Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
PROPAGASI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA LAJU DOSIS TINGGI PADA MENCIT (Mus musculus) Siti Nurhayati Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN ABSTRAK PROPAGASI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA LAJU DOSIS TINGGI PADA MENCIT (Mus musculus)Iradiasi gamma dapat digunakan untuk melemahkan parasit malaria dalam rangka pembuatan vaksin. Dengan radiasi pengion, parasit dapat dinonaktifkan sekaligus dipertahankan sifat-sifat biologik parasit seperti hemoaglutinasi dan antigenisitas. Mencit sebagai inang P. berghei merupakan model yang representatif dalam pengembangan parasit malaria. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis iradiasi gamma. yang mampu melemahkan P berghei dan mampu memicu respon imun. Dalam penelitian ini pengaruh iradiasi terhadap pertumbuhan parasit dievaluasi melalui perhitungan persentase parasitemia menggunakan mikroskop cahaya. Di samping itu dilakukan pengukuran berat badan, organ limpa dan hati mencit. Dosis iradiasi gamma adalah 0, 150, dan 175 Gy pada laju dosis 979,58 Gy/jam dengan sumber Co60. Sebagai kontrol negatif adalah darah tak terinfeksi parasit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan parasitemia mulai terjadi pada hari ketujuh pasca imunisasi. Dosis radiasi 150 Gy paling efektif melemahkan P.berghei dibandingkan dosis yang lain karena periode prepaten yang paling panjang dan puncak parasitemia yang paling rendah. Kata kunci: Malaria, propagasi, vaksin, P. berghei, parasitemia, iradiasi gamma
ABSTRACT PROPAGATION OF IRRADIATED Plasmodium berghei AT HIGH DOSE RATE IN MICE (Mus musculus). Gamma irradiation can be utilized to attenuate malaria parasite in order to create a vaccine. With ionizing radiation, parasites can be inactivated as well as maintained their biological properties such as haemaglutination and antigenicity. Mouse as host of P. berghei is representative model in propagating malaria parasites. The aim of this research is to determine gamma rays that effectively attenuate P berghei and elicits immune response. In this research the effects of irradiation to the proliferation of parasite was evaluated by counting the percentage of parasitemia by using light microscope. Beside that the body, lymph and liver weights of mouse were also measured. Gamma irradiation dose used was 0, 150, and 175 Gy at the dose rate of 979.58 Gy/jam of Co-60 source. As negative control was non infected blood. Results showed that there was an increased number of parasitemia started in seventh day post immunization. Irradiation dose of 150 Gy was the most effective in attenuating P. berghei compared to other doses due to longest prepatent period and lowest peak of parasitemia. Keywords: Malaria, propagation, vaccine, P. berghei, parasitemia, gamma irradiation.
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
88
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
nyamuk Anopheles, dan siklus aseksual
I. PENDAHULUAN Plasmodium berghei adalah hemoprotozoa
yang
menyebabkan
penyakit
malaria pada rodensia, terutama rodensia kecil.
Dasar
menyerang
biologi
plasmodium
rodensia
sama
yang dengan
plasmodium yang menyerang manusia seperti siklus hidup maupun morfologinya, genetik dan pengaturan genomenya, fungsi dan struktur pada kandidat vaksin antigen target [1].
Dengan demikian penelitian berbagai
aspek
parasitologi,
imunologi,
pengembangan vaksin
dan
malaria banyak
menggunakan parasit rodensia dan mencit sebagai hospesnya, terutama P. berghei. P. berghei banyak digunakan dalam penelitian dan pengembangan biologi pada parasit malaria
pada
manusia
karena
sudah
tersedianya teknologi pembiakan secara in vitro dan pemurnian pada tahapan siklus hidup, pengetahuan pada susunan genom dan pengaturannya.
Bahkan
hasil
analisis
molekuler menyampaikan bahwa P. berghei sama seperti plasmodium yang menginfeksi manusia.
