ISSN 1978-8096
EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
SINTESIS ADSORBEN SUPERPORI BERBAHAN DASAR KITOSAN TERIKAT-SILANG GLUTARALDEHIDA DENGAN PENAMBAHAN POLIVINIL ALKOHOL UNTUK ADSORPSI ASAM HUMAT AIR GAMBUT Dahlena Ariyani1), Uripto Trisno Santoso2), Radna Nurmasari2), Iriansyah3) 1)
2) 3)
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat
[email protected]
Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat
Keywords: Adsorption, chitosan, polyvinyl alcohol, porogen, humic acid. Abstract Synthesis of superporous adsorbent from chitosan using glutaraldehyde as a crosslinker, NaHCO3 as a porogen, and polyvinyl alcohol (PVA) as a reinforcing agent has been done. Generally, the reaction of adsorbent synthesis was carried out through four steps: (1) the addition of PVA to the chitosan solution, (2) the addition of porogen, (3) the crosslinking of chitosan, and (4) the releasing of porogen. The obtained adsorbents were characterized by photograph of Digital Microscope (DM) and Scanning Electron Microscopy (SEM) to measure the porosity. The adsorbent was then be applied to adsorb of HA for adsorption capacity determination. The results showed that the addition of PVA and porogen during adsorbent synthesis has produced adsorbent that possessed physical properties more compact and flexible and the porosity was greater than that adsorbent synthesized without the addition of PVA and porogen. The adsorption test showed the adsorption capacity of KPG is 33.07 mg/g. However, if the amount of used adsorbent is larger (based on the chitosan mass 1 g), the capacity adsorption of KPG is 141.74 mg/g. From the initial concentration of HA contained in peat water was 45.64 mg/L, KPG can adsorb of HA as much as 95%. Pendahuluan Di Indonesia salah satu sumber daya air yang masih melimpah adalah air gambut. Secara kualitatif air gambut di Indonesia sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, namun pengolahan air di Indonesia umumnya menggunakan metode klorinasi pada tahap desinfeksi. Penggunaan metode klorinasi pada air gambut tanpa menghilangkan senyawa humat terlebih dahulu dapat menyebabkan terjadinya reaksi antara klor dan senyawa humat yang akan membentuk senyawa trihalometan yang bersifat karsinogenik (Wagner & Pinhiero, 2001) dan bersifat mutagenik (Meier dkk, 1985;
Meier dkk, 1986; Italia & Uden, 1992; Peters dkk, 1994) sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air. Metode yang banyak digunakan untuk menghilangkan asam humat (AH) dari dalam air yaitu dengan metode adsorpsi. Berbagai adsorben telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Wang dkk, 2008; Zhan dkk, 2010; Godini dkk, 2011), namun kapasitas adsorpsinya masih relatif rendah. Hasil kajian literatur secara intensif menunjukkan bahwa kitosan dalam bentuk manik-manik gel memiliki kapasitas adsorpsi AH yang lebih tinggi dibandingkan adsorben lain yaitu sebesar 262,0 mg/g (Chang & Juang, 2004). Data ini menunjukkan bahwa kitosan memiliki
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
prospek yang baik untuk dijadikan sebagai agen pengikat AH. Namun demikian, karena kitosan mudah larut dalam medium yang agak asam sedangkan air gambut memiliki pH sekitar 4,5 maka kitosan tidak dapat diaplikasikan secara langsung sebagai adsorben AH. Beberapa peneliti melakukan modifikasi terhadap kitosan untuk meningkatkan stabilitasnya agar tidak mudah larut dalam medium asam. Modifikasi yang dilakukan diantaranya dengan menambahkan crosslinker agent sehingga terbentuk ikatan-silang antar molekul polimer kitosan. Menurut Wan Ngah dkk. (2005) pengikatan-silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, ethylene glycol diglycidyl ether, atau agen pengikatan-silang lain terbukti dapat meningkatkan stabilitas kitosan dalam medium asam. Wang dkk. (2004) melakukan penelitian tentang pembentukan gel kitosan-polivinil alkohol (PVA) dengan