7
TINJAUAN PUSTAKA 1 Kekeringan 1.1 Budidaya padi dan kekeringan Tanaman padi telah dibudidayakan di berbagai kondisi lingkungan seperti sawah tadah hujan, air-dalam, pasang surut, ladang atau/ gogo, dan sawah irigasi (FAO 2004). Tanaman padi yang dibudidayakan saat ini adalah hasil evolusi tanaman padi semiakuatik (O’toole 2004). Proses seleksi buatan dan seleksi alam telah memungkinkan padi dibudidayakan pada lahan kering dan basah. Budidaya padi lahan kering meliputi budidaya padi ladang dan gogo, sedangkan budidaya lahan basah meliputi budidaya padi di sawah, rawa, lebak, dan air-dalam. Istilah ladang dipakai untuk sistem pada pertanian lahan berpindah yang menghendaki adanya pembukaan lahan pada awal siklusnya, sedangkan sistem gogo tidak mengenal pembukaan lahan. Sistem gogo dan sawah dapat dipadukan menjadi sistem gogorancah. Pada sistem padi sawah, air merupakan kebutuhan mutlak. Sumber air pada sawah dapat berasal dari irigasi, tadah hujan, pasang surut, rawa pasang surut, dan lebak. Luas areal pertanaman padi di Indonesia diperkirakan 11 juta hektar meliputi 69% sawah beririgasi, 16% lahan tadah hujan, dan 15% sawah pasang surut (Suprapto 2002). Kira-kira 16-20% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia tersebut rentan terhadap cekaman kekeringan (Pandey & Bhandari 2006). Kekeringan merupakan masalah utama pada budidaya padi sistem sawah tadah hujan dan gogo. Kekeringan juga dapat mengancam sawah irigasi yang terjadi akibat meningkatnya tingkat kerusakan di daerah aliran sungai yang berpengaruh pada ketersediaan air irigasi sepanjang tahun. Sistem budidaya padi air-dalam juga rentan kekeringan jika pada saat bibit tidak segera mendapat air. Kekeringan dapat ditinjau dari sudut pandang meteorologi, hidrologi, dan pertanian. Kekeringan dari segi meteorologi didefinisikan sebagai kurangnya curah hujan dari rata-rata curah hujan normal pada suatu periode waktu tertentu. Kekeringan secara hidrologi merupakan keadaan ketika jumlah air yang tersedia lebih sedikit daripada jumlah air yang dibutuhkan. Di bidang pertanian, jumlah air yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan optimal tanaman pertanian merupakan
8
definisi kekeringan (Jodo 1995) sehingga kekeringan tidak selalu berhubungan dengan kurangnya curah hujan. Kekeringan memberi pengaruh pada tekanan osmosis sel tanaman (Shinozaki & Yamaguchi-Shinozaki 1997). Cekaman kekeringan memiliki pengaruh yang nyata pada penurunan produktivitas tanaman. Kekeringan dapat mengancam budidaya padi pada fase vegetatif dan generatif. Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan luas daun adalah hal yang terpengaruh jika cekaman kekeringan terjadi pada fase vegetatif. Penurunan jumlah malai dapat terjadi apabila padi terpapar kekeringan pada fase generatif. Cekaman kekeringan terjadi apabila jumlah air yang terbatas telah berpotensi untuk mengakibatkan kerusakan pada proses fisiologi. Kondisi ini mempengaruhi sifat fisik tanah, komposisi hara tanah, dan interaksi biologi tanaman padi dengan hama, penyakit, dan tanaman lainnya. Kondisi tanah yang aerobik, cekaman kekeringan, dan kandungan nitrat tinggi merupakan kondisi ideal bagi berkembangnya penyakit blas yang disebabkan oleh Magnaporthe grisea. Tanaman akan memberikan respon yang berbeda-beda bila dihadapkan pada kondisi yang kurang menguntungkan bagi lingkungan tumbuhnya. Ada sekelompok tanaman yang mampu bertahan sementara kelompok lainya tidak bisa bertahan pada kondisi cekaman yang sama. Ketahanan terhadap kekeringan dapat berarti kestabilan hasil atau kemampuan bertahan pada kondisi kekeringan (Price et al. 2002). Strategi tahan yang dikembangkan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu melarikan diri (escape), menghindar (avoidance), dan toleran membiarkan diri terpaparterhadap cekaman (tolerance). Tanaman tidak terpapar cekaman kekeringan pada strategi escape dan avoidance karena tanaman mampu menghindari cekaman kekeringan dengan mempertahankan kandungan air yang ada. Apabila ketersediaan air tanaman terganggu, tanaman akan memberikan respon
untuk
mengakibatkan
tujuan
mentoleransi
akumulasiu
racun
cekaman
(Gambar
2).
Kekeringan
meningkat
sehingga
tanaman
perlu
menetralisasi racun tersebut. Di samping itu, perlu mengontrol pertumbuhan dan memperbaiki kerusakan yang ada. Sebagai akibatnya, pembelahan dan elongasi sel menjadi tertahan atau menjadi berkurang (Bartels & Sunkar 2005).
9
Gambar 2 Mekanisme toleransi kekeringan dan respon tanaman saat terpapar kekeringan (Bartels & Sunkar 2005). Tanda panah menunjukkan arah pengaruh; kotak: bentuk respon sel; +: memberi pengaruh meningkatkan; -: memberi pengaruh menurunkan; ROS: spesies oksigen reaktif. Kotak menggambarkan proses dalam sel. Padi tahan kering yang ideal adalah padi yang memberikan hasil panen lebih tinggi dibandingkan padi lain apabila terpapar pada cekaman kekeringan dan tetap berpenampilan baik bila tidak ada cekaman kekeringan (Fukai & Cooper 1995). Sifat yang terdapat pada padi tahan kering dapat dibedakan menjadi sifat yang secara konstitutif terekspresi atau sifat yang responsif hanya bila ada kekeringan (Blum 2002; Blum 2005). Sifat konstitutif tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya cekaman. Sifat responsif muncul pada saat tanaman terkena cekaman kekeringan dan merupakan proses adaptasi tanaman. Yang tTermasuk sifat yang konstitutif adalah pemrbungaan, akar, sifat permukaan daun, kemampuan tetap hijau, dan kandungan karbohidrat dan nitrogen batang. Beberapa sifat yang termasuk responsif adalah munculnya senyawa dan protein pelindung dari keracunan akibat kekeringan serta perubahan komposisi ekspresi protein.
