PROFESIONALISME PEKERJAAN PR LAKI-LAKI DAN PR PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF GENDER PADA PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Jenjang Pendidikan Strata Satu S1 Program Studi Public Relatiosns
Disusun oleh : HENI MEYLIATY 44205010071
PROGRAM STUDI PUBLIC RELATIONS FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
Nama
: Heni Meyliaty
NIM
: 44205010071
Fak/Jur
: Fakultas Ilmu Komunikasi / Public Relations
Judul
: Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-laki dan PR Perempuan dalam Perspektif Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu Periode Tahun 2008-2009
Mengetahui,
Pembimbing Skripsi
Ketua Program Studi Public Relations
(Farid Hamid Umarella, S.Sos, M.Si)
(Marhaeni Fajar Kurniawati, S.Sos, M.Si)
i
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: Heni Meyliaty
NIM
: 44205010071
Fak/Jur
: Fakultas Ilmu Komunikasi / Public Relations
Judul
: Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-laki dan PR Perempuan dalam Perspektif Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu Periode Tahun 2008-2009 Mengetahui,
Jakarta, 20 Agustus 2009
1. Ketua Sidang Dra. Diah Wardhani, M.Si
(..…………………………...)
2. Penguji Ahli Ida Anggaraeni Ananda, S.Sos,M.Si
(…………………………….)
3. Pembimbing Skripsi Farid Hamid Umarella, S.Sos, M.Si ii
(…………………………….)
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PUBLIC RELATIONS
LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama
: Heni Meyliaty
NIM
: 44205010071
Fak/Jur
: Fakultas Ilmu Komunikasi / Public Relations
Judul
: Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-laki dan PR Perempuan Dalam Perspektif Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu Periode Tahun 2008-2009
Disetujui dan diterima oleh, Pembimbing Skripsi
(Farid Hamid Umarella S.Sos,M.si) Dekan Fakultas
Ketua Program Studi
Ilmu Komunikasi
Public Relations
iii
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI PUBLIC RELATIONS 2009 HENI MEYLIATY (44205010071) Profesionalisme Pekerjaan Public Relations (PR) dalam Perspektif Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu Periode 2008-2009 Xii + 96 Halaman + 2 Tabel
ABSTRAKSI Dalam profesionalisme pekerjaan seorang Public Relations tidak berlaku dengan adanya proses kultur dan struktural dimana proses tersebut dapat menghambat proses aktualisasi seorang perempuan dan perkembangan seorang perempuan dalam dunia kerja. Yang dapat megakibatkan terhalangnya seorang PR perempuan untuk menjadi seorang yang dapat bekerja secara professional. Dengan demikian dampak dari proses tersebut dapat mengakibatkan seorang PR yang bekerja baik Profesional maupun tidak bekerja professional akan mendapatkan dampak yang negatif dari pihak lain. Seorang PR dalam perusahaan harus memiliki pengetahuan yang luas, mampu bekerja sama dengan siapapun, dan mampu menguasai situasi dalam bekerja untuk mampu menjadi seorang professional. Ketidakadilan terhadap profesionalisme pekerjaan perempuan dengan laki-laki khususnya dalam PR. Hal tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk oleh perusahaan-perusahaan besar, namun tidak untuk PT. Global Informasi Bermutu. Ketidakadilan ini diakibatkan karena kurangnya pemahanam secara benar perbedaan antara seks denga gender, dan kurangnya pemahaman tentang profesionalisme dalam dunia kerja pada sebuah perusahaan. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana profesionalisme pekerjaan PR khususnya dalam perspektif gender pada PT. Global Informasi Bermutu pada tahun 2009. Konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang hanya memaparkan situasi dan peritiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotetis atau membuat prediksi. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian, profesionalisme pekerjaan PR tetap berjalan dengan baik tanpa harus membeda-bedakan dari sisi perspektif gender. Pekerjaan seorang PR tetap berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan-hambatan ataupun halangan
iv
untuk menjadi seorang PR yang profesional dan tanpa harus memandang dari sisi gender ataupun status gender mereka. Karena bagi PT. Global Informasi Bermutu Profesional bukan berarti harus seoranng laki-laki ataupun perempuan, melainka dari bagaimana PR tersebut melakukan pekejannya dan kemampuan mereka untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Meskipun terdapat sedikit kendala yang mereka anggap dapat terselesaikan dengan baik dan dapat mereka tangani tanpa harus memandang sisi egnder mereka, dan itulah profesional bagi PT. Global Informasi Bermutu.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia serta hidayahnya sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian Public Relations ini. Dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih sebagai salah satu bentuk penghargaan kepaa berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, berupa dorongan semangat maupun materi yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga pada akhirnya peneliti berhasil
menyelesaikan
“PROFESIONALLISME
skripsi
Public
PEKERJAAN
PR
Relations LAKI-LAKI
yang
berjudul
DENGAN
PR
PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF GENDER PADA PT. GLOBAL INFORMASI
BERMUTU
PERIODE
TAHUN 2008-2009”.
Pihak-pihak
tesebut antara lain: 1. Bapak Farid Hamid Umarella, S.Sos.,Msi, Selaku pembimbing peneliti yang telah banyak membantu dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta saran
yang
sangat
berguna
bagi
peneliti
sehinngga
peneliti
dapat
menyelesaikan skripsinya dengan baik 2. Ibu Dra. Diah Wardhani, Msi, selaku dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
vi
3. Ibu Marhaeni Fajar Kurnia, S.Sos.,Msi, Selaku Ketua Jurusan Public Relations Universitas Mercu Buana
dan sebagai pembimbing akademik
peneliti yang telah banyak mengarahkan peneliti 4. Bapak Riza Ichsan F, selaku Head Manager Corporate Secretary PT.G lobal Informasi Bermutu. Ibu Hendryanida dan Bapak Eko Wardhoyo selaku staff Corporate PR, Ibu. Adilla Safitri selaku staff Media Relations PT.Global Inforamasi Bermutu yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan magang sekaligus menjadikan PT. Global Informasi Bermutu sebagai tempat penellitian. Terima kasih atas dukungan dan kerjasama yang telah diberikan kepada peneliti. 5. Mba Mita, Mas alex, Mas Embuy dan seluruh
staff dan karyawan PT.
Global Informasi Bermutu yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada peneliti tentang dunia kerja PR dan Advertysing. 6. Untuk Ayahanda Khalim dan Ibunda
Oneng Rahayu serta adikku Renny
Dwi Agustiany yang tercinta yang telah memberikan doa, dukungan, bantuan baik materi maupun materiil, juga
kesabarannya kepada peneliti
yang sangat berarti. 7. Selurug Dosen dan Staff pengajar Universitas Mercu Buana yang telah memberikan
pengetahuan
kepada
peneliti
mengaplikasikannya di dalam penelitian skripsi ini
vii
sehingga
dapat
8. Seluruh staff perpustakaan Universitas Mercu Buana yang telah banyak membantu dalam memperoleh referensi tentang penelitian ini. 9. Untuk Sahabatku Selly cancerina, Muhammad Ichsan Wiguna, ayda septiani terima kasih atas semangat yang telah diberikan (Thank faour the time and support) serta Teman-teman PR’05 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, dan lain-lain yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu 10. Untuk kekasihku Muhammad Mumtaz salim dan seluruh keluarga besar, Thanks for the time, attention ans your support Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunianya kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam membuat skripsi ini. Peneliti menynadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti memohon maaf bila dalam penullisan banyak ditemukan kesalahan dalam penulisan yang tidak semestinya. Untuk itu segala kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan penelitian ini. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, besar harapan peneliti agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dan pembacanya.
Jakarta, Juli 2009 Heni Meylilaty
viii
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Sidang Skripsi....................................................................................i Lembar Tanda Lulus Sidang Skripsi...............................................................................ii Lembar Pengesahan Perbaikan Skripsi………………………………………………….iii Abstraksi…………………………………………………………….…………………....v Kata Pengantar…………………………………………………………………………..vii Daftar Isi…………………………………………………………………………………ix Daftar Lampiran…………………………………………………………………………xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................8 1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................9 1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................9 1.4.1
Secara Akademis.................................................................................9
1.4.2
Secara Praktis......................................................................................9
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kominikasi......................................................................................................11 2.2 Komunikasi Organisasi..................................................................................13 2.3 Perspektif Gender...........................................................................................20 2.3.1
Gender dan Komunikasi..............................................................26
2.3.2
Ideologi Feminis...........................................................................31
2.3.3
Kesetaraan Gender........................................................................34
2.3.4
Ketidakadilan Gender...................................................................41
2.4 Fungsi PR......................................................................................................49 2.5 Peran Penting Komunikasi............................................................................55 2.6 Profesionalisme PR........................................................................................55 2.7 Peranan Profesionalisme PR..........................................................................62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...............................................................................................64 3.2 Metode Penelitian..........................................................................................65 3.3 Key Informant................................................................................................66 3.4 Teknik Pengumpulan Data.............................................................................68 3.4.1
Data Primer...................................................................................68
3.4.2
Data Sekunder...............................................................................69
x
3.5 Definisi Konsep.............................................................................................70 3.6 Fokus Penelitian.............................................................................................70 3.7 Teknik Analisa Data.....................................................................................71 3.8 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data............................................................72.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Umum PT. Global Informasi Bermutu………………………....74 4.1.1 Visi dan Misi ………………………………………………….…77 4.1.2 Visi………………………………………………………………...77 4.1.3 Misi………………………………………………………………..77 4.1.4 Logo Global ...................................................................................78 4.1.5 Jangkakuan Siaran..........................................................................79 4.1.6 Struktur Organisasi……………………………………………….83 4.1.7 Corporate Secretary………………………………………………84 4.1.8 Peran Corporate Secretary……………………………………….85 4.2 Hasil Penelitian …………………………………………………………….86 4.3 Sekilas Tentang Gender Pada Global…………………………………….87 4.4 Pembahasan.....................................................................................................95
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................98 5.2 Saran...............................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
1
BAB I PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang Penelitian Konsep penelitian ini ingin menggambarkan sikap organisasi yang
memberlakukan pekerjaan seorang PR yang profesional, Namun
tingkat
keprofesionalan tersebut di bedakan dengan adanya perspektif Gender. Dalam pekerjaan
ini terdapat perspektif yang menyebabkan proses dan
sistem komunikasi yang tidak lancar dan tidak terjadi komunikasi yang efektif dan efisien di dalam suatu organisasi. Laki-laki terlalu lama
tenggelam dalam pekatnya ideologi
patriarki
sehingga untuk rehat sejenak dan memikirkan kembali ideologi tersebut bukanlah hal yanag dapat
mengakibatkan
mudah.1 PR
pekerjaan dan penyelesaian
Anggapan bahwa, perspektif Gender yang
Laki-laki
lebih
dominan
dalam
melakukan
permasalahan yang muncul. PR Perempuan
tidak terlalu dominan dalam melakukan
pekerjaannya di karenakan PR
perempuan di anggap tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang akan atau bahkan sedang terjadi di dalam
maupun di luar organisasi.
Sering kita jumpai banyak PR perempuan di bandingkan dengan PR lakilaki, namun PR perempuan terkadang hanya di anggap PR yang baik di dalam rumah tangga. PR perempuan
1
yang tergabung dalam
sebuah
Gadis Arivia, Feminis alaki-laki: solusi atau persoalan. Jurnal Perempuan, Jakarta. 2001. hal. 28
1
2
organisasi
biasanya
segala
pemecahan
masalah
telah
sesuatunya di tentukan
lebih oleh
dari
pekerjaan
kerangka
sampai
struktural
yang
patriarkhal2. Yang di maksud dengan struktural patriarkhal di sini adalah anggapan kaum hawa selalu tersubordinasi di bawah kaum lelaki, tidak terlepas dari kungkungan
sistem
patriarkhal.
Menurut
feminis
India Kamla
Bhasir,
pariarkal adalah sistem yang selama ini meletakan kaum perempuan terdominasi dan tersubordinasi. Hubungan antara perempuan dan laki-laki bersifat
hierarkis,
sedangkan
yakni
perempuan
laki-laki supordinat,
berada
pada
(laki-laki
kedudukan
menentukan
dominan, perempuan
ditentukan).3 Pemberdayaan (empowerment)
perempuan sangat diperlukan untuk
mengubah arah dan sifat dari kekuatan-kekuatan sistematik, yakni struktur kekuasaan di berbagai level dan bidang, baik level pemerintahan atau negara,
masyarakat
maupun
keluarga,
termasuk
di bidang
hubungan
masyarakat (Public Relations), ekonomi, sosial-budaya yang selama ini memarginalkan perempuan. Dalam
struktur
sosial
berlaku
apa
yang
dinamakan
sebagai
dehumanisasi sistematik, yang artinya pihak yang lemah akan selalu terdapat kekerasan. Pihak yang dilemahkan oleh sistem sosial tersebut di antaranya adalah
perempuan.
Sehingga
peluang
terjadinya
perspektif
2
terhapat
Stephen N Robbin, Persepsi organisasi jilid 1, Penerbit PT. Prenhallindo, Jakarta 1998 Hal. 329-330 3
Koran Seputar Indonesia. Minggu. Tanggal 22 februari 2009. Jakarta. Hal. 11
3
perempuan semakin tebuka lebar. perspektif terhadap perempuan dapat di lakukan oleh siapa saja termasuk dalam situasi bekerja atau tempat bekerja. Hal ini di sebabkan karena tidak di fahami secara benar perbedaan antara seks dengan gender oleh para praktisi . Dari fenomena yang peneliti ketahui persoalan perempuan selama ini dinilai sangat kompleks yang kerap memunculkan stigma bahwa pada zaman apa pun kaum hawa se lalu dirugikan. Bahkan secara kultural, perempuan di istilahkan sebagai teman belakang yang terbelenggu dapur, sumur, dan kasur. Menteri
pemberdayaan
perempuan
Meutia
Hatta
menegaskan,
sebenarnya perempuan Indonesia memiliki kemampuan dan potensi untuk tampil lebih maksimal. Sayangnya, banyak kalangan meragukan potensi kaum hawa itu. Disamping itu, kesempatan yang ada pada perempuan Indonesia masih marginal. “kalau mereka diberi kesempatan pasti akan maju,” ujar Meutia Hatta yang ditemui SINDO di rumah dinasnya di Jakarta. Di Indonesia hak-hak kaum perempuan mendapat jaminan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 yang yang mengamanatkan adanya kebebasan dan persamaan hak dalam mengaktualisasikan diri sebagai warga negara sebagai mana yang tercermin. Namun, perempuan dalam panggung politik selama ini belum bisa maksimal. Dalam sejarah pemilihan umum misalnya, masyarakat Indonesia masih menjadikan perempuan sebagai pilihan kedua untuk menduduki jabatan politik.4
4
Koran Seputar Indonesia. Minggu, Tanggal 22 Februari 2009. Jakarta. Hal. 1
4
Riset
yang
dilakukan
Deborah
Tannen
memberikan
beberapa
wawasan penting mengenai perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam gaya pembicaraan. Terutama sekali, ia harus mampu menjelaskan mengapa
jenis
kelamin
atau
perbedaan
Gender
sering
menciptakan
penghalang komunikasi lisan maupun tulisan5. Hakekat dari riset Tannen adalah bahwa PR laki-laki menggunakan pembicaraan
untuk
menekankan
status
sedangkan
PR
perempuan
meggunakannya untuk menciptakan hubungan atau hanya sebagai koneksi. Tannen menyatakan bahwa komunikasi merupakan tindakan penyeimbangan berkesinambungan, yang menyulap kebutuhan berkonflik
demi kekariban
dan ketidaktergantungan. Kekariban yang terjadi menekankan keterpisahan dan perbedaan tetapi inilah keluhannya. PR perempuan bicara dan mendengar satu bahasa hubungan dan kekariban. PR laki-laki bicara dan mendengar suatu bahasa status dan ketidaktergantungan. Jadi PR laki-laki bagi banyak laki-laki, pembicaraan terutama merupakan suatu cara untuk melestarikan ketidaktergantungannya dan mempertahankan status dalam suatu sosial hierarki, berjenjang atau bertingkat. Perspektif Gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki
dan
Ketidakadilan
kaum gender
perempuan lebih
menjadi
banyak
korban
dialami
oleh
dari
sistem
perempuan,
perempuan ikut melanggengkan ketidakadilan yang dialaminya
5
tersebut. karena dengan
Menurut Deborah Tannen mengemukakan dalam buku persepsi organisasi dengan beberapa wawasan yang didapatnya. Stephen N Robbins. Perilaku Organisasi Jilid 1, PT. Prehallindo, Jakarta. 1998
5
mendiamkan
karena
takut,
menerinanya
sebagai
konsekuensi,
bahkan
menyalahkan diri sendiri. Bagi banyak PR perempuan, pembicaraan merupakan perbandingan untuk kedekatan dimana orang mencoba mencari dan menempatkan dan memberikan informasi serta dukungan.
Beberapa contoh akan melukiskan
penelitian Tannen, sering laki-laki mengeluh bahwa perempuan terus-menerus membicarakan masalahnya. Perempuan mengkritik pekerjaan seorang laki-laki karena tidak mendengarkan kritikan dari perempuan. Dengan ini, yang terjadi adalah bahwa bila PR laki-laki akan ketidaktergantungan dan kendali sering dipertegas mengemukakan masalah sebagai pemecah masalah. Tetapi PR perempuan merasa pembenaran suatu masalah merupkan cara untuk menggalakan pendekatan agar masalah tersebut dapat dikendalikan dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan penulis merasa tertarik untuk meneliti penelitian ini pada PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU. Perbedaan Gender sesungguhnya tidak menjadi masalah, sepanjang tidak
melahirkan
Perspektif
Gender.
Namun
yang
menjadi
persoalan,
ternyata perbedaan tersebut telah melahirkan sudut pandang yang berbeda. perspektif gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari system tersebut. Perspektif gender lebih banyak dialami oleh perempuan, karena perempuan perspektif yang dialaminya dengan mendiamkan karena
ikut melanggengkan ketakutannya akan
6
laki-laki,
menerimanya sebagai
konsekuensi,
bahwa
menyalahkan
diri
sendiri.6 PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU merupakan salah satu perusahaan stasiun televisi yang cukup besar dan memiliki citra yang positif dimata masyarakat, sehingga perusahaan pertelevisian ini dapat dipercaya untuk menampilkan segala
sesuatunya
dengan
baik. PT.
GLOBAL
INFORMASI BERMUTU juga merupakan stasiun televisi yang targertnya adalah anak muda atau remaja dan diperusahaan ini terdapat penggabungan gender didalamnya. Selain itu juga di dalam divisi PR perusahaan tersebut yang memimppin adalah seorang laki-laki yang membawahi pekerja atau karyawan perempuan, dan dengan alas an itulah mengapa penulis merasa tertarik untuk mengambil objek pada PT. Global Informasi Bermutu. Dengan dijadikannya PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU sebagai
objek
perspektif
penelitian,
peneliti
PT. GLOBAL
meresa
tertarik
INFORMASI
untuk
BERMUTU
mengetahui tentang
profesionalisme pekerjaan PR laki-laki dan perempuan. Dan peneliti ingin bisa menjadikan objek penelitian yang
dilihat secara kasat mata dan tidak
terdapat deskriminasi. Sering
PR
laki-laki
lebih
langsung
dalam
berbicara
mengenai
masalah-masalah yang terjadi di dalam maupun di luar organisasinya atau perusahaan tempatnya bekerja, dari pada PR perempuan yang menyelesaikan masalah dalam berbicara mengenai masalah-masalah yang terjadi di dalam
6
Kompas, “Pendekatan penghapusan masih bersifat proyek”, Senin, 11 juni 2001. hal. 34
7
maupun di luar organisasinya atau perusahaan tempatnya bekerja, dari pada PR perempuan menyelesaikan masalah dalam berbicara mengenai masalahmasalah yang terjadi dengan pembicaraan. Seorang PR Laki-laki akan mengatakan,
“Saya fikir anda keliru
mengenai
masalah-masalah
yang
muncul saat ini” . dan seorang PR perempuan akan mengatakan, “Telahkah anda periksa kebenaran pada laporan riset dari dvisi atau departemen yang bertanggung jawab mengenai kesalahan-kesalahan yang terjadi pada masalah tersebut?”. Maka implikasinya adalah bahwa laporan masalah tersebut menunjukkan kesalahan-kesalahan itu. Akhirnya, beberapa organisasi beranggapan PR perempuan lebih sering mengucapkan kata “meminta maaf” disetiap adanya masalah dan pada saat sedang berlangsungnya konfirmasi tersebut. Pada setiap waktu sebagai ungkapan bahwa organisasi ini melakukan kesalahan. PR laki-laki cenderung melihat ataupun mendengar kata-kata “meminta maaf” sebagai suatu kelemahan dalam mengkonfirmasi atau sebagai penyelesaian masalah kepada publik. Isu-isu Gender yang di maksud dalam penelitian ini meliputi peran ganda seorang perempuan baik dalam bidang pekerjaan di organisasi terkait maupun dalam kehidupan sehari-hari seorang PR perempuan dianggap lebih dominan dibanding PR laki-laki dalam menghadapi permasalahan yang timbul7.
