Penguatan Masyarakat Madani... 483
P E N G U A T A N MASYARAKAT M A D A N I M E L A L U I DAK W AH KEW ARG AAN
M u h a m m a d Su lth on IA IN W alisongo Sem arang Em ail: m sutlhon@ yahoo.com
A b s tr a c t
Bj the end of the caliphate system, the Islamic worldface many questions, among others, the question of the relationship of Muslims as citizens of the country. A t the time of the new order, the majority of Muslims as citizens of the nation-state in Indonesia do not have bargaining power siginifikan in balancing the country's dominance. This relationship is not conducive to the process of democratization. To overcome it appears some ihtiar, among citizenry missionary movement to create a civil society. Missionary citizenship can be done ly mengintemalisasikan Islamic values relevant to the citizens of the community.
ui? ij* ‘alLuiVl OwEv-ll 4_u_llc
iwbJUcJI
(J
jjjjd l CLlSj
( j lc SjJLaJ! UJbjJ
j»lhu .ALJI Lj*0 ( j o J o j j y h x A l I £ jm . I »3Jlj I
La Jx ,
4-uoj-aJI
4jLt*^> ^
o y iL I^ -o iT
6JL4 .AhJI Ld
u ^->3
JjlseJ Lridol^l.l *»U
4l^aJI djlj 4x3^LfcJYl
Keywords: masyarakat madani, khilafah, islam, demokrasi
45T^rcJI C&. “U^5cj! ^ J juJ
^
AlAjOi
484 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013 A. P en d ah u lu an D engan am bruknya sistem khilafah1, negara-bangsa m enjadi bagian dari khazanah pem ikiran politik Islam , sebagai bagian dari konsekw ensi logis m asuknya konsep politik B arat ke dalam dunia Islam. K hazanah pem ikiran politik Islam klasik tidak m engenal kecuali konsep negara berdasarkan agama, yaitu negara-Islam , negara dzim m i dan negara-harb2. W arga negara dalam negara yang dibentuk berdasarkan agam a ditentukan oleh faktor agam a yang dipeluknya. K etika disadari bahw a lem baga khilafah gagal dipertahankan um at Islam, pem ikiran politik Islam berusaha m engem bangkan w acana negara yang tidak didasarkan pada agam a.3 Pada m asa m odern, antara lain seluruh wilayah yang sem ula berada dalam kekuasaan kekhalifahan T urki U sm ani terpecah ke dalam beberapa negara barn, m enandai keberhasilan anggota kom unitas yang tinggal di wilayah-wilayah tersebut dalam m eraih kem erdekaan wilayahnya. P em bentukan negara-negara baru itu tidak didasarkan pada agam a m ayoritas p en duduk yang tinggal di dalam nya, akan tetapi didasarkan aspek kebangsaan4. D engan perkem bangan itu, um at Islam sebagai bagian dari p en d u d u k wilayah setem pat m enghadapi konsep politik negara-bangsa5. U ntuk bangsa Indonesia, negara yang telah dibentuk oleh m ayoritas um at Islam itu ternyata justru m endom inasi w arga negara yang m em bentuknya6.
'Penghapusan lembaga khilafah terjadi pada 3 Maret 1924. Lihat Jere L. Bacharach, A Middle East Studies Handbook, (Cambridge: Cambridge University Press, 1989), hal. 67.
2 Ibrahim Hoesn, “Fiqh Siyasah Dalam Tradisi Pemikiran Islam Klasik”, dalam Jum al {JlumulQur’an, Nomor 2, Vol IV /1993, hal. 58-66.
3 Salah seorang pemikir Islam yang mengadopsi pemikiran negara-bangsa, yakni dengan menolak lembaga khilafah sebagai tuntutan agama segera setelah penghapusan lembaga khilafah adalah Ali Abdul Raziq. Lihat Ali Abdul Raziq, al-lslam wa Ushul al-Hukmi, Babtsun j i al-Khilafati wa al-Huie,umatifi al-Islami, (Mesir: Mastbaah Misr Syarikah Musahirah Misriyah, 1925), terutama hal. 81-83. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 166 5Azyumardi Azra, “Islam dan Negara: Eksperimen Dalam Masa Modem, Tinjauan SosioHistoris”, dalam Jum al UlumulQur'an, Nomor 2, Vol IV/1993, hal. 10-16. 6 Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996), hal. 140
.
Penguatan Masyarakat Madani. . . 485 P ertu m b u h an negara yang m enghegem oni w arga negaranya m erupakan sebuah fenom ena cukup m enarik di Indonesia. D om inasi dem ikian berdam pak pada posisi w arga negara yang sem akin m elem ah di h adapan negara. D alam konteks ini, proses pem belajaran di perguruan tinggi Islam yang m engusung pendidikan kew argaan (Civic Education) u n tu k pem berdayaan w arga-negara m enem ukan
m om entum nya
yang
tepat.
Sejauhm anakah
w acana
Civic
E ducation itu m engam bil peran dan fungsi dalam percepatan proses revitalisasi kew arganegaraan melalui penguatan m asyarakat m adani, m erupakan pertanyaan yang cukup m enarik untuk didiskusikan.
U ntuk itu, tulisan ini mengkaji
persoalan itu, diawali dengan pengkajian ten tan g konsep evolusi hak-hak dasar warga negara d an pem aknaannya, persoalaan kew arganegaraan di Indonesia, evolusi pem aknaan m asyarakat m adani. Tulisan ini akan diakhiri dengan telaah tentang peran dan fungsi w acana Civic E d u catio n dalam proses penguatan m asyarakat m adani di Indonesia.
B. W acana W arga N e g a r a W arga negara adalah warga dari suatu negara-bangsa, bukan negara agama. Sesuai dengan w atak asalnya, kew arganegaraan m erupakan persoalan yang bersifat netral agam a, identitas agama berusaha dipendam dalam -dalam . K eanggotaan suatu kom unitas
m erujuk pada konsep w arga negara yang
didasarkan pada faktor-faktor etnisitas, bahasa, kew ilayahan dan faktor-faktor non-religi lainnya. K ew arganegaraan adalah turunan dari konsep politik negarabangsa yang b ersu m b er dari tradisi Barat yang netral agama. D alam tradisi Barat7, kajian filosofis terhadap w arga negara dim ulai pada masa Y unani, ketika ada polis atau negara kota. A nggota-anggota polis adalah orang-orang yang berdaulat d an dijam in hak-haknya. K edaulatan yang m ereka ntiliki berh u b u n g an dengan proses pengam bilan keputusan bersam a seluruh anggota polis tan p a terkecuali untuk m engatur
kehidupan m ereka sendiri.
