PROGRAM PENGHEMATAN BAHAN BAKAR MINYAK SECARA PRIORITAS
I.
Deskripsi kondisi Saat ini pemerintah Indonesia sedang bergelut untuk memecahkan masalah
pembatasan subsidi BBM. Angka subsidi BBM telah meningkat dari Rp 95,6 T pada tahun 2005 menjadi 123,6 T untuk tahun 2012. Namun angka ini masih berpotensi membengkak mengingat mekanisme penyaluran subsidi BBM yang berlaku saat ini tidak menjamin adanya batasan atau angka yang pasti untuk besarnya subsidi yang harus disedakan pemerintah. Hal ini disebabkan penyaluran subsidi dilakukan dengan mematok harga bahan bakar bersubsidi pada satu harga di pasar. Dengan harga jual yang sama ini belum ada solusi yang manjur untuk membatasi pengguna yang tidak berhak untuk tidak menggunakan bahan bakar bersubsidi. Pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan solusi untuk pembatasan subsidi BBM, dalam hal ini premium. Dengan sumber daya dan tenaga yang terbatas penulis telah menyusun dan menganalisa solusi ini dengan data-data yang tersedia dari Direktorat Jendral Pajak, Badan Pusat Statistik dan
1
sumber lainnya. Hasil analisa dan penyusunan ini menunjukkan potensi yang besar untuk memecahkan masalah yang saat ini kita hadapi bersama-sama. Solusi ini merupakan ide besar tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan dalam subsidi BBM. Solusi ini tentunya belum sepenuhnya matang dan membutuhkan pengkajian lebih dalam, namun dengan hati yang tulus penulis mengharapkan respon dan kerjasama yang baik dari pemerintah untuk ikut mematangkan solusi ini demi kepentingan bangsa.
II.
Analisis Masalah Subsidi BBM di Indonesia telah diberlakukan selama berpuluh-puluh
tahun sampai saat ini. Subsidi ini tentunya merupakan bentuk kesadaran pemerintah untuk membantu mensejahterakan rakyatnya. Namun usaha untuk mensejahterakan rakyat ini menimbulkan berbagai permasalahan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Bereberapa permasalahan yang dapat ditangani dengan solusi ini antara lain:
Alokasi Subisidi BBM telah diberlakukan di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun hingga saat ini. Subsidi ini tentunya diberlakukan karena pemerintah menyadari bahwa rakyatnya masih membutuhkan bantuan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain pemerintah memberikan subsidi ini karena menyadari bahwa rakyat Indonesia belum makmur.
2
Pada kenyataannya, subsidi ini tidak benar-benar mencapai sasarannya. Tidak semua rakyat yang membutuhkan subsidi ini dapat menikmati haknya. Dengan mekanisme penyaluran subsidi yang berlaku saat ini, tidak ada metode yang benar-benar dapat mengatur siapa penerima subsidi BBM ini. Dalam harian KOMPAS edisi 17 Februari 2012, pemerintah mengungkapkan bahwa pengguna subsidi ini adalah kurang lebih 50% pengguna mobil, 40% pengguna sepeda motor dan 7% kendaraan umum. Namun hal ini tidak bisa disalahkan lagi-lagi karena tidak adanya aturan untuk menjamin subsidi ini sampai di tangan yang tepat. Pemerintah sendiri telah mencoba beberapa usaha untuk memecahkan masalah ini, seperti Kampanye “BBM Subsidi hanya untuk golongan tidak mampu”, dan membuat kebijakan yang membatasi penggunaan BBM bersubsidi hanya untuk kendaraan umum dan seperda motor dan melarang penggunaan BBM bersubsidi untuk mobil pribadi. Pemerintah juga merancang sebuah kebijakan untuk melakukan konversi dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dan mencoba beberapa upaya lain yang melibatkan badan keagamaan, namun usahausaha ini belum juga membuahkan hasil. Beberapa usaha ini bahkan mendapatkan protes dari masyarakat. Contohnya kebijakan untuk mewajibkan penggunaan bahan bakar non subsidi, dalam hal ini Pertamax, untuk mobil dan konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas. Kebijakan ini malah dianggap akan menimbulkan permasalahan lain karena pada kenyataannya pemerintah belum menyiapkan infrastruktur yang mendukung kebijakan tersebut. Produksi Pertamax dalam negeri juga belum mampu memenuhi kebutuhan pasar jika kebijakan ini
3
