Muzuni, et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82
KETAHANAN TANAMAN KAKAO TERHADAP SERANGAN Phytophthora palmivora DAN Oncobasidium theobromae DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA Resistance of Cocoa Plant to Attack Phytophthora palmivora and Oncobasidium theobromae in Konawe Regency Southeast Sulawesi Muzuni1*, R. Indradewi1 dan Baharudin2 1
Jurusan Biologi, Laboratorium Genetika dan Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari 16232, Indonesia 2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Jl. Prof. Muh. Yamin No. 89 Kendari 93114
ABSTRAK Jamur Phytophthora palmivora dan Oncobasidium theobromae dapat menyebabkan penyakit busuk buah, kangker batang, dan vascular streak dieback (VSD) pada kakao. Kedua penyakit tersebut merupakan penyakit utama dalam perkebunan kakao. Tujuan penelitian adalah untuk menemukan varietas yang tahan terhadap Phytophthora palmivora dan Oncobasidium theobromae yang terdapat di Desa Andomisinggo, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengamatan tanaman kakao yang resisten dan rentan dimulai dengan menghitung nilai intensitas penyakit, selanjutnya menguji daya tahan buah kakao menggunakan jamur hasil isolasi dari buah kakao yang diduga diserang oleh Phytophthora palmivora dari Desa Andomisinggo. Hasil pengamatan menunjukkan, tiga varietas kakao yang tahan terhadap Phytophthora palmivora yaitu PA 300, ICS 40, dan K2, dan tiga varietas agak tahan yaitu DR1, ICS 60, dan ICCRI 03. Hasil pengamatan untuk varietas kakao yang tahan terhadap Oncobasidium theobromae yaitu ICCRI 03, agak rentan yaitu PA 300, ICS 40, dan K2, dan rentan yaitu ICS 60, DR 1. Kata Kunci: Theobromae cacao, ketahanan, P. palmivora, O. Theobromae ABSTRACT Fungus Phytophthora palmivora and Oncobasidium theobromae can cause fruit rot disease, stem cancer and vascular streak dieback (VSD) on cacao. The disease is an important disease in cacao plantations. This study aims to look for varieties resistant to P. palmivora and O. theobromae contained in Andomesinggo Village, Besulutu Sub-district, Konawe Regency. Observation of the resistant and susceptible cacao begins by calculating the value of the field intensity of the disease, further testing of the isolated fungal infection on the fruit. Fungal isolates obtained from cacao fruit allegedly attacked by P. palmivora from the Andomesinggo village. The observation shows three cacao varieties that are resistant to P. palmivora include PA 300, ICS 40, and K2, and moderately resistant varieties include DR1, ICS 60, and ICCRI 03. Observations for cacao varieties that are resistant to the O. theobromae include ICCRI 03, moderately susceptible include PA 300, ICS 40, and K2 and susceptible include ICS 60, DR 1. Keywords: Theobromae cacao, resistant, P. palmivora, O. theobromae Diterima: Oktober 2014 Disetujui untuk dipublikasikan: Maret 2015 *Alamat korespondensi, e-mail :
[email protected], Telp 62-401-3191929, Fax. 62-401-3190496
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
68
1. PENDAHULUAN Kakao (Theobromae cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan dan komuditas ekspor penting di Indonesia. Penyebaran kakao di Indonesia pada tahun 2013 sudah mencapai areal seluas 1.677.250 ha yang sebagian besar, 95%, dikelola oleh perkebunan rakyat. Areal tanaman kakao tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dan sentral produksi berada di Sulawesi masing-masing Sulawesi Barat 164.382 ha, Sulawesi Selatan 221.000 ha, Sulawesi Tengah 224.526 ha dan Sulawesi Tenggara 246,508 ha [1]. Budidaya kakao di Desa Andomesinggo, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe menghadapi beberapa kendala tingginya serangan hama dan penyakit, serta tanaman kakao telah berumur tua, sehingga dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi. Penyakit utama yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora dan Oncobasidium theobromae telah menyerang pada semua bagian tanaman kakao [2,3,4,5]. Pengendalian terhadap penyakit pada umumnya sulit untuk dilakukan dan seringkali memberikan hasil yang tidak konsisten. Pengendalian penyakit dilakukan menggunakan fungisida berbahan aktif tembaga, dilakukan secara periodik untuk menjamin kepastian hasil, yang merupakan komponen biaya terbesar pemeliharaan, 40% dari biaya pemeliharaan [6]. Fluktuasi harga kakao dan efek samping penggunaan fungisida terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat menyababkan pengendalian kimiawi menjadi tidak efektif dan tidak ekonomis, sehingga perlu dicarikan alternatif pengendalian lain yang secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan terhadap fungsida kimiawi. Pengembangan varietas tahan sangat penting dilakukan untuk mengurangi penggunaan fungisida kimiawi. Varietas yang terdapat di Desa Andomesinggo meliputi PA 300, K 2, ICCRI 03, ICS 40, ICS 60 dan DR 1. PA 300, K2, ICCRI 03, ICS 40, ICS 60 merupakan jenis forastero yang tahan terhadap penyakit tanaman kakao dan DR1 merupakan jenis criolo yang rentan terhadap penyakit [7,8]. Ketahanan tanaman dapat mengalami perubahan karena adanya perbedaan curah hujan pada suatu daerah. Perubahan tersebut dapat menyebabkan pergeseran ketahanan tanaman pada suatu daerah, sehingga perlu dilakukan pencarian terhadap varietas yang telah dilepas oleh pemerintah. Pencarian varietas tahan dapat dilakukan dengan pengamatan lapangan dan pengujian terhadap buah kakao, serta isolasi gen terekspresi pada tanaman kakao yang terserang jamur sebagai data awal yang dapat dimanfaatkan dalam mengkontruksi
Muzuni, et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82
69
galur-galur potensial yang dapat mengendalikan timbulnya penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh cendawan. Perkembangan penyakit suatu tanaman dapat dikendalikan dengan adanya ekspresi sejumlah gen sebagai respon ketahanan [9]. Gen yang terekspresi saat adanya serangan patogen diduga sebagai gen pengendali, sehingga cendawan tidak dapat berkembang lebih lanjut dalam sel. Respon ketahanan ada yang berhubungan dengan ekspresi gen penyandi enzim hidrolitik seperti kitinase dan β-1,3 glukanase (LIN et al., 2003) dalam [6]. Induksi ekspresi gen kitinase karena adanya serangan patogen sering kali ditemukan (BISHOP et al.,2000) dalam [6]. Kitinase dihasilkan beberapa tanaman sebagai bagian dari sistem pertahanan melawan jamur patogen karena kitinase dapat menghidrolisis komponen dinding sel jamur patogen [10]. Gen kitinase dapat diisolasi dengan menggunakan primer spesifik melalui proses PCR. Penelitian ini perlu dilakukan untuk memperoleh tanaman kakao tahan terhadap serangan Phytophthora palmivora dan Oncobasidium theobromae dan dapat mengisolasi gen kitinase sebagai gen pengendali jamur penyebab penyakit tersebut. Tujuan penelitian untuk melihat ketahanan tanaman kakao terhadap P. palmivora dan O. theobromae di Desa Andomesinggo, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe. 2. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember sampai April 2013 di Desa Andomesinggo, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara dilanjutkan di Laboratorium Genetika dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari. Bahan penelitian buah tanaman kakao yang digunakan untuk mengamati perkembangan morfologi buah yang terserang penyakit utama kakao, yaitu PA 300, K 2, ICCRI 03, ICS 40, ICS 60 dan DR 1. 2.1. Penetapan Sampel Pengamatan Sampel pengamatan dipilih secara acak sebanyak 6 varietas kakao, setiap varietas diulang sebanyak 3 kali, sehingga keseluruhan berjumlah 18 unit satuan percobaan.