7
Peorson Judie, Gender and communications. Amerika. 1985
8
Hal
itu
dikarenakan
perempuan
lebih
sadar
dan
teliti
dalam
menghadapi permasalahan yang muncul. Dominan yang dimaksud disini adalah PR perempuan tidak mudah untuk dipercaya dan lamban dalam menghadapi permasalahan yang muncul di organisasi. PR laki-laki lebih dominan disini maksudnya, PR laki-laki lebih mampu untuk menangani masalah-masalah yang timbul pada organisasi dan bertanggung jawab dalam penyelesaian masalah-masalah tersebut. Pada
dasarnya, seorang
PR
perempuan
memiliki
tujuan
untuk
meningkatkan kedudukan organisasi dimata publik, dan Negara ataupun Pemerintah. Serta memperjuangkan hak-hak perusahaan atau organisasi secara lebih adil. Tujuan
tersebut
dukungan-dukungan
dari
tidak
akan
pihak
berhasil
internal
bila
maupun
tidak
mendapatkan
eksternal
dan
top
manajeman. Jika adanya dukungan-dukungan tersebut maka PR perempuan akan mendapatkan keadilan dalam profesionalisme bekerja. Alasan peneliti memilih PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU sebagai objek penelitian adalah karena Perusahaan tersebut merupakan satu perusahaan stasiun terlevisi yang cukup besar dan memiliki citra .yang positif di mata masyarakat. Perusahaan ini juga merupakan stasiun televisi dikalangan
anak
muda
dan
remaja
dan
dengan
demikian
didalam
perusahaan tresebut terdapat adanya penggabungan gender. Selain itu juga di dalam divisi PR perusahaan tersebut yang memimpin adalah seorang laki-laki yang membawahi pekerja atau karyawan yang terlihat dominan adalah
9
perempuan dalam perusahaan, dan dengan alasan itulah mengapa penulis merasa tertarik untuk mengambil objek pada PT. Global Informasi Bermutu Dengan
demikian
BERMUTU
sebagai
peneliti objek
menjadikan
PT.
GLOBAL
penelitian,
peneliti
ingin
INFORMASI
bisa
menjadikan
penelitian ini layak untuk diteliti jika dilihat secara kasat mata dan tidak terdapat deskriminasi.
I.2
Rumusan Masalah Dengan melihat beberapa fakta mengenai kondisi organisasi-organisasi
yang memberlakukan system kerja PR yang professional nemun tingkat keprofesionalan kerja meraka dilihat berdasarkan
dilihat pada perspektif
gender. Dengan demikian permasalahan utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana
Profesionalisme
Pekerjaaan
PR
Laki-laki
dan
PR
Perempuan dalam Perspektif Gender Pada PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU?
I.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui pandangan karyawan Divisi Humas PT. Global Informasi Bermutu mengenai Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-laki dan PR Perempuan dalam Perspektif Gender. Serta pandangan para eksternal dalam memandang hal tersebut, seperti halnya wartawan.
10
I.4
Manfaat Penelitian
I.4.1
Secara Akademis Penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya Public Relations. Penelitian ini juga dapat menambah
wawasan
Mahasiswa
Komunikasi,
mengetahui
tentang
dan
pengetahuan Khususnya
perspektif
bagi
PR.
Gender
PR
banyak juga
yang
orang
dan
dapat
lebih
berdampak
pada
profesionalisme pekerjaannya.
I.4.2
Secara Praktis Penelitian
ini
bermanfaat
bagi
PT.
Global
Informasi
Bermutu, khususnya dan bagi setiap perusahaan atau lembaga instansi lain pada umumnya. Mengenai dampak adanya perspektif Gender dalam profesionalisme bekerja.
akibat karena
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi menurut Hovland, Jenis dan Kelley yaitu suatu proses melalui mana seseorang komunikator menyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Sedangkan
menurut
Gebner,
komunikasi
adalah
“sebuah
tindakan
terhadap orang lain, sebuah interaksi dengan orang lain dan sebuah reaksi terhadap
orang
lain”.
Maksudnya
adalah
suatu
kegiatan
pemindahan
informasi, gagasan, sikap dari seseorang kepada orang lain.8 Mengenai tujuan komunikaso, Onong Effendi mengatakan ada empat hal: 1. Sosial change atau Sosial participation 2. Attitude change 3. Opinion Change 4. Behavior Change Sedangkan Pearl menyatakan bahwa dari setiap pesan yang dikirimkan akan mempunyai satu tujuan atau lebih dari setiap pesan yang dikirimkan akan mempunyai satu tujuan atau lebih dari empat tujuan berikut ini:9
8
McQuail, Dennis dan Sven Windahl, Model-model Komunikasi, Trans. Putu Laxman S. Pandit (Jakarta: UniPrimas, 1985), hal.4 9 Heart, Pearl, Tip dan Strategi Komunikasi Bisnis (Jakarta: Pt. Prestai Pustakarya, 2003), hal.14
11
12
1. Untuk Menginformasikan Yaitu mengkomunikasikan informasi atau startistik utama, seperti hasil survey pelanggan atau hasil testimh produk. Dan untuk digunakan
dalam
pembuatan
keputusan,
namun
tidak
harus
menganjurkan serangkaian tindakan. 2. Untuk Meminta Yaitu pesan-pesan yang mengandung permintaan yang diajukan untuk
aksi
khusus
oleh
penerima.
Permintaan-permintaannya
munngkin sederhana atau rumit. 3. Untuk Membujuk Yaitu pesan-pesan persuasif, yang dimaksudkan untuk memperkuat atau
mengubah kepercayaan penerima tentang sebuah topik. Dan
untuk beberapa hal, mungkin juga pesannya dimaksudkan agar penerima beraksi sesuai dengan kepercayaannya. 4. Untuk Menjalin Hubungan Tujuan ini seringkali dilupakan dalam komunikasi. Beberapa pesan yang dikirimkan
mungkin
mempunyai
tujuan
sederhana untuk
menjalani hubungan baik antara komunikator dengan komunikannya.
13
Artinya adalah bahwa dengan adanya kegiatan komunikasi maka dapat merubah adanya perubahan social atau partisipasi social, dapat terlebih perubahan
tingkah
laku
seseorang
atau
kelompok.
Adanya
perubahan
pendapat atau hasil pikiran seseorang dan juga dapat merubah sikap. Dari uraian tersebut, penulis dapat membuat kesimpulan bahwa tujuan dari
komunikasi
adalah
baik
komunikator
dan
komunikan
memahami
pesannya dan menindaklanjutinya dengan cara yang sama.
2.2 Komunikasi Organisasi Kegiatan
utama
manusia
sebagai
makhluk
sosial
adalah
selalu
berinteraksi dalam kelompok kecil maupun kelompok besar sehingga dalam berhubungan antara manusia satu dengan manusia lain, cara yang digunakan adalah
dengan
berkomunikasi.
Berbagai
macam
bentuk
komunikasi
diciptakan agar pesan yang ingin dicapai disampaikan dapat dengan mudah diterima oleh manusia lainnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu
timbulnya
menghindari
saling
komunikasi.
pengertian. Hal
ini
Tidak
ada
membuktikan
manusia bahwa
yang
dapat
komunikasi
merupakan kebutuhan yang penting. Komunikasi telah diartikan oleh berbagai ahli sesuai dengan sudut pandang
yang
berbeda-beda.
Menurut
Hovland,
Jenis
dan
Kalley,
“komunikasi adalah suatu proses seseorang (komunikator) menyampaikan
14
stimulus (biasanya dalam bentuk (kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak)”.10 Definisi Komunikasi yang lain adalah definisi yang bertujuan untuk menumbuhkan komunuikasi
pengertian (penerima
antara
komunikator (penyebar pasar)
pesan).11
Dengan
demikian
dengan
komunikasi
dapat
diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan cara langsung atau tidak langsung agar timbul saling pengertian antara orang-orang tersebut. Adapun komponen-komponen dasar komunikasi terbagi menjadi lima bagian yaitu: 1. Pengertian pesan adalah orang individu atau orang yang mengirim pesan. Sebelum pengirim mengirim pesan, si pengirim harus menciprakan pesan yang akan di kirimkannya. Menciptakan pesan adalah menentiukan arti apa yang akan di kirimkan kemanusian menyandikan encode arti tersebut ke dalam pesan, kemudian diartikan. 2. Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima. Pesan dapat berupa verbal dan non verbal. 3. Saluran adalah jalan yang di lalui pesan dari si pengirim dengan penerima.
Channel
yang
biasa
dalam
komunikasi
adalah
gelombang cahaya dan suara yang dapat dilihat dan di dengar.
10
Sasa Djuarsa Sendjaja, “Pengantar Komunikasi”, (Universitas Terbuka 1999), hal. 7 Rosady Ruslan. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, (Jakarta: Rajawali Pers), hal. 18 11
15
5.
Penerima
pesan
adalah
yang
menganalisis
dan
menginterprestasikan isi pesan yang di terima 6.
Balikan adalah respon terhadap pesan yang di terima dan di kirimkan kepada si pengirim pesan.12
Di dalam kehidupan sehari-hari manusia berinteraksi di dalam suatu lingkungan tertentu. Secara tidak sadar, lingkungan yang ada di sekitar manusia ini dapat di sebut dengan organisasi.
Hidup dalam suatu rumah
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan organisasi kecil yang secara langsung membawa anggota keluarga memiliki satu tujuan tertentu dengan menerapkan aturan-aturan yang mengikat para angggotanya. Begitu pula dalam lingkungan rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, perusahaan dan lain-lain. Menurut
Gibson,
Ivanchevich
dan
Donnely.
“organisasi
adalah
kesatuan yang memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan tertentu yang tidak dapat di capai melalui tindakan indivisu terpisah”.13 Sedangkan menurut Everett M.Roger, “Organisasi adalah suatu sistem individu yang stabil dalam bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama lewat struktur hirarki dan pembagian kerja”.14 Dari kedua definisi tersebut diatas, maka dapat di simpulkan bahwa organisasi adalah suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang 12
Arni Muhammad, “Komunikasi Organisasi”, (Jakarta: Bumi Aksara), hal. 17 Gibson, Ivanchevich and Donelly, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, jilid I, Jilid 1, Jakarta, Erlangga, 1987. hal.7 14 Miftah Thoha, “Perilakku Organisasi”, Konsep Dasar dan Aplikasinya”, Jakarta: Rajawali Pers, 1996, Hal.160 13
16
saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa di pisahkan secara tegas di lingkungannya. Di dalam kehidupan sehari-hari komunikasi merupakan hal terpenting untuk kita berinteraksi dengan orang lain. Demikian dalam hal berorganisasi agar organisasi tersebut benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan yang di capai,
maka
di perlukan
komunikasi
dalam
organisasi
yang
dapat
menjembatani anggota organisasi dengan tanggung jawab yang harus dipikul oleh setiap anggotanya. Struktur
organisasi
cenderung
Hidupnya suatu organisasi akan sangat
mempengaruhi
proses
komunikasi.
tergantung dari unsur komunikasi
sendiri. Komunikasi dalam organisasi di tekankan pada arus komunikasi yang terjadi di antara orang-orang, dalam hal ini pejabat dan karyawan yang di bentuk oleh struktur organisasi tersebut. Komunikasi tersebut dapat terjadi melalui saluran komunikasi yang ada, yaitu komunikasi formal dan berwujud pola-pola hubungan formal terjadi dalam struktur organisasi formal dan terwujud pola-pola hubungan formal, seperti hubungan mengnenai tugastugas, pembagian kerja, peraturan-peraturan, pelaksanaan kebujakan, cara kerja dan sebagainya.15 Menurut
para
ahli
seperti
Spriegel,
berpendapat
bahwa
“dengan
mempertinggi frekuensi dan intensitas komunikasi, pertentangan dapat di
15
ibid hal.69
17
kurangi
atau
perpecahan
dapat
di hindari”.16
Menurut
Goldhaber,
“Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu barubah-ubah” .17 Sehingga komunikasi organisasi dapat di definisikan sebagai petunjuk dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarki antara satu dengan yang lainnya dan berfungsi dalam satu lingkungan. Komunikasi organisasi adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi bagaimana anggota organisasi ikut terlibat dalam suatu proses transaksi dan memberi makna atas apa yang sedang terjadi.18 Sifat penting komunikasi organisasi adalah penciptaan pesan, penafsiran dan penanganan kegiatan, anggota organisasi. Bila organisasi dianggap sebagai suatu struktur
atau wadah yang telah ada sebelumnya, maka
komunikasi dapat di anggap sebagai suatu substansi nyata yang mengalir ke atas, kebawah, dan samping dalah suatu wadah.19 Pesan atau jaringan formal biasanya mengalir dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas, atau dari tingkatan yang sama horizontal. Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang
16
Astrid, S Susanto, Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Bandung: Bina Cipta, 1998 hal. 78 17 Arni Muhammad, Opcit, Hal.2 18 R. wayne Pace dan Don F Faules, “Komunikasi Organisasi dan Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan” Bandung: Rosdakarya, 2001, hal 13 19 ibid. hal 34
18
mengikuti
garis
komunikasi
seperti
yang
digambarkan
dalam
struktur
organisasi, yaitu: 1. Downward communication atau komunikasi kepala bawahan Komunikasi kebawah menunjukkan arus pesan mengalir dari para atasan atau para pimpinan kepala bawahannya. Menrut Lewis (1995) uang dikutip oleh Arni Muhammad (1995), komunikasi kebawah adalah “Untuk menyampaikan tujuan, untuk emngubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi kekuatan dan kecurigaan yang timbul karena kurang
informasi
da
mempersiapkan
anggota
organisasi
untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan”,20 2. Upward communication atau komunikasi kepada atasan Komunikasi keatas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkatan yang lebih rendah kepada tingkatan yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan umpan
balik,
memberikan
saran
dan
mengajukan
pertanyaan.
Komunikasi ke atas mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan pembaruan.21 3. Horizontal communications atau komunikasi sesama bagian secara horizontal
komunikasi secara horizontal adalah pertukaran pesan
siantara orang dalam kedudukan atau bagian yang sama tindakan otoritasny 20 21
ibid, hal.108 ibid, hal. 116
di
dalam
organisasi.
Seperti
koordinasi,
pemecahan
19
masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi.22 Hubungan yang baik dan komunikasi yang berarti antara para karyawan merupakan sumber utama kepuasan karyawan. Yang lebih umum lagi komunikasi ini bisa membantu mengkoordinasi berbagai kegiatan
di
dalam
organisasi
dan
berbagai
divisi
untuk
mengumpulkan pengalaman dan keahlian.23 Bentuk- bentuk komunikasi dalam tiap metode adalah sebagai berikkut: 1. Metode Lisan a.
Rapat, diskusi, seminar, konferensi
b.
Interview
c.
Telepon
d.
Komtak Interpersonal
e.
Laporan Lisan
2. Metode Tulisan
22 23
a.
Surat
b.
Memo
c.
Majalah Internal/ bulletin internal/surat kabar internal
d.
Deskripsi pekerjaan/ panduan pelaksanaan pekerjaan
e.
Laporan Tertulis
f.
Pedoman Kebijakan
Golhaber, Op Cit, Hal.65 Ibid, Hal.348
20
Organisasi sebagai kerangka kerja dari suatu manajemanen yang menunjukkan adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas antara pimpinan dan bawahan dalam suatu sistem manajemen modern. Ada yang di klasifikasikan kemampuannya selaku pimpinan dan ada pula yang bertindak sebagai bawahan.
2.3 Perspektif Gender Perspektif akan gender berbeda dengan perspektif kodrat. Gender bukan bentukan yang berasal dari Tuhan. Gender muncul karena pembagian peran sosial yang tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan tidak berjalan proporsional.24 Gender secara eksklusif merujuk pada satu aspek bahasa (sebagai contoh, pengucapan “he” dan “she”). Tetapi para feminis dan kelompok akademis menggunakan term itu untuk merujuk pada “organisasi sosial dari hubugan antara jenis-jenis kelamin”25 dalam banyak kelompok masyarakat, secara tradisional perempuan di harapkan dapat merawat anak sementara laki-laki bekerja mencari nafkah. Gender
di
gunakan
pula
untuk
merujuk
pada
pangaturan-
pengaturan yang di determinasi secara sosial. Seks, di lain pihak di gunakan untuk merujuk pada ciri-ciri determinasi biologis, seperti kemampuan perempuan untuk melahirkan anak. Dengan kata lain, pengaturan-pengaturan 24
Sobur. Alex, Analisis Teks Media, Bandung. PT.Remaja Rosdakarya, 2004. hal.6
21
gender bukan merupakan hasil “alamiah” yang membedakan antara laki-laki dan perempuan tapi merupakan hasil-hasil pembentukan sasial dan budaya. Sebagaimana di sarankan oleh Stevees (dalam Creedon, 1993), semua bentuk dari feminisme yang ada mempunyai sumbangan tertentu. Akan tetapi feminisme sosialis yang muncul dengan penekanan pada dikotomi publik-privat yang ergantung pada patriarki, dan yang mengarahkan pertimbangan-pertimbangan kontekstual yang krisial pada kelas dan ras menawarkan potensi yang paling besar sebagai sebuah kerangka kerja yang komprehensif pada penindasan perempuan.26 Menurut merupakan ideologi
perspektif
feminis
sosial,
kapitalisme
dan
patriarki
yang menyebabkan terjadinya penindasan terhadap
perempuan. Dengan demikian terjadi pula ketidakadilan dalam gender terhadap perempuan yang terjadi dan hal tersebut terungkap dalam dua teori yang di kembangkan oleh perspektif ini yaitu teori sistem ganda (dualsystems theory ) dan teoti sistem menyatu (unified-system theory). Menurut kedua teori tersebut, kapitalisme dan patriarki merupakan dua bentuk sistem relasi sosial yang berbeda dan dengan kepentingan yang berbeda pula. Dua sistem ini secara terpisah dan dersama-sama melakukan penindasan terhadap perempuan. Perbadaan kedua teori tersebut terletak pada bagaimana mereka memandang keberadaan kedua ideologi tersebut. Bagi teori sistem ganda, kapitalisme di tempatkan pada momen produksi dan patriarki di tempatkan pada momen reproduksi atau seksualitas. Sedang teori 26
Thong, Rosemary, Feminist Throught: A Comprehensive Introduction, Westview Press, Boulder CO, 1989, Hal 112
22
sistem menyatu, menempatkan kapitalisme dan patriarki dalam suatu konsep tunggal yang bersama-sama melakukan opresi terhadap kaum wanita. Perkembangan ideologi gender menjadi worldview yang seolaholah diterima sebagai kebenaran asasi (natural) oleh masyarakat dalam memandang peran laki-laki dan perempuan tidak bisa di lepas secara keseluruhan
dalam
menyebarkan
berbagai
informasi
yang
mendukung
keberadaan ideologi tersebut. Dilihat dari karakteristiknya, pengertian gender jelas berbeda dengan seks. Pada dasarnya, terminologi gender dan seks mempunyai perbedaan pada tingkat pemahaman dan
filosofi
yang terkandung di
dalamnya. Filosofi pandangan tentang seks lebih banyak didekati dengan filosofi biologis manusiawi atau aspek fisik manusia. Sementara, filosofi gender lebih banyak didekati dengan filosofi dan perspektif sosiologis. Pengertian sosiologis dalam arti bahwa pengertian tersebut lebih merupakan pengertian yang konstruksi, dikembangkan dan diartikulasikan dalam konteks sosial oleh masyarakat. Yang membedakan keduanya adalah:27 No
27
Karakteristik
Seks
Gender
1.
Sumber Pembelaan
Tuhan
Manusia/masyarakat
2.
Visi, misi
Kesetaraan
Kebiasaan
3.
Unsur pembelaan
Biologis (alat
Kebudayaan (tingkah
Handayani, Trisakti& Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Universitas Muhammadiyah, Malang, 2002, hal.9
23
4.
5.
Sifat
Dampak
reproduksi)
laku)
Kodrat, tertentu, tidak
Harkat, martabat,
dapat dipertukarkan.
dapat dipertukarkan.
Terciptanya nilai-nilai Terciptanya normakesempurnaan,
norma/ketentuan
kenikmatan,
tentang “pantas” dan
kedamaian, dll.
“tidak pantas”. Laki-
Sehingga
laki pantas manjadi
menguntungkan
pemimpin,
kedua belah pihak
perempuan pantas dipimpin, dll. Sering merugikan salah satu pihak, kebetulan adalah perempuan.
6.
Keberlakuan
Sepanjang masa,
Dapat berubah,
dimana saja, tidak
musiman dan
mengenal pembedaan
berbeda antara kela
kelas.
Sementara arti diskriminasi terhadap perempuan menurut konvensi
penghapusan
perempuan, berbunyi:
segala
Bentuk
diskriminasi
terhadap
24
“Setiap perbedaan pengesampingan atau pambatasan apapunyang dibuat atas dasaar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mangurangi atau penghapusan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan pembebasan pokok dibidangn politik, ekonomi, social, budaya, sipil atau bidang apa pun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari status perkawinan mereka atas dasar persamaan laki-laki dan perempuan.”28
Perbedaan jenis kelamin melahirkan gender, dan perbedaan gender
telah
melahirkan
berbagai
ketidakadilan.