Partisipasi seluruh polis itu m erupakan tipe ideal dan pernah m enjadi basis
7uhammad AS Hikam, Politik Kewrganegaraan, Landasan Kedemukratisasi di Indonesia, (Jakarta: ngga, 1999), hal. 161-164.
486 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013 pengem bangan w acana w arga negara m o d e m melalui proses revolusi, seperti yang terjadi di Perancis. R evolusi Perancis yang terjadi pada abad X V III m enandai pem ulaan perjuangan w arga N egara dalam m ereb u t kem bali hak-haknya dari raja. Revolusi itu m em perjuangkan persam aan, persaudaraan dan kebebasan w arga N egara yang m enginspirasi m unculnya w acana ideal w arga negara m o d ern . B erbarengan dengan itu, m uncul pula konstruksi-konstruksi teoritds yang dikem ukakan oleh Jo h n Locke, T h o m as H o b b e s dan M ontesqueu yang m elegitim asi perlu adanya pengakuan hak-hak dasar m anusia. M cnurut M arshal, seperti dikutip AS H ikam 8, hak-hak dasar dari warga negara berevolusi sesuai dengan kehendak zam annya. E volusi hak-hak dasar warga negara dapat dibagi ke dalam dga tahapan. T ah ap p ertam a, evolusi yang terjadi pada abad ke 17, diperjuangkan.
saat m ana pengakuan hak-hak sipil w arga N egara
Tahap
berikutnya,
yang
m enyusuli
keberhasilan
m em perjuangkan hak-hak sipil w arga N egara, perjuangan bergerak untuk m em perolch hak-hak politik. Perjuangan itu
antara lain ditandai dengan
keberhasilan gerakan kaum buruh di Inggris yang m em punyai hak suara dalam pem ilihan um um pada abad ke-19. D a n pada tahap ketiga dari evolusi hak-hak warga N egara, sebagai kelengkapan dari keberhasilan w arga N egara dalam m em perolch hak sipil dan hak politik, warga N egara pada abad ke-20, berjuang untuk m em perolch hak-sosial d an hak ekonom i. Perjuangan
u n tu k
m em peroleh
hak
sosial
dan
hak
ekonom i
m enginspirasi m unculnya gagasan w elfare-state. K aum b u ru h bukan hanya diperjuangkan untuk m em p ero leh hak politik, akan tetapi juga m em peroleh hak ekonom inya, agar dapat hidup secara wajar, m akm ur dan bebas dari eksploitasi para
borjuasi
atau
kaum
m eram alkan m unculnya
kapitalis.
Perkem bangan
berikutnya,
M arshall
evolusi w arga N egara yang m e n u n tu t hak-kultural.
Tuntutan itu nam paknya sudah mulai m uncul di m ana indigenous right, hakhak kultural dari oran g -o ran g lokal sem akin diangkat ke perm ukaan, term asuk
8 Mohammad AS Hikam, “Gerakan Politik Warga Negara”, dalam Mohammad Nastain dan A. Yok Zakaria Ervani (ed.), Fiqh Kewargatiegaraan, Intervensi Agama-Negara Terhadap Masyarakat Sipil, (Jakarta: PB-PMII, 2000), hal. 4-5
Penguatan Masyarakat Madani. . . 487 hak-hak
kultural
orang
gay,
aborsi
dan
hak
u n tu k
m engam alkan
kepercayaannya. D alam konteks Indonesia, perjuangan w arga N egara u n tu k m e m p e ro le h hak-haknya cukup m enarik dicerm ati. P erso alan
w arga negara di In d o n e sia
dalam sejarahnya ridak m engalam i evolusi seperti terseb u t di atas. H ak w arga negara di In d o n e sia diperjuangkan bukan hanya berdasarkan kelas sosial (social class), tetapi diperjuangkan dalam rangka m enghadapi kolonialism e. H ak-hak sipil sebagai hasil dari evolusi pada abad ke-18 di E ro p a, dalam k onteks In d o n esia justru b aru m uncul pada abad ke-20, sehingga kita harus b e rju an g lebih jauh m elalui berbagai evolusi konsep w arga negara. Sayangnya, persoalan w arga
negara
di
In d o n esia
dipaham i
dd ak
dalam
k onteks
perju an g an
p e m e n u h an hak-hak dasarnya, akan tetapi hanya dim engerti pada batasan yang legalistik. W arga negara ditafsirkan sebagai o ra n g yang m em punyai ked u d u k an dan diakui oleh negara sebagai w arga dari negara, ridak dikaitkan dengan hakhak dasar, seperti h ak polirik, hak sosial d a n h a k ekonom i. D alam k o n tek s tersebut, persoalan w arga negara atau kew arganegaraan lebih ditekankan atau bahkan hanya berkisar p ad a u rusan K T P (K artu T a n d a P enduduk), p a sp o r, kaw in dan sejenisnya. H al ini te n tu saja sebuah ironi, karena sesungguhnya m asalah kew arganegaraan itu
adalah persoalan yang sangat
tnendasar di dalam polirik atau dem okrasi m o d e m . Ia akan berim plikasi p ad a susunan m asyarakat atau susunan polirik hak-hak
dasar.
D em o k rasi
tanpa
d an sistem polirik yang b erdasarkan
berpijak
pada
landasan
hak-hak
dasar
kew arganegaraan, teru rtam a hak polirik dasar seperti hak berbicara, b e rk u m p u l dan berorganisasi, ridak ada artinya. Jika kita ru ju k perjalanan sejarah kew arganegaraan kita, m aka tercatat bahwa dalam sidang-sidang B P U P K I, P P K I d an K o n stitu a n te p ern ah terjadi perdebatan p an jan g m engenai hak-hak dasar ini. P e rd e b a ta n p anjang m engenai hak-hak dasar ini, dalam sidang B P U P K I dim ain k an oleh S o e p o m o dan Soekarno di satu pihak yang b erd eb at m elaw an M u h am m ad Y am in dan M uham m ad H a tta di pihak lain.9
H 9Saafroedin Bahar (dkk), Kisalah Sidang BPUPK1-PPK1, (Jakarta: Secretariat Negara RI, t 55), xix, bandingkan misalnya dengan hal 37 dst.
