ISBN 978-602-70471-2-9
PROKRASTINASI GURU Wahdan Najib Habiby (PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta) Email:
[email protected] Abstrak Prokrastinasi dalam dunia akademik yaitu jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik dengan ciri-ciri: penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi; keterlambatan dalam mengerjakan tugas; kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual; melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang meliputi dimensi prokrastinasi itu sendiri dan dimensi persepsi yang keliru. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi prokrastinasi guru adalah dengan melibatkan seluruh pihak terkait baik guru, sekolah, Kelompok kerja guru, maupun dinas. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi empat tahapan, yaitu: Pemetaan Kompetensi Guru; Pengorganisasian Kompetensi Guru; Pengembangan Kompetensi Guru; dan Pengevaluasian Kompetensi Guru. Efisiensi terhadap upaya mengatasi masalah prokrastinasi guru sangat tergantung dari faktor-faktor lokal yang meliputi hubungan antar manusia dan struktur kewenangan antar institusi yang saling membutuhkan kerjasama. Keyword: Prokrastinasi guru, Kewajiban guru, Guru Profesional.
property ini menggerakkan sistem kurikulum
PENDAHULUAN Salah satu faktor penentu keberhasilan/
serta sarana dan prasarana lainnya (hard
kegagalan sekolah adalah faktor sumber daya
property) sehingga layanan pendidikan dapat
manusia (SDM) pendidikan. Penanganan
terselenggara.
SDM pendidikan harus dilakukan secara
Guru
dalam
proses
pembelajaran
menyeluruh dalam kerangka sistem pengelo-
berfungsi sebagai motivator dan fasilitator bagi
laan SDM pendidikan yang bersifat strategis,
siswa untuk mengembangkan potensinya
terintegrasi, dan bersatupadu. Sekolah sangat
secara
membutuhkan
semua sarana pembelajaran yang tersedia serta
SDM
pendidikan
yang
optimal
dengan mendayagunakan
kompeten dan memiliki kompetensi tertentu
sistem
yang dibutuhkan agar dapat menunjang
Sebagaimana tertuang dalam Undang undang
keberhasilan
pekerjaannya.
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
Kualitas SDM di dalam penyelenggaraan
Pasal 39 Ayat 2: “pendidik merupakan tenaga
pendidikan merupakan “roh” dari sekolah. Soft
profesional yang bertugas merencanakan dan
556
pelaksanaan
pembelajaran
yang
kondusif.
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
melaksanakan proses pembelajaran, menilai
yang dimulai dengan pengakuan terhadap
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
profesi guru dan prioitas alokasi anggaran
dan
kemampuan
pendidikan nasional sebagaimana tertuang
profesional guru menjadi suatu keharusan yang
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tidak boleh diabaikan. Dalam tataran praktis,
Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
pengembangan
merupakan
menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah
investasi yang hasilnya tidak bersifat instant
daerah wajib memberikan layanan dan
atau merupakan investasi jangka panjang
kemudahan, serta menjamin terselenggarakan-
(long-term investment). Sementara masyarakat
nya pendidikan yang bermutu bagi setiap
cenderung menginginkan perubahan serta
warga negara. Selanjutnya dalam Pasal 31 ayat
perkembangan yang bersifat riil dan konkret.
4 Amandemen keempat terhadap UUD 1945
pelatihan....”.
Upgrade
kualitas guru
Pengembangan kualitas guru mengarah
mengamanatkan bahwa negara memprioritas-
kepada peningkatan soft skill yang tidak
kan angaran pendidikan sekurang-kurangnya
berwujud secara fisik (Ubrodiyanto 2007: 36).
20 persen dari APBN dan APBD. Hal tersebut
Jadi, perubahan sebagai dampak dari investasi
dikuatkan lagi oleh putusan Mahkamah
ini akan dapat diketahui tingkat keberhasilan-
Konstitusi No: 013/PUU-VI/2008 pemerintah
nya dalam waktu yang relatif lama. Pada saat
diwajibkan menyediakan anggaran pendidikan
yang bersamaan, pengembangan kualitas guru
20 persen dari APBN dan APBD untuk
menuntut
pelaksanaan
memenuhi kebutuhan pendidikan nasional
program yang berkesinambungan. Program
dengan alokasi anggaran untuk memenuhi
yang berkesinambungan juga berdasarkan
kebutuhan yang terkait dengan peningkatan
pada pemikiran akan perlunya melakukan
kualitas
refreshing
anggaran
perencanaan
dan
atas kemampuan yang telah
pendidikan. pendidikan
mengenai
alokasi
secara
spesifik
dikuasai sebelumnya. Tanpa pengembangan
ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 20
yang berkesinambungan, maka kompetensi
Tahun 2003 pada Pasal 29 Ayat 1.
guru semakin memudar seiring dengan berjalannya waktu. Menyadari
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan ke depan (forward linkage) dan kaitan ke
akan
proses
belakang (backward linkage). Forward linkage
peningkatan kualitas SDM tersebut, maka
berarti bahwa pendidikan yang bermutu
pemerintah
mewujudkan
merupakan syarat utama untuk mewujudkan
amanat tersebut melalui berbagai usaha
kehidupan bangsa yang maju, modern, dan
pembangunan pendidikan yang berkualitas
sejahtera. Backward linkage berarti bahwa
terus
pentingnya
berupaya
557
ISBN 978-602-70471-2-9
pendidikan yang bermutu tergantung pada
Pembaharuan sistem pendidikan tergantung
keberadaan guru yang bermutu, yaitu guru
pada bagaimana guru berpikir dan bertindak.
yang profesional, sejahtera, dan bermartabat.
