PROFIL ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (A M A N) SEJARAH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-‐komunitas Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara. AMAN terdaftar secara resmi di Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia sebagai Organisasi Persekutuan melalui Akta Notaris No.26, H. Abu Yusuf, SH dan Akta Pendirian tanggal 24 April 2001. AMAN dideklarasikan berdasarkan bangunan sejarah pergerakan Masyarakat Adat yang panjang di Indonesia. Sejak pertengahan tahun 1980-‐an telah muncul kesadaran baru di kalangan organisasi non pemerintah (ORNOP) dan para ilmuwan sosial tentang dampak negatif pembangunan yang sangat luas terhadap berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Masyarakat Adat adalah salah satu kelompok utama dan terbesar jumlahnya yang paling banyak dirugikan oleh (dan menjadi korban) politik pembangunan selama tiga dasawarsa terakhir ini. Penindasan terhadap Masyarakat Adat ini terjadi baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun di bidang sosial dan budaya lainnya. Sejak pertengahan tahun 1980-‐an perlawanan Masyarakat Adat terhadap berbagai kebijakan pemerintah mulai bermunculan secara sporadis. Situasi ini menggugah keprihatinan banyak aktivis gerakan sosial dan akademisi atas kondisi yang dihadapi oleh Masyarakat Adat di berbagai kampung di tanah air sejak tahun 1990-‐an. Akhirnya pada tahun 1993 di Toraja-‐Sulawesi Selatan disepakati pembentukan sebuah wadah yang diberi nama Jaringan Pembela Hak-‐hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang dipelopori para tokoh adat, akademisi, pendamping hukum dan aktivis gerakan sosial. Kehadiran JAPHAMA juga sebagai tanggapan atas menguatnya gerakan perjuangan Masyarakat Adat di tingkat global. Dalam pertemuan JAPHAMA tersebut, juga dibicarakan dan disepakati mengenai istilah Indigenous Peoples dalam konteks Indonesia sebagai “Masyarakat Adat”. Penggunaan istilah tersebut merupakan bentuk perlawanan terhadap istilah yang dilekatkan kepada Masyarakat Adat yang melecehkan, seperti suku terasing, masyarakat perambah hutan, peladang liar, masyarakat primitive, penghambat pembangunan, dan sebagainya yang melanggar hak konstitusional Masyarakat Adat sebagai manusia bermartabat, untuk diperlakukan layaknya warga negara Indonesia. Melalui JAPHAMA, tokoh-‐tokoh adat dan berbagai elemen lainnya melakukan konsolidasi atas gagasan mengenai Masyarakat Adat dan identifikasi cita-‐cita bersama. Para pemimpin/ tokoh-‐tokoh adat pun kemudian mendapatkan dukungan dari berbagai aktivis dan ORNOP dengan berbagai latar belakang yakni lingkungan hidup, anti globalisasi, pembaruan agraria, pendamping hukum, aktivis kebudayaan dan lain-‐lain untuk bersama-‐sama mewujudkan terlaksananya Kongres Masyarakat Adat ketika terjadinya momentum reformasi. Pada tanggal 17-‐22 Maret 1999, untuk pertama kalinya, dilaksanakanlah Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN – selanjutnya disebut KMAN I) di Hotel Indonesia di Jakarta. KMAN I dihadiri oleh lebih dari 400 pemimpin dan pejuang Masyarakat Adat dari seluruh penjuru Nusantara baik perempuan maupun laki-‐laki. Berbagai permasalahan yang mengancam eksistensi Masyarakat Adat dari berbagai aspek seperti pelanggaran Hak Azasi Manusia; perampasan tanah, wilayah dan sumber daya; pelecehan adat dan budaya; maupun kebijakan pembangunan yang dengan sengaja