488 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013 Bagi S oep o m o dan Soekarno, hak-hak dasar w arga negara tidak perlu dicantum kan dalam U U D secara eksplisit. Alasan m ereka, dengan adanya negara integralistik m aka tidak relevan berbicara m engenai hak-hak dasar yang hanya dikenal di negara-negara yang m enganut paham individualistis. Padahal, dem ikian m en u ru t m ereka, di dalam
paham
integralis, negara m engatasi
golongan dan individu. O leh karena itu, negara tidak lagi harus m em ikirkan m engenai hak-hak warga, karena secara o tom atis tercakup di dalam negara itu. G agasan sem acam itu ditolak oleh M uham m ad Y am in dan M uham m ad H atta. A lasannya, jika hak-hak w arga negara tidak tercantum kan secara eksplisit m aka negara berpeluang u n tu k m elakukan kesew enang-w enangan. M uham m ad H atta m en am b ah k an argum entasinya bahw a negara yang (akan) didirikan oleh bangsa Indonesia adalah negara yang (akan) m em berikan posisi yang jelas m engenai
hak-hak
dim asukkan
dasar
pasal-pasal
kew arganegaraannya.
m engenai
hak-hak
O leh
dasar
karena
itu,
perlu
kew arganegaraan
secara
eksplisit, b etatap u n kurang lengkap dan perlu dikem bangkan lagi. D alam
perkem bangannya,
gagasan
S oepom o
dan
S oekarno
itu
m endapat sam butan yang luas.10* D ek rit presiden pada 5 Juli 1959 m enandai babak
baru
yang
sem akin
m elem ahkan
posisi
w arga
N eg ara
dalam
m em perjuangkan hak-haknya. B abak baru itu m enandai pem berdayaan yang lebih terfokus pada negara. A pa yang dianggap benar oleh negara itulah yang m enjadi fokus dari p en g em bangan sistem politik. B ahkan sem akin direduksi bahw a yang disebut N egara itu bu k an institusi akan tetapi p e rso n atau tokoh dari negara, yaitu presiden. P elem ahan terh ad ap posisi w arga negara itu rupanya dilanjutkan pada era O rd e B aru.1' O rd e B aru m em punyai suatu kerangka yang lebih kokoh lagi dalam m em p erk u at posisi negara. P em erintah O rd e B aru m em iliki legitimasi ekonom i dengan w ujud basis m aterial yang cukup kuat setidak-tidaknya pada m asa awalnya. D im ulai dari pengam bil-alihan kekuasaan pada tah u n 1965, O rde B am m endapat legitim asi sangat kuat, bukan saja dari In d o n esia tetapi juga l0Adnan Buyung Nasurion, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959, terj. Sylvia Tiwon, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995), hal.. xxxv dan 182— 192. "Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta: Logos, 2001), hal. 39-40.
Penguatan Masyarakat Madani.. . 489 k o m unitas internasional teru tam a dari m odal kapitalis luar n eg eri.12 T e ru tam a kapitalis luar negeri berusaha m eletakkan In d o n esia dalam o rb it kapitalism e global.
D ari
sinilah
O rd e
B aru
m en g em b an g k an
prinsi-prinsip
negara
integralistik yang m enyebabkan negara m enjadi sem akin kuat. P ersoalan pem berdayaan w arga negara dalam posisi d an relasinya dengan negara adalah w acana yang jauh panggang dari api p ad a m asa O rd e Lam a d an lebih-lebih pada m asa O rd e Baru. Secara nyata negara m elakukan hegem oni terh ad ap w arga negara. W acana kew arganegaraan, dem okrasi d an apa saja yang m enjadi alat-alat di negara yang m o d e rn , d a p a t saja dip erb in can g k an pada O rd e B aru n am u n hal itu sam a sekali tidak dalam substansinya. D ari pem ap aran di atas, n am p ak dalam sejarah kew arganegaraan di In d o n esia bahw a k onsep kew arganegaraan yang b erk e m b an g adalah gagasan S oep o m o dan Soekarno. M aksudnya, perlin d u n g an terh ad ap hak-hak dasar w arga negara tidak dinyatakan secara eksplisit dalam U U D . Y ang m enjadi pertanyaan sekarang adalah bagaim ana m em perbaiki kesejarahan w arga negara di In d o n esia, m isalnya dalam pem berdayaan dan perlin d u n g an atas hak-hak dasarnya?
M unculnya b eberapa paradigm a a ltern atif dalam kajian p o lid k dan
p em b an g u n an dalam khazanah pem ikiran di In d o n esia d a p at dilihat sebagai w acana u n tu k m encari solusi atas k e terp u ru k an p ersoalan kew arganegaraan di Indonesia.
Salah
satu
a lte rn a tif
itu
adalah
revitalisasi
paradigm a
kew arganegaraan. Sesungguhnya
revitalisasi
atas
paradigm a
kew arganegaraan
telah
mem iliki akar historis yang panjang, n a m u n ia agak lam a “ terlu p ak an ” oleh paradigm a m ainstream . Revitalisasi atas paradigm a kew arganegaraan te rse b u t m encapai m o m e n tu m pada akhir dekade delapan pulu h an bersam aan den g an kem unculan kem bali kajian te n ta n g Civil Society (M asyarakat M adani). Pada kenyataannya,
kew arganegaraan
m aupun
M asyarakat
M adani
kem u d ian
berkem bang bersam a-sam a d an m enghasilkan berbagai variasi p e n d ek a ta n teoritis m a u p u n pragm atis. M aka, m uncul pertanyaan m enarik, adakah b e n an g m erah yang m eny am b u n g keduanya, yaitu kepedulian serta k o m itm en te rh a d ap kem balinya m asyarakat a tau p u n w arga negara sebagai p u sat d an a k to r utam a 12 Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, hal. 135.
490 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013
baik dalam w acana m a u p u n praksis politik pem b an g u n an . B erikut ini, kajian akan difokuskan pada persoalan m asyarakat m adani, sejauh m ana relevansinya dalam pen g u atan hak-hak dasar w arga negara, sebagai prasyarat agar w arga negara m am p u u n tu k m elakukan tugasnya dalam kehidupan publik.
C. W acan a M asyarakat M ad an i di In d o n e sia K endati civil society
berasal dari tradisi Barat, ia tidak m enjadi
m onopoli Barat. M enariknya, bila dikem bangkan di tem p at lain m aka civil society bisa m em iliki a trib u t dan penam pakan yang tidak selalu serupa dengan yang dikem bangkan di dunia Barat. D alam perkem bangannya di Indonesia, w acana civil society diterjem ahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah m asyarakat m adani. Istilah
M asyarakat M adani itu sendiri sebenarnya hanya
salah satu dari beberapa istilah lain yang seringkali digunakan orang dalam m enerjem ahkanan civil society ke dalam bahasa Indonesia. M asyarakat M adani, padanan m asyarakat w arga
D i sam ping
kata lainnya yang sering digunakan adalah
atau m asyarakat kew argaan, m asyarakat sipil, m asyarakat
beradab atau m asyarakat berbudaya.13 U n tu k pertam a kalinya, M asyarakat M adani diperkenalkan di Indonesia oleh D a to A n w ar Ib rah im , ketika m enjadi W akil P erd an a M entri Malaysia. D alam ceram ahnya pada acara T em u Ilm iah Festifal Istiqlal, ia m em andang sam a istilah m asyarakat m adani dan civil society. M en u ru t D aw am R ahardjo, A nw ar Ibrahim m enterjem ahkannya dari bahasa A rab, m ujtam a’ m adani yang diperkenalkan oleh N aguib al-A ttas.14 P em bahasan m engenai istilah m asyarakat m adani dengan civil society itu cukup
yang disam akan
m enggugah p erhatian m asyarakat m uslim
khususnya. M asyarakat Islam telah cukup antusias dalam m em berikan perhatian terhadap k o nsep m asyarakat di sam ping perhatiannya terh ad ap sem akin kuatnya negara (state). Y ang cukup m enarik dari penterjem ah an w acana civil society
13 Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani, Pemikiran, Teori dan Relevansinja dengan Cita-cita Refomasi, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 3-9 14 M. Dawam Rahardjo, “Masyarakat Madani”, Bahan Bacaan hokakarya Islam dan Pemberdajaan Civil Society di Indonesia, Lokakarya hasil kerja sama WRI Semarang engan PPIM Jakarta, 13-14 Juni 2000, hal. 1-25.
