PROFIL KEBUN CAMPURAN Kasus 1 Kebun Campuran Mang Udin Biografi Mang Udin Mang Udin adalah anak ketiga dari 9 bersaudara. Mang Udin lahir di Kampung Cengal Desa Karacak 53 tahun yang lalu. Ayahnya, Pak Uhir, adalah seorang petani yang juga lahir di Kampung Cengal Desa Karacak. Meski Pak Uhir seorang petani namun Pak Uhir berkeinginan agar anak-anaknya dapat mengecap pendidikan setinggi-tingginya. Mang Udin hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah pertama kelas 2 karena keterbatasan ekonomi Pak Uhir, Pendidikan tingkat dasar pada sekolah rakyat di Desa Karacak dijalani Mang Udin hingga lulus.
Pendidikan Mang Udin dilanjutkan di Pesantren, yang setingkat
dengan sekolah menengah pertama hingga kelas 2 melalui kenalan Pak Uhir. Mang Udin sendiri merasa kurang bersemangat untuk belajar karena dorongan orangtuanya dirasakan sangat kurang. Hal itu dirasakannya dalam perjalanan mengenyam pendidikan,. Mang Udin biasanya membantu orangtuanya baik di sawah maupun di kebun setelah Mang Udin berhenti sekolah. Mang Udin ikut mencangkul di sawah saat musim tanam tiba. Saat panen tiba Mang Udin juga ikut memikul karung berisi padi ke rumah. Ketika tidak sibuk dengan pekerjaan di sawah, Mang Udinpun membantu orangtuanya bekerja di kebun seperti membuat petakan, menanam dan menyiangi. Pekerjaan di kebun ini dilakukan keluarga Mang Udin setelah pekerjaan di sawah khususnya penanaman selesai. , Pak Uhir memberikan lahan seluas 1500 m2 untuk digarap Mang Udin pada tahun 1970 setelah melihat kesungguhan Mang Udin bekerja.
Bapaknya
menyerahkan pengelolaan sawah dan kebun kepada Mang udin ketika Pak Uhir mulai sakit-sakitan pada tahun 1975 dengan demikian Mang Udin menjadi tulang punggung keluarga yang mencari uang untuk dapat menyekolahkan adik-adiknya. Sebenarnya Mang Udin mempunyai seorang kakak laki-laki namun kakaknya itu lebih sering meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di luar desa.
23
Mang Udin menikah dengan Bi Isah, warga Kampung Seuseupan Desa Karacak pada tahun 1980. Pernikahan dengan Bi Isah melahirkan 4 orang anak, namun yang ada kini tinggal 3 anak perempuannya yaitu Laila (26 tahun), Nur (19 tahun) dan Ila (15 tahun). Kini ia tinggal bersama istri dan anak bungsunya.
Riwayat Kebun Campuran Mang Udin Mang Udin mempunyai sawah, warisan dari orangtuanya, seluas 2500 m2. Mang Udin bercocok tanam padi di sawah sebanyak 2 kali dalam 1 tahun. , Jumlah panen padi yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok keluarga selama 2-3 bulan setiap kali panen. Untuk pemenuhan kebutuhan pokok selama 1 tahun Mang Udin mengelola kebun campurannya. Mang Udin memiliki kebun milik pribadi seluas 1500 m2. Selain mengelola kebun tersebut mang Udin juga mengelola kebun milik keluarga, lumbung, seluas 3,75 hektar yang berada di 2 lokasi yakni di desa Karacak dan di perbatasan antara desa Karacak dan desa Cibeber. Kebun milik pribadi Mang Udin diberikan oleh orangtuanya pada tahun 1970. Mang Udin diberi sepetak kebun yang luasnya hanya 1500 m2. Lahan tersebut termasuk tanah kongsi yakni tanah yang tidak diakui penduduk saat adanya penertiban kepemilikan lahan pada tahun 1960-an karena tanah tersebut dinilai kurang subur. Karakter lahan tersebut tanahnya merah, tandus bertopografi curam dan vegetasi yang ada hanyalah andam kencring. Lahan tersebut digarap kemudian oleh Mang Udin dengan tahap pembuatan petakan terlebih dahulu. Pemetakan dimaksudkan agar lahan yang kritis dengan kondisi kemiringan lahan yang curam dapat ditanami dengan membentuk lahan penanaman yang relatif datar untuk penanaman dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman palawija maupun pepohonan. Jika petakan tidak dibuat terlebih dahulu maka keberhasilan penanaman akan sulit sekali karena rawan erosi tatkala hujan. Teknologi pemetakan di lahan kering seperti ini diketahui Mang Udin dari bapaknya sendiri. Pemetakan yang Mang Udin lakukan saat itu memanfaatkan kelompok liliurannya. Karena kegiatan pemetakan memerlukan tenaga kerja yang banyak.
