Struktur
Wang C. K., Salmon C. G., 1979, Reinforced Concrete Design, New York : Harmer and Row.
ANALISIS GAYA GEMPA RENCANA PADA STRUKTUR BERTINGKAT BANYAK DENGAN METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA (189S) Restu Faizah1 dan Widodo2 1
Program Beasiswa Unggulan BPKLN, Magister Teknik Sipil UII. 2 Pengajar Magister Teknik Sipil FTSP UII. Email:
[email protected]
ABSTRAK SNI 03-1726-2012 menyebutkan bahwa pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung, yang ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. Pengaruh gempa rencana pada bangunan direpresentasikan sebagai gaya geser dasar V yang bekerja pada dasar bangunan yang akan didistribusikan secara vertikal sepanjang ketinggian struktur sebagai gaya horizontal tingkat Fi. Pengaruh gempa rencana pada struktur bertingkat banyak dengan ketinggian lebih dari 10 tingkat atau 40 meter harus ditinjau sebagai pengaruh beban dinamik dan analisisnya harus didasarkan pada analisis respon dinamik. Dalam pelaksanaannya, analisis respon dinamik dirasa tidak praktis dan memerlukan banyak waktu, sehingga merepotkan para perancang bangunan. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis dinamik pada bangunan gedung tidak beraturan ini akan sangat membantu para perencana sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis gaya gempa rencana pada model struktur 2 dimensi, yaitu berupa rangka portal terbuka (open moment resisting frames) beton bertulang, dengan ketinggian 48 meter atau 12 tingkat. Model struktur ditinjau pada 23 kota besar di Indonesia, dengan menggunakan metode dinamik respon spektra. Sebagai perbandingan, respon spectra design pada tiap kota dibuat sesuai dengan ketentuan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa gaya gempa rencana pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2002 pada 7 kota, sedangkan yang lainnya relatif meningkat. Peningkatan yang sangat besar terjadi di Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu. Gaya gempa rencana tertinggi juga mengalami pergeseran yaitu dari kota Bengkulu pada tahun 2002 beralih ke kota Banda Aceh pada tahun 2012. Hal itu dapat terjadi, dikarenakan terjadinya pergeseran status wilayah kegempaan dari tahun 2002 ke 2012. Kata kunci: struktur bertingkat banyak, gaya gempa rencana, analisis dinamik respon spektra.
1. PENDAHULUAN Gempa akan menimbulkan getaran/goyangan pada tanah ke segala arah dan menggetarkan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut. Gaya akibat gempa pada bangunan direpresentasikan sebagai gaya geser dasar V yang bekerja pada dasar bangunan dan selanjutnya digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung. Pada bangunan bertingkat, gaya geser dasar tersebut akan didistribusikan secara vertikal sepanjang ketinggian struktur sebagai gaya horizontal tingkat Fi. Pedoman perumusan gempa rencana pada SNI 1726-2012 mengacu pada ASCE 7-05 yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa 2475 tahun (probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun), sedangkan SNI 1726-2002 memakai konsep wilayah gempa (seismic zone) yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa 500 tahun (probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun). Beban geser dasar V akibat gempa rencana sesuai ASCE 7-05 menunjukkan kecenderungan lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan menurut SNI 1726-2002. (Purwono dan Takim A, 2010) Pengaruh gempa rencana pada bangunan gedung beraturan dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa ekivalen statik, sedangkan pada bangunan gedung tidak beraturan harus ditinjau sebagai pengaruh beban dinamik. Beban gempa ekivalen statik merupakan penyederhanaan dari beban gempa dinamik, yaitu berupa gaya horizontal F yang bekerja pada pusat massa bangunan dan bersifat statik. Perhitungan dalam metode ini hanya memperhatikan kontribusi dari mode ke-1 saja, sehingga hanya cocok untuk bangunan yang cenderung kaku, yaitu bangunan yang memiliki ketinggian tidak lebih dari 40 m atau 10 tingkat. Sebagai konsekuensinya, semakin tinggi bangunan akan semakin fleksibel dan kontribusi higher mode menjadi lebih besar, sehingga perancangan bangunan harus didasarkan pada analisis dinamik. (Widodo, 2001)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 201
Struktur
2. GAYA GESER DASAR V, GAYA HORIZONTAL TINGKAT Fi, DAN GAYA GESER TINGKAT Vi . Gaya geser dasar V merupakan pengganti/penyederhanaan dari getaran gempabumi yang bekerja pada dasar bangunan dan selanjutnya digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung. (Widodo, 2011). Menurut SNI 1726-2002, gaya geser dasar V pada struktur gedung beraturan dapat ditentukan dengan metode ekivalen statik, sedangkan bagi struktur gedung tidak beraturan harus ditinjau dengan metode dinamik. Struktur gedung beraturan di antaranya ditunjukkan dengan beberapa hal berikut ini: 1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m. 2. Memiliki ketidakberaturan struktur horizontal maupun struktur vertikal. 3. Memiliki periode getar struktur kurang dari 3.5 Ts atau T<3.5Ts, dimana Ts = SDS/SD1. (SDS adalah parameter respon spektral percepatan disain pada periode pendek, dan SD1 parameter respon spektral percepatan disain pada periode 1 detik) Gaya geser dasar V akan didistribusikan secara vertikal sepanjang tinggi struktur sebagai gaya horizontal tingkat Fi yang bekerja pada masing-masing tingkat bangunan. Dengan menjumlahkan gaya horizontal Fi pada tingkat-tingkat yang ditinjau dapat diketahui gaya geser tingkat Vi, yaitu gaya geser yang terjadi pada dasar tingkat yang ditinjau.