Venguatan Masyarakat Madani... 491 dengan istilah m asyarakat m adani ini antara lain adalah kenyataan bahw a w acana m asyarakat m adani itu tidak m enim bulkan kecurigaan dari kalangan agama lain, sehingga isdlah im sekarang diterima secara um um . D i sam ping itu, patut ditam bahkan, bahw a penem uan istilah m asyarakat m adani itu cukup m em bantu penerim aan w acana civil society di Indonesia. M eskipun demikian, apakah m asyarakat m adani
m em ang identik
dengan civil society, ada silang pendapat. Jika dilihat dari asal kelahirannya, agaknya konsep masyarakat m adani
ini ddak identik dengan civil society.
Pertam a-tam a, civil society dinilai berasal dari sejarah E ropa Barat dan A m erika Utara. K edua, civil society
mengimplikasikan pengertian sekularisme. K edga,
m asyarakat m adani itu cakupannya lebih luas dari civil society.15 Sebagai konsep yang berasal dari Barat, sebenarnya konsep civil society' ini erat kaitannya dengan sekularisme. D alam pandangan ini, civil society dianggap akan m enjadi kuat dari cengkeram an negara. Ia akan m enjadi kuat di pangkuan m asyarakat sendiri. D em ikian juga agama akan menjadi kuat jika dapat keluar dari cengkeram an negara. K arena itu maka agama harus diserahkan kepada m asyarakat sendiri. N am un kalangan Islam tidak m enyetujui konsep pem isahan agama dan negara. Civil society dapat dipisahkan dari negara. Tetapi nilai-nilai agam a ham s dapat berm ain baik pada tataran m asyarakat m aupun negara.
K onsep masyarakat m adani dianggap m em bebaskan civil society dari
sekularisme. K arena itu gagasan dasar civil society dapat diterim a dengan istilah m asyarakat m adani dan sebaliknya, dalam konsep m asyarakat m adani ini, civil society m endapatkan justifikasi. H al lain yang patut diperhatikan adalah m engenai cakupan m asyarakat madani. K onsep m asyarakat m adani juga m encakup political society
atau
negara.16 Selain itu, jika civil society m erupakan ruang hidup yang telah 15 Asep Gunawan dan Dewi Nurjulianti (pen), Gerakan Keagamaan Dalam Penguatan Ciinl Society, Analisis Perbandingan Visi dan Mist LSM dan Ormas Berbasis Keagamaan, (Jakarta: LSAF, 1999), hal. xxii-xxiii. 16Istilah political society dan civil society ada yang mempersepsikannya berarti sama namun ada pula yang menganggap beda. Misalnya, konsep John Locke dan Rousseau, tidak membedakan antara political society dengan civil society, kedua istilah itu dianggap sama. Kedua istilah itu menunjuk pada pengertian negara dan sekaligus pemerintahan sipil, hal itu berbeda dari istilah state of nature, sebuah situasi tanpa pemerintahan, sebuah imaginasi kehidupan
492 Millah Vol XU, N o. 2, Februari 2013
m eninggalkan individu dan keluarga, m asyarakat m adani ingin m enghidupkan kem bali p cran an individu dan keluarga. D en g an dem ikian, m asyarakat m adani adalah sebuah m asyarakat ideal, di m ana civil society, yang agaknya hingga kini m asih sulit ditem ukan terjem ahannya yang te p a t itu, adalah m erupakan bagian saja dari m asyarakat m adani. D i sini civil society diartikan sebagai suatu “ ruang publik” yang in d ep en d en dari negara sebagaim ana didevinisikan
H aberm an.
Tapi ruang publik bebas itu m erupakan bagian yang esensial dari m asyarakat m adani, bahkan m erupakan ciri utam anva. M eskipun ternyata dapat ditem ukan b eberapa p e rb e d aa n antara kedua istilah itu, n am u n u n tu k uraian b erikut ini dan u n tu k kepentingan tulisan ini, istilah m asyarakat m adani dibiarkan dipertukarkan dengan civil society.
D . P em a k n a a n M asyarakat M ad an i M asyarakat m adani (civil society), baik sebagai w acana teorids m aupun praktis dilahirkan dari rahim budaya Barat. Sebagai sebuah w acana, m asyarakat m adani adalah p ro d u k sejarah dan m asyarakat B arat m odern. Ia m uncul bersam aan dengan pro ses m odernisasi, terutam a pada saat terjadi transform asi dari m asyarakat feodal m enuju m asyarakat industrial kapitalis. M asyarakat m adani sebagai gagasan adalah anak kandung Filsafat P en cerahan, yang m eretas jalan bagi m unculnya sekularism e sebagai pandangan dunia yang m enggantikan agam a, dan
sistem
Selanjutnya,
konsep
politik dem okrasi sebagai pengganti sistem m asyarakat
m adani
itu
m engalam i
m onarki.
pelbagai
m odel
pem aknaan, sejalan dengan keragam an dan dinam ika pem ikiran serta konteks sosio historis tem p at pem ikiran itu dirum uskan. masyarakat yang tanpa negara. Demikian juga Heningsen memandang bahwa civil society ridak lain adalah constitutive condition dari political society, maka civil society dan political society pada dasarnya dapat dipertukarkan. Sementara di sisi lain, Hegel, Marx, Gellner, Cohen dan Arato melihat kedua istilah itu yakni political society dan civil society sebagai dua hal yang berlainan, bahkan bertentangan. Kedua istilah tersebut, menurut persepsi terakhir ini, dilihat sebagai representasi dua entitas yang berdiri sendiri atau dua domain politik yang berbeda. Lihat Riswanda Imawan, “Rekruitmen Kepemimpinan Di Daerah: Antara Keinginan dan Kebutuhan Masyarakat”, dalam Jum al llmu Politik No 17, (Jakarta: Gramedia-AIPI, 1997), 21 dan M Ryaas Rasyid, “Pcrkembangan Pemikiran tentang Masyarakat Kewargaan (tinjauan Teoritik)”, dalam Jumal limit Politik No 17, him 3-9 ; Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani, Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan Cita-cita Reformasi, (Jakarta : RajaGrafmdo Persada, 1999), 67-68.
