dua metode (Wasitaatmadja, 1997). Metode tersebut adalah metode batch dan metode kontinu. 14
Ghalissa Khairun Nisa, dkk. Ekstraksi daun sirih merah...Jurnal Bioproses Komoditi Tropis. Vol.2 No.1 Juli 2014 15 W.Indri werdhany. Sirih Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogjakarta. 2008. 16 ibid
12
III.1. Metode Batch Pada proses batch, alat yang digunakan adalah suatu wadah yang besar yang berfungsi sebagai tempat pendidihan bahan baku. Tempat pendidihan ini disebut juga ketel, sehingga proses batch pada pembuatan sabun disebut proses ketel. Ketel ini berbentuk bulat yang dilengkapi dengan coil pemanas. Bahan baku dimasukkan dari atas alat beserta kaustik soda (NaOH) dan air untuk proses pembuatan sabun. Pemanasan dilakukan selama beberapa jam, sehingga diperoleh sabun murni yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk sabun. Pada proses batch ada 2 (dua) proses yang dikembangkan, yaitu Cold–Process Saponification dan Semiboiled Saponification. Metode ini digunakan dalam pembuatan sabun sereh a.
Cold – Process Saponification Proses ini merupakan saponifikasi sistem batch yang paling sederhana, karena tidak membutuhkan peralatan yang banyak. Pada proses ini sabun yang dihasilkan mengandung impuritis (zat pengotor) dari sisa-sisa lemak. Lemak secara sederhan dicairkan di dalam suatu bejana yang dilengkapi dengan alat pengaduk dan penambahan sejumlah larutan NaOH dengan pengadukan yang cepat. Setelah proses emulsi dan pengentalan, produk dituangkan pada alat pencetakan. Proses saponifikasi disempurnakan dengan cara pendinginan dan pengerasan.
b.
Semiboiled Saponification Proses atau metode ini sama dengan “Cold – Process” tetapi dengan menjaga temperatur Proses atau metode ini sama dengan “Cold – Process” tetapi dengan menjaga temperatur lebih tinggi untuk mempercepat saponifikasi dan mengatur jumlah alkali sebelum pencetakan. Lemak dan alkali dicampur pada temperatur 0– 80ºC sampai sabun licin. Bila akan dicetak maka sabun diberi aroma.
III.2. Metode Kontinu Pada proses kontinyu, pembuatan sabun diawali dengan mengubah bahan baku minyak menjadi asam lemak dan ditambahkan NaOH, sehingga diperoleh produk berupa sabun murni. Pembuatan asam lemak terjadi di dalam hidrolizer atau proses ini disebut proses hidrolisa. Ada 2 (dua) metode yang dikembangkan untuk proses kontinyu, yaitu: Procter and Gamble Process dan Sharples Process. a. Procter and Gamble Process atau Safonifikasi Asam Lemah Pada tahun 1938, perusahaan Procter and Gamble Process memulai membuat sabun dengan proses kontinu dengan cara mengubah lemak Lemak dan seng oksida (ZnO) sebagai katalis direaksikan secara counter-current dengan air di dalam tangki hidrolisa. Temperatur dijaga 250–3000C dan tekanan 60–70 Psia. Pada hidrolizer akan 13
dihasilkan asam lemak pada bagian atas dan gliserol pada bagian bawah. Asam lemak kemudian didistilasi pada keadaan vakum dan dinetralisasi pada proses kontinyu. Hal ini dilakukan dengan perbandingan larutan NaOH dan garam dengan pencampuran yang cepat, dan dihasilkan sabun murni yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk. b. Sharples Process atau Proses Safonifikasi Langsung Trigliserid. Pada metode Sharples Process, lemak dapat diubah secara langsung menjadi sabun murni dengan menggunakan sistem centrifuge (pemutar) agar dapat memisahkan antara alkali dan gliserol. Proses saponifikasi dilakukan dalam 2 (dua) tingkatan, dimana setiap tingkatan menggunakan mixer dan centrifuge. Proses awal dimulai dengan trigliserida (CPO) dan natrium hidroksida yang diumpankan ke dalam tangki pemanas pada suhu 70ºC kemudian di aduk selama 30 menit sehingga terbentuk sabun. Lebih dari 99,5% minyak dapat di safonifikasi pada proses ini. Hasil yang diperoleh kemudian ditambahkan pada tangki mixer I, bahan yang ditambahkan pada tangki mixer I adalah TiO2, gliserin, dan tepung jagung. Percampuran bahan ini di lakukan pada suhu 60–70ºC. Selanjutnya di umpankan pada tangki mixer II, dan ditambahkan pewarna pada suhu 40ºC, selama proses pemanasan dan percampuran, sabuh harus diaduk secara homogen. Hasilnya kemudiaan didinginkan lalu dimasukan kedalam cetakan dan dibiarkan mengeras. IV.
