PROFIL BUDIDAYA SAPI POTONG DALAM USAHATANI DI PULAU TIMOR, NUSA TENGGARA TIMUR Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Budidaya sapi potong di pulau Timor dilakukan hampir di setiap rumah tangga petani karena dapat memberikan andil baik dalam kehidupan rumah tangga masyarakat maupun terhadap perekonomian daerah. Kontribusi sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan) sebesar 42,98 % dan 11,23 % di antaranya merupakan sumbangan sub sektor peternakan terhadap PDRB Propinsi NTT. Tulisan ini bertujuan untuk memahami karakteristik budidaya penggemukan sapi potong pola petani di pulau Timor dan sebagai acuan dalam penyusunan program pembangunan peternakan. Daya dukung lahan masih sangat besar untuk pengembangan usaha sapi potong, terlihat adanya ketersediaan lahan yang memadai, perkembangan populasi serta adaptasi sapi Bali terhadap lingkungan yang kering cukup baik, namun perlu didukung dengan penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT) agar ketersediaan pakan, terutama pada musim kemarau dapat terpenuhi untuk usaha penggemukan sapi potong. Pemeliharaan sapi potong untuk tujuan penggemukan perlu diperbaiki teknologi budidaya pemeliharaan yang mencakup penyediaan kandang dan tempat pakan secara kelompok, pemberian pakan yang berkualitas dan mudah diperoleh petani, dan perhatian kesehatan. Pemberian probiotik untuk merangsang konsumsi pakan pada sapi Bali penggemukan pola petani dapat memberikan pertumbuhan sebesar 0,3 - 0,6 kg/ekor/hari, serta pendapatan petani dalam usaha sapi potong lebih meningkatkan dibandingkan budidaya penggemukan pola petani. Kata Kunci: budidaya, sapi potong, usahatani PENDAHULUAN Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah kepulauan yang mempunyai tiga pulau besar (Timor, Flores dan Sumba) dengan luas wilayah 47.349,9 km2 dan jumlah penduduk 3.577.053 jiwa dengan kepadatan penduduk 76 jiwa/km2 (BPS, 2005). Wilayah NTT lebih dikenal sebagai salah satu daerah yang paling kering 8-9 bulan dan musim hujan relatif singkat yaitu 3 - 4 bulan, namun sub sektor peternakan tetap memberikan kontribusi yang cukup dominan terhadap perekonomian Nasional, terhadap perekonomian daerah dan terhadap pendapatan petani dan masyarakat di pedesaan (Marawali et al , 2004) Dinas Peternakan Propinsi (2006) melaporkan bahwa kontribusi sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan) sebesar 42,98 % dan 11,23 % di antaranya merupakan sumbangan sub sektor peternakan terhadap PDRB Propinsi NTT (atas dasar harga yang berlaku) dan sebagian besar diperoleh dari suplai sapi potong ke luar daerah Kupang sebesar 50.000 60.000 ekor pertahun. Data tersebut diatas memperlihatkan bahwa NTT cenderung semakin menurun dalam hal penyediaan sapi potong dibandingkan beberapa tahun sebelumnya seperti yang dilaporkan Bamualim (1995) bahwa pengeluaran ternak sapi dari NTT berkisar 60.000 – 70.000 ekor/tahun. Budidaya sapi Bali sangat cocok dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan berkembang biak dengan baik pada kondisi alam yang kering pada lima kabupaten/kota di pulau Timor (Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS, TTU dan Belu) dengan populasi sebesar 411.316 ekor dan 136.279 (33 % ) di antaranya berada di kabupaten Kupang. Dengan demikian suplai atau pengiriman ternak sapi potong dari pulau Timor ke luar daerah, merupakan tantangan sekaligus peluang bagi peternak dalam upaya meningkatkan budidaya sapi potong yang lebih baik. Kondisi alam yang kering dan musim kemarau yang berkepanjangan di pulau Timor yang akan berpengaruh pada ketersediaan dan nilai gizi pakan yang berkurang. Petheram et al 1983 disertasi Gunawan (1992) melaporkan bahwa kualitas hijauan yang digunakan sebagai bahan pakan utama oleh sebagian besar petani tidak cukup untuk pertumbuhan sapi yang cepat, sedangkan pemberian makanan penguat atau konsentrat sangat jarang atau tidak sama sekali. Oleh karena itu dengan memperhatikan
