PROFIL ANTIBODI IgM DAN IgG PADA BERUK (Macaca nemestrina) SETELAH DIINFEKSI VIRUS DENGUE SEROTIPE-3 (DEN-3) MELALUI RUTE INTRAVENA
SRI NOFRIANTI HANDAYANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Profil Antibodi IgM dan IgG pada Beruk (Macaca nemestrina) setelah Diinfeksi Virus Dengue Serotipe-3 (DEN-3) melalui Rute Intravena adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010
Sri Nofrianti Handayani NIM B04061305
ABSTRACT SRI NOFRIANTI HANDAYANI. The Profile of Immunoglobulin M (IgM) and IgG Antibodies in Pig-tailed macaques (Macaca nemestrina) Infected by Dengue Virus Serotype-3 (DEN-3) by Intravenous Route. Under direction of JOKO PAMUNGKAS and RACHMITASARI NOVIANA. The aim of this study was to detect IgM and IgG in pig-tailed macaques (Macaca nemestrina) primarily innoculated by Dengue virus serotype-3 (DEN-3) by intravenous route. A total of 84 plasma samples were examined in the study. Plasma samples were taken on day 0 before infection, followed by plasma collections on day 1 through day 13 post infection. The obtained plasma samples were analyzed using indirect ELISA test. The results showed the increasing titer of IgM started on day-3 post infection with its peak occurred on day 11 post infection and started to decline afterward; while the IgG titer started to increase on day 6 or day 7 post infection and continue to increase until the day 13 post infection. These results showed that in a primary infection of DEN-3 byintravenous route, the tendency of IgM titer increase was higher than the IgG titer increase; also shown that the IgM titer increase was occured earlier than IgG. The profile of IgM and IgG antibodies is outlined in this study. Keywords: IgM, IgG, pig-tailed macaques, dengue virus, intravenous route.
RINGKASAN SRI NOFRIANTI HANDAYANI. Profil Antibodi IgM & IgG pada Beruk (Macaca nemestrina) setelah Diinfeksi Virus Dengue Serotipe-3 (Den-3) melalui Rute Intravena. Dibimbing oleh JOKO PAMUNGKAS dan RACHMITASARI NOVIANA. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati gambaran respon IgM dan IgG pada beruk (Macaca nemestrina) yang diinfeksi primer dengan virus Dengue serotipe-3 (DEN-3) melalui rute intravena. Sebanyak 84 sampel plasma beruk diperiksa dalam penelitian ini. Sampel plasma di ambil pada hari ke-0 sebelum infeksi, diikuti pengambilan pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-13 pasca infeksi. Seluruh sampel diuji dengan menggunakan teknik ELISA tidak langsung. Hasil pemeriksaan plasma dari beruk yang diinfeksi DEN-3 melalui rute intravena menunjukkan bahwa titer IgM mulai meningkat pada hari ke-3 pasca infeksi dengan puncaknya dicapai pada hari ke-11 pasca infeksi dan menurun setelahnya; sedangkan peningkatan titer IgG mulai terjadi pada hari ke-6 atau hari ke-7 pasca infeksi dan terus meningkat sampai hari ke-13 pasca infeksi. Hasil ini menunjukkan bahwa pada infeksi primer DEN-3 melalui rute intravena, tendensi peningkatan titer IgM ditunjukkan lebih tinggi dibandingkan peningkatan titer IgG; juga ditunjukkan bahwa peningkatan titer IgM terjadi lebih awal dibandingkan titer IgG. Gambaran profil antibodi IgM dan IgG dijabarkan dalam penelitian ini. Kata kunci: IgM, IgG, beruk, virus dengue, rute intravena.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PROFIL ANTIBODI IgM DAN IgG PADA BERUK (Macaca nemestrina) SETELAH DIINFEKSI VIRUS DENGUE SEROTIPE-3 (DEN-3) MELALUI RUTE INTRAVENA
SRI NOFRIANTI HANDAYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
:
Nama Mahasiswa NIM
: :
Profil Antibodi IgM dan IgG pada Beruk (Macaca nemestrina) setelah Diinfeksi Virus Dengue Serotipe-3 (DEN-3) melalui Rute Intravena Sri Nofrianti Handayani B04061305
Disetujui
Rachmitasari Noviana, S.KH Pembimbing II
Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc Pembimbing I
Diketahui
Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Lulus :
To my parents I give my deepest expression of love and appreciation for your encouragement, wisdom, and meekness
And We have enjoined on man (to be good) to his parents: in weakness upon weakness did his mother bear him, and in years twain was his weaning: (hear the command), "Show gratitude to Me and to thy parents: to Me is (thy final) Goal”. (QS. Luqman: 14)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 dengan mengambil judul Profil Antibodi IgM dan IgG pada Beruk (Macaca nemestrina) setelah Diinfeksi Virus Dengue Serotipe-3 (DEN-3) melalui Rute Intravena. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga, Bapak Wasito dan Ibu Sri Supari, serta kakak, Sri Marlinawanti Handayani, Sri Merwindriati Handayani, Budi Prasetyo Wibowo, Sri Agustriyanti Handayani, dan Sri Desimiyanti Handayani atas dukungan, do’a, dan pengorbanan yang luar biasa kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. drh. Joko Pamungkas M.Sc. selaku pembimbing pertama skripsi yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan, serta Rachmitasari Noviana, S.KH. selaku pembimbing kedua skripsi yang telah memberikan banyak saran untuk menyelesaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada dosen-dosen beserta staf FKH IPB; Drh. Mochammad Kusdiantoro, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan arahan selama menjalani masa perkuliahan; Drh. Abdulgani Amri Siregar, MS selaku dosen penilai seminar, Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS selaku moderator seminar, Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo P, MS dan Dr. drh. Min Rahminiwati, MS selaku dosen penguji sidang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. drh. Diah Iskandriati selaku Kepala Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi dalam membantu memfasilitasi penelitian ini beserta staf laboratorium dan pegawai PSSP LPPM-IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan satu tim penelitian, Ranti, Yusnia, dan Rahma atas semangat dan kerjasamanya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Laras, Yulia, Fifit, Karunia, Fitri, Enen, Ninis, Isnia, Ikrar, Adkhilni, serta Winda yang selalu menghadirkan keceriaan, serta angkatan Aesculapius 43 atas persaudaraan yang terjalin selama penulis belajar di FKH IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman HIMPRO HKSA, DKM AN NAHL FKH IPB, IMAKAHI, dan Ikatan Alumni SMA 47 Jakarta atas pengalaman yang berharga. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2010 Sri Nofrianti Handayani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tanggal 15 November 1988. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Wasito dan Ibu Sri Supari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN 05 Pagi, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 178, Rempoa, Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis berhasil menyelesaikan studi pada jenjang SMA dari SMA Negeri 47, Tanah Kusir, Jakarta Selatan pada tahun 2006. Tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan memilih untuk melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tahun kedua. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi internal kampus seperti menjabat sebagai sekretaris umum VEC (Veterinary English Club) periode 2007-2008, reporter majalah dan buletin Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Vet Zone periode 20072008. Penulis juga menjadi sekretaris umum Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik periode 2008-2009, sebagai kepala bidang Zoonosis, Litbang dan Kesehatan Masyarakat Veteriner IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) periode 2008-2009, sebagai pengurus dari divisi keputrian, syiar, dan MPI Dewan Keluarga Mushala An Nahl (2007-2010). Di samping itu, penulis juga berkesempatan membuat karya ilmiah berjudul Case Study: Surgical Approach to Remove Subcutaneous Mass Tumors in a Campbell’s Dwarf Hamster (Phodopus Campbelli) yang disajikan pada Kongres Internasional Perhimpunan Sekolah Kedokteran Hewan se-Asia Tenggara, di Bogor pada bulan Juli 2010.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................... Tujuan ............................................................................................ Manfaat ..........................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Virus Dengue ................................................................................ Klasifikasi .................................................................................... Morfologi ..................................................................................... Siklus Hidup pada Inang.............................................................. Patogenesa ................................................................................. Beruk (Macaca nemestrina) .......................................................... Sejarah Beruk ............................................................................. Klasifikasi .................................................................................... Morfologi dan Sifat Fisiologis....................................................... Immunoglobulin ............................................................................. Immunoglobulin M ...................................................................... Immunoglobulin G ...................................................................... Plasma .......................................................................................... Intravena ........................................................................................ Uji Serologis................................................................................... EIA (Enzyme Immuno Assay)...................................................... ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) .......................... Indirect ELISA ............................................................................
