PROFIL EKHOKARDIOGRAFI MOTION-MODE ANJING KAMPUNG PADA PEMBERIAN KOMBINASI OBAT BIUS XYLAZINE-KETAMINE DAN ZOLAZEPAM-TILETAMINE
OLEH Rr. SOESATYORATIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Rr. Soesatyoratih NRP: B351070051
ABSTRACT The purpose of this study is to determine the effect of xylazine-ketamine and zolazepam-tiletamine anaesthetic combination in Indonesian mongrel dog heart using M-mode echocardiography. The study was to conduct in five young female dogs with age of 10±2 months, and weight 10±2.5 kg. Examination were performed to dogs in conscious state or after receiving anaesthesi combination intra muscular. The instrument used in this study were ultrasound device (Sonoscope SSI-1000) and convex type transduser with small footprint scanner of 3-7.5 MHz frequency with animal′s position in right lateral recumbency for short axis view. Eleven parameter of M-mode echocardiography measured were, interventricular septum (IVS), left ventricular internal dimension (LVID), left ventricular wall (LVW) at end-diastole (d) and end- systole (s), stroke volume (SV), cardiac output (CO), ejection time (ET), fractional shortening (FS) and heart rate( HR ). From this study, we found that anaesthetie combination of xylazine-ketamineand causes reduction of parameter HR, LVWd and LVWs, SV, CO, and increation of parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS, but the opposite combination of ZT causes increation of HR, LVWd and LVWs, SV, CO, and reduction on parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS. The result showed that the combination of xylazine-ketamineand injection have lower values at parameter HR, LVW, SV, and CO (P < 0,05), and higher values at parameter LVID, ET and FS (P < 0,05) and combination of zolazepam-tiletamine injection have higher values at parameter HR, LVWDd and LVWS, SV, CO (P < 0,05), and lower values at parameter LVIDd and LVIDs, ET and FS (P < 0,05) Keyword :M-mode echocardiography, Xylazine-Ketamine, Zolazepam-Tiletamine
RINGKASAN
Rr. Soesatyoratih. Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine Dibimbing oleh R. Harry Soehartono dan Deni Noviana Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap kerja jantung melalui teknik pengamatan ekhokardiografi M-mode pada anjing kampung (Canis lupus familiaris). Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ekor anjing kampung betina berumur 10+2 bulan dengan berat badan 10+2,5 kg. Bahan dan alat yang digunakan adalah obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine, termometer, tensimeter, stetoskop, alat cukur rambut, alat EKG, alat USG dengan fasilitas tambahan monitoring EKG, dan transduser atau probe dengan frekuensi 3,7-5 MHz tipe convex. Pemeriksaan dilakukan terhadap semua anjing yang diawali dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan elektrokardiografi. Pemeriksaan nilai awal ekhokardiografi (USG jantung) dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan klinis, tekanan darah dan rekaman listrik jantung berada dalam kisaran normal. Pengamatan dilakukan pada kelima ekor anjing dalam keadaan sadar dan tenang. Pada pemeriksaan ekhokardiografi hewan dalam keadaan sadar ditidurkan di atas tempat berbaring khusus dengan posisi right lateral recumbancy dan posisi transduser right parasternal (RPS) short axis view. Untuk membantu pengamatan ekhokardiografi M-mode, diperlukan juga tampilan elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Transduser diposisikan setelah detak jantung terpalpasi antara intercostae 4-6 dan antara sternum dan costo-condral junction. Posisi transduser short-axis view dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode dan M-mode. Sebelas parameter ekhokardiografi M-mode yang diukur adalah interventricular septum (IVS), left ventricular internal dimension (LVID), left ventricular wall (LVW) pada enddiastole (d) dan end-systole (s), stroke volume (SV), cardiac output (CO), ejection time (ET), fractional shortening (FS) dan heart rate (HR). Setelah dinyatakan sehat secara umum dan sehat jantung, kemudian hewan diberi perlakuan penyuntikkan kombinasi obat bius xylazine dengan dosis 2,2 mg/kg bb dan ketamine dengan dosis 11 mg/kg bb secara intra muscular dan dilakukan pengamatan ekhokardiografi M-mode dengan dibantu tampilan elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Pengukuran parameter HR, IVSd, IVSs, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs, CO, ET, dan FS dilakukan setiap 10 menit sampai pengamatan 60 menit, dan setiap pengamatan dilakukan tiga kali pengulangan penghitungan dan data tersimpan pada komputer USG. Anjing diistirahatkan selama satu minggu untuk menghilangkan efek dari pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine. Minggu berikutnya anjing yang sama diberi perlakuan penyuntikkan kombinasi obat bius zolazepamtiletamine dengan dosis 25 mg/kg bb secara intra muscular dan dilakukan pengamatan dan pengukuran parameter ekhokardiografi yang sama dengan perlakuan sebelumnya. Semua perlakuan ini dilakukan pada kelima ekor anjing.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi xylazine-ketamine akan menurunkan nilai HR, LVWd, dan LVWs, SV, CO (P<0,05) lima menit setelah penyuntikan dan tetap bertahan sampai 30 menit. Pada periode yang sama kombinasi xylazine-ketamine akan meningkatkan nilai LVIDd dan LVIDs, ET dan FS (P<0,05). Sebaliknya kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan nilai HR, LVWd, dan LVWs, SV dan CO dimulai 5 menit setelah injeksi dan tetap tinggi setelah 20 menit injeksi (P<0,05), sedangkan pada waktu yang sama kombinasi zolazepam-tiletamine akan menurunkan nilai LVIDd dan LVIDs, ET dan FS(P<0,05). Dari hasil seluruh pengamatan dapat dilihat xylazine yang termasuk pada golongan alpha-2 adrenoreceptor mempunyai efek mendepres sistem kardiovaskular melalui penekanannya pada sistem saraf simpatis, sedangkan ketamine mempunyai efek menstimulasi sistem saraf simpatis. Jika dikombinasikan dengan alpha-2 agonis seperti xylazine maka akan terjadi penurunkan efek dari ketamine. Dampak dari pemberian kombinasi xylazineketamine adalah terjadinya penurunan frekuensi jantung, peningkatan dari dimensi internal ruang ventrikel jantung yang akan diikuti oleh peningkatan dari stroke volume. Penurunan frekuensi jantung yang diikuti oleh peningkatan stroke volume akan berakhir pada terjadinya penurunan dari cardiac output. Kebalikan dengan efek kombinasi xylazine-ketamine, kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan dimensi internal ruang ventrikel jantung yang diikuti oleh penurunan dari stroke volume. Peningkatan frekuensi jantung yang disertai oleh penurunan dari stroke volume akibat dari pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan cardiac output. Cardiac output menjadi sangat penting karena cardiac output bertanggung jawab terhadap transportasi darah (oksigen dan nutrien) untuk menyuplai kebutuhan jaringan tubuh selama berjalannya operasi. Walaupun kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan cardiac output tapi harus tetap berhati-hati karena pemberian kombinasi ini dapat meningkatkan frekuensi jantung sampai dua kali lipat dari frekuensi jantung normal. Dari penelitian ini terlihat bahwa injeksi kombinasi xylazine-ketamine akan menekan sistem kardiovaskular, sebaliknya injeksi kombinasi zolazepamtiletamine akan menstimulasi sistem kardiovaskular Dengan melihat efek dari kombinasi xylazine-ketamine dan zolazepamtiletamine pada sistem kardiovaskular maka penggunaan kombinasi obat bius ini sebaiknya dihindari pada pasien yang menderita penyakit pada sistem kardiovaskular. Pembiusan menggunakan kombinasi xylazine-ketamine sebaiknya dihindari pada pasien yang menderita penyakit pada sistem kardiovaskular seperti kebocoran katub atrio ventrikel dan dilatation cardiomyopathy, sedangkan penggunaan kombinasi obat bius zolazepam-tiletamine sebaiknya tidak diberikan pada pasien penderita penyakit jantung hypertrophy cardiomiopathy
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PROFIL EKHOKARDIOGRAFI MOTION-MODE ANJING KAMPUNG PADA PEMBERIAN KOMBINASI OBAT BIUS XYLAZINE-KETAMINE DAN ZOLAZEPAM-TILETAMINE
OLEH Rr. SOESATYORATIH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar : Prof. Dr. Drh. Agik Suprayogi, MSc.Agr
Judul Tesis
: Profil Ekhokardiografi M-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius XylazineKetamine dan Zolazepam-Tiletamine
Nama
: Rr. Soesatyoratih
NRP
: B351070051
Program Studi
: Ilmu Biomedis Hewan (IBH)
Menyetujui Komisi Pembimbing
Drh. R. Harry Soehartono, MAppSc., Ph.D
Drh. Deni Noviana Ph.D
Ketua
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana-IPB
Drh. H. Agus Setiyono, MS., Ph.D., APVet
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 16 Juni 2011
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 10 Juli 1960 dari ayah R. Soetoyo Poerbojopoetro dan ibu Rr. Soelasmi. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Tamat Sekolah Dasar Blok S Pagi I Jakarta tahun 1973, penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama LXXXV Jakarta tamat tahun 1976. Pendidikan Lanjutan Atas diselesaikan tahun 1980 di SMAN VI
Jakarta.
Pendidikan sarjana ditempuh penulis di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1984. Tahun 1986, penulis lulus sebagai Dokter Hewan.
Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
pada Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Bagian Bedah Radiologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat hidayah-Nyalah sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 ini ialah Profil jantung dengan judul “ Profil Ekhokardiografi Motion-mode Anjing Kampung pada Pemberian Kombinasi Obat Bius Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine “ telah berhasil penulis selesaikan.
Tesis ini diajukan
dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi Magister Sains pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat drh. H. Agus Setiyono, MS, PhD., APVet sebagai Ketua Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, drh.R.Harry Soehartono,M.App.Sc., Ph.D sebagai ketua komisi pembimbing, dan drh. Deni Noviana, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, masukkan dan perhatian yang diberikan selama penelitian ini berjalan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada drh. Siti Zaenab sebagai pemilik Klinik Hewan My Vets yang telah membantu penulis dengan mengizinkan menggunakan fasilitas klinik seperti alat ultrasonografi, tensimeter, dan lain-lain sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik, ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Karindo Alkestron yang
telah
membantu peminjaman alat ultrasonografi untuk kelancaran
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Drs.Wisnanto, MSc dan anak-anakku tersayang Widyo Utomo dan Satryo Utomo atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011 Rr.Soesatyoratih
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................... DAFTAR GAMBAR........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
Halaman iii iv v
RIWAYAT HIDUP
PENDAHULUAN............................................................................... Latar Belakang..................................................................................... Tujuan Penelitian................................................................................. Manfaat Penelitian...............................................................................
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... Klasifikasi Anjing............................................................................... Kondisi Kesehatan Anjing.................................................................. Konduksi Listrik Jantung.................................................................... Dinamika Jantung................................................................................ Electrocardiography............................................................................ Echocardiography............................................................................... Rigth Parasternal View (RPS) ........................................................... Left Apical View (LAp) .................................................................... Left Parasternal View (LPS) ............................................................. Suprasternal dan Subcostal View ...................................................... Xylazine............................................................................................. Farmakologi....................................................................................... Farmakokinetik.................................................................................. Ketamine HCl.................................................................................... Farmakologi....................................................................................... Farmakokinetik.................................................................................. Zolazepam-Tiletamine....................................................................... Farmakologi....................................................................................... Farmakokinetik...................................................................................
4 4 4 10 11 13 14 15 18 18 19 21 22 24 25 25 27 27 27 29
METODE PENELITIAN................................................................. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................. Bahan dan Alat.................................................................................... Metode Penelitian............................................................................... Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah............................................. Pemeriksaan Elektrokardiografi.......................................................... Pemeriksaan Awal Ekhokardiografi.................................................... Pembiusan dan Pemeriksaan Ekhokardiografi................................... Analisa Data........................................................................................
31 31 31 31 31 32 33 34 38
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... Pemeriksaan Fisik dan Jantung............................................................. Pengamatan Parameter M-mode Echocardiography............................ Heart Rate (HR) .................................................................................. Left Ventricular posterior Wall thickness at end-diastole (LVWd)..... Left Ventricular posterior Wall thickness at end-systole (LVWs)....... Left Ventricular Internal Dimension at end-diastole (LVIDd)............. Left Ventricular Internal Dimension end-systole (LVIDs).................. Interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd)...................... Interventricular septal thickness at end-systole (IVSs)....................... Stroke volume (SV) ............................................................................ Cardiac Output (CO) ........................................................................... Ejection time (ET) ............................................................................... Fractional shortening (FS) ...................................................................
39 39 39 39 42 42 44 44 47 47 49 51 53 55
KESIMPULAN...................................................................................
58
SARAN.................................................................................. ..............
58
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
59
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................
60
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4.
Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi Fase Siklus Jantung Nilai normal parameter M-mode echocardiography anjing Rata-rata suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi jantung, tekanan darah dan EKG Tabel 5. Pengamatan frekuensi jantung anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 6. Pengamatan ketebalan dinding ventrikel kiri anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 7. Pengamatan LVIDd dan LVIDsf anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 8. Pengamatan ketebalan dinding septa intra ventrikel anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 9. Pengamatan stroke volume anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 10. Pengamatan cardiac output anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 11. Pengamatan ejection time anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine Tabel 12. Pengamatan fractional shortening anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine
Halaman 5 107 35 36 36
39 40
43 45 47 49 51
DAFTAR GAMBAR Halaman Anatomi Jantung Anjing 6 Siklus Jantung 13 Elektrokardiogram 14 Ekhokardigrafi orientasi dan anatomi 15 Rigth parasternal long axis-view 17 Rigth parasternal short axis-view 17 Rigth parasternal (RPS) short axis-view 18 M-mode pada Left Ventricel (LV) level 18 Left apical view 19 Left parasternal short axis view 20 Left parasternal long axis view 21 Efek utama yang dimediasi oleh alfa dan beta adrenoceptor 22 Pembentukan dan pelepasan norepinephrine pada saraf adrenergic 23 Gambar 14. Skema diagram dari benzodiazepin-GABA-kompleks kanal klorida GABA=γ-aminobutyric acid 29 Gambar 15. Posisi pemasangan cuff pada kaki depan 32 Gambar 16. Tensimeter 32 Gambar 17. Posisi berbaring hewan left lateral recumbancy dan posisi pemasangan lead 33 Gambar 18. Alat elektrokardiografi 33 Gambar 19. Posisi tidur hewan right lateral recumbancy dan posisi tranduser right parasternal short axis view 37 Gambar 20. Alat ultrasonografi 37 Gambar 21. Cara menghitung parameter pada ekhokardiografi M-mode 37 Gambar 22. Pengamatan Frekuensi Jantung Anjing setelah Perlakuan Pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Teletamine 40 Gambar 23. Pengamatan ketebalan dinding ventikel kiri anjing pada saat diastol (Gambar. a) dan sistol (Gambar. b) setelah perlakuan pemberian xylazine- ketamine dan zolazepam-tiletamine 43 Gambar 24a. Pengamatan LVIDd anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine 45 Gambar 24b. Pengamatan LVIDs anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine 46 Gambar 25. Pengamatan IVSd dan IVSs anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine -ketamine dan zolazepam- tiletamine 48 Gambar 26. Pengamatan Stroke Volume (SV) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 49 Gambar 27. Pengamatan Cardiac Output (CO) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 51 Gambar 28. Pengamatan Ejection Time anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 54 Gambar 29. Pengamatan Fractional Shortening (FS) anjing setelah pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine 55 Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. RAL in TiME HR......................................................... Lampiran 2. RAL in TiME LVWd................................................... Lampiran 3. RAL in TiME LVWs................................................... Lampiran 4. RAL in TiME LVIDd................................................. Lampiran 5. RAL in TiME LVIDs.................................................. Lampiran 6. RAL in TiME IVSd..................................................... Lampiran 7. RAL in TiME IVSs..................................................... Lampiran 8. RAL in TiME SV........................................................ Lampiran 9. RAL in TiME CO........................................................ Lampiran 10. RAL in TiME ET...................................................... Lampiran 11. RAL in TiME FS....................................................... Lampiran 12. Fase Siklus Jantung....................................................