sumber pakan di daerah kering yang belum memadai terutama kualitas pakan seperti di pulau Timor maka budidaya ternak sapi potong perlu ada upaya perbaikan. Tulisan ini akan membahas upaya perbaikan budidaya sapi potong dengan fokus manajemen pemeliharaan, peningkatan produksi pakan, perbaikan pemberian pakan, analisis usaha dalam mendukung program Pemerintah diantaranya Program Ketahanan Pangan. METODOLOGI Budidaya sapi potong dalam usahatani dilakukan di Desa Usapinonot, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan pada kandang percobaan Lili, Kabupaten Kupang yang telah dilakukan bulan Juni – Desember 2004 Materi yang digunakan dalam pengkajian ini adalah 60 ekor sapi Bali pada petani di kabupaten TTU dan 12 ekor sapi Bali di Kandang Percobaan Lili dengan kisaran umur sapi yang digunakan adalah 1,5 – 2 tahun dengan bobot badan awal masing – masing lokasi bervariasi antara 150 – 200 kg. Jenis pakan yang digunakan adalah rumput alam sebagai pakan dasar dan legum sebagai suplemen serta bioplus dan starbio sebagai perangsang konsumsi pakan. Analisis data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah: Analisis rata-rata untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan analisis usaha untuk menentukan kelayakan usaha dari budidaya sapi potong. HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya sapi potong pada umumnya bertujuan untuk penggemukan dan menghasilkan anak. Dalam tulisan ini lebih banyak membahas tentang penggemukan yaitu: (1) Kelembagaan dan kelompok tani, (2) Perkandangan, (3) Peningkatan produksi pakan, (4) Perbaikan cara pemberian pakan, (5) Penanganan kesehatan ternak dan (6) Analisa usaha penggemukan sapi potong. Kelembagaan dan Kelompok Tani. Untuk mengembangkan suatu usaha budidaya sapi potong di pedesaan terutama yang berkaitan dengan produksi usaha budidaya sapi potong maka perlu diperhatikan sumberdaya yang dimiliki, kendala, peluang dan tantangan yang harus dihadapi dan segi peternak, lembaga - lembaga yang ada dan sejauh mana petani dari lembaga tersebut berperan. Perlu dicatat bahwa kelembagaan finansial yang ada di pulau Timor adalah perbankan (BRI, DANAMON, BUKUPIN, LSM dan lainnya) dan prasarana berupa pasar hewan lokal yang terbatas yaitu seminggu sekali. Dari lembaga perbankan petani masih sulit memperoleh modal usaha karena harus melalui beberapa birokrasi dengan berbagai persyaratan/jaminan yang harus dipenuhi oleh peternak yang melaksanakan usaha budidaya penggemukan sapi potong. Budidaya penggemukan sapi potong yang berorientasi pasar mutlak diperlukan namun demikian ditinjau dari kelembagaan belum mempunyai wadah dalam satu kelompok tani yang optimal. Oleh karena itu terbentuknya kelompok peternak diharapkan adanya bimbingan dan penyuluhan dari dinas atau instansi terkait untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Terlihat bahwa di NTT pada umumnya peranan kepala desa beserta aparatnya sangatlah dominan. Hal ini dapat dilihat bahwa bantuan (kredit bergulir) dari pemerintah maupun LSM sangat tergantung dari kebijakan kepala desa setempat. Untuk memudahkan koordinasi bagi semua pihak sebaiknya mengaktifkan kelompok tani yang sudah terbentuk dan membentuk kelompok tani yang belum ada, untuk menunjang petani dalam meningkatkan produksi sapi penggemukan, peternak sebaiknya secara kelompok menyediakan kandang dan tempat pakan yang dibuat dari