PROFIL METABOLIT KAKAO DAN SEKRESINYA SEBAGAI FITOALEKSIN POTENSIAL PADA INFEKSI Oncobasidium theobromae
TEGUH IMAN SANTOSO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Metabolit Kakao dan Sekresinya sebagai Fitoaleksin Potensial pada Infeksi Oncobasidium theobromae adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016 Teguh Iman Santoso NIM G353130321
RINGKASAN TEGUH IMAN SANTOSO. Profil Metabolit Kakao dan Sekresinya sebagai Fitoaleksin Potensial pada Infeksi Oncobasidium theobromae. Dibimbing oleh MIFTAHUDIN, YOHANA C SULISTYANINGSIH dan SURYO WIYONO. Studi mekanisme ketahanan kakao terhadap penyakit vascular streak dieback (VSD) masih sangat terbatas karena tidak tersedianya spora cendawan yang dapat digunakan pada inokulasi buatan. Berdasarkan hal tersebut, mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD belum cukup jelas. Oncobasidium theobromae cendawan penyebab penyakit VSD bersifat parasit obligat. Epidemiologi O. theobromae terkait erat dengan lingkungan fisik. Respon ketahanan kakao terhadap VSD dijumpai berbeda antar klon. Sulawesi 1, KEE 2, KKM 22 dan Scavina 6 dinyatakan klon tahan VSD, sebaliknya ICS 60, ICS 13 dan TSH 858 dinyatakan klon rentan VSD. Berdasarkan hal tersebut terdapat peluang untuk mempelajari respon inang dan patogen di daerah endemik. Pendekatan pewarnaan cendawan dilakukan dalam penelitian ini untuk mendeteksi lebih dini kehadiran O. theobromae pada kakao di daerah endemik. Keberadaan hifa O. theobromae menjadi penanda waktu yang tepat untuk mempelajari profil metabolit pada tahap infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1) mendeteksi tahap infeksi O. theobromae pada inokulasi alami di daerah endemik, 2) membuat profil metabolit yang terkait dengan infeksi O. theobromae, 3) mempelajari akumulasi senyawa metabolit sekunder pada struktur jaringan daun kakao, dan 4) mengidentifikasi karakter anatomi daun yang terlibat dalam sistem pertahanan kakao pada klon tahan dan rentan VSD. Penelitian dilaksanakan di daerah endemik VSD, kebun percobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa Timur. Penelitian menggunakan bibit kakao hasil perbanyakan top grafting klon tahan (Scavina 6) dan rentan (TSH 858) VSD. Deteksi infeksi O. theobromae menggunakan metode pewarnaan cendawan yang dilakukan setiap dua minggu sekali sejak bibit kakao diletakkan di bawah kakao terserang penyakit VSD. Profil metabolit dianalisis menggunakan gas chromatography mass spectrometrypirolisis (GCMS pirolisis) pada tahapan pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. Identifikasi jenis metabolit menggunakan data base senyawa kimia pada PubChem. Identifikasi fungsi dan lintasan metabolit menggunakan data base Kyoto Encyclopedia Genes Genome (KEGG). Karakter anatomi daun kakao dianalisis menggunakan sediaan semi permanen pada sayatan paradermal dan transversal. Kandungan metabolit sekunder kelompok fenol, terpenoid dan alkaloid pada jaringan daun kakao diidentifikasi menggunakan uji histokimia. Kandungan pati pada tahapan infeksi VSD dilakukan menggunakan metode Luff Schoorl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pewarnaan cendawan telah berhasil mendeteksi tahap infeksi dini O. theobromae pada minggu ke-14 (klon rentan) dan minggu ke-18 (klon tahan) sejak bibit kakao diletakkan di bawah kakao terserang penyakit VSD. Terdapat 20 senyawa metabolit yang diproduksi selama tahapan infeksi O. theobromae. Lintasan metabolisme phenilpropanoid,
metabolisme terpenoid, transduksi sinyal sebagai respon terhadap lingkungan dan degradasi senyawa aromatik merupakan lintasan-lintasan penting yang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap O. theobromae. Senyawa I-limonene (terpenoid), p-ethylguaiacol (fenol) dan 2,3 dihidrobenzofuran (senyawa heterosiklik) merupakan senyawa yang berperan pada ketahanan aktif kakao terhadap penyakit VSD. Ketiga senyawa tersebut diproduksi kakao setelah infeksi O. theobromae terutama pada tahap infeksi lanjut. Pengujian histokimia menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dan fenol diakumulasi pada trikoma kelenjar, idioblas pada epidermis atas dan bawah, floem dan idioblas korteks. Pada tahapan infeksi O. theobromae dijumpai penurunan kandungan pati di daerah empulur midrib daun kakao. Pembongkaran pati klon tahan terjadi lebih cepat dibandingkan klon rentan pada tahapan infeksi O. theobromae. Epidermis klon kakao tahan lebih tebal dibandingkan klon kakao rentan. Jaringan epidermis dan senyawa yang diakumulasi pada idioblas epidermis dapat berperan sebagai penanda fisik dan biokimia ketahanan kakao terhadap penyakit VSD.
Kata kunci: histokimia, kakao, profil metabolit, Oncobasidium theobromae, VSD
SUMMARY TEGUH IMAN SANTOSO. Cacao Metabolites Profiling and Its Secretions as Potential Phytoalexin during Oncobasidium theobromae Infections. Supervised by MIFTAHUDIN, YOHANA C SULISTYANINGSIH and SURYO WIYONO. Study of cacao resistance mechanism against vascular streak dieback (VSD) disease is still limited due to the unavailability of fungal spores that can be used in artificial inoculation to study cacao-VSD interaction. Therefore, resistance mechanism in cacao against VSD is still unclear. Oncobasidium theobromae, VSD disease-causing fungi are obligate parasite. Epidemiological occurance of O. theobromae has strong association with physical environment. Resistance response against VSD was different among cacao clones. Sulawesi 1, KEE 2 , KKM 22 and Scavina 6 were reported as resistant clones, while ICS 60, ICS 13 and TSH 858 were reported as susceptible cacao clones against VSD. There are opportunities to study the host response to the pathogen in an epidemic area. Fungal staining method was carried out in this study to detect O. theobromae hyphae on early infection stages before the VSD symptom appears. The presence of O. theobromae hyphae in the leaf xilem becomes a precise time to study metabolite profile on early and late infections of O. theobromae. The objectives of this research were : 1) to detect the stage of O. theobromae infections during natural inoculation in an epidemic areas, 2) to analyze secondary metabolite products related to the VSD infections, 3) to analyze the accumulation of secondary metabolites in cocoa leaf tissues and 4) to identified the characters of cacao leaf anatomy that are involved in defense system of cacao resistant (Scavina 6) and susceptible clones (TSH 858) to VSD. The experiment was conducted in an endemic areas of VSD, Kaliwining experimental station of Indonesian Coffee and Cacao Research Institute, Jember, East Java. Research materials using cocoa seedlings propagated by top grafting method representing VSD-resistant (Scavina 6) and VSD-susceptible clones (TSH 858). Detection of O. theobromae infection using fungal staining method performed every two weeks since cocoa seedlings placed under VSD infected cacao. Metabolite profiles were analyzed using pyrolysis-gas chromatography mass spectrometry (py-GCMS) on at pre, early and late infections of O. theobromae. Identification of metabolites was carried out based on chemical compound data base in PubChem. Metabolite identification functions and pathways was based on the Kyoto Encyclopedia of Genes and Genome (KEGG) data base. Cocoa leaf anatomical characters were analyzed using semi-permanent preparations on paradermal and transverse sections. The content of phenols, terpenoid and alkaloids in the cacao leaf tissues were identified using histochemical test. The starch content was analyzed using Luff Schoorl method in the each stage of O. theobromae infections. The result confirms that fungal staining method successfully detected the early infection stages of O. theobromae at 14th week (susceptible clone) and 18th week (resistant clone) after cocoa seedling placed under O. theobromae infected cocoa plants. There were 20 metabolites produced during O. theobromae infection. Phenylpropanoid biosynthesis, terpenoid biosynthesis, environmental information processing signal transduction pathways, and aromatic biodegradation were
detected as important metabolite pathways during defense mechanism. I-limonene (terpenoid), p-ethylguaiacol (phenols) and 2,3 dihidrobenzofuran (heterocyclic compounds) were proposed as an active defense that were produced by the host after infected by pathogen mainly on the late infection of O. theobromae. Terpenoid and phenol compounds were accumulated on the glandular trichomes, idioblast of upper and bottom epidermis, phloem vessel and cortex idioblast of cacao leaves. It was also found a decreasing starch content in the pith of cocoa leaf midrib during O.theobromae infections. Decreasing of starch content in the resistant clone was faster than that of susceptible clone during O. theobromae infections. Epidermis thickness of resistant clone was significantly greater than that of susceptible clone on both surfaces. Leaf epidermis tissue and the accumulated compounds in epidermis idioblast are proposed as a physical and biochemical markers of cocoa resistances against VSD disease. Keywords :
cacao, histochemical, infection stages, metabolites profile, Oncobasidium theobromae, VSD
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROFIL METABOLIT KAKAO DAN SEKRESINYA SEBAGAI FITOALEKSIN POTENSIAL PADA INFEKSI Oncobasidium theobromae
TEGUH IMAN SANTOSO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Profil Metabolit Kakao dan Sekresinya sebagai Fitoaleksin Potensial pada Infeksi Oncobasidium theobromae telah berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu Komisi Pembimbing, Dr Ir Miftahudin MSi, Dr Yohana C Sulistyaningsih MSi, dan Dr Ir Suryo Wiyono MSc Agr yang telah banyak memberi arahan dan saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir. Aris Tjahjoleksono DEA selaku Penguji Luar Komisi pada sidang tesis. Terima kasih kepada Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atas ijin yang diberikan untuk menempuh pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan peneliti di Laboratorium Agronomi dan Proteksi Tanaman Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri, anak-anak, orang tua dan seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya selama menempuh studi di Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2016 Teguh Iman Santoso
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2
3 METODE
5
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Infeksi O.theobromae Profil Metabolit Sekunder Produksi dan Akumulasi Senyawa Fenol, Terpenoid dan Alkaloid Produksi Metabolit Sekunder pada Tahapan Infeksi O. theobromae Kandungan Pati Pada Tahapan Infeksi O. theobromae Karakter Anatomi sebagai Penghalang Infeksi O. theobromae
8 8 10 21 24 26 28
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
30 30 30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR TABEL 1 Hasil pewarnaan cendawan pada deteksi infeksi O. theobromae klon kakao TSH 858 dan Scavina 6 2 Kelompok metabolit, lintasan biosintesis dan fungsi senyawa berdasarkan klasifikasi PubChem dan KEGG 3 Luas area kromatogram metabolit kakao pada tahapan pra infeksi O. theobromae 4 Luas area kromatogram metabolit kakao pada tahapan infeksi dini O. theobromae 5 Luas area kromatogram metabolit kakao pada tahapan infeksi lanjut O. theobromae 6 Konsentrasi relatif (%) metabolit kakao pada tahapan pra infeksi O. theobromae 7 Konsentrasi relatif (%) metabolit kakao pada tahapan infeksi dini O. theobromae 8 Konsentrasi relatif (%) metabolit kakao pada tahapan infeksi lanjut O. theobromae 9 Produksi senyawa metabolit sekunder pada tahapan infeksi O. theobromae berdasarkan uji histokimia 10 Karakter anatomi daun klon Scavina 6 dan TSH 858
8 11 13 14 15 16 17 18 26 29
DAFTAR GAMBAR 1 Morfologi daun kakao pada beberapa tahapan infeksi O. theobromae pada klon TSH 858 dan Scavina 6 2 Deteksi infeksi O theobromae dengan biru triphan pada midrib klon TSH 858 dan SCA 6 3 Hifa cendawan pada sayatan longitudinal midrib, tipe percabangan O theobromae tegak lurus dengan sekat dolifor pada klon TSH 858 dan Scavina 6. 4 Diameter hifa O. theobromae pada klon Scavina 6 dan TSH 858 5 Klasifikasi metabolit kakao ke dalam kelompok senyawa kimia pada respon infeksi O. theobromae. 6 Klasifikasi metabolit kakao ke dalam fungsi metabolit pada respon infeksi O. theobromae. 7 Peta lintasan dan fluktuasi metabolit kakao pada infeksi lanjut O. theobromae. 8 Hubungan senyawa limonene dan dihidrobenzofuran dengan biosintesis asam jasmonat dan salisilat pada transduksi sinyal dalam mekanisme ketahanan penyakit 9 Pengujian histokimia senyawa fenol pada klon Scavina 6 dan TSH 858 10 Pengujian histokimia senyawa terpenoid pada klon Scavina 6 dan TSH 858
