SHARE (Journal of Service Learning), Vol. 1, No. 1, December 2013, 30-35 ISSN 2338-7866
PROGRAM KEGIATAN BUILD UP CARING SEBAGAI PELATIHAN KECERDASAN MULTI INTELEJENSIA BAGI MAHASISWA PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIVERSITAS KRISTEN PETRA Christine Wonoseputro Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236 Email:
[email protected]
Abstrak: Kegiatan Service Learning (SL) yang telah dicanangkan sebagai program yang wajib diampu oleh mahasiswa, telah memberikan sebuah wacana baru bagi iklim belajar mengajar di dunia pendidikan Arsitektur, khususnya di Universitas Kristen Petra. Dengan diterapkannya metode ini sebagai bagian yang mewarnai kegiatan akademik, diharapkan bahwa pendidikan mampu memoles mahasiswa secara utuh, bukan hanya unggul dari sisi akademiknya saja namun juga diharapkan mampu mencetak manusia–manusia yang memiliki nilai–nilai luhur serta kritis dan berwawasan luas dalam menghadapai permasalahan di masa yang akan datang. Kata kunci: Multi intelenjensia, metode service learning, kegiatan ekstrakurikuler, Arsitektur, anak, nilai–nilai akademik. Abstract: Each Petra Christian university student should join either community service or service learning course as a compulsory to complete the undergraduate program. It has influenced the learning environment especially in architecture department of Petra Christian University. The learning outcome of this program is to provoke the students to be able to think critically and to be care of the community needs, so that they can be whole beings that will become visionair leaders in the future. This kind of program was being set accordingly to Petra Christian University’s academic vision and also university excellence value. Keywords: Multiple intelegence, service learning methods, extracurricular program, architecture, children, and academic values
Selaras dengan pendapat yang dikemukakan Syamsiah [1], Metode SL sendiri, sebenarnya dipahami bukan hanya sebagai metode yang diterapkan di kalangan akademis tertentu, namun dapat dikembangkan juga semenjak masa anak– anak pra sekolah, sekolah umum, hingga pada lembaga masyarakat yang berbasiskan lembaga swadaya masyarakat maupun komunitas pelayanan masyarakat lainnya. SL sendiri juga tidak dipahami hanya terbatas pada lingkup kajian akademis tertentu, sebaliknya SL mampu memberikan peluang bagi multi disiplin ilmu untuk dapat saling bertukar pikiran, memperlengkapi dan bahkan bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut.
PENDAHULUAN Sebagai bagian dari kewajiban akademis untuk menyelesaikan pendidikan sarjana strata 1 di Universitas Kristen Petra, maka kegiatan dengan muatan SL merupakan beban wajib yang harus diampu oleh setiap mahasiswa mulai angkatan 2010. Sebagai langkah awal program studi dan kegiatan kemahasiswaan untuk mengawali kegiatan ini pada tahun–tahun awal pelaksanaan SL, maka perlu disusun sebuah strategi pelaksanaan kegiatan yang diharapkan mampu memelopori dan memicu beragam kegiatan lainnya khususnya di Program Studi Arsitektur, dalam hal mengenalkan metode belajar mengajar di dalam, pada, serta melalui masyarakat. Dengan belajar secara nyata pada kehidupan masyarakat, diharapkan seorang mahasiswa mampu belajar bukan hanya searah, melainkan dua arah, dengan memberikan aksi reaksi terhadap fenomena yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri dan berikutnya mendapatkan sesuatu nilai yang berguna dari masyarakat tersebut sendiri sebagai subyek dari pembelajaran (bukan hanya sekedar menjadi obyek) pembelajaran.
Sebagai bagian dari misi metode SL, yaitu memberikan kapabilitas akademis pada seorang individu untuk dapat “berlatih” menyelesaikan masalah– masalah nyata kehidupan, melalui pembelajaran nyata di masyarakat, maka pernyataan ini dilihat sebagai suatu kreasi ekstrakurikuler atau bentuk lain dari pengembangan pemikiran dasar Howard Gardner tentang Teori Multi intelenjensi. 30
Wonoseputro / Program Kegiatan Build Up Caring Sebagai Pelatihan Kecerdasan / SHARE, Vol. 1, No. 1, December 2013, 30-35
Berlandaskan dari pemahaman tersebut, metode SL tidak hanya dipahami sebagai bentuk pembelajaran yang harus dilatihkan secara formal dalam mata kuliah tertentu dengan beban satuan kredit (kurikuler), melainkan dapat juga dipahami sebagai sebuah kegiatan yang bertujuan mengasah kognisi sekaligus afeksi mahasiswa serta memberikan tambahan bekal sekaligus ketrampilan (ekstrakurikuler) dalam memecahkan sebuah permasalahan yang mereka temui pada saat belajar di dalam dan bersama masyarakat.