3 3 3 3 4 4 4 5 5 6 6 7 7 7 8 8 9 9
BAHAN DAN METODE Waktu danTempat Penelitian ......................................................... Materi Penelitian ............................................................................ Sampel yang Diuji ....................................................................... Bahan dan Alat............................................................................ Metode ........................................................................................... Pengujian dengan Metode ELISA Tidak Langsung...................... Interpretasi Hasil Data ................................................................
11 11 11 11 12 12 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Imunoglobulin M (IgM) .................................................. Gambaran Imunoglobulin G (IgG) ................................................. Perbandingan RataanTiter IgM dan IgG pada Rute Intravena ........
14 17 19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ........................................................................................ Saran .............................................................................................
21 21
x
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
22
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. ............................................................................................................... Struktu r virus dengue ................................................................................ 3 2. ............................................................................................................... Beruk (Macaca nemestrina) di penangkaran PSSP LPPM-IPB ................ 6 3. ............................................................................................................... ELISA tidak langsung ................................................................................ 10 4. ............................................................................................................... Profil titer IgM pada plasma beruk yang diinokulasikan virus dengue melalui rute intravena. .......................................................
15
5. ............................................................................................................... Profil titer IgM dari kelompok kontrol pada beruk..................................... 16 6. ............................................................................................................... Profil titer IgG pada plasma beruk yang diinokulasikan virus dengue melalui rute intravena. .......................................................
18
7. ............................................................................................................... Profil titer IgG dari kelompok kontrol pada beruk. .................................... 18 8. ............................................................................................................... Perban dingan rataan titer IgM dan IgG pada beruk yang diinfeksi virus dengue melalui rute intravena................................................
19
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Data awal titer IgM .........................................................................
25
2.
Data awal titer IgG .........................................................................
26
3.
Perbandingan nilai titer antibodi (U/ml) IgM dan IgG ......................
27
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang Demam berdarah merupakan salah satu manifestasi klinis yang berat dari penyakit yang disebabkan oleh arbovirus atau arthropod-borne viruses yang artinya virus dapat ditularkan melalui artropoda misalnya nyamuk (Soedarmo 1983). Virus dengue (DEN-3) ditransmisikan oleh nyamuk (mosquito-borne viral infection) jenis Aedes aegypti. Infeksi virus dengue menjadi masalah serius bagi kesehatan di berbagai negara tropis dan subtropis (Kristina et al. 2009). Sekarang ini, virus dengue menempati urutan ke delapan sebagai penyebab kesakitan di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Di Indonesia, penyakit DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) atau demam berdarah dengue diduga pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 (Partana 1970), akan tetapi konfirmasi virologis baru dilaporkan pada tahun 1970. Menurut WHO (2009) lebih dari 35% masyarakat Indonesia tinggal di wilayah perkotaan dan terdapat 150.000 kasus (jumlah tertinggi dari yang dilaporkan) pada tahun 2007 serta lebih dari 25.000 kasus pernah dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Pola hubungan manusia dengan jumlah penduduk yang padat di Indonesia, menjadi pemicu semakin merebaknya penyakit ini. Kondisi demografi seperti kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat dan sosial ekonomi penduduk sangat mempengaruhi penyebaran penyakit disamping adanya empat serotipe virus (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4) yang bersirkulasi sepanjang tahun dan DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi virus dengue umumnya tanpa gejala (asymptomatic) meski dapat berkibat ringan pada infeksi primer yaitu dengue fever (DF) atau demam dengue yang bersifat self-limiting, sementara itu bentuk fatal pada infeksi sekunder dari penyakit ini ialah dengue haemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom renjatan dengue. Perbedaan respon kekebalan ketika tubuh mengalami infeksi primer atau sekunder oleh virus dengue, dapat dievaluasi dengan cara melakukan deteksi antibodi IgM dan IgG melalui uji ELISA yang sensitif, cepat, dan secara komersial mudah di dapat (Guzm´an & Kouri 2004). Menurut Koraka (2007) diagnosa laboratorium juga dapat dilakukan melalui isolasi virus dengan
2
memanfaatkan kultur sel, deteksi molekuler RNA pada plasma atau serum selain deteksi IgM dan IgG spesifik terhadap virus dengue dari serum. Beruk (Macaca nemestrina) merupakan salah satu hewan model yang lazim digunakan dalam penelitian biomedis. Umumnya beruk asal Indonesia yang telah dikembangbiakkan dalam penangkaran, digunakan sebagai hewan model untuk menguji adanya antibodi terhadap virus dengue. Banyak penelitian mengenai virus dengue yang menggunakan hewan model tikus, dan telah memberikan informasi mengenai pathogenesa dari virus ini, namun tidak dapat diterima secara langsung pada manusia karena tikus berbeda jauh dari manusia secara filogeni. Penggunaan beruk sebagai hewan model didasari oleh kedekatan filogeninya dengan manusia (Kuiken et al. 2003). Beruk merupakan salah satu mamalia yang dapat terinfeksi virus dengue. Dari hal inilah kemudian dikembangkan upaya-upaya dalam rangka pencegahan/pemberantasan penyakit demam berdarah (Wuryadi 1986).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengamati profil IgM dan IgG pada plasma beruk selama 14 hari yang diinfeksi primer dengan virus dengue serotipe-3 (DEN-3)
melalui
analisis
laboratorium
dengan
pemeriksaan
antibodi
menggunakan metode ELISA.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diperolehnya pengetahuan mengenai profil IgM dan IgG pada beruk setelah diinfeksi primer dengan DEN-3 sehingga memudahkan penelusuran respon kekebalan terhadap kasus demam berdarah pada manusia.
TINJAUAN PUSTAKA Virus Dengue Klasifikasi Virus dengue termasuk ke dalam kelompok Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang berasal dari grup IV ((+)ssRNA). Virus dengue termasuk ke dalam famili Flaviviridae, genus Flavivirus, dan spesiesnya adalah Dengue virus.