berlaku dan dapat dipastikan pemerintah harus mengimpor bahan bakar beroktan tinggi tersebut dan tentunya akan menimbulkan permasalahan lain bagi perekonomian bangsa. Pada saat tulisan ini disusun menaikan harga BBM bersubsidi untuk memperkecil pengeluaran negara juga tidak menjadi pilihan karena sudah ada undang-undang yang mengatur agar tidak ada kenaikan harga BBM bersubisidi. Namun jika dapat diberlakukan, kenaikan harga BBM yang seragam di seluruh Indonesia akan membawa 2 dampak: memberatkan, bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah, dan tidak memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Begitu juga halnya dengan subsidi, masyarakat golongan menegah ke bawah lebih membutuhkan bantuan pemerintah daripada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Dengan sistem yang berlaku saat ini, subsidi yang seragam dan dapat diakses oleh setiap golongan tentunya tidak tepat guna. Maka solusi yang dicari harus bisa memastikan subsidi ini sampai di tangan yang tepat. Selain masalah pengalokasian menurut golongan ada permasalahan lain dalam penyaluran subsidi BBM. Sistem yang berlaku saat ini tidak mengatur penggunaan BBM bersubsidi, dengan kata lain BBM bersubsidi bebas didapatkan oleh siapa saja dan untuk apa saja. Contoh nyata yang terjadi, misalnya: •
Di lingkungan-lingkungan pemukiman kta dapat melihat secara langsung bagaimana masyarakat memanfaatkan BBM bersubsidi, bagaimana
4
masyarakat yang memiliki akses terhadap BBM bersubsidi memanfaatkan uang negara. Kita dapat melihat banyak anak-anak di bawah umur yang dapat dipastikan belum memiliki izin mengemudikan kendaraan bermotor lalulalang dengan bebasnya di kawasan pemukiman. Anak-anak di bawah umur ini tidak jarang mengemudikan kendaraannya tanpa mengikuti aturan-aturan lalu-lintas, misalnya ugal-ugalan, berboncengan melebihi ketentuan, tidak menggunakan peralatan keamanan standar, dll. Bukan hanya anak-anak di bawah umur, hal-hal yang serupa juga dilakukan oleh muda-mudi maupun orang tua, mereka mengemudi tanpa mengikuti aturan lalu-lintas, menyebabkan kemacetan, dll. •
Geng motor yang ada di kota-kota besar, sebagai contoh kita ambil geng motor yang sering melakukan tindak kriminal. Selain berbuat kriminal dan menyebabkan kekacauan lalu lintas, kelompok ini juga menggunakan BBM bersubsidi. Secara tidak langsung, negara membantu kelompok ini untuk tetap beroperasi dengan menyediakann bahan-bakar yang murah.
•
Dengan sistem yang berlaku saat ini, kendaraan umum - kendaraan dengan pelat nomor berwarna kuning - dapat menggunakan BBM bersubsidi. Ada kendaraan umum, contohnya taksi, yang dimiliki dan dikelola oleh perusahaan swasta. Jika kendaraan-kendaraan umum seperti ini boleh menggunakan BBM bersubsidi, maka dengan kata lain negara ikut memberikan subsidi untuk operasional perusahaan tersebut. Atau secara tidak langsung uang negara yang semestinya menjadi hak warga yang tidak mampu masuk ke kantong pengusaha-pengusaha tersebut. Pertanyaanya adalah apakah uang negara yang
5
secara tidak langsung membantu pengusaha-pengusaha tersebut sebanding dengan pemasukan negara dari pajak dari perusahaan tersebut? Atau pertanyaan yang lebih mendasar, apakah layak anggaran negara yang diperuntukkan bagi rakyat kecil dinikmati oleh pengusaha-pengusaha atau pihak lain yang tidak memiliki hak mendapatkan subsidi? Di lain sisi, ada beberapa perusahaan transportasi yang memberlakukan sistem dimana pengemudi angkutan umum harus memberikan setoran harian kepada perusahaan yang besarnya telah ditentukan dan pengemudi harus membayar sejumlah uang tersebut apapun setiap harinya atau harus berhutang pada perusahaan. Jika kendaraan umum tidak diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi, tentunya ini akan memberatkan pengemudi-pengemudi yang termasuk rakyat kecil tersebut. Hal inilah yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah. Pemerintah seharusnya membuat ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang melindungi rakyat-rakyat kecil seperti pengemudi-pengemudi kendaraan umum ini. Hal ini juga berlaku untuk kendaraan umum lainnya seperti bus dan mikrolet. Dengan angka produksi tertentu dan dengan sistem yang berlaku saat ini tentunya menyebabkan ada pihak yang dapat menampung atau mengkonsumsi BBM bersubsidi dan tentunya akan ada pihak yang tidak mendapatkan persediaan BBM bersubsidi. Atau dalam kasus lain sistem yang berlaku saat ini tidak membatasi pengeluaran pemerintah untuk menyediakan BBM bersubsidi. Pemerintah, dalam hal ini pertamina, akan terus memproduksi BBM bersubsidi
6
untuk selalu memenuhi kebutuhan pasar yang tidak terbatas. Hal ini secara langsung akan memungkinkan terjadinya pembengkakan pengeluaran negara dan tentunya mempengaruhi APBN yang telah dirancang sebelumnya. Maka solusi yang dicari juga harus dapat memecahkan masalah pembatasan penggunaan BBM bersubsidi.
