POTENSI BAHAYA DEBU SILIKA TERHADAP KESEHATAN PANDAI BESI DESA MEKARMAJU KABUPATEN BANDUNG POTENTIAL HAZARD OF SILICA DUST TO HEALTH OF BLACKSMITH IN MEKARMAJU VILLAGE, BANDUNG Rinda Andhita Regia1 dan Katharina Oginawati2 1
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung E-mail:
[email protected] dan
[email protected]
2
ABSTRAK Desa Mekarmaju di Kabupaten Bandung merupakan tempat pandai besi terbesar yang masih ada di Jawa Barat. Kegiatan menggunakan gerinda menyebabkan terbentuknya debu pada area kerja. Silika merupakan unsur kimia pada debu dengan kadar tertinggi kedua setelah Fe dan silika diklasifikasikan sebagai Grup 1 yaitu karsinogenik bagi manusia. Pekerja pandai besi sangat berpotensi mengidap penyakit paru-paru karena seringnya terpapar kristal silika melalui inhalasi, tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan kondisi lingkungan kerja yang tidak didukung oleh ventilasi yang memadai. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi bahaya kristal silika terhadap kesehatan pandai besi di Desa Mekarmaju. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. Analisis kristal silika terinhalasi dilakukan dengan metode X-ray Diffraction (XRD) berdasarkan MDHS 101 tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi kristal silika rata-rata selama 8 jam kerja adalah 0,2147 mg/m3. Dari 30 orang responden, 16 orang melebihi NAB SE 01/MEN/1997, 27 orang melebihi TLV-TWA ACGIH, dan 6 orang melebihi PEL OSHA. Chronic Daily Intake (CDI) kristal silika rata-rata sebesar 0,0140 mg/kg.hari. Berdasarkan NAB kristal silika PER.13/MEN/X/2011, terdapat 6 orang memiliki nilai Hazard Index (HI) lebih besar dari 1 yang berarti pekerjaan yang dilakukan oleh 6 orang tersebut termasuk pekerjaan yang membahayakan kesehatan paru-paru. Kata kunci: Desa Mekarmaju, hazard index, konsentrasi, kristal silika, pandai besi
ABSTRACT Mekarmaju Village in Bandung Regency is a place of the greatest blacksmith that still exist in West Java. Their activity using the grinding tool causes dust formation in work area. Silica is the chemical element in dust with the second highest grade after Fe and it is classified in Group 1 substances as carcinogenic to humans. Blacksmith are very potentially have lung disease due to frequent of crystalline silica exposure through inhalation, not using personal protective equipment like masks and the condition of knife and agricultural equipment workshop that are not supported by adequate ventilation. The purpose of this research is to analyze the potencial hazard of crystalline silica exposure to the health of blacksmith in Mekarmaju village. This research was done with an exposed group of 30 people. Respirable crystalline silica analysis was done by the X-ray Diffraction (XRD) method based on MDHS 101 in 2005. The results showed the average of crystalline silica concentration for 8 hours was 0.2147 mg/m3 where 16 people exceeded SE 01/MEN/1997, 27 people exceeded the TLV-TWA ACGIH and 6 people exceeded the PEL OSHA. Average of Chronic Daily Intake (CDI) value was 0.0140 mg/kg.day. Based on threshold value in PER.13/MEN/X/2011, there were 6 people have Hazard Index (HI) value more than 1 which means that their daily activity in work area will endanger the health of lungs. Keywords: Mekarmaju village, hazard index, concentration, crystalline silica, blacksmith
PENDAHULUAN Desa Mekarmaju merupakan desa yang mayoritas penduduknya memiliki bengkel pembuatan pisau dan alat pertanian serta merupakan tempat pandai besi terbesar yang masih ada di Jawa Barat. Pembuatan pisau dan
alat pertanian menggunakan alat gerinda menyebabkan terbentuknya debu pada area kerja. Handayani (2001) menyatakan bahwa konsentrasi debu di salah satu industri pisau sebesar 3,7 mg/m3 selama 8 jam kerja. Konsentrasi tersebut telah melebihi konsentrasi debu berdasarkan Surat Edaran
Jurnal Dampak Teknik Lingkungan UNAND 14(2): 73-80 (Juli 2017)