Morfologi Flavivirus memiliki simetri kapsid tipe ikosahedral beserta amplop, berat molekul 34x106, diameter partikel 40-70 nm, dan jumlah kapsomer
sebanyak
92 (Malole
1988). Menurut WHO (2009) menyatakan Flavivirus mengandung protein struktural yang terdiri atas protein envelope (E), protein pre membran (prM), dan capsid (C) yang merupakan 25% dari total protein.
Gambar 1. Struktur virus dengue Sumber: http://www.scielo.org.pe/scielo.php?script=sci_ arttext&pid=S1726-46342005000300009
Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E yang diikuti protein prM dan C. Virus Dengue terdiri atas 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe (Aryati et al. 2009).
Siklus Hidup Virus pada Inang Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer lalu menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Flavivirus masuk ke dalam sel melalui endositosis diperantarai-reseptor, dan replikasi berlangsung dalam sitoplasma. Perakitan virion pada sel vertebrata berlangsung pada membran retikulum endoplasma sedangkan pada sel nyamuk terjadi pada membran plasma, tetapi bakal kapsid
4
dan kuncup tidak terlihat. Namun, virion yang terbentuk dengan sempurna terdapat dalam sisterna dari retikulum endoplasma dan dilepaskan melalui perusakan sel (Fenner et al. 1987).
Patogenesa Patogenesa dapat dipengaruhi oleh adanya keterlibatan faktor genetik seperti kerentanan yang dapat diwariskan. Beberapa hal yang berkaitan dengan proses infeksi dari virus dengue adalah jika nyamuk Aedes aegypti menghisap darah orang penderita demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan di hisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit di pembuluh darah atau makrofag di jaringan. Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinik dan berlangsung selama 5 - 7 hari setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita dan virus dengue mampu bertahan lama pada serum.
Beruk (Macaca nemestrina) Sejarah Beruk Beruk hanya menyebar di asia tenggara yaitu Assam, Thailand, Malaysia (Semenanjung
Malaya,
Sabah,
Serawak),
Brunei,
Kalimantan
Tengah,
Kalimantan Timur dan Selatan, Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan Pulau Bangka. Jenis Macaca ini umumnya hidup di hutan primer, sekunder, lahan perkebunan dan pertanian, tepi sungai, hutan rawa atau dataran rendah sampai hutan pegunungan hingga ketinggian lebih kurang 1.000 m dpl. Beruk tidak pernah ditemukan di hutan bakau. Beruk mengkonsumsi buah dan biji 73 %, daun-daunan 5 %, bunga 1 %, dan beberap jenis makanan lain seperti serangga, kepiting sungai, rayap, telur
5
burung sekitar 12 %. Sisanya berupa jamur, atau bagian tumbuhan lain (Supriatna et al. 2000). Untuk memastikan terjaganya kelestarian primata dan juga jenis satwa lainnya secara umum telah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya. Dalam UU No. 5 tahun 1990 satwa dikelompokan menjadi 2 yaitu satwa yang dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi. Satwa yang dilindungi dilarang untuk diperdagangkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 dari sekitar 40 jenis primata Indonesia hanya 2 jenis yang belum dilindungi yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina). Beruk dimasukkan ke dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of wild fauna and flora). Beruk juga sering dijadikan sebagai hewan penelitian biomedik seperti halnya monyet ekor panjang (Soehartono et al. 2003).
Klasifikasi Menurut Dolhinow et al. (1999), klasifikasi beruk (Macaca nemestrina) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Order
: Primata
Suborder
: Anthropoieda
Infraorder
: Cattarhini
Superfamily
: Cercopithecoidea
Family
: Cercopthecidae
Subfamily
: Cercopithecine
Genus
: Macaca
Species
: Macaca nemestrina
Morfologi dan Sifat Fisiologis Beruk memiliki ekor pendek, seperti ekor babi sehingga sering disebut dengan “ Pig-tailed Macaque” dan kira-kira mempunyai panjang ekor sepertiga dari panjang tubuhnya atau sekitar 180 mm. Warna rambut mulai dari cokelat
6
sampai cokelat kekuningan, dengan bagian mahkota bewarna lebih gelap. Memiliki panjang tubuh 450-600 mm. Berat tubuh jantan antara 7-9 kg, sedangkan betina antara 4-6 kg (Supriatna dan Hendras 2000).
Gambar 2. Beruk (Macaca nemestrina) di penangkaran PSSP LPPM-IPB
Immunoglobulin (Ig) Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara limfosit B peka-antigen dan antigen khusus. Antibodi memiliki kemampuan berikatan khusus dengan antigen serta mempercepat penghancuran dan penyingkirannya. Antibodi terdapat dalam berbagai cairan tubuh dengan konsentrasi tinggi dan mudah diperoleh dalam jumlah banyak saat digunakan untuk analisis serum darah. Karena molekul antibodi adalah globulin maka umumnya dikenal sebagai immunoglobulin (yang dapat disingkat menjadi Ig). Istilah immunoglobulin dipakai untuk menggambarkan semua protein yang mempunyai aktivitas antibodi maupun beberapa protein yang mempunyai struktur immunoglobulin yang khas tetapi tak memiliki aktivitas antibodi (Tizard 2004).
Immunoglobulin M (IgM) IgM memiliki karakteristik rantai berat μ (Mu) dengan valensinya 10 dan konsentrasi dalam serum sebanyak 0,5-2 mg/ml (Harlow & David 1988). IgM dinamakan demikian karena merupakan suatu makroglobulin, paling sedikit lima kali lebih besar dari IgG. Setiap molekul IgM terdiri dari lima unit monomerik. Terdapat juga suatu peptide tambahan yang disebut rantai J, terikat pada satu
7
atau mungkin dua rantai berat. IgM biasanya merupakan antibodi pertama yang muncul setelah terjadinya induksi oleh antigen. Karena memiliki lima monomer maka IgM dapat bergabung dengan antigen pada lebih dari satu situs dan dapat bereaksi dengan virus serta bakteri dengan sangat efektif. Sekitar 6 persen dari immunologi total ialah IgM. Secara umum IgM berfungsi sebagai sarana sitolitik dan pengaglutinasi yang efisien serta pertahanan diri pertama (infeksi primer) yang efektif dalam kasus bakterimia (Pelczar dan Chan 1988).
Immunoglobulin G (IgG) IgM memiliki karakteristik rantai berat γ (Gamma) dengan valensinya 2, konsentrasi dalam serum sebanyak 8-16 mg/ml, dan berfungsi sebagai respon sekunder (Harlow & David 1988). Di dalam serum manusia normal terdapat lebih dari 70 persen IgG. IgG merupakan bentuk antibodi paling umum dan dapat diwariskan dari Ibu ke janin sebelum kelahiran (pemindahan plasental). Sifat-sifat biologis IgG antara lain sebagai immunoglobulin satu-satunya yang memberikan perlindungan pada bayi yang baru lahir, karena tidak hanya ada di dalam peredaran sebelum kelahiran tetapi juga diserap dari air susu (kolostrum) ke dalam aliran darah. Secara umum IgG berfungsi sebagai jalur utama pertahanan diri terhadap infeksi selama beberapa minggu pertama setelah kelahiran bayi seperti melakukan opsonisasi (Pelczar et al. 1988).