63 67 71 75 79 83 87 91 95 99 103 107
PENDAHULUAN
Latar Belakang Anjing merupakan
jenis hewan kesayangan yang digemari dan
dipelihara karena lucu dan pandai. Anjing juga
sebagai hewan penjaga
rumah, berburu, bahkan di kepolisian digunakan sebagai anjing pelacak. Dari sekian banyak ras anjing, masyarakat banyak memelihara anjing kampung (Canis lupus familiaris). Anjing mempunyai pesona tersendiri karena lucu dan cerdik serta mempunyai arti penting dalam hal penelitian, maka kesehatan hewan menjadi perhatian pemilik anjing dan dokter hewan. Populasi anjing kampung (Canis lupus familiaris)
banyak dan
mudah didapat, serta memiliki daya adaptasi yang baik dengan kemampuan reproduksi yang cukup tinggi. Berbagai penyakit dapat menyerang anjing, ada penyakit yang harus ditangani dengan tindakan bedah ataupun tindakan bedah yang bersifat pengendalian reproduksi seperti ovariohisterektomi dan kastrasi (Trisoli dan Gouletsou 2011). Untuk melakukan tindakan pembedahan, hewan harus dianastesi terlebih dahulu. Banyak jenis obat bius yang dapat digunakan namun mempunyai
berbagai
mempengaruhi
efek
samping.
Efek
dari
obat
bius
dapat
otak, otot, sistem respirasi dan sistem kardiovaskular.
Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang paling terpengaruh oleh pemberian anastetikum (Narbutas dan Lekas 2002). Fungsi jantung terutama ventrikel kiri memompakan darah keseluruh tubuh untuk memasok oksigen dan zat nutrisi ke jaringan tubuh (Egner, Carr dan Brown 2007) sehingga jika jantung terpengaruh karena pemberian obat bius maka akan mempengaruhi jaringan tubuh yang lain. Dengan mengetahui efek obat bius terhadap jantung akan lebih mudah memilih obat bius yang cocok untuk individu anjing. Selain organ jantung organ paru juga akan terpengaruh karena pemberian obat bius ini. Obat bius yang sering dipergunakan dalam dunia kedokteran hewan adalah kombinasi obat bius
xylazine-ketamine
dan zolazepam-tiletamine (Charmin dan Jianguo 2010, Pertiwi 2004). Selain
1
alasan tersebut pemilihan kombinasi obat bius xylazine-ketamine zolazepam-tiletamine
dan
dalam penelitian ini karena kombinasi obat bius
xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine
sering digunakan di tempat
praktek dokter hewan untuk membius kucing dan anjing, aplikasinya mudah, murah dan merupakan sediaan short acting anestesi. Dalam kedokteran hewan teknik ultrasonografi sudah banyak digunakan untuk diagnosa kebuntingan, melihat kelainan jaringan pada organ tubuh seperti hati, ginjal, limpa, dan lain-lain. Ultasonografi jantung atau ekhokardiografi merupakan salah satu teknik non invasif yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit pada jantung seperti kebocoran katup jantung, kelainan pada otot jantung seperti hipertrofi otot jantung maupun dilatasi dari lumen ventrikel jantung (Nakatani dan Beppu 1992). Walaupun penelitian terhadap jantung dengan menggunakan teknik ekhokardiografi M-mode sudah banyak dilakukan (Kitahata et a.l 1999), pengamatan dinamika jantung dengan kombinasi obat bius belum dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh obat bius terhadap profil atau dinamika jantung melalui teknik ekhokardiografi M-mode pada anjing lokal (Canis lupus familiaris).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine terhadap profil atau dinamika jantung melalui teknik pengamatan ekhokardiografi M-mode
pada anjing kampung (Canis lupus familiaris).
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepamtiletamine terhadap profil atau dinamika jantung serta pemilihan kombinasi obat bius yang tepat dalam melakukan tindakan pembiusan selama operasi terutama pada pasien yang mengalami kelainan jantung.
2
Hipotesa 1. Ada perbedaan dinamika jantung disebabkan oleh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine.
2.
Tidak ada perbedaan dinamika jantung disebabkan oleh pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Anjing Anjing termasuk hewan mamalia pemakan daging atau karnivora. Anjing mengalami domestikasi dari serigala sejak 1500 tahun yang lalu. Taksonomi anjing menurut Linnaeus (1778) dalam Anonim (2009) : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Ordo
: Canidae
Genus
: Canis
Spesies
: Canis lupus
Subspesies
: Canis lupus familiaris
Kondisi Kesehatan Anjing Kondisi kesehatan anjing secara umum dapat dilihat
dari
pemeriksaan fisik hewan baik secara inspeksi, palpasi maupun auskultasi. Pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan darah, urin, feses, elektrokardiografi (Bove 2010), radiografi (Guglielmini et al 2009) maupun ultrasonografi (Cutwell et al 2011). Theresa (2002) menyatakan anjing yang sehat terlihat mata dan anus bersih, respirasi tenang dan teratur, bulu halus bercahaya dan bersih, kulit kering dan lembut, kelenjar getah bening tidak ada pembengkakan dan simetris, hidung sedikit basah dan kering, pulsus teratur, gigi putih tanpa plak dan gusi berwarna merah muda dan cerah. Menurut Tiley dan Smith (1997) suhu tubuh normal anjing 37,8– 39,50C, frekuensi pernafasan normal 20-30 per menit dan detak jantung normal 120-140 per menit. Meyer (1992) memberikan gambaran darah normal anjing dewasa adalah Red Blood Cell (5,5–8,5) x 106/Ul, Hemoglobin (12–18) g/dL, Packed Cell Volume (37–55) %, Mean Cell Volume (60–72) fL, Mean Cell Hemoglobin Cell (31–37) g/dL, Red Distribution Width (12–16)%, White
4
Blood Cell (5,5–16,9) x 103/uL, Band neutrophils (0,0–0,299)x 103/uL, Segmented neutrophils (3,0-12,0) x 103/uL, Lymphocytes (1,0–4,9) x 103/uL, Monocytes (0,1–1,4) x103/uL, Eosinophil (0,1–0,49) x 103/uL, Platelets (175–500) x 103/uL, Basofil jarang. American
Society of Anesthesiologist (ASA) mengklasifikasikan
status pasien pada prosedur anastesi (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi Kategori
Kondisi fisik
Contoh kondisi klinis
Klas I Resiko minimal
Hewan normal (sehat klinis) Tidak ada penyakit
Ovariohisterektomi, kastrasi, operasi declawing, radiografi hipdisplasia
Klas II Risiko ringan, ada penyakit ringan
Hewan dengan gangguan atau penyakit sistemik ringan, ada kemampuan kompensator, tidak ada gejala klinis penyakit.
Hewan neonatal atau geriatrik, obesitas, tumor kulit, hernia tanpa komplikasi, criptorchid, fraktura tanpa shock, diabetes ringan, penyakit jantung dengan kompensator, infeksi lokal, infeksi cacing jantung ringan.
Klas III Resiko sedang, ada penyakit yang pasti
Hewan dengan gangguan atau penyakit sistemik sedang terdapat gejala klinis ringan.
Anemia, anoreksia, dehidrasi sedang penyakit ginjal ringan, murmur ringan jantung atau penyakit jantung, demam, hipovolemia sedang.
Klas IV Resiko tinggi, sangat berbahaya karena penyakit
Hewan dengan penyakit sistemik berat tetapi dapat menjalani pengobatan atau gangguan alami yang berat
Dehidrasi berat, shock, uremia, toksemia, demam tinggi, anemia, penyakit jantung tidak terkompensasi, diabetes, gangguan ginjal dan pulmonum, serta kekurusan.
Klas V Resiko sangat berat atau parah
Pasien parah hampir mati, dengan atau tanpa operasi tidak ada harapan hidup dalam 24 jam.
Penyakit jantung, ginjal, hati, paru-paru, atau endokrin yang lanjut; shock berat dengan disertai dehidrasi berat, luka kepala yang parah, trauma berat, emboli pulmonum, dan tumor maligan stadium akhir. Suber: Lumb dan Jones,1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead, 2003
Dari tabel 1, kriteria hewan yang digunakan pada penelitian ini termasuk pada kategori klas I.
5
Kondisi kesehatan anjing khususnya jantung harus ditunjang pula oleh pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), Radiografi toraks dan Ekhokardiografi (USG jantung).
Elektrokardiografi berguna mengetahui
kelainan irama dan otot jantung, pengaruh obat jantung, deteksi ada gangguan elektrolit dan memperkirakan ada pembesaran jantung (Gravahan 2003),
selanjutnya radiografi toraks dilakukan bila ada keluhan seperti
kardiopulmonari, dispnoe, takhipnoe, batuk, dan abnormalitas suara paru atau jantung. Radiografi toraks juga digunakan untuk mengetahui ukuran jantung hewan (Gravahan 2003). Ekhokardiografi pada pencitraan M-mode digunakan untuk melihat empat ruang jantung, denyut dan ritme jantung, evaluasi gerakan dinding ventrikel dan interventricular septum, mengukur ketebalan dinding dari tiap ruang saat sistol dan diastol (Cutwell, Bonagura dan Schober 2011), struktur dan fungsi katup atrioventrikular (Carlsson et al 2009), chordae tendineae dan otot pappilari, juga ketebalan dari epikardium/perikardium dan melihat ada cairan atau massa di ruang perikardium (Barr 1990). Cairan tubuh adalah konduktor yang baik, maka aktivitas kelistrikan jantung dideteksi dari permukaan tubuh dan dimonitor dengan alat yang disebut elektrokadiograf. Elektrokardiograf membuat rekaman grafik yang disebut elektrokardiogram. Elektrokardiograf merupakan alat yang sangat umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung (Becker 2006). Elektrokardiografi dapat direkam dengan menempelkan elektroda pada tempat tertentu di kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat di dalam layar monitor atau tergambar di atas kertas.
Hasil
perekaman elektrokardiografi berupa defleksi voltase yang disebabkan oleh depolarisasi atrial dan ventrikel, serta repolarisasi ventrikel (Colville & Bassert 2002).
6
SISTEM KARDIOVASKULAR
Gambar 1. Anatomi jantung anjing (O’Grady dan O′Sullivan 2010)
Jantung berada dalam rongga toraks dibagian mediastinum. Jantung karnivora berbentuk ovoid, dan pada anjing memanjang antara intercostal ketiga sampai keenam. Sumbu memanjang jantung membentuk sudut 45 derajat dengan sternum. Bagian basis jantung mengarah ke craniodorsal dan apeks berada pada garis tengah pertemuan diafragma dengan sternum (Colville & Bassert 2002). Otot jantung bergaris seperti pada otot lurik. Perbedaannya terdapat pada serabut yang bercabang dan mengadakan anastomose bersambung satu sama lain, tersusun memanjang seperti pada otot bergaris, dan tidak dapat dikendalikan kemauan (Pearce 2009). Aktvitas listrik jantung akibat dari perubahan permeabilitas membran sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran tersebut. Masuknya ion-ion, maka muatan listrik sepanjang membran ini mengalami perubahan yang relatif. Ada tiga macam ion yang mempunyai fungsi penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu kalium (K+), natrium (Na+), dan kalsium (Ca2+). Kalium lebih banyak di dalam sel, sedangkan kalsium dan natrium terdapat di luar sel (Syaifuddin 2009).
7
Dalam keadaan istirahat, sel-sel otot jantung mempunyai muatan positif di bagian luar sel dan muatan negatif di dalam sel. muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut
Perbedaan
resting membrane
potensial. Bila sel dirangsang akan terjadi perubahan, muatan dalam sel berubah menjadi positif, sedangkan di luar sel menjadi negatif.
Proses
terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan depolarisasi. Kemudian setelah rangsangan sel berubah kembali pada keadaan muatan semula, proses ini dinamakan repolarisasi. dinamakan aksi potensial.
Seluruh proses tersebut
Aksi potensial yang terjadi disebabkan oleh
rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan termis ( Syaifuddin 2009 ). Aksi potensial dibagi dalam lima fase yaitu ( Syaifuddin 2009 ) : 1. Fase istirahat Bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam sel bermuatan negatif. Membran sel lebih permeabel terhadap kalium dari pada natrium sehingga sebagian kecil kalium merembes keluar sel. 2. Fase depolarisasi Peningkatan permeabilitas membran terhadap natrium sehingga natrium masuk ke dalam sel. 3. Fase polarisasi parsial Segera setelah terjadi depolarisasi, terdapat sedikit perubahan masuknya kalsium ke dalam sel. 4. Fase plato ( keadaan stabil ) Fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang agak lama dimana keseimbangan ion positif masuk dan keluar. Aliran kalsium dan natrium masuk dan keluar dengan seimbang. 5. Fase repolarisasi ( cepat ) Muatan kalsium dan natrium secara berangsur-angsur meningkat sehingga kalium keluar dari sel dengan cepat.
8
Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus oleh sebuah membran yang disebut perikardium. Membran ini terdiri dari dua lapis yaitu perikardium viseral dan perikardium parietal. Di sebelah dalam jantung dilapisi endotelium. Lapisan ini disebut endokardium.
Katup-
katupnya hanya merupakan bagian yang lebih tebal dari membran ini (Reece 2006). Menurut Pearce (2009), tebal dinding jantung dilukiskan terdiri atas tiga lapis, yaitu: Pericardium atau pembungkus luar, Myocardium atau lapisan otot tengah, dan Endocardium sebagai batas dalam. Dinding otot jantung tidak sama tebalnya. Dinding ventrikel paling tebal dan dinding di sebelah kiri lebih tebal dari dinding sebelah kanan. Dinding atrium tersusun atas otot yang lebih tipis (Pearce 2009). Sebelah dalam dinding ventrikel ditandai berkas-berkas otot yang tebal yaitu otot-otot papilaris. Pada tepi bawah otot-otot ini terkait benang-benang tendon tipis, yaitu chordae tendineae. Benang-benang ini mempunyai kaitan kedua yaitu pada tepi bawah katup atrio-ventrikuler. Kaitan ini menghindarkan kelopak katup terdorong masuk ke dalam atrium, bila ventrikel berkontraksi (Lippold and Cogdel 1991). Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua ruang yang berdinding tipis yang disebut atrium atau serambi dan dua ruang yang berdinding tebal yang disebut ventrikel atau bilik. Atrium kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat yang dikenal sebagai septum interatrium sedangkan ventrikel kiri dan kanan dipisahkan oleh sekat yang disebut septum interventrikel. Jantung memiliki empat katup yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi darah. Setiap katup berespon terhadap perubahan tekanan. Katup dikelompokkan dalam dua jenis yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar. Katup atrioventrikular terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup, disebut katup trikuspidalis. Sedangkan katup yang letaknya diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua daun katup disebut katup mitral atau bikuspidalis. Katup semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang berhubungan. Katup semilunar pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh darah ini 9
dari ventrikel kanan. Katup semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari tiga daun katup yang simetris setengah bulan disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut (Reece 2006). Anatomi jantung dapat dilihat pada gambar 1. Jantung memompa darah dalam dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar yaitu dari jantung keseluruh tubuh kembali ke jantung dan sirkulasi pulmonari atau peredaran darah kecil, yaitu jantung ke paru kembali ke jantung. Setiap sistem sirkulasi dibagi menjadi sistem vena dan sistem arterial. Sistem sistemik vena bermula dari darah yang tidak mengandung oksigen masuk ke atrium kanan melalui vena jantung yaitu vena cava cranialis dan vena cava caudalis (Reece 2006). Dari sini darah mengalir menuju ke ventikel kanan, yang kemudian akan dipompa masuk ke sirkulasi pulmonari terutama arteri pulmonari.
Pembuluh darah yang
membawa darah ke jantung disebut vena sedangkan yang membawa darah keluar dari jantung disebut arteri. Arteri pulmonari adalah satu-satunya arteri yang membawa darah yang tidak mengandung oksigen.
Vena
pulmonari adalah satu-satunya vena
yang
yang
membawa darah
mengandung oksigen. Darah dalam arteri pulmonalis mengalir ke pembuluh kapiler paru disini karbon dioksida akan dibuang dan diganti oleh oksigen. Darah yang sudah mengandung oksigen kemudian mengalir melalui vena pulmonari menuju ke atrium kiri kemudian ke ventrikel
kiri
yang
selanjutnya akan diedarkan keseluruh tubuh melalui aorta (Conville and Bassert 2002).
Konduksi listrik jantung Sistem perangsangan dan konduksi listrik jantung yang mengatur konduksi listrik jantung, konduksi listrik jantung (pace maker) ini antara lain: SA node (nodus sinoatrial) impuls perangsangan ritmis yang normal dicetuskan, kemudian menuju ke jalur internodus yang menjalarkan impuls dari nodus sinus menuju ke nodus AV node (nodus atrioventrikular), impuls dari atrium mengalami perlambatan sebelum masuk ke ventrikel. 10
Selanjutnya, His Bundle (serabut His) yang akan membawa impuls yang berasal dari atrium ke ventrikel, dan berkas serabut purkinje kiri dan kanan yang membawa impuls-impuls jantung ke seluruh bagian ventrikel. Sistem konduksi jantung ini berfungsi untuk membangkitkan impuls-impuls yang menyebabkan timbulnya kontraksi ritmis otot jantung, dan untuk mengkonduksikan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung (Cunningham 2002).