Menteri Tenaga Kerja no SE 01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara sebesar 3 mg/m3. Bahan baku yang digunakan oleh pekerja pandai besi Desa Mekarmaju berasal dari kayu atau peti bekas, serta besi tua yang berasal dari rel kereta api, pelat besi kapal dan tiang jembatan. Beberapa komposisi kimia yang terdapat dalam besi adalah Karbon (C), Silika (Si), Mangan (Mn), Fospor (P), Sulfur (S), Kromium (Cr), Molybdenum (Mo), Nikel (Ni), Aluminium (Al) dan logam-logam lainnya (Daryus, 2008). Bahan baku yang digunakan oleh pandai besi membahayakan kesehatan pekerja apabila memapari pekerja dalam konsentrasi tertentu secara terus menerus, salah satunya adalah silika. Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) (1997), silika tergolong dalam Grup 1 zat yang bersifat karsinogenik pada manusia. Silika biasanya ditemukan dalam bentuk kristal dan jarang dalam keadaan amorf. Kristal silika terinhalasi menyebabkan penurunan fungsi paru-paru, radang paru-paru akut, gangguan autoimun, bahkan dapat menyebabkan kanker paru-paru (Hamilton dkk, 2008). Kristal silika yang mengendap di paru-paru, akan mengoksidasi dinding alveoli yang menyebabkan terjadinya fibrosis. Semakin banyak kristal silika yang mengendap di paru-paru, maka fibrosis yang terjadi di alveoli semakin parah dan menimbulkan penyakit yang dikenal dengan pneumoconiosis silikosis (Yunus, 1997). Beberapa penyakit serius dan kematian meningkat terkait dengan paparan kristal silika di berbagai industri, sehingga menjadi prioritas utama dalam masalah kesehatan masyarakat. Studi menunjukkan bahwa lebih dari 23 juta pekerja yang terkena kristal silika di Cina, lebih dari 10 juta di India, 1,7 juta di Amerika Serikat dan lebih dari 3 juta di Eropa (Chen dkk, 2012). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terlihat adanya gangguan paru-paru akibat paparan kristal silika. Penelitian oleh Wibawa (2008) mengenai analisis risiko kesehatan pajanan debu silika menunjukkan konsistensi antara dosis debu silika terinhalasi dengan persentase penurunan FEV1 pekerja di industri tempa dan cor. Konsentrasi debu silika pada industri
74
Rinda Andhita Regia, dkk
tersebut berkisar antara 0,065 mg/m3 – 1,991 mg/m3. Pekerja pandai besi di Desa Mekarmaju sangat berpotensi mengidap penyakit paru-paru karena seringnya terpapar kristal silika melalui inhalasi dan kondisi bengkel pembuatan pisau dan alat pertanian yang tidak didukung oleh ventilasi yang memadai. Oleh karena itu penelitian mengenai analisis konsentrasi kristal silika di lingkungan kerja pekerja pandai besi sangat diperlukan sebagai langkah awal identifikasi potensi bahaya kristal silika bagi pekerja pandai besi. Hasil penelitian dapat digunakan utuk mengendalikan faktor bahaya berupa kristal silika di lingkungan kerja. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Mekarmaju Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung. Penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengumpulan data sekunder, penelitian pendahuluan, pengambilan data primer, analisis laboratorium, dan pengolahan data. Pengumpulan data sekunder berupa data profil desa Mekarmaju yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Pasir Jambu. Penelitian pendahuluan berupa survey lapangan untuk mengetahui kondisi bengkel dan pekerja pandai besi di Desa Mekarmaju. Bengkel pandai besi yang ada dikelola oleh beberapa keluarga. Anak-anak dan wanita biasanya sebagai pengrajin sarung pisau sedangkan pria sebagai pandai besi yang melakukan tempa, cor dan menggerinda. Berdasarkan Profil Desa Mekarmaju tahun 2011, jumlah total pekerja pandai besi adalah 848 orang. Jumlah objek penelitian diambil berdasarkan pedoman penentuan jumlah sampel dalam Occupational Exposure Sampling Strategy Manual dari National Institute of Occupational Safety and Health (Leidel dkk, 1977) sehingga didapatkan jumlah responden sebanyak 30 orang. Berdasarkan data sekunder dan penelitian pendahuluan yang dilakukan, penelitian ini dilakukan di beberapa bengkel pembuatan pisau dan alat pertanian baik di ruas jalan utama, maupun di dalam gang atau jalan yang lebih kecil di Desa Mekarmaju. Gambar 1
Potensi Bahaya Debu Silika Terhadap Kesehatan Pandai Besi Desa Mekarmaju Kabupaten Bandung
menunjukkan salah satu bengkel pembuatan pisau dan alat pertanian.
