Sekretariat Negara Republik Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan Sebagai Momentum Untuk Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Kehidupan Demokrasi M. Hatta Rajasa Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Pengantar Peringatan Proklamasi Hari Kemerdekaan RI yang ke-63 tahun ini bertepatan dengan peringatan seabad Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1908 - 20 Mei 2008. Bertemunya dua momentum yang sangat bersejarah dalam perjalanan hidup bangsa dan rakyat Indonesia itu, tentu mengharuskan kita untuk memaknai peringatan hari proklamasi kemerdekaan kali ini, secara lebih substantif dan lebih berkualitas. Sebagai sebuah bangsa besar yang sangat menghargai sejarah serta perjuangan para pahlawannya di masa lalu, maka kedua momentum bersejarah itu, harus dapat kita usahakan untuk bisa diserap inspirasinya, sebagai bekal kita dalam menapak perjalanan bangsa ini sekarang dan di masa datang.
Tentu saja, hal terpenting dalam menghayati cita-cita Proklamasi Kemerdekaan itu adalah tekad dan semangat kita untuk menjadikan nilai-nilai Proklamasi tidak hanya sebatas “ritual historis―, akan tetapi harus dapat kita maknai sebagai sebuah “tugas historis―. Artinya, nilai dan visi Proklamasi Kemerdekaan itu seharusnya menjadi pedoman dan kerangka evaluasi terhadap pengelolaan nationstate Indonesia.
Dari perspektif Pemerintah, maka mewujudkan tugas historis itu tentu telah disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman. Antara lain, saat ini di era globalisasi yang sarat dengan daya saing dan tuntutan untuk mengedepankan demokrasi dan pemberdayaan seluruh warga negara, maka Pemerintah telah menggunakan prinsip community development untuk membangun negeri ini dengan mengutamakan pemberdayaan segenap komponen masyarakat untuk ikut berperan serta dan terlibat aktif dalam pembangunan.
Prinsip community development itu dipilih, karena pemerintah mengutamakan adanya pembangunan yang sanggup mencetak pertumbuhan ekonomi secara merata (growth with equity). Pemerintah bertekad bahwa penyelenggaraan pembangunan itu harus melibatkan masyarakat dan harus diarahkan agar hasil-hasil pembangunan itu dapat dirasakan langsung oleh seluruh masyarakat. Hal itu akan mendorong adanya keberlanjutan pembangunan dengan partisipasi seluruh masyarakat (growth must be inclusive, growth must be sustainable, and growth must be broadbased).
Pelaksanaan dari prinsip community development itu dilaksanakan seiring dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan atau lazim dikenal dengan good governance . Kita tentunya patut bersyukur bahwa negeri kita dikaruniai oleh Allah SWT dengan banyak sekali sumber daya alam dan berbagai potensi lainnya yang luar biasa, namun untuk dapat mengelola semua itu, agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan mengedepankan partisipasi masyarakat, sangat dibutuhkan good governance dengan akuntabilitas yang setinggitingginya.
Tentu saja, pemahaman mengenai good governance itu harus dalam arti yang seluas-luasnya dan tidak sebatas pada reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi saja. Selain itu good governance itu harus terus dilanjutkan dan ditumbuhkembangkan sehingga akan menjadi good sustainable governance, atau tata pengaturan yang baik dan berkelanjutan. Di dalam prinsip good governance terkandung empat nilai utama (main values) yaitu transparansi atau keterbukaan (transparency), partisipasi atau peran serta (participation), ketaatan pada aturan hukum yang berlaku (rule of law) dan akuntabilitas yang dapat dipertanggung jawabkan (accountability).
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Wujud dari aktualisasi pelaksanaan good governance dalam arti luas di tanah air itu, adalah peningkatan kualitas penyelenggaraan kehidupan demokrasi, yang harus terus kita tingkatkan dari tahun ke tahun. Pada makalah ini, penulis akan memberikan refleksi singkat tentang peningkatan kualitas penyelenggaraan kehidupan demokrasi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Mengingat luasnya materi itu, maka penulis akan memilih untuk memberikan refleksi yang menyangkut tentang peran partai politik sebagai lembaga aggregasi kepentingan politik, sekaligus wahana pembelajaran politik masyarakat dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada).
Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Demokrasi di Tanah Air Dalam ranah politik nasional, masa transformasi penyelenggaraan kehidupan demokrasi di Indonesia mengalami fase transisi yang fundamental pada tahun 1998. Pada saat itu, bangsa ini yang diwakili oleh MPR berupaya menata kembali kehidupan demokrasinya melalui perubahan konstitusi. Perubahan konstitusi (UUD 1945) yang dilakukan oleh MPR pada masa itu merupakan agenda reformasi yang ‘terpenting’. Prinsip pokok yang mendasari perubahan konstitusi itu adalah untuk mencapai tatanan demokrasi yang partisipatif (participatory democracy). Ide dasar dari demokrasi partisipatif itu adalah untuk meningkatkan pendalaman pembelajaran demokrasi, khususnya yang terkait dengan pemahaman tentang hak-hak politik masyarakat melalui perluasan partisipasi masyarakat dalam pengambilan berbagai keputusan politik, yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
Melalui kerja keras dari Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), maka kita telah berhasil menegakkan dua pilar penting dalam ranah penyelenggaraan kehidupan demokrasi di tanah air, yaitu: Pertama, adalah pembatasan masa jabatan presiden/wakil presiden; dan Kedua, adalah pemilihan presiden/wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Tentu saja berhasilnya kita menegakkan kedua pilar itu merupakan suatu prestasi penyelenggaraan kehidupan demokrasi yang sangat luar biasa, mengingat selama berpuluh-puluh tahun pasca kemerdekaan, tatanan penyelenggaraan kehidupan demokrasi di tanah air, belum memungkinkan adanya proses alih pimpinan nasional yang luwes dan dinamis.
Puncak dari prestasi terbesar bangsa ini, dalam penyelenggaraan kehidupan berdemokrasi, di 10 tahun terakhir, adalah ketika kita bersama-sama melaksanakan pemilihan umum anggota DPR dan Pimpinan Nasional secara langsung di tahun 2004 lalu. Kita masih ingat bahwa pelaksanaan Pemilu Langsung yang kita laksanakan itu berhasil dengan sukses dan kita mendapatkan pujian dari masyarakat internasional. Beberapa media bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara demokratis terbesar nomor 3 di dunia, setelah India dan Amerika Serikat.
Untuk kedepannya, maka agar peningkatan kualitas penyelenggaraan demokrasi di tanah air dapat terjamin, maka sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah, pemerintah telah menetapkan arah kebijakan jangka pendek-menengah (sampai dengan 2009) di bidang politik sebagai berikut:
- Mewujudkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh dengan mempertegas tugas, wewenang dan tanggungjawab dari seluruh kelembagaan negara/pemerintahan yang berdasarkan mekanisme checks and balances; - Memperkuat peran masyarakat sipil (civil society); - Memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; - Mewujudkan pelembagaan dan mendorong berjalannya rekonsiliasi nasional beserta segala kelengkapan kelembagaannya; serta - Menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Untuk jangka panjang, yaitu sampai dengan tahun 2025, mendatang, maka sesuai dengan Undang-Undang nomor 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), maka arah kebijakan jangka panjang di bidang politik itu ditetapkan sebagai berikut:
- Mewujudkan struktur politik yang lebih mapan dan sempurna dengan keberadaan sebuah proses pelembagaan demokrasi yang lebih baik, yang akan sanggup menciptakan berlangsungnya konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan. - Meningkatkan kemandirian dan kedewasaan masyarakat dalam penataan peran negara untuk terbentuknya struktur masyarakat madani yang kuat. - Mewujudkan proses politik yang berbasiskan pada pengalokasian/representasi kekuasaan secara lebih berkualitas. - Mengembangkan penanaman nilai-nilai demokrasi, untuk membangun budaya politik masyarakat khususnya yang menyangkut penghormatan nilai- nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan dan nilai- nilai toleransi. - Meningkatkan peran komunikasi dan informasi untuk pencerdasan masyarakat dalam kehidupan berpolitik.