3. RESPON SPECTRA DESIGN Dalam menentukan gaya geser dasar V dengan metode dinamik respon spektra, digunakan Respon spectra design yang merupakan spektrum respon gempa rencana. Menurut SNI 1726-2002, Respon spectra design ditentukan berdasarkan wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun, yang terdiri dari wilayah gempa 1 hingga wilayah gempa 6. Respon spectra design tersebut dinyatakan dengan grafik C-T, dengan C adalah faktor respon gempa dalam g dan T adalah waktu getar alami struktur gedung dalam detik. Nilai koefisien gempa dasar C pada Respon spectra design ini harus dikalikan dengan faktor koreksi I/R, dimana I adalah faktor keutamaan dan R adalah faktor reduksi gempa representatif. Sedangkan menurut SNI 1726-2012, respon spectra design ditentukan dengan parameter respon ragam yang disesuaikan dengan klasifikasi situs dimana bangunan tersebut akan dibangun kemudian dibagi dengan kuantitas R/I. Kurva respon spectra design harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 1, dan mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk perioda T < To,
2. Untuk perioda To ≥ T ≤ Ts, 3. Untuk perioda T > Ts,
Dengan Sa = percepatan respon spektra, SDS = parameter respon spektra pada periode pendek, dan SD1 = parameter respon spekktra pada periode 1 detik. Gambar 1. Respon spectra design (SNI 1726-2012)
4. METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA Menurut SNI 1726-2002, perhitungan respons dinamik struktur gedung tidak beraturan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana, dapat dilakukan dengan metode analisis dinamik respon spektra. Nilai untuk masing-masing parameter yang ditinjau kemudian dihitung untuk berbagai ragam dan harus dikombinasikan menggunakan metode Akar Kuadrat Jumlah Kuadrat (SRSS) atau metode Kombinasi Kuadrat Lengkap (CQC). Tahapan analisis metode respon spektra meliputi analisis modal amplitudo Z, modal displacement Y, dan modal seismic force Fij, menggunakan persamaan 1-3. Selanjutnya simpangan horisontal tingkat Yi dan gaya horisontal tingkat Fi diperoleh dengan prinsip SRSS menggunakan persamaan 4 dan 5. Dengan menjumlahkan gaya horizontal tingkat Fi akan diperoleh besarnya gaya geser dasar bangunan Vj akibat gempa rencana dengan menggunakan persamaan 6.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 202
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Γ
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Zj=modal amplitude, C=koefisien gempa dasar, g=gaya grafitasi, ɷ =frekuensi sudut, Yij=modal displacement, ϕ ij=mode shape, Fij=modal seismic force , M=matriks massa, Yi= simpangan horizontal tingkat, Fi=gaya horizontal tingkat dan Vj=gaya geser dasar bangunan. 5. METODOLOGI PENELITIAN Model struktur Analisis dilakukan pada model struktur 2D portal beton bertulang 12 tingkat 4 bentang, yang diperoleh dengan bantuan program SAP 2000, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2. A
4.00
8.00
4.00 4.00
8.00
4.00 4.00
8.00
4.00 8.00
4.00
A 6.00
4.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
6.00
4.00
Denah 4.00
Dimensi (cm): Kolom tepi Kolom tengah Balok
4.00
: 70/70 : 80/80 : 35/70
4.00
8.00
8.00
8.00
8.00
Pot. A-A
Gambar 2. Model struktur 2D portal beton bertulang 12 tingkat.