10
1.2 Cekaman kekeringan: respon tanaman dan upaya rekayasa genetika untuk meningkatkan toleransi tanaman Sejumlah faktor menentukan bentuk respon padi terhadap kekeringan. Faktor-faktor tersebut adalah genotipe, tahap perkembangan, dan tipe sel. Bentuk respon faktor tersebut ditentukan oleh jumlah air yang hilang dan laju kehilangan air (Bray 1993; Bray 1997). Laju kehilangan air yang lambat diperlukan untuk mengurangi proses kerusakan sel sehingga memungkinkan tanaman dapat kembali pada kondisi semula. Tiga aspek penting dalam kemampuan tanaman untuk kembali ke kondisi semula adalah (1) homeostatis ion; kontrol kerusakan, perbaikan, (2) detoksifikasi akibat cekaman; dan (3) kontrol pertumbuhan (Zhu 2002). Laju kehilangan air yang cepat berakibat pada hilangnya kemampuan sel untuk kembali pada kondisi fisiologi normal. Kekeringan memberikan cekaman osmotik yang mempengaruhi tekanan turgor sel dan cekaman oksidatif. Keseimbangan ion intraseluler menjadi terganggu pada saat terjadi cekaman kekeringan. Sel akan mensintesis senyawa tertentu yang berfungsi menyeimbangkan tekanan. Sel juga akan menghasilkan protein yang mampu melindungi sel dari keracunan dan memperbaiki kerusakan sel pada saat yang sama. Disamping itu, sel akan mengaktifkan atau menonaktifkan sejumlah gen untuk merespon cekaman kekeringan yang diterimanya. Gen dengan pola ekpresi yang responsif merupakan gen yang terlibat dalam mekanisme adaptif padi terhadap kekeringan. Hasil respon ekspresi gen mempunyai fungsi dalam mekanisme mentolerir cekaman dan juga mengatur ekspresi dan penyampaian sinyal ketahanan terhadap cekaman kekeringan (Yamaguchi-Shinozaki & Shinozaki 2005). Sejumlah gen yang teraktivasi umumnya terkait dengan fungsi perbaikan dan kontrol kerusakan serta detoksifikasi (Zhu 2002). Toleransi cekaman kekeringan juga melibatkan represi dari sejumlah gen. Transkripsi dari gen-gen yang terlibat dalam fotosintesis pada tanaman Craterostigma plantagineum dilaporkan mengalami penurunan ekspresi pada saat tanaman terpapar kekeringan (Ingram & Bartels 1996). Proses ini diperlukan untuk proses toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Gen-gen yang merespon cekaman kekeringan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar (Gambar 3). Kelompok pertama adalah gen yang menyandi
11
protein yang berfungsi langsung dalam melindungsi sel (protein fungsional). Kelompok kedua adalah gen yang menyandi protein yang mengatur ekspresi gen lain pada saat cekaman kekeringan (protein regulator) (Yamaguchi-Shinozaki et al. 2002). Apabila intensitas cekaman kekeringan yang diteriman sel meleibihi batas kemampuan yang dapat diterimanya maka sel akan menghancurkan dirinya sendiri melalui apoptosis.
dan respon sel saat terpapar cekaman Gambar 3 Penerimaan kekeringan.Kekeringan akan mengubah komposisi protein regulator atau fungsional sel untuk keperluan adaptasi sel (Shinozaki & Yamaguchi-Shinozaki 1997).
Proses adaptasi terhadap cekaman diawali dengan pengindraan dan penyampaian sinyal secara berurutan yang dikategorikan sebagai proses jangka pendek. Lokasi subseluler dari reseptor dan jumlah reseptor yang terlibat dalam pengindraan cekaman kekeringan masih belum jelas (Ingram & Bartels 1996; Bray 1997). Respon jangka pendek memiliki peran dalam respon jangka panjang (Chaves et al. 2003). Respon jangka panjang dapat berbentuk antara lain penggulungan daun, pengurangan laju respirasi, dan elongasi akar. Cekaman oksidatif sebagai akibat cekaman kekeringan mengakibatkan peningkatan unsur senyawa species reaktif oksigen (ROS) (Vranova et al. 2002). Senyawa-senyawa ini dapat merusak komponen utama sel seperti lemak, protein,
12
karbohidrat, dan asam nukleat (Blokhina et al. 2003). Dalam kondisi ini dibutuhkan protein yang berperan dalam mekanisme detoksifikasi dan proteksi sel. Tanaman memiliki sejumlah enzim dan antioksidan yang berfungsi menetralkan ROS (Rodriguez & Redman 2005). Peningkatan ROS akan diubah oleh sejumlah enzim seperti katalase dan askorbat peroksidase sehingga jumlahnya menurun pada saat cekaman abiotik (Mittler 2002) (Gambar 4). Superoksida dismutase (SOD) pertama sekali mengkonversi O2- menjadi H2O2. Askorbat peroksidase (APX), GPX, dan CAT selanjutnya akan mendetoksifikasi H2O2. Askorbat (AsA) dibutuhkan oleh APX sementara glutation (GSH) dibutuhkan oleh GPX untuk regenerasi siklus pda gambar 4A-4C. Siklus ini menggunakan elektrron yang dihasilkan dari fotosintesis (4A) atau NAD(P)H Ekspresi superoksida dismutase pada alfalfa (Medicago sativa L.) transgenik mampu meningkatkan toleransi terhadap cekaman kekeringan (Samis et al. 2002). Ekspresi katalase katE dari Escherichia E. coli pada kloroplas tembakau mampu menahan laju hilangnya klorofil pada saat kekeringan (Miyagawa et al. 2000). Lintasan penyampaian sinyal cekaman kekeringan dimulai dari penerimaan sinyal. Sinyal akan diteruskan oleh caraka ke dua. Caraka ke dua pada proses ini adalah inositol fosfat dan unsur ROS. Caraka ke dua memiliki peran antara lain mengatur kadar Ca+2 intraseluler, mengawali proses fosforilasi protein target yang terlibat dalam fungsi proteksi, dan juga mengontrol faktor transkripsi (Xiong et al. 2002; Boudsocq & Lauriere 2005). Kekeringan akan menaikkan konsentrasi kalsium bebas di sitosol ([Ca+2]Cyt) melalui ROS. Kondisi ini merangsang pembukaan saluran kalsium pada membran vakuola (Finkelstein et al. 2002). Perubahan kalsium ditingkat seluler diterima oleh protein pengikat kalsium dan sensor molekul. Perubahan ini mampu menginduksi sejumlah gen antara lain gen p5cs, rab18 (Lang & Palva 1992; Lang et al. 1994), dan Iti78 (Knight et al. 1997). Sensor Ca+2 tumbuhan antara lain adalah kalmodulin (CaM) (Zielinski 1998; Snedden & Fromm 1997; Luan et al. 2002), protein kinase yang mengandung domain CaM (CDPK) (Sanders et al. 2002), dan calcineurin B-like (CBL). Sensor kalsium mempunyai pola pengaturan yang berbeda pada respon cekaman kekeringan, salinitas, dan suhu rendah (Cheong et al. 2003). CDPK berfungsi sebagai sensor dan kinase. CaM dan CBL merupakan protein yang mengikat Ca+2.