Sumber Pendanaan Subsidi BBM diambil dari APBN dengan nilai seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Angkatersebut merupakan angka yang sangat besar dibandingkan dengan pos-pos pengeluaran negara lainnya, seperti anggaran belanja pusat untuk penanggulangan kemiskinan (Rp 99,2T) atau layanan kesehatanmurah untuk masyarakat (Rp 48,0T) atau program ketahanan pangan (Rp 42,3T) atau pos-pos pengeluaran lainnya. Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara dan tentunya sumber utama pendanaan APBN, dengan kata lain sumber utama pendanaan subsidi BBM. Namun penerimaan dari sektor pajak ini belum maksimal dan pemerintah sendiri saat ini sedang melakukan usaha untuk meningkatkan penerimaan dengan melakukan penyuluhan, pelayanan, pengawasan dan sensus pajak. Usaha ini dilakukan untuk memperluas wajib pajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini belum seluruh rakyat Indonesia melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak. Sebelum menuntut haknya, semestinya kita semua sebagai warga negara sadar untuk melaksanakan
7
kewajiban terlebih dahulu. Dengan tidak maksimalnya penerimaan dari sektor pajak maka penerimaan negara dari sektor-sektor lain, seperti BUMN, kepabeaan dan cukai , harus digunakan untuk membayar subsidi BBM. Jika pemerintah bisa memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak, penerimaan negara dari sektorsektor lain itu dapat dikembalikan ke instansi penghasil dan digunakan untuk pengembangan instansi tersebut agar menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi. Selain memecahkan masalah alokasi dan penyaluran subsidi, solusi yang dicari juga harus dapat memecahkan masalah sumber pendanaan subsidi itu sendiri.
III. Pemaparan Solusi Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, maka solusi pembatasan subsidi BBM ini akan menjawab 3 poin berikut:
• Mengatur agar subsidi BBM sampai di tangan yang tepat (alokasi menurut golongan)
• Membatasi penggunaan atau pemanfaatan BBM bersubsidi (alokasi menurut fungsi) •
Memecahkan masalah sumber pendanaan subsidi itu sendiri.
8
Alokasi menurut golongan Untuk mengatur alokasi BBM bersubsidi maka pertama-tama kita harus mendefenisikan golongan yang berhak menikmati subsidi BBM. Dalam hal ini penulis akan menggolongkan rakyat Indonesia berdasarkan penghasilan dan berdasarkan ketentuan pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,Diatas Rp. 500.000.000,-
Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%
Tarif Deviden Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)
10% 20% lebih tinggi dari tarif normal Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong(Untuk PPh Pasal 100% lebih tinggi dari 23) tarif normal
Tabel 3.1 Tabel Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun Pajak 2010/2011
No 1. 2. 3. 4.