(XRD) di Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Jakarta. Konsentrasi debu di udara dapat dihitung berdasarkan Persamaan 1 (MDHS 101, 2005).
(1) Dimana C adalah konsentrasi debu di udara (mg/m3), Ms adalah massa yang terkumpul pada filter (µg), dan V adalah volume udara (L).
Gambar 1. Salah satu lokasi sampling penelitian
Data primer yang diambil pada penelitian ini meliputi konsentrasi paparan kristal silika terinhalasi pada pekerja dan parameter fisika berupa kelembaban, tekanan udara, suhu udara, kecepatan dan arah angin di lokasi kerja. Data primer lain adalah data berat badan, tinggi badan, usia, lama bekerja, frekuensi kerja dan kebiasaan hidup didapat dari hasil wawancara dan kuesioner dengan responden. Pengukuran parameter fisika dilakukan pada awal dan akhir sampling udara terinhalasi. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban dan suhu udara adalah sling psychrometer, sedangkan kecepatan dan arah angin dengan anemometer. Pengambilan sampel udara terinhalasi sesuai Methods for the Determination of Hazardous Substances (MDHS) 101 (2005), dilakukan dengan menggunakan personal sampling pump yang dipasang filter Poly Vinyl Chloride (PVC) diameter 25 mm dengan ukuran pori 5 µm. Personal sampling pump yang digunakan adalah Gillian HFATR-S-230VAC serial no. F0388. Alat ini menghisap kontaminan kristal silika dan dilengkapi oleh sampler holder dan cyclone. Sebelum dan setelah pengambilan sampel udara terinhalasi, massa filter dikurangkan untuk menghitung total akumulasi debu di filter (HSE, 2000). Analisis paparan kristal silika terinhalasi dilakukan sesuai MDHS 101 tahun 2005 dengan metode X-ray Diffraction
Perhitungan Permissible Exposure Limit (PEL) kristal silika dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil XRD yaitu persen kristal silika dengan Persamaan 2 (OSHA, 2004).
(2) Dimana % kristal silika didapat dari hasil pembacaan XRD. Pengukuran konsentrasi kristal silika di zona pernafasan pekerja dilakukan dalam waktu kurang dari 8 jam atau selama pekerjaan berlangsung. Untuk itu perlu dihitung konsentrasi kristal silika selama 8 jam kerja dengan menggunakan Persamaan 3.
(3) Dimana Adjusted Exposure adalah konsentrasi paparan zat kimia rata-rata pada pekerja selama 8 jam kerja (mg/m3), Cn adalah konsentrasi kristal silika pada waktu ke-n (mg/m3), dan Tn adalah waktu pengukuran konsentrasi ke-n (menit) Setelah itu dilakukan perhitungan Chronic Daily Intake (CDI) kristal silika. CDI adalah pengukuran zat toksik yang terinhalasi selama masa tertentu untuk menentukan efek dari suatu paparan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung CDI adalah (Williams dan Burson, 1985):
(4) Dimana CDI adalah Chronic Daily Intake (mg/kg.hari), C adalah konsentrasi paparan (mg/m3), IR adalah Inhalation Rate, besarnya 15,2 m3/hari untuk pria 19-65 tahun (ATSDR, 2005), ET adalah Exposure Time (jam/hari), 75
Jurnal Dampak Teknik Lingkungan UNAND 14(2): 73-80 (Juli 2017)
EF adalah Exposure Frequency (hari/tahun), ED adalah Exposure Duration (tahun), BW adalah Body Weight (kg), Lifetime adalah 70 tahun, berdasarkan usia rata-rata manusia dan AT adalah Averaging Time (hari).
