PROFIL LULUSAN PRODI PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA (PWK) Profil Lulusan: Visi Program Studi PWK adalah menjadi lembaga pengelola pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang pengembangan wilayah dan kota yang Unggul dengan muatan Benua Maritim Indonesia (BMI). Berdasarkan visi dan misi Prodi Pengembangan Wilayah dan Kota (PWK), maka Peluang pengembangan Prodi di masa mendatang terkait orientasi Ipteks dalam konteks Benua Maritim Indonesia (BMI) merupakan daya tarik Prodi PWK Unhas di era globalisasi menuju “World Class University”. Penerapan otonomi daerah khususnya Kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari sebaran kepulauan, membuka peluang kerja yang lebih besar bagi ahli perencana dengan kekhususan wawasan lulusan yang mengarah pada “Wawasan Benua Maritim Indonesia”. Tantangan yang dihadapi Prodi PWK adalah tuntutan untuk senantiasa meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas lulusan, mengingat semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas Prodi PWK di Perguruan Tinggi lain, semakin tingginya tuntutan persyaratan kemampuan tenaga kerja terutama dalam pengembangan kemampuan Ipteks dan wawasan global, serta semakin tingginya tingkat persaingan di dunia kerja. Pengembangan Ipteks merupakan bagian dari strategi dan pengembangan Prodi PWK. Berdasarkan tujuan dan sasaran prodi, pengembangan Ipteks diterapkan dalam bidang perencanaan kota dan pengembangan spesialisasi Ipteks berwawasan Benua Maritim Indonesia dengan strategi: meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana pendukung pembelajaran berorientasi Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
1
standar internasional, meningkatkan dan mengembangkan kurikulum dan SAP yang spesifik.
Lulusan Prodi PWK dapat berprofesi sebagai: 1.
Praktisi Perencana Wilayah dan Kota Lulusan Prodi PWK dapat bekerja pada biro perencana kota dan wilayah, dengan menempati posisi sebagai Perencana Wilayah dan Kota, Perancang Kota, Perencana Landsekap, Ahli Pemetaan/GIS (Geographic Information System), Ahli Infrastuktur Wilayah dan Kota, Ahli Pengembangan dan Manajemen Properti, Estimator/Penilai Biaya Pembangunan Wilayah dan Kota, Advokat Masyarakat/LSM).
2.
Pendidik bidang PWK Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai tenaga pendidik/instruktur/pelatih pada perguruan tinggi dan lembaga/instansi perencanaan wilayah dan kota.
3.
Peneliti bidang PWK Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai peneliti dan laboran pada Perguruan Tinggi dan lembaga pusat penelitian.
4.
Birokrat PWK dan/atau bidang terkait dengan perencanaan Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai pembuat kebijakan atau pengambil keputusan pada instansi pemerintah: Bappenas, Departemen PU dan Kimpraswil, Bappeda, Dinas Tata Kota, Dinas Bangunan, Bapedalda, Perindustrian, Pariwisata, Transmigrasi, Manajerial dan Kelembagaan Pemerintah, dan lain-lain.
5.
Pelaku Industri bidang PWK
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
2
Lulusan Prodi PWK dapat bekerja sebagai manajer, perencana, penyusun anggaran dan estimator pada industri termasuk bidang keuangan, peneliti dan analis dampak produksi terhadap lingkungan, dan lain lain.
Kompetensi Lulusan Kompetensi lulusan Prodi PWK menggambarkan output pembelajaran yang harus dimiliki oleh setiap lulusan, yaitu memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.
Kompetensi Utama
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan kota, lulusan harus memiliki kompetensi utama: a.
Mampu berpikir secara logis, kreatif, inovatif berbasis keberlanjutan bagi kehidupan lingkungan dan masyarakat.
b.
Mampu mengidentifikasi dan menganalisis issu/permasalahan wilayah dan perkotaan mutakhir, serta merumuskan konsep perencanaan, model atau strategi kebijakan sebagai alternatif solusi dalam bidang PWK.
c.
Mampu menerapkan norma, standar, pedoman dan kriteria perencanaan dan perancangan wilayah dan kota.
d.
Menguasai wawasan bidang perencanaan wilayah dan kota dalam konteks lokal dan global pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
e.
Mampu menerapkan metode dan teknologi baru, membangun database, menganalisis, merumuskan konsep/model perencanaan/strategi kebijakan.
f.
Mampu menguasai metode dan manajemen perencanaan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
3
Sedangkan, lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, harus memiliki kompetensi utama: a.
Mampu berpikir secara logis, kreatif, inovatif berbasis keberlanjutan bagi kehidupan lingkungan dan masyarakat.
b.
Menguasai wawasan bidang perencanaan wilayah dan kota dalam konteks lokal dan global pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
c.
Mampu menerapkan metode dan teknologi baru untuk membangun database, menganalisis, merumuskan konsep/model perencanaan/strategi kebijakan.
d.
Mampu menguasai metode dan manajemen perencanaan.
2.
Kompetensi Pendukung
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan kota, kompetensi pendukung yang harus dimiliki oleh lulusan adalah: a.
Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama, etika dan tanggungjawab profesional.
b.
Mampu menguasai wawasan lingkungan pesisir, kepulauan yang beriklim tropis nusantara, dan Benua Maritim Indonesia.
c.
Mampu menerapkan perencanaan secara global dalam konteks kekinian.
d.
Mahir dan terlatih dalam mengaplikasikan teknologi seperti program GIS dan program analisis untuk inventarisasi database yang akurat, interpretasi dan penyusunan konsep perencanaan spatial dan aspatial.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
4
Bagi lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, seharusnya memiliki kompetensi pendukung: a.
Menjunjung tinggi norma, tata nilai, moral, agama, etika, dan tanggungjawab professional.
b.
Mampu menguasai wawasan lingkungan pesisir, kepulauan yang beriklim tropis Nusantara, dan Benua Maritim Indonesia.
c.
Mampu menerapkan perencanaan secara global dalam konteks kekinian.
3.
Kompetensi Lainnya
Berprofesi sebagai praktisi, pendidik, dan peneliti bidang perencanaan wilayah dan kota, lulusan seharusnya memiliki kompetensi pendukung: a.
Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan koordinasi kelompok multidisiplin.
b.
Mampu dan cakap dalam menjalin kerjasama berbasis keahlian dalam lingkup nasional, regional dan internasional.
c.
Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsive terhadap lingkungan, potensi wilayah dan pengembangan Ipteks.
Bagi lulusan yang berprofesi sebagai birokrasi dan pelaku industri bidang perencanaan wilayah dan kota atau terkait dengan bidang perencanaan, seharusnya memiliki kompetensi lainnya: a.
Mampu bekerja secara mandiri dan kelompok dengan koordinasi kelompok multidisiplin.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
5
b.
Mampu berkomunikasi dan bersikap aspiratif dan responsive terhadap lingkungan, potensi wilayah dan pengembangan Ipteks.
Berdasarkan kesesuaian kompetensi lulusan terhadap lapangan kerja, sebagian besar lulusan Prodi PWK memiliki kompetensi sesuai kebutuhan pasar dan bekerja sesuai bidang ilmu Pengembangan Wilayah, dengan lama waktu tunggu pekerjaan pertama rata-rata kurang dari 6 (enam) bulan. Banyaknya permintaan eksternal stakeholders terhadap lulusan menunjukkan daya saing lulusan yang cukup baik dalam dunia kerja.
Prasyarat Matakuliah Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104D5202) yang dalam kurikulum merupakan matakuliah inti/wajib yang disajikan pada semester 1 (satu) di Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Unhas. Matakuliah Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104D5202) adalah bagian awal/dasar dalam kompetensi Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, yang akan menjadi prasyarat pada kuliah berikutnya yaitu: Ekonomi Wilayah dan Kota (122 D52 03); Tata Guna Ruang Wilayah dan Kota (208 D52 03); Infrastruktur Wilayah dan Kota (211 D52 02); Studio Perencanaan Kota (225 D52 04);
Studio
Perencanaan
Wilayah
(314
D52
04);
Studio
Perencanaan
Pengembangan Wilayah dan Kota (331 D52 04).
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
6
Analisis Kebutuhan Pembelajaran 1.
Mahasiswa
dapat
berpikir
kritis
dalam
menyikapi
issu,
fenomena,
perkembangan dan permasalahan yang berkaitan dengan perencanaan wilayah dan kota. 2.
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian dan berperanserta dalam kegiatan di bidang perencanaan wilayah dan kota.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
7
Tahap Analisis Kebutuhan Pembelajaran
Tipe
Aktivitas
Karakteristik pertanyaan
Strategi
Tujuan
Tahap I (Reproduktif)
Tahap II (Analitik)
Tahap III (Spekulatif)
minggu ke 1-3
minggu 4-8
minggu 9-16
Mengingat dan mengungkap pengalaman
Berpikir kritis
Memberi peluang pada kemungkinan baru dan penjelasan
Pertanyaan, menentukan dan menggabungkan ide dan informasi dalam argumen
Spekulasi hipotesa
What?
Why? How? How valid? How
What if?
Observasi, tugas mandiri, kuliah tatap muka, diskusi, presentasi
Observasi, tugas mandiri, kuliah tatap muka, team work, presentasi dan diskusi.
Observasi/survey, tugas kelompok, team-work, diskusi, dan presentasi
Perbaikan
Simpel, orisinil, penerapan materi
Kreatif, orisinil, sepenuhnya pendekatan dan pengetahuan baru
Menyimpulkan, menggambarkan identifkasi cara dan Informasi
Gambar 1. Tahap Analisis Kebutuhan Pembelajaran
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
8
GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN Program Studi S1 Pengembangan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Nama Mata Kuliah
: Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota
Kode Mata Kuliah
: 104 D52 02
Semester/SKS
: I/ 2 SKS
Sifat Kurikulum
: Inti Wajib
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Ir. H. Moh. Yoenus Osman, MSP Wiwik Wahidah Osman, ST., MT. Deskripsi Singkat
: Membahas mengenai tujuan dan sasaran pembelajaran perencanaan wilayah dan kota; pengertian-pengertian, visi dan misi pengembangan wilayah dan kota, dasardasar pertimbangan perlunya perencanaan/ pengembangan wilayah dan kota, dasar hukum perencanaan dan kompetensi perencana wilayah dan kota.
Kompetensi Sasaran 1. Kompetensi Utama
: Mahasiswa mampu mengenal asal mula kota dan perkembangannya, memahami hakikat teori dan metode dalam perencanaan wilayah dan kota serta menganalisa isu-isu/ permasalahan wilayah dan kota.
2. Kompetensi Pendukung
: Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis garis besar perencanaan fungsional meliputi: fisik, tata guna lahan, prasarana, lingkungan, transportasi dan perumahan.
3. Kompetensi Lainnya
: Mahasiswa mampu menerapkan perencanaan dan kompetensi PWK
Sasaran Belajar
: Mahasiswa mampu mengenal, memahami ruang lingkup PWK, menganalisis isu-isu dan permasalahan perencanaan wilayah dan kota berdasarkan hukum perencanaan dan kompetensi PWK.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
dasar
hukum
9
Minggu Ke (1)
Sasaran Pembelajaran (Kompetensi) 2) Membentuk kelompok kerja, penjelasan tugas, pustaka/ silabus dan memilih ketua kelas
Materi Pembelajaran (3) Pengantar, Kontrak Perkuliahan dan Strategi Pembelajaran, serta Pembagian Kelompok Diskusi
1
Mampu mengenal dan memahami Pengertian dan Ruang Lingkup PWK
Alasan PWK Diperlukan
2
Mampu mengenal dan memahami Sejarah Singkat Perencanaan Wilayah dan Kota
Sejarah Singkat Perencanaan Wilayah dan Kota
3
Mampu mengenal dan memahami Urbanisasi dan Pertumbuhan Perkotaan
Urbanisasi dan Pertumbuhan Perkotaan. + Tugas Kelompok
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
Strategi/Metode Pembelajaran (4)
Krieria Penilaian (Indicator) (5)
Bobot Nilai (%) (6)
Diskusi
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan dalam kuliah interaktif (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan dalam kuliah interaktif (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kerjasama dalam kelompok (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif)
5
5
5
10
Minggu Ke (1)
4
5
6
7
Sasaran Pembelajaran (Kompetensi) 2)
Mampu mengenal dan memahami Konsep Dasar Perencanaan
Mampu mengenal dan memahami Pengenalan Perencanaan Spasial
Mampu mengenal dan memahami Ragam Bidang Kerja PWK.
Mampu mengenal dan memahami Bidang-bidang Yang Terkait PWK.
Materi Pembelajaran (3)
Konsep Dasar Perencanaan
Strategi/Metode Pembelajaran (4)
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Kuliah interaktif Pengenalan Perencanaan Spasial Diskusi kelas
Ragam Bidang Kerja PWK
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Bidang-bidang Yang Terkait PWK
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
Krieria Penilaian (Indicator) (5)
Bobot Nilai (%) (6)
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif)
5
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif)
5
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif)
5
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan Kedisiplinan (apektif)
5
11
Minggu Ke (1) 8
Sasaran Pembelajaran (Kompetensi) 2) Evaluasi (UTS)
Strategi/Metode Pembelajaran (4)
Materi Pembelajaran (3) Ujian Tengah Semester
Mampu mengenal dan memahami Bentuk dan Struktur Internal Kota
Bentuk dan Struktur Internal Kota
Kuliah interaktif Diskusi kelas
10
Mampu mengenal dan memahami Berbagai Teori Lokasi
Berbagai Teori Lokasi
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Mampu mengenal dan memahami Perencanaan Pembangunan Nasional dan Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kuliah interaktif Diskusi kelas
Mampu mengenal dan memahami Perkembangan Pendekatan dan Paradigma Baru Dalam Perencanaan Kota
Perkembangan Pendekatan dan Paradigma Baru Dalam Perencanaan Kota
Kuliah interaktif Diskusi kelas
13
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
(5)
Bobot Nilai (%) (6) 15
Ujian Tulis
9
11-12
Krieria Penilaian (Indicator)
Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif)
5
5
10
5
12
Minggu Ke (1)
Sasaran Pembelajaran (Kompetensi) 2)
Materi Pembelajaran (3)
Strategi/Metode Pembelajaran (4)
14
Mampu mengenal dan memahami Proses dan Produk Perencanaan Kota
Proses dan Produk Perencanaan Kota
Kuliah interaktif Diskusi kelas
15
Mampu mengenal dan memahami Karakteristik dan Pembentuk Citra Kota
Karakteristik dan Pembentuk Citra Kota
Kuliah interaktif Diskusi kelas
16
Mampu mengidentifikasi 5 elemen kunci pembentuk citra kota (studi kasus di Kota Makassar)
TUGAS SURVEY LAPANGAN TENTANG 5 ELEMEN KUNCI PEMBENTUK CITRA KOTA MENURUT KEVIN LYNCH UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
Kajian pustaka PBL
Krieria Penilaian (Indicator) (5) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kontribusi keaktifan (softskills/physikomotorik) Kedisiplinan (apektif) Pemahaman materi (critical thinking/kognitif) Kesesuaian pustaka (critical review/kognitif) Kerjasama kelompok (softskills/physikomotorik) Penilaian tugas (kognitif)
Bobot Nilai (%) (6)
5
5
15
Evaluasi/Ujian materi
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
13
BUKU AJAR
PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (Kode: 104 D52 02)
O L E H:
Wiwik Wahidah Osman, ST., MT Ir. H. Moh. Yoenus Osman, MSP
Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin November 2014 Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
14
MODUL 1 ALASAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (PWK) DIPERLUKAN
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
15
SESI PERKULIAHAN KE : 01 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami tentang alasan mengapa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) diperlukan dalam penataan tata ruang.