24
Lahan yang 1500 m2 setelah dipetak lalu mang Udin membuat lubang tanam untuk cengkeh yang saat itu tengah menjadi tanaman idola. Sebelum ditanam lubang tersebut diberi jerami padi sebagai pupuk. Cengkeh ditanam di bagian ujung galengan selain itu juga ditanam kecapi. Kecapi dipilih karena daunnya relatif mudah lapuk sehingga baik untuk memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Sementara itu di galengannya ditanami dengan tanaman pisang, ketela dan jagung. Pembuatan petak itu merupakan pekerjaan yang sulit dan jika diburuhkan akan memakan biaya yang tinggi maka petani merasa rugi jika ada lahan yang yang dibiarkan kosong begitu saja. Hal itu berarti selagi lahan masih kosong maka akan dimanfaatkan untuk ditanami. Sehingga dalam petakan yang tersedia petani menanam berbagai jenis. Mang Udin memutuskan untuk menanam cengkeh meskipun Mang Udin belum berkeluarga dan terbesit dalam pikirannya bahwa cengkehnya nanti untuk masa depan dia dan anak istrinya di kemudian hari. Harapannya bahwa dengan kebunnya yang ditanami cengkeh dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya kelak. Ada sebagian tanaman cengkeh Mang Udin terkena penyakit cacar daun pada tahun 1982. Daun-daun pohon cengkeh rontok sehingga mengurangi hasil panen cengkeh. Namun pohon cengkeh yang tersisa tetap dipeliharanya. Harga cengkeh di pasaran cenderung mengalami penurunan sampai pada tahun 1990 harga 1 kg cengkeh kering mencapai Rp.2.000 bahkan bisa mencapai Rp 1.800. Mang Udin teringat bahwa saat itu bersamaan dengan dibentuknya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang diketuai oleh Tommy Soeharto. Harga cengkeh yang demikian murah menjadikan cengkeh dinilai tidak lagi layak untuk diusahakan karena keuntungannya yang diterima petani sangat kecil. Biaya upah pemetikan Rp 200 – 300 per 1 kg. Lalu biaya pemisahan cengkeh dari tangkainya untuk 1 kg cengkeh basah Rp 100 – Rp 150.
Umumnya untuk
menghasilkan 1 kg cengkeh kering diperoleh dari 3 kg cengkeh basah. Dengan demikian total biaya produksi khususnya biaya pemetikan dan pemisahan cengkeh dari tangkainya dari 3 kg cengkeh basah adalah Rp 900 – Rp 1.350. Biaya
25
produksi tersebut belum memasukan biaya penjemuran. Jika turun hujan saat penjemuran cengkehpun menjadi terkena cendawan dan harga jualnya menjadi lebih murah. Lalu karena harga cengkeh rendah akhirnya perhatian mang Udin dialihkan untuk mengembangkan manggis.
Riwayat Kebun Orang Tua Mang Udin Riwayat kebun milik orang tua Mang Udin yang kini menjadi kebun lumbung, kebun milik keluarga, berbeda dengan riwayat kebun milik Mang Udin. Hal itu karena kebun lumbung lebih awal dibangun. Mang Udin mengetahui dari bapaknya , Pak Uhir, bahwa kebun milik Pak Uhir seluas hampir 2 hektar yang berlokasi di Kampung Cengal Desa Karacak bayang berada di desa dibangun ketika kakak sulungnya berusia 1 tahun yang ditelusuri itu terjadi pada tahun 1942. Mang Udin tidak tahu pasti bagaimana kondisi awal dari kebun tersebut hanya saja Mang Udin mengetahui jenis pepohonan
yang ada di kebun dan cara
penanamannya, serta perubahan jenis komoditi yang diunggulkan di kebun milik orangtuanya. Kebun campuran milik orangtua Mang Udin, selanjutnya disebut kebun lumbung, ditumbuhi dengan jenis karet,
durian, manggis, cengkeh, buni,
rambutan, kecapi, limus, kemang, petai, jengkol, nangka, kuweni, duku, manii, kelapa, aren.
Mang Udin masih ingat orangtuanya menyadap getah karet ketika
dia masih duduk di bangku SD. Harga getah karet tidak menarik lagi setelah lulus SD antara tahun 1960-an ke atas hingga tahun 1970-an . Saat itu tidak tahu pasti berapa harga getah karet namun Mang Udin ingat bahwa getah karet pernah mencapai harga 1 kg getah karet basah seharga 3 ringgit atau jika dijadikan rupiah menjadi Rp 7,5. Banyak karet milik orangtuanya Mang Udin ditebangi lalu hasil kayunya dijadikan sebagai kayu bakar, kayu rencek ketika harga karet jatuh . Cengkeh menjadi primadona di Karacak pada tahun 1970-an karena harga cengkeh saat itu bisa setara dengan harga 1 gram emas, saat itu berharga Rp.10.000,00. Orangtua Mang Udin lalu menanami kebunnya yang masih kosong dengan tanaman cengkeh. Lalu ketika ada program intensifikasi tanaman cengkeh pada tahun 1975-an yang mengenalkan teknik budidaya cengkeh yang semestinya
26
membuat pak Uhir menebang pepohonan yang berdekatan dengan cengkeh. Hal ini dimaksudkan agar cengkeh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam ruang tumbuh yang semestinya. Jenis pohon apapun ditebangnya yang dinilai akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan cengkeh. Hanya jenis durian dan petai tidak ditebang meskipun berdekatan dengan cengkeh karena kondisi tajuknya yang di atas dinilai tidak mengganggu tajuk cengkeh. Untuk selanjutnya riwayat kebun menyerupai dengan riwayat kebun milik pribadi Mang Udin. Saat cengkeh tuurn drastis di tahun 1990 maka cengkeh-cengkeh di kebun lumbung inipun ditebang dan beralih ke manggis. Kebun lumbung Mang Udin yang terdapat banyak pohon manggis dijadikan sebagai demoplot untuk kegiatan riset peningkatkan produktivitas dan kualitas kebun manggis yang dilakukan oleh Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB (PKBT IPB) pada tahun 2001. Penjarangan dilakukan dengan menebang berbagai jenis pohon yang berdekatan dengan manggis.
Pada awalnya Mang Udin
berkeberatan dengan perlakuan penjarangan ini karena merasa sayang dengan pohon-pohon yang ditebang karena pohon tersebut juga sudah berbuah. Namun setelah mendapatkan penjelasan dan Mang Udin memahaminya bahwa memang dengan rapatnya pepohonan cabang-cabang pohon manggis menjadi banyak yang mati karena berdesakan.
Akhirnya Mang Udin sepakat untuk melakukan
penjarangan dimaksudkan agar manggis dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Kegiatan lainnya adalah memperbaiki kondisi petakan atau terasering,
pemupukan, pemangkasan cabang, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Kebun lumbung Mang Udin juga dikelola bersama dengan kakaknya yang dahulu lebih berorientasi bekerja di luar desa saat ini.