meminggirkan Masyarakat Adat didiskusikan. KMAN I juga membahas dan menyepakati visi, misi, azas, garis-‐garis besar perjuangan dan program kerja Masyarakat Adat. KMAN I menghasilkan Pandangan Dasar Kongres Masyarakat Adat Nusantara 1999 tentang “Posisi Masyarakat Adat terhadap Negara” yang dengan keras menegaskan bahwa Masyarakat Adat telah lebih dulu ada sebelum adanya negara, oleh sebab itu “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, maka Kamipun Tidak akan Mengakui Negara.” KMAN I juga menetapkan definisi kerja bagi Komunitas Masyarakat Adat sebagai “Komunitas-‐Komunitas yang hidup berdasarkan asal-‐usul leluhur secara turun-‐temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya”. KMAN I pun telah memberikan landasan kesetaraan gender dalam gerakan Masyarakat Adat. Selanjutnya, KMAN I menetapkan terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai wadah perjuangan Masyarakat Adat. Sejak saat itu, tanggal 17 Maret pun diperingati sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan sekaligus Ulang Tahun AMAN. KMAN I telah menjadi momentum konsolidasi bagi gerakan Masyarakat Adat di Indonesia untuk menegakkan hak-‐hak adatnya dan memposisikan dirinya sebagai komponen utama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada periode awal pembentukannya 1999-‐2003, Dewan AMAN merupakan badan pengambil keputusan tertinggi organisasi di bawah KMAN. Dewan AMAN berjumlah 54 orang yang mewakili 27 propinsi, masing-‐masing 1 laki-‐laki dan 1 perempuan. Dewan AMAN kemudian memilih dan menetapkan 3 orang di antara mereka sebagai Koordinator Dewan AMAN, yang mewakili Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Koordinator Dewan AMAN ini, di samping tugas utamanya mengkoordinasikan anggota Dewan AMAN di wilayah masing-‐masing, juga bertanggung-‐jawab untuk mengeluarkan arahan-‐ arahan kebijakan dan sekaligus melakukan pengawasan terhadap Sekretaris Pelaksana dalam penyelenggaraan sehari-‐hari Sekretariat Nasional AMAN. Anggota AMAN saat itu terdiri dari Komunitas Masyarakat Adat dan Organisasi Masyarakat Adat (OMA). Pada periode selanjutnya struktur organisasi ini terus berkembang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan anggotanya untuk lebih mampu merespon berbagai tantangan, baik di tingkat daerah dan nasional maupun perkembangan di tingkat global. Perubahan paling signifikan terjadi pada KMAN III di Pontianak, Kalimantan Barat pada tahun 2007. Dalam KMAN III ini diputuskan dan ditetapkan bahwa AMAN dipimpin oleh Sekretaris Jendral yang berfungsi sebagai pelaksana mandat dari organisasi. Dalam pelaksanaan tugas-‐ tugasnya, Sekretaris Jendral AMAN didampingi oleh Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) utusan dari 27 propinsi, masing-‐masing terdiri dari 1 laki-‐laki dan 1 perempuan. Mereka dipilih dan ditetapkan dalam KMAN III. DAMANNAS kemudian memilih Koordinator Region, yakni Region Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. Kepemimpinan di tingkat nasional ini disebut dengan Pengurus Besar (PB) AMAN. Sementara untuk tingkat wilayah dan daerah, AMAN dipimpin oleh Pengurus Wilayah (PW) dan Pengurus Daerah (PD) yang masing-‐masing terdiri dari Badan Pelaksana Harian (BPH) Wilayah dan BPH Daerah serta Dewan AMAN Wilayah (DAMANWIL) dan Dewan AMAN Daerah (DAMANDA) sebagai penasehat dan pengawas. Selain itu, dari sisi keanggotaan juga mengalami perubahan. KMAN III memutuskan bahwa AMAN yang sebelumnya beranggotakan komunitas dan organisasi Masyarakat Adat, kemudian hanya beranggotakan komunitas Masyarakat Adat. Organisasi-‐organisasi Masyarakat Adat yang selama ini menjadi anggota AMAN, dileburkan dan dimandatkan menjadi PW dan PD AMAN.