Faktor yang
menyebabkan ketidakseinbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dikontraksional secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan kaum perempuan dalam konteks sosial ini menyebabkan sejumlah persoalan yang juga merugikan kaum perempuan. Persoalan-persoalan yang timbul juga disebabkan adanya keyakinan dan budaya patriarki, yakni konsep bahwa laki-laki memegang
kekuasaan
atas
semua
peran
penting
dalam
masyarakat, dalam pembangunan, militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama, dsb. Sistem
pemikiran
dan
ideologi
patriarki
juga
menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak
28
Kartika, Sandra, & Rosdalina, Ida. Konvensi tentang penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Lembaga dan studi Pers dan Pembangunan, Jakarta, 1999, hal.3
25
dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnnya terutama dalam proses peran dan status sosial dalam masyarakat.29 Sosialisasi konstruksi sosial tentang gender ini secara evolusi
akhirnya
mempengaruhi
perkembangan
masing-masing
jenis kelamin, misalnya sifat gender laki-laki harus kuat dan agresif, sehingga konstruksi sosial itu membuat lelaki terlatih dan termotivasi menuju dan mempertahankan sifat yang ditentukan tersebut yakni, laki-laki lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya,
karena
konstruksi
sosial
bahwa
kaum
perempauan harus lemah lembut, maka sejak kecil, sosialisasi tersebut mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideologi kaum perempuan, serta perkembangan fisik dan biologis mereka, karena proses sosialisasi yang berjalan secara mapan, akhirnya sulit dibedakan apakah sifat gender tersebut dikonstruksi atau kodrat biologis ketentuan Tuhan. Perbedaan
biologis
itu
dianggap
sebagai
ketentuan
keniscayaan fisik-biologis manusiawi. Padahal, masyarakat sebagai kelompok yang menciptakan perilaku pambagian gender untuk menentukan
berdasarkan
apa
yang
mereka
anggap
sebagai
keharusan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keyakinan dan pembagian itu selanjutnya diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Penuh dengan proses,
29
Op.cit. Handayani, Trisakti & Sugiarti, hal.6
26
negosiasi, resensi maupun dominasi. akhirnya lama kelamaan pembagian keyakinan gender tersebut dianggap alamiah, normal dan kodrat. Sehingga bagi mereka yang mulai melanggar dianggap tidak normal dan melanggar kodrat. Jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat maka dapat mempengaruhi keyakinan manusia. Budaya masyarakat tentang bagaimana lelaki dan perempuan berfikir dan bertindak pasti kental dengan budaya patriarki.
2.3.1 Gender dan Komunikasi Robin
Lakoff
mengklarifikasikan
(dalam
keberaturan
Griffin, pembicaraan
2003)
mencoba
perempuan,
dan
membedakan antara woman talk dan man talk. Ia mengklaim bahwa percakapan perempuan mempunyai karakter sebagai berikut: a. Ditandai apologis b. Pernyataan tidak langsung c. Pernyataan yang minta persetujuan d. Mengkualifikasikan e. Perintah yang sopan f. Menggunhakan istilah color g. Cenderung menghindari bahasa vulgar h. Sedikit berbicara, banyak mendengarkan
27
Sementara berdasarkan
pada
itu,
penelitian
refleksi
personal
Griffin
(2003),
menemukan
yang
tiga
pola
perbedaan antara perempuan dan laki-laki sebagai berikut: a. Ada lebih banyak persamaan laki-laki dan perempuan pada perbedaannya b. Ada variabilitas yang besar berkenaan gaya komunikasi antara laki-laki dan perempuan. Veminis vs maskulin c. Sex adalah fakta, gender sebagai gagasan Dalam pembahasan mengenai gender dan komunikasi, Griffin menyadur tiga buah pemikiran sebagi berikut:
1.
Genderlect Styles (Deborah Tannen) Deborah tannent (misunderstanding) berkenaan
mendeskripsikan antara
dengan
fakta
ketidak mengertian
laki-laki
dengan
bahwa
fokus
perempuan pembicaraan
perempuan adalah konektifiitas, sementara laki-laki pada pelayanan status dan kemandiriannya. General bukan
Styles
apa
membicarakan
yang
gaya
diaktakan
menyatakannya.
Tannent
meyakini
anggapan
laki-laki
dan
antara
bercakap-cakap
tetapi
bagaimana
bahwa
perempuan
terdapat
dikarenakan
karena masing-masing berada pada lintas budaya (Cross Culture), untuk itu perlu mengantisipasi berkenaan dengan
28
anggapan
itu.
Kegagalan
mengamati
perbedaan
gaya
bercakap dan membawa masalah yang besar. Perbedaanperbedaan itu terletak pada: 1. Kecenderungan Feminis vs maskulin, hal ini harus dipandang sebagai dua dialek yang berbeda: antara superior dalam pembicaraan. Komunitas feminis untuk membangun
relationship.
menyelesaikan
tugas
Komunitas
menyatakan
diri,
maskulin mendapatkan
kekuasaan. 2. Perempuan berhasrat pada koneksi persuasif laki-laki berhasrat
untuk
status.
Koneksi
berhubungan
erat
dengan kekuasaan power 3.
Raport talk versus Report talk. Perbedaan budaya linguistik berperan dalam menstruktur kontak verbal antara laki-laki dan perempuan. Raport talk adalah istilah
yang
perempuan adalah yang
digunakan
yang
cenderung
untuk
menilai
simpatik.
obrolan
Report
talk
istilah yang digunakan untuk obrolan laki-laki cenderung
apa
adanya,
pokoknya
sampai.
Berkenaan dengan kedua nilai ini , Tannent menemukan temuan-temuan yang terkategorikan sebagai berikut: a. Publik Speaking Versus private speaking,
dalam
kategori ini dikemukakan bahwa perempuan lebih
29
banyak bicara pada pembicaraan pribadi. Sedangkan laki-laki lebih banyak terlibat pembicaraan publik, laki-laki
menggunakan
pernyataan
fungsi
pembicaraan perintah:
sebagai
menyampaikan
informasi: meminta persetujuan. b. Telling story, cerita-cerita menggambarkan harapanharapan,
kebutuhan-kebutuhan,
dan
nilai-nilai
si
pencerita. Pada kategori ini laki-laki lebih banyak bercerita dibanding perempuan khususnya tentang guyonan. Cerita guyonan merupakan salah satu cara maskulin menegosiasikan status. c. Listening, perempuan cenderung menjaga pandangan, sering manggut, bergumam sebagai penenda bahwa ia
mendengar
Laki-laki
dan
dalam
mengaburkan
menyatakan kebersamaannya. hal
kesan
itu
mendengarkan
berusaha
sebagai
menjaga
upaya
statusnya. 2.
Asking Questions, ketika ingin berbicara untuk menyela pembicaraan, perempuan terlebih dahulu mengungkapkan persetujuan.
Tannent
menyebutkan
sebagai
kooperatif
sebuah tanda raport simpatik daraipada kompetatif. Pada laki-laki, interupsi dipandang oleh Tannent sebagai power kekuasaan untuk mengendalikan pembicaraan, sedangkan
30
laki-laki
memakai
kesempatan
bertanya
sebagai
upaya
untuk menjadikan pembicaraan jadi lemah. 3.
Conflict, perempuan memandang konflik sebagai ancaman dan perlu dihindari laki-laki
iasanya memulai konflik
namun kurang suka memeliharanya.
Cheris Kramarae (dalam Sendjaja:1994) mengemukakan asumsi-asumsi sebagai berikut: perempuan menannggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja Karena dominasi polotiknya, sisitem persepsi laki-laki menjadi lebih dominan, menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan. Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif mereka kedalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.
Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai komunikasi perempuan berdasarkan beberapa temuan penelian.30
30
http://www.gooogle.com/komunikasi gender.com
31
a. Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri di banding laki-laki. b. Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna perempuan. c. Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya sendiri di luar sistem laki-laki yang dominan. d. Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang komunikasi di banding laki-laki. e. Perempuan sering kali berusaha mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan dalam rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional. f. Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang popular dalam masyarakat luas, konsekuensinya, mereka merasa ridak dianggap memiliki konteribusi terhadap bahasa. g. Perempuan memiliki konsepti humoris yang berbeda dari pada laki-laki.
2.3.2 Ideologi Feminis Dengan pemahaman ideologi semacam itu, perspektif fiminis akan berhubungan erat di dalamnya. Bahasan ini menjadi penting karena implikasi ideologis terhadap relasi sosial yang terjadi antara perempuan
dan
laki-laki
di masyarakat.
Tiap perspektif
akan
32
menampilkan berbagai asumsi yang mendasari munculnya pemikiran dan
gerak
sosial
yang berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
perkembangan relasi gender antara perempuan dan laki-laki di masyarakat. Menurut Dzuhatatin, feminisme merupakan sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu pemnindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, apakah itu di tempat kerja ataupun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan
sadar
baik
oleh
perempuan
ataupun
laki-laki
untuk
mengubah keadaan tersebut. Gerakan feminis itu mencoba untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang harmonis tanpa pengisapan dan diskriminasi, demokratis dan bebas dari pengotakan berdasarkan kelas, kasta, dan bisa jenis kelamin (sex).31 Sementara
itu
Rosemary
Tong
menunjukkan beberapa
perspektif feminis yang berkembang di barat antara lain: feminis liberal, feminis marxis, feminis radikal, feminis psikologi, feminis social, feminis ekstensiais dan feminis post modern.32 Feminis
liberal
memberikan
penekanan
pada
terjadinya
subordinasi perempuan di masyarakat. Hal itu di sebabkan oleh adanya hambatan hukum dan adat yang menghalangi perempuan untuk masuk dalam lingkungan publik.
31
Sunarto, Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-anak, Mimbar dan Yayasan Adikarya IKAPI serta Ford Foundation, Semarang, hal.57 32 Op.Cit Thong, Rosemary, Feminist Thought, hal.86
33
Perspektif
ini
melihat
perbedaan
biologis
antara
kaum
perempuan dan laki-laki sebagai sebab terjadinya peristiwa yang subordinatif
tersebut.
Masyarakat
beranggapan
karena
kondisi
alamiahnya maka perempuan kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan perempuan
fisik
dibandingkan
dianggap
tidak
dengan mampu
laki-laki. menjalankan
Karena peran
itu, di
lingkungan publik. Feminis liberal mendasarkan pemikirannya pada konsep liberal tentang hakikat rasionalitas manusia yang membedakannya dari
binatang. Rasionalitas ini di pahami sebagai kemampuan
membuat keputusan secara mandiri (moralitas) dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri (prudensialitas). laki-laki dan perempuan di ciptakan sama untuk mempunyai hak yang sama untuk memajukan diri. Feminisme
marxis
berpendapat
bahwa
ketertinggian
perempuan bukan di sebabkan oleh tindakan individu yang di sengaja, melainkan akibat dari struktur siosial, politik dan ekonomi yang berkaitan erat dengan sistem kapitalisme. Perspektif ini bertitik tolak dari konsep Marxuis tentang hakikat manusia (human nature) tentang masyarakat, ekonomi, dan politik serta teori Engels tentang kelahiran. Seperti yang telah dijelaskan mengenai beberapa pengertian Feminis diatas, maka peneliti merasa Feminis Marxis yang lebih di
34
pakai disini karena itulah yang lebih nampak dalam proses tersebut. Penguasaan kaum pria atas ranah domestik dan publik adalah
patriarki.
Guna
kungkungan
patriarki,
dihapuskan.
Untuk
membebaskan maka
menghapus
kaum
perempuan
dari
tersebut
harus
kekuasaan
pria
sistem
tersebut,
laki-laki
dan
perempuan harus mengesampingkan perbedaan status, peran dan temperamen mereka yang di dasari oleh perbedaan jenis kelamin.
2.3.3 Kesetaraan Gender Sebagai Kesadaran dalam Feminisme Isu
kesetaraan
gender
pada
awalnya
bergulir
ketika
perempuan di wilayah Eropa mulai banyak terlibat dalam sektor publik pada masa revolusi industri. Hingga ada kecerdasan untuk menjabarkan pembagian peran yang baru antara perempuan dan laki-laki, seperti sejauh mana perempuan dapat berkiprah di ruang publik, serta pembagian tanggung jawab baru terhadap peran perempuan
untuk
lingnkungannya
namun
pada
kenyataannya
marjinalisasi perempuan masih terjadi. Salah satu fenomena yang menunjukkan marjinalisasi kaum perempuan adalah kondisi buruh perempuan pada masa perbudakan orang kulit hitam oleh orang kulit putih. Amerika Serikat sebagai negara yang mendengungkan demokrasi pun belum pernah mempunyai Presiden Perempuan, mereka mempunyai perempuan sebatas dalam film (commander in
35
chief). Perempuan masih bergulat dengan kondisi ytang sama, hal inilah yang menjadi isu mendasar bagi gerakan feminisme. “Feminist theorist have observed that many aspectcs in life are :gendered”.meaning that they experienced in terms of the masculine and feminine. Thin inclides not only biological sex but also virtually every facet of human life, incliding language, works, family roles, education, and socializations”.33 Melalui
kutipan
tersebut
disimpulkan
bahwa
ketimpangan
distribusi peran yang di bentuk oleh sistem gender di berbagai sektor kehidupan menjadi isu yang mendasar dalam femenisme sebagai teori sekaligus gerakan kaum perempuan seperti ditegaskan Gadis Arivia
bahwa
membongkar
persoalan
“Feminisme penindasan
lahir
dan
digunakan
terhadap perempuan
untuk dengan
menekankan ada relasi kekuasaan yang timpang antara perempuan dan laki-laki”. Pengalaman perempuan adalah material dasar yang digunakan untuk membongkar penindasan tersebut”.34 Feminisme sebagian dari teori-teori kritis sangan bertolak belakang dengan faham positivis yang berkembang pesat di era revolusi industri di Barat. “Feminisme berkembang sebagai proses kritis terhadap cara berfikir (paradigma) positivistic-empirik yang memisahkan antara pemikiran dan realitas. Dimana paradigma tersebut berpijak pada data yang bisa diukur, objektif dan rasional dengan memisahkan 33
Stephen W. Lettlejohn, Theories of Human Communication, (Wadsworth Publishing Company, 1999), hal. 239 34 Gadis Arivia, Teori Feminisme dalam Filsafat Berperspektif Feminis, Jurnal Perempuan, Jakarta, 2003, hal.2003
36
faktor-faktor
hubungan
kekuasaan
yang
melekat
dalam
setiap
realitas, padahal realitas sangat di pengaruhi oleh faktor-faktor tersebut maupun dinamika sosial politik yang melatarinya. Segala sesuatu menjadi tidak netral karena sangat berhubungan dengan dan di pengaruhi oleh kekuasaan sosial dalam masyarakat ”.35 isu sentral feminisme selalu berkembang, mulai dengan isu sederhana di awal kelahirannya hingga isu yang lebih rumit dan disesuaikan dengan tuntutan jaman. Julia Kristeva dalam Women’s Time seperti dikutip Aquarini Prabasmoro menyatakan: “feminisme bergerak dalam gelombang. Subjektivitas perempuan berhubunngan dengan waktu yang berulang (cyclical repetition) dan waktu
monumental
(keabadian),
keduanya
merupakan cara
mengonseptualisasi waktu berdasarkan perspektif motherhood
dan
reproduksi. Tiga gelombang feminisme menurut Kristeva adalah: 1. Feminisme egaliterian yang menuntut hak yang sejajar dengan laki-laki, dengan perkataan lain, hak-haknya untuk memperoleh tempat dalam waktu yang linear, misalnya feminisme liberal dan marxis. 2. Feminisme yang menekankan perbedaan radikal perempuan dan laki-laki serta menuntut untuk tetap berada di luar waktu linear sejarah dan politik, misalnya feminisme radikal. 35
Ibid0
37
3. Feminisme
yang
menggabungkan
mendorong ketiga
eksistensi pendekatan
yang
paralel
feminisme
yang yang
memungkinkan perbedaan individual untuk tetap ada tanpa menjadi hilang kefeminisannya, misalnya terutama feminisme posmodernisme”.36 4. Feminisme egaliterian yang menuntut hak yang sejajar dengan laki-laki, dengan perkataan lain, hak-haknya untuk memperoleh tempat dalam waktu yang linear, misalnya feminisme liberal dan marxis. 5. Feminisme yang menekankan perbedaan radikal perempuan dan laki-laki serta menuntut untuk tetap berada di luar waktu linear sejarah dan politik, misalnya feminisme radikal. 6. Feminisme
yang
menggabungkan
mendorong ketiga
eksistensi pendekatan
yang
paralel
feminisme
yang yang
memungkinkan perbedaan individual untuk tetap ada tanpa menjadi hilang kefeminisannya, misalnya terutama feminisme posmodernisme”.37 Studi tentang feminisme pun banyak didalami dalam ilmu komunikasi.
Hal
ini
berkaitan
dengan
bahasa
sebagai
alat
komunikasi manusia pun dinilai mempunyai banyak “bias gender” di dalamnya.
36
Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis, Tubuh, Sastra dan budaya pop, Yogyakarta: Jalasutra, 2006, hal.40 37 Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis, Tubuh, Sastra dan budaya pop, Yogyakarta: Jalasutra, 2006, hal.40
38
Perbedaan perempuan dan laki-laki secara biologis tidak banyak
menimbulkan
perbedaan
pendapat,
namun
efek
dari
perbedaan biologis terhadap perilaku manusia khususnya dalam perbedaan relasi gender, minimbulkan banyak perbedaan. Hal ini dapat dicermati ada klasifikasi yang dilakukan Unger tentang perbedaan emosional dan intelektual perempuan dan laki-laki pada table 2.3., yang tidak dapat dikatakan smua benar, mengingat dalam hal tertentu justru akan terjadi sebaliknya.38
Perempuan (feminin)
Laki-laki (Maskulin)
Tidak terlalu agresif
Sangat agresif
Tidak terlalu independen
Independen
Lebih emosional
Tidak emosional
Sulit menyembunyikan emosi
Dapat menyembunyikan emosi
Lebih subjektif
Lebih subjektif
Mudah berpengaruh
Tidak mudah berpenngaruh
Lebih Submitif
Tidak submitif
Kurang menyenangi eksata
Sangat menyukai pengetahuan eksata
Mudah goyah menghadapi krisis
Tidak mudah goyah terhadap krisis
38
Trisakti Handayani, Sugiarti, ed. Surya Dharma, Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang, UPT. Penerbitan UMM, 2006. hal.9
39
Lebih pasif
Lebih aktif
Kurang kompetitif
Lebih kompetitif
Kurang logis
Lebih Logis
Berorientasi ke rumah
Lebih Mendunia
Kurang terampil bisnis
Lebih terampil berbisnis
Kurang berterus terang
Lebih berterus terang
Kurang memahami seluk beluk
Memahami seluk beluk
perkembangan dunia Berperasaan mudah tersinggunng
perkembangan dunia
Berperasaan tidak mudah tersinggung
Tidak suka bertualang
Lebih suka berpetualang
Sulit mengatasi persoalan
Mudah mengatasi persoalan
Lebih senang menangis
Jarang menangis
Tidak umum tampil sebagai
Umumnya sealu tampil sebagai
pemimpin
pemimpin
Kurang rasa percaya diri
Penuh rasa percaya diri
Kurang senang terhadap sikap
Lebih banyak mendukung sikap
agresif
agresif
Kurang ambisi
Lebih ambisi
Sulit merasakan rasa dan rasio
Lebih mudah membedakan rasa dan rasio
Kurang merdeka
Lebih merdeka
Lebih canggung dalam
Tidak canggung dalam
40
penampilan
penampilan
Pemikiran kurang unggul
Pemikiran lebih unggul
Kurang bebas berbicara
Lebih bebas berbicara
Penyampaian stereotype-streotype
pesan yang
yang kerap
berulang-ulang kali
memunculkan
menyudutkan
kaum
perempuan. Tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki pun mengalami
stereotifikasi
yang
salah,
namun
kenyataannya
perempuanlah yang kerap kali di munculkan dengan karakter yang ada pada kolom karakteristik feminim pada table tersebut. Konsep gender yang di konstruksikan secara sosial dan kultural melahirkan ketidaksetaraan gender di mana perempuan kerap menjadi korbannya. Hal ini dapat dilihat melalui berbagai mitos yang di yakini masyarakat secara turun menurun seperti dalam masyarakat Jawa di mana “perempuan di sebut sebagai Surga nunut neraka katut, perempuan sebagai konco wingking yang berfungsi sebagai 3M (masak, macak, manak)”.39 Ketidaksetaraan gender dalam kehidupan sehari-hari terwujud dalam
berbagai
bentuk
ketidakadilan
misalnya
subordinasi,
marjinalisasi, beban kerja yang tidak seimbang serta stereotype. “Ideologi yang menyadari ketimpangan konstruksi tersebut dan
39
Ibid, Hal.10
41
mengarahkan diri pada perubahan atas ketimpangan yang terjadi di sebut feminisme”.40
2.3.5
Ketidakadilan Gender Setiap instansi perusahaan dan institusi selalu memiliki latar
belakang Gender, seksualitas dan berbagai faktor lainnya yang dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan memilih informasi untuk di laporkan dan di tulis41. Banyak orang beraggapan bahwa seks dan Gender adalah hal yang sama. Sebelum membahas lebih jauh mengenai ketidakadilan
Gender
terlebih dahulu harus di ketahui perbedaan antara Gender dan seks, karena banyak pemahaman yang keliru ketika orang mengartikan seks dan Gender. Seks dipahami sebagai suatu pelabelan yang tidak bisa di pertukarkan antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, perempuan mengalami haid, melahirkan, dan menyusui, yang ketiganya tidak mungkin seorang laki-laki merasakan hal-hal tersebut ataupun hal-hal tersebut di dapat dengan laki-laki.42 Sedangkan
Gender
merupakan
pelabelan,
yang
pada
kenyataannya pelabelan jenis kelamin ini tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dengan perempuan. Gender merupakan konstitusi sosial, dimana laki-laki dan perempuan hidup. Atau dengan kata lain, 40
Op. cit Prabasmoro, Hal.22. Agbes Aristianti. Menggagas Jurnalisme Sensitif Gender. Yogyakarta, 1998. Hal. 104 42 Mansour Fakih. “isu-isu dan manifestasi ketidakadilan gender”, Hal. 4 41
42
Gender merupakan hasil konstruksi tradisi, budaya, agama, dan ideologi tetentu yang mengenai batas ruang dan waktu dan langsung membentuk
karakteristik
laki-laki
maupun
perempuan43.