Pengelolaan Kebun Mang Udin Kebun campuran milik orangtua Mang Udin dibangun secara tradisional dahulu. Penanaman dilakukan dengan cara menanam biji langsung ke dalam tanah. Istilah yang sering digunakan penduduk lokal adalah ceb laur , artinya setelah biji ditanam ke dalam tanah lalu dibiarkan begitu saja agar tumbuh sendiri. Biji apapun khususnya biji buah-buahan ditanam di kebun. Penanaman dilakukan
27
tanpa menggunakan jarak tanam dan tidak ada pemberian tanda pada tanah yang sudah ditanami. Sehingga di setiap kesempatan dan ada biji yang dimiliki maka di lahan-lahan yang nampaknya masih kosong senantiasa ditanam biji-biji pohon. Saat itu
yang diharapkan adalah biji-biji tersebut dapat tumbuh menjadi
pepohonan yang menghijaukan lahan. Hasil penanaman dengan cara demikian adalah kebun-kebun yang rapat dengan jarak tanam tidak teratur seperti yang masih terlihat saat ini. Jenis manggis ditanam didekat tunggul atau tanaman lain yang sudah ada seperti durian.
Hal ini karena manggis relatif lama tumbuh
sehingga khawatir saat penyiangan manggis akan tertebas. Sehingga tidak heran jika di beberapa kebun nampak pohon manggis tumbuh berdampingan dengan jenis lain khususnya durian. Kondisi ini memberikan keuntungan saat panen buah durian karena pohon manggis dapat dijadikan sebagai tempat panjatan. Mang
Udin
menanam
pepohonan
dalam
kebun
umumnya
mempertimbangkan 3 hal yaitu 1) pohon tersebut mempunyai nilai jual atau untuk kebutuhan hidup subsisten , 2) dikuasai teknik pembibitannya, dan 3) tersedia bibitnya baik biji maupun anakan alamnya. Desakan kebutuhan rumah tangga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Harapan terhadap hasil kebun yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga membuat Mang Udin mengembangkan jenis-jenis pohon yang memiliki nilai jual seperti manggis, durian, melinjo, petai, jengkol, cempedak dan pala. Kebun campuran didalamnya terdapat pepohonan yang bernilai ekonomi. terkadang kebun dijadikan sebagai alat jaminan tatkala Mang Udin membutuhkan uang tunai segera dengan cara meminjam pada orang lain. Dalam sistem gadai ada kesepakatan berapa jumlah yang dipinjam. Selama uang belum dikembalikan maka hasil kebun yang ada sesuai kesepakatan apakah seluruh isi kebun atau hanya jenis-jenis pohon tertentu menjadi milik yang meminjamkan uang. Namun selama gadai berlangsung pepohonan yang ada di kebun tidak boleh ditebang kecuali sesuai kesepakatan untuk pohon manii, puspa dan sengon artinya pohon penghasil kayu boleh ditebang. Manggis memang menjadi tanaman idola bagi Mang Udin dan petani lainnya kini. Akan tetapi dalam kebun Mang Udin tidak hanya ada manggis
28
masih ada jenis-jenis lain yang komersil.
Kondisi kebun yang terdiri dari
beragam jenis ini tetap dipertahankan Mang Udin dengan pertimbangan bahwa produksi buah ditentukan pula oleh kondisi cuaca, jika satu jenis tidak berbuah atau berbuah hanya tidak sesuai harapan maka harapannya jenis lain dapat berbuah dan memberikan penghasilan baginya. Jenis-jenis pohon produktif yang umumnya saat ini terdapat di kebun campuran adalah manggis, durian, melinjo, petai, jengkol dan manii.
Sebagian kecil pohon produktif masih ada seperti
kuweni, duku, kemang, limus, cempedak, nangka, dan rambutan. Beberapa jenis yang mulai sulit ditemui seperti kecapi, gandaria, kupa, buni, rukem dan kluwek. Pak Tohir menasehati agar kebunnya ditanami dengan jenis pala karena pala senantiasa berbuah sepanjang tahun. Hingga saat ini setiap bulannya pohon pala diborong oleh pembeli. Strategi penanaman dengan manggis secara bertahap ini berkaitan dengan ketersediaan benih terbatas dan persiapan lahan yang tidak sedikit pengorbanan tenaga dan waktu pengerjaannya.
Terbatasnya benih
manggis karena saat itu buah manggis sudah laku di pasaran. Penjualan buah manggis dengan sistem borongan menjadikan pemilik kebun terbatas untuk menikmati buah yang besar sehingga terbatas pula menyediakan biji manggis untuk disemaikan. Persiapan lahan berupa pemetakan memerlukan tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Pemetakan secara bertahap dilakukan dengan sistem liuran Mang Udin sekeluarga, ibunya, istrinya dan anak-anaknya menyiapkan manggis yang akan dijual esok harinya saat musim manggis tiba di setiap malam. Manggis disusun dalam toros seperti cincin yang bertingkat. Dalam 1 tingkatan terdapat 5 mangggis diikat mebentuk lingkaran.
Lingkaran manggis tersebut
disusun ke atas sebanyak 5. Dalam 1 toros itu terdapat 25 buah manggis. Esok paginya setelah shalat subuh Mang Udin membawa manggis-manggis tersebut dengan cara dipikul untuk dijual di pasar leuwiliang.
Manggis dijual secara
eceran biasanya siang hari Mang Udin kembali pulang ke rumah.