Plasma Plasma adalah suatu bagian dari cairan darah. Plasma mengandung 93% air dan sisanya adalah protein seperti albumin, globulin, dan fibrinogen. Kandungan gas yang terkandung dalam plasma adalah oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen. Selain itu dapat juga ditemukan lipid, asam amino, metabolit, dan elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, dan ion bikarbonat (Colville & Bassert 2002). Beberapa komponen plasma dengan berat molekul rendah adalah glukosa dan fruktosa sedangkan berat molekul yang tinggi diantaranya peptida, glikoprotein, olisakarida, dan polisakarida (Schaller et al. 2008).
Intravena Istilah vena digunakan untuk pembuluh darah yang aliran darahnya mengalir kembali ke jantung. Saluran ini lebih mudah dilihat karena vena berada
8
di lapisan atas dekat permukaan kulit dan berwarna kebiruan. Pembuluh balik dimulai dari pembuluh darah kapiler. Dari kapiler, darah memasuki venula. Pembuluh venula yang kecil akan bergabung menuju pembuluh vena. Dan selanjutnya pembuluh vena membawa darah kembali ke jantung (Fiktor & Moekti 2007). Rute intravena adalah rute untuk pemberian medikasi yang dipilih karena umumnya digunakan pada pasien yang tidak dapat dilakukan medikasi melalui oral. Dan pemberian melalui rute ini lebih nyaman dibandingkan dengan rute lain karena rasa nyeri akibat injeksi lebih cepat hilang dan obat yang umumnya diberikan melalui rute ini akan cepat di metabolisme oleh tubuh (Weinstein & Plumer 2007).
Uji Serologis Serologis merupakan uji yang menggunakan serum atau plasma yang diduga telah berisi antibodi terhadap antigen penyakit. Uji serologis banyak dilakukan di laboratorium karena dapat mengukur banyaknya antigen atau antibodi yang timbul terhadap kasus penyakit tertentu. Menurut Malole (1988), uji serologis yang sering digunakan untuk identifikasi virus atau antibodi diketahui terdapat 7 macam uji seperti uji netralisasi virus (virus neutralization test), uji pengikatan
komplemen
(complement
fixation
test),
uji
hemaglutinasi
(Haemagglutination/HA dan Haemagglutination Inhibition/HI), uji Imunodifusi (Agar
gel
presipitasi/AGP),
uji
imunofluoresen
(Fluorescence
Antibody
Technique/FAT), uji Radioimunoassay (RIA), dan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
EIA (Enzyme Immuno Assay) EIA adalah suatu teknik yang digunakan dalam mendeteksi kandungan antibodi atau antigen dengan berbagai macam pengujian. Prinsipnya adalah penggunaan enzim pada reaksi sehingga tahap akhir suatu zat yang ditambahkan antibodi yang berikatan dengan enzim menjadi suatu sinyal yang dapat dideteksi. EIA pada dasarnya terdiri atas dua hal yaitu reaksi imunologis dan reaksi enzimatik. Secara praktis EIA dapat dibagi atas dua golongan yaitu EIA histokimia dan EIA kuantitatif, sedangkan yang termasuk ke dalam EIA kuantitatif adalah ELISA (Burgess 1988).
9
ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) Uji Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan uji yang banyak banyak digunakan pada laboratorium diagnostik. Teknik ini dapat memeriksa keberadaan antigen (identfikasi Ag) maupun antibodi baik secara kualitatif (positif/negatif) maupun kuantitatif (titer).
Uji ELISA mempunyai dua
fungsi, yaitu pertama sebagai sarana untuk mengidentifikasi jenis antigen tertentu dengan mereaksikannya terhadap antibodi telah diketahui. Kedua adalah untuk mengetahui jenis antibodi dan titernya, dengan cara mereaksikan serum yang ingin diketahui jenis antibodinya dengan antigen standar yáng telah diketahui. Uji ini dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu Indirect ELISA, Sandwich ELISA dan Direct ELISA. Sandwich ELISA digunakan untuk mendeteksi adanya antigen dengan cara antibodi penyakit tertentu telah dilekatkan dahulu pada plate. Konfigurasi ini menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat untuk menangkap antigen secara spesifik. Antibodi penangkap, antigen, dan sistem indikator, dibuat konstan dan berubah adalah titer antibodi primer untuk antigen spesifik. ELISA penangkap antigen mempunyai potensi untuk meningkatkan spesifisitas ELISA tidak
langsung
aslakan
antibodi
penangkapnya
dapat
menghindarkan
penempelan antigen yang ada dalam jumlah yang dapat mengganggu spesifisitas tidak langsung (Burgess 1988). Direct ELISA memiliki fungsi yang sama dengan Sandwich ELISA akan tetapi berbeda dalam hal penyusunan zat. Antigen secara langsung dilekatkan pada suatu subtrat pada fase solid, lalu antibodi yang ditempeli enzim digunakan untuk menunjukkan adanya antigen. Konfigurasi ini memerlukan antiserum yang spesifik untuk antigen yang dimaksud. Kelemahan konfigurasi in berkaitan dengan sifat pengikatan substrat pada dan kualitas antibodi indikator. Pembatas utama konfigurasi ini adalah tidak adanya fleksibilitas, keuntungannya adalah kesederhanaan dari sistemnya (Burgess 1988).
Indirect ELISA Teknik penggunaan dengan Indirect ELISA dapat berfungsi untuk mengukur titer antibodi. Antigen terabsorbsi pada subtrat padat. Antibodi primer tidak berlabel dapat diperoleh dari serum atau bermacam cairan tubuh lain. Antibodi sekunder terikat pada enzim yang sesuai dan antibodi ini biasanya
10
disebut sebagai konjugat. Deteksi antibodi yang spesifik adalah dengan cara antigen telah disediakan sebelumnya pada sumur reaksi (Crowther 2001).
Gambar 3 ELISA tidak langsung Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=stryer&part=A515&rendertyp e=figure&id=A515
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pemeriksaan antibodi IgM dan IgG pada beruk yang diinfeksi virus serotipe-3 (DEN-3) dilaksanakan pada bulan Maret 2009 di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Jalan Lodaya II/5 Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian, pengembangan beruk sebagai hewan model terkait penelitian virus dengue yang dilaksanakan oleh PSSP LPPM-IPB dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Pengawasan Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Penelitian (KPKPHP/ Animal Care and Use Committe, ACUC) di PSSP-LPPM IPB dengan nomor ACUC: P.09-08-IR.
Materi Penelitian Sampel yang Diuji Penelitian ini menggunakan 84 (delapan puluh empat) sampel plasma masing-masing sebanyak 100 µl yang dikoleksi selama 14 hari dari enam ekor beruk (kelompok perlakuan) dan empat ekor beruk (kelompok kontrol) yang bersumber dari fasilitas penangkaran PSSP LPPM-IPB.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah plasma dari beruk yang diinfeksi virus dengue dengan konsentrasi 107-108 Pfu/ml dan bahan yang telah tersedia dari kit ELISA (HUMAN®, Germany) seperti sumuran reaksi (plate) dasar rata dengan antigen virus dengue, konjugat (rabbit anti-human IgG/ IgM) substrat TMB (Tetra Methyl Benzidine), asam sulfat 0.2 mol/l, antibodi virus dengue kontrol negatif, dan antibodi virus dengue kontrol positif. Alat-alat yang digunakan antara lain, lemari pendingin, lemari inkubasi, adhesive strips, single chanel micropipette dan multichanel micropipette, ELISA washer (automatic washing machine/ immunowash BIO-RAD MODEL 1575), dan ELISA microplate reader (BIO-RAD 3550).
