PROGRAM PENGEMBANGAN AGROBISNIS HOLTIKULTURA DENGAN METODE POLICY ANALYSIS MATRIX Budiman Notoatmojo1; Haryadi Sarjono2 1
Peneliti Senior Departemen Pertanian Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bina Nusantara, Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected]
2
ABSTRACT In general, the purpose of this study is to find out the level of success of the development program of horticultural based agribusiness administered by the Directorate General of Horticultural Plant Production Development. This study uses macro indicators including production development and productivity of horticultural commodity, development of national added value, and development of contributions to the national food self sufficiency; while the micro indicators include profitability level of the horticultural agribusiness, competitive level, and the issues and problems that must be faced while the PPAH program is in progress. Keywords: agribusiness, horticultural, PPAH
ABSTRAK Secara umum, tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program pengembangan agribisnis berbasis hortikultura yang telah dijalankan oleh Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Hortikultura. Evaluasi keberhasilan program menggunakan indikator makro yang meliputi perkembangan produksi dan produktivitas komoditas hortikultura, perkembangan pembentukan nilai tambah nasional, dan perkembangan kontribusi terhadap kemandirian pangan nasional; sedangkan indikator mikro meliputi tingkat profitibilitas usaha tani hortikultura, tingkat daya saing, dan kendala serta masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program PPAH. Kata kunci: agribisnis, hortikultura, PPAH
Program Pengembangan .....(Budiman Notoatmojo; Haryadi Sarjono)
31
PENDAHULUAN Setiap akhir tahun diperlukan evaluasi terhadap kinerja Program Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Berbasis Hortikultura (PPAH), dalam rangka mengidentifikasi isu-isu utama yang perlu ditangani segera dalam tahun berikutnya. Kinerja PPAH merupakan hasil perpaduan antara kebijakan mikro sektoral Departemen Pertanian dan kebijaksanaan mikro sektoral Departemen Pertanian dan kebijaksanaan makro serta tatanan lingkungan strategis yang mempengaruhi sektor pertanian dan PPAH. Laporan kinerja pembangunan PPAH ini merupakan kinerja pembangunan PPAH selama periode 2000-2003, sejak dibentuknya Direktorat Jenderal Hortikultura. Oleh karena data dan informasi makro yang berkaitan dengan sub sektor hortikultura belum tersedia secara lengkap, maka data yang digunakan dalam analisis kinerja sesuai dengan yang tersedia dan pada beberapa hal dilakukan proyeksi.
METODE PENELITIAN Dalam konteks Program Pengembangan Sistem Usaha Agribisnis Berbasis Hortikultura (PPAH) di Indonesia, Departemen Pertanian dalam hal ini Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura bertindak sebagai fasilitator untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi terlaksananya partisipasi pelaku agribisnis hortikultura. Fungsi fasilitator berupa desain program pengembangan yang diimplementasikan dalam bentuk model mikro PPAH dalam skala yang amat terbatas, namun demikian model tersebut diharapkan diadopsi oleh petani secara berkelanjutan sehingga dalam jangka waktu tertentu desain PPAH dapat diwujudkan. Indikator yang digunakan meliputi makro dan mikro. Indikator makro untuk menilai keberhasilan PPAH difokuskan pada (1) Dampak PPAH terhadap perekonomian nasional, pemantapan ketahanan pangan, dan kesejahteraan petani. Dampak PPAH terhadap perekonomian nasional meliputi kinerja PDB dan kesempatan kerja sektor hortikultural serta pemasukan devisa; (2) Dampak terhadap ketahanan pangan nasional, kemandirian pangan, dan tingkat inflasi; (3) Dampak terhadap kesejahteraan petani meliputi nilai tukar dan profitabilitas usaha tani beberapa komoditas hortikultura, pendapatan rumah tangga tani dan kontribusi terhadap penurunan kemiskinan pedesaan. Indikator mikro untuk menilai keberhasilan PPAH difokuskan pada keberhasilan dari model mikro PPAH yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Indikator keberhasilan model tersebut meliputi peningkatan produktivitas, profitabilitas usaha tani, tingkat skala usaha, dan keterpaduan system dan usaha agribisnis hortikultura. Evaluasi terhadap PPAH mencakup evaluasi makro dan mikro. Evaluasi makro difokuskan pada dampak PPAH terhadap kinerja perekonomian nasional, sedangkan evaluasi mikro difokuskan pada dampak desain PPAH terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.