29
Intensifikasi Kebun Mang Udin menilai bahwa tidak ada masalah dalam pengelolaan kebunnya khususnya pohon manggis yang menjadi komoditi unggulan. Hal itu sebelum ada Program Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Kebun Manggis yang dilaksanakan oleh PKBT IPB Biasanya sejak umur 8-10 tahun pohon manggis mulai belajar berbuah. Satu pohon manggis umumnya dapat menghasilkan 20 – 50 kg setiap tahun sekali pada musim buah. Begitu pula dengan jenis lainnya Setiap tahun pepohonan penghasil buah berbuah. Dua hingga tiga tahun sekali umumnya terjadi panen raya buah-buahan. Saat panen raya dimana semua jenis pohon penghasil buah berbuah bersamaan dan sehingga hasil kebun berupa produksi buah melimpah. Mang Udin memahami bahwa produksi buah manggis dan buah jenis lainnya akan tergantung pada kondisi cuaca.
Jika saat masa pembungaan
seringkali turun hujan maka banyak bunga gagal menjadi buah. Sebaliknya jika saat pembungaan tidak banyak hujan turun maka banyak bunga yang berhasil menjadi buah.
Dari pengamatan Mang Udin selama ini bahwa panen raya
manggis biasanya terjadi setiap tiga tahun sekali. Sementara panen raya durian biasanya terjadi dua tahun sekali. Ketika
PKBT-IPB
datang
untuk
melakukan
riset
dalam
rangka
meningkatkan produktivitas dan kualitas manggis, kebun keluarga Mang Udin dijadikan sebagai demoplot karena di kebunnya itu banyak terdapat manggis selain jenis-jenis lainnya.
Itu dilakukan setelah Mang Udin mendapatkan
penyuluhan tentang budidaya manggis yang tepat. Mang Udin menyadari bahwa manggis di kebunnya tertanam dengan jarak yang sangat rapat baik antar jenis maupun dengan jenis lainnya. Pola tanam seperti ini terbentuk karena dahulu secara tradisional orangtua menanam biji langsung di lapangan tanpa jarak tanam teratur.
Manggis ditanam di dekat pohon atau tunggul pohon yang sudah
ditebangi. Ini dilakukan agar manggis tidak tertebas saat penyiangan karena pertumbuhan manggis relatif lebih lama dibandingkan dengan rumput. Mang Udin memahami bahwa dengan jarak tanam yang sangat rapat akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan cabang-cabang pohon manggis
30
menjadi tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap produksi buahnya yang juga tidak optimal. Akhirnya Mang Udin dengan mendapatkan pendampingan dari PKBT-IPB membenahi kebunnya.
Beberapa jenis pohon termasuk jenis manggis yang
berdekatan dengan manggis ditebang agar manggis tumbuh dan berkembang dengan baik.
Selain pembenahan jarak tanam, manggis juga diberi pupuk
kandang dan pupuk organik agar produksi buah dan kualitas buah meningkat. Teras-teras juga diperbaiki. Dahulu pohon ditanam dipinggir teras karena bagian pinggir teras tersebut adalah lapisan topsoil yang relatif subur dibandingkan lapisan subsoil.
Namun tampak bahwa perkembangan menjadi tidak seimbang.
Akhirnya teras-teras diperbaiki sehingga pohon-pohon berada di tengah teras bukan di bagian pinggir. Upaya pembenahan kebun ini bagi Mang Udin merupakan upaya untuk meningkatkan produksi manggis. Mang Udin merasakan bahwa kebutuhan hidup keluarganya dirasakannya dari waktu ke waktu semakin meningkat, harapannya kebutuhan tersebut dapat dipenuhi sebagian dari hasil kebun. Upaya intensifikasi kebun ini berimplikasi terhadap curahan waktu dan tenaga yang dikorbankan untuk pengelolaan kebun.
Itu disadari bahwa jika
dahulu paling sering 1 kali setahun penyiangan dilakukan namun kini frekuensi penyiangan meningkat menjadi 2 kali setahun.
Intensifikasi bukan hanya
peningkatan frekuensi penyiangan akan tetapi juga pembuatan lubang tanam, pembibitan, pemupukan dan pemanenan. Hasil dari upaya intensifikasi kebun khususnya tanaman manggis ini tidak dapat diketahui secara pasti oleh Mang Udin.
Karena Mang Udin terbiasa
memanen buah manggis dengan sistem borongan kepada tengkulak. Namun yang diketahui Mang Udin bahwa ada peningkatan kualitas buah manggis yang dahulu kebanyakan tampilan buah nampak kusam, burik namun setelah diintensifikan ada sebagian manggis yang nampak kulit buahnya bersih. Kebun lumbung ini meskipun kedua orangtuanya sudah meninggal namun kebun tidak dibagi-bagikan. Kebun tetap dijaga utuh namun dikelola oleh Mang Udin bersama kakaknya yang sebelumnya bekerja di luar desa. Dalam benak
31
Mang Udin ada kekhawatiran saudaranya terutama yang tidak tinggal di desa akan menjual kebun hasil pembagian warisan.
Padahal dia teringat dengan pesan
orangtuanya untuk tetap memelihara kebunnya.
Oleh karena itu bersama
kakaknya mereka menjaga keutuhan kebun itu dan ketika kebun panen raya maka hasil kebun dibagikan kepada semua saudara kandungnya.
Penebangan Pohon di Kebun Campuran Sebenarnya penebangan pepohonan di kebun campuran telah dilakukan oleh pemilik kebun sejak dahulu. Pak Uhir biasanya mendatangi tengkulak kayu menjual sengon,
kayu manii,
puspa.
Uang penjualan kayu tersebut
diperuntukkan biaya pendidikan adik-adik Mang Udin yang bersekolah di Cibadak, Sukabumi.
Selain sengon Pak Tohir pernah juga menebang pohon
durian yang terkena petir sehingga tidak produktif lagi. Belum lama ini pada tahun 2007 Mang Udin menebang pohon durian di kebun lumbung. Tujuan penebangan pohon durian ini adalah untuk membeli kebun di Ciawi Tali, di perbatasan Desa Karacak dan Desa Cibeber. Sebanyak 11 pohon durian ditebang para tengkulak kayu. Total pendapatan dari penjualan 11 pohon durian mencapai 15 juta.