Dinamika jantung Siklus jantung adalah peristiwa yang berawal dari permulaan sebuah debar jantung sampai debar jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri dari dua bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah periode jantung berkontraksi dengan meningkatkan tekanan dalam jantung sehingga darah dikeluarkan menuju sirkulasi sistemik dan pulmonar. Sedangkan periode jantung berelaksasi dan terisi darah disebut diastol (Conville and Bassert 2002). Dalam satu siklus jantung terdapat 7 fase yang dimulai dari periode sistol sampai dengan diastol (Lampiran 12. dan Tabel 2). Fase yang pertama disebut kontraksi atrium (atrial contraction) dimana terjadi kontraksi atrium baik kanan maupun kiri, darah yang berasal dari atrium kanan masuk ke dalam ventrikel kanan dan darah yang berasal dari atrium kiri masuk ke dalam ventrikel kiri, pada kondisi ini katup atrioventrikular terbuka dan katup semilunar tertutup. Setelah darah masuk ke ventrikel, tekanan di dalam ventrikel akan meningkat. Tekanan yang tinggi di dalam ventrikel menyebabkan
tertutupnya
katup
atrioventrikular.
Penutupan
katup
atrioventrikular ini menghasilkan suara jantung ‘lup’ (S1) (Setiadi 2007). Fase
yang
kedua
disebut
kontraksi
isovolumetrik
(isovolumetrik
contraction), merupakan suatu fase dimana ventrikel telah berkontraksi tetapi belum terjadi perubahan volume darah di ventrikel baik ventrikel kanan maupun kiri. Pada kondisi ini katup atrioventrikular dan semilunar tertutup. Karena tekanan di kedua ventrikel semakin meningkat dan impuls listrik telah mencapai ventrikel, maka darah akan diejeksikan dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan ventrikel kiri ke pembuluh aorta. Fase ketiga 11
ini disebut juga sebagai rapid ejection, pada kondisi ini terjadi pembukaan katup semilunar aorta dan semilunar pulmonalis, sedangkan katup atrioventrikular masih tertutup. Kemudian memasuki fase keempat yang disebut reduced ejection, darah yang diejeksikan dari ventrikel semakin lama semakin berkurang, pada fase ini tidak ada perubahan kondisi katup masih sama dengan fase yang ketiga. Selanjutnya, fase yang kelima disebut isovolumetrik relaxation, merupakan suatu kondisi dimana terjadi relaksasi di ventrikel tetapi tidak terjadi perubahan volume (Udjianti 2010). Tekanan di kedua ventrikel menurun drastis, karena tekanan di ventrikel lebih rendah dari pada di atrium mengakibatkan penutupan katup semilunar baik aorta maupun pulmonalis yang akan menghasilkan suara jantung ‘dup’ (S2) (Setiadi 2007). Karena tekanan di kedua ventrikel menurun drastis mengakibatkan terbukanya katup atrioventrikular. Pembukaan katup atrioventrikular, menyebabkan terjadinya pengisian darah secara pasif dari atrium ke ventrikel. Fase keenam ini disebut dengan rapid filling. Kemudian fase yang ketujuh adalah reduced ejection, darah semakin sedikit yang berpindah ke ventrikel. Pengisian darah secara pasif dari atrium ke ventrikel sebesar 90% dari volume darah akibat pembukaan katup atrioventrikular. Setelah itu, fase ini akan kembali ke fase yang pertama yaitu atrial contraction, dimana terjadi pengisian darah secara aktif sebesar 10% dari volume darah akibat kontraksi atrium (Reece 2006). Jantung memompa darah melalui dua sirkuit, yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dalam setiap denyut (Tortora 2005). Darah dari seluruh tubuh melewati dua vena besar yang disebut vena cava masuk ke atrium kanan. Saat ventrikel kanan berelaksasi, darah dari atrium kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Saat ventrikel hampir dipenuhi darah, atrium kanan berkontraksi mendorong darah masuk ke dalam ventrikel kanan. Kemudian ventrikel kanan berkontraksi mendorong darah masuk ke dalam arteri menuju paru melalui katup pulmonal. Dalam paru-paru, darah menyerap oksigen yang ditukar dengan karbondioksida, kemudian darah mengalir melalui vena pulmonal menuju atrium kiri. Saat ventrikel kiri berelaksasi, darah dari atrium kiri mengalir
12
melalui katup berkontraksi untuk mendorong darah masuk ke ventrikel kiri. Kemudian ventrikel kiri berkontraksi untuk mendorong darah melalui katup semilunar aorta ke dalam mitral menuju ventrikel kiri. Saat ventrikel kiri hampir dipenuhi darah, atrium kiri akan pembuluh aorta menuju ke seluruh tubuh. Darah yang didistribusikan mengandung oksigen dan akan disuplai ke seluruh tubuh kecuali paru (Calvert 2007).
Gambar 2. Siklus Jantung (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan :A (aorta), RA (Right Atrial), RV (Right Ventricular), LA (Left Atrial), LV (Left Venticular), AV(atrioventricular), PA (Pulmonary Artery),⇒ Arah Siklus Jantung
Elektrokardiografi Cairan tubuh adalah konduktor yang baik, maka aktivitas kelistrikan jantung dapat dideteksi dari permukaan tubuh yang dimonitor dengan alat elektrokadiograf. Elektrokardiograf yang membuat rekaman grafik disebut elektrokardiogram.
Elektrokardiograf
digunakan
untuk
mendiagnosa
disfungsi elektris jantung dengan menempelkan elektroda pada tempat tertentu di kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat di layar atau tergambar di atas kertas.
Hasil perekaman elektrokardiograf
berupa defleksi voltase karena depolarisasi atrial dan ventrikel, serta repolarisasi ventrikel ( Colville and Bassert 2002 ).
13
Gambar 3. Elektrokardiogram ( O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan : P=depolarisasi kedua atrium, Kompleks QRS=depolarisasi ventrikel, T=repolarisasi ventrikel, P amp = amplitudo gelombang P ; P dur = durasi gelombang P; PR int = interval PR; R amp = amplitudo gelombang R ; QRS dur = durasi gelombang komplek QRS ; QT int = interval QT; T amp = amplitudo gelombang T.
Elektrokardiogram normal terdiri dari gelombang P, “kompleks” QRS, dan gelombang T. Gelombang P adalah arus listrik yang dibangkitkan sewaktu atrium mengalami depolarisasi sebelum berkontraksi, dan kompleks
QRS
ketika
ventrikel
mengalami
depolarisasi
sebelum
berkontraksi. Oleh karena itu P dan QRS adalah gelombang depolarisasi. Gelombang T
oleh repolarisasi ventrikel (Colville and Bassert 2002).
Gelombang tersebut di elektrokardiogram dapat dilihat pada gambar 3.
Ekhokardiografi Ekhokardiografi atau ultrasonografi jantung adalah teknik dalam citra jantung melalui gelombang ultrasound yang dipantulkan atau ekho. Ekhokardiografi merupakan metode yang aman, non-invasif untuk diagnosa anatomik dan hemodinamik. Pemahaman terhadap sifat fisik dari ultrasound sangat penting untuk pemeriksaan ekhokardiografi dengan interpretasi hasil yang didapat (Gravahan 2003 ). Metode ekhokardiografi berbeda dengan teknik abdominal karena penempatan transduser hanya pada window yang terbatas di antara tulang rusuk dan paru yang berisi udara. Keterbatasan ini membutuhkan transduser dengan permukaan kecil. Pemeriksaan ekhokardiografi untuk menampilkan gambar terbaik dengan transduser sector atau curvelinear. 14
Frekuensi
transduser yang disarankan yaitu 8-12 MHz untuk kucing dan anjing dengan ukuran kecil, 3-8 MHz untuk anjing dengan bobot berkisar 5-40 kg, dan 2-4 MHz untuk anjing dengan ukuran besar (>40 kg). Pada gambar 4 dapat dilihat axis sentral ventrikel kiri atau left ventricular axis dibayangkan sebagai garis imajiner yang memanjang antara apeks dan basis jantung pada bagian tengah lumen ventrikel kiri. Saat transduser diorientasikan pada scan plane atau sejajar dengan garis axis ini, didapatkan gambaran long-axis. Jika scane plane tegak lurus garis axis, didapatkan gambaran short-axis (Panninck and d′Anjou 2008).
Gambar 4. Ekhokardiografi orientasi dan anatomi ( Panninck and d′Anjou 2008 ).
Standart pencitraan ekhokardiografi yang ditetapkan oleh American Society of Echocardiography pada tahun 2004 (Penninck and d′Anjou 2008 ) adalah :
Right Parasternal View ( RPS ) Hewan berada dalam posisi berbaring ke kanan.
Transduser
diposisikan setelah terpalpasi detak jantung antara intercostae 4-6 dan antara sternum dan costo - condral junction. Posisi transduser bisa shortaxis view atau long-axis view. Pada short-axis view didapatkan pencitraan B-mode yang dapat dilihat pada gambar 6, dengan menekan tombol M-mode
15
maka didapatkan pencitraan M-mode untuk pengukuran dimensi ruang jantung dan ketebalan otot jantung yang meliputi left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol, left ventricular internal dimension at end-systole (LVIDs) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir systole, left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir diastole, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir systole, interventricular septal thicknessat
end-diastole
(IVSd)
yaitu
ketebalan
dinding
septa
interventrikular saat akhir diastole, interventricular septal thickness at endsystole (IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir systole. Ejection Time (ET) adalah waktu yang dibutuhkan untuk ventrikel kanan dan kiri berkontraksi mengeluarkan darah ke sirkulasi pulmonum dan sirkulasi sistemik, dihitung dari end-diastole sampai end-systole (Panninck and d’Anjou 2008). Pengukuran pencitraan ekhokardiografi M-mode dapat dilihat pada gambar 8. Pengukuran LVID, LVW dan IVS dilakukan untuk mengetahui fungsi myocardial, kemudian didapatkan nilai Fractional Shortening (FS) dari perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs) : LVIDd, Left ventricular volume at end diastole (EDV) = (LVIDd)2, Left ventricular volume at end systole (ESV) = (LVIDs)2, Stroke Volume (SV)= EDV – ESV, Cardiac output adalah volume darah yang dikeluarkan ventrikel baik itu dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan ke dalam sirkulasi pulmonal dan sistemik selama satu menit (Udjianti 2010). Cardiac Output (CO) = (SVxHR). Nilai-nilai ini digunakan untuk mengetahui daya kerja ventrikel (Penninck and d’Anjou 2008).
16
Gambar 5. Right parasternal long axis-view (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan : • Right parasternal long-axis four-chamber view (2a). • Right parasternal long-axis left ventricular outflow tract view (2b). • Right parasternal long-axis view of the left ventricular inflow and outflow tracts (2c).
Gambar 6. Right Parasternal short-axis view (O′Grady & O′Sillivan 2010) Keterangan: • Right parasternal short-axis view at the level of the papillary muscles (3.2) • Right parasternal short-axis view at the level of the chordae tendinae (3.3) • Right parasternal short-axis view at the level of the mitral valve (3.4) • Right parasternal short-axis view at the level of the aortic valve (3.5) • Right parasternal short-axis view at the level of the pulmonary arteries (3.6)
17
Gambar 7. Right Parasternal ( RPS ) short axis view ( Panninck & d′Anjou 2008 ).
ID
Gambar 8. M-mode pada Left Ventricel ( LV ) level ( Panninck & d′Anjou 2008)
Left apical view ( LAp ) Hewan berada dalam posisi berbaring ke kiri. Transduser diposisikan setelah terpalpasi detak jantung antara intercostae ke 5-7 dan antara sternum dan costo-condral junction (Panninck and d′Anjou 2008). Dari posisi LAp akan menampilkan empat ruang jantung dan membawa aorta masuk ke dalam scan plane sehingga memungkinkan visualisasi katup aortik. Scan plane ini memberikan citra apical five-chamber dan cocok untuk perhitungan kecepatan aliran darah aorta. Dari sudut apical four-chamber, transduser diputar 900 searah jarum jam menghasilkan apical two-chamber termasuk atrium dan ventrikel kiri (Panninck and d’Anjou 2008). Posisi Left Apical View dapat dilihat pada gambar 9.
18
Gambar 9. Left Apical View ( Panninck & d′Anjou 2008).
Left parasternal view ( LPS ) Hewan berada dalam posisi berbaring ke kiri. Setelah terpalpasi detak jantung diposisikan antara intercostae 3-4 dan antara sternum dan costo-condral junction (Gambar 10 dan 11) (Penninck & d’Anjou 2008).
19
Gambar 10. Left Parasternal Short Axis View ( Panninck & d′Anjou 2008).
20
Gambar 11. Left Parasternal Long Axis View ( Panninck & d′Anjou 2008).
Suprasternal dan Subcostal View Hewan
berada
dalam
posisi
berbaring
ke
kanan,
dengan
menempatkan transduser pada processus xiphoideus dan menekannya ke abdomen sekaligus mengarahkan transduser hampir secara langsung ke cranial ( Panninck and d′Anjou 2008 ).
21
Xylazine Farmakologi Alpha-2 adrenoreceptor memiliki potensi sedativa dan analgesika. Xylazine merupakan golongan obat ini yang pertama kali dipergunakan di kedokteran hewan. Xylazine bekerja pada reseptor alpha-1 dan 2 (Gambar 12). Efek agonist xylazine pada reseptor alpha terletak di jantung yaitu dengan mendepres sistem kardiovascular (Seymour and Novakovski 2007).
Gambar 12. Efek utama yang dimediasi oleh alfa dan beta adrenoceptor ( Mycek, Harvey & Champe 1997)
Norepinephrine merupakan neurotransmiter yang bekerja pada saraf adrenergik.
Menurut
Mycek,
et
al.,
1997,
norepinephrine ada lima tahap (Gambar 13), yaitu :
22
proses
pembentukkan
Gambar 13. Pembentukan dan pelepasan Norepinephrine dari saraf adrenergic
1. Sintesis dari norepinephrine Tyrosine masuk ke dalam axonplasma dari saraf adrenergik dengan batuan Na+, kemudian dihidroksilasi menjadi dihydroksyphenylalanine (DOPA) oleh tyrosine hydroksylase.
Ini merupakan awal mula terbentuknya
norepinephrine. DOPA kemudian dikarboksilasi membentuk dopamine.
2. Penyimpanan norepinephrine ke dalam kantong Dopamine kemudian masuk ke dalam kantong sinaptik (synaptic vesicles atau synaptic knob). norepinephrine dengan dalam
kantong
Dopamine
dihidroksilasi
membentuk
bantuan enzim Dopamine β-hydroxylase.
Di
sinaptik mengandung dopamine atau norepinephrine
ditambah adenosine triphosphate dan β-hydroxylase.
23
3. Pelepasan norepinephrine Ketika ada potensial aksi maka akan merangsang masuknya ion kalsium (Ca++) dari cairan ekstraseluler masuk ke sitoplasma saraf. Peningkatan kalsium pada membrana sel kantong sinaptik menyebabkan kantong sinaptik melepaskan norepinephrine menuju ke sinaps.
4. Pengikatan dengan reseptor Norepinephrine yang dilepaskan dari kantong sinaptik akan menyeberangi ruang sinaptik (synaptic space) dan berikatan dengan reseptor posinaptik pada organ efektor (alpha-1 reseptor) dengan menstimulasi pelepasan norepinephrine
atau pada presinaptik reseptor (alpha-2 reseptor) pada
ujung saraf dengan menghambat pelepasan norepinephrine.
5. Penghancuran norepinephrine Setelah norepinephrine dilepas dari presinaptik saraf, norepinephrine akan cepat kembali masuk ke dalam kantong sinaptik, dan kemudian dihancurkan dengan bantuan enzyme monoamine oxidase (MAO). Norepinephrine yang tidak diabsorbsi oleh kantong sinaptik akan dihancurkan oleh enzim lain yang disebut catechol-O-methyl transferase (COMT).
Farmakokinetik Pada pemberian dengan rute intra muscular absorbsi xylazine cukup cepat. Pada kucing dan anjing onset pemberian obat ini baik secara intra muscular maupun sub kutan sekitar 10 – 15 menit, dan 2 – 5 menit pada pemberian dengan rute intra vena. Efek analgesik yang ditimbulkan hanya sekitar 15-30 menit, akan tetapi efek sedativnya dapat bertahan sekitar 1-2 jam tergantung dari besarnya dosis yang diberikan. Dosis anaestesi pada anjing
1,1 mg/kg bb secara intra vena dan 1,1-2,2 mg/kg bb secara
intra muscular atau sub kutan (Plumb 2005).