Dengan model ini kemungkinan
dapat dilakukan manipulasi pada hospes sehingga
dapat
dipelajari
perubahan
imunologis yang terjadi selama infeksi malaria [2]. Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia atau rodensia adalah sama,
yaitu
mengalami
stadium
yang
berpindah dari vektor nyamuk ke manusia atau rodensia dan kembali ke nyamuk lagi. Siklus seksual (sporogoni) berlangsung pada
berlangsung pada manusia atau rodensia, terdiri dari siklus eritrosit (erythrocytic schizogony) dan siklus yang berlangsung di dalam parenkim sel hati (exo-erythrocytic schizogony).
Siklus
eritrositik
dimulai
dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di dalam hati ke dalam sirkulasi darah.
Setelah merozoit masuk ke dalam
eritrosit
parasit
membesar
menjadi
sel
tunggal yang disebut tropozoit, kemudian mengalami pembelahan inti dan berkembang membentuk beberapa merozoit yang disebut proses skizogoni. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit akan pecah dan melepaskan merozoit ke dalam plasma dan selanjutnya akan menyerang eritrosit lain dan memulai siklus baru.
Proses patologi pada malaria
adalah akibat siklus eritrosit. Beratnya penyakit
malaria
berhubungan
dengan
densitas parasit, serta berhubungan dengan kemampuan parasit bermultiplikasi baik di dalam hati maupun di dalam eritrosit. Siklus eritrositik ini menimbulkan tanda dan gejala karakteristik dan tidak mereda sampai hospes tersebut mati atau mengaktifkan respon imun yang mampu membunuh atau menekan pertumbuhan parasit [3]. Pelemahan (atenuasi) mikro-organisma patogen
merupakan
strategi
untuk
pengembangan vaksin sejak pertama kali vaksin ditemukan oleh Louis Pasteur [4]. Radiasi gamma dapat digunakan untuk menginaktifkan preparasi
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
mikroorganisma
vaksin,
disamping
untuk metode
89
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
Plasmodium
falciparum
inaktifasi secara pemanasan atau kimia. Pada
melemahkan
malaria ada beberapa kemungkinan strategi
stadium sporozoit adalah antara 150 – 200
untuk pembuatan vaksin malaria yaitu: 1)
Gy [7].
Vaksin pre-eritrositik yang dirancang untuk
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengaktifkan respon imun untuk membunuh
mendapatkan dosis radiasi gamma yang
atau menginaktifkan sporozoit, 2) vaksin
optimal
stadium darah dengan target merozoit bebas
Plasmodium
untuk mencegah invasi merozoit ke eritrosit
secara in vivo.
untuk
melemahkan
berghei
parasit
stadium
eritrositik
atau sel darah merah yang terinfeksi sehingga dapat mencegah infeksi yang terjadi menjadi
II. BAHAN DAN TATA KERJA
penyakit, 3) vaksin penghambat transmisi,
Parasit
yang dibuat untuk menghancurkan bentuk
Plasmodium berghei strain ANKA
gametosit sehingga dapat mencegah transmisi
diperoleh dari Lembaga Biologi Molekuler
dari strain resisten yang mungkin lolos dari
Eijkman dan Pusat Biomedis dan Teknologi
sistem imun [5]. Iradiasi gamma digunakan
Dasar Kesehatan, Kemetrian Kesehatan -
untuk melemahkan parasit malaria dalam
Jakarta. Pengembang biakan parasit secara
stadium
in
darah
untuk
preparasi
vaksin
vivo
dilakukan
dengan
cara
stadium darah yang sehingga diharapkan
menginfeksikannya ke dalam tubuh mencit
dapat menghambat pertumbuhan dan per-
strain
kembangan plasmodium di dalam eritrosit
Biomedika PTKMR.