12
Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik mikrobiologi uji ELISA, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap titer antibodi pada plasma beruk dengan menggunakan kit ELISA (HUMAN®, Germany).
Pengujian Dengan Metode ELISA Tidak Langsung Uji ELISA dengan teknik indirect dilakukan dengan cara reagen dan spesimen dikondisikan pada suhu ruangan sebelum digunakan. Larutan sampel didapatkan dari plasma yang diencerkan dalam larutan pelarut dengan perbandingan 1: 100. Langkah ke-1, yaitu setiap sumuranan yang telah di coating oleh antigen virus dengue dan di blocking (dari kit ELISA) dimasukkan sampel sebanyak 100 µl yang telah diencerkan, kecuali untuk sumuran A1, B1, C1, D1, dan E1. Sumuran reaksi pertama (A1) tidak dimasukkan sampel karena dimaksudkan sebagai larutan blanko, namun nantinya seperti sumuran lainnya diisi oleh buffer pencuci, substrat dan stop solution (asam sulfat sebagai penghenti reaksi). Sumuran reaksi ke-2 dan ke-3 (B1/ C1) masing-masing di isi oleh 100 µl Dengue IgG/ IgM negative control (kit) lalu sumuran reaksi ke-4 dan ke-5 (D1/ E1) diisi oleh 100 µl Dengue IgG/ IgM positive control (kit) sementara itu untuk sumuran reaksi ke-6 sampai ke-89 (F1-A12) diisi oleh sampel yang telah diencerkan sebelumnya, selanjutnya sumuran reaksi tersebut ditutup dengan Adhesive strips dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 ºC. Langkah ke-2 ialah pencucian terhadap sumuran reaksi dicuci tiga kali dengan ELISA washer. Sumuran reaksi kemudian dikeringkan/ dikosongkan dari sisa larutan pencuci dengan cara dibalikkan secara dihentakan ke arah kertas tissue yang disediakan agar cairan turun ke kertas tissue. Selanjutnya masingmasing sumuran reaksi ke-2 sampai ke-89 diberikan anti-IgG/ IgM conjugate (rabbit anti-human IgG/ IgM, peroxidase-conjugate) sebanyak 100 µl, kemudian sumuran reaksi ditutup kembali dengan adhesive strips dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC. Langkah ke-3 yaitu diberikan substrat (Tetra Methyl Benzine) pada setiap sumuran reaksi sebanyak 100 µl, dilanjutkan dengan inkubasi selama 15 menit pada suhu 17-25 ºC. Proses inkubasi dilakukan di tempat gelap karena diinisiasi oleh reaksi kinetik dan reaksi diberhentikan dengan bahan stop solution (asam sulfat dengan konsentrasi 0.2 mol/l), selanjutnya langkah terakhir ialah dilakukan pembacaan dan pencatatan hasil menggunakan ELISA microplate reader/
13
menggunakan filter dengan lensa pada panjang gelombang 450 nm sehingga diperoleh angka OD (Optical Density). Angka OD ini yang akan dikonversi dengan metode ELISA menjadi konsentrasi U/ml melalui kurva normal yang dibangun dengan menggunakan standar yang diketahui konsentrasi antibodinya.
Interpretasi Hasil Data Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah menggunakan rumusan perhitungan dari kit ELISA (HUMAN®, Germany) untuk melihat gambaran dari IgM dan IgG. Perhitungan nilai cut-off dapat dilakukan setelah menghitung nilai MNC (Mean Negative Control). Nilai MNC di dapat dari rataan nilai absorbansi negative Control (NC) yang ditempatkan pada sumur B1 dan C1 maka perhitungannya adalah: MNC = A450 (B1) + A450(C1) 2 Cut-Off value(COV) = MNC + 0,35 *Uji ini dikatakan valid apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Blanko substrat pada sumur A1 < 0,100 2. MNC ≤ 0,300 3. PC (Positive Control) : Nilai absorbansi sama atau lebih dari sama dengan cutoff value. *Sampel POSITIF apabila A450(sampel) ≥ COV +10% *Sampel GREY ZONE apabila COV - 10% < A450(sampel) < COV+ 10% *Sampel NEGATIF apabila A450(sampel) < COV - 10% Anti-DEN IgM atau IgG Antibody Units (U/ml) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan
:
Cut-off
: 10
Grey zone
: 9-11 U/ml
Negatif
:<9
Positif
: > 11 U/ml
U/ml
U/ml
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap gambaran immunoglobulin pada plasma beruk setelah diinokulasikan virus dengue dapat dilihat pada pembahasan di bawah ini, sebagaimana dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa adanya infeksi virus ini dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh. Hal ini dapat dijelaskan bahwa infeksi virus ini diikuti dengan proses viremia. Dan viremia seringkali terjadi sebelum gejala klinis muncul sehingga virus dapat dijumpai dalam darah selama fase akut penyakit (Burgess 1995). Kelompok beruk yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan yang belum pernah menghasilkan antibodi terhadap virus dengue atau dengan kata lain tidak pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya. Jadi, infeksi virus dengue yang diinokulasikan pada kelompok beruk merupakan infeksi primer. Di dalam tubuh, virus berkembang biak di sistim retikuloendotelial, dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hati. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit atau makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T yang merupakan sel penghasil antibodi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap gambaran antibodi IgM dan IgG yang merupakan salah satu respon kekebalan terhadap adanya infeksi primer. Pengamatan terhadap antibodi IgM dan IgG dilakukan dengan tujuan untuk melihat respon primer pada beruk terhadap infeksi virus dengue yang secara umum menginfeksi manusia. Berdasarkan pembacaan hasil reaksi antigen-antibodi menggunakan kit indirect ELISA ((HUMAN®, Germany), diperoleh OD (optical density) yang dilanjutkan dengan pembacaan titer antibodi sesuai dengan perhitungan dari kit maka didapatkan titer antibodi untuk IgM dan IgG yang dinterpretasikan dalam bentuk gambar.
Gambaran Imunoglobulin M (IgM) Berdasarkan análisis data menggunakan kit indirect ELISA ((HUMAN®, Germany), diperoleh titer IgM yang cenderung mengalami kenaikan mulai hari ke-3. Gambaran titer IgM pada hari ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13 dari plasma beruk disajikan pada Gambar 4.
15
Gambar 4 Profil titer IgM pada plasma beruk yang diinokulasikan virus dengue melalui rute intravena.