Atau dengan kata lain, pembaharuan sistem
Oleh karena keberadaan guru yang bermutu
pendidikan bergantung pada penguasaan
merupakan syarat mutlak lahirnya sistem dan
kompetensi guru. Meskipun kedua regulasi
praktek pendidikan yang berkualitas. Maka
tersebut telah ditetapkan, namun menurut
hampir
ini
David Wijaya (2009: 71) masih ada berbagai
mengembangkan kebijakan yang mendorong
masalah terkait kondisi guru, yaitu: (1) adanya
keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu
keberagaman kemampuan guru dalam proses
kebijakan
oleh
pembelajaran dan penguasaan pengetahuan;
pemerintah di beberapa negara (Singapura,
(2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk
Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat)
mengetahui kemampuan guru; (3) pembinaan
adalah kebijakan intervensi langsung dalam hal
yang
peningkatan mutu serta memberikan jaminan
mencerminkan kebutuhan; dan (4) kesejah-
dan kesejahteraan guru yang memadai.
teraan guru yang belum memadai. Secara
Negara-negara tersebut berupaya meningkat-
spesifik, Danim (2002: 48) mengungkapkan
kan mutu guru dengan mengembangkan
bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di
kebijakan yang langsung mempengaruhi mutu
Indonesia
dengan melaksanakan sertifikasi guru (David
menunjukkan kinerja (work performance)
Wijaya, 2009: 70).
yang memadai. Ini menunjukkan bahwa
semua
yang
bangsa
di
dunia
dikembangkan
dilakukan
adalah
terhadap
guru
guru
belum
belum
mampu
Di Indonesia, dalam upaya peningkatan
kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh
mutu pendidikan nasional telah melakukan
derajat penguasaan kompetensi yang memadai.
pembaharuan sistem pendidikan nasional.
Jika masalah-masalah tersebut tidak diatasi,
Salah satu upaya yang telah dilakukan
maka akan berdampak pada rendahnya mutu
berkaitan dengan faktor guru adalah lahirnya
pendidikan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Sumber
Daya
Manusia
merupakan
tentang Guru dan Dosen serta Peraturan
sumber pengetahuan, keterampilan, dan ke-
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
mampuan yang terakumulasi di dalam suatu
Standar Nasional Pendidikan. Kedua regulasi
organisasi. Dewasa ini, sekolah menghadapi
tersebut merupakan kebijakan pemerintah
berbagai tantangan kompetitif terkait masalah
yang memuat usaha pemerintah untuk menata
globalisasi, peningkatan profitabilitas melalui
dan memperbaiki mutu guru di Indonesia.
pertumbuhan, modal intelektual, teknologi,
558
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
serta perubahan yang berkesinambungan.
dan kompetensi profesional. Berkaitan dengan
Dalam
tantangan
profesionalitas guru, pada pasal 20 Undang-
sekolah harus mengembangkan
Undang No. 14 Tahun 2005 menyebutkan
menghadapi
tersebut,
keunggulan
intangible
berbagai
keunggulan
bahwa kewajiban guru adalah sebagai berikut:
bersaing. Agar dapat menciptakan keunggulan
1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan
bersaing
sekolah
proses pembelajaran yang bermutu, serta
membutuhkan dukungan kepala sekolah serta
menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
karyawan sekolah yang berkualitas. Oleh
2)
karena itu, kepala sekolah harus dapat
kualifikasi akademik dan kompetensi secara
mengembangkan kompetensi, inovasi, dan
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
kreatifitas dirinya, serta berperan sebagai agen
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 3)
perubahan sehingga dapat melihat fungsi-
Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas
fungsi SDM sebagai sumber keunggulan
dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
disekolah.
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar
yang
atau
berkelanjutan,
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Meningkatkan
dan
mengembangkan
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
kualitas SDM guru-guru di Indonesia bagaikan
peserta
didik
”hidup segan mati tak mau”. Banyak guru yang
Menjunjung tinggi peraturan perundang-
tidak hanya gagap dalam beradaptasi dengan
undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan fenomena
nilai-nilai agama dan etika; dan 5) Memelihara
sosial kemasyarakatan, mereka juga terjebak
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
dalam kebiasaan menjadi ”robot” kurikulum
Merujuk kewajiban guru sebagai profesi diakui
dalam
pembelajaran;
profesionalitasnya,
4)
pendidikan. Prakarsa dan inisiatif para guru
yang
perlu
untuk belajar menggali metode, bahan ajar dan
dilakukan kajian khususnya pada poin 1 dan 2
pola relasi belajar-mengajar yang baru sangat
tentang kewajiban guru dalam mempersiapkan
minimalis.
pembelajaran hingga melakukan evaluasi serta
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
melakukan upaya peningkatan kualifikasi
tentang guru dan dosen pasal 32 menyebutkan
akademik atau kemampuan akademik guru-
bahwa upaya peningkatan kualitas guru
guru di Indonesia. Berdasarkan hasil observasi
dilakukan oleh pemerintah (pusat, propinsi,
di beberapa sekolah diwilayah Solo dan
dan kabupaten) meliputi pembinaan dan
Yogyakarta, ditemukan fakta banyaknya guru
peningkatan
pedagogik,
yang tidak membuat Silabus dan RPP, mereka
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
hanya menggunakan apa yang sudah ada dari
kompetensi
559
ISBN 978-602-70471-2-9
tahun-tahun sebelumnya sebagai dokumen
20 sudah dapat terkena sanksi hukum
kurikulum. Bahkan ada yang hanya berpatokan
sebagaimana
pada materi yang ada dalam buku pegangan
undangan
yang digunakan tanpa melakukan persiapan
disebutkan dalam poin (d) yaitu menjunjung
lain sesuai dengan kondisi siswa dan sekolah.