dan menyebabkan reduksi parsial parasitemia. Pemanfaatan teknologi radiasi dalam bidang vaksin malaria telah digunakan sejak tahun 1967 dimana Nusszweinzig melakukan iradiasi pada nyamuk [6]. telah
diiradiasi
Nyamuk yang
digigitkan
ke
mencit
percobaan. Setelah dilakukan uji tantang dengan menyuntikkan sporozoit yang hidup ke dalam tubuh mencit, hasilnya 60% mencit memberikan proteksi terhadap sporozoit. Percobaan ini merupakan titik awal dari pengembangan
vaksin
malaria
menggunakan teknik nuklir.
dengan Hoffman
menyatakan bahwa dosis optimal untuk
Swiss
di
laboratorium
hewan
Hewan coba Mencit (Swiss Webster) jantan yang berumur sekitar 2 bulan dengan berat 25 hingga 35 gram Toksikologi
diperoleh dari Bidang Balitbangkes-Kementrian
Kesehatan. Mencit dipelihara di dalam sangkar plastik dengan tutup kawat. Mencit diberi makan pelet dan minum
secara ad
libitum (secukupnya). Iradiasi P. berghei P. berghei disuntikkan ke mencit secara intra peritoneal dan setiap hari dilakukan pemeriksaan jumlah parasit dengan membuat apusan darah tipis. Bila jumlah P. berghei sudah mencapai parasitemia > 10%,
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
90
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
mencit segera dianastesi dengan ether dan
dengan menggunakan mikroskop cahaya
darahnya diambil langsung dari jantung
dengan
menggunakan syringe 1 ml yang berisi anti
pengamatan berat organ limpa, organ hati
koagulan citrat phospat dextrose/CPD [8].
dan berat badan dilakukan dengan cara
Darah dibagi dalam beberapa kelompok.
pembedahan yang sebelumnya dianastesi
Selanjutnya dilakukan iradiasi menggunakan
dengan ether.
pembesaran
1000x.
Untuk
iradiator gamma Co-60, di PATIR-BATAN. Penelitian ini dilakukan dengan variasi dosis 0 Gy (kontrol positif), 150 Gy, 175 Gy, dan kontrol negatif dengan laju dosis 979,58 Gy/jam.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan parasit ditandai dengan meningkatnya
jumlah
atau
kepadatan
(densitas) parasit dalam sirkulasi darah tepi.
Inokulasi P. berghei
Densitas pertumbuhan parasit di dalam darah
Inokulum adalah P. berghei yang telah
dinyatakan
dengan
persen
parasitemia.
dilemahkan dengan sinar gamma, dengan
Persen parasitemia menunjukkan jumlah
dosis bervariasi. Inokulasi dilakukan dengan
eritrosit yang terinfeksi parasit.
menyuntikkan
yang
minimum mulai dari masuknya parasit dalam
P. berghei stadium
tubuh sampai dengan pertama terlihatnya
eritrositik secara intraperitoneal. Jumlah sel
merozoit di dalam eritrosit adalah periode
darah
prepaten.
Periode prepaten dan persen
parasitemia
dipengaruhi
0,2
mengandung ±1 x 10 merah
ml 7
inokulum
dihitung
menggunakan
hemositometer.
virulensi
parasit. Virulensi parasit salah satunya
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 hingga 21 paska inokulasi meliputi angka parasitemia, berat organ limpa, berat organ hati dan berat mencit. Parasitemia pada mencit diamati setiap tiga hari sekali dengan mengambil darah perifer dari
ujung ekor.
Darah yang diperoleh kemudian dibuat sediaan apus darah tipis. Apusan dibiarkan mengering
oleh
Waktu
kemudian
difiksasi
dengan
metanol selama 30 detik. Apusan diwarnai dengan 10 % larutan Giemsa dan dibiarkan selama 20 menit [9].
Preparat diamati
ditentukan daya multiplikasi parasit dan daya invasi parasit [10].
Pada
penelitian ini,
terlihat pada kelompok mencit kontrol yaitu parasit
yang
tidak
diiradiasi
sebelum
diinfeksikan dengan kelompok yang diberi perlakuan terjadi perbedaan periode prepaten (Gambar 1). Seperti disebutkan oleh Tork dalam Landau bahwa penundaan
periode
paten hingga 2 hari sudah signifikan [10]. Hal
ini
menunjukkan
iradiasi
dapat
melemahkan parasit sehingga daya invasi parasit menurun.