KMAN IV dilaksanakan pada April 2012 di Tobelo, Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara. Dalam KMAN IV, terjadi perubahan dalam susunan DAMANNAS yang semula terdiri dari 54 orang utusan dari 27 provinsi yang dipimpin oleh 7 orang Koordinator Regional, dirubah dengan menghapuskan perutusan provinsi dan menggantinya menjadi perutusan region. Hingga saat ini, DAMANNAS berjumlah 14 orang, terdiri dari 1 laki-‐laki dan 1 perempuan dari utusan Region Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. DAMANNAS dipilih oleh masing-‐masing region, dan ditetapkan dalam KMAN IV. STRUKTUR ORGANISASI Sejak perubahan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga AMAN ditetapkan pada tahun 2007, secara struktural, AMAN telah membentuk 21 Pengurus Wilayah (PW) dan 116 Pengurus Daerah (PD) di 33 propinsi. AMAN saat ini beranggotakan 2.279 komunitas adat dengan populasi + 17 juta jiwa. Untuk memperkuat kerja-‐kerja organisasi, AMAN juga telah membentuk 3 Organisasi Sayap, 2 Badan Otonom dan 3 Badan Usaha. Struktur AMAN dari tingkat komunitas sampai tingkat nasional dapat digambarkan dan di uraikan sebagai berikut:
1. Komunitas Masyarakat Adat : Anggota AMAN adalah komunitas Masyarakat Adat yang menyetujui AD/ART AMAN, memenuhi syarat-‐syarat keanggotaan AMAN dan telah menyatakan diri serta diterima secara sah menjadi anggota AMAN. Berdasarkan hasil KMAN IV jumlah komunitas adat yang menjadi anggota AMAN yaitu 1992 komunitas, dan jumlah ini terus bertambah. Hingga Rapat Pengurus Besar (RPB) AMAN ke XVII Mei 2016, jumlah anggota AMAN mencapai 2.279 komunitas adat.
2. Pengurus Daerah (PD) AMAN : Pengurus Daerah adalah struktur AMAN yang bertanggungjawab di tingkat daerah. Lingkup kerja PD AMAN dapat setingkat Kabupaten mengikuti wilayah administrasi pemerintah, atau dapat juga wilayah persekutuan komunitas Masyarakat Adat di wilayah tersebut sesuai kesepakatan bersama berdasarkan pendekatan budaya dan sejarah. Jumlah PD AMAN Pasca KMAN IV April 2012 hingga saat ini adalah 116 PD. Jumlah ini terus bertambah sesuai kebutuhan pelayanan kepada anggota. PD AMAN terdiri dari Badan Pelaksana Harian Daerah (BPHD) dan Dewan AMAN Daerah (DAMANDA). 3. Pengurus Wilayah (PW) AMAN : Pengurus Wilayah adalah struktur AMAN yang bertanggungjawab di tingkat wilayah. Lingkup kerja PW AMAN dapat setingkat propinsi mengikuti wilayah administrasi pemerintah, atau dapat juga wilayah persekutuan komunitas Masyarakat Adat di wilayah tersebut sesuai kesepakatan bersama berdasarkan pendekatan budaya dan sejarah. Jumlah PW AMAN Pasca KMAN IV April 2012 hingga saat ini adalah 21 PW. Jumlah ini pun terus bertambah sesuai kebutuhan pelayanan kepada anggota. PW AMAN terdiri dari Badan Pelaksana Harian Wilayah (BPHW) dan Dewan AMAN Wilayah (DAMANWIL). 4. Pengurus Besar (PB) AMAN : Pengurus Besar AMAN merupakan struktur organisasi yang bertanggungjawab di tingkat nasional. PB AMAN terdiri dari Sekretaris Jendral dan Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) yang dipilih dan ditetapkan oleh KMAN. Untuk memastikan mandat-‐mandat KMAN maka Sekjen dan DAMANNAS melakukan Rapat Pengurus Besar minimal 1 kali dalam setahun. Untuk melaksanakan dan mengelola Sekretariat PB AMAN agar berjalan efektif maka Sekjen AMAN dibantu oleh satu orang Staff Khusus dan 3 orang Deputi yang masing-‐masing mengkoordinasikan beberapa Direktorat sebagai pelaksana program-‐program utama. Sekretariat PB AMAN berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS): Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) terdiri dari 1 perempuan dan 1 laki-‐laki yang mewakili 7 Region. Sebagaimana Sekretaris Jendral, DAMANNAS juga dipilih dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN). Untuk periode 2012-‐2017, DAMANNAS terpilih adalah : Ketua : 1. Bapak Hein Namotemo (mewakili Region Maluku) Wakil Ketua : 2. Bapak Isjaya Kaladen (mewakili Region Sulawesi) 3. Ibu Ariana (mewakili Region Kalimantan) Members: 4. Bapak Alex Sanggenafa (mewakili Region Papua) 5. Ibu Ludia Mentansam (mewakili Region Papua) 6. Bapak Kamardi (mewakili Region Bali-‐Nusa Tenggara) 7. Ibu Aleta Ba’un (mewakili Region Bali-‐Nusa Tenggara) 8. Ibu Rukmini P. Toheke (mewakili Region Sulawesi) 9. Bapak Ambu Naptanis (mewakili Region Kalimantan) 10. Ibu Yulia Awayakuane (mewakili Region Maluku) 11. Bapak Jajang Kurniawan (mewakili Region Jawa) 12. Ibu Gunarti (mewakili Region Jawa) 13. Bapak Alfi Syahrin (mewakili Region Sumatera)
14. Karena ada pergantian untuk perwakilan perempuan untuk Region Sumatera, maka saat ini, Region Sumatera masih diwakili oleh satu orang. Pelaksana Harian PB AMAN : Sekretaris Jenderal : Abdon Nababan Staff Khusus : Mahir Takaka Deputi I : Mina Susana Setra Bidang Kelembagaan, Komunikasi dan Penggalangan Sumber Daya Deputi II : Rukka Sombolinggi Bidang Advokasi Kebijakan, Hukum dan Politik Deputi III : Arifin “Monang” Saleh Bidang Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat Adat Direktorat : Terdapat 9 Direktorat dalam struktur PB AMAN, yakni : 1) Direktorat Urusan Management dan Operasional; 2) Direktorat Urusan Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan; 3) Direktorat Urusan Informasi dan Komunikasi; 4) Direktorat Urusan Penggalangan Sumber Daya; 5) Direktorat Urusan Advokasi Hukum dan HAM; 6) Direktorat Urusan Politik Masyarakat Adat; 7) Direktorat Urusan Dukungan Komunitas; 8) Direktorat Urusan pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Alam; 9) Direktorat Urusan Pendidikan dan Kebudayaan. 5. Organisasi Sayap AMAN Untuk memperkuat kerja-‐kerja basis, AMAN membentuk 3 Organisasi Sayap yaitu : 1) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) BPAN beranggotakan pemuda-‐pemudi adat yang berasal dari komunitas-‐komunitas anggota AMAN, berusia antara 17-‐35 tahun. BPAN memiliki kepengurusan di tingkat nasional, wilayah dan daerah hingga tingkat kampung. Saat ini BPAN dipimpin oleh seorang Ketua Umum yaitu Jhontoni Tarihoran. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai BPAN dapat dilihat di website : http://bpan.aman.or.id/ 2) Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN) AMAN PEREMPUAN AMAN beranggotakan individu, perempuan-‐perempuan adat yang berasal dari komunitas-‐komunitas anggota AMAN. Sebagaimana BPAN, PEREMPUAN AMAN juga memiliki kepengurusan di tingkat nasional, wilayah, daerah hingga tingkat kampung. Saat ini PEREMPUAN AMAN dipimpin oleh seorang Ketua Umum, yaitu Devi Anggraini. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai PEREMPUAN AMAN dapat dilihat di website : www.perempuan.aman.or.id 3) Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) PPMAN beranggotakan para advokat dan ahli hukum yang peduli dan berkomitmen pada kerja pembelaan dan pemajuan Masyarakat Adat Nusantara. Saat ini PPMAN dipimpin oleh seorang Ketua Badan Pelaksana, yaitu Saudara Yahya Mahmud. Informasi lebih jauh tentang PPMAN dapat dilihat di website : http://www.ppman.or.id/ 6. Badan Otonom AMAN 1) Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) adalah lembaga tempat pendaftaran (registrasi) wilayah adat yang dibuktikan dengan peta-‐peta wilayah adat. BRWA dibentuk tahun 2010 sebagai upaya untuk mewadahi peta-‐peta wilayah adat dari seluruh nusantara yang dibuat