Dalam
proses terciptalah seperangkat praktek dan norma untuk perilaku interpersonal, peran bagi individu untuk berperilaku, sudut pandang, dan cara melihat dunia. Karena itu, Gender tergantung pada nilainilai yang dianut masyarakat dan menentukan apa yang dilakukan perempuan dan laki-laki.44 Secara
sistematis
perbedaan
seks
dan
Gender
dapat
digambarkan sebagai berikut:45
43
Jenis Kelamin
Gender
Biologis
Konstruksi/bentukan sosial
Dipunyai Sejak lahir
Tidak punya sejak lahir
Karenanya
Karenanya
Tidak bisa dirubah
Bisa dirubah
Ibid Hal. 4 Ibid. Hal.7 45 Dennis Mc Quaikk dan Sven Windahp, op cit 44
43
Dengan uraian ini, maka menunjukkan adanya dua macam jenis kelamin yang di kemukakan oleh Tuhan (biologis), dan yang kedua adalah jenis kelamin yang di tentukan oleh masyarakat, yang di sebut dengan Gender. Perbedaan
gender
sesungguhnya
tidak
menjadi
masalah
sepanjang tidak mempengaruhi Gender. Namun persoalan dimana perbedaan Gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, walaupun laki-laki
tidak
menutup Gender46.
ketidakadilan
kemungkinan Ketidakadilan
atau
menjadi
Gender
yang
korban dialami
perempuan termenifestasikan dalam berbagai bentuk. 1. Marjinalisasi Perempuan Marjinalisasi perempuan adalah proses kemiskinan bagi kaum perempuan yang di sebabkan karena perbedaan Gender47. Proses marjinalisa adalah proses pemiskinan bagi kaum perempuan, yang sesungguhnya
terdapat
dalam
masyarakat
dan
Negara
yang
membuahkan kemiskinan yang pada akhirnya juga menimpa kaum laki-laki, seperti misalnya proses eksploitasi. Ada beberapa macam dan perbedaan gender dan perbedaan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses marjinalisasi kaum perempuan akibat dari perbedaan Gender tersebut. Marjinalisasi kaum perempuan
46
tidak
hanya
terjadi
di
tempat
pekerjaan,
namun
Opcit, Hal.10 Sri Yuwono . “Konsep Gender dalam sosialisasi Gender bagi Praktisi muda dalam Film dan Tv” 47
44
pengaruhnya sampai pada rumah tangga, di masyarakat dan bahkan Negara. Marjinalisasi terdapat perempuan sudah terjadi sejak di dalam rumah tangga, dimana deskriminasi terjadi atas anggota keluarga lakilaki dan perempuan. Proses tersebut mengakibatkan kemiskinan kaum prempuan48. Fakta dalam
rumah
tanngga perempuan
sebagai pengelola keuangan sementara laki-laki
pencari nafkah. Di
masyarakat, domestik,
masyarakat,
laki-laki karena
dalam
tidak
pantas
laki-laki
membelahjakan
adalah
sebagai
kebutuhan
penghasil
sedang
perempuan sebagai pengkonsumsi, pengambil kebijakan keuangan dalam Negara oleh laki-laki dan dalam dunia kerja laki-laki sering menempati lahan basah, sementara perempuan pada lahan yang kering atau sulit. 2. Subordinasi Perempuan Subordinasi
perempuan
adalah
kondisi
di mana
perempuan
menjadi bawahan dari kekuasaan laki-laki49. Setiap keputusan yang dibuat senantiasa menjadi hak laki-laki. Pandangan terhadap
Gender
perempuan.
ternyata Adanya
bisa
menimbulkan
anggapan
bahwa
subordinasi
perempuan
itu
rasional, emosional, maka ia tidak bisa memimpin dan oleh karena itu harus di tempatkan pada posisi yang tidak penting. 48 49
Sri Lestari Yuwono Ma. Hal. 13 Sri Lestari , HAL. 17
45
Fakta dalam masyarakat, perempuan hanya sebagai pencari nafkah sampingan, pengambil keputusan perempuan selalu di kalahkan, penempatkan perempuan dalam kehidupan sosial lebih
rendah, dalam
pendidikan tidak begitu di perhatikan (di lecehkan).
3. Stereotipe Perempuan Stereotipe
perempuan
adalah
image
bersama
yang
dimiliki
individu atau kelompok tentang perempuan. Stereotipe bisa negatif dan
juga
bisa
positif
keduanya
berbahaya.
Stereotipe
banyak
memberikan banyak citra yang berlaku simplisistik dan kadangkadang merusak tentang perempuan. Dengan kata lain stereotpe adalah penyederhanaan dari generalisasi yang terlebih menimbulkan perbedaan menjadi sangat merusak. Masyarakat
memiliki
anggapan
bahwa
tugas
utama
kaum
perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat sekali terhadap pendidikan perempuan sehingga di nomorduakan. Stereotipe terhadap perempuan ini terjadi di mana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat di kembangkan karena stereotipe ini50. Fakta
dalam
masyarakat,
dalam
keluarga
perempuan sangat
terkekanng oleh aturan-aturan khusus perempuan lamban, perempuan cenderung di salahkan dalam setiap kasus yang berkaitan dengan
50
Sri Lestari. Hal.15
46
perempuan dan perempuan tidak pantas keluar malam meskipun untuk melakukan tugas penting. 4. Beban Kerja Terhadap Perempuan Ada anggapan bahwa pemimpin bersifat mengasuh, memelihara dan rajin serta cocok untuk menjadi kepala rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Bagi kelas menengah dan golongan kaya, beban kerja kemudian ditimpakan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers). Mereka inilah sesungguhnya menjadi korban dan biasa di masyarakat Gender.
Mereka
bekerja
lebih
lama
dan
lebih
berat,
tanpa
perlindungan dan kejelasan kebijaksanaan Negara. Selain belum adanya kemauan politik untuk melindungi hubungan feodalitas dan bahkan bersifat pembudakan tersebut memang belum bisa secara transparan di lihat oleh masyarakat luas.
5. Kekerasan Terhadap Perempuan Kekerasan (violence) adalah serangan adalah terhadap
fisik
maupun
integritas
mental
invasi (absolut)
psikologis
seseorang
terhadap terhadap manusia. Salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh anggapan Gender. Kekerasan yang disebabkan oleh karena bias Gender ini disebut “Gender-related
47
violence”
kekerasan
Gender
pada
dasarnya
disebabkan
oleh
ketidakselarasan kekuasaan yang ada di dalam masyarakat51. Banyak pihak berusaha mendefinisikan profesi kontemporer, tetapi tidak ada definisi tunggal untuk semua bidang. Biasanya, ketidaksepakatan terjadi ketika sebuah kelompok pekerjaan memiliki karakteristik yang unik dan spesifik yang di desain agar profesi tersebut tidak bercampur dengan profesi. Akan tetapi ada kesepakatan umum mengenai kriteria yang bisa berlaku untuk semua bidang. Syarat atau kriteria tersebut adalah sebagai berikut:52 1. Membutuhkan pendidikan spesial untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang berbasis teori yang dikembanngkan melalui riset. 2. Menyediakan pelayanan yang unik dan esensial yang diakui oleh komunitas,
praktisi
akan
berdasarkan
profesinya:
“dia adalah
pengacara “atau” dia adalah akuntan” . 3. Mengutamaklan pelayanan publik dan tanggung jawab sosial diatas kepentingan pribadi, kepentingan ekonomi pribadi dan kepentingan khusus
diletakan
dibawah
kepentingan
kebaikan
bersama.
Ada
semacam “tujuan yang luhur”. 4. Memberikan otonomi kepada praktisi dan praktisi harus punya tanggung jawab. Kebebasan untuk memutuskan bertindak harus di lakukan secara bertanggung jawab. 51 52
Sri Lestari Yuwono. Hal. 12 Phillip Eliot, The sosiologi of Professions
48
5. Memberlakukan aturan standar kerja melalui asosiasi yang mengatur diri sendiri. Nilai-nilai diinterpretasikan dan di tegakkan dengan cara memberikan hukuman bagi mereka yang melannggar norma dan perilaku yang telah di rumuskan dan di terima. Masyarakat professional menetapkan standar untuk pendidikan khusus, menentukan siapa yang di akui memenuhi
syarat untuk
berpraktik,
memonitor
kinerja
praktisi.
Berdasarkan standar yang telah di sepakati bersama, dan memberikan tingkatan status yang berbeda-beda kepada praktisi. Berbagai kajian mengenai latar belakang praktisi menunjukkan bahwa untuk masuk kedalam bidang PR tidak memerlukan persiapan pendidiakn yang khusus.
Hanya ada sedikit praktisi yang masuk
kedalam asosiasi professional besar. Bahkan ada sedikit lagi yang sudah “terakreditasi” atau “bersertifikat”, yang berarti merasa telah lulus ujian dan dinilai sebagai praktisi-praktisi yang kompeten oleh suatu panel professional. Tidak ada Negara yang mensyaratkan izin untuk untuk berpraktik di bidang PR. Jadi di sini bukan hanya ada banyak gagasan yang bervariasi dan bebas yang di kemukakan oleh banyak
pihak
luar
mengenai
apa
itu
PR,
tetapi
juga
ada
ketidaksepakatan di kalangan sendiri. Hanya ada sedikit praktisi yang masuk kedalam asosiasi yang kuat,
mayoritas
praktisi
tidak
tunduk
kepada
aturan
yang
berlakukan asosiasi-asosiasi tersebut. Dilain pihak, banyak
di
yang
49
berpraktik di bidang PR memiliki kualifikasi sebagai professional berdasarkan komitmen mereka telah
untuk memenuhi standar profesiaonal
berupaya memajukan dan memprofesionalisasikan bidang ini.
Profesionalisme adalah perhatian utama dan tujuan bagi mereka yang memasuki profesi PR yang tengah berkembang.
2.4 Fungsi PR Sebagian orang mengacaukan PR dengan aktivitas di bagianbagiannya. Misalnya, banyak orang berpendapat bahwa “publisitas” adalah nama lain dari “public relations”. Publisitas juga sering kali merupakan bagian paling mencolok, tetapi jarang menjadi satu-satunya taktik
program.
Demikian
pula
halnya
dengan
“lobbying”
yang
mungkin merupakan aktivitas PR paling menonjol di Washington DC. Dan di semua ibu kota Negara bagian, tetapi aktivitas ini biasanya hanya salah satu dari sedemikian banyak strategi PR. Komunikasi karyawan mungkin mendominasi di beberapa perusahaan, tetapi aktivitas ini mempresentasikan usaha PR di dalam organisasi yang di butuhkan sebelum melakukan hubungan publik di luar organisasi. Fungsi PR dan praktik PR mencakup semua aktivitas berikut ini:
50
1) Hubungan Internal Hubungan Internal adalah bagian khusus membangun dan mempertahankan bermanfaat
antara
manager
dari PR yang
hubungan yang baik dan saling
dan
karyawan tempat
organisasi
menggantungkan kesuksesannya. Tentu organisasi
saja, aspek adalah
yang
karyawan.
amat
penting
Sebelum
ada
bagi
kesuksesan
hubungan
dengan
konsumen, pelanggan, lingkungan, investor, dan pihak lain di luar organisasi, managemen harus lebih dulu memerhatikan orang-orang yang bekerja kepada mereka yakni karyawan. Karena itu, di dalam organisasi sering memandang karyawan mereka sebagai “publik nomor satu” atau “asset organisasi paling penting” yang
bisa
menarik mempertahankan karyawan atau pekerja yang produktif. Bagian dari praktik PR ini dinamakan hubungan Internal. Ahli
hubungan
internal
bekerja
di bagian
“komunikasi
karyawan”, atau “hubungan internal”. Mereka ini merancang dan mengimplementasikan program komunikasi
internal dengan tujuan
agar karyawan tetap mendapatkan informasi dan tetap termotivasi, serta menciptakan kultur organisasi. Menurut Alvin Smita, mantan direktur komunikasi korporat di general
motor,
ada
dua
faktor
yang
menjelaskan
mengapa
manajemen menghormati salah satu aspek dari fungsi PR ini:
51
1. Arti penting pemahaman tim kerja, dan komitmen karyawan dalam
mencapai
hasil
standar.
Aspek
positif
dari
pelaku
karyawan sangat mempenngaruhi oleh komunikasi dua arah yang interaktif di seluruh organisasi. 2. Kebutuhan untuk membangun
jaringan komunikasi manager,
jaringan yang membuat setiap supervisor di setiap level bisa melakukan
komunikasi
secara
efektif
dengan
karyawannya.
Kebutuhan ini bukan sekedar informasi yang berkaitan dengan tugas dan harus mencakup isu publik dan isu bisnis penting yang mempengaruhi keseluruhan organisasi.
2)
Publisitas. Publisitas adalah informasi di sediakan sumber luar yang di gunakan oleh media kare informasi itu memiliki nilai berita. Metode penempatan pesan di media ini adalah metode yang tidak bisa
di
kontrol
(controlled)
sebab
sumber
informasi
tidak
memberikan bayaran kepada media untuk pembuatan informasi tersebut. Sebagian isi berita tersebut dan informasi di media berasal dari sumber-sumber
PR.
Tetapi,
karena
sumber-sumber
itu
tidak
membayar atas pemberitaan, maka mereka hanya sedikit atau bahkan tidak punya kontrol apabila informasi tersebut di gunakan kapan informasi itu dipakai dan bagaimana informasi itu di
52
gunakan,
atau
di
salahgunakan
media.
Sumber-sumber
PR
menyediakan informasi yang mereka anggap pantas untuk di beritakan, yang di sebut publikasi dengan harapan editor dan reporter akan menggunakan informasi tersebut.
3)
Periklanan. Periklanan
adalah informasi yang di tempatkan media oleh
sponsor tertentu yang jelas identitasnya yang membayar ruang dan waktu penempatan infotmasi tersebut. Ini adalah metode terkontrol dalam menempatkan pesan dimedia. Berbeda dengan publisitas, para ahli periklanan (advertiser) mengontrol isi, penempatan dan timeng dengan membayar media untuk
mendapatkan
waktu
dan
ruang
penempatan
iklannya.
Meskipun publisitas dan periklanan (periklanan atau reklame) adalah komunikasi dalam media, periklanan mempunyai kontrol atau isi dan penempatan. Banyak
orang
yang
menghubungkan
marketing atau pemasaran barang
periklanan
dengan
dan jasa, tetapi sesungguhnya
periklanan tidak hanya terbatas pada soal itu. Bagian lain dari organisasi juga menggunakan alat terkontrol untuk menempatkan pesan di
media
menggunakan
massa
untuk
tujuan
bukan
penjualan.
PR
periklanan ini untuk menjangkau audiens yang
lebih luas untuk konsumen yang menjadi sasaran penjualan.
53
4).
Press Agentry. Agen pers berusaha untuk menarik perhatian publik dari sekedar
membangun
pemahaman
publik.
Press
agantry
memainkan perasaan utama dalam industri rekaman musik, olah raga professional, atraksi turis, film, televisi, pertunjukan konser dan teater dan usaha-usaha bisnis yang di pimpin oleh para selebritis.
5)
Publik Affair. Banyak
negara
merancukan
bagian
publisitas
dan
dengan
penjabat kontek
pemerintah
PR
yang
lebih
daerah luas.
Akibatnya, agen pemerintah biasanya menggunakan istilah lain untuk
mendeskripsikan
hubungan
dengan
upaya
konsituen
penciptaan dan
mereka.
Tetapi
pemeliharaan
ini
tidak
lebih
sekedar pergantian lebel, karena ribuan spesialis PR yang bekerja di pemerintahan lokal, federal, dan Negara bagian bekerja dengan. Sebutan “hubungan “publik
“publik affair”,
“informasi publik”,
konstituen”,
“penghubung”.
affair”
biasanya
dan
mengacu
kapada
“komunikasi”,
Dalam perusahaan usaha
PR
yang
berkaitan dengan kebijakan publik
6)
“corporate
citizenship”.
Spesialis
publik
Affair
perusahaan
berfungsi sebagai perantara atau penghubung “laison” dengan unit
54
pemerintah aktifisme
;
mengimpletasikan program
politik,
mengkampanyekan
bantuan
kontribusi
masyarakat; dan
voting.
Spesialis Publik Affair mendeskripsikan hubungan antara PR dan publik affair sebagai berikut; “publik affair” adalah kegiatan PR yang menangani kebijakan publik dan publik mempengaruhi kebijakan tersebut.
7)
Lobbying. Adalah bagian khusus dari PR yang berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan dengan pemerintah terutama dengan tujuan mempengaruhi penyusunan Undang-Undang dan regulasi.
8)
Managemen isu. Managemen isu adalah proses proaktif dalam mengantisipasi, mengidentisifikasi, mengevaluasi dan merespon isu-isu kebijakan publik yang mengpengaruhi hubungan organisasi dengan publik mereka.
9)
Fasilitator pemecah masalah. Ketika praktisi melakukan peran fasilitator
pemecah
masalah,
mereka
berkolaborasi
dengan
manager lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah di mulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai
keefaluasi
program
final.
Praktisi
pemecah
masalah
55
membantu manager lain dan orang untuk mengaplikasikan PR dalam
proses
managemen
bertahap
dan
juga
di
pakai
memecahkan problem organisasi lainnya.
2.5
Peran Penting Komunikasi dalam Public Relations Semakin jelaslah bahwa bagi seorang PR ataupun manager ataupun
seorang
pemimpin
perlu,
mempunyai
kemampuan
berkomunikasi. Kemampuan komunikasi ini harus di usahakan dan di tingkatkan secara terus-menerus. Karena apabila komunikasi itu di laksanakan secara efektif dan produktif artinya juga akan membentuk pribadinya menjadi semakin matang dan dewasa. Apabila kita tidak memiliki kemampuan atau kita
tidak berpotensi untuk berkomunikasi,
akan muncul atau terjadi kemacetan dalam berkomunikasi. 1. Sebagai
fasilitator
pada
perusahaan
dalam
mendapatkan
informasi yang dapat membangun perusahaan semakin baik. 2. Membentuk citra dan reputasi perusahaan semakin baik dalam perusahaan dan di luar perusahaan (internal maupun eksternal). 3. Memberikan dan mencari informasi untuk perusahaan.
2.6 Profesionalisme PR Menurut Richard T. George seperti yang di kutip dalam bukunya “etika bisnis tuntutan dan reverensinya”, timbul mengenai pengertian profesi itu sendiri dan kaitannya dengan istilah profesi,
56
professional, dan profesionalisme yang di pakai secara obral dan hampir semua aspek kehidupan kita. Sedangkan menurut Sonny Keraf, profesi dapat dirumuskan sebagai
pekerja
yang
dilakukan
sebagai
nafkah
hidup
dengan
mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Seseorang yang professional
adalah orang yang mempunyai komitmen
pribadi yang
mendalam atas pekerjaan itu, karena ia sadar dan yakin bahwa pekerjaannya telah menyatu dengan dirinya. Pekerjaan keahllian,
professional
tannggung jawab,
memuat dan
tiga
norma
unsur
utama
yaitu
yang mengatur kegiatan
perilakunya yaitu: 1.
Keahlian Keahlian,
memungkinkan
seorang
pekerja
professional
untuk
memberikan jasa spesifik pada kliennya yang hasil akhirnya terkait jelas dengan tingkat keahliannya. Keahlian ini bersumber pada pengetahuan, ketrampilan, dan cara kerja tertentu, yaitu:
Pengetahuan Suatu kumpulan pengetahuan yang menjadi milik bersama (a common body of knowladge). Seorang professional dalam bidang profesi tertentu harus bisa menunjukkan bahwa ia menguasai
kumpulan
pengetahuan
dalam
bidang
tersebut
57
sampai tingkat tertentu. Pengetahuannya dicapai melalui suatu proses pendidikan dan ujian.