9 9
10 10 12 12 19
20 22 23
11 Pengujian histokimia senyawa alkaloid pada klon Scavina 6 dan TSH 858. 12 Pengujian histokimia senyawa fenol dan terpenoid pada klon Scavina 6 dan TSH 858 pada tahapan pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. 13 Kandungan pati di daerah empulur midrib daun kakao pada klon SCA 6 dan TSH 858 tahap pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. 14 Kandungan pati total (%) klon tahan (Scavina 6) dan klon rentan (TSH 858) pada tahapan pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. 15 Karakter anatomi daun klon Scavina 6 dan TSH 858 berdasarkan karakter jaringan epidermis, palisade dan stomata pada sisi abaksial daun
24
25
27
27
29
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data iklim mikro di lokasi penelitian kebun percobaan Kaliwining Oktober 2014 – April 2015 2 Skoring uji histokimia senyawa fenol dan terpenoid pada daerah floem daun kakao 3 Tahapan penentuan kandungan pati berdasarkan metode Luff Schoorl
37 38 39
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Vascular streak dieback (VSD) merupakan kendala utama produksi kakao (Theobroma cacao) di Asia Tenggara dan Melanesia (Samuel et al. 2012), termasuk Indonesia yang menjadi penghasil kakao nomer tiga terbesar di dunia setelah Ghana dan Pantai Gading. Penyakit VSD telah dilaporkan tersebar dari kepulauan Bismark di Papua Nugini, Indonesia, Malaysia hingga ke Kerala India dan Kepulauan Hainan China (Keane & Prior 1991). Penyakit VSD telah tersebar di lebih dari 20 propinsi sentra produksi kakao di Indonesia dan berdampak pada kehilangan hasil 40-60% dari total produksi kakao nasional (Halimah & Sukamto 2007). Penelitian dasar mengenai mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD tidak banyak berkembang karena belum tersedianya metode inokulasi buatan. Oncobasidium theobromae penyebab penyakit VSD merupakan cendawan parasitik obligat. Kebutuhan hidup cendawan sepenuhnya tergantung pada tanaman inangnya. Hal ini mengakibatkan tahapan kultur cendawan O. theobromae untuk mendapatkan spora sebagai sumber inokulum sulit dilakukan. Tahapan seksual cendawan dilaporkan dapat diinduksi pada kondisi kultur yang rumit di Malaysia (Lam et al.1988). Namun demikian, hasil tersebut tidak dapat diulang kembali di Papua Nugini (Dennis 1991). Epidemiologi O. theobromae terkait erat dengan lingkungan fisik (Samuel et al. 2012). Sumber inokulum berupa basidiospora cendawan dilepaskan pada periode basah, kelembaban tinggi dan masuk melalui daun muda (Guest & Keane 2007). Respon ketahanan kakao terhadap VSD berbeda antar klon. Sulawesi 1, KEE 2, KKM 22 dan Scavina 6 merupakan klon tahan VSD, sebaliknya ICS 60, ICS 13 dan TSH 858 adalah klon rentan VSD (Susilo & Anita 2009). Berdasarkan hal tersebut terdapat peluang untuk mempelajari tahapan infeksi O. theobromae dan tahapan respon inang terhadap infeksi O.theobromae di daerah endemik tanpa harus menggunakan inokulasi buatan. Permasalahan selanjutnya adalah diperlukan pengetahuan untuk menentukan saat yang tepat terjadinya tahap infeksi dini O. theobromae. Pendekatan pewarnaan hifa cendawan dengan menggunakan biru tripan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi lebih dini keberadaan O. theobromae pada inang yang terserang penyakit VSD di daerah endemik. Respon inang dan patogen dipelajari berdasarkan profil metabolit sekunder pada saat kondisi pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. Hasil profiling metabolit sekunder selanjutnya akan dianalisis untuk menentukan kemungkinan adanya senyawa fitoaleksin pada klon kakao tahan penyakit VSD. Hal ini diperlukan untuk menentukan senyawa metabolit sekunder yang berperan pada ketahanan biokimia kakao terhadap infeksi O. theobromae. Produk metabolit hasil analisis gas chromatography mass spectrometry (GCMS) akan dianalisis lebih lanjut berdasarkan jenis, fungsi dan lintasan metabolitnya. Hal ini penting dilakukan untuk menentukan kemungkinan adanya senyawa prekursor, senyawa
2 intermediet dan atau produk turunan metabolit yang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD. Senyawa metabolit sekunder dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu fenol, terpenoid dan alkaloid (Seigler 1998). Keberadaan kandungan senyawa metabolit sekunder kelompok fenol, terpenoid dan alkaloid di dalam jaringan daun kakao diidentifikasi menggunakan pengujian histokimia (Harborne 1987; Johansen 1940; Furr & Mahlberg 1981). Pengujian histokimia dilakukan pada beberapa tahap infeksi VSD untuk menentukan situs produksi fitoaleksin pada jaringan daun kakao. Studi karakter anatomi klon tahan dan rentan juga dipelajari untuk menentukan karakter anatomi yang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD. Penelitian ini mempelajari cara menentukan deteksi infeksi dini O. theobromae dan respon kakao, baik secara morfologi, anatomi maupun biokimia terhadap infeksi cendawan tersebut. Hal tersebut penting dilakukan dalam mempelajari interaksi kakao dengan O. theobromae untuk menjawab mekanisme ketahanan fisik dan biokimia kakao terhadap penyakit VSD. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan kontribusi pada proses seleksi klon-klon kakao yang tahan terhadap penyakit VSD.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1) melakukan deteksi keberadaan cendawan O. theobromae penyebab penyakit VSD pada daun kakao yang terinfeksi secara alami di daerah endemik, 2) melakukan analisis produk metabolit sekunder yang terkait dengan infeksi penyakit VSD, 3) mempelajari akumulasi senyawa metabolit sekunder pada struktur jaringan daun kakao, dan 4) mempelajari karakter anatomi daun yang terlibat dalam sistem pertahanan kakao pada klon tahan dan rentan penyakit VSD.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan : 1) suatu metode deteksi dini infeksi VSD yang dapat dikembangkan untuk mempelajari respon inang dan patogen di daerah endemik, 2) karakter penanda fisik dan biokimia yang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap penyakit VSD berdasarkan pengujian produk metabolit sekunder dan karakter anatomi daun kakao.
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Vascular Streak Dieback pada Kakao Vascular streak dieback (VSD) disebabkan oleh cendawan kelas basidiomycetes, Oncobasidium theobromae. Berdasarkan karakter morfologi dan genetik yang dimiliki O. theobromae identik dengan Ceratobasidium theobromae
3 dan Thanatephorus theobromae (McMahon & Purwantara 2016). O. theobromae membentuk koloni pada pembuluh xilem dan menyebabkan kerusakan pada jaringan pembuluh xilem di daun sampai dengan petiole dan ranting (Samuel et al. 2012). Gejala daun yang tampak merupakan klorosis dengan bintik hijau (Guest & Keane 2007). Daun gugur pada umumnya terjadi setelah beberapa hari dari gejala klorosis. Pada tingkat serangan yang berat, VSD merusak hingga batang utama sehingga menyebabkan kematian terutama pada tanaman kakao rentan. Metode pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan kultur teknis melalui pemangkasan ranting terinfeksi dan diikuti penggunaan fungisida. Metode pengendalian penyakit VSD lebih efektif dengan menggunakan varietas/klon tahan VSD. Hasil penelitian Susilo dan Anita (2009) menunjukkan bahwa Sulawesi 1, Scavina 6, KEE 2 dan KKM 22 merupakan klon tahan VSD, sedangkan ICS 60, ICS 13, TSH 858 merupakan klon rentan VSD.
Fitoaleksin Taiz dan Zeiger (2010) mendefinisikan fitoaleksin sebagai senyawa kimia yang termasuk ke dalam kelompok metabolit sekunder yang memiliki efek menghambat perkembangan organisme parasitik yang diakumulasi di sekitar jaringan terinfeksi. Fitoaleksin pada umumnya tidak terdeteksi pada tanaman sebelum adanya infeksi, tetapi kelompok senyawa fitoaleksin disintesis secara cepat sebagai respon hipersensitif tanaman terhadap patogen (Taiz & Zeiger 2010). Beberapa senyawa metabolit sekunder yang berperan dalam ketahanan dilaporkan antara lain isoflavonoid pada ketahanan kimiawi tanaman kacangan, seskuiterpen pada tanaman kentang, tembakau (Dixon 2001) dan tomat (Simmons et al. 2004). Peran fitoaleksin dalam mekanisme ketahanan tanaman terhadap patogen telah diterima, namun demikian produksi dan metabolismenya belum dipahami secara baik (Kuc 1992). Respon dasar pada sel tahan maupun rentan sama, dasar perbedaannya terletak pada konsentrasi fitoaleksin yang dibentuk. Respon tersebut lebih menarik ketika pada tanaman yang rentan didapatkan akumulasi fitoaleksin yang lebih tinggi dibandingkan pada inang tanaman yang tahan ketika terinfeksi patogen. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena waktu produksi senyawa anti cendawan yang berbeda (Kuc 1992). Profil Metabolit Sekunder Mekanisme ketahanan tanaman terhadap penyakit dapat melibatkan aktivasi beberapa lintasan ketahanan yang diharapkan berperan dalam menahan laju serangan patogen. Setiap tanaman memiliki mekanisme pengaturan untuk mengaktifkan sistem pertahanan tertentu sesuai dengan stimulusnya (Chaves & Gianfagna 2007). Membuat profil metabolit sekunder merupakan metode bioanalisis yang komprehensif untuk mempelajari perubahan metabolit sebagai respon infeksi patogen (Aliferis et al. 2014). Profil metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan dapat dianalisis menggunakan metode gas chromatography mass spectrometry dan liquid chromatography mass spectrometry (Chaves & Gianfagna 2007). Interpretasi data hasil analisis GCMS dapat dilakukan berdasarkan jenis senyawa
4 kimia pada data base PubChem dan standardisasi fungsi metabolit pada peta lintasan metabolit berdasarkan data base Kyoto Encyclopedia Genes Genome KEGG (Aliferis et al. 2014). Seigler (1998) mengelompokkan senyawa metabolit sekunder ke dalam tiga jenis kelompok yaitu fenol, terpenoid dan alkaloid. Taiz dan Zeiger (2010) mengelompokkan dua jenis senyawa metabolit sekunder berdasarkan waktu sekresi pada mekanisme ketahanan tanaman, yaitu kelompok senyawa yang diproduksi secara teratur (regular) dan kelompok senyawa yang diproduksi hanya setelah adanya serangan patogen (induced by pathogens).
Pengujian Karakter Anatomi Studi karakter anatomi pada genus Theobromae pernah dilakukan terutama pada organ vegetatifnya tetapi masih sangat terbatas (Metcalfe & Chalk 1950, Nakayama et al. 1996). Karakter anatomi menjadi penghalang fisik utama ketika suatu patogen melakukan penetrasi ke dalam tubuh inang. Beberapa cendawan patogen mendapatkan akses untuk masuk ke dalam tubuh tanaman melalui lubang alami seperti stomata (Agrios 1988). Namun demikian, Prior (1979) menjelaskan bahwa setelah basidiospora O. theobromae berkecambah, hifa cendawan dapat masuk ke dalam jaringan mesofil melalui penetrasi langsung jaringan epidermis daun muda. Metabolit sekunder sebagian besar ditimbun di dalam struktur sekretori, vakuola atau sitosol sel parenkima (Wagner et al. 2004). Struktur sekretori pada jaringan tumbuhan meliputi trikoma kelenjar, hidatoda, saluran resin, kelenjar minyak, kelenjar garam, kelenjar nektar dan sel idioblas (Fahn 2000). Trikoma kelenjar berperan dalam mekanisme ketahanan tanaman melalui beberapa cara. Pada beberapa kasus trikoma kelenjar memproduksi senyawa racun yang akan ditransportasikan ke seluruh jaringan tumbuhan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan herbivora seperti pyrethrin yang diproduksi oleh Tanacetum cinerariifolium (Remirez et al. 2012). Polifenol juga diproduksi pada trikokoma kelenjar beberapa spesies Lycopersicon pada mekanisme ketahanan tanaman tomat terhadap lepidoptera, Helicoverva armigera (Simons et al. 2004). Trikoma kelenjar juga diketahui memproduksi senyawa terpenoid dan mengakumulasi minyak esensial diantara lapisan kutikula dan dinding selulosa dari sel kepala trikoma kelenjar (Sangwan et al. 2010). Tangkai trikoma juga menghasilkan senyawa terpenoid pada tanaman Savia divinorum dari suku labiatae (Siebert 2004) Sel idioblas merupakan suatu sel yang berbeda ukuran, bentuk maupun isi kandungannya dari sel lain di dalam satu jaringan (Esau 1977). Senyawa alkaloid berupa vindolin disintesis oleh sel idioblas pada Catharanthus roseous (Facchini 2001). Sel idioblas pada Sumbuscus racemosa merupakan tempat akumulasi senyawa tanin. Tanin merupakan salah satu senyawa golongan fenol (Zobel 1985).