oleh komunitas-‐komunitas adat. Kelembagaan BRWA untuk pertama kali legalitasnya berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal AMAN No. 01/SK-‐BRWA/PB-‐ AMAN/III/2011. Melalui SK ini BRWA menjadi salah satu Badan Otonom AMAN. Saat ini BRWA dipimpin oleh Kasmita Widodo sebagai Kepala BRWA. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai BRWA, dapat melihat website : www.brwa.or.id 2) Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN) Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN) didirikan pada tanggal 15 Juni 2016 dan berkedudukan di Bogor, Jawa Barat. Yayasan ini merupakan organisasi nirlaba profesional yang berupaya membantu mengatasi masalah pendidikan yang dihadapi oleh Masyarakat Adat di Indonesia berdasarkan pemenuhan dan pendampingan terhadap kebutuhan pendidikan Masyarakat Adat. 7. Badan Usaha AMAN 1) Koperasi Produsen AMAN Mandiri (KPAM) Koperasi Produksi AMAN Mandiri (KPAM) dibentuk sebagai wadah untuk mewujudkan salah satu pilar yang dimandatkan kepada organisasi AMAN, yaitu mandiri secara ekonomi. Cita-‐cita untuk berhimpun mendorong kemandirian ekonomi Masyarakat Adat dalam mengelola kekayaannya harus dilakukan dengan langsung menjadi pelaku utama dalam memproduksi dan membuka akses pasar bagi produk-‐produk yang dihasilkan oleh masyarakat adat, baik dilakukan secara berkelompok dan atau berasal dari komunitas adat. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai KPAM, dapat melihat website: www.amanmandiri.com 2) Credit Union Randu CU RANDU (Gerakan Credit Union Pancoran Kehidupan), adalah salah satu Badan Otonom AMAN yang merupakan suatu perwujudan dari cita-‐cita para aktifis di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK) untuk dapat melakukan perubahan baik untuk para aktifis itu sendiri, keluarga, sahabat maupun masyarakat luas yang bersedia untuk bergabung. Credit Union Gerakan CU RANDU didirikan pada tanggal 24 Nopember 2013 di Rumah AMAN Jln. Tebet Timur Dalam Raya No. 11A Tebet, Jakarta Selatan. Para aktifis di daerah JABODETABEK sebanyak 33 orang menyepakati berdirinya Credit Union Gerakan Pancoran Kehidupan (CU RANDU). Nama RANDU kependekan dari Pancoran Kehidupan, adalah merupakan pencerminan dari sebuah pohon Randu/Kapuk dan tugu Pancoran. CU Randu diproyeksikan untuk menjadi cikal bakal pembentukan CU di berbagai wilayah di nusantara. 3) PT. Berdaulat, Mandiri, Bermartabat (BMB)) PT. Berdaulat Mandiri Bermartabat (BMB) Consult didirikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) secara resmi pada Tanggal, 23 Nopember 2015. PT. BMB Consult merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang Jasa Konsultasi. Jasa Konsultasi yang ditangani meliputi bidang pembentukan hukum, baik di tingkat nasional maupun di daerah, perubahan hukum, kajian-‐kajian yang dipublikasikan di berbagai media, usulan-‐ usulan perubahan dan pembentukan hukum yang disampaikan kepada pemerintah, legislatif maupun kepada badan-‐badan peradilan di berbagai level pemerintahan, pengembangan ekonomi, penataan kawasan dan pengelolaan sumber daya alam. 8. Pertemuan-‐Pertemuan Pengambilan Keputusan Organisasi Keputusan-‐keputusan AMAN diambil dalam pertemuan-‐pertemuan wajib dan regular di seluruh tingkatan organisasi, yakni :