Keterampilan dan cara kerja Keahlian dalam satu bidang profesi juga menuntut menguasai keterampilan dan tata cara kerja tertentu, yang bisa di peroleh melalui proses magang atau bekerja di bawah pengawasan pekerja profesional yang di angap sudah menguasai keahlian dalam bidangnya. Untuk
profesi yang sudah mantap syarat
magang dan kerja praktek juga sudah terumus dengan jelas.
Kemandirian dan pengakuan Seorang pekerja profesional adalah mereka yang sudah bisa menunjukan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan cara kerja yang cukup dapat d iterima sebagai pekerja profesional yang mandiri dalam bidangnya, artinya mereka di anggap mampu dan bertanggung jawab penuh untuk memberikan jasa dalam keahliannya. Mudah sukarnya seseorang di terima sebagai ahli dalam bidang profesi tertentu tergantung dari “perintang masuk” tinggi, seperti profesi dokter hampir di semua Negara, Pengacara, Notaris. Ada bidang profesi yang “perintang masuk” nya rendah, seperti Konsultan manajer atau manajer yang sama sekali tidak ada “perintang masuk” nya.
58
2.
Tanggung Jawab Seorang ahli yang punya jawab
kerhadap
“kewenangan profesi” bertanggung
keunggulan
mutu
jasa
dan
pengembangan
profesinya, layanan keahlian yang terbaik bagi kliennya atau majikannya, hubungan baik dengan rekannya.
Keunggulan Mutu dasa dan Pengmbangan Profesi Seorang profesional harus senantiasa menawarkan mutu jasa terbaiknya dalam bidang profesinya. Ia bertanggung jawab bersama-sama
rekan-rekannya
menngembangkan
bidang
profesinya melalui penelitian dan mencoba cara kerja yang baru. Karena pengembangan tersebut dalam ranngka mencapai sasaran peningkatan kualitas keahlian profesi tersebut guna melayani kepentingan khalayak sasarannya.
Pelayanan terbaik Bagi Klien Seorang
pekerja
profesional
terbaik bagi kliennya.
harus
memberikan
pelayanan
Lebih-lebih dalam keadaan
di mana
klien sepenuhnya tergantung pada keahlian profesionalnya.
Rekan Profesi Seorang
pekerja
profesional
memelihara saling
pengertian
bertanggung dan
pertukaran
jawab
untuk
pengalaman
dengan rekan profesinya. Kemajuan satu profesi tergantung dari hubungan yang saling menghormati, terbuka dan saling
59
percaya antara para pekerja profesiaonal dalam satu
bidang
profesi. Hubungan yang saling menghargai dan menghormati juga harus di bina sebisa mungkin dengan pekerja profesi lain dalam bidang profesi yang berkaitan.
Kepentingan Umum Pengetahuan, keterampilan, cara kerja dan orang-orang yang terhimpun
dalam
suatu
bidang
profesi
bisa
mempunyai
pengaruh besar atas alam dan masyarakat. Oleh karena itu, hal yang utama yang di manfaatkan untuk kepentingan umum dan
tidak
untuk
kepentingan
pribadi
atau
perorangan.
Kepentingan pribadi harus di perhatikan, tetapi kepentingan umum harus didahulukan.
3. Norma yang Mengatur Perilaku Perilaku profesional diatur oleh berbagai macam kendali. Undangundang atau peraturan pemerintah, peraturan atu kesepakatan, bidang profesi, penngakuan masyarakat, dan kesadaran pribadi, yaitu: a.
Undang-undang dan pereatur pemerintah Diberlakukan
untuk
bidang
profesi
yang
bisa
membahayakan klien dan masyarakat luas. Undang-undang dan peraturan pemerintah berfungsi dalam mencegah praktek dari orang-orang yang tidak punya “wewenang keahlian” ,
dan
melindungi konsumen dari praktek dari orang-orang yang tidak
60
bertanggunng jawab. Peraturan ini memuat ambang standart minimum yang harus di penuhi yang harus di penuhi dan ancaman hukumannya kalau tidak di patuhi. b.
Peraturan dan kesepakatan bidang profesi Guna menegakkan reputasi para pekerja profesional yang tergabung dalam suatu bidang profesi ttertentu biasanya membuat suatu bentuk pengendalian dalam rangka peningkatan mutu jasa profesi dalam rangka peraturan atau kesepakatan yang membatasi persaingan adalah batasan tentang cara –cara memasarkan jasa. Gunanya agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat.
c.
Kesadaran dan sikap pribadi Masing-masing pentingnya
pekerja
mengatur
profesional
tindakan
harus
perilakkunya.
menjelaskan normative yang menjadi pegangan profesional
bahwa
melayani
menyadari
kepentingan
Namun
para
pekerja
umum
adalah
kewajiban utamanya. Hal tersebut harus bisa di perhatikan secara nyata dalam perbuatan yang dapat di terima dan dipercaya masyarakat. Meskipun pekerja profesional harus menunjukkan
bahwa
imbalan
yang
penting
dari
pekerjaaannya, tetapi bukan bagian yang terpenting. Yang utama adalah mutu jasa dan jasa pelayanan.
61
Upaya-upaya
yang di lakukan para kaum profesional
yang menyandang suatu profesi untuk memperoleh status profesional, mungkin di anggap mementingkan diri sendiri, tetapi
hasil
diri
sendiri,
tapi
hasil
dari
peningkatan
profesionalismme memberi manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan. Profesionalisme melembagakan menetapkan
standar
kualitas
yang
praktek terbaik dan melayani
kepentingan
masyarakat. Guna menilai kemajuan suatu profesi, pada hakekatnya setiap profesi membuthkan suatu standar yang menjadi acuan dari suatu ukuran kualitas, untuk itu di butuhkan kriteriakriteria yang di tetapkan dan di sepakati secara kelembagaan oleh himpunan atau perkumpulan suatu profesi. Selain etika dan kewajiban moral, indikator lain profesional mencakup: 1. Pendidikan khusus untuk memperoleh pengetahuan serta keterampilan yang unik berdasarkan sekumpulan teori yang di kembangkan melalui penelitian. 2. Pengakuan dari komunitas menngenai layanan yang unik dan mendasar. 3. Otonomi dalam
praktek dan penerimaan tanggung jawab
pribadi oleh para praktisi.
62
4. Kode etik dan standar kenerja yang di terapkan oleh asosiasi profesi. Agar PR dapat memperoleh status profesi, maka harus ada program pendidikan khusus, batang tubuh pengetahuan, pengakuan komunitas, akubilitas individu, dan komitmen untuk memenuhi kode etik yang telah di tetapkan untuk melindungi kepentingan publik dan mempertahankan tanggung jawab sosial. PR tidak akan pernah memperoleh status sebagai profesi selama orang dapat memasuki bidang
ini
dan
memperoleh
penghasilan
tanda
pengmbilan
perkuliahan Standar profesi PR dapat di kategorikan dalam “perintang masuk rendah”, karena sampai saat ini, kenyataannya memang sering kita temui dan lihat orang - orang yang tidak mempunyai wewenang keahllian dalam bidang PR, tetapi mengklaim dirinya sebagai PR.
2.7 Peranan Profesionalisme PR PR mempunyai landasan kuat yang memenuhi empat kriteria pokok
cabang
Ilmu
Pengetahuan,
yaitu
latihan
Teknik
formal,
keterampilan teknik para anggota, lembaga praktek, dan kode etik. Oleh karena itu tidak perlu diragukan lagi tentang posisi PR, karena etika telah menjadi prinsip dasar bagi disiplin Ilmu PR dan memberikan garis
63
pedoman bagi
para praktisi PR untuk menjalankan tugas sabagai
pedoman para praktisi PR perusahaan atau organisasi. Fungsi PR yang melakukan komunikasi secara timbal balik dan dalam rangka membangun dan membina hubungan dengan khalayak internal maupun eksternal perusahaan, mencerminkan rasa tanggungjawab etis PR terhadap stakeholdernya. Maka peran PR masa kini dan masa depan semakin di butuhkan karena fungsi PR semakin vital bagi perusahaan,
karena
perusahaaan
semakin
memerlukan
menangani permasalahan yang muncul di dalam perusahaan.
PR
dalam
maupun di luar
64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe
penelitian yang digunakan adalah Deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, yakni memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empiris objek penelitian berdasarkan karakteristik yang dimiliki53. Metode deskriptif menggambarkan suatu keadaan sementara berjalan pada saat penelitian, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Jadi, metode deskriptif menekankan gambaran objek yang di selidiki dalam keadaan sekarang (pada waktu penelitian dilakukan)54. Penelitian deskriptif ditujukan untuk55: 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondiri dan praktekpraktek yang berlaku. 3. Membuat perbandingan atau evaluasi.
53
Setiawan, Bambang. Metode Penelitian Komunikasi, Jakarta UT. 1995. Hal. 9 Suprayogo, Iman dan Tohari. Metodologi penellitian social-agama, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2001 hal. 137 55 Rakhmat, Jallaludin. Metode Penitian Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 1998. hal. 22 64
54
65
4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Peneliti menggunakan tipe penelian yang bersifat kualitatif di karenakan untuk mengetahui bagaimana profesionalisme pekerjaaan PR laki-laki dan PR perempuan di llihat dari perspektif gender pada PT. Global Informasi Bermutu, yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan suatu masalah, keadaan, atau peristiwa objek yang di amati.
3.2 Metode Penelitian. Metode
penelitian mengenai profesionalisme pekerjaan PR laki-
laki dan PR perempuan dalam perspektif gender pada PT. Global Informasi Bermutu, ini akan menggunakan metode penelitian studi kasus (case study). Teknik penelitian ini berguna untuk menyelidiki gejala
aktual,
dalam
konteksnya
tidak
tertgambar
jelas
dan
menggunakan sumber fakta ganda.56 Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “How (bagaimana) Why (kenapa)”. Bila penelitiannya memliki sedikit peluang untuk mengontrol peritiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus 56
Cholik Narbuko dan H. Abu Achmadi, Metode penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 1997. Hal. 46-47
66
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.57
3.3 Key Informant (Nara Sumber) Subyek Penelitian Key
informant
adalah
orang
atau
mereka-mereka
yang
memberikan informasi yang berkaitan dengan topik, kategorinya adalah mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
topik
Perempuan
“Profesionalisme
Dalam
Pekerjaan
Perspektif Gender
PR
Laki-laki
Pada PT.
dan
PR
Global Informasi
Bermutu”, di mana mereka begitu banyak memberikan informasi yang berkaitan dengan topik di atas. Adapun nara sumber di sini adalah: 3.3.1
Key Informant (Nara Sumber) Internal
a. Bapak Riza Ichsan F. Corporate Affair Head Alasannya, karena beliau adalah Kepala Manager Corporate Secretary selain itu juga merupakan salah satu tim penanggung jawab Corporate PR yang ikut terjun dalam setiap Event yang berlangsung, sehingga beliau dapat memberikan informasi yang di anggap penting oleh penetili.
57
Robert K Yin, Studi kasus (desain dan metode), Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Hal. 1
67
b. Ibu Hendriyanida Staff Public Relations PT. Global Informasi Bermutu Alasannya, karena tugas beliau adalah menjalin hubungan baik dengan eksternal stakeholder, ikut menangani program-program PR serta ikut berperan serta dalam setiap aktivitas. Sehingga informasi yang ingin penulis ketahui dapat terjawab oleh Beliau.
c. Ibu Adilla Safitri Staff Media Relations Alasannya,
karena
baliau
adalah
salah
satu
staff
yang
berhubungan langsung dengan para staff Media dan banyak oaring yang tergabung dalam satu organisasi, dan beliau juga ikut terjun langsung bersama tim PR untuk menangani event dan para wartawan yang datang untuk meliput.
d. Bapak Eko Wardhoyo Staff Public Relations PT. Global Informasi Bermutu Alasannya, karena pekerjaan yang dilakukan beliau lebih sering di tugaskan untuk menghandle sekaligus bertanggung jawab atas undangan media dan wartawan-wartawan. Sehingga informasi yang ingin penulis ketahui dapat terjawab oleh beliau
68
3.3.2
Key Informarmant (Narasumber) Eksternal a. Ibu Dian Finalis Dream Girls (ajang pencarian bakat nyanyi ibu-ibu ) Alasannya, karena beliau adalah seorang perempuan yang aktif dalam bidang nyanyi, seorang manager di salah satu perusahaan swasta di Bandung yangn mengikuti ajang bakat bernyanyi yang di selenggarakan Global Informasi Bermutu
3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data
adalah prosedur yang sistematis dan standar
untuk memperoleh data yang di perlukan. Teknik pengumpulan data yang di perlukan adalah sebagai berikut: 3.4.1 Data Primer Dengan
melakukan
wawancara
secara
mendalam
(indepth
interview) terhadap para key informan, yaitu di lakukan melalui Tanya jawab secara langsung dengan manager, staff ,dan beberapa karyawan ataupun pegawai. Menurut Berelson, metode Indepth Interview adalah satu teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif sistematis dan kualitatif secara manifest58. Kemudian hasil wawancara tersebut akan di analisis dan di buat suatu kesimpulan.
58
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya, Bandung, 2004, Hal. 163.
69
3.4.2 Data Sekunder. 1. Studi Kepustakaan yaitu penelitian dengan cara mempelajari buku-buku yang bersifat ilmiah dan buku lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian. Dengan cara studi kepustakaan (literature), yaitu membaca buku, majalah serta data-data dan bahan referensi
dari
berbagai
sumber
yang
berhubungan
atau
berkaitan dengan permasalahan yang di teliti guna melengkapi data-data dari PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU dan juga bahan tertulis maupun teori yang didapat pada saat kuliah.
2. Dokumentasi Penelitian dokumentasi ini merupakan salah satu dari pengumpulan data yang bersifat sekunder yang di lakukan peneliti, dengan mencari atau melihat dari aktivitas atau kegiatan PR baik bersifat internal (press release, annual repport, dan lain-lain) maupun eksternal (hasil data atau laporan dan eveluasi program-program kegiatan perusahaan).
70
3.5 Definisi Konsep Untuk lebih memperjelas batasan dalam penelitian ini, peneliti memberikan definisi konsep sebagai berikut:
3.5.1 Profesionalisme Pekerjaan PR Adalah kondisi tidak adil untuk perempuan melalui proses kultural dan struktural, yang menghentikan
hambatan-hambatan aktualisasi
perempuan. Seperti halnya yang telah dijelaskan menurut Richard T. George yang menerangkan tentang profesionalisme dalam bekerja.
3.5.2 Perspektif Gender Merupakam suatu pandangan yang dilihat dari sistem pekerjaan dan dalam gender, dimana pandangan tersebut dapat membentuk suatu sistem seorang PR dapat bekerja secara profesional.
3.6
Fokus Penelitian. Fokus
penelitian
merupakan
garis
besar
dari
pengamatan
penelitian, dan dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitiannya adalah Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-lak dan dalam
Perspektif
BERMUTU.
Gender
pada
PT.
GLOBAL
PR Perempuan INFORMASI
71
a. Perspektif Gender terhadap pekerjaan perempuan melalui proses kultural dan struktural. Maksud dari kultural dan struktural disini adalah anggapan kaum perempuan selalu berada dibawah tekanan kaum laki-laki, yaitu seperti adanya:
Marjinalisasi perempuan
Subordinasi perempuan
Stereotype perempuan
Beban kerja terhadap perempuan
Bahkan sampai kepada kekerasan terhadap perempuan
b. Profesionalisme dalam melakukan pekerjaan sebagai seorang PR yang bekerja secara professional tanpa adanya persspektif gender
3.7
Teknik Analisis Data. Teknik Analisa data yang di gunakan adalah Proposisi teoritis. Tujuan dan desain asal dari studi kasus atas
proposisi
semacam
itu,
yang
di perkirakan berdasarkan selanjutnya
mencerminkan
serangkaian pertanyaan penelitian, tinjauan pustaka, dan pemahamanpemahaman baru. Proposisi-proposisi tersebut membentuk rencana pengumpulan dan karenanya memberi prioritas pada strategi analisis yang relevan.59
59
Robert K Yin, Studi kasus dan desain penelitian. PT. RAJA GRAFINDO PERSADA. 2005 hal:136
72
3.8
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data. Penelitian kesahihan riset kualitatif biasanya terjadi sewaktu proses pengumpulan data dan analisis-interpretasi data. Jenis-jenisnya adalah:
3.8.1 Kompetensi Subjek Riset Artinya, subjek riset harus kredible, caranya dengan menguji jawaban-jawaban pertanyaan berkaitan dengan pengalaman subjek. Bagi yang tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan mengenai masalah riset, data dari subjek tersebut tidak kredible.
3.8.2 Trustworthiness Yaitu
menguji
kebenaran
dan kejujuran
subjek
dalam
mengungkap realitas menurut apa yang dialami, dirasakan, atau di bayangkan. Trustworthiness ini mencakup dua hal: 1.Authenticity,
yaitu
memperluas
konstruksi
ungkapkan.
Periset
memberikan
kesempatan
pengungkapan mempengaruhi
konstruksi
personal
mudahnya
yang
pemahaman
personal dan
lebih yang
yang
memfasilitasi
detail, lebih
sehingga mendalam.
Misalnya, periset memberi peluang kepada subjek untuk panjang
lebar
tentang
apa
yang
wawancara yang informal dan santai.
di
alaminya
di
dalam
bercerita konteks
73
2. Analisis Trianggulasi, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti
kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya)
yang tersedia. Disini jawaban subjek di cross-check dengan dokumen yang ada. Dalam penelitian ini, trianggulasi yang digunakan adalah sumber. Trianggulasi sumber adalah membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang di peroleh dari sumber yang berbeda. Misalnya, membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan apa yang di katakan umum dengan yang di katakan pribadi.
3.8.3 Intersubjectivity Agreement Semua pandangan, pendapat atau data dari suatu subjek di golongkan dengan pendapat, pandangan atau dari subjek lainnya. Tujuannnya
untuk
menghasilkan
(intersubjektivity agreement).
titik
temu
antara
data
74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum PT. GLOBAL INFORMASI BERMUTU PT Global Informasi Bermutu didirikan pada tanggal 22 Maret 1999 di Jakarta. Setelah selama beberapa waktu lalu melakukan siaran percobaan, akhirnya pada tanggal 08 Oktober 2002 Global TV resmi siaran sebagai stasiun TV swasta dengan pangsa pasar anak muda. Pada awalnya, Global TV merupakan broadcaster dari program musik MTV selama 24 jam nonstop dengan jangkauan area di Jabodetabek, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Mulai pada tanggal 15 Januari 2005 Global TV menambah jangkauan siarannya di 18 kota di Indonesia dan berhasil menambah warna baru dalam dunia entertainment dengan kombinasi program-program seru dari lokal dan luar negeri. Pada Tahun 2006, Global TV tampil dengan konsep yang baru, sebagai stasiun televisi yang berkonsentrasi kepada keluarga muda untuk segala kalangan. Pembagian jam tayang Global TV menjadi 8 jam program Global TV, jam program MTV, dan 8 jam program Nickelodeon. Global TV dimiliki oleh Bimantara secara tidak langsung melalui PT Media Nusantara Citra atau biasa disebut juga MNC.
74
75
Global TV memang belum memiliki gedung pribadi,maka seluruh pekerjaan dan pengoperasian dilakukan pada empat tempat yang berbeda, yaitu: 1.
Wisma Indovision (Head Office) Jl, Raya Panjang Z/III Green Garden, jakarta barat 11520, Indonesia Phone
: 021-5828555
Fax
: 021-5823636
Global TV menggunakan gedung ini pada lantai 15,16,17 dan 19.Dimana pembagian fungsi keempat lantai ini adalah sebagai berikut: a. Lantai 15
: Lantai ini digunakan untuk divisi Promo, Sales,
Accounting, General service, Budgeting, Programming, ruang para direktur dan ruang meeting. b. Lantai 16
: Lantai ini digunakan untuk divisi Pemberitaan,
yang terdiri dari studio yang dilengkapi dengan teknologi Virtual set, yaitu teknologi pendukung yang digunakan untuk menunjang siaran pemberitaan dan proses shooting. c. Lantai 17
: Pada lantai ini terdapat ruang HRD (Human
Ressource Departemen), IT (Information Tehcnology), serta ruang Make up untuk persiapan shooting. d. Lantai 19
: Pada lantai ini terdapat ruang post production
editing, ruang take VO dan gravis.
76
2.
Gedung Annex Gedung ini berada tepat dibelakang gedung wisma Indovision yang terdiri dari dua lantai. Lantai bawah digunakan untuk ruang marcomm, finance, dan unit. Sedangkan ruang atas merupakan ruang produksi, dimana terbagi dalam dua manajer produksi yang berbeda, yang berisikan produser, asisten produser, kreatif, talent artis, wardrobe, serta manajer produksi dan eksekutif produksi.