Dari pengamatan yang dilakukan, diperoleh data bahwa pada hari ke-0, ke-1, dan ke-2 titer IgM di enam beruk masih berada pada kisaran normal. Kisaran normal menunjukkan bahwa konsentrasi antibodi tidak mengalami kenaikan saat berada di fase lag, yaitu kondisi hewan yang belum pernah terpapar oleh virus dengue, maka respon akan berupa kekebalan primer dan dalam keadaan tersebut diperlukan waktu antara lima dan sepuluh hari untuk antigen menyebar dan membentuk suatu ikatan antigen-antibodi sebelum antibodi diproduksi dan
penyingkiran virus oleh respon kebal terjadi (Tizard
2004). Hal ini berkaitan dengan antibodi beruk yang belum sepenuhnya merespon terhadap virus dengue yang diinokulasikan melalui intravena. Gambar 5, titer IgM pada kontrol (beruk yang tidak diinokulasikan virus dengue dan hanya diinokulasikan larutan pengencer virus yaitu PBS (Phosphate Buffer Saline), tidak ditunjukan adanya kecenderungan kenaikan titer. Perbedaan gambaran IgM pada kontrol ini dapat menjadi suatu acuan bahwa jika titer IgM mengalami kenaikan seperti terlihat pada Gambar 4, maka dapat disimpulkan bahwa beruk mengalami infeksi virus dengue dalam tahap (early infection).
16
Gambar 5 Profil Titer IgM dari kelompok kontrol pada beruk. Menurut Sa-Ngasang et al. (2005) dalam kondisi infeksi primer virus dengue pada manusia, kecenderungan kenaikan IgM juga sudah dapat dideteksi umumnya pada hari ke-5. Adanya perbedaan bahwa IgM pada beruk meningkat lebih awal dibandingkan dengan manusia diantaranya berkaitan dengan respon kekebalan yang berbeda tiap spesies (Freire et al. 2007). Namun, perbedaan hari yang tidak terlalu jauh ini menunjukkan adanya kemiripan viremia di manusia dengan di beruk. Hal ini terkait kedekatan filogeni beruk dengan
manusia
(Kuiken et al. 2003). Puncak titer IgM ditunjukkan pada hari ke-5 dan hari ke-11 di hampir semua beruk kecuali beruk dengan ID 1 6114 dan F 9003, sementara itu beruk dengan ID 1 6114 dan F 9003 memiliki tingkat puncak titer yang berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh onset masuknya virus dan jumlah antibodi di dalam tubuh (Gubler 1998). Hari ke-6 sampai hari ke-12 menunjukkan perubahan titer antibodi yang berbeda-beda pada setiap beruk. Grafik yang menunjukkan fluktuasi dari titer IgM dapat dipengaruhi sejauh mana respon kebal dari masing-masing tubuh beruk yaitu pengaruh variasi genetik hewan akan membuat respon berbeda satu dengan yang lainnya (Bernardo 2008). Fluktuasi dari titer IgM pada hari ke-6 sampai hari ke-12, secara umum akan menurun kembali saat hari ke-13. Kecenderungan penurunan IgM dapat terjadi ketika sebagian virus dengue telah dikenali
oleh IgM sehingga terbentuk kompleks kebal dimana terjadi ikatan
antara IgM dengan virus yang hasil akhirnya ialah bentuk eliminasi virus setelah
17
melewati beberapa proses seperti aktivasi komplemen, opsonisasi, netralisasi virus, dan aglutinasi (Tizard 2004). Proses eliminasi tersebut membuat jumlah virus yang beredar dalam darah khususnya plasma akan semakin sedikit sehingga titer IgM yang diproduksi pun tidak sebanyak sewaktu pada awal infeksi. Kondisi tersebut akan membuat titer IgM menurun. Kecenderungan titer IgM untuk menurun juga terjadi setelah hari ke-13. Dan titer IgM setelah hari ke-13 belum diketahui apakah akan terus menurun atau justru mengalami kenaikan karena dilihat dari Gambar 4, titer IgM masih berada pada kondisi yang belum stabil atau dengan kata lain tidak dalam kondisi menuju peningkatan ataupun penurunan saja. Namun demikian titer IgM sampai hari ke-13 tidak menunjukkan penurunan yang signifikan karena IgM akan tetap ada walaupun tersedia dalam konsentrasi rendah. Hal ini berkaitan dengan peran IgM dalam tanggap kebal primer dan sekunder dalam melawan mikroorganisme asing untuk pertama kalinya sehingga tersedia dalam tubuh walaupun diproduksi dalam jumlah relatif sedikit (Tizard 2004).
Gambaran Imunoglobulin G (IgG) Titer IgG pada beruk umumnya akan mengalami kecenderungan peningkatan setelah hari-6. Berikut ini adalah profil titer IgG pada hari ke0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12, dan 13. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa titer IgG pada hari ke-0 sampai hari ke-5 titer IgG di enam beruk tidak menunjukkan adanya suatu kenaikan. Kondisi ini dapat terjadi diduga karena selsel pertahanan kekebalan beruk belum sepenuhnya merespon terhadap virus dengue untuk diproduksi dalam jumlah besar (Tizard 2004). Menurut SaNgasang et al. (2005) dalam kondisi infeksi primer virus dengue pada manusia, kecenderungan kenaikan IgG sudah dapat dideteksi umumnya pada hari ke-12. Pada penelitian ini titer IgG pada kelompok kontrol terlihat bahwa tidak terjadi kenaikan dari titer IgG mulai hari ke-0 sampai hari ke-13. Hal ini dapat dijelaskan karena pada kelompok kontrol tersebut tidak ada proses infeksi oleh virus dengue (Gambar 7).
18
Gambar 6 Profil IgG pada plasma beruk yang diinokulasikan virus dengue melalui rute intravena. Hal ini tentunya berbeda dengan kondisi titer IgG pada Gambar 6 dimana IgG mulai menanjak naik di hari ke-6. Pada hari ke-6 terjadi kenaikan dari titer IgG pada plasma beruk. Adapun IgG terus mengalami kenaikan mulai hari ke-6 sampai hari ke-13 seperti pada Gambar 6.
Gambar 7 Profil Titer IgG dari kelompok kontrol pada beruk.
Hal tersebut berkaitan dengan virus dengue yang diinokulasikan melalui intravena akan bereplikasi dan selanjutnya mengakibatkan pembentukan IgG dalam jumlah besar sebagai respon kebal tubuh terhadap masuknya protein
19
asing. Dan menurut Tizard (2004) IgG dapat membantu sel fagosit seperti makrofag dan monosit dengan cara fraksi Fc dari IgG menempel/ terikat pada reseptor yang terdapat pada sel-sel fagosit kemudian IgG akan bertindak sebagai opsonin
yaitu
memudahkan
melapisi sel
antigen bersama
fagosit
untuk
dengan komplemen
memfagositosis
antigen.
sehingga
Antigen
yang
diopsonisasi oleh imunoglobulin akan lebih mudah dikenal oleh makrofag yang terdapat di ruang jaringan karena makrofag memiliki reseptor terhadap Fc imunoglobulin (FcR). Sehingga IgG akan tetap ada dan tersedia dalam konsentrasi tinggi apabila terjadi infeksi ulangan (Sa-Ngasang et al. 2005).
Perbandingan Rataan Titer IgM dan IgG pada Rute Intravena Titer antibodi pada Gambar 8 menunjukkan bahwa titer IgM lebih tinggi dibandingkan dengan titer IgG, mulai dari hari ke-0 sampai hari ke-13. Berikut ini adalah gambaran rataan titer IgM dan IgG pada plasma beruk yang diinfeksi primer oleh virus dengue serotipe-3 (DEN-3).