5 Pengujian Histokimia Histokimia merupakan studi tentang distribusi senyawa kimia di dalam dan di antara sel dengan menggunakan teknik pewarnaan histologi yang dapat diamati menggunakan mikroskop cahaya (Musumeci 2015) dan mikroskop fluorescence (Combrinck 2007). Beberapa reaksi pewarnaan yang umum digunakan antara lain eosin yang menandai nukleus dengan warna merah muda, toluidin blue menandai nukleus dengan warna biru dan hematoksilin menandai sitoplasma dengan warna biru (Goosner 2002). Histokimia banyak dimanfaatkan dalam perkembangan ilmu biologi dan kedokteran. Histokimia digunakan dalam berbagai pola diagnostik diferensial klinis karena tingkat kecepatan, reproduktifitas dan biaya yang relatif rendah (Musumeci 2015). Kandungan metabolit sekunder seperti terpenoid, fenol dan alkaloid pada jaringan tumbuhan dapat dianalisis pada sampel daun segar melalui pengujian histokimia menggunakan pereaksi tembaga asetat untuk terpenoid (Harborne 1987), feri triklorida untuk deteksi fenol (Johansen 1940) dan larutan iodiumpotasium iodida untuk deteksi alkaloid (Furr & Mahlberg 1981; Ascensao et al. 1999).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 - Juli 2015 di kebun percobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa Timur. Kebun percobaan Kaliwining berada pada ketinggian 45 m dpl, tipe iklim D (Schimdt Ferguson). Data iklim mikro pada saat pelaksanaan penelitian ditampilkan pada Lampiran 1. Pengujian histokimia dan studi karakter anatomi daun dilakukan di Laboratorium Mikroteknik dan Laboratorium Fisiologi-Biologi Molekular Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. Pengujian profil metabolit sekunder dengan GCMS pirolisis dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu dan Proksimat, Pusat Penelitian Pengembangan Kehutanan, Gunung Batu, Bogor.
Bahan Penelitian Bahan penelitian berupa bibit kakao (Theobroma cacao) hasil perbanyakan top grafting umur 7 bulan yang mewakili kelompok tahan (Scavina 6) dan rentan (TSH 858) terhadap penyakit VSD (Susilo & Anita 2009; Halimah & Sukamto 2007).
6 Rancangan Percobaan Percobaan dirancang berdasarkan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis klon yaitu klon tahan (Scavina 6) dan rentan (TSH 858) terhadap serangan penyakit VSD. Faktor kedua adalah perlakuan infeksi yaitu bibit kakao yang diinfeksi secara alami di bawah tegakan kakao dewasa terserang penyakit VSD (V1) dan bibit kakao tidak terserang penyakit VSD (V0) yang diletakkan di kawasan tanpa kakao berjarak 3000 m dari kawasan kakao dewasa. Setiap perlakuan terdiri atas 30 tanaman dengan 3 ulangan kelompok.
Deteksi Infeksi O. theobromae Deteksi infeksi O. theobromae menggunakan metode pewarnaan cendawan mengacu pada metode preparasi sampel Liberato et al (2005) dengan modifikasi pewarnaan hifa menggunakan biru triphan (C34H28N6O14S4) 1 g/l. Satu satuan pengamatan terdiri atas 12 tanaman. Satu satuan pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali. Deskripsi spesies O. theobromae mengacu pada Junianto dan Sukamto (1986) yaitu karakter hifa dengan percabangan tegak lurus dan membentuk koloni pada kolom xilem midrib daun kakao. Tahap infeksi dini dimaksud dalam penelitian ini adalah tahapan saat hifa O. theobromae terdeteksi pertama kali pada kolom xilem midrib daun kakao. Tahap infeksi lanjut ditandai dengan hifa O. theobromae terdeteksi pada kolom xilem midrib daun kakao dan daun yang telah menunjukkan gejala klorosis dengan spot hijau (Guest & Keane 2007). Pengamatan dinyatakan berakhir ketika klon tahan dan rentan telah dipastikan mengalami tahap infeksi lanjut O. theobromae.
Profil Metabolit Sekunder Profil metabolit sekunder diidentifikasi menggunakan GCMS PyrolysisShimadzu GCMS QP2010 (Shimadzu, Japan) dengan preparasi sampel mengacu pada metode Chaves dan Gianfagna (2007). Profil metabolit sekunder dianalisis dengan menggunakan tiga ulangan biologi dan dua ulangan teknik analisis pada tiga tahapan infeksi VSD yaitu pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut. Sampel dihomogenisasi menggunakan mortar. Sebanyak 0.02 g sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam instrumen GCMS pirolisis. Kondisi proses: suhu pirolisis 400oC, suhu oven GC 50oC, suhu injektor 280oC, gas pembawa helium, suhu antarmuka 280oC dan suhu sumber ion 200oC. Spektrogram massa sampel dicocokkan secara otomatis dengan spektrogram massa pada instrumen berdasarkan kemiripan pola m/z-nya. Database senyawa yang digunakan mengacu pada NIST (National Institute of Standards and Technology – Maryland, USA). Hasil analisis GCMS-pirolisis berupa luas area kromatogram dan konsentrasi relatif senyawa selanjutnya dianalisis menggunakan uji Anova. Apabila terdapat beda nyata (P < 0.05) pada uji Anova, maka dilakukan uji lanjut Tukey pada taraf kepercayaan 5%. Pengelompokan senyawa metabolit
7 mengacu pada data base PubChem (http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/). Klasifikasi fungsi senyawa metabolit dan konstruksi lintasan metabolisme mengacu pada data base Kyoto Encyclopedia of Genes Genomes – KEGG ( http://www.genome.jp/kegg/).
Pengujian Histokimia dan Karakter Anatomi Pengujian histokimia menggunakan sampel daun segar. Sampel daun yang digunakan adalah daun nomor 6 dari ujung. Daun segar disayat transversal menggunakan mikrotom beku - Yamato RV-240 (Yamato Kohki In, Japan). dan silet dengan ketebalan 25-30 μm. Kandungan senyawa terpenoid pada jaringan diidentifikasi menggunakan tembaga asetat 5% (Martin et al. 2002; Harborne 1987). Hasil positif mengandung senyawa terpenoid ditunjukkan dengan warna kuning kecokelatan. Kandungan fenol diidentifikasi menggunakan feri triklorida 10% (Johansen 1940). Hasil positif mengandung senyawa fenol ditunjukkan dengan warna cokelat kehitaman. Kontrol keberadaan senyawa terpenoid dan fenol digunakan aquades. Kandungan alkaloid diidentifikasi menggunakan larutan iodium-potasium iodida 1% (Furr & Mahlberg 1981). Hasil positif mengandung senyawa alkaloid ditunjukkan dengan warna merah kecokelatan. Kontrol negatif keberadaan alkaloid digunakan reagen asam tartarat 5% dalam alkohol 95%. Sayatan sampel daun direndam daam larutan asam tartarat 5% selama 2 hari, kemudian dibilas dengan alkohol 70% dan ditetesi reagen iodium-potasium iodida 1%. Pengamatan uji histokimia senyawa fenol dan terpenoid pada daerah floem berdasarkan metode skoring (Lampiran 2). Karakter anatomi daun diamati pada sayatan paradermal dan transversal. Sampel daun difiksasi dalam alkohol 70%. Pembuatan sayatan paradermal mengacu pada sediaan semi permanen (Sass 1951). Pengamatan karakter anatomi meliputi ketebalan epidermis, ketebalan palisade, kerapatan trikoma kelenjar, kerapatan stomata, indeks stomata, panjang sel penjaga, lebar sel penjaga dan panjang celah stoma. Pengukuran karakter anatomi dilakukan dengan menggunakan software image raster (Macinos, Indonesia). Dokumentasi menggunakan instrumen foto mikroskop (Optilab Advance – Macinos, Indonesia).
Pengujian Kandungan Pati Pengujian kandungan pati pada tahap pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O.theobromae menggunakan metode Luff Schoorl (ISI 2002; Apriyantono et al. 1989). Sampel daun yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml. Metode Luff Schoorl diawali dengan hidrolisis pati (polisakarida) menjadi gula pereduksi (monosakarida) dengan menggunakan larutan asam. Sampel dalam labu erlenmeyer ditambahkan 200 ml HCL 3%, dipanaskan selama 3 jam kemudian didinginkan. Larutan yang diperoleh ditambah NaOH 4N sampai bersifat netral dan kemudian ditambah 1 ml asam asetat (CH3COOH). Larutan selanjutnya ditambahkan aquades sampai mencapai volume 500 ml. Larutan kemudian disaring dan sebanyak 25 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Filtrat
8 tersebut ditambah 25 ml pereaksi Luff (CuO). Larutan dipanaskan menggunakan hot plate sampai terbentuk endapan merah bata. Setelah dingin larutan tersebut ditambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 4 N. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI, sehingga dilepaskan iodium. Iodium yang dibebaskan, dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat sampai larutan berwarna bening. Tahap titrasi juga memerlukan blanko. Blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl dengan 25 ml aquades. Kandungan pati dalam sampel dihitung berdasarkan selisih titrasi Na-tiosulfat pada blanko dan sampel (Lampiran 3).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Infeksi O. theobromae Bibit kakao mulai terinfeksi dini setelah 14 minggu sejak diletakkan di bawah tegakan kakao dewasa yang terserang O. theobromae. Klon rentan terinfeksi lebih cepat dibandingkan klon tahan (Tabel 1). Daun tampak normal pada tahapan infeksi dini dan belum menunjukkan gejala VSD (Gambar 1). Pada minggu ke-18, baik klon rentan maupun klon tahan telah positif terinfeksi dini O. theobromae berdasarkan metode pewarnaan cendawan (Tabel 1 & Gambar 2). Tabel 1 Hasil pewarnaan cendawan pada deteksi infeksi VSD klon kakao TSH 858 dan Scavina 6. Pewarnaan cendawan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Minggu ke2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
No. Tanaman 4, 32, 90 3, 42, 73 21, 53, 71 5, 55, 86 12, 44, 72 7, 37, 78 20, 57, 70 16, 50, 74 17, 45, 79 10, 41, 88
Hasil +/T ++ / T +/S ++ / S
Keterangan : : tidak terdeteksi hifa O. theobromae + : Infeksi dini, terdeteksi hifa O. theobromae pada kolom xilem midrib daun kakao, namun morfologi daun belum menunjukkan gejala terinfeksi VSD. ++ : Infeksi lanjut, terdeteksi hifa O. theobromae pada kolom xilem midrib daun kakao dan morfologi daun telah menunjukkan gejala terinfeksi VSD, berupa klorosis dengan spot hijau (Guest & Keane 2007). T : Klon rentan VSD (TSH 858) S : Klon tahan VSD (Scavina 6)
9 Gejala VSD pada infeksi lanjut mulai terlihat setelah 2 minggu sejak ditemukan hifa O. theobromae untuk pertama kali (Gambar 1 dan 2). Gejala VSD yang dimaksud adalah daun menunjukkan klorosis berdasarkan deskripsi gejala Guest dan Keane (2007). Deskripsi spesies O. theobromae mengacu pada Junianto dan Sukamto (1986) yaitu hifa dengan percabangan tegak lurus dengan ukuran hifa yang relatif besar (Gambar 3). Pembentukan koloni cendawan pada kolom xilem menjadi karakter penanda utama yang membedakan O. theobromae dengan cendawan lain yang menyerang kakao (Samuel et al. 2012). Ukuran diameter hifa (Gambar 4) pada klon Scavina 6 (5.24 ± 0.63 µm) tidak berbeda nyata dengan ukuran hifa yang dijumpai pada TSH 858 (5.50 ± 0.64 µm). A
B
Gambar 1 Morfologi daun kakao pada beberapa tahapan infeksi O. theobromae pada klon TSH 858 (A) dan klon Scavina 6 (B).
B
A
C
xy xy
D
xy
E
F
xy xy xy
Gambar 2 Deteksi infeksi O. theobromae dengan biru triphan pada midrib klon TSH 858 (atas) dan Scavina 6 (bawah). Sayatan melintang midrib pada tahapan pra infeksi (A & D), tahapan infeksi dini (B & E) dan tahapan infeksi lanjut (C & F). Tanda panah menunjukkan hifa O. theobromae. Skala bar = 50 µm.
10 A
B
Gambar 3 Hifa cendawan pada sayatan longitudinal midrib klon TSH 858 (A) dan Scavina 6 (B). Tanda lingkaran menunjukkan tipe percabangan spesifik hifa O theobromae tegak lurus. Skala bar = 30 µm.
Diameter hifa (µm)
7 6 5 4 3 2 1 0 Scavina 6
TSH 858
Gambar 4 Diameter hifa O. theobromae pada klon Scavina 6 dan TSH 858.