Rinda Andhita Regia, dkk
dengan melakukan pengukuran langsung di lokasi penelitian. Rata-rata hasil pengukuran parameter fisika lingkungan kerja dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter Fisika Lingkungan Kerja
Selanjutnya dilakukan perhitungan indeks bahaya (hazard index) untuk mengetahui apakah paparan kristal silika berisiko memberikan efek berbahaya bagi manusia yang terpapar. Untuk menghitung Hazard Index perlu diketahui terlebih dahulu Hazard Quotient (HQ) kristal silika dengan menggunakan Persamaan 5 (Soemirat, 2000). (5) Dimana HQ adalah Hazard Quotient dan RfD adalah Reference Dose (mg/kg.hari). Pada penelitian ini, karena perhitungan hanya dilakukan terhadap paparan kristal silika, maka nilai HI=HQ. Suatu kontaminan dianggap membahayakan bagi suatu lingkungan bila memiliki nilai HI> 1 (Soemirat, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Debu di Udara Uji pendahuluan berupa analisis debu di udara salah satu bengkel pembuatan pisau dan alat pertanian dengan menggunakan metode X-ray Fluorescence (XRF). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
Parameter Fisika
Lokasi Penelitian
Nilai Ambang Batas (NAB) *
Kelembaban (% RH)
64,1 ± 3,4
65 - 95
Temperatur udara (°C)
27,8 ± 1,2
18 - 30
Kecepatan angin (m/s)
0
0,15 - 0,25
*KepMenKes No.1405/MENKES/SK/XI/2002 Lampiran II tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja untuk Industri
Hasil penelitian menunjukkan temperatur udara lingkungan kerja masih memenuhi NAB. Lain halnya dengan kelembaban dimana kelembaban pada lingkungan kerja berada dibawah rentang NAB. Kelembaban udara yang rendah diasumsikan dapat menyebabkan konsentrasi debu tinggi di udara. Untuk kecepatan angin berada di bawah rentang NAB yaitu 0 m/s karena lokasi penelitian berada di ruangan tertutup. Kecepatan angin dibawah 0,2 m/s menyebabkan partikel debu tidak terdispersi dengan sempurna sehingga dapat diasumsikan bahwa konsentrasi debu akan terpusat pada sumber bahaya (Rani, 2011).
Tabel 1. Hasil Analisis Debu di Udara Unsur
Konsentrasi ( x 10-7 mg/m3)
Si
35
Cr
3
Ti
1
Mn
8
Fe
552
Cu
5
Pengukuran Parameter Fisika Lingkungan Kerja Interaksi udara dengan paru-paru berlangsung setiap saat, oleh karena itu kualitas udara yang terinhalasi sangat berpengaruh terhadap faal paru-paru. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran udara yaitu kelembaban, suhu dan penyebaran (Mengkidi, 2006). Parameter fisika lingkungan kerja berupa kelembaban, suhu udara, kecepatan dan arah angin diambil 76
Konsentrasi Kristal Silika NAB kristal silika menurut PER.13/MEN/X/2011 adalah 0,1 mg/m3, Threshold Limit Value - Time Weighted Average (TLV-TWA) ACGIH (2010) adalah 0,025 mg/m3 dan Permissible Exposure Limit (PEL) OSHA tergantung dari persen kristal silika. Konsentrasi kristal silika selama 8 jam dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa dari 30 orang pandai besi, 16 orang melebihi NAB SE 01/MEN/1997, 27 orang melebihi TLV-TWA ACGIH, dan 6 orang melebihi PEL OSHA. Rentang nilai konsentrasi kristal silika selama 8 jam kerja antara 0,0189 – 0,5663 mg/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 0,2147 ± 0,1801 mg/m3 dimana nilai rata-rata tersebut telah melebihi SE 01/MEN/1997 dan TLV-TWA ACGIH.
Potensi Bahaya Debu Silika Terhadap Kesehatan Pandai Besi Desa Mekarmaju Kabupaten Bandung
Konsentrasi Kristal Silika (mg/m3)
0,6000 0,5000 0,4000 0,3000 0,2000 0,1000 0,0000 A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 D5 E1 E2 E3 F1 F2 G1G2G3G4G5H1H2 Kode Sampel
0,6000
0,6000
0,5000
0,5000
Konsentrasi (mg/m3)
Konsentrasi (mg/m3)
Gambar 2. Konsentrasi kristal silika
0,4000 0,3000 0,2000
R² = 0.0279
0,1000
0,4000 0,3000 R² = 0.0192 0,2000 0,1000 0,0000
0,0000 25
26
27
28
29
30
Temperatur (oC) (a) Temperatur – Konsentrasi
50
60
70
80
Kelembaban (%) (b) Kelembaban – Konsentrasi
Gambar 3. Hubungan parameter fisika lingkungan kerja terhadap konsentrasi kristal silika
Hubungan antara konsentrasi kristal silika dengan parameter fisika lingkungan kerja dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3a, terlihat bahwa pengaruh temperatur terhadap konsentrasi memiliki nilai R2 sangat kecil yaitu 0,0279, sehingga dapat dikatakan bahwa temperatur tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap konsentrasi kristal silika. Hal ini sesuai dengan hasil analisis statistik korelasi Spearman yang menunjukkan nilai p sebesar 0,081 (p > 0,05). Hasil tersebut berarti tidak terdapat hubungan yang nyata antara temperatur di lingkungan kerja dengan konsentrasi kristal silika.