3.
Komplek RCTI Jl. Raya perjuangan Kebon Jeruk, Jakarta, Indonesia. Phone
: 021-5360601
Fax
: 021-5360602
Gedung ini merupakan tempat pemancardan tempat on air untuk semua program acara yang dibuat oleh global TV, serta tempat para karyawan khusus on air dan karyawan technikal berada.
4.
Studio Guet (Studio) Jl. Raya perdatam No. 17-19 Pancoran, Jakarta, Indonesia. Phone
: 021-7995327
Fax
: 021-7995327
Di tempat ini terdapat dua buah Studio. Studio pertama disebut Studio A yang di gunaakan untuk program-program acara Global TV yang berskala lebih besar (misal : Nge-Jamm, Let’s Dance), Studio kedua disebut studio B,ukurannya
77
lebih kecil dari Studio A yang sering di gunakan untuk program acara Global TVF seprti Global Top Hits, Promo, Casting, dan sebagainya. Di ruang ini juga terdapat ruang untuk manajemen khusus crew Studio dari mulai Cameramen, Lightingman, sampai Audioman. Sekarang Global TV mempunyai gedung / kantor baru yang bertempat di : 1. Gedung Ariobimo Sentral (Head Office) Jl. Rasuna Said, Kav. V, Blok X-2 Jakarta Selatan, 12950 Phone
: (021) 5221515
Fax
: (021) 5221771
Global TV menggunakan gedung ini pada lantai PH1, PH2, Lt6, Lt8, Lt12.
4.1.1 4.1.2
Visi dan Misi Global TV VISI:
Menjadi stasiun televisi nasional berkelas yang layak ditonton seluruh keluarga Indonesia.
4.1.3
MISI:
”Menyajikan dunia Hiburan & Informasi yang berwawasan global dengan program-program pilihan terlengkap bagi keluarga Indonesia yang dinamis, kreatif dan inspiratif.” Dengan mengemban filosofi serta visi & misi baru, kini Global TV mengumandangkan diri sebagai KUDA HITAM DI INDUSTRI MEDIA
78
TELEVISI INDONESIA, artinya persaingan di dunia pertelevisian Indonesia kiranya akan semakin ketat. Karena dengan semangat baru, program-program serta format baru yang disajikan, Global TV kini semakin kompetitif dan tengah mempersiapkan diri untuk menjadi “the next big thing”.
4.1.4
Logo GlobalTV
Filosofi logo baru Global TV adalah sebagai berikut:
(Lambang bola dengan huruf ”G” )
Bentuk bola 3 dimensi ini selain melambangkan ”bola dunia” juga melambangkan ”fleksibilitas” globaltv sebagai stasiun televisi nasional yang mampu memberikan beragam sajian spesial terlengkap untuk setiap anggota keluarga Indonesia. Letak huruf ”G” yang berada di tengah dan menyatu dengan bola melambangkan posisi globaltv dengan visi dan misi strategis dalam menemani pemirsa lewat setiap program yang ditayangkan. (Huruf GlobalTV)
79
Penulisan kata ”globaltv” dengan huruf kecil, memberikan sentuhan baru pada globaltv sebagai stasiun televisi yang ramah dan bersahabat. Penulisan “tv” yang dipertebal disamping kata “global” memberikan kesan kuat dan kokoh. Sedangkan warna biru yang menyatu dengan bola dunia G melambangkan globaltv suatu perusahaan yang kompak dan solid.
4.1.5
Jangkauan Siaran PT. Global Informasi Bermutu Jangkauan Siaran Global TV mencakup beberapa kota yakni:
BATAM Channel (UHF): 35 Power (KWH): 5 BENGKULU Channel (UHF): TBA Power (KWH): 2,5 (by June 2008) CIREBON Channel (UHF): 33 Power (KWH): 1 (Temporary) DENPASAR Channel (UHF): 47 Power (KWH): 10 Covered Cities/ Region: Kab Jembrana, Kab Tabanan, Kab Badung, Kab Gianyar, Kab.Klungkung, Kab Bangli, Kab Karang Asem, Banyuwangi, Gianyar GARUT Channel (UHF): 41 Power (KWH): 5 JAKARTA Channel (UHF): 51 Power (KWH): 2 x 60
80
JAMBI Channel (UHF): 31 Power (KWH): 1 JAYAPURA Channel (UHF): 36 Power (KWH): 1 JEMBER Channel (UHF): 23 Power (KWH): 5 JOGJAKARTA Channel (UHF): 36 Power (KWH): 20 KENDIRI Channel (UHF): 25 Power (KWH): 5 KENDARI Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) KUPANG Channel (UHF): TBA Power (KWH): 2,5 (by June 2008) LAMPUNG Channel (UHF): 38 Power (KWH): 1 MAKASAR Channel (UHF): 43 Power (KWH): 20 MALANG Channel (UHF): 30 Power (KWH): 2,5 MANADO Channel (UHF): 28 Power (KWH): 5 MATARAM Channel (UHF): 26 Power (KWH): 2
81
MEDAN Channel (UHF): 31 Power (KWH): 2 PADANG Channel (UHF): 37 Power (KWH): 1 PALANGKARAYA Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) PALEMBANG Channel (UHF): 36 Power (KWH): 20 PALU Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) PANGKAL PINANG Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) PEKANBARU Channel (UHF): 36 Power (KWH): 1 PONTIANAK Channel (UHF): 33 Power (KWH): 1 PURWOKERTO Channel (UHF): 33 Power (KWH): 10 SAMARINDA Channel (UHF): 41 Power (KWH): 1 SEMARANG Channel (UHF): 37 Power (KWH): 20 SUKABUMI Channel (UHF): 22 Power (KWH): 1
82
SUMEDANG Channel (UHF): 23 Power (KWH): 1 TEGAL Channel (UHF): 22 Power (KWH): 10
83
4.1.5
Struktur Organisasi PT. Global Informasi Bermutu
President Directur Member Of Board
Directur (Finance & Administrasi)
Directur News
Corperate Secretary Division Head
Legal Secsion Head
Legal Staff
Corporate Affair Section Head
Corsec Staff
Corporate PR
Directur Sales & Marketing
Vice President Prod & Tech
General Manager Marketing
84
4.1.7
Corporate Secretary Division Head Corporate Secretary adalah
Program
komunikasi
yang
merupakan
bagian dari program PR dimana kegiatan dari Corporate Secretary adalah: 1.
Eksternal
Relations
and
Communication
yang
meliputi:
Government Relationship and Institutional Relations 2.
Internal Relations and Communication
3.
Legal secsion yang bertugas menangani mengenai Hukum-hukum yang berlaku dalam Perusahaan dan Pemerintahan
4.
Corporate
Public
relation,
bertugas
mengenai
Menghandle
Media. Baik media Internal maupun Media eksternal
Peran PR (Public Relations) secara umum di perusahaan Global Informasi Bermutu adalah untuk menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan stakeholder nya. Stakeholder yang dimaksud terdiri dari berbagai macam, yakni internal dan eksternal stakeholder. Internal stakeholder adalah karyawan
dan
eksternal
stakeholder
terdiri
dari
media,
pemerintahan,
komunitas, konsumen, pengamat dan lain sebagainya. Tujuan dari
menjembatani
komunikasi
antara
perusahaan
denganpubliknya ataustakeholdernya adalah untuk: 1.
Mencapai
mutual understanding
(saling
pengertian)
antara
perusahaan dengan public sehingga public mendukung bisnis atau paling tidak
bussiness suistanable (dengan kata lain
bisnis tetap berjalan lancer dan tidak ada gangguan)
85
2.
Menciptakan cipta positif perusahaan..Kalau memiliki niat yang baik,PR melakukan komunikasi bahwa perusahaan seperti ini bisa membentuk persepsi masyarakat bahwa Global memiliki berbagai macam citra yang ingindibentuk. Misalnya: Global Informasi bermutu ingin diciptakan sebagai perusahaan yang well management (di kelola dengan baik dan profesional) dan tempat bekerja yang baik.hal-hal seperti itu yang perlu di publikasikan.
4.1.8
Peran
Corporate Secretary
Peran PR (Public Relations) secara umum di perusahaan Global Informasi Bermutu adalah untuk menjembatani komunikasi antara perusahaan dengan stakeholder nya. Stakeholder yang dimaksud terdiri dari berbagai macam, yakni internal dan eksternal stakeholder. Internal stakeholder adalah karyawan dan eksternal stakeholder tyerdiri dari media, pemerintahan, komunitas, konsumen, pengamat dan lain sebagainya. Pada Divisi ataupun departemen Corporate Secretary dan Corporate PR yang berada dalam satu ruang lingkup pada lantai 12 di Gedung Ario Bimo. Kedua Divisi ini memang masih menjadi satu karena Job Desk mereka selalu berhubungan langsung yang pada akhirnya masih tergabung di dalam satu ruang lingkup.
Dalam satu ruang lingkup ini terdapat 8
(delapan) orang Perempuan dan 4 (empat) laki-laki.
86
Satu dari kaum laki-laki mejabat sebagai Head Manager Corporate Secretary yang bernama Riza Ichsan F. beliau juga memiliki tanggung jawab atas corporate Public Relations karena Corporate Public Relations merupakan satu divisi yang baru di bentuk, namun kegiatan tersebut masih di bawah pengawasan Corporate secretary. Kegiatan yang berjalanpun terusmenerus di laporkan dan corporate PR di sini masih bergantunng pada Corporate Secretary.
4.2 Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, guna mendapatkan hasil yang relevan, data dan informasi yang terkait dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana profesionalisme pekerjaan PR laki-laki dan perempuan dalam perspektif gender pada PT. Global Informasi Bermutu. Maka peneliti menggunakan
tehnik
pengumpulan
data
dengan
wawancara
(indepth
interview) kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah tersebut yaitu: Head Manager Corporate Secretary
PT. Global Informasi Bermutu yakni
bapak Riza Ichsan f, Ibu Hendriyanida dan Bapak Eko Wardhoyo selaku staff PR PT. Global Informasi Bermutu, dan Ibu Adilla Safitri selaku Staff Media Relations, serta Ibu Dian (Good L) selaku salah satu Group finalis Dream Girls dari Bandung. Wawancara ini di lakukan peneliti di kantor pusat yang bertempat di Gedung Ariobimo Sentral Jl. Rasuna Said Kav. V Blok X-2 Jakarta Selatan 12950 pada lantai 12 ruang Corporate Sekretary dan lantai 6 di ruang Media Relations. Wawancara ini di lakukan untuk
87
mendapatkan data kualitatif sesuai dengan metode penelitian studi kasus dan di uraikan secara deskriptif sebagai berikut:
4.2.1
Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu Seperti yang telah di jabarkan oleh penulis mengenai PT. Global
Informasi Bermutu di atas. Penulis ingin menjelaskan kembali mengenai PR yang ada pada Global Informasi Bermutu bahwa di dalan satu depertemen tersebut terdapat 8 (delapan) orang Perempuan yang bekerja dalam divisi PR sekaligus dalam Corporate Secretari dari satu kedua divisi terdapat 4 (empat) orang laki-laki atau pria yang terdapat di dalam satu depertemen yang sama. Dari berbagai dan masing-masing orang memiliki pendapat yang berbeda mengenai gender, dan asumsi merekapun beraneka ragam. Untuk itulah penulis merasa tertarik untuk mengetahui pendapat mereka mengenai gender. Karena bagi mereka profesionalisme yang dipandang dari perspektif gender merupakan hal yang menarik untuk diperbincangkan. Menurut pendapat dari seorang laki-laki
yang bernama Riza Ichsan F, beliau
merupakan salah satu orang yang terlihat profesional dalam melakukan pekerjaannya sekaligus perfeksionis dalam melakukan segala hal. Profesional menurut Beliau yaitu: “kalau ditanya seorang PR yang bekerja secara professional buat saya yia, professional itu bisa menempatkan diri dimana ia bekerja atau bisa dibilang ia mengetahui medan bekerja atau iklim kerja ya… kemudian bisa membedakan kepentinngan pribadi dan kepentingan pekerjaan, professional itu mengerjakan pekerjaannya tepat waktu dan tanpa harus dipaksakan untuk mengerjakan
88
kewajibannya untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang PR, oia satu lagi, professional itu juga dapat nampak dalam tata cara berpakaian (penampilannya) dan dari cara ia membawakan dirinya sebagai PR yang professional dihadapan orang banyak.” Berdasarkan pendapat diatas Profesional merupakan suatu kewajiban dan sadar diri kita untuk bekerja dan melakukan sega sesuatunya dengan baik. Karena Penulis di sini berperan sebagai peneliti sekaligus selaku observator setuju dengan pendapat Bapak Riza, dan memang benar di dalam PR. Global Informasi Bermutu melakukan pekerjaannya selalu bekerja secara profesional dan profesionalisme tersebut mereka praktekkan dlam setia aktifitas kerja mereka. Namun apabila profesional yang di sangkutpautkan dengan perspektif gender akan berubah
menjadi suatu pembicaraan yang
menarik karena di lihat dari sisi Perspektif Gendernya: “ Itu adalah yang saya anggap sebagai seorang yang professional, tapi jika saya harus membahas tentang seorang PR yang bekerja profesional dalam perspektIf gender? Itu singkatnya ya. Perspektif Gender itu berarti menurut pandangan dari sisi gendernya? Seperti yang kita tahu bahwa seorang PR itu biasanya adalah sosok seorang perempuan yang cantik, cerdas dan memiliki nilai feminis, dan jika PR itu adalah leleki berarti ia harus memiliki nilai yang lebih tinggi dari yang kaum perempuan itu miliki, Iya menurut pandangan saya PR perempuan dan PR laki-laki memiliki perbedaan yang sangat besar ya. Dari fisik, cara pandang dan cara mengutarakan hal-hal yang dianggap pentingpun terkadang memang berbeda.”60
Setiap orang memiliki perspektif yang berbeda mengenai PR yang bekerja professional, dan seorang PR professional dalam perspektif gender, yakni sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan dari masing-masing 60
Wawancara dengan Bapak Riza Ichsan F, Kepala Divisi Corporate Secretary dan penanggung jawab Corporate PR PT. Global Informasi Bermutu. Pada tanggal 21 Juli 2009.
89
kaum
laki-laki
dan
perempuan.
Dari
hasil
observator
peneliti
tidak
menemukan adanya perspektif Gender dalam dunia kerja yang ada dalam PT. Global Informasi Bermutu Dari hasil wawancara yang di lakukan penulis, di sini penulis menemukan
pendapat yang
penulis anggap berbeda dan menarik karena
perbedaan di sini sedikit menyinggung tentang gender. Yaitu pendapat dari salah satu staff PR PT. Global Informasi Bermutu
Eko Wardhoyo:
“Menurut aku seorang yang bisa dibilang bekerja dan dibilang professional itu dia mampu menguasai pembicaraan baik dimana pun dia berada, memiliki skill atau kemampuan yang orang lain tidak punya, memiliki wawasan yang lebih disbanding yang lain, relative sy sebenarnya,,,, cuma kalo buat akau sendiri professional buat seorang PR itu harus cantik, memiliki penampilan yang baik dan mampu menguasai pembicaraan, kalo bisa di bilang inner Beautynya harus keluar tanpa harus di buat-buat yia… kenapa aku bisa bilang PR profesional itu harus cantik? Ga mungkin kan kalau kita lagi acara dan truz tiba-tiba PR kita acak-acakan, tidak tahu apa-apa sama permasalahan atau acara ayng kita buat. Kalau lakilaki itukan kadang-kadang suka selebor juga kalau berpakaian, jadi buat akau, akau lebih setuju kalau professional ini khusus yang bekerja sebagai PR yia itu lebih keperempuan, kalau menurut aku loch yia.. maskipun aku seorang laki-laki dan kebetulan ,asuk dalam lingkupnya seorang PR”.61 Seperti yang telah kita ketahui berbagai pendapat pun mulai berbeda namun apa yang di katakan oleh Bapak Eko Wardhoyo selaku staff PR PT. Global Informasi Bermutu di perkuat oleh salah satu finalis Dream Girls yang bernama ibu Dian dari kelompok Good L menjelaskan bahwa: “iya kalau buat teh dian sy kita sebagai seorang perempuan sudah selayaknya bisa dibilang professional yia,, apalagi soal pekerjaan!... kamu juga pasti tau kan kerjaan seorang perempuan itu banyak baget dan aku sebagai perempuan merasa lebih bisa mengatur 61
Wawancara dengan Bapak Eko Wardhoyo, staff Corporate Public Relations PT. Global Informasi Bermutu. Pada tanggal 21 Juli 2009.
90
waktu untuk hal keluarga dan kerjaan aku sendiri,, dari yang teh dian liat sy untuk di PT. Global Informasi ini nggak membedabedakan hal professional pekerjaan dari batasan gender yia, karena baik perempuan atau laki-laki semua bisa kerja lebih professional ko”.62
Dari pernyataan tersebut seakan-akan memang adanya perspektif gender dalam PT. Global Informasi Bermutu, namun pendapat lainpun yang berbeda mulai bermunculan. Di mulai dari ada yang setuju dengan professional itu dilihat dari perspektif gender dan ada pula yang tidak setuju dengan hal tersebut. Selama penulis melakukan observasi pada PT. Global
Informasi
Bermutu.
Penulis
sekaligus
yang
bertindak
sebagai
observator, tidak membenarkan jika PT. Global Informasi Bermutu lebih memilih PR perempuan disbanding PR laki-laki, karena selama ini mereka sebagai PR yang Profesional dapat bertindak fleksibel, mereka menjadikan satu tim untuk
menangani permasalahan yang muncul.
Dari hasil
wawancara yang lain tidak bermasalah dengan adanya perbedaaan gender tersebut. Seperti yang telah dikatakan oleh staff Corporate Secretary PT. Global Informasi bermutu Ibu Adilla Safitri: “professional itu relative dan sesuai dengan porsi pekerjaan yang digeluti, seperti halnya tidak mencampuri urusan pribadi dengan pekerjaan. Dan buat aku perbedaan gender itu bukan hal yag penting yang perlu dibahas dalam profeional pekerjaan. Karena kita kan bekerja di satu perusahaan stasiun pertelevisian yang karyawannya pun pastinya terdiri dari gender yang berbeda juga. Jadi buat aku hal gender tidak mempengaruhi untensitas profesionalisme pekerjaan kita”
62
Wawancara dengan ibu Dian , salah satu finalis Dream Girls. Pada tanggal 27 Juli 2009
91
Staff Hendriyanida
Publilc
Relations
menjelaskan
PT.
mengenai
Global PR
Informasi
professional
Bermutu
dalam
Ibu
perspektif
Gender yang terjadi pada PT. Global Informasi Bermutu: “Selama aku bekerja di Global aku jarang banget ya ngrasain adanya ketidaknyamanan dalam bekerja. Terutama dalam divisi PR dan aku selaku pemerannya dari apa yang aku rasakan selama ini, paling tuh karena aku sebagai perempuan terkadang kalau untuk berkomunikasi dengan wartawan media yang laki-laki aku ngerasa adanya jarak yang wartawan itu sendiri ngarasa ketidaknyaman berkomunikasi sama aku. Yia meskipun seperti apa yang kamu ketahui kalau kepala divisi disini adalah laki-laki tapi aku tidak merasakan adanya subordinasi perempuan dan adanya marjinalisasi perempuan itu tidak sama sekali dan hal itu hanya berpengaruh jika diluar organisasi. Jadi buat aku perspektif gender itu berpengaruh juga untuk menjadi seorang PR yang professional. Namun hal itu terkadang tidak pernah aku hirauin untuk menjalankan tugas aku sebagai PR untuk menghandle media. Tapi kalau untuk dalam kantor aku tidak pernah merasakan adanya kesenjangan atau jarak untuk menjadi seorang PR professional.” 63
Dari hasil wawancara yang dilakukan selama ini, memang benar adanya bahwa di PT. Global Informasi Bermutu tidak berlakukan adanya subordinasi peremapuan dan tidak ada marjinalisasi seperti apa yang telah penulis jelaskan pada fokus penelitian. Selama penulis melakukan observasi
dan berlaku sebagai observator
di sana maka hasil observasi
tidak membenarkan adanya hal-hal tersebut. Perspektif gender terkadang membuat seseorang merasakan adanya kesenjangan jarak untuk melakukan komunikasi yang erfektif dengan orang lain.
63
Wawancara dengan ibu Hendriyanida , Staff Corporate Public Relations PT. Global Informasi Bermutu. Pada tanggal 21 Juli 2009.