Profil Metabolit Sekunder Profil metabolit sekunder telah dianalisis pada tahap pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut VSD. Senyawa metabolit dikelompokkan berdasarkan jenis senyawa kimia, fungsi dan lintasan biosintesisnya (Tabel 2, Gambar 5 dan Gambar 6). Senyawa fenol, biosintesis metabolit sekunder dan lintasan phenilpropanoid merupakan jenis senyawa kimia, fungsi dan lintasan biosintesis yang dominan dijumpai pada profiling metabolit kakao selama tahap infeksi O. theobromae (Gambar 5 dan 6). Hasil analisis GCMS menunjukkan bahwa luas area kromatogram dan konsentrasi relatif senyawa metabolit pada klon tahan (Scavina 6) dan klon rentan (TSH 858) tidak berbeda nyata pada tahap pra infeksi O. theobromae (Tabel 3 & 6). Berdasarkan hal tersebut diduga mekanisme ketahanan kakao terhadap O. theobromae bukan jenis mekanisme ketahanan pasif. Pada tahap infeksi dini terdapat peningkatan luas area kromatogram dan konsentrasi relatif senyawa I-limonene (terpenoid) dan p- ethylguaiacol (fenol) meskipun tidak siginifikan pada klon tahan dan klon rentan (Tabel 4 & 7). Hal ini dapat terjadi karena waktu pembentukan senyawa fungitoksik yang berbeda antara klon tahan dan klon rentan (Kuc 1992).
Tabel 2 Kelompok metabolit, lintasan biosintesis dan fungsi senyawa berdasarkan klasifikasi PubChem dan KEGG. No.
Kelompok
1 2 3 4 5 6
Methyl acetate Diacetyl 2-Methylfuran Acetic acid Acetol I-Limonene
Asam karboksilat Keton Senyawa heterosiklik Asam karboksilat Keton Terpenoid
7
Corylon
Senyawa heterosiklik
8 9
Phenol Hqmme 2 N Propyl Oxetan
Fenol Senyawa heterosiklik
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
2-Methoxy-4-methylphenol 2,3 Dihidrobenzofuran p-ethylguaiacol 2,5 Dimethoxytoluene 2-Methoxyacetophenone 2,6-Dimethoxyphenol Eugenol Toluene, 3,4,5-trimethoxy 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol Phytol Palmitic acid
Fenol Senyawa heterosiklik Fenol Benzene Keton Fenol Fenol Benzene Fenol Terpenoid Asam lemak
Kode lintasan tcc01210 tcc01210 tcc01220 tcc01210 tcc01210 tcc00900 tcc04075 Tidak diketahui tcc00940 Tidak diketahui tcc00940 tcc01220 tcc00940 tcc01220 tcc01220 tcc00940 tcc00940 tcc01220 tcc00940 tcc00900 tcc00073
Lintasan biosintesis
Fungsi
Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Degradasi senyawa aromatik Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Biosintesis kerangka terpenoid Sinyal transduksi-prosesing informasi lingkungan Tidak diketahui
Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Degradasi senyawa aromatik Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Metabolisme 2-Oxocarboxylic acid Metabolisme terpenoid Sinyal transduksi-prosesing informasi lingkungan Tidak diketahui
Biosintesis phenilpropanoid Tidak diketahui
Biosintesis metabolit sekunder Tidak diketahui
Biosintesis phenilpropanoid Degradasi senyawa aromatik Biosintesis phenilpropanoid Degradasi senyawa aromatik Degradasi senyawa aromatik Biosintesis phenilpropanoid Biosintesis phenilpropanoid Degradasi senyawa aromatik Biosintesis phenilpropanoid Biosintesis kerangka terpenoid Biosintesis kutin, suberin & wax
Biosintesis metabolit sekunder Degradasi senyawa aromatik Biosintesis metabolit sekunder Degradasi senyawa aromatik Degradasi senyawa aromatik Biosintesis metabolit sekunder Biosintesis metabolit sekunder Degradasi senyawa aromatik Biosintesis metabolit sekunder Metabolisme terpenoid Metabolisme lipid
11
Senyawa metabolit
12 7
Jumlah metabolit
6 5 4 3 2 1 0 Asam karboksilat
Fenol
Asam lemak
Keton
Terpenoid
Benzene
Senyawa heterosiklik
Gambar 5 Metabolit kakao sebagai respon pra infeksi ( ), infeksi dini ( ), dan infeksi lanjut ( ) oleh O. theobromae. Klasifikasi kelompok senyawa kimia berdasarkan data base pada PubChem.
7 Jumlah metabolit
6 5 4 3 2
Metabolisme terpenoid
Degradasi senyawa aromatik
Sinyal transduksi prosesing informasi lingkungan
Metabolisme lipid
Metabolisme 2Oxocarboxylic acid
0
Biosintesis metabolit sekunder
1
Gambar 6 Metabolit kakao sebagai respon pra infeksi ( ), infeksi dini ( ), dan infeksi lanjut ( ) oleh O. theobromae. Klasifikasi fungsi metabolit berdasarkan kode lintasan dan biosintesis pada data base KEGG. Peningkatan luas area kromatogram dan konsentrasi relatif senyawa I-limonene dan p-ethylguaiacol secara signifikan pada klon tahan dijumpai pada tahap infeksi lanjut (Tabel 5 & 8). Pada tahap infeksi lanjut klon tahan juga dijumpai peningkatan luas area kromatogram dan konsentrasi relatif senyawa 2,3 dihidrobenzofuran (Tabel 5 & 8). Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5 dan 8, maka senyawa I-limonene (terpenoid), p-ethylguaiacol (fenol) dan 2,3 dihidrobenzofuran (senyawa heterosiklik) dipertimbangkan sebagai senyawa yang diproduksi oleh inang akibat infeksi patogen pada tahap infeksi lanjut penyakit VSD.
Tabel 3 Luas area kromatogram metabolit kakao pada tahapan pra infeksi O. theobromae. No. RT Metabolit P Value Scavina 6 1. 3.608 Methyl acetate*) 0.936 21,955,641 2. 4.082 Diacetyl 0.574 11,300,187 3. 4.275 2-Methylfuran*) 4. 4.802 Acetic acid 0.977 73,906,334 5. 5.342 Acetol 0.928 31,503,781 6. 12.543 I-Limonene 7. 13.066 Corylon 0.408 10,230,585 8. 13.658 Phenol Hqmme 0.241 44,977,698 9. 14.144 2 N Propyl Oxetan 0.538 18,279,534 10. 14.863 2-Methoxy-4-methylphenol 0.596 16,817,376 11. 15.508 2,3 Dihidro-benzofuran 0.906 5,578,520 12. 15.712 p-ethylguaiacol 0.968 21,451,913 13. 15.664 2,5 Dimethoxytoluene 14. 16.128 2-Methoxy acetophenone 0.611 43,365,647 15. 16.492 Phenol 2,6-Dimethoxyphenol 0.832 33,191,850 16. 17.344 Phenol Eugenol 0.949 31,345,358 17. 17.925 Toluene, 3,4,5-trimethoxy 0.820 10,494,746 18. 19.352 Phenol 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol 0.816 15,384,329 19. 19.889 Phytol 0.569 7,390,095 20. 20.888 Palmitic acid 0.788 16,084,440 *) Transformasi data : , dimana x = nilai luas area kromatogram. √
TSH 858 22,771,983 16,626,805 72,738,591 30,456,023 8,036,791 36,774,482 16,929,473 18,606,127 4,663,916 21,624,425 35,297,228 30,499,479 30,472,733 11,679,294 14,209,126 4,348,977 15,531,886
a a a a a a a a a a a a a a a a a 13
14 Tabel 4 Luas area kromatogram metabolit kakao pada tahapan infeksi dini O. theobromae. Scavina 6 TSH 858 No. RT Metabolit P Value Kontrol Infeksi Dini Kontrol Infeksi Dini 1. 3.608 Methyl acetate 0.370 32,319,657 a 20,517,031 a 47,769,154 a 49,260,921 a 2. 4.082 Diacetyl 0.541 56,066,680 a 22,316,766 a 34,210,303 a 36,122,092 a 3. 4.275 2-Methylfuran*) 0.085 4,402,584 a 14,767,258 a 0 a 20,477,334 a 4. 4.802 Acetic acid 0.561 494,160,587 a 385,795,398 a 346,008,864 a 303,122,155 a 5. 5.342 Acetol 0.856 63,198,579 a 79,775,151 a 90,474,888 a 89,224,319 a 6. 12.543 I-Limonene 0.010 14,262,758 b 36,780,416 ab 11,298,386 b 57,324,368 a 7. 13.066 Corylon 0.615 48,744,256 a 28,062,704 a 35,616,136 a 49,150,630 a 8. 13.658 Phenol Hqmme*) 0.660 144,566,981 a 104,957,663 a 104,455,379 a 88,119,568 a 9. 14.144 2 N Propyl Oxetan 10. 14.863 2-Methoxy-4-methylphenol 0.849 63,573,041 a 49,121,570 a 50,292,948 a 43,703,224 a 11. 15.508 2,3 Dihidro-benzofuran 0.949 62,593,125 a 42,290,156 a 63,878,179 a 49,379,757 a 12. 15.712 p-ethylguaiacol 0.014 0 b 10,838,880 ab 47,216,315 a 48,966,403 a 13. 15.664 2,5 Dimethoxytoluene*) 0.001 65,562,182 a 53,847,455 a 0 b 0 b 14. 16.128 2-Methoxy acetophenone 0.023 159,439,712 a 112,721,182 ab 11,547,452 c 31,800,260 bc 15. 16.492 Phenol 2,6-Dimethoxyphenol 0.680 141,320,735 a 116,581,862 a 94,318,263 a 93,776,365 a 16. 17.344 Phenol Eugenol 0.421 163,752,018 a 146,548,524 a 93,912,897 a 88,312,685 a 17. 17.925 Toluene, 3,4,5-trimethoxy 0.928 46,323,204 a 45,379,112 a 35,880,546 a 39,618,587 a 18. 19.352 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol 0.435 74,448,536 a 66,718,712 a 61,261,978 a 28,807,775 a 19. 19.889 Phytol 0.482 64,160,345 a 19,534,721 a 56,731,075 a 30,661,268 a 20. 20.888 Palmitic acid 0.700 33,308,420 a 20,925,098 a 33,260,133 a 30,792,405 a Data pada baris yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey α = 5%. *) Transformasi data : , dimana x = nilai luas area kromatogram. √
Tabel 5 Luas area kromatogram metabolit kakao pada tahapan infeksi lanjut O. theobromae. No RT Metabolit P Scavina 6 Value Kontrol Infeksi Lanjut 1. 3.608 Methyl acetate 0.145 18,630,240 a 21,157,552 a 2. 4.082 Diacetyl 0.073 22,341,662 a 16,128,182 a 3. 4.275 2-Methylfuran *) 0.363 3,505,505 a 5,225,808 a 4. 4.802 Acetic acid 0.041 190,889,386 ab 210,382,381 a 5. 5.342 Acetol 0.065 52,179,113 a 59,735,483 a 6. 12.543 I-Limonene 0.011 0 c 46,102,779 a 7. 13.066 Corylon 0.119 23,339,390 a 21,697,670 a 8. 13.658 Phenol Hqmme 0.112 59,475,673 a 53,196,335 a 9. 14.144 2 N Propyl Oxetan 0.147 37,013,573 a 35,571,787 a 10. 14.863 2-Methoxy-4-methylphenol 0.212 27,665,366 a 27,226,744 a 11. 15.508 2,3 Dihidro-benzofuran 0.033 5,106,461 b 31,572,509 a 12. 15.712 p-ethylguaiacol 0.004 4,071,617 b 37,574,603 a 13. 15.664 2,5 Dimethoxytoluene 0.115 60,327,872 a 18,265,936 a 14. 16.128 2-Methoxy acetophenone 0.027 74,007,950 a 66,186,531 a 15. 16.492 Phenol 2,6-Dimethoxyphenol *) 0.030 197,016,314 a 68,603,303 ab 16. 17.344 Phenol Eugenol 0.218 78,274,838 a 95,380,985 a 17. 17.925 Toluene, 3,4,5-trimethoxy 0.010 51,277,224 a 22,425,929 ab 18. 19.352 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol 0.114 41,963,338 a 30,622,231 a 19. 19.889 Phytol *) 0.802 10,530,370 a 5,175,736 a 20. 20.888 Palmitic acid 0.540 13,596,078 a 10,898,092 a Data pada baris yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey *) Transformasi data : , dimana x = nilai luas area kromatogram. √
Kontrol 39,487,284 25,154,579 0 73,564,163 52,252,396 11,128,606 15,181,169 76,770,172 23,709,887 31,579,549 21,602,089 50,039,563 21,525,172 64,391,926 63,532,991 67,711,827 26,393,990 20,562,503 10,177,738 20,950,500 α = 5%.
