PROLINE SEBAGAI PENANDA KETAHANAN KEKERINGAN DAN SALINITAS PADA GANDUM Theresa Dwi Kurnia1 dan Suprihati2 1
Mahasiswa Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis, UKSW Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, 50711 Telp 0298-321212 2
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis, UKSW Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, 50711 Telp 0298-321212
Email:
[email protected]
Abstrak
Di Indonesia gandum merupakan makanan pokok kedua setelah padi, tetapi untuk memenuhi kebutuhan gandum di Indonesia hampir 100% adalah hasil import. Dengan mengembangkan tanaman gandum yang mampu beradaptasi pada lahan dengan cekaman abiotik berupa salinitas tinggi dan lahan kering dapat menjadi salah satu jalan keluar dari keterbatasan lahan. Daya adaptasi tanaman terhadap salinitas dan kekeringan dapat ditunjukkan dengan jumlah senyawa proline yang disintesis. Tujuan dari review ini adalah mengetahui hubungan antara tanaman yang mengalami cekaman dengan akumulasi proline, membandingkan jumlah akumulasi proline saat mengalami cekaman pada fase pertumbuhan yang berbeda. Berdasarkan kajian data yang diperoleh, diketahui bahwa adanya cekaman salinitas dan kekeringan meningkatkan kadar proline, serta terdapat perbedaan jumlah akumulasi proline oleh berbagai varietas gandum saat mengalami cekaman pada fase pertumbuhan yang berbeda. Sehingga keberadaan proline dapat menjadi penanda ketahanan tanaman gandum terhadap cekaman. Kata kunci
: Gandum, Ketahanan Cekaman Abiotik, Proline
Pendahuluan Budaya sarapan roti dan konsumsi mie instan yang sudah sangat akrab dalam keseharian masyarakat, menjadikan gandum sebagai makanan pokok kedua setelah padi, tetapi untuk memenuhi kebutuhan gandum di Indonesia hampir 100% adalah hasil import. Ditambah lagi dengan jumlah penduduk yang meningkat terus setiap tahunnya,
pasti akan berdampak juga pada peningkatan import gandum. Data BPS, 2008 menunjukkan nilai impor yang terus meningkat dari tahun ke tahun, (dalam juta US $) 799 tahun 2005, 816 tahun 2006, 1.160 tahun 2007 dan 1.975 tahun 2008. Jika Indonesia memiliki ketergantungan import gandum dari luar negeri, Indonesia tidak akan memiliki ketahanan pangan yang kuat. Untuk itu produksi gandum dalam negeri harus makin dikembangkan. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan produksi gandum di Indonesia adalah makin berkurangnya lahan pertanian sehingga penanaman gandum yang masih dianggap baru ini tidak dapat menggeser budaya menanam padi, jagung atau tanaman pangan lain dari penduduk Indonesia, sehingga penanaman gandum hanya dapat dilakukan di lahan marginal. Lahan marginal yang dapat digunakan sebagian besar adalah lahan-lahan kering (dataran rendah) dan lahan di daerah sekitar pesisir pantai yang berupa rawa atau bekas rawa dengan kadar garam tinggi, dengan luas 24 juta ha merupakan lahan rawa pasang surut, 47,5 juta ha tanah ultisol dan 18 juta ha tanah oxisol di Indonesia (Suprapto, 2002), merupakan prospek yang baik untuk pengembangan pertanian. Dengan mengembangkan tanaman gandum tropis yang juga mampu beradaptasi pada lahan dengan cekaman abiotik berupa salinitas tinggi dan lahan yang kering dataran rendah dapat menjadi salah satu jalan keluar dari keterbatasan lahan. Daya adaptasi tanaman terhadap salinitas dan kekeringan dapat ditunjukkan dengan jumlah senyawa proline yang disintesis saat mengalami cekaman. Proline adalah salah satu asam amino yang dihasilkan oleh tanaman saat mengalami stress abiotik (Barnet and Naylor, 1966). Stress abiotik yang dimaksudkan adalah saat tanaman mengalami cekaman kekeringan, salinitas tinggi, chilling, freezing dan temperatur yang tinggi. Proline disintesis sebagai senyawa yang dapat menjaga tanaman tetap mempertahankan turgor sel. Telah banyak peneliti yang menemukan bahwa tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan mengakumulasi proline dalam jumlah tertentu. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap akumulasi proline telah diteliti pada tanaman buncis oleh Mafakheri, dkk, (2010), pada tanaman kedelai oleh Mapegau, (2006), pada tanaman gandum oleh Maleki, Saba dan Shekari, (2010). Maralian, Ebadi, Didar dan Eghrari, (2010), pada tanaman jagung oleh Turan, Elkarim, Taban dan Taban, (2009), bahkan