Mutu Sabun
Standar mutu sabun menurut Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. No Uraian 1 Kadar Air 2 Jumlah Asam Lemak 3 Alkali Bebas a. Dihitung sebagai NaOH b. Dihiting sebagai KOH 4 Asam Lemak bebas dan asam lemak netral 5 Minyak Mineral
1.
% % %
Satuan
Syarat Maks. 15 ˃ 70 Maks 0,1
%
Maks 0,14
%
< 2,5
Kadar Air Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu. ar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun.
2.
Jumlah Asam Lemak Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik 14
mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, parfum, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit. 3.
Alkali Bebas Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci.
4.
Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang berminyak.
5. Minyak Mineral Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama dengan minyak bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah: bensin, minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak mineral dapat disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan. V. ANALISIS LIPIDA V.1 Penentuan Kadar Minyak/Lemak Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak 15
atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan (Ketaren, 1986:36). Sebagai contoh adalah ekstraksi minyak dalam kemiri, dengan prosedur sebagai berikut: Timbang 15 gram kemiri, diiris-iris sampai lembut. Selanjutnya dibungkus dengan kertas saring bebas lemak, ujung atas maupun ujung bawah ditutup dengan kapas bebas lemak. Kemudian masukkan ke dalam alat Soxhlet, masukkan pelarut petroleum eter sebanyak 60% dari volume labu ekstraksi dan lakukan ekstraksi selama 1,5 jam. Proses ekstraksi selesai apabila petroleum eter sudah jernih. Ekstrak yang diperoleh ditambah dengan natrium sulfat anhidrat, saring. Kemudian filtrat didistilasi biasa, atau petroleum eter diuapkan dengan evaporator berputar sampai semua petroleum eter habis. Kadar minyak dapat dihitung dengan rumus: Kadar minyak (%) =
(B - A) 100 berat bahan (gr)
Keterangan: A= berat labu kosong B= berat labu dan ekstrak minyak (gr)
V.2 Penentuan Angka Peroksida Minyak/Lemak Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam metoda ini minyak dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glacial-kloroform (3:2) yang kemudian ditambahkan KI. Dalam campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam dengan peroksida yang akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Anwar, 1996:396). Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri, melalui tahap-tahap sebagai berikut (Slamet Sudarmaji, 1989:123): 1. Pembuatan larutan standar natrium tiosulfat 0,01N
16
Ditimbang 2,5 gram Na2S2O3.5H2O dilarutkan dengan akuades, dipindahkan ke dalam labu ukur 1 liter, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Larutan ini disimpan tertutup untuk dipakai, sebelumnya distandarisasi dengan larutan K2Cr2O7.
2. Standarisasi larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7. Ditimbang 0,5 gram kristal K2Cr2O7 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda. Dari larutan K2Cr2O7 tersebut diambil 10 ml dengan pipet volum, dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 3 ml HCl pekat dan 10 ml larutan KI 0,1 N. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01N yang telah dibuat, menggunakan indikator amilum. Pada titik ekivalen warna berubah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi dilakukan dengan pengulangan 3 kali. Normalitas Na2S2O3 sesungguhnya dihitung dengan rumus:
𝑁𝑠 =
𝑎 6 10 × × 𝑣 294 1000
Keterangan: Ns = normalitas larutan Na2S2O3 sesudah distandarisasi a = massa K2Cr2O7 dalam miligram v = volum larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi.