menjadi universitas yang memiliki suasana akademis dengan semangat kepedulian namun juga berwawasan global serta internasional. Komitmen akan semangat kepedulian (caring) namun juga punya dampak global tersebut berusaha diusung oleh universitas yang berkomitmen pada nilai–nilai kristiani yang hendak diusung dalam suasana serta kegiatan akademisnya. Maka daripada itu, metode SL dianggap sebagai salah satu warna yang mampu mengusung semangat kepedulian pada sesama sekaligus diharapkan untuk membawa suasana akademis yang membawa mahasiswa Universitas Kristen Petra untuk belajar dengan lebih membumi, serta mengasah bekal pengetahuan mereka melalui masalah–masalah nyata yang dihadapi oleh masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan tersebut bukan hanya bermanfaat dari sisi keilmuan saja, namun juga berperan serta dalam membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik.
DASAR TEORI Teori Multi Intelejensi dipelopori oleh pakar bernama Howard Gardner, seorang pakar pendidikan dari Universitas Harvard, yang mengungkapkan bahwa kecerdasan seseorang adalah kemampuan seseorang untuk menangkap situasi yang baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Gardner berpendapat bahwa kecerdasan bergantung pada konteks, tugas, serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, bukan tergantung pada IQ ataupun sebuah jenjang perguruan tinggi yang ditempuh dengan sebuah reputasi yang bergengsi.
PROGRAM KEGIATAN “BUILD UP CARING: TOGETHER WE BUILD FOR THE CHILDREN“ SEBAGAI PROGRAM PELATIHAN MULTI INTELEJENSIA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
Gardner [2], dalam teorinya tentang Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences mengungkapkan bahwa ada 7 jenis kecerdasan yang patut dipertimbangkan sebagai “intelejensia”. Gardner memilih 7 kemampuan dasar yang disebut sebagai kemampuan multi intelejensia, yaitu: musik–irama, visual–spasial, verbal–linguistic, logika-matematika, bodily–kinestetis, interpersonal dan naturalis. Kemudian beliau menyarankan kecerdasan moral dipertimbangkan untuk melengkapi ketujuh kecerdasan dasar tersebut.
Detail Kegiatan Kegiatan “Build Up Caring: Together We Build For The Children” merupakan kegiatan yang digawangi oleh Program Studi Arsitektur, dalam hal ini mata kuliah Arsitektur Anak AR.751 yang berkolaborasi dengan Himpunan Mahasiswa Arsitektur Universitas Kristen Petra melalui wadah Rumah Belajar Masyarakat dan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Universitas Kristen Petra. Hal tersebut diwujudkan melalui sebuah kegiatan pelayanan masyarakat yang berbasiskan metode SL yang bersifat non beban satuan kredit semester/non sks.