Venguatan MasyarakatMadani. . . 493 E volusi p em ak n aan p ertam a, m asyarakat m adani (civil society) d ip ah am i sebagai sistem kenegaraan. A rtinya, m asyarakat m adani identik den g an negara. P e m ah am an dem ikian dikem bangkan oleh A ristoteles (yang m enggunakan istilah koinonia politike), M arcus Tullius C icero (dengan istilah societas civilis) serta T h o m as H o b b e s dan J o h n Locke (dengan p em ah am an bahw a civil society adalah tah ap an lebih lanjut dari evolusi natural society.)17
Bagi H o b b e s,
kem unculan m asyarakat m adani bertujuan
konflik dalam
m asyarakat,
sehingga
m asyarakat
tidak
u ntuk m eredam
jatuh
dalam
chaos
atau
anarki.
K arenanya, m enurutnya, m asyarakat m adani harus m em iliki kekuasaan m utlak agar m a m p u sepenuhnya m e n g o n tro l dan m engaw asi secara ketat pola-p o la interaksi (perilaku politdk) sedap warga. Sem entara bagi J o h n L ocke, kehadiran m asyarakat m adani dim aksudkan u n tu k m elindungi kebebasan dan hak milik sedap w arga negara. A kibatnya m asyarakat m adani dd ak b o leh absolut. Ia harus m em batasi perannya pada wilayah yang ddak bisa dikelola m asyarakat dan m em beri ru an g yang m anusiaw i bagi w arga negara u n tu k m e m p e ro le h haknya secara adil dan p roporsional. P em ak n aan kedua, m asyarakat m adani versi A d am F erguson. D e n g a n m engam bil konteks sosial politik S kodandia, F erg u so n
m em b eri tek an an
terhadap m akna m asyarakat m adani sebagai sebuah “ visi eds dalam keh id u p an berm asyarakat” . D e n g an m asyarakat m adani, ia b e rh arap kem balinya sem angat publik u n tu k m enghalangi m unculnya d esp o d sm e. Sebab, dalam m asyarakat m adani itulah solidaritas sosial m uncul yang diilham i oleh sen tim en m oral dan sikap saling m enyayangi serta saling m em b an g u n kepercayaan antar-w arga secara alam iyah. Jadi pem ak n aan
F erg u so n
te rh a d ap
m asyarakat
m adani
didasarkan atas kekhaw atiran akan lunturnya tanggungjaw ab sosial m asyarakat dan m enguatnya individualism e. K etiga, versi T h o m as Paine. P e m a h a m an T h o m as Paine, m engaw ali pem aknaan
m asyarakat m adani dalam
posisinya yang b e rh a d a p a n
diam etral den g an negara. B ahkan, m asyarakat m adani
secara
dinilai sebagai antitesis
xlKoinonta politike adalah sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam pelbagai pertandingan ekonomi politik dan pengambilan keputusan; Societas civilis adalah sebuah komunitas yang mendominasi sejumlah komunitas lain.
494 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013
negara. M en u ru t Paine, m asyarakat m adani adalah ruang di m ana w arga dapat m engem bangkan
kepribadian
dan
m em beri
peluang
bagi
pem uasan
kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan. Ia m engidealkan terciptanya suatu ruang gerak yang m enjadi dom ain m asyarakat, di m ana intervensi negara ke dalam nya m erupakan sesuatu yang tidak syah. K arena itu, te n tu saja m asyarakat
m adani
m esti
lebih
kuat
dan
m e n g o n tro l
negara
demi
kebutuhannya. K eem p at, m asyarakat m adani dim aknai sebagai “elem en ideologi kelas d o m in an ” . Pem ikir yang dap at dikelom pokkan ke dalam kategori k eem pat ini antara lam adalah H egel, M arx dan G ram sci. Pem aknaan seperti dilakukan oleh Paine telah m em ancing reaksi H egel u n tu k m engem bangkan m asyarakat m adani yang su b o rd in a tif terh ad ap negara. H egel b erp en d ap at, stru k tu r sosial terbagi atas dga entitas, yaitu keluarga, m asyarakat m adani dan negara. Baginya, m asyarakat m adani adalah entitas yang cen d eru n g m elum puhkan dirinya sendiri dan karenanya m em erlukan santunan negara lew at kontrol hu k u m , adm inistrasi dan politik. Ia secara konstan m e m b u tu h k a n kon tro l dan supervisi dari negara. Intervensi negara itu legitim ate. Bagi H egel ada dua kondisi yang m engabsahkan intervensi negara dalam m asyarakat. Pertam a, bila terjadi ketidakadilan dan ketidaksederajatan dalam m asyarakat. K edua, universal
m asyarakat,
jika terjadi sesuatu yang m engancam kepentingan
sehingga
tindakan
perlindungan
atas
kepentingan
dim aksud perlu dilakukan. M arx tam paknya m engikuti asum si H egel ten tan g m asyarakat m adani. N am u n pan d an g an M arx m enjungkirbalikkan visi H egel ten tan g negara. D alam visi M arx, justru negaralah yang suatu kedka akan lenyap. D en g an lenyapnya negara, m aka m asyarakat m adani dengan sendirinya akan lenyap juga karena negara kapitalis m engandaikan adanya m asyarakat m adani. Sedangkan A ntonio G ram sci, m eski pen g an u t M arx, ia ddak m em aham i m asyarakat m adani dari relasi
produksi
tetapi
lebih
pada
sisi
ideologis.
G ram sci
m en em p atk an
m asyarakat m adani pada su p erstru k tu r,18 b erdam pingan dengan negara yang ia
!RSaiful Arif (cd.), Pemikjran-PemikJran Revolusioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hai. 48-49 dan hal. 90-92.