3. Pembuatan indikator amilum 1 % Ditimbang 1 gram amilum, dilarutkan dalam 100 ml akuades dalam gelas piala. Kemudian dipanaskan di atas kompor listrik sampai mendidih dan dibiarkan mendidih sampai 3 menit. Larutan ini digunakan setelah dingin. 4. Pembuatan pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2 Untuk membuat pelarut asam asetat glasial : kloroform dengan perbandingan 3 : 2 sebanyak 1 liter, dicampurkan 600 ml asam asetat glasial dengan 400 ml kloroform dalam botol berwarna gelap. 5. Penentuan angka peroksida Ditimbang minyak sebanyak (5,00 + 0,05) gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial : kloroform (3 :2), dikocok sampai minyak larut. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan ditutup rapat sambil dikocok. Kemudian didiamkan 1-2 menit, selanjutnya ditambahkan 30 ml akuades. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian ditambah 0,5 ml indikator 17
amilum 1 %. Titrasi dilanjutkan sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang. Volum titran dicatat. Dengan cara yang sama dibuat juga titrasi larutan blangko. Rumus perhitungan angka peroksida dalam minyak adalah sebagai berikut:
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
(𝑎 − 𝑏)𝑋 𝑁 𝑥 1000 𝑔
Keterangan : Angka peroksida dinyatakan dalam milligram ekivalen per 1000 gram minyak. a = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi sampel b = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi blangko N = normalitas larutan natrium tiosulfat setelah distandarisasi g = masa minyak dalam gram. V.3 Penentuan Bilangan Penyabunan Minyak/Lemak Penentuan bilangan penyabunan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pembuatan KOH alkoholis 0,5 N Ditimbang 6 gram tablet KOH murni, dilarutkan dengan etanol 95% sampai volume 250 ml. Larutan itu dibiarkan semalam dalam botol tertutup. Kemudian disaring dan distandarisasi dengan HCl 0,5 N menggunakan indikator pp. 2. Standarisasi KOH alkoholis 0,5 N Diambil 10 ml KOH alkoholis 0,5 N yang telah dibuat menggunakan pipet ukur, masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi menggunakan HCl 0,5 N menggunakan indikator pp. Titrasi dilakukan tiga kali (triplo).
3. Penentuan angka penyabunan Timbang 0,5 – 1,0 gram minyak/lemak, masukkan dalam labu alas bulat volume 100 ml Tambahkan 50 ml larutan KOH alkoholis 0,5 N yang sudah distandarisasi. Kemudian direfluk dengan pemanas sampai larutan menjadi jernih ( + 1,5 – 2 jam). Setelah refluk selesai dinginkan dan encerkan sampai 250 ml. Diambil 25 ml larutan hasil pengenceran, titrasi menggunakan HCl 0,1 N menggunakan indicator pp. Titrasi dilakukan tiga kali.
4. Perhitungan angka penyabunan Misal: Berat minyak/lemak yang ditentukan angka penyabunannya = W gram Untuk menitrasi 25 ml larutan hasil penyabunan memerlukan=V ml HCL 0,1N 18
Maka: Untuk menitrasi 250 ml larutan hasil penyabunan memerlukan: = 250/25 x V ml HCl 0,1 N = 10 x V x 0,1 ml HCl 0,5 N 0,5 = 2 V ml HCl 0,5 N Volume KOH 0,5 N yang diperlukan untuk penyabunan = (50 – 2 V ) ml Dalam setiap 1000 ml KOH 1 N terdapat = 56 gram KOH, maka dalam 1000 ml KOH 0,5 N terdapat = 28 gram KOH . Maka dalam (50 – 2 V) ml KOH 0,5 N terdapat = (50 – 2V) x 28/1000 gram KOH W gram minyak/lemak membutuhkan (50 – 2 V) x 28/1000 gram KOH Sehingga 1 gram minyak/lemak membutuhkan = (50 − 2𝑣) 28 × 𝑔𝑟 𝐾𝑂𝐻 1000 𝑣
atau (50 − 2𝑣) 28 × 1000 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻 1000 𝑣
V. Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun biasa, bagian luar dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat keliling setiap misel17 Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran 17
minyak
mencegah
penggabungan
http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun
19
(koalesensi).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
I.
Alat dan Bahan
Alat: timbangan analitik, gelas piala, penangas air, pengaduk gelas, oven, corong pemisah, labu erlenmeyer, pendingin tegak, biuret, mikro biuret, tabung reaksi, wadah sabun, blender, botol timbang, bahan dasar pembuatan minyak kelapa daging buah kelapa yang dijual di pasar lokal, daun sirih merah Bahan: NaOH (p.a), Asam asetat glasial, KI (p.a), KOH (p.a), Larutan PP, HCl, Na2S2O3, H2O2
II. Cara Kerja II.1 Pembuatan Santan Sebanyak 10 butir kelapa disiapkan. Daging kelapa yang telah diparut, dicampur dengan air panas bersuhu 70°C dengan perbandingan 1:1 (1 gram daging kelapa parut : 1 ml air) dalam baskom. Setelah daging kelapa diperas dengan kain dan disaring dengan saringan plastik, santan yang diperoleh kemudian didiamkan selama 2 jam untuk memisahkan krim dan skim. Krim yang banyak mengandung lemak dicampur dengan ekstrak daun sirih merah untuk pembuatan VCO mengandung flavanoid18
II.2 Pembuatan ekstrak daun sirih merah Dipilih daun sirih merah segar yang telah disortasi berdasarkan warna, segar daunnya, batang juga dipotong lalu dicuci, ditimbang menggunakan neraca analitik dengan berat 100 gr. Daun sirih merah yang telah ditimbang dipotong kecil-kecil. Dilakukan pretreatment dengan perendaman menggunakan etanol 80% (etanol 96% yang telah diencerkan) sebanyak 500 mL selama 10 menit. Hasil rendaman daun sirih merah dihancurkan dengan juicer. Hasilnya diradiasi menggunakan microwave selama 1 menit, dengan suhu sedang yaitu 40oC
18
Raymon Langingi, dkk. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karatenoid Wortel. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 20-23. 2012.