Sedangkan Batchelerd dan Root [3] mengungkapkan bahwa metode SL merupakan sebuah metode belajar mengajar yang mengkombinasikan pelayanan masyarakat dengan instruksi materi pembelajaran yang kita dapatkan di kelas, menitikberatkan metode belajar mengajar yang berpusat pada berpikir kritis (critical thinking), berpikir reflektif (reflective thinking), dan tanggung jawab kemasyarakatan (civic responsibility). Pada kasus berikut ini, SL dipandang sebagai sebuah metode transfer keilmuan yang digunakan untuk mempraktekan 3 parameter akademis, yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif melalui metode yang melatih cara berpikir kritis dan reflektif sekaligus menjalankan tanggung jawab moral kemasyarakatan melalui pelatihan dasar pengenalan akan “apa itu arsitektur ?” kepada anak–anak.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat kegiatan kemahasiswaan, dengan komposisi mata kuliah dan dosen mata kuliah sebagai penanggung jawab materi program, serta organisasi kemahasiswaan sebagai pelaksana program. Sebagaimana diungkapkan dalam laporan kegiatan (Wonoseputro, Canadarma, dan Nata, 2013) [4] dalam pelaksanaannya, kelas bekerjasama dengan TK Bina Insani Siwalankerto, Surabaya, selaku target metode SL kali ini. Tujuan utama dari program adalah pengendapan materi dasar tentang arsitektur pada mahasiswa Program Studi Arsitektur semester dasar, sehingga yang menjadi sasaran pelaksanaan program adalah mahasiswa Program Studi Arsitektur semester 1-3. Selain itu, selaku tim pengarah 3 orang dosen terlibat langsung sebagai dosen yang mempersiapkan panitia pelaksana lapangan. Selama pelaksanaan program, maha-
Hal ini dianggap mengacu pada visi dan misi Universitas Kristen Petra, melalui visi yang hendak 31
Wonoseputro / Program Kegiatan Build Up Caring Sebagai Pelatihan Kecerdasan / SHARE, Vol. 1, No. 1, December 2013, 30-35
siswa baik alumni maupun calon peserta mata kuliah Arsitektur Anak AR.751 membimbing adik– adik kelasnya selaku “mentor program” (Wonoseputro, Canadarma, dan Sidharta, 2013) [5]. Selama mentoring, mahasiswa yang berfungsi sebagai kakak kelas wajib mengikuti dan mencatat serta wajib mengendapkan semua kejadian yang mereka amati dalam bersama anak–anak TK di dalam kelas dalam bentuk laporan tertulis sebagai tahapan pra-observasi sebelum semester yang baru berlangsung.
Adapun rincian kegiatan–kegiatan di atas telah disusun berdasarakan pengamatan dan perencanaan awal oleh kedua belah pihak yang terkait dalam kegiatan ini, baik dari sisi kebutuhan muatan akademik (mata kuliah yang terkait) serta menilik dari sudut pandang masyarakat itu sendiri. Kegiatan observasi lapangan serta analisa kasus menjadi langkah awal yang dilakukan sebelum kegiatan direalisasikan langsung di lapangan dengan melibatkan sekitar 40 mahasiswa untuk pelaksanaan metode SL ini.
Tabel. 1. Penjabaran Detail Program Build Up Caring 2013 (Berdasarkan Wonoseputro, Canadarma, dan Nata (2013)) [4] POKOK BAHASAN PENGANTAR ARSITEKTUR (DASAR ) Siapakah Profesi arsitek yang Arsitek itu ? unik Apa saja yang dikerjakan oleh arsitek dan bagaimanakah jenis pekerjaannya.
SUBYEK NO KEGIATAN 1.
2
3
4
5
AKTIVITAS Bercerita Menyelesaikan The Architect’s Maze, Tutorial
RELEVANSI DENGAN SILABUS MATA KULIAH ARSITEKTUR ANAK - Wawasan Arsitektur - Mengenal karakter anak dan kebutuhan anak akan ruang ( spatial needs ) - Mengenal teori ruang terstruktur melalui classroom management - Mengenal elemen spasial ruang interaktif sebagai kebutuhan anak dalam belajar sambil bermain atau sebaliknya. - Memahami dan menceritakan kembali wawasan mahasiswa tentang arsitektur.
Bangunan Wawasan Arsitektur Menyanyi Lagu Arsitek Terkenal di Pengenalana akan Dunia bangunan–bangunan - Memberikan wawasan tentang teori dasar terkenal yang ada di Bercerita dengan maket 3 dimensional terjadinya “ruang bermain pada anak” dunia melalui kegiatan bermain langsung dengan Pengenalan tokoh anak–anak. arsitek dunia pada anak. Kegiatan anak: Membangun - Memahami perilaku anak serta mengetahui imajinasi melalui kreativitas fenomena terbentuknya ruang anak oleh peran menjadi “arsitek” - Pemahaman ruang terstruktur dan ruang tidak terstruktur. Lingkungan Pengenalan pada Aktivitas paralel: Membuat - Wawasan bangunan sehat dan lingkungan ku yang aktivitas paralel tentang yang sehat pola lingkungan sehat rumah dan lingkungan yang - Membangun imajinasi anak tentang rumah yang sehat sehat pada orang tua yang hijau dan sehat Membangun kreativitas dan mimpi anak melalui maket model rumah sehat idamanku Aktivitas anak: Mambangun imajinasi anak tentang rumah yang hijau dan sehat Menyanyikan Lagu Sang Arsitek Arsitektur Pengenalan akan Bercerita dengan bentuk 3 - Wawasan Arsitektur Nusantara Nusantara - Memberikan wawasan tentang ruang keunikan Arsitektur dimensional terstruktur dan tidak terstruktur Nusantara Kegiatan Mewarna Arsitektur Nusantara Rally Evaluasi materi pada Architecture Fun Rally (di - Mengembangkan kemampuan kerjasama Arsitektur masyarakat dan anak– dalam kampus) dan manajerial kegiatan. anak yang dibina - Mengembangkan rasa empati dan kepedulian - Belajar bertanggung jawab dan menghormati waktu.