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
70
2.2. Penghitungan Persentase Serangan Dan Intensitas Serangan Penyakit Akibat Phytophthora palmivora Perhitungan persentase serangan Phytophthora palmivora pada buah tanaman kakao dilakukan pada setiap pohon menggunakan rumus SULISTYAWATI dan SANTOSO (2011) dalam [11] yang dimodifikasi: P=
x 100%
Keterangan: P = Persentase buah terserang, a = Jumlah buah terserang, b = Jumlah buah sehat. Penghitungan intensitas serangan dilakukan setelah menghitung persentase serangan. Perhitungan intensitas serangan menggunakan rumus SULISTYAWATI dan SANTOSO (2011) dalam [11] yang dimodifikasi: I=
x 100%
Keterangan : I = Intensitas kerusakan (%), N = Jumlah organ yang diamati, V = Nilai Skala kerusakan, Z = Nilai Skala tertinggi, n = Jumlah organ yang rusak. Nilai skala kerusakan (V): Skor 1 : skala kerusakan lebih kecil 12 Skor 2 : skala kerusakan berada pada interval 12-50% Skor 3 : skala kerusakan berada pada interval 51-70% Skor 4 : skala kerusakan lebih besar 70% 2.3. Penghitungan Persentase Serangan Dan Intensitas Serangan Penyakit yang Disebabkan Oleh Oncobasidiun theobromae Pengamatan serangan yang disebabkan oleh Oncobasidium theobromae dilakukan pada setiap tanaman kakao. Bagian tanaman yang diamati yaitu organ daun, menggunakan parameter intensitas serangan dengan tingkat serangan yang bervariasi dan sistem skor dengan nilai skala dengan berpedoman pada [12], sebagai berikut: I
= Tidak ada serangan
II
= Ada serangan tetapi belum ada daun atau ranting yang rusak
III
= Ada serangan dan sudah ada daun daun atau ranting yang rusak
IV
= Ada serangan dan daun atau ranting rusak
Muzuni, et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82
71
Nilai skala yang diperoleh digunakan untuk menghitung intensitas serangan penyakit dengan mengunakan rumus sebagai berikut : I=
(
)
X 100 %
Keterangan : I = Intensitas serangan, ni = Jumlah pohon yang terserang, Vi = Nilai skala dari setiap katagori serangan, Z = Nilai skala tertinggi, N = Jumlah tanaman yang diamati.
2.4. Uji Penginfeksian Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Varietas kakao yang diuji sebanyak 6 varietas yaitu PA 300, ICS 60, ICS 40, K 2, ICCRI 03 dan DR 1. Setiap unit percobaan terdiri atas 3 buah kakao dari setiap varietas dan dibuat 3 ulangan sehingga total buah yang diinokulasi dalam percobaan sebanyak 54 buah (3 buah/unit x 3 ulangan x 6 varietas). Isolat P. palmivora diambil dari hasil yang diisolasi dari buah yang terserang P. palmivora. Isolat P. palmivora dipersiapkan dan di tanam di media PDA pada cawan petri sebelum buah diinokulasi. Buah kakao yang telah dipanen, dicuci dengan air yang mengalir. Buah kakao dilukai dengan cara membuat lubang sedalam 5 mm dan berdiameter 8 mm dengan menggunakan pelubang gabus. Potongan media PDA diameter 8 mm ditempelkan pada permukaan buah kakao yang telah dilukai. Miselia jamur yang digunakan yaitu miselia yang sedang aktif tumbuh yang berada di bagian ujung koloni. Buah kakao yang sudah diinokulasi, diinkubasi dalam kotak yang dilapisi dengan alumunium foil. Kotak disungkup dengan plastik dan diletakkan dalam ruang gelap pada suhu kamar 28 oC. Respon buah yang diinokulasi diamati sejak hari ke-3 hingga hari ke-7 sesudah inokulasi (HIS). Pengamatan dilakukan terhadap jumlah buah yang menunjukkan gejala dan panjang bercak (p) dan lebar (l) yang muncul pada permukaan buah kakao yang diukur. Luas bercak (L) dipermukaan buah dihitung dengan menggunakan rumus L=3,14x((p+l)/4)2. [6]. Luas bercak yang mencul digunakan untuk mengelompokkan respons ketahanan buah yang diuji. Buah dikategorikan tahan jika luas bercak < 25 cm2, agak tahan jika luas bercak berkisar antara 25-50 cm2, agak rentan jika luas bercak berkisar antara 50-75 cm2, rentan jika luas bercak bekisar antara 75-100 cm2 dan sangat rentan jika luas bercak > 100 cm2.