24
Ketamine HCL Farmakologi Ketamine adalah derivat sikloheksil dengan rumus mirip fensiklidin (Thay 2007). Ketamine merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamine memiliki sifat analgesik, anastetik, dan kataleptik dengan kerja singkat (Gunawan 2009). Neurofarmakologi ketamine cukup kompleks, berikatan dengan beberapa neurotransmiter yaitu reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan reseptor non NMDA glutamate, reseptor nicotinic dan muscarinic cholinergic, reseptor monoaminergik dan opoid (Seymour and Novakovski 2007).
Ketamine berefek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot
kombinasi dengan alpha-2 agonis, acepromazine dan benzodiazepine akan menurunkan efek tersebut (Seymour and Novakovski 2007). Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meningkatkan frekuensi jantung (heart rate), tekanan darah, dan cardiac output (CO). Peningkatan hemodinamika ini bervariasi tergantung pada peningkatan kerja otot jantung dan kebutuhan oksigen. Pada jantung sehat peningkatan suplai oksigen terjadi karena ada vasodilatasi dari pembuluh darah koroner dan peningkatan cardiac output (Seymour and Novakovski 2007). Glutamate dan aspartate termasuk kelas excitatory amono acid (eksitatori asam amino) yang menghasilkan eksitasi pada semua level interneuron karena depolarisasi yang dihasilkan dari peningkatan sodium dan kation lainnya (Brander 1991). Glutamate dan aspartate adalah transmiter eksitatori asam amino dengan distribusi yang luas di spinal cord dan otak. Agen anastesi disosiasi seperti ketamine, phencyclidine dan tiletamine menurunkan efek eksitatori yang dihasilkan oleh glutamate dan aspartate. Ada tiga subtipe reseptor yang dikeluarkan saraf melalui glutamate dan aspartate. Salah satu dari ketiga subtipe reseptor ini adalah reseptor N-methylaspartate (NMA), dan agen disosiasi bekerja sebagai selektif antagonis, dan efek anastesinya dihasilkan dari blokade reseptor (Brander 1991).
25
Ketamine dapat
menghambat reseptor NMDA di susunan saraf pusat dan dapat menurunkan efek “ wind-up “ (Plumb 2005). Efek anastesinya disebabkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmiter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat. Efek analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamine tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meningkat (Gunawan 2009). Anastesi dengan ketamine diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai halusinasi, keadaan ini dikenal sebagai anastesi disosiasi. Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, gerakan tungkai spontan, dan peningkatan tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10 – 15 menit, analgesi bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1 – 2 jam. Pada masa pemulihan dapat terjadi emergence phenomenon yang merupakan kelainan psikis berupa disorientasi, ilusi, dan mimpi buruk.
Kejadian
fenomena ini dapat dikurangi dengan pemberian diazepam sebelum pemberian ketamine (Gunawan 2009). Ketamine
adalah
satu-satunya
anastetik
yang
merangsang
kardiovaskular karena efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis. Tekanan darah, frekuensi nadi, dan curah jantung naik sampai 25%, sehingga ketamine bermanfaat untuk pasien dengan resiko hipotensi dan asma (Gunawan 2009). Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan cardiac output, denyut nadi, dan tekanan darah. Kenaikkan hemodinamik berhubungan dengan peningkatan kerja myocardial (otot jantung) dan konsumsi oksigen. Pada jantung yang sehat suplai oksigen dapat meningkat melalui dilatasi pembuluh darah koroner dan peningkatan cardiac output. Rangsangan dari pusat sistem simpatis bertanggung jawab pada rangsangan sistem kardiovaskular. Penggunaan secara bersama-sama dengan sedativa akan mengurangi efek stimulasi dari ketamine (Seymour and Novakovski 2007).
26
Ketamine menghambat GABA, dan juga memblok serotonin, norepinefrin, dan dopamin di sistem saraf pusat (Plumb 2005).
Farmakokinetik Setelah pemberian ketamine secara intra muscular pada kucing dan anjing, level puncak akan terjadi 10-15 menit setelah pemberian (Seymour and Novakovski 2007). Ketamine didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dengan cepat, dengan level paling tinggi dapat ditemukan di otak, hati, paru dan lemak. Ketamine dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit berupa demethylation dan hydroxylation dan sebagian dalam bentuk utuh akan dieleminasi melalui urin. Waktu paruh eliminasi ketamine pada kucing, anjing, sapi, dan kuda sekitar 1 jam dan pada manusia 2-3 jam. Dosis anaestesi pada anjing 11mg/kg bb (Plumb 2005). Zolazepam - Tiletamine Farmakologi Zoletil merupakan sediaan kombinasi dari Zolazepam dan Tiletamine dengan perbandingan 1:1 (250 mg zolazepam, 250 mg tiletamine). Bentuk sediaan Zoletil adalah serbuk yang kemudian dilarutkan dengan 5 ml saline, 5% dextrose atau aquadestilata steril sehingga tiap mililiter larutan mengandung 50 mg zoletil, 50 mg tiletamine. Larutan ini dapat disimpan selama 4 hari pada temperatur ruang dan 14 hari dalam lemari pendingin. Efek farmakologi kombinasi zolazepam dan tiletamine serupa dengan kombinasi diazepam dan ketamine (Seymour and Novakovski 2007). Zolazepam adalah senyawa turunan pyraolodiazepinon yang secara struktural terkait dengan obat-obatan benzodiazepine, yang mempunyai efek sebagai muscle relaxant dan anticonvulsant.
Zolazepam sendiri dapat
menekan susunan saraf pusat secara ringan dan mempunyai efek yang minimal terhadap cardiorespiratory (Seymour and Novakovski 2007).
27
Diazepam termasuk pada golongan benzodiazepine (Mycek, Harvey and Champe 1997). Reseptor benzodiazepine hanya ditemukan di sistem saraf pusat dan lokasinya pararel dengan saraf GABA (Mycek, Harvey and Champe 1997). Benzodiazepine menyebabkan sedasi, hipnotik dan sedikit memiliki kemampuan analgesik (Mycek, Harvey and Champe 1997). Efek benzodiazepine pada sistem kadiovaskular umumnya ringan, kecuali pada intoksikasi berat.
Pada dosis praanaestesi semua benzodiazepine dapat
menurunkan tekanan darah dan menaikkan frekuensi jantung (Gunawan 2009). Benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturat atau anaestesi umum.
Peningkatan dosis
benzodiazepine menyebabkan depresi susunan saraf pusat, tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anaestesi umum yang spesifik, karena kesadaran pasien tetap bertahan dan relaksasi otot yang diperlukan
untuk
pembedahan
tidak
tercapai.
Mekanisme
kerja
benzodiazepine pada susunan saraf pusat terutama merupakan interaksinya dengan reseptor penghambat neurotransmiter yang diaktifkan oleh asam gama amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada membran dan dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB. Reseptor GABAA berperan pada sebagian besar neurotransmiter di susunan saraf pusat. bekerja
pada
reseptor
GABAA,
tidak
pada
Benzodiazepine
reseptor
GABAB.
Benzodiazepine berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA berikatan pada subunit α atau β. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel (Gambar 14), menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membransel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi (Gunawan 2009). Tiletamine sering kali dihubungkan dengan ketamine karena memiliki kesamaan sifat. Umumnya penggunaan tiletamine dikombinasikan dengan zolazepam (Seymour and Novakovski 2007). Aplikasi tiletamine pada kucing secara intra muscular dapat menurunkan frekuensi jantung,
28
tekanan
darah,
dan
hipersalivasi.
Sedangkan
pada
anjing
dapat
menyebabkan salivasi dan meningkatkan frekuensi jantung (Plumb, 2005 ). Efek ketamine pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan cardiac output, denyut nadi, dan tekanan darah. Kenaikkan hemodinamik berhubungan dengan peningkatan kerja myocardial (otot jantung) dan konsumsi oksigen (Seymour and Novakovski 2007). Karena efek farmakologi ketamine sama dengan tiletamine maka pemberian tiletamine akan meningkatkan frekuensi jantung (heart rate) dan cardiac output (CO).
Gambar 14. Skema Diagram dari Benzodiazepin-GABA-Kompleks Kanal Klorida GABA = γ - amino butyric acid ( Mycek, Harvey & Champe 1997)
Farmakokinetik Pemberian kombinasi zolazepam dan tiletamine pada kucing dapat menghasilkan sedasi dan anaestesi umum. Setelah penyuntikan intra vena induksi anaestesi berjalan cepat sekitar 60-90 detik. Onset setelah penyuntikan intra muscular bervariasi antara 1-7 menit pada kucing dan 5-12 menit pada anjing. Penyuntikan intra muscular dapat menimbulkan
29
rasa sakit karena pH larutan ini yang asam yaitu antara 2,0-3,5. Durasi anaestesi dari larutan ini tergantung pada dosis yang digunakan yaitu antara 30-60 menit. Waktu pemulihannya antara 4-5 jam. Dosis pada anjing 7- 25 mg/kgbb disuntikkan secara intra muscular atau 5-10 mg/kg bb disuntikkan secara intra vena (Seymour and Novakovski 2007).
30
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 2010 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Klinik Hewan My Vets, Jalan Kemang Selatan 8 nomor 7 A, Jakarta Selatan.
Bahan dan Alat Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah 5 ekor anjing kampung betina berumur 10 ± 2 bulan dengan berat badan 10 ± 2,5 kg. Bahan dan alat yang digunakan adalah obat bius xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine, termometer, tensimeter, stetoskop, alat cukur rambut, alat EKG, alat USG dengan fasilitas tambahan monitoring EKG, dan transduser atau probe dengan frekuensi 3.7-5 MHz tipe convex.
Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah Pemeriksaan dilakukan terhadap semua anjing yang diawali dengan pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan temperatur dengan mengukur temperatur rektal
menggunakan termometer digital, menghitung pulsus
melalui vena femoralis, menghitung respirasi dengan mengamati gerakan pernafasan dari dada. Masing-masing pengamatan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan elektrokardiografi. Pada waktu melakukan pemeriksaan tekanan darah dan elektrokardiografi hewan dalam keadaan sadar dan tenang. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan melilitkan cuff pada kaki depan di atas atau di bawah siku (Gambar 15) , kemudian pompa ditekan hingga jarum pada tensimeter mencapai angka 240 lalu pompa dilepas, biarkan jarum pada tensimeter turun keposisi angka 0, perhatikan ada tiga lampu menyala pada tensimeter, lampu pertama pada posisi kanan menunjukkan tekanan sistol, lampu ditengah yang berkedip menunjukkan
31
Mean Arterial Pressure (MAP) dan lampu ketiga pada posisi kiri menunjukkan tekanan diastol (Gambar 16).
Gambar 15. Posisi pemasangan cuff pada kaki depan (sumber: Egner et al. 2007)
Gambar 16. Tensimeter (sumber: Egner et al. 2007)
Pemeriksaan Elektrokardiografi Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar dan tenang.
Pertama-tama dilakukan pencukuran rambut
pada kaki depan kiri dan kanan di daerah siku dan kedua kaki belakang di daerah lutut untuk meletakkan lead. Hewan ditidurkan di atas meja yang dialasi oleh handuk dengan posisi left lateral recumbancy, kemudian dilakukan pemasangan lead pada keempat kaki dengan menggunakan gel EKG. Kabel merah dipasangkan pada kaki depan kanan, kabel kuning pada kaki depan kiri, kabel hijau pada kaki belakang kiri dan kabel hitam pada kaki belakang kanan (Gambar 17). Setelah keempat lead terpasang dengan benar dan hewan sudah dalam keadaan tenang perekaman EKG baru dapat dimulai.
Setelah dilakuka perekaman,
hasilnya (elektrokardiogram)
dievaluasi secara kualitatif dengan memperhatikan parameter ritme jantung yang teratur, frekuensi jantung berkisar 110 -140 kali per menit (Tilley dan Smith 1997), adanya gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS (O′Grady dan O′Sullivan 2010).
32
Gambar 17. Posisi berbaring hewan left lateral recumbancy dan posisi pemasangan lead (Data pribadi)
Gambar 18. Alat elektrokardiografi (Data pribadi)
Pemeriksaan Awal Ekhokardiografi Pemeriksaan nilai awal ekhokardiografi (USG jantung) dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan klinis, tekanan darah dan rekaman listrik jantung berada dalam kisaran normal.
Pemeriksaan diawali dengan pencukuran
rambut di daerah dada sebelah kanan untuk peletakkan transduser. Pada pemeriksaan ekhokardiografi hewan dalam keadaan sadar ditidurkan di atas tempat berbaring khusus dengan posisi right lateral recumbancy dan posisi transduser right parasternal (RPS) short axis view (Gambar 19). Untuk membantu pengamatan ekhokardiografi M-mode, diperlukan juga tampilan elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor.
Transduser
diposisikan setelah detak jantung terpalpasi antara intercostae 4-6 dan
33
antara sternum dan costo - condral junction. Posisi transduser short-axis view dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode dan M-mode untuk pengukuran HR, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs, IVSd, IVSs, ET, FS, CO, dan SV. Heart Rate (frekuensi jantung) dihitung dengan cara mengukur antara dua gelombang R pada tampilan elektrokardiografi pada layar monitor (Gambar 21). IVSd dihitung dengan mengukur jarak interventrikular septa pada saat end diastole sedangkan IVSs dihitung dengan cara mengukur jarak interventrikular septa saat end sistole (Gambar 21) Menghitung LVIDd dengan cara mengukur jarak LVID pada saat end diastole dan LVIDs dengan mengukur jarak LVID pada saat end sistole (Gambar. 21). LVWd dihitung dengan mengukur jarak LVW pada saat end diastole dan LVWs dihitung dengan mengukur jarak LVW pada saat end sistole (Gambar 21). Pengamatan kesebelas parameter di atas dilakukan tiga kali pengulangan dan data tersimpan di komputer mesin USG (Gambar 20). Hewan dikatakan sehat jika kesebelas parameter berada dalam kisaran normal (Tabel 3).
Pembiusan dan Pemeriksaan Ekhokardiografi Setelah dinyatakan sehat secara umum dan sehat jantung, kemudian hewan diberi perlakuan penyuntikkan kombinasi obat bius xylazine dengan dosis 2,2 mg/kg bb dan ketamine dengan dosis 11 mg/kg bb secara intra muscular dan dilakukan pengamatan ekhokardiografi M-mode dengan dibantu tampilan elektrokardiografi secara bersamaan pada layar monitor. Pengukuran parameter HR, IVSd, IVSs, LVIDd, LVIDs, LVWd, LVWs, CO, ET, dan FS dilakukan setiap 10 menit sampai pengamatan 60 menit, dan setiap pengamatan dilakukan tiga kali pengulangan penghitungan dan data tersimpan pada komputer USG.
Anjing diistirahatkan selama satu
minggu untuk menghilangkan efek dari pemberian kombinasi obat bius xylazine-ketamine. Minggu berikutnya anjing yang sama diberi perlakuan penyuntikkan kombinasi obat bius zolazepam-tiletamine dengan dosis 25 mg/kg bb secara intra muscular dan dilakukan pengamatan dan pengukuran
34
parameter ekhokardiografi yang sama dengan perlakuan sebelumnya. Semua perlakuan ini dilakukan pada kelima ekor anjing. Metode kerja dapat dilihat pada tabel 4, sedangkan protokol jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Nilai normal parameter ekhokardiografi M- mode anjing No
Parameter
Referensi
1 HR (x/mnt) 2 IVSd (cm) 3 IVSs (cm) 4 LVIDd (cm) 5 LVIDs (cm) 6 LVWd (cm) 7 LVWs (mm) 8 ET (detik) 9 FS (%) 10 SV (ml) 11 CO (liter) * Sumber referensi: Crippa et al. 1992
98 (74 - 122)* 0.67 (0.45 - 0.89)* 0.96 (0.66 - 1.26)* 2,63 (1,95 - 3,31)* 1,57 (0.89 - 2.25)* 0.82 (0.44 - 1.20)* 1.14 (0.76 - 1.52)* 0.40 (0.22 - 0.58)*
Keterangan : HR : Heart Rate IVSd : Interventricular septal thickness at end-diastole IVSs : Interventricular septal thickness at end-systole LVIDd : Left ventricular inter dimension at end-diastole LVIDs : Left ventricular inter dimension at end-systole LVWd : Left ventricular posterior wall thickness at end-diastole LVWs : Left ventricular posterior wall thickness at end-systole ET : Ejection Time FS : Fractional Shortening SV : Stroke Volume CO : Cardiac Output Satuan pada refensi HR kali/menit ,IVSd,IVSs,LVIDd,LVIDs,LVWd,LVWs cm, ET detik, SV ml, CO liter .