Keterangan Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Setahun Rp. 15.840.000,Rp. 1.320.000,Rp. 15.840.000,Rp. 1.320.000,-
Tabel 3.2 Tabel ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun Pajak 2010/2011
Kedua tabel di atas menunjukkan penggolongan wajib pajak berdasarkan penghasilan perbulan dan ketentuan batas minimal Penghasilan Tidak kena Pajak. Untuk tabel Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi, angka yang berlaku saat ini
9
untuk tarif pajak 5% adalah sampai dengan Rp 25.000.000. Dari Tabel 3.1 penulis menyimpulkan bahwa golongan yang berhak mendapatkan subsidi BBM ada dalam golongan dengan pajak penghasilan 5% (penghasilan di bawah Rp 25 juta). Dari golongan yang memiliki pajak penghasilan ini juga harus dikelompokkan lagi menjadi golongan yang membutuhkan subsidi BBM dan yang tidak. Kita bagi lagi golongan ini menjadi golongan yang membutuhkan subsidi (penghasilan perbulan di bawah Rp 10juta) dan golongan yang tidak membutuhkan subsidi BBM (penghasilan perbulan Rp 10juta – Rp 25juta). Seperti yang telah dibahas di bagian sebelumnya, dalam golongan yang membutuhkan subsidi BBM ini juga tingkat kebutuhan akan subsidi juga berbedabeda. Maka golongan yang membutuhkan subsidi ini kita bagi lagi, misalkan ke dalam 5 kelompok:
Sampai batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) PTKP - Rp 3 juta Rp 3juta - Rp 5juta Rp 5 juta - Rp 8 juta Rp 8 jutaRp 10 juta Gambar 3.1 Piramida pengelompokan golongan yang mebutuhkan subsidi BBM
10
Piramida terbalik di atas menunjukkan pembagian golongan yang membutuhkan subsidi BBM serta besar kebutuhan akan subsidi tersebut. Gambar di atas menunjukkan kelompok yang berpenghasilan di bawah nilai minimal Penghasilan Tidak Kena Pajak membutuhkan subsidi terbesar dan kelompok dengan penghasilan Rp 8 juta – Rp 10 juta membutuhkan subsidi paling sedikit. Untuk mempermudah pembahasan kita akan mendefenisikan kelompok yang berpenghasilan di bawah nilai minimal Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagai Golongan 1, kelompok dengan penghasilan di atas PTKP – Rp 3 juta sebagai Golongan 2, kelompok dengan penghasilan di atas Rp 3 juta – Rp 5 juta sebagai Golongan 3, kelompok dengan penghasilan di atas Rp 5 juta – Rp 8 juta sebagai Golongan 4, dan kelompok dengan penghasilan di atas Rp 8 juta – Rp 10 juta sebagai Golongan 5.
Alokasi menurut fungsi Sebelum sampai kepada pemaparan solusi untuk memecahkan masalah alokasi menurut fungsi, kita harus memperbaharui pemahaman selama ini yang menyatakan bahwa BBM bersubsidi hanya untuk golongan tidak mampu. Kita harus menyadari dan memahami bahwa yang membutuhkan subsidi BBM adalah mereka yang memiliki kendaraan bermotor. Dengan kondisi saat ini, dimana setiap orang dapat memperoleh BBM bersubsidi, menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil menjadi pilihan yang paling efektif dan efisien bagi banyak orang. Namun tanpa subsidi tersebut, mungkin kendaraan pribadi
11
bukan lagi menjadi pilihan yang tepat. Tapi di lain sisi, belum ada alternatif yang dapat mengakomodir secara penuh kebutuhan rakyat akan transportasi. Dari keadaan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa golongan tidak mampu di sini adalah mereka yang memilih menggunakan kendaraan pribadi bukan karena memiliki penghasilan yang dapat dihambur-hamburkan, tapi semata-mata karena kendaraan pribadi menjadi pilihan yang paling tepat dengan sistem dan kondisi saat ini.. Kita juga harus sampai pada pemahaman bahwa rakyat yang tidak memiliki kendaraan bermotor tidak membutuhkan subsidi BBM. Rakyat yang tidak membutuhkan subsidi BBM membutuhkan bantuan atau perhatian dari negara dalam bentuk lain. Misalnya pengangguran lebih membutuhkan lapangan kerja daripada subsidi BBM. Anak-anak jalanan, pengemis, dan orang-orang terlantar membutuhkan perhatian lebih pemerintah