Keputusan menebang pohon durian ini
sebelumnya dibicarkan dahulu dengan kakak-kakaknya nya dan adiknya yang masih tinggal di desa. Hasil penjualan kayu durian ini digunakan untuk membeli kebun seluas kurang lebih 1 ha berdekatan dengan kebun lumbung yang sudah ada sebelumnya di sana.
Koperasi Pasar Baru Manggis Pada tahun 2006 Mang Udin masuk menjadi anggota Koperasi Unit Usaha Al Ikhsan.
Meski dahulu berdasarkan pengalamannya menimbulkan persepsi
negatif terhadap koperasi namun setelah mendengar penjelasan pengurus Koperasi Unit Usaha ,yang sebagian besar adalah pengajar di sekolah yayasan AL Ikhsan yang berlokasi di Kampung Darma Bakti, akhirnya Mang Udin mendaftarkan diri untuk menjadi anggota koperasi tersebut. Kini pengelolaan kebun manggisnya
32
berada dalam manajemen Pengelolaan Kebun Bersama dalam koperasi. Manfaat yang dirasakan mang Udin menjadi anggota koperasi adalah harga manggis yang ditawarkan koperasi lebih tinggi dibandingkan ke tengkulak. Selain itu adanya pemberian subsidi berupa pemupukan.
Menurut rencana akan dikembangkan
sistem “Dana Talangan Panen”. Dana ini dibagikan (dipinjamkan) kepada para anggota lalu petani membayarnya dengan hasil panen. Pembayaran pinjaman petani berdasarkan hasil pendapatan dari manggis. Jika belum berhasil melunasi dari manggis, maka bisa ditunda untuk tahun berikutnya pelunasan tersebut.
Pertimbangan Memilih Manggis Buah durian yang matang biasanya akan jatuh dari pohonnya dan dapat diambil oleh orang lain. Pemilik pohon seringkali tidak mengetahuinya. Mang Udin mensiasati buah durian yang hilang dengan cara mengikat buah-buah durian agar ketika matang tidak jatuh. Upaya pengikatan juga tidak berhasil karena ikatan yang digunakan dari bambu yang mudah rapuh terkena panas dan hujan. Mang Udin memanen durian perlu perhatian lebih agar hasilnya dapat dinikmati. Selain tahap pemanenan durian yang memerlukan perhatian lebih, dalam tahap penanaman durian relatif tidak dapat bertahan seperti manggis. Petani biasanya setelah penanaman lalu tanaman dibiarkan begitu saja. Kenyataan yang dijumpai Mang Udin seringkali lebih banyak durian yang mati dibandingkan manggis. Manggis dinilainya lebih tahan terhadap kondisi lingkungan. Manggis tidak memerlukan perawatan yang intensif dan dapat bertahan di lapangan dengan adanya gulma hanya saja manggis tidak tahan terhadap kekeringan. Untuk mensiasatinya manggis muda ditanam di bawah pepohonan.
Kasus 2 Kebun Campuran Mang Ibar Biografi Mang Ibar Mang Ibar penduduk asli Desa Karacak yang lahir pada tahun 1944. Meskipun pendidikan Mang Ibar hanya sampai tingkat dasar namun wawasannya
33
luas karena sering ke luar desa untuk mengikuti pelatihan diberbagai daerah pelatihan seputar pertanian dan kehutanan. Mang Ibar memiliki sawah seluas 2500 m2 yang diperolehnya sebagai warisan dari orangtuanya. Sawah Mang Ibar adalah sawah tadah hujan sehingga produksi sawahnya sangat tergantung pada iklim. Sementara itu kebun campuran yang dimilikinya seluas 1,2 hektar yang berada di 4 lokasi.
Kebun terjauh
jaraknya 1 km dari rumah. Sebagian besar kebun yang ada saat ini adalah kebunkebun yang diperolehnya dengan proses jual beli. Hanya kebun di lokasi Gunung Buled adalah kebun warisan orangtuanya. Sejak kecil Mang Ibar selalu membantu orangtuanya baik di sawah dan di kebun. Sepulang sekolah saat siang menjelang sore Mang Ibar mengambil rumput di kebun untuk ternak kambing keluarga. Kehidupan masa kecilnya sangat erat dengan kebun. Saat kebun berbuah dia dan teman-temannya pagi-pagi mencari buah jatuh di kebun untuk di bawa ke sekolahnya. Di sana buah itu diperjualbelikan antar teman. Ketika remaja Mang Ibar juga senantiasa membantu orangtuanya di sawah dan di kebun. Dulu ketika pada tahun 1960-an hingga 1970-an Mang Ibar sering berjualan air tuak. Lalu ketika ada tengkulak datang untuk membeli pohon aren khususnya membeli batang arennya lalu pohon-pohon aren ditebang. Kondisi ini membuat Mang Ibar tidak bisa berjualan air tuak lagi. Kini di usia senjanya Mang Ibar tetap bekerja di kebun. Selain merawat kebunnya sendiri Mang Ibar juga menjadi pemelihara kebun orang lain yang lokasinya dekat rumah. Kondisi kebun yang tidak rapat ini membuatnya mau untuk merawat karena di bawah tegakan yang ada Mang Ibar masih bisa menanam beberapa jenis seperti pisang, kapol, ketela pohon, dan talas belitung. Tanaman ini menjadi bahan baku industri rumah tangga istrinya.