bahan lokal yang mudah diperoleh petani sehingga ternak dapat terlindung dari panas mata hari dan kedinginan pada malam hari terutama pada musim hujan. Hasil penelitian terdahulu (Wirdahayati, et al. 1999) menunjukkan bahwa pemeliharaan secara kelompok meningkatkan kesadaran bagi anggota kelompok dimana setiap dua minggu dilakukan penimbangan ternak petani, hal ini setiap peternak akan bersaing memelihara, memberi pakan ternaknya akan lebih baik. Penggemukan sapi potong di pulau Timor secara berkelompok meningkatkan kesadaran baru bagi anggota kelompok tentang pentingnya meningkatkan posisi tawar menawar peternak dengan pihak pengusaha/pembeli. Kelompok merupakan sarana belajar antara sesama peternak yang baik dan memudahkan proses diseminasi teknologi dan atas nama kelompok akan mempermudah dan
memperlancar administrasi dalam pengembangan uasaha secara kelompok dibandingkan usaha perorangan. Perkandangan Dalam Usaha Peternakan Sapi.Pasca penataan tata ruang/wilayah di pulau Timor, maka pola pemeliharaan temak adalah dengan ikat pindah sampai dengan dikandangkan terus menerus selama pemelihraan. Umumnya ternak non penggemukan diikat di tempat tertentu (di pohon dan lain-lain) kemudian beberapa jam setelah itu dipindahkan. Sedang untuk ternak yang digemukkan, terdapat beberapa vaniasi yaitu mulai dan ikat pindah, diikat di pohon halaman rumah, malam siang diikat pindah, dikandangkan terus menerus (siang malam) atau diikat dihalaman rumah, khususnya yang mendapat pembinaan dan kredit dan instansi teknis (pemerintah) dan LSM disyaratkan agar menyediakan kandang. Peningkatan Produksi Pakan Memperhatikan perkembangan populasi sapi Bali yang berada di pulau Timor, maka ketersediaan pakan merupakan faktor pembatas bagi peningkatan produksivitas ternak sapi. Oleh karena itu, upaya pengembangan di bidang produksi pakan di pulau Timor merupakan prioritas utama dalam meningkatkan produksi sapi Bali. Dengan kata lain bahwa peningkatan produksi pakan merupakan salah satu pemicu bagi peningkatan produksi dalam budidaya sapi potong di pulau Timor. Inounu et al (2006) menyatakan bahwa ketersediaan pakan yang berkesenambungan baik secara kuantitas maupun kualitasnya sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan Ruminansia. Penanaman hijauan makanan ternak (HMT) perlu digalakkan semaksimal mungkin. Diperlukan kawasan yang dikhususkan bagi penanaman HMT terutama di kantong-kantong produksi ternak sapi potong. Tanaman pohon legum seperti lamtoro telah memberikan bukti nyata keberhasilan program penggemukan sapi di pulau Timor lebih khusus di Amarasi, penanaman pohon legum seperti lamtoro merupakan salah sau kunci keberhasilan peningkatan produksi dalam budidaya sapi potong. Disamping tanaman pohon legum sebagai sumber HMT yang penting untuk dikembangkan adalah beberapa jenis rumput unggul seperti rumput gajah, rumput raja dan lain-lain yang layak untuk dikembangkan, hal ini apabila dapat terlaksana dengan baik, maka masalah kekurangan HMT akan terpenuhi dan produktivitas ternak sapi akan berkembang dengan pesat. Perbaikan Cara Pemberian Pakan. Jenis pakan yang diberikan terdiri dari rumput alam (lokal) yang dicampur dengan beberapa jenis legum dan non legum. Sebagai legum utama adalah lamtoro, sedangkan yang lainnya adalah daun turi, gamal (jarang) kaliandra, kapok, kabesak, daun beringan dan jenis daun yang lain yang tumbuh liar dan dapat dikonsumsi oleh ternak. Sebagai sumber utama pakan adalah ladang/kebun atau bekas ladang serta lahan lainnya. Nulik dan Bamualim (1998) melaporkan bahawa jenis tanaman pakan lokal yang digunakan dalam usaha temak rumunansia besar adalah (i). Rumput lokal (rumput