Keberhasilan kita dalam mengaktualisasikan kedua pilar transformasional yang telah disampaikan diatas, telah memberikan dampak derivatisasi dari pilar kedua, yaitu pelaksanaan pemilihan kepada daerah secara langsung oleh rakyat atau lazim dikenal dengan Pilkada secara langsung.
Pilkada pada hakekatnya adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Landasan hukum yang terpenting tentang Pilkada tercantum pada pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
Pemilihan secara demokratis sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 pasal 18 ayat 4 tersebut, kemudian dijabarkan dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi pemilihan yang dilakukan oleh rakyat secara langsung dengan persyaratan dan tata cara yang telah ditentukan. Persyaratan dan tata cara yang dimaksud diantaranya adalah bahwa pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh sejumlah dukungan.
Didalam perkembangan selanjutnya kehidupan demokrasi di tanah air muncullah fitur baru dalam proses Pilkada. Fitur baru itu adalah wacana tentang keberadaan calon perseorangan, yaitu calon yang dapat mengikuti Pilkada tanpa diajukan/dicalonkan oleh Partai Politik ataupun gabungan Partai Politik manapun. Keberadaan calon perseorangan ini mengemuka setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan yang dalam amar keputusannya menyatakan bahwa pasalpasal dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan hanya memberikan kesempatan kepada calon yang diajukan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945.
Keberadaan calon perseorangan bagaimanapun akan memberikan dimensi baru dalam kancah kehidupan perpolitikan nasional. Sebagai bagian dari butir refleksi peningkatan kualitas penyelenggaraan demokrasi, maka pada makalah ini akan diulas sampai sejauh mana keberadaan calon perseorangan itu dalam memfasilitasi proses pembelajaran http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
demokrasi dalam kehidupan masyarakat.
Calon Perseorangan vis a vis Parpol dalam Pembelajaran Demokrasi Proses pelaksanaan Pilkada telah berjalan secara intensif selama hampir 3 tahun belakangan ini. Sejak dilaksanakan pertama kali pada bulan Juni tahun 2005 hingga akhir April tahun 2008 lalu, proses Pilkada telah berlangsung di 355 daerah, terdiri dari 22 provinsi, 272 kabupaten, dan 61 kota dengan tingkat partisipasi masyarakat rata-rata 74%. Harus diakui bahwa meskipun masih terdapat berbagai kelemahan di beberapa kasus, namun secara umum penyelenggaraan Pilkada langsung dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan pelaksanaan Pilkada ini, menunjukkan bahwa masyarakat kita pada dasarnya sudah cukup siap untuk berdemokrasi.
Dari perspektif pembelajaran demokrasi kepada masyarakat, maka salah satu hal terpenting dalam konteks Pilkada langsung adalah upaya menjadikan Pilkada langsung sebagai arena pembelajaran politik masyarakat. Khususnya untuk mencetak lahirnya negarawan, negarawan yang punya visi jauh ke depan, bukan sekelompok orang tertentu yang hanya terpukau oleh kepentingan jangka pendek bagi diri dan kelompoknya saja.
Dalam hal itu, maka partai politik menduduki peran yang cukup penting. Karena sebagai sebuah kelembagaan yang terstruktur, partai politik adalah sebuah inkubator untuk melahirkan negarawan itu. Walaupun harus diakui bahwa sekarang ini dikalangan masyarakat ditengarai telah terjadi pengurangan atau reduksi dari kredibilitas partai politik dalam menjalankan peran tersebut. Bahkan telah cukup banyak trend yang mengemuka dari kalangan masyarakat yang menunjukkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peran partai politik dalam mencetak kader yang berkualitas sebagai negarawan.