pada rumput oleh Bokhari dan Trent, (1985). Peningkatan akumulasi proline pada tanaman gandum yang mengalami cekaman salinitas juga diamati oleh Poustini, Siosemardeh dan Ranjbar (2006), Tammam, Alhamd dan Hemeda (2008). Dengan ditemukannya tanaman gandum tropis dataran rendah yang tahan terhadap cekaman abiotik dapat menjadi awal perbaikan ketahan pangan negeri. Berdasarkan latar belakang yang disampaikan, maka tujuan dari review ini adalah mengetahui hubungan antara tanaman yang mengalami cekaman dengan akumulasi proline, membandingkan jumlah akumulasi proline saat mengalami cekaman pada fase pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengetahui hal tersebut, proline dapat dimanfaatkan sebagai penanda ketahanan gandum terhadap kondisi cekaman kekeringan dan salinitas. Karena dengan ditemukannya tanaman gandum tropis dataran rendah yang tahan terhadap cekaman abiotik berupa kekeringan dan salinitas dapat menjadi awal perbaikan ketahan pangan negeri
Peran Proline pada Cekaman Salinitas dan Kekeringan Stres pada tanaman yang disebabkan karena salinitas, kekeringan, suhu, oksigen dan keracunan logam berat merupakan alasan utama penurunan hasil pertanian (Rai dan Takabe, 2005). Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto, 1997). Lahan yang tidak mampu memberi kecukupan air bagi tanaman merupakan lahan yang kering, dimana lahan kering dapat berdampak juga pada salinitas tanah. Salinitas dapat disebabkan karena akumulasi NaCl pada tanah yang terjadi terus menerus, misalnya pada tanah sepanjang pantai yang saat air pasang mengalami genangan. Ketika air surut, NaCl dari air laut akan tertinggal di tanah sehingga NaCl akan terakumulasi dan menyebabkan tanah menjadi salin. Penyebab tanah salin yang lain adalah curah hujan yang rendah pada suatu wilayah. Menyebabkan kandungan NaCl tanah tidak dapat terlarut dan tercuci dan akhirnya terakumulasi pada tanah. Cekaman kekeringan ditandai dengan rendahnya kadar air, penyusutan potensial air daun dan tekanan turgor, penutupan stomata dan berkurangnya pembesaran dan
pertumbuhan sel. (Chaves, 2002). Cekaman salinitas selain dapat menimbulkan cekaman osmotic seperti pada kekeringan dan juga dapat menyebabkan toxicitas. Pada tanaman gandum, gejala cekaman salinitas ditunjukkan dengan munculnya warna putih pada ujung daun, daun bendera menggulung dan kering, klorosis pada daun dan hasil produksi biji akan sangat rendah (Shroyer, 2012). Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri dan juga spesies tanaman, tingkatan pertumbuhannya dan sifat toleransi tanaman. Penanda yang dapat digunakan untuk menunjukkan ketahanan suatu tanaman terhadap cekaman kekeringan dan salinitas adalah peningkatan akumulasi proline. Proline adalah asam amino yang disintesis dari hasil fosforilasi glutamat. Lintasan dari glutamin merupakan rute primer untuk biosintesis proline dalam kondisi tercekam kekeringan (Madan dkk. 1995). Akumulasi proline merupakan akibat dari peningkatan asam amino bebas ketika tanaman berada pada lingkungan stress, seperti kekeringan, salinitas tinggi, dan temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Tanaman aktif memproduksi berbagai macam metabolit dan sistem pertahanan untuk tetap bertahan hidup, contohnya osmoprotektan seperti proline, glycine betaine, mannitol, dan gula sebagai senyawa toleransi terhadap cekaman kekeringan dan salinitas (Tyas, 2010). Pada tanaman yang toleran terhadap kondisi cekaman abiotik seperti kekeringan atau salinitas, terjadi mekanisme mempertahankan turgor agar tetap di atas nol, untuk menjaga agar potensial air dalam sel tetap rendah dibandingkan potensial air eksternalnya sehingga tidak terjadi plasmolisis (Jones dan Turner 1980 dalam Lestari, 2004). Dari jumlah proline yang dihasilkan tanaman dapat menjadi penanda seberapa besar toleransinya terhadap cekaman kekeringan dan salinitas. Proline terakumulasi pada jaringan meristem yang merupakan bagian dari tanaman yang aktif membelah pada tanaman yang mengalami cekaman. Pada saat pembelahan sel terjadi, energi akan banyak dibutuhkan untuk respirasi sehingga aktifitas enzim disitu akan sangat tinggi termasuk enzim yang mensintesis proline.