alam) yang terdiri dari beberapa jenis yaitu (Bothrochloa timorensis, Heteropogon contortus, Digitaria sp, dli); (ii). Leguminosa pohon misalnya: lamtoro merah (Acacia villosa), kabesak putih (Acacia leucoploea), Kabesak hitam (Acacia nhlotica), lamtoro lokal (Leucaena leucephala), turi; gala-gala (Sesbania grandiflora) dan (iii) pohon bukan leguminosa misalnya: Beringin (Ficus sp), kusambi (Schleichera oleosa), kapuk (Ceiba pentandra), kedondong hutan (Lanneagrandis), waru (Hibiscus tileaceus), bafkenu (Macaranga tarius) dan lain sebagainya. Jenis rumput, legum maupun bukan legum merupakan potensi yang perlu diperhatikan untuk dibudidayakan sebagai pakan untuk menunjang pengembangan ternak potong terutama sistem penggemukan Frekuensi pemberian pakan bervariasi, maksudnya untuk temak bibit yang diikat pindahkan tergantung musim. Pada musim hujan dengan produksi hijauan banyak maka cukup dipindahkan sebanyak 2-3 kali, sedang pada musim kemarau (produksi hijauan sedikit) maka perlu ditambah pemotongan (cut and carry) secukupnya. Untuk usaha penggemukan, saat ini sudah cukup bervariasi pemberian pakannya sebanyak 2 - 3 kali sehari, sedangkan di lokasi lainnya 1 - 2 kali saja. Dari sudut tata laksana pakan, semakin tinggi frekuensi pemberian pakan (dengan catatan kalau tenaga kerja cukup tersedia) semakin baik, karena dengan pemberian pakan secukupnya (tidak berlebihan) akan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Rata-rata pertambahan bobot badan sapi potong selama pengkajian di Kabupaten TTU,
Kecamatan Insana disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata pertambahan bobot badan dan konsumsi ternak sapi potong di Kabupaten TTU. Keragaan 1. Bobot Badan Awal (Kg) 2. Bobot Badan Akhir (Kg) 3. PBB (Kg) 4. Konsumsi (Kg/ekor/hari) Sumber: Marawali, et al 2005
Bioplus 174,8 ± 10,2 184,02 ± 12,6 0,37± 0,09 18,1 ± 5,1
Perlakuan Starbio 184,6 ± 6,8 201,2 ± 6,9 0,35 ± 0,15 17,5 ± 5,2
Kecamatan Insana,
Kontrol 149,5 ± 4,3 155,3 ± 39,3 0,19 ± 0,02 -
Pada Tabel 1 terlihat bahwa pertambahan bobot badan ternak sapi yang mendapat perlakuan bioplus lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapat starbio yaitu masing-masing sebesar 0,37 dan 0,35 kg/ekor/hari, sedangkan kontrol sebesar 0,19 kg/ekor/hari. Jumlah konsumsi tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat perlakuan bioplus yaitu sebesar 18,1 kg/ekor/hari, sedangkan untuk perlakuan starbio sebesar 17,5 kg/ekor/hari. Secara umum dari pertambahan bobot harian yang didapat dari pengkajian ini, telah cukup baik dibandingkan dengan pada kondisi lapangan pada musim kemarau yang pada umumnya ternak mengalami penurunan bobot hidup yang cukup mencolok, yakni mencapai sebesar 0,4-0,5 kg/ekor/hari (Wirdahayati et al, 1994). Selanjutnya hasil penelitian Kana Hau (2003) diperoleh bahwa pertumbuhan rata-rata sapi akibat pemberian bioplus sebesar 310 gram/ekor/hari nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pemberian starbio sebesar 206,7 gram/ekor/hari. Hasil pengkajian di kandang percobaan Lili (Kabupaten Kupang) dalam kurun waktu yang sama pada Tabel 2 Tabel 2. Rata-rata pertambahan bobot badan dan konsumsi ternak sapi potong di Kandang Percobaan Lili (Kabupaten Kupang) Perlakuan Keragaan Bioplus Starbio 1. Bobot Badan Awal (Kg) 158,42 158,92 2. Bobot Badan Akhir (Kg) 164,58 177,92 3. PBB (Kg) 0,32 0.23 Sumber: Marawali et al,.2005