untuk bertahan hidup, misalnya tempat penampungan, bukan subsidi BBM. Masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan membutuhkan pertolongan untuk dapat meningkatkan taraf hidup mereka, bukan subsidi BBM. Setelah mencapai pemahaman tersebut maka kita dapat melanjutkan pembahasan mengenai pembatasan subsidi BBM ini. Ada pepatah yang mengatakan “kalau ada yang meminta ikan kepadamu, berikan dia pancing dan kail”. Pepatah di atas mengajarkan agar dalam membantu, sebaiknya kita memberikan bantuan yang dapat membangun orang yang kita bantu, dengan kata lain membuat orang yang dibantu menjadi mandiri dan tidak berketergantungan pada bantuan-bantuan yang diberikan. Demikian pula halnya dengan subsidi BBM. Pemerintah semestinya memberikan subsidi
12
yang sesuai dengan kebutuhan rakyatnya dan memberikan bantuan yang dapat membangun rakyatnya menjadi mandiri, bukannya berketergantungan terhadap subsidi tersebut. Pertanyaannya adalah, seberapa besar dan seberapa jauh pemerintah mau dan mampu untuk membantu rakyatnya? Untuk membantu rakyatnya agar dapat mandiri seharusnya pemerintah harus membantu rakyatnyanya dalam hal-hal yang mendukung pekerjaannya. Jika pemerintah telah membuat dan menyusun ketentuan yang membantu pekerjaan rakyatnya, maka rakyatnya sebagai pengguna BBM bersubsidi diberi kebebasan untuk memanfaatkan bantuan dari negara sebaik-baiknya. Gambar 3.1 menunjukkan pengelompokan golongan yang membutuhkan subsidi BBM serta besar kebutuhan akan subsidi dari tiap golongan, dari Golongan 1 sampai Golongan 5. Dasar untuk menentukan besarnya subsidi untuk tiap golongan dapat dilakukan dengan mengetahui kebutuhan tiap golongan akan bahan bakar untuk mendukung pekerjaannya. Misalkan seorang karyawan perusahaan yang menggunakan sepeda motor mengkonsumsi bahan bakar untuk transportasi, dari tempat tinggal menuju kantor dan sebaliknya, sebesar 30 l tiap bulannya. Maka subsidi yang diberikan semestinya sesuai dengan kebutuhan karyawan tersebut untuk mendukung pekerjaannya. Jadi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah: •
Apa saja profesi dari golongan 1 sampai golongan 5?
•
Berapakah rata-rata jumlah bahan bakar yang dibutuhkan golongan tersebut, khusus untuk mendukung pekerjaannya?
13
Dengan dasar pemikiran di atas, kita harus menentukan besar atau jatah BBM bersubsidi yang akan diberikan untuk tiap golongan tiap bulannya. Misalkan hasil perhitungannya sebagai berikut: Golongan 1
30 liter/bulan
Golongan 2
25 liter/bulan
Golongan 3
20 liter/bulan
Golongan 4
15 liter/bulan
Golongan 5
10 liter/bulan
Gambar 3.2 Contoh Pembagian jatah BBM bersubsidi tiap bulan
Dengan membuat penjatahan atau kuota seperti di atas, maka pemerintah dapat membatasi pengeluaran dalam APBN sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan Golongan 1 sampai Golongan 5. Dengan adanya kuota ini juga pengguna kendaraan bermotor yang memiliki hak untuk menggunakan BBM bersubsidi diberi kebebasan untuk memilih metode atau cara untuk memanfaatkan fasilitas atau bantuan dari negara untuk keperluan sehari-harinya. Untuk penggunaan di luar jatah bulanan tersebut atau bagi mereka yang tidak memiliki hak menggunakan BBM bersubsidi, pengguna harus membeli bahan bakar yang sama dengan harga tanpa subsidi (harga pasaran yang seharusnya). Contohnya, harga premium saat ini adalah Rp 4.500,- dan harga normalnya misalkan Rp 7.000,- . Maka pengguna BBM bersubsidi akan membeli BBM dengan harga
14
subsidi, Rp 4500, selama jatah bulanannya ada dan untuk penggunaan di luar jatah bulanan dan bagi pengguna yang tidak memiliki hak menggunakan subsidi BBM harus membeli BBM dengan harga normal, yaitu Rp 7000. Dengan adanya kuota ini negara tidak perlu mengatur kendaraan apa yang berhak menggunakan BBM bersubsidi. Dengan sistem yang baru ini negara mengatur siapa yang berhak menggunakan BBM bersubsidi.