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
Sayangnya kondisi tersebut juga didukung
dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
dengan
etika.
minimnya
kemampuan
upaya
akademik
peningkatan
yang
diatur yang
dalam
sejatinya
perundangjuga
sudah
dibuktikan
dengan jarangnya guru mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas
Pengertian Prokrastinasi Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin
Secara
procrastination dengan awalan “pro” yang
individual, guru juga kurang tertarik atau malas
berarti mendorong maju atau bergerak maju
belajar
upaya
dan akhiran crastinus yang berarti keputusan
melaksanakan
hari esok, atau jika digabungkan menjadi
kewajibannya sebagai seorang guru yang
“menangguhkan atau menunda sampai hari
professioal
berikutnya”.
penyelenggaraan
pembelajaran.
secara
aktualisasi
mandiri
diri
sebagai
untuk
sebagaimana
manat
undang-
undang. Kondisi
Istilah
prokrastinasi
biasa
digunakan untuk menunjukkan pada suatu sejatinya
kecenderungan menunda-nunda penyelesaian
berseberangan dengan semangat dan upaya
suatu tugas atau pekerjaan, pertama kali
peningkatan kualiatas pendidikan nasional.
digunakan oleh Brown dan Holzman (dalam
Kemalasan dalam menyusun silabus dan RPP,
Rizvi dkk, 1997: 22). Seseorang yang
atau kemalasan dalam melakukan aktualisasi
mempunyai kecenderungan untuk menunda,
diri
kita
atau tidak segera memulai suatu kerja, ketika
menggunakan paradigma aliran hukum positif
menghadapi suatu kerja/suatu tugas disebut
John Austin, segala sesuatu yang sudah
sebagai
terformalisasi dalam bentuk Undang-undang
prokrastinasi. Tidak peduli apakah penundaan
mempunyai kekuatan hukum pasti dan bagi
tersebut mempunyai alasan atau tidak.
secara
guru
legal
tersebut
formal
apabila
seseorang
yang
melakukan
yang melanggarnya dapat dikenakan hukuman.
Ferrari (dalam Rizvi dkk., 1997: 29)
Jika paradigma ini ditarik dalam kasus
membagi prokrastinasi menjadi dua: (a)
kemalasan guru, maka setiap guru yang tidak
functional procrastination, yaitu penundaan
melaksanakan
sebagaimana
mengerjakan tugas yang bertujuan untuk
tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2005 pasal
memperoleh informasi yang lebih lengkap dan
560
kewajibannya
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
akurat, (b) disfunctional procrastination yaitu
diukur dan diamati, ciri-ciri tertentu tersebut
penundaan yang tidak bertujuan, berakibat
berupa:
jelek dan menimbulkan masalah. Ada dua
a. Penundaan
untuk
memulai
maupun
bentuk prokrastinasi disfunctional berdasarkan
menyelesaikan kerja pada tugas yang
tujuan mereka melakukan penundaan, yaitu
dihadapi.
decisional procrastination dan avoidance
b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.
procrastination. Decisional procrastination
c. Kesenjangan waktu antara rencana dan
adalah suatu penundaan dalam mengambil keputusan
dan
berhhubungan
kinerja aktual.
kelupaan,
d. Melakukan aktivitas lain yang lebih
kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak
menyenangkan daripada melakukan tugas
berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi
yang harus dikerjakan.
seseorang (Ferrari dalam Wulan, 2000: 12).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Avoidance procrastination atau Behavioral
prokrastinasi akademik dapat dikategorikan
procrastination adalah suatu penundaan dalam
menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan
perilaku yang tampak. Penundaan dilakukan
faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor-
sebagai suatu cara untuk menghindari tugas
faktor yang terdapat dalam diri individu yang
yang dirasa tidak menyenangkan dan sulit
mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu
untuk dilakukan. Prokrastinasi dilakukan untuk
meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis
menghindari kegagalan dalam menyelesaikan
dari individu. Faktor eksternal, yaitu faktor-
pekerjaan
yang
mendatangkan.
faktor yang terdapat di luar diri individu yang
Avoidance
procrastination
berhubungan
mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu
dengan tipe self presentation, keinginan untuk
antara lain berupa pengasuhan orang tua dan
menjauhkan diri dari tugas yang menantang,
lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan
dan implusif (Ferrari dalam Wulan, 2000: 43).
yang membentuknya.
akan
Prokrastinasi dalam dunia akademik yaitu
Dalam makalah ini, pengertian prokrasti-
jenis penundaan yang dilakukan pada jenis
nasi dibatasi sebagai suatu penundaan yang
tugas formal yang berhubungan dengan tugas
dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang,
akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas
dengan jenis disfungsional procrastination,
kursus. Ferrari, dkk. (1995: 65) mengatakan
yaitu penundaan yang dilakukan pada tugas
bahwa sebagai suatu perilaku penundaan,
yang penting, dan bisa menimbulkan akibat
prokrastinasi
yang
akademik
dapat
termani-
negatif
baik
kategori
decisional
festasikan dalam indikator tertentu yang dapat
561
ISBN 978-602-70471-2-9
procrastination
pro-
Spencer dan Spencer (1993: 93) membagi
crastination. Penundaan tugas penting yang
kompetensi atas dua kategori. Pertama,
dilakukan
dalam
threshold competencies, yaitu karakteristik
perangkat
utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar
oleh
kewajibannya persiapan
atau
avoidance
guru
adalah
mempersiapkan
pembelajaran,
dapat
dapat melaksanakan pekerjaannya. Kedua,
berupa
differentiating competencies, yaitu faktor-
pembelajaran yang tidak terarah yang berujung
faktor yang membedakan individu yang
pada kualitas pendidikan yang rendah. Serta
berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya,
kewajiban meningkatkan
seorang guru harus mempunyai kemampuan
menimbulkan
sehingga
akibat
negatif
kualifikasi
dan
kemapuan akademik.
utama mengajar. Itu berarti bahwa pada tataran threshold competencies, selanjutnya apabila guru tersebut dapat mengajar dengan baik,
Melacak Makna Kompetensi Guru Kompetensi
seseorang
meliputi
mengajarnya mudah dipahami, dan analisisnya
pengetahuan, keahlian, sikap, dan perilaku atau
tajam sehingga dapat dibedakan tingkat
dalam arti luas, kompetensi terkait strategi
kinerjanya, maka hal-hal tersebut sudah masuk
organisasi.
kategori differentiating competencies.