Lokasi dan klasifikasi situs Model struktur ditinjau pada 23 lokasi di Indonesia yang memiliki klasifikasi situs yang berbeda-beda dengan kondisi tanah sedang, sebagaimana disebutkan dalam Tabel 1.
Pengolahan data Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi: 1. Menghitung massa dengan prinsip lumped mass. 2. Menghitung kekakuan struktur dengan metode shear building. 3. Membuat respon spectra design dengan mengikuti ketentuan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012. 4. Analisis dinamik respon spektra dengan bantuan program Matlab 7-10-0 (R2010a). Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 203
Struktur
Tabel 1. Lokasi model struktur beserta klasifikasi situs. $<
($ (? (
!<@. .;1.025 #21.; &.1.;4 2;48A9A .;1.>".:=A;4 &.92:/.;4 .8.>@. .;1A;4 -<4C.8.>@. (2:.>.;4 (A>./.C. 69.0.= 2;=.?.> #.@.>.: !A=.;4 .;7.>:.?6; (.:.>6;1. #.8.??.> !2;1.>6 &.9A #2;.1< .C.=A>. (<><;4
($ ,692:=.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN Massa dan kekakuan struktur. Hasil perhitungan berat, massa dan kekakuan struktur ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Berat, Massa dan Kekakuan struktur 12 tingkat %1603*; .@.=
.9*;30
*::*30-; ,5
.3*3<*630,5
Mode shape Dengan bantuan program Matlab, diperoleh mode shape struktur seperti ditunjukkan ada Gambar 3.
Gambar 3. Mode shape
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 204
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Respon spectra design beda sesuai dengan karakteristik situs, Setiap lokasi akan memiliki respon spectra design yang berbeda-beda sebagaimana disebutkan dalam Tabel 1. Sebagai contoh, akan ditunjukkan perbandingan respon spectra design 2012 pada Kota Banda Aceh, Yogyakarta dan Lampung, yait yaitu pada berdasarkan SNI 1726-2002 2002 dan SNI 1726 1726-2012 Gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan respon spectra design pada Kota Banda Aceh, Yogyakarta dan Lampung. Pada Gambar 4, ditunjukkan respon spektra Kota Banda Aceh dan Yogyakarta memiliki karakteristik yang hampir 2012 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan respon spektra SNI 1726 1726sama, yaitu respon spektra SNI 1726 726-2012 2012 terlihat lebih rendah dari pada respon spektra 2002. Tetapi untuk Kota Lampung, respon spektra SNI 1726 1726-2012 ceh dan Yogyakarta mengalami SNI 1726-2002. 2002. Hal ini menunjukkan bahwa status kegempaan Kota Banda A Aceh kenaikan dari tahun 2002 ke 2012, sedangkan Kota Lampung justru mengalami penurunan dari tahun 2002 ke 2012. Selain kondisi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4, ada beberapa kota memiliki respon spektra yang tidak seragam padaa semua periode T, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Respon spektra Kota Medan mengalami penurunan dari tahun 2002 ke 2012 hanya pada T<0.7 detik, sedangkan respon spektra Kota Kupang mengalami berbeda-beda ini akan penurunan dari tahun 2002 ke 2012 pada T>0.4 detik. Kondisi respon spektra yang berbeda beda pula pada setiap lokasi, sehingga besar gaya geser menghasilkan nilai koefisien gempa dasar C yang berbeda berbeda-beda dasar bangunan akibat gempa rencana juga akan berbeda berbeda-beda.