Solusi untuk masalah sumber pendanaan Setiap hak seharusnya diawali dengan melaksanakan kewajiban. Demikian juga halnya dengan pengguna BBM bersubsidi. Pengguna BBM bersubsidi harus melaksanakan seluruh kewajibannya yang terkait dengan kebijakan ini sebelum mendapatkan haknya untuk menggunakan BBM bersubsidi. Seperti yang dibahas sebelumnya, yang berhak menggunakan BBM bersubsidi adalah mereka yang miliki penghasilan (memiliki profesi) dan memiliki kendaraan bermotor. Maka kewajiban yang harus dilaksanakan adalah membayar Pajak Penghasilan, membayar Pajak Kendaraan Bermotor, dan membayar kewajiban-kewajiban lain seperti tagihan listrik, telepon, air, dan Pajak Bumi dan Bangunan. Jika tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut maka orang tersebut tidak mendapatkan haknya untu menggunakan BBM bersubsidi. Dengan diberlakukannya sistem ini pemerintah juga akan mengetahui besarnya pemasukan dari sektor pajak dan mendukung program pemerintah seperti Sensus Pajak dan dengan demikian sumber pendanaan subsidi ini terjamin.
15
Dengan diberlakukannya sistem ini, pemerintah dapat memperkecil anggaran untuk subsidi BBM sekaligus menyadarkan rakyatnya akan hak dan kewajibannya. Dari pembahasan di atas, maka syarat dan ketentuan untuk menentukan hak menggunakan BBM bersubsidi adalah: •
Orang pribadi yang memiliki penghasilan (memiliki profesi) dengan pajak penghasilan 5% dan mendaftarkan penghasilannnya. Golongan ini kemudian dibagi menjadi Golongan 1 sampai Golongan 5
•
Membayar pajak penghasilannya
•
Orang pribadi yang memiliki kendaraan bermotor dan mendaftarkan kendaraan bermotornya kepada Dinas Lalu-lintas
•
Membayar pajak kendaraan bermotornya
•
Mendaftarkan kepemilikan atas bumi dan bangunan
•
Membayar pajak dan tagihan lain yang atas nama orang tersebut. Contohnya tagihan listrik, telepon, air dan Pajak Bumi dan Bangunan
Mekanisme dan teknis pelaksanaan Sistem di atas membutuhkan mekanisme untuk mengumpulkan data dari setiap orang yang memiliki hak menggunakan BBM bersubsidi, mengolah data tersebut untuk menentukan jatah BBM bersubsidi bulanan, dan mekanisme untuk menyalurkan subsidi tersebut kepada yang berhak serta mekanisme untuk melindungi hak pengguna BBM bersubsidi tersebut.
16
Solusi dari permasalahan di atas adalah penggunaan E-KTP sebagai media untuk menyimpan informasi, dan media untuk melakukan transaksi penggunaan jatah BBM bersubsidi. E-KTP adalah program nasional dan sudah dimulai hampir di seluruh wilayah Indonesia dan sesuai pernyataan dari mendagri di situs resmi ektp direncanakan selesai pada bulan April 2012. Fungsi dan penggunaan E-KTP seperti tertullis di www.e-ktp.com adalah sebagai berikut:
• Sebagai identitas jati diri • Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya
• Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan. Selain sebagai identitas jati diri dan pencegahan adanya pemalsuan dan penggandaan KTP, E-KTP memiliki potensi penggunaan yang sangat luas, seperti: Dapat menyimpan informasi, aksesibilitas informasi yang tinggi, dan dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan lain. Berikut ilustrasi target penggunaan e-ktp jangka panjang menurut www.e-ktp.com: Gambar 3.3 Target penggunaan e-KTP jangka panjang
17