Keragaman Proline di Dalam Tanaman Jumlah akumulasi proline yang dihasilkan tanaman akan berbeda sesuai dengan sifat genetiknya yang ditunjukkan dengan perbedaan varietas, jenis dan durasi cekaman yang dialami serta umur tanaman juga akan berpengaruh terhadap jumlah akumulasi proline. Pada tanaman jagung (Turan, Elkarim dan Taban. 2009), dapat dilihat bahwa semakin tinggi cekaman salinitas yang diberikan akan meningkatkan konsentrasi proline yang terakumulasi, yaitu pada konsentrasi NaCl rendah jumlah proline yang dihasilkan tanaman 18,6 µ mol/gram fw dan pada konsentrasi NaCl tinggi jumlah akumulasi proline meningkat menjadi 44,16 µ mol/gram fw. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Mafakheri, dkk. (2010), menunjukkan pada tanaman buncis dengan 3 varietas tanpa pemberian cekaman jumlah proline yang dihasilkan berturut-turut 0,67; 1,26; 0,42 µ mol/gram fresh weight, sedangkan pemberian cekaman kekeringan meningkatkan akumulasi proline menjadi 8,28; 9,45; 8,4 µ mol/gram fw pada fase vegetatif dan 7,36; 8;29; 7;30 µ mol/gram fw pada fase pembungaan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang mengalami cekaman akan mengakumulasi proline lebih banyak pada fase vegetatif, dimana pembelahan sel sedang aktif berlangsung. Ketiga varietas buncis terebut juga menunjukkan jumlah proline terakumulasi yang berbeda, sehingga tingkat ketahanan tanaman pun berbeda. Pada spesies tanaman yang sama dengan cekaman yang dialami sama jumlah akumulasi proline yang dihasilkan akan berbeda sesuai dengan varietasnya. Pada penelitian Changhai, dkk. (2010), tanaman gandum dengan 4 varietas berbeda menunjukkan peningkatan jumlah proline yang dihasilkan berbeda pada pengaruh cekaman yang sama, yaitu meningkat 174.7%, 175.0%, 249.2% dan 242.9%. Pada penelitian yang dilakukan Turan, dkk. 2009, mengenai efek cekaman salinitas pada tanaman jagung terhadap konsentrasi proline, analisis kandungan proline diperoleh dari ekstrak daun muda dan bagian pucuk apikal. Pengujian proline tanaman gandum yang mengalami cekaman kekeringan diekstrak dari daun bendera, pada fase heading atau pembungaan menunjukkan akumulasi proline sangat tinggi (Maralian dkk, 2010). Kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa proline diekstrak dari organ tanaman yang masih muda dan yang pasti merupakan saat aktif pembelahan sel.
Hubungan Proline dengan Kemampuan Adaptasi Tanaman Adaptasi tanaman terhadap cekaman baik cekaman salinitas maupun cekaman kekeringan dapat ditunjukkan dengan berbagai proses fisiologi maupun kenampakan anatomi tumbuhan. Pada tanaman yang tahan kekeringan, mampu memanfaatkan air yang sedikit untuk menghasilkan berat kering tanaman maksimal. Changhai, dkk. (2010), juga melakukan pengamatan terhadap berat kering tanaman dilihat dari efisiensi transpirasinya. Hasil menunjukkan pada varietas dengan efisiensi transpirasi tinggi, berat kering tanaman yang mengalami cekaman hanya turun 10,2 % dan 5,8% sedangkan tanaman yang efisiensi rendah, berat kering turun hingga 15,1% dan 26,6%. Disini peran dari proline sebagai osmoprotektan terlihat sebagai penjaga sel stomata dalam mencegah transpirasi terlalu tinggi. Pada penelitian yang dilakukan Hamim, Sopandie dan Jusuf (1996) mengenai pengamatan terhadap karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan diperoleh hasil bahwa saat mengalami cekaman kekeringan, pada tanaman yang toleran pengujian proline menunjukkan peningkatan hingga 7 kali dari kondisi normal. Kenampakan morfologi pada tanaman gandum seperti ukuran daun yang sempit karena terhambatnya perkembangan (Nofyangtri. 2011, El-Hendawy, dkk. 2005), laju pertumbuhan akar (Neumann. 1995), rasio akar/daun (El-Hendawy, dkk. 2005), total berat kering (Pessarakli dan Huber, 1991, El-Hendawy, dkk. 2005), merupakan aktivitas fisiologi tanaman terpapar cekaman yang dapat diamati. Tanaman dengan ukuran daun kecil, tebal dan berambut mengindikasikan bahwa tanaman ini toleran terhadap cekaman (Nofyangtri. 2011).