Pengertian
kompetensi
dapat
dipadukan dengan soft skill, hard skill, social
Kompetensi
pada
dasarnya
skill, dan mental skill (Hanafi, 2007: 78). Soft
menggambarkan apa yang seyogyanya dapat
skill meliputi intuisi dan kepekaan SDM. Hard
dilakukan (be able to do) seseorang dalam
skill meliputi pengetahuan dan keterampilan
suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku, dan
fisik SDM. Social skill meliputi keterampilan
hasil yang dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
dan hubungan sosial SDM. Mental skill
Agar
dapat
melakukan
meliputi mental SDM. Kompetensi adalah
pekerjaannya,
seseorang
harus
memiliki
karakteristik yang mendasari seseorang dan
kemampuan
(ability)
dalam
bentuk
berkaitan dengan efektifitas kinerja individu di
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
dalam pekerjaannya (Mitrani et al, 1992: 57).
keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang
Berangkat
maka
pekerjaannya. Maka kompetensi guru dapat
kompetensi seorang individu merupakan
dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang
sesuatu yang melekat dalam dirinya mencakup
seyogyanya dapat dilakukan seorang guru
motif, konsep diri, sifat, pengetahuan, dan
dalam
keahlian
berupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yang
dari
yang
definisi
dapat
memprediksi kinerjanya.
562
tersebut,
digunakan
untuk
melaksanakan
sesuatu
pekerjaannya,
dapat ditampilkan oleh guru.
dalam
baik
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
Depdiknas (2008) mengatakan bahwa
Prasarana,
Standar
Pengelolaan,
kompetensi guru juga dapat diartikan sebagai
Pembiayaan,
kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan
Pendidikan. Sebagaimana dijelaskan pada
sikap
bentuk
pasal 39, guru merupakan pendidik yang
perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung
bertugas merencanakan dan melaksanakan
jawab yang dimiliki seorang guru untuk
proses
memangku
profesi.
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki
pelatihan, serta melakukan penelitian dan
oleh setiap guru menunjukkan kualitas guru
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
yang sebenarnya. Suyanto dan Hisyam (2000:
pendidik di perguruan tinggi. Agar dapat
42)
memenuhi konstitusi tersebut, Pemerintah
yang
diwujudkan
jabatannya
mengemukakan
kompetensi
guru.
dalam
sebagai
tentang Pertama,
tiga
jenis
kompetensi
dan
Standar
Standar
pembelajaran,
telah
menetapkan
Penilaian
menilai
Standar
hasil
Tenaga
profesional, yaitu memiliki pengetahuan yang
Kependidikan yang meliputi persyaratan
luas dari bidang studi yang diajarkannya,
pendidikan prajabatan dan kelayakan, baik
memilih dan menggunakan berbagai metode
fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
mengajar dalam proses belajar mengajar yang
jabatan.
diselenggarakannya.
Kedua,
kompetensi
Persyaratan-persyaratan tersebut dapat
kemasyarakatan, yaitu memiliki kemampuan
kita
berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
guru, maupun masyarakat luas. Ketiga,
Standar
kompetensi
kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan
personal,
yaitu
memiliki
lihat
pada
Nasional
Penjelasan
Peraturan
Pendidikan.
pembelajaran
kepribadian yang mantap dan patut diteladani.
mengelola
Jadi, seorang guru akan mampu menjadi
meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
seorang pemimpin yang menjalankan peran:
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
ing ngarso sung tulada, ing madya mangun
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
karsa, dan tut wuri handayani.
peserta
didik
untuk
peserta
Pertama,
didik,
mengaktualisasikan
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
berbagai potensi yang dimilikinya. Kedua,
2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional,
kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan
pada pasal 35 ayat 1, Standar Nasional
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif,
Pendidikan meliputi Standar Isi, Standar
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar
dan berakhlak mulia. Ketiga, kompetensi
Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan
sosial, yaitu kemampuan pendidik sebagai
563
ISBN 978-602-70471-2-9
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
kompleks karena melibatkan dimensi emosi,
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
keterampilan, pikiran atau sikap dan faktor
sesama
lainnya
pendidik,
tenaga
kependidikan,
yang
tidak
disadari.
Dinamika
orangtua peserta didik, dan masyarakat sekitar.
‘menunda’ antar individu dan antar tugas
Keempat,
bersifat individual. Oleh karena itu, perlu
kompetensi
profesional,
yaitu
kemampuan penguasaan materi pembelajaran
pemahaman
secara
yang
bagaimana dan mengapa individu mengalami
memungkinkannya membimbing peserta didik
prokrastinasi merupakan sebuah langkah
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
penting. Masalah prokrastinasi akademik
pada Standar Nasional Pendidikan.
masih
luas
dan
mendalam
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
yang
mendalam
dianggap
sebagai
tentang
‘strange
phenomenon” karena bersifat kompleks.
Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Menurun McCown (Haycock, 1998: 75)
menerapkan standar kompetensi guru yang
dalam perspektif behavioristik, prokrastinasi
terkait dengan: (1) komponen kompetensi
merupakan
pengelolaan pembelajaran dan wawasan pen-
Sebaliknya, berdasarkan teori psikodinamik
didikan;
kompetensi
prokrastinasi merupakan mekanisme untuk
akademik/vokasional sesuai materi pembela-
menghindari kecemasan atau perlawanan
jaran; serta (3) pengembangan profesi. Ketiga
terhadap tuntutan atau pengabaian. Dalam
komponen standar kompetensi guru tersebut
literatur, masih jarang dijumpai bagaimana
mewadahi kompetensi profesional, personal,
model intervensi prokrastinasi akademik dan
dan sosial yang harus dimiliki oleh seorang
fakta di lapangan menunjukkan bahwa
guru. Jadi, untuk bisa dikatakan sebagai
fenomena ini dari waktu ke waktu semakin
profesional, guru harus memenuhi komponen-
mengemuka.
komponen kompetensi di atas. Dengan adanya
(khususnya kepala sekolah) dapat mengambil
fenomena prokrastinasi guru menunjukkan
langkah-langkah proaktif untuk meminimal-
bahwa tingkat profesionalitas guru kita masih
kan gejala prokrastinasi akademik pada guru.
(2)
komponen
rendah.
kebiasaan
Oleh
yang
karena
itu,
dipelajari.
sekolah
Terjadinya fenomena kemalasan guru mempunyai dua dimensi yang saling berhubungan, pertama adalah dimensi prokrastinasi
Penyebab Prokrastinasi Guru Ungkapan “procrastination is a strange phenomenon”
mengindikasikan
fenomena
merupakan
564
ini
sesuatu
bahwa yang
dan yang kedua adalah dimensi persepsi.
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
a. Dimensi Prokrastinasi Individual
tentang Standar Nasional Pendidikan pada
Faktor internal prokrastinasi akademik
pasal 17 ayat 2 dan pasal 20. Berdasarkan
yang terjadi ditengah guru-guru di Indonesia
landasan formal tersebut, Masnur Muslih
adalah
guru,
(2008: 42) menyimpulkan bahwa “silabus dan
sebagaimana terjadi di Amerika menurut hasil
RPP dikembangkan oleh: (1) guru kelas/mata
penelitian Helenrose Fives, (2003: 21) yang
pelajaran; (2) kelompok guru kelas/mata
disebabkan oleh rendahnya motivasi serta
pelajaran;
mentalitas yang buruk. Sedangkan faktor
(PKG/MGMP);
eksternal berupa ekses dari budaya yang
Kesimpulan ini berimplikasi pada pemahaman
terbangun dalam masyarakat, budaya malas,
sempit “jika sudah ada produk Silabus dan RPP
budaya menjiplak, dan budaya menggampang-
yang dikembangkan oleh kelompok guru
kan pekerjaan. Beberapa budaya negatif
kelas/Dinas/PKG, maka setiap guru tidak
tersebut mengakibatkan sulitnya mencari guru
berkewajiban membuat Sibus dan RPP,
profesional dalam sekolah-sekolah (Judith
sehingga cukup mengikutinya saja”.
karena
rendahnya
SDM
Schellenbach-Zell & Cornelia Gräsel, 2010: 37).
(3)
kelompok atau
kerja
dinas
guru
pendidikan”.
Persepsi seperti ini umumnya dianut oleh guru, sehingga guru tidak memiliki motivasi
Prokrastinasi akademik guru di Indonesia
dan
tidak
merasa
memiliki
kewajiban
juga disebabkan karena ketidak seriusan
membuat Silabus dan RPP. Silabus dan RPP
pemerintah
dalam
membangun
sistem
biasanya dibuat oleh guru jika akan ada tim
pendidikan
(Tilaar,
2006:
adanya
pengawas yang datang, jika akan mengajukan
sebagai
akreditasi, maupun akan sertifikasi. Kenyataan
cerminan betapa rapuhnya pondasi pendidikan
ini diperparah dengan adanya aksi-aksi otoriter
kita. Inkonsistensi kebijakan didukung dengan
dari guru dan sekolah saat ada mahasiswa
lemahnya kontrol dari Dinas pendidikan
melakukan KKN/PPL/Magang di sekolahnya,
semakin menguatkan budaya negatif dalam
biasanya
masyarakat
membuatkan
kebijakan
yang
15),
berubah-rubah
terintegrasi
dalam
dunia
mereka
meminta
Silabus
dan
mahasiswa RPP
untuk
pendidikan.
kepentingan-kepentingan sempit. Hal yang
b. Dimensi Kekeliruan Persepsi
demikian menunjukkan Silabus dan RPP yang
Apabila terdapat pertanyaan siapakah
dibuat guru tidaklah dimaksudkan untuk
yang berkewajiban menyusun Silabus dan
peningkatan
mutu
pembelajaran
RPP? Kebanyakan guru akan merujuk pada PP
pengajaran,
melainkan
Rebublik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
dilakukan karena faktor eksternal. Menurut
(pada
dan
umumnya)
565
ISBN 978-602-70471-2-9
Lee (1996: 24), peningkatan pemahaman,
ahli pendidikan, maka tidak perlu dilakukan
persepsi dan penerimaan guru merupakan
kajian ulang. Padahal, seringkali penulis buku
langkah
mendapatkan
ajar seringkali kalah dengan kepentingan pihak
perubahan
penerbit yang menginginkan buku ajar setebal-
kurikulum. Oleh karena itu kemampuan guru
tebalnya agar lebih laku dipasarkan, dan pada
memahami tugas-tugasnya adalah salah satu
akhirnya mengabaikan faktor kemampuan,
indikator penting dalam melihat keberhasilan
kebutuhan siswa, maupun kualitas pendidikan.
penting
keberhasilan
untuk
dalam
suatu
inovasi kurikulum ini di tingkat sekolah. Padahal jika merujuk pada UU guru dan
SOLUSI: SEBUAH USULAN AWAL
dosen, tugas penyusunan Silabus dan RPP
Suatu usulan inovasi yang baik menurut
adalah kewajiban guru yang harus dipenuhi.