TSH 858 Infeksi Lanjut a 31,901,144 a 7,826,347 a 2,831,696 bc 43,265,490 a 14,937,959 b 46,004,371 a 5,709,092 a 29,113,704 a 15,131,461 a 14,204,113 ab 0 a 21,687,178 a 9,045,651 a 21,529,005 ab 21,941,313 a 28,630,641 ab 8,795,231 a 8,239,859 a 5,467,230 a 9,696,453
a a a c a a a a a a c ab a b b a b a a a
15
16
Tabel 6 Konsentrasi relatif (%) metabolit kakao pada tahapan pra infeksi O. theobromae. No RT Metabolit P Value Scavina 6 TSH 858 1 3.608 Methyl acetate 0.608 3.06 3.39 2 4.082 Diacetyl 0.480 1.10 1.60 3 4.275 2-Methylfuran*) 4 4.802 0.863 8.68 8.35 Acetic acid 5 5.342 Acetol 0.893 3.83 3.90 6 12.543 I-Limonene*) 7 13.066 Corylon 0.193 1.34 1.10 8 13.658 Phenol Hqmme 0.634 6.25 6.80 9 14.144 2-N-Propyl Oxetan 0.544 2.99 3.14 10 14.863 2-Methoxy-4-methylphenol 0.435 2.68 2.91 11 15.508 2,3 Dihidro-benzofuran*) 0.932 0.91 0.89 12 15.712 p-ethylguaiacol 0.881 3.37 3.34 13 15.664 Dimethoxytoluene 14 16.128 2-Methoxyacetophenone 0.979 4.97 4.97 15 16.492 Phenol 2,6-Dimethoxyphenol 0.719 4.60 4.36 16 17.344 Phenol Eugenol 0.727 4.06 4.37 17 17.925 Toluene, 3,4,5-trimethoxy*) 0.088 1.37 0.89 18 19.352 Phenol4-Allyl-2,6 dimethoxypenol 0.493 2.12 1.98 19 19.889 Phytol 0.638 1.15 0.70 20 20.888 Palmitic acid 0.644 2.69 2.41 *) Transformasi data : √ , dimana x = nilai konsentrasi relatif senyawa metabolit x.
17
Tabel 7 Konsentrasi relatif (%) metabolit kakao pada tahapan infeksi dini O. theobromae. Scavina 6 TSH 858 P No. RT Metabolit Value Kontrol Infeksi dini Kontrol Infeksi dini 3.608 1 Methyl acetate 0.047 1.37 b 1.03 b 2.39 a 2.00 ab 4.082 2 Diacetyl 0.426 2.00 a 1.08 a 1.82 a 1.54 a 4.275 3 2-Methylfuran*) 0.227 0.83 a 1.12 a 0.71 a 0.93 a 4.802 4 0.032 20.37 a 20.20 a 15.71 ab 12.70 b Acetic acid 5.342 5 Acetol 0.548 3.13 a 5.24 a 4.93 a 4.29 a 12.543 6 I-Limonene 0.001 0.73 b 2.14 ab 0.89 b 5.60 a 13.066 7 Corylon 0.722 1.88 a 2.20 a 1.63 a 1.65 a 13.658 8 Phenol Hqmme 0.852 5.69 a 5.08 a 5.34 a 5.60 a 14.144 9 2 N Propyl Oxetan 14.863 10 2-Methoxy-4-methylphenol 0.687 2.49 a 2.38 a 2.46 a 2.84 a 15.508 11 2,3 Dihidro-benzofuran 0.596 2.35 a 2.09 a 2.20 a 1.13 a 15.712 12 p-ethylguaiacol 0.006 0.00 b 2.50 a 2.78 a 3.17 a 15.664 13 2,5 Dimethoxytoluene*) 0.000 1.79 a 1.77 a 0.71 b 0.71 b 16.128 14 2-Methoxyacetophenone 0.107 6.31 a 5.14 ab 1.89 b 2.86 ab 16.492 15 Phenol 2,6-Dimethoxyphenol 0.394 5.46 a 5.79 a 4.92 a 5.34 a 17.344 16 Phenol Eugenol*) 0.020 2.61 ab 2.79 a 2.46 ab 2.24 b 17.925 17 Toluene, 3,4,5-trimethoxy 0.627 1.91 a 2.16 a 1.63 a 2.04 a 19.352 18 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol 0.130 2.86 a 3.71 a 2.70 a 2.21 a 19.889 19 Phytol 0.544 2.51 a 1.32 a 1.98 a 1.62 a 20.888 20 Palmitic acid 0.060 1.35 b 1.19 b 1.77 ab 2.18 a Data pada baris yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey α = 5%. *) Transformasi data : √ , dimana x = nilai konsentrasi relatif senyawa metabolit x.
18
Tabel 8 Konsentrasi relatif (%) metabolit kakao pada tahapan infeksi lanjut O. theobromae. Scavina 6 TSH 858 No. RT Metabolit P Value Kontrol Infeksi Lanjut Kontrol Infeksi lanjut 1 3.608 Methyl acetate*) 0.155 1.44 a 1.52 a 2.17 a 2.28 a 2 4.082 Diacetyl 0.231 1.06 a 1.37 a 2.16 a 1.03 a 3 4.275 Methylfuran*) 0.502 1.07 a 0.92 a 0.70 a 0.91 a 4 4.802 0.01 16.66 a 15.55 a 8.99 ab 5.68 b Acetic acid 5 5.342 Acetol*) 0.005 2.23 a 2.25 a 2.06 a 1.04 b 6 12.543 I-Limonene 0.009 0.00 c 4.25 ab 2.02 b 7.60 a 7 13.066 Corylon*) 0.124 1.53 a 1.40 a 1.31 a 1.10 a 8 13.658 Phenol Hqmme 0.022 5.06 ab 3.98 b 7.00 a 4.96 ab 9 14.144 2 N Propyl Oxetan 0.857 3.04 a 2.94 a 2.81 a 2.48 a 10 14.863 2-Methoxy-4-methylphenol 0.199 2.10 a 1.97 a 2.73 a 2.50 a 11 15.508 2,3 Dihidro-benzofuran*) 0 0.70 b 1.62 a 1.37 a 0.00 c 12 15.712 p-ethylguaiacol*) 0 0.70 b 1.80 a 1.94 a 1.99 a 13 15.664 2,5 Dimethoxytoluene 0.103 3.73 a 0.99 a 3.98 a 1.71 a 14 16.128 2-Methoxyacetophenone*) 0.06 1.23 b 2.34 a 2.43 a 2.01 ab 15 16.492 Phenol 2,6-Dimethoxyphenol 0.323 4.82 a 4.99 a 5.21 a 3.85 a 16 17.344 Phenol,Eugenol 0.417 6.38 a 6.97 a 4.99 a 4.86 a 17 17.925 Benzene Toluene, 3,4,5-trimethoxy 0.144 2.61 a 1.60 a 1.90 a 1.64 a 18 19.352 4-Allyl-2,6-dimethoxyphenol 0.042 3.26 a 2.26 ab 2.20 ab 1.29 b 19 19.889 Phytol*) 0.909 1.08 a 1.08 a 1.08 a 0.88 a 20 20.888 Palmitic acid*) 0.756 1.25 a 1.27 a 1.61 a 1.36 a Data pada baris yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey α = 5%. *) Transformasi data : √ , dimana x = nilai konsentrasi relatif senyawa metabolit x.
19 Pada tahap infeksi lanjut O. theobromae, respon klon kakao tahan dan rentan berbeda terhadap biosintesis senyawa p-ethylguaiacol dan dihidobenzofuran. Luas area kromatogram dan konsentrasi relatif kedua senyawa tersebut dijumpai meningkat pada klon tahan, namun justru dijumpai menurun pada klon rentan. Hal ini diduga terkait dengan mekanisme gen penyandi kedua senyawa tersebut yang mengalami up dan down regulated pada respon terhadap infeksi O. theobromae. Mekanisme up dan down regulated senyawa diatur oleh gen-gen penyandi faktor transkripsi, komponen sinyal, transporter dan metabolisme yang kemudian berasosiasi dengan respon infeksi patogen, seperti yang dilaporkan pada interaksi infeksi Rhizoctonia solani dengan inangnya (Chamoun & Jabaji, 2011). Hasil profiling metabolit pada tahap pra infeksi, infeksi dini dan lanjut menunjukkan bahwa mekanisme ketahanan kakao terhadap O. theobromae bukan jenis mekanisme ketahanan pasif, tetapi jenis mekanisme ketahanan aktif (induced defense). Senyawa p-ethylguaiacol, I-limonene dan 2,3 dihidrobenzofuran disintesis pada tahap infeksi dini dan lanjut VSD melalui lintasan metabolit yang berbeda (Gambar 7). starch
Glucose Phenylpropanoid biosynthesis
Glucose 6P
6-phospogluconate
Fructose 6P
ribulose 5P
3 PGA
erytrosa 4P
phenilalanin
PEP
shikimate
cinamate
P-ethylguaiacol Hqmme
diacetyl
2-methoxy-4-methylphenol 4 allyl-2,6 dimethoxyphenol
2,6 dimethoxyphenol Coumaryl alcohol
Coniferyl alcohol
eugenol
Terpenoid biosynthesis
acetol
Pyruvate
MEP
IPP
DPP
Keton bodies Acetil Co-A
Aromatic degradation
methoxyacetopenone
oxaloacetate
acetaldehyde
Limonene
GGPP
Phytol
citrate
acetate malate
2 methyl furan 2,3 dihidrobenzofuran
GPP
methylcatechol
TCA cycle
fumarate
isocitrate 2 oxoglutarate
succinate
2,5 dimethoxytoluene
Lipid metabolism
Fatty acid biosyntheisis Palmitic acid
Toluene 3,4,5 trimethoxy acetic acid
methyl acetate
Increased scavina 6
Increased TSH 858
decreased scavina 6
decreased TSH 858
not changed scavina 6
not changed TSH 858
Gambar 7 Peta lintasan dan fluktuasi metabolit kakao pada infeksi lanjut O. theobromae. Lintasan phenilpropanoid, biosintesis terpenoid dan degradasi senyawa aromatik terdeteksi sebagai komponen penting pada mekanisme ketahanan. Lintasan metabolit diadopsi berdasarkan data base KEGG. Senyawa p-ethylguaiacol adalah senyawa fenol yang disintesis melalui lintasan metabolisme phenilpropanoid. Senyawa p-ethylguaicol merupakan senyawa fenol yang telah lama diketahui disekresikan pada luka atau tanaman yang menggalami gangguan organisme pengganggu (Bhattacharya et al. 2010). Senyawa I-limonene merupakan kelompok monoterpenoid yang disintesis melalui jalur methyl erythritol posphat (MEP) pada metabolisme terpenoid (KEGG 2015). Senyawa I-limonene termasuk ke dalam kelompok monoterpenoid.
20 Kelompok monoterpenoid merupakan salah satu produk metabolit yang disintesis dalam jumlah banyak sebagai respon adanya aktivitas asam jasmonat melalui lintasan transduksi sinyal pada prosesing informasi lingkungan (KEGG 2015, Gambar 8). Asam jasmonat merupakan sinyal bagi transduksi sinyal yang memacu produksi fitoaleksin pada mekanisme ketahanan Glycine max terhadap infeksi Rhizoctonia solani (Aliferis et al. 2014). Asam jasmonat diturunkan dari metabolisme ⍺-linolenic acid. JAZZ merupakan protein yang berperan sebagai inhibitor faktor transkripsi produksi asam jasmonat, sehingga pada kondisi pertumbuhan normal asam jasmonat selalu diproduksi pada konsentrasi rendah. Infeksi patogen mengakibatkan peningkatan level JA-Ile. Peningkatan JA-Ile memacu interaksi F-box protein COI1 dan JAZZ. Interaksi tersebut akan menghasilkan faktor transkripsi MYC2 yang berperan pada induksi gen-gen responsif asam jasmonat (Wager & Browse 2012; KEGG 2015). Beberapa gen-gen responsif asam jasmonat dapat memacu sintesis kelompok monoterpen seperti limone (KEGG 2015). Senyawa limonene juga dilaporkan sebagai monoterpenoid anti cendawan yang potensial dan mempunyai aktivitas yang sama ketika dibandingkan dengan anti cendawan komersial carbendazim pada pengujian terhadap Rhizoctonia solani, Fusarium oxysporum, Penicilium digitatum and Aspergilus niger (Marei et al. 2012). Cendawan memproduksi enzim selulase untuk mendegradasi dinding sel selama patogenesis (Milling & Richardson 1995) dan limonene menyebabkan penghambatan yang kuat terhadap aktivitas selulase (Marei et al. 2012).