35
Tabel 4. Metode Kerja Kegiatan
Alat
Parameter
Pemerikasaan Klinis
Termometer digital Stetoskop Stetoskop
- Suhu - Frekuensi nafas - Frekuensi nadi
Tekanan Darah
Tensimeter
-
Sistol Diastol MAP Ritme jantung Frekuensi .jantung Gelombang.P Komplek QRS GelombangT
-
HR IVSd IVSs LVIDd LVIDs LVWd LVWs ET FS SV CO
Kelistrikan Jantung
USG jantung
EKG
USG
Σ Pengamatan 3 kali
3 kali
3 kali
3 kali
. Tabel 5. Protokol Jadwal Penelitian Hewan coba
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0
Minggu ke1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4
A1 A2 A3 A4 A5 Keterangan: A1: Anjing 1, A2: Anjing2, A3: Anjing 3, A4: Anjing4, A5: Anjing5 Minggu ke-1, 5, 9, 13 dan ke- 17: observasi hewan Minggu ke-2, 6,10, 14 dan ke- 18: pemeriksaan klinis (suhu tubuh, frekuensi nadi,frekuensi nafas), berat badan dan pemeriksaan darah Minggu ke-3, 7,11, 15 dan ke-19: pemeriksaan klinis, berat badan, tekanan darah, EKG, USG (data normal), kemudian diberi perlakuan Xylazine-Ketamine Minggu ke-4, 8, 12, 16 dan ke-20: pemeriksaan klinis, berat badan, tekanan darah, EKG, USG, kemudian diberi perlakuan zolazepam-tiletamine Minggu ke-21 s/d ke-24: pengolahan data
36
Gambar 19. Posisi tidur hewan right lateral recumbancy dan posisi transduser right parasternal short axis view (Data pribadi).
Gambar 20. Alat Ultrasonografi (Data pribadi).
a
b c ET
R----------HR--------R
Gambar 21. Cara menghitung parameter pada ekhokardiografi M-mode (Data pribadi). Keterangan : a= interventricular septa, b = left ventricularinternal dimention, c = left ventricular posterior wall, HR = Heart Rate, ET = Ejection Time, R = puncak gelombang R
37
Analisa Data Data dianalisa secara statistik dengan menggunakan analisa statistik Rancangan Acak Lengkap Real in Time yang dilanjutkan dengan Uji Duncan.
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Pemeriksaan Fisik dan Jantung
Hasil pemeriksaan fisik yang meliputi suhu tubuh, frekuensi nafas dan frekuensi jantung menunjukkan bahwa kelima hewan yang digunakan dalam keadaan sehat (Tabel 6).
Begitu pula dengan hasil pengukuran
tekanan darah, sistem konduksi listrik jantung (EKG) dan pemeriksaan awal USG menunjukkan bahwa semua hasil pengukuran dan pengamatan berada dalam kisaran normal (Tabel 6).
Tabel 6. Rata-rata suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi jantung, tekanan darah dan EKG kelima anjing kampung sebelum perlakuan pemberian obat bius Suhu tubuh (0C)
Frekuensi nafas jantung (x/menit)
Sistol
Tekanan darah Diastol MAP
Kelompok A1
39.2
31
118
135
85
116
A2
38.9
27
139
135
85
120
A3
38.3
21
115
155
85
102
A4
38.9
31
139
155
85
113
A5
39,0
32
120
140
85
110
110-40*
140+15*
79 +13*
120*
Nilai 37,8-39,5* 20-30* Referensi * Sumber : Tilley & Smith ( 1997 ).
EKG
USG
Nor mal Nor mal Nor mal Nor mal Nor mal Nor mal
Nor mal Nor mal Nor mal Nor mal Nor mal Nor mal
Ket: A1 anjing pertama, A2 anjing kedua, A3 anjing ketiga, A4 anjing keempat,A5 anjing kelima, MAP=Mean Arterial Pressure, EKG=Elektrokardiografi, USG=Ultrasonografi
Setelah kelima ekor anjing dinyatakan sehat, maka dilakukan pemeriksaan ekhokardiografi M-mode dan didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut :
Pengamatan Parameter Ekhokardiografi M-mode Heart Rate (HR ) Heart rate atau frekuensi jantung adalah periode akhir dari kontraksi jantung sampai akhir kontraksi berikutnya dihitung per menit. Frekuensi
39
jantung
dihitung dengan cara mengukur antara dua gelombang R pada
tampilan elektrokardiografi pada layar monitor (Gambar 21).
Tabel 7.
Pengamatan frekuensi jantung anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan ZolazepamTiletamine Pengamatan frekuensi jantung (x/menit) Menit Xylazine-Ketamine Zolazepam-Tiletamine 0 85+12 85+12 5 84+28 164+18 10 75+14 182+20 20 64+23 185+41 30 61+24 187+29 40 60+28 186+24 50 60+26 187+14 60 60+21 183+24
Frekuensi Jantung (kali)
250 200 150 100 50 0 0
20
40
60
Durasi Obat Bius (menit) Xylazine-Ketamine
Zolazepam-Teletamin
Gambar 22. Pengamatan Frekuensi Jantung Anjing setelah Perlakuan Pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Teletamine
Pada pemberian kombinasi xylazine-ketamine terlihat penurunan frekuensi jantung yang dimulai pada menit ke 5 dan berlanjut sampai menit ke 60 (Gambar 22). Hal ini disebabkan norepinephrine yang dilepaskan dari kantong sinaptik karena pemberian xylazine akan menyeberangi ruang sinaptik (synaptic space) dan berikatan dengan reseptor posinaptik pada
40
organ efektor (alpha-1 reseptor) yang akan menstimulasi pelepasan norepinephrine sehingga terjadi peningkatan frekuensi jantung sedangkan pada presinaptik reseptor (alpha-2 reseptor) pada ujung saraf xylazine akan menghambat pelepasan norepinephrine yang berdampak pada penurunan frekuensi jantung (Gambar 13) (Mycek, Harvey
and Champe 1997).
Karena efek xylazine lebih dominan pada reseptor alpha-2, maka pemberian xylazine lebih berdampak pada penurunan frekuensi jantung (Seymour dan Novakovski 2007), sedangkan ketamine mempunyai efek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot. Efek ketamine pada sistem kardiovaskular akan meningkatkan frekuensi jantung
dan kombinasi dengan alpha-2 agonis
seperti xylazine akan menurunkan efek dari ketamine tersebut (Seymour and Novakovski 2007), sehingga pada pemberian kombinasi xylazineketamine akan menyebabkan penurunan dari frekuensi jantung (P<0,05). Pertiwi (2004) menyatakan bahwa pemberian kombinasi atropin sulfas-xylazine-ketamine pada kucing akan menurunkan suhu tubuh yang diikuti dengan penurunan frekuensi nafas dan frekuensi jantung. Pada tahun 2010, Gorda et al menyatakan bahwa pemberian kombinasi xylazineketamine akan meningkatkan Capillary Refill Time (CRT) dan warna selaput lendir pada anjing. Kebalikan dengan efek kombinasi xylazine-ketamine, kombinasi zolazepam-tiletamine menyebabkan peningkatan frekuensi jantung sampai dengan 2 kali lipat pada menit ke 5 dan terus berada pada kisaran 180 kali/menit sampai dengan menit ke 60 (Gambar 22). Kombinasi zolazepamtiletamine merupakan sediaan short acting anastesi. Kombinasi zolazepamtiletamine mempunyai cara kerja yang sama dengan kombinasi diazepam dan ketamine (Seymour and Novakovski 2007), dimana efek ketamine akan merangsang pelepasan norepinephrine, sehingga menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dari pembuluh darah yang berdampak pada terjadinya peningkatan frekuensi jantung (Plumb 2003). Karena cara kerja ketamine sama dengan tiletamine maka pemberian tiletamine akan meningkatkan frekuensi
jantung,
sedang
diazepam
termasuk
pada
golongan
benzodiazepine (Mycek, et al. 1997) . Benzodiazepin bekerja pada reseptor
41
GABA, jika diazepam berikatan dengan GABA maka akan menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida masuk ke dalam sel, menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel
dan
menyebabkan
sel
sukar
tereksitasi
(Gunawan
2009).
Benzodiazepine menyebabkan sedasi, hipnotik dan sedikit memiliki kemampuan analgesik (Mycek, et al. 1997), sehingga pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan frekuensi jantung (P<0,05).
Left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd), left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs)
Left ventricular posterior wall thickness at end-diastole (LVWd) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir diastole, left ventricular posterior wall thickness at end-systole (LVWs) yaitu ketebalan dinding ventrikel kiri bagian posterior saat akhir systole. Otot jantung merupakan otot bergaris seperti pada otot sadar, perbedaannya terdapat pada serabutnya yang bercabang dan mengadakan anastomose (Pearce 2009). Serabut otot jantung dilapisi oleh membran dimana satu dan lainnya dihubungkan oleh satu lempengan yang dikenal dengan intercalate. Lempengan ini mempunyai tahan listrik yang rendah sehingga rangsangan listrik dapat mengalir dengan cepat melalui miokard (Udjianti 2010).
Otot jantung memiliki kemampuan khusus untuk
mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis tanpa tergantung pada ada tidaknya rangsangan saraf. Cara kerja semacam ini disebut miogenik yang membedakannya dengan neurogenik.
Dalam keadaan normal gerakan
jantung dikendalikan saraf yang mempersarafinya (Pearce 2009). Meskipun gerakan jantung bersifat ritmis, tetapi kecepatan kontraksi dipengaruhi rangsangan yang sampai pada jantung melalui saraf vagus dan simpatis. Pengaruh sistem simpatis ini mempercepat irama jantung, sedangkan pengaruh vagus yang merupakan bagian dari sistem parasimpatis menyebabkan gerakan jantung diperlambat atau dihambat (Pearce 2009).
42
Tabel 8. Pengamatan ketebalan dinding ventrikel kiri anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan ZolazepamTiletamine LVWd (mm) XylazineZolazepamKetamine Tiletamine
Menit 0 5 10 20 30 40 50 60 Keterangan: LVWd LVWs
LVWs (mm) XylazineZolazepamKetamine Tiletamine
7,2+2
7,2+2
10,1+3
10,1+3
7,2+2 7,3+1 7,0+2 6,9+1 6,7+2 6,6+1 6,3+1
9,2+1 9,2+3
9,2+3 8,8+1
12,3+4 11,5+3
9,2+3 8,8+3
8,8+2 8,8+1
11,5+4 11,0+4
8,4+2 8,4+3
7,9+2 7,8+1
11,0+4 10,9+5
8,4+3
7,5+2
10,6+2
: Left ventricular posterior wall thickness at end-diastole : Left ventricular posterior wall thickness at end-systole
LVWd (mm)
15
10
5 0
10
20
30
40
Durasi Obat Bius (menit) LVWd Xylazine-Ketamine
50
60
a
LVWd Zolazepam-Teletamine
LVWs (mm)
15
10
5 0
10
20
30
40
Durasi Obat Bius (menit) LVWs Xylazine-Ketamine
50
60
b
LVWs Zolazepam-Teletamine
Gambar 23. Pengamatan ketebalan dinding ventikel kiri anjing pada saat diastol (gbr. a) dan sistol (gbr. b) setelah perlakuan pemberian Xylazine- Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine
43
Pemberian kombinasi xylazine-ketamine akan menurunkan nilai LVW baik pada saat end–diastole maupun end-sistole (Gambar 23a dan 23b). Hal ini disebabkan karena xylazine akan berikatan dengan alpha-2 reseptor
yang akan menghambat pelepasan norepinephrine melalui
penekanan pada sistem saraf simpatis (Mycek et al. 1997). Left ventricular posterior wall thickness
baik dalam keadaan end diastole maupun end
sistole bergantung pada kontraksi otot jantung melalui perangsangan dari sistem saraf simpatis (Conville dan Bassert 2002), sehingga pemberian xylazine dapat menurunkan kontraksi dari otot jantung. mempunyai efek
Ketamine
meningkatkan kontraksi dan spasmus otot, jika
dikombinasikan dengan alpha-2 agonis seperti xylazine maka akan menurunkan efek dari ketamine tersebut (Seymour
Novakovski 2007),
sehingga pada pemberian kombinasi xylazine-ketamine akan menyebabkan penurunan nilai LVW baik pada saat end diastole maupun end sistole (P<0,05). Dari hasil pengamatan terlihat peningkatan nilai LVW baik pada saat diastole maupun sistole pada menit ke-5 setelah pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine (Gambar 23a dan 23b). Peningkatan ini disebabkan karena ketamine mempunyai efek merangsang sistem kardiovaskular melalui efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis (Gunawan 2009), yang akan mengakibatkan peningkatan kontraksi otot jantung, sedangkan diazepam bekerja lebih kepada sedasi (Mycek, Harvey and Champe 1997). Karena kombinasi zolazepam-tiletamine mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan kombinasi diazepam dan ketamine (Seymour dan Novakovski 2007),
sehingga
pemberian
kombinasi
zolazepam-tiletamine
dapat
meningkatkan kontraksi otot jantung dan mengakibatkan peningkatan nilai LVW baik pada saat end-diastole maupun end-sistole (P<0,05).
Left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd), left ventricular internal dimension at end-systole (LVIDs) Left ventricular internal dimension at end-diastole (LVIDd) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir diastol,
44
left ventricular
internal dimension at end-systole (LVIDs) yaitu dimensi internal ruang ventrikel kiri saat akhir sistol. Dimensi internal ruang ventrikel jantung sangat bergantung pada kontraktilitas dari sel-sel otot jantung yang dapat dipengaruhi oleh stimulasi saraf simpatis (Udjianti 2010). Dimensi internal ruang ventrikel jantung baik pada saat end-diastole maupun end-sistole akan mempengaruhi volume akhir diastolik (preload) dan volume akhir sistolik (afterload) (Udjianti 2010). Selisih antara preload dan afterload disebut dengan compliance jantung, yaitu kemampuan meregang atau mengembangnya kedua ventrikel (Udjianti 2010) Tabel 9.