Gambar 8 Perbandingan rataan titer IgM dan IgG pada beruk yang diinfeksi virus dengue melalui rute intravena. IgM merupakan imunoglobulin pertama yang diproduksi dalam kondisi infeksi primer (Kindt et al. 2007). Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa titer IgM lebih cepat meningkat dan konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan titer IgG, mulai dari hari ke-0 sampai hari ke-13. Kecenderungan kenaikan pada titer IgM lebih awal terjadi dibandingkan dengan titer IgG. Kondisi ini juga dapat
20
ditemukan pada manusia yang secara gambaran antibodi IgM lebih awal terdeteksi dibandingkan IgG pada infeksi primer (Sa-Ngasang et al. 2005). Secara umum titer IgM meningkat pada hari ke-3 sementara itu titer IgG pada hari ke-6. Hal ini mengingat IgM diproduksi sebagai tanggap kebal spesifik tubuh dalam merespon infeksi patogen primer untuk pertama kalinya sehingga dapat dideteksi lebih awal dibandingkan IgG. Satu molekul IgG hanya memiliki satu valensi yang dapat berikatan dengan dua antigen sedangkan IgM yang tersusun dari lima rantai polipeptida dasar (pentamer) memiliki valensi untuk dapat berikatan dengan sepuluh antigen sekaligus (Harlow & David 1988). Dengan gambaran tersebut,
maka IgM efektif
sebagai benteng
pertahanan pertama dalam hal mengikat antigen pada saat terjadi infeksi. Dan menurut Tizard (2004) berdasarkan molaritasnya, IgM pun lebih efisien dari pada IgG pada aktivasi komplemen, opsonisasi, netralisasi virus, dan aglutinasi. Adanya peningkatan IgM dalam plasma juga menjadi indikator adanya infeksi dini atau akut. Namun demikian, setelah hari ke-6 titer IgG terus mengalami kenaikan dibandingkan dengan titer IgM yang cenderung turun mulai hari ke-12. Kondisi titer IgM dan IgG yang berlawanan merupakan suatu proses umpan balik negatif antibodi. Hal ini merupakan kerja sama antar antibodi, tak hanya IgM dengan IgG saja tapi berlaku untuk semua imunoglobulin ketika salah satu antibodi tinggi, maka antibodi lain menjadi rendah. Bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang berbeda pada penelitian payung ini, seperti pada penelitian virus dengue serotipe-3 yang diinokulasikan melalui rute subkutan dan intradermal maka titer IgM menunjukkan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan IgG selain kemampuan menetralisasi virus terbatas pada daerah yang dapat dicapai oleh antibodi, kondisi ini berkaitan juga dengan ukuran IgM yang besar yang terbatas hanya dalam pembuluh darah saja sementara itu banyak virus yang telah keluar dari intravaskuler sehingga sedikit ditemukan ikatan virus dengan IgM di pembuluh darah (Tizard 2004). IgG juga dikenal sebagai pemeran utama dalam mekanisme pertahanan jaringan seperti melakukan opsonisasi, aglutinasi dan presipitasi antigen (Tizard 2004). Titer IgG akan secara cepat meningkat jika terjadi infeksi ulangan atau infeksi untuk kedua kalinya, dibandingkan dengan titer IgM yang hanya meningkat cepat pada saat kondisi infeksi primer (Sa-Ngasang 2005).
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN 1. Titer IgM lebih tinggi dibandingkan dengan titer IgG pada infeksi primer DEN-3 melalui rute intravena yang diamati pada rentang waktu hari ke-0 sampai hari ke-13 pasca infeksi. 2. Titer IgM mengalami peningkatan lebih awal dari IgG pada kondisi infeksi primer DEN-3.
SARAN 1. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai adanya replikasi virus dengue di jaringan tubuh terkait peningkatan immunoglobulin. 2. Penggunaan beruk sebagai hewan model untuk penelitian terkait infeksi virus dengue terus dioptimalkan sehingga dapat menjadi rekomendasi penelitian terkait vaksin atau obat antiviral untuk penanggulangan demam berdarah pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA Aryati dan Yolanda, P. 2009. Manfaat Test Dengue Stick IgM dan IgG. [terhubung berkala]. http://itd.unair.ac.id/gdl42/download.php?id=6. [15 Juli 2009]. Bernardo, L. A. Izquierdo, I. Prado, D. Rosario, M. Alvarez, E. Santana, J. Castro, R. Martinez, R. Rodrìguez, L. Morier, G. Guillèn, dan M.G. Guzmán. 2008. Primary and secondary infection of Macaca fascicularis monkeys with Asian and American Genotypes of dengue virus 2. Clinical and Vaccine Immunology 15 (3): 439-446. Black, GJ. 2005. Microbiology Principles & Exploratio 6th edition. USA: John Wiley & Sons Inc. Burgess, WG, editor. 1995. Teknologi ELISA Dalam Diagnosis dan Penelitian. Bab 2 hlm 50-60. Artama T, Wayan, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: ELISA Technology in Diagnosis and Research. Colville, T dan Bassert, JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians. United States of America: Mosby. Crowther, JR. 2001. The ELISA Guidebook Vol.149. Totowa: Humana Press Inc. Dolhinow, Phyllis, dan Fuentez, A. 1999. The Non Human Primates. California: Mayfield Company. Fiktor, FP dan Moekti, A. 2007. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: Visindo Media Persada. Fenner, FJ. EPJ. Gibbs, FA. Murphy, R. Rott, MJ. Studdert, dan DO, White. 1987. Virology Veteriner 2nd edition. USA: Academic Press. Freire, MS. RS, Marchevsky. LFC, Almeida. AMY, Yamamura. EC, Caride. PA, Brindeiro. MCA, Motta. RMR, Nogueira. CF, Kubelka. MC, Bonaldo. R, Galler. 2007. Wild dengue virus type 1, 2, and 3 viremia in Rhesus monkeys. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro Vol. 102 (2): 203-208. Goldsby, RA. TJ, Kindt, dan BA, Osborne. 2002. Kurby Immunology 4th edition. [terhubungaberkala].http://www.ncbi.nml.nih.gov/booksshel/br.fcgi?book= A515&rendertype=figure&id=A515. [15 Juli 2009]. Gubler, DJ. 1998. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clinical Microbiology Review Vol. 11 (3): 480-496. Guzman, MG dan Kouri, G. 2004. Dengue diagnosis advances and challenges. Int J Infect Dis 8: 69-80. Harlow, Ed dan David, L. 1988. Antibodies a Laboratory Manual. United States of America: Cold Spring Harbor Laboratory.