Formatted: Pattern: Clear
13
Keduanya berfungsi melalui interaksi dengan protein target. Protein kinase yang berinteraksi dengan CBL (CIPK) adalah protein target dari CBL (Luan et al. 2002). Calcineurin B merupakan homolog sensor kalsium SOS3 dari yeast berperan pada ketahanan salinitas (Liu & Zhu 1998). CBL1 merupakan regulator positif untuk kekeringan dan salinitas. CBL1 juga menjadi regulator negatif untuk suhu rendah. CIPK3 diidentifikasi berperan dalam hubungan-lintas interaksi antara asam absisat (ABA) dan lintasan transduksi sinyal abiotik (Kim et al. 2003).
14
Gambar 4 Lintasan penghilangan ROS (spesies oksigen reaktif) pada tanaman(Mitler 2002). A. Siklus air-air. B. Siklus glutation-askorbat C. Siklus glutation peroksidase (GPX). D. Katalase (CAT). PSI fotosistem I; SOD: superoksida dismutase; MDA monodihidroaskorbat; AsA: askorbat; tAPX: tilakoid APX; DHA dihidroaskorbat; MDAR: MDA reduktase; GSH: glutation; GSSG glutation teroksidasi; DHAR: DHA reduktase; GR: glutation reduktase.
Lintasan penyampaian sinyal cekaman kekeringan dimulai dari penerimaan sinyal. Sinyal akan diteruskan oleh caraka kedua. Caraka kedua pada proses ini adalah inositol fosfat dan unsur ROS. Caraka kedua memiliki peran antara lain mengatur kadar Ca+2 intraseluler, mengawali proses fosforilasi protein target yang terlibat dalam fungsi proteksi, dan juga mengontrol faktor transkripsi (Xiong et al. 2002; Boudsocq & Lauriere 2005). Kekeringan akan menaikkan konsentrasi kalsium bebas di sitosol ([Ca+2]Cyt) melalui ROS. Kondisi ini merangsang pembukaan saluran kalsium pada membran vakuola (Finkelstein et al. 2002).
15
Perubahan kalsium ditingkat seluler diterima oleh protein pengikat kalsium dan sensor molekul. Perubahan ini mampu menginduksi sejumlah gen antara lain gen p5cs, rab18 (Lang & Palva 1992; Lang et al. 1994), dan Iti78 (Knight et al. 1997). Sensor Ca+2 tumbuhan antara lain adalah kalmodulin (CaM) (Zielinski 1998; Snedden & Fromm 1997; Luan et al. 2002), protein kinase yang mengandung domain CaM (CDPK) (Sanders et al. 2002), dan calcineurin B-like (CBL). Sensor kalsium mempunyai pola pengaturan yang berbeda pada respon cekaman kekeringan, salinitas, dan suhu rendah (Cheong et al. 2003). CDPK berfungsi sebagai sensor dan kinase. CaM dan CBL merupakan protein yang mengikat Ca+2. Keduanya berfungsi melalui interaksi dengan protein target. Protein kinase yang berinteraksi dengan CBL (CIPK) adalah protein target dari CBL (Luan et al. 2002). Calcineurin B merupakan homolog sensor kalsium SOS3 dari yeast berperan pada ketahanan salinitas (Liu & Zhu 1998). CBL1 merupakan regulator positif untuk kekeringan dan salinitas. CBL1 juga menjadi regulator negatif untuk suhu rendah. CIPK3 diidentifikasi berperan dalam hubungan-lintas interaksi antara asam absisat (ABA) dan lintasan transduksi sinyal abiotik (Kim et al. 2003). Sel dapat menerima cekaman kekeringan dengan menggunakan sistem dua komponen (Gambar 5). Sistem dua komponen pada Escherichia E. coli terdiri dari osmosensor EnvZ dan regulator respon OmpR. Keduanya mentransmisikan informasi cekaman osmotik dari permukaan sel. Sistem dua komponen pada eukariotik memiliki sinyal tambahan berupa modul mitogen-activated protein kinase (MAPK). Modul ini dibutuhkan untuk membawa informasi tentang cekaman osmotik ke tingkat ekspresi gen. Homologi sistem dua komponen pada kapang terdiri dari osmosensor SLN1, protein penyambung YPD1, dan respon regulator SSK1. Pada kondisi osmotik normal, SLN1 aktif secara konstitutif dan memfosforilasi regulator respon SSK1. SSK1 yang aktif akibat fosforilasi akan menekan aktivitas dua MAPKKK yaitu SSK2 dan SSKK2. Represi ini menonaktifkan modul MAPK sehingga high osmolarity glycerol 1 (HOG1) menjadi tidak aktif. HOG1 memiliki fungsi menginduksi ekspresi faktor transkripsi yang induktif untuk selanjutnya mengaktifkan gen yang menjadi target. Homologi SLN1 pada tumbuhan adalah protein transmembran histidin kinase dari
16
Arabidopsis thaliana (AtHK1). Sel tumbuhan yang mengkerut akibat cekaman osmotik menjadi rangsangan mekanik. Protein AtHK1 diduga merupakan osmosensor yang mengontrol sinyal cekaman pada modul MAPK (Urao & Yamaguchi-Shinozaki 2002). Gen responsif cekaman kekeringan dapat memiliki elemen cis dan atau trans (Ingram & Bartels 1996; Shinozaki et al. 2003; Rabbani et al. 2003). Beberapa gen-gen terinduksi ABA mempunyai elemen cis- yang responsif terhadap ABA (ABRE; ACGTGG/TC) pada daerah promoter (Bonetta & McCourt 1998). Beberapa faktor basic region leucine zipper (bZIP) EmBP1, OSBZ8, dan osZIP1a yang berikatan dengan ABRE telah diisolasi (Ko & Kamada 2002). Promoter gandum HVA1 mempunyai elemen CE3 (ACGCGTGTCCTG)) dan ABRE. Elemen CE menginduksi ekspresi gen melalui ABA (Shen & Ho 1995). Walaupun demikian, urutan basa A/GCGT tidak mutlak diperlukan sebagai bagian dari CE (Rogers & Rogers 1992; Shen & Ho 1995; Kao et al. 1996; Hobo et al. 1999). Jumlah salinan ABRE dapat meningkatkan respon gen oleh ABA (Skriver et al. 1991). Promoter gandum Em memiliki dua motif ABRE yaitu Em1a dan Em1b yang memiliki peran besar dalam aktivasi gen (Guiltinan et al. 1990). Gen dengan ABRE pada daerah promoter akan diaktifkan oleh faktor trans. AREB1, AREB2, dan AREB3 merupakan faktor transkripsi dari tipe bZIP yang berperan sebagai protein yang berikatan dengan ABRE pada rd29B (Uno et al. 2000). Protein lain yang identik dengan AREB1 dan AREB2 adalah ABF (Choi et al. 2000).