Tingginya pertumbuhan ternak yang mendapat bioplus pada Tabel 2, mungkin disebabkan oleh pasokan zat-zat gizi dari rumen dan usus halus lebih banyak dibandingkan pemberian starbio. Pasokan zat-zat gisi akibat pembrian bioplus lebih banyak dari Starbio (Nenobays, 2004) karena telah terjadi kenaikan kecernaan zat-zat makan akibat dari meningkatnya mikroba rumen khususnya bakteri. Tingginya populasi bakteri merupakan proses fermentasi akibat pemberian bioplus lebih tinggi maka pasokan zat-zat gizi untuk pertumbuhan lebih banyak. Beberapa hasil uji lapang menunjukkan bahwa respon bioplus yang diberikan kepada ternak dapat memberikan kenaikan bobot badan harian 0,2-0,4 kg diatas kontrol, adanya perubahan pola makan yang semakin rakus, penampakan kulit yang licin serta hasil feses yang tidak berbau (Winugroho, 1998), Marawali et al (2004 ) dilaporkan bahwa pertambahan bobot badan ternak sapi yang mendapat perlakuan probiotik mencapai 0,29 – 0,31 kg/ekor/hari. Kana Hau (2003) diperoleh bahwa pertumbuhan rata-rata sapi akibat pemberian bioplus sebesar 310 gram/ekor/hari nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pemberian starbio sebesar 206,7 gram/ekor/hari, sedangkan Wirdahayati et al (1999) dilaporkan bahwa dengan pemberian Starbio sebesar 20 gram/ekor/hari selama 3 bulan pada sapi Bali jantan penggemukan dan siap dipasarkan dapat menaikkan bobot badan sebesar 0,3 – 0,6 kg/ekor/hari. Secara umum bahwa pertambahan bobot harian pada dua lokasi ini, telah memberikan pertumbuhan yang cukup baik dibandingkan dengan pada kondisi lapangan pada musim kemarau yang pada umumnya ternak mengalami penurunan bobot hidup yang cukup menyolok, yakni mencapai sebesar 0,4-0,5 kg/ekor/hari (Wirdahayati et al, 1994).
Penanganan Kesehatan Ternak Kesehatan ternak merupakan hal yang penting untuk menjamin kesenambungan usaha budidaya sapi potong agar terhindar dari ancaman penyakit berbahaya. Oleh karena itu rutinitas vaksinasi yang telah diprogramkan pemerintah pusat melalui dinas peternakan dan penyediaan obat yang memadai sangat diperlukan, karena minimnya pengetahuan peternak tentang penyakit. Pengalaman lapangan bahwa penyakit yang sering menyerang adalah cacing mata dan SE. Untuk pencegahan penyakit cacing mata dan cacingan di pedesaan terdapat beberapa petani yang melakukan pencegahan atau pengobatan tradisional yang diambil dan pohon tertentu. Analisis Usaha Budidaya Penggemukan Sapi Potong. Analisis budidaya penggemukan sapi potong di Kabupaten Timor Tengah Utara dan kandang percobaan Lili disajikan pada Tabel 3, berikut ini: Tabel 3. Rata-rata pendapatan pada usaha penggemukan sapi potong (Rp) di Kabupaten TTU dan KP. lili Uraian Penerimaan Biaya Eksplisit : Pembelian bakalan Kandang pealatan Obat & vaksin Probiotik Biaya Implisit Tenaga kerja Biaya Total Pendapatan Keuntungan B/C ratio Sumber: Marawali et al 2005
Analisis usaha pada dua lokasi TTU KP Lili 2.363.975 1.929.500 1.848.250 44.000 1.250 6.000 30.000 187.500 187.500 2.117.000 434.475 246.975 1,12
2.547.683 1.933.733 1.847.483 44.000 1.250 6.000 35.000 187.500 187.500 2.121.233 513.950 426.450 1,20
Pendapatan dari usaha budidaya penggemukan sapi potong (Tabel 3) menunjukkan adanya nilai tambah bagi petani dan menjadi acuan bagi mitra usaha yang ingin menanamkan modalnya untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong di petani karena secara finansial baik di TTU maupun di KP. Lili layak dan menguntungkan. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai B/C ratio > 1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pemikiran di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Daya dukung lahan masih sangat besar untuk pengembangan usaha sapi potong, terlihat adanya ketersediaan lahan yang memadai, perkembangan populasi serta adaptasi sapi Bali terhadap lingkungan yang kering cukup baik, namun perlu didukung dengan penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT) agar ketersediaan pakan, terutama pada musim kemarau dapat terpenuhi untuk usaha sapi potong. 