32
Wonoseputro / Program Kegiatan Build Up Caring Sebagai Pelatihan Kecerdasan / SHARE, Vol. 1, No. 1, December 2013, 30-35
Tabel 2. Parameter pelatihan aspek multi intelejensia pada program BUC 2013 SUBYEK Siapakah Arsitek itu ?
Bangunan Terkenal di Dunia
Lingkunganku yang sehat Arsitektur Nusantara Rally Arsitektur Mural fasade sekolah
DETAIL KEGIATAN Bercerita Menyelesaikan The Architect’s Maze,
ASPEK YANG DILATIH Visual–linguistic; Interpersonal; Naturalis Visual–spasial; Verbal–linguistic; Interpersonal; Naturalis Proses perkenalan dan tutorial Verbal–linguistic; Interpersonal; Naturalis Wawasan Arsitektur Visual–spasial; Verbal-linguistik; Interpersonal; Naturalis Pengenalan akan bangunan–bangunan Visual–spasial; Verbal-linguistik; Interpersonal; terkenal yang ada di dunia Naturalis Pengenalan tokoh arsitek dunia pada anak. Visual–spasial; Verbal-linguistik; Interpersonal; Naturalis; Bodily- Kinestetik Menyanyikan lagu “ Arsitek “ Visual–spasial; Verbal-linguistik; BodilyKinestetik; Interpersonal; Naturalis; Musikirama; Verbal–linguistik Pengenalan pada pola lingkungan yang sehat Visual–spasial; Verbal-linguistik; Interpersonal; Naturalis; Moral Membangun kreativitas dan mimpi anak Visual– spasial; Verbal – linguistic; Interpersonal; melalui maket model rumah sehat idamanku Naturalis Cerita kreatif tentang pengenalan keragaman Visual – spasial; Verbal – linguistic; dan keunikan Arsitektur Nusantara Interpersonal; Naturalis; Bodily-kinestetik; Musik–irama; Verbal – linguistic; Moral Evaluasi materi pada masyarakat dan anak – Visual – spasial; Verbal – linguistic; anak yang dibina Interpersonal; Naturalis; Bodily-kinestetik; Musik–irama; Verbal – linguistic; Moral Membenahi dan mengecat ulang fasade Visual – spasial; Verbal – linguistic; sekolah serta area bermain yang sudah mulai Interpersonal; Naturalis; Bodily-kinestetik; rusak Musik–irama; Verbal – linguistic;Moral
KESIMPULAN Hasil refleksi segenap peserta yang mengikuti kegiatan ini, seluruh peserta mahasiswa merasakan manfaat yang sangat besar terutama dari sisi afeksi. 100% respons dari refleksi menyatakan bahwa kegiatan sejenis harus terus ditingkatkan dan diulang kembali. 95% dari mahasiswa berminat untuk bergabung dan mendukung kegiatan sejenis di masa yang akan datang, sedangkan hanya 2% dari responden mahasiswa yang mengeluh bahwa kegiatan seperti ini melelahkan dan membuat mereka berkorban waktu. Namun 100% mahasiswa sukarelawan dalam kegiatan ini merasa bahwa mereka bersukacita karena dapat berbagi dan memperoleh kesempatan untuk mengenali masyarakat di sekitarnya.
Gambar 1. Rangkaian kegiatan BUC: Together We Build for the Children sebagai kegiatan yang mengasah kognisi, psikomotorik, dan afeksi mahasiswa.1
Sebaliknya dari kacamata masyarakat, respons menyatakan 100% dari para guru menyatakan bahwa mereka merasakan kegaiatan seperti ini diharapkan mampu berlanjut pada masa yang akan datang. Guru–guru TK yang terlibat dalam program kegiatan kali ini sangat berharap ada kerjasama lebih lanjut tentang kegiatan memberikan wawasan profesi secara langsung dari program studi yang terkait, sehingga anak–anak didik juga dapat lebih memahami dan mendapatkan gambaran langsung tentang profesi tersebut.