Dalam kondisi itu, maka menjadi suatu hal yang sangat wajar, kalau pada akhirnya trend dari masyarakat kemudian meningkat pada tuntutan untuk adanya calon perseorangan dalam Pilkada langsung. Kondisi ini selain sebagai suatu keniscayaan juga merupakan dampak strategis dari berkurangnya kredibilitas partai politik untuk berperan sebagai inkubator pembelajaran demokrasi bagi masyarakat.
Meskipun demikian, esensi dari keberadaan calon perseorangan pada hakekatnya juga harus disikapi dengan bijak. Karena bagaimanapun juga, proses pembelajaran politik dalam suatu inkubator yang relatif lebih terstruktur, yakni melalui keberadaan partai politik umumnya lebih baik, lebih tertata dan lebih berkualitas, dibandingkan dengan pembelajaran politik yang dilalui tanpa adanya kodifikasi struktur sama sekali.
Tentu saja, salah satu permasalahan yang paling mendasar pada keberadaan calon perseorangan adalah masalah kapabilitas dan kredibilitas calon yang terbentuk melalui suatu tatanan yang relatif kurang terkodifikasi dan kurang terstruktur, dibandingkan dengan calon yang berasal dari partai politik. Calon perseorangan umumnya akan lahir dari suatu proses pembelajaran politik yang bersifat lebih ekstrem. Disatu pihak sang calon dapat merupakan figur yang telah mengalami proses pembelajaran dalam suatu tatanan yang sangat kompleks dan struktur yang sangat dinamis, misalnya pengalaman hidup dan kiprahnya yang sudah nyata dan membuahkan hasil gemilang di masyarakat.
Namun disisi lain, calon perseorangan bisa saja merupakan individu yang belum memiliki kapasitas pembelajaran yang memadai dalam proses demokrasi secara substansial. Hal itu, karena proses untuk lahirnya calon perseorangan adalah melalui suatu tatanan yang relatif lebih bebas kodifikasi dan bebas struktur. Calon perseorangan juga dapat berupa tradable agent atau individu yang sebenarnya merupakan representasi dari kepentingan-kepentingan tertentu, yang tidak tampak nyata di kalangan masyarakat.
Dari perspektif sejarah, wacana calon perseorangan sebenarnya bukan hal baru dalam ranah perpolitikan nasional. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Semenjak perhelatan demokrasi yang pertama kali kita selenggarakan, yaitu Pemilu tahun 1955 wacana calon perseorangan dan partai politik lokal telah mengemuka. Meskipun demikian, perhelatan demokrasi yang pertama kali kita lakukan itu didominasi oleh peran dan kiprah dari Partai Politik. Hasil akhir dari Pemilu 1955 juga dimenangkan oleh Partai Partai Politik. Adapun dari perspektif kinerja, maka sampai hari ini, tercatat sukses dari calon perseorangan pada Pilkada langsung, baru terjadi di 1 dari 33 provinsi di tanah air. Meskipun berbagai pernyataan dari masyarakat tampaknya cenderung menginginkan calon perseorangan, namun pada hakekatnya hampir semua pendapat dan pernyataan tersebut lebih berbasiskan dari dampak berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap peran manajemen partai sebagai sebuah inkubator pembelajaran demokrasi. Masyarakat umumnya tidak atau masih belum, menyadari bahwa inkubator pembelajaran politik yang dilakukan tanpa kodifikasi dan struktur yang tertata, justru berpotensi mendatangkan masalah berdemokrasi yang lebih pelik.
Untuk itu, dalam konteks partai politik vis a vis calon perseorangan dalam proses pembelajaran demokrasi adalah ibarat persandingan antara individu yang berasal dari tatanan pembelajaran yang terkodifikasi dan terstruktur, yang berhadapan dengan individu yang berasal dari tatanan pembelajaran yang bebas dan fleksibel. Kedua individu tersebut memiliki berbagai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga menentukan mana yang lebih baik, harus melalui suatu sikap yang sangat bijak dan sangat berhati-hati, khususnya terhadap pengaruhnya dalam penyelenggaraan kehidupan berdemokrasi di tanah air.