Fullan (1993: 80-88) hendaknya memperhati-
Dalam konteks inovasi pendidikan (Fullan,
kan enam karakteristik: membangun visi yang
1993: 63), pemahaman adopsi terhadap suatu
jelas (vision building); mengambil inisiatif
model harus dilakukan secara selektif dan kritis
pemberdayaan SDM (initiative taking and
berkaitan dengan relevansi, kapasitas dan
empowerment); meningkatkan SDM staf
kebutuhan, serta dapat diterapkan. Artinya
(Staff
produk Silabus dan RPP yang dihasilkan pihak
melakukan restrukturisasi
lain belum tentu tepat diaplikasikan pada kelas
budaya sekolah (restructuring); melakukan
masing-masing
monitoring
guru
karena
perbedaan
development/resources
program
assistance);
SDM maupun
(monitoring/problem
karakteristik siswa dan kondisi-kondisi khusus
coping); dan melakukan evaluasi (evaluation
lainnya. Guru sebagai pihak yang dianggap
Planing). Maka usulan solusi prokrastinasi
paling mengerti kebutuhan siswa hendaknya
yang saya ajukan meliputi beberapa langkah
menyadari
sebagai berikut:
betul
hal
tersebut,
sehingga
kesalahan persepsi dapat diminimalisir.
a. Tahap I. Pemetaan Kompetensi Guru.
Kesalahan persepsi yang lain adalah
Pada tahap ini, sekolah harus berpijak
mengikuti konsep dan materi yang ada pada
pada visi dan misinya kemudian diterjemahkan
buku ajar yang dijadikan buku pegangan, tanpa
ke dalam strategi fungsional sekolah. Visi dan
melakukan
kedalaman,
misi sekolah diterjemahkan ke dalam strategi
keluasan, dan kesesuaian materi dengan tingkat
pengelolaan guru, kemudian diterjemahkan
perkembangan (sosial, emosi, kognitif) siswa.
menjadi tuntutan kompetensi guru yang harus
Kebanyakan guru beranggapan bahwa buku
dipenuhi. Kompetensi guru kemudian dipeta-
ajar yang ada di pasaran adalah produk para
kan agar lebih mudah dalam pengelolaannya.
566
kajian
terhadap
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
Pemetaan
kompetensi
guru
merupakan
perilaku individu dan kelompok yang terlibat
rancangan kompetensi
guru
yang akan
dalam perubahan. Adanya pengertian yang
dibangun sekolah (kompetensi inti dan
sama,
kompetensi pendukung). Apabila visi dan misi
profesionalisme interaktif bersama-sama bisa
sekolah yang sudah ada tidak mendukung
mewujudkan perubahan yang berarti (Fullan,
tercapainya perencanaan ini, maka perlu
1993: 141).
melakukan revisi terhadap visi dan misi
b. Tahap II. Pengorganisasian Kompetensi
tersebut, sehingga terjadi integrasi yang efektif. Pada tahap ini, kepala sekolah perlu
pengakuan
yang
sama,
dan
Guru. Setelah pemetaan kompetensi guru
melaksanakan fungsinya sebagai “leadership”
diketahui,
dan “management”, Louis dan Miles (dalam
pengelompokan kompetensi guru tersebut.
Fullan, 1993: 159), mengemukakan tugas
Pengelompokan dilakukan melalui penentuan
utama bagi “leadership” dan “management”.
bidang-bidang
Aspek kepemimpinan meliputi: 1) meng-
merupakan tonggak sekolah, maupun bidang
artikulasi visi, 2) mendapatkan kepemilikan
kompetensi pendukung. Pada tahap ini perlu
bersama, 3) merencanakan evolusi. Sedangkan
membentuk
fungsi managemen menekankan pada: 1)
berdasarkan konsentrasi dan keahlian masing-
bernegosiasi antara tuntutan sumber daya
masing untuk memetakan bidang-bidang
dengan lingkungan, 2) koordinasi dalam
kompetensi yang akan dirumuskan, sehingga
memecahkan masalah. Sementara itu, yang
kompetensi
perlu dilakukan kepala sekolah dalam tahap ini
dirumuskan secara tepat. Tujuan dibentuknya
adalah melibatkan seluruh staf sekolah dalam
kelompok guru bukan hanya dimaksudkan
penyusunan
sekolah
untuk berunding dan merumuskan bidang
maupun pemetaan kompetensi guru (Benor,
kompetensi, tetapi juga bertujuan menciptakan
1989: 38), keterlibatan seluruh staf berfungsi
budaya kolaborasi antar guru sebagaimana
sebagai reduksi terhadap penolakan-penolakan
argumen Hargreaves (1991 dalam Fullan,
inovasi oleh pihak-pihak yang merasa tidak
1993: 139) bahwa guru harus membangun
terlibat
sebuah
“budaya berkolaborasi” bukan “kolektif yang
perubahan itu dianggap baik tergantung pada
dibuat”. Membangun budaya kolaboratif antar
penilaian seseorang, apakah terlaksana atau
guru setidaknya dapat menciptakan suasana
tidak, dan apa konsekuensi-konsekuensinya.
harmonis, meminimalisir persaingan negatif,
Perubahan bisa terwujud tergantung pada
dan akan terjadi transfer/ koreksi secara
strategi
secara
fungsional
langsung karena
sekolah
harus
kompetensi
melakukan
inti
kelompok-kelompok
inti
dan
pendukung
yang
guru
dapat
567
ISBN 978-602-70471-2-9
berkesinambungan terkait dengan kompetensi
dimiliki guru. Hanafi (2007: 53) menjelaskan
guru.