Formatted: Font: Italic
17
Gambar 5
Sistem dua komponen pada Escherichia E. coli dan Saccharomyces serevisiae (Kultz & Burg 1998). Huruf miring menunjukkan gen yang dipengaruhi.
Gen responsif cekaman kekeringan dapat memiliki elemen cis dan atau trans (Ingram & Bartels 1996; Shinozaki et al. 2003; Rabbani et al. 2003). Beberapa gen-gen terinduksi ABA mempunyai elemen cis- yang responifresponsif terhadap ABA (ABRE; ACGTGG/TC) pada daerah promoter (Bonetta & McCourt 1998). Beberapa faktor basic region leucine zipper (bZIP) EmBP1, OSBZ8, dan osZIP-1a yang berikatan dengan ABRE telah diisolasi (Ko & Kamada
2002).
Promoter
gandum
HVA1
mempunyai
elemen
CE3
(ACGCGTGTCCTG)) dan ABRE. Elemen CE menginduksi ekspresi gen melalui ABA (Shen & Ho 1995). Walaupun demikian, urutan basa A/GCGT tidak mutlak diperlukan sebagai bagian dari CE (Rogers & Rogers 1992; Shen & Ho 1995; Kao et al. 1996; Hobo et al. 1999). Jumlah salinan ABRE dapat meningkatkan respon gen oleh ABA (Skriver et al. 1991). Promoter gandum Em memiliki dua motif
18
ABRE yaitu Em1a dan Em1b yang memiliki peran besar dalam aktivasi gen (Guiltinan et al. 1990). Gen dengan ABRE pada daerah promoter akan diaktifkan oleh faktor trans. AREB1, AREB2, dan AREB3 merupakan faktor transkripsi dari tipe bZIP yang berperan sebagai protein yang berikatan dengan ABRE pada rd29B (Uno et al. 2000). Protein lain yang identik dengan AREB1 dan AREB2 adalah ABF (Choi et al. 2000). Sejumlah gen seperti cor15a dan rd29A terinduksi melalui lintasan yang tidak melibatkan ABA. Promoter gen-gen tersebut memiliki urutan basa khusus yang merespon kekeringan DRE (TACCGACAT). Elemen cis dengan motif yang serupa dengan G/ACCGAC ditemukan pada CRT dan LTRE (Baker et al. 1994; Jiang et al. 1996; Thomashow 1999). CRT dan LTRE merupakan elemen yang berperan pada respon suhu rendah. Gen yang mengandung elemen cis DRE akan diaktifkan oleh faktor transkripsi yang berikatan dengan daerah tersebut yaitu DREB/CBF (Stockinger et al. 1997; Liu et al. 1998). Peningkatan tingkat ekspresi protein AP2/EREBP CBF-1 dapat meningkatkan toleransi terhadap dingin dan DREB1a dapat meningkatkan toleransi terhadap kekeringan atau salinitas atau dingin pada Arabidopsis A. thaliana (Jaglo-Ottosen et al. 1998; Kasuga et al. 1999; Yamaguchi-Shinozaki & Shinozaki 2001). Tanaman akan memproduksi osmoprotektan pada sel saat terjadi cekaman. Osmoprotektan berfungsi menjaga sel dari ROS. Osmoprotektan seperti trehalosa dan fruktan dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme. Introduksi gen penyandi osmoprotektan asal mikrob dapat meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Akumulasi trehalose pada padi transgenik menunjukkan peningkatan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan. Gen-gen yang diintroduksi adalah penyandi lintasan biosintesis trehalosa otsA dan otsB dari Escherichia E. coli (Wu & Garg 2003). Ekspresi gen penyandi fruktan SacB dari Bacillus subtilis meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan pada tembakau transgenik (PilonSmits et al. 1995). Introduksi osmoprotektan yang lain seperti glisin betain dan prolin juga mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Tanaman transgenik ArabidopsisA. thaliana
mengandung gen
penyandi biosintesis glisin betain mampu meningkatkan toleransi tanaman saat cekaman abiotik (Chen & Murata 2002). Peningkatan kandungan prolin pada padi
Formatted: Font: Italic
19
transgenik mampu memperbaiki ketahanan terhadap kekeringan (Cheng et al. 2001). Hormon tumbuhan asam absisat (ABA) akan meningkat pada waktu terjadi cekaman kekeringan. Kenaikan tingkat konsentrasi ABA selama kekeringan terjadi karena ekspresi sejumlah gen yang mengatur biosintesis ABA (Xiong et al. 2002). ABA dapat mengaktifkan sejumlah gen (Leung & Giraudat 1998). Beberapa gen memperlihatkan respon kekeringan tanpa melalui sinyal ABA. Terdapat dua sinyal transduksi yang melibatkan ABA dan dua sinyal lainnya tidak melibatkan ABA pada respon tanaman terhadap cekaman kekeringan (Shinozaki & Yamaguchi-Shinozaki 1997). Lintasan yang tidak melibatkan ABA diperkirakan terekspresi lebih dahulu dibandingkan lintasan yang melibatkan ABA (Narusaka et al. 2003; Dubouzet et al. 2003).
1.3 Identifikasi gen potensial untuk padi tahan kering Beberapa ciri fisiologi dan morfologi tanaman padi untuk bertahan pada saat cekaman kekeringan telah diidentifikasi (Fukai & Kamoshita 2005). Penundaan waktu berbunga, warna hijau dari daun yang lebih dominan, dan pembentukan malai setelah periode kering merupakan ciri penting untuk tanaman padi yang mampu bertahan dari cekaman kekeringan apabila cekaman datang pada fase vegetatif.