II. Topik Kajian/Bahasan: ALASAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (PWK) DIPERLUKAN
III. Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari alasan mengapa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) diperlukan dalam penataan tata ruang.
IV. Bahan Bacaan: 1. 2.
3. 4. 5.
Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 11-19. Greed, Clara H. 1996. Introducing Town Planning. Second Edition. Addison Wesley Longman, Harlow, Essex, England. Chapter 1: “The scope and nature of town planning”, hal. 3-19. Levy, John M. 1997. Contemporary Urban Planning. Fourth Edition. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. Chapter 1:”An Overview”, hal. 1-6. McLoughlin, J. Brian. 1969. Urban and Regional Planning:A Systems Approach. Faber and Faber, London. Chapter 1 sampai Chapter 4, hal. 1-91. Yin, Jordan. 2012. Urban Planning for Dummies. John Wiley & Sons, Mississauga, Canada. Part III: “Hot Topics and Urban Planning Challenges”, hal. 179-266.
V. Pertanyaan Kunci/Tugas Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. Jelaskan mengapa PWK diperlukan? 2. Sebutkan isu-isu umum wilayah dan kota Indonesia? 3. Sebutkan solusi dalam perencanaan tata ruang?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
16
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-01
SESI KE: 01 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
ALASAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (PWK) DIPERLUKAN
PENDAHULUAN Sebelum memberikan materi ajar, terlebih dahulu diberikan pengantar proses pembelajaran, yaitu tentang struktur materi perkuliahan, metode, tugas, sistem evaluasi/indikator penilaian, serta buku rujukan.
Pada modul ajar ke-1 (satu) ini akan diberikan materi tentang alasan mengapa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) diperlukan dalam penataan tata ruang. Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang alasan mengapa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) diperlukan dalam penataan tata ruang.
PENYAJIAN MATERI A.
ALASAN PWK DIPERLUKAN Mungkin bagi calon mahasiswa atau mahasiswa yang baru saja masuk Prodi
PWK akan bertanya “Mengapa PWK diperlukan?” dalam buku ajar ini PWK difokuskan ke penataan ruang, sehingga akan akan timbul lagi pertanyaan: Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
17
“Mengapa perlu dilakukan perencanaan tata ruang?”. Secara singkat alasannya karena para perencana wilayah dan kota percaya bahwa menata ruang merupakan salah satu cara mengatasi isu-isu yang dihadapi wilayah dan kota. Lalu pertanyaan berikutnya: isu-isu yang biasanya dihadapi wilayah dan kota itu seperti apa? Bagaimana perencanaan kota mengatasi isu-isu tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka akan dibahas tentang: (1) beberapa alasan yang mendorong PWK diperlukan, (2) isu-isu yang umumnya dihadapi di wilayah dan kota, dan (3) upaya memahami isu-isu dalam rangka memberi solusi terhadap isu-isu tersebut melalui penataan ruang. Mengapa PWK diperlukan? Alasan utamanya adalah karena perencana bertugas mengatasi isu-isu yang dihadapi untuk membuat masa depan yang lebih baik lagi. Perencana menganalisis isu-isu yang berlangsung di masa lalu sampai sekarang dan memprediksi kelangsungan isu-isu tersebut ke masa depan, dan menyusun rencana untuk mengatasi isu-isu tersebut untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Para perencana adalah problem solvers.
B.
ALASAN PERLU MERENCANAKAN WILAYAH DAN KOTA Terkait perencanaan wilayah dan kota, pasti ada yang setuju dan tidak setuju
dilakukannya perencanaan tersebut. Menurut Levy (1997:1-3) dalam Djunaedi (2014), ada dua kata kunci yang menunjukkan perlunya PWK, yaitu: kesalingterhubungan (interconnectedness) dan keruwetan/kompleksitas (complexity). Contoh kesaling-terhubungan (interconnectedness) adalah pada lahan kosong dibangun perguruan tinggi, maka dari lahan tersebut akan muncul lalu lintas;
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
18
disusul dengan timbulnya berbagai fasilitas pendukung (pondokan mahasiswa, dan sebagainya) di sekitarnya. Levy (1997:3) dalam Djunaedi (2014), menyatakan bahwa dengan PWK kita mampu menata guna lahan agar tidak terjadi konflik antarguna lahan yang berbeda, bahkan dapat menyinergikan antarguna lahan. Dengan PWK kita juga dapat merencanakan penempatan sejumlah fasilitas yang diperlukan masyarakat. Dengan PWK kita dapat menghindarkan bahaya bagi masyarakat kota, antara lain: kebakaran, wabah penyakit, dan sebagainya, serta dapat mengatur ruang kota dan kebersihannya. Menata ruang kota dan wilayah dapat menimbulkan tiga kemungkinan akibat dari lintas-kegiatan atau guna lahan yang berbeda tapi berdekatan
atau
bertetangga,
yaitu:
(a)
dapat
saling
mendukung
atau
menguatkan, (b) dapat saling melemahkan dan menimbulkan konflik, (c) tidak saling berinteraksi (yang hal ini jarang terjadi). Terkait dengan tiga macam kemungkinan tersebut, maka para perencana perlu mengenal dan memahami berbagai macam kegiatan atau guna lahan yang bila berdekatan akan saling memperkuat atau melemahkan. Melalui suatu rencana tata ruang, pemerintah menata lokasi kegiatan agar terjadi kehidupan wilayah/kota yang harmonis dan mampu mencapai tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan yang saling mendukung dapat didekatkan atau diberi penghubung yang relative lancar, cepat, murah. Penghubung dapat berupa transportasi (jalan, angkutan), telekomunikasi, dsb. Alasan lain kita perlu hati-hati dalam menata ruang adalah karena ruang wilayah
dan
kota
merupakan
sumberdaya
yang
terbatas
pasokannya.
Ketersediaan ruang bukan tidak terbatas, tapi ada batasnya. Perencana perlu
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
19
memahami keterbatasan ruang, juga peraturan perundang-undangan yang mengatur kepemilikan ruang wilayah dan kota.
C.
ISU-ISU UMUM DI NEGARA BERKEMBANG Menurut Greed (1996) dalam Djunaedi (2014:13), perencanaan kota dipakai
untuk mengatasi isu-isu yang dihadapi masyarakat, juga untuk mewujudkan kota yang lebih baik untuk ditinggali. Isu-isu yang dihadapi kota-kota negara maju berbeda dengan isu-isu di negara berkembang. Negara maju menghadapi masalah antara lain aging society, yaitu banyaknya jumlah warga masyarakat yang berusia tua dan hal ini terjadi karena kemakmuran yang tinggi menyebabkan kesehatan terjaga baik dan angka harapan hidup naik tinggi, maka jumlah penduduk yang berusia tua semakin banyak. Indonesia termasuk negara berkembang, dimana umumnya ada tiga isu utama yang dihadapi oleh negara berkembang, yaitu: (1) jumlah penduduk terlalu banyak, (2) pendapatan penduduk rata-rata rendah, dan (3) tingkat pendidikan rata-rata rendah. Tiga isu utama ini umumnya diatasi dengan tiga program besar, yaitu: (1) keluarga berencana, (2) pengentasan kemiskinan, (3) wajib belajar dan alokasi anggaran besar untuk pendidikan. Selain tiga masalah besar tersebut, kadang dijumpai juga isu-isu a.l: (4) pengangguran, (5) perubahan sosial yang terlalu cepat, (6) kesenjangan teknologi, (7) ketidakseimbangan industri dan pertanian, (8) ketimpangan perdagangan luar negeri, (9) ketergantungan terhadap bantuan/pinjaman asing. Masalah-masalah yang dihadapi negara berkembang tersebut dibahas dalam buku lama berjudul “Not Much Time for Third World” oleh E. Eppler (1972) dipublikasikan oleh Oswald wolff, London. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
20
D.
BEBERAPA ISU UMUM WILAYAH DAN KOTA DI INDONESIA Beberapa isu atau permasalahan yang umum dihadapi oleh wilayah dan kota
di Indonesia kaitannya dengan keruangan, antara lain: 1.
Permukiman padat dan kumuh
2.
Kemacetan lalu lintas
3.
Bencana banjir
4.
Lokasi pedagang kaki lima
5.
Kurangnya sarana-prasarana perkotaan
6.
Konflik antarguna lahan
7.
Kurangnya akses ke suatu wilayah
8.
Polusi lingkungan
9.
Kemiskinan perkotaan
10. Konflik sosial
Beberapa isu tersebut di atas merupakan sebagian saja di antara banyak isu umum dan khusus yang dihadapi oleh wilayah dan kota di Indonesia. Tiap negara atau masyarakat lokal secara khusus mempunyai permasalahan sendiri, tapi secara umum di dunia menurut Yin (2012:179-266) terdapat isu-isu yang biasa ditemukan (menjadi hot topics), antara lain: 1.
Greening the City --- making Sustainable Places: penghijauan kota agar terwujud pembangunan yang berkelanjutan.
2.
Urban Revitalization --- Cities on the Rebound: menghidupkan kembali daerah perkotaan yang mulai menurun jumlah penduduk dan kegiatannya dengan menarik bisnis ke daerah tersebut dan meningkatkan daya tariknya,
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
21
antara lain melalui penyediaan fasilitas dan atraksi seni budaya dan bangunan bersejarah. 3.
Rushing the Suburbs --- Managing Sprawl: di banyak kota besar di dunia terjadi perkembangan yang datar meluas ke arah pinggiran kota dan ini menyebabkan penggunaan lahan tidak efisien; sebagai responsnya maka terjadi gerakan yang menghambat perkembangan yang meluas tersebut dan dengan strategi yang lebih cerdas, baik di tingkat kota maupun regional.
4.
Healing the City --- Planning and Disasters: suatu gerakan yang relative baru adalah hidup berdampingan dengan bencana; perencanaan wilayah dan kota juga mengembangkan pengetahuan terkait peningkatan ketahanan wilayah terhadap bencana serta upaya penanggulangan akibat bencana.
5.
Taking Care of Business --- Jobs and Economic Development: wilayah dan kota yang menarik adalah yang menyediakan cukup lapangan kerja; untuk itu diperlukan pengembangan ekonomi lokal dan juga pemasaran wilayah untuk menarik investor dan wisatawan.
6.
Global Urban Planning --- Answering the Challenges of Growth and Development: globalisasi membuat interaksi dan kolaborasi antar negara menjadi lebih frekuentif, selain persaingan antar wilayah, persaingan antar negara juga menjadi lebih ketat; selain itu perkembangan populasi penduduk dunia yang pesat sedang mencari tempat tinggal baru lintas negara, terjadilah migrasi secara global.
E.
SOLUSI MELALUI PERENCANAAN TATA RUANG
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
22
Bidang ilmu PWK dalam buku ajar ini menekankan pada penataan ruang, dan solusi yang ditawarkan secara garis besar mencakup dua hal: (1) perencanaan struktur ruang, dan (2) perencanaan pola ruang. Perencanaan struktur ruang diartikan merencanakan berbagai jaringan prasarana yang diperlukan warga kota (a.l. jaringan jalan, jaringan pembuangan air kotor, dsb) dan lokasi fasilitas-fasilitas umum (a.l. puskesmas, rumah sakit, stadion olahraga, dsb). Penggambaran struktur ruang dalam peta berwujud “garis dan titik”; garis menggambarkan jaringan dan titik (spot) menggambarkan lokasi fasilitas umum. Perencanaan pola ruang diartikan sebagai pengaturan kawasan dalam hal penggunaan lahannya, dibedakan antara lain kawasan lindung, kawasan pertanian, kawasan perdagangan, kawasan perumahan, dan kawasan industri. Antar kawasan dihubungkan dengan jaringan prasarana, sehingga terjalin antara lain interaksi antara guna lahan dan transportasi secara harmonis.
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-1 (satu), dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa untuk lebih mengetahui, mengenal, dan memahami materi yang diberikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
23
MODUL 2 SEJARAH SINGKAT PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
24
SESI PERKULIAHAN KE : 02 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami sejarah singkat perencanaan wilayah dan kota.
II. Topik Kajian/Bahasan: SEJARAH SINGKAT PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III. Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari sejarah singkat perencanaan wilayah dan kota. IV. Bahan Bacaan: 1. 2. 3. 4. 5.
Catanese, A.J & Snyder, I.C,. 1988. Urban Planning. McGraw Hill, New York. Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 11-19. Gallion, Arthur B. & Simon Eisner. 1992. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan Perencanaan Kota. Terjemahan Susongko. Erlangga, Jakarta. Levy, John M. 1997. Contemporary Urban Planning. Fourth Edition. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. Chapter 1:”An Overview”, hal. 1-6. Toffler. A. 1980. The Third Wave. New York. Bantam Books (Edisi terjemahan Bahasa Indonesia: Toffler, A. 1990. Gelombang Ketiga. Penerbit Pantya Simpati, Jakarta).