92
Aktivitas PR yang harus berhubungan dengan orang banyak menuntut kita sebagai seorang PR yang professional harus mampu berkomunikasi dengan orang banyak. Dan keprofesionalan
tersebut dalam bekerja sebagai
seorang PR perempuan dalam perspektif gender terhambat atau terhalang untuk
bekerja
secara
professional
dengan
adanya
proses
kultur
dan
srtruktural. Berdasarkan fakta dan data yang di dapat penulis pada PT. Global Informasi Bermutu proses kultur dan strukutural seperti yang dikatakan Ibu Hendriyanida staff Public Relations PT.Global Informasi Bermutu: “Buat aku proses kultur dan strukutural itu biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak mengerti tentang nilainilai feminis ya. Karena aku juga sebagai seorang perempuan dan kebetulan bekerja dibidang PR, proses itu nggak pernah aku temukan ya hen di dalam perusahaan ini. Kalau memang pada kenyataannya seorang perempuan itu lebih mampu untuk menjadi seorang PR yang professional kan nggak seharusnya selalu ada dibawah tekanan kaum laki-laki”.64
Berdasarkan definisi konsep yang di teliti penulis. Berdasarkan hasil pengamatan penulis yang melakukan observasi selama tiga bulan pada PT. Global Informasi Bermutu
tentang Profeionalisme pekerjaan PR dalam
perspektif gender dengan adanya proses kultur dan structural. Maka seperti yang telah di jelaskan di atas pada kenyataannya dan berdsarkan observasi PT. Global Informasi Bermutu tidak malakukan proses kultur dan structural kepada seorang PR perempuan maupun
kepada siapa saja yang lebih
mampu untuk berada diatas dan tanpa adanya proses struktural
64
Ibid
93
4.2.2
Perspektif Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu Seperti yang kita ketahui bahwa terdapat nilai-nilai yang dapat
membedakan antara perempuan dan laki-laki. Bahkan banyak perspektif yang bermunculan tentang gender dan dari perspektif itupun memiliki banyak perspektif yang berbeda. Seperti halnya saja ketika penulis melakukan observasi pada PT. Global Informasi bermutu, benyak perspektif yang berbeda dan menarik untuk di perbincangkan. Yang pada awalnya mereka tidak pernah membahas tentang perspektif gender dan bagaimana mereka memperlakukan pekerja ataupun karyawan perempuan dengan laki-laki, dan mereka pun tidak menyadari berdasarkan
bahwa
apa
perspektif
yang gender.
telah
mereka
Yang
pada
lakukan akhirnya
pun
sebenarnya
mereka
mulai
mempertanyakan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Dari hasil wawancara
yang penulis dapatkan
dari seorang staff PR
yang bernama Bapak Eko Wardhoyo, yaitu: ”seorang PR itu harus cantik, memiliki penampilan yang baik dan mampu menguasai pembicaraan, kalo bisa di bilang inner Beautynya harus keluar tanpa harus di buat-buat yia… kenapa aku bisa bilang PR profesional itu harus cantik? Ga mungkin kan kalau kita lagi acara dan truz tiba-tiba PR kita acak-acakan, tidak tahu apa-apa sama permasalahan atau acara ayng kita buat. Kalau laki-laki itukan kadang-kadang suka selebor juga kalau berpakaian, jadi buat akau, akau lebih setuju kalau professional ini khusus yang bekerja sebagai PR yia itu lebih keperempuan, kalau menurut aku loch yia.. maskipun aku seorang laki-laki dan kebetulan ,masuk dalam lingkupnya seorang PR”.65 65
Wawancara dengan Bapak Eko Wardhoyo, staff PR PT. Global Informasi Bermutu. Pada tanggal 21 Juli 2009
94
Seperti apa yang telah di jabarkan dari wawancara tersebut, bahwa seorang PR seharusnya adalah seorang perempuan. Mekipun di utarakan tidak dalam maksud untuk membeda-bedakan tapi hal tersebut di lihat dari perspektif masing-masing individu.
”aku sebagai perempuan terkadang kalau untuk berkomunikasi dengan wartawan media yang laki-laki aku ngerasa adanya jarak yang wartawan itu sendiri ngarasa ketidaknyaman berkomunikasi sama aku.”66 Pendapat lain pun muncul dari salah satu Staff PR
yaitu Ibu
Hendriyanida. Apa yang di utarakan oleh beliau seakan-akan terjadinya ketidaknyamanan dalam penyampaian berkomunikasi dan memang benar adanya kesenjangan. Yang pada akhirnya menyebabkan terhalangnya sistem komunikasi antara seorang laki-laki dengan perempuan. Hal itu muncul karena
adanya perbedaan gender berdasarkan perspektif gender. Demikianlah pendapat yang telah di utarakan oleh Kedua Staff PR,
yang dari kedua pendapat menyetujui bahwa perempuan dapat bekerja secara professional. Tapi tidak dengan apa yang di katakan oleh Bapak Riza Ichsan F. Selaku Head Manager Corporate Secretary, yaitu: ”Perbedaan Gender tidak mernghalangi seseorang untuk menjadi profesional, karena baik laki-laki ataupun perempuan berhak memiliki hak untuk menjadi profesional ”
Secara umum, apa yang di ungkapkan Bapak Riza memang benar dan menurut perspektif pun hal tersebut di benarkan karena gender hanyalah
66
Op cit
95
sebuah pelabelan yang diberikan oleh Tuhan dan bukan batasan kita untuk bekerja dan menjadi seseorang yang profesional. Seorang perempuan berhak memiliki tingkat profesional seperti apa yang telah dimiliki oleh seorang laki-aki. Perempuan berhak untuk menjadi seorang PR yang profesional dengan prestasi, pengetahuan dan kelebihankeebihan yang dimiliki. Seorang laki-lakipun berhak untuk mendapatkan hal yang sama.
4.3
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara
mendalam pada nara sumber serta dengan melakukan pengumpulan dari data-data perusahaan, peneliti akan menjelaskan secara rinci pembahasan yang menjadi objek penelitian dan menganalisa semua data penelitian sesuai dengan fakta yang sebenarnya secara keseluruhan mengenai Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-laki dan PR Perempuan dalam perspektif Gender pada PT. Global Informasi Bermutu tersebut. Perspektif gender adalah suatu sudut pandang tertentu adanya perbedaan gender dan dari sudut pandang gender
dengan
yang berbeda.
Perspektif ini timbul karena kurangnya penngetahuan mengenai gender itu sendiri yang pada akhirnya perspektif gender ini disangkutpautkan dengan professional dalam melakukan pekerjaan sebagai seorang PR dan kurangnya rasa simpati dari kaum laki-laki mengenai nilai feminis.
96
Untuk itulah seorang PR harus mampu mempunyai kelebihan yang lebih menonjol dari seorang PR laki-laki, dan mampu menganalisa faktorfaktor yang dapat mempengaruhi profesinya sebagai seorang PR perempuan, sehingga tidak terjerumus dengan adanya proses kultur dan kultural untuk dapat bekerja secara professional dan menjadi seorang PR Profesional. Dapat
dikatakan
bahwa
suatu
pemahaman,
pengetahuan merupakan salah satu kunci
pengertian
dan
untuk menghilangkan adanya
perspektif gender untuk dapat bekerja profesional, dan setiap pelaksaan suatu
acara
dilaksanakan
yang PT.
harus Global
melibatkan informasi
seorang
bermutu
PR
tidak
perempuan melibatkan
yang adanya
profesionalisme perkerjaan PR laki-laki dan perempuan dalam perspektif gender. Karena baik PR laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. PR laki-laki ataupun PR perempuan
juga
memiliki peran penting dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang PR. Adapun
hasil
penelitian
yang
diperoleh
dalam
penelitian
ini
menjelaskan dan membahas mengenai Profesionalisme Pekerjaaan PR Lakilaki dan PR perempuan dalam Perspektif Gender pada PT. Global Informasi Bermutu: 1.
Perspektif
gender
yang
menjadi
pembahasan
yang
tidak
mempengaruhi PT. Global Informasi Bermutu untuk melakukan aktivitas-aktivitas divisi PR dan divisi-divisi lainnya.
97
2.
Bagi Divisi PR dan Corporate Secretary PT. Global Informasi Bermutu seorang yang bekerja professional tidak harus melihat gender apa yang ada dan perspektifnya pun mereka tidak hiraukan. Karena bagi mereka professional itu milik semua orang dan bukan berdasarkan gender.
3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada PT. Global Informasi Bermutu tidak memberlakukan ketidakadilan t ersebut, dan mereka bekerja
secara
profesional
tidak
berdasarkan
ataupun membeda-bedakan dari sisi gender.
perspektif
gender
98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Setelah melihat hasil penelitiaan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka peneliti mencoba untuk menyimpulkan apa yang telah diuraikan mengenai Profesionalisme Pekerjaan PR Lakilaki dan PR Perempuan dalam Perspektif Gender Pada PT. Global Informasi Bermutu. Pada bab ini peneliti ingin mengemukakan beberapa kesimpulan yang sudah didapat berkaitaan dengan hasil pene;litian yaitu: 1.
Hasil penelitian diperoleh dalam penelitian ini menjelaskan dan membahas profesionalisme pekerjan PR Laki-laki dan PR Perempuan
dalam
Perspektif Gender Pada PT.
Global
Informasi Bermutu. Dan dalam penelitian ini yang dibahas adalah: Profesionalisme PR dalam bekerja yang dilihat dalam perspektif Gender, Perbedaan
gender
yang mengakibatkan
adanya perbedaan pekerjaan seorang PR perempuan dengan PR laki-laki. 2.
Dari
seluruh pekerjaan seorang PR yang telah dijabarkan
sebelumnya, telah telah dilaksanakan sesuai dengan program yang telah disusun tanpa harus membeda-bedakan gender,
98
99
sehingga pelaksanaan pekerjaan PR pun dapat berjalan lancar dan tanpa adanya kesenjangan dalam bekerja. 3.
Pelaksanaan pekerjaan seorang PR yang dilakukan PT. Global Informasi Bermutu tidak terlepas dari masalah-masalah yang harus
dihadapi
diantaranya
perusahaan
adanya
dan
perbedaan
bagaimana gender
pemecahannya
yang
terkadang
bermasalah untuk melakukan komunikasi dengan lain jenis disaat harus melakukan komunikasi itu.
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti mecoba memberikan beberapa saran sebagai berikut: a.
Praktis 1. Peneliti memberi masukan bahwa sebaiknya dalam proses pelaksanaan suatu kegiatan yang dibuat oleh PT. Global Informasi Bermutu, yang melibatkan pekerjaan seorang PR harus menambahkan beberapa staff laki-laki agar para media cetak ataupu elektronik dapat melakukan konubikasi dengan baik tanpa harus memberikan batasan-batasan. 2. PT. Global Informasi Bermutu harus lebih banyak tahu lagi atau bahkan harus memiliki pengetahuan mengenai issu-issu gender yang sedang berkembang. Sehingga baik
100
seorang PR laki-laki maupun PR perempuan dapat bekerja secara profesional dan s esuai dengan program kerjanya.
b.
Akademis
agar
Untuk penelitian selanjutnya peneliti
menyarankan
lebih
permasalahan
fokus
lagi
dalam
membahas
profesionalisme PR dalam perspektif gender yang diarahkan pada penelitian yang menganalisa suatu isi inti permasalahan dan
juga
diharapkan
penelitian
selanjutnya
tidak
hanya
membahas mengenai profesionalisme pekerjaan PR akan tetapi juga
meneliti
bagaimana
PR
tersebut
mampu
profesional dalam perspektif gender yang berlaku.
bekerja
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Rringkas, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995.
Arivia,
Gadis.
Teori
Feminisme
dalam
Perspektif
Feminis,
Jurnal
Perempuan, Jakarta, 2003
Alifahmi, Hifni. Siasat Pemasaran Citra, Sinergi Komunikasi Pemasaran, 2002 Berger, Asa Arthur. Media Analisis Techniques, Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya. 2002.
Berlson, Bernald dan Onong Effendy. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikasi, Bandung. 1993.
Fakih, Mansyur. Isu-isu dan Manifestasi Ketidakadilan Gender, Jakarta. 1997
Handayani, Trisakti, Sugiarti, Surya, Dharma. Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Malang, UPT. Penerbit UMM, 2006
Hardimah, Im., Karier Public Relations, Jakarta: Gagas Ulung Publiser. 2007.
Heylin, Angela. Kiat-kiat Komunikasi, Jakarta: Mitra Utama, 2002
Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya, Jakarta, 2003
Kriiendoftt, Klaus. Analisis isi Pengantar
Teori dan Metodologi, Jakarta:
Universitas Mercu Buana. 1999
Littlejohn, Stephen, w. Theories of Human Communication, (Wadsworth Publishing Cmpany), 1999, hal. 239
Peorson, Judie. Gender and Communications, Amerika. 1999
Prabasmoro, Aqurini Priyatna. Kajian Budaya Feminis, Tubuh, Sastra dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra, 2006
Rachmat, Jalalludin. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 1997
Rosenary,
Thong.
Feminist
Throught: A Comprehensive
Intriductions,
Wesview Press, Boulder CO. 1989
Rumanti, SR, Assumpta.
Jakarta: PT. Grafindo, 2002.
Sandra, Kartika & Rosdalina, Ida. Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Lembaga dan Studi Pers dan Pembangunan, Jakarta. 1999
Scoot m, Cutlip, Allen h, Henter, Glenn m, Broom. Effektive Public Relations, Jakarta: Kencana Pradanamedia Group. 1959-2000.
Shmoeker, Pamela & Stephen D. Reese, Mediating The Message, Theories Of Influence On Mass Media Content, Logman Publishing Group, New York and London. 1991
Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Banddung, PT. Remaja Rosdakarya, 2004
Stephen, Robbin. Persepsi Organisasi Jilid 1, Jakarta: PT. Prehallindo, 1998.
Yin, Robert K. STUDI KASUS Desain dan Metode. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005
Lain-lain Yuwono, Lestari Sri, Konsep Gender, Jakarta. 1992. Public Relations untuk bisnis, seri manageman no.152, IPPM. Managemen Humas, Buku Materi pokok Universitas Terbuka. Koran Sepetar Indonesia. Minggu, Tanggal 22 februari 2009. Jakarta http://www.komuikasigender.com
HASIL WAWANCARA
Hasil Wawancara Perusahaan / Corporate Key Informant
: Bapak Riza Ichsan F, Kepala Divisi Corporate Secretary
sekaligus penanggung jawab Corporate PR PT. Global Informasi Bermutu yaitu sebagai berikut: P
: Selamat Siang Mas Riza? Maaf saya mengganggu waktu kerjanya sebentar..
J
: Selamat siang, silahkan duduk…. Apa yang saya bisa bantu hen? Oia,, heni ingin wawancara saya mengenai pekerjaan PR dari perspektif gender ya?
P
: Iya mas, saya ingin menanyakan mengenai topik skripsi saya tentanng profesionalisme pekerjaan PR Laki-laki dan PR perempuan dalam perspektif gender.
J
: Baiklah kalau begitu bisa dimulai dari sekarang ko,,
P
: Makasi ya mas, Pertama-tama yang saya ingin tanyakan adalah menurut mas Riza
seorang yang profesional dalam bekerja itu seperti apa?
Terutama dalam bidang PR?
J
: Kalau buat saya seorang yang bekerja profesional itu bisa menempatkan diri sisi mana dia bekerja, bisa membedakan kepentingan pribadi dengan kepentingan pekerjaan, dan yang pasti segala
sesuatu
pekerjaannnya
dengan
profesional itu dapat mengerjakan tepat
waktu
dan
tanpa
harus
dipaksakan untuk mengerjakan pekerjaannya, dan bagaimana cara dia bicara didepan umum atau menyampaikan informasi-informasi kepada orang lain mengenai perusahaan, berpakaian atau dari penempilannya pun dapat terlihat dari tata cara berpakaian dan dari cara dia membawakan dirinya dihadapan orang banyak yang pasti menampilkan sosok seorang yang profesional. Yia seperti yang kita ketahui PR itu banyak sekali melakukan komunikasi dengan orang banyak, terutama komunikasi dengan berbagai macam media. Mungkin itu yia yang saya anggap seorang yang dapat diaktakan sebagai PR yang bekerja secara profesional. P
: Kalau buat
Mas Riza sendiri,,,
PR di Global sudah bisa dikatakan
profesional belum? J
: Untuk di perusahaan ini saaya anggap PR yang bekerja disini sudah bisa dikatakan Profesional ya hen,,, karena mereka dapat bekerja dengan baik dan masuk kedalam kriteria yang saya sebut barusan,,,
saya bilang gitu
bukan karena saya yang bertanggung jawab atas corporate PR ya. Tapi saya bicara sesuai dengan fakta dan apa adanya..
P
: Untuk pertanyaan yang kedua ny mas Reza, kalau menurut perspektif mas Reza sendiri
apakah terdapat perbedaan kekuatan yang dimiliki PR
perempuan dan PR laki-laki? J
:
Kalau buat aku pasti ada yia,, menurut pandangan aku sendiri itu bisa
dilihat ko dari bagaimana seorang PR itu bersikap, terutama
seperti di
kantor, disi itu adalah perusahaan pertelevisian pastinya saya sebagai pegawainya harus bisa ikut berbaur dengan tim media dan saya pun tidak boleh memandang dari sisi kelamin atau gender dong?... tetapi terkadang karena saya sebagai laki-laki dan pastinya saya lebih leluasa jika saya berkomunikasi dengan laki-laki juga karena terkadang wartawan media ada yang sedikit rasa sungkan jika harus berhadapan dengan lain jenisnya. Ini adalah kekuatan yang dilihat dalam melakukan komunikasi, da ada juga dalam melakukan dan elaksanakan pekerjaan. Seperti kita lebih bisa membiarkan seorang wanita pulang lebih dulu dibandinng perempuan. P
: Pertanyaan yang ketiga, apakah ada perbedaan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang PR antara PR perempuan dengan PR laki-laki?
J
: Selama saya bekerja di Global, perbedaan pekerjaan dari yang saya liat dan perhatiin selama ini saya tidak merasakan adanya perbedaan pekerjaan entah itu PR laki-laki atau perempuan ko...
kayaknya pekerjaannya sama aja
P
: Mas riza,, pernahkah terjadi ketidakadilan perspektif antara pekerjaan PR laki-laki dengan PR perempuan di Global?
J
: Wah kalau untuk diglobal saya belum pernah liat tuh hen,, mungkin kalau diperusahaan-perusahaan lain ada kali yaaa...
P
: Tapi diperusahaan ini ada perlakuan khusus nggak mas Riza buat karyawan atau staff perempuan?
J
:
Kalau
keistimewaan
nggak
ada
ya
hen,,
paling
memberikan cuti lahir dan sekaligus memberikan
tuh
perusahaan
yia semacam biaya
kelahiran untuk biaya Rumah sakitnya, yia setidaknya dapat memebantu meringankan beban karyawan. Kita kan tahu kalau biaya rumah sakit tu nggak murah. Jadi perusahaan memberikan sedikit keringanan. P
: Maaf mas Riza, seperti yang mas riza bilang barusan, apakah itu tidak bisa dikatakan bahwa Perusahaan ini memberikan keistimewaan untuk seorang perempuan ya mas? Karena dari apa yang saya tangkap
hal itu
merupakan satu keistimewaan yang tidak bisa seorang laki-laki dapatkan dari perusahaan ini, begitu kan mas? J
: Memang benar perusahaan ini tidak memberikan biaya kelahiran untuk seorang laki-laki,, karena kan yang melahirkan itu seorang perempuan...
jadi
tidak
mungkin
perusahaan
memberikan
biaya
tersebut
untuk
saya...(menjawab dengan memberikan senyuman... dan tertawa kecil) P
: Kalau begitu, ada nggak mas rasa kecemburuan sosial dengan adanya keputusan seperti itu?
J
: Kalau untuk saya tidak sama sekali untuk cemburu sosial ya hen,,, karena buat saya dan para laki-laki lain yang bekerja disini itu hal yang lumrah dilakukan oleh satu perusahaan ya. Dan kembali lagi karena laki-laki tidak melahirkan dan saya di sini hanya berusaha berlaku adil untuk melakukan staff
saya
baik
dia laki-laki
pembicaraannya semakin seru
ataupun
perempuan....
wah
sepertinya
ya..... apa lagi yang ingin kamu tanyakan
tentang perspektif gender ny? P
: Iya mas pembicaraaannya semakin seru dan berbobot untuk saya ketahui, terutama soal gender dalam perusahaan ini mas, saya jadi tertarik untuk mengetahui lebih banyak ny mas,,,
J
: Kalau begitu silahkan kamu tanyakan,,, saya akan menjawabnya dengan senang hati...
P
: Pernah nggak sy mas PR Global melakukan kesalahan dalam bekerja? Seperti misalnya, staff PR memberikan informasi kepada media namun informasi
yang
diberikan
berbeda
antara
perempuan dengan satu wartawan laki-laki?
media
yang
wartawannya
J
: Wah kalau untuk itu sama sekali tidak pernah ya ada kesalahan seperti itu hen,, mungkin pernah ada salah satu anak magang di corporate PR melakukan hal tersebut... saya cerita sedikit boleh kan?
P
: Silahkan mas,,,,
J
: Jadi tuh sebelum kamu magang disini pernah ada anak magang dari Bandung. Dia memang anaknya aktif dan sangking aktifnya berita yang seharusnya tidak untuk dipublikasikan itu malah dipublikasikan. Hal kecil seperti ini juga dapat dikatakan dia profesional atau tidaknya loch hen,, (bercerita dengan tertawa)
P
: Kalau saya boleh tahu apa yang membuat anak magang tersebut benari mengungkapkan informasi penting itu mas?