Pengamatan LVIDd & LVIDs anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam -Tiletamine LVIDd (mm)
LVIDs (mm)
Complience
Menit
XylazineZolazepamXylazineZolazepamKetamine Tiletamine Ketamine Tiletamine 0 25,8+1 25,8+1 18,0+4 18,0+4 5 30,0+4 20,9+2 24,3+6 14,2+2 10 30,0+3 19,8+2 25,7+3 13,8+1 20 29,8+2 19,2+2 25,5+4 14,3+3 30 29,9+3 21,6+3 24,9+4 15,4+3 40 28,2+1 22,0+2 23,0+1 16,2+3 50 27,6+1 23,5+3 22,5+4 16,2+5 60 27,4+1 23,4+2 22,5+1 15,8+6 Keterangan : LVIDd : Left ventricular inter dimension at end-diastole LVIDs : Left ventricular inter dimension at end-systole
XylazineKetamine 7,8 5,7 4,3 4,3 5.0 5,2 5,1 4,9
ZolazepamTiletamine 7,8 6,7 6,0 4,9 6,2 5,8 7,3 7,6
LVIDd (mm)
45
30
15
0 0
10
20
30
40
50
Durasi Obat Bius (menit) a LVIDd Xylazine-Ketamine
LVIDd Zolazepam-Teletamine
45
60
LVIDs (mm)
45
30
15
0 0
10
20
30
40
Durasi Obat Bius (menit) LVIDs Xylazine-Ketamine
50
60
b
LVIDs Zolazepam-Teletamine
Gambar 24. Pengamatan LVIDd (a) dan LVIDs (b) anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam tiletamine
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pemberian kombinasi xylazine-ketamine menyebabkan perluasan ruang dimensi internal ventrikel jantung baik saat diastol maupun sistol dimulai dari menit ke-5 sampai menit ke-30 pengamatan (Gambar 24a dan 24b). Dimensi internal ruang ventrikel kiri baik saat diastol maupun sistol tergantung pada kontraktilitas dari otot ventrikel jantung, sedangkan kontraktilitas otot jantung dipengaruhi oleh stimulasi saraf simpatis (Udjianti 2010). Pemberian xylazine akan menekan sistem saraf simpatis (Mycek et al. 1997). Karena efek penekanannya pada sistem saraf simpatis maka pemberian xylazine dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung, sedangkan pemberian ketamine akan meningkatkan kontraksi
otot, jika
dikombinasikan dengan xylazine maka xylazine akan menurunkan efek dari ketamine
(Seymour
Novakovski 2007), sehingga pada pemberian
kombinasi xylazine-ketamine akan mengakibatkan perluasan pada dimensi interna ruang ventrikel kiri pada saat diastol maupun sistol (P<0,05). Pada gambar 24a dan 24b, terlihat dengan pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine terjadi penyempitan dari dimensi internal ruang ventrikel kiri
pada saat diastol maupun sistol. Penyempitan ini sangat
46
bergantung pada kontraktilitas otot jantung yang dipengaruhi oleh stimulasi saraf simpatis (Udjianti
2010). Menurut Plumb (2003), pemberian
tiletamine akan menstimulasi saraf simpatis pada sistem kardiovaskular, sedangkan zolazepam mempunyai efek lebih kepada muscle relaxant dan anticonvulsant (Seymour dan Novakovski 2007), sehingga pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan kontraktilitas otot jantung yang mengakibatkan terjadi penyempitan dari dimensi internal ruang ventrikel kiri pada saat diastol maupun sistol (P<0,05). Interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd), interventricular septal thickness at end- systole (IVSs)
Interventricular septal thickness at end-diastole (IVSd) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir diastole, interventricular septal thickness at end- systole (IVSs) yaitu ketebalan dinding septa interventrikular saat akhir systole. Interventrikular septa adalah sekat yang memisahkan antara ventrikel kiri dengan ventrikel kanan. Tabel 10. Pengamatan ketebalan dinding septa intra ventrikel anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine IVSd (mm) XylazineZolazepamKetamine Tiletamine
Menit 0 5 10 20 30 40 50 60 Keterangan: IVSd IVSs
6,6+2 6,3+1 6,4+1 6,1+1 5,6+1 6,4+1 6,0+1 6,1+2
6,6+2 6,8+1 7,4+3 7,1+2 7,1+2 6,5+2 6,5+1 6,3+1
IVSs (mm) XylazineZolazepamKetamine Tiletamine 9,8+1 8,1+3 7,3+1 7,1+2 7,5+1 7,6+2 7,4+1 7,9+2
: Interventricular septal thickness at end-diastole : Interventricular septal thickness at end-systole
47
9,8+1 9,0+2 8,6+2 8,6+2 8,6+3 8,6+2 8,3+2 8,3+2
12
IVSd (mm)
10 8 6 4 0
10
20
30
40
50
60
Durasi Obat Bius (menit) IVSd Xylazine-Ketamine
IVSd Zolazepam-Tiletamine
0
30
12
IVSs (mm)
10 8 6 4 10
20
40
50
60
Durasi Obat Bius (menit) IVSs Xylazine-Ketamine
IVSs Zolazepam-Tiletamine
Gambar 25. Pengamatan IVSd dan IVSs anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam- tiletamine
Dari hasil pengamatan parameter Inter Venticular Septa pada saat diastol tidak terlalu terpengaruh oleh pemberian kombinasi xylazine ketamine dan zolazepam-tiletamine (P>0,05), sedangkan pada saat sistol pemberian
kombinasi
xylazine-ketamine
dan
zolazepam-tiletamine
cenderung menurunkan nilai IVSs (P>0,05) (Gambar 25). Penurunan nilai IVSs ini cenderung dipengaruhi secara pasif oleh kontraksi otot ventrikel (Left ventricular posterior wall), karena otot pada Interventricular septum tidak aktif bergerak dan hanya berfungsi sebagai dinding pembatas antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri. 48
Stroke volume ( SV) Stroke volume atau volume sekucup adalah
jumlah darah yang
dipompakan saat ventrikel satu kali berkontraksi, atau bisa juga sebagai perbedaan antara volume darah dalam ventrikel pada akhir diastolik dan volume sisa ventrikel pada akhir sistolik (end diastole volume – end sistole volume) (Udjianti 2010). Tabel 11. Pengamatan Stroke Volume anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine Stroke Volume (ml) Menit Xylazine-Ketamine Zolazepam-Tiletamine 0 13,0+3 13,0+3 5 13,0+4 5,5+3 5,4+1 10 13,2+6 20 13,6+4 6,5+2 30 14,3+3 6,8+1 6,9+3 40 14,0+4 50 13,5+3 7,5+2 60 13,0+2 8,3+1 16 Stroke Volume (ml)
14 12 10 8 6 4 0
10
20
30
40
50
60
Durasi Obat Bius (menit) Stroke Volume Xylazine-Ketamine
Stroke Volume Zolazepam-Tiletamine
Gambar 26. Pengamatan Stroke Volume (SV) anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pemberian kombinasi xylazine-ketamine menyebabkan peningkatan nilai stroke volume (Gambar 26).
49
Faktor utama yang terpenting dalam mengukur stroke volume adalah pembuluh balik vena yang membawa darah kembali ke jantung melalui atrium kanan yang kemudian masuk ke ventrikel kanan.
Jantung akan
memompa keluar sejumlah darah sesuai dengan jumlah darah yang masuk melalui vena cava cranialis dan vena cava caudalis. Pengukuran stroke volume tergantung dari kemampuan kontraksi otot jantung (Lippold dan Cogdell 1991), sedangkan kontraksi otot jantung ini berhubungan dengan adanya rangsangan dari sistem saraf simpatis (Conville dan Bassert 2002). Pemberian xylazine akan menurunkan kontraksi otot jantung melalui efek xylazine pada alpha-2 reseptor yang
menghambat pelepasan
norepinephrine melalui penekanan pada sistem saraf simpatis (Mycek et al. 1997). Penurunan kontraksi otot jantung ini mengakibatkan perluasan dari dimensi
interna ruang
ventrikel sehingga ventrikel lebih
banyak
menampung darah dari atrium dan jantung akan memompakan darah keluar sesuai dengan jumlah darah yang masuk (Lippold dan Cogdel 1991), sedangkan pemberian ketamine akan merangsang kardiovaskular melalui efek perangsangannya pada pusat saraf simpatis (Gunawan 2009).
Jika
ketamine dikombinasikan dengan xylazine maka xylazine akan menurunkan efek daripada ketamine, sehingga pemberian kombinasi xylazine-ketamine akan meningkatkan stroke volume (P<0,05). Kebalikan dengan efek kombinasi
xylazine-ketamine, kombinasi
zolazepam-tiletamine menyebabkan penurunan stroke volume. Penurunan ini disebabkan karena tiletamine mempunyai efek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot, melalui efek stimulasinya terhadap sistem saraf pusat (Seymour
dan
Novakovski
2007)
sehingga
akan
mengakibatkan
penyempitan dari dimensi interna ruang ventrikel. Penyempitan dimensi interna ruang ventrikel menyebabkan ventrikel lebih sedikit menampung darah dan jantung akan memompa darah keluar sesuai dengan jumlah darah yang masuk (Lippold
dan Cogdel 1991), sedangkan zolazepam bekerja
lebih kepada muscle relaxant dan anticonvulsant (Seymour dan Novakovski 2007),
sehingga
pemberian
kombinasi
menurunkan stroke volume (P<0,05).
50
zolazepam-tiletamine
akan
Cardiac output (CO) Cardiac output atau curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan ventrikel baik itu dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan ke dalam sirkulasi pulmonal dan sistemik selama satu menit (Udjianti 2010). Mekanisme homeostatik curah jantung adalah mekanisme yang mengatur jantung serta faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pembuluh darah perifer dan tahanan perifer.
Curah jantung bertanggung jawab
terhadap transportasi darah (oksigen dan nutrien) untuk menyuplai kebutuhan jaringan (Udjianti 2010). Tabel 12. Pengamatan Cardiac Output anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine Cardiac output (L/menit) Menit Xylazine-Ketamine Zolazepam-Tiletamine 0 1,1+0 1,1+0 5 0,9+0 1,1+1 1,1+0 10 0,7+0 20 0,7+0 1,3+0 30 0,7+0 1,4+0 40 0,6+0 1,4+0 1,6+1 50 0,5+0 60 0,5+0 1,6+0
Cardiac Output (liter/menit)
2 1,6 1,2 0,8 0,4 0 0
10
20
30
40
50
Durasi Obat Bius (menit) Cardiac Output Xylazine-Ketamine Cardiac Output Zolazepam-Tiletamine Gambar 27. Pengamatan Cardiac Output (CO) anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine
51
60
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pemberian kombinasi xylazine-ketamine menurunkan cardiac output (Gambar 27). Peningkatan cardiac output bisa melalui dua cara yaitu pertama jika terjadi peningkatan pada stroke volume dan yang kedua adalah bila terjadi peningkatan pada heart rate, sebaliknya jika stroke volume maupun heart rate menurun maka cardiac output akan menurun.
Cardiac output
merupakan perkalian antara stroke volume dengan heart rate, jika dirumuskan CO = SV x HR (Lippold & Cogdell 1991). Penurunan cardiac output pada pemberian kombinasi xylazineketamine disebabkan karena xylazine akan berikatan dengan alpha-2 reseptor pada ujung saraf adrenergik dengan mekanisme menghambat pelepasan norepinephrine (Mycek et al. 1997) sehingga terjadi vasodilatasi dari pembuluh darah perifer tubuh yang berdampak pada terjadinya penurunan frekuensi jantung (Flaherty 2003), sedangkan ketamine bekerja dengan menjaga frekuensi jantung supaya tidak turun secara ekstrim setelah pemberian xylazine (Seymour dan Novakovski 2007). Pengukuran stroke volume tergantung dari kemampuan kontraksi otot jantung (Lippold dan Cogdell 1991) dan kontraksi otot jantung ini berhubungan dengan adanya rangsangan dari sistem saraf simpatis (Conville dan Bassert 2002). Jika terjadi penurunan kontraksi otot jantung maka stroke volume akan meningkat hal ini disebabkan karena penurunan kontraksi dari otot jantung akan meluaskan dimensi interna ruang ventrikel jantung sehingga ventrikel akan menampung lebih banyak darah dan jantung akan memompa darah keluar sesuai dengan darah yang masuk, sehingga stroke volume
akan
meningkat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan dari kontraksi otot jantung maka dimensi interna ruang ventrikel akan menyempit sehingga ventrikel akan menampung darah lebih sedikit dan darah yang akan dikeluar oleh jantung menjadi lebih sedikit yang mengakibatkan penurunan stroke volume. Pada pemberian kombinasi xylazine-ketamine terjadi peningkatan stroke volume yang disebabkan karena xylazine akan menekan sistem saraf simpatis (Mycek et al. 1997) sehingga akan menurunkan kontraksi dari otot jantung dan berakibat pada peningkatan
52
stroke volume. Karena pada
pemberian kombinasi xylazine-ketamine terjadi penurunan heart rate dan peningkatan stroke volume maka kombinasi xylazine-ketamine akan menurunkan cardiac output (P<0,05). Kebalikan dengan efek kombinasi xylazine-ketamine, kombinasi zolazepam-tiletamine menyebabkan peningkatan nilai cardiac output (Gambar 27). Peningkatan nilai ini disebabkan karena pemberian tiletamine akan menstimulasi saraf simpatis pada sistem kardiovaskular sehingga terjadi
pelepasan
norepinephrine
oleh
reseptor
adrenergik
yang
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan berdampak pada terjadinya peningkatan heart rate (Plumb 2003), sedangkan zolazepam mempunyai efek lebih kepada muscle relaxant dan anticonvulsant (Seymour dan Novakovski 2007). Pada sistem kardiovaskular tiletamine juga mempunyai efek meningkatkan kontraksi dan spasmus otot, melalui efek stimulasinya terhadap sistem saraf pusat (Seymour dan Novakovski 2007). Peningkatan kontraksi dari otot jantung akan mengakibatkan penurunan dari stroke volume.
Pada
pemberian
kombinasi
zolazepam-tiletamine
terjadi
peningkatan heart rate dan menurunkan stroke volume, sehingga pemberian obat ini akan meningkatkan cardiac output (P<0,05).
Ejection time (ET) Ejection Time (ET) adalah waktu yang dibutuhkan untuk ventrikel kanan dan kiri berkontraksi mengeluarkan darah ke sirkulasi pulmonum dan sirkulasi sistemik, dihitung dari end-diastole sampai end-systole (Gambar 21) (Penninck dan Anjou 2008). Tabel 13.
Pengamatan Ejection Time anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine Menit
0 5 10 20 30 40 50 60
Ejection Time (detik) Xylazine-Ketamine Zolazepam-Teletamine 0,24+0 0,24+0 0,24+0 0,19+0 0,26+0 0,19+0 0,26+0 0,19+0 0,27+0 0,19+0 0,28+0 0,19+0 0,29+0 0,19+0 0,30+0 0,19+0
53
Ejection Time (detik)
0,4
0,3
0,2
0,1
0 0
10
20 30 40 50 60 Durasi Obat Bius (menit) Ejection Time Xylazine-Ketamine Ejection Time Zolazepam-Teletamine Gambar 28. Pengamatan Ejection Time anjing setelah perlakuan pemberian xylazine-ketamine dan zolazepam-tiletamine
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pemberian kombinasi xylazine-ketamine akan meningkatkan
ejection time (ET) (Gambar 28).
Peningkatan ini disebabkan efek xylazine pada alpha-2 reseptor dapat menghambat pelepasan norepinephrine (Mycek et al. 1997) sehingga terjadi vasodilatasi dari pembuluh darah perifer tubuh yang berdampak pada terjadinya penurunan frekuensi jantung (Flaherty 2003). Dengan pemberian kombinasi xylazine-ketamine
frekuensi jantung akan menurun yang
mengakibatkan perpanjangan pada gelombang QRS dan T pada gambar elektrokadiografi, sehingga jarak antara end-diastole ke end-systole menjadi lebih panjang dan akan meningkatan ejection time (P<0,05). Sebalikanya pada pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine terjadia penurunan ejection time (Gambar 28). Penurunan ini disebabkan karena
tiletamine mempunyai efek
menstimulasi saraf simpatis pada
reseptor adrenergik untuk melepas norepinephrine, sehingga menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang berdampak pada terjadinya peningkatan frekuensi jantung (Plumb 2003). Peningkatan frekuensi jantung ini
akan
memperpendek gelombang QRS dan T pada gambar elektrokadiograpfi, sehingga jarak antara end-diastole ke end-systole menjadi lebih pendek dan akan menurunkan ejection time (P<0,05). 54
Fractional shortening (FS) Fractional Shortening (FS) adalah fraksi pemendekkan dari otot jantung. Fractional Shortening (FS) didapat dari perhitungan rumus : FS = (LVIDd – LVIDs) : LVIDd ( Panninck dan Anjou 2008 ). Tabel 14.
Pengamatan Fractional Shortening anjing setelah perlakuan pemberian Xylazine-Ketamine dan ZolazepamTiletamine Menit
0 5 10 20 30 40 50 60
Fractional Shortening (%) Xylazine-Ketamine Zolazepam-Teletamin 0,30+0 0,30+0 0,27+0 0,31+0 0,21+0 0,31+0 0,20+0 0,33+0 0,19+0 0,33+0 0,18+0 0,33+0 0,19+0 0,33+0 0,20+0 0,35+0
Fractional Shortening (%)
0,4
0,3
0,2
0,1
0 0
10
20
30
40
50
60
Durasi Obat Bius (menit) Fractional Shortening xylazin-ketamine Fractional Shortening zolazepam-tiletamine Gambar 29. Pengamatan Fractional Shortening (FS) anjing setelah pemberian Xylazine-Ketamine dan Zolazepam-Tiletamine
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pemberian kombinasi xylazine-ketamine
akan menurunkan FS (Gambar 29). Penurunan ini
disebabkan efek xylazine akan menekan sistem saraf simpatis (Mycek et al. 1997), sehingga akan menurunkan kontraktilitas otot jantung (Udjianti
55
2010). Penurunan kontraktilitas otot jantung ini akan mengakibatkan perluasan pada dimensi interna ruang ventrikel kiri baik pada saat sistol maupun diastol. Karena FS di dapat dari perhitungan (LVIDd-LVIDs) : LVIDd (Panninck dan Anjou 2008), maka pemberian kombinasi xylazineketamine akan menurunkan nilai FS (P<0,05). Sebaliknya terjadi peningkatan FS pada pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine. Peningkatan ini disebabkan karena efek tiletamine pada sistem kardiovaskular akan menstimulasi saraf simpatis (Plumb 2003). Efek stimulasi ini akan meningkatkan kontraktilitas otot jantung (Udjianti 2010), sehingga terjadi penyempitan dari dimensi internal ruang ventrikel kiri baik pada saat diastol maupun sistol, sehingga pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine meningkatkan FS (P<0,05).