V. Pertanyaan Kunci/Tugas Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. Sebutkan periodisasi sejarah perkembangan kota? 2. Jelaskan yang dimaksud kota tradisional dan kota modern?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
25
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-02
SESI KE: 02 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
SEJARAH SINGKAT PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-2 (dua) ini akan diberikan materi tentang sejarah singkat perencanaan wilayah dan kota.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang sejarah singkat perencanaan wilayah dan kota dari masa ke masa terkait isu-isu yang dihadapi pada tiap masanya.
PENYAJIAN MATERI Alasan mengapa perlu mempelajari sejarah perkembangan PWK adalah: (1) karena PWK adalah ilmu yang dikembangkan dari praktek di samping melalui penelitian dan pemikiran ilmiah, (2) karena sejak awal PWK berkembang dari praktek maka kita dapat belajar dari sejarah dari masa ke masa terkait isu-isu yang dihadapi pada tiap masa dan cara-cara yang pernah dikerjakan di tiap masa untuk mengatasi isu-isu tersebut.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
26
Peradaban manusia mengalami evolusi, misalnya dari peradaban berbasis pertanian (gelombang pertama) menjadi berbasis industri (gelombang kedua), kemudian berkembang ke peradaban berbasis informasi dan pengetahuan (gelombang ketiga), dan seterusnya. Sepanjang sejarah peradabannya manusia membangun permukiman dan keruangannya sekaligus mengatasi masalahmasalah yang dihadapinya. Dengan demikian berarti PWK telah dipakai sebagai solusi terhadap isu-isu yang berkembang pada masanya.
A.
SEJARAH PERKEMBANGAN PERADABAN MANUSIA Apa hubungan antara peradaban manusia dengan PWK? Wilayah dan kota
merupakan wadah kegiatan manusia, sehingga perubahan peradaban akan mengubah karakter wilayah dan kota. Era informasi merupakan peradaban gelombang ketiga, yang istilah ini dipopulerkan oleh Toffler (1980). Urutan pertama peradaban disebut “pra-peradaban” (bukan berarti tidak ada peradaban, tapi peradaban sebelum Toffler mengurutkan menjadi tiga tahap peradaban). Tiap tahap peradaban mempunyai kekhasan isu-isu umum yang dihadapi, sebagian isu-isu tersebut terkait keruangan dan diatasi dengan penataan ruang. Pada masa pra-peradaban, manusia hidup berpindah-pindah, belum membangun suatu kota atau wilayah yang tetap. Di Indonesia, tradisi ini disebut tradisi
“ladang
berpindah”.
Salah
satu
alasan
selalu
berpindah
adalah
ketersediaan sumberdaya; selama masih ada sumberdaya yang dapat diambil atau dimanfaatkan, mereka tetap berdiam di lokasi tersebut. Ketika sumberdaya sudah kurang mendukung (lahan pertanian tidak lagi subur) maka mereka berpindah mencari lokasi lain. Masa itu masih memungkinkan untuk berpindahPengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
27
pindah tempat, karena masih sedikitnya jumlah penduduk dibanding ketersediaan lahan, kepemilikan individual secara hukum terhadap lahan belum dikenal. Era setelah masa pra-peradaban oleh Toffler (1980) dibagi menjadi tiga masa peradaban manusia, yaitu: (1) Era Pertanian, (2) Era Industri, dan (3) era Informasi. Perbedaan utama diantara tiga era tersebut terletak pada motor penggerak dan sektor unggulannya. Pada Era Pertanian, yang menjadi motor penggerak adalah otot manusia dan hewan dengan sektor unggulan adalah pertanian. Pada Era Industri, hasil pertanian dan bahan-bahan mentah lainnya diproses dengan mesin (sebagai motor penggerak) dan sektor unggulannya adalah industri pengolahan dan perdagangan. Pada masa tersebut, kota-kota industri tumbuh dimana-mana dan kota menarik pendatang dari perdesaan untuk bekerja di industri pengolahan dan perdagangan. Pada masa Era Informasi, yang menggerakkan peradaban terutama adalah informasi dan teknologi informasi. Ini mengerakkan semua sektor dan bersifat lintas negara, bersifat global. Pada masa ini, muncul kota-kota yang mengglobal dengan jaringan bisnis lintas negara. Era peradaban manusia dapat dilihat pada tabel 1.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
28
Tabel 1. Perbandingan Antar-Era Peradaban Manusia Gelombang Peradaban Manusia Durasi
Gelombang ke-1: Era Pertanian
Gelombang ke-2: Era Industri
Gelombang ke-3: Era Informasi
800 SM - 1790 M
1790 – 1970
1970 - saat ini
Sektor perekonomian mendominasi
Pertanian
Industri
Informasi
Teknologi
Teknologi pertanian (sederhana)
Teknologi mesin (mesin industri dan transportasi)
Teknologi Informasi
Penyebaran informasi
Terbatas (lisan, lokal)
Lebih luas (berupa cetakan), penyebarannya perlu waktu
Prinsip pengembangan
Small is beautiful
Big is beautiful
Memanfaatkan energi alam: air terjun, angin, matahari, kincir angin, otot-otot binatang, dsb
Berbudaya produk massa (manufacturing) pendidikan massa (kelas), komunikasi massa (radio, telepon), media massa (surat kabar, televisi).
Komunikasi online (internet) yang murah dan super cepat
Berdampak urbanisasi dari daerah pertanian ke kota-kota (industri)
Berdampak globalisasi (batas antar negara kabur, perubahan cepat menjalar lintas benua)
Karakeristik
Isu keruangan wilayah/kota
Interaksi antar daerah jarang; masyarakat bersifat lokal
Luas (materi berformat digital, disebar via internet, cepat sekali Small within big is beautiful
Sumber: Toffler (1980) dalam Djunaedi (2014)
Beberapa ahli membuat prediksi tentang gelombang peradaban keempat, sebagian menyatakan gelombang ke-4 akan berupa alternative-alternatif era sebagai berikut: a.
Era Kreatif (berintikan kreativitas didukung banyaknya informasi dan memadukannya dengan seni dan teknologi)
b.
Era Industri Rekreasi (hospitality; rekreasi, entertainment)
c.
Era Bioteknologi (bioteknologi, genetics, cloning)
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
29
d.
Era Mega Material (quantum physics, monotechnology high pressure physics)
e.
Era Atom Baru (fusion, lossers, hydrogen and helium isopes)
f.
Era Angkasa Luar (eksplorasi angkasa luar, dsb)
B.
PERIODISASI SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA Untuk menelusuri sejarah perkembangan kota dan perencanaan kota, telah
dilakukan berbagai periodisasi dari yang paling sederhana dengan membuat dikotomi kota tradisional – kota modern, sampai dengan periodisasi yang rinci sesuai dengan perkembangan peradaban yang melatarbelakanginya. Menurut Catenese (1988) dalam Pontoh, Nia K & Iwan Kustiawan (2009), pengetahuan dasar dan praktik perencanaan kota di dunia barat telah mengalami evolusi panjang, mulai dari kota-kota terencana paling tua di Mesir dan di lembah Tigris-Eufrat, sampai ke kota-kota baru di Inggris pada permulaan abad ke-12. Gambaran perkembangan kota dan perencanaan kota secara periodik menurut Catenese (1988) sebagai berikut: 1.
Peradaban Mesir Kuno (Kota Babilonia) Dimulai dari perkembangan kota di tepi Sungai Eufrat dan Tigris. Fungsinya sebagai benteng pertahanan dan pusat perdagangan (4000-3000 SM) karena
sudah
ada
alat-alat
industry
dan
manufaktur
(pertanian,
pertambangan, dan kesenian). Jumlah penduduknya 3000-5000 jiwa. Kotakota tersebut dikatakan terencana karena mempunyai ciri-ciri: (a) Pola jalanya teratur; (b) Pusatnya terdiri dari kuil, istana, dan taman-taman gantung di tengah kota; (c) Berbentuk segiempat. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
30
2.
Peradaban Yunani (Kota Athena) Peradaban Yunani dimulai pada abad 5 SM. Pada saat itu terjadi perubahan sistem ketatanegaraan (demokrasi) sehingga penduduk sering mengadakan pertemuan yang berpengaruh pada bentuk perencanaan kota. Pertemuan tersebut di kuil-kuil atau ruang terbuka. Misalkan di kota Millerus terdapat gridiron, struktur jaringan jalan yang diarahkan sehingga membentuk pola kota yang geometris. Dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa, pusat kota terdiri dari agora (pusat perdagangan) dan forum (tempat pertemuan). Dasar pembuatan kota seperti ini karena kota membutuhkan batasan daya dukung tertentu, misalnya air bersih, jalan, dll. Pada abad ini sudah dimulai budaya penduduk ekonomi tinggi tinggal di pinggir kota dan mulai merencanakan dasar-dasar fisik yang nantinya akan mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi.
3.
Peradaban Romawi (Kota Militer) Peradaban ini awalnya bermula di Athena, kemudian pindah ke Roma yang kemudian meluas sehingga kerajaan Romawi mulai agresi. Dasar-dasar perencanaannya adalah fisik yang ditandai gridiron dan berbentuk persegi panjang. Pusat kota didominasi pusat keagamaan dan pemerintahan. Sarana rekreasi dan kesehatan diutamakan dengan adanya taman-taman umum dan pemandian umum (sauna dan pemandian air panas hampir di setiap permukiman atau rumah orang kaya/mansion). Dipengaruhi zaman Yunani, terdapat
forum
yang
dinamakan
atas
setiap
penguasa
sehingga
terkonsentrasi di pusat kota. Terjadi kecemburuan sosial antara kelompok kaya dengan kelompok miskin sebagai dampak sosial. Ditandai adanya Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
31
protes, sehingga penguasa membuat pertunjukan gladiator berperiodik secara gratis. Terdapat juga pola aksis, jaringan jalan dari atas ke bawah. 4.
Abad Pertengahan (Renaisance) Pada abad pertengahan ini (abad 15) ditemukan bahan peledak untuk perang yang mengakibatkan kota-kota membuat benteng-benteng sebagai perlindungan dari perang. Benteng ini memiliki pintu gerbang, terdapat dua benteng, yaitu benteng dalam dan luar serta daerah yang berada diantaranya. Terjadi dukungan dari gereja dan keluarga elit untuk mengembangkan seni dan kemanusiaan sehingga kota-kota mengikutinya. Pola dasar tidak berubah,
tetapi
pembangunan
urban
design
didahulukan,
seperti
pembangunan gereja, monumen dan lainnya. Selain bangunan utama, dibangun
taman-taman
umum
sebagai
citra
kota,
misalnya
ruang
terbuka/taman di sekeliling gereja St. Pierre. Mulai dipikirkan keindahan kota dengan bentuk fisik yang teratur. Karena lebih mementingkan kemegahan dan seni, banyak rakyat miskin tersingkir hingga terjadi kecemburuan sosial dan sering terjadi keributan/perang. Pada zaman Baraque, ditandai dengan ciri kota yang megah. Ada tiga pola kota: (1) Kota-kota menjadi pusat pembangunan; (2) Desain mengutamakan ruang terbuka (boulevard) dan jalan raya yang lebar; (3) Terdapat rumah-rumah besar untuk kaum elit dan sebagai tempat ekspresi artis. 5.
Revolusi Industri Pada abad 18 ini ditemukan teknologi mesin uap, berarti ada teknologi substitusi manusia (intensifikasi industri) sehingga industri berkembang pesat
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
32
di kota-kota dan terjadi urbanisasi dari perdesaan karena daya tarik lapangan kerja. Namun hal ini tidak bisa diimbangi dengan penyediaan fasilitas sehingga terjadi masalah kekurangan rumah, transportasi (dari industri rumah menjadi industri strategis sehingga terjadi mobilitas untuk ke pasar), sekolah, dll. Masalah transportasi menjadi prioritas dengan dibuat kanal, kereta api, dll. Terjadi konsentrasi industri di pusat kota. Kepadatan di pusat kota menimbulkan banyak masalah sehingga keluarga elit pindah ke pinggiran kota (suburbanisasi). 6.
Gerakan Reformasi (Abad 20) Pada awal abad 20 terjadi gerakan reformasi sebagai reaksi terhadap tumbuhnya kota-kota industri tersebut. Misalnya di Inggris diberlakukan undang-undang kesehatan yang pertama karena keadaan yang buruk sekali. Peraturan penggunaan tanah (zoning), tinggi bangunan, dll. Pemerintah membuat sarana dan prasarana untuk mensejahterakan rakyat. Munculnya Garden City of Tommorrow dari Ebenizer Howard sebagai gambaran kota ideal untuk memerangi kepadatan kota industri dan manusia harus kembali pada alam. Kota ini subsistem dengan pusat kota yang dikelilingi taman. Konsep ini kemudian berkembang menjadi Neigbourhood Unit. The Garden City diimplementasikan di Inggris menjadi Neigbourhood Unit. Konsep ini menjadi kurang realitis apalagi di negara berkembang. Komponen Garden City: (a) Seluruh lahan dikuasai penguasa swasta tunggal (400 ha), (b) Jumlah populasi dilakukan bertahap, maksimal 3000 jiwa,
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
33
(c) Lahan pertanian yang mengitari kota minimal 5x lahan yang dikuasai pemilik dan harus bervariasi.
Dalam upaya memahami pola perkotaan (urban pattern), Gallion & Eisner (1986) membagi perkembangan kota di masa lalu, mulai dari asal mula kota hingga kota dalam peralihan, sebagai berikut: 1.
Kota zaman kuno
2.
Kota-kota di Mesir
3.
Kota-kota di Aegea
4.
Beijing dan Lukang
5.
Kota klasik
6.
Kota abad pertengahan
7.
Kota neoklasik
8.
Kota zaman barok
9.