Sedangkan ciri penting tanaman padi tahan cekaman
kekeringan jika kekeringan menyerang pada fase generatif antara lain adalah waktu berbunga yang lebih awal, tidak ada penundaan waktu berbunga, kandungan air yang tinggi pada daun, dan sedikit jumlah daun yang mati. Identifikasi sifat tahan kering dapat dipakai sebagai dasar untuk mencari gen-gen yang terlibat dalam mekanisme tahan kering. Pencarian sifat yang berperan penting dalam ketahanan kekeringan dari tanaman padi dapat dilakukan dengan mempelajari fungsi gen yang terlibat. Fungsi gen dipelajari dengan meningkatan tingkat ekspresinya (overexpression), menghilangkan ekspresi (knockout), dan mengidentifikasi pola ekspresi gen tersebut. Gen yang terlibat dapat diidentifikasi dengan pendekatan genetika Reverse atau Forward. Pendekatan pertama memanfaatkan tanaman hasil mutasi
20
yang dapat memperlihatkan hilangnya ekspresi atau meningkatkan ekspresi suatu gen. Gen potensial dapat ditapis melalui tanaman hasil mutasi yang didapat. Pendekatan yang kedua adalah dengan mengisolasi gen yang diduga memiliki fungsi pada mekanisme kekeringan. Tanaman dapat dimutasi menggunakan proses penyisipan T-DNA yang sifatnya acak pada kromosom padi. Kombinasi dengan Ac/Ds transposon memungkinkan percepatan koleksi mutan yang dihasilkan (Jin et al. 2004). Daerah pembatas kanan atau kiri dari T-DNA Agrobacterium tumefaciens biasa dipakai sebagai penanda. Beberapa cara telah dilaporkan dapat mengetahui daerah yang disisip oleh T-DNA, antara lain dengan plasmid resque, inverse PCR (Triglia et al. 1988; Does et al. 1991), atau TAIL (thermal asymmetric interlaced) PCR (Liu & Whittieret al. 1995). Penggunaan pustaka cDNA telah dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah gen novel yang responsif saat terjadi cekaman kekeringan pada padi Indica (Reddy et al. 2002). Selain itu, teknologi microarray cDNA telah dilakukan untuk mengetahui ekspresi gen yang responsif pada saat cekaman kekeringan (Yamaguchi-Shinozaki et al. 2003). Teknik penapisan diferensial telah dipakai untuk mengisolasi gen yang terinduksi kekeringan (Ingram & Bartels 1996).
2 HD-Zip (Homeodomain Leucine Zipper) Gen HD-Zip merupakan gen yang mengkode protein HD-Zip yang berfungsi sebagai faktor transkripsi. Faktor transkripsi adalah urutan khusus asam amino yang mampu berikatan dengan DNA untuk mengontrol proses penempelan RNA polymerase pada DNA sehingga akan mengontrol proses transkripsi suatu gen (de Sauza et al. 2003). Identifikasi faktor transkripsi didasarkan pada domain khusus dan daerah yang berperan dalam DNA-binding atau oligomerisasi (Liu et al. 1999). Faktor transkripsi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu faktor transkripsi umum, faktor transkripsi upstream, dan faktor transkripsi inducible. Faktor transkripsi umum bersifat ubiquitous dan terlibat dalam pembentukan komplek inisiasi awal pada daerah core-promoter di sekitar daerah awal transkripsi. TFIIA, TFIIB, TFIID, TFIIE, TFIIF, dan TFIIH adalah contoh dari faktor transkripsi kelompok faktor transkripsi umum. Faktor transkripsi upstream
21
merupakan protein yang berikatan pada daerah upstream dari inisiasi transkripsi yang berfungsi untuk menginduksi atau menghambat proses transkripsi. Faktor transkripsi inducible adalah protein seperti faktor transkripsi upstream yang dapat mengalami aktivasi atau penghambatan untuk ekspresinya sendiri. Transkripsi menjadi langkah awal untuk ekspresi dan pengaturan tingkat ekspresi. Kontrol ekspresi gen pada tanaman merupakan hal esensial untuk
Formatted: Swedish (Sweden)
regulasi proses biologi seperti pembentukan bagian tanaman, perkembangan, diferensiasi, dan respon terhadap beragam sinyal lingkungan (Yanasigawa 1998). Kontrol pada faktor transkripsi merupakan strategi yang menjanjikan untuk perbaikan toleran terhadap cekaman. Strategi ini memungkinkan pengaturan dengan kisaran luas atas sejumlah gen target. Ekspresi yang meningkat dari faktor transkripsi kedelai SCOF-1 dari famili zinc finger mampu meningkatkan toleransi dingin pada tembakau transgenik tanpa mempengaruhi pertumbuhan normal dan sekaligus juga meningkatkan toleransi beku pada ArabidopsisA. thaliana transgenik.
Gambar 6 Urutan asam amino dari protein homeodomain Drosophila melanogaster antp (http://www.biosci.ki.se). Daerah dengan tanda segitiga terbalik merupakan asam amino yang juga dimiliki oleh gen yang mengandung homeobox lainnya.
HD-Zip merupakan anggota dari kelompok homeodomain. Anggota lain dari kelompok homeodomain adalah plant HD finger (PHD-finger), HD GLABRA2 (HD-Zip IV), HD-Knotted1 (HD-KN1) atau KNOX (knotted-like homeobox) (Ito et al. 2001), dan HD-BELL (Bel1-like) (Yang et al. 2002). HD-BELL dan KNOX dapat dikelompokkan ke dalam kelas super TALE (3-aa acid loop extention). Homeodomain memiliki fungsi pada proses penempelan DNA dan terdiri dari tiga heliks alfa (Gambar 7). Heliks alfa pertama membentuk posisi memutar terhadap heliks alfa ke dua. Heliks alfa ke dua akan membelok terhadap heliks alfa ke tiga. Heliks alfa ke tiga selanjutnya bersambungan dengan peptida yang mengandung
Formatted: Spanish (Mexico)
22
motif leusin zipper. Heliks alfa ke tiga memiliki peranan dalam pengenalan dan penempelan daerah tertentu pada lekukan DNA. Heliks alfa ke dua dan pertama akan memperkuat penempelan tersebut. Gen knotted1 (kn1) dari jagung merupakan gen homeobox yang pertama diidentifikasi pada tanaman (Vollbrecht et al. 1991).