Kesimpulan Adanya cekaman salinitas dan kekeringan meningkatkan kadar proline, serta terdapat perbedaan jumlah akumulasi proline oleh berbagai varietas gandum saat mengalami cekaman pada fase pertumbuhan yang berbeda. Sehingga dapat diketahui bahwa keberadaan proline dapat menjadi penanda ketahanan tanaman gandum terhadap cekaman.
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. 2008. Data ekspor impor. Tabel impor menurut komoditi tahun 2008. http://www.bps.go.id/exim-frame.php?kat=2 Barnett N.M. dan Naylor A.W. 1966. Amino acid and protein metabolism in Bermuda grass during water stress. Plant Physiol. 41: 1222-1230. Bokhari U.G. and Trent J.D. 1985. Proline concentration in water stressed grasses. J. Range Manage. 38: 37-38. Changhai S., Baodi1 D., Yunzhou Q., Yuxin L., Lei S., Mengyu L., Haipei. 2010. Physiological regulation of high transpiration efficiency in winter wheat under drought conditions. Plant Soil Environ. Vol. 56, 2010 (7): 340–347 Chaves M.M. 2002. How plant cope with water stress in the field. Photosynthesis and growth. Annual of Botany 89, 907-916. El-Hendawy Salah E.,Yuncai Hu, Yakout Gamal M., Ahmed M. Awad, Hafiz Salah E., Urs Schmidhalter. 2005. Evaluating salt tolerance of wheat genotypes using multiple parameters. Europe. J. Agronomy 22 (2005) 243–253. Hamim, Sopandie Didi dan Jusuf Muhammad. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati, Juni 1996, hal 30-34. Lestari, E.G. 2004. Akumulasi prolin untuk seleksi ketahanan kekeringan pada Tanaman padi hasil seleksi in vitro. Proceeding Seminar Nasional Perhimpunan Bioteknologi Indonesia. PBI, Malang, 12-13 April 2004. Madan S, Nainawatee HS, Jain RK, Chowdhury JB. 1995. Proline and proline metabolizing enzymes in in-vitro selected NaCl-tolerant Brassica juncea L. under salt stress. Ann. Bot. 76: 51-57. Mafakheri A., Siosemardeh A., Bahramnejad B., Struik P.C., dan Sohrabi Y. 2010. Effect of drought stress on yield, proline and chlorophyll contents in three chickpea cultivars. Australian Journal of Crop Science. 4(8):580-585. Maleki Azam, Saba Jalal dan Shekari Farid. 2010. Inheritance of proline content in bread wheat (Triticum aestivum L.) under rainfed conditions. Journal of Food, Agriculture & Environment Vol.8 (1):155 - 157 . 2010. www.world-food.net
Mapegau. 2006. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura. Vol. 41 No. 1. Maret 2006. Maralian H., Ebadi A., Didar T. R dan Eghrari B. 2010. Influence of water deficit stress on wheat grain yield and proline accumulation rate. African Journal of Agricultural Research, Vol. 5 (4) pp. 286-289, 18 February, 2010. Mubiyanto, B.M. 1997. Tanggapan tanaman kopi terhadap cekaman air. Warta Puslit Kopi dan Kakao 13(2): 83-95. Neumann PM. 1995. The role of cell wall adjustment in plant resistance to water deficits. Crop Science 1995;35:1258-1266. Nofyangtri Sahera. 2011. Pengaruh cekaman kkeringan dan aplikasi mikoriza terhadap morfo-fisiologis dan kualitas bahan organik rumput dan legum pakan. Tesis Institute Teknologi Bandung. Bandung. Pessarakli M. dan Huber J.T. 1991. Biomass production and protein synthesis by alfalfa under salt stress. J. Plant. Nutr. 14: 283-293. Poustini K., Siosemardeh A., dan Ranjbar M. 2006. Proline accumulation as a respone to salt stress ini 30 wheat cultivars differing in salt tolerance. Genet Resour Crop Evol (2007) 54:925-934. Rai Ashwani K., Takabe Teruhiro. 2005. Abiotic Stress Tolerance in Plants Toward the Improvement of Global Environment and Food. Published by Springer. Netherlands. Suprapto Ato. 2002. Land and water resources development in Indonesia. FAO Corporate document repository. Produced by Regional office for Asia and the Pasific. Tammam Amel A., Alhamd Mona F Abou dan Hemeda Mabrouka M. 2008. Study of salt tolerance in wheat (Triticum aestium L.) cultivar Banysoif 1. Australian Journal of Crop Science Southern Cross Journals. Vol 1(3):115-125, 2008. Turan Murat Ali, Elkarim Abdelkarim Hassan Awad, Taban Nilgun dan Taban Suleyman. 2009. Effect of salt stress on growth, stomatal resistance, proline and chlorophyll concentrations on maize plant. African Journal of Agricultural Research. Vol. 4 (9), pp. 893 – 897. September, 2009.