Penguatan Masyarakat Madani. .. 495 seb u t sebagai political society. M asyarakat m adani
adalah te m p a t pereb u tan
posisi hegem onik di luar kekuatan negara. D i dalam nya, aparat hegem oni m engem bangkan hegem oni u n tu k m em b en tu k konsensus dalarn m asyarakat. K em ungkinan bagi m unculnya kontra hegem oni dari luar kekuasaan negara, dicatat pula oleh G ram sci. N a m u n ia dengan nada opdm is m enegaskan bahw a dram a akhir dari proses itu adalah terserapnya negara dalam m asyarakat m adani sehingga kem udian terbentuklah apa yang disebut m asyarakat teratur. E volusi pem aknaan m asyarakat m adani kelim a m erupakan reaksi atas m odel H egelian. Pem ikir dalam pem aknaan kelima ini adalah Alexis de Tocquiville yang m em aknai m asyarakat m adani sebagai entitas penyeim bang kekuatan negara. Paradigm a ini m elihat m asyarakat m adani sebagai sesuatu yang tidak apriori su b o rd in atif terhadap negara. Ia bersifat o to n o m dan mem iliki kapasitas politdk cukup tinggi sehingga m am pu m enjadi kekuatan penyeim bang u n tu k m enahan kecenderungan intervensionis negara. B ahkan lebih dari itu, m asyarakat m adani m enjadi sum ber legitim asi negara, yang pada saat yang sam a m am pu m elahirkan kekuatan kritis reflektif unm k m engurangi derajat konflik dalam m asyarakat sebagai akibat proses form asi sosial m odern.
M asyarakat
m adani ddak hanya berorientasi kepada kepentingan sendiri, tetapi juga sensirif terhadap kepentingan publik. M odel pem aknaan
terakhir inilah
yang
kem udian
diperkaya
oleh
H an n ah A re n d t dan Ju erg en H aberm as dengan k o nsep “ ruang publik yang bebas” . Pada ruang publik yang bebaslah, individu dalam posisinya yang setara m am pu
m elakukan
transaksi-transaksi
w acana
dan
praksis
polidk
tanpa
m engalam i distorsi d an kekhaw ariran. R uang publik secara teoritik bisa diartikan sebagai wilayah di m ana m asyarakat sebagai warga negara m em iliki akses pen u h terhadap setiap kegiatan publik. W arga negara berhak m elakukan kegiatan secara m erdeka dalam m enyam paikan pendapat, berserikat, berk u m p u l serta m em publikasikan p en erb itan yang berkenaan dengan kepentingan
um um .
Institusionalisasi ruang publik itu m e n u ru t H aberm as antara lain berupa lem baga-lem baga voluntir, m edia m assa, sekolah, partai politik hingga organisasi yang awalnya dib en tu k negara, nam u n berfungsi sebagai pelayan m asyarakat.
496 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013
D ari
p em ap aran
di
atas,
nam pak
bahw a
m asyarakat
m adani
m enem ukan dtik singgung yang sam a dengan paradigm a kew arganegaraan. Baik m asyarakat m adani m a u p u n paradigm a kew arganegaraan keduanya sam a-sam a m enekankan terpenuhinya jam inan-jam inan terhadap hak-hak dasar sebagai prasyarat agar w arga negara m am pu m elakukan tugasnya dalam kehidupan publik. T a n p a ada m asyarakat m adani yang m enjadi landasan kehidupan berm asyarakat, m aka akan kesulitan berbicara ten tan g politik kew arganegaraan. E sensi m asyarakat m adani adalah ruang, te m p a t w arga negara berinteraksi secara bebas sebagai anggota yang equal, baik dalam transaksi ek onom i, politik, non-partai
atau
non-agam a
secara
kultural.
Jadi,
tidak
ada
politik
kew arganegaraan yang tu m b u h tanpa adanya m asyarakat m adani yang m andiri dan kuat. Sebaiiknya, ddak m ungkin m asyarakat m adani akan m en d o ro n g proses dem okradsasi tan p a ada politik kew arganegaraan. D e n g an dem ikian d a p at digarisbaw ahi te n ta n g h u b u n g a n erat antara m asyarakat m adani d an kew arganegaraan. M asyarakat m adani
adalah suatu
wilayah di luar negara tetapi m em punyai elem en politik di dalam nya yang diw ujudkan dalam kew arganegaraan. M aka, penguatan m asyarakat m adani dapat dilakukan dengan gerakan kew arganegaraan. Salah satu langkah u n tu k itu adalah m em bangun visi, m isalnya dengan m em beri kesadaran kepada m asyarakat bahw a w arga negara adalah pem ilik negara. P em berian kesadaran politik dapat dilakukan dengan m elakukan gerakan dakw ah kew argaan, yang terdiri dari proses sosialisasi, internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai Islam yang m enjunjung tinggi hak dan kew ajiban w arga N egara.
E . G erakan D a k w a h K ew argaan Sebagai w acana, m asyarakat m adani telah sem arak d iperbincangkan di Indonesia. N a m u n pada tingkat aktualisasinya, perlu keikutsertaan seluruh lapisan m asyarakat u n tu k b e rp e ra n aktif di dalam nya. P eran m asyarakat itu dap at diharapkan ketika m ereka secara sadar m engalam i proses berdem okrasi. Hal itu perlu ditekankan karena bagi m asyarakat In d o n e sia p ad a um um nya, m engalam i dem okrasi (experiencing democracy) m eru p ak an sesuatu yang baru. O leh karena itu, m engalam i dem okrasi tidak bisa diperlakukan secara taken fo r granted,
Penguatan Masyarakat Madani... 497 m em biarkannya berk em b an g apa adanya secara trial and error. Sebaliknya, pengalam an berdem okrasi bahkan tidak hanya diperjuangkan, tetapi lebih dari itu harus disem aikan, ditanam kan, dip u p u k d an dibesarkan melalui upaya-upaya terencana, teratur, terarah pada seluruh lapisan m asyarakat. D i antara cara yang cukup strategis u n tu k m engalam i dem okrasi adalah melalui democracy education (pendidikan dem okrasi). Secara esensial, pendidikan dem okrasi m enyangkut sosialisasi, disem inasi dan aktualisasi konsep, sistem , nilai, budaya dan praktek dem okrasi m elalui pendidikan. P endidikan dem okrasi ini
berkaitan
secara
signifikan
dengan
penum buhan
keberhasilan pengem bangan dan pem eliharaan
rime culture
u n tu k
pem erin tah an negara yang
dem okratis di satu pihak dan penguatan m asyarakat m adani di pihak lain. P e rtu m b u h an dan pengem bangan civic culture tidak boleh dibiarkan berjalan secara
liar.
N ilai-nilai
Islam
yang
m engarahkan
p erkem bangan
budaya
kew argaan, tetap harus m enjadi acuan sehingga m asyarakat m adani yang berkem bang tetap berada dalam koridor nilai-nilai keagam aan. M em beri pengalam an untuk m engalam i dem okrasi bagi m asyarakat luas dapat
dilakukan
melalui
gerakan
dakw ah
kew argaan.