Gambar 8 Hubungan senyawa limonene dan dihidrobenzofuran dengan biosintesis asam jasmonat dan salisilat pada transduksi sinyal dalam mekanisme ketahanan penyakit. ( JAR1: Jasmonic acid amino synthetase, JA-Ile: Jasmonic Iso Leucine, COI1: Coronatine insentive protein 1, JAZZ: Jasmonate ZIM domain containing protein, MYC2: Transcription factor MYC2, PR-1: Pathogenesis related protein-1 ). Lintasan metabolit diadopsi berdasarkan data base KEGG dengan kode lintasan tcc04075. Senyawa 2,3 dihidrobenzofuran merupakan senyawa heterosiklik yang berperan sebagai prekursor pada lintasan degradasi senyawa aromatik (KEGG 2015, Gambar 7). Degradasi senyawa aromatik 2,3 dihidrobenzofuran akan menghasilkan salisilat yang telah lama diketahui sebagai sinyal bagi transduksi sinyal ketahanan tanaman terhadap patogen (Aliferis et al. 2014, Gambar 8).
21 Pada kondisi normal dihidrobenzofuran merupakan prekursor asetaldehid pada biosintesis asam asetat pada siklus asam trikarboksilat. Pada kondisi terinfeksi patogen, dihidrobenzofuran juga merupakan prekursor dari salisilat yang merupakan sinyal bagi transduksi sinyal pada pelepasan protein-protein terkait mekanisme ketahanan (KEGG 2015, Gambar 8). Senyawa 2,3 dihidrobenzofuran telah dilaporkan sebagai metabolit anti cendawan yang diproduksi oleh Bauhenia purpurea yang bersifat antifungal terhadap Candida albicans (Abyaneh & Rai 2013). Asperfuran merupakan anti cendawan turunan dari 2,3 dihidrobenzofuran diproduksi oleh Aspergilus oryzae. Asperfuran menghambat kitin sintase dari Coprinus cinereus (Pfefferle et al. 1990). Kitin merupakan komponen utama pada dinding sel cendawan yang memiliki peran utama pada perkembangan ujung hifa cendawan. Mekanisme kerja beberapa fungisida komersial adalah menghambat aktivitas kitin sintase. Penghambatan kitin sintase akan menghentikan sintesis kitin (Kong et al. 2012). Berdasarkan hal tersebut maka lintasan metabolisme phenilpropanoid, degradasi senyawa aromatik, metabolisme terpenoid dan lintasan transduksi sinyal merupakan lintasan yang berperan penting pada mekanisme ketahanan kakao terhadap O. theobromae.
Akumulasi Senyawa Fenol, Terpenoid dan Alkaloid Akumulasi senyawa metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan umumnya melibatkan struktur sekretori. Struktur sekretori pada tumbuhan terdiri atas berbagai macam tipe dan dapat terdapat di berbagai organ. Struktur sekretori pada jaringan tumbuhan meliputi trikoma kelenjar, hidatoda, kelenjar minyak, kelenjar garam dan sel idioblas (Fahn 2000). Selain struktur sekretori yang telah disebutkan di atas, akumulasi senyawa metabolit dalam penelitian ini juga diamati pada jaringan palisade dan daerah floem daun kakao. Akumulasi metabolit pada jaringan daun kakao telah dipelajari menggunakan pengujian histokimia. Kedua klon memiliki beberapa sel idioblas pada jaringan epidermis yang mengandung senyawa fenol dan terpenoid (Gambar 9 dan 10). Sel idioblas juga dijumpai mengandung fenol dan terpenoid pada daerah kortek midrib (Gambar 9, 10 dan 12). Senyawa fenol juga terdapat pada jaringan palisade baik pada klon tahan maupun rentan (Gambar 9). Kandungan fenol dan terpenoid pada T. cacao merupakan hal baru yang ditemukan melalui penelitian ini. Penelitian sebelumnya hanya melaporkan tentang akumulasi fenol di jaringan epidermis pada T. grandiflorum, T. speciosum dan T. subincanum (Garcia et al. 2014). Kandungan fenol dan terpenoid pada jaringan epidermis diduga berperan pada interaksi biologis antara inang dan patogen.
22
ph
id
xy A
B
C
D
ph
E
F
H
G
ph xy I
J
K
id L
ph xy M
N
O
P
Gambar 9 Pengujian histokimia senyawa fenol pada klon Scavina 6 (A-H) dan xy TSH 858 (I-P). Sel idioblas pada epidermis mengandung senyawa fenol (A & I) dengan kontrol (E & M). Jaringan palisade mengandung senyawa fenol (B & J) dengan kontrol (F & N). Trikoma kelenjar mengandung senyawa fenol (C & K) dengan kontrol (G & O). Floem mengandung senyawa fenol (D & L) dengan kontrol (H & P). xy : xilem, ph : floem, id : idioblas. Skala bar : 20 µm (A, E, I, M, C, G, K, O) dan 50 µm (B, F, J, N, D, H, L, P). Daun kakao memiliki trikoma kelenjar dan non-kelenjar (Nakayama et al. 1996), namun demikian studi tersebut tidak melakukan investigasi terhadap kandungan senyawa pada trikoma terutama trikoma kelenjar. Berdasarkan pengujian histokimia yang telah dilakukan trikoma kelenjar kakao mengandung senyawa fenol dan terpenoid (Gambar 9 dan 10). Trikoma kelenjar yang dijumpai merupakan trikoma multiseriat tipe kapitat yang terdiri atas sel dasar, dua sel tangkai dan delapan sel pada kepala sekretori.
F
23
xy ph A
B
C
D
xy E
F
ph H
G
xy ph I
J
K
L
ph xy M
N
O
P
Gambar 10 Pengujian histokimia senyawa terpenoid pada klon Scavina 6 (A-H) dan TSH 858 (I-P). Sel idioblas pada epidermis mengandung senyawa terpenoid (A & I) dengan kontrol (E & M). Jaringan palisade tidak mengandung senyawa terpenoid (B & J) dengan kontrol (F & N). Trikoma kelenjar mengandung senyawa terpenoid (C & K) dengan kontrol (G & O). Floem mengandung senyawa terpenoid (D & L) dengan kontrol (H & P). xy : xilem, ph : floem. Skala bar : 20 µm (A, E, I, M, C, G, K, O) dan 50 µm (B, F, J, N, D, H, L, P).
Trikoma dengan kandungan terpenoid juga ditemukan pada trikoma kapitat daun Otacanthus coeruleus (Bajaj 1997) dan trikoma peltat Leonotis leonorus (Ascensao et al. 1997). Kandungan fenol pada trikoma kelenjar juga telah dijumpai pada Thymus vulgaris dan Oreganum vulgare (Gersbach et al 2001). Akumulasi alkaloid tidak terdeteksi pada semua jaringan daun kakao berdasarkan pengujian histokimia (Gambar 11 dan Tabel 9). Kakao merupakan famili Malvaceae. Beberapa famili yang umum mengandung senyawa alkaloid antara lain Amaryllidiaceae, Apocynaceae, Asteraceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Laauraceae, Liliaceae, Loganiaceae, Menispermaceae, Papaveraceae, Ranunculaceae, Rubiaceae, Rutaceae and Solanaceae (Dalton 1991). Alkaloid umumnya diakumulasi tanaman pada bagian yang terlibat pada interaksi biologi seperti lapisan epidermis (Wink 1993).
24
xy
A
B
C
D
E
F
G
H
ph ph
ph xy I
ph
xy J
xy K
L
Gambar 11 Pengujian histokimia senyawa alkaloid pada klon Scavina 6 (A, B, E, F, I, J) dan TSH 858 (C, D, G, H, K, L). Jaringan palisade dan epidermis tidak mengandung senyawa alkaloid (A & C) dengan kontrol (B & D). Trikoma kelenjar tidak mengandung senyawa alkaloid (E & G) dengan kontrol (F & H). Floem tidak mengandung senyawa alkaloid (I & K) dengan kontrol (J & L). xy : xilem, ph : floem. Skala bar : 20 µm (E – H) dan 50 µm (A – D & I – L ). Produksi Metabolit Sekunder pada Tahapan Infeksi O theobromae Studi produksi metabolit akibat infeksi patogen telah dilakukan pada tahapan infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae. Pengamatan dilakukan menggunakan daun yang telah dinyatakan positif terinfeksi O. theobromae berdasarkan metode pewarnaan cendawan. Perubahan produksi metabolit akibat infeksi O. theobromae dijumpai nyata terlihat pada daerah floem. Pada tahap pra infeksi daerah floem telah positif mengandung senyawa fenol dan terpenoid. Namun demikian pada tahapan infeksi dini terlebih pada infeksi lanjut, senyawa fenol dan terpenoid terlihat meningkat yang ditunjukkan perubahan warna cokelat kehitaman (fenol) dan cokelat kekuningan (terpenoid) yang lebih gelap pada daerah floem. (Gambar 12 dan Tabel 9). Peningkatan akumulasi fenol dan terpenoid pada klon tahan terjadi sejak tahap infeksi dini, sedangkan peningkatan fenol dan terpenoid pada klon rentan terjadi hanya pada tahap infeksi lanjut dengan nilai skoring yang lebih rendah dibandingkan klon tahan (Tabel 9).
25 ph
xy
ph
ph
xy
ot
xy A
B
C
ph id
php
xy hx
ot p
id
h x
y
D
p x
ph
p o
p
I
H
t ph xy
F
i ot
y
ph
h d xy
x y ot h
G
t
ph
E
ph
xy h
o p
y
ph
id
h xy
ph
xy ot J
K
L
ot ph
xy
ph
ph
xy ot
M
N
ot
ph id
xy
xy
ot
ph
ph Q
P
Pra infeksi
Gambar 12
O
Infeksi dini
R
Infeksi lanjut
Pengujian histokimia senyawa fenol dan terpenoid pada klon Scavina 6 (A – I) dan TSH 858 (J – R) pada tahapan pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut. Pengujian histokimia senyawa fenol (D – F) & (M – O) dan senyawa terpenoid (G – I) & (P – R) dengan kontrol (A – C) & (J – L). (xy : xilem, ph : floem, id : idioblas, ot : hifa O. theobromae). Skala bar : 50 µm (A – R ).
26 Peningkatan warna cokelat kehitaman (fenol) dan cokelat kekuningan (terpenoid) mengindikasikan peningkatan konsentrasi senyawa fenol dan tepenoid. Berdasarkan hal tersebut peningkatan luas area kromatogram dan konsentrasi relatif senyawa p-ethylguaicol (fenol) dan I-limonene (terpenoid) pada klon tahan selama tahap infeksi dini dan lanjut O. theobromae (Tabel 4, 5, 7 dan 8) terkonfirmasi melalui uji histokimia di daerah floem (Gambar 12). Fitoaleksin merupakan kelompok metabolit sekunder yang memiliki aktifitas antifungi yang diakumulasi disekitar daerah terinfeksi (Taiz & Zeiger 2010). Tabel 9
Produksi metabolit sekunder daun kakao pada tahapan infeksi O. theobromae berdasarkan uji histokimia
No
Sel/jaringan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Trikoma kelenjar Idioblas epidermis atas Idioblas epidermis bawah Palisade Floem* Idioblas korteks
Pra Infeksi F T A + + + + + + + ++ + + + -
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Trikoma kelenjar Idioblas epidermis atas Idioblas epidermis bawah Palisade Floem* Idioblas korteks
+ + + + ++ +
+ + + + +
-
Klon Scavina 6 Infeksi Dini F T A + + + + + + + +++ +++ + + Klon TSH 858 + + + + + + + + ++ + + -
Infeksi Lanjut F T A (+) (+) + + + + + +++ +++ + + (+) + + + ++ +
(+) + + +++ +
-
Keterangan : F : fenol; T : terpenoid; A : Alkaloid. - : tidak dijumpai, + : dijumpai, ++ : dijumpai banyak, +++ : dijumpai lebih banyak. * : diamati menggunakan metode skoring (Lampiran 2). (+) : mengalami lisis Jaringan floem berfungsi untuk transport material organik dari penghasil (source) ke arah pengguna (sink) untuk mengaktivasi fungsi-fungsi biologis yang lain. Sekresi fenol dan terpenoid pada mekanisme ketahanan aktif kakao terhadap infeksi O. theobromae melibatkan jaringan floem. Hubungan floem dengan mekanisme ketahanan biokimia tanaman pernah dilaporkan pada Picea abies dimana infeksi Ophiostoma polonicum mengakibatkan sekresi senyawa fenol melalui floem (Brignolas et al. 2007).