Parpol sebagai Politics Learning Engine Meskipun calon perseorangan juga lazim di negara-negara demokratis, namun harus diakui bahwa di negara yang sudah sangat maju tatanan kehidupan politiknya, seperti misalnya Amerika Serikat, majunya calon perseorangan tetap merupakan hal yang kurang lazim, dan bahkan merupakan fenomena langka. Salah satu calon perseorangan untuk pemilihan Presiden di Amerika Serikat, adalah usahawan sukses asal Texas, Henry Ross Perot, yang maju menjadi calon perseorangan pada Pemilihan Presiden tahun 1992, namun dia tidak berhasil mencapai perolehan suara yang signifikan. Hal itu memberikan indikasi bahwa pada tatanan sistem demokrasi yang maju sekalipun, partai politik tetap merupakan satu-satunya inkubator pembelajaran politik yang ideal untuk mencetak kader-kader bangsa dengan kualitas sebagai negarawan yang handal.
Bahkan jika di nilai secara umum, hampir semua pemimpin besar dunia yang sukses dan berpengaruh, misalnya para Presiden Amerika Serikat (Woodrow Wilson, Fraklin Delano Roosevelt, Henry S. Truman, Dwight D. Eisenhower, John F. Kennedy, Ronald Reagan, Bill Clinton dan George Bush Sr), para PM Inggris yang terkenal (Winston Churcill, Clement Atlee, Margaret Thatcher, Tony Blair), para kanselir Jerman yang berhasil (Willy Brandt, Konrad Adenauer, Helmut Schmidt dan Helmut Kohl) serta pimpinan dunia lainnya yang sukses dan berhasil, semua memulai karier pembelajaran politiknya melalui partai politik.
Merekalah yang justru telah membesarkan partai dan selanjutnya membina dan menjadikan partainya sebagai locus of excellence atau tempat pembibitan unggul bagi para pemimpin bangsanya yang berkarakter. Meskipun ada pula sejumlah calon perseorangan yang sukses menjadi pemimpin besar dunia, namun secara statistik, porsi mereka jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan para pemimpin besar yang lahir melalui proses pembelajaran politik melalui jalur kepartaian.
Oleh karena itu, sejatinya akselerasi pembelajaran politik yang terbaik dalam kehidupan masyarakat adalah melalui suatu tatanan yang terlembaga, terkodifikasi dan terstruktur, dalam hal ini adalah melalui partai politik.
Meski merupakan salah satu keniscayaan dalam kehidupan demokrasi, namun keberadaan calon perseorangan harus dipandang sebagai sebuah skema yang bersifat pelengkap atau komplementer dan berfungsi sebagai penyeimbang. Pengalaman dalam berdemokrasi di sejumlah negara maju cenderung masih belum menjadikan calon perseorangan http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
sebagai pola utama dalam penyelenggaran proses pembelajaran demokrasi. Sebaliknya, kondisi yang umum berlaku adalah merekomendasikan inkubator pembelajaran politik suatu bangsa melalui partai politik. Keberadaan calon perseorangan bagi beberapa negara tertentu yang masih pada taraf awal pembelajaran demokrasi dapat berakibat counter productive bagi suksesnya pembangunan demokrasi itu sendiri, karena akan memperluas potensi konflik kepentingan, sehubungan dengan semakin besarnya variabel aggregasi hak-hak politik di masyarakat.
Oleh karena itu, maka untuk memberikan pembinaan dalam pembelajaran politik yang terbaik bagi masyarakat, pemerintah telah dan akan terus mendorong partai politik untuk dapat menyempurnakan sistem dan mekanisme organisasinya, sehingga partai politik akan dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai mesin pembelajaran politik atau politics learning engine bagi masyarakat.