Kota modern/pasca revolusi industri
Apabila ditinjau dikotomis, perkembangan kota berdasarkan perspektif historis dapat dibedakan antara kota tradisional dan kota modern. Perbedaan ini mengacu pada aspek kompleksitas kota-kota tersebut dalam tatanan fisikspasialnya dengan parameter ruang/morfologi, ekonomi, politik, dan sosialbudaya. Kota tradisional mempunyai pola-pola demografis dan ekologis yang dilintasi budaya tradisional setempat sehingga susunan kota-kota tradisional dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membatasi pola susunannya, yaitu keamanan dan persatuan, keterbatasan bahan dan teknologi, keterbatasan mobilitas, struktur Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
34
sosial yang kaku, serta perkembangan yang agak lambat. Kota modern susunan kotanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak lagi dipengaruhi oleh batasan tertentu seperti pada kota tradisional, karena kota modern mempunyai ciri ketidakterbatasan, baik dalam komunikasi dan pengaruh pada masyarakat secara individual; ketidakterbatasan teknologi yang menyebabkan perbedaan bentuk kota dan citranya; maupun ketidakterbatasan mobilitas yang mengarah pada perluasan dan kepadatan kawasan kota, yang berkembang begitu cepatnya.
−
Kota Klasik: kota dengan ciri-ciri dasar fisik, yaitu pola jaringan jalan yang teratur, pusat kota biasanya didominasi oleh bangunan-bangunan tempat ibadah, bangunan pemerintah, bisnis pokok, dan kekuasaan terpusat di tengah kota.
−
Kota Tradisional: kota yang ditemukan dan tumbuh sebelum masa industrialisasi pada abad 18. Kota ini mempunyai karakteristik yang khas dan berbeda
dari
kota
industri
modern
saat
ini,
yakni
konteks
dan
perkembangannya sesuai dengan budaya lokal dan terutama dipengaruhi oleh faktor keamanan dan persatuan. −
Kota Abad Pertengahan: kota-kota pada abad pertengahan (abad 15) yang ditandai dengan adanya benteng-benteng sebagai perlindungan dari perang.
−
Kota Industri: kota-kota yang dipengaruhi oleh perkembangan industry, pertama kali muncul di Inggris pasca revolusi industry yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap.
−
Kota Modern: kota-kota yang tidak lagi dipengaruhi oleh batasan tertentu seperti pada kota tradisional, tetapi mempunyai ciri ketidakterbatasan
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
35
komunikasi dan pengaruh pada masyarakat secara individual, serta ketidakterbatasan mobilitas yang mengarah pada perluasan dan kepadatan kawasan kota yang berkembang cepat. −
Kota Taman: kota yang dirancang dengan tujuan untuk memperbaiki mutu kehidupan kota industri yang dirasakan semakin memburuk, dalam besaran yang memungkinkan kehidupan sosial yang utuh, dikelilingi oleh jalur kawasan pertanian; kota yang di dalamnya mengandung jalur dan kantongkantong fasilitas pekarangan hijau; kota tetap menyediakan fasilitas-fasilitas lengkap untuk kehidupan sosial beserta kemudahan-kemudahan lainnya.
−
Kota Baru: kota yang direncanakan, dibangun dan dikembangkan pada saat suatu atau beberapa kota lainnya yang direncanakan dan dibangun sebelumnya
telah
tumbuh
dan
berkembang;
kota
lengkap
yang
direncanakan, dibangun dan dikembangkan pada wilayah di tempat yang belum terdapat konsentrasi penduduk.
C.
SEJARAH SINGKAT PENATAAN RUANG DI INDONESIA Ada tiga manfaat mempelajari sejarah penataan ruang di Indonesia, yaitu: (1)
belajar dari pengalaman masa lalu yang mungkin dapat terjadi lagi di masa depan, (2) sejarah mampu memberi inspirasi kepada kita, dan (3) kita mampu memahami karakteristik khas yang terbentuk selama perjalanan sejarah sampai saat ini. Sejarah perkembangan penataan ruang di Indonesia berbeda dengan sejarah serupa di negara-negara lain, dengan memahami sejarah perkembangan tersebut kita akan memahami terbentuknya karakteristik khas penataan ruang di Indonesia yang berbeda dengan negara-negara lain. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
36
Perkembangan praktIk perencanaan di Indonesia dari masa ke masa dipengaruhi
beberapa
faktor
(disarikan
dari
“Sejarah
http://penataanruang.pu.go.id/taru/sejarah/sejarah.htm;
Penataan
diakses
23
Ruang”
November
2014), sebagai berikut: 1.
Perkembangan paradigma perencanaan di dunia: bermula dari master planning, berkembang ke rational comprehensive planning, kemudian strategic planning dan participatory planning.
2.
Perubahan ke pemerintahan: dari pemerintahan (Kolonial) Hindia Belanda, Pemerintahan Penjajahan Jepang (sampai tahun 1945), Pemerintahan Republik Indonesia (bersamaan dengan Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda pasca perang Dunia II, sampai tahun 1949), Pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru (sampai tahun 1998), dan Pemerintahan pasca Orde Baru. Tiap pemerintahan mempunyai orientasi politik yang dapat berbeda dan kebijakan penataan ruang yang berlainan.
3.
Perkembangan pendidikan dan pelatihan perencanaan: sejak tahun 1950-an sampai sekarang diadakan pelatihan kedinasan Pekerjaan Umum (yang tidak terbatas pada penataan ruang); tahun 1960-an mulai berkembang Perguruan Tinggi bidang Perencanaan Wilayah dan Kota; tahun 1980-an sampai sekarang jumlah Perguruan Tinggi PWK makin meningkat. Ketersediaan SDM perencana lulusan perguruan tinggi mempengaruhi kuantitas dan kualitas produk perencanaan. Selain melalui pendidikan tinggi PWK, terdapat jalur lain pendidikan perencanaan yaitu melalui Pendidikan dan Latihan Jabatan Fungsional Perencana (Diklat JFP) yang dibina oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
37
4.
Pengaruh aliran perencanaan luar negeri: sampai tahun 1950-an penataan ruang kita dipengaruhi oleh aliran dari Negeri Belanda (“planologie” atau perencanaan fisik, yang sudah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia); akhir tahun 1950-an para ahli perencanaan dari Belanda pulang ke negaranya karena krisis politik Irian Barat waktu itu, dan digantikan ahli-ahli perencanaan dari negara lain, terutama dari Amerika Serikat; para ahli dari AS membawa aliran perencanaan umum (perencanaan komprehensif), selain itu banyak SDM kita yang disekolahkan ke AS yang sewaktu pulang ke Indonesia makin memantapkan penerapan rational comprehensive planning ke bidang penataan ruang (produknya berupa Rencana Umum Tata Ruang atau RUTR, yang kemudian berubah namanya menjadi Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW); tradisi perencanaan komprehensif (yang mengacu ke AS) makin kuat di Indonesia dengan diterapkannya peraturan zonasi (zoning) mulai tahun 2000-an.
5.
Perkembangan kelembagaan perencanaan: sejak awal berdirinya republik ini, penataan ruang telah menjadi urusan teknis bidang Pekerjaan Umum (PU), yang dimulai sebagai Balai Tata Ruang Pembangunan (BTRP), kemudian meningkat menjadi Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, dan kini naik eselonnya menjadi Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Selain Kementerian PU, perencanaan wilayah dan kota di Indonesia juga didukung oleh lembaga-lembaga lainnya, di antaranya: (a) Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Kementerian Dalam Negeri) untuk urusan legalitas tata
ruang,
(b)
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional,
(c)
Kementerian Lingkungan Hidup, dan (d) Badan Pertanahan Nasional. Selain Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
38
itu ada Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yang beranggotakan menteri-menteri terkait dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Keppres No. 4 tahun 2009). 6.
Perkembangan peraturan perundang-undangan perencanaan: tahun 19471949
Pemerintah
(Ordonansi)
Hindia
Pembentukan
Belanda Kota
mengeluarkan dan
Undang-Undang
Pengoperasionalannya
(stadsvormongordonantie/SVO dan stadsvorming voor ordening/SVV) dan sejak tahun 1950, meski SVO dan SVV dirasa tidak cocok untuk Indonesia, tapi secara hukum SVO dan SVV masih berlaku (karena belum ada penggantinya yang setingkat UU). RUU Bina Kota yang disusun tahun 1970, dirancang untuk menggantikan SVO dan SVV tapi pengesahannya tidak lancar. Meski tidak setingkat UU, sementara dipakai pedoman penataan ruang dari Menteri PU tahun 1987. Akhirnya pada tahun 1992 Indonesia mempunyai UU pengganti SVO dan SVV yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang kemudian dilengkapi dengan peraturan Menteri PU tahun 2002 terkait dengan pedoman penataan ruang. Dengan diterapkannya otonomi daerah di Indonesia di awal tahun 2000-an, maka UU 24/1992 diperbarui dengan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, disusul dengan pedoman penataan ruang yang sudah diperbarui dalam Peraturan Menteri PU Nomor 15, 16, dan 17 Tahun 2009.
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh tersebut di atas disusun kajian singkat perkembangan praktek perencanaan tata ruang di Indonesia, pada tabel 2:
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
39
Tabel 2. Sejarah Singkat Penataan Ruang Wilayah dan Kota di Indonesia Periode Zaman Kolonial Belanda (sampai tahun 1949)
Zaman Awal Republik (1950-an)
Zaman Orde Lama dan Orde Baru (1950-an sampai 1990-an)
Zaman Otonomi Daerah dan Desentralisasi (mulai awal tahun 2000-an sampai sekarang)
Isu-isu Penting Masalah-masalah difokuskan pada fisik kota (sanitasi, permukiman yang tidak teratur, dsb) Meskipun masih meneruskan tradisi sebelumnya, tapi mulai disadari bahwa Indonesia berbeda dengan negara Barat/ Belanda Krisis politik dengan Belanda (terkait Irian Barat pada akhir tahun 1950-an sampai awal 1960-an, banyak ahli dari Belanda pulang ke negaranya; diganti oleh ahli-ahli dari Amerika Serikat Desakan demokratisasi dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan dan tata ruang
Cara Solusi
Perencanaan fisik kota (planologie)
Catatan Perencanaan fisik kota masa ini dilakukan oleh ahliahli teknik sipil dan arsitek didikan Belanda
Planologie mulai ditambah dengan aspek-aspek sosial, ekonomi dan budaya Indonesia Perencanaan tata ruang mulai berorientasi ke AS yang berbasis perencanaan umum (rational comprehensive planning)
Rencana tata ruang mulai disebut sebagai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), kemudian berubah menjadi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Pedoman penataan ruang terbaru (Peraturan Menteri PU Nomor 15, 16, 17 tahun 2009) lebih memperlihatkan peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang
Perencanaan tata ruang gaya Amerika serikat makin mewarnai dengan diterapkannya peraturan zonasi (zoning) di Indonesia
sumber: Djunaedi, A. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota.
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-2 (dua) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
40
MODUL 3 URBANISASI DAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
41
SESI PERKULIAHAN KE : 03 i.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami proses urbanisasi dan pertumbuhan perkotaan.
I.
Topik Kajian/Bahasan: URBANISASI DAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN
II.
Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari proses urbanisasi dan pertumbuhan perkotaan sebagai suatu fenomena global.
III.
Bahan Bacaan: 1. 2. 3. 4. 5.
IV.
Brunn, Stanley & William, Jack F., 1983. Cities of the World: World Regional Urban Development. Harper & Row, N. Daldjoeni. 1992. Geografi Baru: Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek. Penerbit Alumni, Bandung. Hauser, Philip, dkk (ed). 1985. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Khairuddin. 1992. Pembangunan Masyarakat. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Pontoh, Nia K & Iwan Kustiawan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB, Bandung.
Pertanyaan Kunci/Tugas: Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. 2. 3.
Jelaskan pengertian urbanisasi? Jelaskan proses urbanisasi? Jelaskan factor-faktor pendorong urbanisasi di perkotaan?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
42
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-03
SESI KE: 03 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
URBANISASI DAN PERTUMBUHAN PERKOTAAN
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-3 (tiga) ini akan diberikan materi tentang proses urbanisasi dan pertumbuhan perkotaan.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang proses urbanisasi dan pertumbuhan perkotaan sebagai suatu fenomena global.
PENYAJIAN MATERI Kota dan perkembangannya tidak terlepas dari pembahasan terhadap proses urbanisasi sebagai suatu fenomena global. Terkait dengan pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat, yang menjadi tantangan adalah implikasi pertumbuhan
perkotaan
tersebut; mengapa
pertumbuhan
kota-kota terus
berlanjut? Apakah pertumbuhan kota-kota sesuatu yang baik atau buruk? Dapatkah pertumbuhan perkotaan dikendalikan? Apa dan bagaimana pemerintah melakukan intervensi dalam pembangunan perkotaan?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
43
A.
URBANISASI: KONSEP, PROSES DAN DAMPAKNYA
1.
Urbanisasi = Pertumbuhan Perkotaan? Apa yang disebut urbanisasi? Apa perbedaan dan kaitannya dengan
pertumbuhan perkotaan (urban growth)? Bagaimana dampaknya terhadap pengembangan
kota?
Pembahasan
mengenai
konsep
urbanisasi
dan
pertumbuhan perkotaan dalam berbagai dimensinya diperlukan sebagai landasan melakukan intervensi yang menjadi hakikat dari perencanaan perkotaan. Ada banyak definisi dan konsep mengenai urbanisasi ditinjau dari berbagai sudut pandang. Secara umum urbanisasi dipahami sebagai proses menjadi kawasan perkotaan, migrasi masuk kota, perubahan pekerjaan dari bertani menjadi yang lain; juga menyangkut perubahan dalam pola perilaku manusia (Daldjoeni, 1992). Urbanisasi secara harfiah berarti pengkotaan, yaitu proses menjadi kota. Pengkotaan juga dapat diterapkan pada suatu negara, sehingga berarti meningkatnya proporsi penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan. Kemudian kota-kota itu sendiri yang tumbuh meluas, pinggiran-pinggiran yang semula perdesaan berubah menjadi perkotaan. Dalam bahasa sehari-hari, urbanisasi diasosiasikan engan arus migrasi penduduk desa yang masuk kota. Defenisi urbanisasi berkaitan dengan defenisi kota menurut Grunfeld (seorang sosiolog) mengemukakan defenisi kota sebagai berikut: suatu tipe permukiman yang secara nasional kepadatan penduduknya tinggi, struktur mata pencahariannya nonagraris, tata guna lahannya bervariasi, dan gedunggedungnya dibangun rapat. Dari hal tersebut muncul definisi urbanisasi yang dinyatakan oleh De Bruijne (1987) dalam Pontoh., Nia K & Iwan Kustiawan (2009):
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
44
a. Pertumbuhan persentase penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan, baik secara mondial, nasional, maupun regional. b. Berpindahnya penduduk dari perdesaan ke kota-kota. c.