Pada Gambar 3b, terlihat bahwa pengaruh kelembaban terhadap konsentrasi juga memiliki nilai R2 sangat kecil yaitu 0,0192, sehingga dapat dikatakan bahwa kelembaban tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap konsentrasi kristal silika. Hasil analisis statistik korelasi Spearman menunjukkan nilai p sebesar 0,851 (p > 0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata antara kelembaban di lingkungan kerja dengan konsentrasi kristal silika. Chronic Daily Intake Kristal Silika
Efek jangka panjang yang ditimbulkan oleh kristal silika berupa pneumoconiosis merupakan efek kronis, sehingga perlu 77
Jurnal Dampak Teknik Lingkungan UNAND 14(2): 73-80 (Juli 2017)
dihitung nilai intake berupa Chronic Daily Intake (CDI). Hasil perhitungan CDI dapat dilihat pada Gambar 4.
Rinda Andhita Regia, dkk
mg/kg.hari. Nilai CDI bervariasi ini tergantung dari konsentrasi paparan kristal silika yang diterima saat bekerja dan juga durasi paparan kristal silika selama hidup pada pandai besi.
Pada Gambar 4 dapat dilihat rentang nilai CDI berkisar antara 0,0012 – 0,0473 mg/kg.hari dengan rata-rata sebesar 0,0140 ± 0,0129 0,0500 0,0450
CDI (mg/kg.hari)
0,0400 0,0350 0,0300 0,0250 0,0200 0,0150 0,0100 0,0050 0,0000 A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 D5 E1 E2 E3 F1 F2 G1 G2 G3 G4 G5 H1 H2 Kode Sampel Gambar 4. CDI kristal silika
Hazard Index Hazard Index (HI) perlu diketahui untuk melihat apakah paparan kristal silika berbahaya atau tidak ke tubuh pekerja. Nilai HI dihitung menggunakan NAB kristal silika. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 5. Dari Gambar 5 dapat dilihat nilai HI berkisar antara 0,0559 – 2,1817 dengan rata-rata 0,6437 ± 0,5926. Berdasarkan hasil perhitungan, terdapat 6 orang memiliki nilai HI > 1. Hal ini berarti dosis kristal silika membahayakan kesehatan paru-paru 6 orang tersebut berdasarkan NAB kristal silika PER.13/MEN/X/2011.