Hal itu telah ditegaskan pada Undang Undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, pada pasal 11 yang menyatakan bahwa Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
- Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; - Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; - Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; - Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan - Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Partai Politik, selanjutnya juga diwajibkan untuk menyelenggarakan pendidikan politik di kalangan masyarakat, sebagaimana tertera pada pasal 31 Undang Undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik sebagai berikut:
- Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain:
- a.   Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; - b.   Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan - c.   Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
- Pendidikan politik sebagaimana dimaksud harus dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
dengan Pancasila.
Untuk mewujudkan amanat dari Undang Undang itu, maka jajaran pimpinan partai politik harus sanggup untuk memperkuat basis pengetahuannya (knowledge base) melalui pembelajaran terus menerus. Selain itu, infrastruktur pembelajaran partai juga perlu terus diperkuat, antara lain melalui mekanisme kaderisasi dan penentuan calon pimpinan partai yang harus berbasiskan pada pengetahuan dan wawasan para kader. Selain itu, organisasi partai juga dituntut untuk terus melakukan penyempurnaan dalam menjalankan perannya yang optimal sebagai inkubator pembelajaran politik.
Pada akhirnya, manajemen partai politik harus sanggup membuktikan pada masyarakat bahwa partainya memang layak dan kredibel untuk menjalankan peran sebagai mesin pembelajaran demokrasi yang baik. Dengan cara itu, maka masyarakat akan makin tercerahkan untuk memilih dan untuk menjalani proses pembelajaran politik pada tatanan yang lebih terkodifikasi dan lebih terstruktur, yaitu dalam format partai politik.
Penutup Penyelenggaraan kehidupan demokrasi di tanah air, khususnya di 10 tahun belakangan ini menunjukkan adanya proses konsolidasi demokrasi yang makin membaik. Pemerintah, sesuai dengan amanat Undang Undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, terus berupaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan demokrasi melalui penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara.
Ke depan, sesuai dengan amanat Undang Undang itu, pemerintah akan terus memfasilitasi peningkatan pendidikan politik bagi masyarakat agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa.
Keberhasilan bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan pemilihan presiden secara langsung di tahun 2004 dan penyelenggaraan Pilkada di beberapa daerah sepanjang beberapa tahun terakhir, adalah indikasi dari makin meningkatnya kesadaran warga negara akan hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan kehidupan demokrasi. Di sisi lain, kita juga sangat memahami fenomena keberadaan calon perseorangan dalam penyelenggaran kehidupan demokrasi. Keberadaan calon perseorangan itu dalam harus disikapi sebagai salah satu bentuk fitur baru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran demokrasi bagi bangsa ini.
Meskipun demikian, pengalaman di berbagai negara yang kualitas penyelenggaraan demokrasinya lebih maju, menunjukkan bahwa partai politik tetap merupakan suatu tatanan pembelajaran politik yang lebih berhasil dalam mencetak pimpinan nasional. Oleh karena itu, pemerintah tetap mengupayakan pembinaan partai politik sebagai suatu lembaga pembinaan terbaik dalam mencetak calon-calon pemimpin bangsa.
Dalam kaitan itu, maka mari kita jadikan peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke-63 dan Seabad Kebangkitan Nasional itu sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan kehidupan demokrasi di tanah air, melalui peningkatan kapasitas pembelajaran politik bagi masyarakat dengan memanfaatkan peran dari partai politik semaksimal mungkin. Mari kita semua, mengedepankan pola pikir pembelajaran kolektif, yang lebih mengutamakan proses pembelajaran politik, melalui tatanan yang lebih terkodifikasi dan terstruktur yaitu melalui partai politik, dan http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10
Sekretariat Negara Republik Indonesia
menjadikan partai politik sebagai satu-satunya inkubator yang akan mencetak negarawan, yang akan memimpin bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, mandiri, bermartabat dan menang dalam persaingan global.[]
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 1 March, 2017, 17:10