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
72
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketahanan Varietas Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Berdasarkan Intensitas Serangan Pencarian varietas kakao yang tahan terhadap Phytophthora palmivora dapat dilakukan dengan pengamatan lapangan untuk memperoleh nilai intensitas serangan. 3.1. Hasil Perhitungan Intensitas Serangan yang Disebabkan Oleh Phytophthora palmivora Sampel yang digunakan untuk pengamatan penyakit busuk buah dan kanker batang yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora berjumlah 6 varietas kakao dengan masingmasing dibuat 3 ulangan sehingga total keseluruhan berjumlah 18 sampel. Organ yang diamati terhadap serangan Phytophthora palmivora yaitu organ buah kakao dari setiap varietas yang dijadikan sampel pengamatan. Varietas kakao yang dijadikan sampel adalah ICS 60, PA 300, ICS 40, K2, ICCRI 03, dan DR 1. ICS 60, PA 300, ICS 40, K2, ICCRI 03 merupakan jenis Forstero dan DR 1 merupakan jenis Criollo [7]. Jenis Criollo biasanya kurang tahan dan sering terserang penyakit dan jenis Forstero relatif tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit [8, 14]. Hasil perhitungan terhadap intensitas serangan Phytophthora palmivora diperoleh nilai untuk ICS 60 yaitu 4,79%, PA 300 yaitu 1,34%, ICS 40 yaitu 1,79%, K2 yaitu 0,49%, ICCRI 03 yaitu 10,37% dan DR1 yaitu 12,77% (Gambar 1). Mengacu pada [6], apabila nilai intensitas serangan 0% maka tanaman dikelompokkan pada kategori sangat tahan, jika nilai intensitas serangan 0-33% tanaman dikelompokkan pada kategori tahan, jika nilai intensitas serangan antara 34-67% tanaman dikelompokkan pada kategori moderat rentan dan jika nilai intensitas serangan antara 68-100% tanaman dikelompokkan pada kategori sangat rentan. Pengelompokan tanaman berdasarkan nilai intensitas penyakit, diperoleh enam varietas kakao yang masuk dalam kelompok tahan yaitu ICS 60, PA 300, ICS 40, K2, ICCRI 03 dan DR 1. Hasil penelitian [7], melaporkan bahwa ICS 60, PA 300, ICS 40, K2, ICCRI 03 merupakan jenis yang cukup tahan terhadap penyakit busuk buah dan DR 1 merupakan jenis yang rentan terhadap penyakit busuk buah.
73
Muzuni et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82 Muzuni,
12,77% % 10,37%
4,79 % 1,34%
1,79% 0,49%
ICS 60
PA 300
ICS 40
K2
ICCRI 03
DR 1
Gambar 1. Nilai intensitas serangan Phytophthora sp. pada tanaman kakao di lapangan Figure 1. The value of attacks intensity of Phytophthora sp. on cacao crops in the field
DR1 yang dilaporkan sebelumnya sebagai varietas yang terlihat rentan mengalami perubahan menjadi tahan pada penelitian ini. Perubahan tersebut diduga karena adanya pengaruh pergeseran priode pembungaan dari musim yang mendukung
perkembangan
patogen dan adanya faktor, sehingga varietas tersebut mengalami perubahan dari rentan menjadi tahan. Menurut [6],, menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap penyakit Phytophthora palmivora di Kamerun diperoleh beberapa kesimpulan yaitu ketahanan semu disebabkan oleh bergesernya ergesernya priode pembungaan dari musim yang mendukung perkembangan patogen. Selanjutnya waktu berbunga lebat pada klon UPA 134 terjadi pada pertengahan musim kemarau, sehingga buah dapat terhindar dari infeksi
Phytophthora palmivora.
Komponen yang mendukung ung perkembangan penyakit yaitu lingkungan, patogen dan inang. Perubahan komponen tersebut, akan mempengaruhi tingkat serangan penyakit dalam individu tumbuhan atau dalam populasi tumbuhan [9].. Patogen yang menyerang inang harus didukung oleh faktor lingkungan, ngan, apabila kondisi lingkungan tidak mendukung, kemungkinan patogen tidak mampu menyerang sehingga meskipun telah terjadi kontak antara keduanya, penyakit tidak dapat berkembang [9,, 14,19]. Pengamatan lapangan pada penelitian ini dilaksanakan pada kisaran kisaran bulan Desember sampai januari. Berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir yang diperoleh dari BMKG
Ketahanan etahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
74
(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Sulawesi Tenggara, menunjukkan bahwa pada kisaran bulan tersebut masuk pada awal musim penghujan. Berdasarkan Berdasarkan data tersebut diduga bahwa perkembangan penyakit dilapangan belum mengalami peningkatan, sehingga DR1 yang telah dilaporkan rentan, menjadi tahan pada penelitian ini. Banyaknya anyaknya air pada malam hari dimana, malam basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan tiga sampai lima bulan penyakit akan tampak meningkat [3].
3.2. Hasil Perhitungan Intensitas Serangan Terhadap Jamur J Oncobasidium theobromae Sampel yang digunakan untuk pengamatan penyakit VSD yang disebabkan oleh Oncobasidum theobromae ae berjumlah 6 varietas kakao dengan masing-masing masing dibuat 3 ulangan sehigga total keseluruhan sampel pengamatan sebanyak 18. Varietas kakao yang dijadikan sampel adalah ICS 60, PA 300, ICS 40, K2, ICCRI 03, dan DR 1. Organ yang diamati terhadap serangan Oncobasidum theobromae yaitu organ daun dari setiap varietas yang dijadikan sampel pengamatan.