2. Budidaya penggemukan sapi potong untuk tujuan penggemukan perlu diperbaiki tatalaksana pemeliharaan yang mencakup penyediaan kandang dan tempat pakan secara kelompok, pemberian pakan yang berkualitas dan mudah diperoleh petani, dan perhatian kesehatan. 3. Pemberian probiotik untuk merangsang konsumsi pakan pada sapi Bali penggemukan pola petani dapat memberikan pertumbuhan sebesar 0,3 - 0,6 kg/ekor/hari, hasil tersebut mendapat sambutàn baik dari masyarakat di Kabupaten TTU dan Kupang yang perlu dikembangkan lebih lanjut dan didukung oleh pemerintah dan mitra usaha. 4. Pendapatan petani dari budidaya penggemukan sapi potong layak dikembangkan baik pada petani maupun pada pengusaha antar pulau yang berkecimpung dalam usaha penggemukan, namun
kendala yang dialami peternak adalah terbatasnya modal untuk pengadaan bakalan dan meningkat skala usaha penggemukan sapi potong DAFTAR PUSTAKA Bamualim, A. 1995. Interaksi Peternakan Dalam Sistem Pertanian di Puiau Timor, NTT. Makalah Seminar Komonikasi dan Aplikasi Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering, 17-18 Nopember 1994. Sub Balitnak Lili, Badan Litbang Pertanian. Biro Pusat Statistik, 2005. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi NTT. Gunawan, 1992. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi Madura Dalam Usaha Lahan Kering dan Peningkatan Pendapatan Melalui Perbaikan Pakan. Tesis S-2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Iounu, I.; E. Martindah, dan R. A. Saptadi. 2006. Peranan Iptek dalam Mendukung Kebijakan Program Kecukupan Daging Sapi 2010. Prosiding Seminar Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Bidang Tanaman Pangan, perkebunan dan Peternakan dalam Mendukung Sistem Usahatani Lahan Kering. 26 - 27 Juli 2006. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor Kana Hau.D.2003. Pemanfaatan Probiotik Dalam Ransum Ternak Sapi Bali Timor Jantan. Thesis. Universitas Nusa Cendana, Program Pasca Sarjana. Tahun 2004. Marawali, H. H.; S. Ratnawaty, D. Kana Hau, dan J. Nulik. 2004. Kajian Perubahan Berata Badan dan Pendapatan Sapi Potong Kondisi Petani di Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004, Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian. Marawali, H. H.; S. Ratnawaty, D. Kana Hau, A. Ila dan J. Nulik. 2005. Pengkajian Usaha Agribisnis Sapi Potong pada Musim Kemarau di NTT. Laporan Hasil Pengkajian Tahun Anggaran 2004. BPTP Nusa Tenggara Timur. Nenobays, 2004,. Kinerja Mikroba Rumen pada Ternak Sapi Bali Jantan yang Diberi Probiotik Starbio dan Bioplus . Thesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana Universitas Nusa Cendana Kupang. Nulik, J., dan A. Bamualim,. 1998. Pakan Ruminansia Besar di Nusa Tenggara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Naibonat bekerjasama dengan Eastern Islands Veterinary Services Project. Winugroho. M.1998.Bioplus, Dalam: Ekstensia Reformasi Pertanian, Volume 8, tahun V, November 1998. Wirdahayati, R, B., B. M. Crhistie., A. Muthalib and K. F. Dowset. 1994. Productivity of Beef Cattle in Nusa Tenggara . CHAPS Book A. Final Seminar of The Cattle Health and Productivity Survey (CHAPS), Held at The Dissease Investigation Centre, Denpasar – Bali, May 15-17 1994.p.70. Wirdahayati, R. B., H. H. Marawali, A. Illa dan A. Bamualim, 1999. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Sapi Potong Menunjang Usahatani Terpadu di Pulau Timor. Dalam Prosiding Lokakarya Regional Penerapan Teknologi Indigenous dan Teknologi Maju Menunjang Pembangunan Pertanian di Nusa Tenggara Timur.. Kupang tanggal 1 –2 Maret 1999.