Data Untuk menilai keberhasilan PPAH di tingkat makro dengan menggunakan indikator makro dan data sekunder yang bersumber dari instansi pemerintah, sedangkan untuk menilai keberhasilan PPAH di tingkat mikro menggunakan data primer yang bersumber dari petani, pedagang, dan aparat pemerintah daerah yang manjadi fasilisator PPAH.
32
Journal The WINNERS, Vol. 10 No. 1, Maret 2009: 31-39
Metode Analisis Kegiatan evaluasi ini menggunakan pendekatan statistik deskriptif (rata-rata, pertumbuhan, dan lainnya) dalam bentuk tabulasi silang mengkaitkan antarpeubah yang relevan untuk menjelaskan permasalahan yang dianalisis. Kegiatan ini menggunakan statistik komparatif untuk membandingkan kinerja desain PPAH dan non PPAH berupa uji beda rata-rata dan koefisien variasi dari peubah yang diperbandingkan. Pertama, statistik deskriptif: Rata-rata = (Xi) / n Xi = peubah ke-i n = jumlah contoh Kedua, statistik komparatif: Uji rata-rata dua peubah = t-statistik CV = Sd / x Sd = standar deviasi x = rata-rata peubah Ketiga, Policy Analysis Matrix (PAM): Prinsip dasar Policy Analysis Matrix (PAM) adalah melakukan analisis divergensi pasar melalui perbedaan antara harga privat dan harga bayangannya atau harga sosialnya (Tabel 1).
Tabel 1 Policy Analysis Matrix (PAM)
Penerimaan
Biaya Input Tradable
Non Tradable
Keuntungan
Harga Privat
A
B
C
D=A–B–C
Harga Sosial
E
F
G
H=E–F–G
Divergensi
I=A–E
J=B–F
K=C–G
L=I-J–K=D-H
Baris pertama dari Matriks PAM adalah perhitungan dengan harga privat atau harga pasar, yaitu harga yang betul-betul diterima atau dibayarkan oleh pelaku ekonomi. Baris kedua merupakan perhitungan yang didasarkan pada harga sosial (shadow price), yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Baris ketiga merupakan perbedaan perhitungan dari harga privat dengan harga sosial sebagai akibat dari dampak kebijaksanaan pemerintah atau distori pasar yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembangunan sistem dan usaha agribisnis merupakan tugas benar dan kompleks yang melibatkan berbagai instansi terkait serta tidak mengenai batas-batas administrasi pemerintah dan bersifat lintas sektoral. Seperti yang tertuang di dalam Renstra Pembangunan Pertanian tahun 2002, kebijakan pembangunan sistem dan usaha agribisnis melibatkan 22 instansi terkait dengan tugas dan kewenangan yang telah ditetapkan.
Program Pengembangan .....(Budiman Notoatmojo; Haryadi Sarjono)
33
Untuk menyukseskan progaram pengembangan sistem dan usaha agribisnis, maka perlu disarankan beberapa hal sebagai berikut (1) Perlu advokasi secara intensif mengenai strategi, kebijakan dan program pengembangan sistem dan usaha agribisnis kepada departemen lain dan pemerintah daerah unruk mendapatkan dukungan kebijakan dan program riil mereka untuk sinkronasi pelaksanaan program sistem dan usaha agribisnis, dan (2) Perlu ditingkatkan kuantitas dan mutu infrastruktur pertanian.