Dari kiri atas searah jarum jam: Keceriaan anak–anak ketika menyambut tim dari UK Petra datang berkunjung, Belajar dengan para mahasiswa, anak–anak aktif memperhatikan, suasana ruang kelas ketika tutorial diadakan, tim pembuat mural sedang
melakukan kegiatan pengecatan, memperbaiki jendela dan dinding yang rusak, Mahasiswa Arsitektur melakukan kegiatan kreatif bersama anak–anak, dan suasana story telling (bercerita) di dalam kelas.
1
33
Wonoseputro / Program Kegiatan Build Up Caring Sebagai Pelatihan Kecerdasan / SHARE, Vol. 1, No. 1, December 2013, 30-35
Respon dari orang tua juga cukup menggembirakan walaupun belum 100% orang tua terlibat langsung dalam program kegiatan, namun mereka cukup antusias ketika panitia mengundang para orang tua masyarakat untuk datang dan bergabung dengan kegiatan di dalam kampus universitas.
itu penjaminan mutu atas SL yang dilaksanakan serta pengawasan akan kesinambungan program akan sangat besar perannya untuk mensukseskan proses belajar–mengajar serta kontrol kualitas akademik di tingkat universitas. 4. Dana Universitas perlu memikirkan adanya sebuah rencana induk pendanaan untuk serius mengambil metode SL sebagai keunikan akademis atau “ciri khas kurikulum” masing–masing program studi yang sehingga mampu menjadi academic excellence-nya. sehingga pada pelaksanaannya kegiatan ini benar–benar dirasakan manfaatnya oleh kedua belah pihak, bukan hanya menjadi kegiatan yang sepenggal– sepenggal dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan di lapangan, khususnya untuk kasus yang dihadapi oleh program studi Arsitektur pada kegiatan Service Learning Build Up Caring 2013, ada beberapa evaluasi yang berkaitan dengan topik terkaitnya metode SL dengan muatan pelatihan multi intelenjensia: 1. Materi Berdasarkan pemaparan yang telah digambarkan oleh Tabel. 1 dan Tabel. 2, dapat kita lihat bahwa kegiatan yang diadakan telah mengadopsi unsur–unsur pelatihan seperti yang telah dipaparkan oleh Howard Gardner dalam Frames of Mind. 2. Waktu Kelemahan yang paling dapat dirasakan oleh segenap pihak apabila ingin benar–benar menerapkan keseluruhan aspek yang dicetuskan sesuai teori Multi Intelejensi Gardner adalah masalah waktu yang terbatas. Universitas perlu mengembangkan sebuah sistem yang mampu memadukan antara kesinambungan program dengan kurikulum terpada sehingga keefektifan pelatihan baik yang berbasiskan akademis maupun yang bersifat ekstrakurikuler dapat lebih tajam dan terarah. Waktu yang singkat akan memberikan dampak serta kesan “hanya sekedar datang dan pergi“ pada masyarakat, dimana mahasiswa melakukan kegiatan belajar mengajar bersama. Di sisi lain, program yang dikembangkan banyak yang cenderung bersifat “hanya memberi” karena waktu membuat mereka terbatas untuk menggali lebih dalam masalah yang sesungguhnya terjadi. hal ini dapat menimbulkan ketergantungan yang besar pada masyarakat terhadap dunia akademis, sebab masyarakat hanya akan memandang dunia akdemis sebagai “pemberi hadiah” atas masalah yang mereka alami, bukan menyebabkan mereka menjadi mandiri dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalahnya sendiri. 3. Kesinambungan Program Program yang digagas harus dapat dikaji benar– benar manfaatnya bagi proses belajar mengajar di Universitas Kristen Petra, apakah metode ini benar–benar efektif untuk mengembangkan sebuah profil mahasiswa yang secara akademis telah diasah secara “utuh” sesuai dengan visi dan misi universitas sebagaimana digagas oleh Gardner dalam teori multi intelejensinya. Untuk