Kandungan Pati pada Tahapan Infeksi VSD Berdasarkan pengujian histokimia dijumpai kandungan pati melimpah pada tahap pra infeksi O. theobromae di bagian empulur midrib daun. Pada tahap infeksi dini kandungan pati dijumpai berkurang dan hanya terdeteksi di dekat daerah infeksi (xilem). Pada tahap infeksi lanjut semakin tidak dapat dijumpai
27 kandungan pati baik di daerah empulur maupun di daerah dekat infeksi (Gambar 13). Pada tingkat respirasi puncak, karbohidrat yang larut dan nutrisi mineral terakumulasi disekitar lokasi infeksi (Sinaga 2002). Hal tersebut menandakan bahwa telah terjadi translokasi nutrisi dari jaringan inang ke jaringan terinfeksi. Keadaan ini juga diperlukan bagi patogen untuk mendapatkan makanan dari sel inang. Setelah semua nutrisi habis maka sel tumbuhan inang akan mati (Sinaga 2002). xy
ep ep
xy
xy
ot
ep A
B
C
xy ep
xy xy
ep
ep D
Gambar 13
E
F
Kandungan pati di daerah empulur midrib daun kakao pada klon SCA 6 (atas) dan TSH 858 (bawah) tahap pra infeksi (A dan D), infeksi dini (B dan E) dan infeksi lanjut (C dan F). (xy : xilem, ep : empulur, ot : hifa O. theobromae). Skala bar : 50 µm (A-F).
Metode uji Luff Schoorl menunjukkan hasil yang sama bahwa kandungan pati total menurun seiring terjadinya infeksi O. theobromae (Gambar 14). Kandungan pati pada kondisi pra infeksi dan infeksi dini dijumpai lebih tinggi pada klon tahan (Scavina 6) dibandingkan klon rentan (TSH 858). Namun demikian pada tahap infeksi lanjut kandungan pati pada klon tahan justru lebih rendah dibandingkan klon rentan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perombakan pati pada klon tahan berjalan lebih cepat dibandingkan klon rentan. Hal ini diduga terkait dengan respon klon tahan dalam aktivitas peningkatan senyawa p-ethyguaicol (fenol) dan I-limonene (terpenoid) pada tahap infeksi lanjut (Tabel 5 dan Tabel 8). Peningkatan produksi senyawa fenol dan terpenoid pada tahap infeksi lanjut secara tidak langsung memerlukan konversi energi melalui tahapan glikolisis pada proses respirasi. Berdasarkan warna biru yang dijumpai ketika bereaksi dengan iodium, maka jenis pati yang dijumpai pada empulur midrib daun kakao adalah amilosa (Harborne 1987). Amilosa dikonversi oleh amilase menjadi maltose. Selanjutnya maltose dikonversi oleh maltase menjadi glukosa (Sinaga 2002). Glukosa merupakan sumber utama energi pada tahapan glikolisis dalam proses respirasi. Glikolisis berfungsi memproduksi ATP, menghasilkan molekul pereduksi NADH
28 dan menyediakan intermediet produk dalam biosintesis bahan lain (Taiz & Zeiger 2010). 10.5
Kandungan pati total (%)
10.0
9.5
9.0
8.5
8.0 C1
Gambar 14
Scavina 6 TSH 858 Pra infeksi
Scavina 6 TSH 858 Infeksi dini
Scavina 6 TSH 858 Infeksi lanjut
Kandungan pati total (%) Scavina 6 ( ) dan TSH 858 ( ) pada tahapan pra infeksi, infeksi dini dan infeksi lanjut O. theobromae.
Pada area yang terinfeksi terjadi aktivitas metabolit yang meningkat, termasuk peningkatan respirasi selama beberapa hari pertama pada perkembangan penyakit (Agrios 1988). Respon penurunan kandungan pati yang lebih cepat pada klon tahan, mengindikasikan tingginya laju respirasi pada klon tahan. Respon respirasi yang meningkat tajam pada varietas tanaman tahan telah dilaporkan pada tanaman gandum yang terinfeksi Puccinia graminis dan kultivar barley yang terinfeksi Erysiphe graminis (Petersen 1984). Respirasi merupakan sumber berbagai aktivitas biokimia dalam tumbuhan termasuk aktivasi-aktivasi senyawa metabolit sekunder. Hasil metabolisme karbon dari respirasi merupakan senyawa intermediet dalam pembentukan senyawa kelompok fenol melalui jalur asam sikimat dan jalur asam malonat maupun pembentukan senyawa kelompok terpenoid melalui jalur asam mevalonat dan jalur methyl erythtritol phospat (Taiz & Zeiger 2010).
Karakter Anatomi sebagai Penghalang Infeksi O.theobromae Karakter anatomi menjadi tahanan fisik yang utama ketika suatu patogen melakukan penetrasi ke dalam tubuh inang. Beberapa cendawan patogen mendapatkan akses masuk ke dalam tubuh tanaman melalui stomata (Agrios 1988) atau melalui penetrasi aktif pada jaringan epidermis (Sinaga 2002). Karakter epidermis atas dan bawah klon tahan (Scavina 6) lebih tebal dibandingkan dengan klon rentan (Tabel 10 dan Gambar 15). Jaringan epidermis diduga terlibat pada interaksi biologis antara inang dan patogen. Hal ini diperkuat dengan senyawa fenol dan terpenoid yang terakumulasi pada beberapa sel idioblas epidermis (Gambar 9 dan 10). Karakter epidermis lain yang diamati adalah ukuran celah stomata. Ukuran celah stomata pada klon rentan signifikan lebih panjang dibandingkan klon tahan (Tabel 10). Berdasarkan ukuran diameter hifa O. theobromae 5.24 – 5.50 µm
29 (Gambar 4), maka pada klon rentan diduga patogen mendapatkan peluang penetrasi lebih besar terkait dengan bukaan stomata yang lebih lebar dibandingkan klon tahan. Berdasarkan hal tersebut jaringan epidermis dipertimbangkan sebagai penghalang fisik dan biokimia kakao terhadap infeksi VSD. Tabel 10 Karakter anatomi daun kakao klon Scavina 6 dan TSH 858 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Karakter anatomi Ketebalan epidermis atas, µm Ketebalan epidermis bawah, µm Ketebalan palisade, µm Kerapatan trikoma kelenjar adaksial, mm-2 Kerapatan trikoma kelenjar abaksial, mm-2 Panjang kepala trikoma kelenjar, µm Lebar kepala trikoma kelenjar, µm -2 Kerapatan stomata, mm Indeks stomata Panjang sel penjaga, µm Lebar sel penjaga, µm Panjang celah stoma, µm
P Value 0.000 0.000 0.000 0.271 0.278 0.314 0.308 0.184 0.007 0.063 0.083 0.000
Scavina 6 22.62 a 10.45 a 22.34 b 1.90 a 5.28 a 28.71 a 26.70 a 1138.50 a 14.84 a 12.41 a 13.76 a 4.95 b
TSH 858 16.95 b 8.68 b 27.02 a 1.74 a 4.97 a 32.69 a 29.06 a 1076.9 0 a 13.38 b 12.73 a 14.12 a 5.97 a
Data pada baris yang sama bila diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji T (α = 5%).
Gambar 15
A
B
C
D
Karakter anatomi daun kakao klon Scavina 6 (A & C) dan TSH 858 (B & D) berdasarkan karakter jaringan epidermis dan palisade (A & B) serta karakter stomata pada sisi abaksial daun (C & D). Skala bar : 50 µm (A & B) dan 20 µm (C & D).
30 Pada beberapa tanaman trikoma kelenjar berperan sebagai barier fisik dan kimia untuk menghambat perkecambahan spora (Martin & Clover 2007; Chattopadyay et al. 2011). Pada daun kakao trikoma kelenjar lebih banyak dijumpai pada sisi abaksial dibandingkan sisi adaksial (Tabel 10). Distribusi trikoma kelenjar pada klon tahan (Scavina 6) dan klon rentan (TSH 85) tidak berbeda nyata secara statistik (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa trikoma kelenjar kurang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD. Pada kedua klon yang dipelajari tidak didapatkan beda nyata berdasarkan karakter kerapatan stomata, panjang sel penjaga dan lebar sel penjaga. Indeks stomata pada klon tahan justru dijumpai lebih tinggi dibandingkan pada klon rentan (Tabel 10). Berdasarkan hal tersebut beberapa karakter stomata dimaksud di atas tidak terkait dengan mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pewarnaan cendawan menggunakan biru tripan telah berhasil mendeteksi lebih dini infeksi O. theobromae mulai minggu ke-14 sejak bibit diletakkan di bawah tanaman kakao dewasa terserang penyakit VSD. Klon TSH 858 terinfeksi lebih cepat dibandingkan klon Scavina 6. Lintasan metabolisme phenilpropanoid, metabolisme terpenoid, lintasan sinyal transduksi prosesing informasi lingkungan dan lintasan degradasi senyawa aromatik merupakan lintasan yang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap O. theobromae. Senyawa I-limonene (terpenoid), p-ethylguaiacol (fenol) dan 2,3 dihidrobenzofuran (senyawa heterosiklik) berperan dalam pertahanan aktif kakao pada infeksi O. theobromae tahap lanjut. Senyawa terpenoid dan fenol diproduksi pada trikoma kelenjar, idioblas pada epidermis atas dan bawah, floem dan idioblas pada korteks midrib daun kakao. Senyawa fenol juga diproduksi pada jaringan palisade daun kakao. Berdasarkan uji histokimia dijumpai peningkatan akumulasi senyawa terpenoid dan fenol di daerah floem pada tahapan infeksi dini dan lanjut O. theobromae. Senyawa alkaloid tidak terdeteksi pada jaringan daun kakao. Pada tahapan infeksi VSD dijumpai penurunan kandungan pati di daerah empulur midrib daun kakao. Pembongkaran pati klon tahan terjadi lebih cepat dibandingkan klon rentan pada tahapan infeksi O. theobromae. Jaringan epidermis klon tahan signifikan lebih tebal dibandingkan klon rentan. Jaringan epidermis dan senyawa metabolit yang terkandung di dalam idioblas dapat berperan sebagai penanda ketahanan fisik dan biokimia kakao terhadap infeksi O. theobromae.
Saran Penelitian-penelitian dasar mengenai mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD masih sangat terbatas. Deteksi kehadiran O. theobromae melalui metode pewarnaan cendawan diharapkan mampu mempelajari respon inang dan cendawan pada fase-fase awal infeksi VSD. Penelitian ini perlu dilanjutkan terutama untuk
31 mengetahui senyawa metabolit yang bersifat tidak volatil yang berperan pada mekanisme ketahanan kakao terhadap VSD.
DAFTAR PUSTAKA Aliferis KA, Faubert D, Jabaji S. 2014. A metabolic profiling strategy for the dissection of plant defense against fungal pathogens. Plos One. 9 (11): e111930. DOI:10.1371/journal.pone.0111930. Abyaneh MR, Rai M. 2013. Antifungal Metabolites from Plants. New York (US) : Springer-Verlag. Agrios GN. 1988. Plant Pathology. New York (US) : Academic Pr. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S . 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID) : PAU Institut Pertanian Bogor. Ascensao L, Marques N, Salome MP. 1997. Peltate glandular trichomes of Leonotis leonorus leaves: ultrastructure and histochemical characterizations of secretions. Int J Plant Sci. 158 (3):249-258. Ascensao L, Mota L, Castro MDEM. 1999. Glandular trichomes on the leaves and flowers of Plectranthus ornatus : morphology, distribution and histochemistry. Ann Bot. (84):437-447. Bajaj YPS. 1997. Biotechnology in Agriculture and Forestry: Medicinal and Aromatic Plants X. New Delhi (IN): Springer Publishing. Bhattacharya A, Sood P, Citovsky V. 2010. The roles of plant phenolic in defense and communication during Agrobacterium and Rhizobium infection. Mol Plant Pathol. 11 (5) : 705-19. Brignolas F, Lieutier F, Sauvard D, Yart A, Drouet A, Claudot AC. 2007. Changes in soluble phenol content of Norway spruce (Picea abies) phloem in response to wounding an inoculation with Ophiostoma polonicum. Forest Pathol. 25(5):253-265. DOI:10.1111/j.1439-0329.1995.tb01010.x. Chaves FB, Gianfagna TJ. 2007. Necrotrophic phase of Moniliophtora perniciosa causes salicylic acid accumulation in infected stem of cacao. Physiol Mol Plant Pathol. 69:104-108. Chamoun R, Jabaji S. 2011. Expression of genes of Rhizoctonia solani and the biocontrol Stachybotrys elegans during mycroparasitism of hyphae and sclerotia. Mycol J. 103(3): 483-493. DOI: 10.3852/10-235. Chattopadhyay S, Ali KA, Dos SG, Das NK, Aagarwal RK, Bandopadhyay TK, Sarkar A, Bajpai AK. 2011. Association of leaf micro-morphological characters with powdery mildew resistance in field-grown mulberry (Morus spp) germplasm. AoB Plants. DOI:10.1093/qobpLa/pLr002. Combrinck S, Plooy GWD, Crindle RI, Botha BM. 2007. Morphology and histochemistry of the glandular trichomes of Lippia scaberrima (Verbenaceae). Ann Bot. 99: 1111-1119. DOI: 10.1093/aob/mcm064. Dalton DR. 1991. Alkaloids. Di dalam Seigler DS, editor. Plant Secondary Metabolism. Massachusetts (US) : Kluwer Academic Publisher.