Pengolahan Lahan Kritis Kebun campuran Mang Ibar dahulu kondisinya berupa tanah merah yang tidak ditumbuhi pohon apapun dan tandus. Menurut orangtuanya dahulu sebagian
34
besar di tempat-tempat yang tinggi diusahakan kebun teh pada jaman penjajahan Belanda. Namun saat Belanda kalah dengan sekutu, perkebunan teh tersebut otomatis tidak dipelihara lagi dan akhirnya perkebunan tersebut mati. Lahan bekas perkebunan tersebut menampakkan kondisi lahan yang tandus karena perkebunan teh yang dikelola secara intensif monokultur dan berada di tempattempat yang tinggi tidak mampu menahan erosi tatkala hujan turun. Mang Ibar teringat dahulu setelah kemerdekaan tanah-tanah yang dahulu dikuasai pemerintah Belanda pada tahun 1960-an ditertibkan kepemilikanya. Tanah-tanah merah di Karacakpun ditertibkan kepemilikannya. Mang Ibar masih ingat bahwa di tahun 1960-an penduduk beramai-ramai dengan aparat dari desa dan kecamatan melakukan ngelasir, penelusuran lahan-lahan yang akan ditertibkan kepemilikannya. Beberapa nama diberikan seperti blok Salam, blok Pemandangan, blok Tikur, blok Peundeuy, blok Tepis dan lainnya.
Tahap
berikutnya adalah ngerincik, memberi batas dengan rantai lahan yang dimiliki seseorang. Kebun mang Ibar yang awalnya berupa tanah merah lalu diolah untuk ditanami dengan pepohonan, padi dan palawija. Persiapan lahan menjadi penting karena seringkali saat hujan tiba mana erosi pasti terjadi dan sebagian tanah berpindah ke bagian bawah. membuat petakan-petakan.
Kondisi lahan seperti itu diolah dengan cara Tinggi petakan dan lebar petakan, galengan,
disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Pada bagian tepi galengan ditanami dengan pepohonan untuk menjaga petakan agar tidak runtuh lalu di bagian tengah galengan ditanami dengan padi atau tanaman palawija. Tanaman padi atau palawija ini biasanya dikelola hingga tahun ke-3 karena cahaya matahari sudah mulai berkurang akibat tajuk pohon yang tumbuh dan berkembang.
Pengelolaan Kebun Campuran Mang Ibar Mang Ibar masih mempertahankan berbagai jenis pohon di kebunnya yang terdiri dari jenis manggis, durian, melinjo, petai, jengkol, nangka, rambutan, cempedak, kemang, kuweni, limus, duku, cengkeh, manii, puspa, sengon, aren, pisang dan singkong. Meskipun pohon berukuran besar untuk jenis pohon buah-
35
buahan kurang komersil sudah tidak ada. Namun untuk tingkat anakan hingga pancang tetap dipeliharanya. Hal ini dilakukan karena pertama tidak mengganggu tanaman lain kedua karena kelak nanti tetap akan berguna baik untuk diambil kayunya maupun buahnya. Peristiwa cengkeh juga dialami oleh Mang Ibar sama seperti mang Udin. Pada tahun 1990 ketika BPPC menguasai perdagangan cengkeh lewat Koperasi Unit Desa, harga cengkeh mencapai Rp. 2.000,00 bahkan
mencapai
Rp
1.700,00 per 1 kg cengkeh kering. Padahal pada tahun 1970-an cengkeh harganya mencapai Rp. 10.000,00 setara dengan harga emas. Bagi Mang Ibar hal itu membuat dirinya kesulitan untuk mendapatkan keuntungan bahkan mungkin kerugian.
Tidak seperti buah-buahan, menjual
cengkeh membutuhkan proses yang tidak pendek dan tentunya membutuhkan uang produksi. Dahulu saat akan panen cengkeh, Mang Ibar menyewa buruh tani sebanyak 4 orang untuk pemetikan.
Upah petik Rp.250,00 per kg cengkeh.
Setelah itu cengkeh dipisahkan yang mana untuk proses inipun Mang Ibar menyewa tenaga orang khususnya kaum perempuan. Upah pemipilan, memisahkan cengkeh dari tangkai, sebesar Rp 50,00 per kg cengkeh. Setelah dipisahkan dari tangkainya proses selanjutnya adalah menjemur. Penjemuarn biasanya berlangsung selama 1 minggu hingga cengkeh betul betul kering. Bila kondisi cuaca tidak cerah bisa menyebabkan kualitas cengkeh menjadi tidak bagus dan harganya menjadi lebih murah. Sebelum BPPC terbentuk penjualan cengkeh biasanya dilakukan Mang Ibar ke toko-toko penjual emas. Dari toko-toko emas ini cengkeh-cengkeh disalurkan ke pabrik-pabrik rokok. Ketika ada BPPC yang mengharuskan petani menjual cengkehnya ke KUD, para petani lebih memilih untuk tetap menjual cengkeh ke toko-toko emas. Menjual cengkeh ke BPPC dinilai menyulitkan dan menambah merugian belakan. Selain harus membawa surat pengantar dari desa saat menjual cengkeh, ketika menjualpun dilakukan penyaringan.
Sehingga ada bagian
cengkeh yang tidka bisa diterima BPPC dan kembali dibawa pulang. Selain itu BPPC juga terkadang membeli cengkeh petani dengan sistem kredit. Hal ini
36
artinya petani terkadang tidak sepenuhnya menerima hasil penjualan saat menjual cengkeh. Inilah membuat petani menjadi enggan untuk mengusahakan cengkeh. Kondisi pemasaran cengkeh yang dikendalikan oleh BPPC ini yang menentukan harga cengkeh murah, membuat Mang Ibar enggan untuk tetap mengusahakan cengkehnya.