menggunakan glutaraldehida sebagai agen pengikat-silang. Menurut Wang dkk. (2004) PVA bertindak sebagai interpenetrating network agent (IPN) sehingga penambahan PVA dapat memperbaiki gel kitosan yaitu menurunkan waktu gelatinasi dan menambah kekuatan mekanik gel. Menurut Muzzarelli (1997) dalam Torres dkk. (2007), reaksi pengikatan-silang antar polimer kitosan menggunakan glutaraldehida terjadi antar gugus amino primer kitosan dan dua gugus aldehida pada glutaraldehida menghasilkan formasi basa Schiff, namun demikian perlakuan pengikatan-silang ini dapat mengakibatkan kitosan mengalami penurunan porositas sedang di sisi lain, ukuran makropolimer AH relatif sangat besar. Menurut Annabi dkk (2010) penambahan porogen sebagai pencetak pori dapat mencegah atau menurunkan pengecilan pori selama proses pengikatan-silang. Berdasarkan uraian di atas maka kajian terhadap sintesis suatu adsorben superpori berbahan dasar kitosan menggunakan pengikatan-silang dan
67
penambahan PVA sebagai agen penguat disertai dengan perlakuan pengendalian porositas menarik untuk dilakukan. Dalam penelitian ini digunakan glutaraldehida sebagai agen pengikat-silang dan NaHCO3 sebagai porogen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data ilmiah pengaruh penambahan glutaraldehida, PVA, dan porogen terhadap karakteristik adsorben superpori berbahan dasar kitosan serta kemampuan adsorpsinya terhadap asam humat. Prosedur Kerja Metode sintesis adsorben superpori melalui pengikatan-silang kitosan dengan penambahan polivinil alkohol (PVA) dan porogen dilakukan dengan mengadopsi metode Gupta dan Shivakumar (2010) dan memodifikasi metode tersebut dengan menambahkan PVA. Dalam penelitian ini, agen pengikat-silang (crosslinker) yang digunakan adalah glutaraldehida, sedangkan porogen yang digunakan adalah natrium bikarbonat. Secara umum sintesis adsorben superpori melalui 4 tahap penelitian yaitu penambahan PVA, penambahan porogen, penambahan crosslinker, dan pelepasan porogen. Kitosan yang digunakan adalah kitosan dari Aldrich dengan BM sedang. Dalam penelitian ini digunakan larutan kitosan 3% (b/v) dan larutan induk PVA 10% (b/v). Hasil Dan Pembahasan Pengaruh Penambahan PVA terhadap Porositas dan Stabilitas Adsorben Dalam penelitian ini adsorben disintesis dengan menambahkan larutan PVA ke dalam larutan kitosan dengan beberapa variasi volume kitosan : PVA. Pengaruh penambahan PVA dipelajari dengan menggunakan glutaraldehida sebagai crosslinker. Hasil pengukuran porositas secara kualitatif terhadap hasil
68
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
foto Microscope Digital adsorben menggunakan perangkat lunak JMicrovision versi 1.2.7 disajikan pada Gambar 1. Gambar 2. Adsorben kering terikat-silang glutaraldehida tanpa penambahan PVA (kiri) dan dengan penambahan PVA (kanan)
Gambar 1. Pengaruh penambahan PVA terhadap porositas adsorben terikat-silang glutaraldehida. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa penambahan PVA hingga perbandingan kitosan dan PVA 1 : 1 (3 ml kitosan + 3 ml PVA) hampir tidak mengurangi porositas adsorben, namun setelah penambahan PVA lebih besar dibandingkan kitosan cenderung mengurangi porositas adsorben, baik adsorben yang terikat-silang epiklorohidrin maupun terikat-silang glutaraldehida. Pengurangan porositas ketika PVA yang ditambahkan semakin banyak mengindikasikan bahwa penambahan PVA akan memperbesar jumlah ikatan-silang yang terjadi dalam pembentukan adsorben. Ikatan dapat terbentuk antara kitosan dengan PVA atau PVA dengan crosslinker. Namun demikian, penambahan PVA ini dilakukan karena dimungkinkan dapat menambah kekuatan mekanik adsorben melalui pembentukan serat pada adsorben. Hasil pengamatan terhadap kekuatan mekanik adsorben disajikan pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 3.
Foto MD adsorben terikatsilang glutaraldehida tanpa penambahan PVA (kiri) dan dengan penambahan PVA (kanan).