32 Dixon R.A. 2001. Natural product and plant disease resistance. Nature. 411: 843847. Dennis JJC. 1991. Epidemiology and control of vascular streak dieback of cocoa in Papua New Guinea [tesis]. Australia (AU) : La Trobe University. Essau K. 1977. Anatomy of Seed Plants. 2nd ed. New York (US): J Wiley. Facchini PJ. 2001. Alkaloid biosynthesis in plants: biochemistry, biology cell, molecular regulation and metabolic engineering application. Annu Rev Plant Physiol. (52):29-66. Fahn A. 2000. Structure and Function of Secretory Cell. Hallahan DL, Gray JC, editor. New York (US) : Academic Pr. Furr Y, MahIberg PG. 1981. Histochemistry analysis of laticifers and glandular trichomes in Cannabis sativa. J Nat Prod. 44 (2):153–159. Garcia TB, Potiguara RCV, Kikuchi TYS, Demarco D, Aguiar ACA. 2014. Leaf anatomical features of three Theobroma species (Malvaceae) native to the Brazilian Amazon. Acta Amazonica. 44 (3): 291-300. DOI: 10.1590/18094292201300653 Gersbach PV, Wyllie SG, Sarafis V. 2001. A new histochemical method for localization of the site of monoterpene phenol accumulation in plant secretory structures. Ann Bot. 8: 521-525. Gossner W. 2002. A brief history of the society for histochemistry : its founders, its mission and the first 50 years. Histochem Cell biol. (118) : 91-94. DOI: 10.1007/s00418-00200437-8 Guest D, Keane PJ. 2007. Vascular streak dieback : a new encounter disease of cocoa in Papua New Guinea and Southeast Asia caused by the obligate Basidiomycete Oncobasidium theobromae. Am J Phytopathol Soc. (97) : 1654-1657. Halimah D, Sukamto S. 2007. Vascular streak dieback intensity on some clones of Indonesian coffee and cocoa collection. Pelita Perkebunan. (23): 118-128. Harborne. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari : Phytochemical methods. Chapman and Hall Ltd. [ISI] International Starch Institute. 2002. ISI 28 1e : Determination of Reducing Sugar by Luff Schoorls Method. Denmark (DK) : Science Aarchus Denmark. Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (US) : McGraw-Hill. Junianto YD, Sukamto S. 1986. Vascular streak dieback pada tanaman kakao di Jawa Timur : isolasi dan identifikasi jamur penyebab penyakit. Pelita Perkebunan. (2) : 25-28. Keane PJ, Prior C. 1991. Vascular streak dieback of cocoa. J Plant Pathol. (33): 135-139. Kong LA, Yang J, Li G, Qi LL, Zhang YJ, Wang CF. 2012. Different chitin synthase genes are required for various developmental and plant infection processes in the rice blast fungus Magnaporthe oryzae. J Pathol. 8(2): e1002526. DOI : 10.1371/journal.ppat.1002526. Kuc J. 1992. Antifungal compounds from plants. Di dalam Nigg HN, Seigler D, editor. Phytochemical Resources for Medicine and Agriculture. New York (US). Plenum Pr : 159-184.
33 KEGG. 2015. The Kyoto Encyclopedia Genes and Genome. http://www.genome.jp/kegg/ Lam CH, Verghese G, Zainal Abidin MA. 1988. In vitro production of Oncobasidium theobromae basidiospores. Br Mycol Soc. (90) : 505-507. Liberato JR, Barreto RW, Shivas RG. 2005. Leaf-clearing and staining techniques for the observation of conidiophores in the Phyllactinioideae (Erysiphaceae). Austr Plant Pathol. (34): 401-404. Marei GIK, Rasoul MAA, Abdelgaleil SAM. 2012. Comparative antifungal activities and biochemical effect of monoterpenes on plant pathogenic fungi. Pest Biochem and Physol. (103): 56-61. DOI: 10.1016/j.pestbp.2012.03.004. Martin C, Glover BJ. 2007. Functional aspect of cell pattern in aerial epidermis. Current opinion in plant biology. (10) : 70-78. Martin D, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2002. Methyl jasmonates induced traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis and terpenoid accumulation in developing xylem of Norway spruce stems. Plant Physiol. 129: 1003-1018. McMahon P, Purwantara A. 2016. Vascular streak dieback (Ceratobasidium theobromae): history and biologi. Di dalam Bailey BA, Meinhardrt LW, editor. Cacao disease : a history of old enemies and new encounters. Switzerland (CH): Springer Publishing. Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Anatomy of the dicotyledons: Leaves, stem and wood in relation to taxonomy with notes on economic uses. Oxford (GB) : Clarendon Press, 1500 p. Milling RJ, Richardson CJ. 1995. Mode of action of the aniline pyrimidine fungicide primethanil 2 : Effect on enzyme secretion in Botrytis cinerea. Pest Sci 45 : 43-48. Musumeci G. 2015. The old and new concept of histochemistry. J Histol Pathol. DOI: 10.7243/2055-091x-2-10. Nakayama LHI, Soares MKM, Gloria AB. 1996. Contribuicao ao estudo anatomico da folha e do caule do cacaueiro (Theobroma cacao). Sci Agric. (53) : 73-78. Petersen VS. 1984. The role of respiration and energy generation in diseased and disease-resistant plants. Di dalam : Wood RKS, Jellis GJ, Editors. Plant Disease Infestion, Damage and Loss. Oxford (GB) : Blackwell Scientific. Pfefferle W, Anke H, Bross M, Steffan B, Vianden R, Steglich W. 1990. Asperfuran a novel antifungal metabolite from Aspergillus oryzae. J Antibiot 43(6) :648-54. Prior C. 1979. Resistance of cocoa to vascular-streak dieback disease. Ann. Appl. Biol. 92:369-376. Ramirez AM, Stoopen G, Manzel, TR, Gols R, Bouwmeester HJ, Dicke M, Jongsma MA. 2012. Bidirectional secretions from glandular trichomes of pyrethrum enable immunization of seedlings. Plant Cell. (24): 4252-4265. Taiz L, Zeiger E. 2010. Plant Phisiology. 5th ed. Sunderland (US) : Sinauer Assoc Inc. Samuel GJ, Ismaiel A, Rosmana A, Junaid M, Guest D, McMahon P, Keane P, Purwantara A, Lambert S, Carres MR, Cubeta MA. 2012. Vascular streak dieback of cacao in Southeast Asia and Melanesia : in planta detection of the pathogen and a new taxonomy. Fungal Biol. (116) : 11-23.
34 Sangwan NS, Kumar S, Srivastava S, Kumar A, Gupta A, Sangwan RS. 2010. Recent development on secondary metabolite biosynthesis in Artemisia annua L. J Plant Biol. 37 (2):1-24 Shapiro LH, Scheffer SJ, Maisin N, Lambert S, Purung HB, Sulistyowati E, Vega FE, Gende P, Laup S, Rosmana A et al. 2008. Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) in the Malay Archipelago: genetic signature of a bottlenecked population. Ann Entomol Soc Am. (10):930-938. Seigler DS. 1998. Plant Secondary Metabolism. Massachusetts (US) : Kluwer Academic. 506-512. Siebert DJ. 2004. Localization of salvinorin and related compounds in glandular trichomes of the psychoactive sage, Salvia divinorum. Annals Bot. 93 (6): 763-771. Simmons AT, Gurr GM, McGrath D, Martin PM, Nicol HI. 2004. Entrapment of Helicoverpa armigera (Lepidoptera : Noctuidae) on glandular trichomes of Lycopersicon species. Austr J Entomol. (43):196-200. Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. 2 nd ed. Iowa (US) : Iowa State College Pr. Sinaga MS. 2003. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya Susilo AW, Anita I. 2009. Respon ketahanan beberapa hibrida kakao (Theobroma cacao L) terhadap serangan penyakit pembuluh kayu (Vascular streak dieback). Jurnal Pelita Perkebunan. 27(2): 77-87. Wagner GJ, Wang E, Shepherd RW. 2004. New approaches for studying and exploiting an old protoberence, the plant trichomes. Ann Bot. 93 :3-11 Wager A, Browse J. 2012. Social network: JAZ protein interactions expand our knowledge of jasmonate signaling. Frontier in Plant Science. DOI: 10.3389.fpls.2012.00041. Wink M. 1993. Allelochemical properties of alkaloids. Di dalam Cordell GA, editor. The Alkaloids. New York (US) : Academic Pr. Zobel AM. 1985. Localizations of phenolic compounds in tannin secreting cells from Sumbuscus racemosa shoots. Ann Bot. 57(6): 801-810.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1 Data iklim mikro di lokasi penelitian kebun percobaan Kaliwining Oktober 2014 – April 2015. No 1 2 3 4 5 6 7
Bulan Oktober, 2014 November, 2014 Desember, 2014 Januari, 2015 Februari, 2015 Maret, 2015 April, 2015
Temperatur oC Max 33.09 33.03 32.02 32.27 32.68 32.19 33.01
Min 20.4 21.95 22.60 23.02 22.31 22.68 22.58
Rerata 27.17 27.63 27.72 27.55 27.12 27.49 27.63
Curah hujan (mm) 3.00 7.85 36.58 15.10 23.67 15.10 15.10
Penyinaran matahari (%) 96.61 74.06 64.12 45.51 80.42 73.29 65.26
Kelembaban nisbi (%) 85.19 86.55 88.73 88.03 89.78 89.18 89.45
Tekanan Kecepatan udara angin (mb) (km/jam) 1005.16 1.14 1003.80 0.96 1002.90 0.39 973.67 0.42 1003.60 0.56 1003.90 0.64 1002.46 0.488
Evaporasi 5.34 4.18 2.83 3.61 4.06 4.40 3.69
(Sumber : Stasiun klimatologi kelas I Kebun Percobaan Kaliwining, Jember, Jawa Timur).
37
38 Lampiran 2
-
Skoring uji histokimia senyawa fenol dan terpenoid pada daerah floem daun kakao.
+
++
+++
Skoring uji histokimia senyawa fenol pada daerah floem
-
+
++
+++
Skoring uji histokimia senyawa terpenoid pada daerah floem Keterangan : : tidak dijumpai + : dijumpai ++ : dijumpai banyak +++ : dijumpai lebih banyak
39 Lampiran 3
I.
Tahapan penentuan kandungan pati berdasarkan metode Luff Schoorl.
Penentuan nilai T-titran Na-tiosulfat (ml) untuk menduga kandungan gula pereduksi : itran a tiosulfat ml keterangan :
II.
b a N tio 0.1
= = = =
a
tio
.
volume Na-tiosulfat untuk menitrasi blanko volume Na-tiosulfat untuk menitrasi sampel 0.04418 Normalitas Na-tiosulfat
Penentuan kandungan gula pereduksi berdasarkan tabel Luff Schoorl : T-titran Na-tiosulfat (ml) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Gula pereduksi (mg) 2.4 4.8 7.2 9.7 12.2 14.7 17.2 19.8 22.4 25.0 27.6 30.3 33.0 35.7 38.5 41.3 44.2 47.1 50.0 53.0 56.0 59.1 62.2 -
III. Penentuan kandungan pati dihitung dengan rumus sebagai berikut : ati
mg gula pereduksi faktor pengen eran o ot ontoh mg
.
40
41
RIWAYAT HIDUP Teguh Iman Santoso, lahir di Tegal pada 14 November 1980, merupakan putra tunggal dari pasangan Moeljono Budi Santoso dan Endang Roesmijanti (Alm). Penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Tegal dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan diploma tiga di Politeknik Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta program studi budidaya tanaman perkebunan dan lulus dengan penghargaan sebagai lulusan terbaik pada tahun 2002. Penulis telah menempuh program alih jenjang untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di UNS pada tahun 2004 dengan predikat Cumlaude. Penulis pernah bekerja sebagai Field Assistant di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. United Kingdom Indonesia Plantation (Anglo Eastern Plantations Group) pada tahun 2004-2006. Pada tahun 2007 sampai dengan saat ini, penulis merupakan peneliti aktif di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), Jember, Jawa Timur. Pada tahun 2010-2012 penulis aktif mengikuti perkembangan perlindungan indikasi geografis produkproduk pertanian di Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pada tahun 2013-2014 penulis merupakan penanggung jawab salah satu kegiatan penelitian kerjasama Puslitkoka dengan Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman Perkebunan (Puslitbangbun) dengan judul Adopsi Teknologi Budidaya Kakao Terpadu Minim Serangan Hama Penyakit. Penelitian mengenai mekanisme ketahanan dan teknologi pengendalian kakao terhadap vascular streak dieback merupakan penelitian yang intensif dilakukan penulis sampai dengan saat ini.