Bagaimana cara kerjanya? e-KTP menggunakan sistem database yang menyimpan seluruh informasi terkait pemegang e-KTP. Informasi tersebut kemudian dapat diakses dari e-KTP menggunakan card reader. Kita dapat memanfaatkan sistem ini untuk memecahkan masalah pembatasan dan penyaluran subsidi BBM. Semua informasi yang memuat kriteria hak penggunaan BBM bersubisidi akan disimpan dalam database E-KTP. Dengan memadukan kerja dari seluruh lembaga yang bersangkutan maka data di database akan diolah untuk menentukan apakah orang tersebut berhak menggunakan BBM bersubsidi dan menentukan berapa besar subsidi yang diperoleh orang tersebut setiap bulannya. Setelah mengumpulkan semua informasi persyaratan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, server kemudian akan memasukkan nilai subsidi BBM bulanan ke dalam e-KTP tersebut. Untuk melakukan transaksi penggunaan jatah subsidi BBMnya maka yang harus dilakukan pemegang kartu adalah membacakan e-KTPnya ke card reader yang terhubung ke server dan server akan menghitung penggunaan jatah bulanan untuk pemegang kartu tersebut. Pemegang kartu akan memperoleh bahan bakar dengan harga subsidi (Rp 4500) selama jatah bulanannya masih ada atau mendapat potongan harga sesuai sisa jatah bulanan subsidi BBMnya. Demikian pula sebaliknya, server akan menginformasikan jika jatah subsidi bulanan telah habis dan tetap memberlakukan harga bahan bakar tanpa subsidi (Rp 7000). Atau pada kasus lain, jika pengguna BBM melakukan transaksi tanpa menggunakan
18
e-KTP atau tidak memiliki hak menggunakan BBM bersubsidi, maka pengguna BBM tersebut mendapatkan BBM dengan harga tanpa subsidi (Rp 7000). Dengan mekanisme ini e-KTP dimanfaatkan sebagai “kartu diskon” bagi pengguna BBM. Selain memecahkan masalah pembatasan dan penyaluran subsidi BBM, sistem ini juga dapa membantu terciptanya keakuratan data penduduk. Pemerintah akan mendapatkan informasi yang detail tentang pemasukan dari pajak penghasilan, dan dapat menentukan besarnya subsidi yang diperlukan dengan lebih akurat. Teknis pelaksanaan sistem ini juga lebih sederhana dibandingkan dengan solusi yang dirancang pemerintah sebelumnya, seperti konversi BBM ke Bahan Bakar Gas, yang membutuhkan usaha besar untuk menyediakan infrastruktur pendukung seperti SPBU dan converter kit untuk setiap kendaraan. Untuk mendukung sistem ini, infrastruktur yang harus disiapkan adalah: •
e-KTP
•
Server dan database e-KTP
•
Card reader yang akan dipasang di SPBU di seluruh Indonesia Dengan diberlakukannya sistem ini pemerintah bisa terus mempersiapkan
hal-hal yang menyangkut arah kebijakan energi Indonesia. Selama mempersiapkan sistem, infrastruktur dan hal-hal lain yang bersangkutan tentang energi terbarukan atau sistem transportasi massal sistem ini dapat membantu mengurangi pengeluaran negara untuk subsidi BBM.
19
IV. Analisis Nilai Solusi Pada bagian akan dipaparkan perhitungan dan gambaran nilai dari sistem baru ini. Pada bagian ini akan terlihat potensi dan besar kontribusi yang akan diperoleh dengan diberlakukannya sistem ini dan manfaat-manfaat lain yang dapat diberikan sistem ini.
Jumlah dan komposisi penduduk Jumlah penduduk Indonesia dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2012 sebesar 237.641.326 jiwa dengan jumlah yang berusia 15 tahun ke atas sebesar 169 juta jiwa. Dari 169 juta jiwa tersebut, yang termasuk angkatan kerja (rentang usia 15-65 tahun) adalah sebesar 107,7 juta jiwa dengan angka pengangguran kira-kira 2,8 juta jiwa. Dari angka di atas dapat disimpulkan bahwa warga Indonesia yang termasuk wajib pajak kurang lebih sebanyak 107,7 juta jiwa. Dari data perkembangan jumlah kendaraan bermotor yang dikeluarkan BPS, dengan asumsi pertumbuhan jumlah mobil dan sebesar 15%, maka jumlah mobil dan sepeda motor pada tahun 2012 diperkirakan kurang lebih mencapai 82,9 juta unit. Dengan pembulatan ke atas maka angka ini menjadi 83 juta unit mobil dan sepeda motor. Walaupun pada kenyataannya tidak semua memiliki kendaraan bermotor, namun untuk menghitung potensi terbesar dari sistem ini kita akan menggunakan asumsi 107,7 juta jiwa wajib pajak memiliki dan menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