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN), merupakan proses pengambilan keputusan tertinggi di AMAN, yang dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) Luar Biasa. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) AMAN, yang dilaksanakan sekali dalam 2 tahun. Rapat Pengurus Besar (RPB) AMAN, yang dilakukan 2 kali dalam setahun. Musyawarah Wilayah (MUSWIL), yang dilakukan sekali dalam 5 tahun. Musyawarah Wilayah Luar Biasa (MUSWILUB) Rapat Kerja Wilayah (RAKERWIL), dilaksanakan sekali dalam 2 tahun. Rapat Pengurus Wilayah (RPW), dilaksanakan 2 kali dalam setahun. Musyawarah Daerah (MUSDA), dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Musyawarah Wilayah Luar Biasa (MUSDALUB) Rapat Kerja Daerah (RAKERDA), dilaksanakan sekali dalam 2 tahun. Rapat Pengurus Daerah (RPD), dilaksanakan 2 kali dalam setahun.
PROGRAM KERJA Untuk memastikan berjalannya fungsi sebagai organisasi gerakan Masyarakat Adat di Indonesia, AMAN melaksanakan program-‐program berdasarkan kebutuhan untuk melayani anggota-‐ anggotanya, dengan mengacu pada Garis-‐Garis Besar Program AMAN hasil KMAN IV. Program-‐ program yang terdapat di AMAN tersebut antara lain : 1. Advokasi, Hak Asasi Manusia dan Politik a. Mendorong perubahan hukum, kebijakan, peraturan-‐peraturan dan perjanjian-‐perjanjian di tingkat nasional serta daerah, untuk mengakui dan melindungi hak-‐hak Masyarakat Adat. b. Menyediakan layanan hukum dan penanganan kasus bagi komunitas-‐komunitas adat anggota AMAN yang mengalami konflik terkait hak kolektif mereka. c. Mendorong perluasan partisipasi politik Masyarakat Adat. d. Melakukan lobby dan intervensi dalam berbagai forum internasional untuk mendorong perubahan perjanjian-‐perjanjian untuk mengakui dan melindungi hak-‐hak Masyarakat Adat. 2. Memperkuat Organisasi dan Kelembagaan Memperkuat kapasitas manajemen dan operasional organisasi serta kapasitas anggota dan kader-‐kader AMAN; mengembangkan dan memperluas organisasi AMAN di semua tingkatan; membangun dan memperkuat sistem komunikasi dan informasi, termasuk membangun media komunitas; serta melakukan mobilisasi sumber daya publik. 3. Pelayanan dan Dukungan Komunitas Melakukan pemetaan Wilayah Adat; penguatan ekonomi komunitas; mengembangkan energy terbarukan di komunitas-‐komunitas anggota; tanggap darurat bencana; membangun koperasi produsen Masyarakat Adat; membangun Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA); mengembangkan budaya dan pendidikan; mengembangkan kehutanan berbasis adat. CAPAIAN-‐CAPAIAN AMAN Pada tingkat internasional, sejak tahun 2007 AMAN telah terlibat dengan isu-‐isu REDD+ dan merupakan anggota dari Forum Masyarakat Adat Internasional tentang Perubahan Iklim (IIPFCC). AMAN terlibat langsung dalam intervensi perumusan Perjanjian Paris dalam COP21. AMAN dipercaya oleh organisasi-‐organisasi Masyarakat Adat di Asia untuk memimpin dan mewakili Region Asia di berbagai forum perubahan iklim dan negosiasi REDD+ seperti UNREDD, Sub Komisi