78
Nilai HI yang didapat bergantung dari CDI kristal silika yang masuk ke tubuh pandai besi, sehingga juga bergantung pada masa kerja dan konsentrasi paparan selama kerja. Semakin lama masa kerja dan semakin besar konsentrasinya, maka nilai HI juga akan tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Salim (2012) yang menyatakan durasi dan waktu paparan yang lama dapat menyebabkan nilai intake yang tinggi, sehingga mempengaruhi nilai Hazard Quotient (HQ) yang dihasilkan. Besarnya nilai intake berbanding lurus terhadap nilai karakterisasi risiko, frekuensi paparan dan durasi paparan yang diterima oleh pengguna
Potensi Bahaya Debu Silika Terhadap Kesehatan Pandai Besi Desa Mekarmaju Kabupaten Bandung
2,4000 2,1000
Hazard Index
1,8000 1,5000 1,2000 0,9000 0,6000 0,3000 0,0000 A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 D5 E1 E2 E3 F1 F2 G1 G2 G3 G4 G5 H1 H2 Kode Sampel Gambar 5. HI berdasarkan NAB kristal silika PER.13/MEN/X/2011
SIMPULAN Konsentrasi kristal silika terinhalasi rata-rata selama 8 jam adalah 0,2147 mg/m3 dimana terdapat 16 orang melebihi kristal silika PER.13/MEN/X/2011, 27 orang melebihi TLV-TWA ACGIH, dan 6 orang melebihi PEL OSHA. Nilai CDI berkisar antara 0,0012 – 0,0473 mg/kg.hari dengan rata-rata sebesar 0,0140 ± 0,0129 mg/kg.hari. Berdasarkan NAB kristal silika PER.13/MEN/X/2011, terdapat 6 orang memiliki nilai HI > 1 yang berarti pekerjaan yang dilakukan oleh 6 orang tersebut termasuk pekerjaan yang membahayakan kesehatan paru-paru. Potensi bahaya ini dapat dikurangi dengan mendesain tempat kerja yang memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga debu tidak terakumulasi di tempat kerja dan selalu menggunakan alat pelindung diri berupa masker sehingga debu tersebut tidak masuk ke tubuh pandai besi. DAFTAR PUSTAKA American Conference of Industrial Hygienist (ACGIH). (2010). Silica, Crystalline - aQuartz and Critobalite. Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). (2005). Public Health Assessment Guidance Manual (Update). U.S Department of Health and Human Services Public Health Service: Atlanta, Georgia.
Chen, Weihong, Y. Liu, H.Wang, E.Hnizdo, Y. Sun, L. Su, X. Zhang, S. Weng, F.Bochmann, Frank J. Hearl, J. Chen, T. Wu. (2012). Long-Term Exposure to Silica Dust and Risk of Total and Cause-Specific Mortality in Chinese Workers: A Cohort Study. PLoS Medicine April 2012 Volume 9 Issue 4 e1001206. Daryus, A. (2008). Diktat Kuliah Proses Produksi. Fakultas Teknik Universitas Darma Persada: Jakarta. Hamilton Jr., R.F., Thakur, S.A., Holian, A. (2008). Silica Binding and Toxicity in Alveolar Macrophages. Free Radic, Biol, Med. 44, 1246-1258. Handayani, D.A. (2001). Desain Ventilasi Industri Pembuatan Pisau T. Kardin Knives Bandung. Tugas Akhir Program Sarjana, Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Health and Safety MDHS 14/3: Sampling and Respirable and 2000.
Executive (HSE). (2000). General Methods for Gravimetric Analysis of Inhalable Dust. February
International Agency for Research on Cancer (IARC). (1997). Silica, Some Silicates, Coal Dust and Para Aramid Fibrils. Lyon: 1997; 68. IARC Monographs on the Evaluation of the Carcinogenic Risk of Chemical to Humans. 79
Jurnal Dampak Teknik Lingkungan UNAND 14(2): 73-80 (Juli 2017)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja untuk Industri. Leidel, N.A., K.A. Busch, J.R. Lynch. (1977). Occupational Exposure Sampling Strategi Manual, NIOSH. Mengkidi, D. (2006). Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Tesis Program Pasca Sarjana, Program Studi Kesehatan Lingkungan, Universitas Diponegoro. Methods for the Determination of Hazardous Substances (MDHS) 101. (2005). Crystalline Silica in Respirable Silica Airbone Dusts. Health and Safety Executive: London. Occupational Safety and Health Administration (OSHA). (2004). Respirable PEL. 29 CFR 1910.1000-Table Z-3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Rani. (2011). Analisis Pajanan Debu Kapas terhadap Penurunan Fungsi Paru Pekerja Industri Tekstil PT. X. Thesis Program
80
Rinda Andhita Regia, dkk
Pasca Sarjana, Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung: Bandung. Salim, R.N. (2012). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Benzena pada Karyawan di SPBU ‘X’ Panc an a D k ah n 2011. Skripsi Program Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia: Depok. Soemirat, J. (2000). Bahan Kuliah Analisis Risiko Kesehatan dan Lingkungan. KBK Kesehatan Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Bandung: Bandung. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : SE 01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja. Wibawa, K. (2008). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Debu terhadap FEV1.0 Pekerja di Lingkungan Kerja PT. X. Thesis Program Pasca Sarjana, Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung: Bandung. Williams, P.L dan Burson. (1985). Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in the Workplace. Van Nostrad Reinhold: New York. Yunus. F. (1997). Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya. Cermin Dunia Kedokteran, 115, 45-51.