G erakan
dakw ah
kew argaan u n tu k m asyarakat luas itu pada hakikatnya adalah pengem bangan cita-cita, nilai, norm a, pengetahuan dan ketram pilan dem okrasi yang secara psikologis dan sosial dapat m em beri k em udahan kepada w arga negara dan m asyarakat u n tu k m enunjukkan penghargaan dan tanggung jaw abnya sebagai aktor
sosial
dan
pem im pin
yang
cerdas
d an
bertanggungjaw ab
dalam
m asyarakat, sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Islam . D en g an sasaran terseb u t, dakw ah kew argaan m eru p ak an w ahana berdem okrasi u n tu k warga negara yang sengaja dirancang, dilaksanakan, dievaluasi dan secara dinam is diperbaharui atas dasar kebutuhan dari m asyarakat, dengan usaha sadar oleh m asyarakat dan u n tu k m encapai tujuan m asyarakat m adani. D engan m engem bangkan
m engadopsi konsep
dari
yang
pendidikan
lebih
jelas
form al,
lagi
dalam
dakw ah
kew argaan
proses
sosialisasi,
intem alisasi dan aktualisasi19 nilai-nilai dem okrasi yang tidak b e rten tan g an
19 Bandingkan dengan Muhammad Sulthon, Fungsi Dakwah dalam Penyebarluasan Ajaran Shadaqatpada MasaNabiMuhammad, (Semarang: Walisongo Press 2011), hal. 27-56.
498 Millah Vol. XII, No. 2, Februari 2013
dengan ajaran Islam guna m em beri pengalam an berdem okrasi yang beradab kepada m asyarakat luas. Sebagai w ahana d an esensi pendidikan dem okrasi di m asyarakat, dakw ah kew argaan te n tu b c rh u b u n g an secara signifikan dengan penguatan m asyarakat m adani.20 D akw ah kew argaan bertujuan m engem bangkan kecerdasan w arga negara dalam
dim ensi spiritual islami, rasional-ilm iyah,
em osional dan sosial; tanggungjaw ab w arga negara dan partisipasi w arga negara guna m en o p an g tu m b u h dan berkem bangnya individu w arga negara yang cerdas, baik dan beradab dalam rangka m ew ujudkan m asyarakat m adani. U n tu k m encapai tujuan itu, pesan dakw ah kew argaan dipilih secara psikologis dan ilmiah dengan cerm at dan diorganisasikan secara terp ad u dalam kcrangka cita-cita, konsep, nilai, n o rm a dan praksis dem okrasi. P em ilihan dan pengorganisasian pesan dakw ah itu, secara psikologis adalah yang relevan dengan perkem bangan individu; secara sosial kultural adalah a d a p tif terhadap berbagai
lingkungan
social
budaya
dan
secara
ilm iah
dapat
dipertanggungjaw abkan. U n tu k m em fasilitasi gerakan dakw ah kew argaan yang efektif, pesan dakw ah dikem bangkan dalam suatu kem asan m e to d e dakw ah m ujadalah, m isalnya dikem as dalam coraknya yang bersifat dialogis
yang hal itu
digali langsung dari
in te ra k tif dan
m asyarakat sebagai
hands-on
experience. U n tu k proses internalisasi nilai, interaksi da’I dan m a d ’u dalam situasi dakw ah terbatas dipcrlakukan
sem acam
“ ruang publik yang b e b a s” atau
“ laboratorium dem okrasi” , di m ana sem angat kew arganegaraan yang m em ancar dari cita-cita dan nilai terseb u t d iterapkan secara interaktif. D alam w ak tu yang bersam aan, kom unitas di luar situasi dakw ah terbatas tersebut, baik yang bersifat lokal, nasional,
regional dan
global diperlakukan
sebagai global
classroom . D engan dem ikian secara sosial dan pedagogik, proses internalisasi nilai dalam
dakw ah
kew argaan
m em adukan
secara in te ra k tif pengalam an
berinteraksi antara dai dan m a d ’u dalam lokalitas terbatas dengan k'egiatan yang m enyentuh langsung keb u tu h an m asyarakat luas. D an den g an p ro ses interaksi
20Udin S Winataputra, “Apa dan Bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan: Menuju Suatu Paradigma Barn”, Makalah Worbhop For Lecturers Dosen IA IN dan S T A IN se-Indonesia, Bogor, 6-18 Agustus 2001, hal. 1-5.
Penguatan Masyarakat Madani. . . 499 dakw ah sem acam itu, dakw ah kew argaan sem akin berm akna bagi penguatan m asyarakat m adani. M odel intem alisasi nilai tersebut sering dikenal pula dengan m odel yang bersifat dem okratis.21 M odel intem alisasi
nilai secara dem okratis
dengan
substansi pesan dakw ah yang berorientasi pada pengalam an berdem okrasi itu tentu m em beri peluang seluas-luasnya kepada m a d ’u u n tu k m engaktualisasikan diri dalam m engalam i sendiri pengalam an berdem okrasi. D ari aktualisasi itu, maka sem ua aspek yang ingin dikem bangkan dapat digerakkan, dapat dikontrol dan dap at dibim bing. Peran d a ’I dalam proses dakw ah lebih dikonsentrasikan perhatiannya kepada perilaku m a ’du dalam m enggerakkan, m en g o n tro l dan m engarahkan kegiatan m enginternalisasikan nilai-nilai, bukan sekedar pada aspek kognitdfnya (pengetahuannya). O leh karena itu, dalam m enanam kan nilainilai, dakw ah kew argaan tidak berarti dai m enjadi p asif akan tetapi perhatiannya lebih terarah pada pekerjaan m em otivasi, m onitoring, m em beri bantuan, m em beri bim bingan dan evaluasi. D akw ah K ew argaan dirancang u n tu k m en u m b u h k an m a d ’u supaya m enjadi w arga negara yang sadar akan hak dan kew ajibannya, mem iliki kecakapan
intelektual
dan
kecakapan
partisipatoris.
D akw ah
kew argaan
m em bangun visi yang jelas kepada m a d ’u, yaitu m em berikan kesadaran bahw a m asyarakat adalah w arga negara, bukan abdi negara atau kawula negara. M ereka dibekali pengetahuan tentang hak-hak dasar w arga negara sekaligus pengalam an berdem okrasi
misalnya
dalam
m em perjuangkan,
m em p ertah an k an
dan
m enjam in hak-hak dasar itu. Pengalam an berdem okrasi itu tercerm in pada kecerdasan
partisipatoris
yang
intem alisasi
nilai.
d itu n tu t
M ad’u
berusaha untuk
m em antau isu publik dan m em pengaruhi
dialam i m em iliki
m ad ’u
dalam
keahlian
proses
berinteraksi,
kebijakan public. D engan dem kian,
jelas bahw a dakw ah kew argaan bem saha m em b e n tu k w arga negara yang siap m engem bangkan dan m em perkuat keberadaan m asyarakat m adani.
21Widodo Usman (dkk), Membongkar “Mitos" Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hal.. 304-305.