Kebijakan Ekonomi dan Industri Kebijakan Fiskal dan Moneter Keberhasilan implementasi program dan usaha agribisnis sangat dipengaruhi oleh kebijakan makro pemerintah di bidang fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang sangat berpengaruh, yaitu alokasi pemerintah untuk sektor-sektor riil (investasi) dan perlakuan pajak. Kebijkan fiskal tersebut harus memperhatikan tahapan-tahapan pembangunan agribisnis seperti untuk daerah yang baru berkembang (natural resources and unskilled labor based) difokuskan pada investasi infrastruktur, sedangkan daerah yang masuk pada tahap capital and skill labor based investasi diarahkan pada pengembangan teknologi. Sementara itu, kebijakan moneter meliputi pengembangan sistem perkreditan dengan bunga murah di bawah bunga pasar, fleksibel, dan prosedur yang sederhana. Jika dilihat dari laokasi dana APBN/APBD, penyaluran kredit perbankan, dan jumlah proyek investasi yang disetujui pemerintah, terlihat bahwa sesungguhnya alokasi dan untuk sektor pertanian, terutama dalam penyediaan kesempatan kerja, pemenuhan kecukupan pangan bagi sekitar 200 juta penduduk dan pengentasan kemiskinan. Belum adanya keberpihakan penyandang dana untuk berinvestasi di sektor pertanian ini juga terlihat dari besarnya penanaman modal dari dalam dan luar negeri, yang disetujui oleh pemerintah. Investor masih melihat sektor sekunder (industri) sebagai ladang yang menarik untuk berinvestasi dibandingkan sektor primer. Hanya sekitar 8,43% oleh PMA. Dari bagian dana yang ditanamkan oleh PMDN dan PMA, dari sektor pertanian tersebut secara indikatif terlihat sebagian besar dialokasikan untuk sub sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit yang beberapa tahun terakhir ini gencar dikembangkan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Kebijakan Perdagangan Beberapa langkah yang harus ditempuh berupa kebijakan anti dumping dan subsidi (rules of competition), pengembangan akses pasar (market access), dan memanfaatkan isu-isu yang berkaitan dengan Non Trade concerns (multifungsi lahan pertanian, pengentasan kemiskinan, dan lain lain) dan development box (fasilitas Special and Differential Treatment, Special Safe Guard) sebagai basis negosiasi dalam perdagangan internasional. Kebijakan Industri Program utama Departemen Pertanian adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang mencakup kegiatan produksi pertanian primer atau umum dikenal sebagai kegiatan usaha tani, serta kegiatan terkait dalam spektrum luas, yaitu produksi dan distribusi input pertanian, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi komoditi pertanian berikut produk-produk turunannya serta pembiayaan usaha-usaha tersebut.
34
Journal The WINNERS, Vol. 10 No. 1, Maret 2009: 31-39
Produksi Pangan Nasional Perkembangan skala usaha agribisnis hortikultura tidak dapat dimonitor secara rinci per komoditas hortikultura karena tidak adanya data statistik yang lengkap tentang luas lahan dan jumlah petani per komoditas hortikultura dalam periode 1999-2002. Akan tetapi, dari data keproyekan yang ada, dapat dilihat bahwa kecenderungan peningkatan skala usaha berupa luas lahan per petani komoditas buah-buahan yang merupakan tanaman tahunan. Hal ini merupakan dampak langsung dari kegiatan proyek pembangunan hortikultura, antara lain (1) Proyek Pengembangan Agribisnis Hortikultura (PAH) dalam waktu 5 tahun telah berhasil membangun kebun seluas 21.600 ha dengan peserta 45.029 petani; (2) Dalam tahun 2001-2002 telah tersalur benih varietas unggul buah-buahan sebanyak 7.495.003 bibit dari berbagai jenis tanaman, yang setara dengan penambahan areal buahbuahan 37.244 ha (lihat Gambar 1).