FCPF, Sub Komite FIP dan terlibat dalam pembentukan Mekanisme Hibah Khusus (DGM ) untuk Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di bawah FIP, terlibat dalam GEF Counsel, Forum Kemitraan REDD+, Sejauh ini, AMAN terlibat dalam pertemuan-‐pertemuan, antara lain World Economic Forum (WEF), Global Landscape Forum, UNFCCC COP, The Creative Time Summit, Global Land Forum, The State of Rights and Resources, The Climate Summit, UNESCO, Tropical Forest Alliance, dll. AMAN juga aktif mengikuti Permanen Forum PBB untuk Masyarakat Adat (UNPFII), berikut isu-‐isu Hak Asasi Manusia dan terlibat dalam pertemuan PBB di Jenewa seperti UPR dan EMRIP, serta membuat laporan-‐laporan untuk CERD. AMAN juga diundang ke berbagai Konferensi Tingkat Tinggi International untuk berbicara tentang hak-‐hak Masyarakat Adat dan upaya menemukan jalan keluar untuk memecahkan masalah-‐masalah yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, penggundulan hutan, perubahan iklim, ekonomi dan bisnis. Pada AMAN tingkat nasional menjalin kerjasama dengan pemerintah dan menghasilkan Nota Kesepahaman/MoU dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian Lingkungan Hidup (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan) dan Badan Pertanahan Nasional (sekarang Kementerian Agraria & Tata Ruang). Dalam 5 tahun terakhir AMAN menghasilkan: (1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/2012 tentang Adat Hutan, (2) Draft RUU tentang Masyarakat Adat, (3) Pencantuman peta wilayah adat sebagai peta tematik oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), (4) Inkuiri Nasional yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) tentang Pelanggaran hak-‐hak Masyarakat Adat di Kawasan Hutan, (5) Program Inisiatif Nasional tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat yang diluncurkan oleh Wakil Presiden Indonesia, (6) Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia (dikenal sebagai NAWACITA) yang meliputi enam poin tentang pengakuan dan perlindungan hak-‐hak Masyarakat Adat, dan (7) rencana Presiden untuk membuat Satuan Tugas (Satgas) khusus Masyarakat Adat di bawah presiden. Di tingkat lokal, AMAN memfasilitasi pemerintah daerah dalam mengembangkan Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat. AMAN juga terus memfasilitasi pemetaan wilayah adat. Pada 22 Desember 2014, secara resmi AMAN menyerahkan 517 peta wilayah adat yang terdaftar di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) kepada Badan REDD + dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, meliputi 4.822.000 juta hektar wilayah. Dilajutkan pada Agustus 2015, AMAN menyerahkan peta 6,8 juta hektar wilayah adat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sampai dengan bulan Maret 2016, AMAN telah memetakan 7,4 juta hektar wilayah adat di seluruh Indonesia. Angka ini terus bertambah karena banyak Masyarakat Adat yang saat ini masih dalam proses memetakan wilayah adat mereka. AMAN terus bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk menyertakan peta wilayah adat dalam Kebijakan Satu Peta. AMAN juga bekerja melakukan pemberdayaan ekonomi Masyarakat Adat, saat ini AMAN telah mendirikan Gerai Nusantara (termasuk online) untuk memasarkan produk-‐produk asli komunitas, mengembangkan program energi terbarukan, mengembangkan media (seperti radio komunitas dan streaming, jurnalisme warga, SMS frontliners, website, media sosial, buletin dll) serta mengembangkan program kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan Keputusan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) ke III di Tumbang Malahoi, Kalimantan Tengah pada tahun 2013, AMAN juga mendorong anggotanya untuk terlibat dalam politik. Dalam pemilihan nasional 2014, AMAN mendukung 181 calon dari komunitas adat anggota AMAN untuk ikut dalam PEMILU, di mana 25 di antaranya berhasil terpilih dalam tingkatan yang berbeda, seperti DPR RI, DPD dan DPRD.***