Gambar 7 Model struktur protein HD-Zip. A. Protein HD-Zip terdiri dari dua motif. Motif HD berperan dalam pengikatan DNA pada ujung terminal N, sementara leucine zipper pada ujung terminal C berfungsi untuk dimerisasi. B. Model struktur pengikatan HD-Zip dengan DNA (http://w3.uniroma1.it/centricnr-can/edocs/ire1.htm). Formatted: Indent: First line: 0 cm
Motif leusin zipper yang bersambungan dengan homeodomain pada HD-Zip dinamakan daerah leucine zipper. Keberadaan leusin yang berulang pada urutan tertentu menunjukkan fungsi untuk pembentukan gulungan yang bergelung untuk membentuk dimer (Sessa et al. 1993). Daerah dengan motif leusin mengandung empat sampai lima leusin dengan motif khusus. Masing-masing leusin dipisahkan oleh enam asam amino. Dua buah protein HD-Zip akan membentuk dimer pada daerah motif membentuk gulungan yang bergelung. Dimer yang terbentuk seolaholah akan membentuk zipper. Pembentukan zipper merupakan syarat awal untuk proses penempelan DNA. Dua buah protein HD-Zip perlu berikatan membentuk dimer untuk dapat berfungsi. Protein dari kelas yang sama dapat membentuk homodimer atau heterodimer (Meijer et al. 1997). HD-Zip diklasifikasikan menjadi empat famili yaitu I, II, III dan IV. Famili I-IV mampu mengenali pola urutan DNA tertentu yang akan diikatnya dalam bentuk pseudopalindromic (Tabel 1). Protein HD-Zip merupakan faktor transkripsi. Protein HD-Zip akan berikatan sebagai dimer pada daerah pengenalan pseudopalindromic (Tabel 1). Famili I dan II memiliki pseudopalindromic yang
23
mirip CAATNATTG kecuali pada daerah tengah (N) yaitu (A/T) pada famili I dan (G/C) pada famili II (Sessa et al. 1993; Meijer et al. 2000). Famili III mengenali urutan DNA GTAAT(G/C)ATTAC dan TAAATG(C/T)A akan dikenali oleh famili IV (Sessa et al. 1998; Abe et al. 2001; Ohashi-Ito & Fukuda 2003). Tabel 1
Target urutan nukleotidasekuens dari HD-Zip berupa psudopalindromic
HD-Zip Famili I Famili II Famili III Famili IV *Meijer et al. 2000 **Tron et al. 2001
Pseudopalindromic CAAT(A/T)ATTG* CAAT(G/C)ATTG* GTAAT(G/C)ATTAC* CATT(A/T)AATG**
Protein HD-Zip famili I dan II dibedakan berdasarkan jumlah asam amino leusin pada daerah leucine zipper. Jumlah leusin Famili I lebih banyak daripada Famili II (Meijer et al. 2000). Di samping itu, pada famili I dan II memiliki pola intron-ekson khusus (Hendriksson et al. 2005). Famili III dan IV memiliki domain START setelah daerah HD-Zip (Schrick et al. 2004). Famili IV memiliki motif zipper loop zipper (Nakamura et al. 2006). Protein HD-Zip diduga memiliki peran khusus dalam proses perkembangan yang berhubungan dengan sinyal lingkungan (Schena & Davis 1992; Meijer et al. 2000). Peran HD-Zip ini telah diidentifikasi pada beberapa tanaman seperti Arabidopsis A. thaliana (Ruberti et al. 1991), Oryza O. sativa (Meijer et al. 1997), C. eraterostigma plantigineum (Frank et al. 1998), dan Physcomitrella patens (Sakakibara et al. 2001). Ekspresi gen Athb6, Athb7, dan Athb12 (HD-Zip I) dari Arabidopsis A. thaliana diinduksi oleh cekaman kekeringan (Söderman et al. 1996; Lee & Chun 1998; Söderman et al. 1999). Beberapa gen HD-Zip Ceraterostigma plantagineum menunjukkan respon terhadap kekeringan (Frank et al. 1998; Deng et al. 2002). Pada tanaman padi yang memiliki sejumlah gen HDZip, baru satu gen HD-Zip padi yang telah dikarakterisasi. Oshox1 (HD-Zip II) padi diperkirakan berfungsi dalam perkembangan tanaman antara lain sebagai
Formatted: Font: Italic
24
penentu spesifikasi sel pada perkembangan jaringan pembuluh (Scarpella et al. 2000; Scarpella et al. 2002). Sejumlah gen-gen HD-Zip padi diperkirakan memperlihatkan respon terhadap sinyal lingkungan antra lain kekeringan.
Formatted: Swedish (Sweden)
3 Asam salisilat (SA) Tanaman dan mikroorganisme dapat mensintesis atau menghasilkan produk perantara asam salisilat melalui beberapa lintasan (Gambar 8). Asam salisilat dapat dibentuk melalui lintasan fenilalanin atau asam korismat pada tanaman. Produk perantara pembentukan asam salisilat menggunakan asam korismat dapat ditemui pada mikroorganisme seperti Pseudomonas P. fluorescens dan Escherichia
E.
coli.
Mikroorganisme
Yarsinia
enterocolitica
mampu
mengkonversi langsung asam korismat menjadi asam salisilat.
Gambar 8 Ringkasan biosintesis asam salisilat. Tanda panah memperlihatkan alternatif sintesis asam salisilat pada tanaman. Tanda panah putusputus merupakan sintesis asam salisilat pada mikroorganisme melalui konversi langsung asam korismat menjadi asam salisilat. Tanda panah dengan titik-titik adalah lintasan produk perantara yang dapat dipakai untuk mensintesis asam salisilat pada mikroganisme.
Formatted: Spanish (Mexico)
25
Formatted: Spanish (Mexico)
3.1 Asam salisilat pada tanaman Hormon tanaman asam salisilat (SA) memiliki peran penting dalam penguatan ketahanan sistemik (SAR). Tingkat Konsentrasi SA berkorelasi dengan
Formatted: Spanish (Mexico)
penginduksian beberapa protein yang berhubungan dengan ketahanan terhadap serangan patogen (protein PR) (Gaffney et al. 1993; Sticher et al. 1997). Peningkatan SA berkorelasi dengan resistensi terhadap virus dan induksi PR1 (Chen et al. 1995). Tanaman transgenik tembakau (Gaffney et al. 1993), transgenik padi (Yang et al. 2004), dan transgenik Arabidopsis A. thaliana mengandung gen nahG memperlihatkan hilangnya resistensi lokal maupun SAR
Formatted: Font: Italic, Spanish (Mexico) Formatted: Spanish (Mexico)
dalam melawan infeksi patogen karena tanaman transgenik mengandung ekspresi gen nahG tidak mampu membentuk SA. SA tersedia dalam tanaman sebagai asam bebas dan metabolit terkonjugasi melalui metilasi, hidroksilasi, dan glukosilasi. SA diperkirakan lebih aktif bergerak dalam bentuk asam bebas pada tembakau karena keberadaannya dalam floem (Enyedi et al. 1992). SA yang disintesis pada tembakau yang terinokulasi TMV akan terglukosilasi dan termetilasi. Konjugat terglukosilasi memiliki bentuk SA 2-O-β-D-glukosida (SAG) dan glukosil salisilat (GS), dan metal salisilat
Formatted: Spanish (Mexico)
(MSA) yang bersifat volatil. Pembentukan senyawa SA terkonjugasi, SA dan SAG, dirangsang oleh adanya infeksi pathogen dan tingkat konsentrasi SA (Lee & Raskin 1999). UDP-glukosa SA glukosiltransferase (SA GTase) bertanggung jawab untuk pembuatan SAG. UDP-glukosa SA karboksil GTase berperan dalam pembentukan GS. SA-karboksil metiltransferase mengontrol pembentukan MSA dari SA (Zubieta et al. 2003). Terdapat dua lintasan alternatif produksi SA pada tanaman (Gambar 86). SA dapat dibuat dari fenilalanin melalui asam sinamat dan asam benzoat (BA) pada tembakau sehat atau yang terinfeksi TMV (Yalpani et al. 1993). Asam benzoat 2-hidroksilase (BA2H) bertanggung jawab dalam konversi BA menjadi SA (Enyedi et al. 1992; Silverman et al. 1995). SA pada ArabidopsisA. thaliana dapat disintesis dari korismat. Lintasan ini dipelajari melalui analisis mutan sid. Mutan ArabidopsisA. thaliana sid1 (SAinduced defence 1) dan sid2 mengandung mutasi pada gen isokorismat sintase. Konsentrasi SA tidak dapat meningkat selama infeksi pathogen akibat mutasi ini
Formatted: Spanish (Mexico)
26
(Wildermuth et al. 2001). Fenilalanin amonia liase (PAL) adalah enzim kunci pada biosintesis SA melalui fenilalanin. Terdapat empat salinan gen ini pada genom ArabidopsisA. thaliana. Satu pada kromosom 2, dua pada kromosom 3, dan satu pada kromosom 5. Enzim isokorismat sintase (ICS1; Nomor Aksesi GeneBankGen: AT1G18870) yang mengkonversi korismat menjadi isokorismat berlokasi pada kromosom 1 (www.Arabidopsis.org). Gen nahG mengkode enzim pendegradasi SA. Gen nahG menyandikan salisilat hidroksilase yang mengkonversi SA menjadi katekol. Gen ini merupakan gen pada lintasan naptalena dalam operon sal dari Pseudomonas putida. Naptalena dan salisilat menjadi sumber karbon bagi genus Pseudomonas. Gen serupa nahG telah diisolasi dari Pseudomonas P. fluorescens (Chung et al. 2001). Operon nah/nah1 (nahABCDEF) bersama dengan operon sal/nah2 (nahGHIJLKM) mengkonversi naptalena menjadi salisilat dan mengubah menjadi piruvat serta asetaldehida (Yen & Gunsalus 1982; You et al. 1991). Kontrol dalam ekspresi nahG memungkinkan dilakukannya penurunan kandungan SA tanaman.