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
91
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
30 25 20 15 10 5 0 3
6
7
8
kontrol (+)
9
12
15
150 Gy
18
21
175 Gy
Gambar 1. Densitas P. berghei dalam mencit setelah disuntik parasit yang dilemahkan dengan dosis radiasi 0 Gy, 150 Gy, 175 Gy pada laju dosis 979,58 Gy/jam. Pada hari ke-7 pasca infeksi persen
bahwa dosis 150 Gy merupakan dosis yang
parasitemia terlihat meningkat secara cepat.
efektif dalam melemahkan parasit. Menurut
Hal ini menunjukkan pada stadium tersebut
Wellde [12] derajat resisten terhadap malaria
belum ada mekanisme imunitas dari tubuh
yang diperoleh mencit sebanding dengan
yang bekerja. Hal ini terlihat pada mencit
besar dosis iradiási dan jumlah dosis
kontrol dan dosis 175 Gy,
daya infeksi
imunisasi. Vaksin stadium darah efektif
dilemahkan, sehingga
dalam mereduksi morbiditas dan mortalitas
parasit yang tidak
pertumbuhan parasit didalam darah tidak
mencit
walapun vaksin ini tidak dapat
terhambat. Hal ini terlihat pada Gambar 1,
mengeliminasi semua parasit.
dosis kontrol (0 Gy) dan 175 Gy, terjadi
Parasit darah yang bersekuestrasi ke
kurva kenaikan parasitemia yang terus
jaringan lain menyebabkan patologi berat
meningkat tajam hingga mencapai puncaknya
pada inang hingga mengakibatkan gangguan
pada hari ke-21 dengan parasitemia 27% dan
pada organ utama, yaitu hati dan limpa.
23%.
Pengaruh pertumbuhan parasitemia terhadap Kurva densitas
parasit pada dosis
organ
hati
dilakukan
dengan
cara
iradiási 150 Gy meningkat pada hari ke-8,
penimbangan berat organ, warna dan tekstur.
tetapi kemudian menurun terus hingga hari
Pengambilan
ke-21 (Gambar 1).
melakukan
pembedahan
terjadi adanya mekanisme imunitas tubuh
sebelumnya
dianastesi
yang
Perbesaran organ hati ini
bekerja
Hal ini kemungkinan
menekan
pertumbuhan
hati
dilakukan
dengan
mencit dengan
yang ether.
disebabkan
parasit[11]. Dari data ini menunjukkan
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
92
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
terjadinya perubahan sel hepatosit akibat
banyak terjadi pada organ dalam (hati, limpa,
pertumbuhan parasitemia yang tinggi.
dan
sumsum
tulang)
danmenyebabkan
Terlihat pada Gambar 2 dan 3 dimana
kelainan patologis pada organ tersebutyang
dosis radiasi kontrol (0 Gy) dan 175 Gy,
sering ditandai adanya pigmen malaria yang
mengalami kenaikan berat organ hati dan
dideposit di organ dan menyebabkan warna
limfa dibandingkan dosis 150 Gy dan kontrol
organ
negatif. Hal ini disebabkan terjadinya invasi
proliferasi sel retikulo-endotelial, blokade
P berghei ke dalam organ tersebut yang
kapiler oleh eritrosit terinfeksi, perdarahan
merupakan organ target infeksi P berghei
perivaskular akibat kerusakan endotel dan
pada hewan pengerat (rodensia). Pembesaran
degenerasi parenkim pada organ hati.
organ hati dan limfa pada dosis 0 Gy dan 175 Gy
menjadi
Pada
kelabu
penderita
atau
kehitaman,
malaria,
limpa
kemungkinan disebabkan terjadinya
berfungsi sebagai filter untuk menghilangkan
perubahan sel hepatosit pada hati dan
eritrosit dan produknya yang terinfeksi pada
limfosit B pada organ limfa yang disesbst
aliran
parasitemia yang tinggi
difagositosis/dimakan
Seperti halnya P falciparum, P berghei
darah.