Meskipun cengkeh berbuah yang masih bisa
mencapai 50 kg per pohon dibiarkan tidak dipetik hingga buah berserakan di lantai. Tidak ada seorangpun yang mencoba untuk mengumpulkan cengkeh jatuh ini. Padahal dahulu ketika harga cengkeh tinggi, terkadang orang berebutan untuk mengambil cengkeh yang jatuh. Cengkeh-cengkeh jatuh ini masih mempunyai harga ketika dijual namun harganya pasti lebih murah dari cengkeh-cengkeh yang dipetik. Meskipun malam hari pengumpulan cengkeh yang jatuh tetap dilakukan bukan hanya oleh anak-anak terkadang orangtua juga ada yang memunguti cengkeh jatuh. Akhirnya cengkeh-cengkeh ini ditebang dan diganti dengan jenis manggis, durian dan melinjo. Peristiwa cengkeh ini masih membekas di hati Mang Ibar.
Ketika ada
program peremajaan cengkeh pada tahun 1995-1996 dimana bibit-bibit cengkeh disedikan, Mang Ibar tidak tertarik begitu pula petani lainnya. Untungnya petani tidak monokultur sehingga ketika harga cengkeh turun petani masih bisa bertahan dengan jenis lain yang masih ada. Karena cengkeh sudah tidak diminati lagi Mang Ibar beralih perhatian tentang jenis
manggis.
Lalu manggis ditanam
dikebunnnya. Namun demikian Mang Ibar tetap mempertahankan jenis lainnya seperti durian, petai, jengkol,
cempedak, dan duku serta buah-buahan yang
kurang komersil seperti kuweni, limus, kecapi, kemang, nangka dan rambutan juga dipertahankan. Kebun campuran Mang Ibar yang terdiri dari berbagai jenis komersil ini pernah digadaikan kepada orang lain karena saat itu Mang Ibar memerlukan uang tunai untuk keperluan sekolah anaknya. Beberapa jenis pohon yang digadaikan adalah durian, manggis, cempedak, petai, jengkol dan melinjo. Sistem gadai kebun yang disepakati Mang Ibar dan yang meminjamkan uang bahwa selama Mang Ibar belum mengembalikan pinjamannya maka hasil dari pohon yang digadaikan menjadi milik yang meminjamkan uang.
37
Kesepakatan lain yang penting bahwa yang meminjamkan uang dilarang untuk menebang pohon apapun kecuali sesuai kesepakatan gadai termasuk pohon-pohon penghasil kayu seperti manii dan puspa.
Penebangan Pepohonan Dalam Kebun Mang Ibar juga pernah melakukan penebangan beberapa jenis pohon yang letaknya berdekatan dengan manggis seperti kemang, durian, picung, jengkol. Pohon durian ditebang karena tumbang terkena angin puting beliung yang terjadi pada tahun 2006. Selain itu durian juga ditebang juga terkena petir dan sudah tidak produktif karena rantingnya sudah berkurang. Ada satu hal yang membuat Mang Ibar khawatir akan keberlanjutan pohon manii. Selama ini manii beregenerasi secara alami. Pohon ditebang lalu tunas akan muncul lagi selain regenerasi bisa melalui biji yang jatuh. Namun saat ini manii ditebang pada bagian yang hampir mendekati permukaan tanah. Sehingga tunas yang muncul rentan terinjak dan menjadi mati. Selain itu daun manii juga sering diambil untuk dijadikan pakan ternak kambing atau domba. Pengambilan daun manii ini juga mengancam kesetimbangan manii untuk beregenerasi secara alami dengan biji.
Pengelolaan Kebun untuk Lahan Garapan Mang Ibar selain mengelola kebunnya sendiri, dia juga menggarap kebun orang lain yang lokasinya dekat dengan rumah. Pemilik kebun seluas 2500 m2 tersebut adalah Pak Rosidin, penduduk luar desa. Pada awalnya Mang Ibar hanya diminta untuk mengawai kebun tersebut namun kemudian Mang Ibar memanfaatkan lahan di bawah kebun dengan berbagai jenis tanaman pertanian. Kebun milik Pak Rosidin itu ditumbuhi dengan pohon manggis, durian, petai dan melinjo. Kondisi kebun yang relatif kurang rapat memberikan peluang untuk memanfaatkan lahan di bawah kebun. Mang Ibar menanam pisang, singkong, kapol, talas belitung, sereh, cabai, kencur dan jahe. Pisang, singkong dan talas belitung menjadi sumber bahan baku industri rumah tangga yang
38
dikelola istrinya. Sementara jenis kapol belum satu tahun dikembangkan. Mang Ibar tertarik dengan jenis kapol karena di pasar tingkat kecamatan kapol diperdagangkan. Pak Rosidin biasanya menjenguk kebunnya paling tidak dalam 1 tahun sekali terutama saat pohon buah-buahan di kebunnya berbuah. Hubungan antara penggarap kebun dan pemilik kebun ini saling menguntungkan. Pemilik kebun merasa aman terhadap kebunnya karena diawasi oleh orang yang dipercayai sementara penggarap kebun dapat memperoleh hasil kebun atau tambahan pendapatan dari kebun orang lain melalui pemanfaatan lahan bawah kebun.
Kasus 3 Kebun Campuran Mang Urya Biografi Mang Urya Mang Urya berumur 42 tahun lahir di Karacak pada tahun 1965. Orangtuanya adalah penduduk asli Karacak. Mang Urya adalah anak kelima dari 7 bersaudara. Orangtua Mang Urya seperti petani lainnya memiliki sawah dan kebun campuran. Mang Urya biasa membantu orangtuanya mengambil rumput untuk ternak kambingnya ketika pulang sekolah. Selain itu Mang Urya juga membantu bekerja di sawah atau di kebun ketika liburan sekolah tiba. Mang Urya mempunyai keinginan untuk dapat menuntut ilmu setinggitingginya. Namun Mang Urya tidak dapat melanjutkan sekolahnya hingga ke SMA. Hal itu karena ia tidak lulus ujian masuk ke sekolah pertanian. Akhirnya Mang Urya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya dan berusaha untuk menekuni pekerjaan di sawah dan di kebun membantu orangtuanya. Orangtuanya sendiri mengingatkan bahwa pekerjaan apapun jika ditekuni dengan baik akan membawa keberhasilan. Kebun dan sawah yang dimiliki Mang Urya merupakan aset produksi keluarga.