20
Seperti hasil pembahasan di bagian sebelumnya, yang berhak menggunakan subsidi BBM adalah yang berada di golongan pajak penghasilan 5% dan memiliki kendaraan bermotor. Maka dari hasil perhitungan di atas disimpulkan bahwa pengguna BBM sebesar 107,7 juta jiwa dan diasumsikan komposisinya menurut golongan pajak penghasilan sebagai berikut:
Dengan asumsi di atas maka pengguna BBM yang termasuk ke golongan pajak penghasilan 5% sebesar 86,16 juta jiwa dan yang berpenghasilan di bawah Rp 10 juta tiap bulan dan berhak mendapatkan subsidi BBM sebesar 73,236 juta jiwa. 73,236 juta pengguna BBM yang berhak mendapatkan subsidi ini kemudian dibagi lagi menjad Golongan 1 sampai Golongan 5 dengan asumsi komposisi sebagai berikut:
Golongan 1
50%
= 36,620 juta jiwa
Golongan 2
20%
= 14,650 juta jiwa
Golongan 3
15%
= 10,990 juta jiwa
Golongan 4
10%
= 7,325 juta jiwa
Golongan 5
5%
= 3,651 juta jiwa
21
Dengan ketentuan jatah subsidi BBM yang diperoleh tiap golongan seperti yang telah dibahas sebelumnya, yaitu: •
Golongan 1
= 30 liter/bulan
•
Golongan 2
= 25 liter/bulan
•
Golongan 3
= 20 liter/bulan
•
Golongan 4
= 15 liter/bulan
•
Golongann 5
= 10 liter/bulan
Maka setiap bulan pemerintah harus menyediakan 1.831.035.000 liter tiap bulan. Dengan harga yang berlaku saat ini, harga bahan bakar bersubsidi adalah Rp 4500, jika harga normal tanpa subsidi adalah Rp 7000, berarti pemerintah mengeluarkan subsidi BBM Rp 2500 untuk setiap liter. Dari angka di atas, maka pemerintah harus mengeluarkan biaya Rp 4.577.587.500.000 tiap bulan atau Rp 54.931.050.000.000 tiap tahun. Angka di atas jauh lebih kcil dari anggaran BBM dalam APBN 2012, yaitu sebesar Rp 123,6 T. Dengan diberlakukannya sistem ini, maka negara akan menghemat 55,56% anggaran untuk subsidi BBM, yaitu Rp 68,69 T, yang dapat dialokasikan untuk program-program pembangunan dan kesejahteraan rakyat lainnya.
22
V.
Kesimpulan Rincian belanja negara dalam APBN 2012 adalah sebagai berikut: •
•
Belanja Pusat Rp 965 T o Pembangunan infrastruktur perhubungan
: Rp 55,6 T
o Pembangunan infrastruktur pemukiman
: Rp 33,4 T
o Pembangunan Infrastruktur Irigasi
: Rp 16,4 T
o Pembangunan Infrastruktur Energi
: Rp 56,0 T
o Layanan Pendidikan Murah dan Terjangkau
: Rp 290 T
o Penanggulanan kemiskinan
: Rp 99,2 T
o Layanan Kesehatan Murah untuk Masyarakat
: Rp 42,3 T
o Ketahanan Pangan
: Rp 42,3 T
o Subsidi
: Rp 208,9 T
o Bidang Pertahanan Negara
: Rp 72,5 T
o Bidang keamanan dan Ketertiban
: Rp 30,2 T
Belanja Daerah Rp 470,4 T
Dengan diberlakukannya sistem ini, selain dapat menghemat APBN, negara juga bisa mengalokasikan dana tersebut untuk program-program lain untuk mendukung kesejahteraan rakyatnya. Dengan diberlakukannya sistem ini berarti dua kali lipat warga negara yang mendapatkan layanan kesehatan murah, atau 1,5 kali lipat warga negara yang menikmati program penanggulangan kemiskinan, atau 2,3 kali lipat warga negara miskin yang mendapatkan pemukiman yang
23
layak, atau dapat juga untuk membangun industri-industri strategis, dan masih banyak hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sistem ini memiliki potensi yang besar untuk menghemat pengeluaran negara untuk subsidi BBM dan memecahkan masalah pembatasan dan penyaluran BBM bersubsidi. Perhitungan di dalam tulisan ini masih menggunakan banyak asumsi, namun dengan data yang akurat sistem ini memiliki peluang yang lebih besar lagi untuk memecahkan masalah di atas.
24