Plasmodium
dan
secara
pigmen
aktif
oleh
makrofag limpa sehingga pada pemeriksaan
adalah plasmodium yang bersifat virulen,
makroskopis
cenderung menginvasi sel darah merah dari
sedangkan
semua
peningkatan jumlah sel makrofag dan pigmen
umur
dan
persentase
sel
yang
terinfeksi dapat melampaui 50%. Skizogoni
limpa secara
tampak mikroskopis
membesar terdapat
yang tersebar.
3,5 3
berat hati/gr
2,5 2 1,5 1 0,5 0 hari ke
3
6 kontrol (-)
9
12 kontrol ( +)
15 150 Gy
18
21 175 Gy
Gambar 2. Hasil pengukuran berat organ hati mencit pasca perlakuan parasit iradiasi.
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
93
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
1,6 1,4
berat limfa/gr
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2
0 hari ke
3
6
9
kontrol (-)
12
15
kontrol (+)
18
150 Gy
21 175 Gy
Gambar 3. Hasil pengukuran berat organ limpa mencit pasca perlakuan parasit iradiasi.
barat badan mencit
45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 hari ke
3
6
9
kontrol (-)
12
15
kontrol (+)
150 Gy
18
21 175 Gy
Gambar 4. Rata-rata berat badan mencit setelah diinokulasi P berghei iradiasi. Untuk
berat
signifigant. Pada dosis 0 dan 175 Gy terlihat
Terlihat
kenaikan berat organ limpa yang melonjak
kenaikan berat organ limpa yang sangat
mulai hari ke-6 pasca imunisasi yang
ditampilkan
organ pada
limfa Gambar
data 3.
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
94
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
kemungkinan disebabkan adanya perubahan
periode prepaten yang panjang, derajat
pada limfosit B.
parasitemia serta puncak parasitemia yang
Berdasarkan data pengukuran berat
rendah. Untuk mengetahui apakah dosis ini
yang
efektif untuk pelemahan P. berghei sehingga
bermakna akibat pengaruh infeksi parasit
dapat menimbulkan respon imun mencit yang
untuk semua dosis perlakuan dan cenderung
optimal, perlu dilakukan uji tantang.
berfluktuasi.
Mencit mulai memperlihatkan
tantang dilakukan untuk mengetahui respon
gejala penurunan berat badan mulai hari ke-3
protektif dari mencit setelah disuntikkan
paska infeksi, kecuali dosis 150 Gy yang
P.berghei stadium eritrositik yang hidup.
badan,tidak
terdapat
perbedaan
Uji
terlihat stabil mulai hari ke-3. Tidak terlihat kelainan fisik dan klinis pada mencit yang
DAFTAR PUSTAKA
diinokulasi P. berghei yang diiradiasi dengan
1.
LANDAU, I, GAUTRET P., Animal models rodents In: Malaria, Parasites biology, pathogenesis, and protection, Ed: Sherman, I.W. ASM Press, Washington, DC, 401-417, 1998.
2.
LANGHORNE, J., QUIN S.J.,.SANNI L.A, Mouse models of blood stage malaria infections : immune responses and cytokines involved in protection and pathology, Chem Immunol. 8, 204-228, 2002.
3.
TAMBAYONG, E.H., Patobiologi malaria dalam Harijanto P.N., (Ed) Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinis dan Penanganannya, Penerbit buku kedoketran EGC, 2000.
4.
RAZ EYAL, JOSHUA FERRER, Using gamma radiation preserves T-cell responses in bacteria vaccine, Professor of Medicine at University of California, San Diego (UCSD) School of Medicine, 2006
5.
KOMISAR, JL., Malaria vaccines, Frontiers in Biosciences 12, 3928-3955, 2007.
6.