3.2 Asam salisilat pada mikroorganisme Beberapa mikroorganisme dapat memproduksi SA menggunakan korismat melalui
isokorismat.
SA
adalah
perantara
pada
biosintesis
pyochelin
menggunakan operon pchDCBA (Serino et al. 1997). Gen-gen pchA dan pchB mengkode protein yang menjadi katalis dalam konversi korismat menjadi SA melalui isokorismat. SA oleh ICS yang dikode oleh pchA diperlukan untuk mengkonversi korismat menjadi isokorismat. Gen entC dan pmsC merupakan ortholog dari pchA di Escherichia E. coli (Nomor Aksesi GeneBankGen: M24142) dan Pseudomonas P. fluorescens (Nomor Aksesi GeneBankGen: Y09356) (Mercado-Blanco et al. 2001). pchB mengkode isokorismat piruvat liase (IPL) yang mengkatalis isokorismat menjadi salisilat dan piruvat (Gaille et al. 2002). Baru-baru ini, protein Irp9 Yersinia enterocolitica mensintesis salisilat secara langsung menggunakan korismat sebagai prekursor (Pelludat et al. 2003).
3.3 Sinyal dengan perantara asam salisilat
27
H2O2 diduga merupakan sinyal bagi sintesis SA (Klessig et al. 2000). Pengaruh oksidatif yang cepat akan terjadi akibat invasi patogen sehingga terjadi peningkatan tingkat konsentrasi H2O2 dan senyawa oksigen reaktif lainnya yang menginduksi respon hipersensitif (HR). Kondisi ini berpengaruh pada tingkat konsentrasi BA bebas dan aktivitas BA2H.
Tingkat konsentrasi SA akan
meningkat sebagai konsekuensinya. (Leon et al. 1995). Akumulasi SA dibutuhkan untuk induksi SAR (Ryals et al. 1995). Walaupun demikian, SA tidak selalu berhubungan dengan HR. Mutan dnd1 (defence no death 1) memperlihatkan peningkatan tingkat konsentrasi SA dan resistensi terhadap patogen akan tetapi tidak memperlihatkan respon HR (Yu et al. 1998). SA bukan merupakan sinyal yang ditranslokasikan, tetapi terlibat dalam transduksi sinyal dalam jaringan target (Vernooij et al. 1994; Ryals et al. 1995) atau memerlukan molekul lain untuk mengaktifkan SAR. SA ditemukan pada floem pada waktu terjadi serangan patogen (Enyedi et al. 1992). Aplikasi SA secara eksogenus dapat menginduksi resistensi terhadap patogen pada beberapa tanaman model seperti padi, tembakau, dan ArabidopsisA. thaliana, tetapi tidak pada kentang (Coquoz et al. 1998). Pada kentang, tingkat konsentrasi SA yang tinggi memerlukan keterlibatan molekul lain untuk mengaktifkan SAR (Yu et al. 1997). Metil salisilat mungkin berperan sebagai sinyal lewat udara yang dapat mengaktifkan resistensi tanaman disekitarnya (Shulaev et al. 1997). SA dapat mengaktifkan urutan daerah promoter yang mengandungDNA activation sequence 1 (as-1) (Gambar 9). Elemen promoter as-1 diperkirakan merupakan elemen yang merespon cekaman oksidatif dan diaktivasi oleh SA melalui cekaman oksidatif (Garreton et al. 2002). Urutan DNA ini ditemukan pertama kali pada promoter virus dan bakteri. Daerah ini dicirikan oleh dua motif TGACG yang berikatan dengan faktor transkripsi b-Zip (Lam et al. 1989; Xiang et al. 1997). Sekuens as-1 telah diidentifikasi dalam glutation S-transferase (GST) seperti GNT35 (Nicotiana tabaccum) dan GST6 (Arabidopsis A. thaliana).
28
Gambar 9 Ringkasan peran asam salisilat dalam mengaktifkan sejumlah gen dan protein.→: arah pengaruh; ┴ : arah yang dihambat; ↵: bentuk ekspresi. Sejumlah protein yang teraktivasi oleh SA telah diidentifikasi (Gambar 9). Respon hipersensitif yang terjadi selama infeksi TMV dan terinduksi SA menjadi media dalam peningkatan tingkat dari sequence specific DNA-binding (SSDB) yang mengandung WRKY yang dapat mengenali elemen respon dari promoter gen kitinase kelas I tembakau (Yang et al. 1999). SABP1 (SA binding protein) katalase merupakan enzim teraktivasi oleh SA. SABP3 mengkode chloroplast carbonic anhydrase yang memperlihatkan aktivitas anti oksidan yang berperan penting selama HR (Slaymaker et al. 2002). Sinyal SA bersifat negatif terhadap sinyal JA (Gambar 9). Tingkat Konsentrasi SA padi menunjukkan penurunan selama peningkatan asam jasmonat (JA) yang disebabkan oleh pelukaan (Lee et al. 2004).