lalu disaring dengan kertas saring. Setelah diradiasi dan disaring daun sirih merah dievaporasi menggunakan rotary vaporator dengan suhu 40oC .19
II.3 Pembuatan VCO mengandung flavanoid Ekstrak daun sirih merah sebanyak 300 ml ditambah dengan krim santan sebanyak 700 ml hingga volume total campuran 1000 ml (konsentrasi ekstrak daun sirih merah 30% dalam wadah plastik berkeran. Campuran diaduk dan didiamkan selama 18 jam. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara air pada lapisan bawah dengan minyak dan blondo pada lapisan atas, dengan membuka pada bagian wadah. Untuk memisahkan minyak dari blondo dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm, selama 15 menit. Hasilnya blondo mengendap pada dasar tabung sementara minyak berada pada lapisan atas. Minyak yang diperoleh berupa VCO mengandung flavanoid digunakan untuk pembuatan sabun mandi padat(Modifikasi Raymon, 2012)
II.4 Penentuan Angka Asam Sebanyak 0,1 g minyak dimasukkan kedalam gelas piala 200 ml, kemudian ditambahkan etanol 95% sebanyak 25 ml. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65C sambil diaduk sampai membentuk larutan. Larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein 1% sampai terlihat warna merah jambu. Setelah itu dilakukan perhitungan jumlah mg KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 g sampel minyak20
II.5 Penentuan Bilangan Penyabunan Sebanyak 2,5 gram VCO yang mengandung flavanoid daun sirih merah dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 25 NaOH 0,5M. Blankonya juga dibuat (pengerjaannya sama dari awal, tetapi tanpa menggunakan sampel minyak). Baik bahan percobaan maupun blanko dibuat duplo (2x ulangan). Kemudian direfluks sampai penyabunan sempurna (kirakira 30 menit). Reaksi penyabunan selesai jika tetesan hasil refluks dalam tabung reaksi berisi air bewarna bening. Setelah didinginkan, hasil refluks ditambahkan 2 tetes indikator fenoltalein dan ditritasi dengan HCl sampai warnanya tepat hilang21
19
Ghalissa Khairun Nisa, dkk. Ekstraksi Daun Sirih Merah dengan metode...Jurnal Bioproses Komoditi Tropis.Vol 2.No.1.Juli 2014 20 Raymon Langingi, dkk. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karatenoid Wortel. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 20-23. 2012. 21 Ibid
II.6 Pembuatan sabun Sebanyak 20 gram VCO yang mengandung flavanoid direaksikan dengan NaOH sedikit demi sedikit. Jumlah dan konsentrasi yang direaksikan, ditentukan berdasarkan bilangan penyabunan VCO yang mengandung flavonoid daun sirih merah. Sabun yang dihasikan dibuat dalam 3 variasi konsentrasi NaOH, yakni 25%, 30%, 35%, yang dihitung berdasarkan bilangan penyabunan dan banyaknya air
yang dibutuhkan untuk membuat masing-masing
konsentrasi NaOH. Setiap perlakukan konsentrasi NaOH. Setiap perlakuan konsentrasi NaOH dibuat 3 kali ulangan. Setelah VCO direaksikan dengan NaOH, campuran diaduk perlahan-lahan hingga mengental dan homogen. Sabun mandi yang dihasilkan dituang dalam wadah bersih yang telah disiapkan dan didiamkan selama 4 minggu. Selanjutnya sabun mandi yang dihasilkan diuji kualitasnya berdasarkan SNI No. 06-3532-1994 (Modifikasi Raymo, 2012) II.7 Penentuan Angka Peroksida Sebanyak 1 g sampel minyak ditambahkan 30 ml campuran pelarut, yang terdiri dari asam asetat glasial dan kloroform dengan perbandingan 3:2 (v/v). Kemudian dipanaskan dibawah titik didih selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml KI jenuh dan dipanaskan lagi selama 2 menit. Kemudian ditambahkan air suling dan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N atau 0,01 N dengan menggunakan indikator kanji 0,5%. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang didapat dinyakatan dalam meq O2/1000 g sampel22 Rumus perhitungan angka peroksida dalam minyak adalah sebagai berikut:
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 =
(𝑎 − 𝑏)𝑋 𝑁 𝑥 1000 𝑔
Keterangan : Angka peroksida dinyatakan dalam milligram ekivalen per 1000 gram minyak. a = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi sampel b = jumlah ml larutan natrium tiosulfat untuk titrasi blangko N = normalitas larutan natrium tiosulfat setelah distandarisasi g = masa minyak dalam gram.