23
Kindts, TJ. RA, Goldsby, dan BA, Osborne. 2007. Immunology 6th edition. USA: W.H. Freeman and Company. Koraka, P. 2007. Dengue Virus Spesific Immune Response:Implications for Laboratory Diagnosis and Vaccine Development. [Thesis]. Rotterdam: Erasmus Universiteit Rotterdam. Kristina, Isminah, dan Leny, W. 2004. Demam Berdarah Dengue. [terhubung berkala]. http//www.litbang.depkes.go.id/maskes/demamberdarah1.html [15 Juli 2009]. Kuiken, T. GF. Rimmelzwaan, G. van Amerongen, dan ADME, Ostehaus. 2003. Pathology of human influenza A (H5N1) virus infection in cynomolgus Macaques (Macaca fascicularis). J Vet Pathol 40: 304-310. Malole, MB. 1988. Virologi. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB bekerja sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. Murphy, AF dan E, Paul JG. 1999. Veterinary Virology 3th edition. San Diego: Academic Press. Partana, L. Partana, JS. dan Tharir, S. 1970. Hemorrhagic fever-shock syndrome in Surabaya, Indonesia. J Med Sci 16: 189-201. Pelczar, MJJr dan Chan, ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Volume ke-2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Sa-ngasang, A. S, Anantapreecha. A, A-Nuegoonpipat. S, Chanama. S, Wibulwattanakij. K, Pattanakul. P, Sawanpanyalert, dan I, Kurane. 2005. Specific IgM and IgG responses in primary and secondary dengue virus infections determinated by Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Epidemiol. Infect. 134(4): 820-825. Schaller, J. S, Gerber. dan U, Kampfer. 2008. Human Blood Plasma Protein. England: John Wiley & Sons Ltd. Smith, BJ dan S, Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soedarmo, SSP. 1983. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta: UI Press. Soehartono, Tonny, dan Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia. Jakarta: Japan International Cooperation Agency. Supriatna, Jatna, dan Hendras E. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Tizard, RI. 2004. Veterinary Immunology An Introduction 7th edition. USA: Saunders. White, OD. dan FJ, Frank. 1994. Medical Virology. California: Academic Press.
24
Wuryadi, S. 1986. Penanggulangan Demam Berdarah Dengue dengan “Fogging” Malathion Pada Tempat Penularan Potensial di Yogyakarta. [terhubung berkala]. http://www.kalbe.co.id/cdk_045_seminar_penelitian_penyakit_ Menular (i).pdf. [15 Juli 2009]. Weinstein, S dan AL, Plumer. 2007. Principles and Practice of Intravena Therapy 8th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. [WHO]. World Health Organization. 2009. Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. Perancis: WHO Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel 1 Nilai titer antibodi IgM pada sampel (U/ml) Animal ID/Day 1 6135 2 5291 F 9003 1 6114 9 188 8 015 Rata-rata
0 1.90 3.62 1.86 2.90 3.02 4.02 2.89
1 1.67 4.07 2.05 3.10 2.76 3.31 2.83
2 1.95 4.86 2.05 3.38 2.86 3.48 3.10
3 5.81 7.17 6.00 4.71 6.64 4.36 5.78
4 13.10 19.64 18.98 8.24 16.02 9.29 14.21
5 17.26 32.90 20.24 13.86 20.38 19.69 20.72
6 16.05 28.36 23.02 18.55 17.93 15.86 19.96
7 16.21 30.24 17.90 20.57 19.69 14.93 19.92
8 20.00 24.31 12.98 21.17 17.88 11.71 18.01
9 22.60 29.31 12.95 24.31 18.74 12.67 20.10
10 24.40 40.45 15.71 23.05 23.38 10.64 22.94
11 25.19 41.79 18.98 22.74 27.50 13.62 24.97
12 22.98 35.24 19.07 24.05 24.55 11.17 22.84
Tabel 2 Nilai kontrol titer antibodi IgM (U/ml) Animal ID/Day 9172 1.5407 9336 2.4192 Rata-rata
0 1.4 1.3 1.2 1.8 1.4
1 1.5 1.2 1.2 2.0 1.5
2 1.9 1.1 1.0 2.0 1.5
3 1.7 0.9 1.2 1.9 1.4
4 1.5 1.0 1.1 2.3 1.5
5 1.5 1.0 1.2 2.1 1.4
6 1.6 1.0 1.6 1.9 1.5
7 1.5 1.0 1.1 1.8 1.4
8 1.7 1.4 1.2 1.9 1.6
9 1.8 1.1 1.0 1.9 1.4
10 2.5 1.1 1.1 2.0 1.7
11 2.1 0.9 1.0 1.9 1.5
12 1.9 1.0 2.0 2.2 1.8
13 1.8 0.9 0.9 2.3 1.5
13 18.64 35.02 16.62 26.33 22.33 10.38 21.56
Lampiran 2 Tabel 3 Nilai titer antibodi IgG pada sampel (U/ml) Animal ID/Day 1 6135 2 5291 F 9003 1 6114 9 188 8 015 Rata-rata
0 0.24 0.20 0.15 0.59 0.37 0.57 0.35
1 0.20 0.20 0.18 0.64 0.42 0.68 0.39
2 0.15 0.24 0.16 0.68 0.57 0.66 0.41
3 0.20 0.22 0.18 0.71 0.46 0.60 0.40
4 0.22 0.22 0.49 0.79 0.55 0.55 0.47
5 0.38 0.51 1.78 1.12 0.88 0.75 0.90
6 0.84 2.00 3.81 2.47 1.72 1.83 2.11
7 2.44 5.06 6.07 5.94 3.89 2.42 4.30
8 5.83 6.89 5.55 8.34 5.28 2.84 5.79
8 1.1 1.3 0.7 0.6 0.9
9 1.2 1.1 0.6 0.6 0.9
9 9.13 8.95 8.23 9.77 9.83 3.67 8.26
10 12.03 12.52 11.59 9.24 13.79 8.03 11.20
11 14.56 15.88 14.30 10.45 16.55 12.96 14.12
Tabel 4 Nilai kontrol titer antibodi IgG (U/ml) Animal ID/Day 9172 1.5407 9336 2.4192 Rata-rata
0 0.9 1.3 0.7 0.6 0.9
1 1.1 1.2 0.6 0.6 0.9
2 1.1 1.2 0.7 0.6 0.9
3 0.9 1.1 0.7 0.6 0.8
4 0.9 1.1 0.7 0.7 0.9
5 0.9 1.1 0.7 0.6 0.8
6 0.9 1.0 0.8 0.6 0.8
7 0.9 1.1 0.6 0.6 0.8
10 1.4 1.0 0.7 0.6 1.9
11 1.8 1.1 0.7 0.7 1.1
12 2.5 0.9 0.8 0.7 1.2
13 2.4 1.0 0.7 0.9 1.3
12 15.09 18.00 14.92 12.37 16.66 16.39 15.57
13 15.82 21.45 17.14 13.97 17.01 18.61 17.33
Lampiran 3 Tabel 5 Perbandingan nilai rataan titer antibodi (U/ml) IgM dan IgG pada sampel Immunoglobulin/Day IgM IgG
0 2.89 0.35
1 2.83 0.39
2 3.1 0.41
3 5.78 0.4
4 14.21 0.47
5 20.72 0.9
6 19.96 2.11
7 19.92 4.3
8 18.01 5.79
9 20.1 8.26
10 22.94 11.2
11 24.97 14.12
Tabel 6 Perbandingan nilai rataan kontrol titer antibodi (U/ml) IgM dan IgG Immunoglobulin/Day IgM IgG
0 1.4 0.9
1 1.5 0.9
2 1.5 0.9
3 1.4 0.8
4 1.5 0.9
5 1.4 0.8
6 1.5 0.8
7 1.4 0.8
8 1.6 0.9
9 1.4 0.9
10 1.7 1.9
11 1.5 1.1
12 1.8 1.2
13 1.5 1.3
12 22.84 15.57
13 21.56 17.33