Berdasarkan pengamatan terhadap fisik adsorben pada Gambar 2 dan 3 dapat diambil beberapa perbandingan antara adsorben tanpa penambahan PVA dan dengan penambahan PVA yang disajikan dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Perbandingan antara adsorben dengan penambahan PVA dan tanpa penambahan PVA Adsorben tanpa PVA
- Dalam keadaan basah, adsorben bersifat kaku - Adsorben kering bersifat rapuh sehingga mudah pecah dan sangat mudah dihaluskan - Diamater pori lebih besar dan tidak berserat - Jumlah pori lebih sedikit
Adsorben dengan PVA - Dalam keadaan basah, adsorben bersifat kenyal dan elastis - Adsorben kering bersifat liat/kenyal sehingga tidak mudah pecah dan susah dihaluskan - Diameter pori lebih kecil dan berserat - Jumlah pori lebih banyak
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
Hasil penelitian ini bersesuaian dengan penelitian Wang dkk. (2004) yang melaporkan bahwa penambahan PVA dapat menurunkan waktu pembentukan gel dalam reaksi pengikatan-silang dan juga menambah kekuatan mekanik, namun penambahan PVA juga mengakibatkan pengecilan pori.
69
Digital (MD) pada adsorben terikat-silang glutaraldehida tanpa dan dengan penambahan NaHCO3 dapat diamati pada Gambar 4.
Pengaruh Penambahan Porogen terhadap Porositas Adsorben Dalam penelitian ini porogen ditambahkan ke dalam larutan PVA-kitosan sebelum reaksi pengikatan-silang untuk mencetak pori. Porogen yang digunakan adalah berupa agen pembuih natrium bikarbonat (NaHCO3) yang selain murah dan mudah didapat, porogen ini relatif mudah untuk dilepaskan kembali setelah terbentuk pori pada adsorben yang disintesis. Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3 dan sering disebut baking soda (soda kue). Senyawa ini sering digunakan dalam pembuatan roti karena mudah melepaskan gas karbon dioksida yang menyebabkan roti mengembang. 2NaHCO3
Na2CO3 + H2O + CO2↑
Untuk menghasilkan gas CO2 yang lebih banyak adsorben dipanaskan dalam oven pada suhu ±90oC. Na2CO3
Gambar 4. Foto MD adsorben terikat-silang glutaraldehida tanpa penambahan porogen (kiri) dan dengan penambahan porogen (kanan) Pengaruh penambahan NaHCO3 ini juga dapat dilihat dari foto SEM Gambar 5.
Perbesaran 500 X
Na2O + CO2↑
Selain untuk menghasilkan gas CO2 yang lebih banyak, pemanasan juga berfungsi untuk mempercepat reaksi. Pemanasan dilakukan dalam dua tahap, pemanasan pertama dilakukan dalam wadah tertutup agar seiring dengan banyaknya gas CO2 yang dihasilkan, pori yang terbentuk pun semakin banyak. Sedangkan pada pemanasan kedua, dilakukan dalam keadaan wadah terbuka yang berfungsi untuk melepaskan gas CO2 yang telah membentuk pori. Hasil foto Microscope
Perbesaran 500 X Gambar 5. Foto SEM adsorben terikatsilang glutaraldehida tanpa penambahan NaHCO3 (kiri) dan dengan penambahan NaHCO3 (kanan)
70
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
Berdasarkan analisis morfologi foto SEM menunjukkan bahwa penambahan NaHCO3 menyebabkan adsorben lebih berpori dibandingkan tanpa NaHCO3. Adsorben dengan penambahan NaHCO3 membentuk pori dengan diameter berkisar antara 5 – 20 µm. Menurut Larsson (1999) pori berdiameter antara 0,5 – 1000 µm dikategorikan sebagai superpori. Dengan demikian adsorben yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai adsorben superpori (superpore adsorbent) yang memiliki diameter pori lebih besar daripada ukuran molekul AH yang berkisar antara 1 – 2 µm (Chen dkk., 2007) Untuk mempelajari pengaruh penambahan NaHCO3 terhadap porositas adsorben dilakukan variasi berat NaHCO3 (0; 0,2; 0,4; 0,6; dan 0,8 gram) yang ditambahkan ke dalam campuran 3 ml kitosan dan 3 ml PVA dan diikat-silang dengan konsentrasi glutaraldehida tetap. Hasil analisis porositas menggunakan perangkat lunak JMicrovison versi 1.2.7 terhadap hasil foto MD sampel dapat dilihat pada Gambar 6.