Gambar 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional 1996 - 2003
Pembentukan PDB Nasional Dalam perhitungan PDB, tanaman hortikultura tergabung dalam sub sektor tanaman bahan makanan. Dengan demikian, baik buruknya kinerja pertumbuhan PDB tanaman hortikultura akan sangat berpengaruh terhadap kinerja sub sektor tanaman bahan makanan khususnya dan sektor pertanian pada umumnya. Selama kurun waktu 1997-2003, keragaman tumbuhan PDB tanaman hortikultura relatif lebih baik dibandingkan dengan tanaman padi dan palawija. Pada tahun 1997, tanaman hortikultura turut terimbas fenomena iklim El Nino yang mengakibatkan tanaman hortikultura mengalami kontraksi sebesar -2,85%. Pada tahun 1998, keragaman tanaman hortikultura membaik dengan mampu tumbuh positif sebesar 1,71%. Namun, karena laju pertumbuhan tahun 1998 masih lebih rendah dibadingkan dengan kontraksi pada tahun 1997, maka tumbuh negatif 0,57%. Lambannya pertumbuhan PDB tanaman hortikultura selama kurun waktu 1997-1998, disebabkan karena pada tahun 1998 tanaman sayuran justru mengalami kontraksi yang lebih parah (mencapai 4,41) dibandingkan dengan tahun 1997, sementara tanaman buah-buahan tumbuh positif cukup tinggi hingga mencapai 8,76. Kontraksi tanaman sayuran yang lebih parah pada tahun 1998, diduga terkait
Program Pengembangan .....(Budiman Notoatmojo; Haryadi Sarjono)
35
dengan semakin melonjaknya harga benih dan obat-obatan sebagai akibat dari krisis ekonomi. Seperti kita ketahui bersama, benih dan obat-obatan merupakan komponen yang sangat penting dalam usaha tani sayuran. Tabel 2 Pangsa PDB Sub Sektor Pertanian terhadap Total PDB Sub Sector A. Tanaman Bahan Makanan 1. Padi dan Palawija 2. Hortikultura - Sayur-sayuran - Buah-buahan B. Tanaman Perkebunan C. Peternakan dan Hasil-hasilnya D. Kehutanan E. Perikanan
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
7,54 4,75 2,79 1,50 1,30 2,42 1,73 1,66 1,53
8,86 5,59 3,27 1,65 1,63 2,79 1,71 1,75 1,79
8,97 5,85 3,11 1,62 1,49 2,82 1,80 1,66 1,88
8,68 5,31 3,31 1,61 1,70 2,69 1,77 1,61 1,89
8,32 4,92 3,29 1,67 1,62 2,67 1,78 1,58 1,89
8,07 5,09 2,99 1,52 1,47 2,65 1,77 1,56 1,89
7,94 4,66 3,38 1,72 1,67 2,84 1,73 1,46 1,92
Perkembangan pangsa hortikultura terhadap semua sektor dan sub selktor selama kurunwaktu 1997 – 2003 menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dengan besaran yang bervariasi. Selama kurun waktu tersebut, pangsa tanaman hortikultura terhadap sektor tanaman pertaian dan peternakan rata-rata selalu di atas 23%, sementara terhadap sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (pertanian dalam arti luas) rata-rata selalu di atas 18%. Dibandingkan dengan sub sektor kehutanan dan perikanan, pangsa PDB tanaman hortikultura masih lebih tinggi, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa tanaman padi dan palawija. Pangsa tanaman hortikultura terhadap PDB total, walaupun masih relatif kecil namun konsisten dalam kisaran 3%. Melihat besaran pangsa tanaman hortikultura terhadap pembentukan PDB di atas, dapat dikatakan bahwa peran tanaman hortikultura terhadap perekonomian nasional ternyata cukup besar dan perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah dalam pengembangannya.
Gambar 2 Laju Pertumbuhan PDB Sektor Pertanian
36
Journal The WINNERS, Vol. 10 No. 1, Maret 2009: 31-39
Perkembangan pangsa holtikultura terhadap semua sector dan sub sektor selama kurun waktu 1997-2003 menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dengan besar yang bervariasi. Selama kurun waktu tersebut, pangsa tanaman holtikultura terhadap sektor pertanian dan peternakan rata-rata selalu di atas 23 %, sementara terhadap sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (pertanian dalam arti luas) rata-rata selalu di atas 18 % (lihat Tabel 3 dan 4).
Tabel 3 Laju Pertumbuhan Antar tahun PDB Sektor Pertanian atas Harga Konstan 1993, 1997-2003 (%) Sektor
1997
1998
I. Pertanian dan Peternakan 1. Tan Bhn Makanan 1.1 Padi dan Palawija 1.2 Holtikultura a. Sayuran b. Buah-buahan 2. Perkebunan 3. Peternakan II. Kehutanan III. Perikanan IV. Pertanian, Kehutanan & Perikanan PDB Total
-0,91 -2.85 -2,85 -2,85 -2.85 -2,85 1,37 4,90 11,57 5,79 1,00 4,70
-0,74 2,03 2,21 1,71 -4,41 8,76 0,05 -13,94 -8,47 1,92 -1,33 -13,13
97-98 -0,83 -0,41 -0,32 -0,57 -3,63 2,96 0,71 -4,52 1,55 3,85 -0,16 -4,21
1999
2000
2001
2,50 1,99 5,57 -4,14 -0,59 -7,72 1,91 6,17 -4,45 6,07 2,16 0,79
1,49 1,53 -4,81 11,46 3,93 19,69 0,19 3,28 1,60 5,00 1,88 4,92
0,45 -0,79 -4,27 2,91 7,42 -1,36 2,40 3,56 2,09 3,74 0,98 3,44
99-01 1,48 0,91 -1,17 3,41 3,58 3,54 1,50 4,34 -0,25 4,93 1,68 3,05
2002 1,44 0,53 7,24 -5,91 -5,91 -5,91 3,17 3,07 1,97 3,56 1,74 3,66
2003 (I-II) 3,31 1,90 -5,08 17,35 17,14 17,64 10,69 1,34 -3,12 5,34 2,92 3,62
Tabel 4 Indeks PDB Sektor Pertanian atas Harga Konstan 1993, 1996-2003 (%) (1996=100) Sektor
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
I. Pertanian dan Peternakan 1. Tan Bhn Makanan 1.1 Padi dan Palawija 1.2 Holtikultura a. Sayuran b. Buah-buahan 2. Perkebunan 3. Peternakan II. Kehutanan III. Perikanan IV. Pertanian, Kehutanan & Perikanan PDB Total
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
99,09 97,15 97,15 97,15 97,15 97,15 101,37 104,90 111,57 105,79 101,00 104,70
98,35 99,12 99,30 98,81 92,86 105,67 101,42 90,28 102,12 107,82 99,66 90,96
100,81 101,09 104,83 94,72 92,31 97,51 103,35 95,84 97,58 114,36 101,81 91,68
102,31 102,64 99,78 105,58 95,94 116,70 103,55 98,99 99,14 120,07 103,73 96,19
102,77 101,82 95,52 108,66 103,05 115,12 106,03 102,51 101,22 124,56 104,75 99,49
104,25 102,36 102,44 102,24 96,96 108,32 109,40 105,66 103,21 128,99 106,57 103,13
107,70 104,31 97,21 120,02 113,69 127,40 121,10 107,07 99,99 135,88 109,68 106,86
Penyerapan Tenaga Kerja Nasional Peran serta holtikultura dalam penyerapan tenaga kerja nasional cukup besar, menempati urutan kedua setelah tanaman pangan. Pada tahun 2000, sub sektor holtikultura menyerap sekitar 11,74% dari seluruh tenaga kerja nasional, lebih rendah dibandingkan tanaman pangan yang mencapai 21,08%, tetapi jauh lebih tinggi dibanding sub sektor perkebunan dan peternakan yang masing-masing mencapai 5,41 dan 3,65% (lihat Tabel 5).
Program Pengembangan .....(Budiman Notoatmojo; Haryadi Sarjono)
37
Tabel 5 Peran Sub Sektor Hortikultura dalam Penyerapan Tenaga Kerja Nasional Sub sector Tanaman pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total pertanian Non pertanian Total
Tahun 1995 2000 20.344.568(23,21) 19.670.966(21,008) 10.829.028(12,41) 10.960.323(11,74) 5.045.938(5,41) 4.463.776(5,22) 3.303.924(3,79) 3.410.392(3,65) 39.041.296(44,44) 39.087.619(41,89) 48.229.920(55,56) 54.233.333(58,11) 87.271.216
Kenaikan(%) -3,31 1,21 10,56 3,22 0,11 12,45
93.320.952
6,93
Ketahanan Pangan Nasional Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi secara merata dengan harga yang terjangkau dan aman dikonsumsi. Dari pengertian tersebut ada 4 aspek utama yang harus dipenuhi untuk mewujudkan ketahanan pangan, yaitu aspek ketersediaan, aksesbilitas (keterjangkauan), stabilitas pengadaan, dan pengamanan pangan. Aspek ketersediaan mempunyai makna bahwa pangan harus tersedia, baik dari produksi dalam neegri maupun impor dari luar negeri. Berbeda dengan Singapura yang sebagian besar kebutuhan pangannya berasal dari impor karena memang sumber daya alamnya sangat terbatas, kebutuhan pangan di Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya, seyogyanya sebagian besar harus dapat dipenuhi dari produksi dalam neegri atau bahkan berswasembada.
Kinerja Mikro Pembangunan Agrobisnis Berbasis Hortikultura Kepemilikan aset-aset produktif dan ekspektasi pendapatan yang diterima merupakan 2 hal pokok yang mempengaruhi petani dalam menentukan keputusan teknologi apa yang digunakan dan seberapa tinggi tingkat penerapannya. Hal ini bisa dimengerti karena mereka sadar bahwa merekalah sebenarnya subjek dari kegiatan usaha tani tersebut, mereka yang akan menanggung semua resiko yang ditimbulkan dari keputusan-keputusan yang diambilnya. Pembinaan kepada petani-petani program tentang cara-cara usaha tani yang baik, peningkatan hasil yang nyata dapat dilihat petani merupakan cara terbaik untuk meningkatkan penerapan dan manfaat suatu program.
SIMPULAN Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, kinerja makro. Selama periode 1999 sampai 2002, kinerja makro sub sektor hortikultura mengalami perbaikan cenderung mengalami penigkatan, dengan besaran yang bervariasi dan berdasarkan kinerja PDB diperkirakan pada tahun 2003 dan tahun selanjutnya kinerja sub sektor hortikultura akan lebih baik lagi. Hal ini terlihat pangsa tanaman hortikultura terhadap sektor pertanian dan peternakan rata-rata selalu di atas 23%, sementara terhadap sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (pertanian dalam arti luas) rata-rata selalu di atas 18%. Kedua, kinerja mikro. Secara simultan, kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap input dan output pertanian tidak memberikan proteksi kepada petani produsen 9 komoditas hortikultura yang diamati (kecuali jeruk). Ditunjukkan nilai EPC di bawah 1. Kebijakan pemerintah tidak protektif terhadap produsen komoditas hortikultra, namun kinerja sub sektor hortikultura cukup baik.
38
Journal The WINNERS, Vol. 10 No. 1, Maret 2009: 31-39
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. (2001). Informasi hortikultura dan aneka tanaman, Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. (2002). Prosiding, sinkronisasi, pengembangan agribisnis hortikultura di kawasan sentra, Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. (2003). Pengembangan pelaksana kegiatan bagian proyek agribisnis, hortikultura di kabupaten melalui dana dekonsentrasi tahun anggaran 2002, Jakarta: Departemen Pertanian. Sekretariat Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. (2002). Evaluasi kinerja pengembangan agribisnis, hortikultura di kabupaten tahun anggaran 2002, Jakarta: Departemen Pertanian.
Program Pengembangan .....(Budiman Notoatmojo; Haryadi Sarjono)
39