J
: Seperti yang kita ketahui seorang perempuan itukan lebih bermain perasaan ya,, karena anak magangnya seorang perempuan dan kebetulan dekat dengan salah satu wartawan media dan laki-laki, maka anak magang itu
dengan
beraninya
mengungkapkan
informasi
tersebut
agar
terlihat
sebagai nara sumber yang berguna, memang sebelumnya dia dineritahukan hal apa saja yang boleh dan tidak boleh untuk dipublikasikan. Karena kami berfikir dia kuliah jurusan PR yang seharusnya mengetahui hal apa saja yang boleh dipublikasikan, jadi kami tidak memberitahukan ulang, ya yang pada akhirnya kejadiannya malah membuat kami repot sendiri.
P
: terimakasih ya mas sudah mau menceritakan hal tersebut kepada saya, itu hal menarik dan hal tersebut bisa saya ambil hikmahnya,, oia dengan adanya kejadian seperti itu mas riza pernah nggak merasa untuk pilih-pilih anak magang dari perbedaan gender?
J
: Tidak sama sekali hen, karena saya percaya tidak semua anak magang yanng perempuan melakukukan hal seperti itu dan, pasti pengetahuan mereka pun lebih banyak dibanding anak magang yang dari Bandung itu.
P
: Mas Riza makasi banyak ya informasinya dan waktu yang telah diberikan keoada saya,, apa dari hasil wwancara ini pelajari.
(berdiri
dengan
menjabatkan
banyak hal yang bisa saya
tangan
antara
penullis
dengan
narasumber). J
: Sama-sama hen, senang sekali bisa emmberikan informasi yang kamu butuhkan tentang perusahaan ini, kalau lain kali butuh informasi jangan segan-segan untuk tanyakan sama saya. Sukses ya buat skripsiny...
P
: Terimakasih mas Riza..
J
: Sukses
ya hen
buat
sidang
skripsinya,,
semoga
informasikan tadi ke kamu bisa berguna waktu sidang,, P
: Pasti mas Riza...
apa
yang
saya
Hasil Wawancaraa Perusahaan / Corporate Key Informant
: Ibu. Hendriyanida, Staff Corporate Public Relations PT.
Global Informasi Bermutu yaitu sebagai berikut:
P
: Siang mba Ria, maav bisa ganggu waktunya sebentar maba….
J
: Oh ya silahkan hen….. ga pa pa ko,, apa ny yang bisa aku bantu?
P
: Aku mau wawancara mba ria ny,, tentang skripsi aku seputar perusahaan ini mba... bisa nggak?
J
: Owh... ok kita bisa mulai dari sekarang ko hen...
P
: Ok deh mba,, aku mulai dri pertanyaan yang pertama ya mba,, menurut mba ria seorang profesional dalam bekerja itu seperti apa sy? Terutama dalam konteks PR?
J
: Aku anggap seorang PR itu profesional yang pasti dari cara dia bekerja, cara menyelesaikan masalah baik di luar maupun di dalam kantor, bisa membedakan urusan pribadi dengan urusan kerja sy yang pasti. Relatif sy hen kalau ditanyakan kriteria seorang yang profesional.... ya tergantung dari sudut apa arang itu memandang,,
P
: Kalau buat mba ria sendiri PR di Global sudah bisa dikatakan profesional belum mba?
J
: PR di Global, karena aku juga bisa dibilang PR ya hen, jadi aku bilang PR disini aku anggap profesional ko,, karena mereka bekerja sesuai dengan apa
sudah
ditetapkan
dan
tidak
melanggar
aturan-aturan
yang
telah
ditetapkan oleh perusahaan, mereka juga profesional ko kerjanya meskipun dari kita berdua inikan lagi hamil ya, kita tetap bekerja meskipun diharuskan untuk keluar kota karena keperluan kantor. Bukan karena aku juga PR yia aku jawabnya begini, karena aku juga merasakan bagaimana beratnya harus bekerja dengan perut besar alias hamil.... (tesenyum dan sedikit meledek mba mita salah satu staff corporate PR) P
: Menurut perspektif mba ada nggak perbedaan kekuatan yang dimiliki oleh PR laki-laki dengan perempuan?
J
: Buat aku, kalau untuk urusan pekerjaan PR nggak ada perbedaan kekuatan ya karena kita bekerja sebagai seorang PR yang handal dan professional dalam melaksanakan pekerjaan dan untuk perbedaan gender itu malah tidak terfikirkan sama sekali yia. Kalau untuk ditanyakan kekuatan untuk angkat mengangkat sy pasti ada tapi kan yang ditanyakan disini adalah perbedaan kekeuatan dalam urusan pekerjaan PR... jadi emnurut saya tidak ada
P
: Mba kan tadi bilang, kalau pekerjaan PR itu tidak membedakan antara perempuan atau laki-laki? Apakah tidak ada sama sekali perbedaan sekecil
apapun yang dapat membedakan antara pekerjaan PR laki-laki dengan perempuan? J
: Disini saya pertegas lagi ya hen, buat saya tidak ada perbedaan pekerjaan yang dapat membedakan pekerjaan seorang PR. Kecuali sering kita dengar adanya ketidakadilan gender, mungkin itu aku masih bisa comment.
P
: Pernah nggak sy mba terjadi ketidakadilan gender di dalam perusahaan ini? Meskipun hanya perspektif gender antara pekerjaan PR laki-laki dan perempuan?
J
: Dari aku mulai kerja di sini, aku belum pernah ngarasa dan belum pernah liat adanya ketidakadilan yang kamu sebutin hen, kalau hanya perspektif mungkin ada ya tapi tidak di dalam perusahaan melainkan di waktu kita bekerja di luar, tapi kayanya jarang banget ya kita alamin yang kaya gitu bahkan tidak pernah sama sekali tuh,,
P
: Mba kan sebagai perempuan, ada nggak sy mba perlakuan khusus dari perusahaan yang emenng dikhususkan untuk perempuan?
J
: Global selalu memberikan yang terbaik buat staff dan karyawankaryawannya baik dia laki-laki ataupun perempuan, tapi kalau perlakuan khusus, apa ya? Akau sebagai perempuan merasa dihormati oleh perusahaan dan karyawan lainpun begitu dan perusahaan menyediakan dana untuk perempuan yang akan melahirkan ya setidaknya meringankan beban biaya rumah sakit.
Karena aku sama mba mita lagi hamil kami sering mendapat perhatian khusus dari sesama karyawan global, mereka lebih sering tuh nyuruh kita pulang lebih awal kalau lagi ada acara di luar, karena takut kami kelelahan. Itu aja kali ya hen ya.. P
: Dari apa yang mba bilang tadi, pernah nggak mba ada kecemburuan sosial dari kaum laki-lakinya sendiri adari perlakuan dan perhatian yang mba dapat dari perusahaan dan karyawan itu sendiri?
J
: Kecemburuan sosial?.... tidak sama sekali, saya selaku perempuan dan karyawan perempuan lainnya tidak pernah merasakan ada kecemburuan sosial yang terlihat dari pihak laiki-laki ya,,, malah mereka senang, karena kami perempuan lebih senang diperhatikan dan laki-laki disini pun paham ko sama hal-hal yang seperti itu,,
P
: Berarti orang-orang disini termasuk mengerti banget dong mba ya?
J
: Iya mereka ngerti banget kami dan kamipun sebaliknya,,, kami seperti keluarga dalam satu perusahaan
P
: Satu lagi ny mba,, pernah nggak sy mba sebagai PR ataupun pernah nggak ada kesalahan dalam melakukan pekerjaan yang bersifat fatal buat perusahaan?
J
: Kesalahan Kalau dari aku sendiri tidak ada ya hen, tapi pernah kita merasa kesalahan itu fatal bannget meskipun bukan kami yanng melakukan.. pasti mas riza cerita juga kan ke kamu?
P
: Iya mba tadi mas Riza jyga cerita ko,, berarti kalau kesalahan dari PR nya itu sendiri nggak ada ya mba? Kemudian bagaimana proses kerja disini, apakah berdasarkan proses kultur dan struktural?
J
: Buat aku proses kultur dan strukutural itu biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak mengerti tentang nilai-nilai feminis ya. Karena aku juga sebagai seorang perempuan dan kebetulan bekerja dibidang PR, proses itu nggak pernah aku temukan
ya hen
di dalam perusahaan ini. Kalau
memang pada kenyataannya seorang perempuan itu lebih mampu untuk menjadi seorang PR yang professional kan nggak seharusnya selalu ada dibawah tekanan kaum laki-laki. P
: Makasi ya mba Ria uda kasih kesempatan buat aku
J
: Iya sama-sama hen,,, sukses ya buat skripsinya
P
: Makasi ya mba..
wawancara mba,,
Hasil Wawancara Corporate/ Perusahaan Key Informant
: Bapak Eko Wardhoyo, Staff Corporate Public Relations
PT. Global Informasi Bermutu yaitu sebagai berikut:
P
: Sore mas eko,,,,
Maav mas eko aku boleh minta waktunya sebentar
nngak? J
: Hallo Heny..... sore juga, wah boleh banget hen... ada apa ny?
P
: Aku mau wawancara mas Eko untuk Data-data skripsi aku mas, bisa kan?
J
: Boleh..!!! emang tema skripsi kamu apa hen?
P
: Tema Skripsinya Profesionalisme Pekerjaan PR Laki-laki dengan PR perempuan dalam perspektif gender pada PT. Global Informasi Bermutu
J
: Oh.. seputar gender ya? Kalu gitu silahkan kita bisa mulai sekarang ko..
P
: Bagaimana menurut Mas Eko mengenai seorang yang Profesional dalam bekerja? Terutama dalam konteks PR?
J
: Menurut aku seorang yang bisa dibilang bekerja dan dibilang professional itu dia mampu menguasai pembicaraan baik dimana pun dia berada, memiliki skill atau kemampuan yang orang lain tidak punya, memiliki wawasan yang lebih disbanding yang lain, relative sy sebenarnya,,,, cuma kalo buat akau sendiri professional buat seorang PR itu harus cantik,
memiliki penampilan yang baik dan mampu menguasai pembicaraan, kalau bisa di bilang inner Beautynya harus keluar tanpa harus di buat-buat yia… kenapa aku bisa bilang PR profesional itu harus cantik? Ga mungkin kan kalau kita lagi acara dan truz tiba-tiba PR kita acak-acakan, tidak tahu apaapa sama permasalahan atau acara ayng kita buat. Kalau laki-laki itukan kadang-kadang suka selebor juga kalau berpakaian, jadi buat akau, akau lebih setuju kalau professional ini khusus yang bekerja sebagai PR yia itu lebih keperempuan, kalau menurut aku loch yia.. maskipun aku seorang laki-laki dan kebetulan ,asuk dalam lingkupnya seorang PR P
: Menurut Mas Eko sendiri, Bagaimana kinerja PR pada PT. Global Informasi Bermutu itu sendiri? Apakah sudah bisa dikatakan profesional?
J
: Menurut aku PR di sini sudah bisa dikatakan profesional ko,, ya meskipun tidak cantik ya hen... (menjawab dengan tertawa kecil) yia seperti apa yang kamu liat Profesional atau tidak?
selama kamu
magang disini bagaimana kerjanya?
Contohnya banyak hen disini, misalnya d aja mba
ria lagi hamil besar tapi dia tetap kerja ko meskipin harus keluar untuk mgurusin event-event.... P
: Menurut mas eko, Bagaimana staff atau karyawan Laki-laki terhadap karyawan atau staff perempuan dalam divisi PR?
J
: Perlakuan kami s ebagai laki-laki kepada perempuan pastinya lebih memperhatikan mereka yia, kebetulan dalam satu divisi ini ada sua ibu-ibu yang hamil, jadi kami berusaha untuk memperhatikan
mereka. Terutama
disaat mereka bertugas untuk mengurus media dan harus keluar kantor,
saya ataupun yang lain berusaha untuk mendampingi dan membantu sebisa mungkin... P
: Berarti bisa di dikatakan, bahwa perempuan selalu mendapatkan perhatian di banding laki-laki?
J
: Perhatian di sini di karenakan mereka sedang hamil, dan kalau untuk masalah
pekerjaan
sebagai
PR
kami
selalu
profesional
ko
dalam
menjalankan tugas-tugas dan pekerjaan... P
: Bagaimana perspektif Mas Eko mengenai pekerjaan seorang PR dalam konteks gender?
J
: Untuk konteks kerja seorang PR, Menurut aku PR itu sosok seseorang yang melakukan pekerjaannya untuk selalu memberikan yang terbaik untuk perusahaan, memjaga nama baik perusahaan meskipun pada kenyataannya perusahaan akan bangktrut ataupun memiliki masalah. Konteks gendernya.... karena seorang PR harus bekerja secara Profesional pastinya kita sebagai seorang PR tidak mungkin membeda-bedakan dari sisi gender dan tidak bermasalah dengan konteeks gender yang ada
P
: Kalau begitu makasih ya mas eko sudah bersedia menjawab pertanyaanpertanyaannya....
J
: Iya henny.... sama-sama....(sambil tersenyum)
Wawancara Corporate/ Perusahaan Key Informant
: Ibu Adilla Safitri, Staff Media Relations PT. Gobal
Informasi Bermutu. Yaitu sebagai berikut:
P
: Selamat sore mba dilla,,,, lagi sibuk yia…
J
: Iya hen,, ada apa? (menjawab dengan wajah yang menghadap komputer, menyelesaikan pekerjaannya)
P
: Aku mau wawancara mba dilla mba,, untuk skripsi aku, bisa?
J
: owh boleh.... tapi tunggu sebentar ya hen... aku Cuma mau kirim Media Order dulu ny,,,
P
: Iya maba aku tunngu... (setelah beberapa menit kamudian)
J
: ok!! Aku udah selesai ny,, apa yang mau kamu tanyakan hen? Kita bisa mulai dari pertanyaan pertama
P
: Bagaimana kinerja Media Relations dalam PR?
J
: Karena Media Relations itu sendiri adlah bagian dari tugas seorang PR, pastinya peran dan fungsi kami sangat berperan ya untuk kinerja seorang PR,,,
P
: Menurut Mba dilla, bagaimana sy kerja PR pada Global ? apakah selalu memantau kerjaan MR sejauh mana atau apa saja yang biasanya dilakukan oleh PR nya?
J
: Untuk kerja seoranng PR nya sendiri aku anggap profesional, karena mereka selalu menanyakan bagaimana dan apa kendala kami dalam bekerja, setidaknya mereka mengetahui kerjaan seperti apa dan apa saja yang telah
kami selesaikan. Kami pun selalu memberikan laporan setiap apa yang kami lakukan lewat e-mail,, P
: Bagaimana seseorang bisa dikatakan profesional?
J
: professional itu relative dan sesuai dengan porsi pekerjaan yang digeluti, seperti halnya tidak mencampuri urusan pribadi dengan pekerjaan. Dan buat aku perbedaan gender itu bukan hal yag penting yang perlu dibahas dalam profeional pekerjaan. Karena kita kan bekerja di satu perusahaan stasiun pertelevisian yang karyawannya pun pastinya terdiri dari gender yang berbeda juga. Jadi buat aku hal gender tidak mempengaruhi untensitas profesionalisme pekerjaan kita
P
: Bagaimana pandangan anda mengenai perspektif Gender?
J
: Jujur saja, aku tidak begitu faham dengan perspektif gender. Tapi kalau menurut aku, Perspektif gender itu dari bagaimana kita melihat seseorang dari perbedaan
P
: Apakah pernah terjadi ketidakadilan gendr dalam perusahaan? Dan kalupun pernah bagaimana cara mengatasinya?
J
: Tidak pernah ya selama aku bekerja di Global ini, aku tidak pernah merasakan adanya ketidakadilan gender, dan kalupun mungkin ada kami pasti bisa mengatasinya dengan cara pemahaman, dan pengertian
P
: Bagaimana pendapat anda, apakah ada perbedaan antara pekerjaan PR Perempuan dengan laki-laki?
J
: Setiap pekerjaan PR pasti sama dong ya.... entah dia itu laki-laki ataupun perempuan pasti tidak ada perbedaan, karena mereka masih dlam lingkup pekerjaan seorang PR....
P
: Apakah Pernah terjadi perlakuan khusus terhadap karyawan perempuan dengan laki-laki?
J
: Perbedaan pasti ada, apa lagi seperti yang kita ketahui, bahwa staff PR yang ada di sini sedang hamil. Jadi kita mencoba untuk memberikan keringanan kepada mereka dalam bekerja, karena kasihan kalau harus bekerja sampai larut.... itu aja sy yang aku anggap sebagai sikap yang khusus...
P
: Dari hal yang telah di utarakan tadi, apakah pernah terjadi anya kecemburuan sosial dan apakah hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai perspektif gender dalam bekerja?
J
: Sekali lagi kami tegaskan, bahwa kami selaku tim PR
bekerja dengan
profesional dan tidak ada hubungannya dengan perbedaan gender, karena kami tidak emmbeda-bedakan antara laki-laki dengan perempuan..... P
: Kalau begitu,, terima kasih ya mba atas jawaban-jawabannya... terima kasih juga atas waktu yang telah berikam...
J
: Iya sama-sama hen... sukses ya
Wawancara Eksternal Key Informant
: Ibu Dian. Finalis Dream Girls Bandung
P
: Selamat siang teh+ dian….
J
: Siang…. Apa kabar? Udah lama nggak kelihatan lagi…(berbicara dengan logat bahasa sunda yang masih kental)
P
: Baik teh,,, maaf teh aku mau wawancara teteh bentar bisa kan?
J
: Tentu aja bisa dong... mau wawancara seputar apa nich?
P
: Wawancara untuk skripsi heni teh,,, tentang Profesionalisme pekerjaan PR laki-laki dan PR perempuan dalam perspektif gender,,
J
: OH,, iya kalau gitu apa pertanyaannya?
P
: Menurut teteh seorang yang profesional itu seperti apa sich?
J
: Buat aku seorang yang profesional itu bisa membedakan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan, bisa menangani maslah-maslah hang ada baik di dalam maupun di luar perusahaan, memiliki penampilan yang menarik. Apalagi kan yang kamu bahas ini tentang profesi seorang PR.... penampilan bisa sangat penting untuk melihat kepribadian orang itu sendiri, kemudian dia pandai berkomunikasi dengan siapa saja, yai bisa fleksibel lah kalo menurut teteh.. iya kalau buat teh dian sy kita sebagai seorang perempuan sudah selayaknya bisa dibilang professional yia,, apalagi soal pekerjaan!... kamu juga pasti tau kan kerjaan seorang perempuan itu banyak baget dan aku sebagai perempuan merasa lebih bisa mengatur waktu untuk hal keluarga dan kerjaan aku sendiri,, dari yang teh dian liat sy untuk di PT.
Global Informasi ini nggak membeda-bedakan hal professional pekerjaan dari batasan gender yia, karena baik perempuan atau laki-laki semua bisa kerja lebih professional ko”.1 P
: Kemudian Bagaimana perspektif teteh tentang gender?
J
: Gender? Waduh.... kalau tentang gender, karena teteh seorang perempuan pastinya s etiap perempuan inginn memiliki keseteraan ya dan tidak mau dibeda-bedakan tentunya,, apalagi kalau urusannya adalah pekerjaan, kita sebagai perempuan disini bisa bekerja secara profesional ko dan kita bisa membeda-bedakan urusan keluarga dan kita juga bisa membagi-bagi waktu
P
: apakah terdapat perbedaan antara pekerjaan PR perempuan dengan PR laki-laki?
J
: Klau pekerjaan siapapun itu baik laki-laki maupun perempuan tentunya harus bisa bekerja secara profesional dan kita juga tidak mau membedabedakan hal itu yia..
karena di sini konteksnya seorang PR jadi buat saya
tidak ada perbedaan yang menonjol dalam pekerjaan, tapi yanng lebih menonjol itu adalah penempilan perempuan itu sendiri pasti elbih menarik di banding laki-laki... bukan begitu,,, (menjawab sambil melemparkan senyumnya) P
: Pernah nggak menemukan perbedaan gender?
J
: Karena aku juga kebetulan bekerja si salah satu kantor swasta yangn ada si bandunng.. di sana aku sering banget menemukan ketidakadilan hen, karena di sana masih awam sekali dengan gender.... contohnya perempuan di sana bekerja terbatas waktunya,,,
1
Wawancara dengan ibu Dian , salah satu finalis Dream Girls. Pada tanggal 27 Juli 2009
P
: Iya sy,,, kalau buat teteh sendiri menurut teteh. PR Di Global ini sudah bisa dikatakan profesinal belum?
J
: menurut penglihatan aku dan selama aku ikut bergabung dengan Global, mereka
sudah
apat
dikatakan
profesional
ko,,
perempuannya
juga
profesional, meskipun aku tahu dua diantara staff PR nya sedang hamil tapi mereka tetap ada di PSI hingga malam..... P
: Wah setru juga ya bisa nngobrol-ngobrol banyak sama teh Dian,,, makasi ya teh waktu dan kesempatan untuk aku bisa wawncara sama teteh,,,
J
: Iya sama-sama...... Good Luck ya sidangnya..