SA menjadi penghambat dalam konversi 13-hidroksiperoksi-
oktadekatri(di)enoik
(HPOT(D))
menjadi
13-hidroksi
oktadekatri(di)enoik
(HOT(D)). Kedua senyawa tersebut memiliki peranan dalam sintesis JA (Lee et al. 2004). Protein Non-expresser of PR genes 1 (NPR1)/NIM1 mengatur gen yang
29
responifresponsif JA secara negatif dalam sitoplasma. Protein ini berinteraksi dengan faktor transkripsi TGA dalam nukleus dibutuhkan untuk menginisiasi ekspresi gen PR (Spoel et al. 2003). Mutan gen NPR1 tidak memperlihatkan sensitivitas terhadap SA. NPR1 diusulkan menjadi kunci pada SAR di ArabidopsisA. thaliana (Cao et al. 1994; Cao et al. 1997; Cao et al. 1998). Peningkatan tingkat ekspresi NPR1 di ArabidopsisA. thaliana (Chern et al. 2001) dan homolog NPR1 pada tanaman padi NPR-homolog 1 (NH1) (Chern et al. 2005) meningkatkan resistensi terhadap Xanthomonas oryzae. Ekspresi NPR1 secara negatif dikontrol oleh suppressor of npr1 inducible (SNI1). SNI1 adalah
Formatted: Spanish (Mexico)
regulator negatif pada SAR dan terepresi oleh NPR1. SA memperlihatkan peran nyata dalam sistem pertahanan baik secara lokal maupun sistemik pada tumbuhan termasuk padi. Pemberian Pseudomonas aeruginosa pada padi meningkatkan resistensi terhadap Rhizoctonia solani (Saikia et al. 2006). Aplikasi SA secara eksogenus pada padi mampu mendorong resistensi terhadap Magnaporthe grisea (Manandhar et al. 1998). Introduksi gengen penyandi lintasan biosintesis SA asal bakteri meningkatkan resistensi terhadap patogen pada tembakau (Verberne et al. 2000) dan Arabidopsis A. thaliana (Mauch et al. 2001). Tanaman padi mengandung tingkat konsentrasi SA yang tinggi dan memiliki kemampuan mengkonversi eksogenus SA menjadi glukosil-SA (Silverman et al. 1995) sehingga memperlihatkan bahwa padi memiliki kemampuan menjaga basal SA. SA diduga menjadi pembatas kimiawi melawan infeksi patogen (Yang et al. 2004).
3.4 Introduksi gen-gen penyandi lintasan asam salisilat asal bakteri Asam salisilat memiliki peran dalam mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap cekaman biotik maupun abiotik. Pada saat terjadi cekaman biotik maka asam salisilat mempunyai peran penting dalam menginduksi SAR yang akhirnya mengaktifkan sejumlah gen PR pada cekaman biotik. Pada cekaman abiotik, asam salisilat berperan dalam mendetoksifikasi senyawa oksigen reaktif seperti superoksida dan H2O2. Defisiensi kandungan asam salisilat pada Oryza O. sativa mengakibatkan tanaman rentan akan kerusakan akibat cekaman oksidatif (Yang et
Formatted: Justified, Indent: First line: 0,95 cm, Line spacing: 1,5 lines
30
al. 2004). Pada saat cekaman biotik, SA akan menekan aktvitas APX dan CAT sehingga konsentrasi H2O2 yang dihasilkan NADPH oksidase pada membran
Formatted: Subscript
plasma tetap. Dengan demikian, tanaman secara simultan menghasilkan H2O2
Formatted: Subscript
tetapi kehilangan kemampuan menghilangkan H2O2. Kejadian ini berlawanan pada saat tanaman terpapar cekaman abiotik di mana produksi ROS seperti H2O2 ditekan. Kedua fungsi yang berlawanan dari ROS ini masih menjadi perdebatan (Mittler 2002). Hal ini kemungkinan berhubungan dengan fungsi SA yang mengaktifkan SABP3 yaitu kloroplas karbonik anhidrase yang memiliki fungsi sebagai antioksidan (Slaymaker et al. 2002). Shingga, defisiensi kandungan asam salisilat pada O. sativa mengakibatkan tanaman rentan akan kerusakan akibat cekaman oksidatif (Yang et al. 2004). Tanaman mampu menghasilkan SA disamping melalui fenilalanin juga melalui isokorismat. SA yang dihasilkan melalui isokorismat pada ArabidopsisA. thaliana berperan dalam mekanisme pertahanan (Wildermuth et al. 2001). Gen yang berperan dalam produksi SA melalui isokorismat adalah gen ICS1 dan ICS2 yang berlokasi pada kromosom 1 ArabidopsisA. thaliana. Introduksi gen-gen penyandi lintasan biosintesis SA asal bakteri melalui isokorismat pada tanaman padi dapat meningkatkan resisten tanaman. Akumulasi SA melalui isokorismat pada padi belum pernah dilaporkan. Penyamaan urutan asam amino enzim ICS ArabidopsisA. thaliana dan padi memperlihatkan kesamaan sebesar 45%. Padi mempunyai gen ICS yang berlokasi pada kromosom 9 Nipponbare dengan nomor aksesi NM_001069519 dan and CA763410 untuk Indica IR64. Kandungan SA padi berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap cekaman biotik. Padi memperlihatkan kandungan SA yang lebih tinggi dibandingkan
ArabidopsisA.
thaliana
dan
tembakau.
Padi
mampu
mempertahankan kandungan SA bebas yang cukup tinggi. Walaupun demikian, glukosil transferase padi terinduksi oleh pemberian SA dari luar. Aplikasi SA dan bakteri penghasil SA dari luar mampu meningkatkan sistem pertahanan terhadap serangan Magnaporthe grisea (Manandhar et al. 1998) dan Rhizoctonia solani (Saikia et al. 2006). Kandungan SA dan enzim yang mengkonversi SA memiliki lokasi yang berbeda (Silverman et al. 1995). Ini menimbulkan spekulasi bahwa
Formatted: Font: Italic
31
gen pertahanan yang dependen SA akan terinduksi apabila SA dihasilkan menyerupai pemberian SA dari luar. Introduksi gen asal bakteri memerlukan ketersediaan sinyal peptida yang mengarahkan ekspresi gen pada kompartemen tertentu pada sel. Sinyal peptida adalah penting untuk mengontrol ekspresi gen ICS (isochorismate synthase). ICS1 ArabidopsisA. thaliana
memiliki sinyal peptida (Wildermuth et al. 2001).
Rekayasa SA dengan menambahkan sinyal peptida pada fusi gen pchB-A yang dikontrol oleh promoter 35S dapat meningkatkan konsentrasi SA pada Arabidopsis A. thaliana (Mauch et al. 2001). Penggunaan sinyal peptida dengan target ekspresi pada kloroplas di tembakau transgenik mampu meningkatkan kandungan asam salisilat (Verberne et al. 2000).