Bertambahnya penduduk bermata pencaharian nonagraris di perdesaan.
d. Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota. e. Mekar atau meluasnya struktur artefaktial-morfologis suatu kota di kawasan sekelilingnya. f.
Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota ke perdesaan.
g. Meluasnya pengaruh suasana social, psikologis, dan kultural kota ke perdesaan; ringkasnya adalah meluasnya nilai-nilai dan norma-norma kekotaan ke kawasan luarnya.
Memasuki abad 21, hampir separuh penduduk dunia akan tinggal di kawasan perkotaan, mulai dari kota kecil sampai megakota raksasa. Sistem ekonomi dunia semakin menjadi sistem ekonomi perkotaan, dengan jaring-jaring komunikasi, produksi, dan perdagangan yang saling tumpang tindih. Sistem ini dengan arus informasi, energi, modal, perdagangan, dan penduduknya, menjadi tulang punggung bagi pembangunan nasional. Prospek suatu kota sangat bergantung pada tempatnya dalam system perkotaan, nasional, dan internasional. Urbanisasi baru dapat terjadi apabila laju pertumbuhan penduduk perkotaan lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk perdesaan. Dengan kata lain bila laju pertumbuhan keduanya sama, urbanisasi dapat dikatakan tidak terjadi. Pertumbuhan kota berlangsung karena dua hal: (1) pertumbuhan alami, sebagai selisih kelahiran dan kematian; (2) reklasifikasi dan migrasi. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
45
2.
Urbanisasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Industrialisasi Urbanisasi di negara maju sering digambarkan sebagai latar belakang dan
akibat daya produksi yang meningkat dan tingkat hidup yang lebih tinggi. Proses memadatnya penduduk diikuti dengan proses meluasnya pembagian kerja, meningkatnya spesialisasi, makin mudahnya menggunakan pembangkit tenaga noninsani, makin cepatnya revolusi ilmiah dan teknologi, serta menurunnya biaya layanan umum. Selain itu, jumlah dan kepadatan penduduk yang makin tinggi mengakibatkan berkurangnya jarak waktu dan ruang serta memperbesar golongan penduduk yang mendapat layanan umum. Di negara maju, urbanisasi pada dasarnya merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah, makin tinggi derajat urbanisasinya (level of urbanization). Hal ini dibuktikan dengan data-data empirik yang menunjukkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi (dan juga pendapatan per kapita penduduknya) dengan derajat urbanisasi yang dicapai. Kawasan perkotaan mempunyai peranan yang sangat besar terhadap ekonomi wilayah/negara. 50-60% Gross Domestic Product (GDP) digerakkan oleh kegiatan ekonomi di kawasan perkotaan (industri, perdagangan, dan jasa). Pertumbuhan kota ditandai dengan adanya perubahan/ pergeseran struktur ekonomi, dengan sektor primer (pertanian) berubah menjadi sektor sekunder (industri) dan sektor industri mengarah menjadi sektor tersier (jasa). Urbanisasi di negara-negara maju juga berkorelasi dengan industrialisasi, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika ditelusuri secara sektoral bersumber dari pertumbuhan industri yang pesat dan dominan. Di negara maju, urbanisasi merupakan proses yang terus menerus dan tidak dapat ditahan. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
46
3.
Kecenderungan Urbanisasi Dunia Kecenderungan urbanisasi global sangat tampak pada negara-negara
berkembang. Di negara-negara berkembang berkembang, kota-kota telah tumbuh jauh di luar yang dibayangkan beberapa dasawarsa sebelumnya dan pada laju yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun beberapa pakar meragukan bahwa negara-negara berkembang akan mengalami urbanisasi di masa mendatang secepat 30-40 tahun terakhir, atau megakota (megacity) akan tumbuh seperti yang diproyeksikan PBB. Argumentasi mereka adalah banyak di antara penyebab cepatnya urbanisasi di masa lalu kini telah berkurang pengaruhnya, serta perubahan kebijaksanaan pemerintah dapat mengurangi daya tarik komparatif kota, terutama kota-kota terbesar, dan memperlambat laju urbanisasi.
4.
Proses Urbanisasi Proses urbanisasi secara konseptual dapat ditinjau berdasarkan aspek
demografik, ekonomi, dan fisik. Ditinjau dari aspek demografik, proses urbanisasi terkait dengan proses-proses:
Pertumbuhan penduduk perkotaan: (1) pertumbuhan alami; (2) migrasi desakota; (3) migrasi internasional; dan (4) perluasan batas administrasi (boundary expansion).
Pergeseran dalam hierarki kota-kota (urban hierarchy): kota besar, kota sedang, dan kota kecil.
Komposisi umur dan gender penduduk perkotaan.
Perubahan angkatan kerja.
Keterkaitan desa-kota: penduduk, komoditas, kapital, informasi.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
47
5.
Faktor-Faktor Urbanisasi Faktor-faktor yang mendorong arus penduduk dari perdesaan ke perkotaan,
PBB menekankan tiga factor (Hauser, 1985): a. Tingkat pendapatan perorangan meningkat. b. Pertambahan pendapatan cenderung dibelanjakan terutama untuk barangbarang bukan pertanian. c.
Produksi dan konsumsi lebih berdayaguna di perkotaan.
Faktor-faktor pendorong urbanisasi menurut Charles Whynne-Hammond (1979) dalam Daldjoeni (1992) adalah: (1) kemajuan di bidang pertanian; (2) industralisasi; (3) potensi pasar; (4) peningkatan kegiatan pelayanan; (5) kemajuan transportasi; (6) tarikan social dan kultural; (7) kemajuan pendidikan; dan (8) pertumbuhan penduduk alami. Ditinjau
dari
aspek
demografis,
urbanisasi
yang
diartikan
sebagai
mengalirnya penduduk dari perdesaan ke perkotaan disebabkan oleh adanya tingkat kehidupan antara perdesaan-perkotaan. Dalam konteks inilah kemudian para pakar mengidentifikasi factor pendorong (push factors) dan factor penarik (pull factors) dalam Khairuddin (1992): a. Faktor Pendorong:
Semakin terbatasnya lapangan kerja di perdesaan
Kemiskinan di perdesaan akibat bertambah banyaknya jumlah penduduk
Transportasi desa-kota yang semakin lancar
Tingginya tingkat upah buruh di kota daripada di desa
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
48
Bertambahnya
kemampuan
membaca
dan
menulis
atau
tingkat
pendidikan masyarakat desa
Tata cara dan adat istiadat yang kadang-kadang dianggap sebagai beban oleh masyarakat desa
b. Faktor Penarik:
Kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota
Tingkat upah yang lebih tinggi
Lebih banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi pekerjaan dan pendidikan dalam segala bidang)
Tersedianya barang-barang kebutuhan yang lebih lengkap
Terdapatnya berbagai kesempatan untuk rekreasi dan pemamfaatan waktu luang, seperti bioskop, taman-taman hiburan, dsb.
Bagi orang-orang atau kelompok tertentu di kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat.
6.
Dampak Urbanisasi Perbedaan dalam latar belakang urbanisasi di negara berkembang dan
negara maju mengakibatkan jenis masalah yang dihadapi kedua negara berbeda, begitu pula dengan jenis kebijaksanaan dan program yang disusun untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu, perbedaan dalam kekuatan pendorong dan situasi yang mempengaruhi urbanisasi di negara berkembang dan negara maju menghasilkan perbedaan dalam akibat yang ditimbulkan urbanisasi. Dampak urbanisasi di negara maju berbeda bila dibandingkan dengan negara berkembang. Bedanya adalah di negara berkembang secara fisik kota Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
49
akan tumbuh menjadi besar dan luas dengan tingkat teknologi dan kualitas kehidupan kota yang kurang memadai, misalnya permukiman miskin (squatter), sarana-prasarana yang kurang memadai. Sebaliknya di negara maju perubahan fisik kota berkembang dengan permukiman elite di pinggiran kota yang ditunjang teknologi maju. Meskipun di beberapa negara sedang berkembang di Asia Tenggara nampak adanya korelasi antara perkembangan ekonomi dan tingkat urbanisasi. Urbanisasi merupakan aspek belaka dari kemiskinan. Kemiskinan lebih merupakan akibat dari reaksi terhadap kurangnya perkembangan ekonomi daripada akibat kenaikan pendapatan per kapita. Secara umum yang mendorong penduduk perdesaan pindah ke kota adalah kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan gangguan keamanan.
B.
URBANISASI DAN PERTUMBUHAN KOTA DI INDONESIA Ditinjau dari laju pertumbuhan penduduk perkotaan menunjukkan angka
yang sangat pesat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk total. Pada kurun waktu 1980-1990, laju pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 5,38% per tahun jauh lebih besar dari laju pertumbuhan total yang hanya sebesar 1,98%; sementara pada kurun 1990-2000 sebesar 4,40% per tahun. Ditinjau secara spasial, sesuai tahap perkembangan Indonesia, urbanisasi yang berlangsung di masa lalu diperkirakan cenderung memusat (polarized). Artinya, tarikan metropolitan dan kota-kota besar terhadap migran jauh lebih besar daripada kota-kota menengah maupun kecil. Ini terjadi karena pada tahap awal, kota-kota utama relative lebih menjanjikan dari segi lapangan kerja maupun fungsi-fungsi pelayanan perkotaan. Selain itu, mekanisme pasar dalam suasana Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
50
ekonomi liberal serta integrasi ekonomi global lebih mendukung perkembangan kota-kota utama daripada kota-kota pada orde yang lebih rendah. Akibatnya kita dapat mengamati tekanan penduduk terhadap pelayanan maupun lingkungan di kota-kota utama.
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-3 (tiga) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
51
MODUL 4 KONSEP DASAR PERENCANAAN
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
52
SESI PERKULIAHAN KE : 04 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami konsep dasar perencanaan.
II.
Topik Kajian/Bahasan: KONSEP DASAR PERENCANAAN
III.
Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari konsep dasar perencanaan.
IV. Bahan Bacaan: 1.
2. 3.
4. 5.
V.
Alexander, Ernest R. 1986. Approaches to Planning: Introducing Current Planning Theories, Conceps, and Issues. Gordon and Breach Science Publishers, New York. Branch, Melville C. 1983. Comprehensive Planning: General Theory and Principles. Palisades publishers, Pacific Palisades, California. Branch, Melville C. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Penerjemah: Bambang Hari Wibisono, Penyunting: Achmad Djunaedi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 70-96. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pertanyaan Kunci/Tugas: Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. 2. 3.
Jelaskan pengertian perencana? Sebutkan unsur-unsur pembentuk perencanaan? Sebutkan hal-hal mendasar yang dijadikan pertimbangan dalam perencanaan?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
53
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-04
SESI KE: 04 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
KONSEP DASAR PERENCANAAN
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-4 (empat) ini akan diberikan materi tentang konsep dasar perencanaan.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang konsep dasar perencanaan.
PENYAJIAN MATERI A. BERBAGAI PENGERTIAN PERENCANAN Telah diidentifikasi bahwa unsur-unsur pembentuk pengertian perencanaan (planning) terdiri dari empat hal, yaitu: (1) pengumpulan data dari masa lalu sampai masa kini, (2) analisis data untuk memahami isu-isu masa kini dan prediksinya ke masa depan, (3) perumusan tujuan perencanaan, dan (4) penyusunan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan terkait dengan pengalokasian sumber daya yang tersedia: hal ini dinyatakan oleh Branch (1983:2) bahwa perencanaan merupakan proses untuk mengarahkan kegiatan manusia dan sumber daya alam dengan berorientasi ke Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
54
masa depan. Senada diungkapkan oleh More (dalam Alexander, 1986;40) bahwa perencanaan adalah kegiatan yang mengalokasikan dan mendistribusikan sumber daya public. Pernyataan serupa juga dimuat di Pasal 1 (Ayat 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004: “Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
ke
masa
depan
yang
tepat,
melalui
urutan
pilihan,
dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia”. Perencanaan perlu mampu mengantisipasi dinamika dan kompleksitas wilayah dan kota: keadaan di masa depan dapat berubah setiap saat dank e arah yang tidak terduga, maka perlu kreativitas dalam merencanakan serta mengaitkan erat antara perencanaan dan implementasi (pelaksanaan) rencana a.l. perlu ada umpan balik dari implementasi untuk terus-menerus memperbaiki rencana. Perencanaan wilayah dan kota bersifat publik: bukan bersifat kegiatan perorangan, kegiatan yang dilakukan orang kelompok, organisasi atau pemerintah serta hasil perencanaannya berdampak pada masyarakat luas. Karena bersifat publik maka dalam alam demokrasi, hasil perencanaan tersebut perlu disahkan oleh masyarakat atau suatu lembaga sebagai perwakilan masyarakat. Perencanaan wilayah dan kota bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat: hal ini dinyatakan oleh American Planning Association atau APA (Djunaedi, 2014) bahwa “Perencanaan adalah profesi dinamis yang bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan komunitasnya dengan menciptakan wilayah/kota yang lebih nyaman, berkeadilan, sehat, efisien, dan menarik untuk generasi sekarang dan masa depan”. APA menekankan peran serta aktif semua pihak, pemerintah, swasta/bisnis dan warga masyarakat dalam menciptakan lingkungan komunitas yang memperkaya arti kehidupan bagi masyarakat. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
55
Pengertian perencanaan yang lebih lengkap dinyatakan oleh Alexander (1986:43) bahwa: “Perencanaan adalah kegiatan masyarakat dan organisasi untuk mengembangkan strategi yang optimal terkait tindakan ke masa depan untuk
mencapai
seperangkat
tujuan
yang
diinginkan,
guna
mengatasi
permasalahan yang nyata dalam konteks yang kompleks, didukung oleh kewenangan dan keinginan mengalokasikan sumber daya serta bertindak sesuai yang diperlukan untuk melaksanakan strategi-strategi yang sudah ditetapkan”.
B. BERBAGAI PERTIMBANGAN DALAM MERENCANAKAN Hal-hal mendasar yang dapat dijadikan pertimbangan dalam merencanakan wilayah dan kota, yaitu: (1) kewenangan yurisdiksi, (2) kompleksitas, (3) jangka waktu pelaksanaan, (4) sumber daya, dan (5) implementasi. Kewenangan yurisdiksi terkait dengan wilayah administrative yang mempunyai batas-batas secara legal menurut peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, terhadap wilayah di luar batas kewenangan tersebut dapat kita lakuan analisis saja. Wilayah atau lingkungan di luar wilayah perencanaan disebut sebagai “daerah latar” (hinterland). Kompleksitas terkait kerumitan atau keruwetan terutama karena banyaknya hal yang saling berinteraksi. Terdapat dua macam rencana yaitu rencana sektoral dan rencana multisektoral atau lintas sektoral. Perencanaan lintas sektoral lebih kompleks daripada perencanaan sektoral. Contoh rencana sektoral a.l; rencana pengembangan pariwisata, rencana pelestarian hutan, rencana pembangunan ekonomi;
sedangkan
contoh
rencana
lintas/multisektoral,
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
a.l:
rencana
56
pembangunan daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dan rencana penataan ruang (Rencana Tata Ruang Wilayah). Jangka waktu perencanaan/pelaksanaan, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Beberapa literature menjelaskan durasi jangka panjang berkurun sekitar 15 sampai 25 tahun, tetapi Indonesia telah menetapkan melalui beberapa undangundang bahwa perencanaan jangka panjang berdurasi 20 tahun, jangka menengah 5 tahun, jangka pendek 1 tahun. Rencana jangka panjang umumnya mempunyai kemungkinan „meleset‟ lebih besar daripada rencana jangka pendek; karena itulah jangka pendek biasanya lebih rinci (karena lebih pasti) dibanding rencana yang lebih panjang jangkanya. Sumber daya yang diperhitungkan adalah sumber daya yang tersedia dan yang dapat disediakan dalam jangka perencanaan. Sumber daya umumnya terdiri atas sumber daya alam dan buatan; selain itu, sumber daya dapat dibedakan dalam empat bentuk asset, yaitu: sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya sarana-prasarana, serta sumber daya informasi dan pengetahuan. Dalam bidang perencanaan, “waktu” juga perlu kita pandang sebagai sumber daya yang perlu kita manfaatkan. Implementasi atau pelaksanaan rencana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan. Kelancaran implementasi dan sulit atau mudahnya implementasi memberi masukan balik ke perencanaan yang kita lakukan. Karena biasanya implementasi dari rencana wilayah dan kota dilakukan oleh banyak pihak maka koordinasi antarpelaku menjadi hal yang penting demi kelancaran implementasi rencana. Koordinasi, integrasi, sinkronisasi merupakan kegiatan Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
57
yang menantang, yang kita perlukan sekali, tapi kadang sulit dilakukan karena terbentur pada tarik ulur kepentingan antarpelaku atau “ego-sektoral”.
Beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan kota (Branch, 1995:37-43): a. Keadaan geografis b. Keadaan tapak (site) c.
Perekonomian
d. Hubungan social masyarakat e. Sejarah dan Kebudayaan f.
Tahapan perkembangan dari masa ke masa
g. Politik kekuasaan
C. TUJUAN DAN DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN RENCANA 1. Tujuan Membuat Rencana Pembuatan rencana bertujuan; (1) agar kita mempunyai pegangan atau pedoman bersama dalam mengantisipasi keadaan masa depan, dalam rangka mencapai tujuan yang sudah disepakati bersama, (2) berdasar rencana yang sudah disusun maka dapat disiapkan sumber daya yang diperlukan untuk mengimplementasikan rencana tersebut. 2. Dasar Pengambilan Keputusan Rencana Pilihan pertama sebagai dasar untuk pengambilan keputusan adalah berdasar rasionalitas. Menurut Alexander (1986), rasionalitas diartikan sebagai cara berpikir mengenai problema, yang ditandai dengan pemakaian pendekatan ilmiah dalam analisisnya serta cara tertentu dalam pencarian solusi terhadap problema yang Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
58
dihadapi. Rasionalitas dilakukan secara sistematis, mengembangkan berbagai alternative solusi dan mengevaluasi serta menyeleksi alternative solusi yang terbaik dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Rasionalitas ini menjadi dasar pengambilan keputusan dalam model rational comprehensive planning.
D. PRINSIP-PRINSIP UMUM PERENCANAAN Menurut Branch (1983), terdapat 16 prinsip umum perencanaan yang berlaku untuk perencanaan militer, perencanaan bisnis, maupun perencanaan wilayah dan kota, yaitu: 1. Informasi: pengumpulan dan pemanfaatan 2. Sumber daya yang tersedia: pengalokasiannya 3. Alam, manusia, dan perubahan yang disengaja atau bertujuan: interaksi 4. Tujuan: sebagi variable dependen 5. Unsur-unsur primer: integrasi 6. Perkiraan ke masa depan: terpisah dan terpadu 7. Konteks perencanaan yang terbuka: kelemahan potensial 8. Representasi dari keseluruhan: referensi dasar 9. Proses menerus: perencanaan dan rencana 10. Umpan balik: menghubungkan rencana dengan kinerja 11. Ketidakpastian, resiko dan ketidakjelasan: selalu ada 12. Toleransi dan fleksibilitas: mengakomodasi perubahan 13. Periode puncak: perencanaan mewadahi kondisi puncak 14. Waktu dan prioritas: urutan tahapan Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
59
15. Yurisdiksi, lingkup dan wilayah cakupan: pertimbangan penentu 16. Penolakan (resistensi) terhadap perencanaan: realitas yang tidak dapat dipungkiri.
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-4 (empat) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
60
MODUL 5 PENGENALAN PERENCANAAN SPASIAL
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
61
SESI PERKULIAHAN KE : 05 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami tentang pengenalan perencanaan spasial.
II.
Topik Kajian/Bahasan: PENGENALAN PERENCANAAN SPASIAL
III.
Deskripsi singkat: Dalam sesi ini akan mempelajari tentang pengenalan perencanaan spasial.
IV.
Bahan Bacaan: 1. 2. 3.
4.
V.
Djunaedi, Achmad. 2012. Proses Perencanaan Wilayah dan Kota. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Economic Commision for Europe (UNECE). 2008. Spatial Planning: Key Instrument for Development and Effective Governance with Special Reference to Countries in Transition. United Nations, New York and Geneva. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pertanyaan Kunci/Tugas: Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda.
1. Jelaskan pengertian perencanaan spasial atau tata ruang? 2. Jelaskan manfaat dan tujuan perencanaan spasial? 3. Jelaskan proses perencanaan tata ruang?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
62
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-05
SESI KE: 05 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
PENGENALAN PERENCANAAN SPASIAL
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-5 (lima) ini akan diberikan materi tentang pengenalan perencanaan spasial.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang pengenalan perencanaan spasial.
PENYAJIAN MATERI A. PENGERTIAN PERENCANAAN SPASIAL Pengertian perencanaan spasial atau tata ruang banyak ditulis oleh beberapa ahli, antara lain (dalam Djunaedi, Achmad. 2014): 1. Menurut
Cullingworth
dan
Nadin
(2006)
dalam
UNECE
(2008:1):
“Perencanaan tata ruang terkait dengan masalah koordinasi dan integrasi dimensi spasial dari kebijakan-kebijakan sektoral melalui suatu strategi berbasis teritorial”.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
63
2. Menurut Koresawa & Konvitz (2001) dalam UNECE (2008:1): “Hampir di semua negara, perencanaan tata ruang terkait dengan pengidentifikasian tujuan dan strategi jangka panjang dan menengah tentang tata ruang, menangani guna lahan dan pengembangan fisik sebagai salah satu sector dalam kegiatan pemerintah, dan mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan sektoral seperti transportasi, pertanian, dan lingkungan”. 3. Menurut European Commission (1997) dalam UNECE (2008:1): “… Kompendium Perencanaan Tata Ruang Eropa mendefinisikan perencanaan tata ruang sebagai metode-metode yang banyak dipakai oleh sector public untuk mempengaruhi masa depan distribusi kegiatan dalam ruang”.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1, sebagai berikut: 1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan social ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
64
5. Penataan ruang adalah suatu system proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan pengertian dalam undang-undang tersebut di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa: (a) perencanaan tata ruang adalah salah satu bagian dari kegiatan penataan ruang; bagian-bagian lainnya adalah pemanfaaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan (b) perencanaan tata ruang menghasilkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
B. MANFAAT DAN TUJUAN PERENCANAAN SPASIAL Menurut UNECE (2008), perencanaan spasial berperan penting dalam mengembangkan manfaat pada perekonomian, sosial dan lingkungan hidup, antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Ekonomi, mencakup: (a) menciptakan kondisi yang lebih mapan dan terduga
bagi
investasi
dan
pengembangan
wilayah
atau
kota,
(b)
mengidentifikasi dan menunjukkan dalam rencana tata ruang, lokasi-lokasi yang sesuai bagi pengembangan perekonomian, (c) memastikan bahwa lahan-lahan untuk pengembangan menempati lokasi yang baik dalam hubungannya dengan jaringan jalan dan tempat tinggal angkatan kerja, (d) mempromosikan kualitas lingkungan hidup di kota maupun pedesaan yang mampu menciptakan kondisi yang menarik bagi investasi dan pengembangan, (e)
mengidentifikasi
pengembangan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat lokal, (f) mempromosikan regenerasi dan pembangunan kembali
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
65
kawasan-kawasan, dan (g) membuat keputusan-keputusan dengan cara yang efisien dan konsisten. 2. Manfaat Sosial, mencakup: (a) memelihara manfaat yang dihasilkan dari pengembangan komunitas, (b) mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal dalam perumusan kebijakan, (c) meningkatkan aksesibilitas dalam pengembangan lokasi kegiatan baru, (d) melengkapi fasilitas umum bila ternyata kurang, (e) mempromosikan pemanfaatan lahan kosong, terutama bila menimbulkan atau berpotensi menimbulkan dampak negative terhadap kualitas kehidupan dan perkembangan perekonomian, dan (f) membantu penciptaan dan pemeliharaan lingkungan yang nyaman, sehat, dan aman. 3. Manfaat Lingkungan Hidup, mencakup: (a) mempromosikan pemanfaatan lahan dan sumber daya alam secara bijaksana, (b) mempromosikan regenerasi dan kesesuaian antara penggunaan lahan dengan bangunanbangunan serta infrastruktur, (c) memprioritaskan pembangunan di lahan tidak subur daripada lahan subur, (d) melestarikan atau konservasi aset-aset lingkungan hidup, historis dan kultural yang penting, (e) mengantisipasi resiko bencana lingkungan yang potensial (a.l: banjir dan polusi udara), (f) melindungi dan meningkatkan kawasan-kawasan rekreasi dan pusaka alam (natural heritage), (g) menyediakan akses ke lokasi-lokasi pengembangan dengan berbagai moda transportasi (a.l: berjalan kaki, bersepeda, dan angkutan umum) dan tidak hanya diakses dengan mobil, dan (h) mendorong efisiensi energi dalam tata letak dan rancangan pengembangan kawasankawasan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
66
Tujuan penataan ruang juga dijelaskan dalam UU 26/2007 Pasal 3, yaitu: untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: (a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan (c) terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan timbulnya dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
C. PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN SPASIAL Dalam UU No 26/2007, Pasal 2, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: a. Keterpaduan, b. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, c.
Keberlanjutan,
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, e. Keterbukaan, f.
Kebersamaan dan kemitraan,
g. Perlindungan kepentingan umum, h. Kepastian hukum dan keadilan, i.
Akuntabilitas
Menurut UNECE (2008:11-13), terdapat 6 prinsip perencanaan spasial, yaitu: a. Prinsip demokrasi, Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
67
b. Prinsip subsidiaritas, c.
Prinsip partisipasi,
d. Prinsip integrasi, e. Prinsip proporsionalitas, f.
Prinsip kehati-hatian
D. SISTEM PERENCANAAN SPASIAL Menurut UNECE (2008:19-13), terdapat 13 unsur dalam sistem perencanaan spasial, yaitu: 1. Perangkat perencanaan, 2. Kerangka hukum, 3. Proses pengambilan keputusan, 4. Pernyataan kebijakan keruangan, 5. Strategi keruangan, 6. Rencana-rencana kerangka keruangan, 7. Peraturan guna lahan dan manajemen pembangunan, 8. Penegakan hukum, 9. Penilaian/pengkajian lingkungan hidup, 10. Instrumen-instrumen ekonomi, 11. Pemantauan dan bukti, 12. Pengembalian investasi perencanaan spasial, 13. Pengawasan dan kejujuran.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
68
E. PENGENALAN PROSES PERENCANAAN TATA RUANG Secara umum, proses perencanaan tata ruang (berbasis pendekatan komprehensif) menurut Djunaedi (2012) terdiri dari tiga tahap atau langkah, yaitu: 1. Pengumpulan data, 2. Analisis terhadap isu-isu dan prediksinya, 3. Penyusunan rencana Penerapan proses secara teoritik berdasarkan pedoman yang dikeluarkan melalui tiga peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15, 16, dan 17/PRT/M/2009. Ketiga peraturan tersebut memuat proses perencanaan tata ruang dengan tahapan berikut: 1. Persiapan, 2. Pengumpulan data dan informasi, 3. Analisis, 4. Penyusunan konsep rencana, 5. Penyusunan Raperda, 6. Proses penetapan Raperda. Produk perencanaan tata ruang wilayah dan kota pada dasarnya terdiri dari dua kategori, yaitu struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
69
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Pola ruang terkait dengan guna lahan (landuse), sedangkan struktur ruang terkait dengan penghubung antarguna lahan yang terdiri atas dua subkategori, yaitu jaringan dan fasilitas umum/pusat-pusat layanan. Jaringan mencakup antara lain jaringan jalan, jaringan drainase, jaringan komunikasi, dsb. Pusat-pusat layanan dan fasilitas umum terdiri atas lokasi-lokasi stasiun kereta api, bandara, pelabuhan, rumah sakit daerah, stadion olahraga, dsb. Produk perencanaan tata ruang diwujudkan dalam format narasi (teks) dan peta-peta.
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-5 (lima) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
70
MODUL 6 RAGAM BIDANG KERJA PWK
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
71
SESI PERKULIAHAN KE : 06 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami ragam bidang kerja PWK.
II. Topik Kajian/Bahasan: RAGAM BIDANG KERJA PWK III. Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari ragam bidang kerja yang dapat dilakukan oleh lulusan PWK.
1. Bahan Bacaan: 2. ACSP. 2011. Guide to Undergraduate and Graduate Education in Urban and Regional Planning. 17th Edition. Association of Collegiate Schools of Planning (www.acsp.org). 3. Bayer, Michael; Nancy Frank; and Jason Valerius. 2010. Becoming An Urban Planner. American Planning Association and John Wiley & Sons, Hoboken, New Jersey. 4. Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
IV. Pertanyaan Kunci/Tugas: Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. Sebutkan apa saja pilihan tempat kerja bidang kerja PWK? 2. Sebutkan spesialisasi PWK yang ditemui di Amerika Serikat?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
72
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-06
SESI KE: 06 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
RAGAM BIDANG KERJA PWK
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-6 (enam) ini akan diberikan materi tentang ragam bidang kerja lulusan PWK.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami materi tentang ragam bidang kerja lulusan PWK saat ini, terutama di Indonesia.
PENYAJIAN MATERI A. KARAKTERISTIK UMUM BIDANG KERJA PWK Secara umum, bidang kerja PWK mempunyai karakteristik antara lain sebagai berikut: 1. Perencanaan terkait masa depan: focus pekerjaan perencana terletak pada “apa yang belum terjadi” bukan pada “apa yang telah terjadi”, sehingga perencana berkutat pada peramalan tentang masa depan dan menyusun langkah-langkah ke masa depan untuk mengantisipasi ramalan tersebut. Walaupun nantinya kenyataan berbeda dari ramalan, maka perencana akan Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
73
belajar dari pengalaman. Selain belajar dari bangku sekolah/kuliah, para perencana juga perlu belajar banyak dari pengalaman praktek, sehingga pentingnya “jam terbang” bagi para perencana. 2. Perencanaan bersifat multidisipliner: dalam mengerjakan suatu pekerjaan perencana wilayah dan kota, perencana bekerja bersama ahli-ahli bidang yang beragam, antara lain: teknik sipil, teknik arsitektur, geografi, ekonomi, social, budaya, hukum, dan sebagainya. Dalam situasi bekerja bersama orang banyak, maka perencana perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik sebagai “team work”. 3. Perencanaan dapat bersifat generalis atau spesialis: wilayah dan kota yang kita rencanakan bersifat kompleks, ruwet dan unik maka tidak ada satu solusi pun yang tipikal dan sama. Tiap wilayah dan kota bersifat khusus dan disesuaikan dengan wilayah dan kota yang direncanakan pengembangannya. 4. Perencanaan saat ini bekerja dalam lingkungan masyarakat demokratis: di bangku sekolah/kuliah, para perencana umumnya banyak dilatih dengan pendekatan teknokratik tapi juga dikenalkan dengan pendekatan demokratik. Dalam praktek perencanaan wilayah dan kota saat ini, situasi pengambilan keputusan lebih condong ke demokratik, maka perencana perlu mampu bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses perencanaan partisipatif. 5. Perencana menyiapkan ruang wilayah dan kota ke masa depan: perencana menata tempat bermukim, tempat berdagang, tempat rekreasi, bagi masyarakat wilayah dan kota, semua ini disebut sebagai perencanaan pola ruang. Selain itu, perencana juga menata tempat untuk jaringan jalan, Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
74
jaringan komunikasi dan utilitas lainnya serta tempat untuk fasilitas umum, yang disebut perencanaan struktur ruang,
B. RAGAM TEMPAT KERJA BIDANG PWK Mahasiswa atau calon mahasiswa sering bertanya sebelum mereka masuk atau menjalani studi di sekolah perencanaan: Apa saja pilihan tempat kerja bidang kerja PWK setelah mereka lulus nanti? Secara umum, pilihannya a.l. menjadi: 1. Perencana di pemerintahan, atau 2. Konsultan perencana, atau 3. Pendidik/dosen di sekolah perencanaan, atau 4. Perencana di sector non-pemerintah, atau 5. Peneliti bidang perencanaan, atau 6. Karyawan bidang non-perencanaan, atau 7. Bidang-bidang terkait PWK lainnya.
C. RAGAM SPESIALISASI BIDANG KERJA PWK Pertanyaan yang sering diajukan mahasiswa: Apa saja spesialisasi yang ada dalam bidang kerja PWK? Sebetulnya sampai saat ini di lapangan kerja PWK di Indonesia, secara eksplisit belum diakui adanya spesialisasi (berbeda dengan lapangan kerja kedokteran). Secara tidak formal, di Indonesia para perencana PWK dapat dibedakan menjadi tiga spesialisasi/penekanan, yaitu: (a) perencana fisik/keruangan, (b) perencana sosial, dan (c) perencana ekonomi.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
75
Pada prakteknya, pekerjaan perencanaan dilakukan secara “kerja tim”, sehingga semua macam “spesialisasi” dapat diperoleh dengan menempuh pendidikan lanjut (S2 dan S3) atau karena belajar dari pengalaman praktek. Menurut ACSP (2011) dalam Djunaedi, A. (2014) bahwa spesialisasi PWK yang umumnya ditemui di Amerika Serikat agak berbeda mencakup ragam spesialisasi berikut: 1. Land Use Planning (Perencanaan Guna Lahan) 2. Environmental Planning (Perencanaan Lingkungan Hidup) 3. Economic Development Planning (Perencanaan Pembangunan Ekonomi) 4. Transportation Planning (Perencanaan Transportasi) 5. Housing, Social, and Community Development Planning (Perencanaan Perumahan, Sosial, dan Pembangunan Masyarakat)
Selain ragam spesialisasi tersebut di atas, Bayer dkk (2010:179-269) dalam Djunaedi, A. (2014) menjelaskan bahwa perencana di bidang PWK dapat saja mendalami spesialisasi lainnya seperti: 6. Urban Design 7. Historic Preservation Planning 8. Geographic Information Systems 9. Planning Law and Code Enforcement 10. Planning for Hazards and Emergencies 11. Planning for Sustainable Energy
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
76
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-6 (enam) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
77
MODUL 7 BIDANG-BIDANG TERKAIT PWK
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
78
SESI PERKULIAHAN KE : 07 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami bidang-bidang yang terkait PWK.
II. Topik Kajian/Bahasan: BIDANG-BIDANG TERKAIT PWK
III. Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari tentang bidang-bidang yang terkait dengan PWK.
IV. Bahan Bacaan: 1.
2.
Bayer, Michael; Nancy Frank; and Jason Valerius. 2010. Becoming An Urban Planner. American Planning Association and John Wiley & Sons, Hoboken, New Jersey. Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
V. Pertanyaan Kunci/Tugas: Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. Sebutkan bidang-bidang yang terkait PWK?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
79
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-07
SESI KE: 07 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
BIDANG-BIDANG TERKAIT PWK
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-7 (tujuh) ini akan diberikan materi tentang bidang-bidang yang terkait dengan PWK.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang bidang-bidang yang terkait dengan PWK.
PENYAJIAN MATERI A. BIDANG-BIDANG YANG TERKAIT PWK Terkait dengan bidang-bidang studi dan kerja yang terkait PWK, antara lain (dalam Djunaedi, 2014): 1) Administrasi Publik Menurut Bayer dkk (2010), administrasi public berfokus pada manajemen sehari-hari dari kota. Program studi magister administrasi public biasanya mengajarkan berbagai mata kuliah, antara lain: keuangan public, manajemen Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
80
sumber
daya
manusia,
politik,
struktur pemerintahan
dan
peraturan
administrasi pemerintahan. Sebutan lain untuk administrasi public adalah administrasi negara. 2) Ekonomi Pembangunan Menurut Bayer dkk (2010), ahli ekonomi pembangunan dapat mengambil spesialisasi antara lain: ekonomi tenaga kerja, ekonomi industry, atau analisis ekonomi. Para ahli ini biasanya bekerja di pemerintahan, perusahaan swasta atau konsultan publik. Para perencana wilayah dan kota juga bekerjasama dengan para ahli ekonomi pembangunan dalam menyusun rencana pembangunan daerah. 3) Teknik Sipil Transportasi Bayer dkk (2010) menjelaskan bahwa salah satu profesi yang dekat dan bekerjasama dengan perencana wilayah dan kota adalah ahli teknik sipil, terutama terkait dengan perencanaan infrastruktur, di antaranya system transportasi, pengairan, pembuangan limbah cair, dan penanganan banjir. Para ahli teknik sipil berprofesi untuk mencari solusi bagi masalah-masalah wilayah dan kota, terkait aspek teknis dan infrastruktur. 4) Teknik Pengelolaan Bencana Alam Bidang ini relative baru di Indonesia dan belum banyak perguruan tinggi yang menawarkan program S-2 bidang ini. 5) Ilmu Lingkungan Program studi ilmu lingkungan memiliki 3 peminatan yaitu; manajemen lingkungan industry (MLI); perencanaan pembangunan berkelanjutan (PPB); proteksi lingkungan (PL). Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
81
B. BIDANG-BIDANG LAINNYA Bayer dkk (2010) menyatakan bahwa tersedia bidang-bidang lainnya, terutama yang ditawarkan di perguruan tinggi di luar negeri baik di tingkat S-1, S-2 dan S-3, antara lain: Urban Studies, Urban Design, and Landscape Architecture.
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-7 (tujuh) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
82
MODUL 8 UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
83
SESI PERKULIAHAN KE : 08 I.
Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami materi yang telah diperoleh dari modul 01 s/d modul 07, serta dapat memanfaatkannya pada kegiatan yang terkait dengan materi yang diperoleh.
II.
Topik Kajian/Bahasan: UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
III.
IV.
Deskripsi singkat: Dalam sesi ini akan dilakukan evaluasi/ujian tengah semester (UTS) tentang penguasaan materi mulai dari modul ke-1 (satu) sampai dengan modul ke-7 (tujuh). Hal ini terkait dengan keberhasilan proses pembelajaran dalam mata kuliah pengantar perencanaan wilayah dan kota. Bahan Bacaan: 1.
ACSP. 2011. Guide to Undergraduate and Graduate Education in Urban and Regional Planning. 17th Edition. Association of Collegiate Schools of Planning (www.acsp.org).
2.
Alexander, Ernest R. 1986. Approaches to Planning: Introducing Current Planning Theories, Conceps, and Issues. Gordon and Breach Science Publishers, New York.
3.
Bayer, Michael; Nancy Frank; and Jason Valerius. 2010. Becoming An Urban Planner. American Planning Association and John Wiley & Sons, Hoboken, New Jersey.
4.
Branch, Melville C. 1983. Comprehensive Planning: General Theory and Principles. Palisades publishers, Pacific Palisades, California.
5.
Branch, Melville C. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Penerjemah: Bambang Hari Wibisono, Penyunting: Achmad Djunaedi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
6.
Brunn, Stanley & William, Jack F., 1983. Cities of the World: World Regional Urban Development. Harper & Row. New York. Catanese, A.J & Snyder, I.C,. 1988. Urban Planning. McGraw Hill, New York.
7.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
84
8.
Daldjoeni. 1992. Geografi Baru: Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek. Penerbit Alumni, Bandung.
9.
Djunaedi, Achmad. 2012. Proses Perencanaan Wilayah dan Kota. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
10.
Djunaedi, Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
11.
Economic Commision for Europe (UNECE). 2008. Spatial Planning: Key Instrument for Development and Effective Governance with Special Reference to Countries in Transition. United Nations, New York and Geneva.
12.
Gallion, Arthur B. & Simon Eisner. 1992. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan Perencanaan Kota. Terjemahan Susongko. Erlangga, Jakarta.
13.
Greed, Clara H. 1996. Introducing Town Planning. Second Edition. Addison Wesley Longman, Harlow, Essex, England. Chapter 1: “The scope and nature of town planning”, hal. 3-19.
14.
Hauser, Philip, dkk (ed). 1985. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
15.
Khairuddin. 1992. Pembangunan Masyarakat. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
16.
Levy, John M. 1997. Contemporary Urban Planning. Fourth Edition. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. Chapter 1:”An Overview”, hal. 1-6.
17.
McLoughlin, J. Brian. 1969. Urban and Regional Planning:A Systems Approach. Faber and Faber, London. Chapter 1 - Chapter 4, hal. 1-91.
18.
Pontoh, Nia K & Iwan Kustiawan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB, Bandung.
19.
Toffler. A. 1980. The Third Wave. New York. Bantam Books (Edisi terjemahan Bahasa Indonesia: Toffler, A. 1990. Gelombang Ketiga. Penerbit Pantya Simpati, Jakarta).
20.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
21.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
22.
Yin, Jordan. 2012. Urban Planning for Dummies. John Wiley & Sons, Mississauga, Canada. Part III: “Hot Topics and Urban Planning Challenges”, hal. 179-266.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
85
V.
Pertanyaan Kunci/Tugas: Mahasiswa diberi evaluasi/ujian dari modul 01 s/d modul 07, untuk mengukur dan mengevaluasi pemahaman materi yang telah diberikan dalam perkuliahan pengantar perencanaan wilayah dan kota.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
86
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-08
SESI KE: 08 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-8 (delapan) ini akan dilakukan evaluasi/ujian tengah semester tentang penguasaan materi mulai dari modul ke-1 (satu) s/d modul ke-7 (tujuh). Hal ini terkait dengan keberhasilan proses pembelajaran dalam mata kuliah pengantar perencanaan wilayah dan kota.
Tujuannya adalah agar mahasiswa dapat mengetahui, mengenal dan memahami materi yang telah diperoleh serta dapat memanfaatkannya pada kegiatan yang terkait dengan materi yang diperoleh.
PENYAJIAN MATERI Mahasiswa diberi materi evaluasi/ujian dari modul 01 s/d modul 07, untuk mengukur dan mengevaluasi pemahaman materi yang telah diberikan dalam perkuliahan pengantar perencanaan wilayah dan kota.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
87
PENUTUP Setelah penyajian materi evaluasi berupa ujian tulis dari materi yang terdapat pada modul ke-1 s/d ke-7 mahasiswa dapat lebih mengenal, memahami, menganalisa dan menerapkan materi-materi yang telah didapatkan dalam perkuliahan pengantar perencanaan wilayah dan kota.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
88
MODUL 9 BENTUK DAN STRUKTUR INTERNAL
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
89
SESI PERKULIAHAN KE : 09 I. Sasaran Pembelajaran: Pada akhir sesi ini mahasiswa diharapkan mampu: Mengenal dan memahami bentuk dan struktur internal kota.