glutaraldehida memiliki rantai karbon yang lebih panjang. Pengaruh Konsentrasi Glutaraldehid sebagai Crosslinker terhadap Porositas Adsorben Karena jumlah crosslinker dapat mempengaruhi jumlah titik ikatan-silang dan jumlah ikatan-silang dapat mempengaruhi porositas maka dimungkinkan konsentrasi crosslinker juga akan mempengaruhi porositas adsorben. Hasil analisis porositas pada variasi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan ke dalam campuran 3 ml kitosan dan 3 ml PVA dengan penambahan 0,8 gram NaHCO3 menggunakan perangkat lunak JMicrovison versi 1.2.7 terhadap hasil foto MD sampel disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengaruh penambahan glutaraldehida (GLA) terhadap porositas adsorben Gambar 6. Pengaruh penambahan NaHCO3 terhadap porositas adsorben terikat-silang glutaraldehida Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi NaHCO3 semakin besar porositas adsorben bahkan dengan konsentrasi NaHCO3 melebihi 0,6 gram tidak menyebabkan penurunan porositas. Ini dimungkinkan dapat terjadi karena adsorben terikat-silang glutaraldehida mampu mempertahankan dinding pori karena agen pengikat-silang
Berdasarkan Gambar 7, penambahan GLA 0,5 hingga 1,5 ml hampir tidak menurunkan porositas adsorben, namun disaat penambahan GLA yang lebih banyak dapat menyebabkan penurunan porositas adsorben secara signifikan. Penambahan crosslinker yang semakin banyak hingga konsentrasi tertentu diperlukan guna memperbesar kekuatan mekanik adsorben seiring dengan semakin banyaknya jumlah titik ikatan-silang. Namun demikian, jika jumlah crosslinker yang ditambahkan terlalu banyak, dimungkinkan dapat menurunkan porositas. Menurut Gustavsson dkk. (1997) adsorben dengan porositas dari volume total dapat
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
71
dikategorikan sebagai adsorben superpori. Dengan demikian adsorben yang diperoleh pada penelitian ini dapat dikategorikan sebagai adsorben superpori (superporous adsorbent). Kemampuan Adsorben Terikat-Silang Glutaraldehida (KPG) Mengikat Asam Humat (AH) Uji kemampuan adsorben KPG dalam mengikat AH juga ditentukan dengan model persamaan isoterm yang sesuai dengan data percobaan adsorpsi AH. Percobaan adsorpsi AH pada adsorben KPG dilakukan dalam berbagai variasi konsentrasi awal AH (10, 30, 50, 100, 150 dan 600 mg/L). Penentuan konsentrasi adsorpsi AH ditentukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan data hasil percobaan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data pengukuran kemampuan adsorben KPG mengadsorpsi AH dalam berbagai konsentrasi awal larutan AH dengan metode UVVis. Konsentrasi awal AH (mg/L) 10 30 50 100 150 600
(mg/L) 3,434 5,000 14,646 27,020 56,566 142,172
AH teradsorp (mg/g) basah 0,103 0,150 0,439 0,811 1,697 8,143
(mg/g) kering 0,859 1,250 3,662 6,755 14,141 30,465
Data adsorpsi kemudian ditransformasi ke variabel-variabel yang sesuai dengan model persamaan linear isoterm Langmuir dan Freundlich. Plot hubungan Ce/qe lawan Ce dan log(qe) lawan log(Ce) untuk adsorpsi AH pada adsorben KPG disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Plot data analisis UV-Vis terhadap adsorpsi AH pada adsorben KPG dengan model linear isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich. Gambar 8 menunjukkan bahwa data adsorpsi AH oleh adsorben KPG cenderung mengikuti isoterm Freundlich daripada isoterm Langmuir maka kapasitas adsorpsinya tidak dapat ditentukan berdasarkan isoterm Langmuir. Santoso dkk. (2008) melaporkan bahwa kapasitas adsorpsi adsorben juga dapat ditentukan dengan menggunakan model isoterm Langmuir-Freudlich, yang merupakan pengembangan atau penggabungan antara model isoterm Langmuir dan model isoterm Freundlich. Model isoterm LangmuirFreundlich tersebut dituliskan dalam bentuk linear sebagai:
Persamaan di atas layak untuk dicoba berdasarkan pertimbangan bahwa walaupun adsorpsi AH oleh adsorben KPG tidak mengikuti isoterm Langmuir tetapi cukup mendekati isoterm Freundlich. Isoterm Langmuir-Freundlich untuk data adsorpsi
72
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
AH pada adsorben KPG melalui pengukuran dengan spektrofotometer UVVis disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Plot data analisis UV-Vis terhadap adsorpsi AH pada adsorben KPG dengan model linear isoterm Langmuir – Freundlich Berdasarkan plot data di atas dapat ditentukan nilai kapasitas adsorpsi maksimum (qm) adsorben yaitu sebesar 33,07 mg/g. Untuk mengevaluasi kemampuan adsorpsi adsorben KPG dalam jumlah yang besar maka dibuatlah adsorben berbahan dasar kitosan sebanyak 1 gram. Dengan kondisi reaksi sintesis yang sama hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben berbahan dasar kitosan 1 gram memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi daripada kemampuan adsorben dengan jumlah yang lebih kecil. Kapasitas adsorpsi adsorben KPG terhadap AH mencapai 141 mg/g. Kapasitas adsorpsi adsorben KPG memang relatif masih kecil, hal ini terjadi karena pada adsorben terikat-silang glutaraldehida keberadaan gugus amina berkurang yang disebabkan dalam reaksi ikatan-silang gugus amina bereaksi dengan gugus aldehida dari glutaraldehida membentuk imina. Ini menyebabkan gugus karboksil AH lebih dominan berinteraksi dengan gugus ─OH adsorben KPG, interaksi ini dapat melalui pembentukan ikatan hidrogen atau pembentukan ikatan ester yang tidak stabil.
Uji Kemampuan Adsorben Mengikat Asam Humat pada Air Gambut Dalam penelitian ini, sebelum diaplikasikan ke lingkungan dilakukan uji kemampuan adsorben mengikat AH dari air gambut dengan skala laboratorium. Sampel air gambut yang digunakan dalam uji kemampuan adsorben diambil pada musim kemarau tanggal 21 Juni 2013 di Gambut KM. 22. Sampel air gambut dikontakkan dengan 1 gram adsorben KPG selama semalam, kemudian filtratnya digunakan untuk menentukan konsentrasi AH yang tidak terikat untuk penentuan kapasitas adsorpsi adsorben KPG terhadap air gambut. Kemampuan adsorben mengikat AH dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan metode standar adisi. Dari hasil analisis diketahui konsentrasi awal AH pada sampel air gambut sebesar 45,64 mg/L dan konsentrasi AH yang teradsorpsi 43,75. Hal ini menunjukkan kemampuan adsorben KPG terhadap AH air gambut mencapai 95% yang mengindikasikan bahwa adsorben ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengikat AH dan dapat diaplikasikan ke lingkungan. Kesimpulan Berdasarkan data dan pembahasan yang telah diperoleh maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan PVA dengan rasio kitosan/PVA (ml) sebanyak 4 : 2 dan 3 : 3 tidak mengakibatkan penurunan porositas secara signifikan, namun penambahan PVA dalam jumlah yang lebih besar dapat mengakibatkan penurunan porositas secara signifikan. 2. Penambahan NaHCO3 hingga 0,8 g tidak menurunkan porositas pembentukan adsorben terikat-silang glutaraldehida. 3. Penambahan crosslinker GLA 0,5 hingga 1,5 ml tidak menyebabkan penurunan porositas secara signifikan,
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
4.
5.
tetapi penambahan GLA yang lebih banyak dapat menyebabkan penurunan porositas secara signifikan. Adsorben KPG memiliki kemampuan mengadsorpsi AH sebesar 33,07 mg/g, tetapi jika adsorben yang digunakan lebih banyak (berbahan dasar kitosan 1 g) kapasitas adsorpsi adsorben KPG mencapai 141,74 mg/g. Dari 45,64 mg/L konsentrasi awal AH air gambut, adsorben KPG mampu mengadsorps 43,75 mg/L AH, hal ini menunjukkan kemampuan adsorben KPG terhadap AH air gambut mencapai 95% dan mengindikasikan bahwa adsorben ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengikat AH dan dapat diaplikasikan ke lingkungan.