Dari hasil seluruh pengamatan dapat dilihat xylazine yang termasuk pada golongan alpha-2
adrenoreceptor memiliki potensi sedativa dan
analgesika. Efek agonist xylazine pada reseptor alpha terletak di jantung yaitu dengan mendepres sistem kardiovaskular (Seymour & Novakovski 2007), melalui penekanannya pada sistem saraf simpatis (Mycek et al. 1997). Pada reseptor alpha-2,
xylazine akan menghambat pelepasan
norepinephrine yang berdampak pada penurunan frekuensi jantung (Mycek, et. al., 1997), sedangkan ketamine mempunyai efek menstimulasi sistem saraf simpatis (Plumb 2003). Jika dikombinasikan dengan alpha-2 agonis seperti xylazine maka akan terjadi penurunkan efek dari ketamine tersebut (Seymour Novakovski 2007), sehingga pemberian kombinasi xylazineketamine akan menurunkan frekuensi jantung. Penurunan frekuensi jantung ini akan mengakibatkan peningkatan pada ejection time. Sedangkan dampak lain dari pemberian kombinasi xylazine-ketamine adalah terjadinya peningkatan dari dimensi internal ruang ventrikel jantung yang akan diikuti oleh peningkatan dari stroke volume. Penurunan frekuensi jantung yang diikuti oleh peningkatan stroke volume akan berakhir pada terjadinya penurunan dari cardiac output, karena cardiac output merupakan perkalian dari frekuensi jantung dan stroke volume. Kebalikan dengan efek kombinasi
56
xylazine-ketamine, kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan frekuensi jantung yang berdampak pada penurunan dari ejection time. Selain efek tadi, kombinasi zolazepam-tiletamine juga akan menurunkan dimensi internal ruang ventrikel jantung yang diikuti oleh penurunan dari stroke volume. Peningkatan frekuensi jantung yang disertai oleh penurunan dari stroke volume akibat dari pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan meningkatkan cardiac output. Cardiac output menjadi sangat penting karena cardiac output bertanggung jawab terhadap transportasi darah (oksigen dan nutrien) untuk menyuplai kebutuhan jaringan tubuh selama berjalannya operasi.
Walaupun kombinasi zolazepam-tiletamine akan
meningkatkan cardiac output tapi harus tetap berhati-hati karena pemberian kombinasi ini dapat meningkatkan frekuensi jantung sampai dua kali lipat dari frekuensi jantung normal.
57
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Ekhokardiografi Mmode anjing kampung ini, bahwa pemberian kombinasi xylazine-ketamine akan menekan sistem kardiovaskular sehingga menurunkan nilai HR, LVWd, LVWs, CO, FS dan akan meningkatkan nilai LVIDd, LVIDs, SV, dan ET. sedangkan pemberian kombinasi zolazepam-tiletamine akan menstimulasi sistem kardiovaskular sehingga menurunkan nilai LVIDd, LVIDs, SV, ET dan akan meningkatkan nilai HR, LVWd, LVWs, CO dan FS.
SARAN
Pembiusan menggunakan kombinasi xylazine-ketamine sebaiknya dihindari pada pasien yang menderita penyakit pada sistem kardiovaskular seperti kebocoran katub atrio ventrikel dan dilatation cardiomyopathy, sedangkan penggunaan kombinasi obat bius zolazepam-tiletamine sebaiknya tidak diberikan pada pasien penderita penyakit jantung cardiomiopathy.
58
hypertrophy
DAFTAR PUSTAKA
Adam, AB., Afshar, FS., and Balani, MRB. 2007. Cardiopulmonary effects of Acepromazine -Ketamine administration in the sheep. Bulletin Vet Inst Pulawy 51:93-96. Allan, A., Fenning, A., Levick, S., Hoey, A., and Brown, L. 2010. Reversal of Cardiac Dysfunction by Selective ET-A Reseptor Antagonism. British Journal of Pharmacology. Anonim. 2009. Anjing [terhubung berkala]. http//www.anjingkita.com [19 April 2009]. Anonimus. Aloka Ultrasound Diagnostic Equipment SSD-4000. Rev.1. Aloka Co.,LTD.Japan. Barr Frances 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Blackwell Scientific Publishing. London. Becker, DIDDS., 2006. Fundamental of Electrocardiography Interpretation. Journal of Anesth Prog. 2006, 53(2):53-64. Bove, CM., 2010. ECG of the month Sinus bradycardia. J.AM Vet Med ASSOC 210 Sept 1; 237(5)509-11. Brader, GC., Pugh, DM., Bywater, RJ., Jenkins, WI., 1991. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. Fifth Edition. Bailliere Tindall. London PhiladelphianToronto Sydney Tokyo. Carisson, C., Haggstrain, J., Eriksson, A., Jarvinen, AK., Kvart, C., Lord, P., 2009. Size and shape of rigth heart chambers in mitral valve regurgitation in small breed dogs. J Vet Intern Med 2009 Sep-Oct ; 23(5): 1007 – 13. Carvert, CA., 2007. Heart and Blood Vessel Disorders. Dalam Kahn, CM, editor. The Merck/Merial Manual for pet Health. USA: Merck & Co, Inc. Hal. 371-375. Changmin H, Jianguo C. 2010. Effects of xylazine alone and in combination with ketamine on the metabolic and neurohumoral responses in healthy dogs. Journal of Veterinary Anaesthesi 37 (4):322-8 Conville Thomas & Bassert J. 2002. Clinical Anatomy & Phsycology for Veterinary Technicians. Mosby Inc. Missouri.
59
Copeland, J., Dilon, P. 2005. The health and phsycho-social consequences of ketamine use. International Journal of Drug Policy 16:122-131. Cunningham, JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. USA; Saunders. Pp. 166-172; 180-182. Cutwell, NM., Bonaguna, JD., Schber, KE., 2011. Comparison of echocardiographic indioes of myocardial strain with invasive measurements of left ventricular systolic function in anesthetized healthy dog. Departement of Veterinary Clinical Sciences. College of Veterinary Medicine. The Olio State University Colombus. Am J.Vet 2011 May 72(5): 650-60 Devi, P., 2009. Nilai Referensi Motion mode Echochardiography pada Anjing Kampung Normal (Canis lupus familiaris) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Durrani, UF., Ashraf, M,, and Khan, MA. 2009. A Comparison of the clinical effects associated with xylazine-ketamine cocktail in pegeons (Columba livia). Journal of Veterinary Animal Science; 33 (5) : 413-417. Egner, B., Carr, A., Brown, S., 2007. Essential Facts of Blood Pressure in Dogs and Cats. A Reference Guide. Evans HE. 1993. Anatomy of the Dog. Third Edition. W.B.Saunders Company. Philadelphia. 9. Flaherty Derek. 2003. Anaesthesia for Veterinary Nurses. Blackwell Publishing Company. USA Gravahan Brad 2003. Cardiology in Dog and Cat. Continuing Education Program. Thailand Gorda, IW., Wardhita AAGJ, and Dharmayudha, AAGO. 2010. Perbandingan Efek Pemberian Anestesi Xylazine-Ketamine Hidroklorida dengan anestesi Tiletamine-Zolazepam Terhadap Capillary Refill Time ( CRT ) dan Warna Selaput Lendir Pada Anjing. Buletin Veteriner Udayana Vol.3No.2 Guglielmini, C., Diana, A., Pietra, M., Tommoso, M., Cipone, M., 2009. Use of the vertebral heart score in coughing dogs with chronic degenerative mitral valve disease. J Vet Med Sci, 2009 Jan, 7 1(1): 9-13. Gunawan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
60
Kitahata H et al. 1999. Effect of sevoflurane on regional myocardial blood flow distribution: quantification with myocardial contrast echocardiography. Journal of anesthesiology 90(5):1436-45 Lippold.O. and Cogdel.B. 1991. Physiology Illustrated. Edward Arnold Publisher. London. Lumb, WV., Jones, EW., 1996. Veterinary anestesia. Ed ke-3. Philadelphia: Lea and Febiger. McKelvey D., Hollingshcad, KW., 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia Ed. Ke-3. United States of America: Mosby. 448 hlm. Meyer 1992. Veterinary Laboratory Medicine. Interpretation and Diagnosis. W.B.Saunders Company. Philadelphia Muir, WW., Hubbell JAE., Skarda, RT., Bodnarski, RM., 2000. Veterinary Anesthesia. Ed. Ke-3. United States of America: Mosby. Mycek, Harvey and Champe 1997. Lippincott′s Illustrated Reviews : Pharmacology, 2nd Edition. Lippincott-Raven Publisher. Philadelphia Nakatani S, Beppu S. 1992. Left ventricular function and the relationship between left artrial pressure and peak early diastolic filling velocity in dog. Journal of American Cardiovascular 26(2):109-14 Narbutas K, Lekas R. 2002. Characteristics of general anesthesia in the investigation of heart electrophysiology. Journal of Medicine 38(8):843-8 O’Grady, ML. and O’Sullivan ML. 2004. www.vetgo.com/Cardio/index.php. Electrocardiology. [5 Januari 2010]. Pearce Evelyn 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Cetakan ke tiga puluh satu. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Pertiwi, 2004. Perbandingan Gambaran Klinis antara Kombinasi Atropin Sulfas – Xylazine, Ketamine dan Atropin Sulfas-MidazolamKetamine pada Anjing. [Tesis], Bogor; Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Panninck D and d′Anjou MA. 2008. Atlas of Small Ultrasonography . 1st Edition. Blackwell Publishing. Iowa. Plumb Donald. 2005. Veterinary Drug Handbook. 5th Edition. Blackwell Publishing. Iowa.
61
Rauser.P. et al. 2008. Chages of Vital Parameter after Administration of Butorphanol During Tiletamine-Zolazepam-Ketamine-Xylazine Anesthesia for Joint Surgery in Miniature Pgs. ACTA VET 77: 251-256. Reece William 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Third Edition. Blackwell Publishing. Iowa. Schober, KI., Hart, TM., Stern, JA., Lix, Samri, VF., Seas, LJ., Scansen, BA., Bonagura, JD., 2010. Detection of congestive heart failure in dogs by Doppler echocardiography. A vet Intern Med. 2010 NoDec; 24(6): 1358-68. Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Edisi pertama. Yogyakarta. Graha Ilmu. Seymour Chris and Novakovski. 2007. BSAVA Manual of Canine and Feline Anaesthesia and Analgesia. BSAVA. Gloucester Syaifuddin, 2009. Fisiologi Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika. Theresa, WF., 2002. Small Animal Surgery. 2nd Edition. Mosby. Missauri. Tilley and Smith. 1997. The 5 Minutes Veterinary Consult Canine and Feline. Williams and Wilkins Company. Maryland. Tortora, GJ. 2005. Principles of Human Anatomy. Ed ke-10. USA: John Wiley and Soons, Inc. Trisoli VG, Gouletsou PG. 2011. Uterine leiosarcoma and pyometra in a dog. Journal of Small Animal Practice ;52(2):121-4. Udjianti WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. William, LS., Levy, JK., Robertson, SA., Cistola, AM., and Centonze, LA. 2002. Use of the anesthetic combination of tiletamine, zolazepam, ketamine, and xylazine for neutering feral cats. JAVMA vol 220. No.10.
62
Lampiran 1.
RAL in TIME HR The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
R
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
63
RAL in TIME HR The GLM Procedure Dependent Variable: HR Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
283463.9250
5558.1162
Error
28
4952.0250
176.8580
31.43 <.0001
Corrected Total 79 288415.9500 P-value dari Model (<.0001) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE HR Mean 0.982830 11.15437 13.29880 119.2250 R-square = 0.982830 = 98,3 %, menunjukkan bahwa, 98,3% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 206045.0000 206045.0000 1165.03 <.0001
r(Perlakuan)
8
19330.9500
2416.3688
13.66 <.0001
Waktu
7
13360.7500
1908.6786
10.79 <.0001
28
10810.6250
386.0938
2.18 0.0216
7
33916.6000
4845.2286
27.40 <.0001
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 206045.0000 206045.0000 1165.03 <.0001
r(Perlakuan)
4
5546.3750
1386.5938
7.84 0.0002
Waktu
7
13360.7500
1908.6786
10.79 <.0001
28
10810.6250
386.0937
2.18 0.0216
7
33916.6000
4845.2286
27.40 <.0001
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
206045.0000
206045.0000
148.60
0.0003
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
13360.75000
1908.67857
4.94
0.0010
64
RAL in TIME HR The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for HR
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 1386.594 2
23.12
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
169.975 40 ZTIM
B
68.475 40 XKIM
65
RAL in TIME HR The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for HR
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
28 386.0937
3
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 128.500 10 10
A A
124.600 10 20
A A
124.100 10 30
A A
123.600 10 5
A A
123.300 10 50
A A
8
18.00 18.91 19.50 19.92 20.24 20.49 20.68 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
122.600 10 40
A A
121.700 10 60
B
85.400 10 0
66
Lampiran 2.
RAL in TIME LVWd The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
R
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
67
RAL in TIME LVWd The GLM Procedure Dependent Variable: LVWd Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
324.9707638
6.3719758
Error
28
54.1766350
1.9348798
3.29 0.0006
Corrected Total 79 379.1473988 P-value dari Model (0.0006) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE LVWd Mean 0.857109 17.99744 1.391000 7.728875 R-square = 0.857109= 85,7 %, menunjukkan bahwa, 85,7% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1
55.2615013
55.2615013
28.56 <.0001
r(Perlakuan)
8 211.9228100
26.4903512
13.69 <.0001
Waktu
7
11.3105087
1.6157870
0.84 0.5676
28
38.0630350
1.3593941
0.70 0.8221
7
8.4129088
1.2018441
0.62 0.7340
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 55.26150125 55.26150125
28.56 <.0001
r(Perlakuan)
4 56.27300500 14.06825125
7.27 0.0004
Waktu
7 11.31050875
1.61578696
0.84 0.5676
28 38.06303500
1.35939411
0.70 0.8221
1.20184411
0.62 0.7340
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
7
8.41290875
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
55.26150125
55.26150125
3.93
0.1185
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
11.31050875
1.61578696
1.19
0.3410
68
RAL in TIME LVWd The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVWd
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 14.06825 2
2.329
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean N Perlakuan 8.5600 40 ZTIM
A A
6.8978 40 XKIM
69
RAL in TIME LVWd The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVWd
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 1.359394
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 8.2400 10 10
A A
8.2100 10 5
A A
8.0900 10 20
A A
7.6900 10 30
A A
7.5400 10 40
A A
7.5110 10 50
A A
7.3500 10 60
A A
8
1.068 1.122 1.157 1.182 1.201 1.216 1.227 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
7.2000 10 0
70
Lampiran 3.
RAL in TIME LVWs The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
R
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
71
RAL in TIME LVWs The GLM Procedure Dependent Variable: LVWs Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
631.4550638
12.3814718
Error
28
86.2012350
3.0786155
4.02 <.0001
Corrected Total 79 717.6562987 P-value dari Model (<.0001) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE LVWs Mean 0.879885 17.74091 1.754598 9.890125 R-square = 0.879885 = 87.98 %, menunjukkan bahwa, 87.98% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 130.0245012 130.0245012
42.23 <.0001
r(Perlakuan)
8 338.8564600
42.3570575
13.76 <.0001
Waktu
7
22.1778088
3.1682584
1.03 0.4333
28 121.0659850
4.3237852
1.40 0.1871
2.7614727
0.90 0.5224
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
7 DF
19.3303087
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 130.0245013 130.0245013
r(Perlakuan)
4
66.4570050
16.6142513
5.40 0.0024
Waktu
7
22.1778088
3.1682584
1.03 0.4333
28 121.0659850
4.3237852
1.40 0.1871
2.7614727
0.90 0.5224
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
7
19.3303087
42.23 <.0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
130.0245013
130.0245013
7.83
0.0489
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
22.17780875
3.16825839
0.73
0.6460
72
RAL in TIME LVWs The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVWs
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 16.61425 2
2.531
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
11.1650 40 ZTIM
B
8.6153 40 XKIM
73
RAL in TIME LVWs The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVWs
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
28 4.323785
3
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 10.7600 10 5
A A
10.2200 10 10
A A
10.1500 10 20
A A
10.1000 10 0
A A
10.0500 10 30
A A
9.4810 10 40
A A
9.3200 10 50
A A
8
1.905 2.001 2.064 2.108 2.142 2.168 2.189 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
9.0400 10 60
74
Lampiran 4.