22
Budi Marwanti. Analisis lipida sederhana dan lipida kompleks.http: staff uny.ac.id/analisis%20 lipid.pdf (2016)
II.8 Penentuan Angka Iod Ditimbang minyak sebanyak (5,00 + 0,05) gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial : kloroform (3 :2), dikocok sampai minyak larut. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan ditutup rapat sambil dikocok. Kemudian didiamkan 1-2 menit, selanjutnya ditambahkan 30 ml akuades. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi sampai warna kuning hampir hilang. Kemudian ditambah 0,5 ml indikator amilum 1 %. Titrasi dilanjutkan sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang. Volum titran dicatat. Dengan cara yang sama dibuat juga titrasi larutan blanko23
𝑁𝑠 =
𝑎 6 10 × × 𝑣 294 1000
Keterangan: Ns = normalitas larutan Na2S2O3 sesudah distandarisasi A = massa K2Cr2O7 dalam miligram V = volum larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi.
III. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Perencanaan kegiatan dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini: No
KEGIATAN
BULAN 2016
Feb
Mar et
1
Tahap Persiapan Penelitian: a.
Penyusunan Proposal
b.
Pengajuan judul
c.
23
Ibid
Perijinan
Apr
Mei
Jun
Juli
Aug
Sept
Okt
Nov
Penelitian 2
Tahap Pelaksanaan: a.
Pengumpulan data
b. 3
Analisis Data
Tahap Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Cavith, S.M. Choosing your oil properties http://Users.siloverlinks.net/soapdesign.html
of
fatty
acid.
2001.
Dileesh. Determination of Saponification, Acid and Esther Values: Percentage of free fatty acids and glycerol in some selected edible oils: Calculation of concentration of lye needed to prepare soap from these oils. U.G. Scholars. St. Peters College. Kolenchy. 2009 Elisabeth NM. Optimalisasi Formula Sabun Transparan Dengan Fase Minyak VCO.... Skripsi. Fak.Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogjakarta. 2010 Ghalissa Khairun Nisa, dkk. Ekstraksi Daun Sirih Merah (Piper Crotum) Dengan Metode Microwave Assited Extraction (MAE). Jurnal Bioproses Komoditi Tropis. Vol.2 No.1 Juli.2014 Gunawan Muhammad Malik. Peningkatan Nilai Tambah Minyak Jarak (Jatropha Curcos Linn)Untuk Pembuatan Sabun Transparan. Skripsi. Teknologi pertanian. IPB. 2015 Harnawi,T. Studi Pembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Baku Minyak Goreng. Skripsi. Fak.teknologi pertanian. Universitas Brawijaya, Malang. 2004. Julia Reveny, dkk. Daya Antimikroba Ekstrak Dan Fraksi Daun Sirih Merah (piper bettle linn).Jurnal Ilmu Dasar. Vol 12 No. 1 Januari. 2011 Raymon Langingi, dkk. Pembuatan Sabun Mandi Padat Dari VCO Yang Mengandung Karatenoid Wortel. Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 20-23. 2012. S.D Marliyana, dkk. Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper crotum Ruiz and Pav). Alchemy. Jurnal Penelitian Kimia. Vol 9. No. 2. Hal 33-40. 2013 SNI 06-3532-1994. Badan Standarisasi Nasional. Dewan Standar Nasional. Jakarta Warra, A.A. A Report On Soaping Making In Nigeria Using Indigenous Technology And Raw Materialss. Africal Journal of Pure and Applied Chemistry. Vol 7. (4).pp 139-145. April 2013 Wasiatmadja, s. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik.Penerbit UI. Jakarta.1997 Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. 1997. Jakarta W. I Werdhany, dkk. Sirih Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Yogjakarta. 2008 http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi-saponifikasi-dan-sejarah-singkatpembuatan-sabun
http://docs.google.com/viewerocw.usu.ac.id/course/download/-teknologi-oleokimia/tkk 322_handout_sabun.pdf) .