Daftar Pustaka Annabi, N., Nichol, J. W., Zhong, X., Ji, C., Koshy, S., Khademhosseini, A. & Dehghani, F. (2010). ‘Controlling the Porosity and Microarchitecture of Hydrogels for Tissue Engineering’, Tissue Engineering: Part B. Vol. 16, p. 371–383. Chang, M. Y. & Zuang, R. S. (2004). ‘Adsorption of Tannic Acid, Humic Acid, and Dyes from Water Using the Composite of Chitosan and Activated Clay’, Journal of Colloid and Interface Science, vol. 278, p. 18–25. Chen, Y., Wang, X., Jiang, H. & Hu, W. (2007). ‘Direct Observation of Macromolecular Structures of Humic Acid by AFM and SEM’, Colloids and Surfaces A: Physicochemical Engineering Aspects, vol. 302, p. 121–125. Godini, H., Khorramabady, G. S. & Mirhosseini, S. H. (2011). ‘The Application of Iron-Coated Activated Carbon in Humic Acid Removal From Water’, Proceeding of 2nd International Conference on
73
Environmental Science and Technology, Singapore, p. 32–36. Gupta, N. V. & Shivakumar, H. G. (2010). ‘Preparation and Characterization of Superporous Hydrogels as Gastroretentive Drug Delivery System for Rosiglitazone Maleate’, DARU, vol. 18, p. 200–210. Gustavsson, P. E., Mosbach, K., Nilsson, K. & Larsson, P. O. (1997). ‘Superporous Agaros As An Affinity Chromatography Support’, Journal of Chromatography A, vol. 776, p. 197– 203. Italia, M. P. & Uden, P. C. (1992). ‘Gas Chromatography-Electron-Capture Detection Investigation of Trihalomethanes Produced by Chloroination of Humic Acid in the Presence of Bromide’, Journal of Chromatography, vol. 605, p. 8l–86. Larsson, P. O. (1999). Super Porous Polysaccharide Gels. European Patent. EP 631 597 B1. Meier, J. R., Ringhand, H. P., Coleman, W. E., Munch, J. W., Streicher, R. P., Kaylor, W. H. & Schenck, K. M. (1985). ‘Identification of Mutagenic Compounds Formed During Chlorination of Humic Acid’, Mutation Research, vol. 157, p. 111– 122. Meier, J. R,. Ringhand, H. P., Coleman, W. E., Schenck, K. M., Munch, J. W., Streicher, R. P. & Kaylor, W. H. (1986). ‘Mutagenic By-Products from Chlorination of Humic Acid’, Environmental Health Perspectives, vol. 69, p. 101–107. Peters, R. J. B., de Leera, E. W. B. & Versteeghb, J. F. M. (1994). ‘Identification of Halogenated Compounds Produced by Chlorination of Humic Acid In The Presence of Bromide’, Journal of Chromatography, vol. 686, p. 253– 261. Santoso, U. T., Umaningrum, D., Irawati, U. & Nurmasari, R. (2008). ‘Imobilisasi Asam Humat pada
74
Ariyani D, et al/EnviroScienteae 10 (2014) 66-74
Kitosan menggunakan Metode Reaksi Pengkatan-Silang Terproteksi dan Aplikasinya sebagai Adsorben Pb(II), Cd(II), dan Cr(III)’, Indo. J. Chem, vol. 8(2), p 177–183. Torres, M. A., Beppu, M. M. & Santana, C. C. (2007). ‘Characterization of Chemically Modified Chitosan Microspheres as Adsorbents Using Standard Proteins (Bovine Serum Albumin and Lysozyme)’, Brazilian Journal of Chemical Engineering, vol. 24, p. 325–336. Wan Ngah, W. S., Ghani, S. A. & Kamari, A. (2005). ,Adsorption Behaviour of Fe(II) and Fe(III) Ions in Aqueous Solution on Chitosan and CrossLinked Chitosan Beads’, Bioresource Technology, vol. 96, p. 443–450. Wagner, E. G. & Pinhiero, R. G. (2001). Upgrading Water Treatment Plants, Spon Press, London and New York. Wang, S., Terdkiatburana, T. & Tade, M. (2008). ‘Adsorption of Cu(II), Pb(II) and Humic Acid on Natural Zeolite Tuff in Single and Binary Systems’, Separation and Purification Technology, vol. 62, p. 64–70. Wang, T., Turhan, M., Gunasekaram, S. (2004). ‘Selected Properties of pHSensitive, Biodegradable ChitosanPoly(vinyl alcohol) hydrogel’, Society of Chemical Industry, Polymer International, vol. 53, p. 911–918. Zhan, Y., Zhu, Z., Lin, J., Qiu, Y. & Zhao, J. (2010). ‘Removal of Humic Acid From Aqueous Solution by Cetylpyridinium Bromide Modified Zeolite’, Journal of Environmental Sciences, vol. 22, p. 1327–1334.