beberapa manfaat yang dapat diterima dengan
c. Tahap III. Pengembangan Kompetensi
adanya peta kompetensi guru, yaitu: (1)
guru.
sekolah dapat mengetahui guru mana yang siap
Pengembangan
guru
mengisi posisi tertentu yang sesuai dengan
penilaian
kompetensi yang dituntut serta bagaimana cara
terhadap kompetensi guru pada saat ini.
untuk menarik atau menyeleksi calon guru,
Kemudian dibandingkan dengan pemetaan
baik dari dalam sekolah maupun dari luar
kompetensi guru yang telah dibuat, sehingga
sekolah; (2) sekolah dapat mengetahui arah
diketahui besarnya “gap” antara kompetensi
pengembangan guru, bukan hanya sekedar ikut
guru yang harus dimiliki dengan kompetensi
tren pengembangan guru yang ada, tetapi
guru yang diharapkan. Selanjutnya sekolah
benar-benar mengembangkan guru sesuai
melakukan berbagai upaya pengembangan
dengan kebutuhan kompetensinya; (3) sekolah
kompetensi guru melalui seperangkat pelatihan
dapat
sehingga peta kompetensi guru tersebut dapat
kompensasi guru; (4) sekolah dapat menyusun
terisi dengan baik.
perencanaan karier yang lebih pasti bagi
dilakukan
dengan
kompetensi melakukan
Pada tahap ini peran kepala sekolah sebagai “desainer” dan “pengawas” (Zoe
lebih
adil
dalam
memberikan
gurunya; dan (5) sekolah dapat menilai kinerja guru secara lebih adil.
Agashae dan John Bratton, 2001: 92-94) sangat dibutuhkan. Kepala sekolah perlu mendesain
d. Tahap IV. Pengevaluasian Kompetensi
pelatihan-pelatihan maupun upaya pengem-
Guru.
bangan kompetensi guru yang lain baik dengan
Sekolah melakukan evaluasi terhadap
memaksimalkan potensi internal maupun
kompetensi
mendatangkan motivator, inovator, konsultan
dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana
ahli, dll, sebagai tindak lanjut dari identifikasi
upaya yang dilakukan telah mencapai peta
terhadap tingkat kompetensi guru-gurunya
kompetensi guru yang diharapkan. Evaluasi
sesuai dengan kebutuhan sekolah.
tersebut harus memperhatikan perkembangan
Program
dibangun
dan
situasi sekolah yang ada. Sekolah juga harus
untuk
melakukan berbagai penyesuaian terhadap peta
membangun kompetensi guru. Penentuan arah
kompetensi guru dalam program pengem-
karier, pengelolaan kinerja dan kompensasi
bangan kompetensi akademiknya. Pada tahap
guru juga berdasarkan pada kompetensi yang
ini dapat dilakukan dalam bentuk evalusi
568
guru
pelatihan
yang
dan
pengembangan
sosialisasi,
guru
dilakukan
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
berkala, baik yang dilakukan pasca treatment
Tugas kelompok guru kelas/kelompok guru
maupun diadakan tes kompetensi secara
mata pelajaran: mengevaluasi Silabus dan
periodik (bulanan/ 3 bulanan/6 bulanan).
RPP yang dibuat guru kelas/guru mata
Pengawasan terhadap berjalannya program
pelajaran pada tiap Rayon, kemudian
dilakukan oleh seluruh staf sekolah dibawah
memberikan catatan-catatan kepada guru
pengawasan dari kepala sekolah secara
tertentu yang dinilai kurang baik Silabus
langsung.
dan RPP-nya.
Sehingga
harapan
tehadap
peningkatan kompetensi guru mencapai target yang ditetapkan.
Tugas kelompok kerja guru: merumuskan langkah-langkah
untuk
peningkatan
kemampuan guru dalam membuat Silabus BEBERAPA SARAN PIHAK TERKAIT Sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran
guru
dalam
menjalankan
kewajibannya dan mengatasi prokrastinasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dan
RPP.
Serta
mendalam
melakukan
terhadap
kajian
permasalahan-
permasalahan guru yang muncul dalam upaya pembuatan Silabus dan RPP Tugas
Dinas
pendidikan
daerah:
oleh pihak-pihak terkait:
merealisasikan rumusan kelompok kerja
a. Dinas Pendidikan Daerah
guru dalam suatu pelatihan berkala, dan
Sebagai pemangku kebijakan pendidikan
melakukan
skoring
terhadap
kualitas
pada level terendah, Dinas pendidikan daerah
Silabus dan RPP masing-masing guru
hendaknya melakukan kontrol yang ber-
berdasarkan laparan kelompok guru dan
kesinambungan menyangkut persiapan, pelak-
kelompok kerja guru yang nantinya dapat
sanaan, dan evaluasi pembelajaran. Kontrol
digunakan sebagai bahan pertimbangan
dapat dilakukan melalui sebuah kebijakan yang
untuk kenaikan pangkat maupun sertifikasi.
mengatur fungsi dan pembagian tugas (guru
Jadi, pembuatan Silabus dan RPP yang
kelas/guru mata pelajaran, kelompok guru
dilakukan
mata pelajaran/kelompok guru mata pelajaran,
pembelajaran menjadi komponen inti terhadap
kelompok kerja guru, dan tugas Dinas
penilaian kinerja guru. Bukan berdasarkan
Pendidikan sendiri) agar tidak terjadi tumpang
aspek pertimbangan jumlah jam mengajar (24
tindih serta pengkaburan tugas dan tanggung
jam dalam satu minggu) yang justru sangat
jawab masing-masing. Sebagai contoh:
tidak relevan dan berkeadilan dalam pra syarat
Tugas guru kelas/guru mata pelajaran:
pemberian insentif.