RAL in TIME LVIDd The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
R
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
75
RAL in TIME LVIDd The GLM Procedure Dependent Variable: LVIDd Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
1193.973000
23.411235
Error
28
156.609000
5.593179
4.19 <.0001
Corrected Total 79 1350.582000 P-value dari Model (<.0001) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE LVIDd Mean 0.884043 9.298173 2.364990 25.43500 R-square = 0.884043 = 88.4 %, menunjukkan bahwa,88.4% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 798.8480000 798.8480000 142.83 <.0001
r(Perlakuan)
8
77.0490000
9.6311250
1.72 0.1370
Waktu
7
7.5620000
1.0802857
0.19 0.9845
28 106.2980000
3.7963571
0.68 0.8445
7 204.2160000
29.1737143
5.22 0.0007
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 798.8480000 798.8480000 142.83 <.0001
r(Perlakuan)
4
39.8570000
9.9642500
1.78 0.1606
Waktu
7
7.5620000
1.0802857
0.19 0.9845
28 106.2980000
3.7963571
0.68 0.8445
7 204.2160000
29.1737143
5.22 0.0007
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
798.8480000
798.8480000
80.17
0.0009
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
7.56200000
1.08028571
0.28
0.9546
76
RAL in TIME LVIDd The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVIDd
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 9.96425 2
1.960
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
28.5950 40 XKIM
B
22.2750 40 ZTIM
77
RAL in TIME LVIDd The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVIDd
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 3.796357
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 25.8600 10 0
A A
25.7700 10 30
A A
25.5500 10 50
A A
25.4900 10 20
A A
25.4600 10 5
A A
25.4000 10 60
A A
25.0800 10 40
A A
8
1.785 1.875 1.934 1.976 2.007 2.031 2.051 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
24.8700 10 10
78
Lampiran 5.
RAL in TIME LVIDs The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
R
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
79
RAL in TIME LVIDs The GLM Procedure Dependent Variable: LVIDs Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
2145.618250
42.070946
Error
28
299.401250
10.692902
3.93 0.0001
Corrected Total 79 2445.019500 P-value dari Model (0.0001) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE LVIDs Mean 0.877546 16.98922 3.270000 19.24750 R-square = 0.877546= 87,8 %, menunjukkan bahwa,87,8% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 1320.312500 1320.312500 123.48 <.0001
r(Perlakuan)
8
168.832000
21.104000
1.97 0.0878
Waktu
7
29.357500
4.193929
0.39 0.8989
28
371.258750
13.259241
1.24 0.2865
7
255.857500
36.551071
3.42 0.0091
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 1320.312500 1320.312500 123.48 <.0001
r(Perlakuan)
4
94.848750
23.712187
2.22 0.0927
Waktu
7
29.357500
4.193929
0.39 0.8989
28
371.258750
13.259241
1.24 0.2865
7
255.857500
36.551071
3.42 0.0091
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
1320.312500
1320.312500
55.68
0.0017
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
29.35750000
4.19392857
0.32
0.9404
80
RAL in TIME LVIDs The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVIDs
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 23.71219 2
3.023
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
23.310 40 XKIM
B
15.185 40 ZTIM
81
RAL in TIME LVIDs The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for LVIDs
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 13.25924
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 19.920 10 20
A A
19.890 10 30
A A
19.710 10 10
A A
19.350 10 50
A A
19.250 10 5
A A
19.170 10 60
A A
18.670 10 40
A A
8
3.336 3.505 3.614 3.692 3.751 3.797 3.833 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
18.020 10 0
82
Lampiran 6.
RAL in TIME IVSd The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
R
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
83
RAL in TIME IVSd The GLM Procedure Dependent Variable: IVSd Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
156.1555387
3.0618733
Error
28
25.5164600
0.9113021
3.36 0.0005
Corrected Total 79 181.6719988 P-value dari Model (0.0005) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE IVSd Mean 0.859547 14.67491 0.954621 6.505125 R-square = 0.859547 = 85,95 %, menunjukkan bahwa, 85,95% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1
6.7338013
6.7338013
7.39 0.0111
r(Perlakuan)
8 110.2416100
13.7802012
15.12 <.0001
Waktu
7
4.0831088
0.5833013
0.64 0.7191
28
29.5268100
1.0545289
1.16 0.3510
7
5.5702088
0.7957441
0.87 0.5395
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1
6.73380125
6.73380125
7.39 0.0111
r(Perlakuan)
4 24.57358000
6.14339500
6.74 0.0006
Waktu
7
4.08310875
0.58330125
0.64 0.7191
28 29.52681000
1.05452893
1.16 0.3510
0.79574411
0.87 0.5395
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
7
5.57020875
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
6.73380125
6.73380125
1.10
0.3542
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
4.08310875
0.58330125
0.55
0.7868
84
RAL in TIME IVSd The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for IVSd
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 6.143395 2
1.539
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean N Perlakuan 6.7953 40 ZTIM
A A
6.2150 40 XKIM
85
RAL in TIME IVSd The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for IVSd
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 1.054529
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 6.8900 10 10
A A
6.7200 10 5
A A
6.6000 10 0
A A
6.5900 10 20
A A
6.4600 10 40
A A
6.3610 10 30
A A
6.2300 10 50
A A
8
0.941 0.988 1.019 1.041 1.058 1.071 1.081 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
6.1900 10 60
86
Lampiran 7.
RAL in TIME IVSs The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
r
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
87
RAL in TIME IVSs The GLM Procedure Dependent Variable: IVSs Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
229.2656250
4.4954044
Error
28
48.3082500
1.7252946
2.61 0.0039
Corrected Total 79 277.5738750 P-value dari Model (0.0039) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE IVSs Mean 0.825963 15.97695 1.313505 8.221250 R-square = 0.825963 = 82,6 %, menunjukkan bahwa, 82,6% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1
19.9001250
19.9001250
11.53 0.0021
r(Perlakuan)
8 128.1300000
16.0162500
9.28 <.0001
Waktu
7
33.8108750
4.8301250
2.80 0.0243
28
41.5897500
1.4853482
0.86 0.6527
7
5.8348750
0.8335536
0.48 0.8386
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 19.90012500 19.90012500
11.53 0.0021
r(Perlakuan)
4 51.63175000 12.90793750
7.48 0.0003
Waktu
7 33.81087500
4.83012500
2.80 0.0243
28 41.58975000
1.48534821
0.86 0.6527
0.83355357
0.48 0.8386
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
7
5.83487500
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
19.90012500
19.90012500
1.54
0.2822
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
33.81087500
4.83012500
3.25
0.0118
88
RAL in TIME IVSs The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for IVSs
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 12.90794 2
2.231
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean N Perlakuan 8.7200 40 ZTIM
A A
7.7225 40 XKIM
89
RAL in TIME IVSs The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for IVSs
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 1.485348
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu
A
9.7800 10 0
B
8.5100 10 5
B 8.1000 10 40
B B
8.1000 10 60
B B
8.0300 10 30
B B
7.9200 10 10
B B
7.8800 10 20
B B
8
1.116 1.173 1.210 1.236 1.255 1.271 1.283 Means with the same letter are not significantly different.
B
7
7.4500 10 50
90
Lampiran 8.
RAL in TIME SV The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
r
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
91
RAL in TIME SV The GLM Procedure Dependent Variable: SV Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
1376.721625
26.994542
Error
28
207.265250
7.402330
3.65 0.0002
Corrected Total 79 1583.986875 P-value dari Model (0.0002) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE SV Mean 0.869150 26.17652 2.720722 10.39375 R-square = 0.869150 = 86.9 %, menunjukkan bahwa, 86.9% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 743.5901250 743.5901250 100.45 <.0001
r(Perlakuan)
8 256.0805000
32.0100625
4.32 0.0017
Waktu
7
96.5938750
13.7991250
1.86 0.1140
28 152.5942500
5.4497946
0.74 0.7886
7 127.8628750
18.2661250
2.47 0.0418
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF
Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 743.5901250 743.5901250 100.45 <.0001
r(Perlakuan)
4
88.6267500
22.1566875
2.99 0.0356
Waktu
7
96.5938750
13.7991250
1.86 0.1140
28 152.5942500
5.4497946
0.74 0.7886
7 127.8628750
18.2661250
2.47 0.0418
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
743.5901250
743.5901250
33.56
0.0044
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
96.59387500
13.79912500
2.53
0.0376
92
RAL in TIME SV The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for SV
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 22.15669 2
2.922
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
13.443 40 XKIM
B
7.345 40 ZTIM
93
RAL in TIME SV The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for SV
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 5.449795
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu
A
12.980 10 0
B
10.680 10 60
B 10.530 10 30
B B
10.470 10 50
B B
8
2.139 2.247 2.317 2.367 2.405 2.434 2.457 Means with the same letter are not significantly different.
B
7
10.100 10 20
B B
9.810 10 40
B B
9.310 10 10
B B
9.270 10 5
94
Lampiran 9.
RAL in TIME CO The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
r
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
95
RAL in TIME CO The GLM Procedure Dependent Variable: CO Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
17.58869875
0.34487645
Error
28
2.16734000
0.07740500
4.46 <.0001
Corrected Total 79 19.75603875 P-value dari Model (<.0001) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE CO Mean 0.890295 27.08702 0.278218 1.027125 R-square = 0.890295 = 89.0 %, menunjukkan bahwa, 8.0% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 7.30236125
7.30236125
94.34 <.0001
r(Perlakuan)
8 4.40464000
0.55058000
7.11 <.0001
Waktu
7 0.50642875
0.07234696
0.93 0.4959
28 2.52434000
0.09015500
1.16 0.3447
7 2.85092875
0.40727554
5.26 0.0006
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 7.30236125
7.30236125
94.34 <.0001
r(Perlakuan)
4 1.82882000
0.45720500
5.91 0.0014
Waktu
7 0.50642875
0.07234696
0.93 0.4959
28 2.52434000
0.09015500
1.16 0.3447
7 2.85092875
0.40727554
5.26 0.0006
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
7.30236125
7.30236125
15.97
0.0162
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
0.50642875
0.07234696
0.80
0.5922
96
RAL in TIME CO The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for CO
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 0.457205 2
.4198
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
1.3293 40 ZTIM
B
0.7250 40 XKIM
97
RAL in TIME CO The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for CO
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 0.090155
4
5
6
Duncan Grouping
Mean N Waktu 1.1600 10 0
A A
1.1100 10 50
A A
1.0600 10 30
A A
1.0400 10 60
A A
1.0100 10 20
A A
0.9770 10 40
A A
0.9700 10 5
A A
8
.2751 .2890 .2980 .3045 .3093 .3131 .3161 Means with the same letter are not significantly different.
A
7
0.8900 10 10
98
Lampiran 10.
RAL in TIME ET The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
r
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
99
RAL in TIME ET The GLM Procedure Dependent Variable: ET Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
0.16305750
0.00319721
Error
28
0.00769750
0.00027491
11.63 <.0001
Corrected Total 79 0.17075500 P-value dari Model (<.0001) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE ET Mean 0.954921 7.185453 0.016580 0.230750 R-square = 0.954921 = 95,5 %, menunjukkan bahwa, 95,5% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan
1 0.10368000
0.10368000 377.14 <.0001
r(Perlakuan)
8 0.02320000
0.00290000
10.55 <.0001
Waktu
7 0.00817500
0.00116786
4.25 0.0026
28 0.00586250
0.00020937
0.76 0.7621
7 0.02214000
0.00316286
11.51 <.0001
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 0.10368000
0.10368000 377.14 <.0001
r(Perlakuan)
4 0.00828250
0.00207063
7.53 0.0003
Waktu
7 0.00817500
0.00116786
4.25 0.0026
28 0.00586250
0.00020937
0.76 0.7621
7 0.02214000
0.00316286
11.51 <.0001
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
0.10368000
0.10368000
50.07
0.0021
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
0.00817500
0.00116786
5.58
0.0004
100
RAL in TIME ET The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for ET
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 0.002071 2
.02825
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
0.26675 40 XKIM
B
0.19475 40 ZTIM
101
RAL in TIME ET The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for ET
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 0.000209
4
5
6
7
8
.01326 .01393 .01436 .01467 .01491 .01509 .01523 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean N Waktu 0.245000 10 60
A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B B
0.239000 10 50 0.237000 10 40 0.236000 10 0 C
0.231000 10 30
C D
C
D
C
D
C
0.225000 10 20 0.221000 10 10
D D
0.212000 10 5
102
Lampiran 11.
RAL in TIME FS The GLM Procedure Class Level Information
Class
Levels Values
Perlakuan
2 XKIM ZTIM
r
5 12345
Waktu
8 0 10 20 30 40 5 50 60
Number of Observations Read 80 Number of Observations Used 80 Software SAS membaca, terdapat 2 perlakuan, yaitu pemberian XKIM dan ZTIM, dengan 8 kali pengamatan berulang dengan masing-masing 5 kali pengulangan. Total 80 pengamatan yang digunakan dalam analisis ini.
103
RAL in TIME FS The GLM Procedure Dependent Variable: FS Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
51
0.76139750
0.01492936
Error
28
0.13195750
0.00471277
3.17 0.0008
Corrected Total 79 0.89335500 P-value dari Model (0.0008) < alpha (5%), tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwanya Model berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. R-Square Coeff Var Root MSE FS Mean 0.852290 24.36543 0.068650 0.281750 R-square = 0.852290 = 85,2 %, menunjukkan bahwa, 85,2% keragaman Respon dapat dijelaskan faktor-faktor di dalam model, sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Source
DF
Type I SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 0.22050000
0.22050000
46.79 <.0001
r(Perlakuan)
8 0.29585500
0.03698187
7.85 <.0001
Waktu
7 0.11931500
0.01704500
3.62 0.0067
28 0.06854750
0.00244812
0.52 0.9557
7 0.05718000
0.00816857
1.73 0.1417
r(Waktu) Perlakuan*Waktu Source
DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
Perlakuan
1 0.22050000
0.22050000
46.79 <.0001
r(Perlakuan)
4 0.06546250
0.01636562
3.47 0.0200
Waktu
7 0.11931500
0.01704500
3.62 0.0067
28 0.06854750
0.00244812
0.52 0.9557
7 0.05718000
0.00816857
1.73 0.1417
r(Waktu) Perlakuan*Waktu
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Perlakuan) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
1
0.22050000
0.22050000
13.47
0.0214
Perlakuan
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(Waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Waktu
7
0.11931500
0.01704500
6.96
<.0001
104
RAL in TIME FS The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for FS
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
4 0.016366 2
.07942
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Perlakuan
A
0.33425 40 ZTIM
B
0.22925 40 XKIM
105
RAL in TIME FS The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for FS
Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2
3
28 0.002448
4
5
6
7
8
.04533 .04763 .04911 .05017 .05097 .05159 .05209 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean N Waktu
A
0.38000 10 0
B
0.29100 10 5
B B
0.27800 10 60
B B
0.26400 10 20
B B
0.26300 10 30
B B
0.26100 10 10
B B
0.25900 10 50
B B
0.25800 10 40
106
Lampiran 12. Fase Siklus Jantung Fase Fase 1
Nama Lain
Artial Contraction
Kejadian
Kondisi Katup
- Atrium berkontraksi mengisi sisa 10% dari volume ventrikel
- Katup artio ventrikular terbuka
- Tekanan di atrium mulai menurun
- Katup Semilunar menutup
Fase 2
Isovulumetric contraction
- Tekanan diventrikel meningkat secara cepat tanpa disertai perubahan volume ventrikel
Fase 3
Rapial Ejection
Fase 4
Reduced Ejection
Tekanan ventrikel meningkat Darah diejeksikan dari ventrikel kanan ke paru melalui vena pulmonalis Darah diejeksikan dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh melalui aorta Tekanan ventrikel menurun secara drastis Darah tetapdiejeksikan ke vena pulmonum dan aorta Tekanan atrium meningkat secara bertahap
Fase 5
Isovolumetric Relaxation
Fase 6
Rapid Filling
Fase 7
Reduced Filling
- Tekanan ventrikel turun tapi volume yang tersisa di ventrikel tetap karena kondisi katub atrium vulmonalis dan semilunar menutup
Suara Jantung
Fase 1 (Setiadi 2007). - Katup atrio Suara jantung ventrikular menutup pertama (S1) atau - Katup “LUP” ventrikular menutup Katup atrio ventrikular menutup Katup semilunar membuka
Katup atrioventricel menutup Katup semilunar membuka
- Katup atrio ventrikular menutup - Katup semilunar menutup
Suara jantung dua (S2) atau “DUP”
Fase 5 (Udjianti 2010). (Setiadi 2007). - Tekanan di atrium lebih tinggi - Katup atrio dari tekanan dari tekanan di ventrikular ventrikel terbuka - Terjadi pengisian darah secara - Katup semilunar cepat dari atrium ke ventrikel tertutup - Tekanan di ventrikel mulai meningkat - Pada akhir fase ini darah di - Katup atrio ventrikel terisi 90% ventrikular - Tekanan di ventrikel terbuka meningkat - Katup semilunar tertutup
Fase 6 dan 7 (Reece 2006).
107
108
109