Berdasarkan laporan pelaksanaan metode SL oleh Wonoseputro, Canadarma, dan Nata [4], program ini juga mampu memiliki nilai positif lainnya yang membangun kehidupan akademis program studi Arsitektur, antara lain: 1. Peluang mata kuliah untuk “mempromosikan “ diri, di mana mahasiswa bisa “mencicipi terlebih dahulu apa dan bagaimana metode SL, khususnya bagi mahasiswa yang berminat mengambil mata kuliah Arsitektur Anak pada semester berikutnya. 2. Peluang untuk mempererat hubungan lintas angkatan pada mahasiswa yang menjadi sukarelawan, sehingga mereka saling mengenal satu sama lain. 3. Membina relasi dini serta mempererat hubungan yang sifatnya lebih non formal dan non akademis antara dosen dengan mahasiswa maupun mahasiswa dengan mahasiswa. 4. Peluang belajar dan membina hubungan dengan dunia industri khususnya dalam hal mencari sponsor kegiatan serta belajar untuk berkomunikasi dengan pihak di luar dunia akademis. Sebaliknya dunia industri akan juga melihat kualitas mahasiswa–mahasiswa yang berhubungan dengan mereka selama program ini dilaksanakan . 5. Peluang untuk membuka wawasan mahasiswa tentang profil masyarakat dan realita dunia yang ada di sekitar kita. Sedangkan dari kacamata masyarakat, metode SL mampu menjadi jembatan komunikasi yang sangat baik untuk membina hubungan saling memahami dan saling membantu dalam menghadapi problema yang sering dihadapi bersama. Melalui pemaparan tersebut di atas, jelas bahwa program kegiatan SL adalah salah satu metode yang efektif untuk dikembangkan di dunia akademis dalam rangka mengembangkan kecerdasan 34
Wonoseputro / Program Kegiatan Build Up Caring Sebagai Pelatihan Kecerdasan / SHARE, Vol. 1, No. 1, December 2013, 30-35
multi intelejensia pada segenap pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan tersebut. Perlu dikembangkan kegiatan-kegiatan lokakarya pendukung untuk senantiasa menyempurnakan dan melengkapi kegiatan sejenis sehingga metode ini mampu menjadi keunggulan nilai akademik institusi yang bersangkutan.
[4]
UCAPAN TERIMA KASIH Secara khusus, ucapan terima kasih diberikan kepada segenap pihak yang telah membantu berlangsungnya kegiatan SL, meliputi para anggota tim dosen pendukung, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Petra Surabaya selaku fasilitator antara mata kuliah Arsitektur Anak sebagai penggagas kegiatan dan masyarakat, Himpunan Mahasiswa Arsitektur dan panitia mahasiswa yang telah menjadi pelaksana lapangan kegiatan, serta pihak–pihak yang telah membantu berlangsungnya kegiatan ini sebagai sponsor kegiatan.
[5]
[6]
DAFTAR PUSTAKA
[7]
[1] Syamsiah, Nur, Penerapan Multiple Intelegensi Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, 2012 [2] Gardner, Howard, Multiple Intelligences: The First thirty Years, Harvard Graduate School of Education, 2011. [3] Batchelder, Thomas H. and Root, Susan, Effects of An Undergraduate Program to Integrate Academic Learning and Service:
[8] [9]
35
Cognitive, Prosocial Cognitive, and Identitiy Outcomes, Journal of Adolescence, 1994,17, 341–355, diunduh dari http://www.ydae.purdue. edu/lct/hbcu/documents/Effects_of_an_UG_Program_to_Integrate_Academic_Learning_and_Ser vice.pdf Wonoseputro, Christine, Widigdo, Wanda, Nata, Samuel Hartono, Build Up Caring: Together We Build for Children, Service Learning Report of Architecture Department, Petra Christian University, Surabaya, Febuari 2013. Wonoseputro, Christine, Widigdo, Wanda, Sidharta, Emerentiana Gillian, “Together We Build For the Children” Program: A New Strategy in Conducting Service Learning in the First Year in Architecture Department of Petra Christian University, Makalah dalam the 4th Annual Service Learning Asia Pacific Symposium Lingan University, HongKong, 5-6 Juni 2013 Gardner, Howard, The Arts and Human Development. New York: Wiley Republished by Basic Books, 1994. Dudek, Mark, Children’s Space, Architectural Press, Elsevier, Jordan Hill, Oxford, 2005 Dattner, Richard, Design for Play, The MIT Press, Cambridge, Massachusetts, London, England 1969. Wonoseputro, Christine, Studi Permainan Yang Dilakukan Oleh Anak–Anak Pada Ruang Terlipat Di Lingkungan Sekolah, Reserch Report No: 07/Pen.Arsitektur/UKP/2011.