guru
sejak
awal
kegiatan
membuat Silabus dan RPP
569
ISBN 978-602-70471-2-9
b. Kepala Sekolah
c. Guru
Diantara sekian banyak peran dan fungsi
Beberapa hal yang perlu dilakukan guru
kepala sekolah, peran kepala sekolah sebagai
adalah:
“inisiator” dan “manager “ harus berfungsi
a. Membangun komunikasi dan diskusi antar
secara baik dalam upaya ini.
guru maupun dengan kepala sekolah
1) Peran kepala sekolah sebagai “inisiator”
sehingga tercipta suasana kebersamaan
harus muncul tatkala belum ada langkah
dalam semangat meningkatkan mutu
konkrit dari dinas pendidikan daerah dalam
pelayanan pendidikan di sekolahnya
usaha menumbuhkan kesadaran guru dalam menjalankan kewajibannya. Secara aktif dan kreatif kepala sekolah harus berani berinisiatif membuat suatu peraturan yang mengatur
secara
kewajiban
guru.
ketat
pemenuhan
Peraturan
tersebut
hendaknya dikemas secara bijaksana dalam
b. Membangun
budaya
taat
terhadap
peraturan dan saling mengingatkan c. Merubah
persepsi
yang
keliru
dan
menyadari kewajiban profesinya d. Melakukan evaluasi secara terus menerus dalam praktek pembelajarannya. e. Memposisikan
diri
sebagai
bingkai Managemen Berbasis Sekolah
profesional yang sarat inovasi.
(MBS) yang berorientasi pada peningkatan
f. Menciptakan budaya kolaboratif.
pengajar
mutu pendidikan di sekolah bersangkutan 2) Fungsi sebagai “manager” berkaitan dengan
PENUTUP
kontrol secara berkesinabungan terhadap
Usulan langkah-langkah upaya mengatasi
kebijakan serta pelaksanaan pembelajaran
prokrastinasi guru yang telah di uraikan
yang sesuai dengan Silabus dan RPP
memerlukan
masing-masing guru. Pada sisi ini perlu juga
(Guru/Sekolah/KKG/Dinas). Tidak ada suatu
dibuat reward and punishment agar setiap
penyelesaian yang tepat dan pasti terhadap
guru dapat berkompetisi secara sehat dan
suatu
teratur. Disamping itu, kepala sekolah juga
penyelesaian
perlu
pelatihan-pelatihan
permasalahan sangat tergantung dari faktor-
maupun workshop agar para guru juga
faktor lokal antara lain meliputi hubungan
mengalami
Jika
antar manusia dan struktur wewenang dari
motivator
institusi-institusi yang saling berhubungan dan
mengadakan
peningkatan
memungkinkan,
dihadirkan
ataupun konsultan ahli.
570
skill.
pelibatan
permasalahan. atau
seluruh
personil
Efisiensi
tanggapan
saling membutuhkan kerjasama.
dari
terhadap
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
Daftar Pustaka Austin, P. Kevin. (2007). Procrastination (Online). www.counseling.caltech.edu /articles/procrastination. Diakses 25 Desember 2011. Azkiyah, Siti Nurul, 2015. “Improving Teachers Teaching Quality; Reflection and Recomendation”. Dalam Redesain Pendidika Guru, Jejen Musfah (ed.). Jakarta: Kencana Azwar, S. (1995). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Binder, Kelly. (2000). The Effects of an Academic Procrastination Treatment on Students Procrastination and Subjective Well-Being (Online). http//www.nlcbnc.ca. (13 Januari 2012). Blunt, Allan, Pycyl A. Timothy. (2004). Project systems of procrastinators: a personal project-analytic and action control perspective (Online). http//www.elsevier.com/locate/paid. (11 Januari 2011). David Wijaya. (2009). “Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi Guru dalam Rangka Membangun Keunggulan Bersaing Sekolah”. Jurnal Pendidikan Penabur No.12/Tahun ke-8/Juni 2009 Fullan, Michael. G. (1993). The new meaning of educational change. New York: Teachers College Press. 2nd edition. Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan IdeIde Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional Haryono, A. 2006. Tantangan Profesionalime Guru Ekonomi dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ekofeum online. www.ekofeum.or.id. Diakses 11 Januari 2011 Helenrose Fives, (2003). “Teacher Efficacy and Teacher Knowledge: A Theoretical
Review: Paper presented at the American Educational Research Association Annual Conference, April 2003 – The University of Maryland, Chicago Judith Schellenbach-Zell & Cornelia Gräsel,(2010). “Teacher motivation for participating in school innovations – supporting factors”. Journal for Educational Research Online Journal für Bildungsforschung Online. Volume 2 (2010), No. 2. Lee, C. K. 1996. Environmental Education in the Primary Curriculum in Hong Kong. www.fed.cuhk.edu.hk. Diakses 11 Januari 2011 Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press. Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesinal Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press. Sheldon, K. 1981. Curriculum Innovation: Teacher Commitment, Training, and Support. www.eric.ed.gov. Diakses 11 Januari 2011 Tilaar, H.A.R. & Riant Nugroho. (2006). Kebijakan pendidikan. Jakarta: Pustaka Pelajar. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Zainal Arif. (2011). Konsep dan model pengembangan kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Zoe Agashae dan John Bratton, 2001. Leaderfollowers: developing a learning environment. Journal of workplace learning. 2001. Vol. 13, ¾. ProQues Educational Jurnals
Biodata Penulis Wahdan Najib Habiby, S.Th.I., M.Pd Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kelahiran Demak, 21 Juli 1982. Menamatkan S1 di UIN Sunan Kalijaga Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin pada tahun 2007, dan menamatkan S2 di Program Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta dengan Konsentrasi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada tahun 2013. 571