Gambar 5. Respon spectra design Kota Medan dan Kupang
Gaya horizontal tingkat, Fi. Dalam analisis gaya horizontal tingkat Fi, ditinjau 3 lokasi yaitu kota Banda Aceh, Yogyakarta dan Lampung sebagaimana ditampilkan Gambar 6, dengan pembanding hasil analisis metode ekivalen statik. Dari Gambar 6 respon spektra relatif lebih tersebut nampak bahwa gaya horizontal tingkat yang dihitung dengan metode dinamik re besar dari pada hitungan dengan metode ekivalen statik, terutama hitungan yang mengikuti code baru 2012. tingkat bawah, diduga akan menimbulkan implikasi pada respon Perbedaan yang besar terutama terjadi pada tingkat tingkat-tingkat struktur, sehingga hingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui risiko struktur dalam menahan beban gempa rencana. Gaya horizontal tingkat yang dihitung dengan metode ekivalen statik menunjukkan bahwa peningkatan gaya tingkat atas saja, sementara pada tingkat bawah justru horizontal tingkat pada tahun 2012 ha hanya terjadi pada tingkat-tingkat mengalami penurunan. Namun berbeda dengan hasil hitungan dengan metode dinamik, kenaikan terjadi pada semua tingkat-tingkat tingkat, sehingga terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil dua metode ini, terutama pada tingkat bawah.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24 24-26 Oktober 2013
S - 205
Struktur
Keterangan: RS= Metode Dinamik Respon Spektra ES= Metode Ekivalen Statik
Gambar 6. Gaya horizontal tingkat Fi.
Gaya geser tingkat Vi. Diagram gaya geser tingkat untuk struktur yang berlokasi di Band Bandaa Aceh dan Bandar Lampung ditunjukkan pada Gambar 7. Gaya geser tingkat yang timbul akibat gempa rencana tahun 2012 di Kota Banda Aceh mengalami kenaikan yang signifikan terutama pada tingkat tingkat-tingkat tingkat bawah, sedangkan di Kota Bandar Lampung justru mengalami penurunan. Diagram gaya geser tingkat ini juga menunjukkan bahwa analisis dinamik respon spektra tahun 2012 di Kota Banda Aceh menghasilkan nilai yang sangat tinggi, dikarenakan percepatan respon spectral design 2012 mengalami peningkatan yang sangat tinggi pula dibandingkan percepatan respon spectral design 2002.
Gambar 7. Diagram gaya geser tingkat ((Vi)
Gaya geser dasar, V Gaya geser pada dasar bangunan yang merupakan penjumlahan dari gaya horizontal tingkat pada portal 12 tingkat 4 bentang yang ditinjau pada 23 lokasi, ditunjukkan dengan Gambar 8 dan Tabel 3.
Gambar 8. Gaya geser dasar (V) ton. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 206
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Tabel 3. Hasil perhitungan gaya geser dasar (V) !7
7;* .;1.025 #21.; &.1.;4 2;48A9A .;1.>".:=A;4 &.92:/.;4 .8.>@. .;1A;4 -<4C.8.>@. (2:.>.;4 (A>./.C. 69.0.= 2;=.?.> #.@.>.: !A=.;4 .;7.>:.?6; (.:.>6;1. #.8.??.> !2;1.>6 &.9A #2;.1< .C.=A>. (<><;4 $69.6@2>@6;446
*>*0.:.9-*:*9';76 $! $!
.;.9*60*6 #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;A>A; #2;A>A; #2;A>A; #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;A>A; #2;A>A; #2;A>A; #2;A>A; #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@ #2;6;48.@
?
Dari Gambar 8 dan Tabel 3, dapat diketahui bahwa gaya geser dasar (V) rata-rata mengalami peningkatan dari tahun 2002 ke 2012, kecuali pada 7 kota yaitu Bandar Lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Banjarmasin, Samarinda dan Makasar. Dengan demikian, bangunan yang sudah terbangun sesuai SNI 1726-2002 pada 7 kota tersebut dapat dipastikan akan memenuhi persyaratan dari SNI 1726-2012. 5 Kota yang mengalami peningkatan gaya gempa rencana dari tahun 2002 hingga 2012, dari yang tertinggi peningkatannya adalah Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan status kegempan wilayah tersebut, sehingga beban gempa dalam perancangan bangunan sesuai SNI 1726-2012 menjadi lebih besar dibandingkan beban gempa dalam perancangan sesuai SNI 1726-2002. Adanya peningkatan gaya gempa rencana yang sangat tinggi dapat mengakibatkan bangunan yang dibangun mengikuti peraturan SNI 1726-2002 menjadi under designed. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas peningkatan beban gempa yang dapat mengakibatkan bangunan tidak memenuhi persyaratan SNI 1726-2012, sehingga dapat ditentukan tindakan yang tepat agar bangunan tetap memenuhi persyaratan code yang baru. Gaya gempa rencana tertinggi juga mengalami pergeseran, yaitu dari Kota Bengkulu pada tahun 2002 bergeser ke Kota Banda Aceh pada tahun 2012. Pergeseran ini dikarenakan pada tahun 2002 Kota Bengkulu termasuk dalam wilayah gempa 6 dan Kota Banda Aceh termasuk dalam wilayah gempa 4, namun pada tahun 2012, keadaan bergeser dimana parameter percepatan spektral disain Kota Banda Aceh lebih tinggi dibandingkan Kota Bengkulu. Sehingga pada Kota Banda Aceh mengalami kenaikan mencapai 81%, sedangkan Kota Bengkulu hanya 16%. Hasil analisis ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, apakah bangunan yang sudah berdiri di Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu, saat ini masih mampu menahan gaya gempa rencana sesuai SNI 17262012? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dilakukan penelitian yang lebih seksama dan lebih lengkap seperti cakupan semua jenis tanah, variasi model struktur, implikasi respon struktur dll. Apabila diketahui bangunan tidak mampu menahan gaya gempa rencana SNI 1726-2012, maka dapat dilakukan perkuatan struktur yang sesuai agar kekuatan bangunan memenuhi persyaratan SNI 1726-2012.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 207
Struktur
7. KESIMPULAN Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa: 1.
Gaya gempa rencana tahun 2012 tidak selalu lebih tinggi daripada gaya gempa rencana tahun 2002, tetapi tergantung pada percepatan respon spektral dari lokasi bangunan tersebut.
2.
Gaya gempa rencana di kota Bandar Lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Banjarmasin, Samarinda dan Makasar mengalami penurunan dari tahun 2002 ke 2012.
3.
Gaya gempa rencana di Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu, pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang sangat besar, sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih seksama terkait dengan kualitas bangunan yang sudah berdiri di kota tersebut.
4.
Peningkatan gaya gempa rencana yang besar sangat berpengaruh pada bangunan, terutama pada tingkattingkat bawah.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa Unggulan.
DAFTAR PUSTAKA ASCE 7-02. American Society of Civil Engineers. (2002). Minimum Design Loads for Buildings and other Structures, ASCE Standard, USA. Budiono, B (2002). Perkembangan Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa di Indonesia. Departemen Teknik Sipil ITB, Bandung. Budiono, Bambang. (2011). “Konsep SNI Gempa 1726-201X”. Seminar HAKI 2011. Budiono, B, dan Lucky S. (2011). Studi Komparasi Desain Bangunan Tahan Gempa dengan menggunakan SNI 31726-2002 dan RSNI 03-1726-201X. Penerbit ITB, Bandung. FEMA 451. (2006). NEHRP Recommended Provisions: Design Examples-August 2006. National Institute of Building Sciences. Washington, DC Ghosh. (1999). Impact of Seismic Design Provisions of 2000 IBC: Comaparison with 1997 UBC, SEAOC Convention 1999. Hanselman, Duane & Bruce Littlefield. (2002). Matlab Bahasa Komputasi Teknis. Andi Offset, Yogyakarta. Indarwanto, M (tanpa tahun). Teknologi Bangunan 6, Modul 4: Pembebanan dan Dimensi Beton Bertulang. Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB. Irsyam, M, dkk (2010). Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, eisi 2, Kementrian Pekerjaan Umum, Bandung, Juli 2010. Kusumastuti. (2010). Pengaruh Tinggi Struktur dan Jumlah Bentang Terhadap Kontribusi Mode pada Struktur Beton Bertulang Bertingkat Banyak dengan Pendekatan Kekakuan Kolom Shear Building dan Cara Muto, Tesis Magister Teknik Sipil UII. Purwono dan Takim A. (2010). “Implikasi Konsep Seismic Design Category (SDC) – ASCE 7-05 Terhadap Perencanaan Struktur Tahan Gempa Sesuai SNI 1726-02 Dan SNI 2847-02”, Seminar dan Pameran HAKI 2010 – Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia. PPTGIUG (1981). Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung. Dit.Jen. Tjipta Karya, DPU, Jakarta. SNI 03-1726-2002 (2002). Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, Departemen Kimpraswil PU, Bandung. SNI 03-1726-2012 (2012). Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Badan Standardisasi Nasional BSN. Widodo. (2001). Respon Dinamik Struktur Elastik. UII Press, Yogyakarta. Widodo. (2011). Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Widiarsono, Teguh. (2005). Tutorial Praktis Belajar Matlab. Yogyakarta
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 208
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013