Sawahnya seluas 0,5 ha setiap tahun selalu ditanami padi untuk
menghasilkan padi yang dikonsumsi keluarganya. Kebunnya seluas 0,47 ha juga
39
ditumbuhi dengan berbagai jenis pohon dan seperti yang lainnya kebun Mang Urya juga didominasi dengan jenis manggis. Sawah dan kebun Mang Urya ini merupakan warisan dari kedua orangtuanya. Sawah dan kebunnya inilah menjadi sumber penghidupan keluarga Mang Urya yang terdiri atas istri dan kedua anaknya.
Pengelolaan Kebun Mang Urya Jenis-jenis pohon yang sudah produksi di kebun Mang Urya saat ini antara lain manggis, melinjo, durian, petai, cempedak, dan jengkol. Selain itu jenis lainnya yang masih kecil seperti kemang, limus, kuweni, manii, puspa dan duku tetap dipeliharanya. Anggapan Mang Urya jika buah dari pepohonan yang kurang komersil ini tidak laku di pasaran namun kayunya dapat digunakan baik untuk kebutuhan keluarga suatu saat nanti. Pembangunan kebun campuran Mang Urya sebagai kebun warisan orangtuanya telah dilakukan orangtuanya sejak dahulu. Mang Urya terkadang ikut menanam pohon seperti manggis dan durian. Kebun orangtua Mang Urya juga dulu sempat ditanami dengan jenis cengkeh namun tatkala harga cengkleh turun pada tahun 1990-an maka orangtua Mang Urya tidak menanam cengkeh lagi. Perhatian mereka beralih ke jenis manggis sama seperti petani lainnya. Pengelolaan kebun campuran Mang Urya saat ini cenderung intensif dibandingkan orangtuanya. Pemupukan diberikan pada jenis tanaman manggis dengan pembuatan rorakan, parit di sekeliling tanaman, sebagai tempat pemberian pupuk. Pupuk yang diberikan berupa pupuk organik hasil merumput, serasah daun kering. Mang Urya yang menjadi anggota koperasi termasuk petani muda yang aktif di kelompok tani atau pupuk anorganik yang diperolehnya sebagai hak anggota koperasi di desa. Sistem Pewarisan Kebun Orangtua Mang Urya, Pak Rojali, meninggal dunia pada tahun 2000. Sawah, kebun dan rumahnya lalu menjadi harta warisan yang dibagi-bagikan kepada anak-anaknya sebagai ahli waris.
40
Mang Urya sebenarnya bukan anak pertama akan tetapi dia adalah anak lakilaki pertama. Mang Urya sebagai anak laki-laki pertama dan anak yang sering membantu orangtua bekerja di sawah dan di kebun dipercaya oleh saudarasaudaranya untuk mengatur pembagian warisan Pak Rojali. . Mang Urya membagi warisan baik sawah dan kebun dengan menerapkan hukum Islam meski hukum tersebut tidak dipedomani oleh seluruh penduduk lokal. Aturan dalam pembagian warisan yang dirujuk adalah laki-laki mendapat warisan 2 kali dari warisan yang diperoleh perempuan. Pembagian warisan sawah realtif mudah namun berbeda dengan pembagian warisan kebun. Pembagian warisan kebun relatif rumit karena kebun bukan hanya tanah saja namun di dalamnya terdapat pohon-pohon buah-buahan yang sudah produktif. Untuk luas tanah kebun warisan yang diterima anak laki-laki 2 kali dari luas tanah kebun perempuan. Sementara untuk pohon buah yang sudah produktif seperti durian, manggis, cempedak, melinjo dan duku dibagi rata di antara laki-laki dan perempuan dengan mempertimbangkan nilai pohon tersebut. Batas kepemilikan kebun yang digunakan adalah parit-parit kecil dengan tujuan batas tersebut relatif lebih permanen dibandingkan dengan pohon yang suatu saat bisa saja ditebang. Fenomena pembagian warisan berupa pohon terlihat agak rumit. Tatkala pohon Mang Urya ada di kebun adiknya Yudi. Solusi yang diambil Mang Urya menjual pohon tersebut kepada adiknya Yudi atau jika ada pohon Yudi di Kebun Mang Urya maka pohon tersebut ditukar disesuaikan dengan nilai pohon itu sendiri.
Liliuran Sebagai Modal Sosial Mang Urya menjadi salah satu anggota liliuran yang ada di desanya. Anggota liliurannya sejumlah 12 orang. Semua anggota liliuran biasanya setiap hari Selasa dan Sabtu mulai pada pagi hari hingga siang hari bekerja sesuai jadwalnya. Liliuran ini dilakukan secara bergiliran baik di sawah maupun di kebun yang dikelola oleh salah satu anggota yang mendapatkan giliran. Mang Urya dalam kelompok liliurannya senantiasa bertukar pikiran dengan anggota lain.
Hal ini menunjukkan bahwa liliuran selain sebagai wadah
41
bekerjasama juga sebagai wadah diskusi atau wadah transfer informasi. Proses berdiskusi biasanya dilakukan saat-saat isntirhat. Praktek pelaksaaan liliuran Mang Urya pernah tidak dapat bekerjasama dalam liliuran karena ada alasan aggota Mang Namun pada saat dia ikut dalam liuran kemudian ada suatu urusan yang mendesak sehingga dia tidak bisa hadir maka dia wajib untuk mencari orang lain “ badal “ menggantikan posisinya dalam liuran tersebut. Biasanya orang tersebut menyewa seorang buruh tani.
42