II. Topik Kajian/Bahasan: BENTUK DAN STRUKTUR INTERNAL KOTA III. Deskripsi singkat: Dalam sesi ini mahasiswa akan mempelajari tentang bentuk dan struktur internal kota.
IV. Bahan Bacaan: 1. Doxiadis, C.A., 1968. Ekistics: An Introduction to The Science of Human Settlements. London. 2. Nas. P.J.M., 1984. Kota di Dunia Ketiga. Penerbit Pengantar Sosiologi Kota. Bharata, Jakarta.
V. Pertanyaan Kunci/Tugas: Pada saat Anda membaca materi berikut, gunakanlah pertanyaanpertanyaan berikut ini untuk memandu Anda. 1. 2.
Sebutkan unsur pembentuk struktur tata ruang kota? Sebutkan 5 unsur dalam totalitas lingkungan perumahan menurut Doxiadis?
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
90
MODUL AJAR PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA (KODE: 104 D52 02) MODUL: M-09
SESI KE: 09 WAKTU: 2 x 50 Menit MATERI:
BENTUK DAN STRUKTUR INTERNAL KOTA
PENDAHULUAN Pada modul ajar ke-7 (tujuh) ini akan diberikan materi tentang bentuk dan struktur internal kota.
Tujuannya adalah agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami tentang bentuk dan struktur internal kota.
PENYAJIAN MATERI Dalam konteks spasial, kota pada dasarnya dapat ditinjau baik sebagai nodal maupun area. Tinjauan kota sebagai nodal menempatkan kota dalam konstelasi regional, yang menggambarkan keterikatan kota dalam system kota-kota baik secara spasial maupun fungsional. Sementara itu tinjauan kota sebagai area menempatkan kota dalam wujud structural dan pola pemanfaatan ruangnya secara internal. Dalam hal ini yang menjadi focus adalah unsur-unsur pembentuk
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
91
struktur tata ruang kota atau kawasan perkotaan, yang terdiri dari pusat kegiatan/ pelayanan, kawasan fungsional perkotaan, dan jaringan jalan.
A. UNSUR PEMBENTUK STRUKTUR TATA RUANG KOTA Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu system spasial, yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitan satu sama lain. Dalam hal ini terdapat beberapa unsur pembentuk struktur tata ruang kota menurut para ahli. Menurut Doxiadis (1968), permukiman atau perkotaan merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur yaitu: a. Alam (Nature) Keadaan permukiman perkotaan berbeda dengan permukiman perdesaan. Lansekap yang ada biasanya lebih luas; dan biasanya berlokasi di dataran, dekat dengan danau, sungai atau laut, dan dekat dengan rute transportasi. Akan tetapi, perumahan yang dibangun sekarang, atau perumahanperumahan besar di masa lalu, membutuhkan dataran yang luas dan kedekatan dengan jalur utama komunikasi untuk tetap bertahan. b. Individu manusia (Antropos) dan masyarakat (Society) Perumahan perkotaan berbeda dengan perumahan perdesaan, dan sebagian besar dikarenakan perbedaan karakteristik dan perilaku. Semakin besar perubahan perumahan dari desa ke kota, dan semakin besar kepadatan dan ukuran dari perumahan perkotaan, semakin besar perbedaan di antara orang-orang. Dimensi dan karakteristik baru dalam pola hidup perkotaan membutuhkan suatu mekanisme adaptasi dalam usaha untuk Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
92
mencapai atau melakukan penyesuaian terhadap sumberdaya baru dan kondisi tempat tinggal. Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat perbedaan komposisi umur dan jenis kelamin, dalam struktur pekerjaan, dalam pembagian tenaga buruh dan struktur social. Hal ini memaksa manusia untuk mengembangkan karakteristik yang berbeda sebagai individual, kelompok, unit, dan komunitas. Manusia di perumahan perkotaan adalah anggota dari komunitas yang lebih besar, masyarakat luas, dan jangkauan interaksi sosialnya meningkat. Anggota keluarganya mendapat dampak dari institusi social yang berbeda yang pada akhirnya mengambil alih fungsi tertentu dari keluarga. Berbeda dengan perubahan secara individual, kita menyaksikan perubahan dalam ukuran keluarga, struktur, dan kehidupan. Ukuran keluarga cenderung menjadi semakin kecil, sementara unit keluarga inti meningkat dengan pertumbuhan perumahan perkotaan. Semakin besar kesempatan yang ditawarkan oleh komunitas dan masyarakat luas, dank arena gagasan akan komunitas kecil perkotaan sepenuhnyamengabaikan luasnya area perkotaan, hal ini melemahkan komunitas lokal dan menguatkan komunitas yang didasarkan pada profesi, agama, social, dan hubungan lainnya. c. Ruang kehidupan (Shells) Ruang kehidupan dari perumahan perkotaan memiliki banyak karakteristik meskipun ukurannya bervariasi. Semakin besar ukuran perumahan, semakin internasional karakteristiknya; sementara semakin kecil ukurannya, semakin dipengaruhi oleh factor lokal. Hal ini terjadi karena sebagian besar perumahan kecil masih dipengaruhi oleh budaya lokal di masa lalu, dan sebagian lagi Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
93
karena investasi ekonomi yang ada lebih kecil bila dibandingkan dengan perumaha skala besar dan hal ini memperkuat kekuatan lokal. d. Jaringan (Network) Salah satu cara paling mendasar untuk menggambarkan struktur permukiman adalah berhubungan dengan jaringan dan terutama system sirkulasi – jalur transportasi dan titik-titik pertemuan (nodal point). Tempat ini biasanya adalah suatu pusat dengan ruang terbuka yang bias mempunyai beragam bentuk mulai dari yang alami hingga geometric. Jika populasi telah tumbuh lebih dari beberapa ribu jiwa, sebuah titik pertemuan bias tumbuh mengikuti sepanjang jalan utama atau terpecah menjadi dua atau lebih titik pertemuan lainnya. Pecahan titik pertemuan ini lebih kecil bila dibandingkan titik pertemuan utama. Bila titik pertemuan semacam ini terbentuk, hal ini agak mengurangi kepentingan nodal utama.
Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur: Place (tempat tinggal), Work (tempat kerja), Folk (tempat bermasyarakat). Di Indonesia, Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu:
Wisma
: Tempat tinggal (perumahan)
Karya
: Tempat bekerja (kegiatan usaha)
Marga
: Jaringan pergerakan, jalan
Suka
: Tempat rekreasi/hiburan
Penyempurna
: Prasarana – sarana
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
94
Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula dipahami secara persepsional. Kevin Lynch dalam bukunya “The image of the city (1960) telah merintis bidang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gambaran yang terbentuk mengenai kota. Menurut Kevin Lynch ada lima unsur pembentuk citra kota, yaitu path (jalanan), edge (perbatasan), district (kawasan), node (simpangan), dan landmark (tengeran). 1. Path: Jalur yang biasa, sering atau potensial dilalui oleh pengamat, misalnya: jalan, lintasan angkutan umum, kanal, rel kereta api. Manusia mengamati kota ketika bergerak dalam “path”. 2. Edge: Batas antara dua kawasan yang memisahkan kesinambungan, elemen linier yang tidak dianggap/digunakan sebagai “path” oleh pengamat. Misalnya: pantai, lintasan rel kereta api, dinding, sungai. 3. District: Bagian kota berukuran sedang sampai besar, tersusun sampai dua dimensi yang dapat dimasuki pengamat (secara mental), dan dapat dikenali dari karakter umumnya. 4. Node/Core: Titik/lokasi strategis yang dapat dimasuki pengamat. Dapat berupa
konsentrasi
persimpangan, tempat
penggunaan/ciri
fisik
yang
penting.
Misalnya:
perhentian, ruang terbuka, penggantian moda
angkutan, dan lain-lain. 5. Landmark: Titik acuan bersifat eksternal yang tidak dapat dimasuki pengamat, biasanya berupa struktut fisik yang menonjol. Apabila dilihat dari jauh, dari berbagai sudut pandang dan jarak, di atas elemen lainnya, dijadikan acuan. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
95
Kevin Lynch (dalam P.J.M. Nas, 1984) membedakan 10 kategori mengenai ciri-ciri lingkungan fisik yang penting supaya kota cepat dikenal dan dapat digunakan dalam pembangunan kota. Kategori itu adalah: 1. Sifat khusus 2. Bentuk 3. Kontinuitas 4. Dominasi 5. Daya menyatukan 6. Diferensiasi arah 7. Jangkauan pandangan 8. Kesadaran bergerak 9. Urutan waktu 10. Nama-nama (unsur nonfisik)
B. STRUKTUR TATA RUANG DAN POLA PEMANFAATAN RUANG KOTA Kota sebagai suatu system spasial dapat dipandang sebagai wujud structural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang mencirikan kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Sebagai wujud structural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan structural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang kota. Dalam suatu kota terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan; yang ditunjang dengan system prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
96
Pola ruang kota adalah bentuk yang menggambarkan ukuran, fungsi, dan karakteristik kegiatan perkotaan. Ditinjau dari pola ruangnya, kota atau kawasan perkotaan secara garis besar terdiri dari kawasan terbangun – kawasan tidak terbangun (RTH). Dalamhal ini kawasan terbangun adalah ruang dalam kawasan perkotaan yang mempunyai ciri dominanasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan. Jenis-jenis pemanfaatan ruang kawasan terbangun kota antara lain kawasan perumahan, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, serta kawasan industry. Keragaman jenis pemanfaatan ruang kota bergantung pada fungsi kota tersebut dalam lingkup wilayah yang lebih luas. Selain pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional perkotaan, unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah system prasarana dan sarana sebagai kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Secara spesifik prasarana perkotaan yang paling berpengaruh terhadap struktur tata ruang kota adalah prasarana transportasi, yakni jaringan jalan. Jaringan jalan merupakan indicator utama morfologi kota sehingga dalam perencanaan tata ruang kota, pengembangan jaringan jalan tidak dapat dilepaskan dari pola pemanfaatan ruang yang ada atau ingin diwujudkan. Jaringan jalan dapat menjadi factor yang mendorong perkembangan kegiatan, dan sebaliknya pengembangan suatu kegiatan memerlukan dukungan pengembangan jaringan jalan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
97
PENUTUP Setelah penyajian materi modul ajar ke-9 (sembilan) yang disertai contoh penjelasan tambahan, dilakukan tanya-jawab dan diskusi antara dosen dan mahasiswa serta antar mahasiswa agar dapat lebih mengenal, dan memahami materi yang disampaikan.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
98
TEST AFEKTIF : Test afektif dapat dinilai dengan melihat hasil kerja dari beberapa test yang diberikan pada wawasan kognitif dan psikomotorik di atas dengan melihat aspek : 1. Kejujuran untuk bekerja sendiri 2. Kejujuran menghinadri plagiat 3. Kedidiplinan bekerja sesuai dengan aturan yang ditentukan 4. Percaya diri bekerja sesuai dengan pengetahuan yang ditangkapnya secara mandiri tanpa terpengaruh ide orang lain (teman). 5. Bekerja secara terstruktur 6. Dapat mengerjakan tugas dengan sistem penyajian yang jelas dan rapih, serta tepat waktu.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
99
SENARAI
Aksesibilitas
: kemampuan orang untuk bergerak serta mencapai tempat-tempat dan fasilitas umum; yang bergerak termasuk orang tua dan orang cacat, orang-orang dengan anak-anak kecil, dan mereka yang dibebani dengan bagasi atau barang belanjaan.
Fasilitas Sosial
: komponen yang menunjang lingkungan perumahan/ permukiman seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, belanja, kantor, dan sebagainya.
Gangguan Bencana
: meliputi banjir, kebakaran, gangguan alam lainnya.
Kepadatan
: tinggi, sedang, rendah sesuai struktur kota baik metropolitan, besar, sedang dan kecil.
Kualitas Bangunan
: kondisi fisik bangunan, gradasi dan penyebarannya.
Lingkungan Hunian
: bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman.
Perumahan
: kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, dilengkapi prasarana, sarana, utilitas umum.
Permukiman
: bagian dari lingkungan hunian, terdiri atas lebih dari satu
satuan
perumahan
yang
mempunyai
prasarana, sarana, utilitas umum, mempunyai penunjang
kegiatan
fungsi
lain
di
kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
100
Pertumbuhan Penduduk: pertumbuhan yang dikaitkan dengan pertumbuhan alami (kematian, kelahiran) serta factor migrasi (mobilitas penduduk).
Prasarana
:
kelengkapan
dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi
standar
bertempat
tinggal
tertentu yang
untuk
layak,
kebutuhan
sehat,
aman,
nyaman.
Prasarana Lingkungan : komponen yang menunjang perumahan, a.l: jalan, saluran air limbah, saluran drainase, persampahan.
Sarana
: fasilitas lingkungan hunian berfungsi mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.
Status Tanah
: status tanah milik, tanah sewa, hak guna, liar, dan sebagainya
Struktur Penduduk
: terkait menurut umur dan jenis kelamin.
Teori
: prinsip & generalisasi antar hubungan, menyajikan pandangan yang jelas, utuh, dan sistematis dari masalah yang kompleks atau bidang tertentu.
Utilitas Umum
: komponen penunjang lingkungan permukiman sep: jaringan listrik, air bersih, telepon, gas.
Bentuk Kota
: Kenampakan fisik kota/ kawasan perkotaan ditinjau dari aspek morfologinya.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
101
Struktur ruang kota
: Susunan unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan structural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang kota.
Pola ruang kota
: Bentuk yang menggambarkan ukuran, fungsi, dan karakteristik kegiatan perkotaan.
Kawasan
: Ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya dengan batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu/spesifik/khusus.
Kawasan perkotaan : Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman
perkotaan,
pemusatan
dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan terbangun : Ruang dalam kawasan permukiman perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkota.
Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota (104 D52 02)
102