Gambar 2. Kategori intensitas serangan Oncobasidium theobromae pada tanaman anaman kakao di lapangan. Figure 2. Categories of the attacks of Oncobasidium theobromae on cacao crops in the field.
Hasil perhitungan terhadap intensitas serangan Oncobasidium theobromae diperoleh nilai untuk ICS 60 yaitu 100%, PA 300 yaitu 50%, ICS 40 yaitu 50%, K2 yaitu 50%, ICCRI 03 yaitu 33,33% dan DR1 yaitu 75% (Gambar 2). Mengacu pada [6],, apabila nilai intensitas serangan 0% maka tanaman dikelompokkan pada kategori sangat tahan, jika nilai intensitas serangan 0-33% 33% tanaman dikelompokkan pada kategori tahan, jika nilai intensitas serangan
75
Muzuni, et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82
antara 34-67% tanaman dikelompokkan pada kategori moderat rentan, dan jika nilai intensitas serangan antara 68-100% tanaman dikelompokkan pada kategori sangan rentan. Berdasarkan nilai intensitas penyakit untuk ICS 60, DR 1 termasuk dalam kelompok sangat rentan, PA 300, ICS 40, K2 termasuk dalam kelompok moderat rentan dan ICCRI 03 termasuk dalam kelompok tahan. Beberapa varietas kakao seperti ICS 60 rentan terhadap VSD, PA300 cukup tahan, ICS 40 relatif tahan, K2 agak tahan, ICCRI 03 toleran dan DR 1 rentan terhadap penyakit VSD [7]. Berdasarkan nilai intensitas serangan, dari keenam varietas yang diuji yaitu ICS 60, PA 300, ICS 40, K2, ICCRI 03, dan DR 1 memperlihatkan perbedaan tingkat ketahanan. Perbedaan ketahanan dari masing-masing varietas dapat diduga bahwa varietas yang masuk dalam kelompok tahan memiliki serangkaian sistem pertahanan yang baik sehingga perkembangan penyakit pada tanaman dapat dikendalikan sedangkan pada varietas yang dikategorikan masuk dalam kelompok moderat rentan dan rentan, diduga bahwa varietas tersebut memiliki sistem pertahan yang kurang baik. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap penyakit dibedakan atas mekanisme struktural dan biokimia [9]. Kedua mekanisme tersebut dapat berperan dalam ketahanan sebelum penetrasi dan pasca penetrasi sehingga perkembangan patogen dapat dikendalikan oleh tanaman. Diduga ada keterkaitan enzim hidrolitik seperti kitinase terhadap ketahanan tanaman, karena terdapat sisa-sisa hifa dalam sel tanaman yang terserang oleh Oncobasiduim theobromae [9]. Hasil
pengamatan
lapangan
memperlihatkan
kakao
yang
terserang
jamur
Oncobasidium theobromae daun-daunnya banyak berwarna kuning, terdapat ranting ompong dan ada 3 noktah berwarna coklat kehitaman pada duduk daun kakao. Infeksi patogen yang berhasil, akan mengakibatkan timbulnya bagian-bagian yang berubah warna, berubah bentuk atau nekrosis pada tumbuhan inang [9]. Varietas kakao yang dikelompokkan dalam kategori sangat rentan yaitu 1CS 60 dan DR 1 pada bagian ranting pucuk banyak terdapat daun yang ompong. Jamur yang berada di bagian terserang akan tersebar menyerang lebih cepat pada bagian yang belum terserang dan menyebabkan mati cabang tangkai kakao. Jamur yang menyebabkan layu jaringan vaskuler sering menyerang tumbuhan dengan menghasilkan dan melepaskan spora ke pembuluh, sebagai akibatnya spora terbawa ke dalam aliran cairan tumbuhan. Spora tersebut menyerang
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
76
pembuluh yang jauh dari milselium dan berkecambah menghasilkan miselium sehingga menyerang pembuluh lebih banyak [9]. Apabila
patogen
mengganggu
pengangkutan
zat-zat
organik,
maka
akan
mengakibatkan keadaan sakit pada bagian tumbuhan yang tidak mendapatkan bahan makanan [9]. Jamur Oncobasidium theobromae yang sampai ke jaringan pembuluh akan menyebabkan kematian ranting pada tanaman [13]. 3.2. Hasil Penginfeksian Buah Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Phytophthora sp. Pengujian buah kakao terhadap Phytophthora sp. dilakukan setelah menghitung intensitas serangan. Buah yang digunakan pada pengujian ini, sebanyak 54 buah dan Phytophthora sp. yang dipergunakan sebagai inokulan diisolasi dari buah yang berada dilokasi penelitian. Proses pengujian buah kakao dapat dilihat pada Gambar 3.
a
b
c
Gambar 3. Inokulasi Phytophthora sp. pada buah kakao a. Koloni Phytophthora sp. b. Buah yang belum diinokulasi Phytophthora sp. c. Buah yang telah diinokulasi Phytophthora sp. Figure 3. Inoculation of Phytophthora sp. on cacao fruit. a. Colonies of Phytophthora sp. b. Fruit that has not been inoculated with Phytophthora sp. c. Fruit that has been inoculated with Phytophthora sp. Pengujian penginfeksian buah Kakao dengan menggunakan jamur hasil isolasi dari buah yang diduga terinfeksi oleh Phytophthora palmivora dilakukan untuk memastikan bahwa jamur tersebut adalah penyebab penyakit busuk buah dan kanker batang yang telah dilaporkan. Untuk mengetahui penyebab penyakit pada tanaman disebabkan oleh patogen, perlu dilakukan isolasi penyebab penyakit, selanjutnya dapat dilakukan penginfeksian dengan menggunakan isolat hasil isolasi. Jika gejala penginfeksian tersebut mempunyai persamaan
Muzuni, et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82
77
dengan yang telah dilaporkan, maka diagnosis penyakit tersebut pada umumnya boleh dianggap telah mencukupi [9]. Penginfeksian buah Kakao juga dilakukan untuk melihat respon ketahanan buah terhadap serangan jamur. Buah yang digunakan adalah buah yang belum masak, tetapi telah berkembang penuh berumur sekita 3-4 bulan dan bagian permukaan buah terlebih dahulu dilukai untuk menghilangkan lapisan kutikula (Gambar 3.b). Penggunaan buah yang belum matang tetapi telah dewasa pada pengamatan ini, dikarenakan buah yang belum matang paling peka terhadap infeksi patogen. Buah Kakao yang masak berumur sekitar 5-6 bulan. Sejak mulai terbentuk pentil buah sampai buah dipanen, memerlukan waktu 150 – 170 hari [14]. Phytophthora palmivora dapat menginfeksi buah pada berbagai fase perkembangan buah. Buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhadap infeksi patogen dan kerusakan paling besar jika infeksi terjadi pada buah berumur 2 bulan sebelum matang [15]. Pelukaan permukaan buah kakao dilakukan sebelum penginokulasian jamur pada permukaan buah. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penetrasi patogen di dalam sel. Luka pada bagian organ tanaman akan memudahkan penetrasi patogen untuk menyerang sel tanaman lebih luas [9]. Pengukuran terhadap luas bercak buah kakao dilakukan setelah hari ketiga setelah penginokulasian. Pengukuran dimulai pada hari ketiga dikarenakan pada hari pertama dan hari kedua daerah penginokulasian jamur pada buah, belum memperlihatkan luasan daerah perubahan warna yang merupakan indikator gejala perkembangan penyakit. Gejala penyakit mulai tampak dari hari ke-2 sampai hari ke-4. Infeksi yang berhasil akan mengakibatkan timbulnya luasan bagian yang berubah warna
pada inang. Perubahan yang dilihat pada
tumbuhan yang terinfeksi merupakan gejala penyakit [9]. Hasil pengamatan luas bercak buah kakao dari hari pertama hingga hari ketujuh setelah penginokulasian jamur, memperlihatkan beberapa buah mengalami perubahan luas bercak serta ada yang tidak memperlihatkan perubahan luas bercak pada daerah permukaan kulit buah yang diinfeksikan dengan jamur. Perubahan tersebut dapat dilihat pada ICS 60, ICS 40, PA 300 yang awalnya berwarna hijau dan DR 1, ICCRI 03, K2 berwarna merah berubah menjadi warna coklat kehitaman (Gambar 4). Perubahan luas bercak pada buah kakao, dapat
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
78
diindikasikan bahwa penginfeksian jamur hasil isolasi pada buah terlah berhasil, sedangkan pada buah yang tidak memperlihatkan perkembangan luas bercak dapat diduga bahwa penginfeksian tidak dapat berlanjut. Hali ini diduga adanya peran enzim lain untuk menghambat perkembangan patogen dalam sel tanaman. Gejala perkembangan penyakit dapat mengalami perubahan secara terus menerus dari setiap tingkat perkembangan sampai keseluruhan tumbuhan mati atau gejala tersebut mungkin berkembang sampai tingkat tertentu dan kemudian hampir tidak mengalami perubahan. Tumbuhan dapat bertahan dari serangan patogen karena dapat menghambat patogen dengan menghasilkan zat-zat beracun bagi patogen, salah satunya berupa kandungan enzim hidrolitik, beberapa diantaranya seperti enzim kitinase [9].
a.
b
Gambar 4. Perkembangan bercak buah kakao a. Hari ke-4 b. Hari ke-7 Figure 4. Development of cacao fruit spot. a. Day 4, b. Day 7
Enzim pada suatu organisme dapat terproduksi karena adanya pengaktifan gen. Gen dalam suatu sel tidak semua yang akan ditampilkan pada waktu bersamaan karena jenis sel berbeda dan pada saat yang berbeda mempunyai fungsi dan kebutuhan yang berbeda. Kerja gen diatur oleh serangkaian DNA tambahan yaitu promotor dan terminator. Promotor bekerja sebagai tanda bagi gen untuk menampilakan diri dan terminator bekerja sebagai tanda untuk berhenti menampilkan diri [9; 16; 17]. Hasil perhitungan rata-rata luas bercak Kakao menggunakan rumus luas bercak (L=3,14x((P+L)/4)2), diperoleh nilai untuk varietas PA 300 yaitu 17,95%, ICS 40 yaitu 16,94%, K2 yaitu 17,53%, ICS 60 yaitu 36,18%, ICCRI 03 yaitu 27,48% dan DR 1 yaitu
Muzuni et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82 Muzuni,
79
45,43% (Gambar 5). Nilai rata-rata rata rata luas bercak selanjutnya dipergunakan untuk mengelompokkan respon ketahanan buah yang diuji. Mengacu pada [6], buah di dikategorikan tahan jika luas bercak < 25 cm2, agak tahan jika luas bercak berkisar antara 25 25-50 cm2, agak rentan jika luas bercak berkisar antara 50-75 50 cm2, rentan jika luas bercak bekisar antara 75 75100 cm2 dan sangat rentan jika luas bercak > 100 cm2. Berdasarkan dasarkan nilai rata rata-rata luasa bercak, diperoleh 3 varietas kakao yang masuk dalam katogori tahan yaitu PA 300, ICS 40, K2, dan ICS 60, ICCRI 03, DR 1 termasuk dalam kategori agak tahan. 45,43% 36,18% % 27,48%
ICS 60
17,95%
16,94%
17,53%
PA 300
ICS 40
K2
ICCRI 03
DR 1
Gambar 5. Nilai rata--rata luas bercak buah kakao terhadap infeksi Phytophthora sp. Figure 5. The average value of broad of cacao fruit spot against of Phytophthora sp infection
Berdasarkan hasil perhitungan intensitas serangan dan nilai rata-rata rata rata luas bercak Kakao, memperlihatkan adanya penurunan ketahanan pada varietas yang diuji. Hasil perhitungan intensitas serangan diperoleh enam varietas tahan sedangkan hasil perhitungan luass bercak kakao diperoleh tiga varietas tahan. Perbedaan jumlah varietas tahan antara hasil perhitungan intensitas serangan dan nilai rata-rata rata rata luas bercak mengindikasikan bahwa ada suatu kombinasi pertahanan yang berperan terhadap pengendalian jamur yang m menyerang tanaman. Menurut HEATH (1980) dalam [6] mengemukakan bahwa dari sisi tanaman, ketahanan terhadap potogen umumnya diikuti oleh suatu reaksi yang dapat dideteksi. Reaksi tersebut berupa perubahan tanaman secara morfologi dan kedua adalah perubahan fungsi yang
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
80
berhubungan dengan proses metabolisme/fisiologi. Secara umum, tumbuhan dapat bertahan dari serangan patogen dengan suatu kombinasi yang dimiliki yaitu sifat-sifat struktural dan reaksi-reaksi biokimia. Sifat struktural berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen mendapatkan peluang masuk dan reaksi biokimia menghasilkan zat-zat beracun bagi patogen [9]. Hasil perhitungan rata-rata luas bercak buah kakao, menunjukkan bahwa kehilangan bagian lapisan kutikula pada permukaan buah kakao menyebabkan penurunan ketahanan buah dari tiga varietas yaitu ICS40, ICCRI03, DR1, dan tiga varietas yaitu PA 300, ICS40, K2 tidak mengalami penurunan ketahanan. Hal ini menunjukkan bahwa ada peran dari lapisan kutikula pada buah kakao terhadap penetrasi jamur. Selanjutnya KEEN (1992) dalam [18], juga mengumukakan bahwa resistensi tanaman berhubungan dengan kemampuan tanaman mencegah perkembangan patogen yang menyerang. Kemampuan tersebut diperoleh melalui berbagai strategi pertahanan salah satunya pertahanan pasif. Mekanisme pertahanan pasif merupakan pembatas struktural seperti lapisan lilin pada kutikula atau lapisan lignin yang tebal sehingga penetrasi patogen terhambat. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa varietas PA300, ICS40, dan K2 termasuk varietas tahan, sedangkan varietas ICS60, ICCRI03, dan DR1 termasuk varietas agak tahan. 4. KESIMPULAN i)
Patogen Phytophthora palmivora dan Oncobasidium theobromae merupakan penyakit utama pada tanaman kakao.
ii) Varietas tanaman kakao yang tahan terhadap P. palmivora di Desa Andomesinggo meliputi PA 300, ICS 40, dan K2, serta yang agak tahan/moderat meliputi DR1, ICS 60, dan ICCRI 03. iii) Varietas tanaman kakao yang tahan terhadap O. theobromae di Desa Andomesinggo meliputi ICCRI 03, yang agak rentan meliputi PA 300, ICS 40, dan K2, serta yang rentan meliputi ICS 60, DR 1.
Muzuni, et.al.//Paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67 - 82
81
DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim. 2013. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Induk dan Kebun Entris Kakao, Permentan, Jakarta. [2] Keane, P. J. 1992. Diseases and Pest of Cocoa. An Overview. Proceeding of Cocoa Pest and Disesaes Management in Southeast Asia and Australia. 1-11 p. [3] Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. [4] Tahi, G. M., B. I. Kebe, A. Sangare, F. Mondeil, C. Cilas and A. B. Eskes. 2007. Foliar resistance of cocoa (Theobroma cocoa) to Phytopthora palmivora as an indicador of pod resistance in the field: interaction of cocoa genotype, leaf age and duration of incubation. Plant Physiology 55: 776-782. [5] Sukamto, S. dan D. Pujiiastuti. 2004. Keefektifan beberapa bahan pengendali penyakit busuk buah kakao Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan 20(3):132-142. [6] Rubiyo.2009. Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobromae cacao L.) Terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora Butl) Di Indonesia, Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [7] Nasaruddin. 2012. Kakao Pengenalan Klon, Rehabilitasi dan Intensifikasi, Masagena Press, Makassar. [8] Spillane, J. J. 1995. Komoditi Kakao, Kanisius, Yogyakarta. [9] Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan, Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta. [10] Budiani, A., I. Susanti, S. Mawardi, A. D. Santoso dan Siswanto., 2004. Ekspresi β-1,3 Glukanase dan Kitinase pada Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Tahan dan Rentan Karat Daun, Menara Perkebunan, 72(2),57-71. [11] Asrul, L. 2004. Seleksi dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Kakao Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramella Snell), J. Sains & Teknologi,4 (3). [12] Hasmah, R. Jahudin, A. Iriansyah. 2011. Analisis Pengendalian Vascular Streak Dieback (VSD) dan Bususk Buah Phytophthora pada Tanaman Kakao, Seminar dan pertemuan tahunan XX1 PFI, Makassar. [13] Sukamto, S. 2013. Pengendalian Penyakit. Disampaikan pada Seminar Di Badan Pengembangan dan Penelitian Daerah di Hotel Athaya 15 Januari 2013, 59 p. [14] Wahyudi, T., T. R. Pangabean dan Pujiyanto. 2009. Panduan Lengkap Kakao, Penebar Swadaya, Jakarta. [15] Deberdt, .P., C. V. M. Fegue, P. K. Todndje, M. C. BON. 2008. Impact of evironmental factors chemical fungicide and biological control on cacao pod production dynamics and black pod disease (Phytophthora megakarya) in cameroon. Biological Control, 44. [16] Yuwono, T. 2009. Biologi Molekuler, Erlangga, Jakarta. [17] Susanto, A. H. 2011. Genetika, Graha Ilmu, Yogyakarta. [18] Nurhaemi. 2006. Ekspresi Gen-Gen Responsif Terhadap corynespora cassiicola pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.), Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [19] Semangun, H. 1989. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Serangan Phytophthora palmivora Dan Oncobasidium theobromae Di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
82