NUSSENZWEIZIG, RS., VANDENBERG, J., MOST, H. & ORTON C., Protective immnunity produced by the injection 0f irradiated sporozoit of Plasmodium berghei, Nature 216, 160 – 162, 1967.
7.
HOFMAN, S., GOH L, LUKE, T., SCHNEIDER, I., Le T, DOOLAN, D,
dosis yang bervariasi. Iradiasi
adalah
sebuah
proses
sederhana secara teknik dapat menahan struktur
mikroorganisme
patogen
tanpa
menghancurkan antigen alamiah atau adjuvan intrinsik.
Dengan demikian respon imun
yang kuat dapat diinduksi pada inang yang divaksinasi. Imunitas protektif yang tinggi diinduksi oleh imunisasi dengan sporozoit yang diiradiasi pada dosis subletal [7]. Hal ini
berarti
bahwa
mempertahankan
parasit
yang lemah
kemampuannya
untuk
masuk dan sebagian berkembang dalam hepatosit tetapi tidak secara penuh matang sehingga mempunyai kemampuan untuk menginduksi pertahanan selular dari inang. Sporozoit yang mati tidak mempunyai efek ini dan tidak memberikan proteksi. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dosis iradiasi 150 Gy merupakan dosis dan
laju
dosis
yang
efektif
untuk
melemahkan parasit. Hal ini ditandai dengan
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
95
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011
SACCI, J, DE LA VEGA, P, DOWLER, M, PAUL, C, STOUTE, J, CHURCH, L., SEDEGAH M, HEPPNER, D, BALLOU, W, RICHIE, T., Protection of human against malaria by immunization with radiation-attenuated Plamodium falciparum sporozoites, J infect Dist 185 (8); 1155-1164, 2002. 8.
9.
DARLINA, DEVITA,T., Daya infeksi Plasmodium berghei yang diirradiasi sinar gamma, Prosiding seminar nasional keselamatan, kesehatan dan lingkungan III, 200- 206, 2007. LJUNGSTROM I., PERLAMAN,H.,. SCHILCHTHERLE, M., SHERE, A., and WAHLGREEN, M., Methods In Malaria Research, MR4/ATCC, Manassas Virginia, 2004.
10. LANDAU, J., BOULARD,Y., Life cycles and morphology, In: Rodent Malaria, R. KILLICK-KENDRICK (Ed.), Academic Press, London, 1978, 53 – 157.
manusia. Kami menggunakan hewan coba mencit dan monyet, kami juga belum bias memprediksikan kapan vaksin malaria iradiasi akan dapat diaplikasikan. Mudah-mudahan tidak terlalu lama. 2. Penanya : Mukh Syaifudin Pertanyaan : - Faktor apa saja yang mempengaruhi propagasi? Jawaban : Faktor yang mempengaruhi propagasi adalah. Secara In Vivo: - Daya imunitas dan infektifitas Plasmodium serta inangnya (mencit atau monyet) - Cara penyuntikan (intravena, intraperitonia, intramuskular) Secara In Vitro: - Sterilitas Biological Safety Cabinet (BSC) - Sterilitas medium (RPMI dll)
11. ANGUS, B.J., CHOTIVANICH, K., UDOMSANGPETCH, R., and WHITE, N J., Invivo removal malaria parasites from red blood cells without their destruction in acute falciparum malaria, Blood 90, 2037-2040, 1997. 12. WELLDE, B.T. AND SADUN, E..H., Resistance produced in rats and mice by exposure to irradiated Plasmodium berghei, Experimental parasitology 21, 310-324, 1967.
TANYA JAWAB 1. Penanya : Agustono Pertanyaan : Apakah vaksin malaria yang ibu teliti sudah siap dipasarkan? Kalau belum kapan kira-kira dapat digunakan? Jawaban : Penelitian vaksin adalah penelitian yang memakan waktu cukup lama dengan tahapan yang tidak mudah. Saat ini masih dicari bahan vaksin yang mirip dengan bahan vaksin untuk
PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI dan Pusarpedal-KLH
96