500 Millah Vol. XU, No. 2, Februari 2013
F. P en u tu p D ari uraian di atas d a p at disim pulkan sebagai berikut. E laborasi ten tan g rancang ban g u n dakw ah kew argaan b e rh u b u n g an dengan penguatan m asyarakat m adani. G erakan dakw ah kew argaan di Indonesia d id o ro n g oleh kenyataan bahw a proses dem okrasi di Indonesia perlu dipacu lebih keras lagi. Peran negara dalam proses dem okratisasi perlu ditingkatkan. D akw ah kew argaan m elihat bahw a dem okrasi tidak boleh dan tidak akan berhenti. N a m u n proses itu tidak boleh berjalan tanpa arah. N egara yang bisa berk em b an g m enjadi super body perlu diim bangi dengan kekuatan di luar negara yang bisa dibangun. D alam konteks inilah dakw ah kew argaan m engam bil p eran sebagai revitalisasi paradigm a kew arganegaraan dengan m em beri pengalam an berdem okrasi kepada m a d ’u. D ari p en ek an an itu dapat digarisbaw ahi bahw a, m odel m asyarakat m adani yang diacu
dakw ah
kew argaan adalah versi Tocquiville.
N egara
Indonesia yang telah m enghegem oni w arga negara Indonesia beb erap a w aktu yang lalu perlu diim bangi dengan penguatan m asyarakat m adani. U n tu k itu, perlu dilakukan gerakan kew arganegaraan dengan m engam bil b e n tu k dakw ah kewargaan. G erakan dakw ah kew argaan dirancang bukan sekedar m em bentuk visi di lingkungan
m asyarakat, akan
tetapi diharapkan
o u t p u t dakw ah
kew argaan dap at m engam bil peran aktif dalam penguatan m asyarakat m adani. D engan dem ikian, m aka di luar negara, ada kekuatan signifikan yang dapat m engim bangi
negara
dalam
m engaw al,
m engarahkan
dan
m enegakkan
dem okrasi. D engan rancang bangun dakw ah kewargaan sepertd terurai di atas, maka dakw ah kew argaan m em iliki relevansi yang tinggi guna ik u t b erp eran aktif dalam proses pengem bangan m asyarakat. R anah pengabdian pada m asyarakat, memiliki arti penting bagi p e m b en tu k an visi w arga negara kepada m asyarakat luas, sehingga institusionalisasi ruang-ruang publik m enjadi d a p at langsung dirasakan oleh m asyarakat.
Penguatan Masyarakat Madam... 501 D A FT A R PUSTAK A
Ali A bdul Raziq, al-Islam wa Ushul al-H ukm i, Babtsun f t al-KJrilafati wa al-Huk.umati f t al-Islami, (Mesir: M astbaah M isr Syarikah M usahirah M isriyah, 1925) A dnan B uyung N a su d o n , A spirasi Pemerintaban Konstitusiona! di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959,
terj. Sylvia T iw on, (Jakarta:
Pustaka U tam a G rafid, 1995) A di Suryadi Culla, M asyarakat Madani, Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan Cita-cita Reformasi, (Jakarta : R ajaG rafindo Persada, 1999) A sep G u n aw an dan D ew i N urjulianri (pen), Gerakan Keagamaan Dalam Penguatan C ivil Societym A nalisis Perbandingan V isi dan M isi L S M dan Ormas Berbasis Keagamaan, (Jakarta: LSAF, 1999) A zyum ardi A zra, “ Islam dan Negara: E k sp erim en D alam
M asa M odern,
T injauan Sosio-H istoris” , dalam Jam al Ulum ul Q u r ’an, N o m o r 2, Vol IV /1 9 9 3 A zyum ardi A zra, “ Pendidikan K ew argaan U n tu k D em okrasi di In d o n e sia ” , m akalah W ork Shop For Lecturers Dosen I A I N dan S T A I N se-Indonesia, B ogor, 6-18 A gustus 2001 Badri Y atim , Sejarah Peradaban Islam, Dirasab Islamiyah II, (Jakarta: Raja G rafin d o Persada, 1995) D in Syam suddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta: Logos, 2001) Ibrahim H o esn , “ F iqh Siyasah D alam T radisi Pem ikiran Islam K lasik” , dalam Jum al U lum ulQ u r ’an, N o m o r 2, V ol I V / 1993, Jere L. B acharach, A Middle E a st Studies Handbook, (C am bridge: C am bridge U niversity Press, 1989) M Ryaas Rasyid, “ P erkem bangan Pem ikiran te n tan g M asyarakat K ew argaan (tinjauan T eoritik)” , dalam Jum al Ilmu Politik N o 17, (Jakarta: G ram ediaA IP I, 1997), M. D aw am R ahardjo, “M asyarakat M adani” , Bahan Bacaan Lokakarya Islam dan Pemberdayaan C ivil Society di Indonesia, di Sem arang, 13-14 Ju n i 2000, W R I Sem arang-P P IM Jakarta,
502 Millab Vol. XII, No. 2, Februari 2013
M u h am m ad S ulthon, Fungsi D akwah dalam Penjebarluasan A jaran Sbadaqat pada Masa N a b i Muhammad, (Sem arang: W alisongo Press 2011), M uham m ad AS H ikam , Demokrasi dan C ivil Society, (Jakarta: P ustaka L P 3E S, 1996), M uham m ad
AS H ikam , Politik Kewrganegaraan, luindasan Redemokratisasi di
Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1999), M oham m ad AS H ikam , “ G erakan Politik W arga N egara” , dalam M oham m ad N astain dan A. Y ok Z akaria E rv an i (ed.), Fiqh Kewarganegaraan, Intervensi Agama-Negara Terbadap Masyarak.at Sipil, (Jakarta: P B -P M II, 2000) R isw anda Im aw an, “ R ekruitm en K e p em im p in an D i D aerah: A n tara K einginan dan K eb u tu h an M asyarakat” , dalam Jum al Ilmu Politik N o 17, R o b ert W H efner, Islam dan Demokratisasi di Indonesia, C ivil Islam, terj. A hm ad Baso, (Jakarta: ISA I, 2001) Saafroedin B ahar (dkk), Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, (Jakarta: Sekretariat N egara RI, 1995) Saiful A rif (ed.), Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, (Yogyakarta: P ustaka Pelajar, 2 0 0 1
)
T im Penulis,
Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Demokrasi, H A M
dan
M asyarakat Madani, (Jakarta: IA IN Jak arta Press, 2000) U din S W inataputra, “A pa dan B agaim ana P endidikan K ew arganegaraan: M enuju Suatu Paradigm a B aru” , M akalah Workshop For Lecturers Doseti I A I N dan S T A I N se- Indonesia, B ogor, 6-18 A gustus 2001 W idodo U sm an
(dkk), Membongkar 'M itos” M asyarakat M adani, (Yogyakarta: